laporan stemi

34
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) 2 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Fundamental of physiology and nursing care of Cardiovascular System Disusun Oleh: FARIHATUL HOIROH 115070201131014 AYUNI RIZKA UTAMI 115070200131001 ANDIKA FUSHIGI 115070200131002 DWI AKNES PRAWESTI 115070200131003 FERONICHA G M 115070201131012 FIQIH ANDRIAN I 115070201131013 FARIHATUL HOIROH 115070201131014 EPHYSIA RATRININGTYAS 115070201131022 SITI SULAICHA 115070213131001

Upload: zulaicha-mumarridzoh

Post on 02-Dec-2015

140 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

ST Elevasi miocard infark

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Stemi

PROBLEM BASED LEARNING (PBL) 2

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Fundamental of physiology and nursing care of Cardiovascular System

Disusun Oleh:

FARIHATUL HOIROH 115070201131014

AYUNI RIZKA UTAMI 115070200131001

ANDIKA FUSHIGI 115070200131002

DWI AKNES PRAWESTI 115070200131003

FERONICHA G M 115070201131012

FIQIH ANDRIAN I 115070201131013

FARIHATUL HOIROH 115070201131014

EPHYSIA RATRININGTYAS 115070201131022

SITI SULAICHA 115070213131001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN K3LN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Laporan Stemi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia.

Apabila adanya gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu

kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan juga tidak semuanya dapat terlihat sehingga

sulit untuk mendiagnosis. Angina pectoris merupakan salah satu gejala yang sering

ditemui, dengan gejala nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar hingga ke rahang dan

lengan.

SKA (Sindrom Koroner Akut) merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang

merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara

kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007). SKA umumnya terjadi

pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40

tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan

batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan penyakit

jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah

pada usia muda (Wiliam, 2007).

Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard

infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa elevasi

segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007).

Infark miokardium dengan ST elevasi merupakan infark miokard yang menunjukan

terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia total. MI akut yang

dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian

diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju

(Kumar, 2007).

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara

maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh

kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih

sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007).

Page 3: Laporan Stemi

1.2 Batasan Topik

1.2.1 Mahasiswa mampu penjelaskan definisi STEMI

1.2.2 Mahasiswa mampu penjelaskan etiologi STEMI

1.2.3 Mahasiswa mampu penjelaskan faktor resiko STEMI

1.2.4 Mahasiswa mampu penjelaskan epidemiologi STEMI

1.2.5 Mahasiswa mampu penjelaskan patofisiologi STEMI

1.2.6 Mahasiswa mampu penjelaskan tanda dan gejala STEMI

1.2.7 Mahasiswa mampu penjelaskan pemeriksaan diagnostik STEMI

1.2.8 Mahasiswa mampu penjelaskan penatalaksanaan STEMI

1.2.9 Mahasiswa mampu penjelaskan komplikasi STEMI

Page 4: Laporan Stemi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara

permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di

pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung

dan ST elevasi  pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner

tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang

dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.(Kowalak, Welsh.2002)

Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada

yang khas: lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian

anti angina. ( PKJPDN Harapan Kita, 2001).

STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus arteri

koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh

pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak.

Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal infrarction =

STEMI) merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina

pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (ilmu penyakit dalam,

2006).

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct)

merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina

pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST (Sudoyo, 2010)

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana

injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid

(Sudoyo, 2010)

Dikatakan IMA STEMI apabila memenuhi salah satu kriteria dibawah ini

Page 5: Laporan Stemi

1. Symptoms of ischemia

2. New or presumably new significant ST-T changes or new left bundle branch Block

3. Development og pathological Q waves in the ECG

4. Imaging evidence of new loss of viable myocardium, or new regional wall motin

abnormlity

5. Identification of an intracoronary thrombus by angiography or outopsy.

2.2 Epidemiologi

Dari total 418 konsekutiv dengan pasien ACS (Acute Coronary Syndrom) diantaranya

44,7% adalah STEMI, 34,2% adalah NSTEMI, 21.1% adalah Unstable Angina. Dari 17

pusat (52,9% dengan fasilitas kateterisasi). (Hellenic Journal of Cardiology.HJC, 2010)

Menurut WHO, pada tahun 2004, penyakit infark myokard akut merupakan penebab

kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung sebanyak 7.20.000 (12, 2 %) kematian

akibat penyakit ini di selurruh dunia. Penyakit ini adalah penyebab kematian kedua pada

