cerebral palsy.docx

23
CEREBRAL PALSY DEFINISI Istilah serebral palsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang bersifat nonprogresif, berbeda-beda kronis dan akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan 1 . ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI Terdapat banyak faktor yang merupakan penyebab serebral palsi, baik genetik atau faktor yang di dapat. Faktor-faktor ini termasuk jejas hypoxic-ischemic, malformasi struktural, kelainan vaskular, perdarahan intraventrikular atau subarachnoid, infeksi, kelainan hormonal, toksin, trauma, kelainan metabolik, prematuritas dan penyakit metabolik pada neonatus 1 . PERINATAL ASFIKSIA Asfiksia selama persalinan berdampak besar terhadap kejadian serebral palsi pada neonatus. Sebuah studi oleh the national colaborative perinatal project meneliti mengenai hubungan apgar score dan kejadian serebral palsi. Hubungan antara kedua variabel ini terlihat pada grafik berikut 1 : 1

Upload: putra-mahautama

Post on 28-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CEREBRAL PALSY.docx

TRANSCRIPT

Page 1: CEREBRAL PALSY.docx

CEREBRAL PALSYDEFINISI

Istilah serebral palsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok

gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang bersifat nonprogresif, berbeda-beda kronis dan

akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan1.

ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI

Terdapat banyak faktor yang merupakan penyebab serebral palsi, baik genetik atau faktor yang

di dapat. Faktor-faktor ini termasuk jejas hypoxic-ischemic, malformasi struktural, kelainan

vaskular, perdarahan intraventrikular atau subarachnoid, infeksi, kelainan hormonal, toksin,

trauma, kelainan metabolik, prematuritas dan penyakit metabolik pada neonatus1.

PERINATAL ASFIKSIA

Asfiksia selama persalinan berdampak besar terhadap kejadian serebral palsi pada

neonatus. Sebuah studi oleh the national colaborative perinatal project meneliti

mengenai hubungan apgar score dan kejadian serebral palsi. Hubungan antara kedua

variabel ini terlihat pada grafik berikut1 :

1

Page 2: CEREBRAL PALSY.docx

2

Page 3: CEREBRAL PALSY.docx

BBLR DAN PREMATURITAS

Beberapa studi menunjukkan peningkatan angka kejadian serebral palsi pada bayi dengan

berat badan rendah terutama di bawah 1.500 gram atau bayi prematur ( <37 minggu).

Hubungan antara kedua variabel tersebut masih belum absolut, angka kejadian serebral

palsi pada bayi berat badan lahir rendah kurang dari 1.500 gram hanya berkisar sekitar 10

% - 28 %. Hubungan ini juga bergantung pada tipe serebral palsi, sekitar 70% pasien

dengan serebral palsi tipe spastik diplegia memiliki riwayat berat badan lahir rendah.

Kemungkinan besar lesi otak pada serebral palsi terjadi selama kehamilan yang

menyebabkan prematuritas dan impairment pada perkembangan fetus.

MALFORMASI KONGENITAL

Malformasi kongential sering ditemukan pada anak dengan serebral palsi. Sebuah studi

oleh the national colaborative perinatal project menunjukkan bahwa 22% bayi dengan

serebral palsi memiliki malformasi mayor nonserebral. Oleh karena itu, serebral palsi

dapat disimpulkan merupakan akibat dari suatu malformasi kongenital. Malformasi

kongenital ini berdampak pada gangguan selama masa perkembangan fetus dan

menyebabkan asfiksia perinatal.

INFEKSI

Beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa infeksi bakteri, kelainan autoimun, defek

koagulasi merupakan penyebab serebral palsi. Infeksi selama di masa intrauterin

merupakan penyebab berat badan lahir rendah dan berhubungan dengan peningkatan

kejadian serebral palsi.

FAKTOR LAIN

Serebral palsi juga dihubungkan dengan maternal retardasi mental, kejang, hipertiroid,

dan kelainan genetik. Sedangkan faktor lain yang berpengaruh selama kehamilan adalah

severe proteinuria, perdarahan trimester 3, pemakaian obat-obatan hormonal, penyakit

jantung, incompetent serviks. Faktor yang berpengaruh selama persalinan adalah plasenta

previa, persalinan lama, lilitan tali pusat, gawat janin, aspirasi mekonium, dan korionitis.

