artikel ptk make a match

25
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA PADA SUB-POKOK BAHASAN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI KELAS VII C SMP NEGERI 2 ARJASA TAHUN AJARAN 2011/2012 Ilham Saifudin *) Toto’ Bara Setiawan**) Susi Setiawani***) ABSTRACT : The purpose of this research is to increase students’ activities and learning result. In this research used Cooperative Learning methods by using Make A Match. This research is Classroom Actions Research (CAR) in two learning cycles, there are two meetings in each cycles. In the first cycle, what will be taught is about rectangular. Whereas in the second cycle is about square. The research methods are documentation, observation, test and interview. The data which analysed are teacher’s activities, students’ activities and students’ test result. The Final result of students’ activities in this research from the first cycle to the second cycle has increased but final result of students’ test result is not increase because the topic in cycle two is more difficult than cycle one. Key words : Cooperative learning methods by using make a match, students’ test result, students’ activities. Pendahuluan Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya Keterangan: *) Ilham Saifudin adalah mahasiswa S-1 pada Program Studi Pendidikan Matematika **) Drs. Toto’ Bara Setiawan, M.Si. selaku dosen pembimbing I ***) Susi Setiawani, S.Si., M.Sc.selaku dosen pembimbing II 1

Upload: sai-ilham

Post on 14-Sep-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA PADA SUB-POKOK BAHASAN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI KELAS VII C SMP NEGERI 2 ARJASA TAHUN AJARAN 2011/2012

Ilham Saifudin *)Toto Bara Setiawan**)Susi Setiawani***)

ABSTRACT :The purpose of this research is to increase students activities and learning result. In this research used Cooperative Learning methods by using Make A Match. This research is Classroom Actions Research (CAR) in two learning cycles, there are two meetings in each cycles. In the first cycle, what will be taught is about rectangular. Whereas in the second cycle is about square. The research methods are documentation, observation, test and interview. The data which analysed are teachers activities, students activities and students test result. The Final result of students activities in this research from the first cycle to the second cycle has increased but final result of students test result is not increase because the topic in cycle two is more difficult than cycle one.

Key words : Cooperative learning methods by using make a match, students test result, students activities.

