buku hukum persaingan usaha di indonesia

141
3- . Usrr h c -) HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA · @ t rOS ' 1 Rachmadi Usman S.H. an -

Upload: afris

Post on 11-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 1/140

3-.

Usrr

hc -)

HUKUM

PERSAINGAN USAHA

DI INDONESIA ·

@ trOS'1

Rachmadi Usman S.H.

an-Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

M I L l K " " P ' E 1 & U S T A K A A ~ F4KULTAS HUI<

UNIVERSIT4S GADJAH M4D4YOGYAKARTA

eA

Page 2: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 2/140

I

. ' '-

HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

Rachmadi Usman S.H.

GM. 208 04. 028

Copyright © 2004 Penerbit Gramedia Pusraka Urarna

JI. Palmerah Barar 33-37, Jakarra 10270

Desain sampul: Sofnir AliSetting : H . Malikas

Direrbitkan pertarna kali oleh

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,

Anggota IKAPI, Jakar ta 2004

Hak  cipra dilindung i oleh undan g-undang.

Dilarang mengutip arau memperb anyak 

sebagian arau seluruh isi buku ini

ranp a izin terrulis dari Penerbit.

Dicetak oleh Perce,cakan PT Ikrar Mandiriabadi, J akarcaIsi di luar tanggung jawab Percerakan

Page 3: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 3/140

Buku ini kupersembahkan buat

isteriku tercinta dinda Yunita U sman,

putriku tersayang ananda Widyananda Alifia Usman.,

dan putraku tersayang ahanda

Muhammad Nasywa Ananta Usman

Page 4: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 4/140

Daftar Isi

Prakara

Bab 1 Pengaturan Hukum Persaingan Usaha

1.1 Dasar Pikiran Pengaturan Hukum

Persaingan Usaha

1.2 Kebijakan Politik Persaingan Usaha

1.3 Dasar Hukum Pengaturan Hukum

Persaingan Usaha

1.4 Substansi Pengaturan HukumPersaingan Usaha

IX

1

1

10

24

31

Bab 2 Perjanjian yang Dilarang 37 .;

2.1 Pengertian Perjanjian 37

2.2 Perjanjian-perjanjian yang Dilarang 40

2.2. 1 Perjanjian Oligopoli 42

2 .2. 2 Perjanjian Penetapan Harga 44

2.2. 3 Perjanjian Pembagian Wilayah 52

2 .2. 4 Pemboikotan 54

2 .2. 5 Kartel 55

2.2. 6 Trust 58

2.2. 7 Oligopsoni 59

2.2. 8 Integrasi Vertikal 60

2.2. 9 Perjanjian Tertutup 61

2.2.10 Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri 62

Bab 3 Kegiatan yang Dilarang 67

3.1 Pengertian Kegiatan 67

3.2 Bentuk -bentuk Kegiatan yang Dilarang 67

3.2 .1 Monopoli 68

Page 5: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 5/140

V111 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

3.2.2 Monopsoni

3.2.3 Penguasaan Pasar3.2.4 Dumping

3.2.5 Manipulasi Biaya

3.2.6 Persengkongkolan

72

7475

78

79,/

Bab 4 Posisi Dominan 84

4.1 Pengertian Posisi Dominan 84

4.2 Bentuk-ben tuk Kegiatan Posisi Dominan

yang Dilarang 85

4.2.1 Kegiatan Posisi Dominan yang

Bersifat Urnum 85

4.2.2 ]abatan Rangkap 86

4 .2.3 Kepemilikan Saham Mayoritas 87

4.2.4 Penggabungan, Peleburan, clan

Pengambilalihan Badan Usaha 88 ~

Bab 5 Penegakan Hukum Persaingan Usaha

5.1

.5.2

5.3

Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

5.1.1 Dasar Pembentukan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha

5.1.2 Status clan Keanggotaan KornisiPengawas Persaingan Usaha

5.1. 3 Susunan Organisasi clan Pembiayaan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha

5.1.4 Tugas Komisi Pengawas

Persaingan Usaha

5.1.5 Wewenang Komisi Pengawas

Persaingan Usaha

Tata Cara Penanganan Perkara Penegakan

HukumPersaingan Usaha

Sanksi Penegakan Hukum Persaingan Usaha

97

97

97

99

103

105

108

110

119

Lampiran

Daftar PustakaTenrang Penulis

123

169177

Page 6: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 6/140

Prakata

Tiada kegembiraan, selain mengucapkan puji dan syukur ke

hadirat Allah SWT, Tuhan yang Mahakuasa, yang t el ah (

melimpahkan taufik  da n rahmat-Nya dengan memberikan kese-

hatan, kekuatan, dan ketabahan, sehingga dapat rnengantarkan

saya menyelesaikan penulisan buku Hukum Persaingan Usaha di

 Indonesia ini. Juga tidak lupa saya sampaikan selawat dan salam,

semoga dicurahkan selalu kepada junjungan kita Nabi MuhammadSAW beserta keluarga, para sahabatnya, para tabi'in dan peng-

ikutnya sampai akhir zaman.

Seperti kita maklum, seiring dengan Era Reformasi, telah terjadi

perubahan yang mendasar dalam bidang hukum ekonomi dan

bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang di banyak negara disebut

Undang-Undang Antimonopoli. Undang-undang seperti ini sudah

sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan

iklim usaha yang sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan

nepotisme. Kelahirannya pun tidak lepas dari pelaksanaan Letter 

of Intent yang telah dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia

clanInternational Monetary Fund (IMF). Dalam Undang-UndangNomor 5 Tahun 1999 telah diatur sejumlah larangan praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya,

clengan harapan dapat memberikan jaminan kepastian hukum da n

perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau

sekelompok pelaku usaha dalam berusaha. Dengan adanya larangan

ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dapar bersain g

secara wajar da n sehat, serta tidak merugikan masyarakat ban yak 

Page 7: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 7/140

x HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang

terjadi timbul seeara kompetitif. Di samping itu dalam rangkamenyosong era perdagangan bebas, kita juga dituntut untuk 

menyiapkan dan mengharmonisasikan rambu-rambu hukum yang

mengatur hubungan ekonomi dan bisnis antarbangsa seperti yang

sudah disepakati dalam Final Act Uruguay Round sebagai bagian

dari pembentukan World Trade Organization (WTO). Dengan

demikian dunia internasional juga mempunyai andil dalam

mewujudkan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Tereapainya tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tersebur akan tergantung pada beberapa faktor lain .

Pertama, kemampuan undang-undang itu sendiri dalam membe

rikan sejumlah rambu-rambu sebagai pengaturannya; patut dinilai

apakah rambu-rambu tersebut realistis untuk  saat ini untuk 

meneiptakan reformasi dalam hukum bisnis. Kedua, rerganrungpada struktur hukum bisnis yang berlaku di Indonesia pada saat

ini. Usaha untuk  mempaduserasikan undang-undang ini dengan

berbagai undang-undang yang mengatur persoalan bisnis ' di

negara kita . perlu dilakukan dan memerlukan waktu. Dengan

kata lain, berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini

masih harus ditindaklanjuti dengan usaha reformasi hukum bisnis

pada umumnya (bandingkan Abdurrahman, 2001: 3).Selain itu dapat terlaksana atau tidaknya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 akan tergantung pada political will dan

 political commitment  pemerintah untuk  melaksanakannya; harus

ada kemauan kuat, bukan kemauan setengah hati. Karena itu,

pemerintah dituntut untuk  melakukan penataan kelembagaan

yang memungkinkan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 dan menyiapkan personel yang andal sebagai

pendukungnya. Tidak boleh dilupakan bahwa pengaruh budaya

bisnis masa lalu masih eukup .kental dalam kehidupan sekarang

yang tidak  mudah dihapus dalam waktu singkar, U ntuk  itu

diperlukan kajian yang mendalam dan komprehensif bukan hanya

pada materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 saja tetapi

 juga terhadap semua komponen hukum bisnis yang berhubungandengan itu (Abdurrahman, zoo1: 3).

Page 8: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 8/140

PRAKATA Xl

Dengan lahirnya pengaturan hukum persaingan usaha di

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka

perlu untuk  dikaji dan sekaligus disosialisasikan kepada masyarakat. Kehadiran buku ini diharapkan dapat membantu masya

rakat bisnis atau pelaku usaha pada umumnya dan mahasiswa

pada khususnya dalam mempelajari dan memahami lebih lanjut

dasar pemikiran, pokok-pokok pikiran, dan pelaksanaan Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut. Isi buku ini tersusun

dalam beberapa bab yang mencakup pengetahuan dasar mengenai

pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pada bab pertarna

diuraikan mengenai dasar dan substansi pengaturan hukum

persaingan usaha di Indonesia. Kemudian pada bab kedua diurai

kan mengenai pengertian perjanjian dan perjanjian-perjanjian

yang dilarang yang dibuat pelaku usaha atau sekelompok pelaku

usaha dalam berusaha di Indonesia, karena perjanjian-perjanjianterse but dapat rnengakibarkan terjadinya praktik  monopoli dan/ 

atau persaingan usaha yang tidak sehat. Selanjutnya pada bab

ketiga diuraikan mengenai pengertian kegiatan dan kegiaran

kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha atau sekelompok 

pelaku usaha dalam berusaha di Indonesia, karena -kegiatan

kegiatan tersebut juga dalam menimbulkan praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha yang tidak  sehat. Pada bab keempat

diuraikan mengenai pengertian dan bentuk-bentuk  kegiaran

penguasaan pasar atau yang dinamakan dengan posisi dominan

yang dilarang dilakukan pula oleh pelaku usaha atau sekelompok 

pelaku usaha dalam berusaha di Indonesia, karena penguasaan

pasar yang demikian dapat pula menimbulkan praktik  monopoli

dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat. Pada bab terakhir,

yakni bab kelima diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan penegakan hukum persaingan usaha yang dilakukan oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dengan demikian

buku ini pada prinsipnya berisikan uraian awal mengenai

pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Penyusunan buku ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan

Page 9: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 9/140

xn HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

ke1uarga dan ternan-teman sejawat. Pad a kesempatan ini tidak 

berlebihan seandainya saya dengan penuh suka cita menyampaikanucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak yang telah rnembanru dalam penyusunan

buku ini, terutama sekali kepada Bapak Prof. H. Hamdhany

Tenggara, SH, dan Bapak H. Abdurrahman, SH, MH, yang

terpelajar se1aku pembimbing saya dalarn mata kuliah yang

berkairan dengan hukum ekonomi dan bisnis pada Fakultas

Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat.

Semoga amal perbuatan mereka diterima di sisi-Nya sebagai

suatu kebajikan yang berlipat ganda ganjaran pahalanya. Demikian

pula teristimewa kepada yang tercinta Dinda Yunita Usman, istri

sekaligus teman yang setia, baik dalam duka maupun suka, atas

bantuan dan pengertiannya se1ama ini, sehingga buku ini bisa

se1esai. Juga kepada putriku tersayang , ananda Widyananda

Alifia Usman, yang belum sepenuhnya mengerti pekerjaan saya;

saya ucapkan terima kasih atas pengertiannya, karena waktu

bermain bersamanya tersita untuk menyelesaikan buku ini. Semoga

Allah SWT, Tuhan yang Mahakuasa, akan se1alu memberikan

kesehatan, kekuatan, dan ketabahan kepada mereka berdua.

Saya sadar paparan yang disajikan dalam buku ini tidak  luput

dari kekurangan dan ketidaksempurnaan. Karenanya, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif, sehingga pa

paran atau isi buku ini dapat saya perbaiki agar menjadi lebih

sempurna. U ntuk itulah terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih.

Akhirnya, sekiranya buku ini juga mendapat nilai di sisi-Nya,

maka hendaknya pahala dilimpahkan kepada Ayahnda dan Bunda

kami tersayang serta guru-guru saya, yang se1ama ini dengan

penuh kesabaran dan rendah hati membimbing dan mendidik 

saya menjadi orang yang berguna bagi dan dalam agama, nusa,

dan bangsa. Semoga buku ini berguna bagi kita semua.

Banjarmasin, Sapar 1422 H

Rachmadi Usman

Page 10: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 10/140

Bab 1

Pengaturan HukumPersaingan Usaha

1.1. Dasar Pikiran Pengaturan HukuIll Persaingan

usaha

Sebetulnya sudah sejak lama masyarakat Indonesia, khususnya

para pelaku bisnis, merindukan sebuah undang-undang yang

secara komprehensif  mengatur persaingan sehat. Keinginan itu

didorong oleh munculnya praktik-praktik perdagangan yang

tidak sehat, terutama karena penguasa sering memberikan per- .

lindungan ataupun priveleges kepada para pelaku bisnis tertentu,

sebagai bagian dari praktik-praktik kolusi, korupsi, kroni, dan

nepotisme. Dikatak an secara komprehensif, karena sebenarnya

secara pragmentaris, batasan-batasan yuridis terhadap praktik-<,

praktik bisnis yang tidak sehat atau curang dapat ditemukan

secara tersebar di berbagai hukum positif. Tetapi karena sifatnya

yang sektoral, perundang-undangan tersebut sangat tidak efektif 

untuk  (secara konseptual) memenuhi berbagai indikator sasaran

yang ingin dicapai oleh undang-undang persaingan sehat tersebut

(Muladi, 1998:35).

Sebuah undang-undang yang secara khusus mengatur per

saingan dan antimonopoli sudah sejak lama dipikirkan oleh para

pakar, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, serta instansi

pernerintah. Pernah suatu ketika Partai Demokrasi Indonesia

pada tahun 1995 menelurkan konsep Rancangan Undang-undang

tentang Antimonopoli. Demikian pula Departernen Perdagangan

yang bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Page 11: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 11/140

2 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

I

pernah membuat naskah a k ~ d e m i k Rancangan Undang-Undang

tentang Persaingan Sehat di Bidang Perdagangan. Namun patutdisayangkan karena semua usulan dan .inisiatif terse but tidak 

mendapat tanggapan yang positif, karena pada masa-rnasa itu

belum ada komitmen maupun politicalwill dari elite politik yang

berkuasa untuk mengatur masalah persaingan usaha (Hikmahanto

Juwana, 1999:4).

Ada beberapa alasan mengapa pada waktu itu sulit sekali

suatu Undang-Undang Antimonopoli disetujui oleh Pemerintah,

yaitu

1. Pemerintah menganut konsep bahwa perusahaan-perusahaan

besar perlu ditumbuhkan untuk  menjadi lokomotif pemba

ngunan. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya mungkin

menjadi besar untuk kemudian menjalankan fungsinya sebagailokomotif  pembangunan apabila diberi perlakuan khusus.

Perlakuan khusus ini, dalam pemberian proteksi yang dapat

menghalangi masuknya perusahaan lain dalam bidang usaha

terse but atau dengan kata lain mernberikan posisi monopoli;

2. Pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusa

haan itu telah bersedia menjadi pioner di sektor yang ber

sangkutan. Tanpa fasilitas monopoli dan proteksi, Pemerintahsulit memperoleh kesediaan investor untuk  menanamkan

modalnya di sektor tersebut;

3. U ntuk  menjaga berlangsungnya praktik  KKN demi kepen

tingan kroni mantan Presiden Soeharto dan pejabat-pejabat

yang berkuasa pada waktu itu (Sutan Remy Sjahdeini, 2000:5).

Kebijakan pembangunan ekonomi yang kita jalankan selama

tiga dasawarsa, selain menghasilkan banyak kemajuan, yang

ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga masih

banyak melahirkan tanrangan atau persoalan pembangunan eko

nomi yang belum terpecahkan. Di samping itu, ada kecenderungan

globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha

swasta sejak awal tahun 1990-an. Peluang-peluang usaha yangtelah diciptakan oleh penguasa pada waktu itu dalam kenyata-

Page 12: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 12/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USA HA

annya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapar

berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi.

Perkembangan usaha swasta, di satu sisi diwarnai oleh berbagaibentuk  kebijakan penguasa yang kurang tepat, sehingga pasar

menjadi terdistorsi.

Di sisi lain, sebagian besar perkembangan usaha swasta pada

kenyataannya merupakan perwujudan dari kondisi persaingan

usaha yang tidak sehat atau curang. · Fenomena yang demikian

telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan antara

pengambil keputusan dan para pelaku usaha, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Keadaan ini makin memperburuk  ke

adaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang memperhatikan

amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 , serta cenderung

menunjukkan corak yang sangat monopolistik. Para pengusaha

yang dekat dengan elite kekuasaan mendapatkan kemudahan

kemudahan yang berlebihan, sehingga menimbulkan kesenjangansosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha

kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati

merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan kerahanan

ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak  mampu bersaing.

Padahal dalam era pasar bebas nanti, kita dituntut untuk mampu

bersaing dengan mengandalkan kekuatan sendiri.

Lebih ironis lagi, perilaku dari pelaku-pelaku bisnis kita, yaitupara konglomerat yang telah memperoleh perlakuan istimewa

dari penguasa tersebu t, ternyata sangat tidak be rtanggung jawab,

dan tidak mau berbuat positif untuk memperbaiki kondisi ekonomi

nasional yang sangat parah. Kondisi semacam ini mengharuskan

pemerintah mencari bantuan dari donor-donor lain, baik yang

bersifat kolektif  maupun negara per negara. Ketergantungan

pada bantuan asing , ini mengharuskan pemerintah mengikuti

berbagai persyaratan yang disepakati bersama; semuanya rnele

takkan Indonesia pada posisi yang lemah. Walau demikian,

dalam hal-hal tertentu, banyak hal yang berkaitan dengan per

syaratan utang luar negeri itu yang mengandung hikmah, yaitu

mengakselerasi pernbuatan undang-uridang yang sebenarnya sudah

lama didambakan, yang dalam kondisi normal tidak akan dibentuk 

Page 13: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 13/140

4 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

pada umumnya ini telah terjadwal di

antara Indonesia dengan IMF (Muladi,

dalam waktu singkar;

dalam Letter 0/ Intents1998:35-36).

Di samping merupakan tuntutan nasional, Undang-Undang

Persaingan Usaha (Fair Competition Law) juga merupakan tuntutan

atau kebutuhan rambu-rambu yuridis dalam hubungan bisnis

antarbangsa. Dari sisi kehidupan nasional jelas bahwa basis

kultural (asas kekeluargaan) dan konstitusional (demokrasi eko

nomi) kita mernang sama sekali menolak prakrik-praktik mono

polistik dalam kehidupan ekonomi yang merugikan rakyat. Dari

sisi hubungan antarbangsa pun, apalagi dengan munculnya feno

mena globalisasi ekonomi yang mengandung makna, semakin

meningkatnya ketergantungan antarbangsa di berbagai bidang

kehidupan (ekonomi), mengharuskan berbagai bangsa menaati

rambu-rambu (peraturan) baku dalam bisnis antarbangsa, sebagai

konsekuensi WTO, APEC, AFTA, NAFTA, EC, dan lain seba

gainya (Muladi, 1998:36).

Sebab, para ahli banyak yang mengatakan, adanya kondisi

persaingan (the state 0/ competition) dalam pasar domestik merupakan

hal yang sangat penting dari suam kebijakan publik  (public

 policy), khususnya untuk  mengukur kemampuan bangsa dalam

bersaing di pasar internasional, serta untuk meyakinkan investordan eksportir asing untuk bersaing dalam pasar domestik. Dengan

demikian tujuan dari kebijakan persaingan nasional adalah untuk 

menciptakan dan memastikan bahwa konsep persaingan dapar

dijalankan dalam kerangka ekonomi pluralistik. Konsep dasar

kompetitif ini pun pada dasarnya mengandung unsur HAM yang

kental, karena di dalamnya terkait "pernajuan" (promotion) dari

kondisi persaingan (condition 0/ rivalry) dan "kebebasan memilih"

(freedom 0/ choose) untuk  mengurangi dan melarang konsentrasi

kekuaran-kekuaran ekonomi (Muladi, 1998:36).

Untuk  itulah, akhirnya harus ada campur tangan negara

(government  regulation) untuk  mengembangkan dan memelihara

kondisi persaingan. Bahkan globalisasi menciptakan atmosfer

yang kondusif  untuk  persaingan yang menembus batas-batasnegara, yang membutuhkan harmonisasi kebijakan yang sering

Page 14: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 14/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAH A s

dinamakan " super national of regionalstandards". Bahkan Masyarak at

Ekonomi Eropa (EC) juga masih terus mengembangkan apa yang

dinamakan "Minimum Competition Policy Requirements Withinthe Framework  of  the GATT". Di lingkungan ASEAN pun,

tanpa mengesampingkan divergensi struktur institusional ekonomi,

politik, dan sosial, para ahli sudah mulai berpikir tentang perlunya

pengembangan di samping hukum persaingan nasional dan har

monisasi peraturan-peraturan komersial, termasuk  hukum per

saingan di antara masyarakat ASEAN (Muladi, 1998:36).

Doktrin yang berlaku pada masa lalu, yang secara absolut

menyatakan bahwa hukum ekonomi itu bersifat value loaded,

yang dekat dengan kondisi sosial budaya bangsa, tidak sepenuhnya

dapat dipertanggungjawabkan dalam kaitannya dengan proses

globalisasi. Konsep harmonisasi hukum dan keberadaan fenomena

internasionalisasi pasar menumbuhkan perhatian yang semakin

intensif terhadap apa yang dinamakan int ernational dimension of antitrust  and  the fit  between competition policy and  the world trading

system. Dalam kerangka ini, muncul antitrust family (international)

linkages of market  economies (Muladi, 1998:36-37).

Beberapa negara sudah mengatur rambu-rambu persaingan

usaha yang sehat dalam hukum nasional masing-masing . Amerika

Serikat untuk  p e r t a ~ a kali pada tahun 1890 telah mengatur

persaingan usaha yang sehat dalam Act  to Protect  Trade and 

Commerce Against Unlawful Restraints and  Monopolies (Sherman

Act), yang beberapa kali telah disempurnakan, terakhir dengan

Robinson Patrnan Act tahun 1936. Demikian pula di ]epang,

untuk  pertama kali pengaturan persaingan usaha dituangkan

dalam Shiteki dokusen no kinshi oyobikosei torihiki ni kansuru horitsu

(Law concerning the prohibilition of  private monopoly and  preservationof 

 fair  trade), yang beberapa kali mengalami perubahan. Bagi negara

]erman, pengaturan persaingan usaha dapat dijumpai dalam Act 

to Unfair Competition 1909. Negara Filipina juga telah mengatur

persaingan usaha ini dalam Penal Code-nya. Sedangkan negara

negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa, sudah

pasti tunduk  dan rnengikuti kerentuan p engaturan hukum per

saingan usaha yang telah diatur bersama dalam Treaty on the

Page 15: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 15/140

6 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

 European Union. Sedangkan Indonesia, pengaturan persaingan

usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat Undang-UndangNomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan.

Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut

ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total

dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk 

penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor. Dibandi ngkan

dengan proses pembentukan undang-undang pada umumnya,

proses pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

termasuk tidak lazim. Perbedaan ini terlerak  pada pihak yang

mengajukan rancangan undang-undang. Selama ini dalam praktik 

kenegaraan kita, rancangan undang-undang disiapkan dan di

ajukan oleh pemerintah untuk  kemudian dibahas bersama-sama

DPR. Tetapi tidak demikian dengan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Adapun yang mempersiapkan rancangannya adalah

DPR yang kemudian menggunakan hak inisiatifnya mengajukan

rancangan undang-undang. Rancangan Undang-Undang ini

dipersiapkan selama kurang lebih 4 bulan oleh Kelompok Kerja

Program Legislasi Nasional DPR Bidang Ekonomi Keuangan dan

Industri Pembangunan dengan judul Rancangan Undang- Undang

tentang Larangan Praktik Monopoli, tanpa ada kata-kata "Persaingan Tidak Sehat ". Sebenarnya pemerintah, dalam hal ini

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, telah mempersiapkan

rancangan undang-undang yang mengatur masalah persaingan

dengan judul Rancangan Undang-Undang tentang Persaingan

Usaha. Kemudian Pemerintah dan DPR menyepakati Rancangan

Undang-Undang yang dipersiapkan oleh DPR itulah yang

digunakan (Hikrnahanto Juwana, 1999:4).

Menurut Laporan Ketua Pansus untuk  mempersiapkan Ran

cangan Undang-Undang tersebut diperlukan waktu lebih kurang

3,5 bulan dengan rneminta pandangan dan masukan dari berbagai

pihak (Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman

1999:119). Kemudian, dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18

Oktober 1998 Rancangan Undang-Undang ini secara resmidijadikan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif DPR. Pem-

Page 16: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 16/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 7

bahasan selanjutnya dilakukan oleh suam Panitia Khusus (Ab

durrahman, 2001:2).

Dari konsiderans menimbang Undang-Undang Nomor 5 Tahun1999, dapat diketahui falsafah yang melatardepani kelahirannya

dan sekaligus memuat dasar pikiran perlunya disusun undang

undang tersebut. Setidaknya memuat tiga hal, yaitu

1. Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan ke

pada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pan

casila dan Undang-Undang Dasar 1945;

2. Bahwa dernokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki ada

nya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk 

berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang

dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan

efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;3. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus. berada

dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga

tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi

pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak  'terlep as dari

kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik 

Indonesia terhadap perjanjian-per janjian internasional.

Sementara itu Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 juga menyatakan antara lain

"Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, me

nuntut kita untuk  mencermati dan rnenata kernbali

kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapattumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga

tercipta iklim persaingan usaha yang sehatvserta terhin

darnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan

atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk  praktik 

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan

masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan

sosial. Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang ten-

Page 17: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 17/140

8 HUKUM P ERSAlN GAN USAHA DI INDONESIA

tang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan

hukum clan memberikan perlinclungan yang sama bagi

setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk  meneiptakan

persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini membe

rikan jaminan kepastian hukum untuk  lebih mendorong

pereepatan pembangunan ekonomi dalam upaya mening

katkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi

dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945".

Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 ini dimaksudkan untuk  memberikan jaminan kepastian

hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha

dalam berusaha, dengan eara meneegah timbulnya praktik-praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya

dengan harapan dapat meneiptakan iklim usaha yang kondusif,

di mana setiap pelaku usaha dapat bersaingan seeara wajar da n

sehat. U ntuk  itu diperlukan aturan hukum yang pasti dan jelas

yang mengatur larangan praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat lainnya.

Kehadiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai tool

0/ social control

and atool

0/ social engineering. Sebagai "alar kontrol

sosial", Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berusaha men

 jaga kepentingan umum dan meneegah praktik monopoli dan/ 

atau persaingan usaha tidak  sehat. Seianjutnya sebagai "alat

rekayasa sosial", Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berusaha

untuk rneningkatkan efisiensiekonomi nasional, mewujudkan iklim

usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang

sehat, dan berusaha meneiptakan efektivitas dan efisiensi dalamkegiatan usaha (Ayudha D. Prayoga et al. (Ed.), 2000:52-53).

Apabila cita-cita ideal terse but dapat dioperasionalkan dalam

kehidupan nyata, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan

membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di Indo

nesia, yang selama ini dapat dikatakan jauh dari kondisi ideal.

Sekurang-kurangnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

seeara tidak langsung akan memaksa pelaku usaha untuk  lebih

Page 18: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 18/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 9

efisien dalam mengelola usahanya, karena Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 juga menjamin dan memberi peluang yang besar

kepada pelaku usaha yang ingin berusaha (sebagai akibat dilarangnya praktik monopoli dalam bentuk penciptaan barrier toentry).

Hal ini berarti bahwa hanya pelaku usaha yang efisien-lah yang

dapat bertahan di pasar (Ayudha D . Prayoga et al. (Ed.), 2000:53).

Dampak  positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 adalah terciptanya pasar yang tidak  terdisrorsi, sehingga

menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi para pelaku

usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih

inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk (barang dan

 jasa) mereka. Jika hal ini tidak  dilakukan, para konsumen akan

beralih kepada produk  yang lebih baik  dan kompetitif . Ini berarti

bahwa, secara tidak  langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam bentuk 

produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayananyang lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan

perusahaan besar yang telah berdiri sebelum undang-undang ini

diundangkan, selama perusahaan-perusahaan rersebut tidak mela

kukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 (Ayudha D . Prayoga et al. (Ed.), 2000:53-54).

Di samping mengikat para pelaku usaha, Undang-Undang No

mor 5 Tahun 1999 mengikat pemerintah untuk tidak mengeluar

ka n peraturan-peraturan yang bersifat memberikan kemudahan

dan fasilitas istimewa kepada para pelaku usaha tertentu yang

bersifat monopolistik. Akibatnya, dunia usaha Indonesia menjadi

tidak terbiasa dengan iklim kompetisi yang sehat, yang pada akhir

nya menimbulkan kerugian yang harus ditanggung oleh seluruh

lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kehadiran Undang-Undang

NorTiOf5 Tahun 1999 diharapkan mampu mengikat pemerintah

untuk lebih objektif dan profesional dalam mengatur dunia usaha

di Indonesia. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat interna

sional terhadap Indonesia, sehingga mereka akan rerrarik  untuk 

menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kepercayaan

Page 19: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 19/140

10 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

ini dikarenakan adanya jaminan untuk berkompetisi secara sehat

(Ayudha D. Prayoga et al. (Ed.), 2000:54-55).

1.2. Kebijakan Politik Persaingan U saha

Di Indonesia hukum persaingan usaha, atau apa pun namanya,

seperti Antitrust Law (Amerika Serikat), atau Antimonopoly Law

(Dokusen Kinshiho-]epang), Restrictive 'Irade Practices Law (Australia),

atau Competition Law (Uni Eropa) merupakan bagian dari hukum

ekonomi. Dasar kebijakan politik perekonomian nasional dan

hukum ekonomi kita dengan sendirinya harus mengacu pada

Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 33 Undang-Undang Dasar

1945 secara jelas menyatakan bahwa perekonomian nasional

harus dibangun atas dasar falsafat dernokrasi ekonomi dalam

wujud ekonorni-kerakyatan. Pasal 33 ayat (1) Undang-UndangDasar 1945 menyatakan bahwa "perekonornian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Sedangkan

penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan

antara lain bahwa "dalam Pasal 33 rercanturn dasar demokrasi

ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk  semua di bawah

pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemak

muran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran

orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha

bersama berdasar atas asas kekeluargaan".

.Istilah kekeluargaan seringkali ditafsirkan sebagai anti-per

saTngan. Tetapi sebenarnya esensi dari Pasal 33 tersebut, adalah

perekonomian Indonesia berorientasi kepada ekonomi kerakyatan.

Hal ini merupakan penuangan yuridis konstitusional dari amanatyang dikandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945, yaitu mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia (Chatamarrasjid, 2000: 113 dan 140-141).

Selain itu perkataan "perekonomian disusun" pada Pasal 33

itu secara langsung mengisyaratkan perlu dilaksanakannya suatu

restrukturisasi clan reformasi ekonomi. Mekanisme daripada itu adalah

penyelenggaraan perekonomian berdasarkan demokrasi ekonomi.

Restrukturisasi ekonomi diperlukan untuk mewujudkan keadilan

Page 20: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 20/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 11

ekonomi atau pemerataan ekonomi, untuk menghindari polarisasi

ekonomi (Sri Edi Swasono, 1993:263). Demikian pula perkataan

"disusun" dalam Pasal 33 bersifat imperati/, jadi perekonomiantidaklah dibiarkan tersusun sendiri atau mernbentuk diri sendiri

berdasar kekuatan-kekuatan ekonomi yang ada atau kekuatan

pasar bebas . Perkataan "disusun" mengisyaratkan adanya upaya

membangun secara struktural melalui tindakan nyata dan ini

menjadi tugas negara (Sri Edi Swasono, 1993:270-271).

Dengan demikian, sudah menjadi tugas dan kewajiban negara

untuk mengirnplementasikan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang

Dasar 1945 dalam struktur ekonomi nasional yang berdasarkan

demokrasi ekonomi. Perundang-undangan merupakan sarana yang

paling efektif untuk mengimplernentasikan kebijakan politik de

mokrasi ekonomi tadi. Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) Undang

Undang Dasar 1945 ini, akan bermunculan beraneka ragam per

undang-undangan yang akan mengatur dan mendukung kehidupan ekonomi nasional, terutama dalam menghadapi era perda

gangan bebas. Perundang-undangan di sini, berfungsi selain sebagai

"alar kontrol sosial", juga sebagai "alar rekayasa sosial" dari kehi

dupan ekonomi nasional yang berdasarkan demokrasi ekonomi.

Karenanya perundang-undangan merupakan instrumen kebijakan

politik negara.