3

Page 4: CEREBRAL PALSY.docx

Adapun pembagian lain etiologi dari CP (Cerebral Palsy), antara lain2 :

1. Prenatal

a. Infeksi Intrauterin : TORCH dan penyakit menular lainnya

i. Untuk TORCH merupaka gabungan antara Toksoplasma, Rubella,

SItomegalovirus dan Herpes , merupakan sindrom yang bisa menyerang

ibu hamil, biasanya gejala dari ibu yang mengandung tidak tampak, bisa

hanya tampak berupa gangguan pada pernapasan seperti pneumonitis,

gangguan GIT berupa hepatosplenomegali dan gangguan pada mata

seperti korioretinitis, serta gangguan pada hematologi berupa purpura dan

trombostiopenia3. Namun hal ini jarang terdeteksi dan jarang ketahuan,

lebih sering bersifat asimtomatik. Biasanya bersumber dari makanan yang

tidak matang, air mentah, termasuk telur setengah matang. Infeksi dari

rubella sering tidak terdiagnosis. Makin muda usia kehamilan, makin

besar resiko dan muncul manifestasi berat pada janin (katarak,

glaucoma,mikroftalmia, PDA, tuli, retardasi mental dan

meningoensefalitis)3,4.

Untuk sitomegalovirus, biasanya ringan bahkan tanpa gejala, 10-15% bayi

dengan infeksi ini menunjukkan berat badan kurang, ikterus, kepala kecil,

perkapuran otak, retardasi mental, korioretinitis dan strabismus4. Untuk

toksoplasma, biasa berawal dari kucing, daging tidak matang untuk

dimakan, kista yang tertelan dari sayuran yang tidak dicuci dengan baik.

Gejala yang timbul tidak spesifik dan ringan, bervariasi seperti, rasa lelah,

demam, radang tenggorokan dab pembesaran kelenjar getah bening pada

ibu hamil, ditularkan melalui transplasental4. Untuk herpes simpleks pada

orang dewasa ringan, namun sebaliknya pada bayinya. Bisa ti,bul

gelembung-gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjugtiva

dan selaput lendir mulut, hingga ensefalitis herpes virus yang

menyebabkan kematian3.

b. Radiasi

c. Asfiksia Intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,

kelainan umbilical, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lainnya)

4

Page 5: CEREBRAL PALSY.docx

d. DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar

2. Perinatal

a. Anoksia/Hipoksia

i. Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain injury”.

Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat

pada kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus

lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan

instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesaria5.

b. Perdarahan otak

i. Perdarahan otak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi

anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid akan

menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus.

Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks serebri sehingga

timbul kelumuhan spastis5.

c. Prematuritas

i. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha otak

yang lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah

enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna5,6.

d. Postmaturitas

e. Hiperbilirubinemia

i. Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak

yang permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada

kelainan inkompatibilitas golongan darah5.

f. Bayi kembar

3. Postnatal

a. Trauma kepala

b. Meningitis/ ensefalitis terjadi 6 bulan pertama kehidupan

5

Page 6: CEREBRAL PALSY.docx

c. Racun : logam berat, gas CO

Secara umum, walaupun berbagai faktor telah dihubungkan dengan angka kejadian serebral

palsi. Namun belum ditemukan penyebab pasti dari serebral palsy1.

NEUROPATOLOGI

― Pada bayi prematur dengan serebral palsi, paing sering ditemukan pola periventikuar

leukomalasia dan infark periventikuar.

― Periventikular leukomalasia merupakan nekrosis fokal dan simetris pada white matter

dorsal dan lateral hingga ke ventrikel lateral

― Infark Periventikuar merupakan nekrosis white matter otak akibat perdarahan asimetrik1.

Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal

― Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera atau

perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi klinis cerebral

palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi toxin atau infeksi, atau

insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak sebelum 20 minggu kehamilan dapat

mengakibatkan defisit migrasi neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat

mengakibatkan leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada white matter

berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40 dapat

mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal7.

― Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai faktor pada saat cedera,

termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi aliran darah otak dan regulasi aliran

darah, dan respon biokimia jaringan otak untuk oksigenasi menurun7.

