k loram femi kol

7
PENINGKATAN DAYA HAMBAT KLORAMFENIKOL TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS ATCC 25923 DAN ESCHERICHIA COLI ATCC 25922 KARENA CAMPURAN POLIETILENGLIKOL 4000-TWEEN 80 (1:1) Riswaka Sudjaswadi 1 Abstract Although chloramphenicol is a broad-spectrum antibiotic, the usage becomes restricted because of its dangerous side-effects in the longer application and larger doses. It is necessary, therefore, to study the formulation development in order to improve the effectivities in a smaller doses that will decrease the side- effects. Chloramphenicol was dispersed in the equal amounts of poliethylenglicol 4000-Tween 80 (PT) prepared in the range of mole fraction 0,0 to 1,0. The solid dispersion, then, was determined by infra-red spectrophotometrics, followed by thermal analysis using the Differential Scanning Calorimetry (DSC) for the selected mole fraction solid dispersion (0,0; 0,1; 0,5; 0,9 and 1,0). The bactericidal effects on Staphylococcus aureus and Escherichia coli were studied by diffusion methods. The results showed that the infra-red spectrograms expressed differences at the peaks of carbonyl of chloramphenicol and PT, also at amide of chloramphenicol. Data of DSC thermograms of the selected mole fraction were also similar, i.e. expressed differences at the peaks indicating the melting points from the pure drug. The bactericidal effects of samples were studied by using diffusion methods on the definite micro-organisms, and the results indicated that the effectiveness was significantly improved in comparison to chloramphenicol. In conclusion, the organic molecular complex interactions seemed to occur and the solid dispersion dosage forms gave higher effectiveness in the bactericidal effects. Further studies are necessary to be set up. Keywords : Chloramphenicol, organic molecular, complex interaction, bactericidal effects. 1. Pendahuluan Kloramfenikol merupakan antibiotika yang berspektrum luas, namun penggunaan yang lama dan dosis yang cukup besar dapat menimbulkan kelainan pada pematangan sel darah merah, peningkatan kadar besi dalam serum dan anemia, bahkan dapat pula menimbulkan schock sirkulasi yang parah (Mutschler, 1991). Dengan demikian, penggunaan kloramfenikol sebagai anti infeksi menjadi terbatas mengingat efek sampingnya pada darah yang membahayakan kesehatan. Oleh karena itu perlu pengembangan formulasi sediaan agar kloramfenikol lebih efektif pada dosis yang lebih rendah sehingga efek samping obat berkurang. Penggunaan polietilenglikol (PEG) dan tween 80 diharapkan dapat menurunkan dosis obat untuk memperoleh efek yang sama (bahkan lebih tinggi) sehingga efek samping dapat dikurangi. Tinjauan teoritik menjelaskan probabilitas yang tinggi tentang interaksi kompleks organik molekular antara obat dengan PEG, tween 80, atau dengan campuran PEG-tween (PT). Mengingat komponen-komponen penyusun membran dan surfaktan (dalam hal ini tween 80 tersusun mirip, keduanya dapat berinteraksi sehingga permeabilitas membran terhadap obat berubah dan efisiensi obat dapat ditingkatkan (Attwood dan Florence, 1985; Riswaka, 1990; Riswaka, 1992). 1 Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

Upload: evapuspitasari

Post on 16-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

VHHV

TRANSCRIPT

  • PENINGKATAN DAYA HAMBAT KLORAMFENIKOL TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS ATCC 25923 DAN ESCHERICHIA COLI ATCC 25922 KARENA CAMPURAN POLIETILENGLIKOL

    4000-TWEEN 80 (1:1)

    Riswaka Sudjaswadi1

    Abstract

    Although chloramphenicol is a broad-spectrum antibiotic, the usage becomes restricted because of its dangerous side-effects in the longer application and larger doses. It is necessary, therefore, to study the formulation development in order to improve the effectivities in a smaller doses that will decrease the side-effects.

