komparasi efisiensi perbankan syariah dan …

14
Rosyadi/ 2017 61 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017 KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN PERBANKAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Imron Rosyadi 1 * Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta *[email protected] 1 Abstract The purpose of this study was to: (i) acknowledge and examine the differences between the financial performance of Islamic banking with conventional banking, (ii) to analyze and explain the differences in efficiency levels between Islamic banking and conventional banking (iii) analyze and compare the efficiency of Islamic banking with banks conventional. The population used in this study is a commercial bank in Indonesia with 124 banking institutions with the details of five state banks and 119 private banks. sample of banking institutions in this study are 5 government-owned banking institution (s) and 12 institutions of Islamic banks. The method of analysis used in quantitative research is descriptive (analytic). Measurement and test efficiency and efficiency ratio of the difference of Islamic banking from conventional banking to use Supplier Data Analysis (DEA) and two different test mean (t-test). The results showed during the observation period 2012-2016, economic activities (banking) of Islamic banks are relatively more efficient than conventional banks Keywords: comparative, efficiency, financial performance Pendahuluan Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan undang- undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Struktur institusi perbankan di Indonesia sampai November 2016 terdiri dari 118 Bank Umum dan 1.796 Bank Perkreditan Rakyat. Adapun jumlah Bank Umum dengan rincian: (1) Bank Pemerintah sebanyak 5 institusi dan (2) Bank Swasta, terdiri dari: (a) Bank Pembangunan Daerah sebanyak 26 institusi dan BPD unit syariah sebanyak 15 institusi (b) Bank Umum Swasta sebanyak 88 institusi dan Bank Umum Swasta Unit Usaha Syariah sebanyak 21 institusi serta (c) Bank Umum Swasta Syariah sebanyak 13 institusi. Sementara Bank Perkreditan Rakyat terdiri dari 1.632 institusi BPR konvensional dan 164 institusi BPR syariah (OJK, 2016) OJK (2016) melaporkan beberapa indikator Perbankan Nasional berdasarkan penghimpunan dana, penyaluran dana, asset, permodalan dan kinerja. Pada November 2016, melaporkan bahwa penghimpunan dana Bank Umum dari masyarakat mencapai Rp.1.939,20 T, pada Mei 2016 mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp.1.942,20 T. Sementara dari item penyaluran dana, pada November 2015 Bank Umum telah menyalurkan kredit kepada masyarakat sebesar 1.353,60 T, kemudian November 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 1.339,20 T. Sedangkan dari indikator asset, Bank Umum di Indonesia pada November 2015 memiliki asset total sebesar Rp.2.310,60 T, kemudian pada November 2016 mengalami penurunan asset yang tidak siginifikan

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

61 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN PERBANKAN

KONVENSIONAL DI INDONESIA

Imron Rosyadi

1

* Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta

*[email protected] 1

Abstract

The purpose of this study was to: (i) acknowledge and examine the differences between the financial

performance of Islamic banking with conventional banking, (ii) to analyze and explain the differences in efficiency

levels between Islamic banking and conventional banking (iii) analyze and compare the efficiency of Islamic

banking with banks conventional. The population used in this study is a commercial bank in Indonesia with 124

banking institutions with the details of five state banks and 119 private banks. sample of banking institutions in this

study are 5 government-owned banking institution (s) and 12 institutions of Islamic banks. The method of analysis

used in quantitative research is descriptive (analytic). Measurement and test efficiency and efficiency ratio of the

difference of Islamic banking from conventional banking to use Supplier Data Analysis (DEA) and two different test

mean (t-test). The results showed during the observation period 2012-2016, economic activities (banking) of Islamic

banks are relatively more efficient than conventional banks

Keywords: comparative, efficiency, financial performance

Pendahuluan

Perbankan Indonesia dalam menjalankan

fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi

utama perbankan Indonesia adalah sebagai

penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta

bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan

ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan

taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan undang-

undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas

bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum

dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya.

BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki

jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas.

Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual

bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan

kegiatan usaha bank konvensional dan atau

berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip

kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan

kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan

prinsip syariah.

Struktur institusi perbankan di Indonesia

sampai November 2016 terdiri dari 118 Bank Umum

dan 1.796 Bank Perkreditan Rakyat. Adapun jumlah

Bank Umum dengan rincian: (1) Bank Pemerintah

sebanyak 5 institusi dan (2) Bank Swasta, terdiri dari:

(a) Bank Pembangunan Daerah sebanyak 26 institusi

dan BPD unit syariah sebanyak 15 institusi (b) Bank

Umum Swasta sebanyak 88 institusi dan Bank Umum

Swasta Unit Usaha Syariah sebanyak 21 institusi serta

(c) Bank Umum Swasta Syariah sebanyak 13 institusi.

Sementara Bank Perkreditan Rakyat terdiri dari 1.632

institusi BPR konvensional dan 164 institusi BPR

syariah (OJK, 2016)

OJK (2016) melaporkan beberapa indikator

Perbankan Nasional berdasarkan penghimpunan dana,

penyaluran dana, asset, permodalan dan kinerja. Pada

November 2016, melaporkan bahwa penghimpunan

dana Bank Umum dari masyarakat mencapai

Rp.1.939,20 T, pada Mei 2016 mengalami kenaikan

menjadi sebesar Rp.1.942,20 T. Sementara dari item

penyaluran dana, pada November 2015 Bank Umum

telah menyalurkan kredit kepada masyarakat sebesar

1.353,60 T, kemudian November 2016 mengalami

penurunan menjadi sebesar 1.339,20 T. Sedangkan

dari indikator asset, Bank Umum di Indonesia pada

November 2015 memiliki asset total sebesar

Rp.2.310,60 T, kemudian pada November 2016

mengalami penurunan asset yang tidak siginifikan

Page 2: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

62 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

menjadi sebesar Rp.2.309,80 T. Selanjutnya, dari

aspek permodalan, Bank Umum di Indonesia pada

November 2015 memilki permodalan sebesar

Rp.219,20 T, kemudian pada November 2016,

permodalan Bank Umum mengalami kenaikan cukup

siginifikan menjadi sebesar Rp.319,40 T. Terakhir dari

item kinerja Bank Umum, pada November 2016

menunjukan bahwa Non Performing Loan (NPL)

sebesar 3,80% dan membukukan laba sebesar

Rp.48,10 T dengan Net Interest Margin sebesar

Rp.10,80 T

OJK (2016) melaporkan bahwa pada November

2016 terdapat 13 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit

Usaha Syariah (UUS), dan 164 Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah (BPRS). Hingga Februari 2017 jumlah

BUS tidak mengalami peningkatan, demikian juga

dengan UUS dan BPRS. Seiring dengan meningkatnya

jaringan kantor bank, pada periode 2015-2016 industri

ini mengalami peningkatan volume usaha (aset) cukup

signifikan, dari Rp 272,343 triliun pada November

2015 menjadi Rp 339,343 triliun pada November

2016. Pada akhir tahun 2017 diproyeksikan pangsa

perbankan syariah bisa mencapai tiga persen dengan

nilai aset sekitar Rp 400 trilyun hingga Rp 450 triliun.

Setidaknya ada tiga faktor pemicu pertumbuhan ini.

