finally jurnal

26

Click here to load reader

Upload: mayank-sari-kusuma-ningsih

Post on 26-Jul-2015

116 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Finally Jurnal

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR

PERMINTAAN UANG RIIL (M1) DALAM

STABILITAS MONETER DI INDONESIA

(1997 : 1 – 2012 : 2)

MAYANK SARI KUSUMA NINGSIH

(01091002013)

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDERALAYA

2012

Page 2: Finally Jurnal

ABSTRAK

This article attempted to estimate the influence of exchange rate, inflation and interest rate toward the demand for Indonesian M1 money.

These techniques are less dependent estimation of the equation in the ECM. Dynamic OLS (DOLS) is used to forecast the model which have an interelation time series. Since it

desirable to include national income and exchange rate as regressor in the money demand function. To estimate demand function in the short run is used autoregressive distributed lag

ECM .The results have found that there are non stationary condition in the time series data in.

Meanwhile, the estimation with VAR is suggested that volatilityof exchange rate impact to demand for Indonesian M1 money.

LATAR BELAKANG

Krisis keuangan Asia yang datangnya seperti tiba-tiba telah menyeret Indonesia mundur

beberapa tahun ke belakang. Pada tahun 1995 Indonesia masih menikmati pertumbuhan

sebesar 8,2% kemudian tahun 1996, atau tahun terakhir sebelum terjadinya krisis, masih

tumbuh 7,8%, dan tahun 1997 menurun ke angka 4,9%. Sampai dengan tahun 1997, yaitu

tahun terjadinya krisis, pertumbuhan ekonomi masih tetap positif walaupun cenderung

menurun. Pada tahun 1998, ketika krisis mencapai puncaknya, pertumbuhan ekonomi

Indonesia mengalami kontraksi sebesar 13,6%, dan indikator makro ekonomi lainnya

menunjukkan angka-angka yang memburuk, seperti inflasi yang melonjak sampai 77,6%.

Krisis diawali oleh jatuhnya baht Thailand pada bulan Juli 1997, kemudian berakibat

langsung terhadap nilai rupiah yang terdepresiasi secara eksponensial, dari Rp2.400/US$

pada pertengahan 1997 menjadi Rp.16.000/US$ pada bulan Juni 1998. Pada saat itu,

Indonesia boleh dikatakan telah “kehilangan pijakan” dalam kancah perdagangan

internasional, masyarakat kehilangan kepercayaan pada sektor perbankan, ekspor Indonesia

terhambat oleh kurangnya biaya untuk impor bahan baku, dan banyak pelanggan asing

membatalkan pesanannya karena kurang percaya bahwa perusahaan Indonesia akan mampu

memenuhi permintaannya. Penerimaan ekspor nonmigas merosot sebesar 2,4% pada tahun

1998, dan jatuh lagi sebesar 4,6% pada tahun 1999, apabila dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Di antara negara-negara Asia yang dilanda krisis, Thailand, Indonesia, dan

Korea Selatan memutuskan untuk mencari bantuan IMF (International Monetary Funds),

sementara itu Malaysia berusaha untuk mengatasi masalahnya sendiri dengan cara

pengendalian kapital secara ketat. Filipina dibantu IMF dengan melanjutkan upaya yang telah

Page 3: Finally Jurnal

disepakati sebelumnya. Pada mulanya, Indonesia tampak serius dalam bekerja sama dan

menyanggupi segala persyaratan yang ditetapkan IMF. Tetapi kemudian Presiden Soeharto,

yang menandatangani sendiri perjanjian kedua (Letter of Intent atau LoI) dengan IMF,

dianggap tidak sungguh-sungguh menjalankan program reformasi seperti apa yang telah

disyaratkan dalam berbagai LoI itu. Akibatnya, Presiden Soeharto terjebak dalam konfrontasi

dengan IMF. Pasar menjadi “ragu-ragu” bahkan menjadi nervous menghadapi kenyataan ini,

tidak saja karena melihat kebijakan yang penuh konflik, tetapi juga diperkeruh oleh berbagai

pernyataan publik dari pejabat IMF maupun Bank Dunia yang bernada mengkritik

pemerintah. Akibatnya, keadaan ekonomi terus memburuk, seperti yang tercermin pada

menurunnya nilai tukar rupiah secara terus- menerus.

Stabilitas permintaan uang dan harga merupakan unsur penting dalam

memelihara kestabilan ekonomi yang merupakan bagian dari stabilitas

nasional. Stabilitas permintaan uang merupakan faktor penting untuk

tercapainya efektivitas kebijaksanaan moneter maupun kebijaksanaan fiscal.

