annual report - reliefweb.int · irregular migration / migrasi gelap 64 ... the province of aceh on...
TRANSCRIPT
M ANAG ING MIG R ATION FOR THE BENEFIT OF ALL
ʻ09 annual report laporan tahunan
INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION IOM INDONESIA
Contents Daftar isiIOM in Brief / Sekilas IOM
IOM in Indonesia / IOM di Indonesia
Forward from Chief of Mission / Kata Pengantar dari Ketua Misi
Movement, Emergency &Post-Crisis Migration Management / Mengelola Pergerakan, Migrasi Darurat & Pasca-Krisis 01
Emergency & Post Emergency Operations Assistance / Bantuan Kegiatan Darurat dan Pasca Darurat 02
Post-Conflict Reintegration Programme / Program Reintegrasi Pasca-Konflik 04
Tsunami Post Emergency Assistance / Bantuan Darurat Pasca-Tsunami 16
Earthquake Post Emergency Assistance / Bantuan Darurat Pasca Gempa Bumi 26
Migration Health / Kesehatan Migrasi 41
Migration & Develoment / Migrasi & Pembangunan 55
Remittance / Remitensi 56
Regulating Migration / Pengaturan Migrasi 61
Return Assistance for Migrants & Governments / Bantuan Pemulangan bagi Migran & Pemerintah 62
Irregular Migration / Migrasi Gelap 64
Counter Trafficking / Unit Penanggulangan Perdagangan Manusia 68
Combating Human Trafficking in Indonesia / Memerangi Perdagangan Manusia di Indonesia 70
Technical Cooperation on Migration Management & Capacity-Building / Kerjasama Teknis pada Pengelolaan Migrasi & Pembangunan Kapasitas 86
Police Reform Programme / Program Reformasi Polisi 88
Facilitating Migration / Memfasilitasi Migrasi 94
Labour Migration / Migrasi Tenaga Kerja 96
Project Development & Donor List / Unit Pengembangan Proyak & Daftar Donor 100
IOM Indonesia Offices / Kantor-kantor IOM di Indonesia 104
Editor (English) : Chris Lom; Ruby Murray
Editor (Bahasa) : Jihan Labetubun
Translator : Adi Nugroho
Design/Layout : Sanda Fatharani
Photographed by : Paul Dillon; Simon Gladman; IOM Indonesia staff; Jihan Labetubun; Chris Lom; Ruby Murray; Jonathan Perugia; Edy Purnomo; Swan Ti; John Vink; Karl Zirbs
Printed by : Mitrametrotama
IOM INDONESIA
Sampoerna Strategic Square, North Tower Floor 12A, Jalan Jendral Sudirman Kav.45-46, Jakarta Selatan 12930, INDONESIA
Phone. +62 (21) 5795 1275 • Fax. +62 (21) 5795 1274 • Email. [email protected] • Website. http://www.iom.or.id
© 2010 International Organization for Migration (IOM) Indonesia
“All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording or
otherwise, without the prior written permission of the publisher.”
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009
IOM in Brief Sekilas IOMEstablished om 1951, the International Organization
for Migration (IOM) is the principal integovernmental
organization in the field of migration. IOM is dedicated
to promoting humane and orderly migration for the
benefit of all. It does so by providing services and
advice to governments and migrants.
Headquartered in Geneva, Switzerland, IOM is growing
rapidly and currently counts 125 states as members.
A further 16 states and 74 international and non-
governmental organizations hold observer status.
IOM’s expenditures in 2007 reached USD 783.8 million
while the year 2005 saw a peak programme budget in
excess of USD 952 million. Approximately 5,600 staff
are working on more than 1,770 projects from over 420
field offices in 129 countries (November 2008).
IOM works in the four broad areas of migration
management:
• Migration and development
• Facilitating migration
• Regulating migration
• Forced migration
IOM activities that cut across these areas include the
promotion of international migration law, policy debate
and guidance, protection of migrants’ rights, migration
health and the gender dimension of migration.
Berdiri pada 1951, Organisasi Internasional untuk Migrasi
(OIM) adalah organisasi internasional utama di bidang
migrasi. IOM berdedikasi menjunjung tinggi migrasi yang
manusiawi dan teratur untuk kepentingan bersama.
IOM melakukannya dengan memberikan pelayanan dan
nasehat ke pemerintah maupun migran.
Berkantor pusat di Jenewa, Swiss, IOM berkembang pesat dan
kini 125 negara tercatat sebagai anggota. Selain itu, 16 negara
dan 74 organisasi internasional dan organisasi swadaya
berstatus pengamat.
Anggaran IOM pada 2007 mencapai ASD 783,8 juta
sementara pada 2005 anggaran program mencapai puncak
hingga ASD 952 juta. Sekitar 5.600 staf bekerja di lebih
dari 1.770 proyek atas 420 kantor di 129 negara (Nopember
2008).
IOM bergerak menangani migrasi di empat bidang umum:
• Migrasi dan pembangunan
• Menfasilitasi migrasi
• Mengatur migrasi
• Migrasi yang dipaksakan
Sejumlah kegiatan OIM yang mencakup bidang-bidang
tersebut meliputi pengendalan wacana hukum migrasi
internasional, perdebatan dan acuan kebijakan, perlindungan
hak-hak para migran, kesehatan migrasi dan dimensi gender
dari migrasi.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009
IOM in Indonesia OIM di IndonesiaIOM operations in Indonesia began with the processing
of Vietnamese migrants in Tanjung Pinang, Riau, in 1979.
These efforts were immediately followed by another
major operation providing for the care, maintenance
and assisted voluntary return of internally displaced East
Timorese.
IOM’s relationship with the Government of Indonesia
extends back to 1991 when Indonesia became a formal
Observer in the IOM Council. A Cooperative Agreement
signed in 2000 recognized the valuable association
established between the Government and IOM towards
improving migration management.
IOM Indonesia’s programmes have expanded
dramatically both in terms of geographic reach and
target populations, particularly since the tsunami struck
the province of Aceh on the northenmost tip of the
island of Sumatra in December 2004. Sub-offices are
now located across the country with over 600 staff
members working on a wide range of activities.
IOM memulai operasinya di Indonesia dengan
memproses migran Vietnam di Tanjung Pinang, Riau,
pada 1979. Serangkaian usaha berlanjut dengan
penyediaan perawatan, pemeliharaan dan bantuan
pemulangan sukarela bagi para pengungsi Timor
Timur.
Hubungan IOM dengan pemerintah Indonesia
dimulai pada 1999 ketika Indonesia resmi menjadi
pengamat dalam dewan IOM. Sebuah Perjanjian
Kerjasama yang ditandatangani pada 2000 mengakui
hubungan yang sangat bermanfaat antara Pemerintah
dan IOM dalam meningkatkan penanganan migrasi.
Program-program IOM Indonesia telah berkembang
dari sisi geografis maupun target penduduk, khususnya
sejak tsunami menghantam propinsi Aceh di ujung
utara pulau Sumatera pada Desember 2004. Kantor-
kantor cabang kini berdiri di penjuru nusantara
dengan lebih dari 600 staf bekerja dalam beragam
kegiatan.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009
Foreword from the Chief of Mission Kata Pengantar dari Ketua Misi
It is with great pleasure that I present you with IOM
Indonesia’s 2009 Annual Report. The Report summarizes
our mission’s strategic and operational services across
Indonesia over the last 12 months. It also describes
IOM’s programming activities, which engage with
Indonesia’s diverse societies and cultures to manage
the cross-cutting effects of both internal and external
migration.
IOM Indonesia is currently one of the Organization’s
largest global missions. With a population of almost
240 million across an archipelago spanning 5,000
kilometres and comprising 17,600 islands, Indonesia
is a prime source, destination, and transit country for
migrants. Internally, complex migration patterns are
influenced by natural disasters, conflict, and demands
for labour in what is a rapidly developing country.
In 2009, IOM Indonesia has built on its close working
relationship with the Government of Indonesia, local
Indonesian government institutions, partners in the
non-government sector, and local communities to
support national and regional capacity-building efforts
and to provide direct assistance to migrants in need. We
have built on the strengths of our history in Indonesia
to grow our operations in accordance with the principle
that humane and orderly migration benefits migrants
and society.
IOM’s rapid, flexible approach has established it as
a major partner in the Government of Indonesia’s
responses to disasters and the displacement of internal
populations. In Aceh in 2004, Yogyakarta in 2006,
Padang in 2007 and again in 2009 following another
devastating earthquake in West Sumatra, IOM has been
at the forefront of emergency response and development
assistance efforts in Indonesia.
The coming decades will see migration increasingly
represent the complex issues facing human society at the
local, national, and international levels. From migration
health assessment services to the provision of shelter for
victims of human trafficking, from IOM’s Indonesian
Dengan bangga kami sampaikan Laporan Tahunan IOM
Indonesia 2009. Laporan ini merangkum layanan strategis dan
operasional IOM di seluruh Indonesia dalam kurun waktu 12
bulan terakhir. Laporan ini juga menjelaskan kegiatan program
IOM, yang bekerjasama dengan masyarakat dan kebudayaan
Indonesia yang beraneka ragam dalam menangani dampak di
seluruh bidang yang dibawa oleh migrasi internal maupun
eksternal.
IOM Indonesia saat ini merupakan misi global IOM terbesar.
Dengan penduduk sebayak 240 juta jiwa yang menghuni 17.600
kepulauan sepanjang 5.000 kilometer, Indonesia merupakan
negara sumber, tujuan dan transit utama bagi para migran.
Secara internal, pola migrasi yang kompleks ini dipengaruhi oleh
bencana alam, konflik, dan permintaan akan tenaga kerja di
dalam negara yang sedang berkembang secara cepat ini.
Selama 2009, IOM Indonesia telah membangun kerjasama yang
baik dengan Pemerintah Indonesia, lembaga pemerintah
daerah, para mitra dari sektor Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), serta masyarakat setempat guna mendukung upaya
pengembangan kapasitas di tingkat nasional maupun regional
dan sekaligus memberikan bantuan langsung kepada para
migran yang membutuhkan. Kami telah membangun dasar
kekuatan dengan pengalaman kami di Indonesia dalam
mengembangkan kegiatan-kegiatan sesuai dengan prinsip bahwa
migrasi yang manusiawi dan tertib memberi manfaat bagi para
migran maupun masyarakat.
Pendekatan IOM yang cepat dan fleksibel telah mengkukuhkannya
sebagai mitra utama Pemerintah Indonesia dalam menanggapi
bencana dan pengungsian penduduk secara internal. IOM
telah memainkan peran terdepan dalam memberi bantuan
darurat dan bantuan pembangunan di Indonesia seperti di
Aceh pada 2004, Yogyakarta pada 2006, Padang pada 2007
dan sekali lagi pada 2009 setelah terjadinya bencana gempa
bumi di Sumatera Barat.
Pada tahun-tahun mendatang akan semakin terlihat bagaimana
migrasi mencerminkan beragamnya masalah yang dihadapi oleh
masyarakat di tingkat lokal, nasional dan internasional. Dari
sejumlah penelitian kesehatan migrasi hingga penyediaan
penampungan sementara bagi korban perdagangan manusia,
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009
National Police human rights training to our support
of livelihoods development in remote, conflict affected
communities, the diversity of IOM’s programme
architecture reflects IOM’s adaptability of approach and
our long experience in the area of migration.
This report is divided into five key sections that
represent the operational areas of IOM Indonesia:
Movement, Emergency and Post-Crisis Management
looks at IOM’s disaster responses to the West Sumatra
earthquakes in 2009, tracking IOM’s emergency and
post-emergency operations activities. IOM’s logistical
expertise placed IOM at the centre of the emergency
response to the West Sumatran earthquakes, with
IOM overseeing the movement of thousands of tonnes
of aid throughout the affected region in the days and
weeks following the disaster. This section also looks
at the ongoing post-conflict reintegration and post-
tsunami emergency assistance programmes in Aceh,
and the Central Java earthquake post-emergency
assistance activities in Yogyakarta and surrounds.
IOM’s Migration Health programme spans a broad
array of health activities, from the orderly and voluntary
return of medical evacuees in post-disaster situations
to the provision of direct medical and psychosocial
assistance to migrants in distress, including victims of
conflict, natural disasters, and of human trafficking.
In the area of Migration and Development IOM has built
on our ongoing research on the effects of remittance
corridors on Indonesian development efforts, and has
been instrumental in expanding understanding of the
corridors throughout the Indonesian region.
Regulating Migration looks at IOM’s programmes
in counter human trafficking and our work with
the Indonesian law enforcement sector to enhance
technical cooperation on migration management
and capacity building in the areas of migration and
human rights throughout Indonesia. With irregular
migration on the rise across the region, IOM continues
pelatihan HAM oleh IOM bagi Kepolisian Republik Indonesia
hingga bantuan kami untuk pengembangan mata pencaharian
di komunitas yang terpencil dan terkena imbas konflik,
mencerminkan keanekaragaman rancangan program IOM yang
mampu mengadaptasi pendekatan yang digunakan berdasarkan
yang cukup panjang di bidang migrasi.
Laporan ini dibagi dalam lima bagian utama yang menyajikan
bidang-bidang operasional IOM Indonesia:
Penanganan Perpindahan Penduduk, Masa Darurat dan Pasca-
Krisis membahas bantuan bencana yang diberikan oleh IOM
kepada korban gempa di Sumatera Barat pada 2009, menelusuri
kegiatan-kegiatan operasional IOM di masa darurat dan pasca-
darurat. Keahlian IOM di bidang logistik menempatkan dirinya
sebagai poros tengah upaya pemberian bantuan pada waktu
gempa di Sumatera Barat, dimana IOM mengawasi pengangkutan
ribuan ton bahan bantuan di kawasan yang terkena bencana
sesaat setelah bencana terjadi. Bagian ini juga memaparkan
program bantuan reintegrasi pasca-konflik serta bantuan pasca
tsunami yang masih berlangsung di Aceh, serta kegiatan bantuan
pasca-darurat untuk korban gempa di Jawa Tengah, Yogyakarta
dan daerah sekitarnya.
Program Kesehatan Migrasi IOM mencakup serangkaian
kegiatan layanan kesehatan, mulai dari pengaturan pemulangan
dan pemulangan sukarela pasien medis selama masa pasca-b
encana hingga penyediaan bantuan medis dan psikososial
langsung bagi para migran yang bermasalah, termasuk korban
konflik, bencana alam, dan tindak pidana perdagangan manusia.
Di bidang Migrasi dan Pembangunan, IOM telah memanfaatkan
penelitian tentang dampak koridor remitensi pada upaya
pembangunan di Indonesia, dan telah memainkan peran yang
sangat penting dalam memperluas pemahaman mengenai
koridor-koridor tersebut di seluruh Indonesia.
Pengaturan Migrasi membahas program-program IOM dalam
memerangi perdagangan manusia dan kerjasama kami dengan
sektor penegakan hukum di Indonesia guna meningkatkan
kerjasama teknis tentang pengaturan migrasi dan pengembangan
kapasitas di bidang migrasi dan HAM di seluruh Indonesia.
Dengan meningkatnya migrasi gelap di seluruh kawasan ini,
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009
to assist irregular migrants in Indonesia through the
provision of vital services including health assistance
and voluntary returns.
In 2009, IOM’s strong working relationship with the
Indonesian law enforcement sector culminated in the
release of five major resources: an updated Guidelines
for Law Enforcement and the Protection of Victims of
Trafficking in Handling Traficking in Persons Cases, a
new Manual for Officers Handling People Smuggling
and Other People Smuggling Related Crimes, and three
comprehensive training curricula tailored to the INP,
public prosecutors, and judges dealing with cases of
human trafficking.
Finally, Facilitating Migration describes IOM’s labour
migration programme and our work protecting and
supporting Indonesian migrant workers at home and
abroad.
IOM Indonesia looks forward to building upon our
strong working relationship with our government
partners, donors, non-government partners and
beneficiaries in the coming year, and to ensuring that
migration benefits both migrants and society.
IOM terus membantu para migran gelap di Indonesia melalui
penyediaan bantuan-bantuan penting termasuk bantuan
kesehatan dan pemulangan secara sukarela.
Selama 2009, puncak kerjasama IOM yang kuat dengan
lembaga-lembaga penegak hukum ditandai dengan penerbitan
lima dokumen penting: sebuah versi terkini dari Pedoman Bagi
Penegak Hukum dan Perlindungan Korban Perdagangan Manusia
dalam Penanganan Kasus-kasus Perdagangan Manusia, sebuah
panduan baru bagi Pejabat yang Menangani Penyelundupan
Manusia dan Tindak Pidana Lainnya yang Terkait Dengan
Penyelundupan Manusia, dan tiga kurikulum pelatihan
menyeluruh yang khusus dirancang bagi anggota Polri, jaksa
penuntut umum, dan hakim yang menangani kasus-kasus
perdagangan manusia.
Terakhir, Mengfasilitasi Migrasi menjelaskan program migrasi
tenaga kerja IOM dan kerja kami dalam melindungi dan
membantu para TKI baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
IOM Indonesia sangat berharap untuk memanfaatkan
kerjasama yang erat dengan para mitra kami di pemerintahan,
donor, mitra LSM serta penerima bantuan di tahun yang akan
datang ini, dan sekaligus memastikan agar migrasi membawa
manfaat bagi para migran maupun masyarakat.
Denis Nihill
Chief of Mission / Ketua Misi
Movement, Emergency, and Post-crisis Migration Management Perpindahan, Kedaruratan, dan Manajemen Migrasi Pasca Krisis
Movement, Emergency, and Post-crisis Migration Management Perpindahan, Kedaruratan, dan Manajemen Migrasi Pasca Krisis
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 20092
Emergency and Post Emergency Operations AssistanceBantuan Operasional Darurat dan Pasca Darurat
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 3
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 20094
Post-conflict Reintegration ProgrammeProgram Reintegrasi Pasca-konflik
Post-conflict Reintegration in Aceh
IOM’s approach to reintegration in Aceh focuses
on enhancing stability. It seeks to create perceptions
of fairness by directly addressing post-conflict issues
at the community level.
The Post-Conflict and Reintegration Programme
(PCRP) targets a core caseload of 10,000 ex-combatants,
amnestied political prisoners and vulnerable young
people, together with their communities.
Reintegration programming focuses on this group
in selected high-risk areas using individual case
management based on IOM’s internationally-recognized
Information, Counselling and Referral Services (ICRS)
model.
Concurrent community-driven stabilization programmes
in the same areas provide ‘peace dividends’ to communities
as a whole.
Community stabilization activities in over 1,200
villages support individual reintegration by helping
communities to take a leading role in social and
economic recovery. Activities include the rebuilding
of infrastructure, livelihood support, community self-
help and socio-cultural celebrations.
Programme coverage is extensive and targets “hotspot”
areas in Aceh where the risk of a relapse into conflict
is highest. These activities centre on quick-impact
projects targeting conflict-affected communities in
which ex-combatants, amnestied political prisoners,
refugees and internally displaced people live.
Community stabilization – whether it manifests itself
as a new road, a gabion basket retaining wall, a hand-
tractor, organic farming, a football field, a brick-kiln
or a local concert – is peace-building through the
restoration of trust within and between communities
scarred by the conflict. All assistance is presented as a
tangible result of the peace process.
Reintegrasi Pasca-konflik Di Aceh
Pendekatan IOM atas permasalahan reintegrasi di Aceh berfokus
pada peningkatan stabilitas. Pendekatan tersebut berupaya
menciptakan persepsi keadilan dengan secara langsung menangani
masalah-masalah pasca konflik di tingkat masyarakat.
Sejumlah 10.000 mantan kombatan, mantan tahanan politik dan
kelompok pemuda rentan, beserta komunitas mereka merupakan
sasaran inti Program Pasca-Konflik dan Reintegrasi (PCRP).
Penyusunan program reintegrasi berfokus pada kelompok di
lokasi-lokasi berisiko tinggi denggan menggunakan penanganan
kasus secara individual berdasarkan model Layanan Informasi,
Konseling dan Rujukan IOM (ICRS/PIKR) yang telah diakui
secara internasional.
Program-program stabilisasi yang digerakkan oleh para
masyarakat sendiri yang berlangsung berbarengan di daerah-
daerah yang sama memberikan ‘manfaat perdamaian’ kepada
masyarakat secara keseluruhan.
Kegiatan stabilisasi masyarakat di lebih dari 1.200 desa mendukung
reintegrasi individu dengan cara membantu komunitas untuk
memainkan peran terdepan dalam pemulihan sosial dan ekonomi.
Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup pembangunan kembali
prasarana, bantuan mata pencaharian, bantuan swadaya
masyarakat dan berbagai acara perayaan sosial-budaya.
Cakupan program ini bersifat ekstensif terutama di daerah-
daerah yang tergolong bersiko tinggi atas terjadinya konflik.
Kegiatan-kegiatan ini dititikberatkan pada proyek-proyek dampak
cepat yang memperhatikan komunitas yang terkena dampak
konflik dimana para mantan kombatan, mantan tahanan politik
serta pengungsi tersebut berdiam.
Stabilisasi masyarakat – baik dalam bentuk pembangunan jalanan
baru, tembok penahan gabion, traktor tangan, perkebunan organik,
lapangan sepak bola, tungku batu bata atau konser masyarakat
– adalah pembangunan perdamaian melalui pemulihan rasa
percaya di dalam dan diantara masyarakat yang terluka karena
konflik. Semua bantuan diberikan sebagai hasil nyata dari proses
perdamaian.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 5
Information, Counselling and Referral Services: Targeted Assistance to Vulnerable Youth and Economic Revitalization in their Communities
ICRS, which has been funded by the Government of
Japan since October of 2005, works in partnership
with some 82 civil society and small/medium-sized
business partners in over 2,000 villages across Aceh.
By September 2009 the 2007-2009 programme
had delivered vocational training, jobs and other
opportunities to over 6,000 vulnerable young people
identified by their communities. It had also provided
grants and in-kind business expansion support to 51
small businesses employing and training them. Of the
6,071 youths initially accepted and participating in
the programme, 5,220 remain active clients.
In urban settings, ICRS clients are offered fixed term
employment and training in participating businesses.
Others have been trained to create and run their own
businesses, including a computer training centre and a
motorcycle repair shop.
In rural areas where there are fewer economic
opportunities, ICRS works through 25 local civil
society organizations to create jobs for clients in small-
scale local cooperatives and other small businesses.
The project also produces a free, monthly tabloid
newspaper – Tingkap –which has a print run of 50,000
copies and is distributed throughout Aceh. It includes
stories about economic opportunities, the Aceh
Peace Process and the role of young people, and is
distributed through local print media, civil society
and ICRS field staff.
ICRS also builds socio-cultural bridges through its
ongoing partnership with well-known Acehnese
singer Rafly, who serves as an IOM ‘peace emissary’
with local security actors, government and ex-GAM
rebels.
Layanan Informasi, Konseling dan Rujukan: Bantuan Terarah bagi Para Kaum Muda Rentan dan Revitalisasi Ekonomi di Komunitas-komunitas Mereka
PIKR, didanai oleh Pemerintah Jepang sejak Oktober 2005,
menjalin kerjasama dengan setidaknya 82 masyarakat sipil dan
mitra usaha berskala kecil/menengah di lebih dari 2.000 desa di
seluruh Aceh.
Hingga September 2009, program ini telah memberikan pelatihan
kerja, lapangan kerja dan peluang-peluang lainnya kepada
lebih dari 6.000 pemuda rentan yang telah diidentifikasi oleh
komunitas mereka. Program tersebut juga telah memberikan
hibah dan dukungan perluasan usaha dalam bentuk barang
dan jasa kepada 51 unit usaha kecil melalui pekerjaan dan
pelatihan. Dari 6.071 pemuda yang pada awalnya diterima
dan berpartisipasi pada program ini, 5.220 masih menjadi klien
yang aktif.
Di daerah perkotaan, klien PIKR ditawarkan lapangan kerja
dengan waktu tertentu serta pelatihan usaha. Beberapa diantara
mereka telah dilatih untuk mendirikan dan menjalankan usaha
mereka sendiri, termasuk pusat pelatihan komputer dan bengkel
sepeda motor.
Di daerah pedesaan, dimana terdapat lebih sedikit peluang
ekonomi, PIKR bekerja melalui 25 organisasi masyarakat setempat
untuk menciptakan lapangan kerja bagi klien dan koperasi lokal
berskala kecil.
Proyek ini juga mengeluarkan surat kabar tabloid bulanan gratis
– Tingkap – dengan oplah sebesar 50.000 eksemplar dan
beredar di seluruh Aceh. Tabloid tersebut memuat artikel-artikel
mengenai peluang-peluang ekonomi, Proses Perdamaian di Aceh
serta peran penduduk berusia muda, dan diedarkan melalui
media cetak setempat, masyarakat sipil dan staff lapangan PIKR.
PIKR juga membangun jembatan sosial budaya melalui
kemitraan yang dijalinnya dengan penyanyi Aceh terkenal, Rafly,
yang berperan sebagai ‘duta besar perdamaian’ IOM bersama-
sama dengan para pejabat di bidang keamanan, pemerintahan
dan mantan pejuang GAM.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 20096
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 7
The Jamboe Damee (Peace Tent) tour also saw Rafly
and his band travel to 21 locations in seven districts of
Aceh to introduce some 960 ICRS clients to classical
Acehnese instruments. 679 ICRS clients completed the
training.
Each of the classes ended with a community concert
attended by some 5,000 people. The Peace Tent tour
ended with a concert outside Banda Aceh, where 56
of the most committed young musicians featured in
a new Rafly music video.
Support for Conflict-Affected Communities: Serving Communities and Individuals
Since 2006, the USAID-funded Support for Conflict-
Affected Communities Project (SCACP) has conducted
community stabilization and peace-building activities
through direct grassroots assistance to 197,920
beneficiaries in 451 vulnerable communities in the
four central highlands districts of Bener Meriah,
Aceh Tengah, Gayo Lues and Aceh Tenggara.
Operating in the same Highlands areas as ICRS,
SCACP aims to transform the capacity for conflict of
both individuals and communities into a capacity for
peaceful co-existence. It supports the peace process
by providing tangible benefits to those who need
them most.
SCACP has constructed 76 infrastructure projects,
each selected by groups of villages of differing
ethnicities and political allegiances, through a process
that allowed them to come together and agree upon
common goals.
SCACP has also provided essential livelihood
support through grants in kind to over 16,180
vulnerable people identified by their communities. The
beneficiaries are organized into self-help groups based
upon common livelihoods.
The rotational nature of these grants, delivered through
and monitored by local civil society organizations,
enables groups to expand their membership and
create new groups, at no additional cost to IOM or
USAID.
The United Nations Development Programme (UNDP)
donated agricultural machinery to SCACP, which
the project has used to set up a collective asset
management scheme. Local civil society organizations
maintain the equipment on behalf of beneficiary
groups in exchange for a small cost recovery fee. The
system has been in place for two years and continues
to operate for the benefit of both beneficiaries and
the local organizations that support them.
Tur Jamboe Damee juga mendatangkan Rafly dan band-nya
ke 21 lokasi di tujuh kabupaten di Aceh memperkenalkan sekitar
960 klien PIKR terhadap instrumen musik klasik Aceh. Sekitar
679 dari mereka telah menyelesaikan pelatihan.
Masing-masing kelas diselesaikan dengan sebuah konser
masyarakat yang dihadiri sekitar 5.000 warga. Tur Jamboe
Damee ini diakhiri dengan sebuah konser di pinggiran kota
Banda Aceh, dimana 56 dari musisi yang paling berkomitmen
ditampilkan di video musik Rafly yang baru.
Dukungan bagi Komunitas yang Terkena Imbas Konflik: Melayani Masyarakat dan Individu
Sejak 2006, Proyek Dukungan bagi Komunitas yang Terimbas
Konflik (SCACP), yang didanai USAID, telah melaksanakan
kegiatan stabilisasi masyarakat dan pembangunan perdamaian
melalui bantuan di tingkat akar kepada 197.920 penerima
bantuan di 451 komunitas rentan di empat kabupaten bagian
tengah, yakni Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh
Tenggara.
Sama halnya dengan PIKR , SCACP yang beroperasi di dataran
tinggi Aceh Tengah bertujuan mengubah kapasitas berkonflik
para individu maupun komunitas menjadi kapasitas untuk
hidup berdampingan secara damai. Proyek ini mendukung proses
perdamaian dengan memberikan manfaat nyata bagi mereka
yang paling membutuhkan.
SCACP telah mendirikan 76 proyek infrastruktur, yang masing-
masing dipilih oleh beberapa kelompok warga desa dengan
latar belakang adat serta politik yang berbeda, melalui sebuah
proses yang memungkinkan mereka untuk berkumpul dan
menyepakati tujuan bersama.
SCACP juga telah memberikan bantuan mata pencaharian
penting melalui hibah dalam bentuk non tunai ke lebih dari
16.180 warga rentan yang diidentifikasi oleh komunitas-
komunitas mereka. Para penerima bantuan tersebut dibagi-
bagi menjadi kelompok-kelompok swadaya yang didasarkan pada
jenis mata pencaharian yang sama.
Hibah yang diberikan secara rotasi ini, disampaikan dan
dipantau oleh lembaga-lembaga masyarakat sipil setempat.
Pendekatan ini memungkinkan kelompok-kelompok untuk
memperluas keanggotaan mereka dan menciptakan kelompok-
kelompok baru, tanpa membutuhkan biaya tambahan dari
IOM atau USAID.
Program Pembangunan PBB (UNDP) menyumbangkan mesin-
mesin pertanian kepada SCACP, yang telah dipergunakan
oleh proyek untuk mendirikan sebuah sistem pengelolaan
kepemilikan bersama. Lembaga-lembaga masyarakat sipil
setempat memelihara peralatan-peralatan tersebut atas nama
kelompok-kelompok penerima bantuan dengan imbal jasa
yang kecil. Sistem ini telah berdiri selama dua tahun dan terus
berjalan untuk kepentingan baik para penerima bantuan
maupun organisasi-organisasi daerah yang mendukung mereka.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 20098
In 2009 service delivery to beneficiaries continued
through IOM’s local partners, with expansion into
new and remote areas of the Highlands, as well as
trainings for local partners and local government
and extension services for livelihood beneficiaries.
Of the 454 beneficiary groups formed, 99 have
applied for and received grants directly from the
project for small-scale economic activities. This
serves as testimony to the progress made by these
groups, formed from the poorest people in their
communities. Many are now entrepreneurs capable
of handling and reporting funds and managing their
own business ventures.
Makmu Gampong Kereuna Dame: Peace Dividends Paid at the Grassroots Level
Funded by the European Commission, UNDP and
the Canadian International Development Agency
(CIDA), IOM’s Village Prosperity Due to Peace
(Makmu Gampong Kereuna Dame or MGKD) project
has now delivered 1,715 community projects to
an estimated 730,358 people in 721 conflict-affected
villages.
Communities have benefited from a wide variety of
community-based activities, ranging from income
generation to infrastructure projects such as road
compaction, repair of community buildings, and
the building of irrigation and flood drainage canals.
As a result, reintegration has been facilitated, social
cohesion and stabilization enhanced, and village
ownership of the process increased.
Communities and local government are fully involved
in the SCACP processes, and district and sub-
district heads select the villages to receive grants.
Kecamatan Development Programme (PNPM)
facilitators also work closely with IOM staff to
oversee and monitor projects and provide technical
support.
Communities choose their projects and implement
them themselves, fostering social cohesion and
community pride. All groups, including ex-
combatants, amnestied prisoners, women, IDPs and
young people, have a voice in the decision-making
processes – often for the first time.
Inclusion, transparency, the use of democratic
community meetings, and the implementation of
projects by community members to ensure ownership
are hallmarks of the SCACP project.
MGKD also has a strong emphasis on women’s
involvement through its ‘Women’s Leadership and
Pada 2009 pelayanan kepada para penerima bantuan terus
berlanjut melalui para mitra IOM setempat, dengan perluasan
ke derah-daerah baru dan terpencil di bagian pegunungan.
Termasuk didalamnya pelatihan bagi mitra-mitra setempat dan
pemerintah daerah dan perluasan layanan bagi para penerima
bantuan mata pencaharian.
Dari 454 kelompok penerima bantuan yang dibentuk, 99 telah
mengajukan permintaan dan memperoleh hibah secara langsung
dari proyek untuk kegiatan-kegiatan ekonomi berskala kecil. Ini
merupakan bukti kemajuan yang telah dicapai oleh kelompok-
kelompok ini – yang terdiri dari warga-warga yang paling miskin
di komunitas mereka. Banyak dari mereka kini merupakan
pengusaha yang mampu mengatur dan melaporkan dana serta
mengelola kegiatan usaha mereka sendiri.
Makmu Gampong Kereuna Dame: Manfaat Perdamaian Diberikan di Tingkat Akar
Dengan didanai Komisi Eropa, UNDP dan Lembaga Pembangunan
Internasional Kanada (CIDA), proyek IOM yang dikenal
Kemakmuran Desa Karena Damai (Makmu Gampong Kereuna
Dame atau MGKD) hingga kini telah mengadakan 1.715 proyek
masyarakat atas sekitar 730.358 warga di 721 desa yang terkena
imbas konflik.
Komunitas - komunitas tersebut telah mendapat manfaat dari
serangkaian kegiatan berbasis masyarakat, yang berkisar dari
penciptaan pendapatan hingga proyek-proyek infrastruktur
seperti pemadatan jalanan, perbaikan bangunan masyarakat,
dan pembangunan saluran irigasi dan kanal saluran banjir.
Hasilnya, reintegrasi telah terfasilitasi, kohesi sosial dan stabilisasi
disempurnakan, dan meningkatnya rasa kepemilikan desa melalui
proses tersebut .
Masyarakat dan pemerintah daerah dalam hal ini bupati dan
camat terlibat penuh dalam berbagai proses SCAP, termasuk
proses pemilihan desa yang akan menerima hibah. Para fasilitator
Program Pembangunan Kecamatan juga bekerjasama dengan staf
IOM dalam rangka mengawasi dan memantau proyek-proyek dan
memberikan dukungan teknis.
Para komunitas memilih proyek mereka dan melaksanakannya
sendiri, memperkuat kohesi sosial dan sekaligus meningkatkan
harga diri komunitas. Semua kelompok termasuk mantan
kombatan, para mantan tahanan politik, perempuan, pengungsi
dan kelompok muda memiliki suara dalam proses pembuatan
keputusan – yang tidak jarang merupakan pengalaman pertama
bagi mereka.
Keterlibatan masyarakat, transparansi, pemanfaatan pertemuan
masyarakat yang demokratis dan pelaksanaan proyek oleh
anggota masyarakat dengan menjamin rasa kepemilikan adalah
ciri khas dari proyek SCACP.
