kajian pengembangan komoditas unggulaneprints.ulm.ac.id/99/1/3 kajian pengembangan balangan.pdfdalam...

21

Upload: duongmien

Post on 30-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

KABUPATEN BALANGAN

Ali Wardhana, Ahmad Yunani

Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat

This research is general intended to draw up and realize lapping over of document result of study

about pre-eminent product area of Balangan capable to push economic growth; creating/giving

employment; improving product competitiveness; and also at one blow expected able to open

opportunity for investor for have the invesment. Type of this Research is deskriptif qualitative.

This research use data of primary that is data and information obtained directly from resource

person/selected responder. Data of Sekunder that is needed to strengthen and support

information obtained from primary data. Analyse taken is descriptive analysis through tabulation

traverse, avarage of other calculation and data through score of wight mount importance of each;

every economic sector of according to aspect of target and ranking of sequence of importance in

order to stipulating of pre-eminent commodity in Balangan. Pre-eminent commodity of Balangan

is entire/all sector of is effort economics pertained renewable. Pre-eminent commodity of

Balangan per sector/sub sector : sub of Sector of plantation is Rubber, industrial sector is wood is

inclusive of meubel furniture; group of crop of paddy and palawija is crop of paddy and maize,

sub of sector of agro-industry cover food is inclusive pastry; processing of dry fish and also the

crisply, sector of service of commerce and tourism is restaurant inclusive of kuliner and

workshop, sub of sector of ranch is livestock of race chicken, cow and duck, fishery sector and

oceaninc is effort of fish and fish in karamba, group of fruits is duku, pampakin and cempedak

and group of commodity of vegetable is pumpkin. Pre-eminent commodity of Balangan to pass by

quickly sector/subsector is rubber, paddy, wood industry and meubel furniture, food inndustry is

inclusive of palm sugar and pastry, race chicken, duku, restaurant.

Key Words : Pre-Eminent Commodity.

PENDAHULUAN

Kehidupan masyarakatnya mulai berubah sesuai dengan dinamika kemajuan jaman dan

pengaruh faktor eksternal, internal dan regional. Sebagai bagian dari masyarakat Kalimantan

Selatan dan Bangsa Indonesia, warga Kabupaten Balangan berusaha maju mengatasi berbagai

tantangan dan permasalahan yang ada. Dalam usia yang baru enam tahun, pembangunan yang

dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Balangan sudah barang tentu belum sepenuhnya mampu

memberikan kepuasan bagi semua lapisan masyarakat. Tetapi dengan tekad dan semangat yang

tinggi, cita-cita menjadikan daerah Balangan sebagai kabupaten yang dinamis, berdaya saing

tinggi dan sejahtera terus diperjuangkan melalui serangkaian upaya pembangunan. Pembangunan

harus direncanankan dengan memperhatikan kondisi daerah dan lingkunganya (Widodo, 2006)

Namun demikian, Kabupaten Balangan sejak dulu dikenal sebagai Kabupaten yang

cukup straegis dan memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dari beraneka ragam baik

sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti sumber daya mineral maupun sumber daya

alam yang dapat diperbaharui. Dengan letak yang strategis dan berkembang maka tidak

berlebihan bila Balangan lebih dikenal sebagai daerah yang memiliki perkembangan sektor

pertambangan yang sangat pesat terutama komoditas Batubara dan potensi sumber daya mineral

yang masih melimpah dengan diiringi perkembangan sektor perdagangan barang dan jasa yang

cukup pesat dan basis sektor pertanian yang cukup kuat. Kemampuan untuk bersaing dalam

perdagangan barang (komoditas) dan jasa merupakan salah satu aspek penting sebagai kekuatan

Balangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Potensi komoditas potensial yang dapat

dikembangkan menjadi komoditas unggulan daerah sesungguhnya cukup beragam meliputi sektor

pertanian dan agro-industrinya, perikanan, industri kerajinan, industri makanan olahan sampai

dengan komoditas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi bio-energi.

Ciri pertumbuhan ekonomi adalah dengan adanya peningkatan pendapatan per kapita,

produktivitas, perubahan struktur, arus modal dan ekspansi (Jhingan, 2000). Peluang yang paling

dominan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja sehingga

mampu meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan masyarakat Balangan adalah melalui

pengembangan komoditas potensial tersebut menjadi komoditas unggulan daerah. Namun

beberapa komoditas yang potensial dikembangkan dan diunggulkan masih mengalami beberapa

kendala, antara lain : (a) Dari sisi produksi : jumlah, kualitas dan kontinuitas bahan baku;

sumberdaya manusia, dan desain; (b) Dari sisi pemasaran : selera konsumen, pangsa pasar

yang masih relatif kecil, promosi dan harga; (c) Dari sisi permodalan : keterbatasan modal dan

akumulasi modal yang lambat; (d) Dari sisi penunjang : belum optimalnya koordinasi antar

instansi dalam prioritas pengembangan komoditas atau produk dan/atau usaha yang potensial;

informasi pasar yang masih sulit diakses. Khusus untuk produk potensial di bidang pertanian,

produksi masih didominasi dalam bentuk primer, sehingga sangat tidak responsif terhadap

perubahan eksternal, pangsa pasar terbatas, dan nilai jual rendah. Produk yang dijual dalam

bentuk produk primer memang akan sulit memperoleh daya saing yang kuat. Dilihat dari sisi

ekspor beberapa komoditas; kinerjanya sudah cukup baik namun lebih disebabkan oleh besarnya

kontribusi sektor tambang. Pada tahun 2009; total ekspor non migas (khusus batubara) Balangan

mencapai US $1.056.111.000,- dibanding dengan tahun 2008 sebesar $ 321.523.520,-meningkat

328 % (BPS, Kabupaten Balangan data diolah). Nilai ekspor tersebut justru disumbang oleh

sektor tambang yang merupakan komoditas yang tidak bisa diperbaharui (non renewable).

