anemia defisiensi besi 2

25
CASE REPORT ASLI Case 3 A 4-y-old Arab boy from Gaza had been eating soil and sand since the age of2 y. He had suffered from intermittent diarrhea and abdominal distension. In another hospital he was found to have an Hb of65 g/L together with a serum iron of4.5 tmol/L and was given a blood transfusion. When first seen by the author he was a miserable-looking child, height 98 cm (50th centile for 3.3 y) and weight 13.5 kg (50th centile for 2.4 y). His abdomen was markedly distended without hepatosplenomegaly. Hb was 129 g/L (posttransfusion), prothrombin activity 95%, 1-h blood D-xylose 1.0 mmol/L, serum albumin 44 gIL, vitamin E 6.7 tmol/L, and bone age of 18 month at a chronological age of4 y. Jejunal biopsy revealed total villous atrophy; examination for G lamblia was negative. He was started on a gluten-free diet. All symptoms including geophagia resolved and did not recur. Six months later he had gained 5.5 kg (50th centile for 5.2 y) and grown 8 cm (50th centile for 4.5 y). Hb was 120 g/L, serum iron 17 tmol/L, 1-h blood D-xylose 3.3 mmol/L, and plasma vitamin E 22.5 tmol/L. A repeat jejunal biopsy showed considerable improvement but there was still partial villous atrophy present with a villus-to-crypt ratio of -2: 1. The child’s father admitted that in the past 2 mo he had not been strictly observing the diet. He was thereafter maintained on a gluten-free diet. 1

Upload: uwi-mezti-dewasa

Post on 13-Feb-2015

42 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Blok Darah

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Defisiensi Besi 2

CASE REPORT ASLI

Case 3

A 4-y-old Arab boy from Gaza had been eating soil and sand since the age

of2 y. He had suffered from intermittent diarrhea and abdominal distension. In

another hospital he was found to have an Hb of65 g/L together with a serum iron

of4.5 tmol/L and was given a blood transfusion. When first seen by the author he

was a miserable-looking child, height 98 cm (50th centile for 3.3 y) and weight

13.5 kg (50th centile for 2.4 y). His abdomen was markedly distended without

hepatosplenomegaly. Hb was 129 g/L (posttransfusion), prothrombin activity

95%, 1-h blood D-xylose 1.0 mmol/L, serum albumin 44 gIL, vitamin E 6.7

tmol/L, and bone age of 18 month at a chronological age of4 y. Jejunal biopsy

revealed total villous atrophy; examination for G lamblia was negative. He was

started on a gluten-free diet. All symptoms including geophagia resolved and did

not recur. Six months later he had gained 5.5 kg (50th centile for 5.2 y) and

grown 8 cm (50th centile for 4.5 y). Hb was 120 g/L, serum iron 17 tmol/L, 1-h

blood D-xylose 3.3 mmol/L, and plasma vitamin E 22.5 tmol/L. A repeat jejunal

biopsy showed considerable improvement but there was still partial villous

atrophy present with a villus-to-crypt ratio of -2: 1. The child’s father admitted

that in the past 2 mo he had not been strictly observing the diet. He was thereafter

maintained on a gluten-free diet.

1

Page 2: Anemia Defisiensi Besi 2

TERJEMAHAN CASE REPORT

Laporan kasus 3

Seorang anak laki-laki keturunan Arab berumur 4 tahun dari Gaza suka

makan tanah dan pasir sejak umur 2 tahun. Dia pernah menderita diare intermiten

dan perutnya menggelembung. Hasil pemeriksaan di rumah sakit menunjukkan

Hb 65 g/L bersama dengan serum besi 4,5 µmol/L dan memerlukan transfusi

darah. Ketika pertama kali anak itu dilihat oleh penulis ia tampak menyedihkan,

dengan tinggi 98 cm (urutan 50 yang terpendek dari 3,3 tahun) dan berat 13,5 kg

(urutan 50 yang teringan dari 2,4 tahun). Perutnya terlihat buncit tanpa

hepatosplenomegali. Hb 129 g/L (sesudah transfusi), aktivitas protrombin 95%. 1-

h darah d-xylose 1,0 mmol/L, serum albumin 44 g/L, vitamin E 6,7µmol/L, dan

kronologi tulang berusia 18 bulan padahal 4 tahun. Biopsi jejunum menyatakan

total atrofi vili, yang pada pemeriksaan untuk G lamblia negatif. Dia memulai

gluten-free diet. Semua gejala termasuk gejala suka makan dan tidak berulang. 6

bulan kemudian dia mencapai berat badan sekitar 5,5 kg (50th centile for 5.2 y)