MGKD juga menempatkan penekanan kuat pada keterlibatan
perempuan melalui program pelatihan ‘Pengembangan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 9
Capacity Building’ training programme, which is
provided for village women with the potential of
becoming organisers in their communities. This aims
to not only encourage women to be present at village
meetings, but also to engage fully in decision-making
processes.
Human interest story #1
Global.Com Computer Training Centre: an Icrs Self-help Group Global.Com operates out of a two-storey shop-house
located on the Banda Aceh – Medan road, in front of
the Keudee Jeunib gas station in the village of Jeunib in
Bireuen district.
A collective effort of 21 vulnerable young people identified
by their communities in the conflict-impacted villages
of Jeunib, Simpang Mamplam, Pandrah and
Samalanga, it operates a computer services and training
business.
The business, which opened its doors in June 2009,
was born out of a market survey of the area set up
with the help of the Aceh Ka Bangkit foundation
(ABANK), and is enjoying brisk business.
Global.Com offers typing orders, computer rental,
computer training and tutorials, photo printing, LAN
network installation, computer repair, computer sales
and equipment sales.
Several of the members of the self help group behind
Global.Com had some experience with computers.
ABANK and IOM also trained them in small business
management, computer repair and other hardware/
software aspects of the computer business before
opening the shop.
Global.Com is now generating a profit and is
collectively managed without the oversight of
ABANK, which ended in November of 2009. The most
profitable services so far are typing and dictation,
which often keep the young people working deep into
the night.
To date 18 people have enrolled in the group’s
computer tutorials - each paying IDR 500,000 for
three months of after-work training. Global.Com also
offers tutorials in Adobe Photoshop. Its photo printing
services are in high demand in the community,
and the group plans to buy better printers to expand
their printing capacity.
Kepemimpinan dan Kapasitas Wanita’, yang diberikan bagi
perempuan-perempuan di desa yang berpotensi menjadi penggerak di
komunitas mereka. Hal ini bertujuan tidak hanya untuk mendorong
wanita untuk hadir dalam rapat-rapat desa, namun juga untuk
melibatkan mereka secara penuh dalam proses pembuatan
keputusan.
Cerita kemanusiaan #1
Pusat Pelatihan Komputer Global.Com: Sebuah Kelompok Swadaya ICRS Global.Com melakukan kegiatannya di sebuah ruko berlantai
dua yang berlokasi di seputar jalan Banda Aceh – Medan, di
seberang SPBU Keudee Jeunib di desa Jeunib di Kabupaten
Bireuen.
Buah dari sebuah usaha bersama 21 pemuda rentan yang
telah diidentifikasi oleh para komunitas mereka di desa Jeunib,
Simpang Mamplam, Pandrah dan Samalanga, pusat pelatihan
tersebut beroperasi sebagai sebuah penyedia jasa komputer dan
pelatihan.
Usaha ini, yang dibuka pada Juni 2009, lahir dari sebuah survei
pasar di daerah tersebut. Didirikan dengan bantuan yayasan Aceh
Ka Bangkit (ABANK) usaha ini tergolong ramai.
Global.Com menerima pesanan pengetikan, menyewakan
komputer, pelatihan dan panduan komputer, pencetakan foto,
pemasangan jaringan LAN, perbaikan komputer, penjualan
komputer dan perangkatnya.
Sebelum dibukanya toko ini, ABANK dan IOM melihat
rendahnya keterampilan komputer dari beberapa anggota dari
kelompok swadaya di belakang Global.Com. Pelatihan tentang
pengelolaan usaha kecil, reparasi komputer dan aspek perangkat
keras/lunak lainnya dari usaha komputer pun diberikan ABANK
dan IOM.
Meskipun pengawasan ABANK berakhir pada November 2009.,
Global.Com saat ini telah menghasilkan laba dan dikelola secara
bersama-sama. Aspek usaha yang paling menguntungkan hingga
kini adalah jasa pengetikan dan pendiktean, yang seringkali
mengharuskan para pemuda tersebut untuk bekerja hingga larut
malam.
Setidaknya 18 orang telah mendaftar pada pelatihan komputer
yang disediakan kelompok ini dimana masing-masing dari
mereka membayar Rp 500.000 untuk pelatihan selama tiga
bulan setelah pulang kerja. Global.Com juga menawarkan
pelatihan untuk menggunakan Adobe Photoshop. Melihat
tingginya minat masyarakat atas jasa pencetakan foto, kelompok
tersebut berencana membeli mesin pencetak yang lebih bagus
untuk meningkatkan kapasitas pencetakan mereka.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200910
Human interest story #2
Agam’s Story‘There was shooting between GAM, TNI and Police in
my village… my father was shot… I didn’t know what to
do… I was suspected by GAM, TNI and Police.’
Agam, an ICRS client in Darul Amin Village, Lawe Alas
sub-district, Aceh Tenggara, spoke to an IOM Outreach
Assistant about his experience of conflict in his village.
He did not take sides in the conflict, which resulted
in both the TNI and the GAM questioning his loyalty
and suspecting him of belonging to the opposite side.
When it became difficult for Agam to remain in his
village, he fled south to Pekanbaru in Riau province,
where he made a living as a professional thief, stealing
motorcycles and cars.
‘I always hoped that one day I could return to Aceh and
live with my family,’ Agam says.
The signing of the Helsinki Memorandum of
Understanding and subsequent peace in Aceh gave Agam
the confidence to finally return to his village. In 2008,
he was selected as an ICRS client and told IOM that he
wanted to improve his skills as a motorcycle mechanic.
He is currently completing an apprenticeship at Fina
SKD Service, one of a network of small businesses
supporting ICRS clients, and is now a step closer
to earning an honest living running his own small
motorcycle repair business.
‘I am ashamed of some of the things I did in the past
and want to do good things in the future… The ICRS
programme is helping me to create a new future in
Aceh with my family,’ he says.
Human interest story #3
Pt Global Water: an ICRS BusinessPT Global Water Pratama Indonesia (Global Water) was
established on 6 March 2008 in Banda Aceh, opened
its first branch office in Lhokseumawe on 26 March,
and sterilizes, bottles and sells water under the brand
name ‘Riz Water.’
The company’s owner and manager, Dr. Azhari Ali,
worked in water infrastructure and provision for many
years before striking out on his own.
In August 2008, Dr. Azhari responded to a tender
launched in local newspapers by ICRS and submitted
a business plan to provide 28 apprenticeship vacancies
Cerita kemanusiaan #2
Kisah Agam ‘Terjadi baku tembak antara GAM, TNI dan Polri di desa saya …
ayah saya tertembak … saya tidak tahu harus berbuat apa … saya
dicurigai oleh GAM, TNI dan Polisi.’
Agam, seorang Klien PIKR di Desa Darul Amin Village, kecamatan
Lawe Alas, Aceh Tenggara, berbicara kepada seorang IOM
‘Outreach Assistant’ tentang pengalaman konfliknya di desanya.
Ia tidak memilih pihak selama konflik, sehingga mengakibatkan
baik TNI maupun GAM mempertanyakan loyalitasnya dan
masing-masing mencurigai dirinya berada di pihak lawan.
Ketika menjadi sulit bagi Agam untuk tetap tinggal di desanya,
ia lari ke arah selatan ke Pekanbaru di propinsi Riau, dimana ia
menyambung hidup dengan menjadi pencuri kendaraan bermotor.
‘Saya dulu selalu berharap bahwa suatu hari saya bisa pulang
ke Aceh dan hidup dengan keluarga saya,’ kata Agam.
Penandatanganan Nota Kesepahaman Helsinki dan perdamaian
yang terjadi setelahnya di Aceh memberikan Agam keyakinan
untuk pulang ke desanya. Pada 2008 ia dipilih sebagai salah
satu klien PIKR dan menyampaikan kepada IOM bahwa ia
berkeinginan untuk meningkatkan keterampilannya sebagai
montir sepeda motor.
Saat ini ia sedang menyelesaikan masa magang di Fina SKD
Service, salah satu dari serangkaian usaha kecil yang membantu
klien-klien PIKR, dan saat ini satu langkah lebih dekat untuk
memiliki sumber penghidupan yang halal berupa bengkel sepseda
motor kecil.
‘Saya malu dengan beberapa hal yang telah saya lakukan di
masa lalu dan saya ingin berbuat baik di masa depan… Program
PIKR membantu saya menciptakan sebuah masa depan baru di
Aceh bersama keluarga saya,’ katanya.
Cerita kemanusiaan #3
Pt Global Water: Sebuah Usaha PIKR PT Global Water Pratama Indonesia (Global Water) didirikan pada
6 Maret 2008 di Banda Aceh, membuka kantor cabang pertamanya
di Lhokseumawe pada 26 Maret dan mensterilkan, membotolkan
dan menjual air dengan menggunakan merk ‘Riz Water.’
Pemilik dan manager perusahaan tersebut, Dr. Azhari Ali
telah bekerja di bidang prasarana dan penyediaan air selama
bertahun-tahun sebelum membuka usahanya sendiri.
Pada Agustus 2008, Dr. Azhari menjawab sebuah penawaran tender
PIKR di sebuah surat kabar setempat dan mengirimkan sebuah
rencana kerja untuk menyediakan 28 posisi magang bagi pemuda
rentan di kantor dan pusat pembotolan Global Water di Lhokseumawe.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 11
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200912
for vulnerable young people at Global Water’s
Lhokseumawe office and bottling centre.
ICRS studied the company’s expansion plan and
awarded it a IDR 472,250,000 (USD 47,000) contract on
1 September 2008. The funds were designed to support
the ICRS apprentices and to help Global Water to buy
additional equipment in line with the expansion plan.
The apprenticeships started immediately for the 28
ICRS clients aged from 18-35, all of them identified by
their own communities as being particularly vulnerable.
Some had been involved in militias and criminal gangs,
while others were simply extremely poor.
The group was initially trained in quality control
standards for bottled water production, water quality
analysis, operational and equipment handling, standards
and maintenance. They were also introduced to Global
Water’s management system, employee standards and
employer expectations. Global Water then assigned
one staff member to every five apprentices for ‘hands-
on’ guidance and training at the factory.
Of the 28 apprentices, 26 successfully finished their
six-month apprenticeships and were recruited by
Global Water as permanent staff. Global Water has
now expanded its business interests into neighbouring
North Sumatra and seven ex-ICRS clients have been
transferred to Medan.
Global Water then offered another 30 6-month
apprenticeships to ICRS clients. By the time ICRS’
contract with Global Water completed on 30 September
2009, 56 ICRS vulnerable youths had received
permanent jobs with this dynamic company.
Global Water is a prime example of the success
possible when reintegration programmes like ICRS
are linked up with energetic entrepreneurs.
With ICRS’ help, Dr. Azhari’s business has expanded
along with his workforce from IDR 98,000,000 in
Mar-Dec 2008 to IDR 283,000,000 in Jan-Sept 2009.
Global Water expects sales of IDR 450,000,000 in 2010.
Azhari sees his participation in the programme as a
way to profit while investing in the community and
giving young people opportunities they previously
lacked.
An ICRS Client Success Story: Rahmawati
“I had quite low self esteem before I joined ICRS,
because I dropped out of school, but through the
apprenticeship programme at Global Water I began to
believe in my own abilities, and to build my skills and
my self-confidence.”
- Rahmawati, 34, ICRS client and now a permanent
employee of PT Global Water
PIKR meneliti rencana perluasan perusahaan tersebut dan
memberikan KONTRAK senilai RP 472.250.000 (ASD 47.000)
pada 1 September 2008. Dana tersebut dirancang untuk
membantu para pekerja magang PIKR dan untuk membantu
Global Water untuk membeli peralatan tambahan sejalan
dengan rencana perkembangannya.
Program magang tersebut segera dimulai bagi kedua puluh
delapan klien PIKR yang berusia antara 18-35, yang kesemuanya
diidentifikasi oleh komunitas mereka sendiri sebagai warga
yang rentan. Beberapa pernah terlibat dengan milisi setempat
dan kelompok kriminal, sedangkan lainnya merupakan warga
miskin.
Pada awalnya kelompok tersebut diberi pelatihan mengenai
standar pengendalian kualitas untuk produksi air botol, analisa
kualitas air, aspek operasional, serta pengoperasian, standar dan
pemeliharaan peralatan. Mereka juga diperkenalkan dengan
sistem manajemen Global Water, standar karyawan dan harapan
pemilik usaha. Global Water kemudian menugaskan satu
karyawan untuk setiap lima peserta magang untuk mendapat
pengarahan dan pelatihan secara langsung di pabrik.
Dari keduapuluh delapan peserta magang, 26 telah berhasil
menyelesaikan program magang selama enam bulan dan
direkrut oleh Global Water sebagai staf permanen. Global
Water saat ini telah memperluas kepentingan usahanya hingga
mencakup Sumatera Utara dimana tujuh mantan klien PIKR
telah ditransfer ke Medan.
Global Water kemudian menawarkan 30 program magang
selama enam bulan kepada klien-klien PIKR. Pada saat kontrak
PIKR dengan Global Water selesai pada 30 September 2009, 56
pemuda rentan di bawah PIKR telah mendapatkan pekerjaan
permanen dari perusahaan yang dinamis ini.
Global Water merupakan contoh utama tentang keberhasilan
yang bisa dicapai ketika program reintegrasi seperti PIKR
digabungkan dengan para pengusaha yang bersemangat.
Dengan bantuan PIKR, usaha Dr. Azhari bersama para
karyawannya telah berkembang dari Rp 98.000.000 di bulan
Mar-Des 2008 menjadi Rp 283.000.000 di bulan Jan-Sept 2009.
Global Water memperkirakan penjualan sebesar Rp 450.000.000
di tahun 2010. Azhari melihat partisipasi dirinya dalam
program ini tidak hanya sebagai cara untuk mendapatkan
keuntungan, namun juga pada saat yang bersamaan berinvestasi
pada masyarakat dan memberikan kepada pemuda peluang
yang kurang mereka dapati.
Sebuah Kisah Keberhasilan Klien PIKR: Rahmawati
“Rasa percaya diri saya cukup rendah sebelum saya bergabung
dengan PIKR, karena saya putus sekolah. Namun melalui
program magang di Global Water saya mulai mempercayai
kemampuan saya sendiri, dan untuk mengembangkan
keterampilan dan rasa percaya diri.”
- Rahmawati, 34, klien PIKR, karyawan tetap PT Global Water
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 13
Rahmawati is a widow and mother of five-year-old
twin boys from Matangkuli village, Aceh Utara. Her
husband died in 2005 and, to support her family, she
made a subsistence living packaging snacks in her
small kitchen for sale in the village. She was then
referred to ICRS by Matangkuli villagers, who identified
her as one of their most vulnerable neighbours.
Rahmawati started her apprenticeship on 4 November
2008. In the beginning she worked with bottling
equipment, but she soon learnt how to use a computer.
She proved so adept that she rapidly became a
supervisor. Now she is a member of the permanent
administrative staff and prepares payrolls for all Global
Water staff. She was one of the first ICRS clients to
receive a permanent position at the company.
“I am so grateful to ICRS and Global Water because
I’ve learned so many skills and been given chances I
couldn’t have imagined before,” says Rahmawati.
Rahmawati adalah seorang janda dan ibu dari dua anak kembar
beumur lima tahun dari Desa Matangkuli, Aceh Utara. Suaminya
meninggal dunia di tahun 2005. Sebelumnya untuk menghidupi
keluarganya, ia mencari penghasilan dengan mengemas
makanan-makanan ringan di dapurnya yang kecil untuk dijual
di desa. Ia dirujuk ke PIKR oleh warga Desa Matangkuli, yang
mengidentifikasinya sebagai salah satu warga yang paling rentan.
Rahmawati memulai program magang pada 4 November 2008.
Pada awalnya ia kerja menjalankan alat pengisian botol, namun
tidak lama kemudian ia belajar menggunakan komputer. Ternyata
ia sangat terampil sehingga dengan cepat menjadi seorang penyelia.
Saat ini ia salah satu staf administrasi dan menyiapkan gaji bagi
semua staf Global Water. Ia adalah salah satu klien PIKR pertama
yang menerima posisi permanen di perusahaan tersebut.
“Saya sangat berterima kasih kepada PIKR dan Global Water
karena saya telah belajar banyak ketrampilan dan telah diberikan
kesempatan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya,” ujar
Rahmawati.
By the numbers Berdasarkan angka as of November 2009 / hingga Nopember 2009
Makmue Gampong Karena Dame Village Peace Due To Prosperity Project (2006-2009)Proyek Makmue Gampong Karena Dame (Kemakmuran Desa Berkat Perdamaian) (2006-2009)
721 Number of Villages participating in the Makmue Gampong Karena Damee project / Jumlah desa yang turut serta dalam proyek Makmue Gampong Karena Damee
1,715 Total number of projects / Keseluruhan jumlah proyek
564 Number of women-only projects / Jumlah proyek yang khusus diperuntukan bagi perempuan
730,358 Total number of beneficiaries / Keseluruhan jumlah penerima bantuan
8,158 Ex-combatant beneficiaries / Penerima bantuan yang mantan kombatan
630 Amnestied political prisoner beneficiaries / Penerima bantuan yang merupakan mantan tahanan politik
Post-Conflict Reintegration ProgrammeInformation, Counselling and Referrals (2005-2009)Program Reintegrasi Pasca-Konflik Informasi, Konseling dan Rujukan (2005-2009)
4,941 Number of GAM/TNA ex-combatants and amnestied political prisoners registered and provided with livelihood opportunities that
focused predominantly on business/vocational training and small business start-up (first phase of reintegration programme supported
by Government of Japan) / Jumlah mantan kombatan GAM/TNA dan mantan tahanan politik yang terdaftar dan disediakan peluang mata pencaharian yang terutama difokuskan pada pelatihan usaha/kerja dan pendirian usaha baru (fase pertama program reintegrasi yang didukung oleh Pemerintah Jepang)
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200914
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 15
91% Of all registered GAM/TNA ex-combatants and amnestied political prisoners who received skills trainings ranging from animal
husbandry and best-practice agricultural skills, to automotive repairs and small business management / Dari keseluruhan mantan kombatan dan mantan tahanan politik GAM/TNA yang menerima berbagai pelatihan keterampilan dari peternakan hewan dan keterampilan bertani yang baik, hingga keterampilan memperbaiki mobil dan pengelolaan usaha kecil.
6,074 Vulnerable unemployed youths in high-risk areas of Aceh registered by the current reintegration programme from a target of 5,500 / Pemuda pengangguran rentan di daerah-daerah berisiko tinggi di Aceh yang terdaftar pada program reintegrasi dari target sebesar 5.500.
5,220 Clients referred to jobs, apprenticeships, training, or small-business networks to date / Klien yang diberi rujukan ke pekerjaan, magang, pelatihan, atau jaringan usaha kecil hingga kini
27,846 Youths selected by their communities and screened by 15 local civil society organizations performing community facilitation in 76
sub-districts across eight high-risk districts throughout Aceh / Pemuda yang dipilih oleh komunitas mereka dan dinilai oleh 15 organisasi masyarakat setempat yang melaksanakan fasilitasi masyarakat di 76 kecamatan di empat kabupaten berisiko tinggi di Aceh
Support for Conflict-affected Communities Project (2006-2009)Proyek Bantuan Bagi Komunitas yang Terkena Imbas Konflik (2006-2009)
681 Villages assesed by the project, of which 630 received comprehensive facilitation and 451 of the poorest and most conflict-affected
were selected / Desa yang diteliti oleh proyek, dimana 630 menerima fasilitasi komprehensif dan 451 dari yang paling miskin dan terkena imbas konflik telah dipilih
76 Infrastructure projects selected by communities and constructed by IOM, according to a village cluster model where multiple villages
of differing ethnicities and political allegiances were brought together around common goals / Proyek infrastruktur yang dipilih oleh masyarakat dan dibangun oleh IOM, berdasarkan model pengelompokan desa dimana beberapa desa dengan latar belakang adat dan aliran politik, yang berbeda disatukan melalui satu tujuan bersama
181,738 People benefiting from infrastructure projects / Warga yang telah dibantu oleh proyek-proyek infrastruktur
64,000 People benefiting from socio-cultural activities / Warga yang telah dibantu oleh kegiatan-kegiatan sosial budaya
16,182 Community-identified vulnerable persons receiving livelihoods grants-in-kind and training from the project. These beneficiaries
are assembled into 454 small community groups based on common livelihood activities, of which 99 are now receiving grants directly
from IOM / Warga rentan yang telah diidentifikasi oleh komunitas mereka yang menerima bantuan mata pencaharian dan pelatihan dari proyek. Para penerima bantuan tersebut dikelompokkan ke dalam 454 kelompok masyarakat kecil berdasarkan kegiatan mata pencaharian, dimana 99 saat ini menerima bantuan secara langsung dari IOM
3,282 Community journalism stories aired by 130 project-trained aspiring journalists, broadcast on 3 stations across the highlands / Artikel jurnalistik tentang masyarakat yang diudarakan oleh 130 jurnalis muda yang dilatih oleh proyek, disiarkan di 3 stasiun di daerah pedalaman Aceh
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200916
Tsunami Post Emergency AssistanceBantuan Darurat Pasca Tsunami
WATER AND SANITATION :Water, Sanitation and Hygiene in Post-Tsunami Aceh
Access to clean water is a key factor in helping people
displaced by the 2004 tsunami to restart their lives and
return to normality. IOM is currently working with
14,240 such people living in IOM-constructed houses
throughout the province.
Using a community-based approach, IOM has worked
with households since the tsunami to form Village
Water and Sanitation Committees (VWSC) to maintain
water and sanitation systems.
The VWSCs not only maintain the water and sanitation
systems after construction projects end. They also host
a variety of community events to promote hygiene, and
share skills and knowledge with the wider community.
The project has operated in 83 communities in 11
districts. Target groups include people displaced by
the tsunami now living in IOM-constructed homes,
people relocated from tsunami-affected affected areas,
and people in pre-existing local communities.
To coordinate the project, IOM developed an innovative
monitoring and evaluation system – from community
hygiene promotion to increased access to water and
improved sanitation.
IOM community teams surveyed participating villages
in order to create specific solutions for water, drainage
and sanitation, hygiene promotion and training.
A survey and community mapping of over 1,000
households found that in most areas there was
already considerable knowledge surrounding water
and sanitation issues, but low practice rates. IOM
project teams used the information to develop tailored
solutions for the communities in which they worked.
The project improved village sanitation through the
AIR DAN SANITASIAir, Sanitasi dan Kebersihan di Aceh Pasca-Tsunami
Akses atas air bersih merupakan faktor kunci dalam membantu
penduduk yang mengungsi untuk memulai kembali hidup mereka
dan kembali ke keadaan normal setelah tsunami 2004. IOM saat
ini bekerja membantu 14.240 warga yang tinggal di rumah-rumah
yang dibangun IOM di seluruh propinsi.
Dengan menggunakan pendekatan yang berbasis komunitas, IOM
telah bekerja dengan sejumlah rumah tangga sejak bencana tsunami
dengan membentuk Panitia Air dan Sanitasi Desa (Village Water
and Sanitation Committees - VWSC) guna memelihara sistem air
dan sanitasi.
VWSC tidak hanya memelihara sistem air dan sanitasi setelah
selesainya proyek-proyek konstruksi. Panitia tersebut juga mengadakan
berbagai kegiatan masyarakat untuk memajukan kebersihan, dan
berbagai keterampilan dan pengetahuan bagi masyarakat secara luas.
Proyek ini telah mencakup 83 komunitas di 11 kabupaten. Kelompok-
kelompok yang dituju adalah warga yang harus mengungsi akibat
tsunami, bekerja di rumah-rumah yang dibangun IOM, warga
yang berelokasi dari daerah-daerah yang terkena imbas tsunami,
dan warga asli dari komunitas yang bersangkutan.
Untuk mengkoordinir proyek, IOM mengembangkan sebuah sistem
pengawasan dan evaluasi yang inovatif – dari kebersihan masyarakat
hingga peningkatan akses terhadap air dan sanitasi yang lebih baik.
Tim komunitas IOM telah mensurvei desa - desa yang berpartisipasi
untuk mencari pemecahan masalah untuk pemajuan dan pelatihan
tentang air, saluran pembuangan dan sanitasi, serta kebersihan.
Sebuah survei dan pemetaan komunitas atas lebih dari 1.000
rumah tangga menemukan bahwa di sebagian besar daerah
sudah terdapat pengetahuan yang cukup besar mengenai air dan
sanitasi, namun tingkat praktek masih rendah. Tim-proyek IOM
menggunakan informasi tersebut untuk mengembangkan metode
khusus yang sesuai dengan komunitas yang mereka tangani.
Proyek ini telah memperbaiki sanitasi desa melalui pembangunan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 17
construction of drainage systems in 40 communities
and improved septic systems for some 1,317 households.
These measures will help to ensure that new villages
meet Indonesian national standards and reduce
potential negative environmental impacts.
Human interest story #1
An IOM Staffer’s Story Safrizal has worked as an IOM Community Facilitator
on water and sanitation projects in Aceh Besar, Banda
Aceh and Aceh Jaya since September 2007.
He says that his role is to act as a “bridge” connecting
IOM to communities in order to ensure an adequate
supply of clean water, better sanitation and knowledge
transfer about personal and environmental hygiene.
He explains that the key to getting community members
to open up and provide facilitators with the information
they need to run projects lies in speaking to people
in their own language and using an informal style of
teaching.
“Each person has a different capacity to receive
information from the facilitator,” he notes. “In meetings,
sometimes communities are overly careful and polite
when expressing their ideas and that can lead to
misunderstandings. The solution is to invite them to
discuss issues in an informal way and with humour,
so they will not be shy to talk about their problems or
ideas.”
Facilitators also have to accept that the community
often knows more than they do, says Safrizal. “We need
to use every opportunity to learn what we can from the
community’s experiences,” he notes.
Facilitators need to be able to analyse the dynamics of
the community in which they’re working. According
to Safrizal, each community has a certain character.
sistem saluran pembuangan di 40 komunitas dan menyempurnakan
sistem septic untuk setidaknya 1.317 rumah tangga. Kegiatan-
kegiatan tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa desa-desa
baru memenuhi standar nasional di Indonesia dan mengurangi
potensi dampak yang merugikan lingkungan.
Cerita kemanusiaan #1
Kisah Seorang Staf IOM Safrizal telah bekerja sebagai Fasilitator Masyarakat IOM untuk
proyek air dan sanitasi di Aceh Besar, Banda Aceh dan Aceh Jaya
sejak September 2007.
Ia menjelaskan bahwa perannya adalah untuk bertindak sebagai
“jembatan” yang menghubungkan IOM dengan komunitas guna
memastikan adanya persediaan air bersih yang memadai, sanitasi
yang lebih baik dan alih pengetahuan tentang kebersihan pribadi
dan lingkungan.
Ia menjelaskan bahwa kunci agar anggota masyarakat mau membuka
diri dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh fasilitator
untuk menjalankan proyek terletak pada proses komunikasi dalam
bahasa mereka dan menggunakan gaya pengajaran yang informal.
“Setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda untuk menyerap
informasi dari fasilitator,” ia perhatikan. “Dalam pertemuan, terkadang
komunitas terlalu berhati-hati dan sopan ketika mengungkapkan
ide mereka dan ini dapat mengakibatkan kesalahpahaman. Jalan
keluarnya adalah untuk mengundang mereka untuk membahas
masalah-masalah dengan cara yang informal dan dengan humor,
sehingga mereka tidak malu untuk membicarakan mengenai
masalah atau ide mereka.”
Para fasilitator juga harus menerima bahwa komunitas seringkali
tahu lebih banyak daripada mereka, jelas Safrizal. “Kita perlu
memanfaatkan segala kesempatan untuk belajar apa yang dapat
kita pelajari dari pengalaman masyarakat,” ujarnya.
Lebih jauh lagi, fasilitator perlu untuk dapat menganalisa
dinamika komunitas dimana mereka bekerja. Menurut Safrizal,
setiap komunitas memiliki karakter yang berbeda-beda. Dengan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200918
Talking to community members individually or in
small groups before moving on to dealing with the
community in large group situations gives facilitators
a better idea of how resources are really divided up in
the villages and who is in charge of making decisions,
he observes.
An example of this in Safrizal’s work has been dealing
with water issues and the gender divide in villages, where
the decision-making structure is dominated by men,
despite the fact that water is mostly used by women in
food preparation and household tasks.
Safrizal tries to persuade communities to address gender
issues surrounding water and sanitation and to form
village organizations where men and women share roles
and responsibilities equally.
The communities in Safrizal’s work area actively
participate in all IOM activities implemented in the
village. He believes that successful projects grow from
relationships built between facilitators and community
members, and between the community members
themselves.
“Proper water sources, their location, the method
of project implementation and the way in which
facilities are maintained all have to be discussed by the
community,” he observes.
“Involving the community as decision makers instils a
sense of ownership in them,” says Safrizal. “I never ask
them to form a VWSC, but I inspire and motivate them,
so they feel the need of such committee - whatever they
choose to call it. This way the community understands its
responsibilities and the facilities are more sustainable.”
Safrizal’s work for the American Red Cross-funded IOM
Community Water and Sanitation Project has taken him
to very different communities, from Aceh Singkil in the
southwest to Aceh Timur in the east, covering 11 of the
earthquake and tsunami -affected districts of Aceh.
In six communities, the water systems constructed by
the project are now maintained by the communities
themselves. Safrizal worked in four of the six, ensuring
the sustainability of the water systems and building
understanding in the communities about how to manage
their water resources effectively.
Human interest story #2
Teureubeh Builds a Future for its ChildrenRosniati, or Ibu Ros, a 38-year-old kindergarten teacher,
lives in a relocation community of 150 IOM-constructed
houses in Teurebeh, Jantho, Aceh Besar.
cara berbicara ke para anggota masyarakat secara individu
atau dalam kelompok-kelompok kecil sebelum berlanjut untuk
berbicara dengan masyarakat dalam kelompok yang besar
memberikan fasilitator sebuah gambaran yang lebih jelas mengenai
bagaimana sumber daya dibagi-bagi di masyarakat dan siapa yang
bertanggung jawab dalam membuat keputusan, pandang Safrizal.
Salah satu contoh situasi ini dalam pekerjaan Safrizal adalah
ketika menghadapi masalah air dan jarak antar gender di desa-
desa, dimana struktur pengambilan keputusan didominasi oleh
pria, walau dengan kenyataan bahwa air paling sering digunakan
oleh perempuan dalam hal masak-memasak dan tugas-tugas
rumah tangga.
Safrizal berusaha untuk membujuk komunitas untuk membahas
masalah gender menyangkut air dan sanitasi sekaligus membentuk
badan desa dimana pria dan perempuan berbagi peran dan
tanggung jawab secara sama rata.
Para komunitas di daerah kerja Safrizal secara aktif berpartisipasi
di semua kegiatan IOM yang dilaksanakan di desa. Ia yakin bahwa
keberhasilan proyek berkembang dari hubungan yang dijalin
antara fasilitator dan anggota masyarakat, dan diantara para
anggota masyarakat itu sendiri.
“Sumber air yang layak, lokasi, metode pelaksanaan proyek serta
cara pemeliharaan fasilitas, kesemuanya harus dibahas oleh
masyarakat,” jelasnya.
“Melibatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan
menanamkan rasa kepemilikan di mereka,” kata Safrizal. “Saya
tidak pernah meminta mereka untuk membentuk sebuah panitia,
namun saya memberikan mereka inspirasi dan dorongan,
sehingga mereka merasa membutuhkan panitia tersebut –
apapun sebutannya oleh mereka. Dengan cara ini masyarakat
memahami tanggung jawabnya dan fasilitas menjadi lebih bersifat
berkesinambungan,” tambahnya.
Pekerjaan Safrizal untuk Proyek Air dan Sanitasi Masyarakat
IOM yang didanai oleh Palang Merah Amerika Serikat telah
membawanya ke berbagai macam komunitas dari Aceh Singkil
di barat daya hingga Aceh Timur, mencakup 11 dari kabupaten
yang terkena gempa dan tsunami di Aceh.
Di enam komunitas, sistem air yang dibangun oleh proyek saat ini
dirawat oleh masyarakat sendiri. Safrizal bekerja di empat dari
keenam lokasi tersebut, memastikan kesinambungan sistem air dan
membangun pemahaman di masyarakat mengenai bagaimana
cara untuk mengelola sumber daya air mereka secara efektif.
Cerita kemanusiaan #2
Teureubeh Membangun Sebuah Masa Depan untuk Anak Rosniati atau Ibu Ros, seorang guru taman kanak-kanak berusia 38
tahun, tinggal di sebuah komunitas relokasi yang terdiri dari 150
rumah yang dibangun IOM di Teurebeh, Jantho, Aceh Besar.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 19
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200920
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 21
Before the tsunami, she sold flowers in Kampung
Baru to support herself and her three children. On
December 26, 2004, she was at home in her kitchen
when the huge earthquake struck.
She and the children escaped from their home and
when they realized that the tsunami was coming, sought
safety on the second floor of a neighbouring building
that had survived the quake.
“I was so grateful because my children and I were
safe. My family thought that we were dead,” she says,
remembering that day.
After the disaster, the family stayed in camps and
barracks. Throughout that time, Ibu Ros and her friends
often gathered the children together to play and sing,
and to teach them to count and read.
In June 2007 the family moved into an IOM house in
Teurebeh. After receiving UNICEF teacher training,
Ibu Ros and four other women formed a kindergarten
in the IOM development, which now has 30 pupils.
Besides teaching, Ibu Ros is actively involved in
the VWSC. IOM provided community training and
“Healthy House Consultations” on sanitation, septic
systems and water-borne diseases.
The VWSC also supported IOM health promotion
activities, organizing hand washing demonstrations
and competitions for children, cooking competitions
for mothers, and playing the water and sanitation-
themed movies “The Naughty Mosquitoes” and
“Eumpang Breuh.”
“All the trainings given by IOM are really useful for
the community in Teurebeh. Now I understand the
importance of healthy behaviours and keeping the
environment clean and I convey these messages to the
children at my school,” says Ibu Ros.
NATIONAL CONSTRUCTION SERVICES Post-Tsunami Housing Construction Ends
After four years of post-tsunami reconstruction work
in Aceh and Nias, IOM’s construction and housing
services ended in 2009, with the culmination of a range
of projects designed to stabilize and revitalize
communities displaced by the two natural disasters of
2004 and 2005.
Construction was carried out in coordination with
government and NGO partners, in close consultation
with community committees, at the request of the
Government of Indonesia.