Pengembangan komoditas unggulan merupakan salah satu strategi pembangunan yang

bertujuan untuk meningkatkan derajat kemajuan ekonomi suatu daerah (Sugiyanto, 2006)dalam

Balitbangda, 2008. Oleh karenanya dalam konteks kegiatan pengembangan komoditas unggulan,

diharapkan mampu menemukenali dan menggali potensi ekonomi di tingkat lokal dengan basis

sumberdaya lokal (resource based economy). Selama ini tidak semua daerah di Indonesia sukses

dalam mengembangkan komoditas unggulan di daerahnya. Cerita sukses dalam hal

mengembangkan komoditas unggulan justru diperoleh dari negara Thailand melalui program one

tambon one product (OTOP). Menurut Hendrayana (2003) dalam Balitbangda 2008; penentuan

komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan yang

berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam

menghadapi globalisasi perdagangan sekarang.

Pengembangan komoditas unggulan guna memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka

lapangan kerja juga merupakan amanat RPJMD Balangan 2006 - 2010. Perlu perencanaan

pembangunan, termasuk diantaranya rencana pengembangan potensi komoditas yang

mempunyai daya saing tinggi dalam aktivitas perekonomian atau sebagai komoditas yang

diunggulkan sehingga dapat dikembangkan secara optimal baik pada skala usaha kecil dan

menengah (UKM) maupun pada skala usaha yang lebih besar. Pada gilirannya, hal ini

diharapkan mampu menjadi kontributor penting bagi pendapatan masyarakat dan pendapatan

regional daerah. Dalam kaitannya dengan rencana pengembangan komoditas unggulan daerah

ini, maka langkah awal penting yang harus ditempuh adalah melakukan analisis pengembangan

komoditas unggulan yang ada di daerah Kalimantan Selatan. Dampak ekspansi Cina terhadap

negara-negara ASEAN berdampak positif dan negatif bagi Indonesia (Telisa, 2007), juga bagi

Produk Unggulan di Kalimantan Selatan khususnya produk Kabupaten Balangan sehingga

memerlukan pendekatan yang baik dalam produk yang berdaya saing.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriftif kualitatif. Penelitian ini menggunakan Data Primer

yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari nara sumber / responden yang

dipilih. Responden di tingkat Kabupaten juga meliputi Dinas teknis, Bappeda, Bagian Ekonomi

dan unsur dari Kadin serta ditambah dengan para pelaku usaha serta masyarakat umum. Dasar

pemilihan responden dari Dinas teknis, Bappeda, Bagian Ekonomi dan Kadin di Kabupaten ini

juga sama yaitu didasarkan pada bidang tugasnya yang terkait erat dengan kebijakan

pengembangan komoditas unggulan. Teknik pengambilan contoh responden juga dilakukan

secara purposive (sengaja). Responden di Tingkat Kabupaten juga meliputi para pengambil

kebijakan, pelaku usaha dan masyarakat umum. Alasan pemilihan pelaku usaha yang meliputi

petani, nelayan, pengrajin maupun pelaku usaha lainnya sebagai responden adalah bahwa para

pelaku usaha merupakan pemangku kepentingan utama dalam pengembangan komoditas

unggulan sehingga mengetahui berbagai faktor pendorong dan penghambat. Data sekunder yaitu

data dan informasi yang diperoleh dari dokumen/publikasi laporan penelitian terdahulu yang

dianggap relevan dan menunjang penelitian. Data sekunder meliputi data pendahuluan berupa

daftar Komoditas potensial yang ada di setiap SKPD Kabupaten. Data ini diperoleh dari data

Dinas/Instansi di tingkat Kabupaten dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya

dengan komoditas yang diunggulkan di Kabupaten Balangan. Data sekunder lainnya yang

diperlukan untuk memperkuat dan mendukung informasi yang diperoleh dari data primer; yakni

data dari publikasi BPS, SKPD Kabupaten, dokumen-dokumen program yang pernah dilakukan

daerah, hasil penelitian maupun data dari kalangan perbankan. Tehnik analisis yang dilakukan

adalah analisis deskriptif melalui tabulasi silang, rataan data dan perhitungan lainnya melalui

skor terbobot tingkat kepentingan setiap sektor ekonomi menurut aspek tujuan dan ranking urutan

kepentingan dalam rangka penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Balangan.

