bab 22 sinonasal anatomy, function and evaluation
TRANSCRIPT
Presentator : Ernest Yoice Yuana
Moderator : dr. Taufiqurrahman
Sinonasal Anatomy, Function, and
Evaluation
Perkembangan embriologi cavitas nasi &
sinus nasalis -> bentuk anatomis SPN
Embriologi
2. dinding nasal lateral
berinvaginasi -> lipatan dan
celah
1. kepala embrio -> struktrur 2
cavitas nasi yang dapat
dibedakan
Minggu ke-4 sd ke-8 kehamilan -> Perkembangan bag. cavitas nasi
yang terpisah sbg processus frontonasal & processus maxillaries
Processus frontonasal tumbuh di atas forebrain yang sedang tumbuh
& ikut membentuk lempeng (placode) olfaktori nasal
Prominencia nasalis medial et lateral berkembang pada sisi yang
sama dengan lempeng olfaktori nasi -> nares
Lempeng nasal berinvaginasi -> meatus nasi (nasal pit)
& kemudian saccus nasi
Fusi antara prominencia nasi medial dengan processus
maxillaris membentuk maxilla bagian atas dan
philtrum (cekungan kecil antara hidung dan bibir atas)
dari bibir atas
Septum berkembang
dari pertumbuhan linea
mediana posterior dari
processus frontonasal
dan perluasan linea
mediana dari mesoderm
processus maxillaris
Palatum primer & sekunder berfusi pada
bidang axial -> memisahkan cavitas nasi
& nasopharynx dari cavitas oral dan
oropharynx.
Septum descenden menyatu dengan
palatum yang berfusi -> membentuk dua
cavitas nasi yang dapat dibedakan
Kegagalan fusi dari
prominensia nasi
medial dengan
procesuss
maxillaris atau
kegagalan fusi dari
palatum
celah bibir
(labioschisis)
atau deformitas
palatum
Minggu ke-6 -> mesenkim akan
membentuk dinding nasi lateral yang
simpleks (sederhana)
Minggu ke-7 -> terbentuk tiga alur axial,
yang berkembang (meninggi)
membentuk tiga struktur seperti turbin
Minggu ke-10 -> perkembangan sinus
maxillaris diawali dengan invaginasi
dari meatus media
Processus uncinatus dan bulla
ethmoidalis membentuk celah sempit
yang disebut hiatus semilunaris
Minggu ke-14 -> cellulae ethmoidalis anterior muncul
sbg beberapa bentuk invaginasi pada meatus media
bagian atas & cellulae ethmoidalis posterior membentuk
lantai dari meatus nasi superior
Minggu ke-36:
-Dinding nasal lateral berkembang dengan baik & concha telah
menyerupai proporsi dewasa
- Semua sinus paranasal tampak dalam berbagai derajat
perkembangan yang berbeda (Sinus ethmoidalis -> sinus maxillaris
-> sphenoidalis -> sinus frontalis)
Sinus ethmoidalis -> struktur sentral
dari hidung dengan anatomi yang
kompleks
Bagian lateralnya : membentuk
dinding medial orbital
Facies posterior : sinus sphenoidalis
Facies superior : basis cranii pada
fossa cranii anterior
Dinding lateral sinus ethmoidalis (lamina papiracea) ->
membentuk dinding setipis kertas pada sisi medial
orbital
Lamina vertikal pada linea mediana os ethmoidal
tersusun atas pars superior dari fossa cranii anterior ->
crista galli
pars inferior dari cavitas nasi yang disebut lamina
perpendicular os ethmoidal turut membentuk septum
nasi
Atap ethmoidalis berartikulasi dengan lamina cribiformis
pada lamella lateral dari lamina cribiformis ( lapisan
tulang tertipis di seluruh basis cranii)
Panjang dari lamella lateralis tergantung pada posisi
lamina cribiformis pada bagian atap ethmoidalis
1. Keros tipe 1: lamina
terletak 1 - 3 mm di
bawah atap ethmoidal,
(membentuk lamella
lateral yang pendek
atau tidak ada sama
sekali )
2. Pada Keros tipe 2 : jarak
4 - 7 mm.
