issue strategies kependudukan indonesia.pdf

Upload: tina-tika

Post on 05-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    1/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    2/38

    2

    Sehubungan dengan itu, diperlukan data kependudukan yang berkesinambungan

    sebagai sumber informasi bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam

    merencanakan pembangunan baik secara nasional maupun regional dan lokal.

    Dapat dikatakan bahwa semua rencana pembangunan memerlukan datakependudukan seperti jumlah, persebaran, komposisi menurut umur maupun jenis

    kelamin, dan data kependudukan lainnya yang relevan. Tanpa tersedianya data

    penduduk, sangat sulit membuat rencana pembangunan, baik fisik maupun sosial

    yang lebih tepat sasaran.

    2. Isu Strategis Kependudukan

    Dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan yang berwawasan

    kependudukan, maka perlu melihat berbagai permasalahan terkait kependudukan

    yang terjadi sampai saat ini. Dari berbagai permasalahan kependudukan yang

    terjadi di Indonesia, dapat dirumuskan berbagai isu strategis bidang kependudukan,

    sebagai berikut:

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    3/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    4/38

    4

    GAMBAR 2

    SKENARIO PROYEKSI PENDUDUK

    Peningkatan jumlah penduduk ini perlu mendapat perhatian mengingat dampaknya

    sangat luas. Jumlah penduduk meningkat berarti pemenuhan kebutuhan hidup juga

    meningkat seperti sandang, pangan, papan, energi, kesempatan kerja, kesehatan,

    pendidikan, dan hak dasar lainnya. Jumlah penduduk yang besar mempunyaiimplikasi pada berbagai penyediaan kebutuhan baik fisik maupun non fisik, yang

    berbeda-beda pada kelompok umur, individu maupun keluarga.

    Struktur penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin

    menunjukkan perubahan akibat terjadinya transisi demografi yang berlangsung di

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    5/38

    5

    Indonesia. Transisi demografi tersebut ditandai dengan penurunan angka kelahiran,

    dan penurunan angka kematian. Berlangsungnya transisi demografi tersebut makin

    lama makin mengubah wajah penduduk Indonesia, dengan menggeser distribusi

    umur penduduk. Proporsi penduduk muda makin menurun, proporsi penduduk usia

    kerja meningkat pesat, dan proporsi penduduk usia lanjut bergerak naik secara

    pelahan. Dengan kata lain, perubahan struktur umur penduduk mengakibatkan

    penduduk Indonesia makin menua (ageing population). Namun jumlah penduduk

    usia muda atau usia anak-anak kurang dari 15 tahun masih banyak. Jika keduanya

    mempunyai jumlah yang besar, maka akan memberikan sumbangan yang besar

    pada Rasio Ketergantungan yang tinggi. Rasio Ketergantungan atau age

    dependency ratio merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia non-kerja

    di bawah 15 tahun, dan di atas 65 tahun, terhadap penduduk usia kerja 15-64

    tahun.

    Penurunan proporsi penduduk muda mengurangi besarnya investasi untuk

    pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga sumber daya dapat dialihkan

    kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

    kesejahteraan keluarga. Selanjutnya pertumbuhan penduduk usia kerja yang lebih

    pesat dibanding dengan pertumbuhan penduduk muda memberikan peluang untuk

    mendapatkan bonus demografi (atau juga sering dikatakan demographic dividend ,

    atau demographic gift ). Yakni apabila ada respon kebijakan pemerintah yang positif

    pada saat bonus demografi menyediakan tenaga kerja cukup besar untuk

    meningkatkan produktivitas.

    2.2. Ledakan penduduk usia kerja muda

    Sebagai salah satu syarat untuk memanfaatkan bonus demografi atau the window

    of opportunity , adalah suplai tenaga kerja yang besar. Jumlah penduduk usia kerjayang besar adalah suplai tenaga kerja yang besar, yang dapat meningkatkan

    pendapatan per kapita apabila diberi/mempunyai pekerjaan yang produktif.

    Dalam hal ketenagakerjaan, berbagai permasalahan yang dihadapi yaitu kualitas

    tenaga kerja masih rendah; mismatch  antara kualifikasi tenaga kerja dan pasar

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    6/38

    6

    kerja yang tersedia; angka pengangguran terbuka cenderung tinggi dan terus

    meningkat; angka pengangguran terselubung menjadi lebih dari 1/3 angkatan kerja;

    dan meningkatnya pekerja di sektor informasi. Sementara itu, tenaga kerja lebih

    terkonsentrasi di perkotaan dan wilayah Jawa Bali.

    Penduduk usia kerja (umur 15-64 tahun) mempunyai proporsi terbesar yaitu 65,1

    persen dari dari total penduduk 206,3 juta pada tahun 2000. Jumlah absolut dan

    proporsi penduduk usia kerja ini akan terus meningkat, dan mencapai proporsi yang

    stagnan yaitu 69% pada tahun 2010, 2015 dan 2020.

    Peningkatan jumlah absolut dan relatif penduduk usia kerja yang besar sebagai

    akibat dari transisi demografi, dapat berdampak pada meningkatnya kebutuhan

    akan kesempatan kerja. Selain itu, juga perlu upaya untuk meningkatkan

    kesejahteraan pekerja, yang saat ini masih didominasi oleh pekerja yang

    berkualitas rendah.

    Ledakan penduduk usia kerja tersebut terutama terjadi pada usia muda (15-24 thn)

    yang jumlahnya mencapai 44 juta jiwa. Sekitar 22 juta penduduk usia kerja tersebut

    masuk pasar kerja, namun umumnya tidak mempunyai keterampilan dan

    kompetensi yang tinggi. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kualitas

    sumberdaya manusia Indonesia masih rendah. Apabila kondisi seperti ini tidak

    ditangani dengan baik, maka penduduk Indonesia tidak akan bisa menghadapi

    tantangan globalisasi, karena penduduk mempunyai daya saing yang rendah.

     Akibat lebih buruk lagi lagi yaitu dapat memperparah kondisi kemiskinan bangsa,

    karena rantai kemiskinan antar generasi akan sukar diputus.

    Kelompok penduduk usia kerja muda ini seharusnya masih termasuk kelompok

    penduduk yang sedang menempuh pendidikan di tingkat SMA dan Perguruan

    TInggi. Namun kenyataannya, persentase penduduk usia tersebut yang mampumenyelesaikan pendidikan sampai dengan jenjang SMA lebih kecil dibandingkan

    mereka yang mampu menyelesaikan pendidikan SMP. Oleh karena itu, perlu

    menyediakan fasilitas pendidikan formal yang memberikan ketrampilan. Sehingga

    penduduk usia kerja muda yang tidak mampu menyelesaiakn jenjang sekolah ke

     jenjang yang lebih tinggi, dapat memperoleh bekal ketrampilan dan dapat siap

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    7/38

    7

    terjun ke pasar kerja. Dengan kata lain perlu diterapkan program from school to

    work .

    2.3. Jumlah Penduduk Usia Lanjut Meningkat

    Jika dibanding dengan kelompok penduduk lainnya, penduduk usia lanjut (umur 60

    tahun atau lebih) Indonesia memang masih relatif kecil. Namun peningkatan

    proporsinya dinilai sangat cepat. Pada tahun 1971, proporsinya masih sekitar 4,5%,

    meningkat hampir dua kali lipatnya dalam kururn waktu 30 tahun, yaitu 7,1% pada

    tahun 2000. Pada tahun 2015 diproyeksikan akan meningkat menjadi 9,4%

    (Bappenas, 2007). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia sudah

    mengalami penuaan penduduk ( Ageing population). Peningkatan jumlah dan

    proporsi penduduk usia lanjut ini perlu mendapat perhatian, terutama terkait dengan

    pemenuhan kebutuhan seperti layanan kesehatan.

    Peningkatan penduduk usia lanjut seiring dengan peningkatan usia harapan hidup.

    Seperti tampak dari data UN, Angka harapan hidup meningkat dari 45,7 tahun pada

    tahun 1971 menjadi 65,4 tahun pada tahun 2000, dan 69,9 tahun pada tahun 2015.