HASIL PENELITIAN

Penetapan komoditas unggulan tiap sub sektor dan kelompok komoditas ditingkat Kabupaten

Kabupaten Balangan ini menggunakan / memanfaatkan hasil proses agregasi komoditas

unggulan yang diperoleh dari tiap Kabupaten/Kota. Hasil penentuan komoditas unggulan

ditentukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan sebelumnya (telah dijelaskan pada bab Metode

Penelitian). Selain itu penentuan kriteria tersebut juga dilandasi oleh tujuan serta bobot

kepentingan setiap tujuan yang ingin dicapai dalam rangka pengembangan usaha. Untuk

memperoleh keseragaman dan konsistensi dalam proses penetapan komoditas unggulan, maka

bobot setiap tujuan dan bobot setiap kriteria yang digunakan pada semua Kabupaten/Kota adalah

sama. Sehubungan dePngan itu maka proses penentuan bobot kepentingan tujuan dan kriteria

tersebut dilakukan pada tingkat Kabupaten. Hasil perhitungan metode skor terbobot tingkat

kepentingan setiap sektor ekonomi menurut aspek tujuan dan ranking urutan kepentingan dalam

rangka penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Balangan. Ranking komoditas unggulan per

sub sektor dan per kelompok komoditas pada Sektor ekonomi di Kabupaten Balangan ini

ternyata secara umum sejalan pula dengan hasil penelitian produk unggulan usaha mikro kecil

menengah (UMKM) yang dilakukan oleh IPB dengan Bank Indonesia dan Analisis

Pengembangan Komoditas Unggulan Kalsel oleh Balitbangda. Tanaman holtikultura adalah

tanaman yang banyak mengandung serat, yang sangat berguna bagi manusia. Tanaman ini terdiri

dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Pada tahun 2008, beberapa komoditi sayur menghasilkan

produksi cukup besar antara lain kacang panjang sebesar 2.040 ton, serta labu dan ketimun

masing-masing sebesar 1.140 ton dan 1.544 ton. Untuk tanaman buah-buahan, produksi terbesar

adalah buah duku/langsat dengan total produksi 183.000 ton. Kemudian cempedak sebesar 10 011

ton yang dipanen dari 181.459 pohon. (BPS, Balangan 2009). Berdasar skor terbobot dan

ranking masing-masing komoditas unggulan tiap sub sektor; dapat ditentukan komoditas

unggulan sektor pertanian lintas sub sektor dengan urutan ranking seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1.

Ranking dan skor terbobot Komoditas unggulan lintas sektor

Di Kabupaten Balangan

Ranking Komoditas Skor Terbobot-

Bayes Method Sektor / Sub Sektor

1 Karet 0.057758726 Perkebunan

2 Padi 0.051225955 Tanaman pangan

3 Kayu olahan dan meubel

furniture (ukiran) 0.048476958 Industri

4 Gula Aren 0.03651651 Industri

5 Makanan olahan tmsk kue

kering 0.03444829 Agro-industri

6 Ayam Ras 0.034436557 Peternakan

7 Duku 0.033414913 Buah-buahan

8 Rumah makan &

Kulinernya 0.032707331

Jasa, perdagangan dan

pariwisata

9 Budidaya ikan Sungai 0.031191034 Perikanan

10 Pengolahan ikan Kering 0.030886772 Agro-Industri

Ranking Komoditas Skor Terbobot-

Bayes Method Sektor / Sub Sektor

11 Sapi 0.029820004 Peternakan

12 Kerupuk ikan 0.029429563 Agro-industri

13 Bata dan Batako 0.029365173 Industri

14 Pampakin 0.028073502 Buah-buahan

15 Sirop 0.026127003 Industri

16 Kelapa dalam 0.025878871 Perkebunan

17 Budidaya ikan karamba 0.025752747 Perikanan

18 Bengkel 0.025559831 Jasa, perdagangan dan

pariwisata

19 Jagung 0.025237228 Tanaman pangan

Sumber Data : BPS Kabupaten Balangan 2009 (diolah)

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1. Komoditas Unggulan Karet

Karet merupakan komoditas perkebunan yang penting peranannya di Indonesia. Selain

sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta tenaga kerja, komoditas ini juga memberikan

kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet

dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-

wilayah pengembangan karet. Karet menghendaki lahan kering dengan iklim basah. Sentra

produksi yang ada di Indonesia saat berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Secara biofisik,

lahan yang sesuai dan masih ada peluang pengembangannya adalah di Pulau Sumatera dan

Kalimantan. Lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan karet umumnya tersebar pada lahan

datar sampai bergelombang, walaupun tanaman karet masih dapat dikembangkan pada lahan

bergelombang-berbukit dengan lereng 15-30%. Sentra produksi karet ada hampir di seluruh

kawasan Kabupaten Balangan terutam di Kecamatan Paringin, Awayan, Batu Mandi, Tebing

Tinggi dan Halong.

Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet nasional adalah rendahnya produktivitas

karet rakyat (+ 600-700 kg/ha/th), antara lain karena sebagian besar tanaman masih menggunakan

bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, tingginya proporsi areal tanaman karet

yang telah tua, rusak atau tidak produktifl. Bibit karet unggul yang terjamin mutunya hanya tersedia di

Balai Penelitian atau para penangkar benih binaan melalui sistem waralaba di sentra-sentra pembibitan

yang juga masih sangat terbatas jumlahnya. Perkembangan industri perbenihan di sentra-sentra

produksi karet cukup pesat sejalan dengan meningkatnya permintaan bahan tanam karet klon unggul

oleh petani. Namun secara umum mutu bibit karet yang dihasilkan oleh para penangkar bibit masih

sangat beragam. Selain itu, masalah lain yang dihadapi penangkar bibit adalah keterbatasan sumber

entres yang terjamin kemurniannya dan keterbatasan jenis klon unggul baru yang dimiliki.