    Chloramphenicol was dispersed in the equal amounts of poliethylenglicol 4000-Tween 80 (PT) prepared in the range of mole fraction 0,0 to 1,0. The solid dispersion, then, was determined by infra-red spectrophotometrics, followed by thermal analysis using the Differential Scanning Calorimetry (DSC) for the selected mole fraction solid dispersion (0,0; 0,1; 0,5; 0,9 and 1,0). The bactericidal effects on Staphylococcus aureus and Escherichia coli were studied by diffusion methods.

    The results showed that the infra-red spectrograms expressed differences at the peaks of carbonyl of chloramphenicol and PT, also at amide of chloramphenicol. Data of DSC thermograms of the selected mole fraction were also similar, i.e. expressed differences at the peaks indicating the melting points from the pure drug. The bactericidal effects of samples were studied by using diffusion methods on the definite micro-organisms, and the results indicated that the effectiveness was significantly improved in comparison to chloramphenicol.

    In conclusion, the organic molecular complex interactions seemed to occur and the solid dispersion dosage forms gave higher effectiveness in the bactericidal effects. Further studies are necessary to be set up.

    Keywords : Chloramphenicol, organic molecular, complex interaction, bactericidal effects.

    1. Pendahuluan

    Kloramfenikol merupakan antibiotika yang berspektrum luas, namun penggunaan yang lama dan dosis yang cukup besar dapat menimbulkan kelainan pada pematangan sel darah merah, peningkatan kadar besi dalam serum dan anemia, bahkan dapat pula menimbulkan schock sirkulasi yang parah (Mutschler, 1991). Dengan demikian, penggunaan kloramfenikol sebagai anti infeksi menjadi terbatas mengingat efek sampingnya pada darah yang membahayakan kesehatan. Oleh karena itu perlu pengembangan formulasi sediaan agar kloramfenikol lebih efektif pada dosis yang lebih rendah sehingga efek samping obat berkurang.

    Penggunaan polietilenglikol (PEG) dan tween 80 diharapkan dapat menurunkan dosis obat untuk memperoleh efek yang sama (bahkan lebih tinggi) sehingga efek samping dapat dikurangi. Tinjauan teoritik menjelaskan probabilitas yang tinggi tentang interaksi kompleks organik molekular antara obat dengan PEG, tween 80, atau dengan campuran PEG-tween (PT). Mengingat komponen-komponen penyusun membran dan surfaktan (dalam hal ini tween 80 tersusun mirip, keduanya dapat berinteraksi sehingga permeabilitas membran terhadap obat berubah dan efisiensi obat dapat ditingkatkan (Attwood dan Florence, 1985; Riswaka, 1990; Riswaka, 1992).

    1 Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

  • 2 SIGMA, Vol. II, No.1, Januari 1999

    Morris dkk. (1992) melakukan penelitian tentang struktur campuran PEG padat dengan tween 80 dalam berbagai komposisi berdasarkan pola x-ray diffraction (XRD) dan pola differenctial scanning calorimetry (DSC). Selanjutnya telah diajukan pembahasan tentang posisi tween 80 yang paling ideal yaitu terikat pada bagian amorf dalam polimer PEG, dan campuran tersebut dinyatakan sebagai pembawa yang baik untuk formulasi dispersi padat. Melanjutkan penelitian tersebut, telah dilakukan penelitian tentang peningkatan ketersediaan hayati sulfamethazine dan sulfametoksazole yang didispersikan ke dalam PT (Riswaka, 1994), tentang peningkatan ketersediaan hayati salisilat karena pemberian kapsul dispersi padat asetosal-PT (Riswaka, 1995), dan tentang peningkatan daya hambat dispersi padat amoksisilin-PT terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus (Riswaka, 1996).

    Berdasarkan penelitian tersebut dan berangkat dari asumsi interaksi kompleks obat-PEG dan/tween 80 serta asumsi perubahan permeabilitas membran karena bahan-bahan tambahan yang bersangkutan, maka dilakukan penelitian tentang perubahan daya hambat kloramfenikol terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli karena campuran polietilenglikol 4000-tween 80 (1:1).