    Sementara proporsi penduduk usia lanjut meningkat dari 4,9 juta tahun 1950

    menjadi 21,4 juta tahun 2010. Meskipun proporsi dan laju pertumbuhan penduduk

    usia lanjut rendah, namun tahun 2015, mencapai 5,9 persen atau 14,7 juta jiwa.

    Jumlah lansia meningkat dan mulai pesat setelah 2015 (lihat Gambar 3).

    GAMBAR 3

    PROYEKSI JUMLAH LANSIA (60+) INDONESIA 

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    8/38

    8

    Sumber: Sri Moertiningsih Adioetomo, 2008,

    Pada gambar tersebut penduduk usia lanjut dibagi menurut tiga kelompok,

    mengingat perbedaan kelompok umur tersebut akan berdampak pada perbedaan

    kebutuhan untuk perawatan dan pelayanan kesehatan bagi penduduk usia lanjut

    tersebut. Pembagian kelompok umur tersebut yaitu1. Young old , usia 60-69 tahun

    2. Middle old, usia 70-79 tahun 

    3. Old-old, usia 80 tahun ke atas

    Peningkatan jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut ini perlu diperhatikan,

    terutama terkait dengan dampak dan permasalahan yang ditimbulkannya.

    Mengingat kebutuhan untuk penduduk usia lanjut berbeda dengan penduduk usia

    muda. Selain itu, penduduk usia lanjut meskipun berproduksi, tapi berbeda denganketika mereka berada pada usia kerja. Bahkan mungkin penduduk usia lanjut sudah

    tidak berproduksi lagi. Mengingat mereka sudah mengalami penurunan kondisi

    sosial, ekonomi dan kesehatan. Sementara itu penduduk lanjut usia ini juga masih

    tetap mengkonsumsi. Menjadi tantangan bagi pemerintah dalam hal pemenuhan

    kebutuhannya. Apalagi jika tidak ada upaya pengendalian laju pertumbuhan

    Growth of old population by age, 1950-2050,Indonesia

    10,000 

    20,000 

    30,000 

    40,000 

    50,000 

    60,000 

    70,000 

    80,000 

    90,000 

    1950  1960  1970  1980  1990  2000  2010  2020  2030  2040  2050 

     Year  

    Number ('000) 

    80+ 

    70-79 

    60-69 

    World Population Projection, 2006

    Total 79.8 

    21.4 

    4.9 35.8 

    32 

    11.8 

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    9/38

    9

    penduduk, sehingga penduduk usia muda masih tetap tinggi. Diproyeksikan bahwa

    di masa depan, proporsi penduduk usia muda dengan penduduk usia lanjut akan

    sama. Kondisi seperti ini akan berdampak pada peningkatan pelayanan kesehatan,

    karena terjadi beban ganda penyakit. Di satu sisi penyakit yang banyak menyerang

    penduduk usia muda, dan di sisi lain penyakit yang timbul seiring dengan terjadinya

    penuaan penduduk.

    Umumnya penduduk usia ini mengalami berbagai penurunan kondisi baik fisik,

    psikis, ekonomi dan social. Mereka umumnya rentan terhadap gangguan fisik dan

    mental. Sehingga perlu memperhatikan kebutuhan social, pelayanan

    kesehatan,dan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya seperti pengaturan tempat

    tinggal, Intergenerational transfer of wealth, dan kesejahteraan. Apalagi kalau

    dilihat kondisi penduduk usia lanjut yang ada sekarang, mereka umumnya tinggal di

    daerah perdesaan, dan berpendidikan rendah. Selain itu, penduduk usia lanjut

    perempuan lebih banyak daripada laki-laki, dan mereka umumnya berstatus

    sebagai kepala keluarga. Berdasarkan data Susenas tahun 2005, sebagian besar

    penduduk usia lanjut tinggal di daerah perdesaan dengan keluarga inti. Apakah ini

    berarti bahwa care giver  mereka pergi ke daerah perkotaan? Selain itu, yang perlu

    diperhatikan juga adalah penduduk perempuan usia lanjut 80 tahun ke atas, yang

    berstatus kepala keluarga. Siapa yang akan menanggung kesejahteraan ekonomi

    mereka?

    Pengaturan tempat tinggal sangat diperlukan untuk mengantisipasi kebutuhan

    tempat tinggal penduduk usia lanjut, seiring dengan terjadinya pergeseran struktur

    keluarga dari keluarga batih ke keluarga inti. Serta terjadinya peningkatan

    partisipasi angkatan kerja perempuan, sehingga mengurangi kemungkinan untuk

    merawat penduduk usia lanjut.

     Apabila penduduk usia lanjut tersebut berada pada kondisi sakit-sakitan, terlantar,dan miskin, maka jumlah penduduk usia lanjut yang besar akan memperburuk

    kondisi kependudukan Indonesia. Mereka hanya akan menjadi beban bagi

    penduduk kelompok usia lainnya atau yang lebih muda. Dengan demikian, perlu

    upaya sejak dini atau pra usia lanjut untuk mempersiapkan penduduk usia lanjut

    yang aktif dan mandiri atau lebih dikenal dengan istilah active ageing . Selain itu,

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    10/38

    10

    pemerintah perlu membuat suatu social security   (jaminan social) yang tepat dan

    sesuai untuk penduduk usia lanjut, terutama bagi kelompok penduduk yang berada

    di sektor informal.

    Dalam rangka mempersiapkan active ageing   bagi penduduk di masa yang akan

    datang, maka perlu memperhatikan penduduk yang akan menjadi penduduk usia

    lanjut pada tahun 2015 dan selanjutnya. Selain itu, perlu mempelajari karakteristik

    penduduk tersebut sekarang ini, dan perlu dipersiapkan upaya-upaya untuk

    mencapai active ageing melalui pemeliharaan kesehatan dan asupan gizi yang

    seimbang, gaya hidup sehat, dan olah raga yang teratur.

    Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut juga berpengaruh terhadap tingkat

    kematian penduduk. Pada tahun 2005 jumlah kematian diperkirakan sebesar 1,44

     juta pertahun, dan diproyeksikan menjadi 1,53 juta tahun 2015.

    2.4. Mobilitas Penduduk Meningkat

    Selain masalah fertilitas, dan mortalitas, masalah kependudukan lain yang juga

    perlu mendapat perhatian adalah mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk baru

    menjadi perhatian ketika angka mortalitas dan angka fertilitas telah menurun, yang

    diikuti dengan semakin kecilnya ukuran keluarga, peningkatan pendidikan dan

    pendapatan. Terjadinya globalisasi informasi, serta perbaikan infrastruktur

    transportasi juga berperan dalam meningkatkan mobilitas penduduk.

    Mobilitas penduduk merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi

    dinamika penduduk dalam satu wilayah. Dinamika yang dimaksud adalah

    pertumbuhan penduduk yang bisa meningkat maupun berkurang. Jika jumlah

    penduduk yang datang ke suatu wilayah lebih banyak daripada yang keluar dari

    wilayah tersebut, maka jumlah penduduk meningkat, dan pada gilirannya dapat

    meningkatkan pertumbuhan penduduk. Sebaliknya jika jumlah penduduk yang

    keluar lebih besar daripada yang datang, maka jumlah penduduk di suatu wilayah

    cenderung berkurang, sehingga menurunkan angka pertumbuhan penduduk.

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    11/38

    11

    Pada dasarnya mobilitas penduduk adalah pergerakan penduduk secara geografis.

    Terdapat dua jenis pergerakan penduduk, yaitu mobilitas permanen dan mobilitas

    non permanen. Perbedaan antara keduanya terletak pada tujuan pergerakan

    tersebut. Bila seseorang yang pindah dengan tujuan untuk bertempat tinggal

    secara tetap, maka ia dikatakan sebagai pelaku mobilitas permanen. Sebaliknya,

     jika seseorang yang pergi ke suatu tempat tanpa mempunyai tujuan pindah tempat

    tingggal, maka orang tersebut adalah pelaku mobilitas nonpermanen, seperti

    mobilitas sirkuler atau mobilitas ulang alik (Hugo, 1982). Dalam berbagai literatur,

    mobilitas permanen lebih sering disebut sebagai migrasi.

