cerebral palsy.docx
DESCRIPTION
CEREBRAL PALSY.docxTRANSCRIPT
CEREBRAL PALSYDEFINISI
Istilah serebral palsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok
gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang bersifat nonprogresif, berbeda-beda kronis dan
akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan1.
ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI
Terdapat banyak faktor yang merupakan penyebab serebral palsi, baik genetik atau faktor yang
di dapat. Faktor-faktor ini termasuk jejas hypoxic-ischemic, malformasi struktural, kelainan
vaskular, perdarahan intraventrikular atau subarachnoid, infeksi, kelainan hormonal, toksin,
trauma, kelainan metabolik, prematuritas dan penyakit metabolik pada neonatus1.
PERINATAL ASFIKSIA
Asfiksia selama persalinan berdampak besar terhadap kejadian serebral palsi pada
neonatus. Sebuah studi oleh the national colaborative perinatal project meneliti
mengenai hubungan apgar score dan kejadian serebral palsi. Hubungan antara kedua
variabel ini terlihat pada grafik berikut1 :
1
2
BBLR DAN PREMATURITAS
Beberapa studi menunjukkan peningkatan angka kejadian serebral palsi pada bayi dengan
berat badan rendah terutama di bawah 1.500 gram atau bayi prematur ( <37 minggu).
Hubungan antara kedua variabel tersebut masih belum absolut, angka kejadian serebral
palsi pada bayi berat badan lahir rendah kurang dari 1.500 gram hanya berkisar sekitar 10
% - 28 %. Hubungan ini juga bergantung pada tipe serebral palsi, sekitar 70% pasien
dengan serebral palsi tipe spastik diplegia memiliki riwayat berat badan lahir rendah.
Kemungkinan besar lesi otak pada serebral palsi terjadi selama kehamilan yang
menyebabkan prematuritas dan impairment pada perkembangan fetus.
MALFORMASI KONGENITAL
Malformasi kongential sering ditemukan pada anak dengan serebral palsi. Sebuah studi
oleh the national colaborative perinatal project menunjukkan bahwa 22% bayi dengan
serebral palsi memiliki malformasi mayor nonserebral. Oleh karena itu, serebral palsi
dapat disimpulkan merupakan akibat dari suatu malformasi kongenital. Malformasi
kongenital ini berdampak pada gangguan selama masa perkembangan fetus dan
menyebabkan asfiksia perinatal.
INFEKSI
Beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa infeksi bakteri, kelainan autoimun, defek
koagulasi merupakan penyebab serebral palsi. Infeksi selama di masa intrauterin
merupakan penyebab berat badan lahir rendah dan berhubungan dengan peningkatan
kejadian serebral palsi.
FAKTOR LAIN
Serebral palsi juga dihubungkan dengan maternal retardasi mental, kejang, hipertiroid,
dan kelainan genetik. Sedangkan faktor lain yang berpengaruh selama kehamilan adalah
severe proteinuria, perdarahan trimester 3, pemakaian obat-obatan hormonal, penyakit
jantung, incompetent serviks. Faktor yang berpengaruh selama persalinan adalah plasenta
previa, persalinan lama, lilitan tali pusat, gawat janin, aspirasi mekonium, dan korionitis.
3
Adapun pembagian lain etiologi dari CP (Cerebral Palsy), antara lain2 :
1. Prenatal
a. Infeksi Intrauterin : TORCH dan penyakit menular lainnya
i. Untuk TORCH merupaka gabungan antara Toksoplasma, Rubella,
SItomegalovirus dan Herpes , merupakan sindrom yang bisa menyerang
ibu hamil, biasanya gejala dari ibu yang mengandung tidak tampak, bisa
hanya tampak berupa gangguan pada pernapasan seperti pneumonitis,
gangguan GIT berupa hepatosplenomegali dan gangguan pada mata
seperti korioretinitis, serta gangguan pada hematologi berupa purpura dan
trombostiopenia3. Namun hal ini jarang terdeteksi dan jarang ketahuan,
lebih sering bersifat asimtomatik. Biasanya bersumber dari makanan yang
tidak matang, air mentah, termasuk telur setengah matang. Infeksi dari
rubella sering tidak terdiagnosis. Makin muda usia kehamilan, makin
besar resiko dan muncul manifestasi berat pada janin (katarak,
glaucoma,mikroftalmia, PDA, tuli, retardasi mental dan
meningoensefalitis)3,4.
Untuk sitomegalovirus, biasanya ringan bahkan tanpa gejala, 10-15% bayi
dengan infeksi ini menunjukkan berat badan kurang, ikterus, kepala kecil,
perkapuran otak, retardasi mental, korioretinitis dan strabismus4. Untuk
toksoplasma, biasa berawal dari kucing, daging tidak matang untuk
dimakan, kista yang tertelan dari sayuran yang tidak dicuci dengan baik.