Pertama, masuknya beberapa bank umum syariah

(BUS) baru, kedua, pesatnya bisnis BUS lama, dan

ketiga, target peningkatan bisnis Unit Usaha syariah

(UUS) sekitar 40 hingga 50.

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK)

perbankan syariah juga meningkat dari Rp 217,858

triliun pada November 2015 menjadi Rp 270,480

triliun pada November 2016. Kegiatan penyaluran

dana melalui pembiayaan yang diberikan perbankan

syariah juga meningkat dari Rp 212,996 triliun pada

November 2015 menjadi Rp 240,381 triliun pada

November 2016. Berdasarkan jenis penggunaannya,

sebagian besar pembiayaan masih terfokus pada tiga

jenis pembiayaan, yakni piutang murabahah 59,24

persen, pembiayaan mudharabah 19,96 persen, dan

pembiayaan musyarakah sebesar 15,77 persen.

Pertumbuhan pembiayaan yang masih cukup tinggi

dalam kondisi sektor riil yang kurang kondusif akibat

meningkatnya tekanan inflasi, berdampak pada

meningkatnya jumlah pembiayaan bermasalah atau

non-performing financing (NPF) (Makmun, 2008).

OJK (2016) melaporkan bahwa pada akhir

2015 NPF perbankan syariah bertahan pada level

terkendali, rasio NPF (gross) sebesar 2,55 persen.

Namun, pada akhir 2017 meningkat menjadi 3,26

persen. Dari sesi profitabilitas, pada 2015 perbankan

syariah mampu mencatatkan tingkat keuntungan Rp

1.786 miliar, meningkat menjadi Rp 2.771 miliar pada

2016. Sejalan dengan peningkatan profitabilitas ini,

rasio keuntungan terhadap aset yang dikelola

meningkat dari 0,49 persen pada 2016 menjadi 0,67

persen tahun 2017.

Di Indonesia konsep perbankan syariah mulai

diterapkan sejak 1991 yang diawali dengan berdirinya

Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada awal

berdirinya, BMI belum mendapatkan perhatian yang

luas. Dalam perjalanannya, terutama sejak MUI

mengeluarkan fatwa haram terhadap bunga bank, bank

berbasis Syariah bermunculan yang diikuti dengan

munculnya lembaga keuangan berbasis syariah

lainnya, seperti asuransi syariah, walaupun belum

menjamur seperti bank syariah. Dalam tiga tahun

terakhir industri perbankan syariah mengalami

perkembangan yang pesat dan diiringi dengan

meningkatnya kompleksitas permasalahan dan

tantangan yang dihadapi.

Hal mendasar yang membedakan antara

lembaga keuangan konvensional dengan syariah

adalah terletak pada pengembalian dan pembagian

keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada

lembaga keuangan dan/atau yang diberikan oleh

lembaga keuangan kepada nasabah (Muhammad,

2005). Kegiatan operasional bank syariah

menggunakan prinsip bagi hasil (profit and loss

sharing). Bank syariah tidak menggunakan bunga

sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun

membebankan bunga atas penggunaan dana dan

pinjaman karena bunga merupakan riba yang

diharamkan.

Pola bagi hasil ini memungkinkan nasabah

untuk mengawasi langsung kinerja bank syariah

melalui monitoring atas jumlah bagi hasil yang

diperoleh. Jumlah keuntungan bank semakin besar

maka semakin besar pula bagi hasil yang diterima

nasabah, demikian juga sebaliknya. Jumlah bagi hasil

yang kecil atau mengecil dalam waktu cukup lama

menjadi indikator bahwa pengelolaan bank merosot.

Keadaan itu merupakan peringatan dini yang

transfaran dan mudah bagi nasabah. Berbeda dari

perbankan konvensional, nasabah tidak dapat menilai

kinerja hanya dari indikator bunga yang diperoleh.

Kondisi perbankan syariah pada tahun

mendatang diperkirakan akan terus membaik. Ini

Page 3: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

63 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

terbukti dengan masih tingginya minat masyarakat

terhadap perbankan syariah. Dalam rangka

peningkatan jangkauan melalui kemudahan untuk

membuka kantor pelayanan, diharapkan dapat

memberikan pengaruh pada minat masyarakat. Di sisi

lain, secara internasional peluang memanfaatkan

investasi asing, khususnya dari Timur Tengah ke

dalam sistem perekonomian Indonesia masih terbuka

lebar.

Pengembangan sistem perbankan syariah di

Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking

system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk

menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin

lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara

bersama-sama, sistem perbankan syariah dan

perbankan konvensional secara sinergis mendukung

mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk

meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-

sektor perekonomian nasional.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang

beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan

alternatif sistem perbankan yang saling

menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta

menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi,

investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai

kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan

menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi

keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta

layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema

keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah

menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan

dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat

Indonesia tanpa terkecuali.

Dalam konteks pengelolaan perekonomian

makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan

instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan

hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil

serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor

tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan

instrumen syariah disamping akan mendukung

kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan

mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat

spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem

keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya

akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

pencapaian kestabilan harga jangka menengah-

panjang.

Setelah diberlakukannya Undang-Undang

No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang

terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan

industri perbankan syariah nasional semakin memiliki

landasan hukum yang memadai dan akan mendorong

pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan

progres perkembangannya yang impresif, yang

mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65%

pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan

peran industri perbankan syariah dalam mendukung

perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Sehingga dapat dirumuskan masalah yaitu: (1) Apakah

ada perbedaan siginifikan antara kinerja keuangan

Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional?

(2) Apakah ada perbedaan signifikan antara tingkat

efisiensi Perbankan Syariah dengan Perbankan

Konvensional? dan (3)Apakah Perbankan Syariah

lebih efisien dibandingkan dengan Perbankan

Konvensional?

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah: (1) Mengetahui dan menguji perbedaan antara

kinerja keuangan Perbankan Syariah dengan

Perbankan Konvensional; (2) Untuk menganalisis dan

menjelaskan perbedaan tingkat efisiensi antara

Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional

dan (3) Menganalisis dan membandingkan tingkat

efisiensi antara Perbankan Syariah dengan Perbankan

Konvensional

Kajian Pustaka dan Pengembangan

Hipotesis

Efisiensi

Efisiensi merupakan tindakan memaksimalkan

hasil dengan menggunakan modal (tenaga kerja,

material dan alat) yang minimal (Daft, 2007; Griffin,

2004). Efisiensi merupakan rasio antara input dan

output, dan perbandingan antara masukan dan

pengeluaran. Apa saja yang dimaksudkan dengan

masukan serta bagaimana angka perbandingan tersebut

diperoleh, akan tergantung dari tujuan penggunaan

tolok ukur tersebut. Secara sederhana, menurut

Nopirin (1997) efisiensi dapat berarti tidak adanya

pemborosan.

Efisiensi dalam penelitian ini sebagaimana

dinyatakan oleh Talluri (2000) merupakan

perbandingan output dan input berhubungan dengan

tercapainya output maksimum dengan sejumlah input,

artinya jika rasio output input besar maka efisiensi

Page 4: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

64 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

dikatakan semakin tinggi. Atau dengan kalimat lain,

efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam

memproduksi barang.

