92
PERKEMBANGAN AGAMA PADA ANAK USIA DINI
Cittra Juniarni
STIT – Al Qur’an AL Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir
Email: [email protected]
Abstract Religious value development means the ability development in
understanding, believing, and upholding the truths from the Creator, and it tries to
make what is believed as a guide in speaking, behaving and acting in various
situations. Religious teaching values in life in early childhood will have positive
influences on children character, since childhood until adult period. Why there are
many negative symptoms, for example: children and adolescence live in
indiscipline manner; attitude of opposing parents causes difficulties in school and
any others. Experts argue that the main source is because parents or educators have
neglected spiritual education in children life, and in their childhood, they were not
given education to know God. The religious development for children is also
greatly determined by education and experience. Thus, religious teaching values in
life during early childhood or before going to school, before being teenagers will
give positive influences in children characteristics until they reach their adult time.
Keywords: Development, Religion, early Childhood
93
Abstrak
Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan
memahami, mempercayai, dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang
berasal dari Sang Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai
pedoman dalam bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbagai situasi.
Nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan pada anak usia dini akan memberikan
pengaruh yang positif dalam tabiat anak tersebut, pada masa kecil sampai ia
menjadi dewasa. Mengapa terjadi banyak gejala negatif, misalnya dalam kehidupan
anak dan orang muda tidak berdisiplin, sikap menentang orang tua menimbulkan
berbagai kesulitan di sekolah dan sebagainya.Para ahli berpendapat bahwa yang
menjadi sumber utama ialah karena orang tua atau pendidik telah melalaikan
pendidikan rohani bagi kehidupan anak, dan pada masa kecil mereka tidak diberi
pendidikan supaya mengenal Tuhan. Perkembangan agama pada anak juga sangat
ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian nilai-nilai ajaran
agama dalam kehidupan pada masa anak usia dini atau seorang anak sebelum
bersekolah, sebelum mereka remaja akan memberikan pengaruh yang positif dalam
tabiat anak itu sampai ia menjadi dewasa.
Keywords: Perkembangan, Agama, Anak Usia Dini
94
A. Pendahuluan
Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang dilakukan sejak lahir
hingga usia 6 tahun dengan tujuan untuk memberikan rangsangan-rangsangan
perkembangan dalam mengembangkan potensi-potensi anak. Anak usia dini
merupakan individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat, bahkan dapat dikatakan sebagai lompatan
perkembangan. Perkembangan adalah bertambahnya fungsi psikis dan fisik anak
meliputi sensorik (mendengar, melihat, meraba, merasa, dan menghirup), motorik
(gerakan motorik kasar dan halus), kognitif (pengetahuan, kecerdasan), komunikasi
(berbicara dan bahasa), serta sikap religius, sosial-emosional dan kreativitas.
Masa anak-anak merupakan periode yang dinamis secara psikologis
maupun religius.Anak-anak memiliki kemampuan yang luar biasa dalam meniru
perilaku orang dewasa. Tetapi pada umumnya anak memasukkan ke dalam pikiran,
perasaan, dan kehendaknya apa yang didengar dan dilihatnya sesuai dengan
kemampuannya. Menerima agama masa anak dan memberi keleluasaan kepada
mereka untuk bebas ikut serta dalam kegiatan umat yang diikuti oleh semua
anggota dari segala umur, dapat menjadi cara untuk menyiapkan mereka dalam
peziarahan menuju kedewasaan religius.1
Perkembangan setiap anak tidak sama dengan pertumbuhannya namun
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Pertumbuhan menjelaskan
perubahan dalam ukuran, sedangkan perkembangan adalah perubahan dalam
kompleksitas dan fungsinya.2Begitu juga pada masa golden age yang dimiliki anak
usia dini memiliki perkembangan yang begitu pesat. Maka membutuhkan
rangsangan-rangsangan yang tepat pula dalam setiap aspek perkembangannya.
Pemerintah telah membuat peraturan dalam meningkatkan mutu pendidikan anak
usia dini sebagai bentuk dari tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat
dengan tujuan meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas sejak dini.
1Robbert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, (Yogyakarta: Kanisius,
1994), hal. 22. 2 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekoah, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya,
2008), hal. 20.
95
PAUD diselenggarakan berdasarkan kelompok usia dan jenis layanannya,
yang meliputi:3
a. Layanan PAUD untuk usia sejak lahir sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri atas
Taman Penitipan Anak dan Satuan PAUD Sejenis (SPS), dan yang sederajat.
b. Layanan PAUD untuk usia 2 (dua) sampai dengan 4 (empat) tahun terdiri atas
Kelompok Bermain (KB) dan yang sejenisnya.
c. Layanan PAUD untuk usia 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri atas
Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA), dan
yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini merupakan sebuah jenjang pendidikan formal
yang harus dilalui anak untuk membantu anak dalam meningkatkan potensi dari
setiap perkembangannya.Perkembangan yang dimiliki setiap anak usia dini
meliputi:4
a. Perkembangan nilai moral, agama yaitu anak mampu menerapkan tata cara
beribadah atau berdoa sesuai agamanya, dan membiasakan mereka untuk hidup
sesuai agamanya.
b. Perkembangan sosial emosional anak, yaitu kemampuan bersosialisasi dengan
orang lain, menahan emosinya.