Selain menghasilkan lateks; kayu karet yang ada saat ini baru sebagian kecil yang

dimanfaatkan untuk kayu olahan, papan partikel dan papan serat. Hal ini terjadi karena belum adanya

pabrik pengolah kayu jang mengkhususkan mengolah kayu karet. Selain itu. Lokasi yang terpencar

mengakibatkan pemanfaatan kayu karet untuk kayu olahan memerlukan biaya transportasi tingi

sehingga menjadi mahal. Dengan penataan kelembagaan yang lebih baik, kayu karet rakyat

merupakan potensi yang sangat besar dalam agribisnis karet.

Secara spesifik, Permasalahan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Balangan

hampir sama dengan permasalahan di kabupaten lainnya di Kalimantan Selatan yaitu :

1. Keterbatasan areal lahan pengembangan dan tumpang tindih lahan yang diakibatkan masih

lemahnya penaatan terhadap RTRW serta belum sepenuhnya ada kepastian hukum di bidang

pertanahan.

2. Banyaknya tanaman karet tua dan Peremajaan yang dilakukan oleh petani belum semuanya

menggunakan klon baru dan terbaik

3. Rendahnya komitmen terhadap upaya peningkatan mutu hasil

4. Lokasi kebun karet rakyat masih sulit terjangkau transportasi kendaraan bermotor sehingga

menghambat pemasaran

5. SDM dalam pengelolaan agribisnis karet masih relatif rendah

6. Masih sulitnya petani dalam mengakses modal

7. Masih belum banyaknya tersedia pasar lelang karet

8. Industri yang mengolah karet alam menjadi produk karet jadi masih sangat sedikit.

Arah pengembangan agribisnis karet di Kabupaten Balangan ke depan dipengaruhi oleh

beberapa faktor eksternal sebagai berikut :

1. Permintaan karet alam dunia ke depan akan semakin meningkat sejalan dengan kenaikan harga

minyak, semakin mahalnya bahan baku karet sintetis, dan meningkatnya kesadaran akan

kelestarian lingkungan.

2. Produksi karet rakyat diperkirakan akan terus mengalami peningkatan yang di dorong semakin

membaiknya harga karet alam dunia serta secara historis merupakan sentra karet sejak lama.

3. Selain produksi lateks, kayu karet juga potensial dalam kegiatan agribisnis karet.

Berdasarkan hal diatas maka arah pengembangan perkebunan karet kedepan di Kabupaten

Balangan adalah :

1. Konsisten mengacu pada revitalisasi perkebunan

2. Karet diarahkan menjadi usaha agribisnis yang berbasis lateks dan kayu yang berdaya saing

tinggi, mensejahterakan, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Berdaya saing berarti

bahwa agribisnis karet harus selalu berorientasi pada pasar, mengandalkan produktivitas dan

nilai tambah melalui pemanfaatan modal (capital-driven), pemanfaatan inovasi teknologi

(innovation-driven) dan kreativitas sumberdaya manusia (skil-driven).

3. Perluasan areal namun harus tetap sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten.

4. Peremajaan tanaman dengan klon baru. klon karet unggul dengan potensi produksi lateks lebih

dari 3 ton / ha / tahun dan kayu karet yang nantinya dihasilkan 1 m3 / pohon

5. Pencegahan alih fungsi lahan-lahan perkebunan karet ke non pertanian

6. Membangun dan memperbaiki prasarana jalan yang membantu kelancaran transportasi guna

memudahkan petani karet memasarkan hasil produksinya.

7. Pengembangan sumberdaya manusia yang mampu mengelola dan menruskan usaha

pengembangan karet terutama anak-anak petani pengelola kebun karet

8. Perbaikan teknologi penyadapan dan pengolahan hasil

9. Akses permodalan melalui berbagai skim kredit termasuk pola syariah. Untuk ini perlu

bantuan sertifikasi lahan petani secara massal untuk agunan

10. Pengembangan agribisnis hulu untuk perkebunan karet. Agribisnis hulu ini mencakup

penyediaan sarana produksi termasuk bibit yang bersertifikasi.

11. Pendirian pasar lelang karet di wilayah sentra

12. Memfasilitasi kerjasama yg sinergi antara kelompok tani, pemerintah dan swasta (public

private partnership) dalam pemasaran

2. Komoditas Unggulan Padi

Noor dan Saragih (1993) melaporkan bahwa hasil padi dengan sistem pengelolaan air

satu arah lebih tinggi dibanding dengan pengelolaan air dua arah. Perbaikan sistem pengelolaan

air dari dua arah menjadi satu arah dapat meningkatkan hasil padi sebesar 40% pada musim

kemarau dan antara 120 hingga 150% pada musim hujan. Bukti lain adalah penelitian Saragih et

al., (2002) di Kabupaten Batola yang memperlihatkan bahwa perubahan sistem pengelolaan air

dari satu arah menjadi dua arah dapat meningkatkan produksi padi varietas Margasari dari 2,55

ton GKG/ha menjadi 4,0 ton/ha. Selain padi sawah; usaha pengembangan tanaman padi juga

dilakukan terhadap padi gogo atau padi ladang. Rata-rata produksi padi di Kabupaten Balangan

adalah 37,53 kw/ha, yang tertinggi di Batu Mandi mencapai 39,31 kw/ha dan di Halong 38,09

kw/ha dan terendah di Juai 36,68 kw/ha. Sedangkan padi gogo yang terbesar juga di Halong yaitu

31,60 kw/ha dan terendah di Batu Mandi hanya 23,11 kw/ha.

