evenue magazine #03

66

Upload: opik-tri-handono

Post on 22-Mar-2016

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Portfolio Tulisan dan Lay Out Majalah

TRANSCRIPT

Page 1: Evenue magazine #03
Page 2: Evenue magazine #03

ADVERTISEHERE

[email protected]

Page 3: Evenue magazine #03

| 01www.evenuemagz.com

Page 4: Evenue magazine #03

EDITOR’S NOTE

Editor In ChiefOpik Tri Handono

Reporter Ucha RitamaNuron Phasaluka

PhotographerAnomJohn Ronesta Pandia

Graphic DesignerRachmat Riyanto

Account ExecutiveAndri Hendriawan

ContributorsRatna DjuwitaSandya FinniaNicodemus Freddy HadiyantoUmma GummaBayu Aji PrakosoYogha Prasiddhamukti

Websitewww.evenuemagz.com

Twitter@EVENUEmagz

[email protected]@evenuemagz.com

OfficePerumahan Bumi Mulya No. 1A,Karangasem, Condong Catur,Depok, Sleman 55283

Phone(0274) 8299938

Yeeesss… ketemu lagi di edisi ketiga. Masih seperti biasa, kali ini molornya gak tanggung-tanggung. Sempet kembang kempis buat ngluarin ni edisi, akhirnya dikluarin juga, coz dah pada mau mudik lebaran, gak enak kalo masih ada tanggungan disini, haha, takut gak tenang di kampoeng halaman. Kemaren banyak yang nanya “ni majalah kluarnya kok gak jelas sih, berapa bulan, ato berapa taun sekali??” haha. Nah pertanyaan itu ane bawa ke rapat redaksi. Setelah sekian lama berembug, adu mulut, ampe banting-banting piring, akhirnya kami semua disini memutuskan untuk menerbitkan majalah ini dua bulan sekali (belum termasuk molornya juga), haha. Semoga para pembaca yang budiman dan budiwati gak kecewa dengan keputusan redaksi.Di tulisan ini kami ingin mengucapkan berbelasungkawa kepada kontributor kami yaitu Sandya Finnia yang telah mendahului kita semua. Semoga jiwanya tenang di sisi-Nya. Semoga keluarga yang ditinggalkannya tetap sabar dan tabah. sebenarnya ironis sekali, dimana katanya sekarang jamannya emansipasi wanita, tapi kenyataannya kekerasan terhadap perempuan masih marak dan perlindungan terhadap permpuan minim sekali. Semoga kita bisa berkaca kepada diri kita, untuk selalu menjaga dan melindungi perempuan yang ada didekat kita, entah ibu kita, istri, pacar, selingkuhan, gebetan.Saya, mewakili para redaktur disini juga ingin mengucapkan Selamat Berpuasa (walaupun telat, dari pada gak ngucapin sama sekali), Selamat Hari Raya Idul Fitri, Selamat Berlebaran, Selamat Mudik ke kampoeng halaman, salam buat keluarga di kampong, jangan lupa bawa duit pecahan buat keponakan-keponakan, kalo ga ada ya voucher pulsa juga gapapa. Haha. Yasudah deh, gak sah banyak cingcong, selamat membuka halaman majalah ini satu-persatu. Para tuips yang belum follow langsung aja @EVENUEmagz, dijamin langsung di folbek.

Photographer: AnomModel: Robert NelkStylist: Ratna DjuwitaLocation: HONFabLab

EDITOR’S NOTE

| 02www.evenuemagz.com

Page 5: Evenue magazine #03

Girls who love to smile, friendly, interested to learn something new. Good taste in

music, movies and fashion.

Sandya FinniaSeorang single father, dengan satu anak laki laki yang

mulai berotot di usianya yang ke 7, yang meninggalkan dunia menulisnya dan ke-sosiologiaannya, untuk hobby

musik yang di suka sejak kecil, lalu mulai menuliskan beberapa lagu dan terus memainkan bassnya di dalam

band bernama Armada Racun dan Damien and Rosemary.

Nicodemus Freddy Hadiyanto

salah satu beat-maker Soundboutique yang paling subur dan sehat, juga

mahasiswa universitas ternama di Jogja.

Uma Gumma

Tukang gambar dan tukang download. Pemain bass sekaligus pemain gitar.

Penyuka kopi juga bir dingin.

Bayu Aji Prakoso

The Contributors

| 03www.evenuemagz.com

Ratna Djuwita

Perantau asal Bandung yang sekarang menjalani kesehariannya di Kota Jogja. Setelah hampir satu tahun dan tetap belum memulai studinya. Dan dalam masa perenungan ia bersama dengan HONF menjalankan sebuah proyek seni "Open Apparel" yang sempat di presentasikan di beberapa negara Eropa pada bulan Juni lalu. dalam Evenue Issue kali ini ia berbagi ide dan harapan tentang Open Apparel dan semoga bisa menjadi virus tandingan untuk perkembangan industri kreatif di Indonesia, semoga....

Page 6: Evenue magazine #03

CONTENT

| 04www.evenuemagz.com

08

12

14

20

22

24

46

47

48

Sonic Youth

Kill The DJ

Miss Selfidge

Submarine

Seek Six Sick

Keracunan Ingatan

The Chemical Brothers

Open Apparel

PULSE

Page 7: Evenue magazine #03

IF U DONT WANT TO SEE THIS THING AGAIN IN THE NEXT EDITION,PLEASE PLACE YOUR BRAND HERE.

CENSORED

CENSORED

Page 8: Evenue magazine #03

MELANCHOLIC BITCH memutuskan untuk vakum (lagi) karena Ugo selaku vokalis mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi ke Eropa disamping bakal rilis demo lagu per 3 bulan selama 1,5 tahun hingga masuk dapur rekaman untuk final release nantinya.

Net label Yogyakarta Yes No Wave telah pindah kantor ke Langenarjan Lor 17/B.

SENYAWA band kolaborasi eksperimental dari Rully (Zoo) dan Wukir akan segera tur ke Singapore dalam waktu dekat.

Memet (Metz DUBYOUTH) tidak lagi menjabat sebagai manager SHAGGY DOG.

Materi album FRAU terbaru segera dirilis yang diperkirakan tahun ini berserta dengan launching-nya, dan bermain di Salihara Jakarta.

Band Post-Rock asal Yogyakarta, INDIVIDUAL LIFE disinyalir akan menelurkan debut album-nya tahun ini.

ARMADA RACUN band yang kemaren mengumumkan akan vakum untuk konsen menggarap album kedua, baru saja merilis single baru mereka “Lies Lies Lies”.

STELLARIUM post-punk/shoegazer enerjik asal Singapore direncanakan akan tampil di Yogyakarta di penghujung tahun.

BRILLIANT AT BREAKFAST berkesempatan menjadi salah satu bagian dari festival musik SXSW di negeri Paman Sam di tahun depan.

Band metalcore asal Solo, DOWN FOR LIFE akan melakukan rekaman di Yogyakarta untuk materi album baru mereka.

STRENGTH TO STRENGTH salah satu band hardcore Yogyakarta berencana mengadakan Last Show di tahun ini.

TIMELINE

Page 9: Evenue magazine #03

THE FRANKENSTONE akan melakukan tour Singapore-Malaysia di awal tahun 2012.

WICKED SUFFER, band Hc/Punk asal Yogyakarta berencana akan melakukan split album dengan ALICE band metal asal Bandung.

DIVISI UTAMA akan segera menggarap materi baru dalam waktu dekat ini (Latihan).

TO DIE, outsider hardcorepunk ini telah merilis discography mereka melalui net-label dari Jakarta, berisikan semua video, split album, EP, LP, live-tracks serta kompilasi kompilasi era 1998-2011 yang bisa di download gratis di stoneagerecords.co.cc dan album baru mereka akan di rilis bulan depan melalui Burn Records dan Relamati Records, yang bisa di unduh gratis di relamatirecords.blogspot.com.

LEX LUTHOR THE HERO merilis farewell album mereka baru secara gratis di mediafire.

LINTANG ENRICO (Soundboutique) setelah melepas status mahasiswa dan lajang-nya, akan segera dikaruniai seorang anak.

Dan juga, Ve, gitaris BLOKADE salah band hardcore Yogyakarta akan melepas masa lajang-nya di akhir tahun ini.

RISKY SUMMERBEE & THE HONEYTHIEF telah merilis album transisi yang berjudul “Preamble” yang dirilis oleh Yes No Wave.

MYSTICAL, duo DJ asal Yogyakarta akan segera vakum dalam waktu yang tidak bisa ditentukan dikarenakan salah satu personelnya akan menjadi salah satu mahasiswa sekolah penerbangan nasional.

LAMPU KOTA baru aja telah merilis mini album mereka yang bertajuk “Bintang Balap” yang berisi 4 lagu baru.

KOWENA band reggae Yogyakarta yang sudah lama menghilang, akan melakukan reuni di akhir tahun ini.

DAS MUSTANG dikabarkan sedang sibuk berkutat di studio untuk merampungkan rekaman materi terbaru mereka.

TIMELINE

| 07www.evenuemagz.com

Page 10: Evenue magazine #03

YES NO KLUB 11 : SEEK SIX SICK Reunion Concert

and Live Recording

Teks : Opik Tri Handono | Foto : Anom

Page 11: Evenue magazine #03

Pertama kali saya dapet kabar bahwa Seek Six Sick akan nglakuin konser reuni dengan mantan-mantan personel mereka, wow… pasti bakalan menakjubkan. Bagaimana tidak, grup yang sering bongkar pasang personel ini (kecuali dedengkotnya Sonny Irawan dan Jimmy Mahardika) akan mengumpulkan semua personel yang pernah bergabung dengan mereka, dari awal mereka lahir, merangkak, berdiri, berlari sampai

sekarang ini. Sebut saja orang-orangnya seperti Richardus Ardita aka Didit (yang sekarang juga menjadi bagian tak terpisahkan dari Melancholic Bitch, Individual Life dan Shoolinen), Suparyanto Gatot Supardi aka Bofag (Barbar), Emir Faisal, Tommy Watampone, Bagong, Heru Jarot (Dirty

Mouth) dan Seto (Something Wrong) akan berkumpul dan bermain bersama kembali, khusus untuk acara ini.

Bertempat di Langgeng Art Fondation, Yogyakarta. Tempat yang mulai menjadi alternatif venue untuk gigs yang bermutu, pada hari Senin 4 Juli kemaren digeberlah acara tersebut. Karena dah gak sabar pengen ngliat perform mereka, saya dateng pukul 19.00, takut telat. Tepatnya pukul 8 malem para personel Seek Six Sick mulai naik ke atas panggung. Line up untuk sesi pertama ini diisi oleh Sonny, Jimmy, Bofag, Didit, Bagong

dan Emil. Ohya, konser ini dibagi menjadi 2 sesi. Setelah ceksound sebentar mulailah mereka menggeber lagu pertama “Musuh Dalam Selimut” diteruskan dengan “Maniac” “Tunggu Aku”, “Sophia Latjuba” dan “Black Box Television“ dimainkan cukup lembut dan manis. Saya bisa

berkomentar seperti itu karena penonton cuma duduk manis di depan panggung, gak seperti penonton Seek Six Sick yang biasanya berjoget dan sing along di depan panggung. Sesekali Bofaq berjalan-jalan mengitari para penonton sambil bernyanyi dan teriak, tetapi teriakan Bofag tak terdengar jelas, karena microfonnya mati. Mungkin itu yang buat penonton kurang antusias dan masih duduk manis. Yah.. sepanjang sesi

pertama kurang memuaskan karena kesalahan teknis tadi.

Break sesi pertama, kesalahan teknis tersebut sudah teratasi, dan MC Hahan mulai mencairkan suasana dengan joke-jokenya, seperti menyebut fans Seek Six Sick dengan sebutan Sickers, hahaa… dan mengomentari sesi pertama tadi dengan Seek Six Sick versi karaoke!

wakakakak. Dan dimulailah babak kedua, pergantian pemain terjadi di posisi bass yang diisi Tommy dan Drum diisi oleh Seto. Dengan mic yang sudah bagus, Bofag membakar telinga penonton dengan berteriak “Before you growing old, before you sleep all time, and all around you make

you bore, ..”, dan langsung menggebrak dengan “Rock N Roll Suicide”. Jelas sudah penonton membanjir didepan panggung. Inilah yang ditunggu-tunggu, crowd yang liar, ber-moshing-ria, semua sing along, dan rebutan mikrofon untuk bernyanyi. Yeeahh… inilah konser Seek Six

Sick yang sesungguhnya, beda sekali dengan sesi pertama tadi. Nomor-nomor seperti “Just Please”, “Antimacho Rock Star”, “Lingkaran”, “Hitam Putih”, “Jiwa Pembangkang”, “Menghabiskan Matahari”, dan “Sunshine” gak ketinggalan dinyanyikan berjamaah dengan penonton. Bahkan “Musuh Dalam Selimut” dan “Rock n Roll Suicide” harus dimainkan 2 kali karena permintaan penonton. Konserpun selesai dengan kepuasan tingkat tinggi dibenak para Sicker. Diluar kesalahan teknis, Seek Six Sick sukses berkolaborasi dengan teman-teman lamanya dan

penonton berhasil merayakan kebisingan dimalam itu.

| 09www.evenuemagz.com

Page 12: Evenue magazine #03

Setelah sekian lama tidak ada party yang sedikit “beda” akhirnya ENERGYROOM kembali menggebrak scene dance Yogyakarta dengan mengadakan sebuah costume party berjudul Galactomatic di Republic Cafe Inna Garuda Sabtu 14 Mei 2011.