Sudah jelas bahwa setiap anak pada hakikatnya membutuhkan peran agama
dalam setiap aspek kehidupan karena sudah menjadi fitrahnya setiap orang
memiliki kesiapan dalam mengenal dan meyakini adanya Tuhan.Untuk
menciptakan generasi penerus yang berkualitas, beriman dan bertakwa dalam angka
menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global,
pengembangkan potensi keagamaan (religiusitas) pada anak usia dini sangat
penting. Maka menjadi tugas penting sebagai seorang pendidik dan orang tua untuk
membantu, mendidik dan memberikan rangsangan-rangsangan pembelajaran agama
kepada anaknya sebagai modal awal kehidupan umat manusia yang beragama
dalam pemenuhan kebutuhan rohaninya.
3 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, BukuPanduan Kurikulum 2013, (Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), hal. 3. 4 Luluk Asmawati, Perencanaan Pembelajaran PAUD, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014 ), hal. 32.
96
B. Pembahasan
1. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam
Menurut Mansur, Anak usia dini merupakan sekelompok anak yang berada
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik dalam arti
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan(koordinasi motorik halus dan
kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan
spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan
komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
anak.5
Menurut NAEYC (National Association for the Education of Young
Children), “PAUD adalah pendidikan anak usia dini yang dimulai saat kelahiran
hingga anak berusia delapan tahun.Batita dan balita mengalami kehidupan secara
menyeluruh di rentang usia ini dibanding periode berikutnya”.6
Menurut UU Sisdiknas pasal 1 butir 14 yang menyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.7
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya
pembinaan dan pengajaran kepada sekelompok anak yang berusia 0-6 tahun yang
berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, yang merupakan masa
penting bagi anak untuk mengembangkan sikap, minat serta potensi yang ada pada
diri anak. Masa ini merupakan masa yang sangat berharga untuk menanamkan
nilai-nilai agama, moral, etika dan sosial yang berguna untuk kehidupan
selanjutnya.
5 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hal. vii. 6 Danar Santi, Pendidikan Usia Dini Antara Teori dan Praktik, (Indonesia: PT INDEKS,
2009), hal. vii. 7 UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), hal. 11
97
Dalam mendukung perkembangan anak pada usia-usia selanjutnya,
termasuk pada usia dini, yang menjadi kewajiban orang tua adalah memberikan
didikan positif terhadap anak-anaknya, sehingga anak-anaknya tersebut tidak
menjadi/mengikut ajaran Yahudi, Nasrani atau Majusi, melainkan menjadi muslim
yang sejati. Mendidik anak dalam pandangan Islam, merupakan pekerjaan mulia
yang harus dilaksanakan oleh setiap orang tua, hal ini sejalan dengan sabda Rasul:
ثىا قتيبت حدثىا يحيى به يعلى عه واصح عه سماك به حرب عه جابر به سمرة قال قال حد
جل ولدي خير مه أن يتصدق بصاع ب الر وسلم لن يؤد علي صلى الل رسول الل
Artinya: Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia
bersedekah dengan satu sha' (R. Tirmidzi).
Sungguh Allah Subhanahu Wata‟ala telah memberikan berbagai macam
amanah dan tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung
jawab terbesar yang Allah Ta‟ala berikan kepada manusia, dalam hal ini orang tua,
guru, pengajar ataupun pengasuh adalah memberikan pendidikan yang benar
terhadap anak. Yang demikian ini merupakan penerapan dari firman Allah dalam
Al Qur‟an Surah At-Tahrim ayat 6:
س نا ل ا ا ه ود وق را ا ن م ك ي ل ه وأ م ك س ف ن أ وا ق وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يم ره م أ ا م له ل ا ون ص ع ي ل د ا د ش ظ ل غ ة ك ئ ل م ا ه ي ل ع رة ا ج ح ل وا
رون ؤم ي ا م ون ل ع ف وي
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari
api neraka…”.(QS. At-Tahrim:6).8
Ali bin Abi Tholib Rodhiyallohu „anhu menafsirkan ayat diatas dengan
mengatakan: “Didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”
(Tafsir Ath-Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah).
8 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan PenyelenggaraPenterjemah/
Penafsir Al Qur‟an, (Jakarta: SYGMA, 2007), hal. 560
98
Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya menyelenggarakan
pendidikan kepada anak usia dini, justifikasi itu memberikan arti bahwa
penyelenggaraan pendidikan pendidikan kepada anak usia dini adalah merupakan
perintah yang didalamnya memiliki makna ibadah yang Agung. Inilah
kesempurnaan sebuah ajaran, dimana Islam mengajarkan tentang pentingnya proses
pembentukan generasi muslim dari sejak sedini mungkin untuk membangun
pribadi-pribadi muslim yang kaffah (sempurna).
