digital_135842-t 27992-harmonisasi peraturan-pendahuluan.pdf

22
1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Anggaran negara adalah urat nadi bagi suatu negara dalam menjalankan pemerintahan. Pengertian anggaran (budget) menurut Robert D Lee, Jr dan Ronald W Johnson adalah A document or a collection of documents that refer to the financial condition of an organization ( family, corporation, government), including information on revenues, expenditures, activities, and purposes or goals”. 1 Terjemahan bebas pengertian anggaran tersebut adalah dokumen yang menunjukkan kondisi atau keadaan keuangan suatu organisasi (keluarga, perusahaan, pemerintah) yang menyajikan informasi mengenai pendapatan, pengeluaran, aktivitas dan tujuan yang hendak dicapai. Di Indonesia anggaran negara setiap tahun disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2 . APBN secara filosofi adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat sehingga penetapannya dilakukan setiap tahun dengan undang-undang. APBN pada dasarnya sebagai bentuk kepercayaan rakyat kepada pemerintah untuk mengelola keuangan negara sehingga pengelolaannya diharapkan dapat memenuhi syarat akuntabilitas (accountability), transparan (transparency), dan kewajaran (fairness). Hampir di semua negara yang berlandaskan hukum, ketentuan mengenai anggaran belanja negara ditetapkan dalam konstitusi. Di Indonesia ketentuan mengenai APBN 1 Robert D. Lee, Jr and Ronald W. Johnson , Public Budgeting System, Second Edition, (Baltimore:University Park Press, 1978) hal. 11 2 Di Indonesia format APBN beberapa kali mengalami perubahan. Pada masa orde baru format APBN dinamakan anggaran berimbang dan dinamis dengan salah satu ciri menempatkan pinjaman luar negeri pada pos penerimaan pembangunan, sedangkan pada masa orde reformasi format tersebut diubah dengan menempatkan pinjaman luar negeri sebagai pembiayaan atas defisit. Format APBN sekarang adalah meliputi penerimaan negara dan hibah yang terdiri dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan hibah, kemudian belanja negara yang terdiri dari belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah serta pembiayaan yang terdiri dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Persetujuan DPR atas APBN terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja pada belanja negara adalah klasifikasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bagan Akun Standar yaitu PMK No.9 tahun 2007. Klasifikasi ini juga digunakan dalam pelaksanaan APBN termasuk mengikat apabila terjadi revisi dalam pelaksanaan APBN. Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Upload: reza-okta-surya

Post on 26-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

harmonisasi peraturan

TRANSCRIPT

Page 1: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Anggaran negara adalah urat nadi bagi suatu negara dalam menjalankan

pemerintahan. Pengertian anggaran (budget) menurut Robert D Lee, Jr dan

Ronald W Johnson adalah “A document or a collection of documents that refer

to the financial condition of an organization ( family, corporation, government),

including information on revenues, expenditures, activities, and purposes or

goals”.1 Terjemahan bebas pengertian anggaran tersebut adalah dokumen yang

menunjukkan kondisi atau keadaan keuangan suatu organisasi (keluarga,

perusahaan, pemerintah) yang menyajikan informasi mengenai pendapatan,

pengeluaran, aktivitas dan tujuan yang hendak dicapai.

Di Indonesia anggaran negara setiap tahun disusun dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)2. APBN secara filosofi adalah

perwujudan dari kedaulatan rakyat sehingga penetapannya dilakukan setiap

tahun dengan undang-undang. APBN pada dasarnya sebagai bentuk kepercayaan

rakyat kepada pemerintah untuk mengelola keuangan negara sehingga

pengelolaannya diharapkan dapat memenuhi syarat akuntabilitas

(accountability), transparan (transparency), dan kewajaran (fairness). Hampir di

semua negara yang berlandaskan hukum, ketentuan mengenai anggaran belanja

negara ditetapkan dalam konstitusi. Di Indonesia ketentuan mengenai APBN

1 Robert D. Lee, Jr and Ronald W. Johnson , Public Budgeting System, Second Edition,

(Baltimore:University Park Press, 1978) hal. 11

2 Di Indonesia format APBN beberapa kali mengalami perubahan. Pada masa orde baru format APBN dinamakan anggaran berimbang dan dinamis dengan salah satu ciri menempatkan pinjaman luar negeri pada pos penerimaan pembangunan, sedangkan pada masa orde reformasi format tersebut diubah dengan menempatkan pinjaman luar negeri sebagai pembiayaan atas defisit. Format APBN sekarang adalah meliputi penerimaan negara dan hibah yang terdiri dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan hibah, kemudian belanja negara yang terdiri dari belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah serta pembiayaan yang terdiri dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Persetujuan DPR atas APBN terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja pada belanja negara adalah klasifikasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bagan Akun Standar yaitu PMK No.9 tahun 2007. Klasifikasi ini juga digunakan dalam pelaksanaan APBN termasuk mengikat apabila terjadi revisi dalam pelaksanaan APBN.