3. Keros tipe 3 : jarak 8 -
16 mm, yang
membentuk lamella
lateralis vertikal yang
panjang
B: Keros 1 skull base with the uncinate
processes attaching superiorly to the skull
base. 14, left uncinate process attaching
superiorly to the skull base. C: Keros 3 skull
base with uncinate processes attaching
laterally to the lamina papyracea
Sinus ethmoidalis
terbagi oleh satu seri
recessus (cekungan)
yang dibatasi oleh 5
bagian tulang /
lamella;
1. Processus uncinatus
2. Bulla ethmoidalis
3. Lamella basalis
4. Concha superior
5. Concha suprema
Perkembangan aerasi selama
perkembangan fetus -> cellulae etmoidalis.
Penonjolan aerasi ke anterior pada
perlekatan turbinasi/concha media,cellulae
udara -> agger nasi.
Processus uncinatus merupakan tulang
berbentuk “L” berjalan -> anterosuperior ke
posteroinferior.
Bulla ethmoidalis / lamella sekunder ->
cellulae ethmoidalis anterior yang paling
konstan ukurannya dan biasanya terbesar.
Ke arah superior, bulla dapat mencapai atap
ethmoidal dan membentuk dinding
posterior dari recessus frontalis.
Dapat terjadi pneumatisasi bulla ethmoidal
minimal atau tidak terjadi sama sekali ->
8% individu
Lamella basalis menandai garis pembagi antara sinus ethmoidalis anterior & posterior.
Bag. inferior dari lamella basalis -> konka media di dinding nasal lateral pada bidang axial & berperan dalam stabilisasi konka pada bedah endoskopik sinus.
Varian perkembangan ini dikenal sebagai cellulae Onodi (menyebabkan terekspose-nya nervus optikus dalam lumen sinus ethmoidalis)
Lamella sinus ethmoidalis dipisahkan
oleh satu seri yang terdiri atas empat
recessus:
- recessus frontalis
- Infundibulum
- sinus lateral
- recessus spheno-ethmoidalis
Ostium sinus maxillaris terletak profunda terhadap
infundibulum ethmoidalis di bagian lateral processus
uncinatus
Kompleks osteomeatal (OMC) merupakan area yang
dilingkupi konka media di sisi medial, lamina papiracea
di sisi lateral , lamella basalis di bagian posterior &
superior
Recessus spheno-ethmoidalis terletak pada ujung
posterior dari meatus superior yang mengalirkan cairan
sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis secara
terpisah, diluar OMC
Arteri ethmoidalis anterior dari
a.ophtalmica pada orbital & melintas
melalui foramen ethmoidalis anterior ->
cellulae ethmoidalis anterior.
Arteri tsb khas melintasi ethmoidal ->
dekat dengan basis cranii
Area dimana a. ethmoidalis anterior
memasuki fossa cranii anterior melalui
lamella lateralis -> bag. terlemah dari
basis cranii, yang memiliki 1/10 dari
kekuatan atap ethmoidalis
Sinus maksilla –>
ruang
terpneumatisasi
dalam os maxilla &
merupakan sinus
paranasal terbesar
Dinding anterior -> membentuk
permukaan facialis dari maxilla
Dinding posterior -> membatasi fossa
infratemporal
Dinding medial -> membentuk dinding
lateral cavitas nasi
Lantai dari sinus maxillaris -> processus
alveolaris
Dinding superiornya -> lantai orbital
N. infraorbitalis melintasi lantai orbital
kemudian keluar dari pars anterior
maxilla melalui foramen infraorbitalis
Kanal n. infraorbitalis berhubungan
dengan sinus maksilla pada 14% kasus &
beresiko cedera pada bedah endoskopik
sinus.