Penggunaan hukum atau perundang-undangan sebagai instru

men kebijakan merupakan perkembangan mutakhir dalam sejarah

hukum. Untuk  bisa sampai pada tingkat perkembangan yang

demikian, diperlukan persyaratan tertentu , seperti timbulnya

pengorganisasian sosial yang makin tertib dan sempurna. Pengor

ganisasian ini tentunya dimungkinkan oleh adanya kekuasaan di

pusat yang makin efektif, dalam hal ini tidak lain adalahnegara.Perundang-undangan mempunyai kelebihan dari norma-norma

sosial yang lain, karena perundang-undangan dikaitkan pada

kekuasaan yang terringgi di suatu negara dan karenanya pula

merniliki kekuasaan memaksa yang besar sekali. Mudah bagi

perundang-undangan untuk menentukan ukuran-ukurannya sen

diri tanpa perlu menghiraukan tuntutan-tuntutan dari bawah

(Satjipto Rahardjo, 1996:85 dan 90).

Page 21: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 21/140

12 HUKUM PERSAlNGA N USAHA DJ INDONESIA

Pengaturan kehidupan ekonomi nasional melalui perundang

undangan dimaksudkan untuk mewujudkan demokrasi ekonomiyang menjadi dasar politik ekonomi nasional, yang memiliki ciri

ciri positif sebagai ber ikut.

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan;

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan me

nguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

c. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

d. Sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan

permufakatan lembaga perwakilan rakyat, dan pengawasan

terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga perwakilan rakyat pula;

e. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seim

bang a n ~ a r d a e r a h dalam satu kesatuan perekonomian nasional

dengan mendayagunakan potensi dan peran serta daerah

secara optimal dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara

dan Ketahanan Nasional;

f. . Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaanyang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;

g. Hak  milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak 

boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat;

h. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara diper

kembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak me

rugikan kepentingan umum.* )

*) Perumusan ciri-ciri positif demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang

Undang Dasar 1945 , pertama kali dapat dijumpa i dalam Kererapan MPRS Nomor XXIII!

MPRS!1966 renrang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan

Pembangunan, yang selanjutnya diperkembangkan dan diperbaharui melalui Garis-garis

Besar HaIuan Negara sebagaimana relah ditetapkan secara berturut-turut dalam Ketetapan

MPR Nomor IV/MPR!1973, Keterapan MPR Nomor IV/MPR!1978, Keterapan MPR

Nomor IV/MPR!1983, Ketetapan MPR Nomor II/MPR!1988, Keterapan MPR Nomor II/ 

MPR!1993. dan Keretapan MPR Nomor II/MPR!1998 .

Page 22: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 22/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 13

Demikian pula dirumuskan ciri-ciri negatif dari demokrasi

ekonomi yang harus dihindarkan dalam kehidupan ekonomi

nasional, yaitu

a. Sistem free fight  liberalism yang menumbuhkan eksploitasi

terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di

Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kele

mahan strukrural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam

. perekonomian dunia;

b. Sistem etatisme dalam arti bahwa negara beserta apatur ekonomi

negara bersifat dominan, mendesak, dan rnernatikan potensi

serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara;

c. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi

pada saru kelompok dalam berbagai bentuk  monopoli dan

monopsoni yang merugikan masyarakat da n bertentangan

dengan cita-cita keadilan. * *)

Pembaruan kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan

yang ditetapkan dalam Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/ 

1966, jelas bertujuan untuk  mengimplementasikan prinsip ke

daulatan rakyat di bidang ekonomi. Walaupun secara formal

kebijakan ekonomi yang dikembangkan di masa awal Orde Baru

masih bertitik tolak dari konsep Ekonomi Terpimpin, tetapipembaruan yang dilakukan sangat mendasar. Bahkan, dapat

dikatakan kebijakan Pernerintah Orde Baru ini cenderung bersifat

merombak secara mendasar kebijakan ekonomi Orde Lama . Ini

terlihat dalam rumusan GBHN yang diterapkan sejak  tahun

1973. Gagasan demokrasi ekonomi secara konsisten dirumuskan

dalam serangkaian GBHN. Konsistensi ini menunjukkan, secara

formal, gagasan kedaulatan rakyat selama periode Demokrasi

Pancasila sangat diwarnai keinginan yang kuat untuk  mengem

bangkan demokrasi ekonomi (Iimly Asshiddiqie, 1994:201 da n

203).

**) Kececapan MPRS Nom or XXIlI/MPRS/1966 clan GBHN 1973-1998.

Page 23: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 23/140

14 HUKUM PERSAINGAN USAH A DI INDONESIA

GBHN merupakan arah penyelenggaraan negara dalam waktu

lima tahun, untuk dapat mewujudkan tujuan kesejahteraan rakyatyang berkeadilan sebagaimana terrnaktub dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 . Lebih lanjut dengan mencermati

isi serangkaian GBHN yang telah ditetapkan oleh Majelis Per

musyawaratan Rakyat (Sernentara) tersebut, maka dapat diketahui

secara jelas kebijakan politik negara untuk  mengembangkan

persaingan yang sehat dan adil serta mencegah terjadinya struktur

pasar monopolistik , yang merugikan masyarakat, sebagai berikut

1. Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pemba

ruan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pem

bangunan

Ketetapan ini berisikan penilaian kembali semua landasan

landasan keb ijakan ek onomi, keuangan, dan pembangunan pasca

G30S/PKI sebagai langkah pertama ke arah perbaikan ekonomi

rakyat. Dalam kaitan dengan praktik monopoli dan persaingan

usaha sehat antara lain dinyatakan

a. Adapun landasan ideal dalam membina sistern ekonomi Indo

nesia dan yang senantiasa harus tercermin dalam setiap kebi jaksanaan ekonomi ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945 , terutama Pasal-pasal 23, 27, 33 dan 34, beserra .penje

lasan-penjelasannya (Pasal 4) dan hakikat dari landasan ideal

tersebut adalah pembinaan sistern ekonomi terpimpin ber

dasarkan Pancasila yang menjamin berlangsungnya demokrasi

ekonomi dan yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan

makmur yang diridai oleh Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 5);b. Dalam menjalankan peranannya di bidang ekonomi, peme

rintah harus lebih menekankan pengawasan arah kegiatan

ekonomi dan bukan pada penguasaan kegiatan ekonomi yang

sebanyak mungkin. Dalam rangka ini sangat perlu diseleng

garakan debirokratisasi dari sistern pengawasan dan dekon

sentrasi dalam manajemen perusahaan-perusahaan negara

(Pasal40);

Page 24: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 24/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 1 -

c. Sesuai dengan tugas pernerintah unruk  sejauh mungkin me

ngembangkan potensi dan daya kreasi rakyat dalam bidang

ekonorni, maka dalam batas-batas ketetapan da n jiwa Undang

Undang Dasar 1945, golongan swasta nasional merniliki

kebebasan untuk  memilih bidang usaha masing-masing yang

tidak menguasai hajat hidup rakyat banyak da n tidak strategis

(PasaI44);

d. Masing-masing kelompok dalam golongan swasta nasional

berkewajiban untuk  mengembangkan ekonomi Indonesia,

sedangkan pengertian dan bidang kegiatannya diatur olehundang-undang (PasaI45);

e. Perkembangan usaha swasta tidak boleh menyimpang dari

asas demokrasi ekonomi yang rnerupakan- ciri dari sistem

ekonomi terpimpin berdasarkan Pancasila. Tanpa mengingkari

prinsip-prinsip efisiensi, organisasi usaha swasta harus me

mungkinkan perkembangan demokrasi ekonomi di dalam

lingkungannya. Untuk  ini diperlukan pengawasan dari apa

a u r pemerimah. Di lain pihak, demi perkembangan kegiatan,

golongan swasta nasional berhak memperoleh pelayanan,

pengayoman, dan bantuan yang wajar dari aparatur pernerin

tah, Dalam hubungan ini perlu adanya satu forum swasta

(PasaI46).

2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR!1973 tentang Garis-garis

Besar Haluan Negara

Dalam bidang Pembangunan Ekonomi antara lain dinya

takan, usaha rneratakan hasil pembangunan harus pula men

cakup program untuk  memberikan kesernpatan yang lebih

banyak kepada pengusaha-pengusaha kecil dan menengah

untuk memperluas dan meningkatkan usahanya, dalam rangkamemperluas pengikutsertaan golongan ekonomi lemah dalam

ruang lingkup tanggung jawab yang lebih besar, dengan jalan

mengusahakan kesempatan untuk dapat memperkuat permo

dalannya, meningkatkan keahliannya untuk  mengurus per

usahaannya, dan kesernpatan untuk  memasarkan hasil pro

duksinya. Dalam hubungan ini koperasi sebagai salah satu

Page 25: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 25/140

16 H UKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

wadah penghimpun kekuatan ekonomi lemah akan lebih

ditingkatkan peranan serta kemampuannya melalui program

yang menyeluruh, dengan menguramakan koperasi-koperasi

produksi di bidang-bidang pertanian, peternakan, perikanan,

perkebunan rakyat, dan kerajinan tangan.

3. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR!1978 rentang Garis-garis

Besar Haluan Negara

Dalam bidang Pembangunan Ekonomi sektor Usaha Swastadan Usaha Golongan Ekonomi Lemah antara lain dinyarakan,

untuk meningkarkan partisipasi masyarakar yang lebih aktif 

dalam pembangunan, perluasan dunia usaha swasta nasional

haruslah rnendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Dalam

hubungan ini perlu diringkarkan kerja sama yang serasi

antara pemerintah, perusahaan milik negara, dunia usaha

swasta, dan koperasi. Pemerintah menciprakan iklim yang

sehat yang diperlukan untuk  kelancaran usaha, antara lain

dengan mengusahakan ketenterarnan dan keamanan usaha,

menyederhanakan prosedur perizinan, dan sebagainya.

4. Ketetapan MPR Nomor II/MPR!1983 tentang Garis-garis

Besar Haluan NegaraDalam bidang Pembangunan Ekonomi sektor Dunia Usaha

N asional dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah antara lain

dinyarakan

a. Untuk meningkarkan partisipasi masyarakar dalam pem-

bangunan, peranan dunia usaha nasional perlu lebih di

ringkarkan. Dalam hubungan ini dilanjutkan usaha peme

rintah dalam mengembangkan dunia usaha nasional dengan

bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Indo

nesia. Selanjurnya didorong pernerataan kesernparan ber

usaha serta kerja sama yang serasi antara usaha negara,

koperasi, dan usaha swasta;

b. Kerja sama yang serasi.antara usaha besar, menengah, dan

kecil serta koperasi perlu dikembangkan berdasarkan sernangat saling menunjang dan saling menguntungkan.

Page 26: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 26/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN U SAHA 17

U ntuk  iru perlu diciptakan iklim yang sehat untuk  kelan

caran usaha dan terlaksananya kerja sama tersebut.

5. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang Garis-garis

Besar Haluan Negara

Dalam bidang Pembangunan Ekonomi sektor Dunia Usaha

antara lain dinyatakan

a. Pengembangan dunia usaha nasional yang terdiri dari

usaha negara, koperasi, dan usaha swasta diarahkan ter

utama agar makin mampu dan berperan dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi, memperluas pernerataan pernba

ngunan dan hasil-hasilnya, termasuk  memperluas kesern

patan berusaha dan lapangan kerja. Untuk itu kemampuan

dan peranan dunia usaha nasional khususnya koperasi,

usaha kecil, serta usaha informal dan tradisional, perlu

terus diringkatkan agar dapat tumbuhdan berkembang

menjadi lebih tangguh dan mandiri;

b . Kerja sama yang serasi antara usaha negara, koperasi, dan

usaha swasta serta antara usaha besar, menengah, dan

kecil perlu dikembangkan berdasarkan semangat keke

luargaan yang saling menunjang dan saling rnenguntung-

kan. Untuk  itu perlu diciptakan iklim yang mendorong

kerja sama tersehur. Dalam pengembangan dunia usahanasional harus dihindarkan terjadinya pernusatan kekuatan

ekonomi dalam benruk  monopoli yang merugikan

masyarakat;

c. Upaya penyederhanaan berbagai peraturan yang menyang

kut dunia usaha termasuk  perizinan serta upaya untuk 

lebih menjamin kepastian berusaha dalam rangka mencip

takan iklim berusaha yang sehat terus dilanjutkan dan

ditingkatkan.

6 . Ketetapan MPR Nomor II /MPR/1993 tentang Garis-garis

Besar Haluan Negara

Dalam bidang Pembangunan Ekonomi sektor Usaha Na-

sional antara lain dinyatakan

Page 27: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 27/140

18 HUKUM PERSAINGA N U SAHA DI INDONESIA

a. Pengembangan clan pembinaan usaha nasional yang rneli

puti koperasi, usaha negara, clan usaha swasta cliarahkan

agar tumbuh menjacli kegiatan usaha yang mampu menjacli

penggerak  utama pembangunan ekonomi, meningkatkan

pertumbuhan ekonomi melalui pernerataan kegiatan pem-

bangunan clan hasil-hasilnya, serta memperluas kesempatan

usaha clan lapangan kerja menuju terwujuclnya pereko

nomian nasional yang tangguh clan mancliri. Dalam rangka

pengembangan clan pembinaan usaha nasional terus didorang perluasan kerja sama clan keterkaitan usaha antar

sektor clan antarsubsektor, antara usaha skala besar, me

nengah, clan kecil, berclasar kemitraan usaha yang saling

menunjang clan saling menguntungk an, clengan semangat

kekeluargaan clan kebersamaan;

b. Dalam pengembangan usaha nasional harus clicegah pe

nguasaan sumber ek onomi clan pernusatan kekuatan eko

nomi pacla satu kelompok  atau golongan masyarakat

tertentu clalam berbagai bentuk  monopoli clan monopsoni

yang merugikan masyarakat.

7. Ketetapan MPR Nomor II/MPR!1998 tentang Garis-garis

Besar Haluan NegaraDalam biclang Pembangunan Ekonomi sektor Usaha Na-

sional antara lain dinyatakan

a. Pembangunan usaha nasional yang tercliri atas koperasi,

usaha negara, clan usaha swasta cliarahkan agar tumbuh

clan berkembang sebagai usaha bersama berclasarkan asas

kekeluargaan clalam mekanisme pasar terkelola, yang di

 jiwai, cligerakkan, clan clikenclalikan oleh keimanan clan

ketakwaan terhaclap Tuhan yang Maha Esa serta nasio

nalisme yang tinggi clan pengamalan nilai-nilai Pancasila

sebagai pelaksanaan sistem ekonomi Pancasila. Pernba

ngunan usaha nasional clitujukan untuk menjacli kekuatan

clan penggerak  utama pembangunan ekonomi nasional;

meningkatkan peran serta aktif masyarakat clalam usahanasional yang merupakan bagian integral clari pernba-

Page 28: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 28/140

PENGATURAN H UKUM PERSAINGAN USAHA 19

ngunan nasional clalam mencapai masyarakat yang maju,

mancliri, sejahtera, clan berkeaclilan; memperluas kesem

patan berusaha clan lapangan kerja ; meningkatkan kemampuan clunia usaha terutama pengusaha kecil, peng

usaha menengah, clan koperasi; meningkatkan efisiensi,

procluktivitas, kemampuan daya saing, daya kreasi, clan

inovasi; serta menclorong penguasaan pasar clalam negeri

clan perluasan pasar luar negeri melalui perluasan akses

terhaclap sumber daya ekonomi terrnasuk akses permoclalan

serta pemantapan buclaya kewirausahaan berlanclaskan

moral clan etik, cliclukung oleh pemanfaatan ilmu penge

tahuan clan teknologi clengan memperhatikan kelestarian

fungsi clanmutu lingkungan hiclup, peraturan perunclang

unclangan, serta iklim usaha yang menunjang ;

b. clalam pengembangan clan pembinaan usaha nasional yang

sehat clan transparan harus clicegah penguasaan sumber

daya ekonomi clan pemusatan kekuatan ekonomi pacla

saru kelompok , golongan masyarakat tertenru, clan orang

perseorangan clalam berbagai bentuk  monopoli clan mo

nopsoni, serta bentuk  pasar lain yang merugikan masya

rakat, terutama melalui pemantapan kerja sama usaha

berclasarkan kemitraan sepadan clengan prinsip saling

memerlukan, saling memperkuat, clan saling menguntungkan antara pengusaha kecil, pengusaha menengah,

clan pengusaha besar clan antar a koperasi, usaha negara,

clan usaha swasta. Baclan usaha yang suclah maju clan

berkernbang harus bermitra clengan badan usaha yang

belum maju clalam membangun struktur usaha nasional

yang tangguh clan anclal. Dorongan clan pemantapan

kemitraan usaha tersebut clilakukan melalui penciptaan

iklim persaingan yang sehat clalam pasar terkelola.

8. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR!1999 rentang Garis-garis

Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004

Dala m Konclisi Umum Pembangunan antara lain dinya

takan

Page 29: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 29/140

20 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

"Up aya mengatasi krisis ekonomi beserta dampak  yang

ditimbulkannya telah dilakukan melalui proses reformasidi bidang ekonomi, tetapi hasilnya belum memadai karena

(1) penyelenggaraan negara di bidang ekonomi selama ini

dilakukan atas dasar kekuasaan yang terpusat dengan

campur tangan pemerintah yang terlalu besar, sehingga

kedaulatan ekonomi tidak berada di tangan rakyat dan

mekanisme pasar tidak berfungsi secara efektif; dan (2)

kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antarapusat dan daerah, antardaerah, antarpelaku, dan anrargo

longan pendapatan, telah meluas ke seluruh aspek kehi

dupan, sehingga struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai

dengan berkembangnya monopoli serta pemusatan ke

kuatan ekonomi di tangan sekelompok kecil masyarakat

dan daerah tertentu" .

Kemudian dalam Misi Pembangunan antara lain dinyatakan

"Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi

nasional, terutama pengusaha kecil, menengah, dan kope

rasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan

yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan

berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia

yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasanlingkungan, clan berkelanjutan".

Selanjutnya dalam Arah Kebijakan Pembangunan Bidang

Ekonomi antara lain dinyatakan

1. Mengembangkan sistern ekonomi kerakyatan yang ber

rumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan

prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan

ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas

hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berke

lanjutan, sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam

berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen,

serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat;

2. Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil serta

menghindarkan terjadinya struktur pasar monopolistik 

Page 30: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 30/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAH A 21

dan berbagai struktur pasar yang distortif, yang merugikan

masyarakat;

3. Mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksiketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh

hambaran yang ·mengganggu mekanisme pasar, melalui

regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif, yang dilaku

kan secara transparan dan diatur dengan undang-undang;

4. Memberdayakan pengusaha kecil, menengah, dan koperasi

agar lebih efisien, produktif, dan berdaya saing dengan

menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang

usaha yang seluas-luasnya. Banruan fasilitas dari negara

diberikan secara selektif, terutama dalam bentuk  perlin

dungan dari persaingan yang tidak sehat, pendidikan dan

pelatihan, informasi bisnis dan teknologi, permodalan,

dah lokasi berusaha;

5. Mengembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan mengun

tungkan antara koperasi, swasta, dan Badan Usaha Milik 

Negara, serta antara usaha besar, menengah, dan kecil

dalam rangka memperkuat struktur ekonomi nasional.

Dari GBHN mengenai pembangunan ekonomi tersebut, nam

pak bahwa GBHN memberikan kesempatan pada usaha-usahaekonomi untuk  tumbuh dan berkembang, bahkan sampai ke

bentuk yang "rneraksasa dan menggurita" sekalipun, yang kita

kenal dengan istilah konglomerat. Akan tetapi, GBHN tidak 

membiarkan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak 

sehat terjadi atau tercipta; oleh karena iru GBHN juga mernbe

rikan batasan-batasan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh

dilakukan jika praktik monopoli akhirnya terjadi (Ayudha D.

Prayoga et al. (Ed.), 2000:44).

Undang-Undang Dasar 1945 yang kita miliki sebenarnya

tidak anri-l'besar". Usaha-usaha swasta, usaha negara, dan koperasi

tidak dilarang menjadi besar dalam bentuk konglomerat. Namun,

diharapkan tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha tersebut

sesuai dengan norma dan etika bisnis yang baik, didukung oleh

Page 31: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 31/140

22 HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

norma peraturan yang adil (Ayudha D. Prayoga et al. (Ed.),

2000 :46).Beberapa tahun terakhir ini kondisi perekonomian Indonesia

nampak maju sangat pesat; banyak usaha swasta yang berkembang

sangat pesat menjadi penguasa dari sektor hulu sampai dengan

hilir, tidak mempunyai pesaing yang berarti. N ampaknya mudah

saja jika pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan yang

memberikan kemudahan dan fasilitas kepada satu golongan atau

orang perseorangan. Prinsip pemerataan dan keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia seakan dilupakan dan yang lebih penting

adalah kepentingan untuk  satu golongan ataupun orang perse

orangan saja (Ayudha D . Prayoga et al. (Ed.), 2000 :46-47).

Selama ini, kemudahan dan fasilitas yang diberikan oleh

pemerintah melalui peraturan-peraturan ekonomi hanya dinikrnati

sekelompok kecil masyarakat dan daerah tertentu saja. Berbagai

praktik monopoli "terselubu ng" dijalankan oleh pemerintah de

ngan memberikannya kepada sekelompok kecil masyarakat atau

seorang pengusaha saja, yang pada akhirnya merugikan kepen

tingan masyarakat. Pemerintah memperkenankan kegiatan yang

bersifat monopoli dalam kehidupan ekonomi asalkan tidak meru

gikan kepentingan masyarakat. Dengan demikian persaingan

berusaha di kalangan pengusaha nasional jadi tidak sehat lagi,sebab pemerintah tidak memberikan keseimbangan kemud ahan

dan fasilitas yang sama kepada usaha koperasi, usaha negara, dan

usaha swasta.

Kwik Kian Gie menjelaskan kriteria-kriteria terjadinya mono

poli yang diizinkan oleh GBHN:

1. monopoli diberikan kepada penemu barang baru, seperti

oktroi dan paten, maksudnya untuk  memberikan insentif 

bagi pemikiran yang kreatif dan inovatif;

2. monopoli yang diberikan oleh pemerintah kepada BUMN,

lazimnya karena barang yang diproduksi menguasai hajat

hidup orang banyak;

3. monopoli yang diberikan kepada perusahaan swasta dengankredit pemerintah;

Page 32: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 32/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAH A 23

4. monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh dengan

cara natural, karena monopolis menang dalam persaingan

yang dilakukan secara sehat, Dalam hal demikian memangtidak  apa-apa, namun masuknya siapa saja ke dalam investasi

yang sama hams terbuka lebar;

5. monopoli atau kedudukan yang monopolistik yang diperoleh

secara natural karena investasinya terlampau besar, sehingga

hanya satu saja yang berani dan bisa merealisasikan investasi

nya. Meski demikian, Pemerintah hams tetap bersikap persuasif 

dan kondusif dalam memecahkan monopoli;6. monopoli atau kedudukan rnonopolistik yang terjadi karena

pernbentukan kartel of ensif;

7. monopoli atau kedudukan monopolistik yang terjadi karena

pembentukan kartel defensif;

8 . monopoli yang diberikan kepada suatu organisasi dengan

maksud rnembentuk dana bagi yayasan, yang dananya lalu

dipakai untuk  tujuan terrentu, seperti kegiatan sosial dan

sebagainya (Kwiek Kian Gie, 1994:243-244).

Kondisi monopolistik tersebut sebagian besar terjadi karena

peran negara yang memberikan kondisi monopolistik  kepada

suatu usaha, baik usaha negara, usaha swasta, maupun koperasi

(Kwiek  Gian Kie, 1994:350).Sekarang menjadi tugas pernerinrah untuk  menciptakan iklim

usaha yang sehat, dengan cara menumbuhkembangkan daya

kreasi dan inovasi pengusaha dalam berusaha, yang pada gilirannya

memiliki kemampuan daya saing yang kuat dan tangguh, baik 

secara nasional, regional, maupun internasional. Pemerintah hen-

daknya mengurangi campur tangarr yang terlalu besar dalam

kehidupan ekonomi nasional, cukup meletakkan landasan dan

asas-asas hukum ekonomi yang jelas, tegas, serta dalam penegak

annya seyogianya diterapkan secara konsekuen dan konsisten,

Sepanjang penegakan asas-asas hukum ekonomi konsekuen dan

konsisten, struktur ekonomi nasional berdasarkan demokrasi eko

nomi akan terwujud.

Sunaryati Hartono mengatakan, antara sistern hukum dan

Page 33: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 33/140

24 HUKUM PERSAINGAN U SAHA DI INDONESIA

sistern ekonomi suatu negara terdapat hubungan yang sangat

erat dan pengaruh timbal balik. Kalau pada satu pihak pembaruan

dasar-dasar pemikiran di bidang ekonomi ikut mengubah dan

menentukan dasar-dasar sistern hukum yang bersangkutan, maka

penegakan asas-asas hukum yang sesuai juga akan memperlancar

rerbentuknya struktur -ekonomi yang dikehendaki. Sebaliknya,

penegakan asas-asas hukum yang tidak sesuai justru akan meng

hambat terciptanya struktur ekonomi yang dicita-citakan (CF.G.

Sunaryati Hartono, 1982:6). '

1.3. DasarHukumPengahrran HukumPersaingan

usaha

Gagasan untuk menerapkan Undang-Undang Antimonopoli dan

mengharamkan kegiatan pengusaha yang curang telah dimulaisejak lima puluh tahun sebelum Masehi. Peraturan Roma yang

melarang tindakan pencaturan atau pengambilan keuntungan

secara berlebihan, dan tindakan bersama yang mempengaruhi

perdagangan jagung. Demikian pula Magna Charta yang dite

tapkan tahun 1349 di Inggris telah pula mengembangkan prinsip

prinsip yang ,berkaitan dengan restraint of trade atau pengekangan

dalam perdagangan yang mengharamkan monopoli dan perjanjian

perjanjian yang mernbarasi kebebasan individual untuk  berkom

petisi secara jujur (Insan Budi Maulana, 2000:7).

Ajaran Islam melalui Alquran telah memberikan banyak pe

doman yang bersifat umum mengarur perilaku-perilaku pengusaha

dalam berusaha; ada yang secara jelas, ada pula yang secara

isyarat (bandingkan Ahmad Azhar Basyir, 1981:34). Para peng

usaha Islam dituntut unruk  bersikap jujur dan tidak curang

dalam berusaha. Demikian pula pengusaha Islam dilarang untuk 

menumpuk harta perdagangannya guna mendapatkan keuntungan

besar. Dalam kaitan ini Alquran menegaskan: "Hai orang-orang

yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu

dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan J;ka sama suka di antara kamu"  (QS.4:29). Kemudianoleh Alquran ditegaskan: "Hai kaum-Ku, cukupkanlah takaran

Page 34: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 34/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 25

dan timbangan dengan adil, dan jangarilah kamu merugikan manusia

terhadap hak-hak mereka, dan janganlah kamu membuat keja

hatan di muka bumi dengan mernbuat kerusakan". Selanjutnya

_ juga oleh Alquran ditegaskan: "Keeelakaan besarlah bagi orang

orang yang eurang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima

takaran dari orang lain mereka rninta dipenuhi dan apabila

mereka .menakar atau menimbang untuk  orang lain, mereka

mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa se

sungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang

besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhansemesta alam". Demikian pula oleh Alquran ditegaskan: "dan

orang-orang yang menyimpan emas dan perak  dan tidak menaf

kahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka

(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih" (QS.9:34).

Itulah beberapa ayat Alquran yang telah menggariskan prinsip

.prinsip 1alam berusaha atau berdagang, yang wajib ditaati oleh

para pengusaha Islam. Harus diingat bahwa kegiatan berusaha

atau berdagang itu bukan sekadar untuk  memenuhi kebutuhan

diri sendiri saja, melainkan untuk  memenuhi kebutuhan seluruh

manusia yang hidup di muka bumi.

Saat ini, bagi negara Indonesia pengaturan persaingan usaha

bersumber pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,yang seeara efektif berlaku pada 5 Maret 2000. Sesungguhnya

keinginan -untuk  mengatur larangan praktik monopoli dan per

saingan usaha tidak sehat dapat dijumpai dalam beberapa per

undang-undangan yang ada. Praktik-praktik dagang yang eurang

(unfair trading practices) dapat dituntur seeara pidana berdasarkan

Pasal 382 bis Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Demikian

pula pesaing yang dirugikan akibat praktik-praktik dagang yang

eurang tersebut, dapat menuntut seeara perdata berdasarkan

Pasal1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam bidang

industri juga diharapkan tidak terjadi industri yang monopolistik 

dan tidak sehat, sebagaimana diamanat dalam Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Pasal 7 ayat (2)

dan (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1984 tersebut me-

Page 35: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 35/140

26 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

nentukan bahwa pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan,

dan pengembangan terhadap industri untuk  mengembangkan

persaingan yang baik  dan sehat, mencegah persaingan tidak 

 jujur, mencegah pemusatan industri oleh satu kelompok atau

perseorangan, dan bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang

Merek Sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1997 , pemakai merek tanpa izin dapat dituntut

secara perdata maupun pidana. Undang-Undang Nomor 1 Tahun1995 tentang Perseroan Terbatas juga memuat ketentuan yang

melarang penguasaan sumber ekonomi dan pemusatan kekuaran

ekonomi pada suatu kelompok atau golongan tertentu melalui

tindakan merger, konsolidasi, dan akuisisi perseroan; hal ini da

pat dilakukan asalkan memperhatikan kepentingan perseroan,

pernegang saham minoritas, dan karyawan perseroan, serta ke

pentingan masyarakat, termasuk pihak ketiga yang berkepen

tingan dan persaingan bisnis yang sehat dalam perseroan, men

cegah monopoli dan monopsoni. Dengan demikian, bisa disim

pulkan bahwa sebelum ada Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999, pengaruran larangan praktik monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat masih diatur secara parsial dan tersebar ke

dalam berbagai perundang-undangan yang ada.Realitanya, antara teori undang-undang dan praktik malah

sama sekali bertolak belakang. Selama kurun waktu sekitar 15

(lima belas) tahun terakhir, perekonomian Indonesia dipenuhi

tindakan-tindakan yang bersifat monopolistik  dan tindakan

tindakan persaingan usaha yang curang (un/air business practices),

misalnya pembentukan Badan Penyangga dan Pemasaran Ceng

keh (BPPC) pada 1991 yang memberikan kewenangan tunggal

untuk  membeli cengkeh dari para petani cengkeh dan kewe

nangan menjualnya kepada para produsen rokok; dan Tata

Niaga ]eruk  ataupun PT Timor yang memperoleh banyak 

kemudahan fasilitas. Semua itu dengan dalih untuk  pemba

ngunan nasional ?an menciptakan efisiensi, serta kemampuan

bersaing walaupun realitany a tidak demikian. Hal itu terjadikarena kekuasaan rezim Orde Baru terlalu kuat, baik di bi-

Page 36: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 36/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 27

dang sosial, politik, ekonomi, dan hukum (Insan Budi Mau

lana, 2000: 1-2).

Kemudahan fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintah kepadaorang atau golongan tertentu tidak banyak membawa hasil bagi

kemajuan ekonomi nasional, malah menimbulkan kepineangan

sosial ekonomi dalam masyarakat. Prinsip pemerataan dan keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum dapat dilaksanakan

dengan baik. Persaingan domestik dalam berusaha belum tercipta

dengan baik. Hal ini disebabkan banyaknya kegiaran usaha yang

dijalankan seeara monopolistik, yang mengakibatkan mereka

tidak  mampu bersaing dalam kaneah perdagangan dunia inter

nasional. Untuk  itu perlu ada pembaruan struktural, yang salah

sarunya menghapus hambatan persaingan domestik dalam ber

usaha melalui deregulasi ekonomi nasional.

Butir-butir yang tertera dalam Memorandum International

Monetary Fund (IMF) tanggal 15 Januari 1998, khususnya yangmengacu pada pernbaruan-pembaruan struktural, menunjukkan

bahwa berbagai rintangan artifisial yang selama ini telah meng- .

hambat persaingan domestik telah atau akan dihapus oleh Perne

rintah Indonesia. Akan tetapi di samping itu diperlukan pula

Undang-Undang Persaingan Domestik yang Sehat, yang mene

tapkan asas-asas persaingan usaha yang sehat, yang tidak mem

berikan peluang bagi timbulnya rintangan-rintangan artifisialbaru terhadap persaingan domestik di masa mendatang (Thee

Kian Wie, 1999:27).

Atas dasar itu, pemerintah mengumumkan kebijakan deregulasi

dengan melahirkan sebanyak 13 (tiga belas) peraturan perundang

undangan, yang terdiri dari 3 Peraturan Pemerintah, 7 Keputusan

Presiden, dan 3 Instruksi Presiden. Pemberian fasilitas-fasilitas

istimewa yang menjurus pada praktik  monopoli dan mengun

tungkan golongan atau kelompok tertenru dieabut. Monopoli

Badan Urusan Logistik (BULOG) dalam distribusi komoditi

primer, kecuali beras dieabut berdasarkan Keputusan Presiden

Nomor 15 Tahun 1998. Demikian pula pemerintah meneabut

berbagai fasilitas istimewa yang diberikan kepada PT Timoer

dalam .proyek mobil nasional berdasarkan Keputusan Presiden

Page 37: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 37/140

28 HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

Nomor 20 Tahun 1998. Kemudian membubarkan Badan Pe

nyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) berdasarkan KepurusanPresiden Nomor 21 Tahun 1998.