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 2: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

2

Universitas Indonesia

terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan Pasal 23

yaitu:

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja tahun yang lalu.3

APBN yang ditetapkan tiap tahun dengan undang undang mempunyai arti

bahwa terdapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wakil

rakyat atas rancangan APBN yang diajukan oleh pemerintah. Menurut Arifin

P.Soeria Atmadja pada Persetujuan DPR atas APBN yang diusulkan pemerintah

pada dasarnya adalah machtiging bukan hanya sebagai consent dari DPR kepada

Pemerintah.4 dalam hal ini presiden. Machtiging berarti menghendaki

pertanggungjawaban pengelolaan APBN oleh presiden kepada pemberi mandat

yaitu DPR.

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,

distribusi, dan stabilisasi.

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar

untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti

3 Indonesia (a), Undang-Undang Dasar 1945, pasal 23 ayat (1) (2) (3)

4 Arifin P. Soeria Atmadja (a) , Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik dan Praktik, (Jakarta: RajaGrafindo Persada ,2009) hal. 55

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 3: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

3

Universitas Indonesia

bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.5

Dalam penyusunan APBN terdapat tahapan dari proses perencanaan6 sampai

dengan pertanggungjawaban yang dikenal dengan siklus APBN. Siklus APBN

meliputi tahap perencanaan dalam bentuk RAPBN, pembahasan dan penetapan

RAPBN menjadi APBN, pelaksanaan APBN, tahap pengawasan pelaksanaan

APBN oleh instansi yang berwenang dan pertanggungjawaban APBN.7

Pelaksanaan APBN secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pelaksanaan APBN disamping sebagai

pembiayaan operasional pemerintahan juga mempunyai implikasi penting

terhadap perekonomian negara, mengingat fungsi APBN adalah sebagai sistem

kebijakan fiskal negara. Kebijakan fiskal adalah kebijakan dalam hal penerimaan

dan pengeluaran negara. Menurut Mari’e Muhammad kebijakan fiskal

sebenarnya merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada

sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum

dalam APBN8

5 Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003,

LN No. 47 tahun 2003, TLN No. 4287

6 Perencanaan APBN dimulai dengan penyampaian pokok pokok kebijakan fiskal dan kerangka makro ekonomi kepada DPR sebagai dasar acuan bagi kementerian/lembaga dalam mengusulkan usulan kegiatan atau rencana kerja yang selambat-lambatnya dilakukan pada pertengahan bulan Mei sebelum tahun anggaran berikutnya, rencana kerja dimaksud selanjutnya disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN, kemudian pada bulan Agustus usulan kegiatan hasil pembicaraan pendahuluan tersebut harus sudah selesai dikompilasi Kementerian Keuangan dan diajukan oleh pemerintah dalam bentuk RAPBN dan nota keuangan dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukungnya. Pembahasan RUU tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU tentang APBN selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,kegiatan dan jenis belanja.

7 Indonesia (c), Nota Keuangan dan APBN 2009

8 Mari’e Muhammad, Kebijakan Fiskal pada Masa Krisis 1997, dalam Era Baru Kebijakan Fiskal, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2009) hal. 68

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 4: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

4

Universitas Indonesia

Peranan strategis kebijakan fiskal berimplikasi pada penentuan arah

kebijakan fiskal yang memerlukan transparansi dan persetujuan dari berbagai

pihak. Sebagai negara demokratis, hal tersebut dapat dimaklumi mengingat

salah satu ciri pada negara demokrasi adalah adanya partisipasi dari masyarakat

dalam penentuan kebijakan negara. Hal terpenting dari semuanya, adalah adanya

perencanaan fiskal yang akurat, implementasi yang efisien dan efektif kemudian

akuntabilitas dari aparat terkait dan adanya peran serta masyarakat .

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, kebijakan pengelolaan keuangan negara dilaksanakan

sesuai asas-asas yang baik dalam pengelolaan keuangan negara yaitu asas

kesatuan yaitu asas yang menghendaki semua pendapatan dan belanja

negara/daerah disajikan dalam satu dokumen, asas universalitas yaitu asas yang

mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam

dokumen anggaran, asas tahunan yaitu asas yang menghendaki adanya batasan

masa berlaku anggaran untuk satu tahun tertentu dan asas spesialitas yaitu asas

yang mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terperinci secara jelas

peruntukannya.9

Dalam pengelolaan keuangan negara sesuai dengan penjelasan Undang-

Undang No. 17 tahun 2003:

Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia , sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. 10

9 Indonesia (d), Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 LN Nomor 5 Tahun 2004 TLN Nomor 4355

10 Indonesia (b), op cit

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 5: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

5

Universitas Indonesia

Kemudian dalam penjelasan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara secara khusus mengatur mengenai kewenangan

administratif (ordonateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable) :

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, telah mengalami ”deformasi” sehingga menjadi kurang efektif untuk mencegah dan/atau meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus dilakukan secara konsisten.11

Belanja negara dalam APBN terdiri dari belanja pemerintah pusat dan

transfer ke daerah. Belanja pemerintah pusat meliputi belanja pegawai12, belanja

barang13, belanja modal14, pembayaran bunga utang15, subsidi16, hibah17, bantuan

11 Indonesia (d) op cit

12 Belanja pegawai adalah pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

13 Belanja barang adalah Pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas.

14 Belanja Modal adalah Pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 6: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

6

Universitas Indonesia

sosial18, dan belanja lain-lain19. Transfer ke daerah terdiri dari dana

perimbangan20 dan dana otonomi khusus dan penyesuaian21. Dana perimbangan

meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, sedangkan

dana otonomi khusus dan penyesuaian meliputi dana otonomi khusus dan dana

penyesuaian. Selisih antara pendapatan negara dikurangi dengan belanja negara

adalah surplus jika selisihnya positif, dan sebaliknya jika selisihnya negatif maka

disebut defisit. Jika terdapat surplus maka dana tersebut akan menjadi dana

cadangan atau tabungan bagi pemerintah dan jika defisit maka pemerintah harus

mencari pembiayaan dari dalam atau luar negeri. periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. Contohnya adalah pengadaan tanah, gedung dan bangunan, jaringan jalan dan irigasi, peralatan dan mesin maupun dalam bentuk fisik lainnya.

