Download - ADB fix unusa kel 3
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
1/23
LAPORAN TUTORIAL
BIOMEDIS V.1
CEPAT LELAH
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III
Tutor:
dr. Erlinda Sp.PK
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2016
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
2/23
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan tutorial berjudul Cepat Lelah telah melalui konsultasi dan
disetujui oleh Tutor Pembimbing
Surabaya, 5 Mei 2016
Pembimbing
dr. Erlinda Sp. PK
NPP.
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
3/23
KELOMPOK PENYUSUN
ANANG MAULANA YUSUF 6130014023
ANYDHI FITRIANA AFFIUDIN 6130014022
NUR AMIROH AULIA SARI 6130014024
ROSYIIDAH HUSNAA HANIIFAH 6130014021
AISYAH IMAS SETIAWATI 6130014025
NIKEN AYU KUSUMA WARDANI 6130014026
RAHMANIA ULFA 6130014027
ATHIYATUL ULYA 6130014028
NURMA ISLAMIAH 6130014029
DANA MADYA PUSPITA 6130014030
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
4/23
1
Skenario II
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam
dengan keluhan sering cepat lelah, lemah, lesu, disertasi mata sering berkunang-kunang dan BAB keluar darang segar, selama kurang lebih 6 bulan terakhir.pada
pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 100/70, suhu 36,8!C, frekuensi
nafas 20 kali/menit, frekuensi nadi 80x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva tampak pucat, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan tidak
terdapat pembesaran kelenjar limfe. Pada pemeriksaan labolatorium didapatkan
kadar Hb 5g/dl, eosinofil meningkat, MCV menurun, MCH menurun, pada
hapusan darah didapatkan anemia hipokrom mikrositik. Pemeriksaan feses
terdapat telur cacing positif. Bagaimana anda menjelaskan hal tersebut ?
STEP 1
Identifikasi Kata Sulit
1. Stomatitis angularis : Stomatitisperlche. Adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak bercak putih keputihan.
2. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.
3. Pemeriksaan vital sign :pemeriksaan tanda-tanda utama di tubuh.
4. MCV : (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan nilai rata-rata volume sel
darah merah jika normal tergolong normositer, kurang dari batas normal
disebut mikrositer, dan lebih dari batas normal disebut makrositer.
5.
MCH : (Mean Corpuscular Hemoglobin) menunjukkan berat molekul
hemoglobin rata-rata dalam 1 sel darah merah. MCH kurang dari normal
dijumpai pada anemia mikrositer, anemia hipokrom mikrositer dan MCH lebih
dari normal dijumpai pada anemia makrositer, sferositosis.
6. Eosinofil : leukosit granular dengan nukleus yang biasanya terdiri dari dua
lobus yang dihubungkan oleh sebuah benang kromatin halus dan sitoplasma
yang mengandung granul kasar dan bulat dengan ukuran seragam.
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
5/23
2
7. Hemoglobin : pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang.
8. Anemia hipokrom mikrositik : anemia dengan mikrosit yang hipokromik
(berkurang ukuran dan kandungan hemoglobinnya) ; tipe paling umum adalah
anemia defisiensi besi.
Kata Kunci
Anemia hipokrom mikrositik, telur cacing positif.
STEP 2
Identifikasi Masalah/Pertanyaan :
1. Apa diagnosa pasti yg sesuai dg keluhan pasien?
2. Bagaimana patofisiologi anrmia hipokrom mikrositik?
3. Bagaimana hub stomattis & attori papil lidah dg penyakit pasien?
4. Apa faktor resiko dr penyakit yg diderita pasien?
5.
Bagaimana hubungan antara hasil pemeriksaan laboratorium?
STEP 3
Jawaban pertanyaan STEP 2
1.
Diagnosa : anemia difisiensi zat besi karna infeksi cacing
Diagnosa banding : thalasemia, anemia sideroblastik, diare, ascariasis.
2. Anemia hipokrom mikrositik adalah gambaran pada hapusan darah tepi dimana
sel-sel eritosit tampak mengecil dan pucat. Hal tersebut dikarenakan
sitoplasmanya mengecil sedangkan sitoplasma dipengaruhi oleh kadar Hb
seseorang. Salah satu faktor pembentukan Hb seseorang adalah kadar Fe dalam
tubuhnya.
3. Karena stomatitis angularis dan atrofi merupakan gejala khas dari anemia
hipokrom mikrositik.