PendahuluanSalah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep yang dipahami. Selain itu, cara mengajar haruslah menyenangkan dalam penyampaian suatu pelajaran kepada si pelajar terutama yang ada kaitannya dalam pelajaran matematika yang cenderung membosankan dan pelajar susah memahaminya.Selama ini pembelajaran yang diterapkan di sekolah cenderung berfokus pada aktivitas guru sebagai pengajar dan materi yang diajarkan kurang dihubungkan dengan lingkungan dan kehidupan sehari-hari siswa. Kegiatan pembelajaran seperti ini juga terjadi di SMP Negeri 2 Arjasa. Sejak tahun pelajaran 2006/2007 SMP Negeri 2 Arjasa, seperti halnya SMP lainnya telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun menurut hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan KTSP. Salah satu kendala utama adalah kurang antusiasnya siswa untuk belajar. Siswa lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru, diam dan enggan dalam mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka pembelajaran matematika, siswa mesti dilibatkan secara mental, fisik dan sosial untuk membuktikan sendiri tentang kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum matematika yang dipelajarinya melalui proses ilmiah. Jika hal ini tidak tercakup dalam proses pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep matematika akan kurang dan akan menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa yang pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan. Berdasarkan informasi diatas, dilakukan observasi di SMP Negeri 2 Arjasa pada tanggal 21 februari 2012 dan diperoleh keterangan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas VII C di sekolah tersebut masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian siswa hanya mencapai 5,5 pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan belajar menurut kurikulum, yakni sebesar 6,5 atau 65 % dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berada dibawah standar ketuntasan yang diharapkan. Dari hasil wawancara ini pula diperoleh informasi dari guru matematika bahwa pokok bahasan yang dianggap sulit untuk dipahami oleh siswa adalah sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi. Dalam hal ini siswa seringkali mengalami kesulitan dan kekeliruan dalam menyelesaikan soal-soal latihan. Guru atau teman yang lebih paham tentang sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi kurang begitu aktif untuk memberikan penjelasan kembali jika ada siswa mengalami kesulitan dan belum mengerti. Terlebih lagi guru jarang memberikan soal-soal latihan. Guru hanya menjelaskan materi dan membuat rangkuman. Selain itu, guru hanya sekedar memberikan rumus yang telah tersedia tanpa membantu menuntun siswa untuk menemukan kembali rumus keliling dan luas persegi panjang dan persegi. Oleh karena itu, jika siswa diberi soal-soal latihan mereka tidak bisa menjawab. Mereka hanya bisa mengerjakan soal-soal yang sama persis dengan yang dicontohkan oleh guru. Guru dan peneliti menduga model pembelajaran yang digunakan selama ini belum efektif. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa khususnya siswa kelas VII C SMP Negeri 2 Arjasa pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi. Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994 (Lie, 2002:55). Teknik mencari pasangan (make a match) merupakan salah satu teknik dalam model pembelajaran cooperative learning yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Dalam penerapannya, teknik ini menggunakan kartu (jenis materi dan soal) sebagai media untuk mengatur pola interaksi siswa dalam kelompok belajar. Setiap siswa akan mencari pasangan kelompok dengan mencocokkan kode kartu tersebut. Setelah mencocokkan kartu, siswa saling berbagi pemahaman tentang materi dan cara pengerjaan soal dengan pasangan kelompoknya. Selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk mencari pasangan kelompok baru seperti yang tertulis di dalam kartu. Kedua kelompok saling bertukar kartu dan mencocokkan jawaban dari soal yang telah dikerjakan. Setelah proses diskusi berakhir, siswa mempresentasikan hasil diskusi dari masing-masing kelompok. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.Pada penelitian ini menggunakan kartu yang yang terdiri dari 8 macam warna yaitu merah, kuning, hijau, biru, coklat, putih, ungu dan merah muda. Jumlah kartu yang disediakan sebanyak 32 kartu yang di dalamnya berisi 16 soal dan 16 jawaban. Kartu dalam warna yang sama membahas materi yang sama, tetapi soal yang di peroleh berbeda. Pada setiap kartu memiliki tepat satu pasangan yang cocok antara soal dan jawabannya yang harus dicari pasangannya dengan cara mengerjakan soal yang telah diberikan. Setelah di cocokkan kesamaan antara kartu dan jawaban, maka siswa berbagi pemahaman dari hasil diskusi kelompok sebelumnya dengan siswa yang menjadi pasangannya.Adapun langkah-langkah model pembelajaran cooperative learning teknik mencari pasangan adalah sebagai berikut:1. guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Kartu yang disiapkan sebanyak 38 kartu, yang terdiri dari 19 kartu soal dan 19 lagi kartu jawaban. Macam warna yang digunakan untuk kartu tersebut yaitu: merah, kuning, hijau, biru, coklat, putih, ungu, merah muda. Masing-masing warna terdiri dari 4-5 kartu yang didalamnya berisi soal maupun jawaban, tetapi soal ataupun jawabanya tidak dalam satu warna yang sama. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.2. setelah guru membagi kelompok, guru memberikan LKS untuk membimbing diskusi;3. masing-masing kelompok mendiskusikan LKS yang telah diberikan oleh guru;4. guru membagikan kartu soal/jawaban kepada siswa sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan;5. guru meminta tiap siswa mengerjakan kartu soal dari kartu yang dipegang. Sedangkan siswa yang mendapatkan kartu jawaban membantu megerjakan siswa;6. setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya dengan durasi waktu selam 10 menit. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan rumus keliling persegi panjang maka akan berpasangan dengan kartu yang berisikan rumus persegi panjang, yaitu .7. setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin;8. jika siswa tidak dapat mencocokkan kartu soal dengan kartu jawaban yang telah dibuat berpasangan (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama;9. setelah siswa menemukan pasangan yang cocok, siswa dan pasangannya saling berdiskusi tentang pemahaman materi yang didapat;10. siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok;11. guru meminta siswa agar mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan;12. guru meminta siswa mempresentasikan/memaparkan hasil diskusi di depan kelas dengan cara diundi;13. guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Metode PenelitianSubyek penelitian adalah tempat variabel melekat. Subjek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII C SMP Negeri 2 Arjasa. Alasannya adalah berdasarkan tes pendahuluan yang dilaksanakan belum tercapai ketuntasan klasikal. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada semester genap tahun ajaran 2011/2012. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui makna dari penerapan dan pengaruh pembelajaran kooperatif tipe make a match terhadap hasil belajar matematika siswa pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data deskriptif yang menjelaskan tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Selain itu, akan dinilai bagaimana aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran.Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau PTK. Arikunto (2006:96) menerangkan bahwa penelitian tindakan kelas (classroom action research) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Selain itu, PTK (Penelitian Tindakan Kelas) merupakan penelitian praktis yang dilakukan dikelas dan bertujuan untuk memperbaiki praktik pembelajaran yang ada.Pada penelitian ini direncanakan menggunakan 2 siklus yang mencakup empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan (tindakan), pengamatan (observasi), dan refleksi. Apabila sudah diketahui letak keberhasilan maupun hambatan dari pelaksanaan siklus pertama, maka ditentukan rancangan untuk pelaksanaan siklus kedua. Alasan penelitian diadakan dua siklus dalam penelitian ini karena untuk mengetahui peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa. Siklus yang dilakukan maksimal 2 siklus, hal ini mengingat keterbatasan waktu untuk sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan siklus berikutnya jika tingkat ketuntasan belajar siswa masih berada di bawah 75%.Skema yang akan digunakan adalah skema model Kemmis dan Mc Taggart, yaitu model skema yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Model penelitian Kemmis dan Mc Taggart menggambarkan adanya empat langkah (dan pengulangannya). Keempat langkah tersebut merupakan satu siklus atau putaran yang diawali dengan perencanaan, perlakuan dan pengamatan, dan refleksi yang kemudian diikuti siklus berikutnya. (Arikunto, 2006:97).