15 Pembayaran Bunga Utang adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.

16 Subsidi adalah Pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak agar harga jualnya dapat dijangkau masyarkat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui BUMN/BUMD dan perusahaan swasta. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan

17 Hibah adalah Pengeluaran pemerintah berupa transfer dalam bentuk uang, barang atau jasa, bersifat tidak wajib yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan tidak mengikat serta tidak terus menerus kepada pemerintahan negara lain, pemerintah daerah, masyarakat dan organisasi kemayarakatan serta organisasi internasional

18 Bantuan Sosial adalah Transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan. Pengeluaran ini dalam bentuk uang/ barang atau jasa kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, bersifat tidak terus menerus dan selektif.

19 Belanja lain-lain adalah Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran diatas. Pengeluaran ini bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah

20 Pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah.

21 Pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana otonomi khusus dan dana penyesuaian yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 7: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

7

Universitas Indonesia

Bentuk pembiayaan dalam negeri terdiri dari pembiayaan perbankan dalam

negeri dan pembiayaan non perbankan. Pembiayaan non perbankan meliputi

privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan surat utang

negara. Pembiayaan luar negeri meliputi pinjaman proyek dan pinjaman

program.

Belanja negara khususnya belanja modal dan belanja barang disamping

sebagai instrumen kebijakan fiskal dan untuk membiayai operasional pemerintah

pusat, juga mempunyai peranan dalam menyediakan fasilitas umum terutama

dalam pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang diakomodir

melalui belanja modal seperti belanja untuk pembangunan jalan, jembatan dan

bangunan jaringan irigasi adalah salah satu bentuk nyata dari pemenuhan

kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat

dalam mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state).

Anggaran belanja negara yang pada tahun anggaran 2009 berjumlah kurang

lebih sebesar 1.000 (seribu) triliun dengan realisasi kurang lebih sebesar 937

Triliun22 adalah jumlah yang signifikan untuk stimulus perekonomian dan

pembangunan. Manajemen yang baik dan akuntabel diperlukan supaya realisasi

belanja negara dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan

masyarakat. Atas dasar itu maka fleksibilitas penggunaan anggaran belanja oleh

eksekutif harus diberikan mengingat dinamika kondisi perekonomian, situasi

global serta kondisi dan situasi masyarakat yang cepat berubah dan sulit

diprediksi. Fleksibilitas tersebut seyogyanya dilandasi oleh peraturan

perundang-undangan yang jelas dan adanya kepastian hukum bagi para pelaksana

yang berkecimpung dalam pelaksanaan belanja negara sehingga pengelolaan

belanja negara lebih efisien dan efektif.

Kebijakan belanja negara harus mempunyai komitmen utama dalam rangka

menciptakan keadilan bagi masyarakat. Belanja negara pada dasarnya harus

diarahkan pada peningkatan kualitas kehidupan rakyat bukan orientasi untuk

melanggengkan kekuasaan. Belanja negara sepantasnya mengakomodir

kebutuhan riil rakyat seperti pemenuhuan kebutuhan pokok yaitu pangan,

sandang dan papan dan kebutuhan kesehatan serta pendidikan rakyat. Belanja

22 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Audited Tahun 2009

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 8: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

8

Universitas Indonesia

negara harus difokuskan pada pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan

kerja dan pemberdayaan masyarakat. Oleh sebab itu , kebijakan anggaran negara

yang cenderung untuk memenuhi kalangan elite seperti kenaikan gaji pejabat

negara dan anggota parlemen, penyediaan fasilitas kendaraan mewah bagi para

pejabat , penyediaan dana studi banding yang tidak terarah, penyediaan dana

kesejahteraan para elite penguasa adalah bertentangan dengan semangat

kebijakan anggaran negara yang berkeadilan sosial dan melanggar esensi

kedaulatan rakyat dalam persetujuan anggran negara.23

Begitu pentingnya belanja negara untuk kehidupan masyarakat, maka

penyerapan anggaran belanja negara diharapkan dilaksanakan dengan cepat,

efektif24, efisien25, transparan dan akuntabel26. Penyerapan anggaran yang tidak

maksimal dan lambat menyebabkan pelayanan publik pemerintah kepada

masyarakat menjadi terhambat dan fungsi sebagai instrumen kebijakan fiskal

terutama untuk stimulus perekonomian menjadi tidak efektif. Salah satu sumber

pembiayaan belanja negara adalah pinjaman luar negeri yang mempunyai resiko

bunga (interest), sehingga jika pemanfaatannya tidak maksimal, maka pinjaman

luar negeri yang awalnya dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi

malahan menjadi beban bagi keuangan pemerintah.