Strategi dan arah pengembangan tanaman padi di Kabupaten Balangan adalah:

1. Pencegahan alih fungsi lahan pertanian untuk padi terutama persawahan subur baik alih

fungsi lahan ke sektor pertanian maupun non pertanian. Penaatan terhadap RTRW sangat

diperlukan.

2. Memperluas kawasan sentra produksi; melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi

3. Mendorong petani memperbanyak penggunaan pupuk organik sbg subtitusi pupuk buatan.

Perlu penetapan gerakan penggunaan pupuk organik di Kalsel

4. Pembangunan infrastruktur teknis seperti irigasi sederhana atau tata air mikro

5. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah

maupun skim kredit lainnya kepada petani.

6. Peningkatan peran penyuluh baik dalam hal penerapan teknologi melalui kelompok tani

maupun sebagai pendamping pembuatan proposal kredit, manajemen usaha maupun

negosiator dll. Untuk itu perlu pelatihan bagi penyuluh dalam rangka peningkatan perannya

tidak hanya sebagai penyuluh untuk menyampaikan teknologi pertanian tetapi lebih luas lagi

yaitu sebagai pendamping petani.

7. Peningkatan peran serta wanita tani terutama untuk kemampuan pengambilan keputusan.

8. Pemanfaatan lahan ”tidur” namun potensial untuk padi terutama ladang melalui sistem

pinjam pakai guna meningkatkan rasio lahan per kapita petani

9. Penerapan sistem tunda jual di kelompok tani sehingga petani dapat memperoleh harga jual

yang lebih baik. Untuk itu perlu dana talangan guna memberdayakan kelompok tani sebagai

penampung produk padi di kelompoknya.

10. Terus mempromosikan dan menjual produksi beras Kalsel jenis terbaik dalam bentuk

kemasan guna perolehan nilai tambah pemasaran

3. Komoditas Unggulan Kayu Olahan dan Meubel Furniture

Permintaan akan produk kehutanan sangat besar. Berdasarkan laporan Dephut (2000);

kebutuhan produk kehutanan, seperti kayu lapis, kayu gergajian, bubur kayu, moulding, dan

furniture akan terus meningkat. Pada tahun 2010 kebutuhan konsumsi kayu berbasis panel

global diperkirakan mencapai 320,4 juta meter kubik atau naik 256% dari tahun 1990. Data Dinas

Kehutanan Kalsel (2002) menunjukkan bahwa hasil produksi kayu bulat dari kawasan

hutan produksi sebesar 405.078,83 m3/ tahun, atau sama dengan 16% dari kebutuhan bahan

baku industri keseluruhan Kalsel. Berdasarkan kapasitas terpasang industri primer yang ada

(54 unit), diperoleh hasil kayu olahan sebesar 2.171.943 m3/th. Atau setara dengan kebutuhan

bahan baku kayu bulat sebesar ± 4.300.000 m3/th. Untuk menutupi kekurangan sebesar 84 %

dari bahan baku keseluruhan diperoleh dari Kalteng 59%; Kaltim 17 % dan Propinsi Lainnya

8%.

Kayu olahan dan produk furniture sesungguhnya masih mampu menempati peringkat

ketiga sebagai komoditas unggulan Kabupaten Balangan dalam sektor industri karena permintaan

pasar untuk komoditas ini masih tinggi. Daerah pemasaran produk ini mencapai kawasan

regional yaitu Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur serta propinsi lain di luar Kalimantan

Selatan. Hanya saja kendala utama adalah penyediaan bahan baku. Untuk itu perlu dicarikan

solusi agar usaha ini tetap eksis produksinya.

Strategi dan arah kebijakan adalah :

1. Upaya ketersediaan bahan baku melalui rehabilitasi dan intensifikasi hutan-hutan produksi

dengan jenis tanaman kayu yang cepat menghasilkan.

2. Fasilitasi kemitraan antara industri kecil meubel / furniture dengan pengusaha penghasil

kayu bulat (HPH) dan instansi terkait untuk mendukung ketersediaan dan kontinuitas bahan

baku kayu

3. Desain, proses produksi dan finishing guna peningkatan kualitas produksi sehingga nilai

tambah lebih tinggi

4. Sosialisasi dan penggunaan jenis-jenis kayu non komersial dan kayu dari hutan tanaman serta

dari hutan rakyat untuk dijadikan sumber bahan baku

5. Peningkatan SDM pengusaha untuk peningkatan mutu dan diversifikasi produk melalui

pelatihan teknis, magang dan studi banding

6. Peningkatan kemampuan proses produksi (pengolahan), desain dan finishing

7. Fasilitasi pendirian sarana untuk proses pengawetan dan pengeringan kayu (kiln ying)

sehingga kayu menjadi lebih awet dan mutu bahan baku dan produk lebih meningkat

8. Fasilitasi kemitraan dengan pengusaha luar daerah dalam rangka pengembangan pemasaran

4. Komoditas Unggulan Kerajinan Anyaman

Daerah Kalimantan Selatan merupakan salah satu sentra kerajinan dengan produk yang

beragam termasuk Kabupaten Balangan. Ragam produk kerajinan meliputi anyaman terutama

dari rotan dan purun. Kendala utama dalam pengembangan produk ini adalah desain, pemasaran

dan akses permodalan. Sentra untuk anyaman rotan dan purun meliputi Kecamatan Lampihong,

Paringin dan Paringin Selatan.

