dini mata jurnal
DESCRIPTION
read thisTRANSCRIPT
TERAPI KOMBINASI PADA EDEMA MAKULA DIABETES
Dinah Zur and Anat Loewenstein
Department of Ophthalmology, Tel Aviv Medical Center, Sackler Faculty of Medicine, Tel Aviv
University, 64239 Tel Aviv, Israel
Correspondence should be addressed to Anat Loewenstein, [email protected]
Received 1 August 2011; Accepted 25 December 2011
Academic Editor: Chi-Chao Chan
Copyright © 2012 D. Zur and A. Loewenstein. This is an open access article distributed under
the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and
reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
Edema makula diabetes adalah alasan utama terjadinya kehilangan penglihatan pada pasien
diabetes. Sampai beberapa tahun terakhir, makula Laser photocoagulation adalah satu-satunya
terapi yang tersedia. Kesadaran bahwa peradangan merupakan faktor penting dalam proses
patogenesis DME memberikan alasan untuk pengobatan intravitreal dengan menggunakan
kortikosteroid. Pengenalan obat anti-VEGF membawa perubahan revolusioner dalam pengobatan
DME. Makalah ini akan meninjau uji klinis penting dengan penekanan pada terapi kombinasi.
I. PENDAHULUAN
Makulopati diabetes adalah alasan utama untuk terjadinya kehilangan penglihatan pada pasien
dengan retinopati diabetik, disamping diabetes proliferative retinopati [1-3]. Jika tidak diobati,
25-30% dari pasien dengan edema makula diabetes (DME) mengalami penurunan ketajaman
visual (VA) skor 15 letters dalam waktu 3 tahun [4]. Ketat kontrol kadar glukosa dan tekanan
darah secara signifikan mengurangi dan menunda onset dan keparahan diabetes retinopati [5, 6].
Terapi yang tersedia termasuk laser photokoagulasi makula, kortikosteroid, dan obat anti-VEGF.
Namun, pengobatan tunggal sering tidak cukup efektif untuk mengendalikan DME selama
1
perjalanan penyakit yang bisa sangat panjang. Mekanisme patogenesis multifaktorial yang
kompleks membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Makalah ini akan meninjau uji coba
utama dan bukti terbaru untuk mengevaluasi baik monoterapi ataupun dengan pengobatan
kombinasi untuk DME.
2. MONOTERAPI YANG TERSEDIA
2.1. Laser photokoagulasi makula
Laser photokoagulasi makula adalah standar perawatan sejak ditunjukkan pada tahun
1985 oleh pengobatan awal studi retinopati diabetik (ETDRS) untuk mengurangi risiko
kehilangan penglihatan moderat pada pasien dengan klinis signifikan makula edema (CSME)
oleh hampir 50% dalam 3 tahun.
Namun, perbaikan ketajaman visual (VA) visual dalam 3 tahun, yaitu, 15-letter
ditemukan kurang dari 3% dari kasus [7]. Ini tampaknya sedikit perbaikan mungkin disebabkan
oleh adanya fakta bahwa 85% dari pasien memiliki entry vision yang baik (≥ 20/40). Namun,
40% dari mereka dengan entry VA ≥ 20/40 meningkat 1 baris atau lebih. Namun, perlu
dipertimbangkan bahwa bebrapa pasien yang tidak responsif terhadap photokoagulasi.
Berdasarkan research DRCR.net menemukan laser yang fokus / grid menjadi manfaat lebih besar
dari monoterapi dengan triamcinolone [8]. Dengan munculnya obat anti-VEGF merupakan
pilihan pengobatan dimana peran dari pegobatan laser makula menempati urutan terakhir dalam
strategi pengobatan.
2.2. Kortikosteroid Intravitreal.
Patogenesis DME adalah multifaktorial. Kebocoran pembuluh darah di retina
meningkatkan permeabilitas kapiler retina sehingga menyebabkan retina edema [9-11].
Peradangan merupakan faktor utama dalam proses ini, khususnya melalui leukostasis dalam
kapiler retina [12]. Aktivitas anti-inflamasi kortikosteroid terkait dengan beberapa jalur yaitu
kortikosteroid mengganggu komponen regulasi ekspresi gen dan menghambat ekspresi gen
proinflamasi seperti TNFa dan stokin lainnya [13]. Pada saat yang sama juga akan menekan
fungsi gen factor anti-inflamasi, menghambat jalur fosfolipase A2, dan mengurangi kemotaksis
leukosit. Level dari cairan vitreous ICAM-1, IL-6, IL-8, dan MCP-1 ditemukan meningkat pada 2
pasien DME [14, 15]. Di sisi lain VEGF memainkan peran utama dalam kebocoran pembuluh
darah retina [16, 17]. Kortikosteroid menghambat ekspresi VEGF dan gen VEGF [18, 19].