Sedangkan stabilitas harga sangat diperlukan untuk mendorong kegiatan-

kegiatan ekonomi produktif, baik di bidang produksi maupun investasi.

Terdapat empat sifat pokok permintaan uang yang dikemukakan oleh

Goldfeld : (Rudriger Dornbusch, Stanley Fisher, 1987)

1. Permintaan akan saldo riil tanggap secara negatif terhadap suku

bunga. Kenaikan suku bunga mengurangi permintaan akan uang

2. Permintaan akan uang naik bersama tingkat pendapatan riil. Akan

tetapi, elastisitas pendapatan dari permintaan uang adalah lebih kecil

dari 1 sehingga permintaan akan uang naik proporsional lebih kecil dari

pendapatan. Dengan kata lain terdapat skala ekonomi (economies of

scale) dalam pengelolaan uang tunai/kas.

3. Kepekaan/elastisitas dari permintaan uang dalam jangka pendek

terhadap perubahan perubahan dalam suku bunga dan pendapatan

adalah jauh lebih kecil daripada kepekaan/elastisitas permintaan uang

dalam jangka panjang. Elastisitas jangka panjang diperkirakan lebih

dari tiga kali besarnya dari elastisitas jangka pendek.

4. Permintaan akan saldo uang nominal adalah sebanding dengan tingkat

harga. Tidak terdapat khayalan uang (money illusion), dengan kata

lain, permintaan akan uang adalah permintaan akan saldo nyata.

Page 4: Finally Jurnal

Stabilitas permintaan uang merupakan aspek penting dalam implementasi

kebijakan moneter. Efektivitas kebijakan moneter sangat dipengaruhi oleh

keinginan masyarakat akan uang kas (permintaan uang). Salah satu faktor

yang mempengaruhi keinginan masyarakat akan uang kas ini adalah

elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga. Semakin elastis

permintaan uang maka kebijakan moneter akan semakin efektif. Jadi untuk

menilai efektivitas kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia, perlu diketahui

sampai seberapa besar elastisitas permintaan uang di Indonesia serta

apakah di Indonesia terdapat / berlaku hipotesis liquidity trap dari Keynes

atau tidak. Semenjak Deregulasi keuangan 1 Juni 1983 dan Pakto 1988 sektor

moneter bertambah maju. Semakin maju sektor moneter maka

kecenderungan akan terdapat skala ekonomi untuk permintaan uang karena

ada banyak bentuk alternatif kekayaan yang ingin dipegang masyarakat,

dimana pemegangan bentuk kekayaan tersebut didasarkan pada keuntungan

yang akan diperoleh. Dengan demikian ada pergeseran perilaku masyarakat

dalam permintaan uang. Dalam kondisi ini permintaan uang memegang peranan penting

dalam perilaku kebjakan moneter di setiap perekonomian. Banyak literatur yang menjelaskan

baik secara teoritis maupun empiris dari permintaan uang bagi negara-negara maju maupun

negara-negara yang sedang berkembang. Tidak dipungkiri bahwa kebijakan moneter telah

banyak mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Friedman berpendapat bahwa kebijakan moneter

dapat memberikan kontribusi dalam mencapai stabilitas ekonomi dengan mengendalikan

besaranbesaran moneter yang bergerak tidak terkendali sehingga menjadi penyebab ketidak

stabilan ekonomi. Studi tentang permintaan uang di Indonesia masih menarik sehubungan

dengan perkembangan kelembagaan di bidang keuangan dan berbagai kebijakan ahkir akhir

ini (Sugianto, 1994, hal 164). Berbagai perkembangan kebijakan tersebut misalnya dibukanya

pasar modal di Jakarta pada tahun 1977, deregulasi perbankan tahun 1988, dan yang terakhir

ini diberlakukannya sistem nilai kurs mengambang bebas sejak tahun 1997. Berbagai

kebijakan ini membuka kesempatan yang lebih luas bagi pelaku ekonomi di Indonesia dalam

mengalokasikan kekayaannya dibanding masa-masa sebelumnya. Karena jumlah uang yang

diminta mungkin dipengaruhi oleh institusi yang ada, kebijakan-kebijakan dan tingkat

teknologi. Berbagai perkembangan terakhir ini mendorong untuk mengkaji kembali stabilitas

fungsi permintaan uang di Indonesia sejak diberlakukannya sistem nilai tukar bebas. Studi

tentang permintaan uang di Indonesia telah banyak dilakukan. Studi tentang permintaan uang

Page 5: Finally Jurnal

di Indonesia telah banyak dilakukan. Studi-studi tersebut biasanya menggunakan variabel–

varibel penjelas seperti Kurs, IHK dan tingkat bunga.

TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU

Pemilihan-pemilihan variabel dalam jurnal ini juga berdasarkan penelitian-penelitian

terdahulu, yang diringkas sebagai berikut.

Pengarang Dependen Variabel Independen Variabel

Data dan Metode

Georgopoulus(2000)

M1 Suku bunga nominal dan pendapatan riil

Data kuartalan ; 1953/4-1991.3

Pendekatan kointegrasi Johansen

Piran(2001)

M1 Output Riil (GDP Riil), tingkat bunga

Data dari tahun 1951-1991 dan 1972-

1991. Metode estimasi dengan

pendekatan kointegrasi

Cuevas(2002)

M1 Riil Pendapatan diukur dnegan konsumsi

agregate, inflasi dan depresiasi mata uang

domestik sebagai oppurtunity cost of

holding money, tingkat bunga

domestik sebagai rate of return to holding

money

Data kuartalan dari 1993.1-2001.4. Estimasi dengan

pendekatan kointegrasi dengan

VECM

Suripto(2003)

MitUang giral dalam

Valas di kabupaten/kota, kurs

US$ terhadap ruppiah di

kabupaten/kota,

Data tahun 2000-2002

Page 6: Finally Jurnal

pendapatan daerah regional bruto

berdasarkan harga konstan 1993 dikabupaten/kota, Indeks Harga Konsumen di

kabupaten/kota

LANDASAN TEORI

Dalam melihat peranan uang bagi perekonomian sebenarnya ada beberapa pandangan yang

berbeda oleh para ahli ekonomi. Golongan Klasik berpendapat bahwa apabila telah mencapai

full employment uang tidak berperan dalam perkembangan ekonomi karena pertambahan

uang hanya akan mengakibatkan peningkatan harga yang proporsional dengan pertambahan

uang tersebut. Golongan Keynes mengemukakan bahwa pertambahan uang dalam keadaan

perkonomian menghadapi pengangguran yang relatif besar dapat menggalakkan

perekonomian. Sedangkan golongan moneteris lebih yakin akan peranan uang dalam

perkembangan perekonomian, disamping menyadari adanya kemungkinan berlakunya

kenaikan harga.

TEORI PERMINTAAN UANG KLASIK

Pandangan klasik mengenai faktor yang menentukan permintaan uang dapat dijelaskan

dengan menggunakan teori kuantitas (quantity theory) dan teori sisa tunai (cash-balance

theory). Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut :

MV = PT

Dimana M adalah penawaran uang, V adalah perputaran uang, P adalah tingkat harga dan T

adalah volume barang yang diperdagangkan dalam suatu tahun tertentu. Menurut Fisher, nilai

V ditentukan oleh kebiasaan pembayaran gaji dan efisiensi lembaga keuangan. Oleh karena

faktor-faktor ini tidak selalu berubah, nilai V relatif tetap. Pada suatu periode tertentu

(misalnya satu tahun), kuantitas barang yang diperdagangkan T jumlahnya tertentu. Dalam

keseimbangan (full employment) nilai T adalah tetap dan telah mencapai tingkat yang

maksimum. Berdasarkan keyakinan bahwa nilai V dan T adalah tetap, ahli-ahli ekonomi

klasik berpendapat bahwa perubahan dalam penawaran uang hanya akan mempengaruhi

Page 7: Finally Jurnal

tingkat harga. Pandangan klasik yang kedua adalah teori cash-balance theory yang

dikembangkan oleh A. Marshall dan A.C Pigou dari Cambridge University. Teori ini pada

dasarnya sama dengan teori kuantitas uang, tetapi cara pendekatannya sangat berbeda. Dalam

teori ini tidak menekankan pada hubungan antara penawaran uang dan tingkat harga. Akan

tetapi yang ditekankan adalah mengenai tujuan masyarakat dalam permintaan uang dan

bagaimana faktor ini menentukan jumlah uang yang diperlukan masyarakat. Marshall

berpendapat bahwa tujuan memegang uang adalah untuk membiayai transaksi yang

dilakukan. Seterusnya Pigou menambah alasan lain dari masyarakat memegang uang yaitu

untuk berjaga-jaga. Dengan notasi yang sama formulasi Marshall sebagai berikut:

M = k PT

= kY

dimana: k = 1/V

Secara matematis formulasi Marshall sama dengan formulasi Irving Fisher, namun

implikasinya berbeda. Marshall memandang bahwa individu/masyarakat selalu menginginkan

sebagian tertentu dari pendapatannya (Y) dalam bentuk uang tunai (k). Sehingga kY

merupakan keinginan individu masyarakat terhadap uang tunai.