Seiring dengan peralihan pernerintahan dari Presiden Soeharto

kepada Presiden B.]. Habibie, berlangsung pula Sidang Istimewa

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1998. Sidang

Istimewa MPR ini telah berhasil membuat 12 ketetapan, Dari 12

ketetapan terse but, ada 2 ketetapan yang berkaitan dengan

peleksanaarr'reformasi dan strukturisasi di bidang ekonomi nasio

nal, yakni Ketetapan MPR Nomor X/MPR!1998  tenrang Pokok

pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan

dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara

dan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR!1998 tenrang Politik 

Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

Dalam N askah Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalamRangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupamn Nasional

sebagai Haluan Negara sebagai lampiran Ketetapan MPR Nomor

 X/MPR!1998  pada Bab II Kondisi Umum Bidang Ekonomi

antara lain rnenyatakan:

"Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai selama

tiga puluh dua tahun Orde Baru telah mengalami kemero-

I sotan yang memprihatinkan, karena terjadinya krisis moneter

pertengahan tahun 1997, yang berlanjut menjadi krisis

'ekonorni yang lebih luas. Landasan ekonomi yang dianggap

kuat, ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan

eksternal serta kesulitan-kesulitan makro dan mikro eko

nomi. Hal ini disebabkan oleh karenap e n y e l e ~ g g a r a a n

' perekonomian nasional kurang mengacu kepada amanat

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dan cenderung

menunjukkan corak yang sangat monopolistik. Para peng

usaha yang dekat dengan elite kekuasaan rnendapatkan

prioritas khusus yang berdampak timbulnya kesenjangan

sosial. Kelemahan fundamental iru juga disebabkan peng

abaian perekonomian kerakyatan yang sesungguhnya bersandar pada basis sumber daya alam dan sumber daya

Page 38: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 38/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA

manusia sebagai unggulan komparatif dan kornpetitif Mun

culnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat

yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati,mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh

dan tidak  kompetitif  Sebagai akibatnya, krisis moneter

yang melanda Indonesia, tidak dapat diatasi secara baik 

sehingga memerlukan kerja keras untuk bangkit kembali".

29

Selanjutnya, pada Bab IV Kebijakan Reformasi Pembangunan

Bidang Ekonomi disebutkan beberapa agenda yang harus dija

lankan dalam rangka pelaksanaan reformasi di bidang ekonomi

tersebut, yaitu

a. membuat perekonomian lebih efisien dan kompetit if dengan

menghilangkan berbagai praktik  monopoli serta mengem

bangkan sistem insentif yang mendorong efisiensi dan inovasi;

b. meningkatkan kererbukaan pemerintahan dalam pengelolaan

usaha untuk  menghilangkan korupsi, kolusi, dan nepotisrne

serta praktik-prakrik ekonomi lainnya yang merugikan negara

dan rakyat;

c. melaksanakan deregulasi ketetapan-ketetapan yang meng

hambat investasi, produksi, distribusi, dan perdagangan.

Kemudian dalam Ketetapan Nomor XVI!MPR!1998 dapat

dijumpai dasar kebijakan politik ekonomi nasional yang akan

dijalankan untuk masa akan datang sebagai pelaksanaan Pasal 33

Undang-Undang Dasar 1945. Politik ekonomi nasional juga

memuat ketentuan larangan praktik  monopoli dan persaingan

bisnis yang tidak sehat, sebagaimana disebutkan dalam Pasal

pasal2,5,6,dan7.

Pasal 2 rnenyatakan:

"Politik ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur

ekonomi nasional agar terwujud pengusaha menengah yang kuat

dan besar jumlahnya, serta terbentuk keterkaitan dan kemitraan

yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi

Page 39: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 39/140

30 H UKUM P ERSAINGAN U SAHA Dl I NDONESIA

usaha kecil, menengah, clan koperasi, usaha besar swasta, clan

Baclan Usaha Milik  Negara yang saling memperkuat untuk mewujuclkan Demokrasi Ekonomi clan efisiensi nasional yang

berclaya saing tinggi".

Kemuclian clalam Pasal 5 dinyatakan:

"Usaha kecil, menengah, clan koperasi sebagai pilar utama ekonomi

nasional harus memperoleh kesernpatan utarna, cluk ungan, per

linclungan, clan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud

keberpihakan yang tegas kepacla kelompok usaha ekonomi rakyat,

tanpa mengabaikan peranan usaha besar clan Baclan Usaha Milik 

Negara",

Berikutnya Pasal 6 rnenyatakan:

"Usaha besar clan Badan Usaha Milik  Negara mempunyai hak 

untuk  berusaha clan mengelola sumber claya alam clengan cara

yang sehat clan bermitra clengan pengusaha kecil, menengah, clan

koperasi".

Terakhir Pasal 7 ayat (1) menyatakan:

"Pengelolaan clan pemanfaatan tanah clan sumber claya alam

lainnya harus clilaksanakan secara adil clengan menghilangkansegala bentuk pemusatan penguasaan clan pemilikan clalam rangka

pengembangan kernampuan ekonomi usaha kecil, menengah,

clan koperasi serta masyarakat luas".

Dengan senclirinya politik ekonomi nasional yang cligariskan

clalam Ketetapan MPR Nomor X/MPR!1998  clan Ketetapan

Nomor XVI/MPR!1998 akan menjadi clasarpembuatan berbagai

peraturan perunclang-unclangan yang berkaitan clengan reformasi

clan strukturisasi ekonomi n asional. Demik ian pula keclua kete

tapan tersebut rnenjadi clasar perlunya dibuat peraturan perun

clang-unclangan yang mengatur larangan praktik  monopoli clan

persaingan bisnis yang ticlak sehat. Dalam sejarah Orcle Baru,

baru saat ini Dewan Perwakilan Rakyat menggunakan hak  usulinisiatifnya clengan mengajukan sebuah Rancangan Unclang-

Page 40: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 40/140

PENGATIJRAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 31

undang yang mengatur Larangan Praktik  Monopoli dan Per-

saingan Usaha Tidak Sehat. Setelah melalui proses pembahasan

di Dewan Perwakilan Rakyat, Rancangan Undang-undang yangberasal dari usul inisiatif  tersebut pada tanggal 5 Maret 1999

disahkan oleh Presiden B.]. Habibie menjadi Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik  Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak  Sehat. Sudah tentu Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tersebut disusun berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan demokrasi

ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepen-

tingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan

menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen; me

numbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya per-

saingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan

berusaha yang sama bagi setiap orang; mencegah praktik-praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkanpelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam

kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi

nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Dengan demikian dapat dikatakan Undang-Undang No

mor 5 Tahun 1999 bertujuan unruk  menciptakan iklim usaha

yang sehat dan wajar, sehingga para pengusaha dalam berusaha

dapat bersaing secara sehat dan wajar serta tidak akan terjadi lagi

struktur pasar yang monopolistik  dan berbagai struktur pasar

yang distortif yang merugikan masyarakat banyak. Hal ini dire-

gaskan lebih lanjut dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999.

1.4.Substansi PengaturanHukmnPersaingan UsahaUndang-Undang Nomor 5 T ahun 1999 lebih tepat disebut

sebagai Undang-Undang "Antimonopoli dan Antipersaingan Usa-

ha Curang" atau disingkat "antirnonopoli" saja, bukannya "La-

rangan Praktik  Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat".

Karena dengan menamakan atau menyebut "Antimonopoli (d an

Antipersaingan Usaha Curang)" akan lebih jelas dan tegas , sert a

Page 41: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 41/140

32 HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

akan lebih mudah disosialisasikan kepada masyarakat daripada

nama atau sebutan yang telah dipilih dalam undang-undangtersebut. Di samping itu, istilah "antimonopoli (dan antipersaingan

usaha eurang atau antipersaingan eurang)" telah lebih dikenal

dan memasyarakat di kalangan usahawan, akademis, dan praktisi

hukum, sehingga pemahaman terhadap undang-undang itu akan

lebih eepat dan lebih mudah diterapkan (Insan Budi Maulana,

2000:15).

Istilah Undang-Undang Larangan Praktik  Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat selain terlalu panjang atau tidak 

ringkas, juga akan sulit diingat dan tidak  mudah dipahami. Di

samping itu, pasal-pasal tersebut tidak  disusun dengan kalimat

yang mudah dimengerti atau tidak disusun dengan tata eara

perundang-undangan yang sewajarnya. Akibatnya, sosialisasi un

dang-undang itu akan mengalami kesulitan. Meskipun istilah"persaingan usaha tidak sehat" mungkin dianggap benar dari

segi bahasa, dari segi hukum tidaklah demikian. Kata "tidak 

sehat" atau "sakit" sebagai lawan kata "sehat" lebih dekat pada

atau lebih tepat digunakan untuk  istilah "rnedis" daripada ter

minologi "hukurn". Istilah "persaingan (usaha) curang" sebagai

lawan kara "persaingan (usaha) jujur" akan lebih jelas dan tegas

menurut istilah hukum dan ekonomi. Karena hukum, bagaimanapun memerlukan kata, kalimat, dan istilah yang tegas dan

 jelas, agar tidak menimbulkan interpretasi majemuk yang ke

mungkinan dapat mengakibatkan kepastian, keadilan, dan wibawa

hukum itu tidak dapat ditegakkan (Insan Budi Maulana 2000 :15).

Dalam Undang-Undang NornorS Tahun 1999 tidak ditemu

kan ketentuan yang mengatur penyebutan nama singkat (citerrtite/)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sesuai dengan teknik 

peraneangan undang-undang, penamaan sebuah undang-undang

harus dirumuskan seeara singkat, jelas, dan tegas, yang meneer

minkan substansi pengaturan undang-undang yang bersangkutan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dianggap disusun

seeara singkat dan sederhana (Insan Budi Maulana 2000: 16).

Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun1999 ini dapat dikelompokkan ke dalam 11 Bab dan dituangkan

Page 42: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 42/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 33

ke dalam 53 Pasal dan 26 Bagian, yang cakupan materi dan

sistematikanya sebagai berikut.

NO. BAB PERIHAL/ISI/TENTANG/MATERI PASAL JUMLAH

1. I Ketentuan Umum 1 1 pasal

2. 11 Asas dan Tujuan 2 s.d. 3 2 pasal

3. III Perjanjian yang Dilarang 4 s.d. 16 13 pasal

4. IV Kegiatan yang Dilarang 17 s.d. 24 8 pasal

5. V Posisi D ominan 25 s.d. 29 5 pasal

6. VI Komisi Pengawas Persaingan Usaha 30 s.d. 37 8 pasal7. VII Tata Cara Penanganan Perkara 38 s.d. 46 9 pasal

8. VIII Sanksi 47 s.d. 49 3 pasal

9. IX Ketentuan Lain 50 s.d. 51 2 pasal

10. X Ketentuan Peralihan 52 1 pasal

11. XI Kerentuan Penutup 53 1 pasal

JUMLAH 53 53 pasal

Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

diperlengkapi pula dengan

1. Penjelan Umum;

2. Penjelasan Pasal Demi Pasal

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 dinyatakan bahwa secara umum, rnateri Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 mengandung 6 (enam) bagian pengaturan

yang terdiri atas

1. Perjanjian yang Dilarang;

2. Kegiatan yang Dilarang; ,-.;

3. Posisi Dominan;

4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;

5. Penegakan Hukum;

6. Ketentuan Lain-lain

Page 43: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 43/140

34 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Selanjutnya, jika kita lebih saksama mempelajari Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, maka kandungan substansi yang diaturnya meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Perumusan istilah atau konsep-konsep dasar yang terdapat

atau dipergunakan dalam undang-undang maupun aturan

pelaksanaan lainnya, agar dapat d i k e t a h ~ i pengertiannya.

Pasal 1 memuat perumusan dari 19 istilah atau konsep dasar,

yaitu pengertian monopoli, praktik  monopoli, pemusatan

kekuatan ekonomi, posisi dominan, pelaku usaha, persaingan

usaha tidak sehat, perjanjian, persengkongkolan atau konspi

rasi, pasar, pasar bersangkutan, struktur pasar, perilaku pasar,

pangsa pasar, harga pasar, konsumen, barang, jasa, Komisi

Pengawas Persaingan Usaha, dan Pengadilan Negeri;

2. Perumusan kerangka politik antimonopoli dan persaingan

usaha tidak sehat, berupa asas dan tujuan pernbentukan

undang-undang, sebagaimana dalam Pasal 2 dan Pasal 3;

3. Perumusan macam perjanjian yang dilarang dilakukan peng

usaha. Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 rnemuat macam

perjanjian yang dilarang tersebut, yaitu perjanjian oligopoli,

penetapan harga, pembagian wilayah pemasaran, pemboikotan,

kartel, oligopsoni, imegrasi vertikal, perjanjian tertutup, danperjanjian dengan pihak luar negeri;

4. Perumusan macam kegiatan yang dilarang dilakukan peng

usaha. Pasal 17 sampai dengan Pasal 22 memuat macam

kegiatan yang dilarang tersebut, yaitu monopoli, monopsoni,

penguasaan pasar, dan persengkonglan;

5. Perumusan macam posisi dominan yang tidak boleh dilakukan

pengusaha. Pasal 25 sampai dengan Pasal 29 mernuat macam

posisi dominan yang tidak boleh dilakukan terse but, yaitu

 jabaran rangkap, pemilikan saham, serta penggabungan, pe

leburan, dan pengambilalihan;

6. Masalah susunan, tugas, dan fungsi Komisi Pengawas Per

saingan Usaha. Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 memuat

perumusan status, keanggotaan, tugas, wewenang, dan pembiayaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;

Page 44: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 44/140

PENGATURAN HUKUM PERSAINGAN USAH A 35

7. Perumusan rata cara penanganan perkara persaingan usah a

oleh Kornisi Pengawas Persaingan Usaha. Pasal 38 sarnpai

dengan Pasal 46 memuat perumusan penerimaan laporan,perneriksaan pendahuluan dan perneriksaan lanjutan, pe

meriksaan terhadap pelaku usaha dan alar-alar bukti, jangka

waktu perneriksaan, serta putusan komisi, kekuatan purusan

komisi, dan upaya hukum terhadap putusan kornisi;

8. Ketentuan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha

yang telah melanggar ketentuan dalam undang-undang. Pasal

47 sampai dengan Pasal 49 memuat macam sanksi yang

dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha, yaitu tindak adminis

tratif, pidana pokok, dan pidana tambahan;

9. Perumusan perbuatan atau perjanjian yang dikecualikan dari

ketentuan undang-undang dan monopoli oleh Badan Usaha

Milik  Negara dan /atau badan atau lembaga yang dibentuk 

atau ditunjuk oleh pemerintah. Pasal 50 memuat ketentuanyang dikecualikan dari undang-undang dan Pasal 51 memuat

kerentuan monopoli oleh Badan Usaha Milik Negara;

10. Hal-hal yang menyangkut pelaksanaan undang-undang, yaitu

perumusan ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Pasal

52 mengatur bahwa pelaku usaha yang telah membuat dan/ 

atau melakukan kegiatan dan/atau tindakan yang tidak sesuai

dengan undang-undang diberi waktu untuk menyesuaikan se

lama 6 (enam) bulan sejak undang-undang diberlakukan. Se

dangkan Pasa153 mengatur mulai berlakunya undang-undang,

yaitu terhitung sejak 1 (saru) tahun sesudah undang-undang

diundangkan oleh pemerintah, yaitu tepatnya 5 Maret 2000.

Kerentuan pelaksanaan lebih lanjut hal-hal yang diatur dalamUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terdapat dalam berbagai

peraturan perundang-undangan yang sudah ,ibda; sebagian lagi

rnasih perlu ditindaklanjuti dalam bentuk  peraturan pernerintah

dan kepurusan Presiden, yaitu

1. Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, dan

Pengambilalihan Usaha [Pasal 28 ayat (3)];

Page 45: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 45/140

36 HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

2. Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Nilai Aset dan/atau

Nilai Penjualan Saham sebagai Akibat Penggabungan.sPeleburan, dan Pengambilalihan Usaha [Pasal 29 ayat (2)};

3. Keputusan Presiden tentang Susunan, Tugas, dan Fungsi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha [Pasal 34 ayat (1)] .

Dalam kaitan dengan tindak  lanjut Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999, Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 menyatakan bahwa sejak berlakunya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999, semua peraturan perundang-undangan

yang mengatur dan berkaitan dengan praktik  monopoli dan/atau

persaingan usaha dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak 

bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Berdasarkan ketentuan

Pasal 52 ayat (1) tersebut, jelas bahwa selama peraturan pe rundang-undangan yang mengatur dan berkaitan dengan praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha yang ada belum dicabut,

diganti, atau diperbarui berdasarkan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dan tidak  bertentangan dengan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999, maka peraturan perundang-undangan

tersebut dinyatakan rnasih . tetap berlaku, dengan mengadakan

penyesuaian seperlunya.

Page 46: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 46/140

Bab 2

Perjanjian yang Dilarang

2 .1. Pengertian Perjanjian

Perumusan pengertian "perjanjian" dapat dijumpai pula dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 . Pasal 1 angka 7 Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengartikan "perjanjian" adalahsuatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk  mengikatkan diri

terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik 

tertulis maupun tidak  tertulis. Berdasarkan perumusan pengertian

tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur perjanjian menurut kon

sepsi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 meliputi:

a. perjanjian terjadi karena suatu perbuatan;

b. perbuatan terse but dilakukan oleh pelaku usaha sebagai para

pihak dalam perjanjian;

c. perjanjiannya dapat dibuat secara tertulis atau tidak tertulis ;

d. tidak menyebutkan tujuan perjanjian.

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jugamenggunakan kara "perbuatan". Pasal 1313 merumuskan pe

ngertian perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Para ahli menganggap rumusan perjanjian menurut Pasal 1313

tersebut selain kurang lengkap juga terlalu luas. Perjanjian lahir

karena ada persetujuan atau kesepakatan di antara para pihak ,

bukan persetujuan sepihak saja. Pengertian perbuatan di sini juga

UJ

Page 47: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 47/140

38 HUKUM PERSAINGAN USAH A DJ INDONESIA

tidak  terbatas, mencakup perbuatan secara sukarela dan perbuatan

yang bersifat melawan hukum. Dengan demikian, baik  KitabUndang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-Undang No

mor 5 Tahun 1999 sama-sama merumuskan pengertian perjan

 jian dalam pengertian yang luas.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 19 99 , subjek  

hukum di dalam perjanjian tersebut adalah "pelaku usaha", Pasal

1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan,

yang dimaksudkan dengan "pelaku usaha" adalah setiap orang

 perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum

atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,

baik sendiri maupun bersama-sama melaluiperjanjian, menyelenggarakan

berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Dengan demikian,

berdasarkan perumusan yang diberikan Pasal 1 angka 5 tersebut,subjek hukum di dalam perjanjian bisa berupa orang perseorangan

atau badan usaha yang berbadan hukum atau bukan badan

hukum, baik milik swasta maupun milik negara. Badan usaha

dimaksud adalah badan tisaha yang didirikan dan berkedudukan

atau melakukan kegiaran usaha dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia. Dengan kata lain, badan usaha asing tidak 

dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Pasalnya, hanya badan usaha yang didirikan dan berkedudukan

atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia yang dapat dijerat dengan Undang-Undang

Nornor 5 Tahun 1 99 9. Demikian pula, baik  Batang Tubuh

maupun Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak 

menjelaskan lebih lanjut apakah orang perseorangan di sini jugaharus berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha (bisnis) di

dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia atau tidak.

Hal ini berbeda dengan hukum Antitrust  Amerika Serikat

yang memungkinkan pelaku usaha asing terkena hukum antitrust,

kalau membuat efek  negatif terhadap perdagangan dalam negeri

Amerika Serikat (Ayudha D. Prayoga, et al. (Ed.), 2000:75).

Perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 7 tersebut

adalah perjanjian sepihak. Namun, tidak  berarti hanya perjanjian

Page 48: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 48/140

PERJANJIAN YANG DlLARANG 39

sepihak yang terkena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Harus dipahami bahwa perjanjian sepihak saja sudah dapat

terkena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. ]angkauanberlakunya sangat menguntungkan (Ayudha D. Prayoga, et al.,

(Ed.), 2000:76).

Di Australia istilah perjanjian (contract) dalam hukum persaingan

pada prinsipnya diartikan sebagaimana istilah contract  biasa, yang

mensyaratkan adanya consideration yang berarti masing-masing

pihak saling memberikan sesuatu. Karenanya perjanjian sepihak 

tidak bisa dilaksanakan. Bahkan istilah " arrangement"  dan " under-

standing"  yang dipakai di dalam hukum persaingannya rnengha

ruskan adanya meeting of the minds antara para pihak yang berarti

bukan bersifat sepihak, walaupun artinya menunjukkan sesuatu

yang lebih ringan dari perjanjian biasa. Di Amerika Serikat istilah

" agreement"  yang mencakup " contract", " combination", atau " con-

spiracy"  menurut Section 1 dari the Sherman Act mengharuskanadanya tindakan bersama-sarna dari dua orang atau lebih untuk 

membemuknya, sedangkan tindakan bersama (concerted  action)

hanya bisa dibenarkan apabila mereka mempunyai unity of pur-

 pose, atau understanding, atau telah terjadi meeting of minds di

antara mereka (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:76-77).

Pengertian perjanjian sepihak  menurut Undang-Undang No

mor 5 Tahun 1999 ternyara miripdengan pengertian perjanjian

menurut Pasal 1313 Kitab U ndang-U ndang Hukum Perdata,

yang juga dianggap mempunyai kelemahan. Mungkin kelemahan

di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini

dianggap tidak begitu penting, terbukti dengan tidak adanya

usaha untuk  memperbaikinya. Namun "kelemahan" pengertian

perjanjian menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak bisa dianggap tidak penting, karena ia akan memungkinkan

lebih mudahnya orang terkena pidana di dalam perjanjian-per

 janjian yang per se illegal. Kalau perjanjian sepihak tidak dilarang,

keadaan ini akan disalahgunakan, sehingga akan terjadi perjanjian

sepihak yang ditaati oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak 

terikat yang akhirnya merusak persaingan. Hal ini bisa diarasi

dengan menambah suatu ketentuan lain seperti persengkongkolan.

Page 49: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 49/140

40 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Dengan ini, walaupun pasal perjanjian tidak bisa diberlakukan,

mereka akan terkena ketentuan yang terakhir ini (bandingkan

Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.), 2000:77).

Di Amerika Serikat, ketentuan larangan "conspiracy" telah bisa

mengatasi kesukaran pembuktian ada tidaknya perjanjian. De

mikian pula di Australia, istilah "arrangement"  atau "understanding" 

telah bisa mengatasi kesukaran yang serupa. Selain menggunakan

istilah "contract", Jepang juga menggunakan istilah "agreement"  atau

"any other  concerted  action"  agar memperluas berlakunya hukumantimonopolinya (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:77).

2.2 Perjanjian-Perjanjian yang Dilarang

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terdapat 11

macam perjanjian yang dilarang untuk  dibuat oleh pelaku usaha

dengan pelaku usaha lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 4

sampai' dengan Pasal 16. Perjanjian-perjanjian yang dilarang

dibuat tersebut dianggap sebagai praktik  monopoli dan/atau

persaingan usaha yang tidak sehat, Apabila perjanjian-perjanjian

yang dilarang ini ternyata tetap dibuat oleh pelaku usaha, maka

perjanjian yang demikian diancam batal demi hukum atau

dianggap tidak pernah ada, karena yang dijadikan sebagai objek perjanjian adalah .hal-hal yang tidak halal yang dilarang oleh

undang-undang. Dari Pasal1320 dan Pasal 1337 Kitab Undang

Undang Hukum Perdara, dapat diketahui salah satu syarat sah

suatu perjanjian adalah adanya suatu sebab yang halal, yaitu

apabila tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak berlawanan

dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Selanjutnya, Pasal

1135 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan, suatu

perjanjian yang dibuat tapi terlarang tidak mempunyai kekuatan

atau dianggap tidak pernah ada.

Perjanjian-perjanjian yang dilarang dan termasuk "praktik 

monopoli" di antara Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 adalah

perjanjian-perjanjian yang diatur dalam Pasal-pasal 4, 9, 13, dan

16; selebihnya adalah perjanjian-perjanjian yang dikategorikan

melanggar "persaingan usaha tidak sehat". Meskipun keempat

Page 50: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 50/140

PER]AN]IAN YANG DILARANG 41

pasal di atas, yaitu Pasal-pasal 4, 9, 13, dan 16 termasuk 

perjanjian yang dianggap mengakibatkan praktik monopoli, tetapi

keempat pasal itu pun-menurut Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999-dapat menimbulkan "persaingan usaha tidak sehat".

Tak peduli apakah akibat yang ditimbulkan itu bersifat kumulatif 

atau bersama-sama (terjadi praktik  monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat), maupun alternatif atau salah satu dari praktik 

monopoli atau persaingan usaha tidak sehat saja (Insan Budi

Maulana, 2000: 18).Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah merumuskan

pengertian "praktik monopoli" dan "persaingan usaha tidak sehat".

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 meru

muskan pengertian "p raktik monopoli" adalah pemusatan kekuatan

ekonomi o/eh satu atau /ebih pe/aku usaha yang mengakibatkan dikua-

sainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu ,

sehingga menimbu/kan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan

kepentingan umum. Dari bunyi Pasal 1 angka 2 tersebut, jelas

bahwa yang dikatakan sebagai praktik  monopoli adalah apabila

ada perilaku yang amipersaingan usaha dan hal itu dapat me

nimbulkan kerugian bagi kepemingan umum. Pengertian "pe

musatan kekuatan ekonomi" dikemukakan dalam Pasal 1 angka

3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu penguasaan yang

nyata atas suatu pasar bersangkutan o/eh satu atau /ebih pe/aku usaha ,

sehingga dapat menentukan harga barang dan/atau jasa. Dengan

demikian dari bunyi Pasal 1 angka 3 sudah jelas bahwa salah satu

indikator yang dapat digunakan untuk  menentukan telah terjadi

suatu peristiwa pernusatan kekuatan ekonomi adalah apabila

telah terjadi "penguasaan atas suatu pasar secara nyata", sehingga

harga barang diperdagangkan dan/atau jasa yang ditawarkankepada konsumen tidak lagi didasarkan pada mekanisrne-pasar,

melainkan ditentukan sendiri oleh seseorang atau beberapa pelaku

usaha yang telah menguasai pasar yang bersangkutan. Kemudian

pengertian "persaingan usaha tidak sehat" dirumuskan dalam

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu

 persaingan antarpe/aku usaha da/am menjalanean kegiatan produksi

dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang di/akukan dengan cara

Page 51: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 51/140

HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

:; j  f ur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Ber asark an bunyi Pasal 1 angka 6 jelas bahwa telah terjadirsainga n usaha atau bisnis tidak sehat atau eurang bila antar

pelaku usaha menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran

barang dan/arau jasa dilakukan seeara tidak jujur, melawan

hukum, atau menghambat persaingan usaha.

Dari Pasal4 sampai dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999, terdapat beberapa perjanjian yang dilarang,

sebagai berikut.

1. oligopoli (Pasal 4);

2. penetapan harga (Pasal 5);

3. diskriminasi harga dan diskon (Pasal 6 sampai dengan

Pasal8);

4 . pembagian wilayah (Pasal 9);5. pernboikotan (Pasal 10);

6 . kartel (Pasal 11);

7. trust (Pasal 12);

8. oligopsoni (Pasal 13);

9 . integrasi vertikal (Pasal14);

10. perjanjian terrutup (Pasal 15);

11. perjanjian dengan luar negeri (Pasal 16).

2.2.1. Perjanjian Oligopoli

Pasal4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menean

tumkan larang oligopoli. Dalam Pasal 4 ayar (1) Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk 

seeara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau

pemasaran barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak 

sehat. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) jelaslah bahwa

undang-undang hanya melarang oligopoli yang dapat mengaki

batkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usahatidak sehat. Indikator yang terakhir ini harus dibuktikan. Ini

Page 52: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 52/140

PERJANJIAN YANG DILARANG 43

berarti dengan sendirinya sepanjang penguasaan produksi dan/ 

atau pemasaran barang dan/atau jasa tersebut tidak mengakibat

kan terjadinya praktik monopoli dan/arau persaingan usaha tidak 

sehat, maka usaha tersebut tidak dilarang oleh undang-undang.

Lebih lanjut, Pasal 4ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 menjelaskan pengertian penguasaan produksi dan/atau pe

masaran barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan ter

 jadinya praktik  monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat

terse but, yaitu apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok 

pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % (tujuh puluh lima

persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu . Dengan

demikian berdasarkan kerentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat disimpulkan bahwa

pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian seeara bersama

sama untuk melakukan penguasaan produksi dan/atau pernasaran

barang dan/atau jasa lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen)pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, karena perjanjian

terse but dapat menimbulkan praktik monopoli dan/atau per

saingan usaha tidak sehat yang dapat merugikan kepentingan

umum . Dalam hal ini pembentuk  Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 juga mengadakan pembedaan produk  atas barang

dan jasa. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 menyatakan, barang adalah setiap benda , baik berwujud 

maupun tidak berwujud, baik  bergerak  maupun tidak ber gerak, yang

dapat diperdagangkan , dipakai , dipergunakan , atau dimanfaatkan

oleh konsumen atau pelaku usaha. Kemudian pengertian jasa

dikemukakan dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999, yaitu setiap layanan yang berbentuk  pekerjaan atau

 prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkanoleh konsumen atau pelaku usaha.

Berdasarkan Pasal 4 ini, perjanjian oligopoli dilarang apabila

dapat merugikan persaingan, jadi bukan per se illegal. Hal ini

menarik karena larangan oligopoli hanya dimasukkan dalam

kategori perjanjian yang dilarang, yang dapat mempersempit

eakupan larangan tersebut mengingat keterbatasan arri perjanjian

(Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed .), 2000:78).

Page 53: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 53/140

44 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat oligopoli di samping

bisa terkena Section 1 dari the Sherman Act, juga bisa terjerat

Section 2-nya yang menggunakan ungkapan "combine or conspire

.... . . to monopolize". Penggunaan istilah "combination"  atau "cons-

 piracy"  dalam hal ini lebih realistis mengingat oligopoli banyak 

dilakukan tanpa adanya contract  yang formal. Oligopoli bisa

terjadi dengan implicit  verbal negotiation, di samping karena adanya

tacit collusion. Penggunaan kata combination atau conspiracy dalam

hal ini lebih bisa menjerat para oligopolis walaupun mereka jugahams mempunyai unity of purpose atau understanding atau telah

terjadi meeting of minds di antara mereka (Ayudha D. Prayoga, et

al., (Ed.), 2000:78).

2.2.2. Perjanjian Penetapan Harga

Perjanjian Harga Horizontal (Price Fixing)

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang pelaku

usaha untuk  mengadakan perjanjian dengan pesaingnya untuk 

menetapkan harga aras suatu barang dan/atau jasa yang hams

dibayar konsumen atau pelanggannya. Dalam Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa pelaku

usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk  menetapkan harga atas suatu barang dan/arau

 jasa yang hams dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada

pasar bersangkutan yang sama. Berdasarkan kerentuan Pasal 5

ayat (1) ini, pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan

pelaku usaha pesaingnya guna menetapkan suatu harga tertentu

atas suatu barang dan/atau jasa yang akan diperdagangkan pada

pasar yang bersangkutan, sebab perjanjian seperti itu akan me

niadakan persaingan usaha di antara pelaku usaha yang meng

adakan perjanjian tersebut.

Price fixing oleh Australia (Section 45A dari the Trade Practices

Act 1974) dan Amerika Serikat (Section 1 the Sherman Act

1890) dianggap sebagai "naked restraint  of  trade with no purpose

except  the stifling of competition". Oleh karena itu hal ini dianggap per se illegal. Kita nampaknya rnengikuti anggapan kedua negara

Page 54: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 54/140

PER]AN]IAN YANG DILARANG 45

ini. Dalam Pasal 5 ayat (1) tersebut dikatakan perjanjian penetapan

harga horizontal dilarang tanpa melihat efek negatif dari perjanjian

tersebut terhadap persaingan. Karena perjanjian pricefixing ini per 

se illegal , tinggi-rendahnya harga yang ditetapkan menjadi tidak 

relevan. Dengan kata lain , walaupun efek negatif terhadap

persaingan usaha kecil , perjanjian pricefixing tetap dilarang. Hal

ini berarti pula bahwa market power para pihak juga tidak relevan,

walaupun kenaikan harga lebih mungkin terjadi apabila market 

share mereka besar (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:7980).

Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah "konsumen

akhir" dan "konsurnen antara". Konsumen akhir adalah pengguna

atau pemanfaat akhir suatu produk , sedangkan konsumen antara

adalah konsumen yang menggunakan suatu produk  sebagai

bagian dari proses produksi suatu produk  lainnya. Pengertian

konsumen yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomoi 5

Tahun 1999 adalah konsumen akhir. Dalam Pasal 1 angka 15

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan, yang dimak

sud dengan konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna

barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun

untuk kepentinganpihak lain. Kemudian pengertian konsumen ini

dikemukakan pula dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu

setiap orang pe1ljtlkai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat  , baik bagi kepentingan diri sendiri , keluarga , orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Ber

dasarkan rumusan tersebut, maka pengertian konsumen terbatas

pada pemakai atau pengguna barang dan/atau jasa untuk  keper

luannya, baik  untuk  keperluan diri sendiri, keluarga, orang lain,maupun makhluk  hidup lain dan tidak  unruk  diperdagangkan

(Rachmadi Usman, 2000:202-203).

Pengertian mengenai pasar bersangkutan menjadi sangat pen

ting artinya dalam menentukan ada-tidaknya monopolisasi, mes

kipun penentuan dari pasar bersangkutan sang at relatif (Ahmad

Yani dan Gunawan Widjaja, 1999: 14). Dalam hal ini, Pasal 1

angka 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengartikan

Page 55: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 55/140

46 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

"pasar bersangkuran" sebagai pasar yang berkaitan denganjangkauan

atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang danlatau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang danlatau

 jasa tersebut.

U ntuk  menentukan relevansi atau kedudukan dari suatu pasar

bersangkutan, pada umumnya orang mencoba untuk  melakukan

pendekatan sensitivitas produk tersebut dalam wilayah pemasaran

produk  yang sudah berjalan. Salah satu yang dapat dipakai

adalah pendekatan elasticity of demand. Dari pendekaran tersebut

dapat diketahui sampai seberapa jauh sensitivitas suatu produk 

terhadap perubahan harga, yang dinyatakan dengan persentase

perubahan kebutuhan atau persentase perubahan harga (Ahmad

Yani da n Gunawan Widjaja, 1999:15).

Meskipun tidak sederhana, untuk  rnenilai relevansi da n keter

kaitannya dengan produk kornpetitor, diperkenalkan konsepcross

elasticity demand  (CED) antara kedua produk  yang saling di

kaitkan. Nilai CED diperoleh dari nilai persentase perubahanI

kebutuhan dari satu produk  dibagi dengan nilai persentase

perubahan harga dari produk lain yang sedang dibandingkan.

Jika nilai CED-nya negatif berarti kedua produk  dalam pasar

tersebut saling melengkapi. Dan jika nilai CED-nya positif dengan

angka yang relatif besar, kedua produk  tersebur merupakanproduk  yang saling berkompetisi dalam pasar yang ada (Ahmad

Yani dan Gunawan Widjaja, 1999:15).

Adakalanya penentuan pasar bersangkutan tidak  dapat dite

rapkan secara an sich. Berbagai pertimbangan, khususnya yang

berhubungan dengan "karakteristik" pasar yang berbeda satu

dengan yang lain juga sangat mempengaruhi. Oleh karena itu

dikenal pula istilah penentuan pasar geografis yang relevan

untuk  menilai kompetisi produk  yang ada dalam pasar tersebut

(Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999:15).

U ntuk  perjanjian tertentu seperti yang disebur dalam Pasal 5

ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tidak ada

larangan price fixing, sepanjang hal tersebut tidak menimbulkan

persaingan usaha yang tidak sehat dengan pesaing-pesaing bisnisnya. Pasal 5 ayat (2) tersebut menyatakan bahwa ketentuan

Page 56: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 56/140

PERJANJIAN YANG DlLARANG 4-

larangan price fixing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak 

berlaku bagi

a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan

(joint venture), conrohnya PT X dan PT Y mengadakan suatu

usaha patungan dengan mendirikan PT A, di mana PT X dan

PT Y diperkenankan untuk  menentukan sendiri besarnya

harga jual barang yang diproduksi PT A tersebut ;

b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku,

contohnya penentuan harga jual bahan bakar minyak (BBM)

yang dilakukan oleh Pemerintah.

Dalam hal ini tidak dijelaskan joint v enture seperti apa yang bisa

dikecualikan. Memang joint venture antara pihak-pihak  yang tidak 

saling bersaing tidak menyebabkan efek antikompetitif . Tetapi,

bila usaha patungan seperti ini membuat collateralrestraint-yakniperjanjian yang membatasi kompetisi di masa datang antara pa ra

pihak- usaha ini bisa menghadapi risiko tuntutan pelanggaran

hukum persaingan. Joint venture antara para pesaing jelas dapat

mengurangi persaingan, kecuali kalau bentuk kerja sama ini dibuat

untuk memenuhi kebutuhan pasar yang tidak pernah atau tidak 

akan dipenuhi oleh masing-masing pihak secara individual. Kita

tidak bisa mengatakan bahwa semua perjanjian dalam joint venture

tidak akan merugikan persaingan; perlu dijelaskan lagi, dalam

perjanjian joint venture yang bagaimana yang dikecualikan (Ayudha

D. Prayoga, et al., (Ed.), ?000:87).

Sebagai perbandingan, di Australia, Section 45A (2) dan (4)

mengecualikan perjanjian-perjanjian dalam joint venture dari ke

tentuan larangan price fixing. Pengecualiannya hanya pdari larangan per se illegal-nya. Artinya, kalau akhirnya terbukti mempunyai

tujuan atau efek yang antikompetitif  perjanjian price fixing dalam

 joint ventur e tersebut : tetap dilarang. Di samping itu, harus

dipenuhi syarat-syarat tertentu untuk dapat memanfaatkan fasilitas

ini (Ayudha D. Prayoga, et al. , (Ed.), 2000:87).

Di Amerika Serikat, menurut the Export Trading Company

Act 1982, untuk  rnendapatkan imunitas terbatas dari hukum

Page 57: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 57/140

48 HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

antitrust, joint venture yang melakukan ekspor hams memenuhi

syarat: tidak akan mengurangi persaingan dan perdagangan di

dalam atau perdagangan ekspor Amerika Serikat, tidak menaik

kan, menstabilisasikan, atau menekan harga di Amerika Serikat

secara tidak wajar, tidak menimbulkan cara kompetisi yang tidak 

sehat dengan pesaing-pesaing, dan lain-lain. Di samping itu the

Department of Justice dan the Federal Trade Commission telah

memberikan sernacam guidelines bagi joint venture tertentu lainnya

yang akan menikmati imunitas terbatas dari _hukum antitrust 

(Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:87-88).

Di U ni Eropa, joint venture pada dasarnya dianggap selalu

mengurangi dan/atau merugikan persaingan, sehingga melanggar

Pasal 85 (1) the Treaty of Rome. Walaupun demikian, the Eropa

Union Commission bisa memberikan pengecualian menurut Pasal

85 (3) dengan syarat bentuk usaha irii dapat memperbaiki dan/ 

atau mengembangkan produksi dan distribusi barang atau jasa,

atau mendorong kemajuan teknologi da n ekonomi dengan me

mungkinkan masyarakat konsumen memperoleh bagian yang

adil dari keuntungan yang dihasilkan dan yang tidak menyebabkan

terjadinya pembatasan dan hambatan terhadap persaingan dari

produk  yang bersangkutan (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.),

2000:88).

DiskriminasiHarga clan Diskon

Larangan penetapan diskriminasi (price discrimination) disebutkan

dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 6 .

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebur menyatakan

bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengaki

batkan pembeli yang satu hams membayar dengan harga yang

berbeda dari harga yang hams dibayar oleh pembeli lain untuk 

barang dan/atau jasa yang sama. Berdasarkan ketentuan Pasal 6

tersebut, diskriminasi harga dilarang apabila pelaku usaha mem

buat suatu perjanjian dengan pelaku usaha lain yang meng- ·

akibatkan pembeli yang satu hams membayar harga yang tidak sama atau berbeda dengan harga yang hams dibayar pembeli lain

Page 58: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 58/140

PERJANJIAN YANG DILARANG 49

untuk  barang dan/atau jasa yang sama , karena hal ini dapat

menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat di kalangan

pelaku usaha atau dapat merusak persaingan usaha.

Pada pasar tertentu , produsen dapat menetapkan harga yang

mungkin menghasilkan laba yang jauh lebih tinggi dari apa

yang dihasilkan jika produsen hanya rnenetapkan satu harga

untuk  semua konsumen. Strategi penetapan harga yang berbeda

'ini juga dapat merusak persaingan usaha. Salah satunya me-

nerapkan diskriminasi harga. Dalam hal ini terdapat tiga jenisdan tingkatan strategis diskriminasi harga, di mana setiap

tingkatan menuntut informasi yang berbeda mengenai konsumen,

yaitu

1. Diskriminasi harga sempurna, di mana produsen akan mene-

tapkan harga yang berbeda untuk  setiap konsumen. Seriap

konsumen akan dikenakan harga tertinggi yang sanggup diba-yarnya. Dengan menerapkan strategi ini, produsen akan me-

nyerap seluruh surplus konsumen, sehingga dapat mencapai

laba yang paling tinggi. Strategi ini hanya dapat diimplemen-

tasikan pada kasus tertentu saja, karena menuntut produsen

untuk  mengetahui dengan tepat berapa jumlah maksimum

yang ingin dibayarkan oleh konsumen untuk  jumlah barang

yang ditawarkan;

2 . Pada situasi di mana produsen tidak dapat mengindentifikasi

maksimum harga yang dapat dikenakan untuk  setiap konsu-

men, atau situasi 'di rnana produsen tidak dapat melanjutkan

struktur harga yang sama untuk  tambahan unit penjualan,

maka produsen dapat menerapkan strategi diskriminasi tingkat

harga kedua, di mana produsen akan menerapkan sebagiandari surplus konsumen. Pada strategi ini produsen menerapkan

harga yang berbeda untuk  setiap pembelinya berdasarkan

 jumlah barang yang dibeli. Pembeli yang bersedia membeli

barang lebih banyak diberikan harga per unit yang lebih

murah. Makin sedikit barang yang dibeli, harga per unitnya

semakin mahal. Strategi ini banyak dilakukan pada penjualan

grosir atau pasar swalayan besar;

Page 59: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 59/140

50 . HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

3. Bentuk  terakhir diskriminasi harga umumnya diterapkan

produsen yang mengerahui bahwa perrnintaan atas produk mereka beragam secara sistematik berdasarkan karakteristik 

konsumen dan kelompok demografis. Pad a kondisi ini, pro

dusen dapat memperoleh keuntungan dengan mengenakan

tarif  yang berbeda untuk  setiap kelompok  konsumen yang

berbeda (Ayudha D. Prayoga. et al., (Ed.), 2000:94-95).

Demikian pula pelaku usaha dilarang menerapkan harga di

bawah biaya marginal (predatory price). Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang

membuat perjanjian dengan pe1aku usaha pesaingnya untuk 

menetapkan harga di bawah pasar, yang dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan ketentuan

Pasal 7 tersebut, perjanjian penetapan harga di bawah biaya

marginal yang dilarang adalah perjanjian yang dibuat pelaku

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan menetapkan

harga di bawah pasar atau di bawah biaya rata-rata, yang

membawa akibat timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat.

Pada satu sisi, penetapan harga di bawah biaya marginal akan

menguntungkan konsumen dalam' jangka pendek, tetapi dipihak 

lain akan sangat merugikan pesaing (produsen lain) . Predatory pricing ini sebenarnya merupakan hasil dari perang harga tidak 

sehat antara pe1aku usaha dalam rangka merebut pasar. Strategi

yang tidak  sehat ini pada umumnya beralasan bahwa harga yang

ditawarkan merupakan hasil kinerja peningkatan efisiensi perusa

haan. Oleh karena itu, hal ini tidak akan segera terdeteksi sampai .

pesaing dapat mengukur dengan tepat berapa harga terendah

yang sesungguhnya dapat ditawarkan pada konsumen (di mana

harga = biaya marginal). Srrategi ini akan menyebabkan produsen

menyerap pangsa pasar yang lebih besar, yang dikarenakan

berpindahnya konsumen pada penawaran harga yang lebih rendah.

Sementara produsen pesaing akan kehilangan pangsa pasarnya.

Pada jangka yang lebih panjang, produsen pe1aku predatory pricing

akan dapat bertind ak sebagai monopolis (Ayudha D. Prayoga, etal. (Ed.), 2000: 100).

Page 60: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 60/140

PERJANJIAN YANG DILARANG 51

Pasal8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang pe

laku usaha untuk  rnembuat perjanjian dengan pelaku usaha lain

yang rnemuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa

tidak  akan menjual atau memasok kembali barang dan/atau jasa

yang telah diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada

harga yang telah diperjanjikan, sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan ketentu an

Pasal 8 ini, pelaku usaha (supplier) dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha lain (distributor) untuk  menetapkan harga

vertikal (resale price maintenance), di mana penerima barang dan/ 

atau jasa selaku distributornya tidak boleh menjual atau memasok 

kembali barang dan/atau jasa yang telah diterimanya dari supplier 

tersebut dengan harga ya.ng lebih rendah daripada harga yang

telah diperjanjikan sebelumnya antarasupplier dan distributor, sebab

hal itu akan dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.

Salah satu alasan diadakan perjanjian resale price maintenance iniadalah untuk  menghindari intra-brand  competition di antara para

distributor, yang bisa mengancam stabilitas jaringan ecerannya.

Di samping itu, mungkin supplier  ingin juga mempertahankan

persepsi para konsumen terhadap kualitas produknya. Resale price

maintenance bisa juga terjadi ketika melaksanakan price fixing dari

kartel di anrara para retailer. Hal ini dilakukan karena sulit untuk 

melaksanakannya dengan perjanjian resale price maintenance.

Mungkin juga supplier  menetapkan resale price maintenance untuk 

melaksanakan perjannan  price fixing di antara supplier  ini dengan

supplier  lain (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:80).

Dari bunyi Pasal 8 terlihat bahwa perjanjian penetapan harga

vertikal hanya dilarang apabila dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan tidak sehat. Artinya, berbeda dari price fixing, iabukan per se illegal. Tidak diketahui mengapa ada perbedaan

semacam ini, padahal keduanya sama-sama mengenai harga yang

merupakan faktor terpenting di dalam persaingan, dan persaingan

harga merupakan tujuan paling utama dari hukum persaingan

(Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:80).

Sebagai perbandingan, Amerika Serikat dan Australia men&a-

tegorikan baik price fixing maupun resale price maintenance sebagai

Page 61: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 61/140

52 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

 per se illegal. Baik price fixing maupun resale price maintenance sama

sama merugikan persaingan dan konsumen. Salah satu perbedaanantara keduanya adalah di dalam resale price maintenance ada

korban yang lebih langsung, yakni retailer  yang tergeser karena

tidak menyukai resale price maintenance tersebut. Pengalaman di

Australia menunjukkan bahwa resale price maintenance lebih mudah

dibuktikan daripada price fixing, karena biasanya retailer  (yang

biasanya sukar memberikan diskon) tersebut akan melaporkan

dan memberikan bukti-bukti langsung (Ayudha D. Prayoga, et

al., (Ed.), 2000:80-81).

2.2.3. Perjanjian PemhagianWilayah

Perjanjian price fixing bukan satu-satunya cara mengontrol harga.

Cara lain yang walaupun tidak secara langsung dapat mengon

trolnya, yakni perjanjian di antara pelaku usaha untuk  tidak 

saling berkompetisi satu sama lain. Caranya, mereka membagi

.wilayahpemasaran barang atau jasa mereka. Ada banyak perjanjian..

pembagian wilayah ini, pertama, pelaku usaha dapat membagi

pasar secara geografis; kedua, membagi jenis atau kelas pelanggan

atau konsumen (misalnya wholesalers atau retailers); dan ketiga,.mereka bisa membagi pasar berdasarkan jenis produk  yang

dikeluarkan (misalnya peralatan video profesional dan alat video

amatir) (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:81).

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang

pelaku usaha untuk  mengadakan perjanjian pembagian wilayah

(market  allocation), baik yang bersifat vertikal atau horizontal.

Dalam Pasal9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan

bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha pesaingnya dengan tujuan membagi wilayah pemasaran

atau alokasi pasar terhadap barang dan/atau jasa, sehingga

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan

usaha tidak sehat. Berdasarkan Pasal 9 ini, perjanjian pembagian

wilayah yang terkena larangan adalah jika isi perjanjian pembagian

wilayah yang dimaksud bertujuan membagi wilayah pemasaranata alokasi pasar terhadap suatu produk barang dan/atau jasa, di

Page 62: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 62/140

PERJANJIAN YANG DILARANG 53

mana perjanjian itu dapat menimbulkan praktik monopoli dan/ 

atau persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian ini dilarang karena

pelaku usaha meniadakan atau mengurangi persaingan dengan

cara membagi wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayah pemasaran

di sini dapat berarti wilayah negara Republik Indonesia atau

bagian wilayah negara Republik Indonesia, misalnya provinsi,

kabupaten/kota, atau wilayah regional yang lain. Membagi wilayah

. pemasaran atau alokasi pasar itu berarti membagi wilayah untuk 

memperoleh atau memasok barang, jasa atau barang, dan jasa

tertentu. Perjanjian seperti ini dapat menimbulkan praktik  mo

nopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehar.

Dari . ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 dapat disimpulkan bahwa perjanjian pembagian wilayah

tidak termasuk  per  se illegal; oleh karena itu perjanjian yang

demikian hanya dilarang apabila dapat mengakibatkan terjadinya

praktik  monopoli dan/atau persaingan usaha tidak  sehat(bandingkan Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:81).

Hal ini berbeda dengan ketentuan di Amerika Serikat yang

menganggapnya sebagai per se illegal. Pada umumnya memberla

kukan mar ket allocation sama dengan price fixing. Perjanjian price

 fixing memungkinkan setiap pesaing menjual produknya pada har

ga ~ o n o p o l i tanpa rasa takut bahwa yang lain akan menurunkan

harga. Mark et allocation memungkinkan hal yang sama, karena setiap

pesaing tidak menghadapi persaingan berhubungan dengan

konsumen yang dilayani , sehingga ia bebas menetapkan harga mo

nopoli. Sebaliknya, ada kernungkinan pembagian wilayah pema

saran ini membuat produksi atau pemasaran menjadi lebih efisien.

Para pesaing dapat bersepakat untuk tidak memproduksi produk

produk tertentu atau meninggalkan wilayah-wilayah tertentu danmemfokuskan pada produk-produk atau wilayah-wilayah tertentu

yang lain untuk mencapai economies a/scale dan spesialisasi. Dengan

kata lain, efisiensi yang lebih besar akan tercapai. N amun, efisiensi

semacam ini baru bisa tercapai dengan adanya perjanjian antar

pesaing (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:81-82).

"1ILlK PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUK

IUNIVERSITAS GADJAH M

YOGYAKART . 4

Page 63: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 63/140

54

·2.2.4. pemboikotan

HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

. Pelaku usaha juga dilarang untuk  membuat perjanjian untuk 

m e i a k ~ a n pemboikotan (boycott). Pemboikotan ini merupakan

perjanjian horizontal antara pelaku usaha pesaing untuk  menolak 

mengadakan hubungan dagang dengan pelaku usaha lain. La

rangan membuat perjanjian pemboikotan ini diatur dalam Pasal

10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang rnenetapkan:

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain

untuk  melakukan usaha yang sama, baik  untuk  tujuan pasar

dalam negeri maupun pasar luar negeri.

(2) Pelaku usaha dilarang rnernbuat perjanjian dengan pelaku

usaha pesaingnya untuk  menolak menjual setiap barang dan/ 

atau jasa dari pelaku usaha lain, sehingga perbuatan tersebur

a. merugikan atau dapat diduga merugikan pelaku usaha

lain ; atau

b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli

setiap barang dan/atau jasa dari pasar bersangkutan.

Pernboikotan seperti yang diatur dalam Pasal 10 Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat menutup akses kepada

input yang diperlukan oleh pesaing-pesaing lain (bandingkan

Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed .), 2000:84).

Sebagai perbandingan, di Australia, boycott  ini-yang oleh

Section 4D Trade Practices Act 1974 disebut juga sebagai exclu-

sionary provisions-clilarang secara mutlak, terlepas dari dampaknya .

terhadap persaingan (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed.), 2000:84).Dari bunyi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

dapat diketahui kalau Indonesia ternyata tidak  mutlak  meng

anutnya seperti yang dilakukan Australia. Pasal 10 ayat (1)

memang tidak mensyaratkan adanya dampak  negatif dari perjan

 jian pemboikotan tersebut. Akan tetapi ayat (2) pasal yang sama

mensyaratkan adanya kerugian yang diderita pelaku usaha lain

~ e ~ g a i a k i b a ~ pemboikotan atau halangan perdagangan barang

'. . .. .. '. ". . ':.

.

Page 64: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 64/140

PERJANJIAN YANG DlLARANG 55

dan/atau jasa di pasar bersangkutan. Namun demikian, tidak 

berarti hams ada syarat dampak  negatif terhadap persaingan,

karena terpenuhinya syarat di dalam ayat (2) tersebut. tidak 

berarti persaingan pasti akan berkurang (bandingkan Ayudha 6.

Prayoga, et al., (Ed.), 2000:84). ., .

2.2.5. Kartel

Seringkali suatu industri hanya mempunyai beberapa pemain

yang mendominasi pasar. Keadaan demikian dapat mendorong

mereka untuk mengambil tindakan bersama dengan tujuan mem

perkuat kekuatan ekonomi mereka dan mempertinggi keun

tungan . Ini akan mendorong mereka untuk  membatasi tingkat

produksi maupun tingkat harga melalui kesepakatan bersama di

antara mereka. Kesemuanya dimaksudkan untuk  menghindari

terjadinya persaingan yang memgikan mereka sendiri . Kalauberpegang pada teori monopoli, suatu kelompok industri yang

mempunyai kedudukan oligopolis akan mendapat keuntungan

yang maksimal bila mereka secara bersama berlaku sebagai

monopolis. Dalam praktikriya, kedudukan oligopolis ini di

wujudkan melalui apa yang disebur asosiasi-asosiasi. Melalui

asosiasi ini mereka dapat mengadakan kesepakatan bersama

mengenai tingkar produksi, tingkat harga, wilayah pemasaran,

dan sebagainya (Agus Sardjono , 1998:26-27), yang kemudian

melahirkan kartel, yang dapat pula mengakibatkan terciptanya

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat.

Kamus Hukum Ekonomi ELIPS (1997:21) mengartikan kartel

(carte/) sebagai "persekongkolan atau persekutuan di antara bebe

rapa produsen produk sejenis dengan maksud untuk mengontrolproduksi, harga, dan penjualannya, serta untuk  memperoleh

posisi monopoli". Dengan demikian, kartel rnerupakan salah satu

bentuk  monopoli, di mana beberapa pelaku usaha (produsen)

. bersatu untuk  mengontrol produksi, menentukan harga, dan/ 

atau wilayah pemasaran atas suatu barang dan/atau jasa, sehingga

di antara mereka tidak ada lagi persaingan. Larangan membuat

perjanjian kartel ini dicantumkan dalam Pasal 11 Undang-

Page 65: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 65/140

56 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang rnenetapkan bahwa pelaku

usaha d i l a r ~ n g membuat perjanjian dengan pelaku usaha

saingannya yang berinaksud mempengaruhi harga dengan

mengatur produksi dan/atau pemasaran suam barang dan/atau

 jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Dari Pasal 11 terse but dapat dilihat bahwa hukum negara

negara Barat tidak banyak rnempengaruhi ketentuan pasal ini.

Di Amerika Serikat, Australia, da n U ni Eropa, kartel dianggapsebagai per se illegal. Di Amerika Serikat, sebagaimana price fixing,

kartel disebut sebagai naked . restraint  yang mempunyai tujuan

tunggal untuk  mempengaruhi tingkat harga da n output. Oleh

karena itu, wajar apabila Section 1 the Sherman Act memperla

kukannya sebagai per se illegal. Artinya, perjanjian kartel sendiri

yang dilarang ranpa melihat kewajaran tingkat harga yang

disepakati, tanpa melihat market power  para pihak, bahkan tanpa

melihat apakah perjanjian kartel tersebut sudah dilaksanakan

atau belum. Negara Australia dengan Section 45 jo. 4D (1) da n

45A (1) dari the Trade Practices Act 1974 juga mengategorikan

kartel sebagai per se illegal. Begitu juga Uni Eropa, dengan Article

85 dari the Treaty of Rome (Ayudha D . Prayoga, et al. (Ed.),. I 

2000:82).Alasan mengapa kartel dianggap sebagai per se illegal di

negara-negara Barat terletak  pada kenyataan bahwa price fixing

dan perbuatan-perbuatan kartel yang lain benar-benar mempunyai

dampak  negatif terhadap harga dan output  jika dibandingkan

dengan dampak  pasar yang kompetitif. Sedangkan kartel jarang

sekali menghasilkan efisiensi, atau efisiensi yang dihasilkan sangat

kecil dibandingkan dampak  negatif dari tindakan-tindakannya.

Suam kartel yang berhasil akan mengeluarkan keputusan-kepu

tusan tentang harga dan output  seperti layaknya keputusan

keputusan yang dikeluarkan sebuah perusahaan tunggal yang

memonopoli. Akibatnya, pertama, kartel mendapatkan keun

tungan-keuntungan monopoli dari para konsumen yang terus

menerus membeli barang atau jasa dengan harga kartel; dankedua, terjadi penernparan sumber secara salah yang diakibatkan

Page 66: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 66/140

PERJANJIAN YANG DlLARANG 57

oleh pengurangan output karena para konsumen seharusnya mern-

beli dengan harga yang kompetitif, selain terbuangnya sumber

daya untuk  mempertahankan keberadaan kartel itu sendiri(Ayudha D. Prayoga, et aI., (Ed.) , 2000:82-83).

Pada sisi lain, kartel juga bisa memberi keuntungan, Oleh

karena itu, keberadaan da n tumbuh-kembangnya diperbolehkan

sepanjang hal ini memberikan keuntungan bagi masyarakat

banyak. Selain itu, kartel juga dapat membentuk  stabiliras dan

kepastian tingkat produksi, tingkat harga, da n wilayah pemasaran

(yang sama) di antara para pelaku usaha yang tergantung dalam

asosiasi tertentu. Dengaa sendirinya pasar menjadi tidak kornpetitif 

lagi dan karenanya akan merugikan konsumen. Kalau kita per-

hatikan bunyi ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999, perjanjian kartel yang dilarang adalah perjanjian

tingkat produksi, t ingkat harga, dan/arau wilayah pernasaran

atas suatu barang, jasa, atau barang dan jasa, yang dapatberdampak  pada terciptanya monopolisasi dan/atau persaingan

usaha tidak sehat dengan pelaku usaha saingannya.

Larangan yang terdapat dalam Pasal 11 tersebut tidak  menga

tegorikan kartel sebagai per se illegal, sebab kartel masih dirnung-

kink an sepanjang tidak  menimbulkan praktik  rnonopolisasi dan/ 

atau persaingan usaha yang tidak  sehat, yang merugikan masya-

rakat dan konsumen (bandingkan Ayudha D. Prayoga, et al.,

(Ed.), 2000:83).

Indonesia kelihatannya mengikuti ] epang yang mensyaratkan

adanya "substantial restraint of  competition"  yang "contrary to the

 publicinterest"  di dalam larangan terhadap kartel. Perjanjian kartel

baru ilegal kalau sudah dipraktikkan dan ternyara mengurangi

persaingan secara substansial. Namun, the Fair Trade Com-

mission di ]epang telah mengambil jalan tengah dengan rneng-

ambil tindakan ketika peserta kartel telah melakukan langkah

langkah awal unruk  melaksanakan perjanjian kartel. Dengan

begitu telah dibuat suatu anggapan , begitu peserta mulai melak-

sanakan kartel, kartel itu pasti mengurangi persaingan secara

substansial seandainya tidak diberhentikan atau dilarang (Ayudha

D. Prayoga, er/al., (Ed.), 2000:84).

Page 67: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 67/140

58

2.2.6. Trust

HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang

pelaku usaha membuat perjanjian trust, yang melahirkan praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam Pasal 11.ini dinyatakan:

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha lainuntuk 

melakukan kerja sama dengan membentuk 

gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,

dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan

.. hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggota

nya, yang bertujuan untuk  mengontrol produksi dan/  atau

'pemasaran atas barang dan/atau jasa, sehingga dapat meng

akibatkan terjadinya prak tik monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 ini, perjanjian trust  yang dilarang adalah perjanjian

untuk  rnelakukan kerja sama dengan cara membentuk  apa yang

dinamakan trust, yakni gabungan dari beberapa perusahaan atau

perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan memper

tahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau

perseroan yang digabungkan tadi, dengan rujuan menciptakan

stabilisasi dan kepastian tingkat produksi, dan/atau tingkat pe

masaran yang sama atas suatu barang, jasa, atau barang dan jasa,

dan dengan sendirinya akan dapat menciptakan monopolisasi;

dengan demikian pasar menjadi tidak  kompetitif  lagi, sebab di

antara pelaku usaha tidak ada persaingan usaha lagi .

Dalam persaingan yang semakin tajam dan border/ess economy

yang berlaku dewasa ini, efisiensi menjadi kunci keberhasilan

suatu perusahaan berada di dalam pasar. Atas tunrutan efisiensi,

semakin banyak perusahaan yang dapat muncul dan bertahan di

dalam pasar bila hanya mengerjakan sebagian dari produk jadi.

Karenanya, ketentuan Pasal 11 itu kurang tegas. Akibat yang

sudah dapar diperkirakan adalah keinginan perusahaan untuk 

Page 68: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 68/140

PER]AN]IAN YANG DILARANG 59

melakukan merger, strategic alliance akan melemah, apalagi bila

dengan tindakan yang dimaksudkan untuk  menguasai pangsa

pasar tersebut kemungkinan akan melanggar rambu-rambu

penguasaan pasar yang dianggap baik. Bagaimanapun juga

ketegasan dalam undang-undang sangat dibutuhkan agar para

pelaku pasar bersedia memenuhinya (Pande Raja Silalahi, 1999: 12).

2.2.7. Oligopsoni

Demikian pula pelakir usaha dilarang membuat perjanjian oli

gopsoni, di mana keadaan pasar yang permintaannya dikuasai oleh

pelaku usaha tertentu. Larangan ini dicantumkan dalam -Pasal 12

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan: . ..

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha lain yang bertujuan untuk  secara bersarna-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat me

ngendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar

yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama

sama menguasai pembelian dan/arau penerimaan pasokan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3(riga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai

lebih 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis

barang atau jasa tertentu.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 11 tersebut,

dapat disimpulkan yang terkena larangan membuat perjanjian

oligopsoni adalah perjanjian yang dibuat pelaku usaha yang satudengan pelaku usaha lain, yang bertujuan:

1. secara bersama-sarna;

2. menguasai pembelian dan/at au penerimaan pasokan atas suatu

barang, jasa, atau barang dan jasa tertentu;

3. dapat mengendalikan harga atas barang, jasa, atau barang

dan jasa dalam pasar yang bersangkutan;

Page 69: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 69/140

' 60 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

4. menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa

pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Pangsa pasar adalahpersentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang

dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam

kalender tertentu;

5. perjanjian yang dibuat tersebut ternyara dapat mengakibatkan

terjadinya praktik  monopoli dan/atau persaingan usaha tidak 

sehat. Berarti perjanjian oligopsoni tidak akan dilarang sepan

 jang tidak menimbulkan monopolisasi dan/atau tetap men

ciptakan pasar kompetiif dan/atau tidak merugikan masya

rakat.

2.2.8. Integrasi Vertikal

Praktik integrasi vertikal yang dilakukan beberapa pelaku usahatermasuk perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang mernbuat

perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk  me

nguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian

produksi barang dan/atau jasa tertenru yang mana setiap rangkaian

produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang

dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat

dan/atau merugikan masyarakat. Dari ketencuan Pasal 14 ini

 jelas bahwa yang dimaksud dengan integrasi vertikal adalah

penguasaan produksi atas sejumlah produk, yang termasuk dalam .

rangkaian proses produksi atas barang tertentu, mulai dari hulu

sampai hilir, atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa

tertentu oleh pelaku usaha tertentu. Meskipun praktik integrasi

vertikal ini dapat menghasilkan barang dan/atau jasa dengan

harga murah, hal itu dapat menimbulkan persaingan usaha tidak 

sehat yang dapat merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat.