    2. Cara Penelitian 2.1. Bahan-bahan penelitian

    Bahan obat yang digunakan adalah kloramfenikol (Pharmaceutical grade, diperoleh dari P.T. Brataco), polietilenglikol 4000 (Pharmaceutical grade, diperoleh dari P.T. Brataco), tween 80 (Pharmaceutical grade, diperoleh dari P.T. Brataco), Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, Media Mueller Hinton (diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Umum UGM). 2.2. Alat-alat penelitian

    Alat yang digunakan adalah spektrofotometer inframerah (Hitachi), data Processor (Hitachi), Differential Scanning Calorimeter-50 (Shimadzu), alat penguji daya hambat.

    3. Jalan Penelitian

    Dibuat dispersi padat kloramfenikol dalam campuran Polietilenglikol 4000 - Tween 80 perbandingan 1:1 (PT) pada fraksi mol 0,0 - 1,0. Dispersi padat kemudian diuji dengan spektroskopi inframerah menggunakan metode pellet KBr. Sektra masing-masing fraksi mol dibandingkan dengan spektra fraksi mol 0,0 dan 1,0. Fraksi mol terpilih diuji dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) untuk dilihat perubahan titik leburnya. Fraksi-fraksi mol tersebut kemudian diuji diameter hambatannya dengan metode mikrobiologi secara difusi sumuran.

    4. Hasil dan Pembahasan

    Terbentuknya interaksi kompleks organik molekuler antara kloramfenikol dan PEG 4000-tween 80 dapat diidentifikasi dengan spektroskopi inframerah. Terbentuknya kompleks dapat ditandai dengan muncunya puncak spektra baru, hilangnya puncak spektra, bergesernya spektra maupun perubahan bentuk spektra (Yuasa dkk., 1994).

    Hasil-hasil analisis spektrogram inframerah disajikan pada tabel I dan gambar 1, 2, dan 3 berikut ini.

  • Peningkatan Daya Hambat Kloramfenikol 3

    Gugus Fungsional

    Bilangan gelombang

    Senyawa Keterangan

    (cm1) a b c d e f g h i j k

    CH 3500 + +

    Alifatik +

    NH + +

    + obat

    C=0 + + + + + + + PT, c-h bergeser ke 1738-1724 cm

    -1

    C=0 + +

    Obat, I-k bergeser ke 1698-1692 cm

    -1

    Nitro +

    +

    +

    +

    + +

    + +

    Obat, h-k bergeser dari 1558 cm

    -1 ke

    1500 cm-1

    Tabel 1. Identifikasi Gugus Fungsional pada Spektra Inframerah

    Keterangan :

    ++ = tajam dan tinggi = sedang

    + = tajam = tidak ada puncak a = fraksi mol 1,0 b = fraksi mol 0,0 c = fraksi mol 0,1 d = fraksi mol 0,2 e = fraksi mol 0,3 f = fraksi mol 0,4 g = fraksi mol 0,5 h = fraksi mol 0,6 i = fraksi mol 0,7 j = fraksi mol 0,8 k = fraksi mol 0,9 Data menunjukkan bahwa ikatan hidrogen telah terjadi pada 2 tempat utama, yaitu antara gugus karbonil dan gugus nitro obat dengan rangkaian CH alifatik PT. Karena ikatan hidrogen merupakan salah satu parameter interaksi kompleks organik molekuler, maka data telah memperkuat analisis bahwa dispersi kloramfenikol dalam PT terjalin lewat jenis ikatan kompleks tersebut, di samping analisis tentang proses melarutnya obat yang bersangkutan dalam PT. Gambar 1. Spektra inframerah kloramfenikol dan PT

    a. Spektra kloramfenikol; b. Spektra PT Gambar 2. Spektra inframerah gugus C=O dispersi padat fraksi mol (a) 1,0; (b) 0,0; (c) 0,1; (d) 0,2; (e) 0,3; (f) 0,4; (g) 0,5; (h) 0,6; (i) 0,7; (j) 0,8; (k) 0,9 Gambar 3. Spektra inframerah gugus NH dispersi padat fraksi mol (a) 1,0; (b) 0,0; (c) 0,1; (d) 0,2; (e) 0,3; (f) 0,4; (g) 0,5; (h) 0,6; (i) 0,7; (j) 0,8; (k) 0,9