Menurut Talluri (2000); Cooper et al., (2002);

Andersen dan Petersen (1993) efisiensi adalah rasio

antara output dan input. Sedangkan menurut Banker et

al., (1984) efisiensi merupakan salah satu kriteria

penting dalam menentukan seberapa besar input yang

digunakan untuk menghasilkan output yang

diinginkan. Lebih lanjut Cooper et al., (2000);

Andersen & Petersen (1993) menjelaskan bahwa ada

tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu apabila

dengan input yang sama menghasilkan output yang

lebih besar dengan input yang lebih kecil

menghasilkan output yang sama dan dengan input

yang besar menghasilkan output yang lebih besar.

Yotopoulos dan Nugent (1976), Cooper et al.,

(2000) dan Talluri (2000); membedakan efisiensi

menjadi tiga konsep yaitu:

(1) Efisiensi teknis (technical efficiency). Menurut

Cooper et al., (2002); Bhat et al., (1996); Bowlin

(1998) efisiensi teknik mengenai hubungan

antara input dan output. Perusahaan dikatakan

efisien secara teknik jika produksi dengan output

terbesar yang menggunakan satu set kombinasi

beberapa input;

(2) Efisiensi harga (allocative or price efficiency).

Efisiensi alokatif menunjukkan hubungan biaya

dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika

perusahaan tersebut mampu memaksimumkan

keuntungan yaitu menyamakan produk marjinal

setiap faktor produksi dengan harganya dan

(3) Efisiensi ekonomi (economic efficiency).

Efisiensi ekonomi merupakan produk dari

efisiensi teknik dan efisiensi harga. Jadi efisiensi

ekonomis dapat dicapai jika kedua efisiensi

tercapai.

Efisiensi ekonomis mempunyai sudut pandang

makro yang mempunyai jangkauan lehih luas

dibandingkan dengan efisiensi teknik yang bersudut

pandang mikro. Pengukuran efisiensi teknik cenderung

terbatas pada hubungan teknik dan operasional dalam

proses konversi input menjadi output. Akibatnya,

usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya

memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal,

yang dengan pengendalian dan alokasi sumber daya

yang optimal. Dalam efisiensi ekonomis, harga tidak

dapat dianggap given, karena harga dapat dipengaruhi

oleh kebijakan makro (Nicholson, 1995).

Efisiensi ekonomis akan tercapai jika terpenuhi

dua kondisi berikut (Doll & Orazen, 1984) dalam

Indah Susantun (2000) yaitu :

(1) Syarat yang diperlukan (necessary condition)

menunjukkan hubungan fisik antara input dan

output bahwa proses produksi antara 0 dengan 1.

Hal ini merupakan efisiensi produksi secara

teknik dan

(2) Syarat kecukupan (sufficient condition)

berhubungan dengan tujuannya yaitu kondisi

keuntungan maksimum tercapai dengan syarat

nilai produk marjinal sama dengan biaya

marjinal. Menurut Yotopoulos dan Lou (1973)

dalam lndah Susantun (2000) efisiensi ekonomi

tercapai jika kedua efisiensi yaitu teknik dan

harga tercapai.

Efisiensi dapat diestimasi dengan teknik

analisis Data Envelopment Analysis (DEA) yang

memiliki karakter berbeda dengan konsep efisiensi

pada umumnya (yang diestimasi dengan pendekatan

parametrik). Ada beberapa alasan mengapa alat

analisis DEA dapat dipakai untuk mengukur efisiensi

suatu proses produksi yaitu: (1) efisiensi yang diukur

adalah bersifat teknis, bukan ekonomis. Hal ini

dimaksudkan bahwa, analisis DEA hanya

memperhitungkan nilai absolut dari suatu variabel.

Satuan dasar pengukuran yang mencerminkan nilai

ekonomis dari tiap-tiap variabel seperti harga, berat,

panjang, isi dan lainnya tidak dipertimbangkan. Oleh

karenanya dimungkinkan suatu pola perhitungan

kombinasi berbagai variabel dengan satuan yang

berbeda-beda; (2) nilai efisiensi yang dihasilkan

bersifat relatif atau hanya berlaku dalam lingkup

sekumpulan UKE (Unit Kegiatan Ekonomi) yang

diperbandingkan (Talluri, 2000). Selanjutnya efisiensi

untuk mengukur kinerja proses produksi dalam arti

yang luas dengan mengoperasionalkan variabel-

variabel yang mempunyai satuan yang berbeda-beda,

yang kebanyakannya seperti dalam pengukuran

barang-barang publik atau barang yang tidak

mempunyai pasar tertentu (non-traded goods) maka

alat analisis DEA merupakan pilihan yang paling

sesuai (Cooper et al., 2002).

Data Envelopment Analysis (DEA)

Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan

sebuah pendekatan non parametrik yang pada dasarnya

merupakan teknik berbasis linier programming. DEA

bekerja dengan langkah mengidentifikasi unit-unit

yang akan dievaluasi, input serta output unit tersebut.

Page 5: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

65 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

Kemudian menghitung nilai produktivitas dan

mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan

input secara efisien atau tidak menghasilkan ouput

secara efektif. Produktivitas yang diukur bersifat

komparatif atau relatif karena hanya membandingkan

antar unit pengukuran dari 1 set data yang sama.

Dalam penelitian ini analisis DEA ditujukan untuk

mengukur efisiensi Perbankan konvesional maupun

perbankan syariah (memfokuskan pada identifikasi

penambahan output yang diperlukan untuk mencapai

kondisi DEA dengan mempertahankan input yang

dimiliki saat ini)

Titik A menunjukan efisiensi teknik tetapi pada

titik A' jika menggunakan kombinasi input untuk

memproduksi output yang sama, maka akan terjadi

inefisiensi teknik karena menggunakan lebih banyak

input dari yang dibutuhkan pada tingkat ouput efisiensi

frontier. Titik B efisiensi teknik tetapi tidak efisien

biaya karena pada tingkat ourput yang sama dapat

memproduksi kurang dari biaya pada point C. Jika

suatu organisasi bergerak dari titik A ke titik C

efisiensi biaya akan meningkat (OA' - OA")/ OA'. Hal

ini akan memperbaiki pengukuran efisiensi pada (OA'

- OA) / OA dan efisiensi harga meningkat pada (OA -

OA") / OA. Efisiensi teknik biasanya diukur dengan

melihat apakah input perlu dikurangi secara

porposional untuk mencapai batas. Ini dikenal dengan

nama konstrak radial input karena titik operasinya

bergerak sepanjang garis dari titik origin sampai

dimana organisasi berada.

Menurut Cooper et al. (2002) suatu perusahaan

akan dapat dikatakan efisien apabila: (1)

Mempergunakan jumlah unit input yang lebih sedikit

dibandingkan jumlah unit input yang digunakan oleh

perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output

yang sama, (2) Menggunakan jumlah unit input yang

sama, tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang

lebih besar.

Maksimisasi→

n

i

rkrk

m

r

rkrk

s

xv

yu

h

1

1

Dimana,

hs : adalah efisiensi teknik obyek s

m : adalah output obyek yang diamati

n : adalah input obyek yang diamati

yrk : merupakan jumlah output r yang

diproduksi oleh obyek k

xrk : adalah jumlah input r yang digunakan

oleh obyek k

urk : merupakan bobot output r yang

dihasilkan oleh obyek k

vrk : adalah bobot input r yang diberikan

oleh obyek k, dan r dihitung dari 1 ke m serta i

ihitung dari 1 ke n.