TEORI PERMINTAAN KEYNES

Teori permintaan uang dari Keynes merupakan bagian dari teori makro yang di tuangkan

dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money. Pada teori ini

Keynes mengemukakan sesuatu yang berbeda dengan teori permintaan uang tradisi klasik.

Perbedaan tersebut terletak pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain yaitu

sebagai penyimpan kekayaan (store of value) dan bukan hanya sebagai alat transaksi saja

(means of Exchange) saja. Didalam teorinya Keynes membagi permintaan uang atas tiga

motif yaitu untuk transaksi, berjaga-jaga dan untuk spekulasi. Permintaan uang untuk

transaksi dan berjaga-jaga tergantung pada tingkat pendapatan. Semakin besar pendapatan

seseorang atau masyarakat semakin besar permintaan uang untuk tujuan transaksi. Keynes

juga berpendapat permintaan uang untuk berjaga-jaga tergantung pada pendapatan berkaitan

dengan cadangan untuk sesuatu hal yang tak terduga. Semakin besar pendapatan seseorang

atau masyarakat maka semakin besar pula cadangan uang tunai untuk hal-hal yang tak

terduga. Permintaan uang untuk tujuan spekulasi hanya dikenal oleh pengikut Keynes sedang

kaum Klasik tidak sependapat tentang hal tersebut. Dalam permintaan uang untuk spekulasi

ini tergantung pada tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah

permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat. Alasanya adalah semakin tinggi

Page 8: Finally Jurnal

tingkat bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau

masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya semakin rendah tingkat bunga maka

semakin rendah ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat

menyimpan uang tunai. Berdasarkan pada penjelasan diatas, permintaan uang total menurut

Keynes adalah sebagai berikut:

(M/P)d = f(Y) + k(r),

artinya permintaan uang riil tergantung pada tingkat pendapatan (Y) yaitu untuk transaksi dan

berjaga-jaga dan tergantung pada tingkat bunga (r) untuk tujuan spekulasi.

TEORI PERMINTAAN UANG FRIEDMAN

Menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor-faktor berikut: tingkat

harga, suku bunga obligasi, suku bunga ‘equities’, modal fisik dan kekayaan (Sukirno, 2000,

hal. 418). Mengenai peranan harga dalam mementukan permintaan uang, Friedman

berpendapat dikarenakan memegang uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan.

Cara-cara yang lain adalah menyimpan dalam bentuk harta keuangan (financial asset) seperti

obligasi, deposito dan saham, menyimpan dalam harta tetap (tanah dan rumah) dan kekayaan

manusiawi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seperti

diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuntitas modern yang dikembangkan oleh

Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

MD = f (P, r, rFC, Y)

Dimana MD permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r adalah suku bunga, rFC

adalah tingkat pengembalian modal dari modal fisik dan Y adalah pendapatan dan kekayaan.

Apabila dipertimbangkan pula pandangan Friedman mengenai permintaan uang riil, maka

persamaan permintaan uang dinyatakan:

MD/P = f(△P, r, Y*)

Dimana MD/P adalah permintaan uang riil,△P adalah tingkat kenaikan harga, r adalah tingkat

bunga dan Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan riil. Model permintaan uang riil diatas

masih dalam bentuk umum, Secara spesifik, bentuk fungsi diatas masih sangat dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain seperti perkembangan institusi keuangan dan kelembagaan lainnya

yang terkait didalam perekonomian dan juga oleh kebijkan-kebijakan yang dilakukan oleh

pemerintah.