Prematuritas dan pembuluh darah serebral

― Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah otak dan otak

mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan

untuk cerebral palsy. Sebelum matur, distribusi sirkulasi janin dengan hasil otak pada

kecenderungan hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusi dapat

mengakibatkan perdarahan matriks germinal atau leukomalacia periventricular. Antara

minggu 26 dan 34 usia kehamilan, daerah white matter periventricular dekat ventrikel

6

Page 7: CEREBRAL PALSY.docx

lateral yang paling rentan terhadap cedera. Karena daerah-daerah membawa serat

bertanggung jawab atas kontrol motor dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadi dalam

diplegia spastik (yaitu, kelenturan dominan dan kelemahan kaki, dengan atau tanpa

keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah) 7.

Cedera serebral vaskuler dan hipoperfusi

― Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi serebral dewasa, cedera

pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi paling sering pada distribusi arteri

serebral tengah, mengakibatkan cerebral palsy spastik hemiplegia. Namun, otak matur

juga rentan terhadap hipoperfusi, yang sebagian besar menargetkan daerah aliran dari

korteks (misalnya, akhir zona arteri serebral utama), mengakibatkan cerebral palsy

spastik quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi, sehingga cerebral palsy

ekstrapiramidal atau dyskinetic7.

MANIFESTASI KLINIS

Pembagian manifestasi klinis berdasarkan tipe dan topografi1,2,9

Berdasarkan tipe : spastik, diskinetik, ataxic, dan tipe campuran

Berdasarkan topografi : hemiplegi dan quadriplegi

Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek

Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang

7

Page 8: CEREBRAL PALSY.docx

meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya

pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan

terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan

pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari

melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan

lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex

dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di

traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan

besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota

gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/

hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/

diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat

daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,

lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan

berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower

motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari

rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti

kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah

menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang

khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya

terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.

Koreo-atetosis

Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi

dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,

tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan

tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia,

kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern

pada masa neonatus.

Ataksia

8

Page 9: CEREBRAL PALSY.docx

Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan

menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak

bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan

canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.

Gangguan pendengaran

Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen

terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada

golongan koreo-atetosis.

Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi

dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut

sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.

Gangguan mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada

keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.

DIAGNOSIS

Diagnosis cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran klinis, namun, beberapa

penulis mengemukakan bahwa diagnosis harus ditunda sampai anak usia 2 tahun atau lebih.

Karena otak terus berkembang setelah lahir, kelainan tonus motor atau gerakan di beberapa

minggu pertama atau bulan setelah kelahiran secara bertahap dapat membaik selama tahun

pertama kehidupan (atau bahkan nanti). Collaborative Perinatal Project menemukan bahwa

hampir 50% orang yang didiagnosis dengan cerebral palsy dan 66% anak didiagnosis dengan

diplegia spastik, ditemukan secara sugestif cerebral palsy pada usia 7 tahun. Yang lain tidak

mensugestikan tanda-tanda nyata motorik dari gangguan ini hingga usia 1-2 tahun7.

Kondisi lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengan cerebral

palsy yang dicurigai termasuk penyakit metabolik dan genetik, paraplegias kejang herediter,

sindrom Rett, dan kelainan sumsum tulang belakang7.

Adapun diagnosis banding dari Cerebral palsy adalah:7

9

Page 10: CEREBRAL PALSY.docx

Gangguan metabolik herediter

Myopati metabolik

Neuropati netabolik

Gangguan gerakan pada individu dengan disabilitas perkembangan

Trauma lesi saraf perifer

Tumor conus dan cauda equina

Malformasi vaskular dari spinal cord

Diagnosis Cerebral palsy tergantung atas 2 pedoman yang harus ditemukan.Yang pertama

adanya kejadian kerusakan otak yang tidak progresif yang terjadi pada saat otak sedang

berkembang. Yang kedua adanya tanda klinis yang timbul akibat kerusakan sistem yang

mengontrol fungsi motorik tubuh. Gejala klinis pada penderita CP tidak memburuk, tetapi dapat

berubah dengan bertambahnya umur anak. Hipotoni pada beberapa bulan awal umur bayi,

berubah menjadi spastik dan juga gerakan involunter yang timbul lambat.