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
6/23
3
4. Faktor resiko :
a. Kebersihan
b. Malnutrisi
c.
Daya imun
d.
Lifestyle
e. Pekerjaan
5. Anemia hipokrom mikrositik menyebabkan kadar hb mcv mrnurun krna ada
pmdrhan di usus, eosinofil meningkat krna adnya infeksi cacing dengan bukti
ditemukannya telur cacing pada pemeriksaan feses.
STEP 4
Mind Mapping
Infeksi Cacing
Merusak mukosa usus Menyerap darah dan nutrisi
Fe berkurang
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Hipokrom Makrositik
Gejala
Hb menurun
MCH menurun
MCV menurun
Eosinofil
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
7/23
4
Hipotesis
Pasien menderita anemia hipokrom mikrositik akibat defisiensi besi karena infeksi
cacing.
STEP 5
Learning Objective :
1.
Dapat menjelaskan penyakit pada pasien beserta diagnosa bandingnya.
2. Dapat menjelaskan patogenesis anemia hipokrom mikrositik.
3.
Dapat menjelaskan patofisiologi gejala yang dialami pasien berhubungan
dengan anemia hipokrom mikrositik.
4. Dapat menjelaskan faktor resiko dan faktor penyebab pada penyakit pasien.
5. Dapat menjelaskan pemeriksaan yang dibutuhkan.
6.
Dapat menjelaskan penatalaksanaan yang dibutuhkan.
7. Dapat menjelaskan pandangan islam terhadap penyakit pasien.
STEP 7
Hasil Belajar Mandiri
1. Penyakit pada pasien beserta diagnosa banding :
Differential Diagnosa yang memungkinkan adalah Anemia defisiensi besi,
Thalasemia, Hemoglobinopati, dan Anemia sideroblastik. Tetapi dari beberapa
Differential diagnosa tersebut yang paling mendekati adalah Anemia defisiensi
besi.
Sesuai dengan skenario, Anemia ini disebabkan karena infeksi cacing
tambang karena pada pemeriksaan feses terdapat telur cacing (+). Hal ini
disebabkan cacing telah menembus kulit dia akan masuk ke dalam GIT
kemudian menempel di dinding usus, setelah itu cacing menghisap darah pada
mukosa usus di tempat perlekatannya, menyebabkan pasien mengalami BAB
disertai keluar darah segar dari jejas atau luka pada mukosa usus.
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
8/23
5
1. Anemia pada penyakit kronis
Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer
yang mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi
tampak pada feritin yang tinggi dan TIBC rendah (Made, 2006).
2.
Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan
besi yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam
eritrosit yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus
(Made, 2006).
3. Thalasemia
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi
karena sintesis Hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya
kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang normal (Made, 2006).
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan
gambaran anemia hipokrom mikrositik lain. Keadaan yang sering memberi
gambaran klinis dan laboratorium hampir sama dengan ADB adalah talasemia
minor dan anemia karena penyakit kronis. Sedangkan lainnya adalah lead
poisoning/ keracunan timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya
diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan
laboratorium (Made, 2006).
Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu
cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan
melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan
dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun
sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat memperoleh
dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya 13 merupakan ADB. Pada
talasemia minor terutama ! thalassemia didapatkan basophilic stippling, dapat
diseratai peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2
(Made, 2006).
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya
normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
9/23
6
mikrositik.Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya
mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC
menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai
saturasi transferin noral atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat.
Pemeriksaan kadar reseptor transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam
membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena
penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak
terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio
TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB (Made, 2006).
Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan
ADB tetapi didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada
keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa
kadarlead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau herediter. Pada
keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik dengan peningkatan
kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar
Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang
didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat
besi dalam mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya
terjadi pada dewasa (Made, 2006).
2. Patogenesis penyakit pasien
Infeksi ringan cacing ini biasanya ditandai dengan sedikit gejala atau tanpa
gejala sama sekali. Pada infeksi yang berat, kelainan patologi yang terjadi,
disebabkan oleh tiga fase sebagai berikut : (Tanaka dkk, 1980; Beaver dkk,1984)
A. Fase cutaneus, yaitu cutaneus larva migrans, berupa efek larva yang
menembus kulit. Larva ini menyebabkan dermatitis yang disebut Ground
itch. Timbul rasa nyeri dan gatal pada tempat penetrasi.