    Setelah dilakukan analisis spektroskopi inframerah dilakukan analisis termal untuk membuktikan lebih lanjut adanya interaksi organik molekuler. Pemilihan fraksi mol yang dianalisis pada DSC berdasarkan perbandingan jumlah obat dengan PT. Fraksi mol 0,1 mewakili fraksi mol yang jumlah obat lebih sedikit daripada jumlah PT, fraksi mol 0,5 mempunyai perbandingan jumlah obat dan PT yang sama, sedangkan fraksi mol 0,9 mewakili

    PT

  • 4 SIGMA, Vol. II, No.1, Januari 1999

    fraksi mol dengan jumlah obat lebih banyak daripada PT. Terjadinya kompleks dapat ditandai dengan perubahan sifat fisika misalnya suhu lebur.

    Hasil analisis panas dengan DSC disajikan pada gambar 4. Termogram DSC kloramfenikol (a) menunjukkan proses endotermik dengan puncak tunggal, tajam dan melebur pada suhu 150,1C, hal ini memberi informasi bahwa senyawa ini merupakan senyawa tunggal dengan kemurnian tinggi. Sebelum mencapai titik belok tampak bahwa kurva lurus, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada peristiwa lain yang mendahului peleburan kloramfenikol. Termogram fraksi mol 0 (b) juga menunjukkan proses endotermik, PT melebur pada suhu 51,7C. Termogram ini menunjukkan bahwa tween 80 menyebabkan pergeseran suhu lebur PEG 4000 yang sebenarnya yaitu 54 - 58C. Termogram fraksi mol 0,0 dan 1,0 ini dijadikan sebagai pembanding termogram fraksi mol yang lain. Termogram fraksi mol 0,1 (c) menunjukkan peleburan dispersi padat terjadi pada suhu 47,4C. Munculnya satu puncak pada termogram fraksi mol 0,1 menunjukkan bahwa semua kloramfenikol terperangkap pada bagian amorf PEG 4000 atau ada kemungkinan melarut yang ditandai dengan suhu lebur yang lebih rendah. Ikatan ini meskipun lemah namun dapat mengubah satuan-satuan struktural yang dibatasi oleh posisi-posisi tertentu masing-masing senyawa murni sehingga gerakan partikel menjadi longgar, akibatnya kenaikan suhu yang kecil sudah dapat mengubah susunan kisinya ke dalam bentuk cair (melebur). Energi yang diperlukan campuran tersebut untuk berubah ke bentuk cair menjadi lebih rendah daripada yang diperlukan oleh masing-masing senyawa murni. Termogram fraksi mol 0,5 (d) juga Gambar 4. Termogram DSC (a) kloramfenikol; (b) PT/fraksi mol 0,0; (c) fraksi mol 0,1; (d) fraksi mol 0,5; (e) fraksi mol 0,9 menunjukkan hal yang sama dengan fraksi mol 0,1 yaitu hanya terdapat satu puncak dan melebur pada suhu 36,5C. Termogram fraksi mol 0,9 (e) menggambarkan dua puncak yang melebur pada suhu 38,8C dan 58,7C. Kurva yang keduapun masih di bawah suhu lebur kloramfenikol karena sisa kloramfenikol yang tidak berikatan ini tercemari oleh bentuk cair campuran yang menempati ruang antar partikel kloramfenikol sehingga merusak susunan kisinya,akibiatnya penambahan panas sedikit saja telah mampu mengubah sisa kloramfenikol untuk melebur.