Sebuah uji klinis multicenter acak oleh Diabetic Retinopati Clinical Research Network
(DRCR.net) menguji 840 mata dan dievaluasi dengan menggunakan dosis 1mg dan 4mg
triamcinolone bebas bahan pengawet dibandingkan dengan menggunakan fokal / grid
photocoagulation untuk DME [20]. Pada empat bulan kemudian, kelompok yang menggunakan
4mg triamcinolone memiliki ketajaman visual yang lebih baik tetapi dalam satu tahun tidak ada
perbedaan yang signifikan. Setelah 16 bulan dan sampai kunjungan terakhir dalam 2 tahun,
ketajaman visual lebih baik pada kelompok dengan menggunakan laser di bandingkan dengan
pengobatan dua kelompok triamcinolone. Hasil OCT sesuai dengan daya lihat yang dicapai.
Baru-baru ini, DRCR.net menerbitkan hasil tindak lanjut dari tahun ketiga. Namun, hasil dari
temuan ini masih konsisten dengan hasil tahun ke 2. Terdapat perbaikan pada semua kelompok
jenis pengobatan. Namun, pasien pada kelompok laser yang memiliki keuntungan dari +5 letter
dari baseline dibandingkan dengan kelompok triamsinolon yang tertinggal tanpa perubahan [8].
Terjadi peningkatan tekanan intraokular dan kebutuhan untuk operasi katarak lebih tinggi pada
kelompok triamcinolone 4mg. Komplikasi tersebut juga dijelaskan dalam penelitian lain [21, 22].
2.3. Intravitreal Anti-VEGF Treatment.
Sejumlah besar sitokin proinflamasi yang terlibat dalam pengembangan dan
perkembangan DME [23]. VEGF telah dikaitkan dengan kebocoran pembuluh darah retina dan
pembentukan retina edema [24]. hal tersebut sebagai alasan untuk pengujian obat anti-VEGF
untuk pengobatan DME.
2.3.1. Ranibizumab
Keamanan dan ke-efikasian dari Ranibizumab pada Diabetes Macular Edema
(RESOLVE Study)-multicenter, secara acak, dan double-masked dievaluasi efikasi dan
keamanan ranibizumab intravitreal (0,3 atau 0,5 mg) dibandingkan dengan pengobatan
placebo (tidak ada injeksi okular) di 151 mata dengan DME selama 12 bulan [25].
Setelah tiga bulan pengobatan injeksi dapat dihentikan atau dimulai dengan melakukan
laser photocoagulation makula.Dosis dinaikkan dua kali lipat setelah satu bulan. Hasil
3
menunjukkan perbaikan secara signifikan pada BCVA dan penenebalan sentral retina
untuk ranibizumab vs placebo.
RIDE and RISE study tahap III mengevaluasi efikasi dan keamanan ranibizumab
untuk DME. RISE (n = 377) dan RIDE (n = 382) keduanya double-blinded, placebo-
dikendalikan dengan acak studi yang di follow up dalam 36 bulan. Pasien menerima
injeksi bulanan 0,3 mg ranibizumab, 0,5 mg ranibizumab, atau palsu. PRP diberikan jika
ada indikasi, dan Laser makula diperbolehkan di atasl 3 bulan dan seterusnya. Hasil pada
bulan ke 24 baru-baru ini disajikan [26]. Dalam RISE study, pasien dalam kelompok
ranibizumab diperoleh ≥ 15 letters dua kali lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
placebo (44,8%, 39,2%, dan 18,1% pada 0.3mg ranibizumab, 0.5mg ranibizumab, dan
kelompok placebo). Hasil yang serupa di dapatkan pada pasien dengan glikemia
terkontrol maupun tidak terkontrol. Penelitian RIDE menunjukkan temuan yang sama,
tapi ada manfaat yang lebih jelas untuk pasien yang diobati dengan 0,5 mg ranibizumab.
Selain itu, dalam kelompok ranibizumab terdapat pasien secara signifikan bahwa VA
mencapai ≥ 20/40 dibandingkan dengan palsu (60% dan 63,2% dibandingkan 37,8% di
RISE dan 54,4% dan 62,2% dibandingkan 34,6% di RIDE). Injeksi ranibizumab juga
mengurangi persentase pasien yang berkembang menjadi diabetes proliferative retinopati.