Sebelum terjadinya tsunami, ia menjual bunga di Kampung
Baru untuk menghidup dirinya dan ketiga anaknya. Pada 26
Desember 2004, ia sedang di dapur rumahnya ketiga gempa
dahsyat terjadi.
Ia dan anak-anaknya lari dari rumah dan ketika mereka sadar
bahwa tsunami akan datang, mereka mencari perlindungan di
lantai dua di sebuah gedung di dekat rumah mereka yang selamat
dari gempa.
“Saya sangat bersyukur karena saya dan anak-anak saya selamat.
Keluarga kami mengira kami telah tewas,” katanya, mengikat hari
tersebut.
Setelah bencana tersebut, keluarganya tinggal di kamp dan barak.
Selama masa tersebut, ibu Ros dan teman-temannya sering
mengumpulkan anak-anak untuk bermain dan bernyanyi, dan
mengajarkan mereka untuk berhitung dan membaca.
Pada Juni 2007, keluarganya pindah ke sebuah rumah IOM di
Teurebeh. Setelah menerima pelatihan guru dari UNICEF, ibu
Ros dan empat wanita lainnya mendirikan sebuah taman kanak-
kanak dengan bantuan IOM, yang sekarang memiliki 30 orang
murid.
Selain mengajar, ibu Ros saat ini aktif terlibat dalam Panitia
Air dan Sanitasi Desa - VWSC. IOM menyediakan pelatihan
masyarakat dan “Konsultasi Rumah yang Sehat” tentang sanitasi,
sistem septik dan penyakit yang disebarkan melalui air.
Panitia tersebut juga mendukung kegiatan pemajuan kesehatan
IOM, menyelenggarakan peragaan pencucian tangan dan beragam
lomba untuk anak-anak dan ibu-ibu, termasukmemutar film
yang bertema air dan sanitasi berjudul “Nyamuk yang Nakal” dan
“Eumpang Breuh.”
“Semua pelatihan yang diberikan oleh IOM benar-benar berguna
bagi masyarakat di Teurebeh. Sekarang saya mengerti pentingnya
perilaku yang sehat dan menjaga kebersihan lingkungan dan saya
menyampaikan pesan-pesan ini ke anak-anak di sekolah saya,”
ujar ibu Ros.
LAYANAN KONSTRUKSI NASIONALKonstruksi Perumahan Pasca-Tsunami Berakhir
Setelah empat tahun melakukan rekonstruksi pasca-tsunami
di Aceh dan Nias, layanan konstruksi dan perumahan IOM
berakhir pada 2009, dengan hasil serangkaian macam proyek
yang dirancang untuk menstabilkan dan merevitalisasi
komunitas-komunitas yang harus mengungsi akibat kedua
bencana alam di tahun 2004 dan 2005.
Konstruksi dilaksanakan di bawah koordinasi dengan
pemerintah dan mitra LSM, dan berkonsultasi dengan
panitia-panitia di masyarakat, atas permintaan Pemerintah
Indonesia.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200922
By early 2009, the final units of permanent housing
for tsunami-affected families were completed. A total
of 4,580 transitional shelters and permanent houses
were built, along with 388 public buildings including
schools, clinics and community centres. IOM’s construction
programme was active in 125 communities across Aceh’s
15 coastal districts.
With its original shelter projects completed in 2008, in
2009 IOM provided shelter construction assistance to
several NGOs that had constructed semi-permanent
shelters for tsunami-affected families in Aceh as an
interim measure after the tsunami.
One of these was Oxfam, which used a community-
driven approach to construct many houses throughout
Aceh in 2005. The design used a masonry substructure
and a wooden superstructure, which allowed beneficiary
families to be involved in the construction and resulted
in fast completion.
But the timber superstructures proved vulnerable
to weather and insect infestation, resulting in
deterioration and structural damage. IOM stepped in
in 2009 to replace them with more durable strctures. It
removed the wooden superstructure of 48 houses
and replaced it with new, permanent superstructures
using lightweight steel frames.
In Banda Aceh and Aceh Besar, IOM – in partnership
with CARE – also implemented a project to demolish
existing structures and replace them with earthquake-
resistant RISHA-designed houses.
IOM has used the RISHA pre-fabricated design
developed and certified in Indonesia since early 2005.
It incorporates a 38 to 44m2 modular reinforced pre-
cast concrete moulded structure and a septic system
that can deal with the high water table found in most
coastal communities.
The project constructed 79 new 44m2 housing units,
complete with three partitioned rooms, a kitchen
alcove, and additional separate toilet and washing
facilities connected to a sanitation system.
LIVELIHOODS Aceh Livelihoods
IOM’s livelihoods programme in Aceh also came to
a close in August 2009, after helping 3,500 people to
start new livelihoods over a period of three years
following the December 2004 tsunami.
In Aceh, IOM was one of the few agencies present
in the province prior to the tsunami, working with
local authorities to identify and later address the
humanitarian needs of those displaced by conflict.
Hingga awal 2009, unit-unit terakhir perumahan permanen bagi
keluarga yang terkena imbas tsunami telah diselesaikan. Sejumlah
4.580 perumahan sementara dan rumah permanen dibangun,
beserta 388 bangunan umum termasuk sekolah, klinik dan pusat-
pusat kegiatan masyarakat. Program konstruksi IOM aktif bergerak
di 125 komunitas di 15 kabupaten di Aceh yang terletak di pesisiran.
Dengan diselesaikannya proyek penampungan pada awal 2008, di
tahun 2009 IOM menyediakan bantuan konstruksi penampungan
(‘shelter’) kepada beberapa LSM yang telah membangun
penampungan semi-permanen bagi keluarga yang terkena imbas
tsunami di Aceh sebagai langkah sementara setelah tsunami.
Salah satu dari LSM ini adalah Oxfam, yang menggunakan
pendekatan yang digerakkan oleh masyarakat untuk membangun
banyak rumah di Aceh selama tahun 2005. Rancangan digunakan
menggunakan substruktur batu dan ‘superstructure’ yang dibuat
dengan kayu, yang memungkinkan para keluarga penerima
bantuan untuk ikut terlibat dalam konstruksi dan menghasilkan
proses konstruksi yang cepat.
Namun superstructures yang terbuat dari kayu ternyata rentan
terhadap cuaca dan infestasi serangga, mengakibatkan kerusakan
struktural. Pada 2009 IOM memberi bantuan melalui penggantian
dengan struktur yang lebih tahan lama. ‘Superstructure’ kayu
dibongkar dari 48 rumah dan digantikan dengan ‘superstructure’
yang baru dan permanen dengan menggunakan kerangka baja
ringan.
Di Banda Aceh dan Aceh Besar, IOM -- bekerjasama dengan
CARE -- juga melaksanakan sebuah proyek untuk menghancurkan
struktur yang sudah ada dan menggantikannya dengan rumah-
rumah dengan rancangan RISHA yang tahan gempa.
IOM telah menggunakan rancangan RISHA yang dikembangkan
dan tersertifikasi di Indonesia sejak awal 2005. Rancangan
tersebut terdiri dari struktur modular pre-cast (cor) beton seluas 38
hingga 44m2 dan sebuah sistem septik yang dapat menanggulangi
tabel air yang tinggi yang umum terdapat di komunitas-komunitas
pesisir.
Proyek ini mendirikan 79 unit-unit rumah baru seluas 44m2,
lengkap dengan tiga ruangan yang berpartisi, area dapur, dan
fasilitas jamban dan tempat pencucian yang terpisah yang
dihubungkan ke sebuah sistem sanitasi.
MATA PENCAHARIANMata Pencaharian Aceh
Program mata pencaharian IOM di Aceh berakhir di sekitar
Agustus 2009, setelah membantu 3.350 keluarga memulai mata
pencaharian baru selama jangka waktu tiga tahun pasca tsunami
di Desember 2004.
Di Aceh, IOM adalah salah satu dari sedikit lembaga yang hadir
di propinsi tersebut sebelum terjadinya tsunami, bekerjasama
dengan pemerintahan setempat mengidentifikasi dan menjawab
kebutuhan kemanusiaan dari warga yang mengungsi akibat konflik.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 23
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200924
After the tsunami, IOM developed and implemented
a range of livelihood support projects to provide
immediate and long-term support to those affected by
both the conflict and the natural disaster.
IOM’s livelihoods programme in Aceh included a long-
running micro-finance initiative for women, which
supported 19 communities in the establishment of
female-managed savings and loans cooperatives located
in 14 districts of the province, with a membership of
4,000.
Using a successful East Javanese women’s secondary
cooperative which focused on the empowerment of
women as a model, IOM and its partners provided
the cooperatives with start up capital and support
including training activities, monitoring and mentoring
over their first few years of operation.
With funding from Americares, the IOM Aceh
livelihoods programme also ran a successful two-
year tsunami response project in tsunami-affected
communities along the east coast of Aceh.
The project provided business and skills training,
livelihood material inputs and the construction of
complementary small-scale infrastructure to 3,350
direct and an estimated 10,000 indirect beneficiaries.
The livelihoods programme also supported the IOM
– Harvard Medical School collaborative psycho-social
and mental health programme in Aceh.
This innovative project was established to provide aid
and test the hypothesis that complementary livelihoods
and mental health programming can work to improve
people’s lives, particularly in post-conflict settings.
With support from the World Bank, the Livelihoods Unit
worked with 200 patients across Aceh, most of whom
lived in impoverished communities and earned less than
US$100 per day, helping them to identify livelihoods
opportunities.
The project provided relevant skills and training, as
well as material inputs to help patients develop and
expand businesses.
Setelah peristiwa tsunami, IOM mengembangkan dan
melaksanakan serangkaian proyek bantuan mata pencaharian
dalam bentuk penyediaan bantuan jangka pendek dan jangka
panjang bagi mereka yang terkena imbas konflik maupun bencana
alam.
Program mata pencaharian IOM di Aceh meliputi inisiatif
keuangan mikro jangka panjang bagi wanita, yang mendukung
19 komunitas melalui pendirian koperasi simpan pinjam yang
dikelola oleh perempuan yang berlokasi di 14 kabupaten di
propinsi tersebut, dengan jumlah anggota sebesar 4.000.
Dengan mengambil kesuksesan Puskowanjati yang fokus pada
pemberdayaan wanita sebagai model panutan, IOM dan para
mitranya menyediakan koperasi tersebut modal awal dan
dukungan yang meliputi kegiatan pelatihan, pengawasan dan
pengarahan selama beberapa tahun pertama beroperasi.
Dengan pendanaan dari Americares, program mata pencaharian
IOM Aceh juga menjalankan sebuah proyek bantuan tsunami
selama dua tahun di komunitas-komunitas yang terkena tsunami
di sepanjang pesisir timur Aceh.
Proyek tersebut menyediakan pelatihan usaha dan keterampilan,
masukan materi mata pencaharian dan konstruksi infrastruktur
berskala kecil pelengkap kepada 3.350 penerima bantuan
langsung dan 10.000 penerima bantuan tidak langsung.
Program mata pencaharian juga mendukung program kesehatan
psikososial dan kesehatan mental di Aceh yang merupakan
prakarsa gabungan antara IOM dan Harvard Medical
School.
Proyek inovatif tersebut didirikan untuk memberikan bantuan
dan pengujian hipotesa bahwasanya program pelengkap mata
pencaharian dan kesehatan mental dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat, khususnya dalam situasi pasca-konflik.
Dengan dukungan dari Bank Dunia, Unit Mata Pencaharian
menangani 200 pasien di Aceh, yang sebagian besar hidup di
komunitas miskin dan menghasilkan kurang dari ASD100 per
hari, dan membantu mereka untuk mengidentifikasi peluang-
peluang mata pencaharian.
Proyek ini menyediakan keterampilan dan pelatihan yang
relevan, disamping sumbangan materi untuk membantu pasien
membangun dan memperluas usaha.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 25
By the numbers Berdasarkan angka as of September 2009 / hingga September 2009
Community Water and Sanitation Air dan Penyehatan Masyarakat
14,000 Individuals benefit from improved water supply systems / Individu yang menerima manfaat perbaikan system persediaan air
1,317 Septic systems constructed or improved to national environmental health standards /Sistem septik yang dibangun atau ditingkatkan ke standar kesehatan lingkungan nasional
11,300 Individuals reached by hygiene information promoting healthier communities /Individu yang dicakup oleh informasi penyehatan yang memperkenalkan komunitas yang lebih sehat
34,603 Metres of drainage constructed /
Meter saluran pembuangan yang dibangun
as of October 2009 / hingga Oktober 2009
National Construction Services Programme Aceh and Nias Program Layanan Konstruksi Nasional, Aceh dan Nias
1,233 Transitional shelters constructed post-tsunami / Hunian sementara yang dibangun pasca-tsunami
3,342 Permanent houses constructed post-tsunami /Rumah permanen yang dibangun pasca-tsunami
4,580 Total shelters and houses constructed /Total hunian sementara dan rumah yang dibangun
247 Three-room school buildings constructed /Bangunan sekolah dengan tiga ruangan yang telah dibangun
141 Other public buildings (clinics, community centres) constructed /Bangunan umum lainnya (klinik, pusat kegiatan masyarakat) yang dibangun
4,963 Total units constructed (including houses, clinics, schools, community centres, etc.) in Aceh and Nias /
Total unit yang dibangun (termasuk rumah, klinik, sekolah, pusat kegiatan masyarakat, dsb.) di Aceh dan Nias
2009 / 2009
Aceh Livelihoods Mata Pencaharian di Aceh
3,687 Female members of IOM-assisted women’s cooperatives /Perempuan yang menjadi anggota Kopwan yang dibantu IOM
8,068 Loans issued by Kopwan /Pinjaman yang diberikan oleh Kopwan
3,962 Kopwan members who are repeat borrowers /Anggota Kopwan yang beberapa kali melakukan pinjaman
3,350 Households who have received material assistance to develop their businesses /Rumah tangga yang menerima bantuan material untuk mengembangkan usaha
2,670 Beneficiaries who have participated in business education training /Penerima bantuan yang turut serta dalam pelatihan pendidikan usaha
3,341 Beneficiaries who have participated in a variety of skills training /Penerima bantuan yang turut serta dalam berbagai pelatihan keterampilan
323 Government extension agents who have received training in cooperative management /
Pejabat pemerintah daerah yang ikut pelatihan kepengurusan koperasi
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200926
Earthquake Post Emergency AssistanceBantuan Darurat Pasca Gempa Bumi
LIVELIHOODSLivelihoods Yogyakarta
During 2009, IOM continued to help to restore 3,000
micro- and small enterprises (MSEs) in earthquake-
affected Yogyakarta and Central Java under its
Livelihoods Programme funded by the multi-donor
Java Reconstruction Fund (JRF).
The programme’s main objective is to restore 3000
MSE to their pre-May 2006 capacity, sales and profits
through the integrated application of the following
activities: (i) Assessment & Beneficiary Identification
(ii) Asset Replacement (iii) Market Access (iv) Technical
Assistance/Capacity Building (v) Monitoring and
Evaluation.
Now in its second year, the programme has contributed
to the recovery and expansion of MSEs by providing
productive assets at the level of individuals, producer
groups, cooperatives, villages and communities, as
well as providing training in accounting, business
development, marketing and technical skills.
The beneficiary enterprises include handicraft
production (Javanese batik, silver, agel), organic farming,
tofu production, fish farming, cattle and goat rearing,
and traditional weaving.
The May 2006 earthquake affected 837 villages in
the two provinces, impacting the livelihoods of over
100,000 people. Many of them were poor and vulnerable
even before the disaster.
With 2,661 MSEs accessing IOM support in 18 villages
by the end of 2009, IOM Yogyakarta is now close to
meeting its target of 3,000 beneficiaries. To date, 59
per cent of the beneficiaries have been women,
significantly contributing to their empowerment.
The project has forged important partnerships with,
among others, the Indonesian Chamber of Commerce
and Industry (KADIN), Bina Swadaya Foundation
MATA PENCAHARIANMata Pencaharian di Yogyakarta
Selama 2009, IOM terus membantu memulihkan 3.000 usaha
kecil dan menengah (UKM) di daerah Yogyakarta dan Jawa
Tengah yang terkena musibah gempa di bawah Program Mata
Pencaharian yang didanai oleh lembaga multi-donor ‘Java
Reconstruction Fund’ (JRF).
Tujuan utama program ini adalah untuk memulihkan 3.000
UKM ke kapasitas, penjualan dan laba yang mereka miliki
sebelum terjadinya gempa pada Mei 2006 melalui pelaksanaan
terpadu dari kegiatan-kegiatan berikut ini: (i) Penelitian &
Identifikasi Penerima Bantuan (ii) Penggantian Modal (iii) Akses
Pasar (iv) Bantuan Teknis/Pembangunan Kapasitas (v) Monitoring
dan Evaluasi.
Memasuki tahun keduanya, program ini telah membantu
pemulihan dan perluasan UKM melalui penyediaan modal
produktif di tingkat individu, kelompok produsen, koperasi,
desa dan komunitas, disamping menyediakan pelatihan
akuntansi, pengembangan usaha, pemasaran dan keterampilan
teknis.
Usaha para penerima bantuan meliputi produksi kerajinan
tangan (batik Jawa, perak, agel), pertanian organik, pembuatan
tahu, pembudidayaan ikan, ternak sapi dan kambing, dan
sulaman tradisional.
Gempa yang terjadi pada Mei 2006 merusak 837 desa di kedua
propinsi, dan membawa dampak terhadap mata pencaharian
lebih dari 100.000 warga. Sebagian besar dari mereka adalah
warga miskin dan rentan bahkan sebelum bencana terjadi.
Dengan 2.661 UKM mengakses bantuan IOM di 18 desa hingga
akhir 2009, IOM Yogyakarta kini hampir mencapai target
sebanyak 3.000 penerima bantuan. Hingga kini, 59 persen dari
penerima bantuan adalah perempuan, yang dengan sendirinya
merupakan upaya permberdayaan mereka.
Proyek ini telah mengukuhkan kemitraan yang penting dengan,
antara lain, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Yayasan
Bina Swadaya Foundation (sebuah LSM nasional), Muslim Aid
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 27
(a national NGO), Muslim Aid (an international NGO)
and CV Triguna (a local environmental group.)
IOM has also entered into a set of cooperation
frameworks with national, provincial and local
government counterparts, which will ensure that the
project is well coordinated, targeted and aligned with the
government’s own development priorities throughout
implementation.
The Livelihoods Programme follows the successful
completion of the Mobile Community Assistance
Programme (MCAP) and the Roof Tile and Brick
Manufacturing Project, initiatives funded under the
AUSAID/Yogyakarta and Central Java Assistance
Programme (YCAP.)
Human interest story #1
Senen’s Story“Agel Crafter Learns New Business Skills”Senen’s experience in the IOM Livelihood programme
and the fact that he can now sell his products at fairs
and exhibitions across Indonesia “opened his eyes,” he
says.
The 39-year-old agel crafter from earthquake-hit
Tuksono village, Kulon Progo district near Yogyakarta,
acquired new business skills and grew his business
under the IOM-Java Reconstruction Fund post-
earthquake rehabilitation programme.
Trade was slow when Senen originally tried to relaunch
his small business after the May 2006 disaster. But
it has been improving ever since he started taking
part in IOM business activities and, most importantly,
fairs and exhibitions.
“I joined a series of activities under the programme
and really enjoyed them. We had very limited business
(sebuah LSM internasional) dan CV Triguna (sebuah kelompok
lingkungan hidup lokal).
IOM juga telah menjalin suatu kerangka kerjasama dengan para
mitra di badan pemerintahan nasional, propinsi dan setempat,
yang menjamin proyek terkoordinasi dengan baik, sesuai dan
sejalan dengan target prioritas pembangunan pemerintah selama
waktu pelaksanaan.
Program Mata Pencaharian tersebut mengikuti keberhasilan
Program Bantuan Masyarakat Keliling (MCAP) dan Proyek
Pembuatan Genteng dan Batu Bata, yang didanai Program
Bantuan Yogyakarta dan Jawa Tengah (YCAP) dari USAID.
Cerita kemanusiaan #1
Kisah Senen “Pengrajin Agel Belajar Keterampilan Usaha Baru”Pengalaman Senen pada program Mata Pencaharian IOM
dan bahwa ia sekarang mampu menjual produk-produknya di
pameran dan bazar di seluruh Indonesia telah “membuka
matanya”, menurut Senen.
Pengrajin agel berusia 39 tahun dari desa Tuksono, kabupaten
Kulon Progo, dekat Yogyakarta yang terkena gempa ini
mendapatkan keterampilan usaha baru dan mengembangkannya
di bawah program rehabilitasi pasca-gempa dari IOM-Java
Reconstruction Fund.
Usahanya sedikit lesu ketika Senen pertama kali berupaya
meluncurkan kembali usaha kecilnya pasca bencana Mei 2006.
Namun sejak ia mengambil bagian di beberapa kegiatan usaha
IOM, usahanya semakin membaik terutama keterlibatannya
dalam sejumlah pameran dan pekan raya.
“Saya bergabung dengan serangkaian kegiatan pada program
tersebut dan sangat menyukainya. Kami sebelumnya memiliki
keterampilan pengelolaan usaha yang sangat terbatas, namun
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200928
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 29
management skills before, but IOM has helped to open
our eyes,” said Senen, speaking for fellow agel crafters,
whose businesses were damaged by the quake.
“I joined the Business Development, Marketing and
Promotion, and Technical Assistance trainings. Recently,
I joined the English and computer classes provided by
IOM under the programme. They are all helping me to
acquire new knowledge,” he says.
Senen has used his new skills to display many of his
agel products at IOM fairs and exhibitions throughout
Indonesia, including Jakarta and Makassar/Sulawesi.
The Jakarta Small Medium Enterprises Cooperatives
(SMESCO) Expo last October, in particular, introduced
Senen’s products to wider and more profitable domestic
and international markets.
IOM programme beneficiaries, also including silver
crafters, batik producers and organic farmers, have
sold a total of USD 4,000 worth of goods at the 13
expos and fairs that they participated in through
November 2009. These expos have given beneficiaries
a chance to test their marketing and promotional
strategies and implement their business plans.
Senen welcomed the chance to meet industry and
ministry representatives at the SMESCO fair, which
attracted more than 100 display booths from across
Indonesia and South-East Asia. He met representatives
of the Indonesian Ministry of Cooperatives, which is
trying to expand market opportunities for MSEs.
“This type of meeting is useful because I can directly
get feedback and input about my business and how to
improve it”, says Senen, who is one of almost 200 IOM
beneficiaries to have participated in expos and fairs to
date.
Beneficiaries from Tuksono, Salamrejo and Pampang
Villages also established their own Village Promotion
Teams, winning themselves and IOM an award at the
Yogyakarta Texcraft Expo in August 2009.
Human interest story #2
“Organic Farming – A Growth Opportunity?”Organic farmer Isti Umayah is now not just ‘eating
healthy’ – she is also living a healthier life.
The 63-year-old from earthquake-affected Sumberharjo
village in Sleman District near Yogyakarta is turning
her vegetable garden into a viable business with the
help of the livelihood programme backed by the Java
Reconstruction Fund (JRF) and implemented by IOM.
IOM telah membantu membuka mata kami,” kata Senen, berbicara
atas nama rekan-rekan pengrajin agel lainnya, yang usahanya
juga hancur akibat gempa.
“Saya mengikuti pelatihan Pengembangan Usaha, Pemasaran
dan Promosi, serta Bantuan Teknis. Baru-baru ini saya mengikuti
kursus bahasa Inggris dan komputer yang diberikan oleh IOM di
bawah program ini. Mereka semua membantu saya mendapatkan
pengetahuan baru,” jelasnya.
Senen telah menggunakan keterampilan barunya untuk
memamerkan banyak dari produk agel buatannya di pameran-
pameran di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di Jakarta dan
Makassar/Sulawesi. Expo Usaha Kecil Menengah Koperasi Jakarta
(SMESCO) pada Oktober lalu, khususnya, memperkenalkan
produk buatan Senen ke pasar domestik dan internasional yang
lebih menguntungkan.
Para penerima bantuan dari program IOM, juga termasuk
pengrajin perak, pembuat batik dan petani organik, telah menjual
barang-barangnya senilai ASD 4.000 di 13 ekspo dan pameran
yang telah mereka ikuti selama November 2009. Acara-acara
ekspo tersebut telah memberikan kepada para penerima bantuan
tersebut kesempatan untuk menguji strategi pemasaran dan
promosi mereka dan menerapkan rencana usaha mereka.
Senen menyambut gembira kesempatan untuk bertemu dengan
perwakilan industri dan departemen di pameran SMESCO, yang
menarik lebih dari 100 bilik pameran dari seluruh Indonesia dan
Asia Tenggara. Ia bertemu dengan perwakilan dari Departemen
Koperasi, yang sedang berupaya untuk memperluas peluang
pasar bagi UKM.
“Pertemuan-pertemuan seperti ini sangat bermanfaat karena
saya dapat memperoleh masukan langsung tentang usaha saya
dan bagaimana untuk meningkatkannya,” kata Senen, yang
merupakan salah satu dari hampir 200 penerima bantuan IOM
yang telah berpartisipasi dalam ekspo dan pameran hingga kini.
Para penerima bantuan dari desa Tuksono, Salamrejo dan
Pampang juga membentuk Tim Promosi Desa mereka sendiri, dan
telah menang dan menerima penghargaan IOM pada Yogyakarta
Texcraft Expo Agustus 2009.
Cerita #2
“Pertanian Organik – Peluang Pertumbuhan?”Petani organik Isti Umayah saat ini tidak hanya makan secara
sehat – ia juga hidup lebih sehat.
Ibu yang berusia 63 tahun ini berasal dari desa Sumberharjo yang
terkena dampak gempa tengah mengubah kebun sayurannya
menjadi sebuah lahan usaha dengan bantuan sebuah program
mata-pencaharian yang didukung oleh Java Reconstruction Fund
(JRF) dan dilaksanakan oleh IOM.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200930
This programme is not just boosting Isti’s income.
“I feel healthier because I get exercise when I’m taking
care of my vegetables. And I’m happier when I’m able
to see my plants grow,” she says.
Life has completely changed for Isti, a mother of four,
since the devastating earthquake of May 2006. She
used to sell fried snacks and flowers, but the
quake damaged her garden and some of her cooking
equipment, making it much harder for her to earn a
living.
As one of 207 IOM beneficiaries in Sumberharjo, Isti’s
life is now getting back on track. IOM provided her
and other participants with seven days of business
development training, covering areas including
marketing, bookkeeping, human resource management
and how to access finance.
As part of IOM’s commitment to capacity building
for all, the training targeted women and illiterate
people. It also provided technical training in organic
farming, when IOM research found that demand
for organic produce in the Yogyakarta region was
growing.
Isti is also setting her goals high and is planning to
apply for a bank loan to grow her organic farming
business. She plans to expand her garden to include
tomatoes, beans and spinach to make more money.
“I hope that IOM will still help us after the training.
I want to know more about product packaging and
market access, especially to supermarkets. I also hope
to open an organic vegetarian restaurant in the future”,
she says.
IOM has also provided opportunities for another
woman farmer, Titi Darmini. In October, IOM
Yogyakarta staff and Titi were among more than
100 sector stakeholders who took part in the 5th
Community-Based Disaster Risk Management
(CBDRM) conference in Makasar, Sulawesi. The event
addressed issues of community resilience toward
disaster risk and climate change mitigation.
Titi and the IOM team joined focus group discussions
and exhibitions related to disaster risk reduction and
climate change issues. Participating organizations
displayed their products and publications at an expo
during the conference. Titi displayed her vegetables
at the IOM stand and offered information about organic
farming.
“Some of the participants were very interested in
knowing more about organic farming in Sumberharjo.
The sessions taught me more about linking soil
cultivation in organic farming to the village plan, which
will increase the community’s capacity to cope with
potential disasters,” she says.
Program tersebut tidak hanya meningkatkan pendapatan
Isti. “Saya merasa lebih sehat karena saya berolah raga ketika
merawat sayur-sayuran milik saya. Dan saya lebih bahagia
ketika melihat tanaman saya tumbuh,” ujarnya.
Sejak gempa dahsyat pada Mei 2006, hidup telah sepenuhnya
berubah bagi Isti, ibu empat anak. Ia dulunya menjual gorengan
dan bunga, namun gempa telah merusak kebunnya dan
beberapa perabotan masaknya, membuatnya sulit untuk mencari
nafkah.
Sebagai salah satu dari 207 penerima bantuan di Sumberharjo,
kehidupan Isti sekarang kembali membaik. Kepadanya dan
peserta lainnya, IOM memberikan pelatihan pengembangan
usaha selama tujuh hari, yang mencakup bidang pelatihan
seperti pemasaran, pembukuan, pengelolaan sumber daya
manusia dan bagaimana mengakses fasilitas pendanaan.
Sebagai bagian dari komitmen IOM untuk membangun
kemampuan seluruh warga, pelatihan tersebut ditujukan bagi
perempuan dan kelompok tuna aksara. Kegiatan tersebut juga
memberikan pelatihan teknis berkebun secara organik, setelah
riset yang dilakukan oleh IOM menemukan adanya peningkatan
permintaan hasil perkebunan organik di daerah Yogyakarta.
Isti juga memiliki harapan yang tinggi dan berencana untuk
mendapatkan pinjaman bank untuk mengembangkan usaha
perkebunan organiknya. Ia berencana untuk memperluas
kebunnya untuk juga meliputi tomat, kacang-kacangan dan
bayam guna mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi.
“Saya berharap IOM akan masih membantu kami setelah
pelatihan. Saya ingin lebih mengetahui tentang pengemasan
produk dan akses pasar, khususnya untuk supermarket. Saya
juga berharap untuk membuka restoran sayur organik suatu hari
nanti,” katanya.
IOM telah memberikan peluang lain juga bagi petani perempuan
bernama Titi Darmini. Pada Oktober, staf IOM Yogyakarta dan
Titi merupakan diantara 100 peserta yang ambil bagian di
konferensi Penanganan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat
(Community-Based Disaster Risk Management - CBDRM) ke-5 di
Makassar, Sulawesi. Acara tersebut membahas berbagai masalah
pertanahan komunitas terhadap risiko bencana dan mitigasi
perubahan iklim.
Titi dan tim dari IOM bergabung dalam beberapa diskusi
kelompok terfokus dan pameran yang terkait pengurangan risiko
bencana dan permasalahan perubahan iklim. Para organisasi
peserta menampilkan produk-produk serta makalah terbitan
mereka di sebuah ekspo yang diselenggarakan selama konferensi
berlangsung. Titi memamerkan sayur mayur nya di stand IOM
dan menawarkan informasi mengenai bertani secara organik.
“Beberapa peserta sangat berminat untuk mengetahui lebih banyak
tentang bertani secara organik di Sumberharjo. Sesi-sesi tersebut
mengajarkan kepada saya lebih banyak tentang keterkaitan
pembudidayaan tanah dalam bertani secara organik dengan
rencana desa, yang akan meningkatkan kapasitas komunitas
untuk menghadapi potensi bencana,” jelasnya.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 31
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200932
The 33-year-old, who lives with her husband and son,
said her involvement with the IOM programme had
been life-changing. Using natural fertilizers instead of
chemicals has helped to reduce her family’s production
costs.
Sumberharjo village was selected as one of 18 earthquake-
affected villages to receive support from the IOM
Livelihoods programme, which aims to restore 3,000
micro- and small enterprises to pre-earthquake capacity,
sales and profits.
The programme is currently supporting 97 beneficiaries
in the organic farming sector in Sumberharjo, where
3,138 or 83% of houses sustained earthquake damage
and nearly 15 per cent of the population live below the
poverty line.
IOM is conducting a series of activities in Sumberharjo,
including business development training, technical
assistance to improve production, and visits to producer
groups in other villages and districts. These visits are
educational and allow them to see new techniques for
producing organic fertilizers and organic vegetables.
In June IOM hosted a workshop in Sumberharjo to bring
together key actors from the organic farming industry,
academia and government to explore market access for
organic products. It was designed to ensure government
involvement and coordination in IOM’s activities in
Sumberharjo and to complement the Government of
Indonesia’s “Go Organic 2010” agenda.
During the workshop, the head of the Agriculture and
Forestry Department of Sleman District, Bapak Slamet
Riyadi, said: “These IOM efforts are part of a strategic
response to global and local market opportunities
associated with healthy and environmentally sustainable
food production.”
EMERGENCY RESPONSEWest Sumatra Emergency Response
Within two days of the 30 September and 1 October 2009
earthquakes hitting West Sumatra, IOM established
an office in the provincial capital Padang to coordinate
emergency relief operations across the devastated
region.
Supported by a EUR 924,000 from the European
Commission’s Humanitarian Aid Department (ECHO)
and with additional funding from the UN Central
Emergency Response Fund (CERF) and Brazil, IOM
moved quickly to deliver and coordinate a range of
emergency services in the affected communities,
including transport and logistical support, assisted
medical returns, shelter assistance, and water, sanitation
and hygiene.
Ibu berusia 33 tahun yang tinggal bersama suami dan anaknya
mengatakan bahwa keterlibatannya dengan program IOM
telah mengubah hidupnya. Menggunakan pupuk alami sebagai
pengganti pupuk kimia telah menurunkan biaya produksi yang
harus dikeluarkan oleh keluarganya.
Desa Sumberharjo telah dipilih sebagai salah satu dari 18 desa
yang terkena imbas gempa untuk menerima bantuan dari program
Mata Pencaharian IOM, yang bertujuan untuk memulihkan 3.000
usaha mikro dan kecil kembali ke kapasitas, penjualan dan laba
yang mereka miliki sebelum terjadinya gempa.
Program tersebut saat ini membantu 97 penerima bantuan di
sektor pertanian organik di Sumberharjo, dimana 3.138 atau 83%
rumah tinggal mengalami kerusakan akibat gempa dan hampir
15% persen dari warga hidup di bawah garis kemiskinan.
IOM saat ini melaksanakan serangkaian kegiatan di Sumberharjo,
termasuk pelatihan pengembangan usaha, bantuan teknis untuk
meningkatkan produksi, dan kunjungan ke kelompok-kelompok
produsen di desa serta kabupaten lainnya. Kunjungan-kunjungan
tersebut bersifat edukatif dan memungkinkan mereka untuk
menyaksikan teknik-teknik baru untuk memproduksi pupuk
organik dan sayuran organik.
Di bulan Juni IOM menyelenggarakan sebuah lokakarya di
Sumberharjo untuk mempertemukan tokoh-tokoh kunci dari
industri pertanian industri, akademisi dan pemerintah guna
menjajaki akses pasar untuk produk-produk organik. Lokakarya
ini dirancang untuk memastikan keterlibatan dan koordinasi
pemerintah pada kegiatan-kegiatan IOM di Sumberharjo dan untuk
melengkapi agenda “Go Organic 2010” milik Pemerintah Indonesia.