Radiks dens molar I & II -> berhubungan
dengan sinus maksillapada 2% kasus
(beresiko mengalami fistula oroantral )
Ostium alami dari sinus maxillaris membuka pada
bagian superior dinding medial dan bermuara pada
infundibulum ethmoidalis
Kadang-kadang cellulae Haller (cellulae ethmoidalis
yang mengalami pneumatisasi ke lateral diantara sinus
maksilla & lantai orbita) -> menimbulkan potensi
gangguan drainase sinus
Ukuran sinus frontalis bervariasi tgt
derajat pneumatisasi
Bag.anterior sinus frontalis 2x ketebalan
bagian posterior
Aliran ostium -> di bag. posteromedial
dari dasar sinus
Variasi aliran keluar sinus frontal tgt
pada pneumatisasi sel udara ethmoid di
sekitarnya & posisi procesus uncinatus
Sel agger nasi atau bulla ethmoid dapat
mengobstruksi aliran sinus frontal
melalui penyempitan recesus frontalis
Sinus sphenoidalis memiliki banyak kaitan neurovascular
yang penting
Arteri karotis interna berjalan di lateral sinus
sphenoidalis -> timbulnya prominensia (tonjolan) pada
sisi lateral dinding sinus sphenoidalis pada 65% individu
Sekitar 25% dari kapsula ossea yang memisahkan a.
karotis interna dari sinus sphenoidalis secara parsial
berhubungan secara anatomis
Derajat pneumatisasi diklasifikasikan
menjadi tiga tipe;
1. Tipe sellar (86%),
2. Tipe presellar (11%)
3. Tipe conchal (3%)
Tipe presellar & conchal -> banyak tjd pada anak-anak
karena perkembangan normal sinus sphenoidal
lengkap/sempurna pada usia 20 tahun
Tipe sellar, -> dinding superior menonjol ke inferior
melalui sella turcica dan kelejar pituitary
Ostium sinus sphenoidalis bermuara ke recessus sphenoethmoidalis
Suatu studi anatomis mengenai ostium sinus sphenoidalis mengidentifikasi -> ujung posteroinferior konka superior sbg penanda terbaik untuk mengidentifikasi asal ostium sinus sphenoidalis
Ostium -> medial terhadap konka superior pada 83% kasus & lateralnya pada 17% kasus
Konka inferior tumbuh secara bilateral dari dinding
lateral cavitas nasal dari skeleton tulang sentral yang
dilingkupi lapisan mukosa
Masing-masing turbinasi inferior berartikulasi dengan
lamina perpendicular os palatine dan facies nasalis os
maksilla
Turbinasi/concha inferior membantu regulasi
temperature dan kelembapan nasal melalui anyaman
(arcade) vaskular
Septum nasi : - memisahkan 2 cavitas nasi
- menyokong struktur hidung
- mempengaruhi aliran udara pada cavitas
nasi
Septum membranacea menghubungkan columella dengan kartilago quadrangulare.
Kartilago quadrangulare menyusun sebagian besar septum anterior
Lamina perpendicular os ethmoidal
membentuk tulang bagian 1/3 atas dari
septum nasi
Os vomer -> menyusun tulang bag.
Posteroinferior
Os nasal, os frontal, os maxilla, dan os
palatine masing-masing memberikan bag.
krista nasi pada bagian tepi septum
Valvula nasi merupakan -> bag. yang bebas
bergerak (mobile) -> mengatur aliran udara
& ‘jembatan’ skeleton- ujung hidung
Bag. tersempit & memiliki resistensi/tahanan
udara terbesar
Valvula nasal -> area antara ujung kaudal
dari kartilago lateralis nasi bag atas &
septum superior. (biasanya membentuk
sudut 10 ˚-15˚)
Akhiran saraf n. trigeminus di kavum nasi memberikan sensasi pada aliran udara nasal
Blokade reseptor ini mengakibatkan hilangnya sensasi terhadap obstruksi hidung
Beberapa macam deformitas intranasal menyebabkan obstruksi nasal
Evaluasi penyebab anatomis -> membimbing ahli bedah u/ menentukan prosedur terbaik untuk megkoreksi obstruksi
Evaluasi: Anamnesis riwayat penyakit secara seksama
○ Kongesti hidung
○ Tersumbat
○ Kualitas tidur yang jelek atau susah bernafas saat
tidur
○ Perlu dianamnesis juga mengenai penyebab lain
dari obstuksi nasal: rinitis alergi, sinusitis akut atau
kronik, atau obat-obatan yang menginduksi rhinitis
Pemeriksaan fisik
○Pemeriksaan eksternal dan internal
dengan rhinoskopi anterior
○Endoskopi
○Pemeriksaan diulangi setelah dilakukan
dekongesti hidung
○Obstruksi yang hilang setelah dengosti
disebabkan oleh kelainan mukosa
Pasien deviasi septum -> kel. obstruksi kronis ,biasanya unilateral, mungkin disertai riwayat trauma nasal sebelumnya
Pemeriksaan rhinoskopi anterior & endoskopi nasal mencatat adanya deviasi septal serta derajatnya.