2.3.2. Bevacizumab.
The Retina Pan-American Collaborative Study Group (PACORES) membahas
139 mata dengan DME di 11 eye centre yang menerima setidaknya satu suntikan
bevacizumab dari 1,25 atau 2,5 mg dengan tindak lanjut minimal 24 bulan [27]. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada 24 bulan mata 44,6% tetap stabil, 51,8% meningkat
2 atau lebih baris ETDRS, dan 3,6% menurun 2 atau lebih baris. Perubahan anatomi pada
OCT sebanding dengan perbaikan fungsional secara keseluruhan. Terapi Bevacizumab
atau Laser pada Manajemen studi Diabetic Macular Edema (BOLT studi) hingga saat ini
adalah yang paling berarti studi tentang Bevacizumab untuk DME [28]. Sebagai
percobaan klinis prospektif dan masked clinical trial dengan followup dalam 12 bulan
secara acak 80 pasien dengan CSME dan setidaknya satu laser photokoagulasi makula
dengan injeksi Bevacizumab yang suntikan diberikan setiap 6 minggu atau pengobatan
4
laser dilakukan setiap 4 bulan. Ada keuntungan yang jelas dengan kelompok
Bevacizumab ditandai dengan peningkatan BCVA dan penurunan CMT dibandingkan
kelompok laser.
3. TERAPI KOMBINASI
3.1. Intravitreal triamcinolone dengan Macular Laser photocoagulation.
Sebuah uji coba terkontrol secara acak mengevaluasi hasil klinis makula
photocoagulation laser setelah intravitreal triamcinolone acetonide (IVTA) untuk DME difus
[29]. 86 mata dimasukkan dan diacak menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok pasien dengan
laser menjalani IVTA dan macula grid photocoagulation 3 minggu sesudahnya, kelompok
control pasien diobati dengan IVTA saja. Interval 3 minggu dipilih karena efek terapi maksimal
IVTA pada titik waktu tersebut. Hasil CMT adalah 538 μ pada awal, 250 μ setelah 3 minggu,
295 dan 301 μ pada 3 dan 6 bulan setelah IVTA dalam kelompok Laser dibandingkan 510, 227,
302, dan 437 μ pada kelompok kontrol. Visual acuities secara signifikan lebih baik pada
kelompok laser setelah 3 dan 6 bulan. Meskipun dalam followup jangka pendek, terlihat bahwa
terapi kombinasi dapat mengurangi CMT dalam tiga bulan setelah injeksi IVTA. Seperti yang
diharapkan, hampir 40% dari pasien di kedua kelompok mengalami kenaikan TIO di atas 21
mmHg; satu pasien sudah dilakukan trabeculectomy.
3.2. Intravitreal Macular Ranibizumab dengan Laser photocoagulation (READ2).
The multicenter, prospektif, randomnized Ranibizumab untuk Edema makula pada
Diabetes-2 (READ2) studi (fase II) membandingkan efikasi intravitreal ranibizumab dengan
laser fokal / grid dan kombinasi kedua pada 126 pasien dengan DME [30]. Pasien dalam
kelompok ranibizumab menerima 0,5 mg ranibizumab pada awal dan diberikan pada tiap bulan
ke 1, 3, dan 5. Kelompok laser dilakukan pengobatan dengan fokus / grid photocoagulation laser
pada awal dan dilanjutkan pada bulan ke 3. Kombinasi terapi terdiri dari laser fokus / grid dan
injeksi ranibizumab pada awal dan pada bulan 3. Akhir bulan ke 6, semua pasien dapat
menerima suntikan ranibizumab sesuai kriteria terapi: pasien dalam kelompok ranibizumab
diberikan injeksi ranibizumab, pasien dalam kelompok laser diberikan laser atau ranibizumab,
5
dan pasien dalam kelompok kombinasi diberikan laser dengan ranibizumab atau ranibizumab
saja.