Selama lokakarya, kepala kantor dinas Pertanian dan Perhutanan
Kabupaten Sleman, Bapak Slamet Riyadi, berkata bahwa,
“Upaya-upaya IOM ini merupakan bagian dari jawaban strategis
terhadap peluang pasar global dan lokal yang terkait dengan
produksi makanan yang sehat dan berkesinambungan dari segi
lingkungan hidup.”
TANGGAP DARURATTanggap Darurat di Sumatera Barat
Dalam waktu dua hari setelah gempa 30 September dan 1 Oktober
2009 di Sumatera Barat, IOM mendirikan sebuah kantor di
Padang ibu kota propinsi guna mengkoordinir kegiatan bantuan
darurat di daerah yang terkena bencana tersebut.
Dengan bantuan dana sebesar EUR 924.000 dari Bagian Bantuan
Kemanusiaan Komisi Eropa (ECHO) dan pendanaan tambahan
dari ‘UN Central Emergency Response Fund’ (CERF) dan
pemerintah Brazil, IOM bekerja cepat untuk menyampaikan dan
mengkoordinir serangkaian layanan darurat, seperti dukungan
transportasi dan logistik, pemulangan medis dengan bantuan,
bantuan penampungan, serta air, sanitasi dan kebersihan
kelompok-kelompok masyarakat yang terkena bencana.
Kemampuan tanggap darurat IOM di Sumatera telah ada sejak
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 33
IOM’s emergency response capacity in Sumatra dates
back to the 2004 tsunami and the 2005 Nias earthquake.
In March 2007, it established an office in Padang following
the Solok earthquake. Today, as the emergency response
moves to the reconstruction phase, IOM is continuing
to provide on-going support to the government, national
and international partner agencies.
Transport and Logistical Support
IOM’s logistics hub in Padang moved over 14,310 tons
of relief items throughout West Sumatra between
October 2009 and January 2010, in partnership with 168
government institutions and local and international aid
organizations.
The hub provides free trucking services for government
and agencies donating aid and coordinates the complex
logistical operations required to manage incoming aid,
warehouse it, and ensure its efficient distribution to
those most in need.
As of January 2010, a total of 4,011 IOM trucks had
been deployed to transport food and non-food items
to survivors throughout West Sumatra. In mid-October,
food and nutrition assessments in the region reported
that some 38,000 households were experiencing
temporary food shortages of staples such as rice.
Responding to these shortages, roughly two thirds of
the aid transported by IOM was food, with temporary
shelter and medical supplies making up the bulk of the
remaining shipments.
Assisted Medical Returns
Only 50 per cent of the West Sumatra’s health facilities
were operational three weeks after the earthquakes,
with more than half of the 3,900 injured people in the
area requiring specialized care and follow-up.
With support from ECHO, IOM ran a medical returns
programme which reached 2,829 beneficiaries in the
months following the earthquake, in coordination with
hospitals in Padang, Pariaman, and Agam districts, and
an Indonesian military floating hospital.
The programme provided transport for patients and
their families wanting to leave hospital and return
home after treatment. This freed up scarce hospital beds
for other patients. IOM also also provided transport
for follow-up medical visits needed by many patients.
“The programme helped patients to recover faster:
they didn’t need to be concerned about getting home
or receiving follow-up treatment, as IOM was there to
help as needed,” said Colonel Dr. Arie Zakaria of the
Dr. Soeharso Hospital Ship.
tsunami 2004 dan gempa tahun 2005 di Nias. Pada Maret 2007,
IOM mendirikan sebuah kantor di Padang setelah terjadinya
gempa Solok. Saat ini, dengan bergesernya tanggap darurat ke
fase rekonstruksi, IOM terus memberikan bantuan berkelanjutan
kepada pemerintah, serta lembaga-lembaga mitra di tingkat
nasional maupun internasional.
Dukungan Transportasi dan Logistik
Pusat logistik di Padang telah mengangkut lebih dari 14.310 ton
bahan bantuan ke berbagai tempat di Sumatera Barat antara
Oktober 2009 dan Januari 2010, bekerjasama dengan pemerintah
dan 168 lembaga bantuan lokal dan internasional.
Titik logistik tersebut menyediakan layanan angkutan truk
secara cuma-cuma bagi pemerintah dan lembaga-lembaga yang
menyumbangkan bantuan serta mengkoordinir operasional
logistik yang rumit guna mengatur bantuan yang masuk,
menyimpannya di gudang, dan memastikan pembagian secara
efisien ke para pihak yang paling membutuhkannya.
Pada Januari 2010, sejumlah 4.011 truk IOM telah dikerahkan
untuk mengangkut bahan makanan dan non-makanan kepada
para korban yang selamat di berbagai area di Sumatera Barat.
Pada pertengahan Oktober, penelitian terhadap makanan dan gizi
melaporkan sekitar 38.000 rumah tangga mengalami kekurangan
bahan makanan pokok seperti beras.
Menanggapi kekurangan tersebut, sekitar dua pertiga bantuan
yang diangkut oleh IOM adalah makanan, sedangkan sebagian
besar kiriman lainnya adalah bahan-bahan hunian sementara
dan perlengkapan medis.
Bantuan Pemulangan Medis
Tiga minggu setelah gempa hanya 50 persen dari fasilitas kesehatan
di Sumatera Barat beroperasi, dengan lebih dari setengah dari
3.900 korban yang terluka membutuhkan perawatan khusus dan
perawatan lanjutan.
Dengan dukungan dari ECHO, IOM berkoordinasi dengan rumah
sakit di kabupaten Padang, Pariaman, dan Agam, serta rumah
sakit terapung miliki TNI Angkatan Laut, menjalankan sebuah
program pemulangan medis bagi 2.829 penerima bantuan selama
beberapa bulan setelah terjadinya gempa.
Program tersebut menyediakan transportasi bagi pasien dan
keluarga mereka yang ingin meninggalkan rumah sakit dan
pulang setelah mendapatkan perawatan. Langkah ini memberikan
tempat tidur di rumah sakit untuk pasien-pasien lainnya. IOM
juga menyediakan transportasi untuk kunjungan medis lanjutan
yang dibutuhkan oleh banyak pasien.
“Program ini membantu pasien untuk pulih secara lebih cepat:
mereka tidak perlu khawatir tentang cara untuk pulang atau
mendapatkan perawatan lanjuta, karena IOM ada di sana untuk
membantu jika diperlukan,” ujar Colonel Dr. Arie Zakaria dari
Rumah Sakit Kapal Dr Soeharso.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200934
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 35
IOM arranged for the return of 204 patients and 371
accompanying family members. Some 853 patients
and 1,401 accompanying family members also had
follow-up visits facilitated through IOM.
Shelter Assistance
Over 200,000 houses were damaged by the West
Sumatran quakes, leaving thousands of families
vulnerable and homeless ahead of the monsoon rains.
Padang Pariaman district was the worst hit area, with
96 per cent of houses across the district reported to
have sustained damage.
Past experiences in the region have shown that it can
take six months to two years for families to rebuild safe
homes. Bridging the gap between emergency shelter
and reconstruction allows people the time to plan for
safer construction and maintain their livelihoods as
communities rebuild.
IOM is leading a project funded by ECHO and UN CERF
in West Sumatra to provide up to 3,500 shelter kits.
The kits comprise corrugated iron (CGI) roof sheets
and toolkits that, in combination with salvageable
material, will help people to build temporary housing.
The use of durable CGI sheets – rather than plastic
sheets – was requested by the government as the sheets
can be reused in post-emergency reconstruction.
IOM has also put together individual and community
toolkits that will be used to demolish unsafe structures
and build new homes in their place. Each individual
kit includes a shovel, saw, hammer, chisel, machete,
bucket, wire, nails and work gloves in a kitbag.
5,200 beneficiaries have received individual toolkits.
The 993 community kits distributed to date, which will
be shared between five families, contain a wheelbarrow,
sledgehammer, pickaxe, crowbar, hacksaw, tin cutter
and rope.
Water, Sanitation and Hygiene
In October 2009, IOM set up a Water, Sanitation and
Hygiene pilot project in West Sumatra from which
valuable lessons were learnt about community processes,
engineering challenges and costing.
Building on these lessons, IOM is rolling out a
programme that will construct up to 250 public hygiene
facilities consisting of five toilets and showers, a
laundry area and water storage. One of the toilets in
each facility will be designed for disabled access. The
project will also include hygiene awareness outreach
activities.
As each facility can serve around 100 people, a total
of approximately 25,000 beneficiaries throughout the
Sejak … hingga … IOM telah mengatur pemulangan 204 pasien
dan 371 anggota keluarga yang mendampingi mereka. Sekitar 853
pasien dan 1.401 anggota keluarga pendamping juga mendapat
fasilitasi kunjungan lanjutan melalui IOM.
Bantuan Penampungan (Shelter)
Lebih dari 200.000 rumah rusak akibat gempa yang melanda
Sumatera Barat, mengakibatkan ribuan keluarga menjadi rentan
dan tidak memiliki tempat tinggal menjelang musim hujan.
Kabupaten Padang Pariaman merupakan daerah yang terkena
dampak paling parah, dimana 96 persen rumah di kabupaten
tersebut dilaporkan mengalami kerusakan.
Pengalaman-pengalaman sebelumnya di daerah tersebut
menunjukkan bahwa bisa memakan waktu antara enam bulan
hingga dua tahun bagi keluarga untuk membangun kembali
rumah yang aman. Jeda waktu antara penampungan darurat dan
rekonstruksi memberikan waktu bagi warga untuk merencanakan
konstruksi yang aman dan mempertahankan mata pencaharian
mereka sewaktu komunitas tersebut membangun diri kembali.
IOM mengelola sebuah proyek yang didanai oleh ECHO dan UN
CERF di Sumatera Barat guna memberikan 3.500 perlengkapan
penampungan sementara. Perlengkapan tersebut terdiri dari
lempengan seng untuk atap dan peralatan yang jika digabungkan
dengan material yang dapat diselamatkan akan membantu
warga membangun perumahan sementara. Pemerintah meminta
penggunaan lempengan seng – dan bukan lempengan plastik
–karena lempengan-lempengan tersebut dapat digunakan dalam
rekonstruksi pasca-darurat.
IOM juga telah menyusun paket peralatan bagi individu dan
masyarakat yang akan digunakan untuk menghancurkan struktur
yang tidak aman dan membangun rumah baru di atas tanahnya.
Masing-masing peralatan bagi individu terdiri dari sekop, gergaji,
palu, pahat, golok, ember, kawat, paku dan sarung tangan kerja
yang dikemas dalam sebuah kantong peralatan. Peralatan bagi
masyarakat, yang akan digunakan secara bersama oleh lima
keluarga, terdiri dari gerobak dorong, palu godam, linggis, gergaji
besar, pemotong seng dan tali.
Air, Sanitasi dan Kebersihan
Pada Oktober 2009, IOM mendirikan proyek percontohan Air,
Sanitasi dan Kebersihan di Sumatera Barat dimana pelajaran-
pelajaran penting diperoleh tentang proses masyarakat, tantangan
teknis dan biaya.
Dengan belajar dari pengalaman tersebut, IOM meluncurkan
sebuah program yang akan membangun hingga 250 fasilitas
kebersihan umum yang terdiri dari lima jamban dan tempat
mandi, sebuah tempat cuci pakaian dan penyimpanan air. Salah
satu jamban dalam fasilitas tersebut akan dirancang bagi orang
cacat fisik. Proyek ini juga akan mencakup kegiatan penyadaran
kebersihan.
Karena setiap fasilitas dapat melayani 100 warga, sekitar 25.000
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200936
Pariaman and Agam districts will get improved access
to the public hygiene, which can reduce the risk of
outbreaks of water-borne and sanitation-related
diseases.
Human interest story
Post Treatment Support Brings Peace of Mind Ibu Rosniar’s days used to be much the same as those of
other housewives in Indonesia. They included household
tasks, cleaning, washing, preparing meals and looking
after her three children and two grandchildren.
An active fifty-nine year old, Ibu Rosniar was rearranging
the furniture in her living room while her husband,
a retired soldier, was fixing their roof when the 7.9
magnitude earthquake hit Padang on 30 September
2009.
It was as Ibu Rosniar was running through the front
yard, calling for her husband to get down on the roof,
that a wall collapsed on her leg.
She visited a local paramedic to fix what she thought was
a sprained ankle. But in the week following the quake
there was no improvement in her condition, and the
pain in her leg became excruciating.
Her husband heard about the Indonesian navy’s floating
Dr. Soeharso hospital operating in Teluk Bayur harbor
which provided free medical service to earthquake
victims. He took his wife to the ship, where doctors
found that her ‘sprain’ was in fact a bad break. They
operated and inserted eight surgical pins to reconnect
the bones .
To recover fully, Rosniar needed rest, but the floating
hospital was due to leave, having already stayed in the
port for ten days. The hospital staff referred her to IOM,
which organized her return home and subsequently
helped her to get follow up treatment at a referral
hospital free of charge.
Rosniar was just one of over 2,800 beneficiaries of
IOM’s medical returns programme in West Sumatra
following the 2009 earthquakes, which was provided
with the support of the European Commission’s
Humanitarian Aid Department (ECHO).
Dr. Arie Zakaria of the Dr. Soeharso hospital says that
this type of assisted medical return programme helps
victims of natural disasters to move forward with
their lives. “Services like this are really needed during
emergencies. They not only support physical healing,
but also the recovery of the victim’s state of mind,”
he observes.
penerima bantuan di Kabupaten Pariaman dan Agam districts
akan memperoleh akses yang lebih baik terhadap kebersihan
umum, yang dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui air dan yang dipengaruhi oleh kebersihan.
Cerita kemanusiaan
Bantuan Pasca-Perawatan Membawa Ketenangan Bathin Hari-hari yang dijalani oleh ibu Rosniar dahulunya sama dengan
yang dijalani oleh ibu-ibu rumah tangga lain di Indonesia.
Kegiatannya termasuk melaksanakan tugas-tugas rumah tangga,
mencuci, menyiapkan makanan dan merawat ketiga anaknya serta
dua cucu.
Sebagai ibu berusia lima puluh sembilan tahun yang masih aktif,
ibu Rosniar sedang menata ulang perabotan di ruang tamunya
sementara suaminya, seorang purnawirawan TNI, sedang
memperbaiki atap saat gempa yang berkekuatan 7,9 skala Richter
tersebut menghantam Padang pada 30 September 2009.
Saat ibu Rosniar berlari melewati taman depan sambil meneriaki
suaminya untuk turun dari atap, sebuah tembok runtuh di atas
kakinya.
Ia mengunjungi seorang dukun untuk merawat apa yang ia kira
hanya kaki yang terkilir. Namun dalam minggu setelah gempa,
ia tidak melihat adanya perbaikan, dan rasa sakit di kakinya
menjadi lebih parah.
Suaminya mendengar tentang rumah sakit apung Dr. Soeharso
miliki TNI AL di pelabuhan Teluk Bayur yang menyediakan
layanan medis cuma-cuma bagi para korban gempa bumi.
Ia membawa isterinya ke kapal tersebut, dimana para dokter
menemukan bahwa kakinya yang ‘terkilir’ sesungguhnya
mengalami patah tulang yang cukup parah. Mereka melakukan
pembedahan dan memasukkan delapan pin untuk menyambung
kembali tulangnya.
Untuk dapat pulih secara total, Rosniar membutuhkan istirahat,
namun rumah sakit apung tersebut akan segera bertolak dari
pelabuhan setelah beroperasi selama sepuluh hari. Para staf
rumah sakit tersebut merujukknya ke IOM, yang mengatur
kepulangannya dan membantunya untuk mendapatkan
perawatan lanjutan di rumah sakit rujukan secara bebas biaya.
Rosniar hanya salah satu dari lebih 2.800 penerima bantuan
medis IOM di Sumatera Barat setelah terjadinya gempa di tahun
2009, yang diberikan dengan dukungan European Commission’s
Humanitarian Aid Department (ECHO).
Dr. Arie Zakaria dari rumah sakit Dr. Soeharso mengatakan
bahwa bentuk bantuan pemulangan medis ini membantu para
korban bencana alam untuk melanjutkan hidupnya. “Layanan
seperti ini sangat dibutuhkan selama masa darurat. Bantuan
tersebut tidak hanya membantu pemulihan fisik, namun juga
pemulihan keadaan bathin para korbanm,” jelasnya.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 37
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200938
By the numbers Berdasarkan angka 2008 / 2008
National Construction Services Programme Yogyakarta Program Layanan Konstruksi Nasional, Yogyakarta
250,000 Emergency shelter items distributed (NFIs); equivalent to 40,000 packages of NFIs distributed / Barang hunian darurat dibagi-bagikan (non-makanan); sebanyak 40.000 paket NFI yang dibagi-bagikan
> 15,000 Transitional shelters constructed /Lebih dari 15.000 hunian sementara dibangun
100 Pilot steel frame (semi-permanent) houses and WATSA N facilities constructed /Rumah rangka baja (semi-permanen) dan fasilitas air dan kebersihan dibangun
66 Adjusted houses constructed /Rumah yang dibangun dengan penyesuaian
40 WATSA N facilities constructed /Fasilitas air dan kebersihan dibangun
16,600 Beneficiaries participated in Earthquake Safe Construction Awareness Raising Campaign (2006-2007) /Penerima bantuan ikut serta dalam Kampanye Peningkatan Kesadaran Konstruksi Aman Gempa (2006-2007)
1,894 Beneficiaries received capacity building in Safe and Earthquake Resistant Construction Practices /Penerima bantuan menerima peningkatan kapasitas mengenai Langkah-langkah Konstruksi Tahan Gempa
1,962 Beneficiaries trained in Disaster Preparedness /Penerima bantuan yang dilatih tentang Persiapan Menghadapi Bencana
as of 15 November 2009 / hingga 15 Nopember 2009
Yogyakarta and Central Java Livelihoods Programme Program Mata Pencaharian Yogyakarta dan Jawa Tengah
2,661 Micro and small enterprises benefiting from the project (selected as IOM beneficiaries) equivalent to 89% of the planned total number of
3,000 /Usaha mikro dan kecil yang menerima manfaat dari proyek (dipilih sebagia penerima bantuan IOM) yang merupakan 89% dari keseluruhan jumlah yang direncanakan sebesar 3.000
18 Villages selected and targeted in Yogyakarta and Central Java provinces /Desa yang dipilih dan ditargetkan di Yogyakarta dan Jawa Tengah
13,300 Inhabitants of Selopamioro village and sub-villages (Bantul district/Yogyakarta Province) who benefited though the reconstruction of a
community centre, which had been destroyed by the earthquake /Warga desa Selopamioro (kabupaten Bantul, Yogyakarta) yang menerima manfaat dari pembangunan pusat kegiatan masyarakat, yang hancur akibat gempa
25 Per cent more agricultural output (rice and vegetables) achieved annually by the rehabilitation of their earthquake-damaged community
irrigation system in Kebon village (Klaten disctrict/Central Java Province), directly benefiting 133 farming families /Persen peningkatan hasil pertanian (beras dan sayuran) yang dicapai setiap tahunnya melalui rehabilitasi sistem irigasi rakyat yang rusak akibat gempa di desa Kebon (Kabupaten Klaten, Jawa Tengah), yang secara langsung membantu 133 rumah tangga petani
779 Micro and small enterprises supported through productive asset placement /Usaha mikro dan kecil yang dibantu melalui pemberian modal produktif
1,596 Micro and small enterprises that have received technical assistance /Usaha mikro dan kecil yang telah menerima bantuan teknis
191 Micro and small enterprises that have participated in expos and fairs /Usaha mikro dan kecil yang telah mengikuti ekspo dan pameran
759 Micro and small enterprises that have joined in cross-visits to established production centres or model companies /
Usaha mikro dan kecil yang telah ikut dalam kunjungan ke pusat-pusat produksi atau perusahaan percontohan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 39
as of end of December 2009 / hingga Desember 2009
West Sumatra Emergency Response Tanggap Darurat di Sumatera Barat
14,310 Metric tons of food and non-food items have been transported through IOM trucking services throughout the West Sumatra region / Metrik ton bahan makanan dan non-makanan yang telah diangkut melalui layanan angkutan truk IOM di daerah Sumatera Barat
4,011 Trucks and heavy vehicles were deployed to assists the distribution of relief goods /Truk dan kendaraan berat yang dimobilisasi guna membantu pendistribusian bahan bantuan
5,329 Individual trips have been conducted /Perjalanan telah dilakukan
168 Organizations and governmental institution have been assited in transporting various aid and relief items throughout the affected region /Organisasi dan lembaga pemerintahan telah dibantu dalam mengangkut berbagai bahan bantuan di daerah-daerah yang terkena bencana
2,829 Beneficiaries were assisted through IOM Assisted Medical Return Project /Penerima bantuan telah dibantu melalui proyek Pemulangan Medis IOM
9,940 Individual hygiene kits have been distributed to students elementary schools in geographic area of Padang and Padang Pariaman district /Paket kebersihan individual telah dibagi-bagikan kepada siswa-siswa sekolah dasar di Kotamadya Padang dan kabupaten Padang Pariaman
181 Sites have been verified and activities started for construction of public hygiene facilities serving up to 25,000 people including disabled
from affected areas /Lokasi telah diverifikasi dan kegiatan telah dimulai untuk pembangunan fasilitas kebersihan publik yang melayani hingga 25.000 orang termasuk penyandang cacat dari daerah-daerah yang terkena imbas bencana
5,200 Beneficiaries have received individual toolkits to aid reconstruction and clearing efforts /Penerima bantuan telah menerima paket perkakas individual untuk membantu rekonstruksi dan usaha pembersihan reruntuhan
993 Communal toolkits were distributed /Paket perkakas bersama telah didistribusikan
100,000 DRR and safe contruction posters are being distributed throughout the affected region co-developed and printed by IOM and distributed
by various members of Shelter Cluster and government offices /Poster DRR dan konstruksi yang aman dibagi-bagikan di daerah-daerah yang terkena imbas bencana, yang turut dikembangkan dan dicetak oleh IOM dan didistribusikan oleh berbagai Kelompok Hunian dan kantor-kantor pemerintahan
Migration HealthKesehatan Migrasi
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200942
Migration HealthKesehatan Migrasi
As people travel faster to more destinations, individuals
link the health environments of their home, transit,
and host countries, creating global communities that
contain both health risks and potential benefits.
Population mobility is a fact of life in modern Indonesia.
But to millions of Indonesian migrant workers and
aspirant migrants, the economic gains of migration may
be offset against its social and health costs. Indonesia,
with 17,600 islands spread across 2 million square
kilometres, has the world’s fourth largest population,
and is by international standards a highly mobile
population.
Millions of Indonesian workers leave their families and
villages to work in cities, factories, construction sites,
mines and plantations all over the country.
Hundreds of thousands of others leave Indonesia each
year to work abroad. The majority are employed in
unskilled work categories, and of the total outbound
migrant workers, 80% are women who migrate to work
in the domestic and caregiver sectors.
Irregular migration through the country’s porous
borders with Papua New Guinea, Timor-Leste, Malaysia
and Singapore is also increasing, making migrants
more vulnerable to exploitation, abuse, harassment and
marginalization from health and social services.
Mobility within Indonesia is also associated with internal
displacement as a result of conflict or natural disasters.
This increases the burden on the country’s generally
under-resourced public health and social services.
Indonesia leads the list of countries at risk of a pandemic
from the highly pathogenic Avian Influenza caused by
the H5N1 virus. The health and livelihood implications
of such a pandemic would be dire, particularly in terms
of migrant populations, due to underlying factors
such as access to services, displacement, and a lack of
coherent community preparedness and awareness of
the affects of the pandemic and mitigation measures.
Dengan semakin cepatnya orang bergerak ke tempat tujuan yang
beragam, para individu tersebut menciptakan keterkaitan antara
kesehatan rumah mereka, tempat transit, dan negara tujuan, dan
dengan demikian menciptakan masyarakat global yang tidak
hanya memiliki manfaat-manfaat potensial namun juga risiko
kesehatan .
Mobilitas penduduk merupakan fakta hidup dalam Indonesia
yang modern. Namun bagi jutaan tenaga kerja migran Indonesia
serta para calon migran, manfaat ekonomi dari migrasi dapat
dikalahkan oleh kerugian sosial dan kesehatan. Indonesia, dengan
17.600 pulaunya di daerah yang terbentang seluas 2 juta kilometer
persegi, memiliki jumlah penduduk keempat terbanyak, dan
berdasarkan standar internasional merupakan penduduk yang
cenderung berpindah-pindah (mobile).
Jutaan pekerja Indonesia meninggalkan keluarga dan desa mereka
untuk bekerja di perkotaan, pabrik, area konstruksi, pertambangan
dan perkebunan di berbagai tempat di Indonesia.
Ratusan ribu lainnya meninggalkan Indonesia setiap tahunnya
untuk bekerja di luar negeri. Sebagian besar dari mereka bekerja
sebagai pekerja tak terlatih, dan dari seluruh jumlah pekerja yang
bekerja di luar, 80% adalah perempuan yang bermigrasi untuk
bekerja di sektor domestik dan perawat.
Migrasi gelap melalui celah-celah dalam perbatasan Indonesia
dengan Papua New Guinea, Timor-Leste, Malaysia dan Singapura
juga semakin meningkat, menyebabkan para migran menjadi
lebih rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, pelecehan dan
marjinalisasi di bidang layanan kesehatan dan sosial.
Mobilitas di dalam Indonesia juga dikaitkan dengan pengungsian
internal sebagai akibat konflik atau bencana alam. Hal ini
meningkatkan beban pada layanan kesehatan publik dan sosial
yang secara umum kekurangan sumber daya.
Indonesia berada di posisi teratas dalam daftar negara yang
memiliki risiko pandemi flu burung yang disebabkan oleh virus
H5N1. Implikasi kesehatan dan mata pencaharian dari pandemi
tersebut akan sangat serius, khususnya dari segi penduduk migran,
dikarenakan beberapa faktor mendasar seperti akses terhadap
layanan, pengungsian, dan kurangnya persiapan masyarakat
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 43
In 2009, IOM with its partners continued to respond
to migration and public health challenges in Indonesia
through its various health programmes:
• Maternal and child health for internally displaced
populations and host communities.
• Psychosocial and mental health programmes for
post-conflict affected communities.
• Emergency medical response for victims of natural
disasters.
• Integrated HIV and population mobility awareness
raising for targeted beneficiaries of IOM programmes
and services.
• Avian influenza and pandemic preparedness for
migrants and host communities.
• Migration health assessments for migrants and
refugees.
• Health and psychosocial services for irregular
migrants and victims of trafficking.
Maternal and Child Health (MCH)
In its third year of implementation, IOM’s partnership
with the Harvard Medical School (HMS) to advance
safe delivery and neonatal health in communities in
Aceh where former internally displaced people (IDPs)
have resettled became increasingly integrated into the
public health system.
The programme continued to train midwives in
managing obstetrical emergencies and neonatal asphyxia
and moved towards a more structured approach in
addressing neonatal health by supporting and utilizing
the training system of the Ministry of Health and the
World Health Organization (WHO) for Integrated
Management of Childhood Illness.
A total of 1,000 midwives underwent training and
then went on to conduct home visits in villages. Building
the capacity of midwives through training contributes
to the strengthening of Indonesia’s national health
system.
yang koheren dan kesadaran mengenai pengaruh pandemi dan
tindakan penanggulangan.
Selama 2009, IOM dengan para mitranya terus memberi
tanggapan atas tantangan-tantangan migrasi dan kesehatan publik
di Indonesia melalui berbagai program kesehatannya seperti:
• Kesehatan ibu dan anak bagi kelompok pengungsi internal dan
masyarakat penerima.
• Program-program kesehatan psikososial dan mental bagi
masyarakat yang terkena dampak konflik.
• Bantuan medis darurat bagi korban dan bencana alam.
• Peningkatan kesadaran tentang HIV dan mobilitas penduduk
yang terintegrasi bagi penerima bantuan dari program dan
layanan IOM.
• Persiapan menghadapi flu burung dan pandemi bagi migran
dan masyarakat penerima.
• Pemeriksaan kesehatan migrasi bagi para migran dan pengungsi.
• Layanan kesehatan dan psikososial bagi migran gelap dan
korban perdagangan manusia.
Kesehatan Ibu dan Anak
Di tahun ketiga pelaksanaannya, kemitraan IOM dengan Harvard
Medical School (HMS) yang bertujuan memajukan persalinan
yang aman dan kesehatan pasca-kelahiran di berbagai komunitas
di Aceh dimana mantan pengungsi internal telah menetap,
menjadi lebih terintegrasi ke dalam sistem kesehatan publik.
Program ini terus melatih para bidan dalam menangani keadaan
darurat persalinan dan neonatal asphyxia dan bergerak ke arah
pendekatan yang lebih terstruktur dalam menanggapi kesehatan
neonatal dengan cara mendukung dan memanfaatkan sistem
pelatihan Departemen Kesehatan dan Badan Kesehatan Dunia
(WHO) untuk Penanganan Penyakit Anak yang Terintegrasi.
Sejumlah 1.000 bidan mengikuti pelatihan dan kemudian
melakukan kunjungan rumah di desa-desa. Pengembangan
kapasitas bidan melalui pelatihan semakin memperkuat sistem
kesehatan nasional Indonesia.
Dengan keberhasilan pelaksanaan programnya menyangkut
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200944
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 45
With the successful implementation of its maternal and
child health programme in Aceh, IOM is now developing a
model programme for other parts of Indonesia. As a member
of UN Country team, IOM continued to participate in the
development of the UN Joint Programme of Support for
Papua and hopes to extend its maternal and child health
interventions to the province.
Psychosocial and Mental Health
In 2009, IOM in partnership with the Harvard Medical
School (HMS) and with the support of the World Bank
continued to provide psychosocial and mental health services
and outreach to communities affected by the past conflict
in Aceh. A total of 6,007 beneficiaries were provided with
general health assessment services. Of these 2,000 patients
in two districts were identified with mental and psychosocial
health problems.
Doctors and Community Mental Health Nurses were also
provided with formal intensive trainings and separate,
specialized on-the-job field training in identifying and
addressing mental health and psychosocial needs based on
the Interagency Standing Committee (IASC) Guidelines on
Mental Health and Psychosocial Support in Emergencies,
in collaboration with the University of Indonesia.
The programme was conceived as a result of the findings of
the mental health assessments during demobilization health
assessment of ex-combatants, and designed from structured
baseline studies on the psychosocial and mental health needs
of communities affected by the past conflict in Aceh.
The programme has not only provided and established
medical, psychosocial and mental health services and training
in conflict-affected communities, but has also embarked on
testing the hypothesis that improving the economic situation
of victims of conflicts suffering from mental health problems
will help to improve their mental health condition. As part
of its psychosocial and mental health activities, IOM
provided livelihood assistance to 200 individuals over a
control group of 600 individuals with similar histories of
conflict exposure and suffering from mental health problems.1
Psychosocial and mental health counselling is also integrated
as a subject in the training curriculum of the IOM’s Indonesian
National Police (INP) Training Programme in Aceh.
The focus of IOM’s police project is on human rights and
community policing. Integrating psychosocial and mental
health counselling into the curriculum equips members of
the INP in Aceh with skills that will enable them to reach out
to their colleagues in the police force and help them to
maintain their psychosocial and mental well-being, in turn
improving the services they can provide in their communities.
1 Concept Paper: “An Empirical Study of the Leveraging Effects of Livelihood Interventions in a Post-Conflict Mental Health Programme,
Aceh, Indonesia, 2008 / Naskah konsep: “Sebuah Studi Empiris Tentang Efek Peningkat Intervensi Mata Pencaharian dalam Program
Kesehatan Mental Pasca-Konflik, Aceh, Indonesia, 2008
kesehatan ibu dan anak di Aceh, IOM saat ini sedang mengembangkan
sebuah program percontohan untuk daerah-daerah lain di
Indonesia. Sebagai anggota tim PBB, IOM terus berpartisipasi dalam
pengembangan sebuah Program Gabungan PBB untuk Bantuan
Bagi Papua dan berharap akan memperluas intervensi kesehatan
ibu dan anak untuk mencakup propinsi tersebut.
Kesehatan Psikososial dan Mental
Selama 2009, IOM bersama-sama dengan Harvard Medical
School (HMS) dan dengan dukungan dari Bank Dunia terus
memberikan layanan psikososial dan kesehatan mental dan
kunjungan ke masyarakat yang terkena dampak konflik di masa
lalu di Aceh. Sejumlah 6.007 penerima bantuan diberikan layanan
pemeriksaan kesehatan umum. Dari jumlah tersebut, 2.000
pasien di dua kabupaten telah diidentifikasi mengidap masalah
kesehatan mental dan psikososial.
Melalui kerjasama dengan Universitas Indonesia, para dokter dan
perawat kesehatan mental masyarakat juga diberikan pelatihan
intensif formal dan pelatihan lapangan khusus yang terpisah di
bidang penanganan dan penanggulangan masalah kesehatan
mental dan kebutuhan psikososial yang didasarkan pada Pedoman
Bantuan Kesehatan Mental dan Psikososial Dalam Situasi Darurat
yang diterbitkan oleh Interagency Standing Committee (IASC).
Program ini diciptakan berdasarkan hasil dari temuan-temuan
dari penelitian kesehatan mental selama pemeriksaan kesehatan
demobilisasi bagi mantan kombatan, dan dirancang berdasarkan
studi ‘baseline’ terstruktur terhadap kebutuhan kesehatan
psikososial dan mental dari komunitas-komunitas yang terimbas
konflik masa lalu di Aceh.
Program ini tidak hanya memberikan dan mendirikan layanan
dan pelatihan medis, psikososial dan mental di komunitas-
komunitas yang terkena imbas konflik, namun juga telah mulai
pengujian hipotesa bahwa memperbaiki situasi ekonomi korban
konflik yang menderita masalah kesehatan mental juga akan
membantu meningkatkan kondisi kesehatan mental mereka.
Sebagai bagian dari kegiatan psikososial dan kesehatan mental
program tersebut, IOM menyediakan bantuan mata pencaharian
kepada 200 individu dari sebuah kelompok kontrol dimana
sebanyak 600 orang memiliki sejarah konflik yang sama dan
mengidap masalah-masalah kesehatan mental.1
Konseling kesehatan psikososial dan mental juga diintegrasikan
sebagai sebuah mata pelajaran dalam kurikulum Program
Pelatihan Kepolisian Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh
IOM di Aceh.