Persamaan diatas menunjukkan adanya

penggunaan satu variabel input dan satu output. Rasio

efisiensi (hs), kemudian dimaksimalkan dengan

kendala sebagai berikut (Talluri et al., 2000):

n

r

ijik

m

r

rjrj

Xv

Yu

1

1 ≤1; j = 1,…,N

Kriteria non-negatif,

urk ≥ 0; r = l, ........ ,m

vrk ≥ 0; 1 = 1, ......... ,n

dimana, N menunjukkan jumlah obyek dalam sampel.

Pertidaksamaan pertama menunjukkan adanya

efisiensi rasio untuk UKE lain tidak lebih dari 1,

sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif.

Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1.

Obyek dikatakan efisien apabila memiliki angka rasio

mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika

mendekati 0 menunjukkan efisiensi obyek yang

semakin rendah.

Beberapa bagian program linier

ditransformasikan kedalam program ordinary linier

Page 6: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

66 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

secara primal sebagai berikut (Cooper et al., 2000;

Talluri et al., 1997) :

Fungsi Tujuan:

(DEA) Maksimumkan hk = rk

s

r

ykYu1

NjXvyupm

i

ijkik

s

r

rkrkkj ,......1;011

11

m

i

ijkikkj Xvq dimana urk dan vrk ≥ 0

Efisiensi pada masing-masing input dihitung

menggunakan programasi linier dengan

memaksimumkan jumlah output yang dibobot dari

obyek k. Kendala jumlah input yang dibobot harus

sama dengan satu untuk obyek k, sedangkan kendala

untuk semua obyek, yaitu jumlah output yang dibobot

dikurangi jumlah input yang dibobot harus kurang atau

sama dengan 0. Hal ini berarti semua obyek akan

berada atau dibawah referensi kinerja frontier yang

merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin

(Purwantoro, 2003).

Dalam DEA, efisiensi dinyatakan dalam rasio

antara total input tertimbang. Dimana setiap UKE

diasumsikan bebas menentukan bobot untuk setiap

variabel-variabel input maupun variabel output yang

ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang

disyaratkan yaitu (Cooper et al., 2000) :

(a) Bobot tidak boleh negatif

(b) Bobot harus bersifat universal atau tidak

menghasilkan indikator efisiensi yang di atas

normal atau lebih besar dari nilai 1 bilamana

dipakai UKE yang lainnya.

Dalam rangka mencapai tingkat efisiensi yang

maksimal, maka setiap UKE cenderung memiliki pola

untuk menetapkan bobot tinggi pada input yang sedikit

digunakan, dan pada output yang banyak dihasilkan.

Dimana bobot yang dipilih tersebut tidak semata-mata

menggambarkan suatu nilai ekonomis, tetapi lebih

merupakan suatu kuantitatif rencana untuk

memaksimalkan efisiensi UKE bersangkutan. Suatu

UKE dikatakan efisien seeara relatif, bilamana nilai

dualnya sama dengan 1 (nilai efisiensi = 100 %).

Sebaliknya bila nilai dualnya kurang dari 1, maka

UKE bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif

(Bhat et al., 2003).

Review Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Ascarya dan

Yumanita (2007) dengan tujuan membandingkan

tingkat efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia dan

Malaysia menunjukan hasil bahwa secara overall

efficiency Perbankan Syariah di Indonesia memiliki

tingkat efisiensi yang lebih tinggi (0,724)

dibandingkan Malaysia (0,684). Sementara secara

scale efficiency, Malaysia memiliki tingkat efisiensi

(0,919) yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Indonesia (0,867). Untuk mengukur dan menganalisis

tingkat efisiensi Perbankan Syariah Indonesia Dan

Malaysia, peneliti menggunakan

Data Envelopment Analysis (DEA) dengan

memasukan deposit, labor dan assets sebagai variabel

input serta financing dan income sebagai variabel

output.

Hasil penelitian Atmawardhana (2006) tentang

analisis efisiensi Bank Umum Syariah dan Bank

Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha

Syariah di Indonesia menunjukan bahwa: (a) periode

1999-2004 tingkat efisiensi pada maksimal input-

output dengan asumsi CRS, kedua kategori perbankan

tersebut memiliki tingkat efisiensi yang sama yaitu

100% apabila dilakukan perhitungan dengan

menggunakan bank yang efisien sebagai rujukan

kepada bank yang belum efisien agar lebih efisien.

Sehingga tidak ada perbedaan antara kedua perbankan

tersebut, (b) Bank Umum Syariah yang memiliki

tingkat efisiensi yang paling tinggi adalah Bank

Syariah Mandiri dan diurutan berikutnya adalah Bank

Mu‟amalat Inodnesia (BMI). Penelitian menggunakan

alat analisis Data Envelopment Analysis (DEA) dengan

memasukan beban bunga/beban bagi hasil, biaya lain-

nya dan asset sebagai variabel input serta pendapatan

bunga/pendapatan operasi utama, pendapatan lain-nya,

dan kredit sebagai variable output.

Metode Penelitian

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Bank Umum yang ada di Indonesia dengan

jumlah 124 institusi bank dengan rincian 5 bank

pemerintah dab 119 bank swasta. Institusi perbankan

yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah 5

institusi bank milik pemerintah (persero) dan 3

institusi bank umum syariah. Sampel secara rinci dapat

dipaparkan dalam tabel sebagai berikut:

Page 7: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

67 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

Keterangan Jumlah

Institusi

Bank

Dipilih

Sebagai

Sampel

Bank Umum

- Bank Swasta

- BPD

- Bank Umum

Swasta

- Bank Umum

Swasta Syariah

- Bank Pemerintah

124

119

26

88

12

5

3

5

Total sampel yang

dipilih

8

Data dan Sumber Data

Sumber data yang diperlukan adalah data

sekunder yang diperoleh dari Statistik Perbankan

Syariah dan Statistik Perbankan Indonesia yang

diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank

Indonesia periode Maret 2012 – Februari 2016, dengan

periode publikasi laporan keuangan per-triwulan.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik

pengumpulan data arsip (archival) yaitu teknik

pengumpulan data di basis data (Jogiyanto, 2006)

Definisi Operasional dan Pengukuran-nya

Sekaran (2006); Jogiyanto (2003) menyatakan

bahwa pengoperasionalan konsep (operationalizing

the concept) atau disebut dengan mendefinisikan

konsep secara operasi adalah men-jelaskan

karakteristik dari obyek (properti) kedalam elemen-

elemer (elements) yang dapat diobservasi yang

menyebabkan konsep dapat diukur dan

dioperasionalkan di dalam riset.

Konsep secara operasi yang perlu didefiniskan

adalam penelitian ini adalah:

(a) Ouput merupakan total dana (jumlah Rupiah)

yang diperoleh dari financing (pembiayaan) dan

income (laba sedang berjalan)

(b) Input adalah total dana (jumlah Rupiah) yang

diperoleh dari deposit (dana pihak ketiga),

labor (biaya tenaga kerja) dan assets (aktiva

perusahan).