    Mobilitas penduduk ini tidak saja permanen maupun tidak permanen, tetapi juga

    mobilitas penduduk internal dan internasional. Meningkatnya pendidikan,

    pendapatan dan angka harapan hidup telah mendorong penduduk untuk melakukan

    perpindahan baik secara nasional maupun internasional. Selain itu, di masa depan

    terdapat kecederungan peningkatan penduduk di daerah perkotaan.

    Migrasi penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain terutama didasarkan pada motif

    ekonomi (Ananta dan Wongkaren,1996). Dalam hal ini penduduk yang pindah telah

    memperhitungkan berbagai kerugian, dan keuntungan yang akan didapatkan

    sebelum yang bersangkutan memutuskan untuk berpindah atau menetap di tempat

    asalnya (McConell and Brue, 1989). Teori neoclassical economics  mengatakan

    bahwa migrasi terjadi karena adanya perbedaan upah dan kondisi antar daerah

    serta biaya, dalam keputusan seseorang untuk melakukan perpindahan. Menurut

    teori ini perpindahan penduduk merupakan keputusan pribadi yang didasarkan

    pada keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan. Tetapi dalam teori new

    economics of migration, perpindahan penduduk tidak hanya berkaitan dengan

    pasar kerja, tetapi juga berkaitan dengan faktor-faktor yang lainnya. Keputusan

    bermigrasi juga tidak semata-mata keputusan individu, tetapi terkait dengan

    lingkungan sekitar seperti keluarga dan kondisi daerah, baik asal maupun tujuan.

    Di masa depan sudah tidak dapat dihindari lagi, bahwa penduduk Indonesia

    mobilitasnya semakin tinggi. Semula penduduk yang melakukan mobilitas dari desa

    ke kota atau ke luar negeri adalah penduduk yang tingkat pendidikannya rendah

    dan keterampilan rendah. Namun kecenderungan sekarang penduduk yang

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    12/38

    12

    melakukan mobilitas ke luar negeri adalah penduduk yang berpendidikan, dan

    keterampilan tinggi (brain drain). Sehubungan dengan mobilitas penduduk,

    beberapa isu penting lain yang perlu diperhatikan meliputi:

    •  Urbanisasi meningkat, terjadi konsentrasi penduduk di daerah perkotaan,

    Semakin meningkatnya persentase penduduk perkotaan. Belum adanya

    kesiapan dari penduduk dengan situasi perkotaan, bagaimana

    pendidikannya, budayanya, terutama bagaimana kondisi remaja kota yang

    rentan terhadap kesehatan reproduksi, risky behaviour , narkotika dan

    rokok.

    •  Tahun 2025 sekitar 80% penduduk Pulau Jawa adalah perkotaan.

    •  Persebaran penduduk tidak merata

    Isu strategis yang muncul dari proses mobilitas ini adalah bahwa kegiatan

    perekonomian seperti industri, perdagangan dan jasa membutuhkan sumber daya

    manusia yang berkualitas. Sementara kenyataan memperlihatkan bahwa penduduk

    yang melakukan migrasi pada umumnya berpendidikan rendah, berada pada umur

    muda dan produkstif, serta ke kota untuk mencari pekerjaan. Sehingga untuk

    menjawab kebutuhan industri, dan kegiatan perekonomian lainnya diperlukan

    pekerja yang produktif, dan berdaya saing tinggi.

    Komponen mobilitas ini penting untuk diperhatikan seiring dengan kemajuan di

    bidang transportasi, yang lebih memudahkan penduduk untuk melakukan

    perpindahan atau aktivitas antar wilayah, baik perpindahan dalam negeri maupun

    antar negara. Tentunya mobilitas penduduk juga tidak luput dari berbagai

    permasalahan yang dihadapi, yang sampai sekarang masih belum bisa diatasi

    dengan baik. Berikut ini gambaran mobilitas penduduk baik internal, international,

    permanen dan non permanen, serta urbanisasi penduduk.

    a. Mobilitas Internal

    Ditinjau dari migrasi internal, baik dalam Sensus maupun SUPAS, secara

    operasional seseorang dikategorikan sebagai migran, apabila yang berangkutan

    melintasi batas wilayah provinsi, dan lamanya tinggal di provinsi tujuan selama

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    13/38

    13

    minimal enam bulan dengan konsep de  jure. Namun demikian, seseorang yang

    pada saat dicatat, tinggal di tempat tujuan kurang dari enam bulan, tetapi

    bermaksud tinggal secara menetap di tempat tersebut, atau seseorang yang pada

    saat dicacah tidak ada di tempat, tetapi kurang dari enam bulan, orang tersebut

    akan dianggap sebagai penduduk di tempat pencacahan dilakukan (Mantra dan

    Kasto, 1984).

     Arus mobilitas penduduk terkait erat dengan kebijakan pemerintah, pembangunan

    ekonomi maupun infrastruktur. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan arus migrasi

    antar pulau di Indonesia. Pada tahun 1980an, Pulau Jawa menjadi primadona

    sebagai pengirim migran terbesar ke luar Jawa, terutama menuju Pulau Sumatra.

    Pada tahun 1990 Pulau Jawa masih menjadi pengirim migran utama, namun pada

    tahun 1985 justru terjadi arus sebaliknya. Arus migrasi menuju Pulau Jawa dari

    Pulau Sumatra, dengan ditunjukkannya angka migrasi neto di Pulau Sumatra (-

    12,50), sedangkan di Pulau Jawa menjadi 6,36. Pada periode 1980-1990 juga

    menunjukkan adanya arus migrasi menuju ke Pulau Kalimantan. Perubahan ini

    menunjukkan adanya pola persebaran migrasi yang lebih merata, dimana pada

    periode sebelumnya pola migrasi antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, pada era

    1995 dan 2000 lebih antara Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan.

    Tabel 1PERSENTASE MIGRASI RISEN ANTARPULAU DI INDONESIA: 1980 - 2005

    Pulau 1980 1990 1995 2000 2005

    Sumatra 53,85 6,52 -12,50 0,14 -3,15Jawa -63,26 -18,75 6,36 -2,87 -3,06Kalimantan 8,36 8,47 4,30 2,89 -0,33Sulawesi 3,11 0,53 0,85 0,32 2,15Kepulauan Lain -2,07 3,24 1,00 -0,47 4,39

    Sumber: Diolah dari BPS (1983); BPS (1992); BPS (1996); BPS (2001), dan BPS (2005).

    Pada era 1980an, pola migrasi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatra lebih banyakdisebabkan oleh transmigrasi, yang dilaksanakan oleh pemerintah secara besar-

    besaran. Daerah-daerah transmigrasi banyak dibuka di Provinsi Lampung, Aceh,

    Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatra Selatan dan Sumatra Utara. Ketika kemudian

    pembangunan di Pulau Jawa berkembang dengan pesat, terjadi titik balik arus

    migrasi menuju ke Pulau Jawa, yang mencapai puncaknya pada tahun 1995.

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    14/38

    14

    Selanjutnya dalam tahun 2000, arus migrasi keluar Pulau Jawa lebih besar

    dibandingkan arus yang masuk ke Pulau Jawa, hal ini disebabkan oleh persebaran

    pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh provinsi-provinsi yang kaya seperti

    Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dalam era otonomi daerah.

    Jika diperhatikan pola migrasi antar provinsi (Tabel 2), nampak bahwa Provinsi

    Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi pengirim utama migrasi keluar Jawa.

    Sementara Provinsi Jawa Barat yang menjadi daerah penerima migran,

    menunjukkan peningkatan, dari 1,7% pada tahun 1980 menjadi 16,1% pada tahun

    1990, dan turun menjadi 5,5% pada tahun 2000. Wilayah ini merupakan daerah

    tujuan migran dari Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta daerah-daerah lain

    dari Pulau Sumatra. Kondisi sebaliknya terjadi tahun 2005, penduduk lebih banyak

    yang pergi ke luar daripada yang masuk ke provinsi tersebut, yang ditunjukkan

    dengan angka migrasi keluar 19,2%.