Oleh karena itu, praktik integrasi vertikal dilarang oleh Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 sepanjang menimbulkan persainganusaha tidak sehat dan /atau merugikan masyarakat.

Page 70: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 70/140

PER]AN]IAN YANG DILARANG 61

Dengan adanya Pasal 14 ini, berbagai bidang usaha yang

mungkin sangat menguntungkan dan efisien dilakukan di Indo

nesia justru tidak  dapat dikerjakan. Integrasi vertikal suatu usaha

tidak selalu buruk, malah sebenarnya usaha integrasi dilakukan

untuk  meningkatkan efisiensi. Integrasi yang dilakukan di masa

lalu mungkin buruk  dan beberapa di antaranya merugikan

masyarakat-karena dalam banyak hal integrasi tersebut hanya

dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tertentu-sehingga

merugikan kelompok masyarakat tertentu pula (Pande Raja

Silalahi, 1999: 12-13) . '

2.2.9. Perjanjian Tertutup

Perjanjian rertutup termasuk perjanjian yang dilarang dibuat

pelaku usaha. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

melarang pelaku usaha unruk membuat perjanjian tertutup denganpelaku usaha lainnya. Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 dinyatakan:

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha lain yang mernuat persyaratan bahwa pihak yang

menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau

tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepadapihak  tertentu dan/atau pada ternpat tertentu .

(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain

yang mernuar persyaratan bahwa pihak yang menerima barang

dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/ 

atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

(3) Pelaku usaha dilarang rnernbuat perjanjian mengenai harga

atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa, yang

memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima

barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok 

a. harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari

pelaku usaha pemasok; atau

b. tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama atau

sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari :

pelaku usaha pemasok.

Page 71: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 71/140

·62 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

2.2.10. Perjanjian dengan Pihak  Luar Negeri

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha

untuk membuat perjanjian dengan pihak luar negeri jika perjanjian

tersebut dapat menimbulkan praktik  monopoli dan/atau

persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 16

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bahwa pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri

yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinyapraktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Dari

Pasal 16 ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian dengan pihak 

luar negeri yang dilarang adalah yang dibuar . pelaku usaha

dengan perjanjian yang memuat ketentuan-ketentuan tidak wajar

atau dapat menimbulkan praktik monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat.

2.3. Perjanjian-Perjanjian yang Dikecualikan

Di beberapa negara, Undang-Undang Antimonopoli kerapkali

mengesampingkan beberapa tindakan hukum sehingga tindakan

tersebut tidak dapat dikenakah sanksi. Dengan kata lain, tindakan

itu tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran (Insan Budi Maulana, 2000:61).

Demikian pula dengan negara Indonesia. Selain mengadakan

pengecualian berlakunya pasal tertentu terhadap ketentuan Un

dang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, ternyata undang-undang

ini juga mengadakan pengecualian berlakunya semua ketentuan .

di dalamnya terhadap perjanjian-perjanjian tertentu. Pengecualian

dari ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini diatur

dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang

menyatakan bahwa pengecualian dari ketentuan Undang- undang

ini adalah

a. Perbuatan dan/arau perjanjian yang bertujuan melaksanakan

peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektualseperti lisensi, paten, merek dagang, hak  cipta, desain produk 

Page 72: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 72/140

PERJANJIAN YANG DlLARANG 63

industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang,

serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau

c. Perjanjian penetapan standar teknis produk  barang dan/atau

 jasa yang tidak mengekang dan/atau menghalangi persaingan;

atau

d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak  memuat

ketentuan untuk  memasok kembali barang dan/atau jasa

dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah

diperjanjikan; atau •e. Perjanjian kerja sama penelitian ' untuk  peningkatan atau

perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau

f. Perjanjian i n t ~ r n a s i o n a l yang telah diratifikasi oleh Pemerintah

Republik Indonesia; atau

g. Perjanjian dan/atau perbuatan yang bertujuan untuk  ekspor

yang tidak  menggangu kebutuhan dan/atau pasokan dalam

negeri; atau

h. Pelaku usaha yang tergolong usaha kecil; atau

i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk 

melayani anggotanya.

Disayangkan bahwa Penjelasan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tidak menjelaskan perjanjian-perjanjian tersebutlebih lanjut. Padahal pasal pengecualian ini penting, terutama

bagi pelaku usaha yang . ingin mernanfaatkannya. Di samping

ketidakjelasannya, dikhawatirkan hal ini juga dapat menibulkan

penyalahgunaan (bandingkan Ayudha D. Prayoga, et 'aI., (Ed.),

2000:85). Bahkan ada yang mengkritiknya sebagai suatu inkon

sistensi (Hikrnahanto Juwana, 1999:28).

Pemerintah dapat saja menyalahgunakan kekuasaan yang di

milikinya, . begitu juga dengan pelaku usaha yang berkolusi

dengan pernerintah untuk  membuat ketentuan yang antiper

saingan usaha, yang k ~ m u d i a n oleh pernerintah dituangkan dalam

berbagai peraturan perundang-undangan. Selama Orde Baru

berkuasa, praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang .

tidak sehat selalu dilegalisir melalui peraturan perundang-undangan.

Page 73: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 73/140

64 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Amerika Serikat mengenal istilah "state action doctrine",

artinya peraturan antitrust  hanya berlaku dalam dunia bisnisselama tidak digunakan untuk  melaksakan peraturan negara

bagian. Namun, peraturan negara bagian yang antikornpetitif 

bisa tidak sah karena berrenrangan dengan Konstirusi, yakni

mengganggu perdagangan secara tidak wajar; Amandemen Per

tarna Konstitusi; atau undang-undang Pemerintah Federal, seperti

Federal Trade Commission Act atau Hukum Paten (Ayudha D .

Prayoga, et al. (Ed.), 2000:85).

Jika memperhatikan fakta pengecualian dari Pasal 50, para

perancang undang-undang telah keliru memahami perundang

undangan di bidang hak atas kekayaan intelekrual (HaKI).

Selain itu, isi pasal tersebut tidak sesuai dengan realitas yang

terjadi di masyarakat Eropa, Jepang, dan Jerman, yang juga

rnengarur larangan-larangan perjanjian lisensi, know how, merek,dan waralaba, apabila perjanjian itu bertenrangan dengan

prinsip-prinsip persaingan jujur (Insan Budi Maulana, 2000:64

65). Bahkan secara internasional posisi Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 kurang menguntungkan. Ketika masyarakat

internasional mulai curiga adanya kemungkinan dampak negatif 

dari praktik-praktik perlisensian di bidang HaKI terhadap

persaingan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bersikap

sebaliknya, yaitu mengecualikan berlakunya ketentuan U ndang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 terhadap perjanjian yang

berkaitan dengan HaKI (Ayudha D. Prayoga, et al. (Ed.),

2000:86).

Terbukti dalam Pasal 40 ayar (1) dan ayat (2) Agreement on

Related Aspects of  Intellectual Property Rights (PersetujuanTRIPs) sebagai bagian Final Act Uruguay Round dinyatakan:

(1) Members agree that  some licensing practices or conditions pertaining

to intellectual property rights which restrain competition may have

adverse effects on trade may impede the transfer  and  dissemination 0/ technology.

(2) Nothing in this Agrement  shall prevent  Members from specifying in

their national legislation licencing practices or conditions that may in

Page 74: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 74/140

PERJANJIAN YANG DlLARANG 65

 particular  cases constitute an abuse of  intellectual property rights

having an adverse effect  on competition in the relevant market. A s

 provided  above, a Member  may adopt  , consistently with the other 

 provisions of  this Agreement  , appropriate measures to prevent or 

control such practices, which may include /or example exclusive

grantback conditions, conditions preventing challenges to validity and 

coercive package licensing, in the light  of  the relevant laws and 

regulated of the Member.

Dari Pasal40 ayat (1) dan ayat (2) Persetujuan TRIPs tersebut,

dapat diketahui negara-negara anggota WTO sepakat bahwa

beberapa praktik  perlisensian atau persyaratan-persyaratan yang

berkaitan dengan HaKI dapat menghambat persaingan usaha

yang dapat berakibat buruk  terhadap perdagangan dan dapat

menghambat pengalihan dan penyebaran teknologi. Karenanya

tidak  tertutup kemungkinan bagi negara-negara anggota WTO

untuk  menetapkan dalam peraturan perundang-undangannya

praktik-praktik perlisensian atau persyaratan-persyaratan perli

sensian yang dalam hal-hal tertentu metupakan penyalahgunaan

HaKI yang berakibat buruk  terhadap persaingan dalam pasar

bersangkutan. Bahkan negara-negara anggota WTO dapat me

netapkan langkah-langkah untuk  mencegah atau mengendalikanpraktik-praktik perlisensian atau persyaratan-persyararan yang

dalam hal-hal tertentu merupakan penyalahgunaan dari HaKI,

seperti persyaratan untuk memberikan hak ekskulsifsecara timbal

balik, persyaratan untuk  mencegah diajukannya sanggahan me

ngenai keabsahan dan pemaksaan paket lisensi, sesuai dengan

hukum dan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku

di negara-negara anggota WTO tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa pembuatan perjanjian yang berkaitan dengan

bidang HaKI tidak boleh berlawanan dengan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999' atau mengikuti ketentuan-ketentuan khusus

perlisensian yang telah diatur dalam berbagai peraturan perun

dang-undangan yang berkaitan dengan HaKI.

Khusus untuk  kekecualian ketenruan bahwa usaha kecil dan

koperasi memang diatur oleh undang-undang tersendiri telah

Page 75: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 75/140

66 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

mengundang perdebatan tersendiri. Ada negara yang memang

memberikan pengecualian terhadap koperasi, misalnya di]epang.Tetapi usaha kecil dan menengah serta koperasi yang dikecualikan

akan menciptakan proteksi sepihak dengan tidak mengikutserta

kannya dalam undang-undang ini. Hal itu akan menghambat

pertumbuhan usaha kecil dan menengah itu sendiri. Di samping

itu, melihat kondisi koperasi yang ada pada saat ini di Indonesia,

hail ini juga dapat menimbulkan kerancuan dan peluang bagi

pelaku usaha untuk  menggunakan pasal pengecualian dalam

berusaha; tujuannya adalah melegalisir tindakannya dengan ber

sembunyi di belakang wujud koperasi (Ayudha D. Prayoga, et

al., (Ed.), 2000:124).

Page 76: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 76/140

Bab3

Kegiatan yang Dilarang

3.1. Pengertian Kegiatan

Berbeda dengan istilah "perjanjian" yang dipergunakan, dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak dapat kita temukan

suatu definisi mengenai "kegiaran" . Namun demikian, jika ditaf 

sirkan secara a contrario terhadap definisi perjanjian yang diberikan

dalam Undang-Undang Nornor 5 Tahun 1999, dapat dikarakan

bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan "kegiatan" adalah

tindakan atau perbuatan hukum "sepihak " yang dilakukan oleh

satu pelaku usaha atau kelompok  p e l a k ~ usaha tanpa ada

keterkaitan hubungan (hukum) secara langsung dengan pelakuusaha lainnya (Ahmad Yani dan Guriawan Widjaja, 1999:31).

Dari sini jelaslah bahwa "kegiatan" merupakan suatu usaha,

aktivitas, tindakan, atau perbuatan hukum secara sepihak yang

dilakukan oleh pelaku usaha tanpa melibatkan pelaku usaha

lainnya.

3.2. Bentuk-Bentuk Kegiatan yang Dilarang

Dari Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 terdapat beberapa bentuk  kegiatan yang dilarang

dilakukan pelaku usaha,yaitu

1. monopoli (Pasal 17);2. monopsoni (Pasal 18);

Page 77: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 77/140

68 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

3. penguasaan pasar (Pasal 19);4 . dumping (Pasal 20);

5. manipulasi biaya produksi (Pasal 21); dan

6. persengkongkolan (Pasal 22).

3.2.1. Monopoli

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengertian

"rnonopoli" dibedakan dari pengertian "praktik rnonopoli". Pe

ngertian prak tik  monopoli dikemukakan dalam Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu pemusatan kekuatan

ekonomi oleb satu atau lebih pelaku usaba yang mengakibatkan

dikuasainya produksi danlatau pemasaran atas barang danlatau jasa

tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan

dapat merugikan kepentingan umum. Sernenrara itu pengertian

monopoli dikemukakan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999, yaitu penguasaan atas produksi danlatau

 pemasaran barang danlatau jasa tertentu oleb satu pelaku usaha atau

satu kelompok  pelaku usahk. Dengan demikian, monopoli adalah

situasi pasar di mana hanya ada satu pelaku usaha atau satu

ke1ompok pelaku usaha yang "rnenguasai" suatu produksi dan/ atau pemasaran barang dan/arau penggunaan jasa tertentu,

yang akan ditawarkan kepada ~ a n y a k konsumen, yang meng

akibatkan pe1aku usaha atau ke1ompok pelaku usaha tadi dapat

mengontrol dan mengendalikan tingkar produksi, harga, dan

sekaligus wilayah pemasarannya.

Dari ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun .

1999 dapat disimpulkan, ternyata tidak semua kegiatan monopoli

dilarang. Hanya kegiatan monopoli yang memenuhi unsur dan

kriteria yang disebutkan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 saja yang dilarang dilakukan oleh satu pelaku

usaha atau kelompok pelaku usaha . Pasal 17 Undang-Undang .

Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi

dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat meng-

Page 78: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 78/140

· KEGIATAN YANG DILARANG 69

akibatkan terjadinya praktik  monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan pe

nguasaan atas produksi dan/  atau pemasaran barang dan/ 

atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

apabila

a. barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada sub

stitusinya; atau

b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak  dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan/atau jasa yang sama;

atau

c. satu pelaku usaha atau saru kelompok pelaku usaha

menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa

pasar satu jenis barang atau jasa tertentu,

Monopoli yang dilarang menurut Pasal 17 ini jika monopoli

tersebut mernenuhi unsur-unsur sebagai berikut.

a. melakukan kegiatan penguasaan atas produk  barang, jasa,

atau barang dan jasa tertentu;

b. melakukan kegiatan penguasaan atas pemasaran produk  ba

rang, jasa, atau barang dan jasa tertentu ;c. penguasaan terse but dapat mengakibatkan terjadinya praktik 

monopoli;

d. penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya per

saingan usaha tidak sehat.

Sedangkan kriteria yang digurrakan untuk  membuktikan ada

atau tidaknya monopoli yang dilarang tersebut didasarkan pada

a. produk  barang, jasa, atau barang dan jasa tersebut belum ada

penggantinya (substitusinya);

b. pelaku usaha lain sulit atau tidak dapat masuk ke dalam

persaingan terhadap produk  barang, jasa, atau barang dan

 jasa yang sama (barrier to entry);

c. pelaku usaha lain tersebut adalah pelaku usaha yang mempu-

Page 79: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 79/140

70 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

nyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar yang

bersangkutan;d. satu pelaku usaha atau sa tu kelompok usaha telah menguasai

lebih dari 50% pangsa pasar dari suatu jenis produk  barang

atau jasa terrentu.

Dengan demikian, tidak semua kegiatan penguasaan atas

produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tergolong

pada kegiatan yang dilarang, terkecuali sepanjang memenuhi

unsur-unsur dan kriteria monopoli yang disebutkan dalam Pasal

17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Selain itu, jika

pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha dapat membuktikan

sebaliknya-yaitu kegiatan yang dilakukannya tidak memenuhi

unsur-unsur dan kriteria Pasal 17 Undang-Undang Nornor 5

Tahun 1999-maka pelaku usaha atau kelornpok usaha tadidengan sendirinya dapat terbebas dari kegiatan yang patut

diduga atau dianggap sebagai monopoli.

. Dalam literatur, monopoli dilarang karena mengandung bebe

rapa dampak negatif yang merugikan, antara lain

a. Terjadi peningkatan harga suatu produk  sebagai akibat tidak 

ada kompetisi dan persaingan bebas. Harga yang tinggi ini

pada gilirannya akan menyebabkan inflasi yang merugikan

masyarakat luas;

b. Pelaku usaha mendapat keuntungan (profit) di atas kewajaran

yang normal. la akan seenaknya menetapkan harga untuk 

memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya karena kon

sumen tidak ada pilihan lain dan terpaksa membeli produk tersebut;

c. Terjadi eksploitasi terhadap konsumen karena tidak ada hak 

pilih konsumen atas produk. Konsumen akan seenaknya

menetapkan kualitas suatu produk  tanpa dikaitkan dengan

biaya yang dikeluarkan. Eksploitasi ini juga akan menimpa

karyawanan dan buruh yang bekerja pada produsen tersebut

dengan rnenetapkan gaji dan upah yang sewenang-wenang

tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku;

Page 80: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 80/140

KEGIATAN YANG DILARANG 71

d. Terjadi ketidakekonomisan dan ketidakefisienan yang akan

dibebankan kepada konsumen dalam rangka menghasilkan

suatu produk, karena perusahaan monopoli cenderung tidak 

beroperasi pada average cost  yang minimum;

e. Ada entry barrier  di mana perusahaan lain tidak dapat masuk 

ke dalam bidang usaha perusahaan monopoli tersebut, karena

penguasaan pangsa pasar yang besar. Perusahaan-perusahaan

. kecil tidak diberi kesempatan untuk  tumbuh berkembang

dan akan menemui ajalnya satu per satu;. f. Pendapatan jadi tidak rnerata, karena sumber dana dan modal

akan tersedot ke dalam perusahaan monopoli. Masyarakat

banyak harus berbagi dengan banyak orang dalam bagian

yang sangat kecil, sementara perusahaan monopoli dengan

sedikit orang akan menikmati bagian yang lebih besar (Ahrnad

Yani dan Gunawan Widjaja, 1999:30).

Selama ini kenyataan rnenunjukkan bahwa monopoli tidak 

hanya dilakukan oleh pihak swasta saja, tetapi juga oleh badan

usaha negara (Dirnyati Hartono, 1998:38). Hal ini dimungkinkan

oleh sistern ekonomi nasional kita yang didasarkan pada demokrasi

ekonomi. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar

1945 memberikan dasar filosofis dan hukum kemungkinan mo

nopoli dan/atau penguasaan atas cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak 

serta penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya oleh negara. Dengan kata lain monopoly by law

dimungkinkan dalam hukum persaingan usaha kita, asalkan

kegiatannya termasuk  atau menyangkut cabang-cabang produksi

yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orangbanyak. Negara dapat saja memberikan hak-hak yang bersifat

istimewa kepada badan-badan usaha negara yang bergerak di

sektor yang penting clan menguasai hajat hidup orang banyak 

tersebut. Namun demikian, jangan sampai ketentuan Pasal 33

ayat (2) dan ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945 disalahgunakan

negara dengan menjadikan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) itu

sebagai justifikasi untuk  menindas rakyat banyak  dan menyerah-

Page 81: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 81/140

72 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

kan tampuk  produksi yang penting ke tangan orang seorang

yang berkuasa. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwaUndang-Undang Dasar 1945 tidak antimonopoli.

Ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang

Dasar 1945 ini lebih lanjut dijabarkan dalam Pasal 51 Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 51 tersebut menyatakan

bahwa monopoli dan/atau pernusatan kegiatan yang berkaitan

dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang

menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi

yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan

diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik  Negara dan/arau badan

atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk  oleh Pemerintah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ini, negara masih dimungkinkan

memberikan hak monopoli dan/atau pernusatan kegiatan produksi

dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa, yang sebelumnyaditerapkan atau diatur dengan undang-undang dan penyelengga

raannya akan diserahkan kepada Badan Usaha Milik  Negara

yang dibentuk berdasarkan undang-undang, atau badan/lembaga

lain yang dibentuk atau ditunjuk Pernerintah berdasarkan undang

undang.

3.2.2. Monopsoni

Kegiatan monopsoni terrnasuk kegiatan yang dilarang dilakukan

pelaku usaha oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Monopsoni ~ a l a h situasi ~ di mana hany!! ada satu pelaku

~ a t a u kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar

xang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal; sementara

itu, pelaku usaha-m.u kelompok pelaku usaha yang bertindak 

ebagai penjual jumlahnya banyak. Akibatnya, pembeli tunggal

tersebut dapat mengontrol dan menentukan, bahkan mengenda

likan, tingkat harga yang diinginkannya. Kegiatan yang demikian

dapat mengakibatkan terjadinya praktik  monopoli dan/atau

persaingan usaha tidak sehat dan apabila pembeli tunggal yang

dimaksud juga menguasai lebih dari 50% pangsa pasar dari satu jenis produk barang atau jasa tertentu.

Page 82: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 82/140

KEGIATAN YANG DILARANG 73

Dasar larangan kegiatan monopsoni ini dinyatakan dalam

Pasal18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi

(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau

menjadi pembeli tunggal aras barang dan/atau jasa dalarn

pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai peneri-

maan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu

kelompok  pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % (lima

puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Dari bunyi ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan

pelaku usaha akan dikatakan sebagai kegiatan monopsoni bila

memenuhi persyararan di bawah ini :

a. dilakukan oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku

usaha atau yang bertindak sebagai pembeli tunggal ;

b. telah menguasai lebih dari 50 % pangsa pasar satu jenis

barang atau jasa tertentu;c. paling penring, kegiatan tersebut rnengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Walaupun secara teoretis monopsoni dapat tumbuh secara

alamiah-karena kondisi geografis suatu wilayah produksi yang

terpencil dan terasing-atau bisa juga terpencar, terapi di Indo-

nesia monopsoni terjadi karena pengaruh kebijakan pemerintah

yang dinyatakan dalam peraturan . Contoh gamblang yang pernah

terjadi di Indonesia adalah BPPC yang pernah bertindak  sebagai

pembeli tunggal atas seluruh produk  cengkeh yang dihasilkan

seluruh petani di tanah air. Selain iru ia juga bertindak  sebagai

penjual tunggal produk  itu kepada para pengusaha rokok yang

bertindak  sebagai pembeli. Tindakan BPPC seperti ini jelas

menimbulkan praktik  monopsoni (Insan Budi Maul ana, 2000: 30).

Page 83: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 83/140

74

3.2.3. Peng'uasaan Pasar

HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang

kegiatan penguasaan pasar oleh pelaku usaha, baik sendiri maupun

bersama pelaku usaha lain. Pasal 1 angka 19 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 rnerumuskan pengertian pasar adalah

lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual, baik  secara

langsung maupun tidak  langsung , dapat melakukan transaksi

 perdagangan barang dan/atau jasa.Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahu n 1999

dinyatakan:

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiaran,

baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat yaitu

a. menolak  dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu unruk 

rnelakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersang- \ 

kutan; atau

b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pe

saingnya untuk  tidak  melakukan hubungan usaha dengan

pelaku usaha pesaingnya itu; atauc. membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau

 jasa pada pasar bersangkuran; atau

d. melakukan praktik  diskriminasi terhadap pelaku usaha ter

tentu .

Dari bunyi ketentuan Pasal 19 tersebut dapat disimpulkan

bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang

dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang meru

pakan praktik  monopoli dan/atau persaingan usaha tidak  sehat,

yaitu

a. menolak, menghalangi, atau menolak  da n menghalangi pelaku

usaha tertentu untuk  melakukan kegiatan usaha yang sam a

pada pasar bersangkutan;

Page 84: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 84/140

KEGIATAN YANG DILARANG 75

b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pe

saingnya untuk  tidak melakukan hubungaa usaha dengan

pelaku usaha pesaingnya;

c. membatasi peredaran, penjualan, atau peredaran dan penjualan

barang, jasa, atau barang dan jasa pada pasar bersangkutan;

d. melakukan prak tik diskriminasi terhadap pelaku usaha ter

tentu.

3.2.4. Dumping

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang kegiaran

dumping. Larangan praktik dumping ini diatur dalam Pasal 20

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa

pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan/atau

 jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga

yang sangat rendah dengan maksud untuk  menyikirkan atau

mernatikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan, sehingga

dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau per

saingan usaha tidak sehat. Berdasarkan ketentuan Pasal 20

tersebut, pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang,

 jasa, atau barang dan jasa dengan cara menjual rugi atau mene

tapkan harga yang sangat rendah (dumping) dari harga produksibarang, jasa, atau barang dan jasa yang sejenis dengan maksud

untuk  menyikirkan atau mematikan usaha pelaku usaha pesaing-

. nya di pasar yang sama; kegiatan tersebut dengan sendirinya

dapat mengakibatkan p ~ a k t i k monopoli dan/arau persaingan

usaha tidak sehat.

Dalam kamus Hukum Ekonorni ELIPS (1997:54) dumping

diartikan sebagai praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan

menjual barang , jasa, atau barang dan jasa di pasar internasional

dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah

daripada harga barang terse but di negerinya sendiri atau daripada

harga jual kepada negara lain. Dengan kata lain, dumping adalah

kegiatan dagang yang dilakukan produsen pengekspor yang

dengan sengaja banting harga dengan cara menjual rugi ataumenjual dengan harga lebih murah dibandingkan harga jual

Page 85: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 85/140

76 HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

dalam negeri atau di negara lain, dengan harapan dapat merna

tikan usaha pesaing di pasar yang bersangkutan, Praktik dagangyang demikian dianggap sebagai praktik  dagang yang tidak 

sehat dan sekaligus bisa mendatangkan kerugian pelaku usaha

sejenis di negara pengimpor. Oleh karena itu, beberapa negara,

misalnya Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Masyarakat

Eropa telah melarang praktik dagang dumping (antidumping) ini

dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya.

Negara-negara tersebut telah sejak lama memiliki rezim peng

aturan antidumping. Amerika Serikat barangkali menjadi negara

pertama dalam sejarah yang memberlakukan peraturan mengenai

larangan dumping. Dari waktu ke waktu, kecenderungan negara

negara untuk  mengeluarkan peraturan antidumping terus me

ningkat. Pada umumnya tujuan negara-negara tadi menge1uarkan

peraturan antidumping adalah untuk  memberikan proteksi terhadap industri dalam negeri dari praktik dumping eksportir atau

produsen luar negeri. Peraturan antidumping ini memungkinkan

pemerintah untuk  menghukum bagi eksportir atau produsen

yang me1akukan praktik dumping dengan cara menerapkan sanksi

hukuman berupa pengenaan bea masuk yang tinggi atas barang

dumping. Penerapan bea masuk ini bertujuan unruk mengeliminir

kerugian dari barang dumping. Dengan cara seperti ini, industri

dalam negeri dapat dilindungi dan tetap dapat bersaing dengan

barang impor meskipun b a r a ~ g impor tersebut dijual dengan .

harga dumping (Aji Setiadi, 2000: 1).

Dari sudut pandangan negara pengimpor, prakrik  dumping

akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri

barang sejenis dalam negeri. Dengan membanjirnya barang

barang dari negara pengekspor yang harganya jauh lebih murah

dari barang dalam negeri, barang sejenis dalam negeri akan kalah

bersaing. Pada gilirannya, hal ini akan mematikan pasar barang

sejenis di dalam negeri. Akibat yang ditimbulkan dari praktik 

dumping ini dapat menjadi sangat serius. Bahkan sangat mungkin

mengakibatkan pemutusan hubungan kerja massal, pengangguran,

dan industri barang sejenis dalam negeri pun bangkrut (AjiSetiadi, 2000: 1). Akan tetapi, bisa saja terjadi, praktik  dumping

Page 86: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 86/140

KEGIATAN YANG DlLARANG 77

itu tidak berhasil apabila (para) pesaing mampu bertahan karena

melakukan penurunan harga juga atau karena kualitas produk 

pesaing itu telah begitu melekat di hati konsumen, sehingga

tidak terpengaruh harga jual yang lebih rendah yang dilakukan

oleh pelaku dumping (Insan Budi Maulana, 2000:32). Di lain

pihak -dari sudut pengekspor-praktik  dumping terkadang

sengaja dilakukan sebagai srrategi bisnis untuk  merebut pangsa

pasar di negara lain. Produsen di negara pengekspor yang telah

mendapatk an pangsa pasar di pasar domestiknya biasanya inginmengembangkan ke pasar negara lain. Dalam merebut pasar

negara lain inilah terkadang produsen menerapkan praktik dump-

ing. Harga penjualan ke negara tujuan ekspor dibuat lebih

rendah dari penjualan di dalam negeri atau penjualan ke negara

lain-atau bahkan di bawah harga produksi. Dengan harga

murah inilah produsen berharap dapat merebut pasar di suatu

negara. Kerugian sernentara mereka sebagai akibat praktik dump-ing di negara tujuan ekspor dieliminir dengan keuntungan yang

mereka raih di negara asal atau negara lain di mana mereka tidak 

menerapkan pr aktik dumping (Aji Setiadi , 2000: 1).

Pengaturan antidumping ini juga mendapatkan perhatian da

lam General Agreement  on Tariffs and  Trade (GATT). Terbukti

pengaturannya dicantumkan dalam Pasal VI GATT, yang me

nyatakan bahwa tindakan antidumping diperkenankan diambil

atau hanya akan diberlakukan oleh suatu negara pengimpor

dalam rangka kompensasi penggantian kerugian (injury) yang

dialami pelaku usaha atau industri sejenis di dalam negeri sebagai

akibat praktik dumping tersebut.

GATT menganggap bahwa ekspor barang-barang yang disertai

perbuaran dumping dan terbukti rnengakibatkan kerugian bagiusaha atau industri barang sejenis di negara importir merupakan

praktik perdagangan yang tidak jujur (unfair  trade practice). Oleh

karena itu, dalam hal ini GATT mengizinkan suatu negara yang

dirugikan untuk mengambil tindakan antidumping berupa penge

naan antidumping duties sebesar kerugian yang dideritanya (H.S.

Kartadjoemena, 1997: 169).

Karena mekanisme antidumping yang diatur dalam Pasal VI

Page 87: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 87/140

78 . HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

GATT amat sumir dan sederhana, ditambah terjadi penyalahgu

naan pelaksanaan tindakan antidumping, maka diadakan persetujuan baru yang rnengatur pelaksanaan Pasal VI GATT tersebut;

terakhir dituangkan dalam Final Act Uruguay Round di bawah

 judul Agreement on Implementation of Article VI of  GATT

1994. Dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa tindakan antidumping

akan diberlakukan hanya dalam keadaan sebagairnana diatur

dalam Pasal VI GATT 1994 dan menurut prosedur penye1idikan,

dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Agreement

on Implementation of Article VI of GATT 1994.

Penggunaan upaya antidumping yang dimungkinkan dalam

sistern GATT sebagai tindakan me1awan praktik  dumping pada

kenyataannya lebih banyak digunakan sernata-rnata sebagai usaha

untuk  me1indungi industri dalam negeri. Keadaan ini dianggap

menghambat ke1ancaran arus perdagangan internasional. Olehkarena itu, pengaturan masalah antidumping dalam sistern perda

gangan multilateral akan semakin penting , terutama bagi negara

berkembang, yang sang at berkepentingan meningkatkan ekspor

nonmigas, khususnya barang-barang manufaktur. Peserta

perundingan perdagangan multilateral Uruguay Round, baik 

dari kalangan negara maju maupun negara berkembang, meng

anggap masalah antidumping perlu dimasukkan menjadi salahsatu substansi perundingan di bidang rules making. Dalam perun

dingan tersebut, yang diperjuangkan terurama adalah penerapan

ketenruan yang lebih je1as dan seimbang untuk  mencegah pet:lg-

gunaan aturan antidumping dan tindakan antidumping duties se

bagai alat proteksi yang terse1ubung (H.S .'· Kartadjoernena,

1997:170).

3.2.5.Manipulasi Biaya

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 me1arang

pe1aku usaha untuk  me1akukan kecurangan dalam rnenetapkan

biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari

komponen harga barang dan/arau jasa yang dapat mengakibatkanterjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dari ketentuan Pasal 21

Page 88: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 88/140

KEGIATAN YANG DILARANG 79

ini, pelaku usaha dilarang melakukan kegiatan memanipulasi

biaya pr oduksi dan biaya lain yang nantinya akan diperhitungkan

sebagai salah satu komponen harga barang, jasa, atau barang dan jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen, sehingga dapat

mengakibatkanterjadinya persaingan usaha yang tidak  sehat

atau merugikan masyarakat. Penjelasan Pasa121 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa indikasi biaya yang

dimanipulasi terlihat dari harga yang lebih rendah dari harga

seharusnya. Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan

biaya lainnya ini bukan saja melanggar Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999, tetapi juga melanggar peraturan perundang

undangan yang berlaku lainnya.

Pelanggaran Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

ini, misalnya, bisa melanggar Undang-undang Perpajakan, karena

konsekuensi penetapan biaya produksi dan biaya lainnya dalam

menentukan harga barang dan/atau jasa yang dilakukan secaracurang akan menimbulkan pengaruh terhadap jumlah besar atau

kecilnya pajak yang harus dibayar (Insan Budi Maulana, 2000:32

33).