Fokus dari proyek polisi IOM ini adalah pada HAM dan perpolisian
masyarakat. Pengintegrasian konseling kesehatan psikososial dan
mental ke dalam kurikulum memberikan keterampilan kepada
para anggota Polri di Aceh yang memungkinkan mereka untuk
membantu rekan mereka di kepolisian dalam rangka menjaga
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200946
Two trainings on counselling were conducted for 64
trainers of the Aceh National Police (POLDA NAD) in
2009.
HIV and Population Mobility
In Indonesia, IOM ensures that the link between
population mobility and HIV is appropriately addressed
and integrated in the activities of its programmes.
Interventions are based on a multi-disciplinary rights-
based approach that addresses the specific HIV-related
vulnerabilities of mobile and migrant populations,
including displaced persons and victims of trafficking.
HIV prevention and care components are integrated
in IOM’s community health education and promotion
projects targeting populations displaced by the tsunami
in the Community Health Revitalization Programme,
and conflict-affected communities in the Direct Health
and Psychosocial Assistance Programme in Aceh.
HIV-related health education promotion and treatment
aspects are also integrated in the psychosocial
counselling, medical and referral services for irregular
migrants under the Management and Care of Intercepted
Irregular Migrants Programme, as well as victims of
trafficking assisted through the Return, Recovery and
Reintegration Programme.
For other programmes, HIV awareness is integrated
with gender-based violence in the curriculum for human
rights and community policing taught to the police
through IOM’s INP Training Programme.
IOM ensures that the IOM-provided Immigration
Health Assessment undertaken by migrants and refugees
resettling in countries requiring HIV tests includes
high quality voluntary pre- and post counselling and
confidential HIV testing.
Since 2007 IOM, as a member of the UN Joint Team on
HIV, has worked closely with its UN partners to develop
the UN Joint Programme of Support for HIV in Papua.
In July 2009 IOM launched a 1-year project to establish
a “Court of Women in Trafficking and HIV: From
Vulnerability to Free, Just and Safe Movement” in
Jakarta with partners the United Nations Population
Fund (UNFPA) and the United Nations Development
Programme (UNDP.)
As a result of the campaign, a common advocacy
position has been established to include HIV and
Population Mobility interventions in the National AIDS
Commission Round 9 proposal to the Global Fund to
Fight Aids, Tuberculosis and Malaria (GFATM).
On advocacy and support to policy development, IOM
works with a wide range of international organizations,
kesehatan psikososial dan mental mereka, sehingga meningkatkan
layanan yang dapat mereka berikan kepada komunitas mereka.
Dua pelatihan tentang konseling diselenggarakan bagi 64 pelatih
di Polda NAD selama periode 2009.
HIV dan Mobilitas Penduduk
Di Indonesia, IOM memastikan bahwa keterkaitan antara
mobilitas penduduk dan HIV ditangani dengan baik dan
diintegrasikan ke dalam kegiatan program-programnya. Intervensi
didasarkan pada pendekatan multi-disipliner yang berbasis hak
yang menanggapi kerentanan spesifik yang terkait dengan HIV
yang dialami oleh para penduduk yang berpindah-pindah dan
migran, termasuk pengungsi internal dan korban perdagangan
manusia.
Komponen pencegahan dan perawatan HIV diintegrasikan ke dalam
proyek-proyek pendidikan dan pemajuan kesehatan masyarakat
IOM yang menargetkan penduduk yang harus mengungsi akibat
tsunami di bawah program Revitalisasi Kesehatan Masyarakat,
dan komunitas-komunitas dalam Program Bantuan Langsung
Kesehatan dan Psikososial di Aceh.
Aspek pemajuan pendidikan kesehatan dan penanganan yang terkait
HIV juga diintegrasikan ke dalam layanan konseling psikososial, medis
dan rujukan bagi migran gelap di bawah Program Penanganan dan
Perawatan Migran Gelap Yang Tertangkap, disamping juga korban
perdagangan manusia yang dibantu melalui Program Pemulangan,
Pemulihan dan Reintegrasi.
Untuk program-program lainnya, kesadaran tentang HIV
diintegrasikan dengan kekerasan berbasis gender dalam kurikulum
untuk HAM dan perpolisian masyarakat yang diajarkan kepada
polisi melalui Program Pelatihan Polri yang diselenggarakan IOM.
IOM memastikan bahwa Pemeriksaan Kesehatan Imigrasi yang
disediakan oleh IOM yang dijalani oleh para migran dan pengungsi
yang akan menetap di negara yang mensyaratkan pengujian
HIV mencakup pra- dan pasca-konseling bersifat sukarela yang
berkualitas tinggi dan pengujian HIV secara rahasia.
Sejak 2007 IOM sebagai anggota Tim Gabungan HIV PBB, telah
bekerjasama secara dekat dengan para mitra dari PBB dalam
mengembangkan Program Gabungan Dukungan HIV PBB di Papua.
Pada Juli 2009, IOM meluncurkan sebuah proyek satu tahun untuk
membentuk sebuah “Badan Wanita Korban Perdagangan Manusia
dan HIV: dari Kerentanan Hingga Perpindahan Yang Bebas,
Adil dan Aman” di Jakarta, bersama mitra dari United Nations
Population Fund (UNFPA) dan United Nations Development
Program (UNDP.)
Sebagai hasil dari kampanye tersebut, sebuah posisi advokasi
bersama telah dicanangkan agar mencakup intervensi HIV
dan Mobilitas Penduduk dalam proposal Putaran 9 Komisi
AIDS Nasional ke dalam Dana Global Untuk Memerangi Aids,
Tuberculosis dan Malaria (Global Fund to Fight Aids, Tuberculosis
and Malaria - GFATM).
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 47
governmental and non-governmental organizations for
the protection of migrants’ rights and to reduce the HIV
vulnerability of mobile populations.
Emerging and Re-emerging Diseases
For the past few years, the threat of avian and pandemic
influenza has triggered the development of national
strategies and pandemic preparedness plans, as well
as prompting regional dialogue on how to address
emerging and re-emerging diseases, particularly in the
Asia-Pacific region.
As of October 2008, 97% (141/145) of countries
surveyed reported that they had pandemic preparedness
plans, although the quality and comprehensiveness
of the plans varied significantly between countries2.
Some countries have put into practice key points of
the World Health Organization’s (WHO) pandemic
preparedness guidelines, and also adhere to the newly
revised International Health Regulations (IHR, May
2005) that came into force in June 2007, and the Asia
Pacific Strategy for Emerging Diseases (WHO, 2005).
To date, it has been confirmed that Avian influenza
(H5N1) and Influenza A (H1N1) has spread to
24 province of Indonesia, with a total of over 900
confirmed human cases.
Based on the organization’s understanding of migrant
populations, IOM has successfully argued for the
inclusion of migrants and their host communities
within the national and regional planning processes.
In recognizing the specific vulnerability of such
populations, IOM, in partnership with the UN System,
supports migrant access to public health interventions
to protect them against disease.
In Indonesia, IOM has completed a baseline assessment
that determines the level of knowledge, attitudes,
practices and behaviour regarding AHI and pandemic
preparedness in targeted migrants and host communities
of its programmes in Bogor and Mataram, where
irregular migrants are hosted within local communities.
The result of this baseline assessment is expected to
be published in November 2009.
To improve knowledge in communities where migrants
live, IOM has reproduced and distributed posters and
leaflets which have been translated into 4 languages:
Farsi (for Afghan migrants), Tamil (for Sri Lankan
migrants), Arabic (for Iraqi migrants) and Bahasa
Indonesia (for host communities.) These materials were
developed by IOM in collaboration with the National
2 Responses to Avian Influenza and State of Pandemic Readiness- Fourth Global Progress Report 2008 / Tanggapan Terhadap Avian
Influenza dan Keadaan Siap Pandemi - Laporan Perkembangan Global Keempat 2008
Di bidang advokasi dan dukungan terhadap pengembangan
kebijakan, IOM bekerjasama dengan serangkaian organisasi
internasional, organisasi pemerintah dan LSM untuk menciptakan
perlindungan bagi hak-hak migran dan mengurangi kerentanan
terhadap HIV bagi penduduk dengan mobilitas tinggi.
Penyakit yang Muncul dan Muncul Kembali
Selama beberapa tahun belakangan ini, ancaman flu burung
dan pandemi telah memicu pengembangan strategi nasional dan
rencana persiapan terhadap pandemi, disamping juga mendorong
dialog regional mengenai bagaimana cara menanggapi penyakit
yang muncul dan muncul kembali, khusus di kawasan Asia-
Pasifik.
Hingga Oktober 2008, 97% (141/145) negara-negara yang disurvei
melaporkan bahwa mereka memiliki rencana persiapan pandemi,
walau kualitas dan seberapa menyeluruhnya dari rencana-
rencana tersebut berbeda-beda antar negara2.
Beberapa negara telah mempraktekkan hal-hal utama yang
terdapat di dalam panduan persiapan pandemi yang dikeluarkan
Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan juga memenuhi Peraturan
Kesehatan Internasional yang baru saja direvisi (International
Health Regulations - IHR, Mei 2005) dan mulai berlaku pada
bulan Juni 2007, serta Strategi Asia Pasifik Untuk Penyakit yang
Baru Timbul (Asia Pacific Strategy for Emerging Diseases - WHO,
2005).
Hingga kini, telah dikonfirmasikan bahwa flu burung (H5N1) dan
Influenza A (H1N1) telah menyebar ke 24 propinsi di Indonesia,
dengan jumlah 900 kasus manusia yang dikonfirmasi.
Berdasarkan pemahamannya tentang populasi migran, IOM
telah berhasil memasukkan migran dan masyarakat yang
menerima mereka ke dalam proses perencanaan nasional
dan regional. Dengan mengakui kerentanan khusus kelompok
penduduk tersebut, IOM, secara kerjasama dengan Sistem PBB,
mendukung akses migran terhadap intervensi kesehatan publik
guna melindungi mereka dari penyakit.
Di Indonesia, IOM telah menyelesaikan sebuah penelitian baseline
yang menentukan tingkat pengetahuan, sikap, praktek dan perilaku
mengenai AHI dan kesiapan pandemi di komunitas migran dan
komunitas penerima tertentu di bawah programnya di Bogor dan
Mataram, dimana para migran gelap ditampung oleh masyarakat
setempat. Hasil dari penelitian tersebut diperkirakan terbit pada
November 2009.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan di komunitas-
komunitas dimana migran tinggal, IOM telah mencetak ulang dan
mendistribusikan poster dan selebaran yang telah diterjemahkan ke
dalam empat bahasa: Farsi (bagi migran dari Afghanistan), Tamil
(bagi migran dari Sri Lankan), Arab (bagi migran dari Irak) dan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200948
Committee for Avian Influenza and Pandemic Influenza
(KOMNAS FBPI), the Ministry of Health of the
Republic of Indonesia, and the Local District Health
Offices in Bogor and Mataram.
IOM Indonesia continues to expand its awareness
raising and pandemic preparedness activities to the
national level to address the needs of migrant and
host communities with regards of Pandemic Influenza
awareness.
Over the coming year, awareness raising will be
integrated in IOM’s Public Service Announcement
programmes, and pandemic preparedness will focus
on ensuring that migrants and host communities are
ready to cope not only with an Influenza Pandemic
Situation, but with any large scale crisis where systems
may be unable to cope. The programme will include a
Radio Health Talk Show in Bogor and Mataram, and
a local television programme in Bogor.
Counter-trafficking and Health
Indonesia is a country of origin, transit and destination
for trafficked persons. The socio-economic discrepancies
between regions and income differentials with
neighbouring countries such as Malaysia and Singapore
have led many Indonesians to leave their home villages
to seek a better life in big cities and abroad.
Although thousands of Indonesians are believed to be
trafficked abroad, many women, men and children are
trafficked internally for various kinds of exploitation,
including the commercial sex industry and domestic
servitude.
The Government of Indonesia’s 2007 Anti Trafficking
Law (UUPTPPO/No.21/) and subsequent 2008
regulations guarantee the right of all trafficked persons
to medical and psychosocial care. IOM played an
important advocacy role and provided technical support
in drafting the legislation, based on its delivery of services
as of October 2009 to over 3,598 Indonesian victims of
trafficking since 2005.
With IOM support, the Government of Indonesia has
finalized the minimum standards for service provision
to trafficked persons, and is currently developing the
Standard Operating Procedures.
In 2009 IOM continued to operate its one-stop recovery
centre at the Indonesian National Police Hospital in
Jakarta, where comprehensive medical and psychosocial
assistance is provided to trafficked persons. It also
continued to build the capacity of other government
facilities, especially shelters managed by the Department
of Social Affairs, to provide accommodation, food and
psychosocial care.
Bahasa Indonesia (untuk masyarakat penerima). Bahan-bahan
tersebut dikembangkan oleh IOM bersama-sama dengan Komisi
Nasional Flu Burung dan Pandemi Influenza (KOMNAS FBPI),
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten di Bogor dan Mataram.
IOM Indonesia terus memperluas kegiatan peningkatan
kesadaran dan persiapan pandemi kepada tingkat nasional guna
menjawab kebutuhan para migran dan komunitas penerima
terkait dengan kesadaran akan Pandemi Influenza.
Pada tahun-tahun mendatang, peningkatan kesadaran akan
diintegrasikan ke dalam program Layanan Masyarakat IOM, dan
kesiapan pandemi akan berfokus pada pemastian bahwa migran
dan komunitas penerima siap untuk menghadapi tidak hanya
Situasi Pandemi Influenza, namun juga segala krisis berskala
besar dimana sistem tidak mampu untuk menanggulanginya.
Program ini akan meliputi acara perbincangan kesehatan di
radio di Bogor dan Mataram serta acara televisi lokal di Bogor.
Anti-Perdagangan Manusia dan Kesehatan
Indonesia merupakan negara pengirim, transit dan tujuan bagi
orang-orang korban perdagangan manusia. Kesenjangan sosio-
ekonomi antar daerah dan perbedaan tingkat pendapatan
dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura
telah membuat banyak warga Indonesia meninggalkan kampung
halamannya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota-
kota besar dan di luar negeri.
Meski ribuan warga Indonesia diperkirakan diperdagangkan di
luar negeri, banyak perempuan, pria dan anak diperdagangkan
secara internal dalam berbagai macam bentuk eksploitasi,
termasuk industri seks komersil dan pekerja rumah tangga.
Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang No. 21 tahun
2007 (UUPTPPO) dan peraturan-peraturan yang diterbitkan
pada 2008 menjamin hak dari semua korban perdagangan
manusia untuk mendapatkan perawatan medis dan psikososial.
IOM memainkan sebuah peran advokasi yang penting dan
memberikan dukungan teknis dalam penyusunan perundang-
undangan tersebut, berdasarkan penyampaian layanan yang,
sejak 2005 hingga Oktober 2009, telah membantu lebih dari
3.598 korban perdagangan manusia Indonesian.
Dengan dukungan IOM, pemerintah Indonesia telah
menyelesaikan standar minimum penyediaan layanan bagi
korban perdagangan manusia, dan saat ini mengembangkan
Standar Prosedur Operasional yang terkait
Selama 2009, IOM terus mengelola pusat pemulihan terpadu
di Rumah Sakit Polri di Jakarta, dimana bantuan medis dan
psikososial yang bersifat menyeluruh diberikan bagi orang-orang
yang telah diperdagangkan. IOM juga terus membangun kapasitas
fasilitas-fasilitas lainnya milik pemerintah, khususnya rumah
penampungan (shelter) yang dikelola oleh Departemen Sosial,
guna memberikan akomodasi, makan dan perawatan
psikososial.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 49
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200950
Health and Irregular Migrants
In 2009 Indonesia remained a major transit country for
asylum seekers and economic migrants trying to reach
Australia. Migrants often risk perilous sea journeys
aboard ill-equipped and unsuitable vessels crewed by
ruthless smugglers. Those stranded or intercepted in
Indonesia are usually penniless and cannot access health
or social services. The numbers of intercepted irregular
migrants in Indonesia has increased significantly during
the last six months of 2009.
IOM, through a technical cooperation agreement
on migration management with the Government of
Indonesia, has provided mental health and Assisted
Voluntary Return counselling, medical care, food,
shelter and voluntary repatriation assistance to stranded
irregular migrants. Since its inception in December 1999,
IOM’s Management and Care of Intercepted Irregular
Immigrants Project has helped over 5,847 migrants
and continues to provide medical services, including
psychosocial and mental health services.
Migration Health Assessment
Quality assured immigration health assessment, pre-
departure health checks, and travel health assistance
are part of IOM’s traditional services for visa applicants,
refugees and immigrants to Australia, Canada, New
Zealand and the USA.
An immigration health assessment consists of a complete
physical examination, a chest x-ray, and laboratory
tests following the requirements of the migrant’s
country of destination. For migrants or visa applicants
requiring serology testing for HIV and syphilis, IOM
ensures that pre- and post HIV test counselling are
provided.
From October 2008 to September 2009 a total of 377
migrants, refugees and visa applicants underwent their
immigration health assessments with IOM. Of those
examined, 222 were self-paying immigrants and visa
applicants from Indonesia applying for resettlement to
Australia, Canada and New Zealand. Some 155 were
refugees bound for Australia, Canada, New Zealand and
the USA.
Human interest story #1
Midwives Train to Manage Post Partum Survival in AcehCut Yuslinda has been working as a midwife for 18 years
on the West Coast of Aceh, where she was first posted
to Puskesmas Kuala Bhee in 1993 to work on Polindes
Activity policlinic in the sub-district villages.
Kesehatan dan Migran Gelap
Hingga 2009 Indonesia masih merupakan negara transit utama
bagi pencari suaka dan migran ekonomi yang berusaha mencapai
Australia. Migran seringkali menghadapi risiko perjalanan
laut yang berbahaya dengan menggunakan kapal yang tidak
layak pakai yang diawaki oleh penyelundup yang tidak memiliki
rasa kemanusiaan. Mereka yang terdampar atau ditangkap di
Indonesia biasanya tidak memiliki uang dan tidak dapat
mengakses layanan kesehatan atau sosial. Jumlah migran gelap
yang tertangkap di Indonesia telah meningkat tajam selama
enam bulan terakhir pada 2009.
IOM, melalui sebuah kesepakatan kerjasama teknis di bidang
penanganan migrasi dengan Pemerintah Indonesia, telah
memberikan konseling kesehatan mental pemulangan sukarela
yang dibantu, perawatan medis, makanan, penampungan dan
bantuan repatriasi sukarela kepada migran gelap yang terdampar.
Sejak didirikan pada Desember 1999, Proyek Penanganan dan
Perawatan Imigran Gelap yang Ditangkap telah membantu lebih
dari 5.847 migran dan terus memberikan layanan medis, termasuk
layanan kesehatan psikososial dan mental.
Pemeriksaan Kesehatan Migrasi
Pemeriksaan kesehatan berdasarkan standar imigrasi,
pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan dan bantuan
perjalanan kesehatan adalah bagian dari pelayanan-pelayanan
IOM yang sudah ada sejak lama bagi para pemohon visa,
pengungsi dan imigran yang menuju Australia, Canada,
Selandia Baru dan Amerika Serikat.
Sebuah pemeriksaan kesehatan imigrasi terdiri dari
pemeriksaan fisik lengkap, Ronsen dada, dan pengujian
laboratorium sesuai dengan persyaratan negara yang dituju
oleh migran yang bersangkutan. Bagi migran atau pemohon visa
yang membutuhkan pengujian serologi untuk HIV dan syphilis,
IOM memastikan bahwa konseling pra- dan pasca-uji HIV
diberikan.
Sejak Oktober 2008 hingga September 2009, sejumlah 377 migran,
pengungsi dan pemohon visa menjalani pemeriksaan kesehatan
imigrasi pada IOM. Dari yang diperiksa, 222 adalah imigran atas
biaya sendiri dan pemohon visa dari Indonesia yang meminta
ditempatkan di Australia, Kanada dan Selandia Baru. Sekitar
155 orang adalah pengungsi yang menuju Australia, Kanada,
Selandia Baru dan Amerika Serikat.
Cerita kemanusiaan #1
Pelatihan Bidan untuk Menangani Keselamatan Post Partum di AcehCut Yuslinda telah bekerja sebagai bidan selama 18 tahun di pesisir
barat Aceh, dimana dia pertama kali ditugaskan di Puskesmas
Kuala Bhee di tahun 1993 untuk mendirikan Polindes (poliklinik
desa) di desa-desa kecamatan.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 51
She remembers that in her first years as a midwife it
was common to stop conducting neonatal visits the
first week after a birth. Sometimes, if there were
complications with the mother or the newborn, if the
baby had a cough, fever or diarrhea, families would
request that the midwife return. But if families did not
make specific requests, visits were rare after the first
week.
Back then, the midwives in Cut Yuslinda’s Puskesmas
had limited knowledge about the post partum period.
There were no specific forms or reporting procedures
regarding home visits, and the midwives did not posses
the knowledge or skills needed to identify danger signs
and perform procedures.
Counselling mothers on correct breast-feeding practices
and on how to care for their babies were not high
priorities for Cut Yuslinda and her colleagues.
The training most midwives received required them
to perform a basic visual check-up to see that the baby
and mother ‘looked’ well. Midwives never received any
specific guidance on how to conduct examinations
to check the eyes, mouth, umbilical cord and skin for
infection, or on how to take the baby’s weight. As a
result, home visits were based on the assumption that
if the baby and mother looked well, then everything was
OK.
Then Cut Yuslinda attended the IOM training of
trainers on Post Partum Survival, where for the first time
the midwives were shown how to examine newborn
babies and how to follow clinical procedures, from
weighing newborns to administrating immunizations.
The midwives learnt about immunizations, umbilical
cord care, the classification of certain infections and
diseases common to newborns, breastfeeding, and
counselling for mothers.
Cut Yuslinda sees a new confidence in the midwives
conducting home visits and counselling mothers on
correct breast feeding after the training, saying mothers
have benefited from the counselling and practical
demonstrations her colleagues are now able to provide.
“With the skills we’ve acquired through the IOM
training, trained midwives are now able to counsel family
members regarding neonatal care and immunization,
and clarify certain fears and misunderstandings about
children receiving immunizations,” she smiles.
Cut Yuslinda is now a Midwife Coordinator in
Puskesmas Meureubo, and a clinical trainer in post
partum survival. She regularly supervises the Home
Visits Programme, coaches the midwives receiving Post
Partum Survival Training, and is active in conducting
supervision, monitoring and evaluation of the home
visits in her district.
Ia ingat bahwa pada tahun pertamanya sebagai bidan, adalah
lazim untuk berhenti melakukan kunjungan neonatal seminggu
setelah persalinan. Terkadang, jika terdapat komplikasi pada
ibu atau bayi, jika bayi batuk, demam atau diare, keluarganya
akan meminta bidan untuk kembali. Namun jika keluarga tidak
membuat permintaan khusus, kunjungan jarang dilakukan setelah
minggu pertama.
Pada waktu itu, bidan di puskesmas dimana Cut Yuslinda bekerja
memiliki pengetahuan terbatas mengenai masa post partum
(pasca persalinan). Tidak ada formulir khusus ataupun prosedur
pelaporan untuk kunjungan rumah. Pada saat yang bersamaan
para bidan tidak memiliki pengetahuan maupun keterampilan
yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda-tanda bahaya dan
melaksanakan prosedur.
Dahulu, memberikan bimbingan kepada para ibu tentang
pemberian ASI secara benar dan bagaimana merawat bayi mereka
bukan merupakan prioritas utama bagi Cut Yuslinda dan rekan-
rekannya.
Pelatihan yang diperoleh oleh sebagian besar bidan mengharuskan
mereka untuk melakukan pemeriksaan visual mendasar untuk
melihat apakah bayi dan ibu ‘terlihat’ sehat. Selama ini bidan
tidak pernah menerima panduan spesifik mengenai cara
melakukan pemeriksaan untuk memeriksa mata, mulut, tali
pusar dan kulit untuk tanda-tanda infeksi, atau bagaimana cara
menimbang bayi. Akibatnya, kunjungan ke rumah didasarkan
pada asumsi bahwa jika bayi dan ibu terlihat sehat, maka
semuanya baik-baik saja.
Kemudian Cut Yuslinda mengikuti pelatihan untuk pelatih
yang diselenggarakan IOM tentang Keselamatan Post Partum,
dimana untuk pertama kalinya para bidan diberitahu cara
untuk memeriksa bayi yang baru lahir dan bagaimana mengikuti
prosedur klinis, dari menimbang bayi hingga memberi imunisasi.
Para bidan tersebut belajar mengenai imunisasi, perawatan tali
pusar, klasifikasi infeksi tertentu dan penyakit-penyakit yang
umum diderita bayi yang baru lahir, pemberian ASI, dan bimbingan
bagi para ibu.
Cut Yuslinda melihat adanya rasa percaya diri baru diantara
para bidan yang melakukan kunjungan rumah dan memberikan
bimbingan kepada ibu mengenai pemberian ASI secara benar
setelah mendapat pelatihan tersebut, dan mengatakan bahwa
para ibu telah memperoleh manfaat dari bimbingan yang
diberikan dan peragaan praktis yang sekarang dapat diberikan
oleh rekan-rekannya, ketika ada ibu yang mengalami kesulitan
memberi ASI kepada bayinya.
“Dengan keterampilan yang telah kami peroleh melalui pelatihan
IOM, para bidan yang telah dilatih sekarang dapat memberi
bimbingan kepada anggota keluarga mengenai perawatan
neonatal dan imunisasi, dan menjelaskan berbagai kekhawatiran
dan kesalahpahaman tentang anak yang mendapatkan imunisasi,”
katanya.
Cut Yuslinda sekarang adalah Bidan Koordinator di Puskesmas
Meureubo, dan adalah pelatih klinis mengenai keselamatan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200952
Cut Yuslinda hopes that midwives continue to work to
improve health care through Puskesmas-based refresher
trainings, and that immunizations and breastfeeding
will increase among mothers as a result of their
interactions with well-trained midwives.
Human interest story #2
Nazliana’s StoryNazliana is a mother of four living in Langkak village
in Nagan Raya District, where she gave birth to all her
children at home with the help of a local community
midwife.
Unfortunately, not all of Nazliana’s babies survived
home birth: her first baby experienced birth
complications, and even though the midwife attempted
to resuscitate her child, the baby died of causes
attributed to asphyxia.
The three other babies’ births were free of complications.
“The services provided by the community midwives
are good,” says Nazliana. “Once in a while, midwives
from the Puskesmas come to assist the midwives in the
delivery of ante-natal care through the Posyandu
monthly village outreach activities as well.”
Nazliana says that when she attended the Posyandu
with other pregnant woman they received counselling
and talks about ante natal care, immunization, iron
tablets, and additional nutrition.
When asked where women can go when there is a
problem or complication with their newborn baby,
Nazliana says that mothers generally go to Posyandu
or the community midwife’s house, and if there are
complications, the community midwife may then
refer them to an Obstetric Gynaecologist for further
examination.
Nazliana’s second baby, Syarifah Anggianur, was born
on April 8, 2009 and weighed 3 kilos. It was a normal
delivery attended by a community midwife, without
any complications.
Ten days after birth, red spots began to show across
Syarifah’s body, which Nazliana tried to cure using
a traditional method involving the application of
baking powder. The symptoms persisted. On the third
neonatal visit, the community midwife gave the
Nazliana an ointment for the spots, which healed the
condition in a week.
Since the birth, Nazliana has been regularly
breastfeeding, as advised by the community midwife.
Baby Syarifah reached the healthy weight of 4 kilos
after two and a half weeks.
post-partum. Ia secara berkala mengawasi Program Kunjungan
Rumah, melatih bidan yang memperoleh Pelatihan Keselamatan
Post Partum, dan aktif dalam melaksanakan pengawasan,
pemantauan dan evaluasi kunjungan rumah di kabupatennya.
Cut Yuslinda berharap para bidan akan terus meningkatkan
pelayanan kesehatan melalui pelatihan penyegaran di Puskesmas,
dan bahwa imunisasi dan pemberian ASI akan meningkat
diantara para ibu sebagai hasil dari interaksi mereka dengan
bidan-bidan yang telah terlatih dengan baik.
Cerita kemanusiaan #2
Kisah Nazliana Nazliana adalah ibu dari empat anak yang tinggal di desa
Langkak di Kabupaten Nagan Raya, dimana ia telah melahirkan
semua anaknya di rumah dengan bantuan seorang bidan desa.
Sayangnya, tidak semua bayi Nazliana selamat: bayi pertamanya
menderita komplikasi persalinan, dan walau bidan berusaha
untuk meresusitasi anak tersebut, bayinya meninggal disebabkan
oleh asphyxia.
Tiga kelahiran bayi lainnya bebas dari komplikasi. “Layanan yang
diberikan oleh bidan desa baik,” kata Nazliana. “Sekali waktu,
bidan dari Puskesmas datang untuk membantu bidan dalam
pemberian perawatan ante-natal melalui kegiatan kunjungan
desa bulanan di Posyandu.”
Nazliana menjelaskan bahwa ia datang ke Posyandu dengan
ibu-ibu lainnya dimana mereka mendapatkan bimbingan dan
informasi mengenai perawatan ante-natal, imunisasi, pil zat besi,
dan gizi tambahan.
Ketika ditanya ke mana ibu-ibu dapat berkunjung ketika terjadi
masalah atau komplikasi pada bayi mereka yang baru lahir,
Nazliana berkata bahwa para ibu umumnya ke Posyandu atau
rumah bidan desa, dan jika terdapat komplikasi, bidan desa dapat
merujuknya ke seorang spesialis Obstetric Gynaecologist untuk
pemeriksaan lebih lanjut..
Bayi kedua Nazliana, Syarifah Anggianur, lahir pada 18 April,
2009 dengan berat tiga kilo. Persalinannya normal dengan dibantu
oleh seorang bidan desa, tanpa adanya komplikasi.
Sepuluh hari setelah lahir, bintik-bintik merah mulai tampak
di seluruh badan Syarifah, yang berusaha diobati oleh Nazliana
dengan menggunakan cara tradisional yaitu pemakaian tepung
masak. Gejala tidak kunjung hilang. Pada kunjungan neo-natal
ketiga, bidan desa memberikan obat salep, dan kondisi tersebut
sembuh dalam waktu seminggu.
Sejak kelahiran tersebut, Nazliana secara teratur memberi
ASI, sebagaimana yang dinasehatkan oleh bidan desa. Syarifah
mencapai berat badan sehat yakni empat kilo setelah dua
setengah minggu.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 53
By the numbers Berdasarkan angka as of September 2009 / hingga September 2008
IOM Harvard Medical School Programme, Aceh Program IOM Harvard Medical School, Aceh
5 Districts in Aceh covered by IOM and HMS health programmes / Kabupaten di Aceh dicakup oleh program kesehatan IOM dan HMS
47 Sub-Districts in Aceh covered by IOM and HMS health programmes /Kecamatan di Aceh dicakup oleh program kesehatan IOM dan HMS
107 Midwife clinical educators trained in childbirth emergencies /Pelatih klinis bidan yang dilatih di bidang pertolongan persalinan darurat
653 Village midwives trained in childbirth emergencies in Aceh Barat, Nagan Raya and Aceh Jaya /Bidan desa dilatih tentang persalinan darurat di Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Jaya
5,992 Conflict-affected people received direct health assistance /Korban konflik menerima bantuan kesehatan
1,530 Mentally ill patients received treatment and follow-up /Pasien penyakit jiwa menerima perawatan dan perawatan lanjutan
48 Midwives trained as clinical educators for 661 village midwives in 17 sub-districts of Bireuen /Bidan dilatih sebagai pelatih klinis bagi 661 bidan desa di 17 kecamatan di Bireuen
270 Community mental health nurses and village volunteers trained in counselling and early detection of mental illness /Perawat kesehatan mental masyarakat dan relawan yang dilatih tentang konseling dan deteksi dini penyakit kejiwaan
598 Midwives evaluated on their skills and knowledge by using the “Observed Structured Clinical Exam” /Bidan dievaluasi keterampilan dan pengetahuannya dengan menggunakan “Observed Structured Clinical Exam”
357 Village midwives given additional training on post partum survival training focusing on mothers and neonates under 2 months old /Bidan desa diberikan pelatihan tambahan tentang keselamatan pasca-persalinan yang berfokus pada ibu dan bayi di bawah 2 bulan
1 October 2008 - 30 September 2009 / 1 Oktober 2008 - 30 September 2009
Migration Health Assessments and Irregular Migrants Programme, IndonesiaProgram Pemeriksaan Kesehatan Migrasi dan Migran Gelap, Indonesia
377
Immigrants and refugees underwent immigration health assessment through the IOM clinic /Imigran dan pengungsi yang menjalani pemeriksaan kesehatan migrasi melalui klinik IOM
5,657 Irregular migrants received direct health and psychosocial assistance from IOM /Irregular migrants received direct health and psychosocial assistance from IOM
8,789 Total number of health consultations provided to irregular migrants under the care of IOM (7,088 males and 1,701 females) /Jumlah total konsultasi medis yang diberikan kepada para migran gelap yang diurus IOM (7.088 pria dan 1.701 perempuan)
1,764 Irregular migrants with health problems referred for hospital management and care /Migran gelap dengan masalah kesehatan yang dirujuk ke rumah sakit
656 Pre-departure health checks conducted for Assisted Voluntary Return, resettlement to the third countries and irregular migrants
transferred within Indonesia /Pemeriksaan kesehatan pra-keberangkatan yang dilaksanakan dalam rangka Pemulangan Sukarela yang Dibantu (Assisted Voluntary Return), penempatan di negara ketiga dan para migran gelap yang dipindahkan di dalam Indonesia
Migration and DevelopmentMigrasi dan Pembangunan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200956
RemittancesRemitensi
Remittances are a key source of income for countries
around the world – especially for those like Indonesia,
which sends hundreds of thousands of workers abroad
each year.
Overseas employment has become a key livelihood
option for many Indonesian workers. Poverty and
limited employment opportunities at home continue
to trigger outward migration, with many Indonesians
viewing migration as an opportunity to access higher
wages and a better standard of living.
Remittances represent tangible contributions that
migrants make to their families, communities and the
development of their home countries. According to
Bank Indonesia, Indonesia received USD 6.6 billion
in remittances in 2008. Remittances represent a
significant proportion of all foreign direct investment in
the country, supplying an important source of foreign
exchange.
Improving Knowledge of Remittance Corridors and Enhancing Development through Inter-Regional Dialogue and Pilot Projects in Southeast Asia and Europe – Special Focus on the Philippines and Indonesia
In order to better understand key remittance corridors
to Indonesia, IOM Indonesia, in coordination with IOM
Philippines, launched a project in 2008 that focused on
data collection on the Italy-Philippines, Netherlands-
Indonesia, Malaysia-Indonesia and Malaysia-Philippines
remittance corridors, policy dialogues and pilot project
implementation.