Pada bulan ke-6, kelompok ranibizumab diperoleh peningkatan BCVA secara signifikan
dibandingkan laser dan kelompok kombinasi: 22% ditingkatkan ≥ 3 baris dibandingkan dengan
0% dan 8%, masing-masing. Di tahun ke 2, hasil visual tidak berbeda jauh dalam tiga kelompok,
persentase pasien yang diperoleh ≥ 3 baris naik menjadi 24, 18, dan 26. Peningkatan rata-rata
dari BCVA adalah 7.4, 0.5, dan 3.8 letters pada 6 bulan dan 7.7, 5.1, dan 6.8 letters pada dua
tahun. 45%, 44%, dan 35% mencapai Snellen lebih dari 20/40. Meskipun ada penurunan dari
ketebalan fovea pada kelompok ranibizumab dibulan ke 6. Sebaliknya, pada dua kelompok
lainnya tidak terjadi penurunan ketebalan fovea selama 24 bulan. Hal ini mengimplikasikan
bahwa photocoagulation makula laser adalah tambahan untuk mengurangi DME persisten atau
berulang dan untuk mengurangi jumlah injeksi yang dibutuhkan. Selanjutnya hasil menunjukkan
bahwa pasien dengan DME rekuren ataupun persisten setelah 6 bulan pengobatan ranibizumab
dapat mempertahankan ketajaman visualnya dengan cara melakukan pengobatan setiap dua
bulan selama18 bulan. pasien yang diobati sebelumnya oleh photocoagulation makula laser yang
mengalami peningkatan ketajaman visual secara signifikan setelah 18 bulan pengobatan
ranibizumab.
3.3 Ranibizumab dengan Prompt atau Deferred Macular Laser Photocoagulation dibandingkan
triamcinolone dengan Laser Macular Photocoagulation (DRCR.Net).
DRCR.net tersebut melakukan uji coba multicenter secara acak yang meliputi 854 mata
pada 691 pasien [31]. Mata secara acak dibagi menjadi empat kelompok yaitu : laser prompt
dengan injeksi placebo, 0,5 mg ranibizumab dengan laser prompt, 0.5mg ranibizumab dengan
laser ditunda selama minimal 24 minggu, dan 4mg dari triamcinolone dengan laser prompt. Pada
satu tahun, dua kelompok diobati dengan ranibizumab mengalami perubahan yang signifikan
pada VA dari baseline. kelompok triamcinolone dan laser saja tidak menunjukkan perubahan
yang signifikan dalam VA. Demikian juga, pasien secara signifikan diperoleh ≥ 10 letters dalam
dua kelompok kelompok di bandingkan pada kelompok laser saja (50% dan 47% versus 28%),
dan sedikit pasien kehilangan ≥ 10 letters (4% dan 3% versus 13%). Khususnya, analisis
6
subkelompok pseudophakic mata pada kelompok triamcinolone menunjukkan Hasil serupa
dengan orang-orang dalam kelompok ranibizumab. Hasil OCT sesuai dengan ketajaman visual.
3.4. Macular ranibizumab dengan Laser photocoagulation (RESTORE).
Demikian pula, penelitian RESTORE melakukan studi secara acak, double-masked,
multicenter fase III studi selama 12 bulan yang dibandingkan ranibizumab + laser palsu dan
ranibizumab + laser dengan laser + injeksi palsu untuk DME pada 345 pasien [32]. Injeksi
Ranibizumab atau palsu diberikan setiap bulan selama tiga bulan dan kemudian PRN, laser atau
palsu laser diberikan pada awal dan kemudian PRN setelah selang setidaknya tiga bulan. Dalam
kelompok ranibizumab dan ranibizumab + laser didaptkan peningkatan cepat pada VA yang
diamati setelah satu bulan yang terus berlangsung sampai tiga bulan dan dipertahankan sampai
12 bulan (6,8 ± 8,3 dan 6,4 ± 11,8 letters gain, resp),. (Gambar 1). Kelompok Laser mempunyai
VA yang stabil dan meningkat 0,9 letters pada bulan ke 12. Demikian juga, persentase pasien
mencapai VA ≥ 20/40 lebih besar pada dua kelompok ranibizumab (53% pada kelompok
ranibizumab dan 44,9% pada kelompok + laser ranibizumab dibandingkan 23,6% di kelompok
laser). Dengan demikian, CMT menurun secara signifikan dalam dua kelompok laser. Penelitian
ini mengevaluasi juga kualitas hidup melalui kuesioner dan menemukan peningkatan yang lebih
besar dalam dua kelompok ranibizumab. Jumlah injeksi PRN adalah empat dalam ketiga
kelompok, kebutuhan untuk PRN laser yang juga sama pada semua kelompok. kesimpulannya,
monoterapi dengan ranibizumab dan kombinasi dengan pengobatan laser lebih unggul daripada
pengobatan laser saja untuk DME. Tidak ada perbedaan efikasi yang ditemukan pada dua
kelompok ranibizumab.
(a)
7
(b)
Gambar 3: Resolusi tinggi OCT dari mata kanan pasien dengan CSME. (A) menunjukkan
hilangnya kontur foveal dan edema cystoid. (B) Satu bulan setelah intravitreal avastin untuk kemoterapi
injeksi foveal kontur dipulihkan, penebalan retina menurun secara signifikan, dan tidak ada ruang
cystoids terdeteksi lagi.