3.2.6. Persekongkolan

Pelaku usaha juga dilarang melakukan kegiaran persekongkolan

yang mernbatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in

restraint of business), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha yang tidak  sehat . Pengertian perse-

kongkolan atau konspirasi dikemukakan dalam Pasal 1 angka 8

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu bentuk kerja sama

 yang dilakukan oleb pelaku usaha dengan pelaku usaha lain denganmaksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku

usaha yang bersengkongkol. Bentuk  kegiatan persekongkolan ini

tidak  harus dibuktikan dengan adanya perjanjian, tetapi bisa

dalam bentuk  kegiatan lain yang tidak  mungkin diwujudkan

dalam suatu perjanjian.

Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang

oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur

Page 89: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 89/140

80,

HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 . Dalam Pasal 22 dinya

takan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak 

lain untuk  mengatur dan/atau menentukan pemenang tender,

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak 

sehat. Pihak lain di sini tidak terbatas hanya pernerintah saja,

bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut serta dalam tender yang

bersangkutan. Penjelasan Pasal 22 menyarakan bahwa tender

adalah tawaran untuk  mengajukan harga untuk  memborong

suatu pekerjaan, untuk  mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.

Kegiatan bersekongkol rnenentukan pemenang tender jelas

merupakan perbuatan eurang, karena pada dasarnya (inherently)

tender dan pemenangnya tidak diatur dan bersifat rahasia (wa

laupun ada tender yang dilakukan seear.a terbuka) (Ayudha D.

Prayoga, et al., (Ed), 2000: 122).

Pasal 23 melarang pelaku usaha untuk  bersekongkol dengan

pihak lain untuk rnendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing

nya yang diklafisikasikan sebagai rahasia perusahaan atau yang

dikenal dengan sebutan rahasia dagang. Sebutan rahasia dagang

merupakan terjemahan dari istilah " undisclosed information", "trade

secret", atau "know how". Rahasia dagang tidak boleh diketahui

umum, karena selain mempunyai nilai teknologi. la  jugamempunyai nilai ekonomis yang berguna dalam kegiatan usaha.

Kerahasiaannya biasanya dijaga oleh pemiliknya.

Ketentuan mengenai perlindungan informasi yang dirahasiakan

' juga mendapat pengaturan dalam Persetujuan TRIPs sebagai

bagian dari Final Act Uruguay Round. Pasal 39 Persetujuan

TRIPs menyatakan bahwa dalam rangka menjamin perlindungan

yang efektif untuk  mengatasi persaingan eurang, negara-negara

anggota GATT/WTO wajib memberikan'perlindungan terhadap

1. Informasi yang dirahasiakan yang dimiliki perorangan atau

badan hukum, sepanjang informasi yang bersangkutan

a. seeara keseluruhan, atau dalam konfigurasi dan gabungan

yang utuh dari beberapa komponennya, bersifat rahasiadalam pengertian hal tersebut tidak seeara umum diketahui

Page 90: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 90/140

KEGIATAN YANG DILARANG 81

atau terbuka untuk diketahui oleh pihak-pihak yang dalam

kegiatan sehari-harinya biasa menggunakan informasi se

rupa itu;

b. memiliki nilai komersial karena kerahasiaannya; dan

c. dengan upaya yang semestinya, selalu dijaga kerahasiaannya

oleh pihak yang secara hukum menguasai informasi ter

sebut.

2. Data yang diserahkan kepada pemerintah atau badan peme

rintah yang berasal dari hasil percobaan yang dirahasiakan,

yang diperoleh dari upaya yang tidak mudah, atau akan

disalahgunakan secara komersial.

Adanya Pasal 39 Persetujuan TRIPs ini telah meningkatkan

status trade secret  menjadi hak milik intelektual. Hal terse but

akan menimbulkan erosi dari sistem paten yang mengharuskan

pengungkapan sebagai suatu persyaratan dasar untuk  perlindungan (H.S. Kartadjoemena, 1997:271-272).

Bagi Indonesia, pengaturan mengenai rahasia dagangnya diatur

secara tersendiri, tidak dimasukkan dalam Undang-Undang No

mor 5 Tahun 1999. Dewasa ini pengaturannya dapat dijumpai

dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang. Pengertian rahasia dagang dikemukakan Pasal 1 angka

1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang rnenyatakan

bahwa rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui o/eh

umum di bidang teenologi danlatau bisnis , mempunyai ni/ai ekonomi

karena berguna da/am kegiatan usaha , dan dijaga kerahasiaannya o/eh

 pemilik  rahasia dagang. Berarti rahasia dagang di sini tidak terbatas

hanya pada rahasia bisnis atau dagang belaka, melainkan termasuk 

informasi industrial knowhow,

seperti yang dianut oleh hukumAmerika Serikat. Ha l ini juga dapat dilihat dari lingkup perlin

dungan rahasia dagang yang diatur sebagaimana ditegaskan

dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000. Pasal 2

terse but menyatakan bahwa lingkup perlindungan rahasia dagang

meliputi metode produksi, rnetode pengolahan, rnetode penjualan,

atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang

memiliki nilai ekonomi dan tidak eJiketahui masyarakat umum.

Page 91: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 91/140

82 HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

Persyaratan rahasia dagang dikemukakan dalam Pasal 3 Un

dang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, bahwa rahasia dagangyang akan mendapat perlindungan rerbatas pada informasi yang

bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomis, dan dijaga kerahasia

annya melalui upaya-upaya sebagaimaana mestinya, yaitu semua

langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepa

tutan yang harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu p e r u s a h ~ a nharus ada prosedur baku berdasarkan prak tik umum yang berlaku

di tempat-ternpat lain dan/atau yang dituangkan ke dalamketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam

ketenruan internal perusahaan dapat ditetapkan bagaimana rahasia

dagang itu dijaga dan siapa yang bertanggung jawab atas kera

hasiaan itu. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 3 tersebut

suatu informasi akan dianggap termasuk rahasia dagang, bila

memenuhi 3 (tiga) persyaratan berikut ini.

1. Informasi bersifat rahasia , bahwa informasi tersebut hanya

diketahui oleh pihak  tertentu atau tidak diketahui secara

umum oleh masyarakat;

2. Informasi memiliki nilai ekonomi, bahwa sifat kerahasiaan

informasi tersebut dapat digunakan untuk  menjalankan ke

giatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi;

3. Informasi dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para

pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-Iangkah

yang layak  dan patut.

Dalam hukum Amerika Serikat, ruang lingkup rahasia dagang

pada intinya juga mencakup informasi teknik (technical information)

dan informasi nonteknik  (non-technical information), yang keselu

ruhannya mencakup informasi teknikal penelitian dan pengem

bangan, informasi proses produksi, informasi pemasok, informasi

penjualan dan pemasaran, informasi keuangan, dan informasi

administrasi internal (Ahmad M. Ramli, 2000:45-46).

Di samping kedua bentuk  persekongkolan di atas, Pasal 24 juga melarang persekongkolan yang dapat me ng hambat produksi,

Page 92: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 92/140

KEGIATAN YANGDILARANG 83

pemasaran, atau produksi dan pemasaran atas produk. Dalam

Pasal 24 tersebut dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang berse

kongkol dengan pihak lain untuk  menghambat produksi dan/ atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha pesaingnya

dengan tujuan barang dan/atau jasa yang ditawarkan atau dipasok 

di pasar bersangkutan menjadi berkurang, baik dari kualitas

maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan. Berdasarkan

ketentuan Pasal 24 ini jelas bahwa pelaku usaha dilarang untuk 

bersekongkol dengan pihak lain untuk  menghambat pelaku

usaha pesaing dalammemproduksi, memasarkan, atau mempro-

. duksi dan memasarkan barang, jasa, atau barang dan jasa dengan

.maksud agar barang, jasa, atau barang dan jasa yang ditawarkan

atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang atau

menurun kualitasnya; atau memperlambat waktu proses produksi,

pemasaran, atau produksi dan pemasaran barang, jasa, atau

barang dan jasa yang sebelumnya sudah dipersyaratkan. Kegiatanpersekongkolan seperti ini dapat menimbulk an praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat .

,

Page 93: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 93/140

Bab4

Posisi Dominan

4.1. Pengertian Posisi Dominan

Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 U ndang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi

dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai

 pesaing yang berarti di pasar bersangkutan clalam kaitan dengan

 pangsa pasar yang dikuasai , atau pelaku usaha mempunyai posisi

tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan

dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau

 penjualan , serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau

 permintaan barang atau jasa tertentu. Dari pengertian di atas, dapatdisimpulkan bahwa setiap pelaku usaha mempunyai kemungkinan

untuk  menguasai pangsa pasar secara dominan, sehingga dirinya

dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku usaha atau

kelompok pelaku usaha lainnya yang menjadi pesaingnya dalam

menguasai pangsa pasar; atau suam posisi yang menernparkan

pelaku usaha lebih tinggi atau paling tinggi di antara pelaku

usaha atau sekelompok pelaku usaha lain yang menjadi pesaingnya

dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses

pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk  menye-

suaikan pasokan atau pernintaan barang arau jasa tertentu,

sehingga dirinya dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku

usaha atau sekelompok pelaku usaha lainnya yang menjadi

pesamgnya.

Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor

Page 94: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 94/140

POSISI DOMINAN 85

5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau seke

lompok pelaku usaha dianggap memiliki "posisi dorninan" apabila

1. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai

50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis

barang atau jasa tertentu; atau

2. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha

menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa

pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Dari bunyi ketentuan Pasal 25 ayat (2) ini, dapat disimpulkan

bahwa jika posisi dominan itu terkait dengan "penguasaan pasar"

atas satu jenis barang atau jasa tertentu di pasar bersangkutan

oleh satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha sebesar

50% atau lebih, atau dua atau tiga pelaku usaha atau sekelompok 

pelaku usaha sebesar 75% atau lebih, hal ini akan mengakibatkan

hanya ada satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha yang

menguasai pangsa pasar yang bersangkutan. Penguasaan pasar

yang demikian dinamakan "posisi dorninan" .

4.2. Bentuk-Bentuk Kegiatan PosisiDorninan yangDilarang r 

Dari Pasal 25 sampai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999, terdapat 4 (macam) bentuk  kegiatan posisi

dominan yang dilarang, yaitu

a. kegiatan posisidorninan yang bersifat umum (Pasa125);

b. jabatan rangkap at au kepengurusan terafiliasi (Pasal 26);

c. pemilikan saham atau terafiliasi (Pasal 27);d. penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan

(Pasal 28 dan Pasal 29).

4.2.1.Kegiatan PosisiDorninan yang Bersi:fat UrnUll1

Selain melarang pelaku usaha untuk  mernbuat perjanjian atau

kegiatan tertentu yang dapat mengakibarkan praktik  monopoli -

Page 95: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 95/140

86 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

dan/atau persaingan usaha tidak  sehat, U ndang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 juga melarang pelaku usaha yang dianggapmemiliki posisi dominan untuk  melakukan kegiaran-kegiatan

tertentu,

( ' Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

melarang pelaku usaha menggunakan posisi dominan yang dipu

nyainya, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk 

menet apkan syarat-syarar perdagangan dengan tujuan menceph , menghalangi, atau mencegah dan menghalangi konsu

men memperoleh barang, jasa, atau barang dan jasa yang ber

saing, termasuk  juga dari segi harga maupun kualitas; 'atauW mernbatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau

c. mengharnbat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pe

~ i n g (kornpetitor) untuk memasuki pasar yang bersangk utan.

Ketenruan Pasal 25 ayat (1) ini seirama dengan aturan yang

dimainkan oleh Section 2 Sherman Act, yang menekankan pada

pro ses monopolisasi tersebut dan tidak memberatkan hanya pada

adanya monopoli. Undang-undang secara tegas mengaku i adanya

posisi dominan tertentu dengan penguasaan pasar yang cenderung

bersifat monopoli, yang telah terjadi sebagai akibat selek si alamiahmaupun berdasarkan alasan-alasan lainnya. Walau demik ian,

posisi dominan yang telah dim iliki tersebut tidak  boleh dipergu

nakan untuk me nghambatpengembangan teknologi m aupun un

t uk mendistorsi pasar dengan cara berupaya mencegah persaingan

dengan mengeliminir munculnya pelaku usah a baru. Spirit yang

diemban dalam Section 2 Sherman Act , yang bertujuan mening

ka tkan persai ngan secara sehat dan ju jur dalam dun ia usaha,

telah dilanggar oleh pel aku usaha yang memiliki posisi dominan

tersebut (Ahmad Yani dan Gunawan W idjaja, 1999:40).

4.2.2. Jabatan Rangkap

Dalam rangka mencegah terjadinya praktik  monopoli dan/ataupersaingan usaha yang tidak sehat, Undang-Undang Nomor 5

Page 96: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 96/140

POSISI DOMINAN 87

Tahun 1999 juga me1arang adany a hubungan kepengurusan

terafiliasi, yakni dengan me1arang seseorang menduduki jabatan

rangkap pada waktu yang bersamaan pada perusaha an lain . Pasal l

26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 me1arang seseorang

yang menduduki jabatan Direksi atau Komisaris dari suatu

perusahaan, pada waktu yang bersamaan merangkap menjadi

Direksi atau Komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan

perusahaan tersebut

a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau '

b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang, jenis, atau

bidang dan jenis usaha. Perusahaan-perusahaan dianggap

memiliki keterkaitan yang erat apabila perusahaan-perusahaan

terse but saling mendukung atau berhubungan langsung dalam

proses produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran;

atau

c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan

 jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak  sehat.

4.2.3. Kepe:milikan Saharn Mayoritas

U ntuk mencegah terjadinya praktik monopoli dan/arau persaingan

usaha tidak  sehat, di mana penguasaan pasar berada di tangan

pelaku usaha atau seke1ompok usaha yang memiliki posisi

dominan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga me1arang

pe1aku usaha atau seke1ompok  pelaku usaha untuk  memiliki

saxham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis. Pasal 27

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 me1arang pe1aku usaha

memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis

yang me1akukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama, pada

pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa per

usahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama, pada pasar

bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan beberapa perusa

haan tersebut mengakibatkan

Page 97: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 97/140

88 HUKUM PERSAINGAN USAH A DI INDONESIA

a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai

lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenisbarang atau jasa tertentu;

b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha

menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh Lima persen) pangsa

pasar satu jenis barang atau jasa terrentu.

4.2.4. Penggabungan, Peleburan, dan Penganiliilalihan

Secara umum terdapat tiga bentuk  penyatuan perusahaan, yaitu

merger, konsolidasi, dan akuisisi, yang diterjemahkan dengan

istilah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Istilah

"merger"  berasal dari bahasa Inggris "merger", 'fusion", atau "ab-

sorption", yang berarti "rnenggabungkan" atau "lebur tunggal".

Merger dapat diartikan sebagai penyatuan atau penggabungan

dua perusahaan a tau lebih dengan cara mendirikan perusahaan

baru dan membubarkan perusahaan lainnya. Dalam hal ini salah

satu perusahaan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi

satu dengan perusahaan yang telah ada dan salah satu dari

perusahaan yang akan digabungkan itu tetap dipertahankan

keberadaannya, sehingga segala hak dan kewajiban yang ada

dialihkan kepada perusahaan penerima penggabungan perusahaantadi. Sernentara pengertian penggabungan dikemukakan pula

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998

tenrang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan

'Ierbatas yang menyatakan bahwa penggabungan adalah perbuatan

hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk mengga-

bungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya

 perseroan yang menggabungkandiri menjadi bubar", Sedangkan istilah

"konsolidasi" berasal dari bahasa Inggris "consolidation", yang

berarti "peleburan". Secara sederhana konsolidasi diartikan peng-

gabungan dua perusahaan atau lebih dengan cara mernbenruk 

perusahaan baru dan membubarkan perusahaan yang tergabung

tadi. Singkatnya, beberapa perusahaan yang ada bergabung atau

rnenyatukan diri menjadi perusahaan baru, di mana hak  dankewajiban perusahaan yang ada (yang menggabungkan diri)

Page 98: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 98/140

POSISI DOMINAN 89

diambil alih oleh perusahaan baru yang telah dibentuk. Pengertian

yang sama dikemukan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Peme

rintah Nomor 27 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa peleburan

adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih

untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan bar« danI

masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar .

Kemudian istilah "akuisisi" juga berasal dari bahasa Inggris

"acquisition", yang berarti "mengambil alih". Tidak sama dengan

merger dan konsolidasi, dalam akuisisi kedua perusahaan atau

lebih yang akan "rnenyatukan diri" recap ada, hanya saja terjadi

perubahan kepemilikan aset atau saham, sehingga mengakibatkan

beralihnya pengendalian terhadap perusahaan tersebut. Kiranya

sama dengan Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 1998 yang menyatakan bahwa pengambilalihan adalah

 perbuatan hukum yang dilakukan oleh bad an hukum atau orang

 perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan, yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian

t erhadap perseroan tersebut. Pengambilalihan suatu perusahaan dapat

dilakukan melalui "akuisisi kekayaan (assets)" atau "akuisisi modal

(saham)" dari perusahaan yang akan diambil alih tersebut .

Ketentuan-ketentuan mengenai merger dalam hukum per

saingan biasanya dimaksudkan untuk  mencegah penguasaan ke

kuatan pasar secara berlebihan. Pada umumnya lebih sederhana

dan efektif mencegah penguasaan kekuatan pasar daripada rneng

awasi penyalahgunaannya setelah kekuatan pasar tersebut diambil.

Pada suatu titik tertentu, perusahaan dapat mencapai kekuatan

pasar sampai pada titik di mana kekuatan tersebut dapat dicapai

dengan kegiatan sepihak (unilateral); jika hal itu dilakukan oleh

pesaing yang lebih kecil, ini hams dilakukan dengan kegiatan

dua pihak (bilateral) melalui cara antipersaingan seperti collusive

dealing. Peraturan-peraturan merger membuat batas di mana

akuisisi saham atau kekayaan tidak diperbolehkan lagi tanpa

adanya kemanfaatan masyarakat yang harus ditunjukkan melalui

prosedur ororisasi. Batas-batas inilah yang selalu menjadi persoalan

sensitif  pada setiap pembentukan maupun pelaksanaan hukum

persaingan (Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.) 2000: 115-116).

Page 99: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 99/140

90 HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

Dalam Pasal 102 sampai clengan Pasal 109 Unclang-Unclang

Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas telah cliaturprinsip-prinsip yang berkaitan clengan perbuatan hukum peng

gabungan (merger), pe1eburan (konsolidaSl) clan pengambilalihan

(akuisisl) perseroan terbatas. Namun, persyaratan clan rata cara

proses penggabungan, pe1eburan, clan pengambilalihan perseroan

terbatas yang lebih rinci, diperintahkan untuk diatur lebih lanjut

clengan peraturan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah me

netapkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 renrangPenggabungan, Pe1eburan, clan Pengambialili.an Perseroan Terbatas.

Dari keclua ketenruan tersebut, dapat diketahui bahwa tinclakan

penggabungan, pe1eburan, clan pengambilalihan perseroan terbatas

cliperkenankan clalam rangka penciptaan iklim clunia usaha yang

sehat clan efisien, guna menghaclapi arus globalisasi clan liberalisasi

perekonomian clunia yang semakin kompleks, clengan syarat

ticlak boleh mengarah kepacla penguasaan sumber ekonomi clan

pernusatan kekuatan ekonomi pada suatu ke1ompok atau golongan

tertentu. Untuk  itu, tinclakan penggabungan, peleburan, clan

pengambilalihan perseroan terbatas yang dapat menclorong ke

arah terjaclinya monopoli, monopsoni, atau persaingan curang

atau ticlak sehat dapat clihinclari sejak  clini. Dengan kata lain,

tinclakan penggabungan, pe1eburan, clan pengambilalihan perseroan rerbatas henclaknya memperhatikan kepentingan perseroan,

pemegang saham, karyawan perseroan terbatas, atau masyarakat,

termasuk pihak ketiga yang berkepentingan. Bahkan tindakan

penggabungan, pe1eburan, clan pengambilalihan perseroan terbatas

tersebut ticlak dapat clilakukan jika akan merugikan kepentingan

pihak-pihak tertentu.

Pasal 104 Unclang-Unclang Nomor 1 Tahun 1995 rnenyatakan

bahwa perbuatan hukum penggabungan, pe1eburan, clan peng

ambilalihan perseroan terbatas harus memperhatikan

a. Kepentingan perseroan terbatas, pemegang saham minoritas,

clan karyawan perseroan terbatas;

b. Kepentingan masyarakat clan persaingan sehat clalam melakukan usaha, sehingga kemungkinan terjaclinya monopoli

Page 100: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 100/140

POSISI DOMINAN 91

atau monopsoni dalam berbagai bentuk  yang memgik an

masyarakat dapat dicegah; dan

c. Tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk 

menjual sahamnya dengan harga yang wajar. Pemeg ang saham

minoritas mempunyai hak  untuk  menjual sahamnya sesuai

dengan harga wajar. ]ika hak terse but tidak dapat terlaksana,

pemegang saham minoritas dapat tidak menyetujui rencana

penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan

rerbatas yang diajukan oleh Direksi dan melaksanakan haknya

agar saham yang dimilikinya dibeli dengan harga wajar,

sesuai dengan kerentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1995.

Hal yang sama juga dikatakan Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998. Pasal 4 dan Pasal 5 tersebut

menyatakan bahwa

1. penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan

terbatas hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan ke-

pentingan perseroan terbatas, pemegang saham rninoriras,

dan karyawan, serra kepentingan masyarakat dan persaingan

sehat dalam melakukan usaha;

2. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan

terbatas tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas

untuk  menjual sahamnya dengan harga wajar;

3. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan rapat

umum pemegang saham mengenai penggabungan, peleburan,

dan pengambilalihan perseroan terbatas hanya dapat meng-

gunakan haknya agar saham yang dimilikinya dibeli denganharga wajar, sesuai dengan ketentuan Pasal 55 U ndang-

Undang Nomor 1 Tahun 1995. Pelaksanaan hak  tersebut

tidak menghentikan proses pelaksanaan penggabungan, pele-

buran, dan pengarnbilalihan perseroan terbatas;

4. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan ter-

batas juga hams memperhatikan kepentingan kreditor perse-

roan terbatas yang akan melakukan penggabungan atau

Page 101: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 101/140

92 HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

meleburkan diri, atau yang akan mengambil alih dan diambil

alih sesuai dengan prinsip hukum perjanjian.

Dengan demikian jelaslah bahwa sebelum lahirnya U ndang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999, ketentuan mengenai pengga-

bungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan terbatas secara

dini sudah membatasi penggunaannya, jangan sampai pengga-

bungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan terbatas

terse but menimbulkan penguasaan pasar yang bersifat monopoli,

monopsoni, atau persaingan usaha yang tidak sehat, sehingga

pasar tidak kompetitif lagi. Keadaan ini pada gilirannya akan

merugikan masyarakat banyak; padahal penggabungan, peleburan,

dan pengambilalihan perusahaan merupakan kegiatan yang biasa

terjadi dalam dunia usaha, terutarna dalam rangka menciptakan

iklim usaha yang sehat dan efisien. Hal ini juga dapat mening-

katkan produktivitas perusahaan.

Suatu hal yang wajar apabila penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan ini mendapat pengaturan dalam hukum per-

saingan. Alasannya, tindakan penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan dapat berdampak secara langsung pada hidup-

matinya persaingan. Bahkan ada suatu keadaan di mana ketika

penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dilakukan, tin-dakan tersebut bisa menguntungkan konsumen . Namun, pada

saat yang bersamaan hal ini juga bisa mematikan persaingan

sehat. . Keadaan yang demikian perlu mendapat pengaturan.

Dalam hukum persaingan, keuntungan konsumen tidak dapat

dijadikan alasan untuk  membenarkan tindakan penggabungan,

peleburan, dan pengambilalihan yang dilakukan. Alasannya, yang

dipentingkan dalam hukum persaingan adalah bagaimana agar

persaingan sehat bisa terus berlangsung. Hukum persaingan

tidak dimaksudkan semata-n1:ata untuk  memberi keuntungan

pada konsumen. Keuntungan yang didapat konsumen secara

tidak langsung lahir dari persaingan sehat antarpelaku usaha

(Hikrnahanto Juwana, 1999:7).

Dalam praktiknya, ada 3 (tiga) jenis penggabungan, peleburan,dan pengambilalihan, yaitu

Page 102: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 102/140

POSISI DOMINAN 93

1. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan horizontal,

adalah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang

dilakukan oleh perusahaan yang seeara teoretis berada dalam

pasar yang sama, memiliki kegiaran yang sama, bahkan

produk yang dihasilkan pun sama dengan perusahaan yang

akan digabung, dilebur, dan diambil alih. Paling tidak ada

dua karakteristik yang penting dalam penggabungan, pele-

buran, dan pengambilalihan horizontal, yaitu produknya sama

dan pemasaran terhadap produk dilakukan dalam wilayahyang sama. Dengan adanya tindakan penggabungan, pele-

buran, dan pengambialihan horizontal, pada suatu pasar

rertentu akan terjadi pengurangan satu perusahaan (perusahaan

yang digabung, dilebur, dan diambil alih) dan ada satu

perusahaan yang memiliki pangsa pasar lebih besar dari

sebelumnya (perusahaan yang melakukan penggabungan, pe-

leburan, dan pengambilalihan). Bagi perusahaan yang rnela-

kukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, ia

akan mempunyai kekuatan pasar yang lebih besar. Dengan

demikian, dalam tindakan penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan horizontal, tindakan tersebut tidak hanya

menyangkut aset atau saham saja, tetapi juga penyatuan atau

pengambilalihan kekuatan pasar. Dalam penggabungan, pe-leburan, dan pengambilalihan horizontal ini ada kemungkinan

besar pangsa pasar dari perusahaan yang digabung, dilebur,

dan diambil alih oleh perusahaan yang melakukan pengga-

bungan, peleburan, dan pengambilalihan, sehingga persaingan

usaha antarpelaku akan mati atau berkurang. Selain itu bisa

terjadi persaingan tidak sehat antarpelaku usaha dan konsumen

pun dieksploitasi;

2. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan vertikal, ada-

lah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang

dilakukan terhadap perusahaan yang jenis usahanya berbeda

dan tidak berada dalam pasar yang sama, namun mempunyai

keterkaitan. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

vertikal ini dapat dilakukan ke bawah dan ke atas. Tindakanpenggabungan, peleburan, dan pengambilalihan vertikal

Page 103: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 103/140

94 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

membawa konsekuensi munculnya perlakuan istimewa dari

perusahaan yang melakukannya terhadap satu perusahaan(perusahaan yang digabung, dilebur, dan diambil alih) dari

sejumlah perusahaan di pasar tertentu. Selain itu ada ke-

mungkinan kedudukan satu perusahaan (yang digabung, di-

lebur, dan diambil alih) akan lebih tinggi dibanding perusahaan

sejenis dalam pasar tertentu. Dalam penggabungan, peleburan,

dan pengambilalihan vertikal, pengambilan pangsa pasar secara

teoretis tidak  mungkin terjadi, mengingat perusahaan yang

digabung, dilebur, dan diambil alih berada dalam dua pasar

yang berbeda. Namun, yang terjadi dalam penggabungan,

peleburan, dan pengambilalihan vertikal adalah kemampuan

untuk mengendalikan harga dalam memproduksi suatu barang

atau jasa;

3. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan konglomerat(conglomerate merger), adalah penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap

perusahaan yang tidak bersinggungan dengan kegiatan yang

dilakukan oleh perusahaan yang melakukan penggabungan,

peleburan, dan pengambilalihan. Tindakan penggabungan, pe:-

leburan, dan pengambilalihan konglomerat tidak mengandung

konsekuensi apa pun terhadap pasar, sebab perusahaan yang

melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

serta perusahaan yang digabung, dilebur, dan diambil alih tidak 

mempunyai titik singgung yang sama. Namun, harus disadari

bahwa secara tidak langsung penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan konglomerat akan berdampak pada ekonorni

secara makro. Terutama jika mengingat bahwa dengan adanyapenggabungan, peleburan, dan pengambilalihan konglomerat,

usaha kecil tidak akan mampu bersaing; pada gilirannya usaha

kecil akan dimatikan. Penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan konglomerat akan memunculkan apa yangI

disebut "super monopolist"  (Hikmahanto Juwana 1999:6).

Pada akhirnya, berdasarkan pertimbangan di atas, hukum

persaingan kita juga mengatur larangan penggabungan, peleburan,

Page 104: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 104/140

POSISI DOMINAN 95

dan pengambilalihan badan usaha. Hal ini berlaku untuk  per

usahaan yang berbentuk  badan hukum maupun bukan badan

hukum, yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap

dan terus-menerus, dengan tujuan memperoleh laba. Selain itu ,

pengambilalihan saham perusahaan lain yang dapat mengaki

batkan terjadinya praktik  monopoli dan/arau persaingan usaha

tidak sehat juga diatur dalam pasal 28 dan pasal 29 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999. Ketentuan lebih lanjut mengenai

penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan

saham yang dilarang tersebut akan diatur dalam peraturan

pemerintah.

Larangan yang dicantumkan dalam Pasal 28 dan Pasal 29

tersebut bersifat rule of r eason, sama dengan hukum persaingan

negara lainnya. Penggabungan badan usaha diperkenankan asalkan

tidak mengurangi persaingan secara substansial (Bandingkan

Ayudha D. Prayoga et al. , (Ed.) 2000: 119).Pasal 28 ayat (1) melarang pelaku usaha melakukan pengga

bungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak 

sehat. Kemudian ayat (2) dari pasal yang sama melarang pula

pelaku usaha melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain

apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Ketentuan

Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) ini mengandung ani tidak semua

penggabungan atau peleburan badan usaha at.au pengambilalihan

saham dilarang dilakukan pelaku usaha, kecuali tindakan

penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan

saham rersebut menimbulkan praktik monopoli, persaingan usaha

tidak sehat, posisi dominan, atau ketiganya. Dengan demikian,sepanjang tindakan penggabungan atau peleburan badan usaha

atau pengambilalihan saham tersebut tidak mengakibatkan praktik 

monopoli, persaingan usaha tidak sehat dan/atau posisi dominan,

penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambialihan

saham boleh saja dilakukan pelaku usaha.

Tidak hanya penguasaan pasar melalui penggabungan atau

peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham yang dilarang.

Page 105: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 105/140

96 HUKUM PERSAINGAN USAH A DJ INDONESIA

Penguasaan nilai aset yang melebihi jumlah tertentu sebagai hasil

tindakan penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham juga dilarang. Dalam Pasal 29 Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa penggabungan

atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham yang

berakibat nilai aset dan/arau nilai penjualannya melebihi jumlah

tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi Pengawas Persaingan

Usaha, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal

penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut. Ke

tentuan tenrang penetapan nilai aset dan/atau nilai penjualan

serta rata cara pemberitahuannya diatur dalam peraturan perne

rintah. Sebelum melakukan tindakan penggabungan atau

peleburan badan usaha atau pengambilahan saham, hal ini terlebih

dahulu harus disampaikan kepada Komisi Pengawas Persaingan

Usaha guna mendapatkan notifikasi agar tidak melanggarketentuan Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999.

Pelaku usaha menjadi kaya ataupun dapat menaikkan nilai

penjualan berapa pun yang diupayakan dengan tidak melawan

hukum dan tidak mengurangi esensi persaingan (dalam arti pangsa

pasar tidak berlebihan dan tidak memanfaatkan kelebihannya itu);

arau bahkan kemungkinan membawa kemanfaatan masyarakat

rupanya tetap akan menjadi sasaran hukum persaingan di Indonesia.

Bergabung untuk  menjadi lebih besar, kuat, dan efisien, pada

dasarnya merupakan hak semua pengusaha. Dalam keadaan-ke

adaan tertentu ha! ini dapat mendorong persaingan, atau setidaknya

bermanfaat bagi masyarakat. Akan tetapi, tidak  dapat disangkal

bahwa perusahaan yang "terlalu" besar dan kuat sangat mudahmemanfaatkan kelebihannya dengan cara-cara yang merugikan

persaingan. Untuk menentukan sebesar atau sekuat apa dan dengan

cara bagaimana perusahaan pascamerger dapat dianggap meng

ganggu persaingan usaha sehat, ditetapkanlah beberapa kriteria.

Agar pengawasan terhadap merger menjadi lebih mudah dan tepat

sasaran , disediakanlah fasilitas notifikasi dan otorisasi. Kata

kuncinya: merger sebaiknya tidak mengganggu, tetapi mendorongpersaingan (Ayudha D . Prayoga et al., (Ed.), 2000: 120).