Beberapa diagnosis awal digunakan seperti keterlambatan perkembangan, disfungsi

neuromotor, motor disability atau disfungsi susunan saraf pusat. Terdapat kriteria untuk

menegakkan diagnosis CP, yaitu dengan membagi kelainan motorik atas 6 kategori2:

1. Posture and movement pattern.

2. Oral motor pattern.

3. Strabismus.

4. Tone of muscle

5. Evaluation of postural reactions and landmarks.

6. Deep tendon, infantile and plantar reflexes.

Menurut Levine disimpulkan bahwa2:

1. Diagnosis CP dapat ditegakkan, jika minimum terdapat 4 abnormalitas dari 6 katagori

diatas.

2. Dengan kriteria diatas dapat dibedakan apakah ini CP atau bukan.

a. Apabila terdapat hanya 1 katagori kelainan motorik diatas, bukan suatu

diagnostik, hanya kecurigaan CP.

10

Page 11: CEREBRAL PALSY.docx

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- MRI

- CT scan

- USG

- EEG

TERAPI

Pengelolaan pasien dengan cerebral palsy harus individual berdasarkan presentasi klinis

anak dan memerlukan pendekatan multidisiplin. Rehabilitasi adalah "intervensi strategi

komprehensif yang dirancang untuk memfasilitasi adaptasi dan partisipasi dalam peningkatan

jumlah dan berbagai pengaturan dalam masyarakat dan budaya” 7.

Neurologis dan spesialis rehabilitasi obat (physiatrists) memainkan peran penting dalam

pengelolaan obat antispasticity. Tanggung jawab dokter adalah untuk mensupervisi dan

mengelola komplikasi medis yang telah dikaitkan dengan cerebral palsy7.

Penderita CP memerlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat masalah yang

dihadapi sangat kompleks, yaitu:9

a. Gangguan motorik

b. Retardasi mental

c. Kejang

d. Gangguan pendengaran

e. Gangguan rasa raba

f. Gangguan bahasa dan bicara

g. Makan/gizi

h. Gangguan mengontrol miksi (ngompol)

i. Gangguan konsentrasi

j. Gangguan emosi

k. Gangguan belajar

11

Page 12: CEREBRAL PALSY.docx

Penatalaksanaan CP meliputi:9

A. Medikamentosa, untuk mengatasi spastisitas :

1. Benzodiazepin :

• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi

• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak lebih 10 mg/dosis)

2. Baclofen (Lioresal) : 3 x 10 mg PO (dapat dinaikkan sampai 40-80 mg/hari)

3. Dantrolene (Dantrium): dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan sampai 40 mg/hari

4. Haloperidol : 0,03 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal (untuk mengurangi gerakan

involusi)

5. Botox :

Usia < 12 tahun belum direkomendasikan

Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)

Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih 25 ml perkali atau

200 ml perbulan

B. Terapi Perkembangan Fisik (Rehabilitasi Medik)

a. Contohnya latihan luas gerak sendi dengan ”Stretching”2.

C. Lain-lain :

1. Pendidikan khusus

2. Penyuluhan psikologis

3. Rekreasi

D. GIZI

Perlu dikonsulkan kebagian gizi dengan kelainan pada gigi, sulit menelan, sukar

menyatakan keinginan untuk makan, konstipasi sering terjadi. Dekubitus pada anak-anak

tidak sering berindah-pindah posisi2.

E. Bedah Ortopedi

a. Misal, karena tendon memendek, akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit

terlalu mengganggu dan lainnya. Tujuannya ialah untuk stabilitas, meleahkan otot

yang terlalu uat atau untuk transfer dan fungsi2

F. Ortotik

a. Menggunakan bracing, dengan tujuan :

12

Page 13: CEREBRAL PALSY.docx

i. Stabilitas, terutama bagian tungkai dan tubuh

ii. Mencegah kontraktur

iii. Mencegah kembalinya deformitas post-op

iv. Agar tangan lebih berfungsi2

G. Terapi wicara dan Okupasi

13

Page 14: CEREBRAL PALSY.docx

Manajemen Gerakan Abnormal

Ini menargetkan obat kelenturan, distonia, mioklonus, chorea, dan athetosis. Sebagai

contoh, baclofen (analog gamma-aminobutyric acid (GABA)), diberikan baik secara oral atau

intrathecal, sering digunakan untuk mengobati spastisitas pada pasien ini7. Botulinum toksin

dengan atau tanpa casting. Botulinum toksin (botox) tipe A dapat mengurangi kekejangan selama