(c) Aspek permodalan dengan penilaian CAR

(Capital Adequacy Ratio) yaitu modal inti dan

modal pelengkap terhadap jumlah Aktiva

Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atau

secara singkat dapat diformulasikan sebagai

berikut:

%100ATMR

ModalCAR

Dimana, Modal adalah modal inti dan modal

pelengkap; CAR adalah Capital Adequacy Ratio;

ATMR adalah aktiva tertimbang menurut risiko.

(d) ROA (Return On Assets) yaitu rasio laba

terhadap total aktiva. Atau secara singkat dapat

diformulasikan sebagai berikut:

%100TA

EBTROA

Dimana, ROA adalah return on asset; EBT adalah laba

sebelum pajak; dan TA adalah total asset.

(e) BOPO yaitu perbandingan biaya operasional

dengan pendapatan operasional. Atau secara

singkat dapat diformulasikan sebagai berikut:

%100TPO

TBOBOPO

Dimana, BOPO adalah biaya operasional-pendapatan

operasional; TBO adalah total beban operasional; dan

TPO adalah total pendapatan operasional.

(f) FDR (Financing to Deposits Ratio) yaitu

perbandingan kredit yang diberikan dengan

dana yang diterima. Atau secara singkat dapat

diformulasikan sebagai berikut:

DPK

TKFDR

Dimana, LDR adalah Loan to Deposits Ratio; TK

adalah total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga;

dan DPK adalah dana pihak ketiga.

(g) Rasio NPL = (Kredit dalam kualitas Kurang

lancar, Diragukan dan Macet) / Total Kredit.

Atau secara singkat dapat diformulasikan

sebagai berikut:

TK

KMNPL

Dimana, NPL adalah Non-Performing Loan; KM

adalah kredit dalam kualitas macet; TK adalah total

kredit yang diberikan kepada pihak ketiga

Alat Analisis Data dan Pengujian

Pengukuran efisiensi Perbankan Syariah dan

Perbankan Konvensional menggunakan Data

Envelopment Analysis (DEA), dengan memasukan 2

Page 8: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

68 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

variabel input yaitu: (i) deposit (dana pihak ketiga) dan

(ii) labor (biaya personalia). Sedangkan variabel

outputnya terdiri dari; (i) financing (besar dana pihak

ke-tiga yang disalurkan ke masyarakat); (ii) income

(laba sedang berjalan). Sedangkan untuk menganalisis

ada tidak-nya perbedaan kinerja kedua kelompok bank

menggunakan alat analisis dan pengujian t (t-test)

dengan metode independet sample T-test. Selanjut-nya

untuk menganalisis dan mengetahui ada tidak-nya

perbedaan efisiensi (overall efficiency, tekhnical

efficiency, dan scale efficiency) kelompok bank syariah

dengan kelompok bank konvensional digunakan

pengujian test group dengan menggunakan dua teknik

pengujian yaitu parametrik meliputi: (i) anova test

(signifikansi F) dan (ii) uji beda dua mean statistik (t-

test) dan non-parametrik dengan menggunakan metode

mann-whitney.

Kemudian untuk menganalisis kinerja

keuangan bisa dilakukan dengan cara melakukan

perhitungan rasio-rasio yang sumber-nya diperoleh

dari angka-angka yang tecantum pada neraca keuangan

dan laporan laba-rugi suatu bank, selanjutnya rasio-

rasio itu disebut sebagai rasio keuangan. Selanjutnya

rasio keuangan digunakan sebagai dasar untuk

mengetahui kinerja bank. Adapun perhitungan rasio

keuangan yang digunakan dalam penelitian adalah,

Capital adequacy ratio (CAR); Return on Asset (ROA);

Biaya Operasional-Pendapatan Operasional (BOPO);

Non-Performing Loan (NPL) dan Financing to

Deposits Ratio (FDR).

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Data, Kinerja Keuangan dan Data

Output Input

Sumber data penelitian ini berasal dari laporan

keuangan bank, statistik perbankan syariah (SPS) dan

statistik perbankan indonesia (SPI) periode Desember

2004 sampai dengan Desember 2008 yang

dipublikasikan melalui website Bank Indonesia. Bank

konvensional yang dipilih sebagai objek penelitian ini

adalah Bank umum milik pemerintah atau bank

persero yang terdiri dari Bank Mandiri (BM), Bank

Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia

(BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN) serta

perbankan syariah yang terdiri dari Bank Syariah

Mandiri (BSM), Bank Muamalat Indonesia (BMI), dan

Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI).

Tabel 1. menunjukan kinerja bank

konvensional (Panel A.) dan Bank Syariah (Panel B).

Pengukuran kinerja didasarkan pada lima rasio

keuangan bank, yaitu capital adequacy ratio (CAR),

return on assets (ROA), biaya operasional terhadap

pendapatan operasional (BOPO), non-performing

loans (NPL) dan financing to deposit ratio (FDR).

Dari sisi CAR, kinerja bank konvensional dari tahun

ke tahun menunjukan tingkat kecukupan modal yang

relatif stabil, titik terendah terjadi pada tahun 2008

yaitu sebesar 16,76 persen, namun masih jauh diatas

batas mimimal yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu

sebesar 8 persen. Sementara kinerja bank syariah dari

sisi CAR juga menunjukan trend yang sama dengan

angka terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar

10,28 persen. Sehingga dapat disimpulkan baik bank

konvensional maupun bank syariah memiliki tingkat

kecukupan modal yang aman dan relatif baik atau

sehat, kerena CAR kedua perbankan tersebut lebih

besar dari 8 persen.

Selanjutnya dari sisi ROA, kinerja bank

konvensional menunjukan pergerakan angka yang

relatif stabil, angka terendah terjadi pada tahun 2008,

yaitu sebesar 2,33 persen, namun terletak di atas

kisaran rasio yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

yaitu 1 – 2 persen. Hal ini mengindikasi bahwa

perolehan laba sebelum pajak (EBIT) atas penggunaan

aset (rata-rata aset) relatif besar atau melebihi

ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia, sehingga

skor yang diperoleh bank konvensional dari sisi ROA

belum mencapai 100 (skor yang dianggap sehat/baik).

Misalnya, pada tahun 2008 ROA bank konvensional

mencapai 2,33 persen, maka skor-nya adalah 90

sebagaimana ketentuan Bank Indonesia. Sementara

posisi ROA bank syariah menunjukan level yang lebih

Page 9: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

69 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

baik dari bank konvensional, karena perkembangan

ROA dari tahun ke-tahun mengindikasikan bahwa

perbandingan laba sebelum pajak dengan aset

perbankan berada pada posisi yang baik atau sehat,

yaitu rasio berada pada kisaran 1 – 2 persen. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa meskipun ROA bank

konvensional lebih besar dari ROA bank syariah,

namun kinerja EBIT atas aset bank syariah lebih sehat

atau baik dari bank konvensional.

