emulsi
DESCRIPTION
EmulsiTRANSCRIPT
![Page 1: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/1.jpg)
LABORATORIUM FARMASEUTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN PRAKTIKUM
EMULSIFIKASI
OLEH :
NAMA : M. ALFIAN PARTANG
NIM : N11107010
KELOMPOK : I
ASISTEN :
M A K A S S A R
2 0 0 8
![Page 2: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Emulsi, Emulsiones, adalah sistem dispersi kasar dari dua atau
lebih cairan yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi
diantaranya dari bahasa latin (Emulgere = memerah) dan berpedoman
pada susu sebagai jenis suatu emulsi alam.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi.
Dibedakan antara emulsi cairan , yang ditentukan untuk kebutuhan dalam
(emulsi minyak ikn, emulsi parafin)dan emulsi untuk penggunaan luar.
Yang terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin linire = menggosok). Dia
adalah emulsi kental (dalam peraturannya dari jenis M/A), juga sediaan
obat seperti salap dan suppositoria dapat menggambarkan emulsi dalam
pengertian fisika.
Ahli fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang
tidak stabil secara termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya
tidak saling bercampur
Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi
dengan menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80
dan Span 80. Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator
merupakan faktor yang penting untuk diperlihatkan karena mutu dan
kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang
digunakan.
1
![Page 3: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/3.jpg)
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
a. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak, terdispersi di
dalam fasa air
b. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam
fasa minyak.
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki
beberapa keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan
bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat
luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan
oral.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami hal-hal yang berperan dalam
pembuatan dan kestabilan dari suatu emulsi.
I.2.2 Tujuan Percobaan
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan
dalam pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan.
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan
emulsi.
2
![Page 4: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/4.jpg)
I.3 Prinsip Percobaan
Penentuan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi
HLB butuh dan penentuan kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh
yang bervariasi yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi
tersebut, misalnya perubahan volume, perubahan warna dan pemisahan
fase terdispersi dan pendispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi
yang dipaksakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
![Page 5: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/5.jpg)
II.1 Teori Umum
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil,
terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator. (1)
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang
mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam
sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan
golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan
pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa
bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien (2).
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (5)
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di
dalam fasa air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam
fasa minyak (5).
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan
faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu
emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.
Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan
air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-
globul fasa terdispersinya (5).
Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu :
4
![Page 6: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/6.jpg)
1. membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat
menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal
yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air.
Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting
mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih
stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara
nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal
koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.
2. Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk
lapisan multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara
koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan
penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya tergantung pada
kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang
koheren.
3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan
pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik
polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan
kepada penandaan ‘Kristal Cair”. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur
spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam
ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara
penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat
karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.
4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang
terdiri dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi
5
![Page 7: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/7.jpg)
seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun
umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat
dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan
untuk sejumlah kepentingan yang berbeda (3).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang
mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan)
menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan
dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel
yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel
yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama
pencampuran (2).
Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan
mampu menampilakn kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi
tegangan permukaan (antar permukaan) dan bertindak sebagai
penghalang bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi
pada antarmuka atau lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang
tersuspensi. Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3
mekanisme : (1)
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas
mekanik untuk penggabungan.
6
![Page 8: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/8.jpg)
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk
mendekati partikel(1).
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di
bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam
tipe system:
Nilai HLB Tipe system
3 – 6 A/M emulgator
7 – 9 Zat pembasah (wetting agent)
8 – 18 M/A emulgator
13 – 15 Zat pembersih (detergent)
15 – 18 Zat penambah pelarutan (solubilizer)
Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil
surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin
hidrofil. (6)
Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan
dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika
kebutuhan HLB bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase:
a. Fase I
Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang
campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran
Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang
terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka
percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.
b. Fase II
7
![Page 9: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/9.jpg)
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang
diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang terbaik
maka diperoleh nilai HLB yang ideal.
c. Fase III
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dengan
menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari
emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang
paling baik (ideal) (6).
II.2 Uraian Bahan
1. Span 80 (4:567)
Nama resmi : Sorbitan monooleat
Nama lain : Sorbitan atau span 80
RM : C3O6H27Cl17
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi
8
![Page 10: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/10.jpg)
dalam air dan dapat bercampur dengan
alkohol sedikit larut dalam minyak biji kapas.