    Berikut ini disajikan data daya hambat dispersi padat kloramfenikol-PT terhadap pertumbuhan bakteri Staphylocococcus aureus dan Escherichia coli. Uji daya hambat kloramfenikol mula-mula menggunakan metode dilusi untuk memperoleh harga minimum inhibition concentration (MIC) yaitu kadar terendah antibiotika yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk bakteri Staphylococcus aureus adalah 6,0 g/ml, sedangkan untuk bakteri Escherichia coli adalah 13,3 g/ml. Analisis selanjutnya adalah mencari harga Minimum Bactericidal Concentration (MBC) dengan metode agar dilusi baik untuk kloramfenikol asli, maupun fraksi mol 0,1, 0,5 maupun 0,9. Hasil yang diperoleh diberikan pada tabel berikut :

    Fraksi 1,0

    (g/ml)

    Fraksi 0,1

    (g/ml)

    Fraksi 0,5

    (g/ml)

    Fraksi 0,9

    (g/ml)

    5,20 4,50 4,15

    4,20 5,45 6,12

    4,32 4,29 5,05

    4,23 6,08 6,13

    x = 4,62 5,26 4,55 5,48

    Tabel 2. Harga MBC pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923

    Fraksi 1,0

    (g/ml)

    Fraksi 0,1

    (g/ml)

    Fraksi 0,5

    (g/ml)

    Fraksi 0,9

    (g/ml)

    12,20 10,40 8,38

    10,40 12,25 10,84

    10,12 12,15 12,08

    10,23 10,41 8,32

    x = 10,32 11,16 11,45 9,65

    Tabel 3. Harga MBC pertumbuhan Escherichia coli ATCC 25922

  • Peningkatan Daya Hambat Kloramfenikol 5

    Setelah diuji statistik menggunakan analisis variansi satu jalan tidak ditemukan perbedaan harga MBC yang bermakna (Fhitung < F 0,05;2;9 = 4,26) antara MBC masing-masing fraksi mol terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian-peneitian sebelumnya menyatakan bahwa bila terjadi kompleks organik molekuler maka kemungkinan akan terjadi perubahan aktivitas. Tidak terjadinya perubahan aktivitas ini kemungkinan karena terjadi kerusakan kompleks akibat pencampuran dispersi padat dengan media agar Mueler Hinton yang masih panas (lebih kurang 50C). Oleh karena itu penelitian dilanjutkan dengan metode difusi dan berikut ini disajikan hasilnya.

    Fraksi mol

    Jumlah obat yang

    dimasukkan (g)

    Diameter (mm) Jumlah obat hasil

    perhitungan (g)

    Efektifitas

    0,1 15,07 15,12 15,15

    20,0 20,0 19,0

    17,30 17,30 14,82

    1,15 1,14 0,98

    0,5 15,14 15,14 15,16

    22,0 22,0 21,0

    23,58 23,58 20,20

    1,56 1,56 1,33

    0,9 15,15 15,18 15,20

    20,0 19,5 20,0

    17,30 16,01 17,30

    1,14 1,05 1,14

    Tabel IV. Efektivitas dispersi padat Kloramfenikol-PT terhadap Staphylococcus aureus ATCC

    25923 Efektivitas rata-rata fraksi mol 0,1 = 1,09 Efektivitas rata-rata fraksi mol 0,5 = 1,48 Efektivitas rata-rata fraksi mol 0,9 = 1,11

    Diameter hambatan yang diperoleh disubstitusikan ke dalam kurva baku sebagai nilai y sehingga akan diperoleh jumlah obat (nilai x). Efektivitas diperoleh dengan membandingkan nilai x dengan jumlah obat yang ditambahkan. Kurva baku diperoleh dengan mencari hubungan linier antara log jumlah kloramfenikol yang dimasukkan (g) dalam media Mueller Hinton dengan diameter hambatan yang dihasilkan (mm).

