caping+cari angin+kolom tempo 28.7.2014-2.8.2014
TRANSCRIPT
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
1/22
Memihak
Senin, 28 Juli 2014
Kau tak memihak. Kau tak ingin pandanganmu tersekat barikade. Kau ingin tunjukkan, di
balik tiap barikade, baik di kubu yang di sana maupun yang di sini, bertengger yang kotor dan
keji. Ada siasat dan alat penghancuran yang disiapkan. Kau ingin tegaskan bahwa peranmu
("Aku cendekiawan," katamu) adalah melawan itu. Ingin kau garis-bawahi kembali nalar
yang jernih, standar kebaikan yang tak berat sebelah, dan hati nurani yang didengar.
Sebab itu kau tak ingin memihak.
Tapi aku memihak.
Baiklah aku jelaskan kenapa. Di hari-hari pemilihan presiden 2014 ini, justru dengan
memihak, tapi tak asal memihak, aku memutuskan ikut dalam ikhtiar menemukan tujuan
yang kau ingin capai, tujuan yang aku ingin capai.
Bedanya: aku tak berdiri di menara pengawas. Bagiku menara pengawas itu hadir di jarak
yang semu. Ia tampak jauh, atau menganggap diri jauh, menjulang ke dekat langit. Tapi
fondasinya terletak di sepetak tanah. Lokasinya tidak cuma akrab dengan pucuk pohon yang
hijau, tapi juga dengan air payau dan pelbagai tahi. Aku tak ingin berada di menara itu bukan
karena tak nyaman dengan najis. Aku tak ingin di sana karena merasa tak bisa pura-pura
menatap bumi dari luar sejarah yang bergolak.
Pandanganku mungkin terbatas. Mungkin aku kehilangan perspektif yang mencakup semua.
Tapi aku tak pernah yakin bahwa "melihat" selalu sama dengan "mengetahui", dan
"mengetahui" sama dengan "mengalami". Ketika aku memihak, ada yang hilang dari
penglihatanku, tapi aku mengalami sesuatu.
Yang sangat menonjol dalam pemilihan presiden 2014 adalah peredaran fitnah yang deras,
dalam derajat yang tak pernah dialami sejarah politik Indonesia. Mungkin ini bisa terjadi
karena perpindahan fokus dari ideologi ke tokoh, sebuah tren yang menegas karena
kekuasaan televisi. Di layar yang gemilang itu, wajah dan citra lebih penting ketimbangprogram dan pikiran. Dan wajah dan citra itulah yang oleh fitnah hendak dirusak.
Tapi fitnah yang menderas itu juga karena persaingan politik telah diperlakukan sebagai
permusuhan absolut. Kau tentu ingat, "perang" telah dipakai untuk menggambarkannya.
Lebih tajam lagi: perang antara "kafir" dan "Islam". Dalam permusuhan yang mutlak itu, tak
ada lagi nilai-nilai yang dianggap berlaku bersama. Fitnah dan dusta dihalalkan, karena
pertarungan macam itu adalah pertarungan tanpa kemungkinan rekonsiliasi. Pihak yang
memfitnah merasa pantas mengecualikan diri dari nilai-nilai bersama tentang yang jujur dan
yang tidak.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
2/22
Persaingan politik 2014 dengan segera berubah jadi perjuangan moral, satu hal yang
membuatnya sengit, berkibar-kibar, tapi juga tragis.
Ketika politik bertaut dengan tuntutan moral, orang ramai memang merasa menemukan
sebuah arah, sebuah arah yang bernilai dan sebab itu menggerakkan hati. Dari sinilah lahir
partisan yang intens. Tak ada lagi sikap acuh tak acuh, yang umum berkembang ketikademokrasi jadi sekadar prosedur, ketika demokrasi tak banyak mengubah keadaan. Yang
timbul adalah rasa cemas dan amarah, menyaksikan kebohongan dan usaha penipuan
beranak-pinak, dan bisa menang.
Reaksi terhadap itu adalah militansi yang tanpa diperintah. Ada akal sehat bersama yang
dihina. Kau, yang mengambil jarak dari gelora dan keramaian itu, tetap tak memihak. Kau
malah mencemooh, "Betapa naifnya orang ramai itu!" Tapi aku tak yakin lagi yang kau
usahakan adalah kembalinya nalar, standar nilai yang adil, dan hati nurani yang peka.
Tapi harus aku akui, ada benarnya yang kau lihat.Sebab ketika perjuangan politik berkembang jadi pertarungan moral, orang sering lupa:
dalam sejarah, tak ada pertarungan antara kebaikan dan keburukan yang selesai. Tuntutan
agar kebaikan terlaksana di sebuah negeri tak pernah terpenuhi. Ketaksabaran akan
menyusul, terkadang melahirkan teror dan penindasan. Atau kekecewaan.
Politik adalah jalan yang efektif buat mengubah dunia dan kekecewaan, tapi politik
sesungguhnya bukan jalan yang baik. Raymond Aron pernah menulis, politik mengandung
"pakta dengan kekuatan-kekuatan neraka". Politik, sebagai perjuangan ke arah kekuasaan,
selamanya menjurus ke kekerasan: ke arah negara di mana kekerasan jadi hak eksklusif.
Tapi justru dari situlah aku mendapatkan sesuatu. Tiap saat aku dipaksa berharap dan cemas.
Tiap kali aku belajar kembali meniti buih antara "kekuatan neraka" dan tuntutan moral yang
menggerakkan hati jutaan orang tempat aku terpaut. Tiap saat kutemukan kemungkinan dan
keterbatasan manusia, kebusukan dan kemuliaannya, egoisme dan kemauannya berkorban.
Tiap kali aku merasa perlu mengakui: manusia itu mungkin ada dalam diriku.
Tentu kau tak mengalami itu. Kau berdiri aman jauh dari barikade, berkomentar sesekali
dengan pintar. Aku tak tahu adakah yang mendengar.
Goenawan Mohamad
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
3/22
Dul
Sabtu, 19 Juli 2014
DUL bebas dari jerat hukum. Putra musikus Ahmad Dhani dengan nama panjang Abdul
Qodir Jaelani ini masih di bawah umur. Tapi dia sudah biasa mengemudikan mobil di jalan
umum. Lalu di hari sial itu dia menabrak orang, dan korbannya tewas. Dalam persidangan,
jaksa menuntut hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Artinya, Dul tak
akan dipenjara, kalau dia tak melakukan kesalahan yang sama. Toh, hakim memutuskan lebih
ringan: bebas. Artinya, kalaupun Dul suatu kali menabrak lagi, tak serta-merta masuk
penjara.