SPESIFIKASI MODEL

Page 9: Finally Jurnal

Ada tiga isu mendasar tentang studi permintaan-permintaan uang baik di negara maju

maupun dinegara berkembang, pertama, tentang definisi uang, kedua tentang variabel-

variabel yang menjelaskan dan ketiga, tentang stabilitas permintaan uang. Di dalam tulisan

ini definisi uang yang dipakai adalah uang dalam arti sempit (M1). Sedangkan variabel-

variabel penjelasnya adalah Harga Saham, IHK, dan tingkat bunga konsumsi. Data yang

digunakan data bulanan dari tahun 1997 :1 -2012 : 2. Dalam tulisan ini fungsi permintaan

uang di Indonesia yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

MD = f (KURS, IHK, R)

Dimana:

MD adalah permintaan uang riil (M1)

Saham adalah harga saham

IHK adalah Indeks Harga Konsumen

R adalah tingkat bunga

Model permintaan uang di Indonesia dalam jurnal ini adalah sebagai berikut :

MDi = β0 + β1iKURS + β2iIHK + β3iR + ei

Data yang digunakan adalah data bulanan periode 2010:1-2012:2 yang diperoleh dari laporan

Badan Pusat Statistik. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi jumlah

uang beredar (M1), harga saham (Saham), Indeks Harga Konsumen (IHK) dan tingkat bunga

(R).

UJI UNIT ROOT TEST

Uji akar unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua uji yang dikembangkan oleh

Dickey dan Fuller (1981). Salah satu tujuan uji akar unit adalah untuk mengetahui ada

tidaknya akar unit (komponen random walk). Uji akar unit dapat dipandang sebagai uji

stasioneritas karena pada prinsipnya uji tersebut dimaksudkan untuk mengamati apakah

koefisien tertentu dari model otoregresif yang diramalkan memiliki nilai satu atau tidak.

Model otoregresif memiliki distribusi yang tidak baku seperti uji t dan uji f yang tidak cukup

layak digunakan untuk menguji hipotesa. Uji tersebut dikembangkan dengan penaksiran

otoregresif sebagai berikut (Morimune dan Zhao, 1997):

Xt α + θXt-1 + ut

dimana parameter θ untuk data time series diasumsikan positip. Xt menjadi non stasioner jika

parameter θ sama dengan atau lebih dari satu. Time series persamaan 1 stasioner jika θ < 1.

Proses pengujiannya dilakukan dengan mengaplikasikan OLS kedalam persamaan 1

Page 10: Finally Jurnal

sehingga kita mendapatkan ӫ nilai estimasi dari θ . Selanjutnya dilakukan uji t (t-test) pada

hipotesa nol Ho: θ = 1 melawan Ha: θ < 1. Jika sӫ merupakan standar error estimasi dari ӫ

maka uji statistik (t-statistik/TS) dirumuskan sebagai berikut:

TS =

Penolakan Ho berimplikasi pada data yang stasioner. Kajian yang dilakukan oleh Dickey dan

Fuller (1981) dilakukan dengan menulis kembali persamaan menjadi:

∆Xt = α + θ * Xt-1 + ut

θ* = θ -1

dengan pengujian Ho: φ =1 melawan Ha: φ <1 dalam persamaan 1 sama dengan pengujian

Ho: φ *=0 melawan Ha: φ *<0 pada persamaan ini. Pengujian yang terakhir terakhir sering

disebut uji akar unit (unit root test). Dickey-Fuller telah mengembangkan sebuah simulasi

dengan menabulasi distribusi t-rasio sampel besar dengan menguji hipotesa nol (Ho) yaitu

φ*=0. Mereka menemukan adanya bias kebawah (downward biased) distribusi t rasio pada

nol seperti jika estimator OLS φ * yang tidak bias tetapi pada nilai yang kurang dari nol.

Pada situasi seperti ini dihasilkan t-rasio dengan simbol t1* yang disebut sebagai statistic DF

(Dickey Fuller Statistic).

ESTIMASI HUBUNGAN JANGKA PANJANG DENGAN VECTOR

AUTOREGRESSION

Pendekatan tradisional yang selama ini sering dilakukan dalam menentukkan bentuk

hubungan jangka panjang adalah penggunaan analisis kointegrasi. Sementara model lain yang

dilakukan oleh Sims pada tahun 1980 dikenal dengan Vector Autoregression/ VAR (lihat

lebih lanjut di Morimune dan Zhao, 1997). Metodologi Sims didasarkan atas reaksi terhadap

pendekatan ekonometri tradisional untuk menangani model simultan (multi-equation

simultaneous models). Kunci penting dari pendekatan ini adalah pembagian variabel-variabel

menjadi variabel endogen kedalam model dan variabel yang diperlakukan sebagai variabel

eksogen. VAR telah banyak digunakan dalam ekonomi makro. VAR mampu melakukan

peramalan lebih baik dibanding model persamaan struktural (Litterman, 1985). Model VAR

dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt = Гyt-1 +εt

Page 11: Finally Jurnal

dimana vektor Yt =ᅵ Yt , Ztᅵ Selanjutnya dilakukan penurunan pertama (first difference)

sehingga menjadi:

yt –yt-1 = (Г-1) yt-1 + εtt dan ∆yt = ∏yt-1 + εt

Jika semua variabel terintegrasi I(1), maka semua variabel M pada sisi kiri adalah I(0).