3,5. PRP dengan makula Laser photocoagulation ditambah Ranibizumab atau triamcinolone.
DRCR.net baru menehasil jangka pendek (14 minggu) dari fase 3 secara acak,
multicenter uji klinis yang ditujukan kepada DME dengan photocoagulation panretinal (PRP)
[33]. Penelitian ini melibatkan 340 mata dengan CSME dan severe NPDR atau PDR (Gambar
2). Pasien secara acak menerima injeksi placebo atau 0,5 mg ranibizumab pada awal dan pada
minggu ke 4 atau IVTA 4mg pada awal dan injeksi palsu pada minggu ke 4. Laser Macular
dilakukan dalam waktu 3 sampai 10 hari, dan PRP dimulai segera atau dalam waktu 14 hari dari
injeksi awal. Terjadi perubahan dari skor ketajaman visual secara signifikan yang lebih baik pada
kelompok ranibizumab dan kelompok IVTA. Kedua kelompok juga memiliki proporsi yang
lebih besar pada daya lihat mata yang meningkat ≥ 10 letters dan proporsi yang lebih rendah dari
daya lihat mata yang memburuk ≥ 10 letters pada 14 minggu. Perubahan CMT berlaku sama.
Setelah 14 minggu pasien difollowup dan dievaluasi setelah 56 minggu untuk informasi
keamanan.
8
Gambar 2: foto fundus dari mata kiri pada pasien dengan
Severe NPDR dan CSME
3.6. Intravitreal Bevacizumab dengan triamcinolone.
Sebuah klinik oleh Soheilian melakukan studi secara acak yang meliputi 150 mata
dengan CSME menjadi tiga kelompok: Bevacizumab + laser palsu, bevacizumab + IVTA + laser
palsu, dan photocoagulation makula Laser + injeksi palsu[34]. Penafsiran dilakukan pada 12
minggu sesuai kebutuhan. Perubahan BCVA pada 24 minggu pertama menunjukkan peningkatan
yang signifikan pada kelompok bevacizumab yang di followup hingga 36 minggu. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara bevacizumab dan kelompok kombinasi. Kelompok Laser tidak
memiliki perubahan VA signifikan. Semua kelompok mengalami signifikan penurunan CMT
yang signifikan pada minggu ke 6 -tanpa perbedaan yang signifikan antara kelompok tersebut.
Berdasarkan temuan bahwa hasil visual di bulan ke 24 lebih baik pada pasien yang diobati
dengan bevacizumab (sendiri atau dalam kombinasi dengan IVTA) dibandingkan dengan laser,
penulis merekomendasikan dengan mempertimbangkan bevacizumab sebagai lini pertama
pengobatan. Penambahan IVTA tidak memiliki efek yang bermakna. Namun, perlu dicatat
bahwa studi ini tidak menilai kombinasi laser makula dengan bevacizumab atau IVTA seperti
yang dilakukan oleh DRCR.net tersebut. Faktor pembatas adalah dengan tindak lanjut relatif
jangka pendek.
9
3.7. Bevacizumab ditambah photocoagulation Macular Laser.
Sebuah uji klinis kecil yang meliputi 62 mata dengan DME difus dievaluasi mengenai
manfaat dari gabungan antara Laser photocoagulation makula dengan bevacizumab sebagai
pengobatan primer [35]. Pada bulan pertama, pasien denagnkelompok bevacizumab dan
kelompok gabungan mengalami penurunan CMT berbeda dengan pasien yang diobati oleh laser
saja. Dengan demikian, kedua kelompok yang diobati dengan bevacizumab mengalami
perbaikan signifikan VA sedangkan kelompok Laser tidak memiliki perubahan yang signifikan.
Setelah tiga dan enam bulan, penurunan CMT hanya signifikan pada kelompok gabungan saja.
Keuntungan bagi pengobatan kombinasia dalah terjadi peningkatan VA dan penurunan
kebocoran macula pada FA (Gambar 3). Pada bulan ke 6, VA bahkan mengalami kemunduran
dari baseline pada kelompok laser dan kelompok bevacizumab sedangkan peningkatan terjadi
pada kelompok gabungan secara statistik tidak signifikan. Perlu dicatat bahwa ada tidak ada
masking dalam penelitian ini.
Gambar 3: fase Akhir fluoresensi angiografi menunjukkan kebocoran macula dengan
pattern.Notemultiplemicroaneurysms petalloid dan superotemporal optik disk difus hyperfluorescence.