    Persamaan kurva baku : y = 14,867 X + 1,595 r = 0,968, r kritik untuk n = 9 adalah 0,632.

    Efektivitas yang diperoleh baik fraksi mol 0,1; 0,5; maupun 0,9 menunjukkan nilai yang lebih besar daripada satu, hal ini berarti terjadi peningkatan daya antibakteri pada dispersi padat Kloramfenikol-PT. Hasil uji anova menunjukkan perbedaan yang bermakna (Fhitung = 14,5 > F 0k,05;2;6 = 5,14). Selanjutnya hasil perhitungan menurut metode non-orthogonal contrast menunjukkan bahwa efektivitas fraksi mol 0,5 dengan 0,9 dan 0,1 dengan 0,5 berbeda bermakna, sedangkan antara 0,1 dengan 0,9 tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Fraksi mol 0,5 memberikan efektivitas terbesar yaitu sekitar 1,48 hal ini dikarenakan perbandingan antara obat dengan PT yang hampir sama sehingga kompleks yang terjadi menjadi lebih baik. Fraksi mol 0,1 sama efektifnya dengan fraksi mol 0,9 hal ini karena pada fraksi mol 0,1 jumlah PT yang berlebihan menyebabkan obat lebih mudah melakukan aksinya dalam penghambatan sintesis protein.

    Berikut ini disajikan tabel hasil pengujian antibakteri dispersi padat kloramfenikol-PT terhadap bakteri Escherichia coli.

  • 6 SIGMA, Vol. II, No.1, Januari 1999

    Fraksi mol

    Jumlah obat yang

    dimasukkan (g)

    Diameter (mm) Jumlah obat hasil

    perhitungan (g)

    Efektifitas

    0,1 15,12 15,15 15,11

    23,0 23,0 22,0

    18,78 18,78 15,75

    1,24 1,24 1,03

    0,5 15,14 15,16 15,12

    25,0 25,0 25,0

    27,41 27,41 27,41

    1,81 1,81 1,81

    0,9 15,18 15,20 15,12

    24,0 24,0 24,0

    22,69 22,79 22,69

    1,49 1,49 1,50

    Tabel V. Efektivitas dispersi padat Kloramfenikol-PT terhadap Escherichia coli ATCC 25922 Persamaan kurva baku : y = 12,179 X + 7,487 r = 0,9953 Efektivitas rata-rata fraksi mol 0,1 = 1,17 Efektivitas rata-rata fraksi mol 0,5 = 1,81 Efektivitas rata-rata fraksi mol 0,9 = 1,49

    Hasil uji antibakteri terhadap Escherichia coli juga memberikan efektivitas yang lebih besar daripada satu untuk semua fraksi mol. Uji anova menunjukkan perbedaan yang bermakna (Fhitung 62 > F 0,05;2;6 = 5,14) untuk ketiga fraksi mol, uji dengan non orthogonal contrast juga menunjukkan perbedaan yang bermakna untuk ketiga fraksi mol. Perbedaan membran bakteri antara Gram positif dan Gram negatif kemungkinan menyebabkan terjadinya perbedaan efektivitas obat, pada bakteri Gram negatif efektivitas menjadi lebih besar dan menunjukkan perbedaan yang bermakna untuk masing-masing fraksi mol. Perubahan efektivitas ini disebabkan adanya kesamaan komponen antara membran dan surfaktan, yaituterdiri dari gugus hidrofil dan lipofil yang seimbang, sehingga interaksi surfaktan membran mengakibatkan perubahan permeabilitas membran dan kemungkinan integritas membran juga terpengaruh. PEG merupakan suatu bahan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan membran sehingga dapat dengan mudah "diterima" membran. Oleh karena itu jumlah kloramfenikol yang mampu menembus membran seolah-olah menjadi lebih besar daripada jumlah obat yang sesungguhnya tersedia. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan (1) Interaksi organik molekuler antara kloramfenikol dengan polietilenglikol 4000-tween 80 (1:1) pada fraksi mol 0,1; 0,5; dan 0,9 menyebabkan peningkatan daya hambat kloramfenikol. (2) Daya hambat dispersi padat kloramfenikol dalam polietilenglikol 4000-tween 80 terhadap Staphylococcus aureus mengalami kenaikan, efektivitas antibakteri fraksi mol 0,1, 0,5 dan 0,9 berturut-turut 1,09; 1,48; dan 1,11 kali terhadap kloramfenikol menurut metode difusi. (3) Daya hambat dispersi padat kloramfenikol dalam polietilenglikol 4000-tween 80 terhadap Escherichia coli juga mengalami kenaikan, efektivitas antibakteri fraksi mol 0,1; 0,5 dan 0,9 berturut-turut 1,17, 1,81, dan 1,49 kali terhadap kloramfenikol menurut metode difusi. 5.2. Saran