Matrik ∏ menghasilkan kombinasi linier dari variabel dalam Yt. namun tidak semua

kombinasi linier terkointegrasi meskipun model representasi VAR dipastikan ada. Jika model

ini diasumsikan sebagai unrestricted VAR maka hasil matriks koefisien harus diperingkat.

Implikasinya, jika variabel benarbenar terkointegrasi maka koefisien matriksnya tidak akan

kehilangan kesesuaiannya. Jika Xt menjadi kolom vektor dari sejumlah p komponen dengan

I(1), maka sistem yang dapat ditulis dalam jumlah order VAR yang terbatas (restricted VAR)

seperti berikut :

∆Xt = μ + ∏xt-1+...+Tk∆xt-k + εt

dimana t = 1,2,3…t dan εt independen, E( εt )=0 dan covariance ( εt ) = ∑ . Model koreksi

kesalahan (ECM) terjadi ketika matrik ∏ dibatasi. Hanya variabel ∏xt yang menunjukkan

masih ada hubungan jangka panjang dimana masing-masing variabel tidak berubah nilainya.

Dalam jangka pendek variabel ∏xt tidak cocok dengan keseimbangan masa lalu dan sisi kiri

adalah penyesuaian dari ketidakcocokannya (Gujarati, 1995, Handoyo, 2002).

MODEL KOREKSI KESALAHAN (ERROR CORRECTION MODEL, ECM)

Secara umum ECM sering digunakan sebagai salah satu model dinamis yang paling banyak

diterapkan dalam penelitian empiris. Metode ini adalah suatu regresi tunggal yang

menghubungkan deferensi pertama variabel bebas dan tingkatan variabel yang dimundurkan

(lagged level variable) untuk semua variabel dalam model.

ECM dalam tulisan ini digunkan model sebagai berikut:

DLM1 = β0 + β1 DLKURS + β2 DLIHK + β3 DLR + β4 ECM

Dengan menggunakan model ECM maka mampu menjelaskan perilaku data jangka pendek.

Page 12: Finally Jurnal

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN UNIT ROOT

Pengujian terhadap stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan Uji akar Unit Dickey

Fuller test. Hasil pengujian unit root terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam

analisa ini dapat diringkas seperti tampak pada Tabel 1. Dari output analisa tersebut dapat

disimpulkan bahwa estimasi stasioneritas variabel memiliki derajat yang berbeda-beda,

varibel-variabel saham, IHK , dan tingkat bunga konsumsi stasioner pada derajat 0 (nol) baik

untuk DF dan ADF, Sedangkan Variabel-variabel M1 untuk nilai DF dan ADF-nya tidak

stasioner.

Tabel 1. Uji Statisioner Dickey Fuller

Variabel Nilai DF Nilai ADF Signifikasi

D(LNM1) 1,4561 1,4122 ****

D(LNKURS) 4,5036 4,4340 *

D(LNIHK) 4,3418 4,3319 *

D(LNR) 3,5933 3,6091 **

Ket : * : signifikan 1 %** : signifikan 5 %*** : signifikan 10 %**** : tidak signifikan

PENGUJIAN DERAJAT INTEGRASI

Uji derajat integrasi yang merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit apabila data (variabel)

belum stasioner seluruhnya pada derajat 0 (nol). Pengujian ini dilakukan dengan menurunkan

varibel sebanyak satu kali. Seperti halnya pada uji akar-akar unit, pengujian ini juga

menggunakan Dickey Fuller Test seperti tampak pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2

didapatkan seluruh nilai DF dan ADF dari semua variabel signifikan, sehingga dapat

Page 13: Finally Jurnal

disimpulkan bahwa semua varibel stasioner pada derajat 1 (satu) dengan menggunakan

Dickey Fuller Test.

Table 2. Uji Derajat Integrasi Dickey Fuller

Variabel Nilai DF Nilai ADF Signifikasi

D(LNM1) 2,8918 2,9233 ***

D(LNKURS) 4,6675 4,5401 *

D(LNIHK) 4,4211 4,3191 *

D(LNR) 4,1387 4,2190 *

Ket : * : signifikan 1 %** : signifikan 5 %*** : signifikan 10 %**** : tidak signifikan

PENGUJIAN NORMALITAS

Pengujian Normalitas mempunyai asumsi bahwa distribusi probabilitas dari gangguan ut

memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol. Uji yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Jarque-Bera Test. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai J-B untuk M1

adalah 10,032127 yang nilainya lebih kecil dari χ2 tabel, artinya residual model berdistribusi

normal pada signifikansi 99%.