dan tumbuh 8 cm (50th centile for 4.5 y). Hb 120 g/L, besi serum 17 µmol/L, 1-h

darah D-oxylose 3,3 mmol/L dan plasma vitamin E 22,5 µmol/L. Pengulangan

biopsi jejunum memperlihatkan perubahan yang besar tetapi ada perbandingan

sebagian jaringan usus dengan usus yang tersembunyi sekitar 2:1. Ayah dari anak

tersebut mengakui setelah 2 bulan yang lalu tidak mengamati dengan ketat diet

anaknya. Setelah itu dia menjaga diet bebas gluten.

2

Page 3: Anemia Defisiensi Besi 2

RESUME CASE REPORT

I. RESUME ANAMNESIS

A. Identitas

1. Nama : NN

2. Jenis kelamin : Laki-laki

3. Umur : 4 tahun

4. Kebangsaan : Arab

B. Keluhan utama : suka makan tanah dan pasir

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Anak laki-laki berumur 4 tahun suka makan tanah dan pasir.

Selain itu dia juga mengeluh diare intermitten, perutnya buncit

tanpa hepatosplenomegali.

D. Riwayat Penyakit Dahulu : -

E. Riwayat Penyakit Keluarga : -

F. Anamnesis Sistem :

Sistem Saraf : -

Sistem Kardiovaskuler : -

Sistem Respirasi : -

Sistem Digesti : perut buncit (+), diare intermitten

(+)

Sistem Urogenital : -

Sistem Reproduksi : -

Sistem Integumentum : -

Sistem Muskuloskeletal : -

G. Kebiasaan

Pasien suka makan tanah dan pasir.

II. RESUME PEMERIKSAAN FISIK

Ditemukan perutnya buncit tanpa hepatosplenomegali.

3

Page 4: Anemia Defisiensi Besi 2

III. RESUME PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Sebelum transfusi :

Hb 65 g/L

Serum besi 4,5 µmol/L

Sesudah transfusi :

Hb 129 g/L

Aktivitas protrombin 95%.

1-h darah d-xylose 1,0 mmol/L

Serum albumin 44 g/L

Vitamin E 6,7µmol/L

Kronologi tulang berusia 18 bulan padahal 4 tahun.

Biopsi jejunum menyatakan total atrofi vili, yang pada

pemeriksaan untuk G lamblia negatif.

Enam bulan kemudian setelah diet :

Hb 120 g/L

Besi serum 17 µmol/L

1-h darah D-oxylose 3,3 mmol/L

Plasma vitamin E 22,5 µmol/L.

IV. DIAGNOSIS BANDING DAN DIAGNOSIS PASTI

Diagnosis banding berdasarkan laporan kasus di atas adalah :

1. Anemia penyakit kronis

Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia

defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan

besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter besi yang lain

diperlukan untuk membedakannya. Rendahnya besi di anemia

penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem

retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan

saturasi transferin diakibatkan oleh degradasi transferin yang

meningkat. Kadar feritin pada keadaan ini juga meningkat melalui

mekanisme yang sama. Berbeda dengan anemia defisiensi,

4

Page 5: Anemia Defisiensi Besi 2

gangguan metabolisme besi disebabkan karena kurangnya asupan

besi atau tidak terpenuhinya kebutuhan besi sebagai akibat

meningkatnya kebutuhan besi atau perdarahan.

2. Anemia sideroblastik

Pada anemia seideroblastik dapat ditemukan cincin dalam

sumsum tulangnya. Dan anemia jenis ini juga termasuk ke dalam

jenis anemia mikrositik hipokromik dengan MCV dan MCH-nya

turun.