Set pertama dibuka oleh duo Mystical yang terdiri dari Ones dan Bintang yang memainkan beat – beat nu disco dengan track track lagu yang catchy. Sesuai dengan tema acara yaitu costume party, crowd yang berdatanganpun beraneka ragam, dengan penuh percaya diri crowd bergoy-ang di depan dj booth dengan kostumnya masing-masing, ada yang tematik ada pula yang tidak jelas, but well everybody hype to ejnoy this party. Set selanjutanya di lanjutkan oleh Navis masih dengan nu disco dan kemudian Nanda serta Rizky Babe dengan hits house / electronica menggeber di dj booth.

Malam itu dancefloor dipenuhi dengan berbagai “makhluk aneh” dari Flinstones, dokter, atlit, orang gila bahkan sampai pembunuh bertopengpun ada berjoget ria. sampai akhirnya seorang fire dancer naik ke atas stage untuk mempertontonkan kelihaiannya bermain api. Sang penari bertopeng yang penuh misteri itu membius crowd yang sempat mundur dan terdiam sejenak untuk menonton atraksi yang jarang terjadi di club itu.

Akhirnya jam menunjukan pukul 04.00. the party is over tapi euphoria crowd masih terasa. Thumbs up for Energyroom and keep the goor work guys! Kita nantikan party cutting edge selanjutanya! :D

Whoop Energyroom Strikes back

With GALACTOMATIC Costume Party!

Teks : Timothy Timmy | Foto : Anom

| 10www.evenuemagz.com

Page 13: Evenue magazine #03

Djarum Rock Super Teks & Foto : John Ronesta Pandia

Rangkaian tur Rock Concert persembahan Djarum Rock Super di mulai di Yogyakarta. Serigala Malam, Something Wrong, Dead Squad, dan Netral berkesempatan membuka rangkaian tur ini. Sekitar pukul 19.30 penonton mulai meringsek ke depan panggung. Perhelatan ini dibuka dengan apik oleh Serigala Malam.

Suasana malem itu sangat panas, mulai dari kilatan lighting yang megah, moshpit yang gak bisa diem dan gempuran distorsi yang didukung dengan sound yang dahsyat memaksa penonton untuk gak bisa diem. Setelah Serigala Malam, maka band hardcore kawakan tuan rumah yang menghajar kuping penonton tanpa ampun. Penonton ikut ber-sing along dengan meriahnya. Setelah Something Wrong, terlihat para “pasukan mati” yang sudah menunggu Dead Squad beraksi merapat ke bibir panggung.

Dead Squad berhasil menyihir penonton dengan sukses. Headbanging penonton tanpa henti menghiasi penampilan mereka malem itu. Dan akhirnya Netral tampil sebagai penutup event ini. Sing along dari netralizer pada lagu “Garuda Didadaku” mengakhiri rangkaian tur ini dengan sempurna.

| 11www.evenuemagz.com

Page 14: Evenue magazine #03

Teks : Yogha Prasiddhamukti | Foto : Anom

Rabu malam (27/7) lalu, Langgeng Art Foundation penuh dipadati kurang lebih 200 orang yang tidak mau melewatkan sebuah gigs yang bisa dikatakan bakal menjadi salah satu yang memorable dan berkesan bagi penikmat music independen di Yogyakarta. It will, because Brain Manufacture dan Pamityang2an qwerty radio, dibantu oleh Kongsi Jahat Syndicate, mengadakan sebuah “farewell party” named Keracunan Ingatan. Tiket pre-sale pun yang dijual panitia jauh-jauh hari sebelum acara ini dimulai pun benar-benar ludes terjual. Antusiasme positif orang-orang yang hadir malam itu terlihat begitu jelas tentu saja karena malam itu, dua band “ajib” dari Yogyakarta, Melancholic Bitch dan Armada Racun, is having their ‘last show’, dan mereka bakal memainkan sebuah full-set mereka masing-masing, sebelum dua band itu memutuskan untuk vakum dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan. Melancholic Bitch bakal “ditinggal” (lagi) oleh vokalis kharismatik mereka, Ugoran Prasad yang bakal menempuh performance study di Amsterdam dan Armada Racun yang untuk sementara ini bakalan fokus menggarap materi album kedua mereka.

Acara dimulai sekitar pukul 8 malam, cukup molor dari jadwal yang seharusnya, tetapi tetap gak mengurangi antusiasme para penonton yang hadir, walaupun terlihat masih pada duduk-duduk tenang. Armada Racun mendapat giliran memainkan set mereka duluan, ketika dentuman drum dari Somed mulai memenuhi venue, disusul suara double bass ajaib dan vocal berciri khas, yang dilantunkan oleh Freddy. “Lalat Betina” dari album La Peste mengawali setlist mereka malam itu. Berturut-turut, lagu “Kupu-kupu”, “Goodnews for Everybody”, “Mati Gaya”, “Beatiful Dream”, dan “I’m Small” dibawain untuk ngebangun sebuah aura red, rock, poison di venue. Kemudian Armada Racun sedikit menurunkan tempo dengan mencoba membawakan beberapa lagu mereka dengan format musik berbeda. Freddy terlihat asik bermain dengan gitar kopongnya ketika “Sad People Dance” dan “Train Song” dimainkan secara akustik. Kejutan pun diberikan oleh mereka ketika Richardus Ardita (Shoolinen/Individual Life) yang memainkan bass pada beberapa lagu itu.

Ada yang terlihat berbeda dari Armada Racun malam itu, karena personil asli mereka Nadya Hatta (keyboard) dan Dani (bass) tidak hadir malam itu, digantikan oleh wajah-wajah baru seperti Yudhistira dari Quasi yang menggantikan Nadya sebagai pemain keyboard. Agak mengagetkan ketika Freddy memperkenalkan Yudhistira sebagai keyboardis baru mereka menggantikan Nadya di konser perpisahan ini, dan Dani sebagai bassis dan “poisonist” mereka digantikan oleh Agib Tanjung (Alterego). Mungkin hal itu membuat aura red, rock, poison yang sudah melekat di band ini sedikit berkurang dan membuat penonton masih terlihat duduk-duduk manis, atau hanya saya saja yang ngerasain kekurangan itu? Well, pastinya malam itu Armada Racun tetap raw karena beberapa nomer-nomer favorit kayak “Drakula” “Boys Kissing Boys” dan “Tuan Rumah Tanpa Tanah” dimainkan dengan apik. Bahkan “Lies lies lies”, materi baru yang akan menjadi lagu di album baru mereka pun dibawain. Selain personel yang berbeda, Armada Racun juga mendapat tambahan “racun” malam itu. Seorang pemain saxophone bernama Moussadeq didaulat Freddy untuk menjadi bagian dari Armada Racun, karena menurut Freddy, album kedua mereka, setelah La Peste tentunya, akan membutuhkan tambahan beberapa instrument music yang akan menambah warna dan eksplorasi musik mereka. “Kami membutuhkan instrumen-instrumen baru sebagai tambahan untuk transisi dari La Peste ke album kedua kami” kata Freddy.

Sebagai penutup set mereka, sebuah hit anthemic, “Amerika” mereka bawakan dengan lugas dan sepeti biasa, penuh energi, walaupun menurut saya, kali ini, sedikit antikli-maks dan agak datar untuk ukuran sebuah perpisahan sementara band ini. Yang pasti, orang-orang masih penasaran bakalan seperti apa eksplorasi musik Armada Racun paska hiatus.

Panggung kemudian diambil alih oleh Melancholic Bitch. Ugoran Prasad, dengan sebatang rokok yang dia genggam, dan kemeja kotak-kotak, sangat berciri khas dengan gesture yang istilahnya “the one and only”, salah satu dari beberapa vokalis kharismatik di

scene musik independen di Yogyakarta, at least that’s what I think. Vokalis yang baru saja selesai menempuh studi di New York inipun memulai setlist Melan-cholic Bitch malam itu tanpa banyak bicara. Sepertinya penonton di venue sudah mulai gelisah dan semakin antusias ketika band ini mulai tampil, karena memang sudah satu tahun lebih penonton tidak disuguhi aksi kharismatik Melancholic Bitch di atas panggung.

“Departmental Deities and Other Verses” dari album Anamnesis pun dibawakan sebagai lagu pembuka set ‘canggih’ mereka malam itu. Kemudian berturut-turut “Bulan Madu”, “7 Hari Menuju Semesta”, “On Genealogy of Melancholia” dimainkan mengiringi monolog Ugo di setiap jeda lagu. Yap, Ugo malam ini memang terlihat sedikit bicara, tapi lebih menuturkan sebuah mono-log. And guess what? Silir Pujiwati, seorang pesinden didaulat Ugo untuk “mem-bantunya” membawakan lagu “Distopia” agar aura dan cengkok dangdut Pantura di lagu ini tetap kental. Indeed. Lagu ini seakan menjadi pemanasan untuk mengajak penonton berdiri dan bergoyang, karena ketika “Mars Penyembah Berhala” digeber setelahnya, penonton gak ragu-ragu lagi untuk mengangkat pantatnya, berdiri, serta ikut ber-singalong bersama Ugo. “Siapa yang membu-tuhkan imajinasi, jika kita sudah punya televisi, woohoo!!” sebuah lirik cerdas yang singalongable benar-benar membahana di LAF malam itu. Rasanya sih sulit menurut saya, untuk hanya berdiam diri saja mendengarkan lagu itu, apalagi jika udah ada bir di tangan. Moment seperti inilah yang bakal dirindukan mengingat Melancholic Bitch setelah ini vakum untuk waktu yang cukup lama.

“Off Her Love Letter” dan “Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa” yang kemudian dibawakan untuk sedikit menurunkan tensi, tentunya dibawakan bersama-sama dengan ‘partner duet’ Ugo yang ditunggu-tunggu, yap Lani ato Frau herself. Sebuah duet yang sangat manis antara Frau dan Melancholic Bitch malam itu, sangat memorable. Bahkan Lani yang saya temui seusai acara pun berujar “bakalan beda kalo Melbi vokalisnya bukan Mas Ugo. Beda gregetnya..karena emang dia udah punya karismanya sendiri” , tentang tanggapannya dia perihal vakumnya Ugo dan kepergian Ugo ke Amsterdam setelah ini untuk menempuh studi lagi.

Setelah kurang lebih satu jam tampil full-set, sebelum mengakhiri setlist mereka, Ugo pun bertanya pada penonton, lagu apa yang mereka inginkan untuk dibawakan oleh Melancholic Bitch malam itu, yang kemudian berujung pada encore dan sebuah kejutan yang mereka berikan apda penonton, karena Ari WVLV dari Soundboutique ikut bermain dengan piranti elektroniknya di panggung, bersama Melancholic Bitch membawakan “The Street”, “Kita adalah Batu” dan ditutup dengan “Noktah Pada Kerumunan”. Nuansa elektronik yang ekletik, perpaduan antara music dan attitude, serta gelak tawa dari Ugo dan Ari WVLV dan personil Melancholic Bitch lainnya serta penonton yang hadir di LAF malam itu seakan menjadi sebuah “racun” yang bakalan menjadi sebuah catatan yang cukup memorable dan pastinya “meracuni” ingatan semua orang yang hadir dan terlibat malam itu.

Dua band dengan live performance dan materi lagu yang nampol dan berkarakter, Armada Racun dan Melancholic Bitch, sepertinya bakal dirindukan banyak orang selama hiatus mereka, karena pastinya semua yang hadir malam itu akan penasaran kreativitas bermusik apalagi yang akan mereka hasilkan setelah ‘istirahat panjang’ ini. Well, so long Armada Racun? So long Melancholic Bitch? Pertanyaan yang jawabannya bisa dibilang ‘We’ll never know’, but I or we prefer ‘I don’t think so’, hopefully…

So Long Melancholic Bitch? So Long Armada Racun?