Evaluasi columella dari bawah -> evaluasi
defleksi septal kaudal (bisa tidak terevaluasi dengan tepat pada rhinoskopi standar)
Treatment pada obstruksi nasal akibat deviasi septum ->
septoplasty
Pasien dengan deviasi septum yang dilakukan
septoplasty secara umum melaporkan perbaikan yang
signifikan pada obstruksi nasal dalam 3 - 6 bulan &
menggunakan medikasi yang lebih sedikit daripada
pasien lainnya
Tidak ada test tunggal preoperatif yang dapat memprediksi kesuksesan outcome
Rinomanometri digunakan sebagai terapi tambahan untuk mencatat adanya obstruksi & derajat perbaikan postoperatif tidak digunakan secara luas di klinik
Lokasi deformitas septum berkaitan dengan outcome bedah & resistensi jalan nafas post operasi
Katup nasal adalah bagian tersempit dari jalan nafas di hidung dan menjadi resistensi terbesar aliran udara nasal
Abnormalitas pada bagian ini
menyebakan obstruksi Dua tipe disfungsi katup nasal:
• Disfungsi pada regio katup nasal
• Colapsnya struktur katup nasi
Tipe obstruksi katup nasal: • Tipe I disebabkan oleh:
Hipertrofi konkha
Deviasi septum
• Tipe II disebabkan oleh:
Kolapsnya struktur katup nasal itu sendiri
Kolapsnya katup nasal disebabkan oleh:
Sebagian besar iatrogenik
Sebagian keciil kongenital
Penemuan fisik yang khas :
bentuk hidung seperti jam pasir atau terjepit
Kolapsnya kartilago alar pada sat inspirasi kuat
Lekukan alar yang dalam
Pada rinoplasti kolapsnya katup nasal
disebabkan : Penyempitan ujung hidung yang agresif
Overreseksi dari crus lateral
Displasmen kartilago alar yang lemah
Penyempitan yang berlebihan dorsum nasi
overreseksi kartilago lateral
Displasmen dari os nasal pendek
Koreksi : • Spreader graft
• Alar batten graft
• Flaring suture
• Overlay graft
• Lateral suture suspension
• Cottle manouver
• Modified cottle manouver
konkha inferior berefek pada aliran udara pada katup nasal tergantung pada derajat pembesaran konkha
Selama inspirasi ujung anterior konkha inferior pada bagian katup nasal menghasilkan sampai 2/3 resistensi di saluran dafas atas
Pembesaran konkha inferior dapat menyebabkan obstruksi nasal akibat peningkatan resistensi
Penyebab inflamasi konkha:
• Rhinitis alergi
• Rhinitis non alergi
• Rhinitis medikamentosa
Inflamasi yang menetap
glandula mukosa membesar & kolagen
terkumpul di dasar membran mukosa
nasal
ireversibel hipertrofi
Terapi hipertrofi konka: • Antihistamin
• Decongestan
• Intranasal steroid
• Injeksi steroid intra konkha
• Stabilizer sel mast
• Imunoterapi
• pembedahan
Konkha bulosa adalah pneumatisasi dari konkha media
Adalah variasi anatomi yang paling sering dengan incidensi >25%
lapisan dalam konkha bulosa adalah epitel respirasi drainase melalui ostium ke resesus frontalis atau hiatus semilunaris
Perkembangan konkha media obstuksi nasal menutup OMC predisposisi infeksi sinus