3-6 bulan dan harus dipertimbangkan untuk anak-anak dengan cerebral palsy dengan kelenturan

pada ekstremitas bawah (gastrocnemius, khususnya). Terapi ini dapat memungkinkan untuk

meningkatkan rentang gerak, deformitas dikurangi, respon ditingkatkan untuk terapi okupasi dan

fisik, dan keterlambatan dalam kebutuhan untuk manajemen operasi kelenturan. Casting, dengan

atau tanpa toksin botulinum tipe A, bisa menjadi pilihan tambahan untuk anak-anak dengan cacat

equinus, meskipun bukti itu masih agak bertentangan7,10,11. Dosis badan yang dibentuk total

toksin botulinum dibatasi sampai 12 U/kg, maksimal 400 U per kunjungan. (Banyak praktek,

bagaimanapun, telah aman menggunakan 20 U/kg, maksimal 600 U).

Setiap otot kecil menerima 1-2 U/kg, dan otot-otot besar, 4-6 U/kg. Interval antara dosis

harus minimal 4 bulan untuk membantu mencegah pembentukan antibodi, yang bisa membuat

prosedur botulinum toksin selanjutnya kurang efektif. Perhatikan bahwa otot-otot besar mungkin

tidak merespon hal ini membatasi dosis, atau cukup sering, pasien perlu beberapa otot dilakukan

pada setiap kunjungan7.

2

14

Page 15: CEREBRAL PALSY.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Wallack, Jan B, Charles. 2003. Static Encephalopaties. In : Rudolph C D, Rudolph A M,

Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. 2003. Rudolph's Pediatrics. 21st Ed. USA : McGraw-

Hill. Ch 23.5, pp. 1892 – 1896.

2. Ranuh, Gde. Et al. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Hal. 221-234

3. Wiknjosastro, Hanifa. Et al. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Ed. 3. Cetakan IX; Hal 551-573

4. Rozanah, Siti. 2009. Deteksi Dini KElainan Mata Pada Anak (Aspek Kesehatan Anak). Banten

: Rumah Sakit Internasional Bintaro. Available from

http://www.pdpersi.co.id/website/banten/data/kelainan_mata.pdf. Accessed On : Sunday,

May 19th 2013.

5. Vincer MJ, Allen AC, Joseph KS, Stinson DA, Scott H, Wood E. Increasing prevalence of

cerebral palsy among very preterm infants: a population-based study. Pediatrics. Dec

2006;118(6):e1621-6. [Medline]. diakses dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17074842 (diakses tanggal 22 Mei 2013)

6. Ozturk A, Demirci F, Yildiz S, et al. Antenatal and delivery risk factors and prevalence of

cerebral palsy in Duzce (Turkey). Brain & Development 2007;29; 39–42. diakses dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16824718 (diakses tanggal 22 Mei 2013)

7. Abdel-Hamid HZ, Kao A, Zeldin AS, et al. Cerebral Palsy. diakses dari

http://emedicine.medscape.com/ (diakses tanggal 22 Mei 2013)

8. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson Textbook of

Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.

9. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi Neuropediatri

Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: FK

UNAIR RS DR. Soetomo, 2006.

15

Page 16: CEREBRAL PALSY.docx

10. Simpson DM, Gracies JM, Graham HK, Miyasaki JM, Naumann M, Russman B, et al.

Assessment: Botulinum neurotoxin for the treatment of spasticity (an evidence-based

review): report of the Therapeutics and Technology Assessment Subcommittee of the

American Academy of Neurology. Neurology. May 6 2008;70(19):1691-8. [Medline].

Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18458229 (diakses tanggal 22 Mei

2013)

11. Scholtes VA, Dallmeijer AJ, Knol DL, Speth LA, Maathuis CG, Jongerius PH, et al. The

combined effect of lower-limb multilevel botulinum toxin type a and comprehensive

rehabilitation on mobility in children with cerebral palsy: a randomized clinical

trial. Arch Phys Med Rehabil. Dec 2006;87(12):1551-8. [Medline]. Diakses dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17141633 (diakses tanggal 22 Mei 2013).

16