10
4. DISKUSI
Semenjak adanya hasil dari ETDRS, makula photocoagulation laser telah dianggap
sebagai pengobatan andalan pada DME meskipun hasil visual belum memuaskan [4].
Pengenalan kortikosteroid intravitreal dan obat anti-VEGF menguragi edema pada makula pada
umumnya dan DME pada khususnya. Meskipun studi yang disebutkan di atas memiliki cara
yang berbeda, namun beberapa hasil yang konsisten ditemukan.
Monoterapi Ranibizumab dan dalam kombinasi ranibizumab dengan laser lebih efektif
dibandingkan dengan laser macula photocoagulation secara monoterapi. Untuk bevacizumab,
efektivitas telah dicapai melalui kombinasi dengan laser photocoagulation macula.
Efek sinergis aditif laser dengan pengobatan anti-VEGF dapat dijelaskan melalui
beberapa mekanisme. Penurunan ketebalan foveal difasilitasi dengan pegobatan laser. Selain itu,
pengurangan ketebalan makula dalam jangka panjang dapat dicapai. Bevacizumab dan
ranibizumab merupakan downregulate VEGF dan mengurangi permeabilitas kapiler. Namun,
VEGF hanya salah satu faktor dalam proses pathogenesis yang kompleks, dan hipoksia makula
sebagai masalah mendasar yang tidak ditangani. Hal ini menunjukkan rekurensi yang cepat pada
edema makula dalam beberapa minggu setelah injeksi ketika level VEGF meningkat dalam
vitreous. Grid photocoagulation laser menurunkan konsumsi oksigen dengan menghancurkan
fotoreseptor. Oleh karena itu, kombinasi anti-VEGF dengan photocoagulation laser adalah
pengobatan komplementer dengan keberhasilan yang tinggi dalam mengobati DME dan
mengurangi rekurensi.
Kombinasi terapi laser makula dengan IVTA lebih efektif daripada monoterapi
dibandingkannpengobatan anti-VEGF dengan laser pada pasien pseudophaki. Keberhasilan
terapi kombinasi ini mungkin dikarenakan oleh beberapa mekanisme, yaitu IVTA mengurangi
ketebalan foveal dan memungkinkan makula lebih efektif dengan menggunakan Laser
photocoagulation dengan tingkat energi yang lebih rendah. Selain itu, steroid mempercepat
pembentukan bekas luka laser yang mature. Kerusakan edema makula merupakan komplikasi
paling sering pada pengobatan laser. Tingkat terapeutik intravitreal steroid tampaknya akan
melindungi dan memodulas remodeling RPE setelah laser.
11
PRP sering menyebabkan eksaserbasi DME. Pengobatan laser dengan ivta atau
monoterapi ranibizumab memberikan hasil lebih baik pada ketajaman visual dan penurunan
CMT dalam jangka pendek. Meskipun intravitreal kortikosteroid dan obat anti-VEGF memiliki
cara kerja yang berbeda dimana tidak memiliki efek adjunctive yang ditemukan pada terapi
kombinasi.
Sejak makula photocoagulation laser pertama kali ditemukan oleh ETDRS, strategi
pengobatan untuk DME berubah. Pendekatan pengobatan yang berbeda mencerminkan
patogenesis kompleks dari suatu penyakit. Namun, pada beberapa kasus masih ada yang tidak
memberikan keberhasilan bahkan dengan terapi kombinasi, mungkin disebabkan oleh karena
heterogenitas antara pasien tidak ada rejimen pengobatan yang ideal untuk tiap pasien.
Selanjutnya pilihan pengobatan tambahan sesuai dengan yang diperlukan dalam rangka
mengoptimalkan terapi.
12
REFERENSI
[1] Y. M. Paulus and R. F. Gariano, “Diabetic retinopathy: a growing concern in an aging
population,” Geriatrics, vol. 64, no. 2, pp. 16–20, 2009.
[2] A. D. Deshpande, M. Harris-Hayes, and M. Schootman, “Epidemiology of diabetes and
diabetes-related complications,” Physical Therapy, vol. 88, no. 11, pp. 1254–1264, 2008.
[3] R. Klein, M. D. Knudtson, K. E. Lee, R. Gangnon, and B. E. K. Klein, “The wisconsin
epidemiologic study of diabetic retinopathy XXIII: the twenty-five-year incidence of macular
edema in persons with type 1 diabetes,” Ophthalmology, vol. 116, no. 3, pp. 497–503, 2009.
[4] “Early treatment diabetic retinopathy study research group: photocoagulation for
diabeticmacular edema: early treatment diabetic retinopathy study report number 1,” Archives of
Ophthalmology, vol. 103, no. 12, pp. 1796–1806, 1985.