Siklus ISiklus IISiklus berikutnyaSiklus kegiatan dapat digambarkan sebagai berikut:

Revisi

Gambar 3.1Model Spiral dari Kemmis dan Taggart (Arikunto, 2006:93)

Langkah pertama pada penelitian ini diawali dengan penyusunan kegiatan, dilanjutkan dengan pelaksanaan perencanaan kegiatan yang telah direncanakan dilakukan observasi/pengamatan untuk mengumpulkan data yang diperlukan, kemudian diakhiri dengan refleksi. Jika siklus I telah dilaksanakan dan telah diketahui hasilnya, maka hasil dari siklus I akan menjadi pedoman untuk melangkah pada siklus II. Selanjutnya, pada siklus II akan dilakukan penyusunan perencanaan kembali untuk memperbaiki jika pada siklus I ada kekurangan maupun hambatan beserta hasil yang diperoleh dari pembelajaran belum memuaskan. Apabila sudah dilaksanakan dan diketahui letak keberhasilan maupun hambatan dari pelaksanaan siklus I dan siklus II, maka hasil dari Siklus I dan Siklus II dibandingkan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa. Setelah dibandingkan antara Siklus I dan Siklus II ternyata hasil pembelajaran yang diperoleh yaitu meningkat maka pembelajaran akan dihentikan. Sebaliknya, jika ternyata hasil pembelajaran yang diperoleh tidak ada peningkatan atau bisa jadi tetap antara Siklus I dan Siklus II maka penelitian ini tetap dihentikan sampai pada Siklus II, ini dikarenakan keterbatasan waktu yang diberikan.Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang bertujuan mendapatkan bahan-bahan yang relevan, akurat, dan sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa observasi, wawancara, dan tes.Persentase rata-rata seluruh aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung:

Keterangan:= persentase rata-rata seluruh aktivitas siswaB= jumlah skor yang dicapaiM= skor maksimal

= jumlah seluruh siswa

Persentase aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung:

Keterangan:= Persentase keaktifan guruC= Jumlah skor yang dicapai oleh guru

= Jumlah skor maksimal aktivitas guruTabel 3.1 Kategori Penilaian Aktivitas Belajar Siswa Atau GuruKategori AktivitasNilai