Tabel 3. Uji Normalitas

M1

Uji Statistics Probability

Jarque-Bera 10,032127 0,005975

ESTIMASI HUBUNGAN JANGKA PANJANG DENGAN VECTOR AUTO

REGRESSION (VAR)

UJI MENCARI KELAMBANAN OPTIMAL

Pada metode VAR, penetapan tingkat kelambanan (lag) optimal menjadi sangat penting,

karena variabel independen yang dipakai adalah kelambanan dari variabel endogennya.

Penetapan tingkat kelambanan optimal menggunakan nilai kriteria Akaike (Akaike

Information Criterion/AIC) dan (Schwartz Criterion/SC) yang didasarkan atas nilai terendah

AIC dan SC, yang dihasilkan dari operasi metode VAR. Penetapan tingkat kelambanan

dilakukan dengan membandingkan kelambanan 1,2 dan 3 terhadap ketiga variabel yang akan

Page 14: Finally Jurnal

dilakukan estimasi yaitu permintaan uang M1 (LNM1), kurs (LNKURS). Hasil uji

kelambanan optimal VAR disajikan pada tabel dalam Tabel 4.

Tabel 4. Uji Kelambanan Optimal VAR

Lag Akaike Schwartz

1 85,894 87,398

2 91,742 93,092

3 104,201 107,287

Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan metode VAR, maka nilai terendah baik

AIC dan SC terletak pada tingkat kelambanan ke-1, sehingga tingkat kelambanan yang

paling optimal yang akan dipakai dalam model VAR adalah tingkat kelambanan ke-1.

HASIL ESTIMASI VAR

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel dependen yakni LNM1, dan LNKURS dengan dua

variabel independen yakni : LNM1(-1), dan LNKURS(-1)

Hasil estimasi model VAR disajikan pada tabel 5. Keseluruhan variabel memiliki nilai

koefisien determinasi di antara 50% - 70 %, yang artinya 50% - 70 % variasi variabel

independen mampu menjelaskan variabel dependennya. Pengujian parsial dengan uji-t,

diketahui memiliki dua hubungan antar variabel yang lolos uji-t. Diantaranya LNM1(-1)

⇒LNM1, LNKURS(-1) ⇒ LNKURS.

Dari hasil ini dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh variabel hanya dipengaruhi oleh

variabelnya sendiri tanpa dipengaruhi variabel lain dan konsisten dengan kelambanan 1 (satu)

kuartal pada periode 1997.1. – 2011.4. Hubungan kausalitas dua arah tidak ditemukan di

antara kedua variabel ini.

Tabel 5. Hasil Estimasi Model VAR

Variabel LNM1 LNKURSLNM1 (-1) 0,51382 0,32912t-stat (2,09131) (0,61112)LNKURS (-1) -0,15611 0,70992t-stat (-0,78912) (3,17693)R2 0,698271 0,710283

HASIL ESTIMASI ECM

Dalam bagian ini akan dibahas penaksiran error correction, dengan memasukkan deviasi

yang terjadi dalam jangka panjang dan dinamika jangka pendek. Di dalam model ini,

Page 15: Finally Jurnal

dinamka jangka pendek dibuat dengan memasukkan perbedaan pertama (first-difference).

Penyesuaian jangka panjang dilakukan dengan cara memasukkan error correction yang

ditaksir dalam bagian sebelumnya. Model dasar dalam penelitian ini sebagai berikut:

DLM1 = β0 + β1 DLKURS + β2 DLIHK + β3 DLR + β4 ECM

Tabel 6. Estimasi Permintaan Uang Jangka Pendek

Variabel Koefisien (M1)

C -0,51343

D(LNKURS) -0.165761

D(LNIHK) 0.971072

D(LNR) 0.00056*

ECMM1 0,00012**

R2 = 0.945445Adj. R2 = 0.938006DW-stat = 1.893374F-stat = 15,791

Ket : * : signifikan 1 %** : signifikan 5 %

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai ECM untuk M1 mengindikasikan bahwa

hasil regresi signifikan, berarti model ECM adalah valid dan variabel yang diamati

berkointegrasi. Bila dilihat dari nilai F-statistiknya, untuk M1, variabel independennya

mempengaruhi variabel dependen. Selanjutnya dalam analisa jangka pendek, untuk

permintan uang riil (M1), Variabel Saham menunjukkan hubungan negatif, yang nilainya -