KERACUNAN INGATAN

| 13www.evenuemagz.com

Teks : Yogha Prasiddhamukti | Foto : Anom

Page 15: Evenue magazine #03

Teks : Yogha Prasiddhamukti | Foto : Anom

Rabu malam (27/7) lalu, Langgeng Art Foundation penuh dipadati kurang lebih 200 orang yang tidak mau melewatkan sebuah gigs yang bisa dikatakan bakal menjadi salah satu yang memorable dan berkesan bagi penikmat music independen di Yogyakarta. It will, because Brain Manufacture dan Pamityang2an qwerty radio, dibantu oleh Kongsi Jahat Syndicate, mengadakan sebuah “farewell party” named Keracunan Ingatan. Tiket pre-sale pun yang dijual panitia jauh-jauh hari sebelum acara ini dimulai pun benar-benar ludes terjual. Antusiasme positif orang-orang yang hadir malam itu terlihat begitu jelas tentu saja karena malam itu, dua band “ajib” dari Yogyakarta, Melancholic Bitch dan Armada Racun, is having their ‘last show’, dan mereka bakal memainkan sebuah full-set mereka masing-masing, sebelum dua band itu memutuskan untuk vakum dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan. Melancholic Bitch bakal “ditinggal” (lagi) oleh vokalis kharismatik mereka, Ugoran Prasad yang bakal menempuh performance study di Amsterdam dan Armada Racun yang untuk sementara ini bakalan fokus menggarap materi album kedua mereka.

Acara dimulai sekitar pukul 8 malam, cukup molor dari jadwal yang seharusnya, tetapi tetap gak mengurangi antusiasme para penonton yang hadir, walaupun terlihat masih pada duduk-duduk tenang. Armada Racun mendapat giliran memainkan set mereka duluan, ketika dentuman drum dari Somed mulai memenuhi venue, disusul suara double bass ajaib dan vocal berciri khas, yang dilantunkan oleh Freddy. “Lalat Betina” dari album La Peste mengawali setlist mereka malam itu. Berturut-turut, lagu “Kupu-kupu”, “Goodnews for Everybody”, “Mati Gaya”, “Beatiful Dream”, dan “I’m Small” dibawain untuk ngebangun sebuah aura red, rock, poison di venue. Kemudian Armada Racun sedikit menurunkan tempo dengan mencoba membawakan beberapa lagu mereka dengan format musik berbeda. Freddy terlihat asik bermain dengan gitar kopongnya ketika “Sad People Dance” dan “Train Song” dimainkan secara akustik. Kejutan pun diberikan oleh mereka ketika Richardus Ardita (Shoolinen/Individual Life) yang memainkan bass pada beberapa lagu itu.

Ada yang terlihat berbeda dari Armada Racun malam itu, karena personil asli mereka Nadya Hatta (keyboard) dan Dani (bass) tidak hadir malam itu, digantikan oleh wajah-wajah baru seperti Yudhistira dari Quasi yang menggantikan Nadya sebagai pemain keyboard. Agak mengagetkan ketika Freddy memperkenalkan Yudhistira sebagai keyboardis baru mereka menggantikan Nadya di konser perpisahan ini, dan Dani sebagai bassis dan “poisonist” mereka digantikan oleh Agib Tanjung (Alterego). Mungkin hal itu membuat aura red, rock, poison yang sudah melekat di band ini sedikit berkurang dan membuat penonton masih terlihat duduk-duduk manis, atau hanya saya saja yang ngerasain kekurangan itu? Well, pastinya malam itu Armada Racun tetap raw karena beberapa nomer-nomer favorit kayak “Drakula” “Boys Kissing Boys” dan “Tuan Rumah Tanpa Tanah” dimainkan dengan apik. Bahkan “Lies lies lies”, materi baru yang akan menjadi lagu di album baru mereka pun dibawain. Selain personel yang berbeda, Armada Racun juga mendapat tambahan “racun” malam itu. Seorang pemain saxophone bernama Moussadeq didaulat Freddy untuk menjadi bagian dari Armada Racun, karena menurut Freddy, album kedua mereka, setelah La Peste tentunya, akan membutuhkan tambahan beberapa instrument music yang akan menambah warna dan eksplorasi musik mereka. “Kami membutuhkan instrumen-instrumen baru sebagai tambahan untuk transisi dari La Peste ke album kedua kami” kata Freddy.

Sebagai penutup set mereka, sebuah hit anthemic, “Amerika” mereka bawakan dengan lugas dan sepeti biasa, penuh energi, walaupun menurut saya, kali ini, sedikit antikli-maks dan agak datar untuk ukuran sebuah perpisahan sementara band ini. Yang pasti, orang-orang masih penasaran bakalan seperti apa eksplorasi musik Armada Racun paska hiatus.

Panggung kemudian diambil alih oleh Melancholic Bitch. Ugoran Prasad, dengan sebatang rokok yang dia genggam, dan kemeja kotak-kotak, sangat berciri khas dengan gesture yang istilahnya “the one and only”, salah satu dari beberapa vokalis kharismatik di

scene musik independen di Yogyakarta, at least that’s what I think. Vokalis yang baru saja selesai menempuh studi di New York inipun memulai setlist Melan-cholic Bitch malam itu tanpa banyak bicara. Sepertinya penonton di venue sudah mulai gelisah dan semakin antusias ketika band ini mulai tampil, karena memang sudah satu tahun lebih penonton tidak disuguhi aksi kharismatik Melancholic Bitch di atas panggung.

“Departmental Deities and Other Verses” dari album Anamnesis pun dibawakan sebagai lagu pembuka set ‘canggih’ mereka malam itu. Kemudian berturut-turut “Bulan Madu”, “7 Hari Menuju Semesta”, “On Genealogy of Melancholia” dimainkan mengiringi monolog Ugo di setiap jeda lagu. Yap, Ugo malam ini memang terlihat sedikit bicara, tapi lebih menuturkan sebuah mono-log. And guess what? Silir Pujiwati, seorang pesinden didaulat Ugo untuk “mem-bantunya” membawakan lagu “Distopia” agar aura dan cengkok dangdut Pantura di lagu ini tetap kental. Indeed. Lagu ini seakan menjadi pemanasan untuk mengajak penonton berdiri dan bergoyang, karena ketika “Mars Penyembah Berhala” digeber setelahnya, penonton gak ragu-ragu lagi untuk mengangkat pantatnya, berdiri, serta ikut ber-singalong bersama Ugo. “Siapa yang membu-tuhkan imajinasi, jika kita sudah punya televisi, woohoo!!” sebuah lirik cerdas yang singalongable benar-benar membahana di LAF malam itu. Rasanya sih sulit menurut saya, untuk hanya berdiam diri saja mendengarkan lagu itu, apalagi jika udah ada bir di tangan. Moment seperti inilah yang bakal dirindukan mengingat Melancholic Bitch setelah ini vakum untuk waktu yang cukup lama.

“Off Her Love Letter” dan “Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa” yang kemudian dibawakan untuk sedikit menurunkan tensi, tentunya dibawakan bersama-sama dengan ‘partner duet’ Ugo yang ditunggu-tunggu, yap Lani ato Frau herself. Sebuah duet yang sangat manis antara Frau dan Melancholic Bitch malam itu, sangat memorable. Bahkan Lani yang saya temui seusai acara pun berujar “bakalan beda kalo Melbi vokalisnya bukan Mas Ugo. Beda gregetnya..karena emang dia udah punya karismanya sendiri” , tentang tanggapannya dia perihal vakumnya Ugo dan kepergian Ugo ke Amsterdam setelah ini untuk menempuh studi lagi.

Setelah kurang lebih satu jam tampil full-set, sebelum mengakhiri setlist mereka, Ugo pun bertanya pada penonton, lagu apa yang mereka inginkan untuk dibawakan oleh Melancholic Bitch malam itu, yang kemudian berujung pada encore dan sebuah kejutan yang mereka berikan apda penonton, karena Ari WVLV dari Soundboutique ikut bermain dengan piranti elektroniknya di panggung, bersama Melancholic Bitch membawakan “The Street”, “Kita adalah Batu” dan ditutup dengan “Noktah Pada Kerumunan”. Nuansa elektronik yang ekletik, perpaduan antara music dan attitude, serta gelak tawa dari Ugo dan Ari WVLV dan personil Melancholic Bitch lainnya serta penonton yang hadir di LAF malam itu seakan menjadi sebuah “racun” yang bakalan menjadi sebuah catatan yang cukup memorable dan pastinya “meracuni” ingatan semua orang yang hadir dan terlibat malam itu.

Dua band dengan live performance dan materi lagu yang nampol dan berkarakter, Armada Racun dan Melancholic Bitch, sepertinya bakal dirindukan banyak orang selama hiatus mereka, karena pastinya semua yang hadir malam itu akan penasaran kreativitas bermusik apalagi yang akan mereka hasilkan setelah ‘istirahat panjang’ ini. Well, so long Armada Racun? So long Melancholic Bitch? Pertanyaan yang jawabannya bisa dibilang ‘We’ll never know’, but I or we prefer ‘I don’t think so’, hopefully…

So Long Melancholic Bitch? So Long Armada Racun?

KERACUNAN INGATAN

| 13www.evenuemagz.com

Teks : Yogha Prasiddhamukti | Foto : Anom

Page 16: Evenue magazine #03

satu malam mereka bersama saya!By Nicodemus Freddy

Page 17: Evenue magazine #03

satu malam mereka bersama saya!By Nicodemus Freddy

Page 18: Evenue magazine #03

Tentu saja cerita ini tak akan pernah terjadi jika saja diawal tahun 1976, seorang Thurston Moore tidak pernah menendang pantatnya sendiri untuk hijrah ke New York city. Cerita juga akan menjadi lain jika saja seorang mahasiswa seni seperti Lee Ranaldo bukanlah merupakan seseorang penggemar berat dari sebuah band bernama Coachmen, sebuah band punk dimana Moore memulai karirnya sebagai oposan dari era new wave di masa yang akan datang selanjutnya. Persahabatan antara Moore dan Ranaldo adalah awal dari cerita ini selanjut-nya. “Sebentar saya hampir terlupa, untuk mengatakan ini!“ jika persahabatan ini tak pernah terjadi maka sudah pasti saya tak akan pernah bisa menikmati nomor-nomor seperti My friend Goo, Confussion Is Next, Kool Thing, Dirty Boots, dan lain-lain dari Ipod saya malam ini.

Sonic Youth, adalah sebuah persahabatan, band-band-nan, dan sebuah symbol counter culture dari budaya popular saat itu, yang berhasil melahirkan seorang bayi “gemuk“nya yang bernama New Wave. Sonic Youth, adalah seb uah kisah roman cinta, yang melahirkan noise eksperimen yang terencana antara sepasang kekasih Moore dan Gordon. Namun jika kamu seorang penggemar budaya entertainment show, dan kamu seorang pemuja kisah cinta antara Anang dan Ashanty di depan televisi setiap hari, maaf jika saya akan bilang, kamu JIJAY….. karena kisah cinta mereka ( Anang dan Ashanty ) JIJAY abissss…!!!

New York's Coloumns Gallery di bulan Juni 1981, ketika Kim Gordon dan kekasihnya Thurston Moore harus bermain di sebuah acara “Noise Festival“ mereka cukup dibuat kaget dan terheran-heran melihat penampilan Lee Ranaldo (sahabat mereka) dengan kelompok musiknya. Reaksi inilah yang kemudian mendorong mereka menawarkan Ranaldo untuk bergabung dalam projek mereka yang bernama Sonic Youth. Entah terlalu banyak alkohol atau memang rasa persaudaraan yang sebelumnya sudah terjalin diantara mereka, Ranaldo pun mengiyakan tawaran tersebut. Maka kinilah Sonic Youth, bertiga tanpa pemain drum yang tetap, dan bahkan bahkan tak jarang mereka harus rela saling bergantian memukul drum antara lagu di gig-gig selanjutnya.

Jika saja di era dunia musik sebelumnya Mr. J. Page dari Led Zeppelin telah menawarkan gelombang feedback elektroniknya dan alat gesek viola untuk menghasilkan suara yang berbeda secara manual (seperti dalam lagu Whole Lotta Love) sebagai sebuah eksperimental noise pada band Heavy Metalnya, Duo gitar Moore dan Ranaldo menawarkan konsep sound noise kasar yang lebih luas dan kompleks, metode Tunning yang tak lazim pada string-string gitar mereka, penggunaan alat alat, seperti sticks drum untuk menggesek dan menghasilkan suara gitar mereka telah melahirkan sound yang sangat radikal. Suara gitar seperti dilahirkan dari sebuah produk gitar murah, namun menghasilkan energi yang dalam ini hampir mengingatkan saya pada musikalitas Lou Reed tapi jelas ini lebih kasar dan radikal, atau mengingatkan pada Brigitte Foun-taine (solois wanita dari Perancis), andai saja musikalitas dia (Fountaine) masih tetap konsekuen sampai sekarang. Karakter suara pada vocal dari Moore membawa saya ke sebuah era Lou Reed muda, datar dan unik seperti yang saya dengar dalam lagu “Schizophrenia“ malam ini. Dan jika kita masih ingat Patti Smith si pelantun “Rock n Roll Nigger“ bernyanyi, disitulah karakter suara vocal Kim Gordon saya sejajarkan. “….Outside of society…..they’re waiting for me….”, yang jelas antara Kim Gordon dan Patti Smith bukanlah seorang para karakter “Diva“ atau Duo Maya, yang fotonya biasa jadi bagian bonus poster di bagian tengah majalah pria dewasa.