B. Fase pulmonary, berupa efek yang disebabkan oleh migrasi larva dari
pembuluh darah kapiler ke alveolus. Larva ini menyebabkan batuk kering,
asma yang disertai dengan wheezing dan demam.
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
10/23
7
C. Fase intestinal, berupa efek yang disebabkan oleh perlekatan cacing dewasa
pada mukosa usus halus dan pengisapan darah. Cacing ini dapat mengiritasi
usus halus menyebabkan mual, muntah, nyeri perut, diare, dan feses yang
berdarah dan berlendir. Anemia defisiensi besi dijumpai pada infeksi
cacing tambang kronis akibat kehilangan darah melalui usus akibat dihisap
oleh cacing tersebut di mukosa usus. Jumlah darah yang hilang per hari per
satu ekor cacing adalah 0,03 mL pada infeksi Necator americanus dan 0,15
mL pada infeksi Ancylostoma duodenale. Jumlah darah yang hilang setiap
harinya adalah 2 mL/1000 telur/gram tinja pada infeksi Necator americanus
dan 5 mL/1000 telur/gram tinja pada infeksi Ancylostoma duodenale,
sehingga kadar hemoglobin dapat turun mencapai level 5 gr/dl atau lebih
rendah. Pada anak, infeksi cacing ini dapat menganggu pertumbuhan fisik
dan mental.
Penyakit cacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling
sering ditemukan di negara-negara berkembang. (Pawlowski,1984)
mengumpulkan berbagai data dari berbagai negara berkembang di Asia. Afrika
dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti infeksi cacing gelang
pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberkulosis, infeksi cacing
tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing cambuk pada tempat ketujuh
(Emy, 2008).
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk
maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang
berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan
timbulnya anemia kurang besi (Emy, 2008).
Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya olehinvestasi cacing. terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel
pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang
dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit
belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu
lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia.
Perdarahan itu terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga
akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
11/23
8
menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti
dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel epithel usus
sangat cepat. Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat
disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena
dikonsumsi oleh cacing itu sendiri . walaupun ini masih belum terjawab dengan
jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini
(Emy, 2008).
Untuk mengetahui banyaknya cacing tambang didalam usus dapat
dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja
terdapat sekitar 2000 telur/ gram tinja. berarti ada kira-kira 80 ekor cacing
tambang didalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira
sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya
untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada
kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan
anemia berat (Emy, 2008).
Infeksi kecacingan merupakan faktor penyebab terpenting oleh karena
prevalensinya di Indonesia cukup tinggi, terutama cacing tambang yang dapat
menimbulkan anemia gizi, yaitu menyebabkan terjadinya perdarahan menahun.
Keadaan ini tidak dapat ditolerir oleh golongan yang kebutuhan akan zat
besinya sangat tinggi termasuk ibu hamil (digilib.unimus.ac.id).
Apabila jumlah cacing semakin meningkat maka, kehilangan darah akan
semakin meningkat, sehingga mengganggu keseimbangan zat besi karena zat
besi yang dikeluarkan lebih banyak dari zat besi yang masuk. Di daerah tropis
terutama di daerah pedesaan, konsumsi zat besi bersifat marginal, oleh karena
itu kondis lingkungan dan prevalensi infeksi kecacingan juga tinggi maka,kedua faktor inilah yang merupakan penyebab terpenting anemia kurang besi
(digilib.unimus.ac.id).
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga
diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat
dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk
mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
12/23
9
menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia sukar untuk
dideteksi (digilib.unimus.ac.id).
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan perdarahan menahun akibat
infeksi cacing pada saluran pencernaan (usus) hingga menyebabkan
menipisnya simpanan zat besi (feritin) , jika cadangan kosong maka keadaan
ini disebut iron depleted state serta bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang
lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan
akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia
dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb. Apabila kekurangan zat
besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.
Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron
deficiency anemia(Gutrie, 186:303).
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan
konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan
keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin
serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia
gizi bila kadar feritin serumnya
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
13/23
10
juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa
sehingga timbul anemia hipokrom mikrositik (Henry ,2001).