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh : 4,3
2. Tween 80 (4: 509)
Nama resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P
dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
sukar larut dalam parafin cair P dan dalam
biji kapas P
Kegunaan : Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh : 15
3. Air suling (4:96)
Nama resmi : Aqua destilata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
9
![Page 11: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/11.jpg)
Kegunaan : Sebagai fase air
4 Minyak kelapa (4 ; 456)
Nama resmi : Oleum Cocos
Nama lain : Minyak kelapa
Bobot jenis : 0,845 – 0,905 g/ml
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna atau kuning
pucat; bau khas, tidak tengik
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P
pada suhu 600C; sangat mudah larut
dalam kloroform P dan juga mudah larut
dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya, di tempat sejuk.
Kegunaan : sebagai fase minyak
II.3 Prosedur Kerja
1. Hitung jumlah tween dan span yang dibutuhkan untuk masing-
masing HLB butuh.
2. Timbang masing-masing minyak, air, tween dan span sejumlah
yang dibutuhkan .
3. Campukan minyak dengan span dan air dengan tween lalu
panaskan di atas penangas air sampai suhu 70oC.
4. Tambahkan campuran minyak di dalam campuran air dan segera
diaduk dengan pengaduk listrik pada kecepatan dan waktu yang
sama.
10
![Page 12: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/12.jpg)
5. Masukkan ke dalam tabung sendimentasi dan beri tanda untuk
masing-masing HLB.
6. Amati kestabilan selama 5 hari.
7. Catat pada harga HLB berapa emulsi relative paling stabil.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang
pengaduk, botol semprot, cawan porselen, gelas kimia 250ml, gelas ukur
100ml, mixer, penangas air, pencatat waktu, pipet tetes, termometer,
tissue roll, timbangan analitik.
III.1.2 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium
foil, aquadest, span 80, tween 80 dan minyak kelapa.
11
![Page 13: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/13.jpg)
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Tween 80 dan span 80 ditimbang dalam cawan porselen sesuai
perhitungan untuk membuat emulsi dengan HLB butuh 12, HLB
butuh 13, HLB butuh 14.
3. Dimasukkan 86 ml air suling ke dalam gelas piala 100 ml
kemudian ditambahkan tween 80 yang telah ditimbang dengan
HLB butuh 12, lalu diaduk dan dipanaskan air hingga suhunya
70oC(dinyatakan sebagai fase air).
4. ke dalam cawan porselen yang berisi span dituangkan minyak
kelapa sebanyak 10 ml kemudian diaduk dan dipanaskan di atas
penangas air sampai suhu 70oC (dinyatakan sebagai fase
minyak).
5. Setelah mencapai suhu 70oC pemanasan dihentikan, dan fase
minyak diemulsikan ke dalam fase air sedikit demi sedikit lalu
diaduk dengan pengaduk elektrik (mixer) secara intermitten
shaking.
6. Emulsi dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml
7. Cara yang sama dilakukan untuk HLB 13 dan 14 dengan volume
air suling masing-masing 85 ml dan 84 ml.
8. Dilakukan pengamatan selama 5 hari.
9. Ditentukan kestabilan emulsi berdasarkan perubahan warna,
perubahan volume dan pemisahan fase.