Jika ditemukan pembesaran konkha saat
endoskopi suspek konka bulosa
Ditegakan dengan CT scan
pneumatisasi konkha media
Terapi eksisi endoskopi dinding
lateral konkha yang mengalami
pneumatisasi
Kegagalan khoana untuk tumbuh dengan baik
Insidensi 1 per 5000 kelahiran Perbandingan perempuan dan laki-laki 2:1 Pada bayi atresia bilateral menyebabkan
obstuksi berat segera terjadi distres respirasi
Bila salah satu sisi hidung tidak bisa dimasuki cateter atau NGT suspek atresia
Atresia unilateral tidak mengancam kehidupan bayi mengganggu saat masa akhir anak-anak atau remaja
Gejala atresia khoana: Sumbatan pada hidung unilateral
Rhinorhea
Obstukif sleep apnea
Diagnosis CT scan &endoskopi Bila terjadi atresia khoana mungkin
terdapat kelainan lain: OME
Penyakit saluran nafas atas dan bawah
Kelainan jantung
Kelainan gastrointestinal
Atresia Khona bilateral dapat disertai
dengan: • Kelainan jantung
• CHARGE syndrome (colobomas, herat defect,
choanal atresia, retarded growth, genitourinary
hipoplasi and ear anomalies)
• Obstruktif sleep apnea
• Gangguan hematologi
• Gagal tumbuh
Penatalaksanaan • Sebagian besar dengan transnasal repair dengan
atau tanpa stenting
• Posterior septal window
• Dilatasi khoana
• Transpalatal repair dengan stenting
• Penggunaan inhibitor trofoblas topikal
(mitomycin) saat pembedahan dapat
meningkatkan patensi khoana
Merupakan kelainan multifaktorial
Ditandai dengan: Massa edematosa di kavum nasi
memicu drainase sinus
Kehilangan penciuman
Obstruksi
Penyebab belum jelas
Diterapkan di beberapa penelitian: Alergi
Asma
RSK
Intoleransi aspirin
Cystuc fibrosis
Pada sebagian besar Polip nasi (80 – 90
%) adanya eosinofil jaringan mukosa
dan faktor yang potensial memicu
pengeluaran eosinofil - diduga sebagi
agen etiologi
Inflamasi sinonasal polip membesar
dan bertambah jumlahnya obstruksi
nasi blokade ostium infeksi sinus
Terapi polip nasi: Steroid sistemik
Antibiotik jika dijumpai skret yang purulen
Bedah endoskopi pada polip yang berat dan resisten terhadap pengobatan yang maksimal
Polip nasi yang berhubungan dengan asma cenderung berat terutama pada aspirin-sensitive asthmstic sukar disembuhkan dengan terapi obat dan pembedahan
Tiga fungsi mayor hidung adalah:
Penghidu
Respirasi
Proteksi
• Hidung menghangatkan udara yang diinspirasi sampai dengan suhu 370 C untuk memfasilitasi pertukaran gas di alveolus
• Kelembabapan yang diciptakan oleh sistem sinonasal pada udara pernafasan dapat mencapai sekitar 85%, mengurangi efek pengeringan udara pernafasan dan secara bermakna menguntungkan pertukaran gas di saluran nafas bagian bawah
• Pelembab tersebut berasal dari kandungan air yang berada pada mukus hasil transudasi dari pembuluh darah dan disuplai oleh glandula nasalis.
• Mukosa sinonasal normal tersusun atas: – lapisan epitelial, – lamina propria, – submukoksa dan periostium.