[5] Diabetes Control and Complications Trial Research Group “The effect of intensive treatment
of diabetes on the development and progression of long-term complications in insulindependent
diabetes mellitus,” The New England Journal of Medicine, vol. 329, pp. 977–986, 1993.
[6] UK Prospective Diabetes Study Group, “Tight blood pressure control and risk of
macrovascular and microvascular complications in type 2 diabetes: UKPDS 38,” BritishMedical
Journal, vol. 317, pp. 703–713, 1998.
[7] “Early treatment diabeticretinopathy study research group:photocoagulation for
diabeticmacular edema: early treatment diabetic retinopathy study report number 1,” Archives of
Ophthalmology, vol. 103, no. 12, pp. 1796–1806, 1985.
[8] Diabetic Retinopathy Clinical Research Network (DRCR.net), R. W. Beck, A. R. Edwards et
al., “Three-year follow-up of a randomized trial comparing focal/grid photocoagulation and
intravitreal triamcinolone for diabeticmacular edema,” Archives of Ophthalmology, vol. 127, no.
3, pp. 245–251, 2009.
13
[9] L. P. Aiello, S. E. Bursell, A. Clermont et al., “Vascular endothelial growth factor-induced
retinal permeability is mediated by protein kinase C in vivo and suppressed by an orally effective
β-isoform-selective inhibitor,” Diabetes, vol. 46, no. 9, pp. 1473–1480, 1997.
[10] D.A.Antonetti,A. J.Barber, L. A. Hollinger, E. B.Wolpert, and T. W. Gardner, “Vascular
endothelial growth factor induces rapid phosphorylation of tight junction proteins occluding and
zonula occluden 1. A potential mechanism for vascular permeability in diabetic retinopathy and
tumors,” Journal of Biological Chemistry, vol. 274, no. 33, pp. 23463–23467, 1999.
[11] D. R. Senger, S. J. Galli, A. M. Dvorak, C. A. Perruzzi, V. Susan Harvey, and H. F. Dvorak,
“Tumor cells secrete a vascular permeability factor that promotes accumulation of ascites fluid,”
Science, vol. 219, no. 4587, pp. 983–985, 1983.
[12] T. S. Kern, “Contributions of inflammatory processes to the development of the early stages
of diabetic retinopathy,” Experimental diabetes research, vol. 2007, p. 95103, 2007.
[13] L. G. Tsaprouni, K. Ito, N. Punchard, and I. M. Adcock, “Triamcinolone acetonide and
dexamethasome suppress TNF-α- induced histone H4 acetylation on lysine residues 8 and 12 in
mononuclear cells,” Annals of the New York Academy of Sciences, vol. 973, pp. 481–483,
2002.
[14] T. Yoshimura, K.-H. Sonoda, M. Sugahara et al., “Comprehensive analysis of inflammatory
immune mediators in vitreoretinal diseases,” Plos ONE, vol. 4, no. 12, 2009.
[15] H. Funatsu, H. Noma, T. Mimura, S. Eguchi, and S. Hori “Association of vitreous
inflammatory factors with diabetic macular edema,” Ophthalmology, vol. 116, no. 1, pp. 73–79,
2009.
[16] D. A. Antonetti, A. J. Barber, S. Khin, E. Lieth, J. M. Tarbell, and T. W. Gardner, “Vascular
permeability in experimental diabetes is associated with reduced endothelial occluding content.
Vascular endothelial growth factor decreases occluding in retinal endothelial cells,” Diabetes,
vol. 47, no. 12, pp. 1953– 1959, 1998.
14
[17] A. M. Joussen, V. Poulaki, M. L. Le et al., “A central role for inflammation in the
pathogenesis of diabetic retinopathy,” The FASEB Journal, vol. 18, no. 12, pp. 1450–1452,
2004.
[18] M. Nauck, G. Karakiulakis, A. Perruchoud, E. Papakonstantinou, and M. Roth,
“Corticosteroids inhibit the expression of the vascular endothelial growth factor gene in human
vascular smooth muscle cells,” European Journal of Pharmacology, vol. 341, no. 2-3, pp. 309–
315, 1998.
[19] M. Nauck, M. Roth, M. Tamm et al., “Induction of vascular endothelial growth factor by
platelet-activating factor and platelet-derived growth factor is downregulated by corticosteroids,”
American Journal of Respiratory Cell and Molecular Biology, vol. 16, no. 4, pp. 398–406, 1997.
[20] Diabetic Retinopathy Clinical Research Network, “A randomized trial comparing
intravitreal triamcinolone acetonide and focal/grid photocoagulation for diabetic macular
edema,” Ophthalmology, vol. 115, no. 9, pp. 1447–1449, 2008.