Strategi dan arah kebijakan :

1. Perbaikan desain, proses produksi dan finishing khususnya melalui magang

2. Akses permodalan termasuk alternatif penyertaan modal dari pemerintah kepada kelompok-

kelompok pengrajin yang sudah berkembang

3. Promosi dan kerjasama pemasaran dengan outlet di luar daerah. Promosi juga dilakukan

melalui internet

4. Peningkatan mutu produk melalui teknologi pengawetan bahan baku

5. Pendirian pusat pelatihan khusus kerajinan di wilayah sentra dalam upaya pengembangan

SDM di masa depan.

5. Komoditas Unggulan Makanan Olahan

Makanan olahan merupakan salah satu produk yang menjadi komoditas unggulan

Kalimantan Selatan termasuk Kabupaten Balangan. Bermacam-macam jenis makanan olahan di

produksi setiap hari, namun pengembangan usahanya pada umumnya masih lambat kecuali usaha

makanan olahan yang menghasilkan seperti gula aren, sirop, mandai tiwadak dan kerupuk. Hal

ini disebabkan kelemahan dari proses produksi dan kemasan serta sistem pemasarannya.

Sebagian besar proses produksi masih dilakukan secara manual sehingga tidak ekonomis. Selain

itu, kebanyakan proses produksi masih menomorduakan faktor higienis dan cita rasa. Sebagian

besar produk makanan olahan di Balangan dikemas seadanya sehingga tidak menarik serta tidak

sesuai dengan standar kemasan yang dianjurkan. Hanya ada beberapa produk makanan olehan

yang pemasarannya sudah melingkupti tingkat regional. Produk makanan olahan berbasis bahan

baku dan potensi lokal seperti Gula Aren karena banyaknya pohon enau, mandai tiwadak karena

terbuat dari buah Cempedak yang banyak dihasilkan di Kabupaten Balangan, cempedak sebesar

10 011 ton yang dipanen dari 181 459 pohon (BPS, Balangan 2009). Daerah pemasaran sebagian

besar berada di Provinsi Kalimantan Selatan, seperti daerah Banjarmasin dan daerah Banua Enam

serta ke kawasan regional Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Pemasaran selain

menjangkau daerah Kalimantan Tengah seperti Kapuas dan Palangkaraya dan bahkan sampai ke

pulau Jawa. Untuk melayani penjualan diluar daerah ini tidak semuanya langsung dilakukan

oleh pengusaha, akan tetapi dilakukan oleh pedagang-pedagang perantara, biasanya mereka

langsung membeli ke lokasi yang bersangkutan kemudian dibawa keluar daerah untuk dipasarkan

ke konsumen maupun ke toko-toko.

Strategi dan arah pengembangan adalah :

1. Perbaikan proses produksi dan kemasan

2. Pelatihan untuk kiat-kiat pemasaran

3. Promosi oleh Pemerintah Daerah bersama dengan Pengusaha

4. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah

maupun skim kredit lainnya kepada pengusaha. Perlu peran pendamping (seperti halnya

KKMB) untuk membantu mengakseskan ke perbankan.

5. Perlu dijaga kontinuitas ketersediaan bahan baku di pasar.

6. Komoditas Ungggulan Itik

Usaha ternak itik alabio telah dilakukan sejak lama di Kalimantan Selatan dan mampu

memberikan kontribusi yang memadai terhadap pendapatan keluarga. Usaha itik alabio menjadi

mata pencaharian utama bagi 46,81% peternak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai

Tengah, dan Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Balangan

Secara tradisional, itik alabio dipelihara di daerah rawa yang banyak terdapat di

Kalimantan Selatan dengan sistem pemeliharaan yang disebut sistem lanting. Di daerah rawa

itulah itik alabio memperoleh pakan berupa keong air sebagai sumber protein dan sagu atau dedak

sebagai sumber kalori. Seiring perkembangan dunia peternakan, itik alabio sekarang sudah

dikembangkan secara intensif. Tidak hanya di Hulu Sungai Utara saja, namun juga berkembang

pesat di Pulau Jawa dan Bali. Selain itik Alabio, juga dikembangkan berbagai itik yang lain

termasuk itik serati dan itik ratu yaitu persilangan itik alabio dengan itik Mojosari.

Strategi dan arah pengembangan adalah :

1. Bekerjasama dengan Kab. HSU sebagai sentra pengembangan penetasan dan pembibitan

serta dijadikan laboratorium lapangan untuk penelitian baik bagi lembaga penelitian

peternakan Deptan maupun Perguruan Tinggi.

2. Perlunya pendampingan terhadap aktivitas usaha di sentra penetasan dan pembibitan maupun

produksi yang tidak hanya pada aspek teknis (pakan, kesehatan itik) namun juga

pendampingan mendapatkan kredit maupun manajamen usaha serta untuk negosiasi bila

diperlukan. Program sarjana peternakan untuk pendampingan peternakan dapat terus

ditingkatkan.