3. Thalassemia

Pada thalassemia dapat ditemukan besi serumnya meningkat

sedangkan pada ADB menurun. Thalassemia juga merupakan

salah satu jenis dari anemia mikrositik hipokromik.

Berdasarkan laporan kasus di atas dan dari hasil resume anamnesis

maupun pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa penyakit dari laporan

kasus tersebut, adalah Anemia Defisiensi Besi. Penyakit ini ditandai

dengan adanya gejala pica atau suka makan tanah dan pasir yang

merupakan gejala khas dari anemia defisensi besi. Dan juga ditandai

dengan Hb dan besi serum yang menurun.

V. RESUME PENGOBATAN

Terapi definitif : Transfusi darah

Terapi suportif : Gluten-free diet

Dengan terapi Gluten-free diet enam bulan kemudian beratnya

diperoleh : 5,5 kg (50 centile for 5,2 y) pertumbuhannya (tinggi

badan) 8 cm (50th centile for 4,5 y).

5

Page 6: Anemia Defisiensi Besi 2

BAB I

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang disebabkan oleh

kurangnya persediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong

sehingga pembentukan hemoglobinnya kurang. Anemia defisiensi besi

ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer yang ditandai dengan besi serum

menurun, TIBC meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum

menurun, MCH dan MCHC menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif,

dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi.

1.1 ETIOLOGI

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:

1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

a. saluran cerna : akibat dari tukak peptik (lesi yang terjadi pada

lapisan mukosa, submukosa, dan muskularis dari lambung), kanker

lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid (benjolan

disekitar anus), infeksi cacing tambang.

b. saluran genitalia perempuan : menorrhagia (pengeluaran darah haid

yang berlebihan) atau metrorhagi (perdarahan atau bercak-bercak

di luar menstruasi).

c. saluran kemih : hematuria (adanya sel darah merah dalam urine).

d. saluran nafas : hemaptoe (batuk darah).

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan dan

kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C,

dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : pada keadaan prematuritas, anak dalam

masa pertumbuhan, dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi seperti gastrektomi, kolitis kronik.

Pada orang dewasa, anemia defisienai besi yang dijumpai di klinik

hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau

peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab

perdarahan paling sering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal,

6

Page 7: Anemia Defisiensi Besi 2

di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara

itu, pada wanita paling sering karena menorrhagia.

1.2 EPIDEMIOLOGI

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang sering

dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat, selain itu ADB juga sering

dijumpai di negara berkembang. Berdasarkan data yang telah

dikumpulkan, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi

seperti berikut :

Tabel prevalensi anemia defisiensi besi di dunia

Afrika Amerika latin Indonesia

Laki-laki dewasa 6% 3% 16-50%

Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%

Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%

Anak balita 30-40%

Anak sekolah 25-30%

7

Page 8: Anemia Defisiensi Besi 2

BAB II

2.1 PATOFISIOLOGI

2.1.1 Zat besi dalam tubuh

Zat besi dalam tubuh terdiri dari 3 bagian, yaitu yang fungsional

dan reserve (simpanan), besi transpor.

a) Zat besi yang fungsional yaitu besi yang membentuk senyawa yang

berfungsi dalam tubuh. Sebagian besar dalam bentuk hemoglobin

(Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin.

b) Zat besi yang ada dalam bentuk reserve (simpanan), tidak

mempunyai fungsi fisiologis selain sebagai buffer, yaitu

menyediakan zat besi jika dibutuhkan untuk kompartmen

fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka

kebutuhan eritropoesis (pembentukan sel darah merah) dalam

sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Zat besi yang disimpan

sebagai reserve ini, berbentuk feritin (cadangan besi yang larut)

dan hemosiderin (cadangan besi yang tidak larut), terdapat dalam

hati, limpa, dan sumsum tulang.

c) Zat besi transpor yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu

dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari suatu kompartemen

ke kompartemen lainnya.

2.1.2 Absorbsi Besi

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan

dalam usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh

diperlukan proses absorbsi. Absorbsi besi paling banyak terjadi pada

duodenum dan jejunum proksimal.