12
![Page 14: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/14.jpg)
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
Tabel Perubahan Volume
Hari ke-
Variasi Konsentrasi Tween dan Span
HLB butuh 12 HLB butuh 13 HLB butuh 141. Volume = 83 ml Volume = 73 ml Volume = 74 ml
2. Volume = 83 ml Volume = 73 ml Volume = 74 ml
3. Volume = 83 ml Volume = 71 ml Volume = 74 ml
4. Volume = 80 ml Volume = 71 ml Volume = 74 ml
5. Volume = 80 ml Volume = 71 ml Volume = 74 ml
13
![Page 15: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/15.jpg)
IV.2 Perhitungan
a. HLB butuh 12 = 4/100 x 100g
= 4g
Tween 80 = a
Span 80 = 4g – a
(HLB x tween) + (HLB x span) = HLB butuh x berat
( 15 x a ) + ( 4,3 x ( 4 – a)) = 12 x 4g
10,7a + 17,2 = 48g
10,7a = 30,8g
a = 2,87g
Tween 80 = 2,87g
Span 80 = 4 g – 2,87g = 1,13g
Minyak kelapa 10 % = 10 / 100 x 100 g = 10 g
Air = 100 g – (Tween 80 + Span 80 + minyak kelapa)
= 100 g - ( 2,87g + 1,13g + 10g)
= 86 g
b. HLB butuh 13 = 5/100 x 100g
= 5g
Tween 80 = a
Span 80 = 5g – a
(HLB x tween) + (HLB x span) = HLB butuh x berat
( 15 x a ) + ( 4,3 x ( 5 – a)) = 13 x 5g
10,7a + 21,5 = 48g
14
![Page 16: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/16.jpg)
10,7a = 26,5g
a = 2,47g
Tween 80 = 2,47g
Span 80 = 5 g – 2,47g = 2,53g
Minyak kelapa 10 % = 10 / 100 x 100 g = 10 g
Air = 100 g – (Tween 80 + Span 80 + minyak kelapa)
= 100 g - ( 2,47g + 2,53g + 10)
= 85 g
c. HLB butuh 14 = 6/100 x 100g
= 6g
Tween 80 = a
Span 80 = 6g – a
(HLB x tween) + (HLB x span) = HLB butuh x berat
( 15 x a ) + ( 4,3 x ( 6 – a)) = 14 x 6g
10,7a + 25,8 = 84g
10,7a = 58,2g
a = 5,439g
Tween 80 = 5,439g
Span 80 = 6 g – 5,439g = 0,561g
Minyak kelapa 10 % = 10 / 100 x 100 g = 10 g
Air = 100 g – (Tween 80 + Span 80 + minyak kelapa)
= 100 g - ( 5,439g + 0,561g + 10)
= 84g
15
![Page 17: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/17.jpg)
BAB V
PEMBAHASAN
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termadinamik tidak stabil,
terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
yang lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi di dalam
fase air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi
di dalam fase minyak
Apabila menggunkan surfaktan sebagai emulgator dsapat pula terjadi
emulsi dengan sistem yang kompleks (multiple emulsion). Sistem ini
merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya.
16
![Page 18: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/18.jpg)
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator
merupakan faktor yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi
banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator
yang yang banyak digunakan adalah zat aktif permukaan atau lebih
dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah
menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk
lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdisperisnya.Tipe emulsi
dapat ditentukan dari jenis surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul
surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan
dimasukkan ke dalam sistem yang dari air dan minyak, maka guugus
polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke fasa
minyak. Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan
cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus
non polar yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air
dalam minyak.
Berbagai tipe bahan telah digunakan dalam farmasi sebagai zat
pengemulasi jumlahnya ratusan bahkan, ribuan yang telah dites
kemampuan emulsifikasinya. Walaupun dalam hal ini tidak ada maksud
untuk membicarakan masing-masing zat ini dalam emulasi farmasi, tapi
baik untuk dicatat tipe bahan-bahan yang umumnya digunakan sebagai
zat pengemulsi secara umum. Di antara zat pengemulsi dan zat penstabil
untuk sistem farmasi adalah sebagai berikut :
1. Bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami :
aksia (gom) tragakan, agar, kondrus, dan paktin. Bahan-bahan ini
17
![Page 19: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/19.jpg)
membentuk koloida hidrofilik bila ditambahkan ke dalam air dan
mumumnya menghasilkan emulsi m/a. Gom mungkin merupakan
zat pengemulsi yang paling sering digunakan dalam preparat
emulasi yang dibuat baru (r.p) oleh ahli farmasi di apotek. Tragakan
dan agar umumnya digunakan sebagai zat pengental dalam
produk-produk yang dihasilkan dengan gom.
2. Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur,dan kasein. Zat-zat ini
manghasilkan emulasi m/a. Kerugian gelatin sebagai suatu zat
pengemulasi adalah bahwa emulasi yang disiapkan dari gelatin
seringkali terlalu cair pada pendiaman.
3. Alkohol dengan bobot molekul tingi seperti: stearil alkohol, setil
alkohol, dan gliseril monostearat. Bahan-bahan ini digunakan
terutama sebagai zat pengantal dan penstabil untuk emulasi m/a
dari latio dan salep tertentu dan digunakan sebagai obat luar .
kolesterol dan turunan kolesterol bisa juga digunakan sebagai
emulasi untuk obat luar dan menghasilkan emulasi a/m.