“Are you going liberate Us girls from male, white, corporate oppression?”, seperti bergumam Gordon bertanya di balut ritme bass dan drum yang monoton. Di sebelah kanan dan kiri Kim Gordon, Moore dan Ranaldo seperti mempunyai ruang pribadi tersendiri untuk berpesta pora, dan baik Moore dan Ranaldo mereka memang merayakan sebuah pesta dalam kebisingan yang terencanakan dengan sempurna, itulah performance mereka dari masa ke masa, dan dari pesta ke pesta. Lirik yang “cerdas“, keunikan karakter vocal dan kemampuan mereka untuk menerjemahkan metode eksperimen sound yang memang telah menghasilkan karakter-karakter suara musik yang tak lazim dan radikal, cukup menjadi modal mereka untuk menjadi salah satu icon atas pergerakan DIY dan musik No Wave sebagai symbol perlawanan atas budaya pasar era New Wave di Negara asal mereka.

"Sonic Youth, adalah sebuah persahabatan, band-band-nan, dan

sebuah simbol counter culture dari budaya

popular"

Page 19: Evenue magazine #03

Tentu saja cerita ini tak akan pernah terjadi jika saja diawal tahun 1976, seorang Thurston Moore tidak pernah menendang pantatnya sendiri untuk hijrah ke New York city. Cerita juga akan menjadi lain jika saja seorang mahasiswa seni seperti Lee Ranaldo bukanlah merupakan seseorang penggemar berat dari sebuah band bernama Coachmen, sebuah band punk dimana Moore memulai karirnya sebagai oposan dari era new wave di masa yang akan datang selanjutnya. Persahabatan antara Moore dan Ranaldo adalah awal dari cerita ini selanjut-nya. “Sebentar saya hampir terlupa, untuk mengatakan ini!“ jika persahabatan ini tak pernah terjadi maka sudah pasti saya tak akan pernah bisa menikmati nomor-nomor seperti My friend Goo, Confussion Is Next, Kool Thing, Dirty Boots, dan lain-lain dari Ipod saya malam ini.

Sonic Youth, adalah sebuah persahabatan, band-band-nan, dan sebuah symbol counter culture dari budaya popular saat itu, yang berhasil melahirkan seorang bayi “gemuk“nya yang bernama New Wave. Sonic Youth, adalah seb uah kisah roman cinta, yang melahirkan noise eksperimen yang terencana antara sepasang kekasih Moore dan Gordon. Namun jika kamu seorang penggemar budaya entertainment show, dan kamu seorang pemuja kisah cinta antara Anang dan Ashanty di depan televisi setiap hari, maaf jika saya akan bilang, kamu JIJAY….. karena kisah cinta mereka ( Anang dan Ashanty ) JIJAY abissss…!!!

New York's Coloumns Gallery di bulan Juni 1981, ketika Kim Gordon dan kekasihnya Thurston Moore harus bermain di sebuah acara “Noise Festival“ mereka cukup dibuat kaget dan terheran-heran melihat penampilan Lee Ranaldo (sahabat mereka) dengan kelompok musiknya. Reaksi inilah yang kemudian mendorong mereka menawarkan Ranaldo untuk bergabung dalam projek mereka yang bernama Sonic Youth. Entah terlalu banyak alkohol atau memang rasa persaudaraan yang sebelumnya sudah terjalin diantara mereka, Ranaldo pun mengiyakan tawaran tersebut. Maka kinilah Sonic Youth, bertiga tanpa pemain drum yang tetap, dan bahkan bahkan tak jarang mereka harus rela saling bergantian memukul drum antara lagu di gig-gig selanjutnya.

Jika saja di era dunia musik sebelumnya Mr. J. Page dari Led Zeppelin telah menawarkan gelombang feedback elektroniknya dan alat gesek viola untuk menghasilkan suara yang berbeda secara manual (seperti dalam lagu Whole Lotta Love) sebagai sebuah eksperimental noise pada band Heavy Metalnya, Duo gitar Moore dan Ranaldo menawarkan konsep sound noise kasar yang lebih luas dan kompleks, metode Tunning yang tak lazim pada string-string gitar mereka, penggunaan alat alat, seperti sticks drum untuk menggesek dan menghasilkan suara gitar mereka telah melahirkan sound yang sangat radikal. Suara gitar seperti dilahirkan dari sebuah produk gitar murah, namun menghasilkan energi yang dalam ini hampir mengingatkan saya pada musikalitas Lou Reed tapi jelas ini lebih kasar dan radikal, atau mengingatkan pada Brigitte Foun-taine (solois wanita dari Perancis), andai saja musikalitas dia (Fountaine) masih tetap konsekuen sampai sekarang. Karakter suara pada vocal dari Moore membawa saya ke sebuah era Lou Reed muda, datar dan unik seperti yang saya dengar dalam lagu “Schizophrenia“ malam ini. Dan jika kita masih ingat Patti Smith si pelantun “Rock n Roll Nigger“ bernyanyi, disitulah karakter suara vocal Kim Gordon saya sejajarkan. “….Outside of society…..they’re waiting for me….”, yang jelas antara Kim Gordon dan Patti Smith bukanlah seorang para karakter “Diva“ atau Duo Maya, yang fotonya biasa jadi bagian bonus poster di bagian tengah majalah pria dewasa.

“Are you going liberate Us girls from male, white, corporate oppression?”, seperti bergumam Gordon bertanya di balut ritme bass dan drum yang monoton. Di sebelah kanan dan kiri Kim Gordon, Moore dan Ranaldo seperti mempunyai ruang pribadi tersendiri untuk berpesta pora, dan baik Moore dan Ranaldo mereka memang merayakan sebuah pesta dalam kebisingan yang terencanakan dengan sempurna, itulah performance mereka dari masa ke masa, dan dari pesta ke pesta. Lirik yang “cerdas“, keunikan karakter vocal dan kemampuan mereka untuk menerjemahkan metode eksperimen sound yang memang telah menghasilkan karakter-karakter suara musik yang tak lazim dan radikal, cukup menjadi modal mereka untuk menjadi salah satu icon atas pergerakan DIY dan musik No Wave sebagai symbol perlawanan atas budaya pasar era New Wave di Negara asal mereka.

"Sonic Youth, adalah sebuah persahabatan, band-band-nan, dan

sebuah simbol counter culture dari budaya

popular"

Page 20: Evenue magazine #03

Tak hanya sampai di situ sebagai icon No Wave art dan musik, artwork yang mereka hasilkan pun mampu melibas dunia fahion label saat itu dan hingga kini. Cover album Goo misalnya telah di cetak berulang-ulang dan dari masa ke masa oleh para label fashion dunia. “…dan jangan kaget jika suatu hari kamu berkenalan dengan seseorang yang terlihat cool“ dengan kaos bergam-bar cover album Goo tapi saat kamu tanyakan :…what your favorite song of Sonic Youth ?...dan dia menjawab : ….aku belum pernah dengar mereka, tapi aku suka aja designnya, tapi aku aku hafal semua lagu Blink 182 lho (sambil sok tetep cool)……..”

Persahabatan, musik dan eksistensi mereka telah menjadi referensi yang multi perspektif : grafis, propaganda, tema lirik, dan musikal mereka telah memberi pengaruh besar di kemudian hari, terbentang sampai ke barat hingga timur jauh. Hal ini juga di dukung ketika era dimana Sonic Youth bergabung kontrak dengan sebuah major label saat itu, DGC (1990 – 1999). Dimana salah satunya telah melahirkan album Goo. Sebuah band di Skotlandia bahkan dengan nekat pernah memasukkan artwork Sonic Youth di dalam artwork packaging album mereka. Banyak band yang juga terjebak mencomot dengan lahapnya musikal dan performance mereka hingga ke titik yang saya namai “mirip“, hingga ke tema-tema lagu, gaya bertutur, dan artwork mereka, mirip. Maka saya harus bilang bahwa dunia kita adalah sebuah mesin Fotocopy terbesar yang semakin pandai men-xerox tanpa malu-malu, dan detil.

Buat saya Sonic Youth adalah sebuah pergerakan terlepas secara visual mereka adalah sebuah band dan sekelompok pelantun lagu. Seperti sebuah Ost. Yang abadi buat saya setiap detil lagu mereka. Di saat bass Kim Gordon di mainkan dan melahirkan suara distorsi yang rendah di intro lagu My Friend Goo“…..sepertinya tubuh saya mencair, terhisap ke bawah dan berubah menjadi sebuah sepasang sepatu “converse merah“, yang terdiam di sebuah trotoar, di tengah lalu lalang

ribuan manusia yang bernama “kota“. Lalu seperti telah bersepakat sepatu “converse merah“ yang sebelah kiri itu memulai melangkah bersamaan dengan Steve Shelley memukul drum setnya dalam lagu, setiap beat adalah langkah, kanan kiri kanan kiri, terus melangkah dalam beat yang terpukul monoton. Sepasang “converse merah“ jelmaanku itu terus berjalan menerobos dihiruk pikuknya kota yang acuh dan abu-abu. Setelah 1 menit 32 detik berjalan, saya sang sepatu “converse merah“ berhenti, dari dua mata saya yang terletak di ujung sepatu, saya melihat manusia-manusia dikanan dan kiri dan mereka sangat tinggi, gedung-gedung yang dingin, abu-abu, besar dan tinggi, dan sepatu-sepatu kulit dan Prada dikanan kiri saya. Tiba-tiba dunia seperti berputar, pandangan saya berputar dan susah sekali untuk bias fokus, bersamaan dengan itu Moore dan Ranaldo secara bergantian menghunjami bass Gordon dan drum Shelley dengan repetitif distorsi-distorsi yang tak lazim dan menghasilkan riff panjang yang kasar. Hingga diakhir lagu, tubuh saya tertarik ke atas kembali dan……GOO !!!.....” , saya tersentak dan tepat di hadapan saya adalah wajah kekasih saya yang membangunkanku dari apa yang di sebut ketiduran, dan ini sudah pagi.

Saya ternyata sedang duduk dan tertidur di ruang belakang rumah saya di sebuah meja dekat dapur, dengan serakan-serakan kertas artikel yang baru saya tulis ini, kopi yang telah mendin-gin, rokok yang kesepian di bibir asbak, lalu terbakar habis sendiri. Lalu ….”Apakah kamu sudah selesai menulis artikel Sonic Youth mu itu sayang?“ Tanya kekasihku kepada saya. “kayaknya udah deh….yah ini sudah selesai“ jawabku.

“Persahabatan, musik dan eksistensi mereka telah menjadi refer-ensi yang multi pers-

pektif”

| 19www.evenuemagz.com

Page 21: Evenue magazine #03

Tak hanya sampai di situ sebagai icon No Wave art dan musik, artwork yang mereka hasilkan pun mampu melibas dunia fahion label saat itu dan hingga kini. Cover album Goo misalnya telah di cetak berulang-ulang dan dari masa ke masa oleh para label fashion dunia. “…dan jangan kaget jika suatu hari kamu berkenalan dengan seseorang yang terlihat cool“ dengan kaos bergam-bar cover album Goo tapi saat kamu tanyakan :…what your favorite song of Sonic Youth ?...dan dia menjawab : ….aku belum pernah dengar mereka, tapi aku suka aja designnya, tapi aku aku hafal semua lagu Blink 182 lho (sambil sok tetep cool)……..”

Persahabatan, musik dan eksistensi mereka telah menjadi referensi yang multi perspektif : grafis, propaganda, tema lirik, dan musikal mereka telah memberi pengaruh besar di kemudian hari, terbentang sampai ke barat hingga timur jauh. Hal ini juga di dukung ketika era dimana Sonic Youth bergabung kontrak dengan sebuah major label saat itu, DGC (1990 – 1999). Dimana salah satunya telah melahirkan album Goo. Sebuah band di Skotlandia bahkan dengan nekat pernah memasukkan artwork Sonic Youth di dalam artwork packaging album mereka. Banyak band yang juga terjebak mencomot dengan lahapnya musikal dan performance mereka hingga ke titik yang saya namai “mirip“, hingga ke tema-tema lagu, gaya bertutur, dan artwork mereka, mirip. Maka saya harus bilang bahwa dunia kita adalah sebuah mesin Fotocopy terbesar yang semakin pandai men-xerox tanpa malu-malu, dan detil.