    Perlu dilakukan penelitian yang serupa untuk fraksi mol yang lain, perlu pula dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan perbandingan PEG 4000-Tween 80 1:2 atau 1:3 untuk mencari efektivitas yang lebih besar daripada efektivitas dengan perbandingan 1:1.

  • Peningkatan Daya Hambat Kloramfenikol 7

    Daftar Kepustakaan

    Attwood, D., dan Florence, A.T. 1985. Surfactant Systems. London: Chapman dan Hall. Morris, K.R., Kripp, G.S., Serajuddin, A.T. 1992. Structural of Polyethylene Glycol-Polysorbate

    80 Mixture, a Solid Dispersion Vehicle. J. Pharm. Sci. 81(12):1185-1188. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. Edisi Kelima.

    Bandung: Penerbit ITB. Riswaka, S. 1990. "Perbandingan Penggunaan PEG 400 dan Tween 80 pada Uji Kecepatan

    Pelarutan dan Daya Penetrasi Kloramfenikol lewat Membran". Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.

    Riswaka, S. 1992. "Analisis Kualitatif terhadap Kompleks Sulfonamide dengan Tween 80.

    Yogyakarta: Proceeding PAOM I. Riswaka, S. 1994. Analisis Peningkatan Ketersediaan Hayati Dispersi Padat Sulfametazine

    dan Sulfametoksazol dalam Campuran Polietilenglikol (PEG 4000)-Tween 80 (1:1). Mon Mata. 15: 2-9.

    Riswaka, S. 1995. "Ketersediaan Hayati Salisilat setelah Pemberian Sediaan Kapsul Asetosal

    yang Didispersikan dalam Campuran Poli-etilen Glikol (PEG) 4000 - Tween 80 (1:2)". Majalah Farmasi Indonesia. 6(2): 61-67.

    Riswaka, S. 1996. Campuran Padat Amoksisilin-Polietilen Glikol (PEG) 4000-Tween 80 : Daya

    Hambat terhadap Staphylococcus aureus dan Penggunaannya dalam Tablet Cetak Langsung. Majalah Farmasi Indonesia. 7(2): 87-99.

    Yuasa, H., Ozeki, T., Takahashi, H., Kanaya, Y., dan Ueno, M. 1994. "Application of the Solid

    Dispersion Method to the Controlled Release of Medication VI. Release Mechanism of a Hightly Water Soluble Medicine and Interaction between Flur Biprofen and Hydroxypropyl Cellulose in Solid Dispersion". Chem. Pharm. Bull. 42 (2): 354-358.

    RISWAKA SUDJASWADI

    Lahir di Yogyakarta tanggal 13 Juni 1949. Memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada tahun 1977, gelar Apoteker pada tahun 1978, dan gelar Sarjana Utama pada tahun 1985, semuanya dari Universitas Gadjah Mada. Sejak tahun 1978 sampai sekarang menjadi dosen di Fakultas Farmasi, UGM. Menjadi anggota ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia). Telah mempublikasikan banyak karya penelitian dalam berbagai jurnal ilmiah.