3. Perlunya alternatif penggunaan pakan lokal dengan tetap mengutamakan kualitas

4. Perlunya ketersediaan pakan buatan di pasar dengan harga wajar. Perlu pencegahan satu

pelaku yang menguasai berbagai merk pakan.

5. Fasilitasi teknologi pengolahan daging itik untuk makanan khas daerah.

6. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah

maupun skim kredit lainnya kepada peternak.

7. Komoditas Unggulan Buah-buahan

Luas areal tanaman buah-buahan secara keseluruhan pada tahun 2007 adalah 1.808,10 ha,

dengan produksi buah mencapai 374.760,66 kw. Produk unggulan dari buah adalah tanaman

Duku/Langsat dan Pampakin, Sukun serta Cempedak Banjar. Produksi terbesar dari buah Duku

sebanyak 183.000 kw, Pampakin 93.250 kw, Sukun 87.525 kw dan Cempedak 1.620 kw.

Cempedak ini secara produksi memang tidak terlalu besar namun dari dulu Cempedak Batu

Mandi sudah sangat terkenal sehingga perlu jadi unggulan.

Duku/Langsat, Pampakin dan Cempedak adalah komoditas pertanian yang mempunyai

peluang dalam pengembangan industri agrobisnis di Kalsel. Peluang investasinya berupa grading

house, pengolahan hasil (sirop), pengembangan areal, ekspor buah segar dan cold storage.

Strategi dan arah pengembangan adalah :

1. Memfasilitasi kerjasama yg sinergi antara kelompok tani, pemerintah dan swasta (public

private partnership) dalam pemasaran keluar daerah pada saat puncak panen raya

2. Perlunya pengembangan industri pengolahan bahan baku dari buah oleh kelompok tani pada

saat puncak panen raya

3. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah

maupun skim kredit lainnya kepada pengusaha. Perlu peran pendamping (seperti halnya

KKMB) untuk membantu mengakseskan ke perbankan. Sertifikasi lahan sangat diperlukan

untuk bisa dijadikan agunan sebagai syarat mengakses kredit ke perbankan.

8. Komoditas Unggulan Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba

Di Kabupaten Balangan; pemeliharaan ikan dalam keramba untuk pembesaran dilakukan

dengan memanfaatkan air sungai Balanga. Selain itu, kebutuhan bibit dapat dipenuhi dari sentra

pembibitan ikan yang merupakan pensuplai utama benih ikan berasal dari wilayah Kabupaten

Banjar yaitu di daerah Mandiangin. Tujuan utama pengembangan budidaya ikan kolam di

Balangan adalah untuk konsumsi masyarakat dalam rangka sumber penyediaan protein hewani

asal ikan dan hanya bagian yang amat kecil yang digunakan untuk ikan hias.

Pada umumnya, pemeliharaan ikan dalam kolam (terutama untuk ikan Nila, ikan Mas dan

Patin) menghendaki air dengan kualitas yang baik yaitu bersih; tidak terlalu keruh, dan tidak

tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan

oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Pada umumnya PH air yang optimal

untuk pembesaran ikan kolam adalah 6,5 – 7,8 (relatif netral).

Strategi dan arah pengembangan adalah :

1. Bekerjasama dengan sentra pembenihan ikan selain yang sudah ada di Mandiangin

Kabupaten Banjar.

2. Perlunya pendampingan terhadap aktivitas usaha di sentra pembesaran ikan yang tidak hanya

pada aspek teknis (pakan, kesehatan, kualitas air) namun juga pendampingan mendapatkan

kredit maupun manajamen usaha serta untuk negosiasi bila diperlukan. Program sarjana

perikanan untuk pendampingan usaha ini layak dipertimbangkan.

3. Perlunya alternatif penggunaan pakan buatan oleh pembudidaya dengan tetap mengutamakan

kualitas. Perlu fasilitasi penggunaan teknologi madya untuk pengolahan pakan ini.

4. Perlunya ketersediaan pakan di pasar dengan harga wajar. Perlu pencegahan satu pelaku

usaha yang menguasai berbagai merk pakan.

5. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah

maupun skim kredit lainnya kepada pembudidaya ikan dalam kolam ini. .

6. Perlu pembentukan asosiasi pembudidaya ikan dan mengoptimalkan peran mereka guna

mencegah terjadinya kekurangan pasokan di pasar maupun kelebihan penawaran.

10. Komoditas Unggulan Batu Bata dan Batako

Pembuatan Batu Bata dan Batako cukup berkembang di Kabupaten Balangan terlihat dari

perkembangan usaha yang semakin pesat. Kedua industri ini cukup banyak menyerap tenaga

kerja yaitu mencapai 69 orang dengan unit usaha mencapai 17 buah. Retribusi dari industri

mencapai Rp.207.500.000,- pada tahun 2007. Tujuan utama pengembangan usaha ini untuk

memenuhi kebutuhan dan permintaan yang cukup besar karena Kabupaten Balangan masih dalam

masa pembangunan dan pengembangan daerah sehingga membutuhkan banyak bahan bangunan.

Disisi lain dengan langkanya bahan kayu sekarang trend masyarakat membangun rumah dengan

bahan batu bata dan batako, serta didukung bahan baku tanah liat yang cukup melimpah.