Gejala yang timbul tidak spesifik dan ringan, bervariasi seperti, rasa lelah,
demam, radang tenggorokan dab pembesaran kelenjar getah bening pada
ibu hamil, ditularkan melalui transplasental4. Untuk herpes simpleks pada
orang dewasa ringan, namun sebaliknya pada bayinya. Bisa ti,bul
gelembung-gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjugtiva
dan selaput lendir mulut, hingga ensefalitis herpes virus yang
menyebabkan kematian3.
b. Radiasi
c. Asfiksia Intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,
kelainan umbilical, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lainnya)
4
d. DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar
2. Perinatal
a. Anoksia/Hipoksia
i. Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain injury”.
Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat
pada kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus
lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan
instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesaria5.
b. Perdarahan otak
i. Perdarahan otak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi
anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid akan
menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus.
Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks serebri sehingga
timbul kelumuhan spastis5.
c. Prematuritas
i. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha otak
yang lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah
enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna5,6.
d. Postmaturitas
e. Hiperbilirubinemia
i. Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
yang permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah5.
f. Bayi kembar
3. Postnatal
a. Trauma kepala
b. Meningitis/ ensefalitis terjadi 6 bulan pertama kehidupan
5
c. Racun : logam berat, gas CO
Secara umum, walaupun berbagai faktor telah dihubungkan dengan angka kejadian serebral
palsi. Namun belum ditemukan penyebab pasti dari serebral palsy1.
NEUROPATOLOGI
― Pada bayi prematur dengan serebral palsi, paing sering ditemukan pola periventikuar
leukomalasia dan infark periventikuar.
― Periventikular leukomalasia merupakan nekrosis fokal dan simetris pada white matter
dorsal dan lateral hingga ke ventrikel lateral
― Infark Periventikuar merupakan nekrosis white matter otak akibat perdarahan asimetrik1.
Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal
― Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera atau
perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi klinis cerebral
palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi toxin atau infeksi, atau
insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak sebelum 20 minggu kehamilan dapat
mengakibatkan defisit migrasi neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat
mengakibatkan leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada white matter
berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40 dapat
mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal7.
― Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai faktor pada saat cedera,
termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi aliran darah otak dan regulasi aliran
darah, dan respon biokimia jaringan otak untuk oksigenasi menurun7.
Prematuritas dan pembuluh darah serebral
― Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah otak dan otak
mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan
untuk cerebral palsy. Sebelum matur, distribusi sirkulasi janin dengan hasil otak pada
kecenderungan hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusi dapat
mengakibatkan perdarahan matriks germinal atau leukomalacia periventricular. Antara
minggu 26 dan 34 usia kehamilan, daerah white matter periventricular dekat ventrikel
6
lateral yang paling rentan terhadap cedera. Karena daerah-daerah membawa serat
bertanggung jawab atas kontrol motor dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadi dalam
diplegia spastik (yaitu, kelenturan dominan dan kelemahan kaki, dengan atau tanpa
keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah) 7.
Cedera serebral vaskuler dan hipoperfusi
― Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi serebral dewasa, cedera
pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi paling sering pada distribusi arteri
serebral tengah, mengakibatkan cerebral palsy spastik hemiplegia. Namun, otak matur
juga rentan terhadap hipoperfusi, yang sebagian besar menargetkan daerah aliran dari
korteks (misalnya, akhir zona arteri serebral utama), mengakibatkan cerebral palsy
spastik quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi, sehingga cerebral palsy
ekstrapiramidal atau dyskinetic7.
MANIFESTASI KLINIS
Pembagian manifestasi klinis berdasarkan tipe dan topografi1,2,9
Berdasarkan tipe : spastik, diskinetik, ataxic, dan tipe campuran
Berdasarkan topografi : hemiplegi dan quadriplegi
Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
7
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di
traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan
besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota
gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/
hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower
motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari
rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti
kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah
menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang
khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya
terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia,
kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern
pada masa neonatus.
Ataksia
8
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
DIAGNOSIS
Diagnosis cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran klinis, namun, beberapa
penulis mengemukakan bahwa diagnosis harus ditunda sampai anak usia 2 tahun atau lebih.
Karena otak terus berkembang setelah lahir, kelainan tonus motor atau gerakan di beberapa
minggu pertama atau bulan setelah kelahiran secara bertahap dapat membaik selama tahun
pertama kehidupan (atau bahkan nanti). Collaborative Perinatal Project menemukan bahwa
hampir 50% orang yang didiagnosis dengan cerebral palsy dan 66% anak didiagnosis dengan
diplegia spastik, ditemukan secara sugestif cerebral palsy pada usia 7 tahun. Yang lain tidak
mensugestikan tanda-tanda nyata motorik dari gangguan ini hingga usia 1-2 tahun7.