Hal itu menimbulkan manisfestasi klinis seperti yang dijelaskan pada
skenario berikut manisfestasi klinis beserta keterangan patofosiologinya:
Gejala Patofisiologi
a. Pucat, lemah,
letih, lesu,
konjungtiva
yang pucat
Aliran darah perifer berkurang, oksigenisasi jaringan
menurun ! pucat, lemah. Hal ini menunujukkan adanya
anemia.
b.
Stomatitis
angularis
Radang mukosa bibir pada defisiensi Fe karena berkurangnya
enzim yang mengandung Fe, dimana fungsinya melindungi
mukosa mulut dan bibir dari peradangan.
c. Lidah: atropi
papil
Papil di glottis beregenerasi setiap 2 minggu sekali. Karena
defisiensi besi, regenenasi papil terganggu.
d.
KGB tidak
ada
KGB berfungsi menyaring antigen. Jika ada antigen asing,
kerja kelenjar getah bening akan lebih berat sehingga
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
14/23
11
Hasilpemriksaanlaboratorium
A.
Volume eritrosit rata-rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV)
MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil),
normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV
diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan
hitung eritrosit. Pada pasien ini menurun sehingga mikrositik (henry ,2001).
B.
Hemoglobineritrosit rata-rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin
(MCH)
MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa
memperhatikan ukurannya. MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb
10 kali, lalu membaginya dengan hitung eritrosit. Pada pasien didaptkan hb
menurun sehingga nilai hb menurun (henry ,2001).
4. Faktor resiko dan faktor penyebab Anemia Defisiensi Besi:
4.1 Faktor Resiko
A.Usia
1. Bayi: Persediaan besi kurang karena berat badan lahir rendah, prematur
atau lahir kembar, susu formula rendah besi, tidak mendapat makanan
tambahan, pertumbuhan cepat dan ibu mengalami anemia selama kehamilan
(Bernstein, 2000).
2.
Satu sampai 2 tahun : Asupan besi kurang karena tidak mendapat makanan
pembesaran menyebabkan terjadinya pembesaran. Tidak terjadinya
pembesaran pada KGB menunjukkan bahwa tidak adanya
radang ataupun keganasan.
e.
Eosinophil
meningkat,
perdarahan
pada saat
BAB.
Hal ini karena adanya infeksi cacing ! cacing merusak
dinding usus sehingga terjadinya ulseratif !pendarahan saat
BAB.
Eosinophil meningkat ! merupakan tanda adanya infeksi
cacing yang kronik !hal ini dibuktikan bahwa pasien sudah
mengalami keluhan 6 bulan terakhir.
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
15/23
12
tambahan, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang atau malabsorbsi
(Bernstein, 2000).
3. Dua sampai 5 tahun : Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang
mengandung besi heme, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang, atau
kehilangan berlebihan karena perdarahan (Bernstein, 2000).
4. Usia 5 tahun sampai remaja. Kehilangan berlebihan, misalnya infeksi parasit
(Bernstein, 2000).
5.
Remaja sampai dewasa. Pada wanita antara lain karena menstruasi
(Bernstein, 2000).
B.Jenis Kelamin
1.
Kehamilan pada Wanita
Saat kehamilan terjadi penurunan volume darah, pertumbuhan fetal dan
plasental. Pada ibu hamil karena cadangan besi dalam tubuh lebih sedikit
sedangkan kebutuhannya lebih tinggi yaitu antara 1-2 mg zat besi (Fe)
secara normal. Kehamilan berulang (Bernstein, 2000).
2. Kehilangan darah pada wanita
Pada menstruasi, gangguan saluran pencernaan, pembedahan, donor darah
dan pendarahan setelah melahirkan (Bernstein, 2000).
C.Kondisi sosial ekonomi yang rendah.
D.
Sakit dan konsumsi obat
1. Menderita penyakit maag.
2. Colon cancer"
3.
Penggunaan aspirin jangka panjang(Bernstein, 2000).
E.Rasial
Sering pada Afrika-Amerika dan Meksiko-Amerika (Bernstein, 2000).F.Kegemukan.
Anak dengan kegemukan cenderung terjadi penurunan aktifitas sehingga
pemecahan mioglobin berkurang yang akan mengakibatkan penurunan
pelepasan besi, juga cenderung terjadi pembatasan diet yang kaya akan
kandungan besi, misalnya daging. Pada anak perempuan yang gemuk akan
terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dan maturitas pada usia yang lebih
dini, yang menyebabkan kebutuhan zat besi semakin meningkat (Bernstein,
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
16/23
13
2000).