Karena Dul dan bapaknya selebritas yang kerap muncul di televisi, berita bebasnya Dul
banyak diikuti oleh orang-orang di desa saya. Para petani kopi itu langsung bergembira atas
kabar ini. Mereka mengidolakan Dul? Bukan itu alasannya. Orang-orang desa itu kini tak
waswas lagi melihat anaknya ngebut menggunakan sepeda motor. "Ya, lebih tenanglah.
Kalaupun anak saya menabrak orang, toh tak akan dihukum, kan di bawah umur," kata salah
satu tetua.
Anak-anak di kampung saya bersekolah di SMP yang jaraknya empat kilometer. Pernah ada
imbauan dari polisi agar anak-anak SMP tak boleh naik sepeda motor, karena sekolah berada
di jalan umum. Hanya siswa SMA yang boleh naik motor, meski tanpa SIM dan helm, karena
sekolahnya tidak dilalui jalan umum. Tapi imbauan itu tak dipatuhi karena memang tidak ada
angkutan pedesaan yang membawa anak-anak pelajar ini. Jadilah siswa SMP yang baru
belasan tahun naik motor. Dasar anak-anak, di jalan mulus itu mereka suka ngebut. Kalau
saya berpapasan dengan mereka habis bubar sekolah, saya jadi rajin berdoa. Setiap kali
berada di tikungan mobil, saya hampir ditabrak anak-anak ini.
Dul bebas dari hukuman. Saya sepakat, karena saya buta hukum. Kesepakatan saya karena
faktor kasihan, anak di bawah umur tak layak dipenjara. Tetapi saya selalu berpikir, mesti ada
yang salah kalau ada anak di bawah umur membawa motor atau mobil di jalanan. Siapa yang
salah? Saya kok merasa, orang tuanya yang bersalah.
Saya buta hukum, tapi saya tahu aturan berlalu lintas. Orang tua seharusnya mengawasi anak-
anaknya jika mengemudikan mobil di jalan umum. Kalau kecelakaan, risikonya berat, apalagi
kalau ada korban jiwa. Eh, itu dulu. Kini ada yurisprudensi dari Dul, tak ada seorang pun
yang dihukum, baik si anak apalagi si bapak. Dul hanya membayar uang sidang Rp 2.000-
sungguh mati saya terheran-heran sampai tidur bagaimana majelis hakim menghitung biaya
sidang ini.
Apakah polisi berani dengan gencar merazia pengendara sepeda motor (dan mobil) seperti
dulu dengan mendenda pemakai yang tanpa SIM? Atau melarang anak-anak di bawah umur
mengendarai motor di jalur yang jauh dari sekolahnya? Mungkin tidak, karena polisi takutdicemooh: "Jangan berlagak Pak Polisi, Dul yang nabrakorang saja bebas, kan dia juga tak
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
4/22
punya SIM." Wow, kalau begitu, hakim yang mengadili Dul semestinya memberi denda lebih
dari sekadar Rp 2.000 sebagai pengganti tilang (bukti pelanggaran) tak punya SIM.
Jaksa menuntut Dul telah melanggar Pasal 310 ayat 4, ayat 3, dan ayat 1 UU Nomor 2 Tahun
2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Hakim pun sepakat. Tapi hakim menerapkan asas
restorative justiceUU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak, lalumemutuskan Dul "dikembalikan ke orang tuanya"-padahal Dul tak pernah "dipinjam".
Pertanyaan besar saya, bagaimana dengan tiga anak yang dihukum karena mencuri kerupuk
di Bojonegoro? Ketiga anak itu dihukum penjara 2 bulan 7 hari karena melanggar Pasal 363
ayat 1 KUHP. Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
5/22
Marhaban Presiden JokowiJUM AT, 25 JULI 2014
Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Pemilihan presiden 2014 harus diakui sebagai sejarah kompetisi paling ketat untuk
menentukan presiden Indonesia. Gesekan antara capres dan para pendukungnya betul-betul
menguji kematangan demokrasi kita.Alhamdulillah-nya, bangsa ini beruntung karena
pelaksanaan pilpres 2014 berbarengan dengan Piala Dunia 2014 dan Ramadan. Waktu yang
bersamaan itu membantu menurunkan ketegangan. Konsentrasi terpecah antara pilpres dan
sepak bola. Emosi lebih terkontrol dengan berpuasa.
Ibarat sepak bola, babak final pilpres dimulai sejak pemungutan, penghitungan, hingga
penetapan suara akhir di KPU, serta jika perlu lewat perpanjangan waktu dan tendangan
penalti dalam forum sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi. Jika ada gol sah yang
tercipta, dengan kepemimpinan wasit KPU yang profesional dan tidak berpihak, siapa pun
capres yang kalah seharusnya dengan jiwa besar menerima keputusan wasit tersebut. Apalagi,
dalam penentuan gol, posisi offsides,dan pemenang pilpres, wasit KPU juga dibantu oleh
hakim garis Bawaslu.
Tidak boleh tim mana pun, dan tidak pernah terjadi dalam sejarah Piala Dunia mana pun,
ketika wasit KPU akan meniupkan peluit akhir penentuan kemenangan, tiba-tiba capres yangtahu akan kalah menyatakan walk out, menarik diri dari permainan. Sikap demikian bukan
saja sebaiknya tidak dilakukan, tapi sudah sepatutnya dihukum berat. Karena itu, dalam UU
Pilpres diatur secara jelas larangan bagi capres dan partai pendukungnya untuk menarik diri
dari pertarungan di tengah pertandingan.
Pasal 22 ayat (2) UU Pilpres dengan tegas mengatur, "Salah seorang dari pasangan calon atau
pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan
calon oleh KPU." Karena itu, salah satu syarat yang diserahkan bakal pasangan capres kepada
KPU, menurut Pasal 15 huruf f UU Pilpres adalah, "surat pernyataan dari bakal pasangan
calon tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon." Lebih jauh, jika ada capres
yang tetap mengundurkan diri, Pasal 241 dan 242 UU Pilpres mengatur bahwa pengunduran
diri demikian dijerat sebagai tindak pidana pilpres yang diancam dengan hukuman penjara 2-
6 tahun, dan denda Rp 25-100 miliar.