The IOM project, which is funded by the European
Commission under its AENEAS programme, brings
together regional key actors in development and
migration, including representatives from the Indonesian
government, civil society organisations and the banking
sector, in order to deepen regional understanding of the
Remitensi merupakan sumber pendapatan utama bagi berbagai
negara di dunia – khususnya bagi negara seperti Indonesia,
yang mengirimkan ratusan ribu pekerja ke luar negeri setiap
tahunnya.
Bekerja di luar negeri telah menjadi sebuah pilihan mata
pencaharian utama bagi banyak tenaga kerja Indonesia.
kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri
terus memicu migrasi ke luar negeri, dimana banyak warga
Indonesia memandang migrasi sebagai peluang untuk
mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan standar kehidupan yang
lebih baik.
Remitensi merupakan kontribusi nyata yang diberikan para
migran ke keluarga, masyarakat dan pembangunan di negara
asal mereka. Menurut Bank Indonesia, Indonesia menerima
ASD 6,6 milyar dalam bentuk remitensi pada 2008. Remitensi
mewakili porsi yang besar dari semua investasi luar negeri
langsung di Indonesia, dan memberikan sumber devisa yang
penting.
Meningkatkan Pengetahuan tentang Koridor Remitensi dan Meningkatkan Pembangunan melalui Dialog Inter-Regional dan Proyek Percontohan di Asia Tenggara dan Eropa – Fokus Khusus pada Filipina dan Indonesia
Untuk lebih memahami koridor-koridor remitensi utama ke
Indonesia, IOM Indonesia, berkoordinasi dengan IOM Filipina,
meluncurkan sebuah proyek pada 2008 yang berfokus pada
pengumpulan data tentang koridor remitensi Itali - Filipina,
Belanda-Indonesia, Malaysia-Indonesia dan Malaysia - Filipina,
dialog kebijakan dan pelaksanaan proyek percontohan.
Proyek IOM, yang didanai oleh Komisi Eropa di bawah program
AENEAS tersebut, mempertemukan para pelaku utama
pembangunan dan migrasi di kawasan ini, termasuk para
perwakilan dari pemerintah Indonesia, organisasi masyarakat
sipil dan sektor perbankan, dalam rangka mendalami
pemahaman regional tentang peran-peran kompleks yang
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 57
complex roles played by remittance corridors in development.
The project is being implemented in three phases.
• Phase One Indonesia: Research on remittance
corridors between the Netherlands and Indonesia, and
Malaysia and Indonesia (November 2008-April 2009).
• Phase Two Indonesia: IOM hosts Inter-regional
Policy Dialogue: Harnessing the Development Potential
of Indonesian Migrant Workers’ Remittances (Malaysia-
Indonesia Corridor and Netherlands-Indonesia
Corridor as case points), 6-7 May 2009, Jakarta.
In May 2009 IOM hosted a two-day regional policy
dialogue on remittances and development in Jakarta,
which acted as a forum for government, civil society,
financial institutions, academic researchers and
diaspora organisations to foster linkages between
migrants’ remittances and development. The full
text of the report and accompanying annexes is
available for download on the IOM Indonesia website
(www.iom.or.id)
• Phase Three Indonesia: Pilot Projects (July 2009
- January 2010). In the final phase of the project,
pilot projects are being implemented based on the
findings of the first two phases of the project, the
research, and the Policy Dialogue.
One of the key issues that emerged from the earlier
phases of the project was the low level of financial
literacy among migrants and their family members,
and their consequent lack of knowledge of the
importance of financial planning.
To combat this lack of financial literacy, IOM has
developed a training module in close collaboration
with MICRA and the TIFA Foundation on Financial
Literacy for migrants. IOM has also piloted training
of trainers in financial literacy and safe migration in
Nusa Tenggara Barat, and selected trained trainers to
conduct trainings for former migrant workers and
digerakkan oleh koridor-koridor remitensi pada pembangunan.
Proyek ini diimplementasikan dalam tiga fase.
• Fase Satu Indonesia: Riset tentang koridor-koridor remitensi
antara Belanda dan Indonesia dan Malaysia dan Indonesia
(Nopember 2008-April 2009).
• Fase Dua Indonesia: IOM menyelenggarakan Dialog Kebijakan
Inter-Regional: Memanfaatkan Potensi Pembangunan dari
Remitensi Tenaga Kerja Migran Indonesia (Koridor Malaysia-
Indonesia dan Belanda-Indonesia sebagai studi kasus), 6-7 Mei
2009, Jakarta.
Pada Mei 2009 IOM menyelenggarakan sebuah dialog
kebijakan regional mengenai remitensi dan perkembangan
selama dua hari di Jakarta, yang berfungsi sebagai suatu
forum bagi pemerintah, masyarakat sipil, lembaga-lembaga
keuangan, para periset akademis dan organisasi diaspora
untuk meningkatkan hubungan antara remitensi migran
dan pembangunan. Naskah lengkap laporan dan lampiran-
lampiran yang menyertainya dapat diunduh di situs web IOM
Indonesia (www.iom.or.id).
• Fase Tiga Indonesia: Proyek-proyek Percontohan (Juli 2009
- Januari 2010.) Pada fase terakhir proyek ini, proyek-proyek
percontohan dilaksanakan dengan didasarkan pada temuan-
temuan dari kedua fase pertama proyek, riset, serta Dialog
Kebijakan.
Salah satu permasalahan pertama yang timbul pada fase awal
proyek adalah rendahnya tingkatan pengetahuan keuangan
diantara para migran dan keluarga mereka, serta kurangnya
pengetahuan mereka mengenai pentingnya perencanaan
keuangan.
Untuk menanggulangi keterbatasan pengetahuan keuangan
ini, IOM telah mengembangkan sebuah modul pelatihan
melalui kerjasama dengan MICRA dan Yayasan TIFA
tentang Pengetahuan Keuangan bagi migran. IOM juga telah
memprakarsai pelatihan pelatih di bidang pengetahuan
keuangan dan migrasi yang aman di Nusa Tenggara Barat,
serta pelatih terlatih yang telah dipilih untuk menyampaikan
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200958
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 59
their family members. These activities were
accompanied by the dissemination of brochures and
posters in Nusa Tenggara Barat on financial literacy
and safe migration.
In order to deepen the involvement of the Indonesian
diaspora in the Netherlands, IOM facilitated a
workshop for Indonesian organizations in the
Netherlands from 7-8 November 2009 to establish
an Indonesian diaspora platform and to foster
cooperation between the Indonesian diaspora and
development organizations in Indonesia.
Human interest story
Partnership With Migrant Overseas Placement AgencyIOM has been working in close cooperation with
the government agency responsible for facilitating
migrant placements overseas and protecting migrants
throughout the migration process – the National Board
for Placement and Protection of Migrant Workers
(BNP2TKI). The collaboration is through IOM’s
regional project “Improving Knowledge of Remittance
Corridors and Enhancing Development through Inter-
regional Dialogue and Pilot Projects in Southeast Asia
and Europe (with special focus on the Philippines and
Indonesia)”.
Ms. Lisna Yuliani Poeloengan, Director of Empowerment
at BNP2TKI, says that IOM’s project has contributed
to increased cooperation between IOM and BNP2TKI.
“IOM’s support for BNP2TKI’s programmes in financial
education and safe migration has been important,” says
Ms Poeloengan. “This project has strengthened the
agency’s capacity to protect migrants.”
BNP2TKI is an important focal point for all agencies
and organizations working on migration and
development initiatives in Indonesia. For IOM’s pilot
projects in Nusa Tenggara Barat, the close relationship
between BNP2TKI and IOM ensured that the pilot
projects on financial literacy also benefited from the
participation of NGOs carrying out similar programmes
in the area, including the TIFA Foundation.
Ms. Poeloengan emphasizes the numerous challenges
that lie ahead. “These projects bring tangible change
to people’s lives. Capacity building for both BNP2TKI
and local government offices is essential, as is improved
policymaking: it is important that more funds are
made available for migration initiatives,” she says.
pelatihan bagi para mantan pekerja migran dan para anggota
keluarganya. Kegiatan-kegiatan ini disertai dengan penyebaran
brosur dan poster tentang pengetahuan keuangan dan migrasi
yang aman.
Guna memperdalam keterlibatan diaspora Indonesia di
Belanda, IOM memfasilitasi sebuah lokakarya bagi organisasi-
organisasi Indonesia di Belanda dari 7 hingga 8 November
2009 untuk membentuk sebuah landasan diaspora Indonesia
dan untuk membina kerjasama antara diaspora Indonesia
dan organisasi-organisasi pembangunan di Indonesia.
Cerita kemanusiaan
Kemitraan dengan Agen Penempatan Tenaga Kerja Migran di Luar Negeri IOM telah bekerjasama secara dekat dengan badan pemerintahan
yakni Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI), yang bertanggung jawab memfasilitasi
penempatan migran di luar negeri dan melindungi migran
selama proses migrasi. Kerjasama ini direalisasikan melalui
proyek-proyek regional IOM: “Meningkatkan Pengetahuan Tentang
Koridor-koridor Remitensi dan Meningkatkan Pembangunan
melalui Dialog Inter-Regional dan Proyek-proyek Percontohan
di Asia Tenggara dan Eropa (dengan fokus khusus pada Filipina
dan Indonesia)”.
Ibu Lisna Yuliani Poeloengan, Direktur Pemberdayaan pada
BNP2TKI, mengatakan bahwa proyek IOM telah memberi
kontribusi pada peningkatan kerjasama antara IOM dan
BNP2TKI. “Dukungan IOM terhadap program-program BNP2TKI
di bidang pendidikan keuangan dan migrasi yang aman telah
memainkan peranan penting,” kata Ibu Poeloengan. “Proyek ini
telah memperkuat kapasitas agen untuk melindungi para migran.”
BNP2TKI merupakan titik penghubung yang penting bagi semua
instansi dan organisasi yang terlibat di bidang inisiatif migrasi
dan pembangunan di Indonesia. Bagi proyek-proyek percontohan
IOM di Nusa Tenggara Barat, hubungan yang erat antara
BNP2TKI dan IOM memastikan bahwa proyek-proyek percontohan
di bidang pengetahuan keuangan tersebut juga mendapat
manfaat dari partisipasi para LSM yang melaksanakan program-
program yang serupa di bidang tersebut, termasuk Yayasan TIFA.
Ibu Poeloengan menekankan berbagai tantangan yang ada di
masa mendatang. “Proyek-proyek ini membawa perubahan
yang nyata pada kehidupan orang. Penguatan kapasitas bagi
BNP2TKI serta dinas-dinas di daerah adalah penting, demikian
juga penyempurnaan pembuatan kebijakan: adalah penting agar
pendanaan yang lebih besar disediakan untuk inisiatif-inisiatif
migrasi,” ujar beliau.
Regulating MigrationPengaturan Migrasi
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200962
Return Assistance for Migrants and GovernmentsBantuan Pemulangan bagi Migran dan Pemerintah
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 63
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200964
Irregular MigrationMigrasi Gelap
Background
The Management and Care of Irregular Immigrants
Project (MCIIP) commenced in 2007 and will be
completed by the end of 2009. MCIIP seeks to enhance
the Indonesian Directorate General of Immigration
(Immigration)’s capacity to care and manage irregular
immigrants in Indonesia through the development of
standard operating procedures incorporating: human
rights instruments; the enhancement of Immigration’s
returns function; and the renovation and refurbishment
of two detention facilities. Combined, these three project
components will ensure that irregular immigrants
detained in Indonesia will be provided with a standard
of care that complies with international standards.
The MCIIP team operates in two locations: embedded
within Immigration, providing advice directly to the
Director of Law Enforcement and Investigation; and in
Tanjung Pinang, Bintan Island.
Refurbishment and Renovation
To ensure that irregular immigrants are provided with
appropriate care, it is essential that detention facilities
are maintained well. Indonesian detention centres have
been in a state of disrepair for many years, because
Immigration has had insufficient funds to provide
regular maintenance and do repairs. Immigration and
IOM have cooperated closely on the refurbishment and
renovation works.
Standard Operating Procedures
Immigration has worked closely with IOM to identify
the procedural needs of staff in detention facilities
and to collaborate on the development of a standard
operating procedural (SOP) manual for use in all
detention houses, detention rooms and border
checkpoints.
Latar Belakang
Proyek Penanganan dan Perawatan Imigran Gelap (Management
and Care of Irregular Immigrants Project - MCIIP) diluncurkan
pada 2007 dan akan selesai pada akhir tahun 2009. MCIIP
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Direktorat Jenderal
Imigrasi Republik Indonesia (Imigrasi) untuk merawat dan
mengatur imigran gelap di Indonesia melalui pengembangan
prosedur operasional standar yang mencakup: instrumen hak
azazi manusia (HAM); peningkatan fungsi pemulangan Imigrasi;
dan renovasi dan perbaikan dua fasilitas detensi. Jika
digabungkan, ketiga komponen proyek ini akan menjamin
bahwa para imigran gelap yang berada dalam detensi di
Indonesia akan diberikan perawatan standar yang sesuai
dengan standar internasional.
Tim MCIIP bekerja di dua lokasi: dari dalam Imigrasi,
memberikan nasehat langsung kepada Direktur Penegakan
Hukum dan Penyelidikan; dan di Tanjung Pinang, Pulau
Bintan.
Melengkapi dan Renovasi
Adalah penting menjaga fasilitas-fasilitas detensi dirawat dengan
baik demi kepastian diberikannya perawatan yang memadai
bagi para imigran gelap. Pusat-pusat detensi di Indonesia
berada dalam kondisi yang buruk selama bertahun-tahun,
karena Imigrasi mengalami kekurangan dana untuk melakukan
perawatan secara berkala dan melakukan perbaikan. Imigrasi
dan IOM telah bekerjasama secara erat dalam melengkapi
dan merenovasi fasilitas-fasilitas tersebut.
Prosedur Operasional Standar
Imigrasi telah bekerjasama secara erat dengan IOM guna
mengidentifikasi kebutuhan prosedural para staf di fasilitas
detensi dan untuk bekerjasama dalam pengembangan sebuah
panduan prosedur standar operasional (standard operating
procedure - SOP) untuk digunakan di berbagai rumah detensi,
ruang detensi dan tempat pemeriksaan imigrasi.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 65
The SOPs provide guidance on the care of all detainees
in relation to food, healthcare, communication,
grievances and other aspects of daily life in a detention
facility. The SOPs also provide for the needs of special
groups including individuals with a disability and
unaccompanied minors.
IOM developed a training package for the SOPs and
conducted a Training of Trainers followed by a national
training programme in Jakarta, Makassar, Batam and
Bali. The national training programme was conducted
by Immigration trainers, with the support of the IOM
MCIIP team.
The SOPs training introduced participants to
international human rights instruments and their
application in a detention environment. Over a three-
day training course, Immigration Officers learnt how
the SOPs related to international standards and how
they would assist in the care of detainees.
The SOPs will be formally adopted by Immigration in
the form of directives and manuals made available to
all detention facilities. The directives on the SOPs will
form part of the series of directives and regulations
issued by the Directorate General, and as such will be
included in the Immigration Academy’s programme
of study.
Regional Cooperation Agreement (RCA)
IOM works closely with the Indonesian and Australian
authorities to support their efforts to regulate the
movement of irregular migrants through Indonesia.
Refugees, asylum seekers and failed asylum seekers
are referred to IOM by Immigration or by UNHCR.
They receive basic accommodation, medical care,
allowances for food, and counselling from IOM field
staff.
SOP tersebut memberikan panduan mengenai perawatan
detainee terkait dengan masalah makanan, perawatan
kesehatan, komunikasi, keluhan dan aspek lainnya dalam
kesehari-harian sebuah fasilitas detensi. SOP tersebut juga
memenuhi kebutuhan kelompok-kelompok khusus, termasuk
individu dengan cacat fisik serta anak di bawah umur yang
tidak memiliki pendamping.
IOM mengembangkan sebuah paket pelatihan untuk SOP
dan menyelenggarakan sebuah Pelatihan untuk Para Pelatih
(ToT) yang diikuti oleh program pelatihan nasional di Jakarta,
Makassar, Batam dan Bali. Program pelatihan nasional tersebut
dilaksanakan oleh para pelatih Imigrasi, dengan dukungan dari
tim MCIIP IOM.
Pelatihan SOP memperkenalkan peserta pada instrumen-
instrumen internasional HAM dan penerapannya dalam
lingkungan detensi. Selama masa pelatihan berjangka waktu tiga
hari tersebut, para petugas Imigrasi belajar mengenai bagaimana
SOP terkait dengan standar internasional dan bagaimana
mereka dapat membantu dalam perawatan para detainees.
SOP tersebut akan secara resmi diberlakukan oleh Imigrasi
dalam bentuk instruksi dan pedoman yang diterbitkan untuk
semua fasilitas detensi. Instruksi tentang SOP tersebut akan
menjadi bagian dari serangkaian instruksi dan peraturan
yang dikeluarkan oleh Ditjen, dan dengan demikian akan
dimasukkan ke dalam kurikulum program Akademi Imigrasi.
Perjanjian Kerjasama Regional (Regional Cooperation Agreement - RCA)
IOM bekerjasama secara erat dengan pihak berwenang dari
Indonesia dan Australia guna mendukung upaya mereka untuk
mengatur lalu lintas migran gelap melalui Indonesia.
Para pengungsi, pencari suaka dan pencari suaka yang ditolak
dirujuk ke IOM oleh Imigrasi ataupun UNHCR. Mereka
menerima akomodasi dasar, perawatan medis, uang saku
untuk makanan, dan konseling dari staf lapangan IOM.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200966
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 67
Reinforcing Management of Irregular Migration (RMIM)
The “Reinforcing Management of Irregular Migration
in Indonesia through the Setting Up of a Network
of Monitoring and Coordination Offices” project is
implemented by IOM, in collaboration with Immigration
(DITJENIM) at the Ministry of Legal and Human Rights
Affairs, and the Indonesian National Police (MABES
POLRI), with the support of the Australia’s Department
of Immigration and Citizenship (DIAC).
Under the RMIM, IOM maintains a network of offices
throughout Indonesia to enhance assistance currently
provided under the RCA.
IOM informs migrants of their rights in claiming
asylum and refers those who wish to submit such
requests to UNHCR. IOM continues to provide care
and maintenance services while migrants are being
considered by UNHCR for refugee status. IOM also
facilitates assisted voluntary returns should the migrants
opt to return home.
IOM is working to address existing gaps and strengthen
coordination between immigration, police and local
government officials by providing training and through
awareness-raising activities.
The overall objective of the project has been to contribute
to the regional efforts of Indonesia and Australia to focus
on irregular migration, while at the same time ensuring
the decent treatment of stranded migrants.
One of its specific aims is to monitor migration flows
and provide timely and efficient management of
intercepted irregular migrants. This is being achieved
by establishing effective coordination mechanisms
between responsible law enforcement agencies at the
local level through regular targeted training sessions.
Penguatan Penanganan Migrasi Gelap (Reinforcing Management of Irregular Migration - RMIM)
Proyek “Penguatan Penanganan Migrasi Gelap di Indonesia
melalui Penciptaan Jaringan Kantor Pemantauan dan Koordinasi”
dilaksanakan oleh IOM, bekerjasama dengan Imigrasi (DITJENIM)
dari Departemen Hukum dan HAM, serta Kepolisian Republik
Indonesia (MABES POLRI), dengan dukungan Departemen
Imigrasi dan Kewarganegaraan Australia (DIAC.)
Di bawah RMIM, IOM memelihara sebuah jaringan kantor di
seluruh Indonesia guna meningkatkan bantuan yang saat ini
diberikan dibawah RCA.
IOM memberitahukan kepada migran mengenai hak-hak mereka
untuk meminta suaka dan merujuk mereka yang ingin mengajukan
permintaan tersebut ke UNCHR. IOM terus memberikan layanan
perawatan dan pemeliharaan selama para migran dipertimbangkan
oleh UNHCR apakah akan mendapatkan status pengungsi. IOM
juga memfasilitasi pemulangan sukarela yang dibantu jika para
migran tersebut memilih untuk pulang ke negara asal mereka.
IOM bekerjasama menangani kekurangan-kekurangan yang ada
dan memperkuat koordinasi antara pejabat imigrasi, kepolisian
dan pemerintah daerah dengan memberikan pelatihan melalui
kegiatan peningkatan kesadaran.
Tujuan umum dari proyek ini adalah memberi kontribusi pada
upaya regional yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia
untuk memfokuskan migrasi gelap, dan pada saat yang bersamaan
memastikan perlakuan yang layak bagi para migran yang
terdampar.
Salah satu tujuan khususnya adalah untuk memantau arus
migrasi dan memberikan penanganan yang tepat waktu dan efisien
terhadap para migran gelap yang tertangkap. Hal ini dicapai
dengan menciptakan mekanisme koordinasi yang efektif antara
para instansi penegak hukum yang bertanggung jawab di tingkat
daerah melalui pelatihan-pelatihan terfokus secara berkala.
By the numbers Berdasarkan angka as per 31 December 2009 / hingga 31 Desember 2009
Irregular Migrants Under IOM Indonesia AssistanceIrregular Migrants Under IOM Indonesia Assistance
487 Afghanistan 40 Vietnam
347 Sri Lanka 19 Iran
188 Iraq 17 Pakistan
147 Myanmar 19 Other
59 Bangladesh 1,323 Total
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200968
Counter TraffickingUnit Penanggulangan Perdagangan Manusia
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 69
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200970
Combating Human Trafficking in IndonesiaMemerangi Perdagangan Manusia di Indonesia
Counter-Trafficking Unit
Indonesia is a country of source, transit and destination
for human trafficking. The majority of victims, both
internally and externally, are women and children who
are trafficked for domestic labour or sexual exploitation.
Trafficking of persons in Indonesia – the fourth
most populous country in the world – is increasingly
recognized by the government and the international
community as a major problem and a serious abuse of
human rights.
Since 2003, IOM has actively contributed to Indonesia’s
efforts to fight human trafficking by supporting the
establishment of a comprehensive and sustainable law
enforcement programme and a corresponding victim
assistance and protection programme, as well as providing
direct return, recovery and reintegration assistance to
both internally and externally trafficked persons.
IOM has supported Indonesia’s efforts to implement
anti-trafficking legislation introduced in 2007, which
focuses on prosecuting traffickers and protecting
victims. In 2009, IOM was an active partner with other
agencies in providing technical assistance to define the
framework for applying the anti-trafficking legislation
at both local and national levels.
Technical Support for Government and NGO Partners
IOM’s capacity-building efforts have focused on
providing direct assistance to victims of trafficking, while
simultaneously strengthening the institutional capacity
of key government agencies to implement effective and
relevant victim assistance and protection policies.
Through IOM’s targeted trainings, stakeholders across
the country have gained a greater understanding of
trafficking by providing services to victims under the
supervision of IOM, which acted to ensure standards of
confidentiality and care.
Unit Penanggulangan Perdagangan Manusia
Indonesia merupakan negara pengirim, transit dan tujuan
industri perdagangan manusia. Sebagian besar korban, baik yang
internal maupun eksternal, adalah perempuan dan anak yang
diperdagangkan untuk bekerja di rumah tinggal atau eksploitasi
seksual. Perdagangan manusia di Indonesia – yang merupakan
negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia –
semakin dipandang oleh pemerintah dan komunitas internasional
sebagai masalah besar dan pelanggaran serius terhadap hak
azasi manusia (HAM).
Sejak 2003, IOM telah secara aktif memberi kontribusi pada
upaya Indonesia untuk memerangi perdagangan manusia dengan
mendukung penciptaan sebuah program penegakan hukum yang
menyeluruh dan berkesinambungan. Selain itu suatu program
pendampingan dan perlindungan korban, juga dihadirkan untuk
memberikan bantuan pemulangan, pemulihan dan reintegrasi
kepada orang-orang yang telah diperdagangkan baik secara
internal maupun eksternal.
IOM telah mendukung upaya Indonesia untuk menerapkan
perundang-undangan anti perdagangan manusia yang diberlakukan
pada 2007, dengan berfokus menuntut para pelaku dan
melindungi para korban. Pada 2009, IOM bertindak sebagai mitra
aktif bersama para lembaga lainnya, memberikan bantuan teknis
membangun kerangka dalam menerapkan perundang-undangan
anti perdagangan manusia baik di tingkat daerah maupun nasional.
Bantuan Teknis bagi Pemerintah dan Mitra Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Upaya pengembangan kapasitas IOM berfokus pada penyediaan
bantuan langsung kepada korban perdagangan manusia. Pada saat
yang bersamaan memperkuat kapasitas kelembagaan lembaga-
lembaga utama di pemerintahan guna mengimplementasikan
bantuan korban yang efektif dan relevan serta kebijakan-kebijakan
di bidang perlindungan.
Melalui pelatihan terfokus yang diselenggarakan oleh IOM, para
pemegang kepentingan di seluruh Indonesia telah mendapatkan
pemahaman yang lebih besar tentang perdagangan manusia
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 71
IOM provided training – both administrative and
issue-based – to government officials, and supported 81
partners from the non-government and faith-based
organizational sectors through targeted training on
appropriate return, recovery, and reintegration principles.
In an effort to embed counter-trafficking thinking in
national legislation and local planning, a key focus of
IOM’s capacity building training has been to promote
the content and purpose of the 2007 anti-trafficking
legislation across all levels of government and civil
society.
Assistance for Trafficked Persons
Fearing social stigmatization and lacking viable
alternatives, many victims of trafficking (VoTs) are re-
trafficked after returning to their countries of origin.
IOM – through the government and local NGOs –
provides recovery, return and reintegration assistance
to VoTs on a voluntary basis. The VoT recovery and
reintegration process is managed on an individual, case-
by-case basis. IOM coordinates with VoTs, government
and/or local NGOs to develop recovery and reintegration
assistance plans suited to the specific needs of the
victim in question. Assistance often includes a follow-
up medical examination, follow-up counselling services,
and small business and education assistance.
Direct assistance to trafficked persons continues to be
a central focus for IOM Indonesia, particularly in regard
to medical and psychosocial support for victims.
In addition to supporting individuals at the IOM
Recovery Centre at the Jakarta National Police Hospital,
throughout 2009 IOM has continued to build the
capacity of government medical staff to harmonize
services for victims as mandated under Indonesian law.
Working in close cooperation with government and
civil society partners since March 2005, IOM Indonesia
has supported over 3,600 Indonesian VoTs through
return, recovery and reintegration assistance.
melalui pemberian bantuan kepada korban di bawah pengawasan
IOM, yang menitik beratkan pada kerahasiaan dan perawatan.
IOM menyediakan pelatihan – baik adminstratif maupun yang
menyangkut pokok permasalahan – bagi pejabat pemerintah, dan
membantu 81 mitra dari lembaga swadaya maupun keagamaan
melalui pelatihan terfokus tentang prinsip-prinsip pemulangan,
pemulihan dan reintegrasi yang baik.
Dalam rangka upaya menanamkan pemahaman tentang anti-
perdagangan manusia di dalam perundang-undangan nasional dan
perencanaan di tingkat daerah, salah satu fokus utama dari pelatihan
pengembangan kapasitas IOM adalah untuk memajukan isi dan
tujuan dari undang-undang tindak pidana perdagangan manusia
tahun 2007 di seluruh jajaran pemerintahan dan masyarakat sipil.
Bantuan bagi Orang-Orang yang Diperdagangkan
Kekhawatiran atas stigma sosial dan tidak memiliki alternatif
yang memadai, banyak korban perdagangan manusia kembali
diperdagangkan setelah kembali ke negara asal mereka. IOM
– melalui pemerintah dan LSM setempat – memberikan bantuan
pemulihan, pemulangan dan reintegrasi kepada korban secara
sukarela. Proses pemulihan dan reintegrasi korban dikelola
secara individual, dan kasus per kasus. IOM berkoordinasi dengan
korban, pemerintah dan/atau LSM lokal guna mengembangkan
rencana bantuan pemulihan dan reintegrasi yang sesuai dengan
kebutuhan spesifik korban yang bersangkutan. Bantuan seringkali
mencakup pemeriksaan medis lanjutan, layanan konseling
lanjutan, dan bantuan usaha kecil dan pendidikan.
Khusus terkait dengan bantuan medis dan psikologis bagi korban,
bantuan langsung yang diberikan kepada orang yang telah menjadi
korban perdagangan terus merupakan fokus utama IOM Indonesia.
Disamping membantu para individu di Pusat Pemulihan Terpadu
IOM di RS Polri di Jakarta, selama 2009 IOM terus membangun
kapasitas staf medis pemerintah guna mensinergikan layanan bagi
korban sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.
Bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat sipil sejak Maret
2005, IOM Indonesia telah membantu lebih dari 3.600 korban
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200972
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 73
Criminal Justice
In 2007, the government passed Anti-Trafficking Law
21, providing – for the first time – a comprehensive
legal framework containing sweeping provisions
that criminalized trafficking and guaranteed victims
comprehensive assistance and protection. Despite
these efforts, a gap remains between the number
of trafficking cases investigated and those actually
prosecuted.
From May 2008 to August 2009, IOM implemented
a law enforcement programme to strengthen the
capacity of criminal justice agencies to combat human
trafficking, as well as to protect victims of trafficking
in Indonesia.
Within the framework of this project, IOM provided
technical assistance and targeted trainings for police,
prosecutors, immigration officials, labour inspectors
and judges throughout Indonesia on human trafficking
and the Anti-Trafficking Law 21, in an effort to increase
convictions while at the same time providing greater
protection for victims.
In 2009, IOM worked with criminal justice agencies
to develop three separate, specialized curricula and
training modules to be used in the various training
institutions of the Indonesian police, prosecutors and
judges.
IOM has also distributed over 10,000 copies of the
IOM Guidelines for Prosecution of Trafficking
Cases and Victim Protection, and has trained police,
prosecutors, judges, diplomats, legal aid offices, NGOs,
academics, social workers and other government
partners throughout Indonesia in how to deal with
cases of human trafficking and how to offer protection
to the victims.
In 2009, IOM also conducted three Training of
Trainers (ToT) workshops: one for police officers, one
for judges and one for prosecutors. It also conducted
joint coordination seminars bringing together
law enforcement and victim assistance actors to
strengthen their collaboration in assisting VoTs.
Additionally, a legal assistance fund was established
to provide assistance to NGOs helping VoTs to take
their cases to court.
The Way Forward:
By directly cooperating with government and civil
society organizations through project implementation,
IOM will promote the transfer of knowledge and
expertise to partner organizations in Indonesia,
strengthening the capacity of these organizations to
deliver support in a self-reliant manner and ensuring
the sustainability of services. IOM will promote
perdagangan manusia di Indonesia melalui proses pemulangan,
pemulihan dan reintegrasi.
Peradilan Pidana
Pada 2007, pemerintah mensahkan Undang-undang Tindak Pidana
Perdagangan Orang, yang untuk pertama kalinya memberikan
kerangka hukum komprehensif yang memuat ketentuan-ketentuan
menyeluruh yang memperlakukan perdagangan manusia sebagai
tindak pidana dan menjamin bantuan dan perlindungan yang
menyeluruh bagi korban. Namun walau dengan adanya upaya
ini, masih terdapat kesenjangan antara jumlah kasus perdagangan
manusia yang diselidiki dan yang akhirnya disidangkan.
Sejak Mei 2008 hingga Agustus 2009, IOM menerapkan sebuah
program penegakan hukum guna memperkuat kapasitas badan-
badan peradilan pidana dalam memerangi perdagangan manusia
disamping melindungi korban perdagangan di Indonesia.
Di dalam kerangka kerja proyek ini, IOM memberikan bantuan
teknis dan pelatihan terfokus bagi polisi, penuntut umum,
pejabat imigrasi, inspektur tenaga kerja dan hakim di seluruh
Indonesia tentang perdagangan manusia dan Undang-undang
Anti-Perdagangan Manusia No.21. Hal ini merupakan upaya
meningkatkan jumlah vonis bersalah sementara sekaligus
memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban.
Pada 2009, IOM bekerjasama dengan badan-badan peradilan pidana
guna mengembangkan tiga kurikulum khusus yang terpisah serta
modul-modul pelatihan untuk digunakan di dalam berbagai lembaga
pelatihan di lingkungan Polri, Kejaksaan dan Kehakiman.
IOM juga telah mendistribusikan lebih dari 10.000 salinan Panduan
IOM Untuk Penuntutan Kasus Perdagangan Manusia dan
Perlindungan Korban, dan telah melatih polisi, penuntut umum,
hakim, diplomat, lembaga bantuan hukum, LSM, akademisi, pekerja
sosial dan mitra pemerintahan lainnya di seluruh Indonesia mengenai
bagaimana cara menangani kasus-kasus perdagangan manusia
dan menawarkan perlindungan kepada para korban.
Masih di tahun yang sama, IOM juga mengadakan tiga
lokakarya Pelatihan Untuk Pelatih: satu untuk polisi, satu untuk
para hakim, dan satu untuk para jaksa penuntut umum. IOM
juga menyelenggarakan seminar koordinasi gabungan yang
mempertemukan para penegakan hukum dan pemberi bantuan
korban guna memperkuat kerjasama mereka dalam membantu
korban perdagangan manusia. Disamping itu, sebuah dana
bantuan hukum didirikan guna memberikan bantuan kepada LSM
yang membantu korban membawa perkara mereka ke pengadilan.
Jalan Menuju Masa Depan:
Dengan cara menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga
pemerintahan maupun masyarakat melalui penerapan proyek,
IOM akan memajukan transfer pengetahuan dan keterampilan bagi
para lembaga mitra di Indonesia, memperkuat kapasitas lembaga-
lembaga tersebut untuk memberi dukungan secara swadaya, dan
memastikan kesinambungan layanan. IOM memajukan kerjasama
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200974
enhanced cooperation and create synergies between
government agencies, NGOs and FBOs with other
initiatives that promote victim assistance and
protection. The production of training materials and
guidelines that can be used regularly by government
officials and other partners throughout the region
ensures that information continues to flow even
after projects have been implemented. IOM designs
each activity to fully engage government officials and
civil society organizations, better equipping them to
respond to the human trafficking phenomenon.
Human interest story #1
IOM and RPTC(Protection Home and Trauma Centre) – Collaborating to Help Victim RecoveryThe Jakarta Protection Home and Trauma Centre
(RPTC) has been involved in protecting, rehabilitating,
reintegrating and empowering VoTs since its establishment
in 2005. Since 2006, IOM has collaborated with the
RPTC in its efforts to assist VoTs and ensure that all
victims receive a high quality standard of care.