Sangat baikPi 95%

Baik80% Pi < 95%

Cukup baik65% P i< 80%

Kurang baik50% Pi < 65%

Kurang sekaliPi < 50%

Keterangan :Pi = Persentase aktivitas Siswa Pi = Persentase aktivitas GuruAnalisa data kuantitatif adalah pengolahan data yang berasal dari hasil tes. Data kuantitatif digunakan untuk menghitung peningkatan belajar dan ketuntasan belajar siswa serta aktivitas siswa. Ketuntasan belajar klasikal dapat dicari dengan menggunakan rumus:

100%

Keterangan: = Persentase ketuntasan belajar siswan= Jumlah siswa yang tuntas belajar

= Jumlah seluruh siswaDalam penelitian ini digunakan kriteria ketuntasan di SMP Negeri 2 Arjasa. Kriteria ketuntasan yang digunakan di daerah penelitian yaitu di SMP Negeri 2 Arjasa adalah sebagai berikut:1. daya serap perorangan, seorang siswa telah tuntas belajar apabila telah mencapai skor 65 dari skor maksimal 100;2. daya serap klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila dikelas tersebut telah terdapat minimal 75% siswa yang telah mencapai skor 65 dari skor maksimal 100.

Hasil dan PembahasanPenelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanan pembelajaran, baik aktivitas siswa saat pembelajaran dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi kelas VII C SMP Negeri 2 Arjasa tahun ajaran 2011/2012. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) berjalan lancar dan sangat baik. Pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) ini menggunakan 2 siklus yaitu siklus I dan siklus II. Pada tiap-tiap siklus berisi 2 kali pertemuan. Pelaksanaan siklus I dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3 Mei 2012 (Pertemuan Pertama) dan hari Selasa tanggal 8 Mei 2012 (Pertemuan Kedua). Sedangkan pada Siklus II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 Mei 2012 (Pertemuan Pertama) dan hari Kamis tanggal 10 Mei 2012 (Pertemuan Kedua). Keselurahan siswa hadir dalam setiap pertemuan sehingga memudahkan peneliti menyusun kelompok pada saat pelaksanaan siklus I dan siklus II.Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi melatih siswa untuk menemukan sendiri sifat-sifat bangun segi empat bersama dengan teman sekelompoknya melalui cara diskusi dan media kartu serta LKS sehingga pengetahuan yang didapatkan bukan hanya hafalan akan tetapi berupa pemahaman.

Dari hasil analisis pada penelitian ini diketahui bahwa aktivitas siswa mengalami peningkatan dari setiap aktivitas pada siklus I dan siklus II. Persentase rata-rata aktivitas siswa meningkat sebesar 4,14%. Ini dapat dilihat dari aktivitas mencata/menulis, diskusi dan persentasi yang mengalami peningkatan dari siklus I dimana rata-rata persentase aktivitas siswa sebesar 91,91% menjadi 96,09% pada siklus II. Peningkatan aktivitas siswa tersebut disebabkan oleh adanya bimbingan dari guru kepada siswa untuk dapat berdiskusi dengan baik dengan teman melalui media kartu yang menyenangkan dan tidak membosankan. Selain itu, adanya respon yang baik dari siswa pada siklus I maupun siklus II menjadikan proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Ketika pelaksanaan siklus I pada pertemuan pertama, siswa masih belum terbiasa dengan cara belajar berdiskusi dengan kelompok, sehingga terkadang siswa membuat kegaduhan misalnya bergurau dengan temannya. Hal ini akan menimbulkan siswa yang sedang mengikuti diskusi dengan sungguh-sungguh merasa terganggu dan menghambat jalannya diskusi yang ingin dicapai. Untuk mengatasi kendala tersebut, guru memberikan bimbingan dan pendekatan kepada siswa dan hasilnya siswa menjadi lebih serius lagi mengikuti diskusi dan menjadi lebih aktif untuk mengikuti proses belajar mengajar.