4. Zat-zat pembasah,yang bisa bersifat kationik, anionik, dan
nonionik. Zat-zat ini mengandung gugus-gugus hidrofilik dan
lipofilik, dengan bagian lipopilik dari molekul menyebabkan aktivitas
permukaan dari molekul tersebut. Dalam zat anionik, bagian
lipofilik ini bermuatan negatif, tapi dalam zat kationik bagian lipofilk
ini bermuatan positif. Lantaran muatan ini ionnya yang berlawanan,
zat anionik dan zat kationik cenderung untuk saling menetralkan
jika ada dalam sistem yang sama, jadi kedua bahan ini tidak
18
![Page 20: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/20.jpg)
tercampurkan satu dengan yang lainnya. Zat pengemulsi nonionik
menunjukkan tidak adanya kecenderungan untuk mengion.
Tergantung pada sifatnya masing-masing, beberapa dari grup ini
membentuk emulsi a/m.
5. Zat padat yang terbagi halus, seperti tanah liat koloid termasuk
bentonit, magnesium hidroksida dan alminium hidroksida. Ini
umumnya membentuk emulsi m/a bila bahan yang tidak larut
ditambahkan ke fase air jika ada sejumlah volume pase air lebih
besar dari pada fase minyaknya. Tetapi, jika serbuk padat yang
halus ditambahkan kedalam minyak lebih besar, suatu zat seperti
bentonit sanggup membentuk suatu emlsi a/m.
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk
mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam
jangka waktu yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi
campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase pendispersi ). Hal ini
menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik pembuatan
2. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar
mempengaruhi kestabilan emulsi.
3. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka
partikel-partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang
lebih besar sehingga emulsi akan pecah.
19
![Page 21: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/21.jpg)
4. Penyimpanan
Pada percobaan ini mula-mula dilakukan adalah menentukan
jumlah span dan tween yang akan digunakan dan bahan yang lainnya.
Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat bahan itu tujuannya bahan
yang berfase air dicampur dengan fase air itu sendiri dan untuk fase
minyak juga pada fase minyak itu sendiri.
Jadi pada percobaan ini untuk fase air yaitu tween 80 dan air,
sedangkan untuk fase minyak yaitu span 80 dan minyak kelapa pada
cawan porselen. Kemudian pencampuran dilakukan pada suhu 70oC.
Alasannya, kedua fase tersebut memiliki suhu lebur yang sama yaitu pada
suhu 70oC sehingga dapat diperoleh emulsi yang baik dan tidak pecah.
Pada fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan
sedikit dari suhu rata-rata kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini
dapat terjadi penurunan suhu yang cepat. Lalu campuran dikocok,
dengan cara pengocokan intermitten menggunakan mikser selama 5
menit.dan diistirahatkan setiap 20 detik. Pengocokan intermitten dilakukan
untuk memberikan kesempatan pada minyak untuk terdispersi ke dalam
air dengan baik serta emulgator dapat membentuk lapisan film pada
permukaan fase terdispersi.
Pengamatan emulsi dilakukan selama 5 hari tujuannya untuk
melihat pemisahan antara fase air dan fase minyak, perubahan warna dari
kedua fase tersebut, dan volume dari emulsi setelah 5 hari kemudian.
Penyimpanan emulsi dilakukan pada suhu yang dipaksakan (stress
20
![Page 22: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/22.jpg)
coindition) perlakuan ini dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan emulsi
dimana terjadi penurunan suhu secara drastis, kondisi ini akan lebih
mempercepat pengamatan kita terhadap stabil atau tidaknya suatu emulsi.
Penambahan 10% pada saat penimbangan dari bahan-bahan yang
ditimbang dalam membuat suatu emulsi dengan beberapa komposisi
dengan HLB butuh yang berbeda bertujuan untuk mencegah pengurangan
komposisi bahan karena adanya bahan tertinggal pada wadah.
Dari hasil pengamatan sampai hari kelima :
Perubahan Warna
Untuk HLB 11, terjadi perubahan warna dari putih susu menjadi
warna putih keruh pada hari keempat. Untuk HLB 12, perubahan warna
terjadi pada hari ketiga yaitu dari warna putih susu menjadi putih keruh
sampai pada hari kelima. Untuk HLB 13, terjadi perubahan warna menjadi
putih keruh pada hari kelima.
Pemisahan Fase
Pada HLB 11 dan HLB 13 tidak terjadi pemisahan fasa pada hari
pertama. Pada HLB 11 pemisahan fasa terjadi pada hari ketiga menjadi 2
fasa. Untuk HLB 12, terjadi perubahan volume pada hari pertama. Untuk
HLB 13, terjadi perubahan volume pada hari ketiga.