2. Karakteristik Keagamaan Anak Usia Dini
Potensi beragama anak berjalan sesuai dengan perkembangan psikologi
anak.9Anak mengenal kata tuhan lewat dari bahasa yang dikeluarkan oleh
lingkungan sekitarnya yang awalnya acuh dengan tersebut.Anak mengenal kata
tuhan yang asing baginya dan tidak mengerti arti dari kata tersebut. Adapun faktor
yang mempengaruhi seorang anak dalam beragama yakni: kebutuhan, pengaruh-
pengaruh sosial, berbagai pengalaman, proses pemikiran.
1. Teori timbulnya keagamaan anak, yakni:
Ada tiga teori besar yang terkait dengan perkembangan agama setiap anak,
yangmeliputi :
a. Teori rasa ketergantungan
Teori ini dikemukakan oleh Thomas. Thomas berpendapat bahwa manusia
memiliki empat kebutuhan pokok sehingga teori ini juga dikenal dengan four
wishes. 4 kebutuhan itu adalah:10
1) Keinginan untuk perlindungan (security wish ).
2) Keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru (new experience wish).
3) Keinginan untuk mendapatkan tanggapan (respons wish).
4) Keinginan untuk dikenal (recognation wish).
Dari keempat kebutuhan tersebut maka timbullah ketergantungan antara
manusia terhadap manusia dan manusia terhadap tuhannya. Pada awalnya anak
menganggap bahwa orang tuanya dapat memenuhi segala kebutuhannya, namun
9 Masganti Sit, Perkembangan Peserta Didik, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal. 175.
10 Masganti Sit, Perkembangan Agama, (Medan: Perdana Publishing, 2011 ), hal. 51.
99
pada akhirnya anak akan sadar bahwa orang tuanya memiliki kebatasan dalam
memenuhi kebutuhannya dan memerlukan zat yang lebih kuat dari orang tuanya
dan bahkan lebih hebat daripada manusia yaitu Tuhan. Berdasarkan proses
sosialisasi inilah menurut Thomas muncul rasa keagaman pada anak.
b. Teori instink keagamaan
Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink di antaranya instink
keagamaan.Belum terlihat tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi
kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum
sempurna.Misalnya instink sosial pada anak yang merupakan potensi bawaannya
sebagai makhluk homo socius, baru berfungsi setelah anak dapat bergaul dan
berkembang untuk berkomunikasi.Jadi instink sosial itu tergantung dari
kematangan fungsi lainnya.Demikian pula dengan instink keagamaan.
c. Teori fitrah
Islam mengatakan bahwa potensi beraga sudah dibawa oleh anak sejak ia
lahir. Potensi tersebut dikenal dengan sebutan fitrah.Fitrah adalah kemampuan yang
dimiliki manusia untuk mengakui adanya Allah sebagai pencipta manusia dan
seluruh alam. Manusia mengakui Allah sebagai tuhan sejak ia berada dalam
kandungan ibunya. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-A‟raf ayat 172 yaitu :
ى ل ع م ه د ه ش وأ م ه ت ري ذ م وره ه ظ ن م م د آ ي ن ب ن م ربك ذ خ أ ذ وإوم ي وا ول ق ت ن أ ا ن د ه ش ى ل ب وا ل ا ق م ربك ب ت س ل أ م ه س ف ن أ
ن ي ل ف ا غ ا ذ ه ن ع نا ك نا إ ة م ا ي ق ل ا
Artinya: “ Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “ bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “
Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : “ Sesungguhnya
kami (Kami Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan).” (QS. Al-A‟raf: 172).11
Fitrah manusia dibagi dua pada dasarnya di bagi pada dua jenis :
11
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya., Op Cit., hal. 173
100
1) Fitrah akal (aqliah) yang merupakan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia tanpa dipelajari (badihiyât awwaliyah).
2) Fitrah iman, kecenderungan dan keinginan untuk beribadah dan menyembah
Tuhan.
Adapun ciri-ciri fitrah adalah :
1) Fitrah merupakan pemberian Allah dan format penciptaan.
2) Fitrah bersifat universal yakni terdapat pada setiap wujud manusia.
3) Fitrah tidak dapat dilenyapkan (meskipun sering disembunyikan) dan akan
senantiasa ada selama manusia hidup.
4) Fitrah tidak diperoleh dari proses belajar, meskipun untuk memperkuat dan
mengarahkannya proses pendidikan sangat diperlukan.
Dengan demikian, fitrah mengenal Tuhan dan beragama telah terdapat dalam
diri manusia secara langsung yang menjadi model sekaligus modal khusus bagi
dirinya, bukan hasil rekayasa budaya dan ilmu. Fitrah tersebut merupakan model
penciptaan yang tak bisa diubah dan dihilangkan, walaupun ia dapat ditekan dan
disembunyikan. Cahaya keimanan terus membara dalam kalbu umat manusia,
karena sumber cahaya yang membara ini adalah fitrah manusia.Terdapat ruang di
dalam hati manusia untuk mengenal Tuhan secara sadar dan mempunyai potensi
untuk dikembangkan dengan menggunakan dalil-dalil akal yang argumentatif.