Setelah keputusan pemenangan pilpres oleh wasit KPU, pasangan capres yang dikalahkan
hanya mempunyai dua pilihan: menerima dengan jiwa besar keputusan KPU atau
mengajukan keberatan ke MK. Pasangan capres tidak punya alternatif lain, misalnya,
menolak keputusan wasit KPU tapi pada saat yang sama mengajukan keberatan ke MK.
Penyelesaian sengketa pilpres adalah kompetensi absolut MK. Sengketa pilpres tidak boleh
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
6/22
dibawa ke ranah non-hukum (politik). Tidak boleh pula sengketa itu diajukan ke forum
pengadilan lain, misalnya pengadilan tata usaha negara.
Pengajuan keberatan ke MK bukanlah barang tabu, tentu jika ada alasan yang kuat untuk
melakukannya. Keberatan demikian adalah hak konstitusional capres yang dijamin dalam
UUD 1945 dan UU Pilpres. Namun, pengajuan keberatan ke MK bukanlah tanpa syarat.
Misalnya, yang dapat mengajukan hanyalah pasangan calon. Kalau Prabowo akan
mengajukan keberatan ke MK, dia tidak bisa sendirian, harus bersama-sama dengan cawapres
Hatta Rajasa.
Syarat mendasar lain, Pasal 201 ayat (2) mengatur bahwa keberatan yang diajukan hanya
untuk hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya capres. Karena itu,
dalam banyak putusan pilkada ataupun pilpres, MK juga mensyaratkan adanya kecurangan
yang sifatnya sistematis, terstruktur, dan masif (STM) untuk diterimanya keberatan yang
diajukan.
Adanya pelanggaran atau kecurangan tidak cukup untuk mengabulkan keberatan capres yang
kalah, dan mengubah keputusan KPU yang memenangkan salah satu calon. Dalam putusan
sengketa pilpres 2004 dan 2009, MK mengatakan kecurangan memang terjadi, dan
sebenarnya dilakukan oleh setiap calon, tapi tidak signifikan dan bersifat STM untuk
mengubah hasil pilpres. Karena itu, keberatan tidak dapat dikabulkan.
Ibarat permainan sepak bola, kalau alasannya hanya terjadinya pelanggaran, kedua tim
dianggap sama-sama melakukan pelanggaran, namun tim yang memasukkan gol tetaplah
yang diputuskan sebagai pemenang. Hanya dengan argumentasi dan kejadian luar biasa, golkemenangan dapat dianulir, dan pemenang pilpres ditetapkan berbeda oleh MK.
Dalam pilpres 2014, hal demikian hampir mustahil terjadi. Dengan selisih suara antara
pasangan capres yang lebih dari 8,4 juta, akan sangat sulit untuk membuktikan dan membalik
kemenangan pasangan Jokowi-Kalla. Harus dicatat, MK punya waktu sangat terbatas dalam
14 hari kerja untuk memutuskan. Karena itu, dalam dua putusan pilpres sebelumnya pada
2004 dan 2009, MK selalu menolak keberatan capres yang kalah. Atas keputusan MK
demikian, tidak ada lagi upaya hukum yang dapat dilakukan. Putusan MK bersifat final dan
mengikat, dan harus dihormati oleh semua pihak. Jadi, kecuali ada hal yang sangat luar biasa,
kita sudah dapat mengucapkan selamat datang, marhabanPresiden Jokowi.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
7/22
Menemukan Kembali
Jum'at, 25 Juli 2014
Iwel Sastra, Komedian, @iwel_mc
Saya sangat suka kisah Nasruddin Hoja, seorang sufi yang hidup sekitar abad ke-13 di Turki.
Kisah Nasruddin Hoja sangat jenaka serta penuh nilai-nilai moral dan agama. Dalam buku
tentang 360 cerita jenaka Nasruddin Hoja, dikisahkan dia kehilangan keledai. Di tengah
pasar, dia mengumumkan sayembara: barangsiapa berhasil menemukan keledainya, keledai
itu akan diberikan kepadanya. Seseorang menghampiri Nasruddin lalu bertanya buat apa
keledainya ditemukan kalau kemudian diberikan kepada yang menemukan. Nasruddinmenjawab, "Kamu tidak tahu nikmatnya menemukan yang hilang."
Kisah tersebut sederhana, namun memiliki makna yang dalam. Di antara kita mungkin ada
yang pernah panik ketika lupa menaruh kacamata. Dicari-dicari ke sana-kemari akhirnya
merasa lega setelah kacamata tersebut ditemukan menempel di kening sendiri. Itu sebenarnya
bukan hilang, tapi pikun.
Saat ini, orang cenderung memiliki telepon seluler dua buah. Satu digunakan untuk
menelepon dan yang satu lagi digunakan untuk mencari telepon yang hilang. Coba saja tanya
kepada orang lain, "Lihat telepon saya enggak?" Rata-rata menjawab, "coba aja di-miscall."Kita merasa lega jika telepon yang hilang tersebut terdengar bunyinya ketika di-miscall.
Mengalami kehilangan rasanya menyedihkan. Saya belum pernah bertemu orang yang
wajahnya berseri-seri karena kehilangan. Selain berusaha mencari, agama mengajarkan cara
menghadapi kehilangan dengan mengikhlaskan. Seorang teman pernah kehilangan telepon
seluler, namun dia bisa cepat mengikhlaskan. Dia malah merasa bahagia kehilangan karena
ada alasan untuk berganti nomor. Selama ini, dia pusing karena sering mendapat telepon dari
seorang perempuan. Aneh memang, mendapat telepon dari perempuan malah pusing.
Rupanya perempuan tersebut staf bagian penagihan kartu kredit dari sebuah Bank. He-he-he.
Untuk menemukan sesuatu yang hilang harus dicari. Meskipun ada juga yang hilang tak perlu
dicari, karena akan kembali dengan sendirinya. Seorang teman kehilangan pasangannya di
mal yang penuh sesak saat midnight sale. Dia memutuskan untuk pulang dan tidak mencari
pasangannya, karena yakin pasti kembali. Benar saja, pasangannya kembali, namun sambil
marah-marah dengan mengatakan kenapa ia tidak dicari. Nah, bahkan yang hilang pun walau
bisa pulang sendiri tetap minta dicari.
Ada dua macam kehilangan. Pertama, kehilangan yang berwujud. Biasanya ini cepat disadari,
seperti kehilangan barang-barang berharga. Kedua, kehilangan yang tidak berwujud.Biasanya tanpa disadari. Kita menganggap semua berada pada tempatnya sampai suatu saat
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
8/22
kita menyadari bahwa kita sudah tidak memilikinya. Contohnya, kehilangan harga diri,
kehilangan semangat hidup, dan kehilangan harapan. Terkadang kita mendengarkan
seseorang berkata, "Semangatku telah hilang." Tak pernah ada yang memberikan saran,
"Coba diingat lagi, tadi semangatnya ditaruh di mana?"