    Pada saat yang bersamaan sejumlah besar migran mengalir dari Provinsi DKI

    Jakarta ke Provinsi Jawa Barat (Chotib, 2007). Kondisi seperti ini memperlihatkan

    adanya skala disekonomi yang tersembunyi di Provinsi DKI Jakarta. Masyarakat

    mengakui adanya inefisiensi di Provinsi DKI Jakarta, namun mereka juga masih

    membutuhkan keuntungan politik dan ekonomi yang ditampilkan oleh hegemoni

    wilayah tersebut. Hal in menjadi pendorong berkembangnya wilayah di sekitarnya

    seperti Kota Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

    Tabel 2

    Persentase Migrasi Risen Masuk, Keluar dan Neto, Tahun 1980-2005

    Provinsi1980 1990 1995 2000 2005

    in out net in Out net in out Net in out net In out Net

    NAD 1.4 0.8 0.6 1.1 1.0 0.1 0.7 1.2 -0.5 0.2 2.0 -1.8 0.0 1.6 -1.6

    Sumatera Utara 2.6 5.0 -2.4 2.1 5.4 -3.3 2.4 4.8 -2.4 1.7 4.4 -2.7 2.7 5.3 -2.6

    Sumatera Barat 2.5 4.3 -1.8 2.5 3.4 -0.9 3.3 3.5 -0.2 1.3 2.8 -1.6 2.8 3.4 -0.6

    Riau 2.7 1.5 1.1 2.7 1.8 0.9 3.5 3.0 0.4 6.3 1.1 5.2 5.4 2.6 2.9

    Jambi 2.9 1.0 1.9 2.6 1.2 1.4 1.3 1.3 0.1 1.3 1.0 0.3 1.7 1.3 0.3

    Sumatera selatan 5.9 3.7 2.2 4.0 3.9 0.2 3.0 4.5 -1.5 2.0 1.8 0.1 1.7 2.8 -1.1

    Bengkulu 1.8 0.5 1.4 1.6 0.6 1.0 1.6 0.9 0.7 0.8 0.4 0.4 0.8 0.8 0.0

    Lampung 13.6 1.3 12.4 4.0 2.6 1.4 2.7 4.0 -1.3 1.8 35.8 -34.0 2.3 2.9 -0.6

    Bangka Belitung 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 34.5 0.4 34.1 0.5 0.5 0.0

    DKI Jakarta 20.6 10.7 9.9 15.9 19.2 -3.4 14.0 19.8 -5.8 8.4 10.3 -1.9 3.9 0.2 3.7

    Jawa Barat 14.8 13.2 1.7 25.7 9.6 16.1 26.2 10.8 15.5 13.3 7.7 5.6 14.6 19.2 -4.6

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    15/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    16/38

    16

    Seiring dengan kemajuan teknologi transfortasi, informasi dan komunikasi, maka

    peningkatan mobilitas penduduk tidak hanya terjadi secara internal, melainkan

    lintas negara atau internasional. Mobilitas internasional yang mengalami

    peningkatan didominasi oleh migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) terutama pekerja

    migran perempuan. Selama tahun 2006 sebanyak 680.000 tenaga kerja Indonesia

    berangkat keluar negeri melalui jalur resmi untuk bekerja di negara-negara tujuan.

    Jumlah TKI di luar negeri ini diperkirakan mencapai 4,3 juta orang, dengan

    komposisi jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki.

    Dari jumlah tersebut 85% diantaranya berangkat ke Arab Saudi dan Malaysia.

    Hampir 80% dari semua TKI pada tahun 2006 adalah perempuan dan 88%

    perempuan ini bekerja di sektor informal. Para buruh migran ini sebagian besar

    berasal dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa

    Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Oleh karenanya remitans yang

    kembali ke Indonesia mengalir ke provinsi-provinsi tersebut.

    Jika diperhatikan jumlah tenaga kerja migran keluar negeri dapat diperhatikan pada

    gambar berikut menunjukkan bahwa jumlah tenaga keja migran di luar negeri dari

    tahun 2002 sampai 2005 menunjukkan fluktuasi. Pada periode 2002-2003 terjadi

    penurunan yang cukup signifikan dari 479.393 orang menjadi 293.634 orang. Tetapi

    kemudian meningkat terus menjadi hampir mencapai kondisi pada tahun 2002.

    Kondisi ini diperkirakan akan terus meningkat di masa-masa mendatang.

    GAMBAR 4

    JUMLAH TKI DI LUAR NEGERI, 2002 – 2008 

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    17/38

    17

    -

    100,000

    200,000

    300,000

    400,000

    500,000

    600,000

    2002 2003 2004 2005

    Laki-laki Perempuan Total

     Sumber : Sukamdi, 2006BNP2TKI (Maret 2008) 

    Migrasi tenaga kerja internasional dianggap telah menghasilkan devisa bagi

    negara, terutama daerah-daerah pengirim migran keluar negeri. Gambar 2.16

    memperlihatkan bahwa remitan yang dikirim pekerja migran, sebanyak 65%

    mengalir ke Provinsi Jawa Timur, 15% ke DKI Jakarta, 11 % ke Jawa Tengah,

    sisanya ke Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur dan lain-lainnya. Bank Negara

    Malaysia mencatat sebesar US$ 1,8 milyar remitan keluar dari Negara tersebut,

    namun survey acak yang dilakukan oleh Departemen Statistik Malaysia

    menghasilkan perkiraan sebesar US$ 5,7 milyar pada tahun 2005. Bank Indonesia

    mencatat bahwa pada tahun 2006 aliran remitan termasuk upah ke Indonesia

    sebanyak US$ 0,24 milyar, dan hasil perkiraan sampling atau jumlah migran

    mencapai US$ 2,66 milyar.

    Meskipun remitan yang dihasilkan besar, namun persoalan yang dihadapi tenaga

    kerja migran internasional sangat banyak, mengingat umumnya tenaga kerja

    migrant tersebut tergolong tenaga kerja yang berpendidikan dan berketerampilan

    rendah. Berbagai permasalahan sering terjadi baik pada saat rekrumen, pelatihan,

    pemberangkatan, selama bekerja di luar negeri, dan ketika kembali ke Indonesia.

    Persoalan-persoalan ini tidak hanya dialami oleh pekerja migran internasional yang

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    18/38

    18

    melalui jalur resmi, tetapi terutama banyak dialami oleh pekerja migran yang tidak

    mempunyai dokumen resmi.

    c. Mobilitas Non Permanen

    Masalah kependudukan yang juga perlu diperhatian di masa depan adalahmobilitas non permanen. Meskipun data yang mencatat besaran, arah dan

    karakteristik mobilitas non permanen ini tidak tersedia dalam skala nasional, namun

    beberapa penelitian menunjukkan bahwa mobilitas non permanen ini menunjukkan

    peningkatan di masa depan. Dalam transisi mobilitas model Zelinsky, Indonesia

    telah memasuki tahap migrasi ke dua, yang ditandai dengan migrasi permanen

    internal masih berlangsung, migrasi non permanen meningkat, serta migrasi

    internasional juga meningkat. Peningkatan migrasi non permanen terjadi karena

    kemajuan teknologi, transportasi, komunikasi, serta pertumbuhan industri yangcukup pesat, dan terkonsentrasi di sekitar kota-kota besar.