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam efisiensi belanja

publik. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah manfaat skala ekonomi dan

23Dian Puji Simatupang, Kebijakan Anggaran Negara sebagai Perwujudan Kedaulatan

Rakyat , Bab dalam Hukum Anggaran Negara, FH UI 2007

24 Efektif berfokus pada hasil yang diperoleh atau pencapaian seuatu sesuai dengan hasil yang diinginkan, disarikan dari websters new twentieth century dictionary unabridged second edition – Jean L. McKechnie 1983

25 Efisien berfokus penghematan pada waktu dan biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dalam ilmu ekonomi efisien berarti dengan menggunakan sumber daya ekonomi yang seminimal mungkin untuk dapat memperoleh hasil yang diinginkan. ,disarikan dari websters new twentieth century dictionary unabridged second edition – Jean L. McKechnie 1983

26 Transparan berarti belanja negara dilaksanakan secara terbuka, jelas . Akuntabel dalam belanja negara berarti penggunaan anggaran belanja negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Disarikan dari websters new twentieth century dictionary unabridged second edition – Jean L. McKechnie 1983

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 9: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

9

Universitas Indonesia

pemeliharaan stabilitas ekonomi makro. Manfaat skala ekonomi adalah harus

dipertimbangkan manfaat ekonomi yang diperoleh dibandingkan dengan biaya

yang diperlukan untuk penyediaan pelayanan tersebut. Pemeliharaan stabilitas

ekonomi makro adalah belanja publik diharapkan dapat menjadi stimulus

perekonomian sehingga pada akhirnya akan memacu tingkat pertumbuhan

ekonomi, namun demikian hendaknya belanja pemerintah tidak terlalu ekspansif

karena akan menimbulkan defisit anggaran negara yang berlebihan.27

Selama ini dalam pelaksanaan APBN khususnya untuk penyerapan anggaran

belanja pemerintah pusat misalnya pada realisasi tahun 2009 berjalan lambat dan

tingkat penyerapan tidak maksimal. Penyerapan anggaran yang berjalan lambat

terutama dalam realisasi belanja modal. Berjalan lambat ditandai dengan

penyerapan belanja tidak proporsional28 dan selalu terkonsentrasi diakhir tahun.

Tingkat penyerapan tidak maksimal ditandai dengan tingkat prosentase realisasi

anggaran dibawah anggaran yang telah ditetapkan.

Penyerapan dana Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN TA 2009 sampai

dengan akhir September 2009 baru mencapai sekitar 55,09%. Rendahnya

penyerapan belanja terutama disebabkan oleh masih minimnya belanja

Kementerian Negara/Lembaga terutama pada belanja barang dan belanja modal.

Penyerapan yang rendah terhadap kedua jenis belanja ini berimplikasi negatif

pada perkembangan perekonomian dan penyediaan infrastruktur publik.

Berikut ini disajikan dalam tabel 1 data realisasi penyerapan dana APBN TA

2009 sampai dengan akhir September 2009 dibandingkan dengan penyerapan

dana APBN TA 2008 sampai dengan akhir September 200829. Realisasi tersebut

27 Indonesia (e) , Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota , PP Nomor 38 Tahun 2007

28 Proporsional berarti penyerapan anggaran relatif memenuhi jumlah prosentase yang hampir sama pada setiap bulan. Penyerapan yang proporsional sangat diharapkan karena berkaitan dengan beban yang ditanggung oleh kas negara, mengingat penerimaan kas negara baik penerimaan pajak maupun bukan pajak juga berjalan dengan proporsional. Penyerapan anggaran proporsional sebenarnya secara formal telah ada secara eksplisit dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) namun demikian banyak faktor yang mempengaruhi sehingga rencana pencairan dana tidak sesuai dengan rencana penarikan dalam DIPA.

29ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id, di unduh tanggal 3 Sept 2010

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 10: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

10

Universitas Indonesia

meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja bantuan sosial

dan belanja lain-lain.

Tabel 1

Tabel prosentase perbandingan realisasi belanja sampai dengan bulan

September tahun 2008 dan 2009

Jenis Belanja Sampai Dengan

September Tahun

2008

Sampai Dengan

September Tahun 2009

Belanja Pegawai 74.17% 74,70 %

Belanja Barang 44.02% 51.16%

Belanja Modal 43.62% 51.01%

Belanja Bantuan

Sosial

47.25% 48.14%

Belanja Lain-Lain 52.26% 40.27%

Dari tabel diatas dapat dilihat khususnya dalam belanja barang yang pada akhir

september 2009 hanya mencapai 51,16 %, lebih baik jika dibandingkan dengan

akhir september 2008 yang hanya mencapai 44,02 %. Belanja Modal pada akhir

sepetember 2009 hanya mencapai 51, 01%, lebih baik dibandingkan dengan

belanja modal pada akhir september 2008 yang hanya mencapai 43,62%.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan realisasi belanja pemerintah

pusat berjalan lambat dan tingkat penyerapan tidak maksimal. Faktor-faktor

tersebut bisa berupa hambatan non hukum dan hambatan hukum. Hambatan

hukum ditenggarai terutama dalam kaitan belum harmonisnya peraturan

perundang-undangan dalam bidang pelaksanaan dan pencairan dana APBN yaitu

Undang-Undang No.17 Tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor

1 Tentang Perbendaharaan Negara serta Undang-Undang No. 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan APBN

terutama ketidakharmonisan secara vertikal dan ketidakjelasan serta pertentangan

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 11: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