Seperti kata Nasruddin Hoja, menemukan yang hilang memiliki kenikmatan sendiri. Untuk
itu, kita jadikan Ramadan yang tinggal beberapa hari lagi untuk menemukan yang hilang dari
diri kita, terutama yang tidak berwujud. Apakah kita masih memiliki kepedulian terhadap
sesama, apakah kita masih memiliki tenggang rasa, apakah kita masih memiliki senyum serta
hal-hal lain yang bisa kita tanyakan kepada diri sendiri?
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
9/22
Anak-anak yang Kehilangan Sungai
Kamis, 31 Juli 2014
Bagja Hidayat, @hidayatbagdja
Menyiapkan ongkos, berdandan, dan membekali diri dengan sabun dan handuk, mereka
menempuh perjalanan jauh agar bisa berenang. Mereka berdesakan di mobil bak terbuka
yang mengangkut mereka ke kolam renang di kecamatan. Ketika sungai-sungai kering,
orang-orang membangun kolam dengan tiket dan satpam.
Tentu saja ini kisah generasi baru yang harus dikasihani. Anak-anak yang kehilangan sungaitak lagi bebas beradu tangkas menjajal palung dan oplak. Di kolam buatan itu, mereka
menemui kedalaman yang sama dan terukur, seperti kolam renang di kota. Mereka tak belajar
bagaimana cara menjelajah. Mereka kehilangan permainan.
Barangkali ini romantisme, atau ketakjuban mudik Lebaran. Dulu sungai adalah arena
menjajal nyali. Kami harus mencuri kesempatan berenang di Cisanggarung yang lebar dan
dalam. Kami harus sembunyi dari mata tetangga yang bisa melaporkan keasyikan kanak-
kanak kepada orang tua. Mereka takut kami tenggelam atau dimakan buaya.
Buaya mungkin hanya mitos yang diciptakan untuk menakuti anak-anak agar tak berenang ke
sana. Sepanjang umur Cisanggarung, kami tak pernah sekali pun melihatnya. Kini sungai itu
tak ada lagi. Kering dan gersang. Tak ada tukang perahu yang menyeberangkan orang-orang
kampung yang akan ke pasar. Hampir setiap rumah punya sepeda motor. Mereka lebih
senang ke pasar atau ke kota menempuh jalan memutar melewati jembatan Belanda. Tapi
bukan karena kehadiran sepeda motor, melainkan lantaran perahu tak ada lagi.
Kematian sungai itulah pokoknya. Air memang menghilang dari kampung kami ini. Mungkin
karena pemanasan global yang diributkan dunia itu, karena hutan-hutan yang dulu dijaga
wangatuadan dedemit dijarah hingga punah, gersang, dan boyak.
Sebelum penjarahan itu, sungai kami pelan-pelan hilang ketika di kampung seberang ada
"orang Jakarta" yang membangun pabrik aspal, sekitar 25 tahun lalu. Orde Baru, yang sedang
membangun infrastruktur hingga pelosok, membutuhkan pengusaha macam ini. Demikianlah,
batu-batu sungai diangkut untuk digiling.
Petani tak lagi ke sawah dan ladang. Mereka menyelam di sungai menggali batu-batu kali
yang liat untuk dijual ke pabrik itu. Pasir pun lenyap, sungai jadi dangkal. Yang timbul
adalah padas yang licin. Palung-palung menghilang, oplaktumpas. Anak-anak tak lagi punya
mainan selepas pulang sekolah, atau memandikan ternak.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
10/22
Kini mereka melakukan apa yang dilakukan anak-anak kota: bermain PlayStation, berenang
di kolam renang porselen, serta ngebutdengan sepeda motor. Tak ada lagi yang bermain
gundu atau gasing. Selepas magrib, kampung sepi, anak-anak berkhidmat di depan televisi.
Mereka tak mengangeni bulan sambil mendengarkan orang-orang tua bertukar cerita tentangpalawija dan legenda, juga takhayul yang palingsemprul.
Setiap Lebaran, selalu saya merasa kehilangan sesuatu dari kampung ini. Suasananya, orang-
orangnya, bau asap sampahnya. Kini saya merasa seperti orang-orang tua dulu: senang
mengenang sungai, lapangan sepak bola, serta kebun buah-buahan yang sudah tak kelihatan
bekasnya. Tapi bukankah 20 tahun terlalu cepat untuk membuat kampung ini berubah dan
menjadi asing?
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
11/22
Kampung
Jum'at, 01 Agustus 2014
Bandung Mawardi, Esais
Jutaan orang bergerak, berharap bisa pulang ke kampung. Agenda mudik tentu berurusan
dengan uang, transportasi, keluarga, dan memori. Di kampung, orang-orang berkumpul lagi
setelah terpisah jarak geografis. Kampung menjadi ruang untuk mempertemukan orang-orang
berdalih ikatan keluarga dan sosial. Tak cuma ruang pertemuan manusia, sekarang kampung
lekas menjadi garasi, galeri, dan studio.
Orang-orang dari pelbagai kota berdatangan ke kampung dengan misi imbuhan:
mengekspresikan status sosial dan kesuksesan. Kita lazim melihat kepulangan mereka
menggunakan sepeda motor atau mobil. Kita tak bisa menganggap sepeda motor dan mobil
cuma alat transportasi. Orang-orang telah menjadikan sepeda motor dan mobil sebagai
penjelasan selera, kemodernan, harta, dan martabat. Kampung kedatangan puluhan atau
ratusan sepeda motor dan mobil. Lihatlah, kampung menjadi garasi besar!
Sepeda motor dan mobil berseliweran di jalan-jalan kampung. Di pekarangan dan pinggir
jalan, sepeda motor dan mobil diparkir. Fantastis, kampung adalah ruang untuk mengumbar
pelbagai hal: merek, model, warna, dan jumlah. Kehadiran sepeda motor dan mobil
menjelaskan perubahan-perubahan di kampung.
Kampung juga rawan menjadi galeri, ruang untuk pameran busana, perhiasan, dan ponsel.