Buat saya Sonic Youth adalah sebuah pergerakan terlepas secara visual mereka adalah sebuah band dan sekelompok pelantun lagu. Seperti sebuah Ost. Yang abadi buat saya setiap detil lagu mereka. Di saat bass Kim Gordon di mainkan dan melahirkan suara distorsi yang rendah di intro lagu My Friend Goo“…..sepertinya tubuh saya mencair, terhisap ke bawah dan berubah menjadi sebuah sepasang sepatu “converse merah“, yang terdiam di sebuah trotoar, di tengah lalu lalang

ribuan manusia yang bernama “kota“. Lalu seperti telah bersepakat sepatu “converse merah“ yang sebelah kiri itu memulai melangkah bersamaan dengan Steve Shelley memukul drum setnya dalam lagu, setiap beat adalah langkah, kanan kiri kanan kiri, terus melangkah dalam beat yang terpukul monoton. Sepasang “converse merah“ jelmaanku itu terus berjalan menerobos dihiruk pikuknya kota yang acuh dan abu-abu. Setelah 1 menit 32 detik berjalan, saya sang sepatu “converse merah“ berhenti, dari dua mata saya yang terletak di ujung sepatu, saya melihat manusia-manusia dikanan dan kiri dan mereka sangat tinggi, gedung-gedung yang dingin, abu-abu, besar dan tinggi, dan sepatu-sepatu kulit dan Prada dikanan kiri saya. Tiba-tiba dunia seperti berputar, pandangan saya berputar dan susah sekali untuk bias fokus, bersamaan dengan itu Moore dan Ranaldo secara bergantian menghunjami bass Gordon dan drum Shelley dengan repetitif distorsi-distorsi yang tak lazim dan menghasilkan riff panjang yang kasar. Hingga diakhir lagu, tubuh saya tertarik ke atas kembali dan……GOO !!!.....” , saya tersentak dan tepat di hadapan saya adalah wajah kekasih saya yang membangunkanku dari apa yang di sebut ketiduran, dan ini sudah pagi.

Saya ternyata sedang duduk dan tertidur di ruang belakang rumah saya di sebuah meja dekat dapur, dengan serakan-serakan kertas artikel yang baru saya tulis ini, kopi yang telah mendin-gin, rokok yang kesepian di bibir asbak, lalu terbakar habis sendiri. Lalu ….”Apakah kamu sudah selesai menulis artikel Sonic Youth mu itu sayang?“ Tanya kekasihku kepada saya. “kayaknya udah deh….yah ini sudah selesai“ jawabku.

“Persahabatan, musik dan eksistensi mereka telah menjadi refer-ensi yang multi pers-

pektif”

| 19www.evenuemagz.com

Page 22: Evenue magazine #03

Bayu Aji

Prakoso

Inilah studio album ketiga setelah Hidden World (2006) dan The Chemistry of Common life (2008), 5 album bertajuk Zodiak, puluhan EP, mixtape dan split album mereka. Seperti biasanya, band Hardcore Punk yang berasal dari Kanada memiliki komposisi dan aransemen yang unik.

Yang saya tangkap, dalam album David Comes To Life ini mereka bercerita tentang pekerja pabrik bernama David Eliade yang jatuh cinta dengan wanita bernama Veronica Boisson. Mereka bersekongkol untuk membuat sebuah bom untuk bunuh diri bersama-sama untuk suatu kehancuran dan sebuah penebusan. Cerita ini dipisah menjadi empat bagian, dengan fokus naratif yang bergeser dari adegan ke adegan. Cerita yang menarik bila kamu mendalaminya, atau kamu juga bisa duduk dan mendengarkan lagu-lagu mereka membakar telingamu.

Karakter vokal Father Damian tidak berubah sedikitpun, hanya menurut saya lagu-lagu di album ini terdengar sedikit lebih catchy daripada album-album sebelumnya. Bagi kamu yang belum pernah mendengarkan mereka, saya sarankan untuk mendengarkan album Hidden World terlebih dahulu. Itu adalah representasi yang baik untuk menggambarkan bagaimana menyenangkan musik mereka. Akhir kata, album ini adalah suatu wujud kerja keras dan komitmen sebuah band yang bekerja tanpa keterbatasan.

Fucked Up - David Comes To Life

Saya tahu band ini setelah share dengan teman dan berbagi referensi dalam sebuah chat. Kalian tau Vivian Girls kan? Setelah Katy Goodman, bikin proyek solo La Sera, kali ini Cassey Ramone juga bikin proyekan lain. Kali ini Cassey kerjasama bareng bassis Woods, Kevin Morby. Udah kebayang kan seperti apa, mereka merekam semua materi album hanya di sebuah garasi belakang rumah. Sound yang dihasilkan juga cukup mentah, tapi tetap enak didengar. Sementara lirik lagunya juga sangat ringan.

Total ada 10 lagu di album ini. Pada lagu Breakin The Law, mereka bercerita tentang sepasang penjahat yang sedang berbulan madu. Favorit rack saya adalah Meet Me In The City, komposisi suara Cassey dan Kevin sangat serasi disini. Saya melihat ini adalah debut album yang sangat bagus, dan syarat kan potensial untuk kedepannya. Menurut saya Cassey juga bernyanyi lebih baik disini daripada di Vivian Girls.

The Babies - Self Titled

ALBUM REVIEW

Page 23: Evenue magazine #03

Uma Gumma

"Heres A little Somethin for ya, Hot Sauce Committee Part Two from Beastie Boys.. Make some noise..!!". Nonstop Disco Powerpack yang berisi 16 track Hiphop yang tetep Oldskul dan pastinya Crazy Ass Shit banget. Dedek: Nonstop apa oldskul sih? jadi binun dwegh, yang bener yang mana? Nonstop tu brati konsepnya kek disco koplo itu eaaa?xixixixiKakak: Bukannnn, nonstop disco powerpack tu salah satu judul lagunya, nah trus musiknya overall masih oldskul kek album-album mereka yang dulu, gituuu....Dedek : Wah, keren ya oldskul, aku suka yang oldskul-oldskulan, aku follow mereka ahhKakak : Tampangku juga oldskul loh, kok aku ga difollow, padahal kan aku uda follow dedek?Dedek : ya udah ntar aku follbek kakak deh #rempong. Begitulah sepenggal kisah dedek dan kakak yang setelah ngobrolin album ini kemudian saling berbalas mensyen trus akhirnya jadian, so easy kan #bukanpengalamanpribadi. So, bagi tuips yang lagi jomblo, udah follow gebetan tp belum di follbek, buruan dengerin album ini, pasti sepiknya lancar, trus difollbek, trus mensyen-mensyenan, trus de'em-de'eman, trus pacaran, trus ga jomblo lagi dwegh #teori #niscaya.

Beastie Boys I Hot Sauce Committee Part II | 2011

Kalo liat kondisi udara malam yang akhir-akhir ini sangat richard (asrof aka dingin), album Hanna dari Chemical Brothers ini bisa membantu menghangatkan elo gue #end semua dari serangan udara richard karena album ini berisi 20 track yang totally warm. Bisa dibilang kaleum tapi tegas, ato dewasa tapi gaul, ato juga cuek tapi rapi, ato malah tempramen tapi lembut, yang pasti semua tracknya sip-sip #beud. Dedek : Hah! 20 lagu satu album? apa ga bosen tuh dengernya?Kakak : Bocen? enggak dong, kan ini soundtrack film, jadi kalo udah nonton filmnya pasti ga bosen dengerin albumnyaDedek : Ooww ini tuh album soundtrack film toh? film apa c kak? Kakak : Judul filmnya Hanna, filmnya juga keren loh sama kek album soundtracknya.Dedek : Wahh, jadi pengin nonton filmnya juga, tapi cari filmnya dimana eaaaaa?pasti susah deh *sigh IKakak : Jangan sigh gitu donk, sa ada kok filmnya, ini sa bawa, mau?Dedek : Mauuu dong kakkk, boleh dipinjem kan?Kakak: Uhm, boleh sih, tapi kan sa blum tau dedek, nama dedek aja sa ga tauDedek: Kalo gitu kita kenalan dulu yuk, nama sa Very, nama kaka siapa?Kaka: Sa Anom :)))), nih filmnya *nyodorin film HannaDedek : Asikkk, thanx eaa ka anom :))))). #mohonmaafbilaadakesamaannamadankejadian.Jadi selain musiknya yang oke, album ini juga bisa jadi jurus jitu buat kenalan sama dedek-dedek kek cerita kaka Anom dan dedek Very di atas, asik kan?

The Chemical Brothers I Ost. Hanna I 2011

| 21www.evenuemagz.com

Page 24: Evenue magazine #03

KILLTHEDJ

Halo, gimana kabarmu? Biasa, capek ngurus visa ke Australia & Amerika ditengah jadwal manggung yang padat.

Kenapa harus pake nama Kill The DJ?Itu nama sejak 1998 ketika saya masih bekerja sebagai musisi elektronik. jika DJ is a God, I would like to kill the God then.

Kenapa memilih rap? Senang saja, bisa story telling.

Kapan pertama kali kamu tertarik dengan rap? Sejak G-Tribe membuat rap berbahasa jawa.

Kenapa harus nge-rap pake bahasa jawa? Rap itu berkata-kata, jujur, dan apa adanya. untuk itu bahasa ibu adalah bahasa yg paling nyaman.

Rap identik dengan provokatif, dan provokatif nggak cocok dengan budaya jawa yang terkenal santun, gimana menurutmu?

Nggak pernah mikirin tentang hal ini.

Kelihatannya kamu pengen ngegabungin budaya yang bersebrangan antara budaya kesantunan jawa dengan budaya keras dan provokatif ala rap? Apakah itu sudah berhasil?

Ini hanyalah proses menjadi yang sangat natural dan jujur tanpa tendensi kontemporer, targetnya adalah menikmati apa yang saya kerjakan.

Apa kamu juga pengen ngebuka bahwa ada sisi budaya jawa yang lain selain kesantunan itu sendiri?

Well, jawa adalah semangat sinkretisme, bagaimana kita menerima dan memberi. itu spirit nenek moyang.

Pernahkah kamu diancam ato diteror gara-gara kamu seorang rapper? Nggak pernah, atau nggak merasa.

Kemaren katanya kamu kena bacok tu gimana critanya? Buka saja di killtheblog.com.

Bagaimana critanya kamu bisa membuat Hiphop Diningrat itu? Sederhana saja, itu resiko alami dari ketekunan mendokumentasikan segala apa yang telah dikerjakan

Apakah kamu dari dulu sengaja mendokumentasikan kegiatanmu untuk dibuat film? Ato hanya kebetulan dokumentasinya banyak trus dibuat film?

Mendokumentasikan apa saja yg sudah saya kerjakan adalah hobby. Tapi dibutuhkan energi untuk bisa melakukannya dan membuatnya menjadi arsip rapi. Film hanyalah resiko, atau kemungkinan, dari ketekunan itu.

Motivasimu membuat dokumenter ini apa? Pertama, Hiphopdiningrat mencatat sebuah perjalanan panjang tentang hip hop jawa. kedua, film ini akan menjadi juru bicara paling efektif untuk menjelaskan siapa Jogja Hip Hop Foundation sesungguhnya.

Seorang rapper terkenal karena caci makinya, apa kamu pernah menyesal ato gak enak dengan apa yang kamu nyanyikan? Itulah salah satu fungsi kesenian, sebagai kontrol sosial.

Siapa ato apa inspirasi terbesarmu sampai saat ini? Lingkungan sosial.

Hal gila apa yang pernah kamu lakuin? Setiap hari saya gila.

Apakah ada kepengenan berkolaborasi? dengan siapa? Berjalan natural saja, nggak perlu dipikirkan.

Siapa musisi jogja yang paling kamu rekomendasiin?Semua musisi jogja yang berkualitas dan peduli dengan jogja pantas direkomendasikan.

Obsesimu yang belum kamu capai? Lagi bangun rumah bersama istri, tertunda karena sama-sama sibuk.

Apa project selanjutnya yang akan kamu lakuin? Rahasia

KILLTHEDJ

INTERVIEW

| 23www.evenuemagz.com

Page 25: Evenue magazine #03

KILLTHEDJ

Halo, gimana kabarmu? Biasa, capek ngurus visa ke Australia & Amerika ditengah jadwal manggung yang padat.

Kenapa harus pake nama Kill The DJ?Itu nama sejak 1998 ketika saya masih bekerja sebagai musisi elektronik. jika DJ is a God, I would like to kill the God then.