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik lemah fisik maupun
lemah akal.12
Namun manusia juga membawa fitrah dan potensi pada dirinya sejak
ia dilahirkan. Potensi bawaan ini memerlukan bimbingan dan pemeliharan terlebih
untuk anak usia dini.
2. Perkembangan agama pada anak-anak
Menurut Harm dalam Masganti mengatakan perkembangan agama pada
anak-anak mengalami tiga tingkatan yaitu tingkat dongeng, tingkat kepercayaan
dan tingkat individu.13
Ketiga tingkatan tersebut berupa :
12
Syafaruddin, dkk.,Pendidikan Prasekolah: Prespektif Pendidikan Islam dan Umum,
(Medan: Perdana Publishing, 2011), hal. 76. 13
Masganti Sit, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, (Medan: Perdana Publishing,
2015), hal. 126
101
a. Tingkat Dongeng (The Fairly Tale Stage)
Pada tahap ini anak yang berumur 3-6 tahun konsep mengenal Tuhan banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi sehingga dalam menanggapi agama, anak masih
menggunakan konsep fantastik, yang diliputi oleh dongeng-dongeng.Kemampuan
berfikir tentang konsep agama pada anak sangat sedikit, kalau tidak dikatakan tidak
ada artinya dan itu hanyalah permainan bebas dari fantasi dan emosinya.Hal ini
menjadi wajar, karena konsep agama biasanya cukup rumit dan mengatasi daya
tangkap intelektual anak, sehingga terjadi penerimaan atau penolakan itu
merupakan hal yang wajar. Dan itu terjadi tentunya bukan pemahaman secara
intelektual melainkan pada alasan lain. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju
pada pemuka agama daripada isi ajarannya, dan cerita akan lebih menarik jika
berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kanak-kanaknya.
b. Tingkat Kepercayaan (The Realistic Stage)
Pada fase ini ide-ide tentang Tuhan muncul dan telah tercermin dalam konsep
yang realistik, dan biasanya muncul dari lembaga agama atau pengajaran orang
dewasa.Ide keagamaan muncul dari anak didasarkan atas emosional, sehingga
melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Tahap ini dimulai sejak usia masuk
sekolah 7 tahun. Yang perlu dicatat pada tahap ini adalah bahwa pada tahap usia
tujuh tahun dipandang sebagai permulaan perturnbuhan logis, sehingga wajar
ketika Rosulullah mernerintahkan untuk menyuruh anak-anak umatnya untuk
melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun dan memberi sanksi berupa pukulan
apabila melanggarnya.
c. Tingkat Individu (The Individual Stage)
Pada tingkat ini, anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini
terbagi menjadi tiga golongan:14
1) Konsep ketuhanan yang konvensioal adan
konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. 2) Konsep ketuhanan yang
lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal. 3) Konsep
ketuhanan yang humanistik yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri
mereka dalam menghayati ajaran agama.
14
Ibid.,hal. 128.
102
Dari tahapan perkembangan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkatan-
tingkatan beragama menghasilkan sifat-sifat beragama pada anak berupa :
1) Unreflective (tidak mendalam). Pemahaman anak hanya sebatas mengenal kata
Tuhan yang mengungkapkan Tuhan seperti makhluk lainnya, misalnya punya
mata, punya telinga, dan lainnya.
2) Egosentris (Egocentric Orientation). Anak mengharapkan adanya imbalan bagi
semua aktivitas yang dilakukannya. Pada sisi lain anak cenderung tidak mau
disalahkan, tetapi senang mendapat pujian.
3) Eksperimentasi (Experimentation). Anak mengharapkan pembuktian akan
keyakinan yang ada dibenaknya.
4) Inisiatif (Initiative), misalnya ditandai dengan pikiran bahwa ia mudah keluar
dari kepungan api neraka, karena pengalamannya setiap berbuat kesalahan tidak
mendapatkan azab yang sering ditakut-takutan.
5) Spontanitas (Spontaneity). Misalnya, tampak pada pertanyaan atau jawaban yang
dilontarkan anak dengan polosnya. Dia mengemukakan persis seperti apa yang
diberitahukan guru atau orang tuanya.
6) Verbalis dan Ritualis, yang diindikasikan dengan hafalan-hafalan yang tanpa
makna.
7) Imitatif, tampak pada peniruan yang nyata dilakukan anak, seperti berdoa dan
salat. Pembiasaan keluarga sangat berpengaruh pada anak, seperti berdoa mau
makan, tidur, senang ke mesjid beramai-ramai.
8) Rasa Heran dan Kagum, yaitu ditandai dengan keinginan kuat anak menjadi
sakti dan mendapat limpahan kekuatan Tuhan. Mempertanyakan kehebatan dan
kebesaran Tuhan yang menjadi pencipta manusia.
Pelaksanaan perkembangan agama pada anak usia dini harus menarik dan
berkesan namun tetap merangsang perkembangan anak dan pembiasaan dalam
kehidupan sehari-hari. Perkembangan agama sendiri di dalam pembelajaran dapat
menggunakan model pembelajaran area, model sentra maupun model pembelajaran
sudut.