Berdasarkan pengamatan selama lima hari berturut-turut dapat
dilihat bahwa hasil yang diperoleh kurang stabil. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidakstabilan dari emulsi di antaranya :
- Suhu pemanasan tidak konstan
- Perbedaan intensitas pengadukan
21
![Page 23: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/23.jpg)
- Pencampuran kurang merata
- Kekompakan dan elastisitas fillm yang melindungi zat terdispersi
- Ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan emulsi.
- Suhu yang tidak sama dari kedua fase ketika dicampur, dimana kenaikan
temperatur dapat mengurangi ketegangan antar muka dan
viskositasnya.
Adapun parameter ketidakstabilan suatu emulsi dalam percobaan
ini adalah terjadinya :
a. Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan
oleh adanya energi permukaan bebas saja. Flokulasi adalah terjadinya
kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam
suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan
kosentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan
konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau di
sebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.
b. Koalesen dan demulsifikasi
Fenomena ini tejadi bukan semata-mata karena energi bebas
permukaan tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film
antar permukaan. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globul-
globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah proses
lebih lanjut pada keadaan koalesen dimana kedua fasa ini terpisah
kembali menjadi dau cairan yang tidak bercampur. Kedua fenomena
ini tidak dapat diperbaiki kembali dengan pengocokan.
22
![Page 24: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/24.jpg)
BAB VI
PENUTUP
23
![Page 25: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/25.jpg)
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
a. Jugah emulgator yang dibutuhkan untuk tiap harga HLB butuh adalah :
Jenis HLB Tween 80 Span 80
12
13
14
2,87g
2,47 g
5,439 g
1,13 g
2,53 g
0,561 g
b. Dari ketiga emulsi dengan nilai HLB 12, 13, 14 yang
menunjukkan sifat yang stabil adalah HLB butuh 12.
VI.2 . Saran
Diharapkan agar asisten memberikan penjelasan yang lebih rinci
mengenai praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Asisten.,(2008)., “Penuntun Praktikum Farmasi fisika”, Jurusan
Farmasi, UNHAS, Makassar, 30.
24
![Page 26: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/26.jpg)
2. Jenkins, G.L., (1957), “Scoville’s ; The Art Of Compounding’, Ninth
Edition, McGraw-Hill Book Company,Inc., New York, Toronto, 314,
315.
3. Parrot, L.E., (1970), “Pharmaceutical technology”, Burgess Publishing
Company. Mineneapolis, 335.
4. Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI,
Jakarta, 474, 509.
5. Ansel, H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV,
Terjemahan Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.
6. Anief, Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.143, 147.
LABORATORIUM FARMASETIKAFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LABORATORIUM FARMASETIKAFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
25
![Page 27: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/27.jpg)
HLB Butuh 12Ket : Uji Kestabilan emulsi hari ke-3
HLB Butuh 12Ket : Uji Kestabilan emulsi hari ke-4
LABORATORIUM FARMASETIKAFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Ket : Uji Kestabilan emulsi hari ke-4Dari kiri ke kanan : kelompok 1, 2, 5, 3, 6, 4
26
![Page 28: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/28.jpg)
27
![Page 29: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/29.jpg)
28
![Page 30: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/30.jpg)
PENGERTIAN POLAR DAN TAK POLAR
Molekul terbentuk dari beberapa atom. Atom terdiri atas suatu inti bermuatan positif yang sangat kecil dan rapat, yang terletak jauh di dalam atom, dan dikelilingi oleh semacam awan elektron. Elektron sendiri bermuatan negatif. Atom dapat bergabung dengan atom lain, membentuk suatu molekul melalui suatu ikatan yang disebut ikatan kimia. Pada penggabungan atom, tidak terjadi perubahan pada susunan inti atom. Perubahan terjadi hanya pada susunan awan elektron. Sebaliknya molekul yang terbentuk dari jenis atom yang berbeda umumnya bersifat polar. Oleh karena itu dengan mudah dapat dipahami bahwa hidrogen (H2) dan klorida (Cl2) bersifat tak polar, sedangkan hidrogenklorida (HCl) bersifat polar.
Dengan demikian antara dua unsur sejenis hanya mungkin terbentuk ikatan kovalen, karena daya tarik elektron dari kedua unsur pembentuk ikatan adalah sama sehinggga elektron ikatan tersebar rata diantara kedua atom. Keadaan sebaliknya terjadi bila daya tarik antara kedua unsur tak seimbang. Dalam hal ini elektron dapat berpindah dari unsur yang satu ke unsur yang lain, sehingga ikatan yang terjadi adalah ikatan ion. Keadaan yang umumnya ditemukan terletak diantara kedua kemungkinan yang ekstrim tersebut.