    Meskipun tidak tersedia data mobilitas non permanen, namun keberadaannya

    dapat dilihat secara kasat mata. Di daerah perkotaan, pelaku mobilitas non

    permanen terkonsentrasi pada pekerja sektor informal. Mereka berada di daerah–

    Gambar 5 

    Persentase Aliran Remitan Masuk ke Indonesia,Januari-April 2007 

    62% 15% 

    11% 

    5% 4%  1% 2% 

    !"#" %&'() 

    !"*")+" 

    !"#" %,-."/ 

    0(1" %,-..")" 2")"+  

    3"4&'"-+"- %&'() 

    5(4"#,1& 5,4"+"- 

    6"&--7" 

    Sumber: BPTKI 

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    19/38

    19

    daerah padat perkotaan, menjadi pedagang asongan, pedagang kaki lima,

    pemulung, dan lain sebagainya. Dari sisi tertib administrasi kependudukan,

    kelompok ini juga tidak tercatat dalam sistem pendaftaran penduduk, dan catatan

    sipil, karena mereka pada dasarnya adalah penduduk di luar wilayah yang

    didatangi. Keberadaan penduduk non permanen ini memerlukan pelayanan publik

    dari pemerintah daerah yang didatangi, dan sekaligus juga menjadi beban bagi

    daerah tersebut. Penduduk ini menjadi isu strategis terutama berkaitan dengan

    pencatatan penduduk dan catatan sipil serta penyediaan pelayanan publik,

    penyediaan pemukiman, dan sarana dan prasaran air bersih.

    d. Urbanisasi

    Mobilitas penduduk Indonesia makin tinggi dimasa depan, terutama mobilitas

    penduduk dari daerah perdesaan ke perkotaan. Tingkat urbanisasi juga tinggi

    dimana diperkirakan pada tahun 2015 mencapai 68%. Proses urbanisasi dipicu

    oleh migrasi desa kota sebagai respon terhadap peningkatan industrialisasi,

    perdagangan dan jasa. Kegiatan perekonomian yang sebagian besar berada di

    perkotaan menyebabkan peningkatan penduduk wilayah perkotaan semakin

    meningkat.

    Meningkatnya penduduk perkotaan menimbulkan masalah tersendiri, terutama

    terkait kesiapan penduduk dengan situasi perkotaan. Berbagai permasalahan

    antara lain terkait dengan pendidikannya, budayanya, terutama bagaimana kondisi

    remaja kota yang rentan terhadap kesehatan reproduksi, risky behaviour , narkotika

    dan rokok. Kesemuanya berpengaruh terhadap kualitas generasi pemuda di masa

    yang akan datang.

    Bagi remaja, perubahan lifestyle berkaitan erat dengan berbagai perilaku beresiko

    seperti penggunaan narkotika dan obat-obatan, perilaku seks bebas, perilaku hidup

    bebas yang memunculkan perkumpulan-perkumpulan remaja yang berkonotasi

    negatif (gang motor, gang punk danlain-lain) serta konsumerisme. Kondisi ini

    memerlukan penanganan yang lebih intensif, baik di dalam rumah maupun di luar

    rumah. Remaja juga memerlukan pelayanan reproduksi sehat, untuk

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    20/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    21/38

    21

    kota besar di Pulau Jawa (Firman, 1994). Pemusatan arus migrasi tersebut tentu

    saja akan menimbulkan dampak positif maupun negatif, baik bagi para pelaku

    migran maupun bagi pemerintah daerah yang dituju.

    Pada saat ini Indonesia sedang mengalami proses migrasi pedesaan – pekotaan

    yang cepat, yang diharapkan terus berlanjut. International Labour Organization 

    (ILO) pada tahun 1971, sekitar 17,4% penduduk tinggal di perkotaan, meningkat

    terus menjadi 43,1% pada tahun 2005. Pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 60%

    penduduk tinggal di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan

    perdagangan kecil, dan layanan personal yang seringkali menjadi sumber

    pendapatan yang cepat di daerah perkotaan. Migrasi desa-kota tidak saja

    berkontribusi pada perluasan sektor jasa, tetapi juga berpotensi untuk

    memperbesar perekonomian informal perkotaan. Hal ini akan menjadi tantangan

    untuk RPJM 2010-2014 mendatang, untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang

    layak di perkotaan.

    Tabel 3 menunjukkan angka urbanisasi menurut provinsi dari tahun 1971-2005.

    Dari tabel tersebut tampak bahwa seluruh wilayah DKI Jakarta sudah menjadi area

    perkotaan, sementara provinsi Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, Banten dan Jawa

    Barat urbanisasinya sudah diatas angka nasional yaitu diatas 50%. Provinsi yang

    persentase urbanisasinya berada pada angka 40–50% adalah Jawa Tengah, Bali,

    Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan Bali.

    Tabel 3

    Angka Urbanisasi Indonesia, 1971-2005

    Provinsi 1971 1980 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

    NAD 8.4 8.9 15.8 20.5 23.6 28.9 34.3 39.7 44.9 49.8

    Sumatera Utara 17.2 25.5 35.5 41.1 42.4 46.1 50.1 54.4 58.8 63.5

    Sumatera Barat 17.0 12.7 20.2 25.1 29.0 34.3 39.8 45.3 50.6 55.6

    Riau 13.3 27.1 31.7 34.4 43.7 50.4 56.5 62.1 66.9 71.1

    Jambi 29.1 12.7 21.4 27.2 28.3 32.4 36.5 40.6 44.5 48.4

    Sumatera selatan 27.0 27.4 29.3 30.3 34.4 38.7 42.9 47.0 50.9 54.6

    Bengkulu 11.7 9.4 20.4 25.7 29.4 35.2 41.0 46.5 51.7 56.5

    Lampung 9.8 12.5 12.4 15.7 21.0 27.0 33.3 39.8 46.2 52.2

    Bangka Belitung 0.0 0.0 0.0 0.0 43.0 47.8 52.2 56.5 60.3 63.9

    DKI Jakarta 100.0 93.4 99.6 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

    Jawa Barat 12.4 21.0 34.5 42.7 50.3 58.8 66.2 72.4 77.4 81.4

    Jawa Tengah 10.7 18.7 27.0 31.9 40.4 48.6 56.2 63.1 68.9 73.8

    DIY 16.3 22.1 44.4 58.1 57.6 64.3 70.2 75.2 79.3 82.8

    Jawa Timur 14.5 19.6 27.4 32.1 40.9 48.9 56.5 63.1 68.9 73.7

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    22/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    23/38

    23

    Kota (Provinsi) 1961-71 1971-80 1980-90 1990-2000

    Penduduk > 1.000.000Jakarta (DKI Jakarta)* 4.46 3.93 2.41 0.16Surabaya (Jawa Timur) 4.49 2.95 2.05 0.43

    Bandung (Jawa Barat) 2.15 2.20 3.47 0.41Medan (Sumatera Utara) 2.90 8.88** 2.30 0.97Semarang (Jawa Tengah) 2.57 5.12** 2.00 0.75Palembang (Sumsel) 2.09 3.36 3.78 2.42Makassar (Sulawesi Sel.) 1.26 5.52** 2.91 1.51

    Penduduk: 500.000-1 jutaPadang (Sumatera Barat) 3.20 10.35** 2.76 1.24Pekanbaru (Riau) 7.51 2.79 7.91** 3.99Bandarlampung (Lampung) 4.08 4.00 8.40** 1.61Bogor (Jawa Barat) 2.45 2.60 0.94 10.97**Malang (Jawa Timur) 2.17 2.13 3.12 0.78

    Banjarmasin (Kalsel) 2.81 3.38 2.36 1.05Samarinda (Kaltim) 7.12 7.44 4.40 2.59

    Keterangan: * Merupakan aglomerasi dari 5 kota di DKI Jakarta** Akibat perluasan wilayah kota

    Sumber: Takahashi (2003)

    2.5. Data kependudukan yang Belum Memadai

    Data kependudukan sangat diperlukan sebagai sumber informasi yang dapat

    memberikan gambaran mengenai situasi, dan kondisi kependudukan yang terjadi

    dalam kurun waktu tertentu dan di wilayah tertentu. Informasi kependudukan ini

    dapat digunakan di segala bidang kehidupan, seperti sosial, ekonomi, budaya, dan

    politik. Jika data dan informasi kependudukan baik, maka perencanaan

    pembangunan akan berjalan dengan baik. Tetapi sebaliknya, jika data dan

    infromasi yang disajikan tidak tepat atau akurat, maka perencanaan akan berjalan

    tidak sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, kasus yang paling mutakhir terkait

    dengan data kependudukan adalah data pemilih tetap dalam pemilihan legislatif

    yang baru saja berakhir beberapa bulan lalu. Dalam kasus tersebut, tampak begitu

    carut marutnya data kependudukan atau dapat dikatakan bahwa data administrasi

    penduduk masih lemah.