103
3. Penanaman Keagamaan pada Anak Usia Dini dalam Islam
Ada yang perlu ditekankan dalam mengenalkan nilai-nilai agama kepada
anak usia dini diantaranya: anak mulai ada minat atau ketertarikan, semua perilaku
anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi yang positif di dalam diri,
makhluk sosial dan hamba Allah. Supaya minat anak tumbuh subur dan terus
berkembang, maka anak harus dilatih dengan cara yang menyenangkan agar tidak
merasa terpaksa dalam melakukan kegiatan.
Perkembangan agama pada anak usia dini usia 3-6 tahun termasuk the fairly
tale stage (tingkat dongeng), pada tingkatan ini anak menghayati konsep
keTuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Menurut Sugeng
Haryadi dalam Mansur (2005: 49) kehidupan pada masa ini masih banyak
dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menghadapi agama pun anak masih
menggunakan konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal.15
Menurut tahapan perkembangan Piaget dalam Tholkhah Hasan (2009: 78)
anak usia 2-6 tahun termasuk dalam periode praoperasional, proses berpikir anak
berpusat pada penguasaan simbol-simbol yang mampu mengungkapkan
pengalaman masa lalu, mungkin menurut pandangan orang dewasa cara berpikir
dan tingkah laku anak tersebut tidak logis, anak mulai suka meniru, suka bergaya,
anak mulai dapat belajar dengan menggunakan pikirannya, anak mulai mampu
mengingat kembali dan membayangkan benda yang tidak nampak secara fisik,
mulai mencoba membuat gambar, terutama gambar orang dengan membuat gambar
lingkaran untuk melukis kepala dan ditambah bulatanbulatan kecil sebagai mata,
hidung dan telinga. Kemudian ditarik garis-garis vertikal dengan maksud
menggambar badan, kaki maupun tangan.Anak-anak pada tahapan ini juga mulai
belajar atau meniru dan bercerita imaginer (khayalan).16
Penanaman nilai agama pada anak haruslah disesuaikan pada usia
perkembangannya terlebih anak itu berada di usia emas (golden age). Hal ini
didukung oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan
15
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hal. 49. 16
Tholkhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Keluarga, (Jakarta: Mitra Abadi
Press, 2009), hal, 78
104
Nasional No. 58 Tahun 2009 yang berisi tentang Standar Pendidikan Anak Usia
Dini. Berdasarkan lingkup perkembangan anak yang lebih mengembangkan aspek
nilai-nilai agama dan moral, didalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 maka
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak meliputi:17
Tabel 1: Lingkup Perkembangan Nilai-Nilai Agama dan Moral
No. Usia Tingkat Pencapaian Perkembangan
1 < 3Bulan *)
2 3 - <6 Bulan *)
3 6 - <9 Bulan *)
4 9 - <12 Bulan *)
5 12 - <18 Bulan *)
6 18 - <24 Bulan *)
7 2 - <3 Bulan a. Mulai meniru gerakan berdo‟a/sembahyang
sesuai dengan agamanya. b. Mulai meniru doa
pendek sesuai dengan agamanya. c. Mulai
memahami kapan mengucapkan salam, terima
kasih, maaf, dsb.
8 3 - <4 Bulan a. Mulai memahami pengertian perilaku yang
berlawanan meskipun belum selalu dilakukan
seperti pemahaman perilaku baik-buruk, benar-
salah, sopan-tidak sopan. b. Mulai memahami arti
kasihan dan sayang kepada ciptaan Tuhan
9 4 - <5 Bulan a. Mengenal Tuhan melalui agama yang dianutnya.
b. Meniru gerakan beribadah. c. Mengucapkan
do‟a sebelum dan/atau sesudah melakukan
sesuatu. d. Mengenal perilaku baik/sopan dan
buruk. e. Membiasakan diri berperilaku baik. f.
Mengucapkan salam dan membalas salam
10 5 - <6 Bulan a. Mengenal agama yang dianut. b. Membiasakan
diri beribadah. c. Memahami perilaku mulia (jujur,
penolong, sopan, hormat dsb). d. Membedakan
perilaku baik dan buruk. e. Mengenal ritual dan
hari besar. f. Menghormati agama orang lain
*) Nilai-nilai agama dan moral pada usia tersebut tidak diatur secara spesifik,
sehingga pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.