Pembentukan ikatan umumnya terjadi antara dua unsur yang tak sama tetapi perbedaan daya tarik terhadap elektron dari kedua untur tersebut tidak terlalu besar. Dalam keadaan ini ikatan yang terjadi masih ikatan kovalen tetapi titik berat muatan negatif agak bergeser kearah atom yang mempunyai daya tarik terhadap elektron relatif besar. Dalam hal ini atom menjadi bersifat relatif lebih negatif (titik berat muatan negatif bergeser kearah atom tersebut) dan sebagai akibatnya, sepanjang ikatan terdapat dua kutub muatan yang berlawanan tanda dan terpisah satu sama lain dengan jarak tertentu. Ikatan semacam ini disebut ikatan polar. Berbeda dengan ikatan polar, pada ikatan kovalen murni, titik berat muatan positif dan negatif saling impit.
Dengan demikian suatu molekul dikatakan tak polar apabila titik berat muatan (+) dan (-) berada bersama-sama pada pusat molekut tersebut. Sebaliknya suatu molekul dikatakan polar, jika molekul tersebut merupakan dwi kutub (dipole), dimana titik berat muatan positif (+) dan negatif (-) tidak saling berimpit (Gambar 1). Molekul polar terbentuk apabila elektronegativitas dari atom-atom yang menyusun molekul cukup berbeda satu sama lain.
Gambar 1. Molekul Polar dan Tak Polar
ELEKTRONEGATIVITAS
29
![Page 31: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/31.jpg)
Seperti telah diketahui, kepolaran suatu ikatan antara dua atom ditentukan oleh perbedaan daya tarik elektron dari kedua atom tersebut. Bila daya tariknya sama, maka akan terbentuk ikatan kovalen, sedangkan bila berbeda, akan terbuntuk ikatan polar dimana kepolarannya akan sebanding dengan perbedaan tersebut. Untuk dapat menyatakan apakah suatu ikatan bersifat kovalen atau polar diperlukan pengetahuan tentang daya tarik elektron dari suatu atom. Suatu besaran yang dapat digunakan untuk mengukur daya tarik elektron adalah afinitas elektron. Kesulitan dari penggunaan afinitas elektron adalah bahwa besaran ini menggambarkan daya tarik elektron dari atom yang bebas, sedangkan yang diperlukan adalah daya tariknya dalam suatu ikatan. Karena itu dikembangkan konsep elektronegativitas dari suatu unsur, yang secara langsung menggambarkan daya tarik elektron dalam ikatan. Elektronegativitas menunjukkan besarnya kecenderungan (tendensi) suatu ataom untuk menarik elektron (yang digunakan bersama), dari atom tetangganya. Terdapat berbagai cara untuk mengembangkan konsep elektronegativitas, salah satu diantaranya adalah skala elektronegativitas yang dikembangkan oleh Pauling. Oleh Pauling unsur F dinyatakan sebagai unsur yang paling elektronegatif dengan skala elektronegativitas sama dengan 4. Besar elektronegativitas beberapa unsur menurut skala Pauling dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Elektronegativitas Unsur-unsur
Dari Tabel 1. Dapat terlihat bahwa perbedaan elektronegativitas antara H dan C misalnya tidak terlalu besar (rx = 0,4), sedangkan unsur-unsur yang mempunyai elektronegativitas tinggi antara lain F, O, N dan Cl. Apabila unsur-unsur ini bergabung dengan unsur C membentuk suatu gugus, maka gugus tersebut akan menyumbangkan sifat polar pada molekul. Dengan demikian mudah dipahami bahwa contoh molekul-molekul di bawah ini :
Polaris dalam fenilklorida terbentuk karena adanya gabungan antara atom karbon dengan atom Cl yang mempunyai elektronegativitas tinggi (3,0).
Pada propanol sifat polar dari molekul timbul karena adanya gabungan antara atom C dan O yang juga mempunyai skala elektronegativitas relatif tinggi (3,5).
Unsur N termasuk unsur yang mempunyai elektronegativitas relatif tinggi (3,0), oleh karena itu gugus C=N menyumbangkan sifat polar pada molekul benzonitril.