Selebrasi Idul Fitri merangsang orang-orang berpenampilan apik, rapi, dan parlente. Busana
ditampilkan dengan makna-makna tambahan berkaitan dengan desain dan harga. Kita melihat
orang-orang mirip ada di gelaran pameran busana, tersaji di jalan, rumah, warung, dan
masjid. Busana semakin ramai pesona saat dilengkapi pelbagai perhiasan. Di kampung,
busana bisa memicu perebutan makna, dari urusan duniawi sampai simbolisasi spiritualitas.
Pameran tak berakhir dengan busana dan perhiasan.
Di kampung, kita bakal melihat keberadaan pelbagai jenis ponsel di tangan-tangan para
pemudik dan warga kampung. Pameran ponsel tentu mengikutkan pengertian uang, status
sosial, profesi, dan puja teknologi. Pameran ponsel ini bisa mengartikan pola komunikasi
mutakhir telah melampaui perjumpaan raga.
Kampung perlahan menjadi studio. Dulu, kita menganggap mudik itu ikhtiar orang-orang
pulang ke kampung dengan misi rekonsiliasi. Mudik pun memberi ajakan menelusuri atau
menguak memori kampung. Orang, tempat, pohon, dan peristiwa adalah acuan-acuan memori
kampung. Adegan silahturahmi dan sungkem ke para tetua tentu mengabarkan masa silam,
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
12/22
memicu ikatan kembali dengan memori individu dan kolektif di kampung. Memori sering
disajikan oleh para tetua dengan eskpresi tubuh dan kata. Memori semakin kukuh jika orang-
orang mengunjungi permakaman, situs-situs lawas, dan petilasan. Bagi orang-orang lawas,
memori bekerja secara naratif dan kehadiran.
Sekarang, angan tentang memori dilangsungkan dengan berfoto. Kesibukan di kampung
bertambah sejak orang-orang beranggapan bahwa berfoto bisa menjadi memori dan
dokumentasi. Segala hal dipotret, bermaksud mencipta foto-foto sesuai dengan keinginan.
Lihatlah, Idul Fitri di kampung malah membuat orang-orang sibuk memotret peristiwa salat,
sungkeman, makan bersama, kumpul keluarga, dan kumpul teman.
Kampung menjadi studio, tempat orang memilih adegan berfoto untuk dipamerkan dan
disebarkan ke orang-orang. Kita jadi merasa aneh jika mudik ke kampung justru
dimaksudkan untuk meningkatkan koleksi foto tapi abai terhadap memori secara naratif dan
kehadiran ragawi.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
13/22
Makna Gugatan Prabowo
Jum'at, 01 Agustus 2014
Joko Riyanto,Alumnus Fakultas Hukum UNS-Surakarta
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, yang sudah ditetapkan oleh KPU pada 22 Juli 2014 lalu
sebagai pemenang pemilihan presiden, tampaknya masih harus bersabar untuk merayakan
kemenangannya. Sebab, kubu Prabowo-Hatta melayangkan gugatan tentang kecurangan
pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bisa dimaklumi bila sebuah pesta demokrasi tidak berjalan sempurna, namun tak ada alasanuntuk mengabaikan kecurangan, apalagi pembiaran atas ketidakberesan prosesnya. Dengan
demikian, proses hukum yang diajukan oleh salah satu kontestan pilpres menjadi penting dan
strategis. Penting karena merupakan langkah tepat menunjukkan kekeliruan pelaksanaan
pesta demokrasi terbesar di Republik ini, dan menjadi strategis karena langkah tersebut
diharapkan mampu memangkas kekeliruan sejarah yang dibuat secara sengaja atau tidak oleh
anak bangsa ini.
Pada Pemilu 2004, dua hari setelah pencoblosan, Gus Dur bersama belasan partai politik
peserta pemilu menolak hasil pemilu dan menyatakan pemilu tidak sah. Besoknya, koran-
koran terkemuka mengutip pernyataan Gus Dur bahwa Indonesia mengalami krisis konstitusi.
Tapi akhirnya pemilu tersebut telah menghantarkan bangsa Indonesia kepada babak baru
kehidupan berbangsa dan bernegara. Golkar tampil sebagai pemenang pemilu dan SBY-JK
tampil sebagai presiden dan wakil presiden, mengemban amanat rakyat (Mahfud MD, "Sah-
Tidak Tak Bergantung Gugatan", 2009).
Pasangan Prabowo-Hatta yang mengajukan tuntutan kepada MK adalah hal yang sangat
wajar dalam mekanisme demokrasi. Namun, yang membuat kita tidak mengerti adalah
mengapa Prabowo justru menarik diri dari proses rekapitulasi nasional? Secara logika, jika
menarik diri dari proses pilpres, berarti Prabowo juga mengundurkan diri sebagai capres.Kalau menarik diri dari proses pilpres, mengapa Prabowo menggugat hasil pilpres? Ini
menjadi suatu keanehan dalam demokrasi pilpres.
Meskipun demikian, kita patut mengapresiasi langkah Prabowo, karena gugatan melalui MK
merupakan pilihan hukum yang tepat dan lebih baik daripada terus menolak proses pilpres.
Sekarang bola ada di tangan MK untuk menentukan secara final dan mengikat siapa yang
berhak memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Karena itu, saatnya kita mengajak seluruh
elemen masyarakat agar menempatkan diri pada posisi yang tepat, menghormati proses
hukumnya. Kita tidak boleh menggiring opini publik dan terkesan memaksa salah satu
kontestan untuk menerima hasil pilpres begitu saja. Bukankah gugatan atas kecurangan
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
14/22
merupakan bagian dari pembelajaran politik?
Jika nanti gugatan ditolak MK, Prabowo harus siap menerima putusan hukum itu dengan
sikap kenegarawanan, legawa, ikhlas, dan puas. Bukan justru membuat manuver politik yang
merugikan diri sendiri dan kepentingan rakyat. Sebaliknya, jika gugatan itu dikabulkan MK,Jokowi-JK juga harus berbesar hati menerimanya dan tak perlu meluapkan kemarahan
sehingga menimbulkan kekacauan besar.
Marilah menjaga ikhtiar itu, agar anak bangsa ini tidak keliru menulis sejarah bangsanya
sendiri. Teladan baik dari tulisan sejarah yang benar adalah bukti otentik bagi generasi
selanjutnya. Penerus kita nanti akan tetap percaya ada niat baik untuk membangun bangsa ini
sejak awal. Tugas kita adalah mengawal proses hukumnya agar tidak dicederai oleh para
penegak hukum.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
15/22
Pembangunan Kota Berkelanjutan
Jum'at, 01 Agustus 2014
Nirwono Joga, Koordinator Gerakan Indonesia Menghijau
Visi dan misi calon presiden dan wakil presiden secara eksplisit telah menyebut isu
lingkungan, namun hal itu perlu dijabarkan lebih rinci dalam program kerja pemerintahan.