Kemudian dari sisi BOPO, baik kinerja bank

konvensional maupun kinerja bank syariah

menunjukan perkembangan biaya operasional yang

tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan

pendapatan operasional-nya. Misalnya pada tahun

2008, posisi biaya operasional berbanding pendapatan

operasional bank konvensional sebesar 88,59 persen

yaitu berada pada kisaran 85 persen – 92 persen sesuai

dengan ketentuan Bank Indonesia. Sementara bank

syariah pada tahun yang sama mencapai sebesar 81,75

persen, masih di bawah standar yang ditentukan oleh

Bank Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan dari sisi

BOPO, kinerja bank konvensional relatif lebih sehat

dari kinerja bank syariah.

Lebih lanjut dari sisi NPL, perkembangan

kredit bank konvensional dalam kualitas macet dari

tahun ke-tahun menunjukan perubahan yang relatif

fluktuatif, bahkan „sempat‟ menembus angka yang

sangat tinggi yaitu sebesar 14,75 persen. Hal ini

menunjukan bahwa total kredit yang disalurkan kepada

masyarakat berpotensi tidak mampu membayar dan

mengembalikan bunga dan pokok pinjaman kepada

bank konvensioal cukup besar yaitu 14,7 persen dari

total kredit yang disalurkan kepada masyarakat.

Sementara perkembangan NPL bank syariah dari tahun

ke-tahun menunjukan kondisi yang sebaliknya, yaitu

kredit kualitas macet yang dimiliki bank syariah relatif

rendah. Misal-nya pada tahun 2008, NPL bank syariah

hanya mencapai 3,95 persen, di bawah ketentuan NPL

yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu sebesar

maksimal 5 persen. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa dari sisi NPL, kinerja bank syariah lebih baik

atau sehat dari bank konvensional.

Terakhir, dari sisi FDR atau besar-nya total

kredit yang disalurkan kepada masyarakat berbanding

besar-nya dana yang dihimpun dari masyarakat

(deposit atau dana pihak ke-tiga) menunjukan bahwa

kinerja bank syariah lebih baik dari bank

konvensional. Misal-nya pada tahun 2008, FDR bank

syariah sebesar 98,6 persen berada pada kisaran yang

ditetapakan oleh Bank Indonesia yaitu 85 persen – 110

persen. Hal ini menunjukan bahwa total dana pihak ke-

tiga yang dimiliki bank syariah 98,6 persen-nya

disalurkan kepada masyarakat untuk pembiayaan.

Sementara pada tahun yang sama, FDR bank

konvensional sebesar 69,3 persen, masih dibawah

kisaran yang ditetapkan Bank Indonesia.

Secara keseluruhan (semua rasio),

menunjukan bahwa bank syariah memiliki skor kinerja

yang lebih tinggi dari bank konvensional. Misal-nya

pada tahun 2008, skor kinerja bank syariah sebesar 94

(mendekati 100), sementara bank konvensioal pada

tahun yang sama mencapai skor sebesar 90 persen. Hal

ini menunjukan bahwa secara keseluruhan kinerja

bank syariah lebih sehat dari bank konvensional.

Tabel 2 menunjukan data output input yang

digunakan untuk mengukur efisiensi bank

konvensional dan bank syariah dengan metode data

envelopment analysis (DEA). Data-data tersebut

meliputi, deposit (dana pihak ke-tiga), labour (biaya

personalia), asset bank, financing (pembiayaan) dan

income (laba sedang berjalan). Berdasarkan tabel

tersebut, nampak bahwa asset dan pembiayaan bank

syariah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan

yang signifikan. Pada tahun 2004, aset bank syariah

sebesar Rp.12,508 triliun, sementara pada tahun 2008

meningkat sebesar 162 persen yaitu menjadi

Rp.32,757 triliun. Kemudian, pada tahun 2004, total

kredit yang disalurkan kepada masyarakat sebesar

Page 10: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

70 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

Rp.9,707 triliun, tahun 2008 meningkat menjadi

Rp.27,098.

Selanjutnya jika aset dan pembiayaan bank

syariah dibandingkan dengan aset dan pembiayaan

bank konvensional seperti nampak pada panel C tabel

4.2. menunjukan bahwa bank syariah jauh lebih kecil

dari sisi aset maupun pembiayaan. Misal-nya pada

tahun 2008, besar-nya aset bank konvensional 25,33

kali lebih besar dari aset bank syariah, sedangkan

besar-nya financing bank konvensional 17,12 kali

lebih besar dari bank syariah.

Perbandingan Kinerja Keuangan (Hasil Pengujian

t-test)

Tabel 3 menunjukan ringkasan hasil pengujian

Independent Sample T-test untuk mengetahui ada

tidak-nya perbedaan dua mean, yaitu mean bank

konvensional dan mean bank syariah. Dalam tabel

tersebut nampak rata-rata CAR bank syariah (12,57)

yang lebih kecil dari rata-rata CAR bank konvensional

(19,21). Hal ini menunjukan dari sisi CAR, kinerja

bank konvensional pada periode 2004-2008, lebih

sehat (baik) dibandingkan dengan bank syariah, kerana

semikin tinggi CAR mengindikasikan semakin besar

kecukupan modal yang dimiliki oleh bank. Sementara,

berdasarkan uji signifikansi F untuk CAR, diketahui

karena F-sig (0,920) lebih besar dari level of

significant (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

varian bank syariah dengan varian bank konvensional

sama. Berdasarkan uji siginifikansi t untuk CAR,

diketahui karena t-sig (0,000) lebih kecil dari level of

significant (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

dilihat dari sisi CAR, kinerja bank syariah dengan

bank konvensional berbeda secara signifikan.

Tabel 3 juga menginformasikan tentang

perbedaan kinerja dari sisi ROA, yang menunjukan

bahwa rata-rata ROA bank syariah (1,45) lebih kecil

dari rata-rata ROA bank konvensional (2,75). Hal ini

menjelaskan bahwa perolehan return atas penggunaan

aset oleh bank konvensional lebih besar dari bank

syariah, namun posisi ROA bank syariah masih berada

pada posisi yang aman sebagaimana ketentuan Bank

Indonesia, yang mensyaratkan ROA pada kisaran 1

persen – 2 persen. Sementara, berdasarkan uji

signifikansi F untuk ROA, diketahui karena F-sig

(0,396) lebih besar dari level of significant (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa varian bank syariah

dengan varian bank konvensional sama. Berdasarkan

uji siginifikansi t untuk ROA, diketahui karena t-sig

(0,000) lebih kecil dari level of significant (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sisi ROA,

kinerja bank syariah dengan bank konvensional

berbeda secara signifikan.

Selanjut-nya tabel 4.3. juga mendeskripsikan

tentang perbedaan kinerja dari sisi rasio biaya

operasional dan pendapatan operasional (BOPO), yang

menunjukan bahwa rata-rata BOPO bank konvensional

(85,15) lebih besar dari BOPO yang dicapai oleh bank

syariah (77,88). Hal ini menjelaskan bahwa dari sisi

BOPO, kinerja bank konvensional lebih baik (sehat)

dari bank syariah. Sementara posisi BOPO yang

dicapai oleh bank syariah berada di bawah ketentuan

Bank Indonesia yang mensyaratkan kisaran angka

BOPO sebesar 85 persen – 92 persen. Berdasarkan uji

signifikansi F untuk BOPO, diketahui karena F-sig

(0,216) lebih besar dari level of significant (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa varian bank syariah

dengan varian bank konvensional identik. Berdasarkan

uji siginifikansi t untuk BOPO, diketahui karena t-sig

(0,022) lebih kecil dari level of significant (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sisi BOPO,

kinerja bank syariah dengan bank konvensional

berbeda secara signifikan.