17
Kemendiknas, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 tentang
Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
105
Menurut Nasikh Ulwan, ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam
penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak yaitu:18
a) Metode Keteladanan
Menurut Nasikh Ulwan, keteladanan adalah metode yang influentif dan
metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan
membentuk anak dalam moral, spiritual dan sosial. Hal ini disebabkan karena
keteladanan merupakan contoh konkrit yang terbaik dalam pandangan anak yang
akan ditiru dalam tindak tanduknya dan tata santunnya disadari atau tidak bahkan
akan tercetak dalam jiwa dan perasaannya suatu gambar pendidikan tersebut baik
ucapan maupun perbuatan, materi maupun spiritualnya, diketahui maupun tidak
diketahui.19
Sedangkan menurut K.H. Abdurrahman Wahid, keteladanan merupakan
katakunci dari kerja mengembangkan keagamaan dalam diri anak. Keimanan anak
merupakan sesuatu yang tumbuh nyata, walaupun dalam bentuk dan cakupan yang
sederhana dari apa yang diajarkan.20
Sebagaimana dalam firman Allah surah Al
Ahzab ayat 21:
ن ا ن ك م ل ة ن س ح وة س أ له ل ا ول رس ي ف م ك ل ن ا د ك ق وم ل ي ل وا له ل ا و رج ير ي ث له ك ل ا ر وذك ر خ ل اا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al Ahzab: 21)21
b) Metode Adat Kebiasaan
Selain Keteladanan, pembiasaan adalah metodeyang paling memungkinkan
dilakukan di lingkungan keluargadibanding di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Kebiasaan terbentuk dengan menegakkannya atau membuatnya
18
Abdullah Nasikh Ulwan, Pedoman Mendidik Anak dalam Islam, (Semarang: Asyifa,
1991), hal. 197. 19
EB Hurlock, Psikologi Perkembangan Anak, terjemah oleh Met Meita Sari, (Jakarta:
Erlangga, 1995), hal. 320 20
YBU Mangun Wijaya, Menumbuhkan Sikap Religius Pada Anak, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1991), hal. xi 21
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya., Op Cit., hal. 420
106
permanen.Kebiasaan terjadi karena pengulangan-pengulangan tindakan secara
konsisten, ketaatan beragama yang berujung kepada kematangan beragama anak
tidak dapat diwujudkan tanpa pembiasaan.Ibadah, sholat, tadarus Al Qur‟an, infaq
dan shodaqah serta pengalamankeagamaan lainnya perlu dikokohkan dengan
pembiasaa.Sayyid Sabiq dalam Masganti mengungkapkan bahwa ilmu diperoleh
dengan belajar, sedangkan sifat sopan santun dan akhlak utama diperoleh dari
latihan berlaku sopan serta pembiasaan-pembiasaan.22
Metode ini merupakan metode yang digunakan pendidik dalam menanamkan
nilai-nilai keagamaan pada anak untuk melakukan pembiasaan Islami dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam Ihya Ulumuddin, al-Ghazali berpendapat bahwa,
pembiasaan anak dengan sifat baik atau buruk serta kaitannya dengan fitrah
(kesucian) sebagai berikut: “Bayi itu merupakan amanat disisi kedua orang tuanya,
hati dan jiwanya suci,jika ia dibiasakan dengan kejahatan atau dibiarkan seperti
hewan liar, maka ia akan celaka. Memeliharanya ialah dengan jalan mendidiknya
dan mengajarkannya adanya akhlak yang baik.23
Dalam hal ini, Ibnu Sina juga
berpesan: “Carikanlah tempat belajar anak yang berperilaku cakap dan sopan,serta
mempunyai kesamaan akan lebih mudah meniru dan mengambil contoh.24
Berdasarkan hal di atas, maka hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa
dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan dan latihan yang
cocok dengan perkembangan jiwanya. Karena dengan demikian akan membentuk
sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan nampak jelas dan kuat
menjadi sebagian dari kepribadiannya.
c) Metode Nasehat
Metode nasihat merupakan metode yang efektif dalam menanamkan nilai-
nilai keagamaan pada anak tentang konsep Tuhan, membimbingnya untuk
melakukan ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana tersirat di dalam Al Qur‟an
surah Al Ashr ayat 3:
22
Masganti Sit, Psikologi Agama, (Medan: PerdanaPublishing, 2014), hal. 61 23
Abdullah Nasikh Ulwan, Op.Cit., hal.53. 24
Ibid., hal. 49.
107
ر ب ص ل ا ب وا ص وا وت ق ح ل ا ب وا ص وا وت ت ا ح ل ا ص ل ا وا ل م وع وا ن م آ ن ي لذ ا ل إ
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al Ashr: 3)25
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwamanusia harus saling
mengingatkan satu sama lain melalui nasehat agar selalu berada di jalan kebenaran
sesuai dengan ajaran syari‟at Islam. Selanjutnya Ulwan dalam Masganti
mengungkapkan bahwa dalam menyajikan nasehat dan pengajaran Al Qur‟an
memiliki tiga cirri utama, yaitu: a) seruan yang menyenangkan serta diikuti dengan
kelembutan atau upaya penolakan, b) metode bercerita disertai perumpamaan yang
mengandung nasehat dan pelajara, c) metode wasiat dan nasehat.26
Dengan
demikian pendidik hendaklah lebih memahami hakekat dan metode al-Qur‟an
dalam upaya memberi nasehat, petunjuk dalam menanamkan nilai-nilai agama pada
anak-anak sehingga mereka menjadi anak-anak yang baik, berakidah, berakhlak,
berpikir dan berwawasan matang.