Strategi dan arah pengembangan adalah :

1. Perlunya pendampingan terhadap aktivitas usaha yang tidak hanya pada aspek teknis namun

juga pendampingan mendapatkan kredit maupun manajamen usaha serta untuk negosiasi bila

diperlukan.

2. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah

maupun skim kredit lainnya kepada pembudidaya ikan dalam kolam ini. .

3. Perlu pemasaran yang lebih intensif agar kegatan usaha semakin berkembangan.

4. Penetapan komoditas unggulan sangat penting dalam upaya menemukenali dan menggali

potensi ekonomi di tingkat lokal serta mampu menumbuhkembangkan kegiatan usaha

ekonomi produktif guna penciptaan lapangan kerja; pertumbuhan ekonomi dan memperkuat

daya saing daerah. Oleh karena itu seyogyanya komoditas unggulan lintas sektor / sub

sektor dituangkan dengan surat keputusan (SK) Bupati Kabupaten Balangan.

PENUTUP

Komoditas unggulanKabupaten Balangan adalah seluruh sektor usaha ekonomi yang

tergolong dapat diperbaharui (renewable). Berdasarkan aspek tujuan maka bobot terbesar adalah

aspek penyediaan / penciptaan lapangan kerja (0,38); aspek pertumbuhan ekonomi (0,33) dan

yang ketiga adalah aspek peningkatan daya saing produk (0,29). Skor terbobot terbesar sampai

terkecil tiap sektor / sub sektor ekonomi menurut tingkat urutan kepentingan dalam rangka

penetapan Komoditas unggulan adalah sub sektor Perkebunan (0.15588130), sektor industri

(0.14430930), tanaman pangan (0.13546270), agro-industri (0.13063270), jasa, perdagangan

dan pariwisata; (0.10822870); peternakan (0.09195703), perikanan (0.08558705), buah-buahan

(0.07750803) dan sayur-sayuran (0.07043327). Komoditas unggulan daerah Kabupaten

Balangan per sektor / sub sektor : Sub sektor Perkebunan adalah Karet, Sektor industri adalah

kayu olahan termasuk meubel furniture; industri kerajinan, Kelompok tanaman padi dan palawija

adalah tanaman padi dan jagung, Sub sektor agro-industri meliputi makanan olahan termasuk kue

kering dan; pengolahan ikan kering serta kerupuk, Sektor jasa perdagangan dan pariwisata adalah

rumah makan termasuk kulinernya dan bengkel, Sub sektor peternakan adalah ternak Ayam Ras,

Sapi dan Itik, Sektor perikanan dan kelautan adalah usaha budidaya ikan kolam dan budidaya

ikan dalam karamba, Kelompok buah-buahan adalah Duku, Pampakin dan Cempedak dan

Kelompok komoditas sayuran adalah Labu. Komoditas unggulan Kabupaten Balangan untuk

lintas sektor/subsektor adalah Karet, Padi, Kayu olahan dan meubel furniture, Kerajinan,

Makanan olahan termasuk gula aren dan kue kering, Ayam Ras, Duku, Rumah makan dan

kulinernya dan Budidaya ikan kolam.

DAFTAR RUJUKAN

Aris Ananta 2008; Suatu Wacana Paradigma Pembangunan Indonesia, Radar Banjar. Rabu 12

Maret, 2008.

Argyris 1998, Empowerment: The Emperor new Clothes; Harvard Business Review. May- Jun, p.

98-105.

Arifin, 2006; Kawasan Timur Indonesia: Memacu Daya Saing Keterkaitan Fungsional antar

Wilayah; Masagena Press. Makassar.

Balitbangda, 2008, Strategi Pengembangan Wilayah berbasis Komoditas Unggulan,. Balitbangda

Banjarmasin

Balitbangda, 2008, Pengembangan Komoditas Unggulan,. Balitbangda Banjarmasin

Brata, Aloysius Gunadi, 2005, Indeks Pembangunan Manusia, [wbuj-brata-paper pdf]

Hill, 2002; Ekonomi Indonesia; PT. Rajagrafindo Persada; Jakarta.

Human Development Report 2001. “Making new technologies work for human development,”

New York: United Nations Development Program.

Jhingan, 2000, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT. Rajagrafindo, Jakarta

Kerlinger, Fred N. 2000. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Leigh, Andrew & Justin Wolfers, 2006, Happiness and Human Development Index: Australia Is

Not a Paradox, The Australia Economic Review

Lucas, E.R. 1998. On the Mechanics of Economic Development. Journal of Monetary

Economics. Vol. 22.

Mankiw, N.G. D. Romr and D.N. Weil. 1992. A Contribution to the Empirics of Economic With.

Quarterly. Journal of Economics, Vol. 107.

Mantra, Ida Bagus, 2004. Filsafat Penelitian Dan Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar

Yogyakarta

Masri, Sinagrimbun, dan Sofian Effendi, 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Yogyakarta

Sadono Sukirno, 1985, Ekonomi Pembangunan, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta

Tri Widodo, 2006, Perencanaan Pembangunan, UPP STIM YPKN Yogyakarta

Todaro, Smith, 2006, Pembangunan Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta

Telisa, Aulia Falianti, 2007, Dampak Perkembangan Cina Terhadap Negara-negara

ASEAN, Jurnal Kebijakan Ekonomi Vol. 3 No.1