Salah satunya adalah pentingnya pembangunan kota yang berkelanjutan.
Pembangunan kota tak berkelanjutan telah membuat kota-kota di Nusantara pada akhirnya
melakukan bunuh diri ekologis. Tata ruang dipahami sebagai tata uang, hasil kolusi antarapenguasa dan pengusaha.
Pembangunan kota tidak boleh lagi berorientasi pada kepentingan ekonomi semata, tapi harus
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dan kelestarian lingkungan. Kota harus
melakukan antisipasi, mitigasi, dan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam aspek
komitmen, kebijakan, dan kelembagaan.
Perencanaan kota memerlukan pendekatan menyeluruh dalam pengembangan perkotaan,
penyediaan perumahan terjangkau dan infrastruktur memadai, serta prioritas peningkatan
kualitas permukiman kumuh dan regenerasi perkotaan. Kualitas permukiman juga harus
ditingkatkan, termasuk kondisi kehidupan dan pekerjaan dalam konteks penanggulangan
kemiskinan, sehingga terdapat kemudahan akses terhadap pelayanan dasar (kesehatan dan
pendidikan), perumahan, dan mobilitas.
Perencanaan dan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan juga harus didekati secara
terpadu, termasuk melalui dukungan kepada pemerintah daerah, peningkatan kesadaran
publik, dan peningkatan partisipasi penduduk perkotaan dalam pengambilan keputusan.
Kebijakan pembangunan berkelanjutan juga harus mendukung pelayanan sosial danperumahan yang inklusif, lingkungan hunian yang aman dan sehat bagi semua, khususnya
anak-anak, remaja, perempuan, lansia dan difabel; energi terbarukan; transportasi terjangkau
dan hijau; promosi, perlindungan, dan restorasi ruang terbuka hijau; air minum dan sanitasi
yang aman dan bersih; kualitas udara yang sehat; pengadaan pekerjaan yang layak; dan
meningkatnya perencanaan tata ruang kota dan perbaikan permukiman kumuh.
Peningkatan jumlah kawasan metropolitan dan kota/perkotaan perlu menerapkan kebijakan
perencanaan tata ruang kota dan desain kota yang berkelanjutan, untuk merespons secara
efektif pertumbuhan penduduk perkotaan pada masa mendatang. Perencanaan dan
perancangan kota memerlukan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, penggunaan data
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
16/22
dan informasi, seperti tren demografi, distribusi pendapatan, dan permukiman informal.
Ekonomi hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan
merupakan salah satu alat penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
pengentasan kemiskinan. Hal ini didorong untuk pembentukan jejaring dan untuk berbagipengalaman dan pengetahuan di semua tingkatan. Untuk itu, diperlukan kerangka institusi
untuk pembangunan berkelanjutan. Strategi pembangunan yang mendukung pertumbuhan
sehat, pengentasan kemiskinan, perluasan lapangan kerja, dan pelestarian lingkungan
diperlukan untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan secara setara dan seimbang.
Untuk menyiasati keterbatasan lahan dan harga tanah yang semakin mahal, pemerintah kota
perlu mengembangkan kawasan terpadu untuk mengelola pertumbuhan serta perubahan,
sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota.
Kawasan terpadu merupakan proses perencanaan dan pengembangan terpadu (satu lahan
besar, satu perencanaan, satu pengembang utama, dan satu program terpadu), khususnya
dalam pembangunan perumahan hunian vertikal (rusunawa dan apartemen). Konsep ini
memiliki kerangka ruang yang lentur, memberikan ruang untuk inovasi dan kreasi dalam
perancangan lingkungan perkotaan, teknologi, serta sosial, budaya, dan ekonomi yang selalu
dinamis, berubah dari waktu ke waktu.
Karakteristik pengembangan kawasan terpadu, berupa keterpaduan fungsi dan fisik secara
nyata dari berbagai bagian proyek dan penggunaan lahan secara intensif, berhubungan erat
dengan rencana sistem sirkulasi dan menampung pergerakan pejalan kaki dan pesepeda.Diperlukan pemisahan yang tegas antara moda sirkulasi kendaraaan bermotor dan pejalan
kaki dan pengendara sepeda, serta integrasi jaringan transportasi massal (bus dan kereta api).
Penggabungan elemen, bagian proyek, dan fungsi berbeda menjadi blok yang lebih besar
diperlukan untuk membuat tata ruang lebih efisien dan fleksibel atas penggunaannya, baik
horizontal maupun vertikal (udara, tapak, dan bawah tanah). Karakteristik kawasan terpadu
harus memiliki setidaknya tiga atau lebih fungsi penghasilan pendapatan utama (retail,
perkantoran, hotel, apartemen, hunian, pusat belanja, dan tempat rekreasi) untuk menjamin
pengembalian modal yang layak. Fungsi harus saling mendukung dan terpadu dengan baik.
Kawasan terpadu tidak dapat dibangun terisolasi dari kawasan sekitar, karena merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan fungsi kota yang dirancang dalam skala manusia,
produktif, dan layak huni. Merencanakan kota lestari dan melaksanakannya secara baik dan
terpadu akan mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan. Selamat bekerja.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
17/22
Menata Kembali Relasi Pusat-Daerah
Sabtu, 02 Agustus 2014
Darmaningtyas, Pengamat Pendidikan dari Tamansiswa
Terpilihnya pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai presiden dan wakil
presiden 2014-2019 akan membawa implikasi politik yang luas, termasuk menyangkut relasi
antara pusat-daerah dalam bidang pendidikan. Hal itu lantaran, dalam visi-misinya, Jokowi
akan mengembangkan keragaman, bukan penyeragaman. Dia juga memberikan peran lebih
besar kepada daerah untuk mengembangkan model pendidikan yang menjaga keseimbangan
aspek muatan lokal (daerah) dan aspek nasional, dalam rangka membangun pemahaman yanghakiki terhadap kebinekaan yang tunggal ika.