0,165761, yang berarti kenaikan harga saham 1 % maka akan mengakibatkan penurunan uang

riil (M1) yang beredar dimasyarakat karena kecendrungan masyarakat menamkannya di pasar

modal sebesar-0,165761. Variabel IHK menunjukkan signifikan positip pada level α=1%

dengan nilai koefisien sebesar 0.971072, maka arti dari nilai tersebut adalah jika IHK naik 1

% maka akan mengakibatkan permintaan uang riil (M1) naik sebesar 0.971072 milyar rupiah.

Kemudian juga variabel tingkat suku bunga konsumsi (R) signifikan positif pada level α=%.

Nilai koefisiennya sebesar 0.00056, artinya bila terjadi kenaikan tingkat bunga sebesar 1%

mengakibatkan kenaikan permintaan uang riil (M1) sebesar 0.00056 milyar rupiah.

Page 16: Finally Jurnal

KESIMPULAN

Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat adanya kondisi non

stasioneritas pada data time series yang dipergunakan dalam penelitian. Hal ini disebabkan

oleh adanya ketidakstabilan kondisi perekonomian di Indonesia. Hasil estimasi jangka

panjang dengan VAR menunjukkan masing-masing variabel (M1 dan KURS) dipengaruhi

oleh variabel itu sendiri yang konsisten pada satu kuartal sebelumnya. Permintaan uang riil

(M1), Variabel Saham menunjukkan hubungan negatif, yang nilainya -0,165761, yang berarti

kenaikan harga saham 1 % maka akan mengakibatkan penurunan uang riil (M1) yang beredar

dimasyarakat karena kecendrungan masyarakat menamkannya di pasar modal sebesar-

0,165761. Variabel IHK menunjukkan signifikan positip pada level α=1% dengan nilai

koefisien sebesar 0.971072, maka arti dari nilai tersebut adalah jika IHK naik 1 % maka akan

mengakibatkan permintaan uang riil (M1) naik sebesar 0.971072 milyar rupiah. Tingkat

harga berpengaruh positif terhadap permintaan uang. Hal ini sesuai dengan teori klasik bahwa

uang diminta untuk tujuan transaksi. Kenaikan harga barang-barang menyebabkan nilai riil

uang turun, yang berarti bahwa dibutuhkan jumlah uang yang lebih banyak untuk membiayai

transaksi sehingga permintaan uang naik. Kemudian juga variabel tingkat suku bunga

konsumsi (R) signifikan positif pada level α=%. Nilai koefisiennya sebesar 0.00056, artinya

bila terjadi kenaikan tingkat bunga sebesar 1% mengakibatkan kenaikan permintaan uang riil

(M1) sebesar 0.00056 milyar rupiah.

Page 17: Finally Jurnal

DAFTAR PUSTAKA

Insukindro, (1991), “Regresi Linier Lancung dalam Analisis Ekonomi; Suatu Tinjauan

dengan Studi Kasus di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume

1,8-23

Budiono, (1992), Eokonomi Moneter Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No 5,

Yogyakarta, Edisi 3, BPFE UGM.

Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia, beberapa edisi

Badan Pusat Statistik, Indikator Ekonomi, berbagai edisi.

Gujarati, Damodar, (1995), Basic Econometrics, Third Edition, New York, Mc Graw-Hill

International.

Insukindro, (1993), Ekonomi Uang dan Bank, Yogykarta, BPFE UGM.

Iswardono, (1981), Uang dan Bank, Yogyakarta, BPFE UGM.

Kindleberger, C. P dan Peter H. Lindert, (1986), International economics, Alih bahasa oleh

Burhanudin Abdullah, Ekonomi International, Jakarta, Erlangga.

Krishna, D.V.G. (1996), “An Empirical analisis of Demand for Money in India (1969-90)”,

Finance India, Vol. 10 No. 3 September.

Prawoto, N., (2000), “Permintaan Uang d Indonesia Tahun 1976-1996 Konsep Keynesian

dan Moneteris Dengan Dendekatan PAM”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 5

No.1.

Sugianto, C., (1994), Ekonometri Terapan, Yogyakarta, Edisi 1, BPFE UGM.

Sukirno, Sadono, (2000), Makroekonomi Modern, Jakarta, Rajawali Pers.