Negara berpengjhasilan rendah (9,4 %) (WHO, 2008) dan (Garas, 2010)

Direktorat Jenderal Yanmedik Indonesia meneliti bahwa pada tahun 2007, jumlah

pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap ddan rawat jalan di RS adalah 239.548

kiwa, dimana penyakit jantung iskemik 110.183 kasus, adalahkasus terbanyak. Case Fatakity

Rate tertiunnggi terjadi ada infark miokard akut (13,4 %) dan kemudian diikuti oleh gagal

jantung (13,42 %) dan Penyakit Jantung lainnya (13,37 %) (Depkes, 2009)

In 2008, approximately 683.000 patients were discharged from US hospitals with a

diagnosis of acute coronary syndrome. Community incidence rrates for STEMI have declined

over the past decade, whereas there for non-STEMI AVS have increased. At presents, STEMI

comprised approximately 25-40 % of MI presentation. (Mehta, et al., 2012)

The incidence of hospital admissions for AMI with STE (STEMI) varies among

countries. The most comprehensive STEMI registry is probably in Sweden, where the

incidence is 66 STEMI/100.000/year. Similar figures were also reported in the Ceko

Republik, Belgia and the USA. (McMacnus, 2011) the incidence rates/ 100.000 of STEMI

decreased between 1997 and 2005 from 121 to 77, whereas the incidence rates of non-STEMI

increased slightly from 126-132. Thus, the incidence of STEMI appears to be declining,

while there is a concomitant increase in the incidence of non-STEMI. (Roger, 2011)

Page 6: Laporan Stemi

Data statistik american heart association (2008), melaporkan bahwa dalam tahun 2005, dari 1,5 juta orang yang terkena ACS , 80% menunjukkan kasus NSTEMI dan 20% menunjukkan STEMI. (corwin,2009)

2.3 Etiologi

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,

dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

1. Adanya timbunan lemak (atherosclerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi

kolesterol tinggi

2. Sumbatan (thrombus) oleh sel beku darah (thrombus)

3. Vasokonstriksi / penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus

4. Infeksi pada pembuluh darah

5. Aktivitas / atau latihan fisik yang berlebih (tak terkondisikan)

6. Stress erosi atau terkejut

7. Udara dingin, keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas

simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat,

kontraktilitas jantung meningkat

8. kebutuhan oksigen myocard meningkat pada kondisi :

a. Kerusakan myocard

b. Hipertropi myocard

c. Hipertensi diastolic

2.4 Faktor Resiko

Faktor yang dapat dimodifikasi

1. Rokok

Zat-zat toksis dalam rokok yang masuk ke peredaran darah akan menyebabkan

penyempitan pembuluh darah. Racun nikotin dari rokok akan menyebabkan darah

menjadi kental sehingga mendorong percepatan pembekuan darah. Platelet dan

fibrinogen meningkat sehingga waktu sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya

trombosis pada pembuluh koroner yang sudah sempit. Selain itu rokok juga

meningkatkan oksidasi LDH, menurunkan kadar HDL, menyebabkan kerusakan

endotel akibat stres oksidatif dalam kandungan rokok. Nikotin dalam asap rokok dapat

menstimulasi aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh

darah (Lilly, 2007).

Page 7: Laporan Stemi

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh

katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat

menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri,

sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding

arteri. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi

mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL

kolesterol makin menurun. (Anonim, 2011)

2. Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang

rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi

alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya

infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil

per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).

3. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga

menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (factor miokard).

Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanan darah yang

tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh

darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (factor

koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark

lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.

(Anonim, 2011)

4. Hiperlipidemia dan Hiperkolesterolemi

Hiperkolesterolemia Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan

penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut

menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan

menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran

darah pada pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi 02 ke jantung menjadi

berkurang. Kurangnya 02 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada,

serangan jantung bahkan kematian.(Anonim, 2011)

5. Diabetes Mellitus

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit

pembuluh darah. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV

Page 8: Laporan Stemi

hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang

disertai obesitas dan hipertensi. (Anonim, 2011)

Apabila kadar gula darah melebihi kadar normal yaitu : gula darah puasa >126 mg/dl

atau dua jam sesudah meminum 75 gram glukosa, kadar gula darah lebih dari 200

mg/dl. Yang menimbulkan beberapa akibat :

Penebalan membrane basal pembuluh darah kecil yang menyebabkan penurunan

suplai darah dan O2 sehingga menimbulkan asidosis. Yang menyebabkan afinitas

hemoglobin untuk mengikat O2 meningkat, suplai O2 di jaringan akhirnya menurun

dan memicu terjadinya arterosklerosis.