RPTC provides victims of trafficking and victims of
other types of abuse with counselling services,
educational training, psychosocial support and medical
assistance. The centre also arranges for victims’ return
home and for their societal reintegration, including
the provision of counselling services for victims’
families to ensure their safety and to avoid possible
re-trafficking.
Mrs. Suparti, the social worker coordinator at RPTC,
describes the collaboration between RPTC and IOM
as a “great success” as it has greatly expanded the
Centre’s capacity to handle victims. As a result of the
collaboration, victims now receive free medical and
psychosocial services. IOM has enhanced the capacity
of RPTC to assist victims through providing targeted
training for the Centre’s social workers on reproductive
health and safe migration. IOM and RPTC also work
together in victim referral, recovery and in ensuring
their safe return to their communities.
‘Protection homes’ like the RPTC play a vital role in
combating human trafficking. The essential services that
RPTC provide can help victims of trafficking recover
and move towards reintegrating with society. With
the number of victims of trafficking coming to the Centre
for help increasing, Mrs. Suparti notes that funding
remains a key challenge in providing victim assistance
and has requested further support from IOM. IOM
will continue its important collaboration with RPTC
to ensure funds are available to meet the needs of the
victims.
yang telah ditingkatkan dan menciptakan sinergi diantara para
instansi pemerintah, LSM dan organisasi keagamaan melalui
inisiatif-inisiatif lain yang memperjuangkan bantuan dan
perlindungan bagi korban. Penyusunan bahan-bahan pelatihan
dan pedoman yang dapat digunakan secara berkala oleh aparat
pemerintah dan mitra lainnya di seluruh kawasan ini menjamin
bahwa informasi akan terus mengalir bahkan setelah proyek selesai
dilaksanakan. IOM merancang setiap kegiatan sedemikian rupa
sehingga melibatkan para pejabat pemerintahan dan organisasi-
organisasi kemasyarakatan secara penuh, menjadikan mereka
lebih siap untuk menjawab fenomena perdagangan manusia ini.
Cerita kemanusiaan #1
IOM dan RPTC (Rumah Perlindungan dan Trauma Center) – Bekerjasama dalam Membantu Pemulihan Korban Rumah Perlindungan dan Trauma Center Jakarta (RPTC) telah
terlibat dalam melindungi, merehabilitasi, mereintegrasi dan
memberdayakan korban perdagangan manusia sejak didirikan
pada 2005. Sejak 2006, IOM telah bekerjasama dengan RPTC
dalam upayanya membantu korban perdagangan manusia dan
menjamin bahwa semua korban menerima standar perawatan
yang tinggi.
RPTC memberikan kepada korban perdagangan manusia dan
korban bentuk kekerasan lainnya dengan layanan konseling,
pelatihan, dukungan psiko-sosial dan bantuan medis. Fasilitas
tersebut juga mengatur kepulangan para korban dan reintegrasi
sosial mereka, termasuk penyediaan layanan konseling bagi
keluarga korban guna menjamin keselamatan mereka dan
menghindari mereka diperdagangkan kembali.
Ibu Suparti, koordinator pekerja sosial di RPTC, menyebutkan
kerjasama antara RPTC dan IOM sebagai “keberhasilan yang sangat
besar” karena telah memperluas kapasitas fasilitas tersebut dalam
menangani korban. Sebagai hasil dari kerjasama tersebut, para korban
saat ini dapat menerima layanan medis dan psikososial secara cuma-
cuma. IOM telah meningkatkan kapasitas RPTC untuk membantu
korban melalui penyediaan pelatihan yang terfokus bagi para pekerja
sosial lembaga tersebut di bidang kesehatan reproduksi dan migrasi
yang aman. IOM dan PRTC juga bekerjasama dalam melakukan
perujukan dan pemulihan korban serta memastikan kepulangan
mereka secara aman ke komunitas mereka.
‘Rumah-rumah perlindungan’ seperti RPTC memainkan peran penting
dalam memerangi perdagangan manusia. Layanan-layanan utama
yang disediakan oleh RPTC dapat membantu korban untuk pulih dan
melangkah menuju reintegrasi di masyarakat. Dengan meningkatnya
jumlah korban perdagangan manusia yang meminta bantuan ke
fasilitas tersebut, ibu Suparti mengutarakan bahwa dana masih
merupakan tantangan terbesar dalam memberikan bantuan kepada
korban dan telah meminta bantuan lebih lanjut dari IOM. IOM akan
meneruskan kerjasamanya dengan RPTC guna memastikan dana
tersedianya dana untuk memenuhi kebutuhan para korban.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 75
Human interest story #2
Mia’s Story(names have been changed for this story)
Mia, a 48-year-old woman from a village near Yogyakarta,
survived human trafficking. She was recruited by a man
called Edwin, who frequently came into her shop in
Yogyakarta, told her about great opportunities abroad,
and eventually sent her to Suriname.
Mia originally told Edwin she didn’t want to move to
Suriname, explaining that she would rather open up
a business near her home. Edwin was very persistent
about the great work opportunities in Suriname,
promising Mia that she would be well paid and that
the work would be easy. When Mia still refused, Edwin
loaned her IDR 15 million to help her set up a business
in Yogyakarta.
When Mia’s business failed and she was unable to repay
her loan, Edwin gave her two options: either he would
go to the police, or she had to go and work in Suriname.
In 2008, Mia went to Suriname, where she was forced
into involuntary domestic servitude with other
Indonesian workers. Mia explains that Edwin was
often angry with them. One day he became so furious
that he threw them out of the house. Mia and the other
Indonesian victims went to the Indonesian Embassy
in Suriname for protection and were later referred to
IOM.
At the request of the Indonesian Embassy in Suriname,
IOM provided return and reintegration assistance for
Mia and the other Indonesian victims. Once in Jakarta,
Mia received immediate medical and psychosocial
support from IOM at the IOM Recovery Centre in
Jakarta. In 2009, nearly a year after her ordeal, Mia
has returned to Yogyakarta, where she has received
further rehabilitation and reintegration assistance
from IOM. Today, Mia runs a successful shop near
her home and is able to support her family.
Cerita kemanusiaan #2
Kisah Mia (bukan nama sebenarnya)
Mia, perempuan berusia 48 tahun dari sebuah desa dekat
Yogyakarta, telah selamat dari situasi perdagangan manusia. Ia
direkrut oleh seorang pria bernama Edwin, yang seringkali datang
ke tokonya di Yogyakarta, menceritakan kepadanya tentang
kesempatan-kesempatan menggiurkan di luar negeri, dan akhirnya
mengirimkan Mia ke Suriname.
Pada awalnya Mia memberitahu Edwin bahwa dirinya tidak ingin
pindah ke Suriname, karena ia lebih memilih untuk membuka
usaha dekat rumahnya. Edwin sangat gigih menawarkan
kesempatan di Suriname ini, dan menjanjikan Mia bahwa
ia akan dibayar dengan gaji tinggi dan pekerjaannya akan
mudah. Ketika Mia masih menolak, Edwin meminjamkan uang
kepadanya sebesar Rp 15 juta untuk membantu mendirikan
sebuah usaha di Yogyakarta.
Ketika usaha Mia gagal dan ia tidak mampu untuk melunasi
hutangnya, Edwin memberinya dua pilihan: ia akan laporkan Mia
ke polisi, atau Mia harus pergi bekerja di Suriname. Pada 2008
Mia pergi ke Suriname, dimana ia dipaksa untuk bekerja domestik
dengan para pekerja Indonesia lainnya. Mia bercerita bahwa
Edwin seringkali marah pada mereka. Suatu hari ia sangat marah
sehingga mengusir mereka keluar rumah. Mia dan para korban
lainnya kemudian pergi ke kedutaan besar Indonesia di Suriname
untuk mendapatkan perlindungan dan kemudian dirujuk ke
IOM.
Atas permintaan Kedutaan Besar Indonesia di Suriname, IOM
memberikan bantuan pemulangan dan reintegrasi kepada Mia
dan para korban dari Indonesia lainnya. Setelah tiba di Jakarta,
Mia mendapatkan bantuan medis dan psikososial langsung
dari IOM di Pusat Pemulihan Terpadu di Jakarta. Pada 2009,
hampir setahun setelah pengalamannya yang buruk tersebut, Mia
telah kembali ke Yogyakarta, dimana ia mendapatkan bantuan
rehabilitasi dan reintegrasi lebih lanjut dari IOM. Sekarang Mia
memiliki sebuah toko yang laris dekat rumahnya dan mampu
menghidupi keluarganya.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200976
By the numbers Berdasarkan angka 1 March 2005 - 30 December 2009 / 1 Maret 2005 - 30 Desember 2009
Counter Trafficking Health Activities Kegiatan Bidang Kesehatan Anti-Perdagangan Manusia
3,453 Victims of Trafficking (VoT) provided with medical and psychosocial recovery at IOM recovery centre /Korban Perdagangan Manusia (VoT) diberi bantuan pemulihan medis dan psikososial di PPT IOM
2,478 VoTs received counselling from a psychologist /VoT menerima konseling dari psikolog
284 VoTs with psychiatric disorders treated at the Recovery Centre /VoT dengan gangguan jiwa dirawat di PPT
1.31% Percentage of VoTs who screened positive for HIV and were provided with referrals for treatment out of the 2,593 who volunteered
for testing /persentase VoT yang positif mengidap HIV dan diberikan rujukan untuk perawatan dari 2.593 yang diuji secara sukarela
1 Established Recovery Center at the National Police Hospital, Jakarta /Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) didirikan di RS Polri, Jakarta
Number of Trafficked Persons Based on Sex/Age Breakdown Jumlah Korban Berdasarkan Jenis Kelamin/ Usia
3,338 Total female: 737 children and 2,601 adults / Total perempuan: jumlah anak-anak 737 dan dewasa 2.601
358 Total male: 148 children and 210 adults / Total laki-laki: jumlah anak-anak 148 dan dewasa 201
Number of Trafficked Persons Based on Provinces of Origin Jumlah Korban Berdasarkan Daerah Asal
831 West Java / Jawa Barat 12 West Sulawesi / Sulawesi Barat
722 West Kalimantan / Kalimantan Barat 12 South East Sulawesi / Sulawesi Tenggara
457 East Java / Jawa Timur 11 Riau Islands / Kepulauan Riau
422 Central Java / Jawa Tengah 8 West Sumatra / Sumatera Barat
254 North Sumatra / Sumatera Utara 8 Riau / Riau
236 West Nusa Tenggara / Nusa Tenggara Barat 7 North Sulawesi / Sulawesi Utara
189 Lampung / Lampung 5 South Kalimantan / Kalimantan Selatan
163 East Nusa Tenggara / Nusa Tenggara Timur 5 Maluku / Maluku
77 Banten / Banten 5 Bengkulu / Bengkulu
72 South Sumatra / Sumatera Selatan 2 East Kalimantan / Kalimantan Timur
60 South Sulawesi / Sulawesi Selatan 2 Gorontalo / Gorontalo
57 DKI Jakarta / DKI Jakarta 1 Bali / Bali
27 Aceh / Aceh 1 Central Kalimantan / Kalimantan Tengah
18 DI Yogyakarta / DI Yogyakarta 1 Papua (Irian Jaya) / Papua (Irian Jaya)
15 Central Sulawesi / Sulawesi Tengah 1 Bangka-Belitung Islands / Kepulauan Bangka-Belitung
14 Jambi / Jambi 1 (No data) / (Tidak ada data)
* Majority of women are from West Java / Mayoritas perempuan dari Jawa Barat
* Majority of men and children are from West Kalimantan / Mayoritas laki-laki dan anak-anak dari Kalimantan Barat
Number of Trafficked Persons Based on Category of Trafficking Jumlah Korban Berdasarkan Kategori
Internal Trafficking Perdagangan Internal Cross-border Trafficking Perdagangan Lintas Negara
365 Total children: 310 female and 55 male /Total anak-anak: 310 perempuan dan 55 laki-laki
520 Total children, with 427 female and 93 male /Total anak-anak: 427 perempuan dan 93 laki-laki
320 Total adults, with 310 female and 10 male /Total dewasa: 310 perempuan dan 55 laki-laki
2,491 Total adults, with 2,291 female and 200 male /Total dewasa: 2.291 perempuan dan 200 laki-laki
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 77
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200978
Number of Trafficked Persons Based on Destination Where They were TraffickedJumlah Korban Berdasarkan Tujuan Dimana Mereka di Perdagangkan
2,800 Malaysia 8 Suriname 3 East Timor
64 Saudi Arabia 7 Mauritania 2 Arab Emirates
28 Singapore 6 Jordan 2 Brunei Darussalam
27 Japan 6 Taiwan* 2 Oman
20 Kuwait 4 Macau 2 Qatar
12 Syria 4 Thailand 1 Turkey
9 Iraq 3 Hongkong** 1 United States
* Province of China /
Provinsi Cina
** Special Administrative Region of China /
Daerah Khusus Administrasi Cina
Number of Trafficked Persons Based on Education Level Jumlah Korban Berdasarkan Tingkat Edukasi
1,097 Elementary / Sekolah dasar
739 Drop-out elementary / Keluar sekolah dasar
729 Junior high / Sekolah Menengah Pertama
349 Drop-out junior high / Keluar Sekolah Menengah Pertama
349 Senior high / Sekolah Menengah Atas
202 No school / Tidak sekolah
143 Drop-out senior high / Keluar Sekolah Menengah Atas
61 No data / Tidak ada data
16 University/diploma / Universitas/diploma
11 Drop-out university/diploma / Keluar universitas/diploma
* Majority of women and children completed elementary school /
Mayoritas perempuan dan anak-anak menyelesaikan sekolah dasar
* Majority of men did not finished elementary school /
Mayoritas laki-laki tidak menyelesaikan sekolah dasar
Number of Trafficked Persons Based on Reason Victim Left Home Jumlah Korban Berdasarkan Alasan Korban Meninggalkan Rumah
3,260 Economic problem/seeking job / Masalah ekonomi/mencari pekerjaan
154 Family problem / Masalah keluarga
106 Personal problem / Masalah pribadi
86 Other /Lainnya
41 No data /Tidak ada data
41 Education problem /Masalah pendidikan
7 Social political problems: conflict, race /Masalah sosial politik: konflik, ras
1 Medical/health problem /Masalah medis/kesehatan
* Majority of men, women, and children left home because of economic problems and to seek jobs. /
Mayoritas laki-laki, perempuan, dan anak-anak meninggalkan rumah karena masalah ekonomi dan untuk mencari pekerjaan.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 79
Number of Trafficked Persons Based on Who Recruited the VictimJumlah Korban Berdasarkan Siapa yang Merekrut Mereka
2,472 Agent / Agen
58 Other / Lainnya
286 Family member / Anggota keluarga
55 No data / Tidak ada data
277 Neighbour / Tetangga
12 Kidnapped / Diculik
265 Friend / Teman
9 Boyfriend / Pasangan
151 Self contact / Kontak langsung
2 Husband / Suami
109 Legal recruiting agent / Agen perekrutan secara legal
* Majority of men, women, and children were recruited by an agent /
Mayoritas laki-laki, perempuan, dan anak-anak direkrut oleh agen
Number of Trafficked Persons Based on if Victim Paid Money for RecruitmentJumlah Korban Berdasarkan Apabila Korban Membayar Sejumlah Uang ke Perekrut
3,046 No / Tidak
582 Yes / Ya
68 No data / Tidak ada data
Number of Trafficked Persons Based on Who Paid Travel/TransportJumlah Korban Berdasarkan Siapa yang Membayar Perjalanan/Transportasi
3,187 Agent/recruiter / Agen/perekrut
333 Selfpaid / Membayar sendiri
71 No data / Agen/perekrut
30 Other / Lainnya
29 Friends / Teman
21 Neighbour / Tetangga
12 Parent / Orangtua
8 Relative / Kerabat
5 Boyfriend/girlfriend / Pasangan
Number of Trafficked Persons Based on Who Handled Victim’s DocumentJumlah Korban Berdasarkan Siapa yang Menangani Dokumen Korban
1,391 Labour agent / Agen pekerja
992 Employer / Perusahaan
527 No data / Tidak ada data
298 Individual/victim / Sendiri/korban
261 Other / Lainnya
141 Trafficker / Penyelundup
83 Police / Polisi
3 Embassy / Kedutaan
* Documents such as passport, ID, visa, etc. /
Dokumen seperti paspor, kartu identitas, visa, dll.
* Majority of women’s and children’s documents were handled by labour agents. For men there is no data. /
Mayoritas dokumen perempuan dan anak-anak ditangani oleh agen pekerja
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200980
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 81
Number of Trafficked Persons Based on Mode of TransportationJumlah Korban Berdasarkan Sarana Transportasi
2,704 Mixed / Campur 64 Air / Udara
793 Land / Darat 64 Sea / Laut
71 No data / Tidak ada data
Number of Trafficked Persons Based on Forms of WorkProgram Mata Pencaharian Yogyakarta dan Jawa Tengah
Promised Work / Pekerjaan yg Dijanjikan
2,085 Domestic worker / Pekerja pumah tangga
498 Waitress / Pramusaji
257 No data / Tidak ada data
216 Shoopkeeper / Pramuniaga
206 Factory worker / Buruh pabrik
173 Plantation worker / Pekerja perkebunan
112 Nanny/babysitter / Pengasuh/penjaga anak
72 Construction/labourer / Konstruksi/buruh
43 Sex worker / Pekerja seks
10 Cultural dancer / Penari tradisional
8 Fisherman / Nelayan
6 Did not work / Tidak bekerja
6 Masseuse / Pemijat
2 Scavenger / Pemulung
1 Baby selling / Menjual bayi
1 Beggar / Pengemis
Actual Work/ Pekerjaan Sebenarnya
2,077 Domestic worker / Pekerja rumah tangga
421 Exploitation at transit / Eksploitasi saat transit
591 Forced prostitution / Prostitusi yang dipaksakan
170 Plantation worker / Pekerja perkebunan
90 Waitress / Pramusaji
89 Factory worker / Buruh pabrik
76 Construction/Labourer / Konstruksi/buruh
75 Shopkeeper / Pramuniaga
64 Nanny/babysitter / Pengasuh/penjaga anak
18 Fisherman / Nelayan
6 Beggar / Pengemis
6 Masseuse / Pemijat
6 Scavenger / Pemulung
5 Baby selling / Menjual bayi
2 Cultural dancer / Penari tradisional
* Majority of women and children were promised domestic work /
Mayoritas perempuan dan anak-anak dijanjikan pekerjaan rumah tangga.
* Majority of men were promised plantation work /
Mayoritas laki-laki dijanjikan pekerjaan perkebunan.
* Majority of women and children worked as domestic workers and majority of men as plantation workers /
Mayoritas perempuan dan anak-anak berkerja sebagai pembantu rumah tangga dan mayoritas laki-laki sebagai pekerja perkebunan.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200982
Number of Trafficked Persons Based on Type of ExploitationJumlah Korban Berdasarkan Jenis Eksploitasi
2,955 Excessive working hours / Waktu bekerja yang berlebihan
2,646 Total deprivation of wages / Perampasan gaji seutuhnya
587 Partial deprivation of wages / Perampasan sebagian gaji
2,861 Freedom of movement totally denied / Kebebasan bergerak sangat dibatasi
291 Freedom of movement partially denied / Kebebasan bergerak sedikit dibatasi
2,758 Verbal/psychological abuse / Penyiksaan secara verbal/psikis
1,758 Physical abuse / Penyiksaan secara fisik
752 Sexual harrasment / Pelecehan seksual
355 Rape / Pemerkosaan
1,963 Deprivation of adequate supply of food and water / Perampasan persediaan makanan dan air
2,133 Lack of health care services in the case of illness / Kurangnya pelayanan kesehatan saat sakit
1,381 Poor sanitary state of living place / Keadaan kebersihan tempat tinggal yang rendah
1,084 Imprisonment / Dipenjara
2,433 Seizure of documents / Penahanan dokumen
1,292 Ideological pressure / Penekanan ideologi
962 Traded to various employers / Dijual kepada beberapa majikan
261 Forced consumption of alcohol / Dipaksa untuk menkonsumsi alkohol
196 Forced use of drugs / Dipaksa untuk menggunakan obat-obatan
318 Not allowed to keep earned money / Tidak diijinkan untuk menyimpan uang pendapatan
* Multiple answer / beberapa jawaban
Number of Trafficked Persons Based on How Victim EscapedJumlah Korban Berdasarkan Cara Korban Melarikan Diri
1,867 By themselves / Sendiri
1,083 Police / Polisi
268 No data / Tidak ada data
154 Employer / Majikan
137 Other / Lainnya
111 NGO / LSM
56 Friend / Teman
20 Customer / Pelanggan
Number of Trafficked Persons Based on Type of Direct Assistance Provided to VictimsJumlah Korban Berdasarkan Jenis Bantuan Langsung yang Diberikan kepada Korban
3,616 Health services / Layanan kesehatan
3,696 General psychosocial counselling / Konseling psikososial umum
2,570 Psychological assessment / Penilaian psikologis
3,376 Assisted return / Bantuan pemulangan
see below Reintegration assistance / Bantuan reintegrasi
* See details of reintegration below / Lihat detil reintegrasi di bawah
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 83
Number of Trafficked Persons Based on Reintegration Assistance Provided to VictimsJumlah Korban Berdasarkan Bantuan Reintegrasi yang Diberikan kepada Korban
1,270 Follow up counselling services / Menindaklanjuti layanan konseling
794 Small business assistance* / Bantuan usaha kecil*
805 Follow up transportation assistance / Menindaklanjuti bantuan transportasi
355 Follow up medical care / Menindaklanjuti layanan medis
158 Education assistance / Bantuan pendidikan
254 Non-formal education assistance / Bantuan pendidikan tidak formal
144 Legal assistance / Bantuan hukum
39 Credit union enrollment / Pendaftaran kredit koperasi
215 Refuse any type of reintegration support / Menolak segala macam dukungan reintegrasi
* Small business assistance consisting of the following alternatives: farming, livestock (chicken, ducks, goats, cows, pigs), small shops, motocycle rental, etc
depending on the skills possessed by the VoT. /
Bantuan usaha kecil terdiri dari beberapa alternatif: pertanian, peternakan (ayam, bebek, kambing, sapi, babi), toko kecil, penyewaan motor, dll.
tergantung kepada keterampilan yang dimiliki oleh korban perdagangan manusia.
Number of Trafficked Persons Based on Sexually Transmitted InfectionsJumlah Korban Berdasarkan Infeksi Penularan Penyakit Secara Seksual
Syphilis Gonorrhea Viral warts
4.05 % Female / Perempuan 3.83 % Female / Perempuan 1.32 % Female / Perempuan
2.87 % Male / Laki-laki 23.18 % Male / Laki-laki 0 % Male / Laki-laki
Hepatitis B Trichomoniasis HIV positive*
4.29 % Female / Perempuan 6.10 % Female / Perempuan 1.28 % Female / Perempuan
6.76 % Male / Laki-laki 0 % Male / Laki-laki 1. 48 % Male / Laki-laki
Chlamydia
69.50 % Female / Perempuan * Out of 2,709 tested /
Dari 2.709 yang dites57.14 % Male / Laki-laki
Number of Trafficked Persons Based on Most Common DiseaseJumlah Korban Berdasarkan Penyakit yang Paling Umum
925 Urinary tract infection / Infeksi saluran kencing 331 Refraction disorders / Kelainan
829 Reproductive tract infection / Infeksi saluran reproduksi 263 Headache / Sakit kepala
802 Anemia / Anemia 207 Skin parasite & dermatitis / Penyakit kulit
721 Dental caries / Sakit gigi 151 Menstrual cycle disorders / Kelainan siklus menstruasi
603 Candidiasis / Kandidiasis 109 Viral hepatitis / Virus hepatitis
381 Other respiratory disorders / Kelainan saluran pernapasan 102 Physical trauma / Trauma fisik
380 Hypotension / Hipotensi 39 Tuberculosis / Tuberculosis
366 Dyspepsia / Dispepsia
Number of Trafficked Persons Based on Total Victims Who Received Medical RecoveryJumlah Korban Berdasarkan Angka Keseluruhan yang Menerima Layanan Pemulihan Medis
3,272 Female / Perempuan
344 Male / Laki-laki
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200984
Number of Trafficked Persons Based on Psychological Assessment (June 2005 - September 2009)Jumlah Korban Berdasarkan Penilaian Psikologis (Juni 2005 - September 2009)
29 % Post-traumatic stress symptoms:
Symptoms related to traumatic experiences during trafficking experience (flashbacks, recurring thoughts of abuse, nightmares, avoidance
of any reminders of their traumatic experiences, sudden emotional or physical reactions when reminded of traumatic event, cannot recall
some details of trafficking experience). /
Gejala stres pasca trauma:
Gejala-gejala yang terkait dengan pengalaman traumatik selama pengalaman trafiking (kilatan ingatan masa lalu (flashback), ingatan penganiayaan, mimpi buruk, penghindaran hal-hal yang mengingatkan pengalaman traumatik, reaksi emosi atau fisik secara tiba-tiba ketika
teringat akan peristiwa traumatik, tidak mampu mengingat berbagai hal mengenai trafiking yang dialami).
82 % Depression symptoms:
Mild-moderate Hamilton scale results (depressed mood, feelings of guilt, sleeping problems, loss of weight, loss of interest in nearly all
activities). /Gejala depresi:
Hasil skala Hamilton ringan-sedang (perasaan depresi, perasaan bersalah, masalah tidur, berat badan berkurang, hilangnya minat pada hampir semua kegiatan).
11 % Psychiatric problems:
Severe anxiety/depression Hamilton scale results (difficulty controlling symptoms, which clearly interfere with her daily life, work and
adjustment in social life). /Masalah psikiatri:
Hasil skala Hamilton berupa kecemasan/ depresi berat (kesulitan mengendalikan gejala, yang jelas mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan, dan
penyesuaian terhadap kehidupan sosial).
63 % Anxiety symptoms:
Mild-moderate Hamilton scale results (anxious mood, tense/nervous, fearful, difficulty in concentrating and making decision about
everyday matters, chest pain, irritability or muscle tension). /Gejala kecemasan:
Hasil skala Hamilton tingkat ringan-sedang (rasa cemas, tegang, takut, sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan menyangkut kegiatan sehari-
hari, rasa sakit di dada; mudah kesal, otot tegang).
5 % Excessive use of alcohol:
Symptoms are associated with depressed or anxious feelings. /Pengkonsumsian alkohol secara berlebihan:
Gejala-gejala terkait dengan perasaan depresi atau cemas.
3 % Excessive use of drugs (usually metamphetamines):
Symptoms are associated with depressed or anxious feelings. /Penggunaan obat-obatan secara berlebihan (umumnya metamphetamines):
Gejala-gejala terkait dengan perasaan depresi atau cemas.
5 % Excessive use of smoking:
Symptoms are associated with depressed or anxious feelings. /Merokok secara berlebihan:
Gejala-gejala terkait dengan perasaan depresi atau cemas
10 % Low self-esteem:
Feeling of helplessness, unable to cope, losing control or feeling of worthlessness. Symptoms are associated with depressed feelings. /Kepercayaan diri rendah:
Perasaan tidak berdaya, tidak mampu menghadapi masalah; hilang kendali, merasa tidak bernilai. Gejala-gejala terkait dengan perasaan depresi atau cemas.
9 % Suicidal ideations/plans/attempts:
Symptoms associated with severe depressed feelings such as taking sedatives, cutting their veins, etc. /Kecenderungan/ rencana/ upaya bunuh diri:
Mengkonsumsi obat penenang, memotong urat nadi, gejala-gejala terkait dengan perasaan depresi berat.
7 % No psychological problem / Tidak ada masalah psikologis
2,570 Total number of victims / Jumlah total korban
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 85
Number of Trafficked Persons Based on Psychiatric Assessment (June 2005 - September 2009)Jumlah Korban Berdasarkan Penilaian Psikiatris (Juni 2005 - September 2009)
8 Organic, including symptomatic, mental disorder /Gangguan mental bersifat organik, termasuk simptomatik
2 Mental and behavioural disorders due to psychoactive substance use /Gangguan mental dan perilaku disebabkan penggunaan zat psikoaktif
95 Schizophrenia, schizotypal and delusional disorders /Schizophrenia, Schizotypal and gangguan delusional (mengkhayal)
99 Affective disorders, depressive disorder, bipolar affective disorders, manic disorder /Gangguan afektif, gangguan depresif, gangguan afektif bipolar, manic disorder
82 Neurotic, stress-related and somatoform disorders /Gangguan neurotic, berkaitan dengan stress dan somatoform
3 Mental retardation /Penurunan mental
5 Behavioural and emotional disorders with onset usually occuring in childhood and adolescence /Gangguan perilaku dan emosional yang umumnya bermula di masa kanak-kanak dan remaja
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200986
Technical Cooperation on Migration Management and Capacity-BuildingKerjasama Teknis pada Manajemen Migrasi dan Pembangunan Kapasitas
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 87
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200988
Police Reform ProgrammeProgram Reformasi Polisi
The success of Phase I of IOM’s “Strengthening the
Indonesian National Police through Institution Building”
police reform programme encouraged IOM, the Royal
Netherlands Embassy and the Indonesian National
Police (INP) to launch a second phase of the programme
in October 2007.
Phase II of the programme has focused on ensuring
sustainable reform and preparing for the programme’s
management to be transferred to the INP. The programme
aims to reform the INP and create a professional,
accountable, effective, and humane law enforcement
institution through the implementation of the INP’s
national strategy on Community Policing (POLMAS)
and the promotion of human rights principles.
In 2009, IOM has continued to support police reform
by facilitating the formulation and passage of INP
policies and operational practices, in particular the
new INP Chief Regulation (PERKAP) 8, 2009, on “The
Implementation of Human Rights Principles and
Standards in the Discharge of Duties of the Indonesian
National Police.”
The Regulation’s 64 articles set out clear guidelines
for the conduct of all INP members, comprehensively
covering how police must conduct investigations,
searches, arrests, summons and confiscation of items
from suspects.
The rules officially recognize internationally ratified
inalienable rights such as: the right to life, freedom
from torture, freedom from oppression and freedom of
expression. They also recognize and protect vulnerable
groups such as women, children, ethnic, religious and
sexual minorities.
In 2009 IOM continued to strengthen the INP’s
education and training institutions by conducting
capacity enhancement training for 206 mid-level INP
managers and trainers in INP functions including
Community Guidance, Criminal Investigation,
Intelligence, and Traffic. Participants came from across
Keberhasilan Fase I dari program reformasi polisi IOM
berjudul “Memperkuat Kepolisian Republik Indonesia Melalui
Pembangunan Kelembagaan” telah mendorong IOM, Kedutaan
Besar Kerajaan Belanda serta Kepolisian Republik Indonesia
(Polri) untuk melancarkan fase kedua program pada Oktober
2007.
Fase II dari program tersebut berfokus pada penjaminan
reformasi yang berkesinambungan dan menyiapkan
penyelenggaraan program untuk dialihkan kepada Polri.
Program tersebut bertujuan untuk mereformasi Polri dan
menciptakan sebuah lembaga penegak hukum yang profesional,
bertanggung jawab, efektif, dan manusiawi melalui penerapan
strategi nasional Polri tentang Perpolisian Masyarakat
(POLMAS) dan pemajuan prinsip-prinsip Hak Azazi Manusia
(HAM).
Selama 2009, IOM terus mendukung reformasi polisi dengan
memfasilitasi penyusunan dan pengesahan kebijakan dan
praktek operasional Polri, khususnya Peraturan Kapolri No. 8
tahun 2009 tentang “Pelaksanaan Standar dan Prinsip HAM
dalam Pelaksanaan Tugas Polri.”
Pasal-pasal dalam Perkap No. 64 tersebut menetapkan panduan-
panduan yang jelas tentang perilaku anggota Polri, yang secara
menyeluruh mengatur bagaimana polisi harus menangani
penyidikan, penggeledahan, penangkapan, pemanggilan dan
penyitaan barang dari tersangka.
Peraturan tersebut secara resmi mengakui hak-hak yang tidak
dapat dilanggar yang telah disahkan secara internasional,
seperti: hak untuk hidup, bebas dari siksaan, kebebasan dari
penekanan dan kebebasan untuk mengungkapkan pendapat.
Peraturan tersebut juga mengakui dan melindungi kelompok-
kelompok rentan seperti wanita, anak, kelompok minoritas adat,
agama dan seksual.
Selama periode 2009, IOM terus memperkuat lembaga-lembaga
pendidikan dan pelatihan Polri dengan melaksanakan pelatihan
peningkatan kapasitas bagi 206 manager dan pelatih Polri
tingkat menengah tentang fungsi Polri, termasuk Panduan
Masyarakat, Penyelidikan Pidana, Intelijen, dan Lalu Lintas.
Peserta datang dari seluruh penjuru Indonesia dan masing-
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 89
Indonesia and each function was addressed from a
perspective of human rights and community policing.
IOM also conducted a capacity enhancement Training
of Trainers (ToT) on Guidance and Counselling for a
total of 34 counsellors from across the INP’s first level
police schools, who were then able to pass on their
knowledge to a further 115 counsellors.
A group of 21 mid-level INP officers received ToT
on gender perspectives, gender mainstreaming and
gender in policing. At the higher levels of the INP,
all 215 of the INP’s generals attended IOM’s 2009
information dissemination seminar on “Human Rights
and Community Policing.”
Human interest story
INP Reaches out to Civil Society, Seeks Professionalism On 15 September 2008, Indonesian National Police
(INP) Law Division Head Inspector General Aryanto
Sutadi held a consultative meeting with representatives
of 15 NGOs to discuss security sector reform and to
obtain their input on the INP policy and guidelines on
Community Policing.
It was the first time that the INP and civil society had
come together to discuss a law that was going to impact
on the lives of all Indonesians. Facilitated by IOM and
the Partnership for Governance Reform, the discussion
represented a watershed moment in the INP’s ongoing
reform.
Inspector General Aryanto Sutadi, who is responsible
for the process of institutionalizing Community
Policing in Indonesia and who represents the INP in
the Community Policing Working Group, told the
NGO representatives that he hoped that the law would
lead to a more integrated, holistic and applicable kind
masing fungsi dibahas dari suatu perspektif HAM dan perpolisian
masyarakat.
IOM juga menyelenggarakan sebuah Pelatihan Para Pelatih
untuk meningkatkan kapasitas menyangkut Bimbingan dan
Konseling bagi sejumlah 34 pembimbing dari sekolah kepolisian,
yang kemudian dapat meneruskan pengetahuan mereka ke 115
pembimbing lainnya.