Kemudian dari sisi rasio kredit kualitas macet

dengan total kredit yang disalurkan (NPL),

menunjukan bahwa rata-rata NPL bank konvensional

(8,31) lebih tinggi dari NPL bank syariah (3,59),

artinya proporsi kredit kualitas macet yang dimiliki

bank konvensional lebih besar dari proporsi kredit

kualitas macet yang dimiliki bank syariah.

Berdasarkan uji signifikansi F untuk NPL, diketahui

karena F-sig (0,015) lebih kecil dari level of

significant (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

varian bank syariah dengan varian bank konvensional

berbeda. Berdasarkan uji siginifikansi t untuk NPL,

diketahui karena t-sig (0,073) lebih besar dari level of

Page 11: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

71 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

significant (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

dilihat dari sisi NPL, kinerja bank syariah dengan bank

konvensional tidak berbeda (sama).

Terakhir, tabel 3 juga menjelaskan tentang

perbedaan kinerja dari sisi rasio financing dan deposit

of fund. Dalam tabel tersebut nampak bahwa rata-rata

FDR bank syariah (0,96) lebih besar dari rata-rata

bank konvensional (0,62) artinya bank syariah

memiliki proporsi dana pihak ketiga yang disalurkan

ke masyarakat lebih besar dari bank konvensional.

Berdasarkan uji signifikansi F untuk FDR, diketahui

karena F-sig (0,198) lebih besar dari level of

significant (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

varian bank syariah dengan varian bank konvensional

sama. Berdasarkan uji siginifikansi t untuk FDR,

diketahui karena t-sig (0,00) lebih kecil dari level of

significant (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

dilihat dari sisi FDR, kinerja bank syariah dengan bank

konvensional berbeda secara signifikan.

Secara keseluruhan (semua rasio), rata-rata

kinerja bank syariah (94,90) lebih besar dari rata-rata

kinerja bank konvensional (81,80), sehingga dapat

disimpulkan kinerja bank syariah relatif sehat

dibandingkan dengan bank konvensional. Berdasarkan

uji signifikansi F untuk kinerja, diketahui karena F-sig

(0,000) lebih kecil dari level of significant (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa varian bank syariah

dengan varian bank konvensional berbeda.

Berdasarkan uji siginifikansi t untuk kinerja, diketahui

karena t-sig (0,007) lebih kecil dari level of significant

(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa dilihat dari

semua rasio (kinerja), kinerja bank syariah dengan

bank konvensional berbeda secara signifikan.

Perbandingan Efisiensi

Tabel 4 menunjukan hasil pengujian parametrik

dan non parametrik untuk mengetahui ada tidak-nya

perbedaan efisiensi (overall efficiency, tekhnical

efficiency, dan scale efficiency) kelompok bank syariah

dengan kelompok bank konvensional. Pengujian ini

disebut juga sebagai test group dengan menggunakan

dua teknik pengujian yaitu parametrik meliputi: (i)

anova test (signifikansi F) dan (ii) uji beda dua mean

statistik (t-test) dan non-parametrik dengan

menggunakan metode mann-whitney.

Berdasarkan uji signifikansi F untuk rata-rata

overall efficiency ke-dua kelompok bank, diketahui

karena F-sig (0,045) lebih kecil dari level of

significant (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

varian overall efficiency bank syariah dengan varian

overall efficiency bank konvensional berbeda secara

signifikan. Sedangkan berdasarkan hasil pengujian

siginifikansi t untuk perbedaan dua mean, diketahui

karena t-sig (0,045) lebih kecil dari level of significant

(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata

overall efficiency bank syariah dengan rata-rata overall

efficiency bank konvensional berbeda secara

signifikan. Sementara berdasarkan hasil pengujian non

parametrik (mann-withney) untuk perbedaan dua

median, diketahui karena z-sig (0,004) lebih kecil dari

level of significant (0,05), maka dapat disimpulkan

bahwa median overall efficiency bank syariah dengan

median overall efficiency bank konvensional berbeda

secara signifikan.

Selanjutnya merujuk pada item technical

efficiency ke-dua kelompok bank, diketahui karena F-

sig (0,026) lebih kecil dari level of significant (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa varian technical

efficiency bank syariah dengan varian technical

efficiency bank konvensional berbeda secara

signifikan. Sedangkan berdasarkan hasil pengujian

siginifikansi t untuk perbedaan dua mean, diketahui

karena t-sig (0,023) lebih kecil dari level of significant

(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata

technical efficiency bank syariah dengan rata-rata

technical efficiency bank konvensional berbeda secara

signifikan. Sementara berdasarkan hasil pengujian non

parametrik (mann-withney) untuk perbedaan dua

median, diketahui karena z-sig (0,006) lebih kecil dari

level of significant (0,05), maka dapat disimpulkan

bahwa median technical efficiency bank syariah

dengan median technical efficiency bank konvensional

berbeda secara signifikan.

Berikut-nya merujuk pada item scale efficiency

ke-dua kelompok bank, diketahui karena F-sig (0,003)

lebih kecil dari level of significant (0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa varian scale efficiency bank

Page 12: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

72 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

syariah dengan varian scale efficiency bank

konvensional berbeda secara signifikan. Sedangkan

berdasarkan hasil pengujian siginifikansi t untuk

perbedaan dua mean, diketahui karena t-sig (0,042)

lebih kecil dari level of significant (0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa rata-rata scale efficiency bank

syariah dengan rata-rata scale efficiency bank

konvensional berbeda secara signifikan. Sementara

berdasarkan hasil pengujian non parametrik (mann-

withney) untuk perbedaan dua median, diketahui

karena z-sig (0,018) lebih kecil dari level of significant

(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa median scale

efficiency bank syariah dengan median scale efficiency

bank konvensional berbeda secara signifikan.

Hasil Pengujian Data Envelpment Analysis (DEA)

Tabel 5 menunjukan ringkasan statistik hasil

pengukuran efisiensi dengan menggunakan metode

DEA terhadap bank syariah dan bank konvensional,

yang meliputi Panel A (2004), Panel B (2005), Panel C

(2006), Panel D (2007), Panel E (2008) dan Panel F

(semua tahun). Perlu diketahu bahwa obyek dikatakan

efisien apabila memiliki angka rasio mendekati 1 atau

100 persen, sebaliknya jika mendekati 0 menunjukkan

efisiensi obyek yang semakin rendah.

Sebagai misal, Pada Panel A tabel tersebut

nampak bahwa rasio overall efficiency bank syariah

(0,947) lebih tinggi dari bank konvensional (0,723).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004,

kegiatan ekonomi (perbankan) bank syariah lebih

efisien dibandingkan dengan bank konvensional,

kerena rasio efisiensi bank syariah mendekati 1 (100

persen). Sementara pada periode 2008 (Panel E) rasio

kelompok bank syariah meningkat menjadi 0,956

masih dalam posisi lebih besar dari rasio efisiensi bank

konvensional (0,756). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa pada tahun 2008, kegiatan ekonomi

(perbankan) bank syariah lebih efisien dibandingkan

dengan bank konvenasional.