Kerusakan struktur pembuluh darah, kerusakan tingkat molekuler karena disfungsi

endotel pembuluh darah. Menyebabkan darah kurang mampu berdilatasi yang

dimediasi oleh asetilkolin dan NO. sebaliknya terjadi pembentukan prostanoid, zat

yang berperan dalam vasokontriksi pembuluh darah, meningkatkan agregasi

trombosit dan proliferasi sel-sel otot polos sehingga terjadi thrombosis.

Resistensi insulin berperan dalam menghasilkan NO, zat yangberperan dalam

vasodilatasi pembuluh darah dan menghambat pembentukan molekul adhesi

sehingga menghambat agregasi trombosit pada penderita diabetes mellitus, resistensi

insulin menyebabkan penurunan produksi NO.

6. Kurang aktivitas

7. Obesitas

8. Stress

Menstimulasi peningkatan hormon stress yaitu adrenalin, katekolamin, epinefrin, dan

dopamin. Hormon-hormon ini akan mengganggu aliran darah, sistem metabolisme

dan regulasi otak.

9. Kontrasepsi oral

Menyebabkan perubahan hormon menhambat aliran darah kejantung, dapat

menyebabkan infak

Faktor yang tidak dapat diubah

1. Usia

Meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK pembuluh darah

mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir sampai mati. Tiap

arteri menghambat bentuk ketuanya sendiri. Arteri yang berubah paling dini mulai

pada usia 20 tahun adalah pembuluhcoroner. Arteri lain mulai bermodifikasi hanya

Page 9: Laporan Stemi

setelah usia 40 tahun. terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan

bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol

yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur.

(Anonim,2011)

2. Jenis kelamin

Merupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan jantung di

bandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita terjadi 10

ma dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan kelainan jantung

PJK .namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini diduga faktor

hormonal seperti estrigen melindungi wanita. (Anonim, 2011)

3. Ras

Orang berkulit hitam lebih beresiko terkena infark miokard dibandingkan dengan

orang berkulit putih. Hal ini berhubungan dengan enzim jantung

4. Herediter

2.5 patofisiologi

Page 10: Laporan Stemi

2.6 Manifestasi Klinis

1. Nyeri Dada

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat

apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau  yang  salah

dalam  jangka  panjang  dapat  menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal

(angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA.Gejala ini merupakan petanda awal

dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:

1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.

2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

sepertiditusuk, rasa diperas, dan diplintir.

3. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung /interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.

4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas danlemas.

STEMI patients may experiences a range of symptoms varying from crushing

retrosterna, or left sided chest pain/ discomfort with associated typical symptoms to related

dyspnea, syncopal attacks, malaise and breathless. Eldery, diabetic and patients on NSAIDS

may suffer silent myocardial infarction. These patients are commonly found to have

cardiogenic shock, hypertension, arhytmias and conduction blocks and acute left ventricular

failure (Lal C Daga, 2011)

Page 11: Laporan Stemi

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat

(gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada

substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya

STEMI (Sudoyo, 2010)

Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.

Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik

abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara

jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal

splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika

didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya

pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).

2. Pemeriksaan enzim jantung

a. CPK-MB/CPK Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara

4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

b. LDH/HBDH Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk

kembali normal LDH : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard

mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

c. AST/SGOT Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam,

memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari

d. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila

infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

e. mioglobin: dapat deteksi 12 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-

8 jam.

f. Kreatinin kinase atau CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard

dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat

terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL. (alwi, idrus.2010)

Marker Biokimia

Page 12: Laporan Stemi

Troponin T merupakan pertanda biokimia untuk penyakit infark miokard.

Pemeriksaan troponin sangat sensitive hingga dapat mendeteksi infark yang sulit

dilihat dari pemeriksaan patologis rutin (Alpert, 2010). Troponin cepat meningkat

ketika serangan terjadi dan kadarnya bertahan lama setelah jejas terjadi. Peningkatan

kadar “cardiac troponin T (cTnT) terdeteksi 3-4 jam jam setelah jejas terjadi. Kadar

cTnT mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus

terjadi selama 7-14 hari (Ramrakha, 2006), cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari

untuk kembali normal (Samsu, 2007)

3. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada pasien dengan murmur sistolik untuk

memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta atau kardiomiopati hipertropik. Selain

itu dapat pula menentukan luasnya iskemi bila dilakukan waktu nyeri dada sedang

berlangsung. (Hrijanto dkk, 2009)

4. Kateterisasi

Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi

5. Radiologi

Hanya spesifik untuk mengetahui dan menunjukkan pembesaran jantung .