Kenapa memilih rap? Senang saja, bisa story telling.

Kapan pertama kali kamu tertarik dengan rap? Sejak G-Tribe membuat rap berbahasa jawa.

Kenapa harus nge-rap pake bahasa jawa? Rap itu berkata-kata, jujur, dan apa adanya. untuk itu bahasa ibu adalah bahasa yg paling nyaman.

Rap identik dengan provokatif, dan provokatif nggak cocok dengan budaya jawa yang terkenal santun, gimana menurutmu?

Nggak pernah mikirin tentang hal ini.

Kelihatannya kamu pengen ngegabungin budaya yang bersebrangan antara budaya kesantunan jawa dengan budaya keras dan provokatif ala rap? Apakah itu sudah berhasil?

Ini hanyalah proses menjadi yang sangat natural dan jujur tanpa tendensi kontemporer, targetnya adalah menikmati apa yang saya kerjakan.

Apa kamu juga pengen ngebuka bahwa ada sisi budaya jawa yang lain selain kesantunan itu sendiri?

Well, jawa adalah semangat sinkretisme, bagaimana kita menerima dan memberi. itu spirit nenek moyang.

Pernahkah kamu diancam ato diteror gara-gara kamu seorang rapper? Nggak pernah, atau nggak merasa.

Kemaren katanya kamu kena bacok tu gimana critanya? Buka saja di killtheblog.com.

Bagaimana critanya kamu bisa membuat Hiphop Diningrat itu? Sederhana saja, itu resiko alami dari ketekunan mendokumentasikan segala apa yang telah dikerjakan

Apakah kamu dari dulu sengaja mendokumentasikan kegiatanmu untuk dibuat film? Ato hanya kebetulan dokumentasinya banyak trus dibuat film?

Mendokumentasikan apa saja yg sudah saya kerjakan adalah hobby. Tapi dibutuhkan energi untuk bisa melakukannya dan membuatnya menjadi arsip rapi. Film hanyalah resiko, atau kemungkinan, dari ketekunan itu.

Motivasimu membuat dokumenter ini apa? Pertama, Hiphopdiningrat mencatat sebuah perjalanan panjang tentang hip hop jawa. kedua, film ini akan menjadi juru bicara paling efektif untuk menjelaskan siapa Jogja Hip Hop Foundation sesungguhnya.

Seorang rapper terkenal karena caci makinya, apa kamu pernah menyesal ato gak enak dengan apa yang kamu nyanyikan? Itulah salah satu fungsi kesenian, sebagai kontrol sosial.

Siapa ato apa inspirasi terbesarmu sampai saat ini? Lingkungan sosial.

Hal gila apa yang pernah kamu lakuin? Setiap hari saya gila.

Apakah ada kepengenan berkolaborasi? dengan siapa? Berjalan natural saja, nggak perlu dipikirkan.

Siapa musisi jogja yang paling kamu rekomendasiin?Semua musisi jogja yang berkualitas dan peduli dengan jogja pantas direkomendasikan.

Obsesimu yang belum kamu capai? Lagi bangun rumah bersama istri, tertunda karena sama-sama sibuk.

Apa project selanjutnya yang akan kamu lakuin? Rahasia

KILLTHEDJ

INTERVIEW

| 23www.evenuemagz.com

Page 26: Evenue magazine #03

“Work Together To Open New Opportunities”

OPEN APPAREL VELOCITY" It must be remembered that there is nothing more difficult to plan, more doubtful of suc-

cess, nor more dangerous to management than the creation of new system" -Machiavelli

This project tries to open new opportunities for the fashion industry in Indonesia, or more broadly. Using a DIY [Do It Yourself], DIWO [Do It with Other Culture] and generic methods. Initiated by

HONF and cooperate with DISTRO (distribution outlet-DIY shop/clothing line ) they develop ideas and creativities, so it can compete in local and international markets, developing secondary

industries, increase employment opportunities and open new possibilities.Using internet as one of the tools and medium for the project, this project try to combine tradi-

tional way of selling and open online collaboration.This project will show a grass roots movement, but it is hope could bring a big impact for the

industry, the practitioners and for the art it self.

http:\\wiki.openapparel. natural-fiber.com

Supported by :

Photos. Ratna Djuwita | Hilzam Hamdani | AnomTalent. Tatiana Karl, Irene Agrivine, Paussy Drama, Robert Nelk

Style. Ratna DjuwitaLoc. Paris, France

Wardrobe. Starcross, 308, Blackstar, Nichers, Selfish

FASHION SPREAD

Page 27: Evenue magazine #03

“Work Together To Open New Opportunities”

OPEN APPAREL VELOCITY" It must be remembered that there is nothing more difficult to plan, more doubtful of suc-

cess, nor more dangerous to management than the creation of new system" -Machiavelli

This project tries to open new opportunities for the fashion industry in Indonesia, or more broadly. Using a DIY [Do It Yourself], DIWO [Do It with Other Culture] and generic methods. Initiated by

HONF and cooperate with DISTRO (distribution outlet-DIY shop/clothing line ) they develop ideas and creativities, so it can compete in local and international markets, developing secondary

industries, increase employment opportunities and open new possibilities.Using internet as one of the tools and medium for the project, this project try to combine tradi-

tional way of selling and open online collaboration.This project will show a grass roots movement, but it is hope could bring a big impact for the

industry, the practitioners and for the art it self.

http:\\wiki.openapparel. natural-fiber.com

Supported by :

Photos. Ratna Djuwita | Hilzam Hamdani | AnomTalent. Tatiana Karl, Irene Agrivine, Paussy Drama, Robert Nelk

Style. Ratna DjuwitaLoc. Paris, France

Wardrobe. Starcross, 308, Blackstar, Nichers, Selfish

FASHION SPREAD

Page 28: Evenue magazine #03

Talent : Tatiana Karl | Location : Paris - France | Wardrobe : Starcross

Page 29: Evenue magazine #03

Talent : Tatiana Karl | Location : Paris - France | Wardrobe : Starcross

Page 30: Evenue magazine #03

Talent : Tatiana Karl | Location : Paris - France | Wardrobe : Starcross

Page 31: Evenue magazine #03

Talent : Tatiana Karl | Location : Paris - France | Wardrobe : Starcross

Page 32: Evenue magazine #03

Talent : Pausy Drama | Location : Paris - France | Wardrobe : Blackstar

Page 33: Evenue magazine #03

Talent : Pausy Drama | Location : Paris - France | Wardrobe : Blackstar

Page 34: Evenue magazine #03

Talent : Pausy Drama | Location : Paris - France | Wardrobe : Blackstar

Page 35: Evenue magazine #03

Talent : Pausy Drama | Location : Paris - France | Wardrobe : Blackstar

Page 36: Evenue magazine #03

Talent : Pausy Drama | Location : Paris - France | Wardrobe : Blackstar

Page 37: Evenue magazine #03

Talent : Pausy Drama | Location : Paris - France | Wardrobe : Blackstar

Page 38: Evenue magazine #03

Talent : Irene Agrivina | Location : Père Lachaise Cemestry, Paris - France | Wardrobe : Sel�sh

Page 39: Evenue magazine #03

Talent : Irene Agrivina | Location : Père Lachaise Cemestry, Paris - France | Wardrobe : Sel�sh

Page 40: Evenue magazine #03

Talent : Irene Agrivina | Location : Père Lachaise Cemestry, Paris - France | Wardrobe : Sel�sh

Page 41: Evenue magazine #03

Talent : Irene Agrivina | Location : Père Lachaise Cemestry, Paris - France | Wardrobe : Sel�sh

Page 42: Evenue magazine #03

Talent : Robert Nelk | Location : HONFabLab | Wardrobe : 308

Page 43: Evenue magazine #03

Talent : Robert Nelk | Location : HONFabLab | Wardrobe : 308

Page 44: Evenue magazine #03

Talent : Robert Nelk | Location : HONFabLab | Wardrobe : 308

Page 45: Evenue magazine #03

Talent : Robert Nelk | Location : HONFabLab | Wardrobe : 308

Page 46: Evenue magazine #03

Talent : Piere | Location : Paris - France | Wardrobe : 308

Page 47: Evenue magazine #03

Talent : Piere | Location : Paris - France | Wardrobe : Nichers

Page 48: Evenue magazine #03

Kamera dengan lensa terpisah? why not hehe. Konsep dari kamera ini memang bener-bener mantap dan out off mind bener, gimana engga? dengan angle yang paling ekstrim sekalipun pun foto bisa dibuat, karena kamera dan lensa bisa bener-bener terpisah jadi kita tinggal mengarahkan lensanya saja sesuai dengan angle dan objek yang kita mau dan tentunya dengan live view pada display alias ga perlu kita ngintip di viewfinder. kalo ditanya masalah jarak maksimal antara lensa dengan body kamera saat dilepas sendiri ga begitu jelas karna juga menurut keterangan yang ada belum begitu jelas.

WVILLagi maraknya macem-macem bentuk sepeda, mungkin sepeda yang satu ini cukup bisa menginspirasi. Walaupun belum di produksi secara massal tapi cukup menarik juga konsepnya. Konsep sepeda ini dibuat oleh Taegue yang menonjolkan aspek minimalis dan juga memanfaat ruang-ruang yang ada dalam sepeda itu sendiri sehingga memiliki fungsi, mulai dari handlebars yang terdapat tombol yang mampu mengatur nyala lampu sinyal pada ujung kanan dan kiri handlebars sekaligus nyala pada bagian tengah frame, dan tentunya disaat gelap menjadi lebih terang. pada bagian pedal terdapat keunikan yaitu ada penyeimbang yang memungkinkan toe clip pada pedal selalu berada diatas, jadi ga perlu repot buat muter posisi pedal, yupp kita tunggu aja realisasinya.

PULSE

Land Peel merupakan sebuah produk furnitur yang mempunyai konsep minimalis, efisien, dan praktis. produk merupakan hasil karya dari japanese industrial design student Shin Yamashita di Kyoto Institute of Technology. Land Peel ini berbentuk dasar sebuah hampir menyerupai matras yang terdiri dari tiga bagian persegi panjang dan mampu dilipat-lipat. Bukan matras sembarang matras, Land Peel ini mampu sedikit bertransformasi dengan cara melipat beberapa bagian dan bimsalabim!! muncullah meja dan tempat sandaran kursi yang lengkap dengan lampu. cukup irit dan multiguna kan? produk ini mungkin akan lebih cocok digunakan untuk orang yang ogah ribet atau mungkin mempunyai ruangan terbatas. cukup inovatif bukan? yapp...this is it..

Yuppp... Satu lagi gadget portabel gaming buatan Nintendo telah dirilis tahun 2011 ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Nintendo 3DS. sesuai dengan namanya, Nintendo seri ini memang lebih mantap dikarenakan dengan adanya fitur 3D yang nyata tanpa perlu pake kacamata 3D dan pastinya dilengkapi kamera 3D, mantap kan? selain itu juga menu 3Dnya bisa disetting semau kita bahkan bisa di set off. Nintendo 3DS juga dilengkapi dengan motion censor dan gyro censor yang bisa menyesuaikan gerakan pada saat kita memainkannya dengan responsif mau goyang kiri, kanan, depan ato belakang pasti ngikut deh hihihi...di Nintendo 3DS ini untuk sistem navigasi ato buat moving-nya sudah dilengkapi analog control, makin ciamik aja nih. Kalo untuk masalah harga hmm...lumayan tinggi juga sih, tapi sebanding dengan fitur-fitur yang ada kok hehe, jadi gimana tertarik buat nyoba? pokoknya 3D everywhere lahh...

Nintendo 3DSLand Peel

Text : Nuron Phasaluka | Photo : Various Sources

| 46www.evenuemagz.com

Page 49: Evenue magazine #03

\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\

Converse shoes is making their new collection dengan tampilan warna-warni comics collection with their collaboration with DC

Comics. sekarang kamu bisa pakai batman, wonder woman, superman bahkan joker di kaki kamu.

Terinspirasi latest hippy style of the 1970's Miss Selfridge mangeluarkan koleksi terbaru dengan beragam detail lace, bead, bunga, kerutan, perhiasan, dan, gelombang-gelombang pada detail bahu dengan menonjolkan vintage look untuk musim panas kali ini. koleksi Miss Selfridge gampang banget dipadu padankan and will make you look georgeous from day to night.

Keluaran terbaru Nike bakalan bikin skateboarding day kamu bigger than usual, dengan paduan beragam material sepatu-sepatu ini bisa banget dipake not only with the board, also for your coolest everyday look. Nike SB Dunk High Premium "Denim Dunk High" (Quickstrike) - dengan dua warna denim ditambah black outsoles dan white midsoles, shoes are also stand out with denim. Nike SB Zoom Stefan Janoski "Gum Sole" - dengan all-suede upper dengan warna biru gelap dan putih yang mencolok serta karet dibagial sol nya. Sepatu ini akan membuat siapapun melirik ke arah permainan skateboard kamu.