8

Page 9: Anemia Defisiensi Besi 2

Proses absorbsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

1. Fase luminal

Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian sdiserap

oleh duodenum. Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk

yaitu :

a. Besi heme : terdapat dalam makanan hewani antara lain daging

dan ikan, proporsi absorbsi tinggi, tidak di hambat oleh bahan

penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.

b. Besi non heme : terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya

sayuran hijau, kacang-kacangan, dan kentang. Proporsi

absorbsinya rendah, di pengaruhi oleh bahan pemacu atau

penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah.

Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorbsi besi adalah “meat

factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan

penghambat adalah tanat, phytat dan serat (fibre).

Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi

dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi

reduksi dari bentuk feri ke fero yang siap untuk di serap.

2. Fase mukosal

Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu

proses aktif. Proses penyerapan terutama melalui duedonum dan

jejunum proksimal.penyerapan terjadi secara aktif melelui proses

yang sangat kompleks. Di kenal adanya mucosal block, suatu

mekanisme yang dapat mengatur meknisme yang di dapat.

3. Fase korporeal

Transfer besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang

memerlukan, serta penyimpanan besi oleh tubuh.

Besi setelah di serap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian

basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian di dalam darah di

nikat oleh apotransferin menjadi transferin, transferin akan melepaskan

besi pada sel RES melaui pinositosis.

9

Page 10: Anemia Defisiensi Besi 2

Banyaknya absorbsi besi tergantung pada berikut :

Jumlah kandungan besi dalam makanan.

Jenis besi dalam makanan : heme atau non heme.

Adanya bahan penghambat atau pemacu absorbsi dalam

makanan.

Jumlah cadangan besi dalam tubuh.

Kecepatan eritropoesis.

2.1.3 Siklus Besi dalam Tubuh

Besi di serap usus setiap hari antara 1-2 mg. Ekresi besi terjadi

dalam jumlah yang sama melalui eksfolisasi epitel. Besi dari usus

dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi

dari makrofag dalam sumsum tulang 22 mg untuk dapat memenuhi

kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang

terbentuk secara efektif akan beredar melaui sirkulasi memerlukan 17

mg, sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag

karena terjadinya eritropoesis inefektif (hemolisis intramedular). Besi

yang terdapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses

penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang

sebesar 17 mg.

2.1.4 Klasifikasi derajat defisiensi besi

1. Deplesi besi

Cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis

belum terganggu. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorbsi

besi non heme.

2. Eritropoesis defisiensi besi

Cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis

terganggu tetapi belum timbul anemia secara laboratorik. Pada

pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi

transferin menurun sedangkan TIBC meningkat.

10

Page 11: Anemia Defisiensi Besi 2

3. Anemia defisiensi besi

Cadangan besi kosong, disertai anemia defisiensi besi. Kadar Fe

serum rendah, saturasi transferin rendah, kadar Hb atau Ht rendah.

2.2 MANIFESTASI KLINIS

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan

besar, yaitu gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, dan

gejala penyakit dasar.

1. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia dijumpai pada

anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8

g/dl. Gejala ini meliputi badan lemah, lesu, cepat lelah, mata

berkunang-kunang, serta telinga mendenging.

2. Gejala khas akibat defisiensi besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada

anemia jenis lain, seperti :

Kolilonychia : kuku sendok ; kuku menjadi rapuh, bergaris-

garis vertikal menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

Gb. 1

11

Page 12: Anemia Defisiensi Besi 2

Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan

mengkilap karena papil lidah menghilang.

Gb. 2

Stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Gb. 3

Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

Atrofi mukosa gaster`sehingga menimbulkan akhloridia.

3. Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit

yang menjadi penyebab anemia tersebut misalnya pada anemia akibat

penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia (gangguan pencernaan),

parotis (radang kelenjar air liur) membengkak, dan kulit telapak

tangan berwarna kuning seperti jerami.