Kondisi lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengan cerebral
palsy yang dicurigai termasuk penyakit metabolik dan genetik, paraplegias kejang herediter,
sindrom Rett, dan kelainan sumsum tulang belakang7.
Adapun diagnosis banding dari Cerebral palsy adalah:7
9
Gangguan metabolik herediter
Myopati metabolik
Neuropati netabolik
Gangguan gerakan pada individu dengan disabilitas perkembangan
Trauma lesi saraf perifer
Tumor conus dan cauda equina
Malformasi vaskular dari spinal cord
Diagnosis Cerebral palsy tergantung atas 2 pedoman yang harus ditemukan.Yang pertama
adanya kejadian kerusakan otak yang tidak progresif yang terjadi pada saat otak sedang
berkembang. Yang kedua adanya tanda klinis yang timbul akibat kerusakan sistem yang
mengontrol fungsi motorik tubuh. Gejala klinis pada penderita CP tidak memburuk, tetapi dapat
berubah dengan bertambahnya umur anak. Hipotoni pada beberapa bulan awal umur bayi,
berubah menjadi spastik dan juga gerakan involunter yang timbul lambat.
Beberapa diagnosis awal digunakan seperti keterlambatan perkembangan, disfungsi
neuromotor, motor disability atau disfungsi susunan saraf pusat. Terdapat kriteria untuk
menegakkan diagnosis CP, yaitu dengan membagi kelainan motorik atas 6 kategori2:
1. Posture and movement pattern.
2. Oral motor pattern.
3. Strabismus.
4. Tone of muscle
5. Evaluation of postural reactions and landmarks.
6. Deep tendon, infantile and plantar reflexes.
Menurut Levine disimpulkan bahwa2:
1. Diagnosis CP dapat ditegakkan, jika minimum terdapat 4 abnormalitas dari 6 katagori
diatas.
2. Dengan kriteria diatas dapat dibedakan apakah ini CP atau bukan.
a. Apabila terdapat hanya 1 katagori kelainan motorik diatas, bukan suatu
diagnostik, hanya kecurigaan CP.
10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- MRI
- CT scan
- USG
- EEG
TERAPI
Pengelolaan pasien dengan cerebral palsy harus individual berdasarkan presentasi klinis
anak dan memerlukan pendekatan multidisiplin. Rehabilitasi adalah "intervensi strategi
komprehensif yang dirancang untuk memfasilitasi adaptasi dan partisipasi dalam peningkatan
jumlah dan berbagai pengaturan dalam masyarakat dan budaya” 7.
Neurologis dan spesialis rehabilitasi obat (physiatrists) memainkan peran penting dalam
pengelolaan obat antispasticity. Tanggung jawab dokter adalah untuk mensupervisi dan
mengelola komplikasi medis yang telah dikaitkan dengan cerebral palsy7.
Penderita CP memerlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat masalah yang
dihadapi sangat kompleks, yaitu:9
a. Gangguan motorik
b. Retardasi mental
c. Kejang
d. Gangguan pendengaran
e. Gangguan rasa raba
f. Gangguan bahasa dan bicara
g. Makan/gizi
h. Gangguan mengontrol miksi (ngompol)
i. Gangguan konsentrasi
j. Gangguan emosi
k. Gangguan belajar
11
Penatalaksanaan CP meliputi:9
A. Medikamentosa, untuk mengatasi spastisitas :
1. Benzodiazepin :
• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi
• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak lebih 10 mg/dosis)
2. Baclofen (Lioresal) : 3 x 10 mg PO (dapat dinaikkan sampai 40-80 mg/hari)
3. Dantrolene (Dantrium): dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan sampai 40 mg/hari
4. Haloperidol : 0,03 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal (untuk mengurangi gerakan
involusi)
5. Botox :
Usia < 12 tahun belum direkomendasikan
Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)
Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih 25 ml perkali atau
200 ml perbulan
B. Terapi Perkembangan Fisik (Rehabilitasi Medik)
a. Contohnya latihan luas gerak sendi dengan ”Stretching”2.
C. Lain-lain :
1. Pendidikan khusus
2. Penyuluhan psikologis
3. Rekreasi
D. GIZI
Perlu dikonsulkan kebagian gizi dengan kelainan pada gigi, sulit menelan, sukar
menyatakan keinginan untuk makan, konstipasi sering terjadi. Dekubitus pada anak-anak
tidak sering berindah-pindah posisi2.