11

Universitas Indonesia

antara pasal-pasal dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003. Rumusan yang

tidak jelas dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2003 pada Bab III tentang

Penyusunan dan Penetapan APBN pasal 11 ayat (5) berbunyi ”Belanja negara

dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja” kemudian pada pasal 15

ayat (5) yang berbunyi ”APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan

unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja”30 . Rumusan

berikutnya adalah pada Bab VII tentang Pelaksanaan APBN dan APBD pasal 27

ayat (3) huruf c yang berbunyi:

Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi: c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja31

Bunyi pasal tersebut jika dicermati terdapat perbedaan mengenai rumusan

rincian anggaran pada pasal 11, 15 dan pasal 27. Bunyi pasal 15 ayat (5) diatas

berarti setiap ada pergeseran anggaran pada jenis belanja, harus mendapat

persetujuan DPR. Dapat dibayangkan pada pelaksanaan APBN yang dinamis

pergeseran dalam detail harus persetujuan DPR. Atas hal itu perlu reposisi

kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif dalam kekuasaan hak budget,

bagaimana sebenarnya posisi yang ideal yang dalam menjalankan hak budget.

Kritik terhadap rumusan mengenai pelaksanaan APBN dalam Undang-

Undang No. 17 Tahun 2003 adalah pendapat Arifin P. Soeria Atmadja yang

mengungkapkan:

Selain istilah pengguna yang dipakai dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, susunan anggaran pun telah diubah dan tidak dikenal lagi anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Berdasarkan Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, APBN yang disetujui terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program ,kegiatan dan jenis belanja, sedangkan belanja negara dirinci menurut organisasi,fungsi dan jenis belanja. Meskipun telah dilakukan perubahan susunan anggaran, penjelasan pasal 15 Undang-

30Indonesia (b), op cit.

31 Indonesia (b), ibid

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 12: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

12

Universitas Indonesia

Undang Nomor 17 tahun 2003 ini tidak memberikan uraian lebih jauh atau cukup jelas. Padahal penjelasan ini penting mengingat perubahan susunan anggaran akan sangat berpengaruh pada sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali apabila bunyi pasal tersebut cukup jelas dan semua orang dapat memahami maksud dari pasal yang bersangkutan sehingga penjelasan pasal tidak diperlukan.32

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 disatu sisi memberikan hak penuh

kepada DPR dalam pelaksanaan dan pengawasan APBN tetapi disisi lain telah

mengakibatkan rendahnya efisiensi penyerapan APBN karena kurangnya

fleksibilitas dalam pengelolaan APBN. Rumusan tersebut juga membuka celah

terjadinya kolusi antara DPR, pemerintah dengan pelaku usaha atas poyek-

proyek pemerintah. Beberapa kasus korupsi anggota DPR diantaranya

diakibatkan oleh wewenang DPR dalam hak budget yang begitu rinci, sehingga

disadari atau tidak, telah memancing DPR untuk masuk dalam penentuan tahap

pelaksanaan APBN yang semestinya adalah wewenang eksekutif dalam hal ini

pemerintah.

Fakta adanya korupsi yang potensial terjadi pada pembahasan APBN

diungkapkan oleh penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah

Hehamahua bahwa hasil pengkajian terhadap penganggaran selalu terjadi

kebocoran-kebocoran pada saat pembahasan, potensi korupsi tersebut terjadi

karena kewenangan DPR dalam fungsi penganggaran sedemikian besar dan tanpa

adanya transparansi akuntabilitas. Angka-angka yang dibahas secara rinci akan

merangsang untuk melakukan tindakan korupsi.33

Dari segi yuridis persetujuan DPR terhadap anggaran semestinya difokuskan

pada kebijakan makro yang mendasari penetapan pos-pos dalam APBN dan

mengawal agar kebijakan tersebut tetap mengedepankan kesejahteraan rakyat.

Perlu ditekankan bahwa DPR adalah lembaga negara yang tugas dan

kewenangannya adalah dalam domain hukum tata negara. Hal ini seperti

diungkapkan oleh Dian Puji Simatupang:

32 Atmadja (a), op. cit hal. 214

33 KPK: “Pembahasan APBN di DPR, Lahan Korupsi”, http://news.okezone.com diunduh tanggal 12 Oktober 2010

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 13: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

13

Universitas Indonesia

Realitas dan skematisasi asumsi ekonomi yang diusulkan oleh pemerintah dalam RUU APBN membutuhkan pengujian berdasarkan legitimasinya oleh DPR. Dengan kata lain, DPR sebagai otorisator kebijakan anggaran negara harus mempunyai argumen dan postulat yang mampu menguji kadar kebenaran yang absah atas kebijakan anggaran yang diajukan oleh pemerintah melalui RUU APBN. Dengan kata lain, DPR tidak menguji atas angka-angka yang tercantum dalam RUU APBN yang diajukan oleh pemerintah, tetapi dari segi yuridis, DPR harus menguji kembali latar belakang perhitungan dalam kebijakan anggaran negara yang disusun pemerintah dan menguji kesahihan prediksi pemerintah mengenai asumsi ekonomi APBN dan penetapan pos pendapatan dan belanja tertentu.34