    Sebenarnya sumber data kependudukan yang paling ideal adalah berasal dari

    registrasi penduduk yang menyangkut kelahiran, kematian dan perpindahan, serta

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    24/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    25/38

    25

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan kualitas manusia adalah:

    a. Ledakan penduduk usia kerja muda

    b. Indonesian skill crisis 

    c. Gambaran profil angkatan kerja mendatang

    d. Human capital deepening

    e. Concerted Efforts

    a. Ledakan penduduk usia kerja muda

     Adioetomo (2008) mencatat bahwa ketenagakerjaan Indonesia diwarnai dengan

    tenaga kerja yang berpendidikan rendah. dan tidak mempunyai ketrampilan,

    yang akan terus mewarnai karakteristik angkatan kerja di masa depan. Pemuda/i

    yang telah memasuki angkatan kerja pada usia 15-19 tahun di tahun 2005, akan

    terus berada di angkatan kerja selama 50 tahun mendatang sampai mereka

    berusia 60-65 tahun, pensiun atau meninggal. Kualitas angkatan kerja di masa

    depan ini akan dapat terkoreksi dengan upaya perbaikan mutu dan tingkat

    pendidikan yang lebih tinggi.

    Kualitas manusia Indonesia perlu ditingkatkan, terutama untuk mengantisipasi

    ledakan penduduk usia kerja muda. Berdasarkan data, tahun 2007 terdapat 43

     juta penduduk usia kerja muda 15-24 tahun. Sekitar 22,5 juta diantaranya telah

    masuk angkatan kerja, namun sekitar 25,1% (5,6 juta) diantaranya menganggur.

    Umumnya mereka berpendidikan rendah, dan tidak mempunyai keterampilan,

    sehingga tidak siap kerja. Sementara itu, penduduk yang berstatus kerja, sekitar

    31.7% termasuk under-employed  (dibawah jam kerja normal). Satu hal lagi yang

    perlu mendapat perhatian adalah sebagian besar tenaga kerja atau sekitar 60%

    (10,3 juta) bekerja di sektor informal. Kondisi seperti ini berdampak cukup luas,

    terutama terkait jaminan sosial penduduk usia lanjut. Padahal di Indonesia belummempunyai sistem jaminan sosial seperti di Negara maju. Program jaminan

    sosial yang sekarang sudah mulai dilakukan masih terbatas untuk kelompok

    tertentu dan wilayah tertentu. Dengan demikian keberhasilan pemerintah dalam

    mengatasi masalah ketenagakerjaan juga dapat berdampak pada kondisi

    penduduk selanjutnya.

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    26/38

    26

    b. Indonesian Skill Crisis 

    Jumlah tenaga kerja Indonesia sangat banyak, namun jumlah tersebut tidak

    disertai dengan kualitas tenaga kerja yang memadai. Umumnya tenaga kerjamenduduki posisi sebagai tenaga kerja rendahan. Sebagai contoh di industri

    electronic (KBLI 323), diperoleh gambaran bahwa separuh dari pekerja hanya

    menjadi operator dan perakit. Kondisi seperti ini memberikan vallue added

    hanya 3.1% dari seluruh sub sector di industri manufaktur. Sementara itu,

    menurut KBJI 2002, diperoleh gambaran posisi tenaga kerja di perusahaan

    sebagai berikut:

     – 20% diserap dalam general dan special purpose machines 

     – 15% sebagai processor   – 15% sebagai casual workers dan janitor  

     – 0.7% dalam posisi managerial  

     – 0.6% dalam posisi professional  

    c. Gambaran profil angkatan kerja mendatang

    Berdasarkan hasil Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia 2000-2025 (LDFEUI),

    tampak bahwa peningkatan angkatan kerja dari 106,8 juta tahun 2005 menjadi

    148,5 tahun 2025. Namun angkatan kerja tersebut masih didominasi oleh

    rendahnya tingkat pendidikan yang terbawa dari tahun 2000 dan sebelumnya.

    Sehingga perlu dipertanyakan mengenai karakterisitik angkatan kerja baru di

    masa yang akan datang. Apakah angkatan kerja tersebut merupakan angkatan

    kerja yang berpendidikan tinggi, sehat dan mempunyai produktivitas tinggi?

    (Lihat Gambar 6).

    Kualitas Angkatan Kerja di masa yang akan datang, misal tahun 2015 ternyata

    sebagian masih didominasi pendidikan rendah. Oleh karena itu, diperlukan

    peningkatan pendidikan dan kualitasnya dari kohor kelahiran tahun 2000, yang

    akan memasuki Angkatan Kerja tahun 2015. Dengan demikian dapat mengoreksi

    profil pendidikan Angkatan Kerja tahun 2015.

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    27/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    28/38

    28

    ketelitian. Dengan kondisi badan yang sehat dan kecukupan gizi terpenuhi,

    maka dapat diperoleh kesegaran tubuh. Sementara itu, dengan kondisi badan

    yang sehat, konsentrasi akan lebih mudah sehingga mempermudah ketelitian

    dalam pekerjaan. Upaya peningkatan derajat kesehatan harus dilakukan sejak

    dini bahkan sejak dari dalam kandungan. Bayi yang lahir harus dalam kondisi

    sehat atau tidak BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), karena dapat terhindar

    dari resiko kematian bayi. Selain itu, bayi yang BBLR berisiko terhadap

    terjadinya kekurangan gizi, yang dapat berdampak terhadap pertumbuhan dan

    perkembangan fisik serta kecerdasan otaknya. Dengan kondisi anak yang

    sehat diharapkan akan tumbuh dan berkembang menjadi tenaga kerja yang

    sehat sehingga dapat terserap oleh pasar kerja dengan baik.

    Namun sampai sekarang ini, berbagai permasalahan kesehatan masih

    dihadapi. Dilihat dari derajat kesehatan penduduk, yaitu angka kematian bayi,

    balita dan ibu meskipun sudah mengalami penurunan, namun angkanya masih

    cukup tinggi dibanding target yang akan dicapai. Serta masih banyak

    persoalan kesehatan lainnya, seperti status gizi buruk, dan double burden

    diseases  yang dapat mengganggu produktifitas penduduk. Sementara itu,

    angka harapan hidup sudah mengalami kenaikan, namun angkanya masih

     jauh di bawah angka harapan hidup negara lain.

    •  Pendidikan, perlu meningkatkan tingkat dan kualitas pendidikan, sehingga

    dapat memenuhi permintaan tenaga kerja di masa yang akan datang. Di masa

    itu, permintaan tenaga kerja akan berubah sesuai dengan kemajuan teknologi,

    komunikasi dan IT, serta tantangan ekonomi globalisasi. Oleh karenanya

    peningkatan tingkat dan kualitas pendidikan harus diupayakan sejak dini.

    Program pendidikan sedini mungkin antara lain melalui program PAUD

    (Pendidikan Anak Usia Dini) seperti TK dan sejenisnya. Dalam rangka

    peningkatan pendidikan penduduk, maka perlu ada program pendidikan gratis

    terutama bagi penduduk miskin atau kurang mampu.

    •  Budaya, berperan dalam mewujudkan permintaan tenaga kerja yang

    mempunyai etos kerja yang baik, mempunyai rasa kemauan untuk bekerja

    dengan baik, mempunyai ketelitian kerja, dan kedisiplinan.

    •  Keluarga Berencana, berperan dalam pembentukan dan pembinaan keluarga,

    sehingga menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia. Dalam hal ini perlu

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    29/38

    29

    menggalakkan kembali peran BKB (Bina Keluarga Balita) di masyarakat.

    Hubungan antara KB/Kespro dengan Peningkatan kualitas manusia.

    •  KB/Kespro akan mempengaruhi Modal Manusia (individual, keluarga, rumah

    tangga) pada tingkat mikro, serta penurunan Penurunan LPP (Tingkat Makro).