• Sel epitelial hidung sel columner pseudostratifikasi bersilia, dengan variasi jumlah sel goblet
• Di bawah epitelium terdapat : – limfosit – sel plasma – makrofag – anyaman vaskuler dan glandula
Vibrissae menyaring partikel besar
masuk ke hidung
Partikel yang lebih kecil menabrak
mukosa sebagai akibat dari turbulensi
aliran menempel pada mukosa hidung
Partikel yang berukuran < 0,5
mikromilimeter lewat dari saringan
hidung saluran nafas bawah
• Laipisan mukous dibagi menjadi 2 – lapisan luar – lapisan dalam
• Sel goblet memproduksi glikoprotein yang menjadikan viskositas dan elastisitas dari lapisan luar dari mukus hidung
• Lapisan luar terletak pada bagian atas dari silia hidung
• Lapisan dalam terletak di sekitar silia • Lapisan dalam dari mukus sangat kurang kental gerakan silia dapat dengan mudah mendorong lapisan luar mukus di atasnya yang berisi partikel yang terjebak
• Lapisan mukosa dibersihkan ke arah nasofaring setiap 10-15 menit – gerakan silia
– diganti oleh sekresi mukus baru oleh mukosa cavum nasi dan sinus
• Aktivitas silia dapat diperburuk oleh: penurunan kelembaban penurunan temperatur perlengketen dengan permukaan mukosa
yang berhadapan
Waktu transit dari mukosilier diukur
dengan saccharin test • Butir sakarin diletakkan di bagian anterior
cavum nasi larut dan ditranspor oleh sistem
mukosilier ke nasofaring kemudian ke
orofaring dimana rasa manis dapat dirasakan
• Waktu transport normal adalah kurang dari 20
menit sebagian besar subyek mendeteksi
rasa manis dalam 10 menit.
Infeksi sinus berulang akibat peningkatan waktu transit mukosiliari paling banyak berkaitan dengan disfungsi silia primer maupun sekunder.
Diskinesia silia primer (PCD) merupakan kelainan autosom resesif akibat defek struktur dan fungsi silia.
50% pasien dengan PCD juga menderita Sindrom Kartagener dengan bronkiektasis, sinusitis, dan situs inversus
PCD didiagnosis berdasarkan tanda-tanda klinis dengan pengukuran nitric oxide nasal dan evaluasi ultrastruktur silia.
Pada studi mikroskop elektron, silia dari pasien PCD menunjukkan :
- Presentase tinggi anomali silia dengan penurunan atau tidak adanya lengan dynein (dynein arms)
- Tidak adanya radial spokes - Tanslokasi sepasang mikrotubular atau
perubahan pasangan sentral
PCD dan diskinesia silia sekunder (SCD)
secara fungsional sama tetapi secara
ultrastruktur berbeda.
SCD biasanya muncul selama atau
setelah infeksi saluran respirasi dan
biasanya bersifat reversibel.
SCD dikarakterisasi dengan presentase
rendah anomali silia dan oleh pola
perubahan ultrastruktural sekunder:
- kelompok silia
- penambahan atau delesi mikrotubul perifer
- disorganisasi aksonema
- disorientasi silia
- diskontinuitas membrane aksonema
- silia membengkak dengan sitoplasma yang
berlebih
Sistem imun bawaan merupakan resistensi
yang dibawa saat lahir yang telah ada saat
terjadi paparan pathogen pertama kali.
Epitel respirasi menjadi lini pertama
pertahanan nasal dengan membentuk
barier fisik yang dihubungkan oleh tight
junction (taut erat).
Mukosa nasal mensekresi enzim dan
antibiotik peptide dengan efek
antimikrobial langsung pada mukus
Neutrofil dan makrofag, yang memfagosit mikroba, membentuk pertahanan tingkat lanjut.
Epithelium & fagosit membedakan self (bagian inang) dan non-self dengan reseptor pengenalan -> tipe yang larut atau terikat membran yang mengenali pola molekular terkait patogen(PAMPs) yang ditemukan pada parasit, virus, bakteri, jamur dan mikobakteria.
Respon imun-dapatan pada traktus sinonasal dimediasi
oleh sel-sel dendritik (DCs), yang merupakan sel
pengenalan antigen (APCs) yang terdapat dalam jumlah
besar pada jaringan limfoid terkait nasofaring (NALT).
Respon imun-dapatan pada hidung dimulai dengan
memproses dan mengenalkan antigen kepada sel T-
helper oleh DCs
Interaksi antara DCs, sel T dan sel B merupakan kunci utama NALT
sel T dan B diangkut bersama drainase limfonodi dan kembali ke
sisi efektor pada mukosa melalui aliran darah
Mohon Asupan