Have you ever heard about wildfox couture yang

terinspirasi dari rockstar misbehaviour. Mungkin kamu

suka atau belum pernah nonton Almost Famous, not

love Led Zeppelin atau gak tau siapa itu Penny Lane. This

collection is bring the vibe back dengan nuansa glitter dan

kegilaan ala 70 rockstar. salah satu T-Shirtnya menuliskan quotes dari Robin William's

song. "No love, no backstage passes". So, are you ready to

be wild with wildfox couture?

CONVERSE DC COMICS

MISS SELFRIDGE SPRING SUMMER WILDFOX COUTURE

NIKE SB NEW LINE FOR SKATEBOARD

Teks : Sandya Finnia | Foto : Various Sources

| 47www.evenuemagz.com

Page 50: Evenue magazine #03

Cast : Craig Roberts, Yasmin Paige, Sally Hawkins, Noah Taylor, Paddy ConsidineDirector : Richard AyoadeGenre : DramaRelease : June 2011

Diadaptasi oleh Ayoade dari novel yang berjudul sama karya Joe Dunthorne, Submarine mengisahkan mengenai seorang remaja berusia 15 tahun, Oliver Tate (Craig Roberts) merupakan seseorang yang cukup pendiam, ansos, introvert terhadap orang-orang di sekitarnya, terutama dengan lawan jenisnya. Tapi dia punya obsesi untuk melepaskan keperjakaannya dengan seorang teman wanitanya sekelas yang bernama Jordana (Yasmin Page), hanya karena pengen buat cemburu mantan pacarnya. Keadaan tambah buruk ketika hubungan kedua orangtuanya sedang renggang karena datangnya mantan kekasih ibunya yang tinggal disebelah rumahnya. Obsesinya kembali berubah yaitu untuk menyelamatkan pernikahan kedua orangtuanya. Lama-kelamaan dia melupakan jordana yang mulai menyukainya.

Kamu gak usah ngebayangin drama remaja versi holywood di film ini, karena film ini bukan drama romantis remaja yang cheepy, yang banyak dialog hambar, tokoh-tokoh yang konyol yang gak penting dimasukin di film, yang biasanya kamu liat di film drama remaja holywood. Ini adalah drama remaja yang cukup depresif, dalam, dan complicated. Dialog-dialog yang mengena, penokohan yang sangat natural ditambah soundtrack dari Alex Turner membuat suasana film ini tambah galau. Acungan jempol untuk Richard Ayoade karena ini adalah debut penyutradaraannya di layar lebar dan langsung membuat karya yang seharusnya bisa mengembalikan lagi drama remaja ke jalur yang benar. [TRHNDN]

SUBMARINE

BLANK CITYGenre : DocumentaryDirector : Celine DanhierRelease : April 2011

Hari ini Manhattan adalah tempat bagi produk-produk mahal, stereotype bagi overexposed fashionista dan landmark bagi properti mewah. Tapi tahun 70an, Manhattan merupakan kota yang penuh tikus, gelandangan bertebaran di sudut-sudut jalan, kriminal dan narkoba menjadi santapan sehari-hari, kemiskinan dan kejahatan adalah persoalan yang selalu dibiarkan. Manhattan, pulau yang bagi pemerintah Amerika hanya untuk membuang imigran-imigran yang tak beguna. Belum lagi faktor krisis ekonomi besar-besaran yang melanda Amerika saat itu, tahun 1970an merupakan masa-masa berbahaya dalam sejarah New York. Tetapi dari situlah muncul pemberontakan-pemberontakan dari kelas bawah dimulai, tidak hanya pemberontakan politik, tetapi yang terutama dititikberatkan di film ini adalah pemberontakan di bidang seni, fashion, music dan film.

Disutradarai oleh pendatang baru dari Prancis Celine Danhier, Blank City berusaha merajut sejarah yang harus kembali disaksikan generasi sekarang, saat dimana pada waktu itu penggiat popart, fashion, music dan film independen muncul disana. Underground film yang diwakili Cinema of Transgression dan No Wave Cinema, serta punk rock movement yang diwakili Patti Smith, Ramones, Sonic Youth adalah sebagian kecil yang kita sudah kenal dari gerakan-gerakan independen disana pada waktu itu. Tokoh-tokoh yang diinterview adalah Sutradara Amos Poe, Jim Jarmusch, Vincent Gallo, Steve Buscemi Ann Magnuson, Debbie Harry, legenda hiphop Fab 5 Freddy, Thurston Moore dari Sonic Youth dan banyak lagi. Really so Inspiring…..[TRHNDN]

| 48www.evenuemagz.com

Page 51: Evenue magazine #03

Cast : Johnny Knoxville, Bam Margera, Steve-O, Ryan DunnDirected : Jeff TremaineGenre : Documentary, ComedyRelease : June 2011

Setelah menuai kesuksesan pada seri sebelumnya yaitu Jackass 3D, gerombolan pemuda gila ini menambah koleksi kesakitan mereka dalam Jackass 3.5 ini. yeeaah… humor-humor kasar dan kata-kata kotor masih menjadi bumbu kelucuan seri ini selain aksi-aksi keisengan mereka yang cukup mengerikan. Uniknya di seri ini adalah, mereka banyak mengambil keisengan para kru dan pemainnya di luar set. Liat aja saat Johnny Knoxville yang diam-diam membawa meriam yang diarahkan ke pantat Ehren yang lagi asik dengan Blackberry-nya. dan juga Bam dan Dunn ngerjain Ehren (lagi) yang sedang enak-enaknya tidur di ruang sebelah dengan alat kejut jantung, haha. Sebenarnya seri 3.5 ini adalah versi video behind the scene-nya dari Jackass 3D, jadi pengambilan gambar dan lokasi shooting sama dengan Jackass 3D. yaa benar, seperti Jackass 2 dan Jackass 2.5. Lebih banyak sesi interview bagaimana mereka menciptakan ide-ide brilian buat ngerjain teman-temannya dan juga melakukannya sendiri. Bagaimana mereka menggunakan kamera phantom untuk memperjelas aksi-aksi mereka dalam gerakan yang super lambat seperti adegan dimana buah peler WeeMan dilempar bola dan terlihat jelas dengan kamera Panthom, aaaduuu, gimana tu rasanya. Walaupun aksi-aksinya gak se-ekstrem di Jackass 3D tapi Kelucuan dan keisengan di seri ini sangat natural dan mungkin malah lebih lucu dari 3D nya, menurut saya. [TRHNDN]

Genre : Documentary, MusicDirector : Kenneth ThomasRelease : June 2011

Kalo kalian denger kata DIY (Do It Yourself) pasti jamak banget artinya, dari pergerakan fashion, music, seni, dan gerakan-gerakan lainnya yang mengatasnamakan filosofi ini. Dari awal tahun 70an sampe millennium ini gerakan ini gak surut malahan bertambah kuat dan berkembang di belahan dunia lainnya. Blood Sweet & Vinyl : DIY In The 21 Century bukan menceritakan sejarah DIY. Tapi film ini adalah film documenter yang menceritakan perjalanan band-band era-era sekarang seperti Neurosis, Isis, Godspeed You! Black Emperor, Pelican, Jesu, Do Make Say Think, Oxbow, Evangelista, Thee Silver Mt. Zion Memorial Orchestra, A Storm of Light, Grails, Cave In yang masih memegang teguh semangat DIY. Dengan hampir menihilkan media mainstream seperti radio, MTV, tapi dengan diehard fans yang luar biasa mereka bisa berkembang. Gak cuma band tapi label-label rekaman seperti Hydra Head Records, Neurot Records, Constellation Records juga diulas bagaaimana mereka menjadi rumah ideal yang menyenangkan bagi band-band yang mereka kelola. Bagaimana mereka membuat merchandise dan menjualnya sendiri ke teman-teman mereka, sampai satu kampung memakai merchandise mereka. Documenter ini membutuhkan 5 tahun observasi, diantaranya live concert footage, interview exclusif, dan historic documentation. Sang sutradara Kenneth Thomas bukan orang yang asing di scene itu. Selama 15 tahun doi sering memproduksi dokumenter maupun video musik untuk band-band seperti Isis, Neurosis, Queens of the Stone Age dan lain-lain. Semoga film ini menjadi jawaban bagi mereka yang mempertanyakan sampai mana semangat Do It Yourself di masa sekarang ini. [TRHNDN]

Blood Sweet & Vinyl : DIY In The 21st Century

JACKASS 3.5

| 49www.evenuemagz.com

Page 52: Evenue magazine #03

“life just happen for once, we work for what we want. having a good time, be the best version of who we truly really are”.-Sandya Finnia -

Foto : Anom

Page 53: Evenue magazine #03

“life just happen for once, we work for what we want. having a good time, be the best version of who we truly really are”.-Sandya Finnia -

Foto : Anom

Page 54: Evenue magazine #03

Denial Denim, berdiri pada Febuari 2010, bermula dari beberapa pemuda Seto Loreno, Dion Agasi,

Afid Abouny, dan Devara Febrianda dengan kesamaan visi dan misi untuk membuat produk berkualitas

yang mengkombinasikan antara fashion, seni, dan music sebagai masterpiece mereka. “Bertempat di

Jogjakarta kota seni, budaya, dan juga music kami berkomitmen untuk memberikan produk exlusive

untuk para pecinta denim” ujar Seto salah satu owner.

Denial Denim sendiri sudah dua kali memproduksi denim series mereka. “Animal Series“ sebagai

series pertama mereka dan “Rhino Series #2” sebagai series kedua mereka. Menyatukan antara fashion

dan charity, berbelanja dan turut serta dalam pembangunan reservasi cagar alam. Konsep itulah yang

diusung oleh Denial Denim saat memproduksi denim mereka “Rhino Series #2” yang juga bekerjasama

dengan YABI (Yayasan Badak Indonesia). “Rhino Series #2” sendiri dibagi dalam 2 tipe. Javan Rhino dan

Sumatran Rhino. “Badak adalah salah satu spesies yang hampir punah dan bisa dibilang tidak mendapat

perhatian dari masyarakat, padahal keadaan spesies badak bisa di kategorikan dalam keadaan

memprihatinkan. Untuk badak jawa sendiri hanya tersisa sebanyak 40 ekor saja” ujar seto lagi. Setiap

pembelian series ini kita turut serta menyumbang 25 ribu rupiah untuk perbaikan pusat reservasi badak.

Seperti produk premium lainnya, Denial Denim mengutamakan exlusivitas, oleh karena itu mereka

membatasi produksi mereka hanya sebanyak 84 buah per tipe. produk mereka bisa di dapatkan di Affairs

Store Jogjakarta atau untuk lebih lengkapnya bisa di lihat di blog mereka Denialdenim.blogspot.com

Denial Denim “Rhino Series #2

/////////////////////

Teks : Thimoty Timmy | Foto : Doc. Denial

| 52www.evenuemagz.com

Page 55: Evenue magazine #03

Bertepatan dengan Pasar Seni Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) 2011 kemaren, Nantinya Creative Studio, salah satu produsen tas ternama di Yogyakarta, mengadakan sebuah ajang fashion show untuk ngenalin produk-produk tas terbaru mereka. Ajang yang dinamakan Delicious Jogja Festive Season dan berslogan “Nanggung kalo setengah-setengah” ini menampilkan kurang lebih sekitar 20 buah tas terbaru milik Nantinya Creative Studio yang diperagakan oleh 8 peragawan dan paragawati.

Acara tersebut dipandu oleh MC kocak Ican Harem, tetapi pas malem itu doi sangat terlihat serius, berbeda dengan penampilan biasanya yang kocak abis, mungkin menyesuaikan acara kali ya. Malem itu juga dimeriahkan dengan live performance dari DJ Pink Cobra. Selain menampilkan koleksi terbaru NCS, Fashion show digelar pada 25 Juni 2011 kemaren juga berkolaborasi dengan beberapa produsen produk fashion potensial yang juga turut unjuk gigi seperti Caroline Rika, Isrol Medialegal, dan Sadinoe.

Dalam pertunjukan tersebut, produsen tas yang mayoritas menggunakan bahan kain tenun dan blacu ini sangat mengundang perhatian para pengunjung Festival Kesenian Yogyakarta. Terlihat para pengunjung yang tidak sengaja lewat disitu berhenti untuk melihat bahkan tidak beranjak dari tempat itu sampai kelarnya acara. Riuh tepuk tangan pun menggema dari penonton ketika para owner dan desainer Nantinya Creative Studio muncul keatas panggung pertanda puncaknya acara.