d) Metode Pengawasan
Pengawasan anak dilakukan dengan cara memperhatikan terus menerus
perkembangan mereka mengenai aspek-aspek pengetahuan dan sikap (tindak
tanduk dan perbuatan). Menurut Nasikh Ulwan maksud pendidikan yang disertai
pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah, moral
danmengawasinya secara psikis dan sosialnya serta menanyakan secara terus
menerus tentang keadaannya baik dalam hal jasmani maupun dalam hal
belajarnya.27
Faktor lingkungan atau situasi lingkungan akan mempengaruhi proses hasil
pendidikan. Beberapa ahli pendidikan membagi mileu (lingkungan) menjadi 3
bagian, yaitu:28
1) Lingkungan keluarga
25
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya., Op Cit., hal. 601 26
Masganti Sit, Psikologi Agama, Op Cit., hal. 62 27
Abdullah Nasikh Ulwan, Op.Cit., hal.126. 28
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 10
108
Keluarga merupakan bentuk sakral dari lingkungan, jika keluarga
memberikan nilai positif maka anak akan menjadi baik dan mengikuti keluarga,
sebaliknya jika keluarga negatif, maka hasilnya juga sama.
2) Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan wujud dari kehidupan anak selain pada keluarga, jika di
sekolahan diterapkan pendidikan keagamaan maka anak menjadi agamis dan
toleransi.
3) Lingkungan masyarakat
Masyarakat akan menjadi pendukung dalam lingkungan dan dalam
pembelajaran anak, karena masyarakat yang baik akan membawa kebaikan dan
masyarakat yang jelek akan menjadikan siswa menjadi psimis dalam setiap
kehidupannya.
Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan
lingkungan sosiokultural.29
Oleh karena itu dalam proses menanamkan nilai-nilai
keagamaan pada anak dibutuhkan lingkungan fisik yang sehat, dinamis dan suasana
ceria sehingga anak selalu mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar. Selain
itu, agar minat anak tumbuh subur dan terus berkembang, maka anak harus dilatih
dengan cara yang menyenangkan agar tidak merasa terpaksa dalam melakukan
kegiatan.
4. Kurikulum Perkembangan Agama pada Anak Usia Dini
Pada kurikulum 2013 yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 146 Tahun
2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia dini memiliki program
pelaksanaan perkembangan agama pada anak usia dini yang tertuang pada
kompetensi inti-1 (KI-1) yang merupakan kompetensi inti sikap spiritual berupa
menerima ajaran yang dianutnya.30
Kompetensi inti-1 kembali dijabarkan melalui
kompetensi dasar yang terdiri dari: a. Mempercayai adanya Tuhan melalui ciptaan-
29
Sutari Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Islam dan Metode, (Yogyakarta: Andi Offset,
1998), hal. 118 30
Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia
Dini.
109
Nya (KD 1.1). b. Mengenal kegiatan beribadah sehari-hari (KD 2.1). c. Melakukan
kegiatan beribadah sehari-hari dengan tuntunan orang dewasa (KD 3.1).
Setiap kompetensi dasar memiliki indikator pencapaian perkembangan anak,
dimana penjabarannya sebagai berikut :
Kompetensi Dasar
(KD)
Indikator Pencapaian
Perkembangan Anak
Usia 4-5 Tahun
Indikator Pencapaian
Perkembangan Anak Usia
5-6 Tahun
1.1 Mempercayai
adanya Tuhan
melalui Ciptaan-
Nya.
Indikator pencapaian
perkembangan anak untuk
KD pada KI Sikap
Spiritual dan KD pada KI
Sikap Sosial tidak
dirumuskan secara
tersendiri. Pembelajaran
untuk mencapai KD-KD
ini dilakukan secara tidak
langsung, tetapi melalui
pembelajaran untuk
mencapai KD-KD pada KI
Pengetahuan dan KI
Keterampilan, serta
melalui pembiasaan dan
keteladanan. Dengan kata
lain, sikap positif anak
akan terbentuk ketika dia
memiliki pengetahuan dan
mewujudkan pengetahuan
itu dalam bentuk hasil
karya dan/atau unjuk kerja.
Contoh sikap positif itu
adalah perilaku hidup
sehat, jujur, tanggung
jawab, peduli, kreatif,
kritis, percaya diri,
disiplin, mandiri, mampu
bekerja sama, mampu
menyesuaikan diri, dan
santun.
Indikator pencapaian
perkembangan anak untuk
KD pada KI Sikap Spiritual
dan KD pada KI Sikap
Sosial tidak dirumuskan
secara tersendiri.
Pembelajaran untuk
mencapai KD-KD ini
dilakukan secara tidak
langsung, tetapi melalui
pembelajaran untuk
mencapai KD-KD pada KI
Pengetahuan dan KI
Keterampilan, serta melalui
pembiasaan dan
keteladanan. Dengan kata
lain, sikap positif anak akan
terbentuk ketika dia
memiliki pengetahuan dan
mewujudkan pengetahuan
itu dalam bentuk hasil karya
dan/atau unjuk kerja.
Contoh sikap positif itu
adalah perilaku hidup sehat,
jujur, tanggung jawab,
peduli, kreatif, kritis,
percaya diri, disiplin,
mandiri, mampu bekerja
sama, mampu
menyesuaikan diri, dan
santun.
2.1 Mengenal
kegiatan beribadah
sehari-hari.
Mulai mengucap- kan doa-
doa pendek dan
melakukan ibadah sesuai
dengan agama yang
dianutnya.