G.Vegetarian.
Vegetarian akan menghindari konsumsi zat makanan dari sumber hewani
misalnya daging, ikan, unggas yang kaya zat besi. Sebaliknya mereka
mengkonsumsi zat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang kaya
selulosa yang merupakan penghambat penyerapan besi non heme
(Bernstein, 2000).
4.2 Faktor Penyebab
Pada skenario ini, faktor yang menyebabkan pasien anemia adalah infeksi
parasit yakni cacing tambang. Jenis cacingnya adalah Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale. Cacing ini hidup dewasa pada usus
(duodenum) manusia dan merusak mukosa usus sehingga menyebabkan
perdarahan dan berakhir sebagai anemia defisiensi besi karena penyerapan
besi pada tubuh terjadi pada di duodenale (Bernstein, 2000).
5. Pemeriksaan
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan antara lain:
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang.Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sederhana seperti Hbsachli. (Riswan, 2003)2.
Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a.
Mean Corpuscle Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang.
MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
17/23
14
thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.Dihitung dengan membagi
hematokrit dengan angka sel darah merah.Nilai normal 70-100 fl, mikrositik 100 fl (Riswan, 2003).
b.
Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-
31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg (Riswan, 2003).
c.
Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom
< 30% (Riswan, 2003).
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Tepi
Pemeriksaan hapusan darah tepi dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan
darah dapat dilihat pada kolom morfology flag(Riswan, 2003).
4.
Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah
untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara.Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta
lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV
rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari
kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirindianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 % (Riswan, 2003).
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan.EP
naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan
setelah serangan kekurangan besi terjadi.Keuntungan EP adalah stabilitasnya
dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
18/23
15
variasi individu yang luas.EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang (Riswan, 2003).
6. Besi Serum (SerumIron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang.Besi
serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran
mutlak status besi yang spesifik (Riswan, 2003).
7.
Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan
besi serum.Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal
dan keganasan (Riswan, 2003).
8. Trasferrin Saturation (jenuh transferrin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum
tulang.Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan
suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.Jenuh transferin
dapat menurun pada penyakit peradangan.Jenuh transferin umumnya dipakai
pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya.Tingkat
jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk
mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan
perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC),yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma (Riswan, 2003).
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat.Serum feritin secara luas dipakai dalam
praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik
untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi,
sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
19/23
16
(Riswan, 2003).
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi,
tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya
sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian
range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin.
Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang
menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria
meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai
usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai
meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini
mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita
hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II
dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi (Riswan,
2003).
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi
kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol.Serum feritin diukur dengan
mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay
(RIA), atauEssay immunoabsorben (Elisa) (Riswan, 2003).
B.
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan.Pemeriksaan histologis sumsum
tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel
retikulum.Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi
retikuler. Pada pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaranyang khas ADB yaitu hiperplasia sistem eritropoitik dan berkurangnya
hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan
pewarnaanPrussian blue (Riswan, 2003).
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
20/23
17
6. Penatalaksanaan dan Pencegahan
6.1Penatalaksanaan
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah:
A.
Terapi kasual: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan
cacing tambang. Terapi kasual harus dilakukan, kalau tidak maka anemia
akan kambuh kembali (Sudoyo, 2006).
B.
Terapi besi oral: Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi
dalam tubuh (iron replacemen therapy). Merupakan terapi pilihan pertama
oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous
sulphat (sulfas ferosus). Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung
kosong, tetapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian
setelah makan. Efek samping utama besi per oral adalah gangguan
gastrointestinal yang dijumpai 15 20% yang sangat mengurangi
kepatuhan. Untuk mengurangi efek samping, besi diberikan saat makan atau
dosis dikurangi. Pengobatan besi diberikan 3 6 bulan, ada juga yang
menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk
mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan juga diberikan agar
anemia tidak sering kambuh kembali.Untuk meningkatkan penyerapan besi
dapat diberikan preparat vitamin c, tetapi dapat meningkatkan efek samping
(Sudoyo, 2006).
Preparat yang tersedia, yaitu :
a.Ferrous sulphat (sulfat ferosus):m preparat pilihan pertama (murah dan
efektif). Dosis 3 x 200 mg.
b.
Ferrous gluconat, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferroussuccinate,dengan harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping
hampir sama.