Sebenernya Delicious Jogja Festive Season merupakan rangkaian dari program Nantinya Creative Studio tahun ini yang bertemakan Delicious Jogja yang disampaikan melalui media dan kegiatan promo seperti catalog, website, facebook pages, dan pameran. Tema ini diharapkan mampu menjadi sebuah ‘bahasa’ yang mengumandangkan kenyamanan dan keramahan Jogja yang selalu mengiringi proses kreatif NCS sejak awal dirintisnya.

Delicious Jogja Festive Season

| 53www.evenuemagz.com

Teks & Foto : Opik Tri Handono

Page 56: Evenue magazine #03

14 tahun lalu, tepatnya pada tahun 1997 terbentuklah Kelompok Sirkus kontemporer di

daerah pedesaan kecil bernama Limousin, Prancis. Bayangan EVENUE sih Limousin itu

pedesaan sepi yang masih banyak sapi perah berkeliaran dijalanan, ya kira-kira aja kalo salah

mohon maklum, baru juga edisi ketiga (ngelirik editor chef). Ok ok, sudahi basa-basi yang

berguna ini, disuatu malam Jl.Kaliurang KM 13,3 sebuah pertunjukkan dari Kelompok Sirkus

Chabatz D’Entrar yang melakukan tur Indonesianya dalam rangka Primtemps Francais 2011

berkeja sama dengan Lembaga Indonesia Prancis ke Yogyakarta.

Pertunjukkan aktraktif yang diberi judul Mobile ini free alias gretongan yey. Gak ada elephant

atau api, ini sirkus yang mengandalkan kecerdikan drama, kekompakan kelompok dan kayu.

What the…!! (lebay). Kayu? Yap yap! Chabatz D’Entrar benar-benar memanfaatkan kelenturan

sebuah kayu dan memaksimalkan kekuatan kayu. Dan mereka sangat membuka pikiran kita

akan suatu hal bahwa gak ada yang gak mungkin bisa dilakukan di bumi ini. Kayu yang dikira

EVENUE bakalan patah malah bisa ngebikin 3 orang pesonil Chabatz D’Entrar terbang tingga

melawan gravitasi. Penasaran ya? Nyesel deh yang gak pernah nonton, buruan cek di youtube

:p

Hall dan venue serta penataan cahaya statis di P4TK seni cukup membangun suasana dengan

musik rancak yang membahana membantu menyempurnakan keahlian Chabatz D’Entrar

mengajak mood penonton. Dan alhasil mereka berhasil membuat EVENUE terkagum akan

keterampilan mengolah kayu menjadi sebuah permainan.

CHABATZ D’ENTRAR“MOBILE”

Teks & Foto : Ucha Ritama

| 54www.evenuemagz.com

Page 58: Evenue magazine #03

Didahulukannya dengan hujan yang mengguyur Jogja pada malem itu sama sekali gak menyurutkan semangat EVENUE untuk tetep dateng ke Ruang MES 56 yang bertepat Jl. Nagan Lor No. 17, Yogyakarta. Bersama White Shoes & The Couples Company, Ruang MES 56 berkerja sama ngadain PAGELARAN ALBUM VAKANSI, berupa Mini Konser dan Pameran Fotografi Album Foto Vakansi. Dan wow,penuh sesak suasana pelataran hingga di dalam Ruang Mes 56 oleh pengunjung yang hadir untuk menyaksikan White Shoes & The Couples Company manggung dan ngliat foto yang dipamerin pada malem itu. Gak cuma di Ruang MES 56 aja, White Shoes & The Couples Company juga mamerin foto kiriman yang bisa dilihat di www.whiteshoesandthecouplescompany.org bertajuk ‘ALBUM FOTO VAKANSI’.

Foto-foto yang dipamerin di Ruang MES 56 pada malem itu seperti membawa kita untuk kembali ke masa kecil dan sadar akan pentingnya sebuah foto dokumentasi. Album ‘Vakansi’ ini adalah album kedua dari White Shoes & The Couples Company. Terpicu yang berawal dari pengalaman mereka ketika berandil di festival musik dan film South by Southwest (SXSW) pada Maret 2008, dimaanfatkan juga untuk pelesiran. Karena itulah awal mereka menginjakkan kaki di Paman Sam, bahkan sampul album ‘Vakansi’ banyak memuat foto koleksi liburan dan tur mereka.

Balik lagi dimana EVENUE mendapat yang terdepan saat menyaksikan White Shoes & The Couples Company With special performance by Malaria tampil didalam pameran dikarenakan hujan mengguyur panggung luar. Dan antusias pengunjung Jogja yang memang sangat aktraktif membuat suasana yang sesak menjadi seperti lebar bagai di lapangan bola. Gak lama berselang, hujan pun berhenti dan White Shoes & The Couples Company With pun beranjak keluar menghibur pengunjung yang hadir malam itu.

Gimana? Udah melototin foto yang ok punya, eh ada alunan nada dan suara dari White Shoes & The Couples Company With special performance by Malaria, lengkap sudah malam itu dengan sebotol bir dingin, rasa-rasanya tak ingin beranjak untuk esok.

ALBUM FOTO

”VAKANSI”Teks & Foto : Ucha Ritama

| 56www.evenuemagz.com

Page 59: Evenue magazine #03

Event yang digelar oleh mahasiswa Teknik Sipil untuk

tahun ini di beri judul KICK YOUR CLICHÉ. Acara ini

ternyata sudah di mulai sekitar pukul 15.00. Saya sampai

di Monumen Serangan Umum 1 Maret, yang berada di

ujung jalan Malioboro. Saya penasaran dengan

penampilan headliner dari acara ini, yaitu Gugun and The

Blues Shelter.

Saya kira event ini akan berisi band-band blues saja,

tetapi prediksi saya meleset. Acara ini di isi juga oleh

beberapa band kampus yang jelas-jelas tidak memainkan

musik blues. Setelah beberapa band kampus tampil,

akhirnya penampilan dari salah satu komunitas blues

Jogjakarta pun tampil untuk unjuk gigi. Group ini

dinamakan Jogja Blues Forum. Terlihat para penikmat

musik blues langsung merapat ke bibir panggung. Setelah

Jogja Blues Forum selesai menghibur penonton, Adhitia

Sofyan berkesempatan untuk memanjakan indra

pendengaran penonton dengan lagu-lagu yang di

deskripsikan oleh Adhitia Sofyan sendiri dengan kata

Galau. Remaja wanita mendominasi penonton barisan

depan ketika Adhitia Sofyan mulai menyanyikan

tembang pertama. Sekitar 6 lagu di bawakan oleh Adhitia

Sofyan.

Akhirnya yang di tunggu-tunggu oleh kebanyakan orang

yang menghadiri Monumen Serangan Umum 1 Maret,

Gugun and The Blues Shelter! Gugun and Blues Shelter

merupakan band blues yang memberi napas segar dalam

blantika musik Indonesia pada saat ini. Kelompok yang

beranggotakan tiga orang; Mohammad Gunawan (vokal,

gitar), John Armstrong (Jono) pada bass dan Aditya

Wibowo (Bowie) pada drum ini sudah mempunyai

prestasi yang membanggakan bagi Indonesia di kancah

musik luar negeri. Mereka sudah pernah mendapatkan

grand prize pada acara Hard Rock Calling 2011 dan

kompetisi internasional Battle of the Bands 2011 dan

mendapatkan kesempatan untuk tampil di panggung

utama bersama Bon Jovi dan The Killers. Sekitar 10 lagu

di bawakan oleh Gugun and the Blues Shelter dan

penampilan mereka sangat sempurna di malam itu.

KICK YOUR CLICHÉ

Teks & Foto : John Ronesta Pandia

| 57www.evenuemagz.com

Page 60: Evenue magazine #03

Rempong cyiin..dari jauh aja udah kedengeran bahasa khas waria di Tembi Jl.Parangtritis Km.8,4. Yap! Satu lagi karya dari Kaja Dutka seorang mahasiswi yang berasal dari Polandia berumur 25 tahun. Penggambaran tentang kehidupan waria terekam jelas lewat jepretannya yang sangat nyata. Dan setting ruang yang mendukung memang sangat diperhatikan oleh Kaja, bagi siapa saja yang datang dan melihat hasil karyanya maka tak terasa ikut masuk kedalam dunia waria, yuk mareee.., tapi beneran deh, kesentuh ngeliat foto-fotonya.

Lalu kenapa Kaja memilih waria untuk dijadikan suatu objek karyanya? Menurutnya waria adalah salah satu kategori transgender male to female di Indonesia. Lalu waria yang tiba-tiba hadir beraktifitas ditengah-tengah masyarakat sempat mendapat cemoohan dan ejekan, namun ya ternyata masyarakat lambat laun menerima kehadiran mereka. Dan akhirnya oleh Kaja di dokumentasikanlah para waria ini batas siang dan malam dengan gambar yang tidak bergerak. Lucu gak lucu sih ketika mereka melihat wajahnya yang terpampang di bingkai trus ngeluarin bahasa-bahasa yang terkadang hanya mereka yang mengerti. Ada rasa sedih iba namun enggan yang terbersir dihati saat EVENUE melihat mereka,( sok bijak,padahal merinding karena digoda terus, haha)

Walaupun acara mundur dari jadwal yang sudah ditentukan tapi secara keseluruhan bagus, beneran deh J ada makanan gratisnya, makan ngerokok bareng waria, digoda juga iya, duh serba salah jadinya, hahaha..EVENUE gak lama-lama deh ditempat itu soalnya kalo digoda terus-terusan sama waria ntar bisa jadi ikut waria beneran, ogah deh cyiin..ups!

waria dibatas m

alam dan siang

Teks & Foto : Ucha Ritama

| 58www.evenuemagz.com

Page 61: Evenue magazine #03

| 59www.evenuemagz.com

27-28 mei 2011, cukup 2 hari aja pameran intuISI di jogja nasional museum yang teman-teman prakasai. Berawal dari ide gila nan setengah nakal digagas oleh pemuda-pemudi kampus kemarau yang disebut mahasiswa genap (nyontek

catalog yang harganya limaribuan) maka timbulah kolaborasi sederhana wujud dari manivestasi angkatan 2008 ISI Yogyakarta yang belum mampu menyebut dirinya komunitas (masih nyontek catalog yang harganya limaribuan) J

2 tingkat yang dijadikan memamerkan karya,dan ketika tukang foto EVENUE mulai berkeringat karena panas, ada suatu karya yang menarik jika di ambil gambarnya secara tidak biasa. Semua bagus dan berkesan, seni fotografi,

audiovisual yang ditempatkan disudut ruang dengan tatanan seadanya namun justru itu yang membangun suasana, seni music, seni murni, seni desain dan masih banyak yang laennya.

Emang ide itu mahal sekali harganya, karya-karya yang dipamerkan ngebuat EVENUE naikin alis mirip The rock sambil mikir ‘kok bisa ya?,duh kok ra kepikiran gawe koyo ngono’. Kalo pake rating 5 bintang, EVENUE kasih 15 bintang deh. Nah buat kamu semua yang kemarin gak sempet kesana karena lagi berantem sama pacar, EVENUE kasih foto-foto

dokumentasinya nih, monggo diliat dan nikmati,ok sip!

INTUISITeks & Foto : Ucha Ritama

Page 62: Evenue magazine #03

2

REPOEBLICCLUB

JNM(Jogja National

Museum)

SLACKERCOMPANY

HUGO’S CAFE &

EMBASSY CLUB

MUSEUMVREDEBURG

BOSHE

KRIDOSONO

TEMBIArt Gallery

FABLAB

LanggengArt Space

TAMANBUDAYAYOGYA

MAP

Page 63: Evenue magazine #03

| 61www.evenuemagz.com

Page 64: Evenue magazine #03

More Info

EMAIL : [email protected]

| 62www.evenuemagz.com

VISIT OUR WEBSITE : EVENUE ALSO ON :

IF U HAVE A CREATIVE WORK OF FASHION PROD-UCTS, VISUAL DESIGN, PHOTOGRAPHY, ETC AND WANT TO SHOW HERE, EMAIL US.DO U HAVE AN EVENT? (PARTY, GIGS, ETC.) AND WANT TO BE DISPLAYED IN THIS MAGAZINE, JUST EMAIL US.DARE TO BE A CONTRIBUTOR? SUBMIT YOUR WRITING (ARTICLE OR REVIEW) OF ANY KIND.IF U WANT TO CONTRIBUTE TO THE NEXT EDI-TION, YOU CAN SEND US AN EMAIL WITH YOUR DATA AND A PDF FILE THAT SHOWS YOUR WORKS, ALSO A LINK OF YOUR WEBSITE IF YOU HAVE ANY. WE WOULD LOVE TO SEE YOUR WORK SO DON’T HESITATE TO CONTACT US AND WELCOME.

Page 65: Evenue magazine #03
Page 66: Evenue magazine #03