Visi-misi itu akan berimplikasi terhadap relasi pusat dan daerah. Sejak keluarnya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (direvisi menjadi UU Nomor
32/2004), pendidikan merupakan salah satu sektor yang diotonomikan. Wewenang
pemerintah pusat hanya pada kurikulum dan evaluasi hasil belajar. Persoalan guru, fasilitas
pendidikan, dan pembiayaan pendidikan menjadi domain pemerintah daerah. Namun, dalam
prakteknya, dominasi pemerintah pusat masih kuat. Sebab, selain dana bantuan operasional
sekolah (BOS) dikucurkan oleh pemerintah pusat, kurikulum dan evaluasi yang tersentral
juga membuat daerah tunduk seratus persen atas kemauan pemerintah pusat. Pemerintahan
Jokowi tampaknya ingin memberikan peran kepada daerah, agar karakter daerah itu terlihat
dalam sistem pendidikan nasional kita.
Pertama, konsekuensi dari niat untuk tidak melakukan penyeragaman adalah munculnya
keragaman. Manajemen keragaman akan berbeda dengan penyeragaman. Penyeragaman
berarti sentralisasi, sedangkan keragaman berarti desentralisasi. Daerah, khususnya pada level
provinsi-karena Jokowi akan menata kembali otonomi daerah dengan memberikan
kewenangan yang lebih kepada gubernur-perlu diberi peran lebih besar untuk
mengembangkan sistem pendidikan di wilayahnya, termasuk melakukan evaluasi pendidikan.Dengan demikian, model evaluasi secara nasional seperti ujian nasional (UN) tidak
diperlukan lagi. UN hanya diperlukan untuk pemetaan kualitas pendidikan nasional yang
dapat dilaksanakan cukup 2-3 tahun sekali. UN untuk SMK tidak diperlukan, mengingat
kualitas SMK ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki.
Kedua, masalah kurikulum yang menjaga keseimbangan aspek muatan lokal (daerah) dan
aspek nasional itu amat diperlukan, mengingat Indonesia sangat luas dan memiliki potensi
yang beragam. Kurikulum 1984 dan 1994 memberikan porsi 20 persen untuk muatan lokal,
tapi kurikulum 2013 justru menghilangkannya. Karena itu, mumpung belum dapat
diimplementasikan karena banyak kendala, konsep kurikulum 2013 ini perlu dibenahi sesuai
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
18/22
dengan visi-misi presiden terpilih Jokowi.
Implikasinya, kelembagaan tingkat dinas pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota perlu
diperkuat agar mampu mengembangkan kurikulum daerah secara baik. Pusat Kurikulum dan
Perbukuan tidak hanya dikembangkan di pusat, tapi juga di daerah, agar pendidikan dapatmenunjang pengembangan industri penerbitan di daerah.
Kurikulum nasional itu cukup mata pelajaran Pancasila, bahasa Indonesia, bahasa Inggris,
IPA, matematika, dan sejarah nasional. Selebihnya menjadi domain daerah. Dalam kurikulum
2013, semua mata pelajaran disiapkan oleh pusat sehingga daerah tidak memiliki ruang
sedikit pun. Karena itu, konsep kurikulum 2013 ini pun perlu direvisi total.
Ketiga, soal distribusi tenaga guru, ini justru kebalikan dari yang seharusnya, yaitu guru
menjadi domain pemerintah daerah. Tapi, mengingat sampai sekarang distribusi guru
timpang, terlebih di daerah-daerah di kepulauan, Jokowi memandang perlunya pemerataan
distribusi, disertai pemberian tunjangan yang memadai dan dukungan fasilitas asuransi yang
memadai.
Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sudah mengatur
masalah tersebut. Dalam aturan itu, guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah
daerah di daerah khusus berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangan. Namun, karena UU itu tidak dijalankan, tidak ada salahnya bila
masalah distribusi guru diambil alih oleh pemerintah pusat, demi terwujudnya kesejahteraan
warga. Yang diperlukan adalah koordinasi dengan pemda sebagai pengelola wilayah untukmelakukan pemetaan daerah-daerah yang mengalami kekurangan guru dan sekolah-sekolah
yang kelebihan guru.
Hal yang sama terjadi atas pemerataan fasilitas pendidikan. Hal ini seharusnya menjadi
domain pemda, tapi karena berbagai alasan, pemda tidak berbuat maksimal. Tidak ada
salahnya bila pemerintah pusat mengambil alih untuk mewujudkannya. Konsekuensinya,
perlu ada penataan kembali dalam hal batas-batas kewenangan antara pusat dan daerah,
sehingga sangat mungkin UU Nomor 32/2004 perlu direvisi. Pendidikan bukan termasuk
yang diotonomikan, tapi daerah tetap diberi keleluasaan untuk mengembangkan pendidikan
sesuai dengan karakter wilayahnya.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
19/22
Cinta untuk Gaza
Sabtu, 02 Agustus 2014
Benni Setiawan, Dosen Universitas Negeri Yogyakarta
Konflik politik Israel dengan Palestina (Hamas) kembali pecah. Hingga, Rabu, 30 Juli 2014,
operasi Israel berlabel "Operation Protective Edge" ini telah menewaskan lebih dari 1.200
jiwa.
Perang saudara Israel-Palestina tampaknya akan terus berlanjut. Kondisi demikian
menggugah kesadaran berbagai kelompok untuk mendorong adanya rekonsiliasi. Salah satutokoh penyeru perdamaian Israel-Palestina adalah Gilad Atzmon. Ia menyeru, Zionis Israel
harus hengkang dari negara yang sejak 1948 dinamakan Israel itu. Dengan hengkangnya
Zionisme, entah ke mana, akan tercipta sebuah negara Palestina merdeka, yang di dalamnya
warga Yahudi dan Palestina dapat hidup damai dalam iklim demokrasi yang sehat dan
modern, persis seperti era sebelum membanjirnya migran asing ke sana.
Migran Yahudi asing inilah yang bikin kacau, tidak saja di kawasan panas itu, tapi juga
memiliki dampak global yang mencemaskan. Keberanian Gilad dalam menyuarakan
kemerdekaan bangsa Palestina membuat ia disebut sebagai "anak haram Yahudi". Ia pun
bangga ketika disebutself-hating Jew(Yahudi pembenci diri sendiri). Bagi Gilad, Zionisme
yang rasis tidak mungkin menjadi bagian dari kemanusiaan, dan sangat mengancam
perdamaian dunia. Pernyataan Gilad tersebut membenarkan pembelaan terhadap nasib rakyat
Palestina (Ahmad Syafii Maarif, 2012).