Mengucapkan doa-doa
pendek, melakukan ibadah
sesuai dengan agama nya
(misal: doa sebelum
memulai dan selesai
kegiatan, sholat, infaq,
110
membaca Al-quran dan lain-
lain).
Berperilaku sesuai dengan
ajaran agama yang
dianutnya (misal: tidak
bohong, tidak berkelahi,
menghormati orang tua, dan
lain-lain)
3.1 Melakukan
kegiatan beribadah
sehari-hari dengan
tuntunan orang
dewasa.
Mulai mengucap- kan doa-
doa pendek dan
melakukan ibadah sesuai
dengan agama yang
dianutnya.
Menyebutkan hari-hari
besar agama. Menyebutkan
tempat ibadah agama lain.
Menceritakan kembali
tokoh-tokoh keagamaan
(misal: cerita tauladan para
nabi-nabi).
Dari indikator pencapaian perkembangan anak 5-6 tahun jelas disebutkan
bahwa setiap anak harus mampu mengenal dan mengetahui aturan dalam
agamanya, mampu melaksanakan setiap kegiatan beribadah sehari-hari dengan
tuntunan orang dewasa seperti sholat, membaca doa sebelum dan sesudah kegiatan,
membaca Al-Qur‟an, menghafal surah-surah pendek, mengenal dan mempraktikan
kegiatan beribadah sehari-hari dan lain-lain.
C. Kesimpulan
Pendidikan nilai-nilaikeagamaan pada program PAUD merupakan pondasi
yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta
terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal
yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya.
Konsep anak tentang agama sangat realistik karena anak menterjemahkan apa yang
didengar dan dilihat sesuai dengan apa yang sudah diketahuinya.Rasa keagamaan
yang terdapat dalam diri anak adalah bersifat instinktif (fitri), sebagaimana dalam
aspek-aspek psikis yang lainnya.
Berdasarkan tahapan dan karakteristik keagamaan yang dimiliki,
maka pengembangan nilai agama sudah seharusnya disetarakan dengan
perkembangan tersebut. Lima metode yang dapat dikembangkan untuk
mempersiapkan anak agar anak mencapai kematangan dalam nilai agama
111
(spiritualitas) dan moral, yaitu sebagai berikut: metode kteladanan, metode
pembiasaan, metode nasehat, dan metode pengawasan.
Dalam kenyataannya, rasa keagamaan tersebut akan tergambarkan dalam
diri anak sesuai dengan sifat kekanak-kanakannya yang kemudian berkembang
sesuai dengan perkembangan psikisnya. Mungkin saja pada awalnya dijabarkan
dengan adanya rasa takut terhadap sesuatu di luar dari apa yang pernah dilihat oleh
anak secara panca inderawi, atau kemudian berkembang lagi setelah anak itu
berada dalam perkembangan pengamatan yang terbesar dengan menganggap
sesuatu yang menakjubkan dikaitkan dengan orang-orang atau tokoh-tokoh yang
selama ini banyak dikenal dalam memberikan perlindungan dan pertolongan.
112
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nasikh Ulwan. 1991. Pedoman Mendidik Anak dalam Islam. Semarang.
Asyifa.
Danar Santi. 2009. Pendidikan Usia Dini Antara Teori dan Praktik. Indonesia. PT
INDEKS.
Departemen Agama RI. 2007. Al Qur’an dan Terjemahnya.Yayasan
PenyelenggaraPenterjemah/ Penafsir Al Qur‟an. Jakarta. SYGMA.
EB Hurlock. 1995. Psikologi Perkembangan Anak. terjemah oleh Met Meita Sari.
Jakarta. Erlangga.
Fuad Ihsan. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta. Rineka Cipta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2014. BukuPanduan Kurikulum 2013.
Jakarta. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,..
Kemendiknas. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009
tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta. Kementerian
Pendidikan Nasional
Luluk Asmawati. 2014. Perencanaan Pembelajaran PAUD. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Mangun Wijaya. 1991. Menumbuhkan Sikap Religius Pada Anak. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama.
Masganti Sit. 2014. Psikologi Agama. Medan. PerdanaPublishing.
________ 2012.Perkembangan Peserta Didik. Medan. Perdana Publishing.
________ 2011.Perkembangan Agama. Medan. Perdana Publishing.
________ 2015.Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Medan. Perdana
Publishing.
Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak
Usia Dini.
Robbert W. Crapps.1994. Perkembangan Kepribadian dan
Keagamaan.Yogyakarta.Kanisius.
113
Soemiarti Patmonodewo.2008. Pendidikan Anak Pra Sekoah. Jakarta.PT Asdi
Mahasatya.
Sutari Imam Barnadib.1998. Filsafat Pendidikan Islam dan Metode.Yogyakarta.
Andi Offset.
Syafaruddin.dkk., 2011. Pendidikan Prasekolah: Prespektif Pendidikan Islam dan
Umum. Medan. Perdana Publishing.
Tholkhah Hasan. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Keluarga. Jakarta.
Mitra Abadi Press.
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas.Bandung. Nuansa Aulia. 2008.