E. Bedah Ortopedi
a. Misal, karena tendon memendek, akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit
terlalu mengganggu dan lainnya. Tujuannya ialah untuk stabilitas, meleahkan otot
yang terlalu uat atau untuk transfer dan fungsi2
F. Ortotik
a. Menggunakan bracing, dengan tujuan :
12
i. Stabilitas, terutama bagian tungkai dan tubuh
ii. Mencegah kontraktur
iii. Mencegah kembalinya deformitas post-op
iv. Agar tangan lebih berfungsi2
G. Terapi wicara dan Okupasi
13
Manajemen Gerakan Abnormal
Ini menargetkan obat kelenturan, distonia, mioklonus, chorea, dan athetosis. Sebagai
contoh, baclofen (analog gamma-aminobutyric acid (GABA)), diberikan baik secara oral atau
intrathecal, sering digunakan untuk mengobati spastisitas pada pasien ini7. Botulinum toksin
dengan atau tanpa casting. Botulinum toksin (botox) tipe A dapat mengurangi kekejangan selama
3-6 bulan dan harus dipertimbangkan untuk anak-anak dengan cerebral palsy dengan kelenturan
pada ekstremitas bawah (gastrocnemius, khususnya). Terapi ini dapat memungkinkan untuk
meningkatkan rentang gerak, deformitas dikurangi, respon ditingkatkan untuk terapi okupasi dan
fisik, dan keterlambatan dalam kebutuhan untuk manajemen operasi kelenturan. Casting, dengan
atau tanpa toksin botulinum tipe A, bisa menjadi pilihan tambahan untuk anak-anak dengan cacat
equinus, meskipun bukti itu masih agak bertentangan7,10,11. Dosis badan yang dibentuk total
toksin botulinum dibatasi sampai 12 U/kg, maksimal 400 U per kunjungan. (Banyak praktek,
bagaimanapun, telah aman menggunakan 20 U/kg, maksimal 600 U).
Setiap otot kecil menerima 1-2 U/kg, dan otot-otot besar, 4-6 U/kg. Interval antara dosis
harus minimal 4 bulan untuk membantu mencegah pembentukan antibodi, yang bisa membuat
prosedur botulinum toksin selanjutnya kurang efektif. Perhatikan bahwa otot-otot besar mungkin
tidak merespon hal ini membatasi dosis, atau cukup sering, pasien perlu beberapa otot dilakukan
pada setiap kunjungan7.
2
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Wallack, Jan B, Charles. 2003. Static Encephalopaties. In : Rudolph C D, Rudolph A M,
Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. 2003. Rudolph's Pediatrics. 21st Ed. USA : McGraw-
Hill. Ch 23.5, pp. 1892 – 1896.
2. Ranuh, Gde. Et al. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Hal. 221-234
3. Wiknjosastro, Hanifa. Et al. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Ed. 3. Cetakan IX; Hal 551-573
4. Rozanah, Siti. 2009. Deteksi Dini KElainan Mata Pada Anak (Aspek Kesehatan Anak). Banten
: Rumah Sakit Internasional Bintaro. Available from
http://www.pdpersi.co.id/website/banten/data/kelainan_mata.pdf. Accessed On : Sunday,
May 19th 2013.
5. Vincer MJ, Allen AC, Joseph KS, Stinson DA, Scott H, Wood E. Increasing prevalence of
cerebral palsy among very preterm infants: a population-based study. Pediatrics. Dec
2006;118(6):e1621-6. [Medline]. diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17074842 (diakses tanggal 22 Mei 2013)
6. Ozturk A, Demirci F, Yildiz S, et al. Antenatal and delivery risk factors and prevalence of
cerebral palsy in Duzce (Turkey). Brain & Development 2007;29; 39–42. diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16824718 (diakses tanggal 22 Mei 2013)
7. Abdel-Hamid HZ, Kao A, Zeldin AS, et al. Cerebral Palsy. diakses dari
http://emedicine.medscape.com/ (diakses tanggal 22 Mei 2013)
8. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.
9. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: FK
UNAIR RS DR. Soetomo, 2006.
15
10. Simpson DM, Gracies JM, Graham HK, Miyasaki JM, Naumann M, Russman B, et al.
Assessment: Botulinum neurotoxin for the treatment of spasticity (an evidence-based
review): report of the Therapeutics and Technology Assessment Subcommittee of the
American Academy of Neurology. Neurology. May 6 2008;70(19):1691-8. [Medline].
Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18458229 (diakses tanggal 22 Mei
2013)
11. Scholtes VA, Dallmeijer AJ, Knol DL, Speth LA, Maathuis CG, Jongerius PH, et al. The
combined effect of lower-limb multilevel botulinum toxin type a and comprehensive
rehabilitation on mobility in children with cerebral palsy: a randomized clinical
trial. Arch Phys Med Rehabil. Dec 2006;87(12):1551-8. [Medline]. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17141633 (diakses tanggal 22 Mei 2013).
16