Selain upaya yang telah dilakukan Gilad tersebut, tampaknya perlu adanya upaya untuk
bertindak atas nama cinta untuk konflik berkepanjangan ini. Menurut Benny Susetyo,
gerakan atas nama cinta itulah yang membuat manusia tidak buas terhadap sesama. Israel
sudah hampir kehilangan cintanya terhadap sesama saudaranya di Palestina. Israel telah buta
hati dan beku nuraninya jika tak menghentikan kekerasan ini. Tindakan Israel adalahtindakan yang tidak mengenal moralitas cinta. Sanksi terberat dari kaum barbar adalah
dikucilkan dari pergaulan internasional. Sikap sok kuasa kaum Israel telah melenyapkan
semua. Mereka merasa hanya dirinya yang jagoan.
Karena itu, sudah saatnya seluruh umat manusia mampu berpikir, berbuat, serta bertindak
nyata untuk kemanusiaan. Bertindak atas nama cinta sebagai solidaritas kemanusiaan
terhadap warga sipil di Palestina.
Mengucilkan Israel merupakan bentuk solidaritas nyata atas aksi brutal Zionis terhadap
bangsa Palestina. Aksi barbar Israel yang juga tidak mengindahkan seruan dunia merupakan
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
20/22
teror terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasalnya, Israel bertindak atas nalar
kekerasan, kebengisan, dan menghalalkan darah sesama serta tak mengindahkan perdamaian
dunia.
Nalar kekerasan harus dilawan dengan nalar kebenaran, cinta, dan mau hidup damai dalambingkai kemanusiaan. Bangunan kemanusiaan selayaknya menjadi spirit seluruh bangsa
untuk mengecam aksi barbar Zionis Israel.
Kecaman terhadap Israel bukan didasarkan pada kebencian atas nama agama. Namun, aksi ini
merupakan protes terhadap tindakan barbar Israel yang telah membunuh manusia demi
ambisi menguasai sebuah wilayah.
Inilah mesiu cinta yang dapat kita kirimkan ke Jalur Gaza untuk meredam konflik
berkepanjangan. Hanya cintalah yang mampu melakukan itu. Sebab, cinta itu menenteramkan
dan menyemai keadilan yang beradab.
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
21/22
Bayang-bayang Hamlet
Sabtu, 02 Agustus 2014
Agus Dermawan T., Pengamat Budaya dan Seni
Seorang sahabat mengirim pesan pendek yang bunyinya begini: "Dalam pikiran saya, SBY
kini terbebas dari bayang-bayang Hamlet." Yang dimaksud di situ adalah, setelah Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan mendukung presiden terpilih Joko Widodo,
bayang-bayang Prabowo Subianto, yang dipersonifikasi sebagai Hamlet, secara resmi
ditinggalkan. Padahal, seluruh rakyat Indonesia melihat betapa sebelumnya SBY mendukung
Prabowo. Dalam setiap pembicaraan tentang pilpres, bayangan Prabowo selalu berkelindan.
Siapakah Hamlet? Ia adalah tokoh dalam cerita yang digubah William Shakespeare pada
1602. Ini merupakan drama tragedi hasil paduan legenda yang dipublikasi di Prancis 1582
dengan kisah Ur-Hamlet, karangan orang tak dikenal, pada 1589.
Hamlet adalah seorang pangeran dan kesatria dari kerajaan Denmark. Pada selayar mimpi,
Hamlet bertemu dengan almarhum ayahnya. Dalam mimpi itu, roh sang ayah mengatakan ia
dibunuh oleh adiknya, atau paman Hamlet. Tujuannya, agar si paman bisa menjadi raja
sambil mengawini istrinya, atau Ibu Hamlet, yang tetap ratu. Si pangeran yang
temperamental ini tentu saja marah.
Lantaran Hamlet seorang cerdik-pandai dengan ilmu bertumpuk buku, penyelidikan dan
pembalasan dilakukan dengan elok dan saksama. Ia menggelar sandiwara keliling dengan inti
lakon: "seorang adik meracuni kakak demi kekuasaan dan perempuan". Dari reaksi raja dan
ratu yang juga ikut menonton, segera terbukti bahwa pembunuhan memang terjadi. Sang Ibu
merasa terganggu oleh pertunjukan itu, sehingga Hamlet pun diinterogasi di dalam kamar
pribadi. Dalam kamar, menyelinaplah Polonius, seorang intel. Ia menguping pembicaraan,
untuk digunakan sebagai bahan perebutan kekuasaan dari pihak lain. Hamlet tahu perbuatan
Polonius, sehingga Polonius dibunuh.
Atas pembunuhan itu, raja dan ratu beserta jajaran petinggi Denmark gusar. Hamlet dianggap
psikopat dan dibuang ke Inggris. Pengasingan ini menyebabkan pacar Hamlet, Ophelia,
menjadi stres dan memutuskan hubungan. Ketika Ophelia mati karena tenggelam di kolam,
Hamlet datang untuk menghadiri penguburan. Dalam perkabungan ini, Hamlet bertengkar
dengan keponakannya, Laertes, yang terus-menerus mengejek Hamlet sebagai pelanggar
HAM. Perang anggar pun terjadi.
Di tengah laga seru itu sang ratu, atau ibu Hamlet, secara tak sengaja meminum anggur
beracun yang ada di hadapannya sehingga tewas. Padahal, anggur itu disediakan oleh raja
-
8/12/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 28.7.2014-2.8.2014
22/22
untuk selebrasi bagi Hamlet, yang diusahakan bisa mengalahkan Laertes. Laertes adalah
legislator manipulator anggaran yang dicurigai akan mendongkel kekuasaan raja Denmark
lewat DPR.
Aha! Setelah mengeja cerita Hamlet, saya membalas pesan pendek itu dengan pertanyaan:"Apa hubungannya cerita itu dengan SBY?"
Sahabat saya menjawab: "Dalam pikiran saya, SBY mungkin tahu bahwa ada sejarah rumit di
belakang pangeran Hamlet, eh, Prabowo, yang sesungguhnya seorang kesatria pencari
kebenaran. Kekuasaan yang dicari adalah untuk penebusan dan (kemudian) pengabdian.
Namun, kerumitan sejarah itu dimanfaatkan oleh lawan-lawannya untuk tak henti memusuhi.
Dan sifat temperamentalnya dimanfaatkan oleh teman-temannya yang ingin mencari
kedudukan dan keuntungan."
Kesimpulan cerita, Hamlet adalah manusia yang terus berjuang menunaikan keyakinan,
meski yang dilakukan tampak dikalahkan dan disalahkan oleh zaman.