     Antara Modal manusia dengan penurunan LPP saling berpengaruh timbal

    balik, dan keduanya berpengaruh terhadap Pembangunan Sosial Ekonomi

    (Seligman et.al .; 1997).

    Gambar berikut memperlihatkan kondisi jumlah penduduk usia kerja di masa yang

    akan datang menurut tiga skenario yaitu medium, konstan dan tinggi.

    GAMBAR 7

    d. Human Capital Deepening

    Semua resources dan upaya dicurahkan untuk meningkatkan mutu modal

    manusia baik dari segi pendidikan, kesehatan, kecukupan gizi, kemampuan

    berkomunikasi, menguasai matematika dan teknologi serta aspek-aspek sosial-

    budaya lainnya.

    Dengan kualitas manusia yang baik, maka diharapkan pada saat memasuki

    angkatan kerja menjadi angkatan kerja yang employable atau dapat diserap oleh

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    30/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    31/38

    31

    dekat dengannya. Selain itu juga sangat bergantung baik secara fisik maupun

    emosi sehingga memerlukan pertolongan dalam berbagai kegiatan. Namun yang

    terpenting bahwa baduta termasuk kelompok rawan gizi, yang berpengaruh

    terhadap perkembangan badan dan kecerdasan otaknya.

    Pertumbuhan otak seorang anak sangat ditentukan pada masa awal (baduta).

     Apabila anak pada usia tersebut mengalami kurang gizi, maka dapat

    menyebabkan gangguan pertumbuhan otak yang mempengaruhi kualitas dan

    tingkat kecerdasannya. Faktor lain yang berkaitan dengan pertumbuhan anak

    baduta adalah penyakit infeksi. Pada gilirannya berpengaruh terhadap masa

    depan kualitas SDM bangsa. Sekali otak anak baduta kurang optimal tumbuh

    kembangnya, keadaan ini tidak dapat dipulihkan lagi ( irreversible) yang akan

    menyebabkan human capital   rendah kualitasnya. Oleh karena itu, perlu

    penyediaan pangan yang bergizi dengan menu seimbang (termasuk kalori dan

    protein) sejak dini.

    Perlu pemantauan tumbuh kembang anak baduta termasuk pemantauan status

    gizinya, sehingga terhindar dari gizi buruk/kurang, anemia, GAKI (Gangguan

     Akibat Kekurangan Yodium), KVA (Kurang Vitamin A) dan kekurangan zat gizi

    mikro lainnya. Kekurangan gizi pada baduta atau balita juga sangat berisiko,

    selain dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan otak dan tubuhnya,

     juga dapat menimbulkan kematian. Seperti masih terdengar beberapa kasus

    kematian balita yang diakibatkan oleh gizi buruk atau busung lapar. Salah satu

    upaya untuk memonitor perkembangan anak baduta yaitu dengan melakukan

    penimbangan berat badan di posyandu (pos pelayanan terpadu).

    Selain itu, masa balita merupakan langkah awal dalam pemberian pendidikan

    sejak dini. Pendidikan usia dini bertujuan agar semua anak usia dini baik laki-laki

    maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimalsesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan tahap-tahap perkembangan atau

    tingkat usia mereka. Serta merupakan persiapan untuk mengikuti pendidikan

     jenjang sekolah dasar. Selain itu, dengan memberikan early childhood care for

    development   (pengembangan anak sejak usia dini), maka anak tersebut

    diharapkan akan menjadi generasi baru yang mempunyai daya saing, baik

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    32/38

    32

    secara fisik, mental maupun intelektual dalam era globalisasi yang makin

    mendesak.

    Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah masa remaja: remaja awal, young

    adults, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Remaja adalah waktu

    dimana manusia berada antara usia anak-anak dan usia dewasa. Remaja

    biasanya berada pada kelompok umur 13 – 19 tahun. Meskipun demikian, ada

    yang mengelompokkan remaja kedalam umur 10 – 14 tahun dan 15 – 24 tahun.

    Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang

    batasannya menurut usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas.

    Pubertas sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid jika dikaitkan

    dengan umur batasan untuk pengkategorian remaja, sebab usia remaja yang

    dulu berkisar antara 15-18 tahun, kini terjadi pada awal belasan bahkan dibawah

    10 tahun.

    Masa remaja ditandai dengan dimensi biologis, dimensi kognitif, dimensi moral

    dan dimensi psikologis (Setiono, 2002). Dimensi biologis ditandai dengan

    perubahan ciri-ciri biologis yaitu menstruasi untuk anak perempuan dan mimpi

    basah untuk remaja laki-laki atau yang biasa disebut dengan masa pubertas.

    Pubertas menyebabkan anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk bereproduksi.

    Sementara dimensi kognitif remaja, pada masa ini merupakan tahapan

    perkembangan kognitif dimana remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam

    usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Namun

    menurut Setiono (2002) di negera berkembang seperti Indonesia, masih sangat

    banyak remaja yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan

    kognitif operasional formal ini. Sebagian masih berada pada tahap operasional

    konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum

    mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Dalam hal dimensi moral, remaja

    sudah mulai mampu melihat ketidakseimbangan antara yang mereka percayaidengan kenyataan disekelilingnya. Mereka sudah mulai melakukan dan

    merekonstruksi pola pikir mereka dengan kenyataan yang baru. Hal ini seringkali

    mendorong sikap remaja untuk memberontak terhadap aturan atau otoritas yang

    biasa mereka terima.

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    33/38

    33

    Perlu mempersiapkan remaja putri sebagai calon ibu yang akan melahirkan

    generasi berikutnya. Pada saat para gadis di negara berkembang mencapai usia

    25 tahun, hampir 60 persen dari mereka telah menjadi seorang ibu (Bank Dunia,

    2007). Para pemuda umumnya mengalami transisi ini pada usia yang lebih tua,

    sebagian besar menjadi ayah antara usia 25-29 tahun.

    Remaja putri tersebut harus dibekali dengan pengetahuan mengenai kesehatan

    reproduksi, sehingga pada saatnya mereka menjadi seorang ibu, dapat menjaga

    kehamilan dan kelahiran sehingga terhindar dari resiko kehamilan (seperti

    anemia, eklamsia, dan sebagainya) serta kematian ibu atau bayi. Seorang ibu

    yang sehat akan melahirkan bayi yang sehat, dan berstatus gizi baik, dengan

    berat badan lahir normal.

    Pelayanan gizi dan kesehatan di masa reproduktif adalah salah satu bentuk

    investasi sumberdaya manusia terpenting dalam mempersiapkan kaum muda

    untuk menjadi generasi orang tua berikutnya (Bank Dunia, 2007). Walaupun

    kekurangan gizi di kalangan kaum muda tidak separah yang terjadi pada masa

    sebelumnya, tidak demikian halnya dengan zat gizi mikro, seperti vitamin dan

    mineral. Meskipun pelayanan keluarga berencana, kehamilan dan kesehatan

    anak-anak telah meningkat, wanita muda dan yang baru pertama kali menjadi

    ibu sering kali tidak menerima keseluruhan pelayanan.

    Informasi kesehatan reproduksi juga perlu diberikan terhadap remaja laki-laki.

    Setelah bertahan hidup dari berbagai penyakit masa kanak-kanak, kaum remaja

    menghadapi ancaman masalah kesehatan pada periode yang sangat rentan,

    yaitu periode memulai aktivitas seksual dan memasuki usia pencarian jati diri,

    serta periode mengambil resiko. Masa remaja adalah saat seseorang mulai

    merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan, terlibat secara seksual, dan

    memiliki lebih besar kendali atas pola makan dan aktivitas mereka. Seluruhaktivitas ini akan terus dijalankan dan berdampak pada kesehatan mereka di

    masa depan. Konsekuensi negatif dari keputusan-keputusan di usia awal

    tersebut sangat luas yaitu menghancurkan nilai ekonomi dari sumberdaya

    manusia dan meningkatkan beban biaya kesehatan.