Preparat besi oral sebaikna diberikan saat lambung kosong, tetapi efek
samping lebih banyak dibandingkan dngan pemberian setelah makan. Efek
samping dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan ini
diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
21/23
18
cadangan besi dalam tubuh. Kalau tidak, anemia sering kambuh kembali
(Sudoyo, 2006).
C.Terapi besi parenteral : merupakan terapi yang sangat efektif tetapi
mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena itu
biasanya terapi ini diberikan karena indikasi tertentu seperti intoleransi
terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat yang rendah,
penyerapan besi terganggu. Terapi ini dapat diberikan secara intramuscular
dalam atau intravena pelan. Pemberian intramuscular memberikan rasa nyeri
dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang timbul adalah
reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing. mual, muntah, nyeri perut,
dan sinkop. Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar
hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 1000mg (Sudoyo, 2006).
D.Pengobatan lain
1. Diet : diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani.
2.
Pemberian vitamin C untuk meningkatkan absorpsi besi
Dengan pengobatan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan
respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada
hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari
atau 2 g/dl setelah 3 4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4 10
minggu (Sudoyo, 2006). Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu
dipikirkan:
1.
Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum2. Dosis besi kurang
3. Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun, dan
sebagainya
4. Diagnosis defisisensi besi salah
Jika dijumpai keadaan diatas, laukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang
tepat.
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
22/23
19
6.2 Pencegehan
1. Pendidikan kesehatan (Bakta, 2014)
a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja seperti pemakaian alas kaki.
b.
Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorpsi besi.
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronis
paling sering di daerah tropik (Bakta, 2014).
3. Suplementasi besi : terutama untuk segmen penduduk yang rentan seperti
ibu hamil dan anak balita (Bakta, 2014).
4.
Fortifikasi bahan makanan dengan besi (Bakta, 2014).
7.
Pandangan Islam
Kajian islami yang bisa di ambil dark kasus tersebut adalah menjaga
kebersihan agar tidak terkena cacing. Kebersihan adalah upaya manusia untuk
memelihara diri dan lingkungannya dari segala yang kotor dan keji dalam
rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan nyaman.
Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat adalah
salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, kotor
tidak hanya merusak keindahan tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya
berbagai penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
penderitaan. Hadits Rasulullah SAW :
!"#$%$& '(!) !"#$%& #'() !"#$%&'(#)!*+!,#-'(#.!"#$%&'!" #$ #%&'!"#$%$&'(#$)"#$%&'()&$*+,$
Artinya : Dua kenikmatan yang banyak manusia menjadi rugi (karena
tidak diperhatikan), yaitu kesehatan dan waktu luang. (HR. Al-Bukhari)
Begitu pentingnya kebersihan menurut islam, sehingga orang yang
embersihkan diri atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah
SWT, sebagaimana firmannya dalam surah (Al-Baqarah ayat 222 ).
-
7/26/2019 ADB fix unusa kel 3
23/23
20
Referensi
Bakta I Made. Prof. Dr. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. EGC Penerbit Buku
Kedokteran. 2014.
Bernstein H. Screening For Iron Deficiency. Pediatrics in Review. 2000; 23:171-7
Dorland, W.A. Newman. Kamus kedokteran dorland. Edisi 31. Jakarta: EGC,
2010.
Garrow JS dan James WPT. 1993.Human Nutrition and Dietetics, Ninth Edition.
Edinburgh: Churchill Livingstone. Page 174-180.
Henry, JB. Diagnosa Klinis dan Pengelolaan Laboratorium Metode. 20 ed.
Jakarta: W. B. Saunders Company, 2001.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-amaliyahgo-6315-2-
babii.pdf (Diakses pada tanggal 22 September 2013)
Lukens JN.Iron Metabolism And Iron Deficiency. Dalam: Miller DR, Baehner RI,
Miller LP, penyunting. Blood diseases of infancy and childhood. Edisi ke-7.
St. Louis: Mosby; 1995. h.193-219.
Made, Bakta I. Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2006.
Karta Mihatja, Emy. 2008.Anemia Defisiensi Besi.
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANEMIA
%20DEFISIENSI%20BESI.pdf diunduh pada tanggal 5 Mei 2016 pukul
00.31
Price, Sylvia A; Wilson Lorraine W. 2005.Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, B., Idrus A. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid IIEdisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.