Atas permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian yang mendalam bagaimana

sebenarnya peraturan perundang-undangan dalam mengatur hubungan antara

DPR dan Pemerintah terutama dalam fleksibilitas pelaksaanan anggaran belanja

negara, juga melakukan penelitian terhadap peraturan yang lebih rendah dalam

pelaksanaan APBN. Penelitian difokuskan dalam harmonisasi peraturan

perundang-undangan dalam pelaksanaan APBN dengan perhatian pada upaya

untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas penyerapan belanja negara.

Harmonisasi berarti penyelarasan terutama dengan filosofi belanja negara

menurut UUD 1945 sebagai aturan dasar negara dan sebagai sumber bagi

pembentukkan peraturan perundang-undangan dibawahnya. Harmonisasi juga

meliputi bagaimana pengaturan mengenai belanja negara menurut kajian hukum

keuangan publik.

Peraturan perundang-undangan yang dibuat hendaknya memenuhi kriteria

proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik yaitu sesuai dengan

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukkan Peraturan

Perundang-Undangan meliputi dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan,

perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.35 Hal

34 Dian Puji Simatupang (a), “Kontruksi Yuridis Anggaran Pendidikan”, Bab dalam

Hukum Anggaran Negara, Depok: Fakultas Hukum UI,2007

35 Indonesia (f) , Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No. 10 tahun 2004,LN No. 53 Tahun 2004, TLN No. 4389

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 14: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

14

Universitas Indonesia

tersebut harus dipenuhi supaya peraturan perundang-undangan yang dibuat

mempunyai kekuatan dalam mengatur masyarakat.

Kekuatan berlakunya peraturan perundang-undangan dibagi dalam tiga

macam yaitu :

a. Kekuatan berlaku yuridis yaitu apabila persyaratan formal terbentuknya

peraturan perundang-undangan telah terpenuhi.

b. Kekuatan berlaku sosiologis yaitu efektivitas atau hasil guna peraturan

perundang-undangan dalam kehidupan masyarakat. Kekuatan berlaku

sosiologis dibagi dua yaitu menurut teori kekuatan dan teori pengakuan.

Menurut teori kekuatan, hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis

apabila dipaksakan oleh penguasa terlepas hukum tersebut diterima atau

ditolak oleh masyarakat. Sedangkan menurut teori pengakuan hukum

mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh

masyarakat.

c. Kekuatan berlaku filosofis yaitu apabila kaedah hukum tersebut sesuai

dengan cita-cita hukum sebagai nilai fositif yang tertinggi.36

Dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan khususnya dalam hal

pengaturan keuangan negara kiranya perlu dipertimbangkan keseimbangan

antara keadilan dengan kajian hukum kontemporer mengenai pemikiran analisis

ekonomi terhadap hukum. Idealnya peraturan perundang-undangan dapat

mengarahkan pengelolaan keuangan negara kepada efisiensi dan efektivitas

belanja negara. Menurut Nicholas Mercuro and Steven G. Medema, substansi

teori pendekatan ekonomi terhadap hukum adalah apakah keadilan dapat

dijumpai dalam efisiensi atau kewajaran (efficiency atau fairness)37. Pemikiran ini

perlu karena efisiensi adalah kajian utama bidang ekonomi, dan keadilan adalah

kajian utama bidang hukum. Dalam pergaulan dunia yang semakin kompetitif

dewasa ini, dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang bukan saja dijiwai

36 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Liberty, Yogyakarta 2005

37 Sebagaimana dikutip Ade Maman Suherman , Pengadaan Barang dan Jasa (Government Procurement) Persfektif Kompetisi, Kebijakan Ekonomi, dan Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta : PT Raja Grapindo Persada, 2010) hal 17

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 15: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

15

Universitas Indonesia

oleh keadilan, tetapi juga memasukkan jiwa efisiensi terutama dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan APBN.

2. POKOK PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka pokok

permasalahannya adalah :

1. Mengapa dalam pelaksanaan anggaran belanja negara selalu menimbulkan

masalah yuridis ?

2. Bagaimana pendekatan hukum dalam upaya efisiensi, efektivitas,

akuntabilitas dan harmonisasi peraturan perundang-undangan pelaksanaan

anggaran belanja negara ?

3. TUJUAN PENELITIAN

Berkaitan dengan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah :

A. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk kepentingan pengembangan ilmu hukum

khususnya hukum keuangan negara. Sampai saat ini penelitian dan literatur yang

membahas masalah keuangan negara masih jarang bahkan dapat dikatakan

langka. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan dalam

khasanah ilmu hukum keuangan negara.

B. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh data mengenai masalah yuridis apa saja dalam

pelaksanaan anggaran belanja negara.

2. Untuk mengetahui pendekatan hukum yang dapat digunakan sebagai upaya

efisiensi , efektivitas, akuntabilitas dan harmonisasi peraturan perundang-

undangan dalam pelaksanaan anggaran belanja negara.