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    34/38

    34

    Generasi muda sekarang ini merupakan calon pekerja, perintis, orang tua, warga

    negara aktif dan terlebih lagi pemimpin di masa yang akan datang. Oleh karena

    itu harus dikembangkan potensinya, dan perlu melakukan investasi yang sebaik-

    baiknya pada kaum muda tersebut. Kemampuan dan kesediaan dari para orang

    tua muda untuk berinvestasi pada anak-anak mereka adalah faktor terpenting

    dalam menentukan hasil dari generasi masa depan (Bank Dunia, 2007). Oleh

    karena itu perlu mempersiapkan remaja terutama untuk menghadapi masa

    menjelang pernikahan: laki-laki dan perempuan, serta masa usia subur dan

    pasangan usia subur.

    Selain secara sosial dan kejiawaan, remaja juga perlu dikembangkan

    pertumbuhan biologinya, terutama untuk remaja perempuan, dalam rangka

    mempersiapkan diri memasuki masa perkawinan dan reproduksinya. Remaja

    perempuan perlu dibekali dengan tubuh dan jiwa yang sehat agar ketika

    memasuki usia kawin dan menjadi ibu. Oleh sebab itu informasi tentang

    perkembangan jumlah remaja diperlukan untuk keperluan tersebut. Dalam

    bahasan ini remaja merupakan penduduk pada kelompok umur 13 – 19 tahun

    (Gambar 8). Dari Gambar tersebut nampak bahwa baik remaja laki-laki maupun

    perempuan, menunjukkan penurunan jumlah dari 29.9 juta pada tahun 2005

    menjadi 28,31 juta pada tahun 2015. Meskipun penurunan jumlah remaja sudah

    terjadi, namun jumlah penduduk tersebut akan menjadi penduduk potensial pada

    saat mencapai kelompok penduduk diatasnya, dalam artian mereka akan masuk

    ke kelompok umur reproduktif maupun kelompok umur produktif. Penyiapan

    kelompok ini untuk pembangunan masa depan perlu dilakukan, terutama dalam

    kaitannya menyongsong Bonus Demografi atau the Window of Opportunity .

    GAMBAR 8

    JUMLAH PENDUDUK REMAJA 13 – 19 TAHUN,2005 – 2015

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    35/38

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    36/38

    36

    Arah Kebijakan

    Program Kependudukan adalah investasi jangka panjang bagi beberapa generasi,

    yang tidak seketika dilihat hasilnya. Namun merupakan upaya sistematis dan

    terencana untuk membangun kualitas manusia, pembangunan berkelanjutan, dan

    peningkatan taraf hidup rakyat. Oleh karena itu perlu arah kebijakan yang tepat

    sehingga pembangunan kependudukan dapat mengatasi permasalahan yang

    dihadapi.

    Secara ringkas arah kebijakan kependudukan yang perlu dilakukan ke depan

    adalah:

    1. Mempertahankan secara konsisten upaya pengendalian jumlah penduduk,

    dengan melakukan upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk.

    2. Melakukan advokasi terhadap berbagai pihak mengenai dampak laju

    pertumbuhan penduduk tinggi terhadap pemenuhan hak-hak dasar penduduk.

    Walau pasangan berhak dan bertanggungjawab menentukan jumlah dan kapan

    pasangan mempunyai anak. Namun tanggung jawab pemenuhan hak-hak dasar

    penduduk oleh pemerintah ada batasnya, dan meliputi kepentingan banyak

    pihak.

    3. Memastikan early childhood development  yang baik.

    4. Pemberian Sekolah Dasar gratis untuk mencapai wajar 9 tahun. Serta

    memberikan kemudahan bagi penduduk usia di atas sekolah dasar untuk

    melanjutkan sekolah, sehingga tingkat pendidikan penduduk meningkat.

    5. Membuat remaja pertahanan yang kuat dalam mengatasi berbagai akibat

    negatif dari resiko tereksposnya pada narkoba, HIV/AIDS dan seks pranikah,

    serta ancaman baru dalam kesehatan.

    6. Peningkatan kualitas sumberdaya penduduk usia kerja.

    7. Peningkatan kesempatan kerja, sehingga Rasio Ketergantungan dan Jendela

    Kesempatan benar-benar bermakna, dapat bersaing secara nasional dan

    global, menguasai iptek, IT, matematika, bahasa untuk dapat berkomunikasi.

    8. Peningkatan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan lanjut usia dalam

    mencapai active ageing.

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    37/38

    37

    Mengingat bahwa meskipun laju pertumbuhan penduduk sudah menurun namun

     jumlah absolute penduduk Indonesia masih akan bertambah terus di masa yang

    akan datang. Jumlah penduduk Indonesia merupakan jumlah terbesar keempat

    didunia. Jumlah penduduk yang semakin membesar ini memerlukan berbagaipemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pekerjaan, energi, pelayanan

    pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan publik lainnya.

    Oleh karena itu, arah kebijakan yang harus dilakukan berkenaan dengan upaya

    menurunkan pertambahan jumlah penduduk adalah sebagai berikut:

    1. Meneruskan upaya pengendalian penduduk  dengan memperhatikan hak

    reproduksi, hak asasi, serta kesejahteraan keluarga. Meskipun hak untuk

    menentukan dan memiliki jumlah anak adalah pilihan individu dan keluarga.

    Namun dampak dari pilihan tersebut juga menjadi tanggungjawab pemerintah

    untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi seluruh penduduk, sementara

    kemampuan pemerintah memiliki keterbatasan.

    Upaya ini dilakukan dengan:

    a. meneruskan dan merevitalisasi program KB dengan penentuan sasaran

    yang jelas.

    b. memantapkan kembali pelembagaan paradigma keluarga kecil bahagia

    dan sejahtera. Dalam hal ini perlu keluarga muda perlu diarahkan pada

    perubahan paradigma cara berfikir realistis tentang nilai anak. Anak

    sebagai penerus keturunan memerlukan biaya sosial, ekonomi dan

    psikologi, agar menjadi anak yang mandiri, berpendidikan dan sehat.

    Sehingga penentuan jumlah anak disesuaikan dengan kemampuan

    dalam membesarkan anak.

    c. jumlah penduduk usia subur semakin meningkat, sehingga membutuhkan

    penyediaan kontrasepsi yang beragam dan aman serta jangka panjang,

    terutama bagi keluarga miskin dan keluarga yang terpencil.

    2. Pengendalian mobilitas penduduk

    Dalam rangka mengatasi permasalahan terkait dengan mobilitas, maka perlu

    ada kerjasama dengan Pemda dan Departemen terkait untuk pemereratan

  • 8/15/2019 issue strategies kependudukan indonesia.pdf

    38/38

    pembangunan. Sebagai salah satu alternative yaitu dengan menggalakkan

    investasi kegiatan ekonomi di daerah untuk penciptaan lapangan kerja daerah

    seperti misalnya BKPM.

    3. Urbanisasi dan kemiskinan

    Masalah urbanisasi yang tidak dapat diatasi dengan baik, akan berdampak

    pada kemiskinan penduduk. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal ini perlu

    ada kerjasama lintas sector, serta kerjasama dengan kedeputian lain yang

    menangani kemiskinan.

    4. Peningkatan kualitas SDM

    Peningkatan kualitas manusia harus dilakukan sejak dini, dan harus bersinergi

    dengan upaya pemenuhan kesehatan dan pendidikan dasar serta upaya

    peningkatan budaya dan ‘bela negara’. Selain itu, yang sangat penting untuk

    diperhatikan adalah perlunya berbagi VISI untuk meningkatkan kualitas

    manusia sehingga berdaya saing.

    5. Sensus penduduk masih tetap dilaksanakan

    Perlu mengupayakan dual registration system  untuk mencocokkan hasil

    sensus dengan data registrasi penduduk. Kegiatan ini dilakukan enam bulan

    sekali.

    6. Sosialisasi pentingnya data administrasi penduduk

    Dalam hal ini perlu KIE untuk mengubah sikap pasif menjadi aktif, dari

    penduduk untuk melapor peristiwa kependudukan dan peristiwa penting

    lainnya.

    Semua arah kebijakan ini memerlukan pendekatan out of the Box   atau holistic

    approach.