[21] J. B. Jonas, I. Kreissig, and R. Degenring, “Intraocular pressure after intravitreal injection of
triamcinolone acetonide,” BritishJournal of Ophthalmology, vol. 87, no. 1, pp. 24–27, 2003.
[22] J. B. Jonas, R. Degenring, U. Vossmerbauemer, and B. Kamppeter, “Frequency of cataract
surgery after intravitreal injection of high-dosage triamcinolone acetonide,” European Journal of
Ophthalmology, vol. 15, no. 4, pp. 462–464, 2005.
[23] L. P. Aiello, S. E. Bursell, A. Clermont et al., “Vascular endothelial growth factor-induced
retinal permeability is mediated by protein kinase C in vivo and suppressed by an orally effective
β-isoform-selective inhibitor,” Diabetes, vol. 46, no. 9, pp. 1473–1480, 1997.
[24] Q. D. Nguyen, S. Tatlipinar, S. M. Shah et al., “Vascular endothelial growth factor is a
critical stimulus for diabetic macular edema,” American Journal of Ophthalmology, vol. 142, no.
6, pp. 961–e4, 2006.
[25] P. Massin, F. Bandello, J. G. Garweg et al., “Safety and efficacy of ranibizumab in diabetic
macular edema (RESOLVE study): a 12-month, randomized, controlled, double-masked,
multicenter phase II study,” Diabetes Care, vol. 33, no. 11, pp. 2399–2405, 2010.15
[26] D. S. Boyer, J. Sy, A. C. Rundle et al., Ranibizumab for Vision Loss due to Diabetic
Macular Edema—Results of two Phase III Randomized trials, American Diabetes Association
71st Scientific Sessions, San Diego, Calif, USA, 2011.
[27] J. F. Arevalo, J. G. Sanchez, L. Wu et al., “Primary intravitreal bevacizumab for diffuse
diabetic macular edema: the Pan- American collaborative retina study group at 24 months: the
Pan-American collaborative retina study group at 24 months,” Ophthalmology, vol. 116, no. 8,
pp. 1488–1497, 2009.
[28] M. Michaelides, A. Kaines, R. D. Hamilton et al., “A prospective randomized trial of
intravitreal bevacizumab or laser therapy in the management of diabetic macular edema (BOLT
Study). 12-month data: report 2,” Ophthalmology, vol. 117, no.6, pp. 1078–1086, 2010.
[29] W. K. Se, H. -S. Sa, Y. C. Hee, and I. K. Jong, “Macular grid photocoagulation after
intravitreal triamcinolone acetonide for diffuse diabetic macular edema,” Archives of
Ophthalmology, vol. 124, no. 5, pp. 653–658, 2006.
[30] Q. D. Nguyen, S. M. Shah, A. A. Khwaja et al., “Two-year outcomes of the ranibizumab for
edema of the mAcula in diabetes (READ-2) study,” Ophthalmology, vol. 117, no. 11, pp. 2146–
2151, 2010.
[31] M. J. Elman, N. M. Bressler, H. Qin et al., “Expanded 2-year follow-up of ranibizumab plus
prompt or deferred laser or triamcinolone plus prompt laser for diabetic macular edema,”
Ophthalmology, vol. 118, no. 4, pp. 609–614, 2011.
[32] P. Mitchell, F. Bandello, U. Schmidt-Erfurth et al., “The RESTORE study: ranibizumab
monotherapy or combined with laser versus laser monotherapy for diabetic macular edema,”
Ophthalmology, vol. 118, no. 4, pp. 615–625, 2011.
[33] J. Googe, A. J. Brucker, N. M. Bressler et al., “Randomized trial evaluating short-term
effects of intravitreal ranibizumab or triamcinolone acetonide on macular edema after focal/grid
laser for diabetic macular edema in eyes also receiving panretinal photocoagulation,” Retina, vol.
31, no. 6, pp. 1009– 1027, 2011.
16
[34] M. Soheilian, A. Ramezani, A. Obudi et al., “Randomized trial of intravitreal bevacizumab
alone or combined with triamcinolone versus macular photocoagulation in diabetic macular
edema,” Ophthalmology, vol. 116, no. 6, pp. 1142– 1150, 2009.
[35] K. A. Solaiman, M. M. Diab, and M. Abo-Elenin, “Intravitreal bevacizumab and/or macular
photocoagulation as a primary treatment for diffuse diabetic macular edema,” Retina, vol. 30, no.
10, pp. 1638–1645, 2010
17