4. KERANGKA KONSEP

Pengertian a sampai dengan f adalah pengertian menurut Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yaitu:

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 16: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

16

Universitas Indonesia

a. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat

dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun

barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah rencana keuangan

tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat.

c. Belanja Negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai

pengurang nilai kekayaan bersih.

d. Dewan Perwakilan Rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat

Sebagaimana menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

e. Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.

Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk

mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan

pendapatan dalam rangka mencapai tujuan negara.

f. Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan

kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat. Rincian belanja negara

menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum,

pertahanan,ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup,

perumahan dan fasilitas umum,kesehatan, pariwisata, budaya, agama,

pendidikan, dan perlindungan sosial. Rincian belanja negara menurut

jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai,

belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan

belanja lain-lain38. Persetujuan DPR atas APBN terinci sampai dengan

unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja pada belanja

negara secara lengkap tercantum pada peraturan pelaksanaan dibawah

undang-undang yaitu Peraturan Menteri Keuangan tentang Bagan Akun

Standar yaitu PMK No.91 tahun 2007. Klasifikasi ini juga digunakan

dalam pelaksanaan APBN termasuk mengikat apabila terjadi revisi dalam

pelaksanaan APBN.

38 Indonesia (b), , op cit

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 17: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

17

Universitas Indonesia

g. Peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 10

tahun 2004 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan

adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat

yang berwenang dan mengikat secara umum.

h. Penyerapan anggaran belanja adalah jumlah dari pagu belanja yang

direalisasikan oleh pengguna anggaran belanja.

i. Efisien dalam belanja negara berarti mampu mengerjakan atau

menghasilkan sesuatu dengan tepat dan cermat dengan biaya yang relatif

lebih kecil atau dengan anggaran belanja negara yang tersedia dan

sesuai waktu yang telah ditetapkan.39

j. Efektif dalam belanja negara berarti bahwa hasil yang diperoleh sesuai

dengan yang diinginkan dan mempunyai efek yang sesuai dengan tujuan

adanya anggaran belanja negara.40

k. Akuntabel dalam belanja negara berarti penggunaan anggaran belanja

negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

penggunaannya dapat dijelaskan/dipertanggungjawabkan terhadap rakyat

sebagai pemegang kedaulatan.41

5. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Metode Penelitian

Metode penelitian yang yang digunakan adalah penelitian hukum normatif

yaitu dengan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan terkait dan

bahan-bahan pustaka. Penelitian dilakukan terhadap harmonisasi peraturan

perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan APBN secara vertikal dan

horisontal. Harmonisasi atau sinkronisasi secara vertikal adalah penelitian

terhadap peraturan perundang-undangan yang ruang lingkupnya tidak sederajat

tetapi mengatur masalah tertentu yang lingkupnya sama dalam hal ini adalah

harmonisasi atau sinkronisasi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan

39 Disarikan dari Websters new twentieth century dictionary unabridged second edition – Jean L. McKechnie 1983, hal 578

40 Ibid, hal 577

41 Ibid, hal 13

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 18: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

18

Universitas Indonesia

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan

peraturan pelaksanaan dibawahnya yang dibatasi pada Keputusan Presiden

Nomor 42 Tahun 2002 Jo. Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 Jo.

Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor

134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN,

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Revisi

Anggaran Tahun Anggaran 2010 dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor

66/Pb/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan pembayaran Atas Beban APBN.

Harmonisasi horisontal adalah harmonisasi antara peraturan perundang-

undangan yang sederajat dalam pelaksanaan anggaran belanja negara dalam hal

ini dibatasi pada harmonisasi antara Undang-Undang No. 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang No. 15 tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

B. Tipologi Penelitian

Penelitian ini dipandang dari sifatnya adalah penelitian eksplanatoris, yaitu

untuk menguji pengetahuan atau teori yang sudah ada mengenai pelaksanaan

APBN. Dipandang dari bentuknya maka penelitian ini adalah preskriptif yaitu

penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa

yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tertentu. Dalam hal ini penelitian

dilakukan untuk mendapatkan taraf harmonisasi peraturan perundang-undangan

dalam pelaksanaan APBN sehingga dapat dicapai pelaksanaan belanja negara

yang efisien, efektif dan akuntabel. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini untuk

identifikasi masalah dan penyelesaian masalah yang menghambat efisiensi

pelaksanaan APBN. Berdasarkan penerapannya penelitian ini adalah penelitian

berfokus masalah dalam pelaksanaan APBN khususnya dalam belanja negara.

C. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data

yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data sekunder yang akan

dipergunakan mempunyai lingkup yang luas meliputi surat pribadi, buku harian,

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 19: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

19

Universitas Indonesia

buku-buku, sampai pada dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Data

sekunder dalam bidang hukum yang diteliti terbagi dalam:

1. Sumber primer yaitu norma dasar dan peraturan perundang-undangan, yaitu

Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

Tentang Keuangan Negara Lembaran Negara Nomor 47 tahun 2003

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4287, Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2004 Tentang Perbendaharaan Negara Lembaran Negara Nomor 5 Tahun

2004 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355, Undang-Undang No. 15

tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara Lembaran Negara Nomor 66 Tahun 2004 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4400 dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008

tentang APBN Tahun 2009 Lembaran Negara No. 171 Tambahan Lembaran

No. 4920 serta peraturan lainnya dalam bidang pelaksanaan APBN dan yang

berkaitan diantaranya Keputusan Presiden, Peraturan Menteri Keuangan dan

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

2. Sumber sekunder yang mencakup pengetahuan ilmiah yang baru dan

mutakhir yang mencakup buku, laporan penelitian, tesis, disertasi, majalah

dalam bidang anggaran, pelaksanaan anggaran, kebijakan publik.