Sejumlah 21 petugas Polri tingkat menengah menerima Pelatihan
Untuk Pelatih tentang perspektif gender, pengarusutamaan
gender dan gender dalam pemolisian. Pada tingkatan yang lebih
tinggi di tubuh Polri, kesemua 215 jenderal polisi mengikuti
seminar perluasan informasi IOM di tahun 2009 tentang “Hak
Azazi Manusia dan Perpolisian Masyarakat”.
Cerita Kemanusiaan
Polri Menyentuh Masyarakat Sipil, Menuju Profesionalisme Pada 15 September 2008, Kepala Divisi Hukum Kepolisian
Republik Indonesia (Polri), Inspektur Jenderal Aryanto Sutadi
menyelenggarakan sebuah pertemuan konsultatif dengan
perwakilan dari 15 LSM guna membahas reformasi sektor
keamanan dan untuk mendapat masukan dari mereka
mengenai kebijakan dan panduan Polri tentang Perpolisian
Masyarakat.
Ini merupakan pertama kalinya Polri dan masyarakat sipil
bertemu untuk membahas sebuah undang-undang yang akan
membawa dampak pada kehidupan semua warga Indonesia.
Dengan difasilitasi oleh IOM dan ‘Partnership for Governance
Reform’, diskusi ini merupakan momen penting dalam
reformasi Polri yang sedang dilaksanakan ini.
Inspektur Jenderal Aryanto Sutadi, yang bertanggung jawab
atas proses pelembagaan Perpolisian Masyarakat di Indonesia
dan yang mewakili Polri dalam Kelompok Kerja Perpolisian
Masyarakat, mengatakan kepada para perwakilan LSM
bahwa ia berharap undang-undang akan menghasilkan jenis
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200990
of community policing that upholds human rights
principles.
“CP should not be limited to problem-solving – it should
also eventually extend to the analysis of social justice
issues and crime prevention,” he said.
In July 2009, IOM partnered with KontraS, Amnesty
International, Praxis, Federation KontraS and POLRI
to facilitate another seminar entitled: ‘Understanding
Policing: Towards A Professional Indonesian Republic
Police.’ Attended by 120 police officer students and a
range of civil society representatives and human rights
advocates from across Indonesia, the seminar dealt with
issues of Community Policing, human rights, and the
barriers to ongoing reform, and created a space where
stakeholders could share learning and experiences.
The Chief of the INP Regulation No. 7 2008 on
Community Policing was enacted in October 2009 as a
nationwide policy and programme.
To date, over 100,000 police field officers have been
trained in Community Policing and Human Rights
through a programme facilitated by IOM and funded
by the Royal Netherlands Embassy and the European
Commission.
perpolisian masyarakat yang lebih terintegrasi, holistik dan
dapat dilaksanakan yang menjunjung tinggi prinsip HAM.
“Polmas seharusnya tidak terbatas pada penyelesaian masalah
– namun perlu untuk mencakup analisa masalah keadilan
sosial dan pencegahan kejahatan,” katanya.
Pada Juli 2009, IOM bermitra dengan KontraS, Amnesty
International, Praxis, Federation KontraS dan POLRI untuk
memfasilitasi seminar lain berjudul ‘Memahami Pemolisian:
Menuju Polri yang Profesional.’ Dengan diikuti oleh 120 siswa
perwira polisi dan sejumlah perwakilan masyarakat sipil
serta aktifis HAM dari seluruh penjuru Indonesia, seminar
tersebut membahas masalah-masalah menyangkut Perpolisian
Masyarakat, HAM, dan rintangan-rintangan terhadap
reformasi, dan menciptakan sebuah wadah dimana para
pemegang kepentingan dapat berbagi pembelajaran dan
pengalaman.
Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2008 tentang Perpolisian
Masyarakat disahkan pada Oktober 2009 sebagai suatu kebijakan
dan program nasional.
Hingga kini, lebih dari 100.000 petugas polisi lapangan telah
dilatih di bidang Perpolisian Masyarakat dan HAM melalui
sebuah program yang difasilitasi oleh IOM dan didanai oleh
Kedutaan Besar Kerajaan Belanda serta Komisi Eropa.
By the numbers Berdasarkan angka as of July 2009 / hingga Juli 2009
Technical Cooperation and Capacity Building (Police Project) Proyek Polisi TCCB
499 Indonesian National Police (INP) Midlevel & High Rank Managers trained in Community Policing (CP) & Human Rights (HR) /Pejabat menengah dan atas Polri mendapat pelatihan tentang Polisi Kemasyarakatan (Polmas) dan Hak Azazi Manusia (HAM)
58 INP Police Functioning Trainers of Trainers (ToTs) attended Refresher Course /Polri memfungsikan pelatihan bagi pelatih untuk menghadiri kursus ..???
206 INP Midlevel Managers and Instructors trained on CP & HR in relation to Police functions /Pejabat menengah Polri dan para instruktur mendapat pelatihan tentang Polmas dan HAM yang berhubungan dengan fungsi-fungsi kepolisian
175 Non-Commissioned Officers (Bintara) trained in basic CP Training /Bintara mendapat pelatihan dasar tentang Polmas
1,208 Non-Commissioned Officers (Bintara) trained in basic HR Training /Bintara mendapat pelatihan dasar tentang HAM
200 SESPIM students trained in Public Perception Mapping of the 2009 General Election Security Threat & the use of CP approaches to
safeguard 2009 General Election / Siswa/i SESPIM mendapat pelatihan tentang Public Perception Mapping..??
21 Midlevel Police Officers trained to be ToTs in Gender Perspectives & Mainstreaming /Pejabat menengah Polri mendapat pelatihan untuk menjadi pelatih tentang Gender Perspective & Mainstreaming ????
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 91
34 INP Counsellors trained to be ToTs in Guidance & Counselling /Penasihat Polri mendapat pelatihan untuk menjadi pelatih tentang Panduan & Konseling
435 INP Midlevel & High Rank Managers attended Seminar & Workshop on information dissemination on Chief of INP Guidelines for CP
Implementation /Pejabat menengah dan atas Polri menghadiri Seminar dan Lokakarya tentang penyebaran informasi dalam hal Panduan dari Kapolri dalam Mengimplementasikan Polmas
350 INP School and Training Centre Counsellors trained in Basic Guidance & Counselling /Penasihat Sekolah dan Pusat Pelatihan Polri mendapat pelatihan tentang Panduan Dasar & Konseling
44 INP Trainers trained to be ToTs in Basic Communication Skills (BCS) & Training Techniques in relation to CP, HR & Gender /Pelatih Polri mendapat pelatihan untuk menjadi pelatih bagi pelatih tentang Kemampuan Dasar Komunikasi & Teknik Pelatihan dalam hubungannya dengan Polmas, HAM dan Jender
1,039 INP School & Training Centres instructors trained in BCS & Training Techniques for CP, HR & Gender /Para instruktur Sekolah dan Pusat Pelatihan Polri mendapat pelatihan tentang Kemampuan Dasar Komunikasi & Teknik Pelatihan untuk Polmas, HAM & Jender
1,680 Community Police Forum (CPF), Community Members & INP members in the targeted area attended sessions on Information Dissemination
on CP & HR /Forum Komunitas Polisi, Anggota Komunitas & anggota Polri di area-are yang telah ditargetkan menghadiri sesi tentang Penyebaran Informasi mengenai Polmas & HAM
175 CSO, midlevel & INP high rank managers, legislative, academician participated in the Seminar on Chief of INP Guidelines for Implementation
of HR Principles for Law Enforcement Officers /CSO, pejabat menengah & atas Polri, legislatif, kaum akademis berpartisipasi pada Seminar mengenai Panduan dari Kapolri untuk Mengimplementasikan Prinsip-prinsip HAM bagi para petugas penegak hukum
25 SESPIM lecturers/Widya Iswara attended enhancement training in BCS & Training Techniques /Dosen SESPIM/Widya Iswara menghadiri pelatihan tambahan tentang Kemampuan Dasar Komunikasi & Teknik Pelatihan
1,000 Guide Book/Manual on Human Rights for The Indonesian National Police (May 2006) printed and distributed in Bahasa Indonesia and
English /Buku Panduan/Manual tentang HAM bagi Polri (Mei 2006) telah dicetak dan didistribusikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
500 Training Manual on Community Policing for the Indonesian National Police (June 2006) printed and distributed in Bahasa Indonesia
and English /Manual Pelatihan tentang Polmas bagi Polri (Juni 2006) telah dicetak dan didistribusikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
25 Training Manual on Gender in Policing for the Indonesian National Police (November 2008) printed and distributed in Bahasa /
Indonesia & English /Manual Pelatihan tentang Jender dalam bagi Polri (Nopember 2008) telah dicetak dan didistribusikan dalam Bahasa Indonesia & Inggris
1,500 Training Manual on Basic Communication & Training techniques for National Police School Trainers Enhancement of Capacity
Training (October 2008) printed and distributed in Bahasa Indonesia and English /Manual Pelatihan tentang Dasar Komunikasi & Teknik Pelatihan Tambahan bagi Pelatih Sekolah Polri dalam hal Pelatihan Kapasitas (Oktober 2008) telah dicetak dan didistribusikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
450 Training Manual on Guidance and Counselling for Counsellors in the Indonesian National Police Training and Education Institution
(March 2009) printed and distributed in Bahasa Indonesia and English / Manual Pelatihan tentang Panduan dan Konseling bagi Penasihat di Institusi Pendidikan dan Pelatihan Polri (Maret 2009) telah dicetak dan didistribukan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
70,000 Chief of INP’s Guidance on the Implementation of Community Policing by the Indonesian National Police (September 2008) printed
and distributed in Bahasa Indonesia and English / Panduan dari Kapolri tentang Pengimplementasian Polmas oleh Polri (September 2008) telah dicetak dan didistribusikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
51,000 Chief of INP’s Guidance on the Implementation of Human Rights Principles for Law Enforcement Officers by the Indonesian National
Police (July 2009) printed and distributed in Bahasa Indonesia and English / Panduan dari Kapolri tentang Implementasi Prinsip-prinsip HAM untuk Petugas Penegak Hukum oleh Polri (Juli 2009) telah dicetak dan didistribusikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
11,100 Bilingual Newsletters printed and circulated /Newsletter dalam dua bahasa telah dicetak dan disirkulasikan
5,000 Community Policing posters printed and distributed /Poster-poster Polmas telah dicetak dan didistribusikan
5,000 Human Rights posters printed and distributed /Poster-poster HAM telah dicetak dan didistribusikan
1 CP & HR interactive learning website in SESPIM developed & operational /Situs belajar secara interaktif Polmas dan HAM di SESPIM telah dijalankan & dikembangkan
4 Computer sets donated to SESPIM to support the operation of interactive learning website /Paket-paket komputer didonasikan untuk mendukung kegiatan situs belajar secara interaktif kepada SESPIM
215 Senior High Level INP Officers undergo information dissemination on Human Rights and Community Policing /Senior tingkat atas Polri melakukan penyebaran informasi tentang HAM dan Polmas
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200992
The finalists of the Poster Competition on Community Policing and Human Rights/ Finalis Kompetisi Poster tentangPolisi Kemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 93
Facilitating MigrationMemfasilitasi Migrasi
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200996
Labour MigrationMigrasi Tenaga Kerja
In 2008 almost 700,000 labour migrants officially left
Indonesia to seek employment abroad, the majority
in Malaysia or the Middle East. It is believed that
several hundred thousand more also left without
following proper procedures and are now working as
undocumented migrants in other countries.
Undocumented migration is full of risks. IOM works to
facilitate the development of policies and programmes
to improve documented migration practices in
Indonesia that benefit all stakeholders in labour
migration – government, migrants and wider Indonesian
society.
As Indonesia seeks to better support its migrant workers,
IOM is supporting enhanced labour migration practices
to popular destination countries for Indonesian labour
migrants. IOM’s project: “Promoting Dialogue and
Information Sharing on Labour Migration between
Indonesia and Malaysia, Singapore and the Middle
East” aims to enhance labour migration management
capacity in Indonesia. Funded by the US State
Department’s Bureau for Population, Refugees and
Migration (PRM), the project promotes dialogue
between Indonesia and selected key labour destination
countries in Asia and the Middle East, namely Malaysia,
Singapore, Bahrain, Kuwait and Egypt.
As part of the project a research report has been
produced, which outlines the main weaknesses in the
labour migration system in Indonesia, as well as some
of the problems migrants encounter in key destination
countries. It also provides recommendations as to
how the system could be improved. In addition, a
Government Working Group was formed, led by
the Coordinating Ministry for Economic Affairs, to
identify challenges facing Indonesia’s labour migration
management and find solutions through facilitated
study trips to Malaysia, Singapore, Kuwait and Bahrain.
The study visits were aimed at promoting dialogue to
address present and future migration challenges and
at reaching solutions that will benefit both origin and
destination countries.
Selama 2008 hampir 700.000 tenaga kerja migran resmi
meninggalkan Indonesia untuk mencari kerja di luar negeri, yang
sebagian besar ke Malaysia atau Timur Tengah. Diperkirakan
beberapa ratus ribu juga telah pergi, tanpa mengikuti prosedur
yang benar dan saat ini bekerja sebagai TKI tanpa dokumen di
negara lain.
Migrasi tanpa berdokumen penuh dengan risiko. IOM bekerja
untuk memfasilitasi pengembangan kebijakan dan program
guna meningkatkan migrasi berdokumen di Indonesia yang
membawa manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan di
migrasi tenaga kerja – yakni pemerintah, migran dan masyarakat
Indonesia secara luas.
Melihat Indonesia berupaya untuk lebih mendukung para
tenaga kerja migrannya, IOM mendukung praktek-praktek
migrasi tenaga kerja yang lebih baik ke negara-negara tujuan yang
populer bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI). Proyek IOM yang
berjudul “Memajukan Dialog dan Pertukaran Informasi Tentang
Migrasi Tenaga Kerja Antara Indonesia dan Malaysia, Singapura
dan Timur Tengah” bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
penanganan migrasi tenaga kerja di Indonesia. Dengan didanai
oleh Biro Kependudukan, Pengungsi dan Migrasi (PRM) pada
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, proyek ini memajukan
dialog antara Indonesia dan beberapa negara tujuan tertentu di
Asia dan Timur Tengah, yakni Malaysia, Singapura, Bahrain,
Kuwait dan Mesir.
Sebagai bagian dari proyek ini, sebuah laporan riset telah disusun,
yang menggariskan kelemahan-kelemahan utama pada sistem
migrasi tenaga kerja di Indonesia, disamping juga masalah-
masalah yang dihadapi para migran di beberapa negara tujuan
utama. Laporan tersebut juga memberikan beberapa rekomendasi
mengenai bagaimana hal tersebut dapat ditingkatkan. Disamping
itu, sebuah Kelompok Kerja Pemerintah juga telah dibentuk, yang
diketuai oleh Kementrian Koordinator Urusan Ekonomi, untuk
mengidentifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam
pengelolaan migrasi tenaga kerja Indonesia dan mencari solusi
melalui kunjungan belajar ke Malaysia, Singapura, Kuwait dan
Bahrain. Kunjungan studi ini bertujuan memajukan dialog guna
menjawab tantangan-tantangan migrasi yang ada saat ini maupun
di masa depan, sekaligus mencari solusi yang akan membawa
manfaat bagi negara pengirim maupun negara tujuan.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 97
The Working Group consisted of representatives from
eight government ministries working directly and
indirectly in the field of labour migration in Indonesia.
After completing the series of study visits, the Working
Group contributed their findings to the research report
and provided recommendations. The research was
conducted by IOM in collaboration with the Institute
for ECOSOC.
The final report will be launched during a conference
in January 2010, attended by stakeholders including the
government, civil society organizations from Indonesia
and the four destination countries, and returned
migrants. IOM hopes that the research report will be
used by the government to improve labour migration
management and to shape labour migration policy.
In addition to its other labour migration projects, IOM is
currently starting a new project to enhance Indonesian
labour attachés’ capacity to protect Indonesian migrant
workers overseas.
Human interest story
Government Advisor Dr. Arifien Habibie Wants a Better Deal for MigrantsDr Arifien Habibie, Senior Advisor to the Coordinating
Minister of Economic Affairs, says that labour migration
in Indonesia is not yet properly managed, focusing too
much on the commercial aspects of migration and not
paying enough attention to the welfare of migrants.
But he is hopeful that things are changing. Indonesian
President Susilo Bambang Yudhoyono has expressed
his concerns about how labour migration is currently
being managed, reforming the mechanisms for the
placement and protection of migrant workers through
Presidential Instruction No. 6/2006, he notes.
Kelompok Kerja tersebut terdiri dari para perwakilan dari
delapan departemen pemerintah yang bekerja secara langsung
dan tidak langsung di bidang migrasi tenaga kerja di Indonesia.
Setelah menyelesaikan rangkaian kunjungan studi, kelompok
kerja ini menyumbangkan temuan-temuan mereka dalam
bentuk laporan riset dan memberikan beberapa rekomendasi.
Riset tersebut dilakukan oleh IOM bekerjasama dengan ‘Institute
for ECOSOC’.
Laporan akhir diluncurkan dalam sebuah konferensi pada Januari
2010, dengan dihadiri para pemegang kepentingan termasuk
pemerintah, organisasi masyarakat sipil dari Indonesia dan
keempat negara tujuan, serta para migran yang telah pulang.
IOM berharap laporan riset tersebut akan digunakan oleh
pemerintah untuk meningkatkan penanganan migrasi tenaga
kerja dan untuk membentuk kebijakan migrasi tenaga kerja kita.
Disamping proyek-proyeknya di bidang migrasi, IOM saat ini
memulai sebuah proyek baru untuk meningkatkan kapasitas
perwakilan pejabat tenaga kerja Indonesia di kedutaan-kedutaan
besar Indonesia guna melindungi para TKI di luar negeri.
Cerita kemanusiaan
Penasehat Pemerintah Dr. Arifien Habibie ingin Situasi yang Lebih Baik bagi Migran Dr Arifien Habibie, Penasehat Senior Menteri Urusan Ekonomi,
mengatakan bahwa migrasi tenaga kerja di Indonesia masih
belum dikelola dengan baik, yang berfokus terlalu banyak pada
aspek komersil dari migrasi dan tidak memberi perhatian yang
cukup pada kesejahteraan para migran.
Namun ia yakin bahwa situasi tersebut sedang berubah. Ia melihat
bahwa Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono telah
menyatakan keprihatinannya mengenai bagaimana migrasi
tenaga kerja ditangani saat ini, memperbaharui mekanisme
untuk penempatan dan perlindungan para tenaga kerja migran
melalui Instruksi Presiden No. 6/2006.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 200998
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 99
In 2009 Dr. Habibie led an Indonesian delegation
on study visits to Singapore, Malaysia, Kuwait and
Bahrain. Accompanied by IOM staff members, the
delegation included representatives from the Ministry
of Manpower and Transmigration, National Board
for Placement and Protection of Overseas Migrant
Workers, Ministry of Social Affairs, Indonesian National
Police, Ministry of Women’s Empowerment, Ministry
of Foreign Affairs, Coordinating Ministry of People’s
Welfare and Ministry of Home Affairs.
The study visits were facilitated by IOM as a part of
the: “Promoting Dialogue and Information Sharing on
Labour Migration between Indonesia and Malaysia,
Singapore, and the Middle East” project. The visits
aimed to promote dialogue between the government
and labour migration destination countries and to
assist Indonesia in meeting its present and future
labour migration challenges.
According to Dr Habibie, IOM’s facilitation has lead to
the most comprehensive study visits so far conducted
in the field. During the visits, the delegation met
with various stakeholders including the governments
of the destination countries, NGOs and researchers, as
well as visiting shelters for labour migrants, overseas
Indonesian communities and Indonesian Embassies.
This breadth of consultation allowed the delegation to
get a comprehensive picture of the labour migration
situation in each destination country, with IOM
providing a forum where the government representatives
could discuss the problems associated with labour
migration and potential solutions with a wide range of
stakeholders.
“These trips have provided us with valuable information
on Indonesian labour migrants’ situations, on labour
markets and on host countries’ policies that will help us
to shape better policies on labour migration management in
Indonesia,” says Dr. Habibie.
Currently, 70 per cent of Indonesian labour migrants
are unskilled. Dr. Habibie is optimistic that within five
years, Indonesia will be able to deploy a more equal
mix of both skilled and unskilled migrant workers.
Reflecting on his experiences, Dr. Habibie hopes that
IOM will continue to assist the government to improve
its capacity to better address migration challenges
in the future, particularly by bridging gaps between
governments and promoting information sharing in
bilateral and international fora.
Pada 2009 Dr. Habibie memimpin sebuah delegasi Indonesia
dalam kunjungan belajar ke Singapura, Malaysia, Kuwait dan
Bahrain. Dengan didampingi oleh staf IOM, delegasi tersebut
terdiri dari perwakilan dari Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Departemen Sosial, Polri, Kementrian
Pemberdayaan Perempuan, Departemen Luar Negeri, Kementrian
Koordinator Kesejahteraan Rakat dan Departemen Dalam
Negeri.
Kunjungan studi tersebut difasilitasi oleh IOM sebagai bagian
dari proyek “Memajukan Dialog dan Pertukaran Informasi
Tentang Migrasi Tenaga Kerja antara Indonesia dan Malaysia,
Singapura, dan Timur Tengah. Kunjungan tersebut ditujukan
untuk memajukan dialog antara pemerintah dan negara tujuan
migrasi tenaga kerja sekaligus membantu Indonesia dalam
menanggulangi tantangan migrasi tenaga kerja yang ada saat
ini dan di masa depan.
Menurut Dr Habibie, fasilitasi IOM telah berujung pada
kunjungan belajar yang paling komprehensif yang pernah
dilakukan hingga kini di lapangan. Selama kunjungan tersebut,
delegasi bertemu dengan beberapa pemegang kepentingan
termasuk pemerintah negara tujuan, LSM dan peneliti, disamping
mengunjungi tempat shelter bagi tenaga kerja migran, masyarakat
Indonesia di luar negeri dan Kedutaaan Besar Indonesia.
Luasnya jangkauan konsultasi tersebut memungkinkan delegasi
untuk mendapatkan gambar komprehensif mengenai situasi
migrasi tenaga kerja di masing-masing negara tujuan. IOM telah
menyediakan sebuah forum dimana para perwakilan pemerintah
dapat mendiskusikan masalah-masalah yang terkait dengan
migrasi tenaga kerja serta penyelesaian-penyelesaian potensial
dengan berbagai pemegang kepentingan.
“Kunjungan-kunjungan tersebut telah memberikan informasi
berharga tentang situasi para tenaga kerja migran Indonesia,
tentang lapangan kerja dan kebijakan-kebijakan negara tujuan
yang akan membantu kita menyusun kebijakan yang lebih
baik tentang penanganan migrasi tenaga kerja di Indonesia,”
kata Dr. Habibie.
Saat ini, 70 persen tenaga kerja Indonesia tidak memiliki
keterampilan. Dr Habibie optimis dalam waktu lima tahun,
Indonesia akan mampu mengirim pekerja terlatih dan tidak
terlatih dalam jumlah yang lebih seimbang.
Melihat dari pengalamannya, Dr. Habibie berharap IOM
akan terus membantu pemerintah memperbaiki kapasitasnya agar
secara lebih baik dapat menangani tantangan-tantangan
migrasi di masa depan, khususnya dengan menjembatani
kekosongan-kekosongan antara pemerintah dan memajukan
pertukaran informasi dalam forum bilateral maupun
internasional.
Project Development and Donor ListUnit Pengembangan Proyek dan Daftar Donor
Project Development and Donor ListUnit Pengembangan Proyek dan Daftar Donor
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009102
Project Development and Donor ListPengembangan Proyek dan Daftar Donor
IOM Indonesia, with its broad range of operations
throughout the Indonesian archipelago, is one of the
largest IOM missions in the world. IOM Indonesia
successfully raised USD 22.9 million for 17 new projects
in 2009.
With support from the the Governments of
Australia, European Commission, The Netherlands,
Japan, United Kingdom, United States of America,
the United Nations (UN) and the multi-donor Java
Reconstruction Fund, the Mission secured its long-
term presence in Indonesia to support the Government
of Indonesia’s initiatives in the areas of Migration
Management, Security Sector Reform, Return
Assistance to Migrants, Post-Disaster and Post-Conflict
Rehabilitation, Migration Health, Counter-Trafficking,
Labour Migration and Migration and Development.
Thanks to the funding raised in 2009 in close coordination
with its UN and non-UN humanitarian relief partners,
IOM continued to be one of the main humanitarian
actors in Indonesia.
While traditional bi- and multilateral donors were the
main contributors to IOM’s activities in Indonesia
throughout 2008, IOM continued to receive funding
from international non-governmental organizations,
demonstrating its attractiveness as a flexible, hands-on
organization, and its capacity to deliver high-quality
services and effective assistance.
IOM Indonesia’s strategy remains to closely
work governmental, intergovernmental and non-
governmental partners to provide services and advice
to the Government of Indonesia, migrants and migrant
communities.
In 2009, IOM has received funding from 22 different
donors, confirming a solid and diversified funding base
for annual and multi-annual projects and programmes
in Indonesia.
IOM Indonesia, dengan sejumlah kegiatannya yang
beraneka ragam di kepulauan Indonesia, merupakan salah
satu misi IOM terbesar di dunia. IOM Indonesia telah
berhasil menggalang ASD 22,9 juta untuk 17 proyek baru
selama 2009.
Dengan dukungan dari Pemerintah Australia, Komisi Eropa,
Belanda, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, PBB dan berbagai
donor yang terhimpun di dalam ‘Java Reconstruction Fund’,
IOM Indonesia telah menjamin keberadaannya untuk
jangka panjang di Indonesia guna membantu berbagai
inisiatif Pemerintah Indonesia di bidang Pengaturan Migrasi,
Reformasi Sektor Keamanan, Bantuan Pemulangan Bagi
Migran, Rehabilitasi Pasca-Bencana dan Pasca-Konflik,
Kesehatan Migrasi, Penanggulangan Tindak Pidana
Perdagangan Manusia, Migrasi Tenaga Kerja dan Migrasi
dan Pembangunan. Berkat pendanaan yang telah digalang
selama 2009 di bawah kerjasama yang erat dengan para
mitranya di PBB maupun non-PBB, IOM terus menjadi
salah satu pelaku utama bantuan kemanusiaan di Indonesia.
Meskipun donor bilateral dan multilateral tetap menjadi
kontributor utama bagi kegiatan IOM di Indonesia selama
tahun 2008, IOM terus menerima pendanaan dari organisasi
non-pemerintah internasional, yang menunjukkan daya
tariknya sebagai organisasi yang fleksibel, serta kapasitasnya
untuk memberikan layanan berkualitas tinggi dan bantuan
yang efektif.
Strategi IOM Indonesia masih tetap dengan bekerjasama
secara erat dengan para mitra pemerintahan, antar
pemerintah dan non-pemerintah guna menyediakan layanan
dan nasehat kepada Pemerintah RI, para migran dan
komunitas migran.
Selama 2009, IOM telah menerima pendanaan dari 22
donor yang berbeda-beda, yang mengukuhkan landasan
pendanaan yang solid dan beraneka ragam bagi proyek-
proyek dan program-program tahunan dan multi-tahunan
di Indonesia.
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 103
By the numbers Berdasarkan angka as of end of December 2009 / hingga Desember 2009
IOM Harvard Medical School Programme, Aceh Program IOM Harvard Medical School, Aceh
USD 96,722,135 Total value of project and programme portfolio in 2009 / Total nilai proyek dan program pada tahun 2009
USD 23,492,882 Total value of funding raised for new projects in 2009 (including extensions) / Total nilai dana yang dikumpulkan untuk proyek-proyek baru pada tahun 2009 (termasuk proyek lanjutan)
USD 35,401,310 Total value of projects under development /Total nilai proyek-proyek yang sedang dikembangkan
43 Number of projects implemented by IOM Indonesia in 2009 /Jumlah proyek-proyek yang diimplementasikan oleh IOM Indonesia pada tahun 2009
13 Number of projects implemented by IOM in Aceh in 2009 / Jumlah proyek-proyek yang diimplementasikan oleh IOM di Aceh pada tahun 2009
23 Number of new projects in 2009 /Jumlah proyek-proyek baru pada tahun 2009
18 Number of projects under development / Jumlah proyek-proyek yang sedang dikembangkan
22 Number of donors in 2009 / Jumlah donor pada tahun 2009
Donor List and Contribution Daftar Donor dan Kontribusinya
USD 21,407,194 Australia - Department of Immigration and Citizenship (DIAC)
USD 17,631,483 European Comission (EC), including ECHO
USD 10,602,042 United States Agency for International Development (USAID)
USD 9,266,007 Japan
USD 8,082,962 American Red Cross
USD 7,373,834 Royal Netherlands Embassy (RNE)
USD 5,565,948 Canadian International Development Agency (CIDA)
USD 4,484,000 Java Reconstruction Fund (JRF)
USD 3,184,000 United States - Bureau of Population, Refugees, and Migration (PRM)
USD 1,826,805 AmeriCares
USD 1,620,882 Asian Development Bank (ADB)
USD 1,614,184 Department For International Development (DFID)
USD 1,221,148 Cooperative for Assistance and Relief Everywhere (CARE)
USD 668,869 Australian Customs and Border Protection Service
USD 660,000 United States - The Office to Monitor and Combat Trafficking in Persons (G/TIP)
USD 654,046 Save The Children
USD 407,618 Central Emergency Response Fund
USD 183,887 Australian Federal Police
USD 141,849 Central Fund for Influenza Action (CFIA)
USD 100,000 Brazil
USD 15,540 Norwegian Embassy
USD 9,837 UNAIDS – Programme Acceleration Funds (PAF)
USD 96,722,135 TOTAL
IOM Indonesia OfficesKantor-kantor IOM Indonesia
IOM Indonesia Offices
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009106
IOM INDONESIA
Sampoerna Strategic Square, North Tower, Floor 12A,
Jl. Jend. Sudirman Kav.45-46, Jakarta Selatan 12930, Indonesia
P. +62 (21) 579 51 275 F. +62 (21) 579 51 274 E. [email protected]
IOM Banda aceh
Jl. Sudirman No. 32, Banda Aceh 23230,
Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia
P. +62 (651) 435 56 F. +62 (651) 435 54
IOM Medan (ops)
Jl. Mojopahit No. 65, Medan 20153,
Sumatera Utara, Indonesia
P. +62 (61) 415 2 567 F. +62 (61) 452 5 122
IOM Padang
Jl. Batang Naras No. 6, Padang Baru, Padang,
Sumatera Barat, Indonesia
P. +62 (751) 705 5 354
IOM Batam (ops)
Jl. Tiban II Blok B IV/5, RT 002 RW 11,
Kel. Tiban Lama, Kec. Sekupang,
Batam 29425, Indonesia
P. +62 (778) 322 526 F. +62 (778) 322 526
IOM Tanjung Pinang
Jl. Gatot Subroto Villa Taman Pinang Blok D2,
Kel. Kampung Bulang, Kec. Tanjung Pinang Timur,
Kepulauan Riau 29123, Indonesia
P. +62 (771) 311 961 F. +62 (771) 311 961
IOM Lampung (ops)
Jl. KH. Mansyur No. 115, Rawa Laut,
Kec. Tj. Karang Timur, Bandar Lampung, Indonesia
P. +62 (721) 261 325
IOM Bogor (ops)
Komp. Dosen IPB, Jl. Intan No.25/27, Tanah Baru, RT 03 RW 11,
Kel. Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat, Indonesia
P. +62 (251) 832 4 781 F. +62 (251) 832 4 781
IOM Bandung
Jl. Setia No. 9, Sukajadi, Bandung,
Jawa Barat, Indonesia
P. +62 (22) 203 2 855
IOM Yogyakarta
Jl. HOS Cokroaminoto No. 109,
Yogyakarta 55253, Indonesia
P. +62 (274) 619 055/56 F. +62 (274) 619 012
IOM Surabaya (ops)
Jl. Raya Pabean-Sedati (Juanda Baru), Garden Dian Regency, Alamanda II-25,
Sidoarjo, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
P. +62 (31) 868 5 359 F. +62 (31) 869 0 127
IOM Indonesia Annual Report / Laporan Tahunan 2009 107
IOM Situbondo (Police Project)
Polres Situbondo, Jl. PB Sudirman No. 30, Situbondo 68312,
Jawa Timur, Indonesia
IOM Denpasar (police Project)
Polri-RNE Coordination Office, POLDA Bali lt. 2,
Jl. WR Supratman No. 7, Denpasar, Bali, Indonesia
IOM Pontianak (ops)
Jl. Lombok No. 70, Pontianak 78121,
Kalimantan Barat, Indonesia
F. +62 (561) 763 953
IOM Makasar (ops)
Perumahan Tulip Blok C1/31, Panakkukang,
Jl. Boulevard, Makasar, Sulawesi Selatan, Indonesia
P. +62 (411) 432 750
IOM Mataram (ops)
Jl. Pelikan No. 9, Pajang Timur, Mataram 83121,
Nusa Tenggara Barat, Indonesia
P. +62 (370) 644 283 F. +62 (370) 647 813
IOM Kupang (ops)
Jl. Srikandi No. 22, Kelapa Lima, Kupang,
Nusa Tenggara Timur, Indonesia
P. +62 (380) 828 382 F. +62 (380) 828 382
IOM Rote (ops)
Nusaklai (Ba’a) Rote, RT 09 RW 04,
Kel. Mokdale, Kec. Lobalain, Kab. Rote Ndao,
Rote, Indonesia
P. +62 (380) 871 226
IOM Maumere (ops)
Jl. Brai No. 18,
Kel. Nangameting, Kec. Alok Timur, Kab. Sikka,
Maumere, Flores, Indonesia
P. +62 (382) 221 86 F. +62 (382) 210 00
IOM Ambon (ops)
Perumahan Puspa Sari Blok B No. 6, Halong Atas, Ambon,
Maluku, Indonesia
IOM Jayapura (ops)
Gedung BPID lt. 2, Jl. Dr. Sam Ratulangi No. 32,
Jayapura 99112, Indonesia
IOM Merauke (ops)
Jl. Raya Mandal, Bampel,
Kel. Mandala, Kec. Merauke, Indonesia
International Organization for Migration (IOM) Indonesia
Sampoerna Strategic Square, Tower North, Floor 12AJalan Jendral Sudirman Kav.45-46, Jakarta Selatan 12930, IndonesiaP. +62 21 5795 1275 F. +62 21 5795 1274 E. [email protected]://www.iom.or.id
de
sign
ed
by
: san
da
fath
ara
ni (s.fa
tha
ran
i@g
ma
il.co
m)