12

Page 13: Anemia Defisiensi Besi 2

2.3 PEMERIKSAAN

Pemeriksaan yang dilakukan untuk anemia defisiensi besi dapat

dilakukan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

1. Pemeriksaan fisik

Anemis, tidak disertai ikhterus (ikhterus lebih mencermikan

proses hemolisis)

Kolilonychia (kuku sendok)

Organomegali dan hepatomegali

Stomatitis ngularis, atrofi papil lidah

Disfagia (nyeri menelan)

2. Pemeriksaan laboratorium

Apus Darah Tepi

Gambaran morfologi darah tepi akan ditemukan keadaan

hipokrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel

pensil, kadang-kadang sel target. Leukosit dan trombosit normal.

Kadar Hemoglobin (Hb)

Di dapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan

hemoglobin ringan sampai berat.

Indeks Eritrosit

MCV, MCH, dan MCHC menurun.

Kadar besi serum

Menurun <50 mg/dl.

TIBC

Meningkat >350 mg/dl.

Saturasi transferin <15%

Kadar serum ferritin <20 µg/dl.

Jika terdapat inflamasi maka serum ferritin bisa sampai <60

µg/dl.

Protoporpirin aritrosit meningkat >100 mg/dl.

Apus sumum tulang

13

Page 14: Anemia Defisiensi Besi 2

Menunjukkan hiperplasi normoblastik dengan normoblast kecil-

kecil.

Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain)

menunjukkan cadangan besi yang negatif.

2.4 TERAPI

Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui

faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian

dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau

parental.

1. Terapi kausal

Merupakan terapi terhadap kondisi yang menyebabkan anemia

misalnya, memberiakan obat cacing pada pasien dengan infeksi

cacing atau pembedahan pada pasien hemorroid. Terapi kausal harus

dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

2. Terapi oral

Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah:

a. Ferous glukonat, fumarat, dan suksinat, dengan dosis harian 4-6

mg/kg/hari besi elemental diberikan 2-3 dosis.

b. Ferrous sulphat (sulfa ferosus), dengan dosis 3 x 200 mg.

Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi iniakan

menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang

dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan

rasa terbakar, nausea atau muntah, dan diare. Oleh karena itu

pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun

akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus

diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.

3. Terapi parental

Preparat yang diberikan secara parental adalah dekstran besi, larutan

ini mengandung 50 mg besi/ml.

Dosis dihitung berdasarkan :

14

Page 15: Anemia Defisiensi Besi 2

Dosis besi (mg) : BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5.

Indikasi parental :

a. Tidak dapat mentoleransi Fe oral.

b. Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat

dikompensasi dengan Fe oral.

c. Gangguan pada traktus gastrointestinal yang dapat memburuk

dengan pemberian Fe oral.

d. Tidak dapat mengabsorbsi Fe melalui traktus gastrointestinal.

e. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa.

Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan

harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak

lebih baik dibanding peroral.

4. Pengobatan lain

a. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

terutama yang berasal dari protein hewani.

b. Vitamin C : vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk

meningkatkan absorbsi besi.

c. Transfusi darah : anemia kekurangan besi jarang memerlukan

transfusi darah.

Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi

adalah :

Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah

jantung.

Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan

gejala pusing yang sangat mencolok.

Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat,

seperti pada kehamilan atau preoperasi.

2.5 PENCEGAHAN

15

Page 16: Anemia Defisiensi Besi 2

Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah

kekurangan besi adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

2. Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.

3. Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang

kaya dengan asam askorbat (jus buah).

4. Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan dan

minum preparat besi untuk meningkatkan absorbsi besi dan

menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh, fosfat

dan fitrat pada makanan.

5. Menghindari minum susu berlebihan dan meningkatkan makanan

yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.

2.6 PROGNOSIS

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi

saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan

yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik

dengan pemberian preparat besi.

16

Page 17: Anemia Defisiensi Besi 2

BAB III

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang disebabkan oleh

kurangnya persediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi

kosong sehingga pembentukan hemoglobinnya kurang.

Penyebab penyakit ini adalah kehilangan besi akibat perdarahan

menahun (misalnya : menorrhagia), faktor nutrisi, kebutuhan besi

meningkat, gangguan absorbsi besi.

Gejala yang paling khas adalah pica (suka makan tanah dan pasir)

yang terdapat pada kasus ini, koilonychia, atrofi papil lidah, stomatitis

angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster. Keadaan ini akan membaik

dengan pemberian preparat besi.

17