Hasil penelitian penerapan pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi di SMP Negeri 2 Arjasa ternyata dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa kelas VII C. Ini dapat dilihat dari hasil analisis tes siklus I diperoleh ketuntasan klasikal siswa sebesar 84,36% sedangkan ketuntasan klasikal siswa untuk siklus II adalah 81,85%. Dari data hasil analisis tersebut, persentase hasil analisis tes siklus I dan siklus II mengalami penurunan sebesar 2,51%. Siswa yang tidak tuntas mengikuti tes siklus I sebanyak 5 orang siswa, sedangkan pada siklus II siswa yang tidak tuntas mengikuti tes siklus II sebanyak 6 orang siswa. Penurunan tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa tentang materi, kurangnya ketelitian siswa serta siswa merasa waktu untuk mengerjakan soal terlalu sedikit. Selain itu, siswa masih belum bisa mengaitkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain dalam memecahkan masalah yang baru. Dalam memecahkan masalah, siswa masih tergantung dengan apa yang disampaikan guru, sehingga jika soal yang ada pada tes tidak ada dalam penyampaian guru, maka siswa tidak bisa menyelesaikannya. Hal ini berbeda dengan siswa yang mendapat nilai terbaik yang tampak sudah dapat memecahkan permasalahan yang ada pada soal dengan mengaitkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya meskipun permasalahan tersebut tidak disampaikan oleh guru secara lengkap. Selain itu, dengan cara model pembelajaran diskusi menggunakan media kartu yang di dalamnya berisi kartu soal/jawaban akan memudahkan siswa untuk belajar dan berinteraksi dengan temannya. Cara pembelajaran seperti ini yang diharapkan dari pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) yaitu siswa dapat memecahkan permasalahan dengan tidak tergantung pada rumus-rumus tetapi dengan mengaitkan konsep-konsep yang telah diterimanya untuk memecahkan suatu permasalahan baru. Hal itu hanya sebagian kecil saja siswa yang megalami ketidaktuntansan saat mengerjakan soal tes. Dengan adanya bimbingan yang lebih membuat siswa paham akan kesalahan yang dibuat saat mengerjakan soal tes. Berdasarkan evaluasi dari guru bidang studi matematika, ada beberapa hal dari siklus I yang dapat dijadikan bahan refleksi untuk siklus selanjutnya. Perhatian dan koordinasi terhadap setiap siswa dalam kelompok lebih diutamakan pada siklus II. Hal ini dikarenakan ada beberapa siswa yang kurang termotivasi dalam belajar sehingga melakukan hal-hal diluar pelajaran yang dapat mengganggu siswa yang lain. Berdasarkan observasi yang dilakukan, secara keseluruhan proses pembelajaran berlangsung dengan baik. Disertai dengan perubahan positif pada aktivitas siswa, namun pada hasil belajar siswa mengalami penurunan karena materi pada sikus I dan siklus II yang berbeda. Dari hasil tes hasil belajar dikategorikan tuntas, karena telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.

Hasil analisis penelitian ini, ternyata sesuai dengan peneliti sebelumya yang dilakukan Fais Satur Rohmah mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning dengan Teknik Make A Match (mencari pasangan) di SMP negeri 1 Mayang ajaran 2009/2010 menunjukkan nilai ketuntasan hasil belajar sebesar 88,88. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) cukup efektif untuk mencapai ketuntasan hasil belajar secara klasikal yaitu daya serap klasikal minimal 75% siswa yang telah mencapai skor 65 dari skor maksimal 100. Dengan pembelajaran tersebut terbukti bahwa siswa kelas VII C SMP Negeri 2 Arjasa dapat mengikuti pelajaran dengan lebih aktif, menyenangkan, dan tidak membosankan. Penelitian hanya dilakukan sampai pada siklus II saja, karena waktu yang diberikan pihak sekolah tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian lanjutan. Bagi peneliti lain, hal ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab ketidaktuntasan hasil belajar tersebut. Secara umum kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran ini adalah keterbatasan waktu dan kurang akrabnya hubungan antar siswa yang akibatnya menghambat interaksi kelompok. Untuk mengatasi hambatan tersebut, maka guru harus benar-benar mempersiapkan pembelajaran dengan seksama, mengatur waktu yang digunakan untuk diskusi kelompok dan presentasi kelompok. Selain itu guru juga harus lebih banyak memberikan motivasi kepada siswa untuk menerima segala perbedaan yang ada.Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan materi matematika, karena penggunaan model pembelajaran ini dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator yang memberikan arahan bagi kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal serta mengevaluasi dan memberikan arahan bagi siswa untuk menyimpulkan hasil yang telah dipresentasikan di depan kelas. Sebagai motivator, guru memberikan dorongan kepada siswa untuk lebih serius ketika berdiskusi dengan teman kelompoknya dan lebih antusias terhadap presentasi yang disajikan oleh kelompok lain.