Tabel 5 panel F juga menginformasikan

tentang efisiensi kegiatan perbankan bagi kelompok

bank syariah dan kelompok bank konvensional untuk

periode 2004-2008 (semua periode pengamatan).

Dalam tabel tersebut nampak bahwa rasio overall

efficiency bank konvensional (0,648) lebih besar dari

rasio overall efficiency (0,924); rasio technical

efficiency bank syariah (0,930) lebih besar dari rasio

technical efficiency bank konvensional (0,750); dan

rasio scale efficiency bank syariah (0,967) lebih besar

dari rasio scale efficiency bank konvensional (0,819).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sepanjang periode

pengamatan yaitu dari tahun 2004 sampai dengan

Page 13: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

73 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

2008, kegiatan ekonomi (perbankan) bank syariah

relatif lebih efisien dari bank konvensional.

Simpulan

Mengacu pada tujuan penelitian ini dan

jawaban atas tujuan penelitian yang dibahas dalam bab

“pembahasan hasil” dapat diambil beberapa

kesimpulan bahwa:

(1) Secara keseluruhan (semua rasio keuangan yang

diamati), menunjukan bahwa bank syariah

memiliki skor kinerja yang lebih tinggi dari bank

konvensional. Hal ini menunjukan bahwa kinerja

bank syariah lebih baik (sehat) dari bank

konvensional.

(2) Sepanjang periode pengamatan, rata-rata kinerja

bank syariah lebih besar dari rata-rata kinerja

bank konvensional sehingga dapat disimpulkan

kinerja bank syariah relatif lebih baik (sehat)

dibandingkan dengan bank konvensional.

(3) Berdasarkan uji signifikansi F untuk kinerja,

dapat disimpulkan bahwa varian bank syariah

dengan varian bank konvensional berbeda.

Berdasarkan uji siginifikansi t untuk kinerja,

dapat disimpulkan bahwa dilihat dari semua rasio

(kinerja), kinerja bank syariah dengan bank

konvensional berbeda secara signifikan.

(4) Berdasarkan uji signifikansi F untuk rata-rata

overall efficiency ke-dua kelompok bank, dapat

disimpulkan bahwa varian overall efficiency bank

syariah dengan varian overall efficiency bank

konvensional berbeda secara signifikan.

Sedangkan berdasarkan hasil pengujian

siginifikansi t untuk perbedaan dua mean dapat

disimpulkan bahwa rata-rata overall efficiency

bank syariah dengan rata-rata overall efficiency

bank konvensional berbeda secara signifikan.

(5) Sementara berdasarkan hasil pengujian non

parametrik (mann-withney) untuk perbedaan dua

median dapat disimpulkan bahwa median overall

efficiency bank syariah dengan median overall

efficiency bank konvensional berbeda secara

signifikan.

(6) Berdasarkan hasil pengujian dengan metode

DEA, sepanjang periode pengamatan yaitu dari

tahun 2004 sampai dengan 2008, kegiatan

ekonomi (perbankan) bank syariah relatif lebih

efisien dari bank konvensional.

Implikasi Kebijakan

Kinerja dan efisiensi bank syariah menunjukan

perkembangan yang positif dan konstruktif, namun

pangsa (share) Perbankan Syariah dari sisi aset,

deposit fund dan kredit terhadap total Bank terhitung

sangat kecil yaitu dibawah 3%, serta share tersebut

berkembang melambat dari tahun ke tahun atau belum

tumbuh secara signifikan. Sehingga diperlukan

langkah-langkah strategis bagi pengambil kebijakan

yang terkait dengan pengembangan Perbankan Syariah

di Indonesia, yaitu:

(1) Bank syariah harus berupaya memenuhi

kebutuhan perbankan nasabah/deposan

sebagaimana yang sudah dinikmati dari bank

konvensional;

(2) Meningkatkan kualitas layanan perbankan

syariah sehingga dapat memenuhi standar

kualitas layanan sebagaimana yang didapatkan di

bank konvensional

(3) Meningkatkan jumlah kantor cabang, kantor

cabang pembantu kantor kas Bank Syariah,

sehingga mudah ditemukan oleh

deposan/nasabah;

(4) Bank syariah harus secara ketat menjalankan

prinsip syariah (prioritas pertama), pelayanan

yang cepat (peringkat kedua), pelayanan yang

ramah (prioritas ketiga), pengelola yang

profesional (prioritas keempat), dan pengetahuan

pegawai bank syariah tentang produk bank

syariah (prioritas kelima);

Peneliti tidak berpretensi bahwa penelitian

tentang perbankan syariah ini, telah menghasilkan

output penelitian yang sempurna ke-akurasian-nya,

namun ada beberapa keterbatasan yang bisa

diidentifikasi yaitu:

(1) Hasil penelitian belum mengungkapkan faktor

apa saja yang menyebabkan perbedaan kinerja

dan efisiensi kedua kelompok bank tersebut.

(2) Periode pengamatan hanya lima tahun (2004-

2008) dan observer bank konvensional hanya

terbatas pada kelompok bank persero

(3) Hasil penelitian ini tidak bisa menjelaskan faktor-

faktor apa yang mempengaruhi pangsa (share)

asset, deposit fund dan financing extended

perbankan Syariah sangat kecil, jika dibandingan

dengan total perbankan di Indonesia.

(4) Hasil penelitian belum menjelaskan item-item

kinerja dan output-input efisiensi yang

Page 14: KOMPARASI EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DAN …

Rosyadi/ 2017

74 Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2(1), 2017

memberikan kontribusi terhadap efisiensi kedua

kelompok bank

Referensi

[1] Antonio, M.S. (2001), “Bank Syariah: Dari Teori

Ke Praktek”. Gema Insani Press dan Tazkia

Cendekia. Jakarta.

[2] Budisantoso, T. dan Triandaru, S. (2006), “Bank

dan Lembaga Keuangan Lain”, Salemba Empat.

Jakarta

[3] Direktorat Perbankan Syariah BI (2008),

“Statistik Perbankan Syariah”. http/www.bi.co.id/

[4] Hartono, J. (2004), “Metodologi Penelitian

Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-

Pengalaman”. BPFE-UGM. Jogjakarta

[5] Ismal, R. (2008), “Syariah Untuk Kelebihan

Likuiditas”, Opini Republika. PT Republika

Mandiri. Jakarta

[6] Karim, A.A. (2008), “Bank Islam: Analisis Fiqih

dan Keuangan”, Edisi Ketiga. PT Rajagrafindo

Persada. Jakarta

[7] Karim, A.A. (2008), “Momentum Emas

Perbankan Syariah”, Opini Republika. PT

Republika Mandiri. Jakarta

[8] Lewis, M.K. dan AlGaoud, L.M. (2007),

“Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan

Prospek”. PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta

[9] Makmun (2008), “Tantangan Perbankan

Syariah”, Opini Republika. PT Republika

Mandiri. Jakarta

[10] Muhamad (2008), “Keuangan Islami”. Edisi

Pertama. EKONISIA FE-UII. Yogyakarta

[11] Sekaran, U. (2006), “Metodologi Untuk Bisnis”.

Terjemahan. Salemba Empat. Jakarta.