disaster victim identification
DESCRIPTION
forensikTRANSCRIPT
DISASTER VICTIM IDENTIFICATION
Marhama Fitriani C11109814 Nurul Qaimah 1102090042
Pembimbing : dr. Tjiang Sari LestariSupervisor : dr. Denny Mathius, Sp.F, M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2014
Bencana
• Bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena
WHO
• Bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar
Departemen Kesehatan RI
• Bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
Undang-undang Nomor 24 tahun 2007
Henky, Safitry O. Identifikasi Korban Bencana Massal: Praktik DVI Antara Teori dan Kenyataan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2012; 2(1): 5-7
Singh, S.Disaster Victim Identification dalam Majalah Kedokteran Nusantara Vol.41 (4). Medan: SMF KedokteranForensik FK-USU; 2008; p 254-8.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah memberikan amanat kepada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya identifikasi terhadap mayat yang tidak dikenal
Singh, S.Disaster Victim Identification dalam Majalah Kedokteran Nusantara Vol.41 (4). Medan: SMF KedokteranForensik FK-USU; 2008; p 254-8.
Disaster Victim Identification
Tim DVI :1. Dokter spesialis forensik2. Dokter gigi3. Ahli anthropology (ilmu
yang mempelajari tulang), kepolisian, fotografi, dan ahli DNA.
Prosedur untuk mengidentifikasi korban
meninggal akibat bencana massal yang dapat
dipertanggungjawabkan secara sah oleh hukum
dan ilmiah serta mengacu pada standar baku
Interpol DVI Guideline.
Singh, S.Disaster Victim Identification dalam Majalah Kedokteran Nusantara Vol.41 (4). Medan: SMF KedokteranForensik FK-USU; 2008; p 254-8.
Jennet K. Disaster Victim Identification-Learning from the Victoria Bush Fires Tragedy : A Winston Churchill Travel Fellowship. Merseyside Police ;2011.
Proses DVI
Fase 1 : Fase TKP/The Scene
Fase 2 : Fase pengumpulan data jenazah Post Mortem/
The Mortuary
Fase 3: Fase pengumpulan data
jenazah Ante Mortem/Ante Mortem
Information Retrieval
Fase 4 : Fase
Analisa/Reconciliati
on
Fase 5 : Fase
Evaluasi/Debriefing
Kusumasari W, Medistianto E, dkk. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Edisi Revisi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2012; p.1-151-61
Singh, S.Disaster Victim Identification dalam Majalah Kedokteran Nusantara Vol.41 (4). Medan: SMF KedokteranForensik FK-USU; 2008; p 254-8.Prawestiningtyas E, Algozi M. Identifikasi Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban pada Dua Kasus Bencana Massal dalam
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV(2). Lab. Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang: 2009; p.87-92International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on2014November 19]. Available from : URL:
http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf
Fase TKP/The Scene
Langkah Utama :1. To Secure (Mengamankan)2. To Collect (Mengumpulkan)3. Documentation (Pelabelan)
Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasI.
International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on2014November 19]. Available from : URL:http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf
Fase pengumpulan data
Post Mortem/ The Mortuary
Data Post Mortem :1) Primer (Fingerprint, Dental Records , DNA) 2) Sekunder (Medical, Property, Photography) identitas secara positif :
didukung minimal 1 primary identifiers positif atau didukung dengan minimal 2 secondary identifiers positif
Prawestiningtyas E, Algozi M. Identifikasi Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban pada Dua Kasus Bencana Massal dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV(2). Lab.Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang: 2009; p.87-92 International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on 2013 December 28]. Available from : URL: http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf
IDENTIFIKASI• Unit pengumpulan data ante-mortem• Unit pendataan berkas ante mortem • Daftar korban
Bagian Korban Hilang
(Missing Brunch)
• Koordinator tim pemulihan (Recovery Co-ordinatory)• Tim pencari (Search teams) • Tim dokumentasi (Photography) • Tim pemulihan jenazah (Body Recovery team) • Tim pemulihan barang-barang pribadi (Property Recovery team) • Tempat administrasi dan penyimpanan sementara jenazah
Pengumpulan dan
klasifikasi jenazah (Victim
Recovery)
• Unit keamanan (Security unit) • Unit transportasi jenazah (Body movement unit) • Unit pengumpul data post-mortem (Post-mortem record unit) • Unit pemeriksa jenazah : Unit dokumentasi , Unit sidik jari , Unit
barang-barang pribadi , Unit media , Unit pemeriksa gigi geligi
Bagian Kamar Mayat
(Mortuary Branch)
Pusat Identifikasi
(Identification Centre)
1. Bagian administrasi berkas identifikasi 2. Bagian khusus pusat identifikasi : Bagian penyelidikan data dokumentasi ,Bagian penyelidikan sidik jari , Bagian penyelidkan barang-barang pribadi ,Bagian penyelidikan medis, Bagian penyelidikan gigi geligi , Bagian analisis DNA , Badan identifikasi , Bagian pelepasan jenazah
International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification. [Online] 1997. [Cited on 2013 December 19]. Available from : URL: http://www.plass.dk/dok/dvi/interpolguidelines.pdf
Metode Identifikasi
Metode Sederhana yakni, visual, kepemilikan (perhiasan dan pakaian) dan dokumentasi.