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:1. Pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) pada sub pokok bahasan persegipanjang dan persegi pada siklus I terlihat aktivitas siswa gaduh/ramai dikarenakan siswa melakukan pencocokan kartu dengan pasangannya. Namun, pada saat diskusi kelompok siswa masih bingung, siswa masih kurang antusias dan belum terbiasa dengan cara belajar diskusi. Hal tersebut, dapat diatasi oleh guru dengan cara membimbing siswa serta memberikan motivasi sehingga siswa melakukan diskusi kelompok dengan baik dan lancar. Pada saat guru memberikan bimbingan, siswa sudah terlihat aktif bertanya. Ketika pemanggilan siswa untuk presentasi kelas, masih ada siswa yang merasa canggung dan malu untuk presentasi. Hal ini mungkin disebabkan siswa masih belum terbiasa mengungkapkan pendapat di depan kelas. Berbeda halnya pada pelaksanaan pembelajaran siklus II, aktivitas siswa saat diskusi relatif berjalan lancar dan kondusif. Begipula halnya pada saat pelaksanaan presentasi siswa sudah tampak percaya diri untuk presentasi di depan kelas.2. Pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) ini dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata aktivitas seluruh siswa pada siklus I sebesar 91,92% dan siklus II sebesar 96,09%. Rata-rata aktivitas siswa siklus I dan siklus II meningkat sebesar 4,14%. Begitu juga dengan aktivitas guru pada saat pembelajaran siklus I memiliki rata-rata persentase sebesar 85,60% dan siklus II mengalami perkembangan sebesar 93,05% dan perolehan persentase meningkat 7,45%. 3. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 84,36%, sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang diperoleh adalah 81,85%. Pada siklus II persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal menurun sebesar 2,51%. Penurunan persentase tersebut dikarenakan sebagian siswa dalam mengerjakan soal tes kurang teliti dan merasa waktu yang diberikan untuk mengerjakan soal tes masih kurang. 5.2Saran1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) cukup efektif untuk meningkatkan aktivitas siswa, maka sebaiknya model pembelajaran ini dapat diterapkan pada proses pembelajaran sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru selama ini sehingga bisa mengurangi kecenderungan siswa bersikap pasif.2. Untuk menerapkan pembelajaran kooperatif dengan teknik make a match (mencari pasangan) pada suatu pokok bahasan, hendaknya diterapkan pada materi yang mudah atau sudah dipelajari pada bab sebelumnya dan hendaknya membuat persiapan yang matang agar proses pembelajaran berjalan lancar.3. Karena masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, maka diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang penerapan model pembelajaran ini.

Daftar RujukanArikunto. 1998. Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Dimyati dan Moedjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Fais satur. 2009. Penerapan Pembelajaran Cooperattif Learning Dengan Teknik Make A Match untuk Meningkatakan Hasil Belajar Sub Pokok Bahasan Pemfaktoran Suku Aljabar Kelas VIIIA SMP Negeri 1 Mayang Tahun Ajaran 2009/2010. Jember: FKIP Universitas Jember.Skripsi tidak diterbitkan.Hamalik. 1994. Strategi Pembelajaran yang Meningkatkan Kreativitas dan Motivasi Siswa. Jakarta: Gramedia.

Ibrahim, H.M. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : University Press.

Isjoni, M.Si. 2009. Cooperative Learning efektifitas pembelajaran kelompok. Jakarta: Alfabeta.

Lie,Anita. 2002. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : Gramedia.

Nasution. 1986. Aktivitas Belajar Siswa yang Saling Mempengaruhi dari Berbagai Aspek. Bandung: Sinar Makmur.

Nurhadi, dkk. 2003. Prinsip dan Ciri-ciri Penilaian Autentik dalam Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Pasaribu. 1983. Belajar mengajar dan penilainnya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sardiman,A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Keterangan:*) Ilham Saifudin adalah mahasiswa S-1 pada Program Studi Pendidikan Matematika**) Drs. Toto Bara Setiawan, M.Si. selaku dosen pembimbing I ***) Susi Setiawani, S.Si., M.Sc.selaku dosen pembimbing II

1

16