3. Sumber tersier yaitu mencakup penerbitan pemerintah mengenai kerangka

kebijakan makro pemerintah, format APBN dan bahan acuan lainnya yang

berhubungan dengan pelaksanaan APBN, black law dictionary, websters new

twentieth century dictionary, abstrak dan sumber tersier lainnya

Jenis data tersebut digunakan untuk dijadikan dasar atau acuan atas penelitian

terhadap harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan

anggaran belanja negara.

D.Metode Analisa

Penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif dengan

menggambarkan fakta, permasalahan , ketentuan tentang pelaksanaan belanja

negara, kemudian diuji dengan acuan teori yang ada.

E. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen atau bahan pustaka pada

beberapa perpustakaan seperti pada Perpustakaan Universitas Indonesia,

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 20: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

20

Universitas Indonesia

Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Perpustakaan Nasional. Penelitian juga

dilakukan terhadap laporan atau dokumen pada Kementerian Keuangan,

pengumpulan artikel berkaitan dalam majalah atau surat kabar, pengumpulan

artikel dalam jurnal ilmiah yang berkaitan dengan penelitian, dokumen resmi

yang dikeluarkan oleh pemerintah dan penelusuran internet

6. MANFAAT TEORITIS DAN PRAKTIS

A. Manfaat Teoritis

Penelitian tentang harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam

pelaksanaan anggaran belanja negara dalam tataran teoritis dan kajian akademis

masih jarang bahkan bisa dikatakan langka. Penelitian ini dapat dijadikan acuan

dalam pengembangan ilmu hukum keuangan negara dan bahan referensi dalam

kajian hukum kontemporer yang berusaha menggabungkan keadilan dan

efisiensi Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah perkembangan

ilmu hukum khususnya hukum keuangan negara ke depan.

B.Manfaat Praktis

Dari sisi praktis, penelitian ini dapat digunakan untuk dijadikan referensi

dalam regulasi kebijakan pelaksanaan anggaran belanja negara , khususnya oleh

Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan , Direktorat Jenderal

Anggaran Departemen Keuangan dan Kementerian /Lembaga Pemerintah dalam

mewujudkan pengelolaan anggaran belanja pemerintah yang efisien, efektif,

transparan, wajar dan akuntabel.

7. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

Bab pertama terdiri dari beberapa sub bab yaitu latar belakang, pokok

permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang terdiri

dari pendekatan metode penelitian, tipologi penelitian, jenis data, metode analisa,

dan alat pengumpulan data , kemudian sub bab manfaat teoritis dan praktis, dan

sub bab terakhir adalah sistematika penulisan.

Bab kedua mengenai uraian pendapat para ahli, doktrin dan landasan teori

yang berhubungan dengan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah. Landasan

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 21: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

21

Universitas Indonesia

teori yang dipergunakan diantaranya adalah teori dan pendapat dari Arifin P.

Soeria Atmadja, Hans Kelsen, Rene Stourm dan Jesse Burkhead.

Bab ketiga akan membahas subyek penelitian, yaitu landasan hukum belanja

negara, yaitu UUD 1945, Undang-Undang Keuangan Negara yaitu Undang-

Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara , Undang-Undang No. 15 tahun

2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

dan salah satu Undang-Undang APBN yaitu Undang –Undang Nomor 41 Tahun

2008 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009, Keputusan

Presiden Nomor 42 Tahun 2002 Jo. Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004

Jo. Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, PMK 134/PMK.06/2005 tentang

Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN dan Perdirjen Perbendaharaan

Nomor 66/Pb/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan pembayaran Atas Beban

APBN.

Bab keempat akan menganalisa harmonisasi vertikal dan horisontal peraturan

perundang-undangan dalam belanja negara dimulai dari UUD 1945 Undang-

Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara , Undang-Undang No. 15 tahun

2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

dan salah satu Undang-Undang APBN yaitu Undang –Undang Nomor 41 Tahun

2008 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009, Keputusan

Presiden Nomor 42 Tahun 2002 Jo. Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004

Jo. Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, PMK 134/PMK.06/2005 tentang

Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN, Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2010

dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor 66/Pb/2005 tentang Mekanisme

Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN. Analisis sejauh mana faktor

yuridis tersebut berpengaruh kepada penyerapan anggaran belanja negara dan

bagaimana pendekatan yang bisa digunakan dalam upaya harmonisasi peraturan

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.

Page 22: digital_135842-T 27992-Harmonisasi peraturan-Pendahuluan.pdf

22

Universitas Indonesia

perundang-undangan supaya penyerapan belanja negara bisa berjalan efisien,

efektif dan akuntabel.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang

disajikan oleh penulis berdasarkan penelitian yang dilakukan.

Harmonisasi peraturan..., Suhartono, FH UI, 2011.