IKATAN POLAR PADA MOLEKUL BERATOM BANYAK
30
![Page 32: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/32.jpg)
Dari contoh di atas dapat terlihat bahwa ikatan polar bukan hanya terjadi di dalam suatu molekul beratom dua. Di dalam suatu molekul beratom banyak yang terdiri atas beberapa atom berlainan, akan terdapat kumpulan ikatan-ikatan polar yang saling berhubungan satu sama lain. Tergantung dari arah masing-masing kutub, molekul secara keseluruhan dapat bersifat polar atau tak polar.
Apabila arah pergeseran setiap ikatan dalam molekul adalah sedemikian rupa sehingga saling meniadakan (sebagai akibat dari simetri molekul misalnya), maka molekul secara keseluruhan bersifat tak polar. Salah satu contoh adalah molekul CO2 yang berbentuk lurus :
O=C=O
Masing-masing ikatan C=O merupakan ikatan polar dengan muatan negatif mengarah keatom oksigen. Tetapi dalam molekul CO2, karena ketiga atom terletak pada satu garis, dengan atom C diantara kedua atom O, maka arah pergeseran muatan dari kadua ikatan dalam molekul CO2 akan saling meniadakan. Dari itu molekul CO2 bukan molekul polar.
Keadaan sebaliknya terjadi apabila arah kepolaran dari ikatan-ikatan dalam suatu molekul tidak saling meniadakan. Suatu contoh sederhana adalah molekul H2O :
Masing-masing ikatan O – H merupakan ikatan polar dengan muatan negatif mengarah ke atom oksigen. Tetapi arah kepolaran kedua ikatan di sini tidak saling meniadakan. Sebagai akibatnya pada molekul H2O, titik berat muatan negatif bergeser kearah oksigen dan titik berat muatan positif bergeser kearah atom hidrogen. Dengan demikian molekul H2O bersifat polar.
Analisa yang serupa berlaku bagi molekul CCl3 dan CCl4.
Mengapa ????
Pada kloroform dan karbontetraklorida terdapat gugus C –Cl, dimana umsur Cl yang mempunyai elektronegativitas relatif tinggi akan berusaha menarik elektron dari atom tetangganya. Gugus tersebut dapat digambarkan sebagai :
Tanda panah menunjukkan arah dari daya tarik antara kedua atom yang menyebabkan terjadinya polarisasi muatan. Apabila kedua atom ini bergabung dengan atom-atom lain yang serupa membentuk suatu molekul yang simetris,
31
![Page 33: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/33.jpg)
maka daya tarik yang terjadi akan saling meniadakan dan molekul keseluruhan akan bersifat tak polar.
Pada kloroform, arah dari pergerakan elektron dapat digambarkan sebagai berikut :
Apabila ataom-atom Cl diberi nomor (1), (2) dan (3) seperti tampak pada gambar, maka penjumlahan vektor dari daya tarik atom Cl (1) dan (2) akan saling meniadakan, meninggalkan hanya daya tarik atom Cl (3) yang menyumbangkan sifat polar pada molekul. Lain halnya dengan molekul karbontetraklorida.
Karena molekul CCl4 simetris, maka kecenderungan atom Cl (1) menarik elektron ke kiri diimbangi oleh kecenderungan atom Cl (2) untuk menarik elektron ke kanan. Demikian pula halnya, kecenderungan atom Cl (3) menarik elektron ke bawah diimbangi oleh kecenderungan atom Cl (4) untuk menarik elektron ke atas. Dengan demikian keseluruhan molekul sifatnya tak polar.
GUGUS FUNGSIONAL
Para ahli dalam meneliti sifat-sifat senyawa karbon menemukan keteraturan-keteraturan. Terbukti dari eksperimen, bahwa dalam tiap reaksi hanya bagian tertentu saja dari molekul senyawa karbon yang mengalami perubahan dan juga beberapa senyawa memberikan reaksi yang sama terhadap satu macam pereaksi. Sebagai contoh dapat diambil molekul etanol (CH3CH2OH). Bila etanol bereaksi , bagian yang aktif ialah gugus –OH (gugus hidroksil), sedangkan bagian yang lainnya, yaitu gugus etil, kerapkali tinggal tetap saja. Jadi molekul etanol terdiri atas gugus etil (CH3 –CH2 -) yang tidak berubah selama reaksi dan gugus –OH yang dapat berubah.