Page 106: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 106/140

Bab 5

Penegakan Hukum

Persaingan Usaha

5.1. Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

5 .1.1. Dasar Pe:m1entukan Komisi Pengawas

Persaingan U saha

Lembaga yang akan menjadi penjaga untuk  tegaknya peraturan

persaingan merupakan syarat mutlak  agar peraturan persaingan

dapat lebih operasional. Pemberian kewenangan khusus kepada

suatu komisi untuk  melaksanakan suatu peraturan di bidang

persaingan merupakan hal yang lazim dilakukan oleh kebanyakan

negara. Di Amerika Serikat, Departernen Kehakiman mempunyai

divisi khusus, yaitu Antitrust Division untuk menegakkan Sherman

Act . Departemen Kehakiman bersama-sama Federal Trade Com

mission juga bertugas menegakkan Clayton Act. Sedangkan

tugas untuk menegakkan Robinson Patman Act, khususnya yang

menyangkut tindakan penggabungan, peleburan, dan pengam-

bilalihan, diserahkan kepada Federal Trade Commission. Masya

rakat Ekonomi Eropa dengan European Community Commission;]epang, Korea, dan Taiwan dengan Fair Trade Commission.

(Agus Sardjono 1998:33 dan Ayudha D. Prayoga et aI., (Ed.),

2000: 126 dan 128) . .

Demikian pula yang terjadi di Indonesia. Penegakan hukum

persaingan diserahkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha,

di samping kepolisian, kejaksaan, dan peradilan. Penegakan pe

langgaran hukum persaingan harus dilakukan terlebih dahulu

Page 107: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 107/140

98 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

dalam dan melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Setelah

itu, tugas dapat diserahkan kepada penyidik kepolisian, kemudianditeruskan ke pengadilan, jika pelaku usaha tidak bersedia men

 jalankan putusan yang telah dijatuhkan Komisi Pengawas Per

saingan Usaha.

Sebenarnya, penegakan hukum persaingan usaha dapat saja

dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Pengadilan

merupakan ternpat penyelesaian perkara yang resmi dibentuk 

negara. Namun, untuk  hukum persaingan usaha, pada tingkat

pertama penyelesaian sengketa antarpelaku usaha tidak dilakukan

oleh pengadilan. Alasan yang dapat dikemukakan adalah karena

hukum persaingan usaha membutuhkan orang-orang spesialis

yang memiliki latar belakang dan/atau mengerti betul seluk

beluk bisnis dalam rangka menjaga mekanisme pasar. Institusi

yang melakukan penegakan hukum persaingan usaha harus ber

anggotakan orang-orang yang tidak saja berlatar belakang hukum,

tetapi juga ekonomis dan bisnis. Hal ini sangat diperlukan,

mengingat masalah persaingan usaha sangat terkait erat dengan

ekonomi dan bisnis (Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.), 2000: 126).

Alasan lain mengapa diperlukan institusi yang secara khusus

menyelesaikan kasus praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat adalah agar berbagai perkara tidak  bertumpuk  dipengadilan. Institusi yang secara khusus menyelesaikan praktik 

monopoli dan persaingan tidak sehat dapat dianggap sebagai

suam alternarif penyelesaian sengketa, sepanjang pengertian al

ternatif di sini adalah di luar pengadilan . Di Indonesia, lembaga

yang demikian-yang seringkali dianggap sebagai kuasi yudika

tif sudah lama dikenal (Ayudha D. Prayoga et al. , (Ed.), 2000: 126).

Dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 dinyatakan bahwa "untuk mengawasi pelaksanaan undang

undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang

selanjutnya disebut Kornisi". Kemudian dalam Pasal 34 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan "pernbentukan

Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan

dengan Keputusan Presiden". Sebagai tindak  lanjut, lahirlahKeputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi

Page 108: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 108/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 99

Pengawas Persaingan Usaha. Dari bunyi Pasal 30 ayat (1) Undang

U ndang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, jelaslah bahwa tujuan

pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah untuk 

mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha bertindak 

sebagai lembaga kuasi yudikatif. Pembentukan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha diharapkan dapat menyelesaikan kasus pelang

garan hukum persaingan usaha dengan lebih cepat, efisien, dan

efektif, sesuai dengan asas dan tujuannya.Dapat dikemukakan alasan filosofis da n sosiologis dari pem

bentukan lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha ini. Alasan

filosofis yang dijadikan dasar pembentukannya, yaitu dalam

mengawasi pelaksanaan suatu aturan hukum diperlukan suatu

lembaga yang mendapat kewenangan dari negara (pernerintah

dan rakyat), Dengan kewenangan yang berasal dari negara,

diharapkan lembaga pengawas ini dapat menjalankan tugas dan

fungsinya dengan sebaik-baiknya, serta sedapat mungkin mampu

bertindak independen. Adapun alasan sosiologis yang dijadikan

dasar pembentukan Komlsi Pengawas Persaingan Usaha adalah

menurunnya citra pengadilan dalam memeriksa dan mengadili

suatu perkara, serta beban perkara pengadilan yang sudah

menumpuk. Alasan lain , dunia usaha membutuhkan penyelesaianyang cepat dan proses pemeriksaan yang bersifat rahasia. Oleh

karena itu, diperlukan suatu lembaga khusus yang terdiri atas

orang-orang yang ahli dalam bidang ekonomi dan hukum;

dengan demikian penyelesaian yang cepat dapat terwujud (Ayudha

D. Prayoga et al., (Ed.), 2000: 128).

5.1.2. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas

Persaingan U saha

Sudah sewajarnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha bersifat

independen, terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah

serta pihak  lam daIa J."{l mengawasl pelaku usana; aalam fia r ini

; ;emastikan pelaku usaha menjalankan kegiatannya dengan tidak melakukan praktik  ;;onopoli dan/atau persaingan usaha tidak 

Page 109: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 109/140

100 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

sehat. Status Komisi Pengawas Persaingan Usaha ini telah diatur

Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yangkemudian diulang pada Pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden

Nomor 75 Tahun 1999. Dalam Pasal 30 ayat (2) dinyatakan

"Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari

pengaruh dan kekuasaan serta pihak lain". Dalam melaksanakan

tugasnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha bertanggung jawab

kepada Presiden sebagai Kepala Negara, berhubung Komisi

Pengawas Persaingan Usaha juga melaksanakan sebagian tugas

tugas pemerintah negara dalam melaksanakan undang-undang.

Dalam sistern Undang-Undang Dasar 1945, Presiden merupakan

penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Presiden memegang kekuasaan peme

rintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945 . Atas dasar itulah

dalam melaksanakan tugasnya Komisi Pengawas Persaingan Usahabertanggung jawab kepada Presiden. Dinyatakan dalam Pasal 30

ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bahwa "Komisi

bertanggung jawab kepada Presiden".

Praktik di negara-negara lain yang lebih dalu mempunyai

undang-undang persaingan usaha juga memperlihatkan bahwa

Komisinya bertanggung jawab kepada kepala pemerintahan

(Presiden atau Perdana Menteri). Di Amerika Serikat, misalnya,

dalam Federal Trade Commission Act Section 1 dinyatakan

bahwa "... . Any Commissioners may be removed  by the President  for 

inefficiency , neglect ofduty , or malfeasance in office". Hal ini juga dapat

dilihat pada Section 27 (2) dari Anti-Monopoly Act ]epang, yang

rnenyatakan bahwa " The Fair Trade Commission shall be administra-

tively attached to the Prime Minister". Begitu juga di India, di mana

Monopolies and Restrictive Trade Commission-nya dibentuk oleh

Pemerintah (Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.), 2000: 129).

Keberhasilan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 sesungguhnya tidak terlalu ditentukan oleh independensi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam melaksanakan tugas,

tetapi banyak ditentukan oleh keanggotaannya. Oleh karena itu,

Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus rnempunyai atau terdiridari anggora-anggora yang terpilih dan terpercaya (credible), serta

Page 110: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 110/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 10 1

memiliki inregriras dan komitmen moral yang tinggi, dengan

dibantu oleh tenaga-tenaga yang profesional dalam bidangnya

(Bandingkan Muchtar, 1999:23).

Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha minimum

berjumlah 9 (sembilan) orang, termasuk  Ketua dan Wakil Ketua

yang merangkap sebagai anggota. Dalam Pasal 31 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa "Ko

misi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang

Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7(tujuh) orang anggota", Dari kata-kata "sekurang-kurangnya",

diartikan jumlah anggotanya boleh lebih dari 7 (tujuh) orang.

Atau sebaliknya, paling sedikit beranggotakan 7 (rujuh) orang;

dengan ditambahi Kerua dan Wakil Ketua, keanggotaan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha minimal atau paling sedikit berjumlah

9 (sembilan) orang. Ada yang mengatakan bahwa jumlah ini

cukup banyak.

]ika dibandingkan dengan jumlah Komisi pada Federal Trade

Commission di Amerika Serikat dan Fair Trade Commission di

]epang yang hanya berjumlah 5 (lima) orang, jumlah tersebut

cukup banyak. Namun, hal ini tidak berarti bahwa jumlah ini

tidak wajar atau kebanyakan. Mungkin pembuat undang-undang

mempunyai pertimbangan tersendiri dengan melihat kondisiyang ada di Indonesia (Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.), 2000: 130).

. Walaupun bertanggung jawab kepada Presiden, pengisian ke

anggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tidak semata-mata

di tang an Presiden, melainkan juga melibatkan Dewan Perwakilan

Rakyat . Pasal 31 ayat (2), ayat (3) , dan ayat (4) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha

dilakukan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat,

dengan masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali

untuk  1 (satu) kali masa jabaran berikutnya. Apabila karena ber

akhirnya masa jabaran tersebut akan terjadi kekosongan dalam

keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, masa jabatan

anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.Perpanjangan masakeanggotaan Komisi Pengawas Persaingan

Page 111: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 111/140

102 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Usaha untuk menghindari kekosongan keanggotaan tersebut tidak 

boleh lebih dari 1 (satu) tahun.Dengan adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat

ini, diharapkan anggota Komisi Pengawas Persaingan U saha

adalah ofang-orang yang mempunyai integritas kepribadian da n

keilmuan yang tinggi dan benar-benar dapat menjalankan tugas

nya demi kepentingan rakyat secara keselumhan, dengan menjaga

independensinya. Persetujuan dari rakyat sangatlah penting sebab

dapat menaikkan kredibilitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha

itu sendiri. Hal ini juga dilakukan oleh negara-negara besar,

sepertiAmerika Serikat dan Jepang (Ayudha D. Prayoga et al.,

(Ed .), 2000: 130).

Dalam mengusulkan dan memberikan persetujuan terhadap

anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pemerintah maupun

Dewan Perwakilan Rakyat sudah seyogianya memperhatikan

persyaratan keanggotaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 32

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Untuk  menjadi anggota

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, seseorang hams memenuhi

persyaratan sebagai berikut.

a. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya

30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh)tahun pada saat pengangkatan;

b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. beriman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa;

d . jujur, adil , dan berkelakuan baik;

e. berrernpat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;

f. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai penge

tahuan dan keahlian di bidang hukum dan/atau ekonomi;g. tidak  pernah dipidana, baik karena melakukan kejaharan

berat atau karena melakukan pelanggaran kesusilaan;

h . tidak  pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan;

1. tidak  terafiliasi dengan suatu badan usaha sejak yang ber

sangkutan menjadi anggota Komisi Pengawas Persaingan

Usaha. Yang bersangkutan tidak  menjadi

1. anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi

suatu perusahaan;

Page 112: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 112/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 103

2. anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi;

3. anggota yang memberikan layanan jasa kepada suatu

perusahaan, seperti konsultan, akuntan publik, dan penilai;

4. pemilik saham mayoritas suatu perusahaan .

Menurut Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha berhenti, karena

a. meninggal dunia; atau

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; atau

c. berternpat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;

atau

d. sakit jasmani atau rohani terus-rnenerus, yang dinyatakan

dengan surat keterangan dokter yang berwenang; atau

e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan komisi; atau

f. diberhentikan, antara lain dikarenakan tidak  lagi memenuhi

persyaratan keanggotaan komisi sebagaimana dimaksud Pasal

32.

Pada umumnya Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pengawas

Persaingan Usaha sudah pasti akan dipilih dari dan oleh anggota

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Penjelasan Pasal 31 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahu n 1999 menyatakan bahwa

"Ketua dan Wakil Ketua Komisi dipilih dari dan oleh Anggota

Kornisi" . Selanjutnya, ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 14

ayat (3) Kepurusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 yang me

nyatakan bahwa "Ketua dan Wakil Ketua Komisi dipilih dari dan

oleh anggota Komisi" .

5.1.3. Susunan Organisasi dan Pembiayaan KOlnisi

P e n g ~ w a s Persaingan U saha

Pengatura n susunan organisasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha

dikemukakan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun,

yang rnenyatakan bahwa "Pembemukan Komisi serta susunan,

organisasi, tugas, dan funrstlUll ~ u A i N J . ~ L f ( t p l a t W K . U M.

UNIVERSITAS GADJAH MADAY06YAKARTA

Page 113: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 113/140

104 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Presiden", Keputusan Presiden yang dimaksud telah ditetapkan

dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 yang mengatur

pembentukan, susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi

Pengawas Persaingan Usaha.

Susunan organisasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha terdiri

atas anggota Komisi dan Sekretariat. Anggota Komisi Pengawas

Persaingan Usaha wajib melaksanakan tugas dengan berdasar

pada asas keadilan dan perlakuan, serta wajib mematuhi tata

tertib yang telah disusun oleh Komisi Pengawas PersainganUsaha. Untuk  kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi Pengawas

Persaingan Usaha dibantu oleh sekretariat, yang susunan organi

sasi, tugas, 0 dan fungsinya diatur lebih lanjut dengan keputusan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat membentuk  ke

lompok kerja sesuai dengan kebutuhan apabila diperlukan.

Kelompok kerja ini beranggotakan orang-orang yang berpeng

alaman dan ahli dalam bidang masing-masing, yang diperlukan

dalam menangani perkara tertentu, dan dalam waktu tertentu.

Ketentuan mengenai keanggotaan, fungsi, dan tugas kelompok 

kerja tersebut diatur lebih lanjut oleh Komisi Pengawas Per

saingan Usaha.

Walaupun Komisi Pengawas Persaingan Usaha berkedudukandi ibu kota negara Republik Indonesia, bila diperlukan, Komisi

Pengawas Persaingan Usaha dapat membuka kantor perwakilan

di ibu kota propinsi. Persyaratan dan rata kerja kantor perwakilan

sebagaimana dimaksud akan diatur lebih lanjut oleh Komisi

Pengawas Persaingan Usaha .

Sebagai perbandingan, susunan organisasi Komisi Perdagangan

Sehat Jepang terdiri atas Komisi, Sekretariat Jenderal, Hearing

 Examiners, Sekretariat Biro Hubungan Ekonomi, Biro Persaingan

Usaha, dan Biro Penyelidikan. Sementara Komisi Korea terdiri

atas Biro Kebijaksanaan Perdagangan Sehat, Biro Peraturan Mo

nopoli, Biro Persaingan Usaha, Biro Penyelidikan, dan Biro

Perlindungan Konsurnen. Dalam menjalankan tugas biro Komisi

Korea dan Amerika Serikat dibantu Penasihat Umum (AyudhaD. Prayoga et al.,o(Ed), 2000: 132). " .

Page 114: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 114/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 105

Pada dasarnya negara bertanggung jawab terhadap operasional

pelaksanaan tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan

memberikan dukungan dana melalui Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara. Selain itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha

dapat memperoleh dana dari sumber-sumber lain yang tidak 

bertemangan dengan peraturan perundang-undangan yang ber

laku, yang bersifat tidak mengikat, serta tidak akan mempengaruhi

kemandirian Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam melak

sanakan tugasnya; mengingat ruang lingkup dan cakupan tugasKomisi Pengawas Persaingan Usaha demikian luas dan sangat

beragam. U ntuk  itu, staf  yang akan mernbanru Sekrerariat

Komisi Pengawas Persaingan Usaha sudah seharusnya disesuaikan

dengan anggaran yang disediakan oleh negara tanpa mengurangi

kinerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menjalankan

tugasnya mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 dinyatakan bahwa "segala biaya untuk  pelaksanaan tugas

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dibebankan kepada Anggaran

Pendaparan dan Belanja Negara dan/atau sumber-sumber lain

yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku".

5.1.4. Tugas Kornisi Pengawas Persaingan Usaha

Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara

rinci dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

yang kemudian diulangi dalam Pasal 4 Keputusan Presiden

Nomor 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

ditugaskan melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik  monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat, seperti perjanjian-perjanjian oligopoli, penerapan

harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni,

integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan

pihak luar negeri; melakukan penilaian terhadap kegiataan usaha

dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkanterjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak 

Page 115: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 115/140

106 HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

sehat, seperti kegiatan-kegiaran monopoli, monopsoni, penguasaan

pasar, dan persekongkolan; dan melakukan penilaian terhadapada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat

rnengakibatkan terjadinya praktik  monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak  sehat, yang disebabkan penguasaan pasar yang

berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham dan penggabungan,

peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham. Dengan

demikian, pada prinsipnya fungsi dan tugas utama Komisi Peng

awas Persaingan Usaha adalah melakukan kegiatan penilaian

terhadap perjanjian, kegiaran usaha, dan penyalahgunaan posisi

dominan yang dilakukan pelaku usaha atau sekelompok pelaku

usaha. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999, di mana pelaku usaha atau sekelompok 

pelaku usaha telah membuat perjanjian yang dilarang atau mela

kukan kegiatan yang terlarang atau menyalahgunakan posisidominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang rnenja

tuhkan sanksi berupa tindakan administratif  dengan mernerin

tahkan pembatalan atau penghentian perjanjian-perjanjian dan

kegiatan-kegiatan usaha yang dilarang, serta penyalahgunaan

posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha atau sekelompok 

pelaku usaha tersebut.

Tugas lain dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang tidak 

kalah penting adalah memberikan saran dan pertimbangan ter

hadap kebijakan Pernerintah yang berkaitan dengan praktik 

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak  sehat dan menyusun

pedoman dan/atau publikasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan

praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Terakhir,

Komisi Pengawas Persaingan Usaha bertugas memberikan laporan

secara berkala atas hasil kerjanya kepada Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Nantinya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha sangat diha

rapkan bisa benar-benar bertindak proaktif untuk mempengaruhi

kebijakan Pemerintah dalam pernbuatan peraturan yang berkaitan

dengan praktik  monopoli dan/atau persaingan usaha tidak  sehat.Seandainya pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Nomor

Page 116: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 116/140

PE NEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 107

5 Tahun 1999 tidak memadai untuk  menunjang tugas dan

wewenangnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat meng

ajukan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah untuk  me

ngeluarkan peraturan yang mendukung tugas dan wewenangnya.

Demikian pula Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga hams

membuat pedoman (guideline) atau aturan main yang jelas, baik 

bagi diri sendiri maupun bagi pelaku usaha, misalnya bagaimana

prosedur dan proses beracara di Komisi Pengawas Persaingan

Usaha dan apakah ketentuan-kerentuan yang diatur dalamUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 cukup memadai. Jika

tidak memadai, Komisi Pengawas Persaingan Usaha hams mern

buat sendiri pedoman beracara tersebut (Ayudha D. Prayoga et

al., (Ed.), 2000 :134) .

Sebagai bahan perbandingan, Komisi Masyarakat Ekonomi

Eropa juga dapat mengusulkan kepada De wan Menteri untuk 

. mengeluarkan peraturan yang memberikan kewenangan-kewe

nangan tertentu kepada Komisi . Hal ini dilakukan Komisi karena

melihat kewenangan yang diberikan atau diperoleh dari Article

85 dan 86 Perjanjian Roma kurang memadai bagi Komisi untuk 

melaksanakan Hukum Persaingan Masyarakat Ekonomi Eropa.

Selanjutnya, Federal Trade Commission juga mengeluarkan Trade

Regulation Rules, yang menetapkan cakupan Section Federal

Trade Commission Act untuk  praktik-praktik industri tertentu.

Bersarna-sama dengan Justice Department, Federal Trade Com

mission mengeluarkan the Justice Departrnent/Ff'C 1992 Hori

zontal Merger Guidelines (Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.),

2000:134).

Bila bunyi Pasal 35 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 kita baca secara cermat, terkandung makna Komisi PengawasPersaingan Usaha berwenang untuk  mengisi kekosongan hukum

dalam rangka pelaksanaan yang berkaitan dengan hukum per

saingan usaha. Hal ini berarti pedoman maupun peraturan yang

akan dibuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha tidak hanya

berlaku secara internal saja, tetapi juga berlaku secara eksternal,

yakni baik terhadap Komisi Pengawas Persaingan Usaha maupun

pelaku usaha serta instansi lainnya yang terkait dengan pelaksa-

Page 117: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 117/140

108 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

naan hukum persaingan usaha di Indonesia. Penjelasan Pasal 35

ini tidak cukup memberi keterangan.Integritas dan independensi dari Komisi Pengawas Persaingan

Usaha sangat menentukan untuk mengisi kekosongan-kekosongan

peraturan maupun pedoman dalam persaingan usaha. Diharapkan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat mengantisipasi semak

simal mungkin intervensi politik atau pengaruh dari pihak-pihak 

lain (Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.), 2000: 134).

5.1.5.wewenang KOlnisi Pengawas PersainganUsaha

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Komisi Pengawas

Persaingan Usaha memiliki sejumlah kewenangan, sebagaimana

dikemukakan secara rinci dalam Pasal 36 dan Pasal 47 Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999. Komisi Pengawas PersainganUsaha tidak hanya berwenang menerima laporan dari masyarakat

dan /atau pelaku usaha tencang dugaan terjadinya praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha tidak sehat, tetapi proaktif berwenang

melakukan penelitian, melakukan penyelidikan dan/atau peme

riksaan, menyimpulkan hasilnya, memanggil pelaku usaha, me

manggil dan menghadirkan saksi-saksi, meminta bantuan penyi

dik , merninta keterangan dari insransi pemerintah, mendapatkandan meneliti serta menilai dokumen dan alar bukti lain, memu

tuskan dan menetapkan, serta menjatuhkan sanksi tindakan

administratif.

Kewenangan yang diberikan kepada Komisi Pengawas Per

saingan Usaha oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

eukup luas dan terinci dan tidak jauh berbeda dengan kewenang

an-kewenangan yang dimiliki oleh Komisi di negara lain . Namun

demikian, ada kewenangan yang dimiliki oleh Komisi negara lain

tetapi tidak dimiliki oleh Komisi Indonesia, yaitu kewenangan

untuk  mengajukan suatu perkara yang berkait3:n dengan praktik 

monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat ke pengadilan.

Kewenangan seperti ini dimiliki oleh Federal Trade Commission,

di mana Federal Trade Commission dapat memasukkan gugatanperdata pada pengadilan distrik atau federal untuk  rnernperta-

Page 118: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 118/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 109

hank an prosedur atau putusan administrasi yang telah ditempuh

nya dalam menangani suam perkara persaingan usaha. Ha! yang

sama juga dimiliki oleh Komisi ]epang, yang mempunyai hak 

untuk  mengajukan gugatan ke pengadilan dalam hal yang ber

hubungan dengan holding company, filing of merger  , dan waiting

 period of merger  (Ayudha D. Prayoga et aI., (Ed.) , 2000: 135).

Sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999, secara lengkap kewenangan yang dimiliki Komisi Pengawas

Persaingan Usaha meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

a. menerima laporan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha

tenrang dugaan terjadinya praktik  monopoli dan/atau per

saingan usaha tidak  sehat;

b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha

dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktik  monopoli dan/atau persaingan usaha ridak sehat; .

c. melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhada p kasus

dugaan praktik  monopoli dan/atau persaingan usaha tidak 

sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku

usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari

penelitiannya;

d . menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan ten

tang ada atau tidak  adanya praktik  monopoli dan/atau per

saingan usaha tidak  sehat;

e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pe

langgaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

f. memanggil dan menghadirkan saksi , saksi ahli, dan setiap

orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ke

tentuan undang-undang ini;

g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,

saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud

humf  e .dan f pasal ini, yang tidak  bersedia memenuhi

panggilan Komisi;

h . meminta keterangan dari instansi pernerintah dalam kaitannya

dengan penyelidikandan/atau

pemeriksaan terhadap pelaku

usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

Page 119: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 119/140

110 HUKUM PERSAINGAN USAHA 01 INDONESIA

1. mendaparkan, meneliti dan/arau menilai surat, dokumen,

atau alar bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;J. memutuskan dan menerapkan ada atau tidak adanya kerugian

di pihak pelaku usaha lain atau masyarakar;

k. mernberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang

diduga melakukan praktik monopoli dan/arau persaingan

usaha tidak sehat;

1. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada

pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Dari rugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

tersebut, dapat diketahui bahwa Komisi Pengawas Persaingan

Usaha diberi wewenang khusus untuk  menjaruhkan sanksi berupa

rindakan administratif saja, terrnasuk menjatuhkan ganti kerugian

dan denda; ia tidak mempunyai hak menjaruhkan sanksi dendapengganri, apalagi sanksi pidana pokok  dan tarnbahan, yang

merupakan wewenang badan peradilan. Komisi Pengawas Per

saingan Usaha juga tidak bertindak sebagai penyidik (khusus)

yang dimungkinkan oleh Kirab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana, padahal keanggoraan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

terdiri dari orang-orang yang memiliki integriras kepribadian

dan keilmuan yang ringgi (Rachmadi Usman, 2001:4-5)

5.2. Tata CaraPenang'anan Perkara PenegakanHukwnPersaingan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 lebih lanjut mengatur

rata cara penanganan perkara penegakan hukum persainganusaha pada Pasal 38 sampai dengan Pasal 46. Dalam menangani

perkara penegakan hukum persaingan usaha, Komisi Pengawas

Persaingan Usaha dapat melakukannya secara proaktif atau dapat

menerima pengaduan atau laporan dari masyarakar. Pasal 40

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyarakan bahwa

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukan pemeriksaan

terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini-walaupun tidak ada'

Page 120: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 120/140

PENEGAKAN H UKUM PERSAINGAN USAHA 111

laporan-yang pemeriksaannya dilaksanakan sesuai rata car a

sebagaimana diatur dalam Pasal 39. Sebelumnya, dalam Pasal 38

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa setiaporang yang rnengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga

telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 ini dapat rnelaporkannya secara tertulis kepada

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang

 jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan

idenriras pelapor. Demikian pula pihak  yang dirugikan sebagai

akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 ini dapat melaporkan secara terrulis kepada

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang

lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta

kerugian yang ditimbulkan, dengan rnenyertakan identitas pelapor.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan penyelidikan,

pemeriksaan , dan/atau penelitian terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha bisa berasal dari laporan

atau pengaduan pihak-pihak yang dirugikan atau pelaku usaha;

bahkan dari masyarakat atau setiap orang yang rnengetahui

bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini bisa disampaikan

kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau berasal dari

prakarsa Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Sebagai jaminan atas diri pelapor, Pasal 38 ayat (2) Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 mewajibkan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha untuk merahasiakan identitas pelapor, terutama

pelapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan (bandingkan

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999:58).

Pemeriksaan PendahuJuan i: Lanjutan

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ' mewajibkan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk  melakukan pemeriksaan

 pendahuluan berdasarkan laporan masyarakat, pihak  yang

dirugikan, atau pelaku usaha . Berdasarkan pemeriksaan penda

huluan ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam waktu

Page 121: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 121/140

112 HUKUM PERSAINGAN USAH A DJ INDONESIA

(selambat-lambatnya) 30 (tiga puluh) hari setelah menerima

laporan tersebut, akan menetapkan perlu-tidaknya dilakukan

 pemeriksaan lanjutan. Apabila menurut pertimbangan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan,

dengan sendirinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha akan

melakukan pemeriksaan lanjutan. Dalam melakukan pemerik

saan Ianjutan tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha wajib

melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.

Selain melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yangdilaporkan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat juga men

dengar keterangan saksi, saksi ahli, dan/atau pihak lain bila

dipandang perlu. Informasi atau keterangan yang diperoleh dari

pelaku usaha yang dilaporkan yang dikategorikan sebagai rahasia

perusahaan wajib dijaga kerahasiaannya oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan di

atas, anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha wajib rneleng

kapi diri dengan surat tugas.

Menurut Pasal 4 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

selama penyelidikan atau pemeriksaan lanjutan berlangsung,

pelaku usaha dan/atau pihak lain yang diperiksa mempunyai

kewajiban menyerahkan alat bukti yang diperlukan dan dilarang

menolak untuk diperiksa, dilarang menolak memberikan informasiyang diperlukan, dan dilarang menghambat proses penyelidikan

dan/atau pemeriksaan yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan

Usaha. Oleh karena itu, bila pelaku usaha menolak diperiksa

atau memberi informasi yang diperlukan oleh Komisi, ia akan

diserahkan kepada penyidik untuk disidik sesuai ketentuan yang

berlaku.

Kalau kasusnya sudah sampai pada penyidik, yang menangani

tidak lagi hanya pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha,

terapi juga pihak kepolisian. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik  untuk  disidik.

Tidak hanya perbuatan atau tindak pidana (menolak diperiksa,

menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyeli

dikan dan/atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan) saja yang disidik; pokok perkara

Page 122: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 122/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAH A 113

yang sedang diselidiki atau diperiksa oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha pu n mendapat perlakuan sama (Ayudha D.

Prayoga et al., (Ed.), 2000:146-147).

jangkawakiu Femeriksaan  Lanjutan

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menguraikan

tentang jangka waktu pemeriksaan lanjuran oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan KomisiPengawas Persaingan Usaha tersebut wajib diselesaikan dalam

 jangka waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak 

dilakukan pemeriksaan lanjutan. Selama jangka waktu tersebut,

Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah selesai melakukan

pemeriksaan dan penilaian terhadap alar-alar bukti, yang bisa

berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan/atau dokumen,

petunjuk, dan keterangan pelaku usaha. Namun-jika diperlukan

atau jika Komisi Pengawas Persaingan Usaha belum selesai

melakukan pemeriksaan alar-alar bukti-jangka waktu pernerik

saan Ianjutan tersebut dapat diperpanjang, paling lama 30 (riga

puluh) hari. Dalam kurun waktu tersebut pemeriksaan lanjutan

hams diselesaikan. Setelah selesai melakukan pemeriksaan lanjut

an baik dengan atau tanpa perpanjangan jangka waktu pemerik

saan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak 

pemeriksaan lanjutan tersebut selesai, Komisi Pengawas Persaingan

Usaha wajib memutuskan apakah telah terjadi atau tidak terjadi

pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha.

Dalam melakukan penegakan hukum, jika terjadi pelanggaran

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi Pengawas Per

saingan Usaha hams melakukannya melalui proses, tahapan, dandengan jangka waktu yang telah direntukan dalam U ndang

Undang Nomor 5 Tahun 1999. ]angka waktu yang dianggap

cukup singkat ini tentu saja tidak akan memudahkan tugas

Komisi Pengawas Persaingan Usaha apabila para anggotanya

bukan orang yang profesional di bidang mereka masing-masing.

Meskipun didukung oleh anggota yang profesional, karena hingga

saat ini belum berpengalaman dalam melaksanakan perundang-

Page 123: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 123/140

114 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

undangan di bidang antimonopoli, rasanya penegakan hukum

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini masih akan sulitdilaksanakan. Apalagi etos dan budaya supremasi hukum di

republik ini masih sekadar "rnimpi". Di sisi lain, godaan akan

selalu muncul dari pihak yang diduga melanggar karena para

pelanggar merupakan pelaku usaha yang mempunyai kemampuan

ekonomi (dan juga politik) kuat di dalam masyarakat. Tentu

mereka akan merasa tidak senang apabila posisi kekuatan ekonomi

mereka diganggu (Insan Budi Maulana, 2000 :49-50).

Putusan Komisi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak  mengatur secara

rinci bagaimana proses pengambilan putusan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha. Hanya saja dalam penjelasan Pasal 43 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa peng

ambilan keputusan Komisi dilakukan dalam suatu sidang Majelis

yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota

Komisi. Senada dengan ini, Pasal 7 Keputusan Presiden Nomor

75 Tahun 1999 menyatakan bahwa untuk  menyelesaikan suatu

perkara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha bisa melakukan

sidang majelis, yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga)orang anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha, di mana

keputusannya ditandatangani oleh seluruh anggota majelis. De

ngan demikian penyelesaian atau pemeriksaan perkara penegakan

hukum persaingan harus dilakukan dalam sidang yang berbentuk 

majelis, majelisnya beranggotakan minimal 3 (tiga) orang.

Pengambilan putusa n melalui sidang majelis merupakan hal

yang biasa dan juga dilakukan oleh Komisi-komisi qegara lain,

seperti Amerika Serikat dan Jepang (Ayudha D. Prayoga et al.,

(Ed.), 2000: 136).