Metode Ilmiah yakni, sidik jari, serologi, odontologi, antropologi, biologi molekuler.
Identifikasi dengan Teknik Superimposisi.
Standar identifikasi INTERPOL Khusus Bencana massal:1) Primer (Fingerprint, Dental Records , DNA) 2) Sekunder (Medical, Property, Photography)
•Kusumasari W, Medistianto E, dkk. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Edisi Revisi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2012; p.1-151-61•Singh, S. Disaster Victim Identification dalam Majalah Kedokteran Nusantara Vol.41 (4). Medan: SMF Kedokteran Forensik FK-USU; 2008; p 254-8.•International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on 2013 December 28]. Available from : URL: http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf
Visual
Gambar 2. Jenazah dapat diidentifikasi sederhana secara visual.
Prawestiningtyas E, Algozi M. Identifikasi Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban pada Dua Kasus Bencana Massal dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV(2). Lab.Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang: 2009; p.87-92
Medis
Gambar 3. adanya sikatrik.
Gambar 4. terlihat kumis dan tahi lalat.
Gambar 5. adanya tatto
Gambar 6. Pemeriksaan sekunder medis dari jenis kelamin dan Tinggi Badan
Prawestiningtyas E, Algozi M. Identifikasi Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban pada Dua Kasus Bencana Massal dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV(2). Lab.Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang: 2009; p.87-92
Property / Dokumentasi
Gambar 7. Barang bukti berupa pakaian dan perhiasan
Gambar 8 .Pemeriksaan sekunder properti dari KTP yang melekat
•Prawestiningtyas E, Algozi M. Identifikasi Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban pada Dua Kasus Bencana Massal dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV(2). Lab.Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang: 2009; p.87-92 •International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on 2013 December 28]. Available from : URL: http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf
Sidik Jari/ Fingerprints
Gambar 9. Pada foto pertama tampak Prosedur Hand boiling dan pada foto kedua tampak foto sidik jari setelah Hand boiling
Gambar 10. Kulit terlepas, double-rowed pappillaries sudah tampak pada kondisi tangan setelah hand boiling. Pada gambar kedua, tampak jejak dari ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan setelah dilakukan hand boiling, diwarnai dengan bubuk arang, dicetak dengan adhesive labels dan ditekankan pada slide transparan
Prosedur Hand Boiling
1. 2.
International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on 2013 December 28]. Available from : URL: http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf.
Serologi• menentukan golongan darah, dimana
pada umumnya golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, saliva.
Prinsip• Penentuan golongan darah yang diambil
baik dari dalam tubuh korban, maupun bercak darah yang berasal dari bercak yang terdapat pada pakaian, akan dapat mengetahui golongan darah si korban
pemeriksaan • Seseorang yang mempunyai antigen ABH
yang terdapat pada jaringan dan cairan tubuh seperti plasma, saliva, semen, keringat yang mempunyai kesamaan sifat antigen pada sel darah merah.
• 75-80% dari penduduk termasuk dalam golongan ini. Pada mereka yang termasuk non-sekretor, penentuan golongan darah hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan darahnya saja
Sekretor•Mun’im A, Tjiptomarnoto A. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2010; p.44-52Mun’im, A. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; p.43-64
Odontology1. Identifikasi dari mayat yang
tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi. 3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-
mark). 4. Penentuan ras dari gigi. 5. Analisis dari trauma oro-fasial
yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
Identifikasi Forensik Odontology
Gambar 11. Pemeriksaan gigi : pada gigi emas terdapat inisial korban
Dix J. Color Atlas Of Forensic Pathology. New York: CRC Press; 2000
Kasus tenggelam : Semakin lama terpapar air pembusukan jaringan penyangga gigi >> cepat AVULSI GIGI
Kasus kebakaran : gigi memilikidaya tahan terhadap panas hingga suhu 1000°F, karena gigi dikelilingi oleh suatu matrik yang terdiri dari garam anorganik crystal hydroxyapatite yang tersusun atas calsium dan fosfor, sehingga dapat bertahan lebih lama
Odontology
Gambar 12. Pemeriksaan Primer Gigi Tidak Akurat Akibat Avulsi Gigi Postmortem dan Hilangnya Jaringan Lunak
Gambar 13. Jenazah Terbakar : Pemeriksaan gigi yang tetap utuh
Prawestiningtyas E, Algozi M. Identifikasi Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban pada Dua Kasus Bencana Massal dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV(2). Lab.Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang: 2009; p.87-92
Pertumbuhan gigi permanen dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 – 16 tahun
Setelah melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi dan perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat
Odontology
Penentuan Usia berdasarkan gigi
Eckert, W. Introduction To Forensic Sciences : Second Edition. New York: CRC Press;1997.
berdasarkan kaninus mandibula
pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm.
Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin
Odontology
Penentuan jenis kelamin berdasarkan gigi
Eckert, W. Introduction To Forensic Sciences : Second Edition. New York: CRC Press;1997.
- Bila rahang atas dan bawah lengkap : 1. Pembukaan rahang bawah untuk melepaskan
rahang bawah. 2. Melakukan pembersihan rahang bawah dan rahang
atas. 3. Melakukan dental charting/odontogram. 4. Melakukan rontgen foto pada seluruh gigi geligi di
rahang atas dan rahang bawah. 5. Pencabutan gigi molar 1 atas atau bawah untuk
pemeriksaan DNA. 6. Melakukan pemotretan dengan ukuran close-up 7. Melakukan perbandingan data dental antemortem
dengan post mortem 8. Proses rekonsilasi untuk penentuan identifikasi.
- Pada rahang yang tidak utuh : Rekonstruksi bentuk rahang dan susunan gigi geliginya menggunakan wax
OdontologyLangkah langkah
penanganan aspek odontologi forensik
•Beauthier J, Valck E, et all. Mass Disaster Victim Identification: The Tsunami Experience in The Open Forensic Science Journal 2. Belgium:2009; p.54-62•Stimson P, Mertz C. Forensic Dentistry. New York: CRC Press; 1997.
Antropologi
Penentuan jenis kelamin pada rangka
Panggul
1. Sudut subpubic yang lebih sempit2.Pubis berbentuk triangular3.Sacrum lebar
Pria
1. Sudut Subpubic yang lebih lebar2. Pubis berbentuk persegi3. Sacrum kecil
Wanita
Eckert, W. Introduction To Forensic Sciences : Second Edition. New York: CRC Press;1997.
Antropologi
Tengkorak
1. Perabaan kasar2. Daerah Supraorbital menonjol3. Ruang Orbita bentuk persegi4. Dagu bentuk cekung
Pria
1. Perabaan halus2. Daerah supraorbital tidak menonjol3.Supraorbital margin tajam4. Ruang orbita bentuk bulat5.Dagu bentuk tapal kuda/bulat
Wanita
•Dix J. Color Atlas Of Forensic Pathology. New York: CRC Press; 2000.•Eckert, W. Introduction To Forensic Sciences : Second Edition. New York: CRC Press;1997.•Mun’im, A. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; p.43-64.
Antropologi
Penentuan Tinggi Badan
*Os.Femur : 27% dari tinggi badan*Os. Tibia : 22% dari tinggi badan*Os. Humerus : 35% dari tinggi badan*Tulang belakang : 35% dari tinggi badan Pengukur
an Tulang
panjang
•Formula StevensonTB Femur = 61,7207 + 2,4378 x Femur + 2,1756 TB Humerus = 81,5115 + 2,8131 x Humerus+2,8903TB Tibia = 59,2256 + 3,0263 x Tibia + 1,8916TB Radius = 80,0276 + 3,7384 x Radius + 2,6791
•Formula Trotter dan GleserTB = 70,37 + 1,22 (Femur + Tibia) + 3,24Untuk mendapatkan tinggi badan yang mendekati ketepatan sebaiknya pengukuran dilakukan menurut kedua formula tersebut.
Mun’im A, Tjiptomarnoto A. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2010; p.44-52
Metode Teknik Superimposisi
Pemeriksaan dgn Membandingkan bentuk wajah korban semasa hidupnya dengan tengkorak yang ditemukan. Foto ante mortem dan post mortem korban dibuka dan digabung menggunakan Adobe Photoshop
Amad S, et all. Craniofacial Identification By Computer Mediated Superimposition in The Journal of Forensic Odonto-Stomatology Vol.24 No.2.Jordan: 2006; p.47-52.
mengumpulkan foto korban mengumpulkan data dari instansi tempat
kerja korban Apabila ada warga Negara asing maka
Data‐data Ante Mortem diperoleh melalui perantara Set NCB Interpol Indonesia dan di kedutaan/konsulat
memasukkan data‐data yang ada dalam formulir Interpol DVI AM
mengirimkan data‐data yang telah diperoleh ke Unit Pembanding Data
Fase pengumpulan
data Ante Mortem/Ante Mortem Information Retrieval
•International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on 2013 December 28]. Available from : URL: http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf •Kusumasari W, Medistianto E, dkk. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Edisi Revisi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2012; p.1-151-61
Membandingkan data post mortem dengan data ante mortem
Data yang dibandingkan terbukti cocok = identifikasi positif
Data yang dibandingkan tidak cocok = identifikasi negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah
Fase Analisa/Reconciliation
identitas secara positif : didukung minimal 1 primary identifiers positif atau didukung dengan minimal 2 secondary identifiers positif
•International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on 2013 December 28]. Available from : URL: http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf
Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan
Pemakaman jenazah yang belum teridentifikasi menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI
Fase Evaluasi/Debriefing
•International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. [Online] 2009. [Cited on 2013 December 28]. Available from : URL: http://www.interpol.int/content/download/9158/68001/version/5/file/guide.pdf
TERIMA KASIH