Bagian yang mengalami perubahan ini disebut gugus fungsionil dan dapat terdiri atas satu atom atau beberapa macam atom. Gugus fungsionil dalam molekul inilah yang terutama menentukan sifat kimia senyawa itu. Adakalanya suatu senyawa mempunyai lebih dari satu gugus fungsionil. Sifat senyawa dalam hal ini akan merupakan gabungan dari sifat berbagai gugus fungsionil yang dimilikinya. Gugus fungsionil juga memegang peranan penting dalam menentukan polaritas suatu senyawa/molekul.
Contoh beberapa gugus fungsional (bagian yang dilingkari) dalam suatu molekul :
32
![Page 34: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/34.jpg)
Polaritas beberapa gugus fungsionil dapat disusun sebagai berikut :
MENGENAL POLARITAS FASA DIAM PELARUT DALAM KROMATOGRAFI
Fasa diam pada kromatografi gas ada yang bersifat polar, semipolar dan tak polar yang dapat dikenali berdasarkan prinsip dasar diatas. Berdasarkan gugus fungsionil yang dimiliki oleh setiap jenis fasa diam tersebut, dapat disusun urutan polaritas dari beberapa jenis fasa diam yang umum digunakan pada kromatografi gas (Tabel 2). Disamping keenam jenis fasa diam tersebut, masih terdapat banyak lagi jenis fasa diam lainnya.
Tabel 2. Urutan Polaritas beberapa Fasa Diam pada Kromatografi Gas.
Fasa diam yang paling banyak digunakan pada TLC dan HPLC adalah silika dan alumina. Berbagai pemisahan pada selulosa dan poliamida juga telah banyak dipublikasikan, hanya saja pemakaiannya tidak seluas silika dan alumina. Karena tidak semua pemisahan dapat dilakukan pada silika maka dikembangkan fasa terikat (bonded phase) seperti RP – 2, RP – 8, RP – 18, diol, amina dan siano. Susunan fasa diam yang umum digunakan pada TLC dan HPLC, dimulai dari yang paling polar (C18) diberikan pada tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3. Ukuran Polaritas Fasa Diam pada TLC dan HPLC
Bagaimana halnya dengan urutan polaritas fasa gerak?. Fasa gerak yang umum digunakan pada TLC dan HPLC terdiri dari campuran berbagai pelarut organik. Polaritas pelarut dapat disusun menurut ukuran kekuatan teradopsinya pelarut tersebut pada adsorben (yang banyak digunakan alumina) dan susunan yang terbentuk dikenal sebagai deret eluotropik pelarut.
Suatu pelarut bersifat relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina. Dalam deret eluotropik menurut Trappe, Wren dan Strain, pelarut-pelarut disusun menurut besarnya kekuatan pelarut (solvent strength) eo, berangkat dari yang tak polar menuju ke yang sifatnya polar (makin ke bawah makin polar).
33
![Page 35: Emulsi](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022062313/55cf9c1b550346d033a89e58/html5/thumbnails/35.jpg)
Tabel 4. Deret Eluotropik Pelarut
Deret eluotropik dapat dipakai untuk menentukan kekuatan pelarut yang optimal untuk suatu pemisahan tertentu. Misal pada suatu pemisahan HPLC menggunakan fasa diam silika, diperoleh nilai tr yang terlalu besar, dalam arti komponen ditahan terlalu kuatoleh kolom. Dengan menggunakan deret eluotropik, fasa gerak yang dipakai dapat dimodifikasi jenisnya atau diubah komposisinya menjadi eluen dengan kepolaran relatif lebih tinggi agar komponen dapat terelusi oleh fasa gerak relatif lebih cepat. Dapat juga digunakan campuran dari dua, tiga bahkan empat pelarut untuk mendapatkan kekuatan pelarut untuk mendapatkan kekuatan pelarut yang optimal. Misalnya dibuat campuran isooktana (eo =0,42) dengan komposisi sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan sama dengan CCl4 (eo =0,18). Bagaimana strategi emngubah komposisi pelarut dalam TLC dan HPLC, akan dibahas pada tulisan yang akan datang. (Julia Kantasubrata, Puslitbang Kimia Terapan – LIPI).
DAFTAR PUSTAKA
1. Snyder, L.R., dan J.J. Kirkland, Introduction to Modern Liquid Chromatography, John Wiley & Sons Inc., 1979.
2. Dean, J.A., Chemical Separation Method, D. Van Nostrand Company, New York (1969).
3. Pattison, J.B., A Programmed Introduction to Gas Liquid Chromatography, 2nd ed., Heyden & Son, London (1973).
34