Konsep pengaturan seperti di atas sangat dipengaruhi oleh

pengaturan pengambilan keputusan sidang majelis pada peradilan

umum, di mana suatu putusan dikatakan sebagai putusan majelis

hakim, walaupun mungkin ada anggota majelis yang tidak setuju terhadap putusan tersebut. Seyogianya berkas putusan

Page 124: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 124/140

PENEGAKAN H UKUM PERSAINGAN USAHA 115

tersebut hams memuat seluruh pendapat anggota majelis hakim,

yang mana yang setuju, yang mana yang tidak setuju beserta

alasannya, sehingga masyarakat dapat menilai kredibilitas darihakim yang memeriksa perkara tersebut. Oleh karena itu, proses

pengambilan putusan dalam Komisi Pengawas Persaingan Usaha

sebaiknya dilakukan dengan suara terbanyak, sehingga diketahui

anggota mana yang setuju, mana yang tidak setuju, serta apa

alasannya. Pendapat dari masing-masing anggota yang tidak 

seruju tersebut hams juga dimasukkan ke dalam dokurnen putusan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dengan demikian kredibilitas

dari masin g-masing anggota dapat diketahui dari setiap purusan

yang dijatuhkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Ayudha D.

Prayoga et al., (Ed.), 2000 :136-137).

Perhatikan penegasan yang terdapat dalam Pasal 6 Keputusan

Presiden Nomor 75 Tahun 1999, yaitu dalam menangani perkara,

anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha hams bebas daripengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain . Anggota

Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang menangani perkara

tersebut pun dilarang mempunyai hubungan sedarah atau semenda

sampai derajar ketiga dengan salah satu pihak yang berperkara

atau mempunyai kepentingan dengan perkara yang bersangkutan.

Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang memenuhi

ketentuan di atas, wajib menolak  untuk menangani perkara yang

bersangkutan. Tuntutan penolakan bisa pula datang dari pihak 

yang berperkara dengan melampirkan bukti-bukti tertulis apabila

anggota Komisi Pengawas Persaingan usaha yang bersangkutan

terbukti memenuhi ke tentuan di atas.

Sama halnya dengan purusan pengadilan, putusan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha mengenai hasil pemeriksaannya hamsdibacakan dalam suaru sidang yang dinyatakan terbuka untuk 

umurn dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha, yairu

dengan menyampaikan petikan putusan Komisi Pengawas Per

saingan Usaha kepada pelaku usaha.

Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

dinyatakan bahwa putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

yang telah diterima, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari

Page 125: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 125/140

116 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

sejak diterima pemberitahuan petikan putusan oleh pelaku usaha,

wajib dilaksanakan dan dilaporkan pelaksanaannya kepada Komisi

Pengawas Persaingan Usaha. Namun, apabila kewajiban melak

sanakan putusan Komisi Pengawas Persaingan U saha tidak 

dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha

akan menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik  untuk 

menyidik sesuai dengan ketentuan pemndang-undangan yang

berlaku. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tersebut

dapat dijadikan sebagai bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

Jika penyidik yang dimaksud dalam Pasal44 ayat (4) Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah penyidik kepolisian/jaksa/ 

penyidik PNS, kredibilitas ketiga penyidik (khususnya kepolisian

dan jaksa) itu patut dipertanyakan, sebab perkara-perkara ini

memerlukan penguasaan bidang hukum dan ekonomi yang tinggi.

Unruk apa kita mernbentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha

dan stafnya-yang tidak lain adalah pakar yang mempunyai

integritas kepribadian dan keilmuan yang memadai-jika kemu

dian putusan mereka yang telah melalui proses rumit hams

disidik ulang oleh penyidik kepolisian atau kejaksaan. Kalaupun

yang dimaksud adalah penyidik PNS, kira hams tetap memper

tanyakan kredibilitasnya, sebab ketentuan pasal ini mengandungketidakjelasan atau ambiguitas. Dalam hal ini, sudah sewajarnyalah

Komisi Pengawas Persaingan Usaha diberi kewenangan untuk 

mempertahankan putusannya dengan mengajukannya ke peng

adilan jika putusan tersebut sangat berkaitan erat dengan kepen

tingan publik (public interest). Biarkanlah pengadilan yang menguji

putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tersebut (Ayudha D.

Prayoga et al., (Ed.), 2000: 135-136).

Dari berbagai perbandingan dengan Komisi Pengawas Per

saingan Usaha di negara-negara lain, pada prinsipnya putusan

Komisi akan diterima dan dilaksanakan jika ada kepercayaan

yang penuh dari masyarakat pelapor atau pelaku usaha. Selain

itu Komisi hams benar-benar independen serta memiliki keahlian

dalam tugas dan wewenangnya. Namun demikian, hampir semuanegara yang diperbandingkan menyebutkan putusan Komisi

Page 126: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 126/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 117

dapat dimintakan banding ke pengadilan (Ayudha D . Prayoga et

al., (Ed.), 2000: 150).

Pengajuan Kebemtan a/eh R/aku Usaha

Pelaku usaha mempunyai hak  untuk mengajukan upaya hukum

berupa "keberatan" atas putusan Komisi Pengawas Persaingan

Usaha kepada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu paling

lambat 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuanputusan. Akan terapi, apabila dalam tenggang waktu yang

ditentukan tersebut pelaku usaha tidak mengajukan keberatan,

menurut Pasal44 ayat (3) dan Pasal46 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999, pelaku usaha tersebut dianggap menerima putusan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, sehingga putusan tersebut

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap . Agar mempunyai

kekuaran eksekutorial, putusan yang telah mernpunyai kekuatanhukum tetap tersebut hams dimintakan penetapan eksekusi

kepada Pengadilan Negeri. Dengan diterirnanya putusan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha oleh pelaku usaha, dengan sendirinya

pelaku usaha wajib melaksanakan putusan yang diterimanya dari

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan melaporkan pelaksana

annya kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam tenggang

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak menerima pemberitahuan petikan

putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha .

Selanjutnya, menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999, terhadap keberaran yang diajukan kepada Pengadilan

Negeri, Pengadilan Negeri hams memeriksa keberatan pelaku

usaha tersebur dalam jangka waktu 14 (ernpat belas) hari sejak 

diterimanya keberatan tersebut oleh Pengadilan Negeri. PutusanPengadilan Negeri mengenai keberatan pelaku usaha tadi hams

diberikan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pemeriksaan

keberatan tersebut dimulai.

Dalam tenggang waktu yang ditentukan, kita menghadapi

tanrangan, yaitu sekarang Pengadilan Negeri dituntut bekerja

lebih profesional; dengan hakim-hakim yang memiliki keahlian

serta sumber daya manusia yang menguasai hukum persaingan

Page 127: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 127/140

118 HUKUM PERSAlNGAN USAHA DJ INDONESIA

usaha, kepastian hukum-baik dari segi kualitas putusan maupun

dari aspek kepastian waktu dalam beracara--dapat tercapai.Penegakan hukum tidak bisa dilaksanakan hanya dengan mem

bentuk  undang-undang baru saja. Selain itu, ia juga hams

didukung sumber daya manusia yang berkualitas dan memahami

hukum. Sumber daya manusia tersebut juga hams profesional

dalam tugas dan wewenangnya. Oleh karena itu, untuk  mening

katkan sumber daya manusia (khususnya hakim) di Pengadilan

Negeri yang nantinya akan menangani perkara-perkara persainganusaha seyogianya Pemerintah mengadakan pendidikan dan pela

tihan hakim dan personalia pengadilan lainnya . Selain itu, alangkah

baiknya bila para hakim memanfaatkan program pendidikan

peradilan lanjutan, baik di dalam maupun di luar negeri. Apabila

pengadilan memiliki sumber daya manusia (dalam hal ini: hakim

hakim) yang ahli dan memahami hukum persaingan dengan

baik, serta didukung faktor-faktor teknis lainnya di pengadilan

yang dapat mendukung proses beracara, kiranya tenggang waktu

30 (tiga puluh) hari sudah cukup memadai untuk  mengambil

keputusan (Ayudha D. Prayoga et al., (Ed.), 2000: 151).

Selain "menguji" putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,

Pengadilan Negeri juga berwenang untuk memeriksa dan meng

adili perkara-perkara penegakan hukurn persaingan usaha yangtelah diserahkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha kepada

penyidik kepolisian atau kejaksanaan. Selanjutnya, Pengadilan

Negeri dapat menjatuhkan pidana pokok sekaligus pidana tarn

bahan kepada pelaku usaha yang terbukri melanggar Undang

Un-dang Nomor 5 Tahun 1999.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 masih memberikan

kesernpatan kepada pelaku usaha untuk mencari keadilan dengan

melakukan upaya hukum terakhir yang dapat diajukan kepada

Mahkamah Agung. Apabila pelaku usaha tidak menerima atau

menolak putusan Pengadilan Negeri, dalam tenggang waktu 14

(empat belas) hari pihaknya dapat mengajukan kasasi kepada

Mahkamah Agung. Setelah itu, Mahkamah Agung hams mem

berikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi terse but diterima.

Page 128: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 128/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAlNGAN USAHA 119

Ketentuan tenggang waktu yang diberikan kepada Mahkamah

Agung tersebut patut dipertanyakan; : apakah waktu terse but

dapat dipenuhinya? Apalagi ada begitu ban yak perkara yang

masuk serta tunggakan yang hams diselesaikan Mahkamah Agung

(Ayudha D. Prayoga et aI., (Ed.), 2000: 143).

Dengan demikian, penanganan perkara penegakan hukum

persaingan usaha hams diselesaikan terlebih dahulu melalui dan

di tingkat Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sanksi yang

diberikannya pun juga terbatas pada penjatuhan sanksi adminis

tratif  belaka oleh Komisi Pengawas Persaingan usaha. Apabila

sampai ke pengadilan, sudah tentu sanksi yang akan dikenakan

 jauh lebih berat dibandingkan sanksi administratif yang dijatuhkan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sebenarnya pembentuk  un-

. dang-undang berkeinginan mendayagunakan sanksi administratif 

dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia ranpa

mengabaikan kewenangan yang dimiliki pengadilan untuk rnengadili pelanggaran terhadap suatu undang-undang.

5.3. Sanksi Penegakan HukmnPersainganUsaha

Dari Pasal 47 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999, terdapat 3 (tiga) macam sanksi yang dapat

dijatuhkan kepada pelaku usaha yang melanggar hukum per

saingan usaha. Ketiga macam sanksi tersebut rneliputi tindakan

administratif yang dijatuhkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,

sanksi pidana pokok, dan pidana tambahan yang dijatuhkan

pengadilan.

Sanksi pidana juga tercantum dalam Undang-Undang Anti

mopoli Jepang yang diatur dalam Pasal 89 dan Pasal 90, diantaranya terhadap tindakan-tindakan private monopolization ,

unreasonable restraint of trade (cartel) , dan kegiaran trade association

yang pada intinya mengekang persaingan, termasuk perjanjian

internasional ilegaI. Sedangkan sanksi pidana tidak dikenakan

terhadap unfair  business practices karena tindakan tersebut tidak 

dianggap sebagai pelanggaran serius dibandingkan dengan tin

dakan tersebut di atas (Insan Budi Maulana, 2000:55).

Page 129: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 129/140

120 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Pasa147 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang untuk 

menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku

usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Tindakan administratif tersebut dapat berupa

a. Penetapan pembatalan perjanjian yang dilarang untuk  dila

kukan pelaku usaha, yaitu perjanjian-perjanjian oligopoli (Pasal

4), penetapan harga (Pasal 5)" diskriminasi harga (Pasal 6),pengekangan harga diskon (Pasal 7), pengekangan harga

distributor (Pasal 8), pembagian wilayah (Pasal 9), pemboikotan

(Pasal 10); kartel (Pasal 11), trust (Pasal 12), oligopsoni (Pasal

13), perjanjian tertutup (Pasal 15), dan perjanjian dengan

pihak luar negeri (Pasal 16); dan/atau

b. Perintah kepada pelaku usaha untuk  menghentikan integrasi

vertikal (Pasal 14). Penghentian integrasi vertikal antara lain

dilaksanakan dengan memberikan perjanjian, pengalihan se

bagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan

bentuk  rangkaian produksinya; dan/atau

c. Perintah kepada pelaku usaha untuk  menghentikan kegiatan

yang terbukti menimbulkan pra ktik monopoli dan/atau me

nyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikanmasyarakat. Diperintahkan untuk diberhentikan di sini hanya

suatu kegiatan atau tindakan tertentu saja dan bukan kegiaran

usaha pelaku usaha secara keseluruhan; dan/atau

d. Perintah kepada pelaku usaha untuk  menghentikan penya

lahgunaan posisi dorninan; dan/atau

e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan

badan usaha dan pengambilalihan saham (Pasal 28); dan/atau

f. Pembayaran ganti rugi. Ganti rugi diberikan kepada pelaku

usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan; dan/atau

g. Pengenaan denda serendah-rendahnyaRp 1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua

puluh lima miliar rupiah).

Pidana pokok yang dikenakan kepada pelaku usaha yang

Page 130: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 130/140

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA 121

melanggar hukum persaingan Indonesia dalam bentuk  pidana

denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah dan setinggi-ting

ginya seratus miliar rupiah; atau pidana kurungan penggantidenda selama-lamanya tiga bulan sampai dengan enam bulan .

Pasal48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menentukan

pelanggaran terhadap ketentuan Pasal-pasal 4, 9, 16, sampai

dengan 19, Pasal 25, Pasal 27 , dan Pasal 28, dapat diancam

pidana denda minimal dua puluh lima miliar rupiah dan maksimal

seratus miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti denda

maksimal enam bulan. Kemudian, pelanggaran terhadap keten

tuan Pasal-pasal 5 sampai dengan 8, 15, 20 sampai 24, dan 26,

dapat diancam pidana denda minimal lima miliar rupiah dan

maksimal dua puluh lima miliar rupiah, atau pidana kurungan»>: 

pengganti denda maksimallima bulan. Selanjutnya, pelanggaran

terhadap ketentuan Pasal 4 1 dapat diancam pidana denda minimal

satu miliar rupiah dan maksimal lima miliar rupiah, atau pidanakurungan pengganri denda maksimal tiga bulan. Dengan demikian

terdapat tiga macam pidana denda yang dijatuhkan kepada

pelaku usaha oleh pengadilan, yaitu pidana denda minimal dua

puluh l ~ a miliar rupiah, pidana denda minimal lima miliar

rupiah, dan pidana denda minimal satu miliar rupiah; masing

masing disertai pidana kurungan pengganti denda.

Pengadilan juga dapat menjatuhkan pidana tambahan, di

samping pidana pokok kepada pelaku usaha yang telah melanggar

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pidana tambahan ini

diatur dalam Pasal 49 · Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

yang menentukan bahwa dengan menunjuk ketentuan pasal 10

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap pidana seba

gaimana diatur dalam Pasal 48 , dapat dijatuhkan pidana tambahanberupa pencabutan iiln usaha; larangan kepada pelaku usaha

yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk menduduki jabatan Direksi

atau Komisaris minimal dua tahun dan maksimal lima tahun;

atau penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menye

babkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Dalam pelaksanaannya di masa rnendarang, perlu ada koor-

Page 131: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 131/140

122 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

dinasi yang efektifdengan pihak terkait lainnya, terutarna dengan

Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang berhubungandengan perizinan di bidang usaha yang dikenakan sanksi tambahan

tersebut. Selain itu, hal ini masih perlu mendapat perhatian dari

Departemen Kehakiman dan Hak  Asasi Manusia yang akan

memberi pengesahan suam badan hukum yang akan berdiri atau

mengalami perubahan. Diharapkan pihak terkait ini menelaah

dengan cermat sebelum akhirnya memberi izin dan/atau menge

sahkan suam badan hukum yang akan berdiri atau yang mengalami perubahan susunan pengurus. Tanpa koordinasi yang efektif,

upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pengawas

Persaingan usaha akan sia-sia saja (Insan Budi Maulana, 2000:59) .

Page 132: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 132/140

Daftar Pustaka

A. Zen Umar Purba. 1995 . "Pokok-Pokok Pikiran mengenai

Pengaturan Persaingan Sehat dalam Dunia Usaha''. Hukum

dan Pembangunan Nomor  1 Tahun XXv. Jakarta: Fakultas

Hukum Universitas Indonesia.Abdurrahman. 2001. "Beberapa Aspek Hukum Sekitar Larangan

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tin

 jauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999)".

Makalah disampaikan pada Acara Diskusi Periodik Tenaga

Pengajar Fakultas Hukum UNLAM. Banjarmasin: Fakultas

Hukum UNLAM.

Abdul Hakim G. Nusantara. 1999. "Interpretasi berdasarkan

Standar Internasional", dalam Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Perspektif Inter

nasional. Newsletter  Nomor  39 Tahun X. Jakarta: Yayasan

Pusat Pengkajian Hukum.

r  Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman. 1999 . Ana-

lisadan Perbandingan Undang-Undang Antimonopoli (Undang-Undang Larangan Praktik  MonopolidanPersaingan Usaha Tidak 

Sehat di Indonesia). Jakarta: PT Elok Komputindo.

Adrianus Meliala (Penyunting). 1993. Praktik  Bisnis Curang.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Agus Sardjono . 1998. "Pentingnya Sistern Persaingan Usaha

yang Sehat dalam Upaya Memperbaiki Sistern Perekono

rnian". Newsletter  Nomor  34 Tahun I  X. Jakarta: YayasanPusat Pengkajian Hukum.

Page 133: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 133/140

170 HUKUM PERSAINGAN U:AHA DJ INDONESIA

Ahmad M. Ramli. 2000. Ha k Atas Kepemilikan Intelektual: Teori

 Dasar Perlindungan Rahasia Dagang. Bandung: CV MandarMaju.

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 1999. Anti Monopoli. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Aji Setiadi. 2000 . "Anti Dumping dalam Perspektif  Hukurn

Indonesia". Newsletter Nomor 43 Tahun X I . Jakarta: Yayasan

Pusat Pengkajian Hukum .

Asril Sitompul. 1999. Praktik M onopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat (Tinjauan 'Ierbadap Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Ayudha -D. Prayoga et al. (Ed.). 2000. Persaingan Usaha dan

.  Hukum yang Mengaturnya di Indonesia. Jakarta: Proyek ELIPS.

Badan Pembinaan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Peng

amalan Pancasila Pusat. 1992. Undang-Undang Dasar, Pedo-man Penghayatan dan Pengamalan Pancasila K etetapan MPR

 No. II/MPRI1978  , Garis-garis Besar Haluan Negara Ketetapan

 MPR No. II/MPR/1988. Jakarta: Badan Pembinaan Pelak

sanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

Pusat.

Badan Pembinaan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Peng

amalan Pancasila Pusat. 1996. Undang-Undang Dasar, Pedo-

man Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Ketetapan MPR

 No. II/MPR/1978  , Garis-garis Besar Haluan N egara Ketetapan

 MPR No. II/MPRI1993. Jakarta: Badan Pembinaan Pelak

sanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

Pusat.

Badan Pembinaan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Peng amalan Pancasila Pusat. 1994. Bahan Penataran P-4: Undang- .

Undang Dasar  1945. Jakarta: Badan Pembinaan Pelaksanaan

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Pusat.

Badan Pembinaan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Peng

amalan Pancasila Pusat. 1994. Bahan Penataran P-4: Garis

garis Besar Haluan Negara. Jakarta: Badan Pembinaan Pe

laksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

Pusat.

Page 134: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 134/140

DAFTAR PUSTAKA 17 1

Badan Pembinaan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Peng

amalan Pancasila Pusat. 1996. Bahan Penataran: Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila , Undang-Undang Dasar 

1945, Garis-garis Besar  Haluan Negara. Jakarta: Badan

Pembinaan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Peng

amalan Pancasila Pusat.

Chatamarrasjid. 2000 . Menyingkap Tabir  Perseroan (Piercing the

Corporate Veil): Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Bandung:

PT Citra Aditya Bakti.Dimyati Hartono. 1998. "Monopoli dan Oligopoli Suatu Tinjauan

Hukurn", dalam VV   Antimonopoli Seperti Apakah yang

Sesungguhnya Kita Butuhkan? Newsletter  Nomor  34 Tahun

IX. Jakarta: Yayasan Pusat Pengkajian Hukum.

Erman Radjagukguk. 1998. "Larangan Praktik Perdagangan

Curang dalam VV  Persaingan Usaha ", dalam VV  Antimo

nopoli Seperti Apakah yang Sesungguhnya Kira Butuhkan? Newsletter  N omor  34 Tahun IX. Jakarta: Yayasan Pusat

Pengkajian Hukum.

Franciscus Welirang. 1999. "Persaingan Sehat sebagai Instrumen

Mengatasi Inefisiensi: Persaingan Meningkatkan Efisiensi

Pemanfaatan Faktor-Faktor Produksi", dalam Larangan

Praktik Monopoli dan Persaingan V saha Tidak Sehat dalam

Perspektif Internasional. Newsletter  Nomor  39 Tahun X.

Jakarta: Yayasan Pusat Pengkajian Hukum .

Hikmahanto Juwana. 1999. "Menyambut Berlakunya VV  Nomor

5 Tahun 1999: Beberapa Harapan dalam Penerapannya

oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha". Hukum dan

r  Pembangunan Nomor  4 Tahun XXIX. Jakarta: Fakultas Hu-

kum V niversitas Indonesia.Hikrnahanro Juwana. 1999. "Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi

dalam Perspektif  Hukum Persaingan dan VV  No. 5 / 

1999". Newsletter  Nomor  38 Tahun X. Jakarta: Yayasan

Pusat Pengkajian Hukum.

Hikmahanto Juwana. 1999. "Interpretasi VV  No. 5/1999 dengan

Menggunakan Standar Internasional", dalam Larangan Prak 

tik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak  Sehat dalam

Page 135: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 135/140

172 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Perspektif Internasional. Newsletter  Nomor  39 Tahun X.

Jakarta: Yayasan Pusat Pengkajian Hukum.H.S. Kartadjoemena. 1997. GATT, WTO, dan HasH Uruguay

 Round. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Insan Budi Maulana. 2000. Catatan Singkat Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik  Monopoli dan Per-

saingan Usaha Tidak  Sehat. Bandung: PT -Citr a Aditya

Bakti.

Jimly Asshiddiqie. 1994. Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Kon-

stitusidan Pelaksanaannya di Indonesia: Pergeseran Keseimbangan

antara Individualisme dan Kolektivisme dalam Kebijakan Demo-

krasi Politik dan Demokrasi Ekonomi Selama Tiga Masa De

mokrasi , 1945-1980-an . Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.

John W Head. 1997. Pengantar  Umum Hukum Ekonomi. Jakarta:

Proyek ELIPS.K. Wantjik Saleh. 1978. Kitab Himpunan Peraturan Perundangan

 Republik  Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

K. Wantjik Saleh. 1981. Kitab Himpunan Lengkap Ketetapan-

Ketetapan MPRS/MPR. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kwiek Gian Gie . 1994. Saya Bermimpi jadi Konglomerat. Jakarta:

PT Gramedia.

Marulak Pardede. 1996. "Masalah Hukum Persaiangan Curang

dalam Perdagangan", Newsletter Nomor 24 Tahun VII. Jakarta:

Yayasan Pusat Pengkajian Hukum.

Muchtar. 1999. "Pernikiran, Filosofi, Prinsip Dasar, dan Visi UU

No. 5/199", dalam Mencermati Prinsip dan Visi UU No.

5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha yang Tidak Sehat . Newsletter  Nomor  37 Tahun X.

Jakarta: Yayasan Pusat Pengkajian Hukum.

Muchyar Yara. 1995 . Merger (Penggabungan Perusahaan) menurst 

Undang-Undang Perseroan Yerbatas Nomor  1 Tahun 1995 .

Jakarta: PT N adhilah Ceria Indonesia.

Muladi. 1998. "Menyosong Keberadaan UU Persaingan Sehat di

Indonesia", dalam UU Antimonopoli Seperti Apakah yang

Sesungguhnya Kita Butuhkan? Newsletter  Nomor  34 Tahun IX. Jakarta: Yayasan Pusat Pengkajian Hukum.

Page 136: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 136/140

DAFTAR PUSTAKA 1-

Munir Fuady. 1996. Hukum Bisnis dalam 'Ieori dan Praktik Buku

Ketiga. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Munir Fuady. 1999. Hukum Perbankan Modern berdasarkan Undang

Undang Tahun 1998 Buku Kesatu. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Munir Fuady. 1999. Hukum tentang Merger. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Munir Fuady. 1999. Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan

Sehat. Bandung:PT

Citra Aditya Bakti.Munir Fuady. 2001. Hukum tentang Akuisis, Take Over, dan LBO.

Bandung: PTCitra Aditya Bakti.

Normin S. Pakpahan. 1997."Hukum Persaingan: Suatu Tinjauan

Konseptual".}urnal Hukum Bisnis Volume 1. Jakarta: Yayasan

Pengembangan Hukum Bisnis.

Normin S. Pakpahan et al. (Penyunting). 1997. Kamus Hukum

 Ekonomi ELIPS. Jakarta: Proyek ELIPS.Office of the U.S. Trade Representative Executive Office of the

President. t.t. FinalAct Embodying The Results ofthe Uruguay

 Round ofMultilateral Trade Negotiations Mrsion of 15 December 

1993). Washington: Office of the U.S. Trade Representative

Executive Office of the President.

Pande Raja Silalahi. 1999. "Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi dari

SudutPerbankanberdasarkanUUNo. 5/1999". NewsletterNo

mor 38 Tahun X. Jakarta: YayasanPusat Pengkajian Hukum.

Rachmadi Usman. 2000. Hukum Ekonomi dalam Dinamika. Jakarta:

PTDjambatan.

Rachmadi Usman. 2001. Aspek-Aspek  Hukum Perbankan di Indonesia.

Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama.

Rachmadi Usman. 2001. "Menyingkap Hukum Persaingan U s a h ~di Indonesia (Telaah Sernentara Model Penegakan Hukum

Persaingan Usaha menurut Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999)". Makalah disampaikan pada Acara Diskusi

Periodik Tenaga Pengajar Fakulras Hukum UNLAM. Ban

 jarmasin: Fakultas Hukum UNLAM.

Sanusi Bintang dan Dahlan. 2000. Pokok-Pokok  Hukum Ekonomi

dan Bisnis. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Page 137: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 137/140

174 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Sarjipto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya

Bakti.Sekretariat Jenderal MPR RI. r.r. Ketetapan-Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik  Indonesia Hasil Sidang lsti-

mewa Tahun 1998. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

Sekretariat Jenderal MPR RI. t .t. Perubahan Pertama Undang

Undang Dasar Negara Republik  Indonesia Tahun 1945. Jakarta:

Sekretariat J enderal MPR RI.

Sekretariat Jenderal MPR RI. t.t. Ketetapan-Ketetapan Majelis

Permusyawaratan  Rakyat  Republik  Indonesia HasilSidang Umum

 MPR RI  Tahun 1999. Jakarta: Sekrerariat Jenderal MPR

RI.

Sekretariat Jenderal MPR RI. 2000. Putusan Majelis Permusya

waratan Rak  yat  Republik  Indonesia Sidang Tahunan Majelis

Permusyau/aratan Rak  yat  Republik  Indonesia7-18

Agustus

2000. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. t.t. Undang-Undang Dasar,

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Ketetapan

 MPR No. II/MPRI1978  , Garis-garis Besar  Haluan Negara

Ketetapan MPR No. II/MPR/1983. Jakarta: Sekretariat Ne

gara Republik Indonesia.

Subandi Al Marsudi. 2001. Pancasila dan UUD'45 dalam Paradigma Reformasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sumantoro (Penyunting), 1986. Hukum Ekonomi. Jakarta: Univer

sitas Indonesia Press.

Sunaryati Hartono. 1982. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia.

Bandung: Binacipta.

Sutan Remy Sjahdeini. 2000. "Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak  Sehat ".}urnal Hukum Bisnis Volume

10. Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis.

Sri Bintang Pamungkas. 1996. Pokok-Pokok  Pikiran t entang Demo

krasi Ekonomi & Pembangunan. Jakarta: Yayasan Daulat

Rakyat.

Sri Edi Swasono. 1993. "Dernokrasi Ekonomi: Kererkaitan Usaha

Partisipatif vs Konsentrasi Ekonomi", dalam Oeotojo Oesman dan Alfian (Penyuntingjs . Pancasila sebagai Ideologi

Page 138: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 138/140

DAFTAR PUSTAKA 1; -

dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa ,

dan Bernegara. Surabaya: Karya Anda.

Thee Kian Wie . 1999. "Aspek-Aspek Ekonomi yang Perlu Diperhatikan dalam Implernentasi VV   No. 5/1999", dalam

Mencermati Prinsip dan Visi VV   No. 5/199 tentang La

rangan Praktik Monopoli dan Persaingan V saha yang Tidak 

Sehat . Newsletter Nomor 37 Tahun X. Jakarta: Yayasan Pusat

Pengkajian Hukum.

Yayasan Klinik  HAKI (IP CLINIC). 2001. Kumpulan Perundang

undangan di Bidang HAKI: Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2000 tentang Rahasia Dagang , Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2000 tentang Desain lndustri, Undang-Undang Nomor 

32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit  Terpadu.

Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Page 139: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 139/140

Tentang Penulis

Lahir di Banjarmasin, 14 September 1967 ,

Rachmadi Usman, SH mengenyam pendi

dikan di SD N egeri Pekauman, Banjarmasin

(981 ); SMP Negeri 6 Dahlian, Banjarmasin

(198 3); SMA Negeri 4, Banjarmasin (1986);'

dan Fakultas Hukum Unlam, Banjarmasin(991 ). Ketika buku ini diterbitkan, ia sedang

mengikuti Program Magister Ilmu Hukum

(S2) Unlam, Banjarmasin.

Sebagai sarjana hukum, ia mendedikasik andiri sebagai dosen

Fakultas Hukum UNLAM (199 3-sekarang); dosen luar biasa

Fakultas Ekonomi UNLAM (I 995-sekarang); dosen luar biasa

Fakultas Ilmu Sosial Politik UNISKA (2001), dosen dan sekretaris

Program SI Non-Reguler Fakultas Hukum UNLAM (2002

2003); serta dosen dan pembantu bidang administrasi dan umum

Program SI Non-Reguler Fakultas Hukum UNLAM (2003

sekarang).

Ada berbagai kursus/pelatihan dan penataran yang pernah ia

ikuti, di antaranya: Penataran Hukum Perdata, Fakulras Hukum

UGM, Yogyakarta (1994); Intellectual Property Right Teaching

of Teachers, Fakultas Hukum UI , Jakarta (995); Kursus Alter

native Dispute Resolution, Fakultas Hukum UI-Elips Project,

Jakarta (1996) ; Penataran Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum

UGM, Yogyakarta (997) ; Pencangkokan Hukum Ekonomi,

Fakulras Hukum Ul-Elips Project, Jakarta (998); Penataran

Applied Approach, UNLAM, Banjarrnasin (1999); Pelatihan. .

.

.

i '1

Page 140: Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

7/23/2019 Buku Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/buku-hukum-persaingan-usaha-di-indonesia 140/140

178 HUKUM PERSAINGAN USAHA DJ INDONESIA

Penulisan Buku Ajar, UNLAM, Banjarmasin (2001); dan Pelatihan

Penulisan Artikel Ilmiah, USU, Medan (2003).

Instrumen Hukum Nasional dalam Peratifikasian Perjanjian

dengan Negara Lain menurut Undang-Undang Dasar 1945,

Orientasi Nomor 2 Tahun XXII , Banjarmasin, Fakultas Hukum

UNLAM; Dampak  Penerapan Politik Kodifikasi Parsial dan

Terbuka Terhadap Pembaharuan dan Pembentukan Norma Hu

kum dan Perundang-undangan Perdata Nasional, Orientasi Nomor

1 Tahun XXVII, Banjarmasin, Fakultas Hukum UNLAM danKewenangan Ekstra Yudisial Badan Pembinaan Hukum Nasional

dalam Perspektif  Hukum, Orientasi Nomor 3 Tahun XXVII,

Banjarmasin, Fakultas Hukum, UNLAM; merupakan beberapa

contoh karya ilmiah yang dihasilkannya. Selain itu, ia juga me

nulis berbagai makalah, seperti Prospek Peradilan Umum dalam

Penyelesaian Sengkera Lingkungan: Sebuah Telaah Sernentara

(disampaikan dalarrl diskusi Program Pencangkokan Hukum

Ekonomi II Fakultas Hukum Universitas Indonesia-Elips Project,

Jakarta); Aspek  Hukum Hak  Gugat Organisasi Lingkungan

(disampaikan pada Diskusi Periodik Tenaga Pengajar Bagian

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum UNLAM pada tanggal