6. Pemeriksaan lainya :

Kebanyakan ditemukan peninggian Laju Endap Darah (LED), Leukositosis ringan dan kadang-kadang Hiperglikemia ringan.

2.6 Penatalaksanaan

Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat

disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang

menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.Sasaran terapi reperfusi

adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit

atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.Waktu onset gejala

untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap luas infark dan outcome

pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan trombus tergantung waktu.

Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama)

dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan angka kematian.Pemilihan terapi

reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika terapi reperfusi bersama-

sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi

Page 13: Laporan Stemi

fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia,

maka terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya

fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.

Percutaneous Coronary Interventions (PCI)

Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik

disebut PCI primer (primary PCI). PCI adalah memasukkan kateter (melalui arteri

femoral) kedalam arteri koroner. Visualisasi dilakukan dengan sinar x dengan bantuan

injeksi medium kontras radio opague melalui kateter. PCI efektif dalam mengembalikan

perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer

lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan

dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer

lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko

perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan

darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih

mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya

sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

Fibrinolitik

Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle

time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah merestorasi

patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain

tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA),

yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan

melisiskan trombus fibrin

Oksigen

Oksigen diberikan pada semua pasien infark miokard. Pemberian O2 mampu

mengurangi ST elevasi pada infark anterior berdasarkan consensus, dianjurkan

memberikan O2 dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian O2 lebih dari 6 jam secara klinis

tidak bermanfaat kecuali pada keadaan berikut:

o Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau dengan hemodinamik yang tidak

stabil.

o Pasien dengan tanda-tanda edema paru akut.

o Pasien dengan saturasi O2 <90%.

Page 14: Laporan Stemi

a) Trombolisis

Streptokinase

Terapi pertama untuk mengembalikan aliran darah ke arteri koroner yang

mengalami thrombosis. Merupakan protein yang diperoleh dari streptococci yang

mengubah plasminogen menjadi plasmin, juga merupakan protein antigenic dan

sering dikaitkan dengan kejadian hipotensi dan reaksi alergi sekali diberikan

pemberian berikutnya mungkin tidak efektif karena telah terbentuk antibody yang

menetralkan dalam tubuh. Thrombosis lainnya adalah alteplase dan teneplase.

Kontraindikasi trombolisis adalah :

o Perdarahan aktif (contohnya : ulkus peptic, perdarahan gastrointestinal, varises

esophagus).

o Resiko tinggi perdarahan (contohnya : pasien usia >75 tahun).

o Gangguan koagulasi.

o Hipertensi berat.

o Riwayat stroke.

o Bedah/trauma dalam 3 bulan terakhir.

o Kehamilan

o Sebelumnya mendapat trombolisis streptokinase (dimana streptokinase

dikontraindikasikan).

b) Anti trombotik

Klopidogrel harus diberikan sesegera mungkin pada semua pasien STEMI yang

mengalami PCI. Pada pasien yang mengalami PCI, dianjurkan dosing loading 600

mg. Sedangkan yang tidak mengalami PCI dosis loading 300 mg dilanjutkan dosis

pemulihan 75 mg per hari. Inhibitor glikoprotein menunjukan manfaat untuk

mencegah komplikasi thrombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI.

Heparin

Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif,

riwayat emboli, trombusmural pada echocardiografi 2 dimensi atau fibrtilasi atriakl

merupakan risiko tinggi tromboemboli paru siostemik. Pada keadaan ini harus

mendapat terapi anti thrombin kadar terapeutik penuh atau (UFH atau LMWH)

selama dirawat, dilanjutkan terapi Warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan

Isobirdadinitrat

Page 15: Laporan Stemi

Derivat nitrat siklis ini sama kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long acting..

Di dinding pembuluh zat ini diubah menjadi nitogenoksida (NO) yang mengaktivasi enzim

guanilsiklase dan menyebabkan peningkatan kadar cGMP di sel otot polos dan menimbulkan

vasodilatasi. Secara sublingual kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam.

Beta blocker

Menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara menurunkan frekuensi

denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena penurunan

frekuensi denyut jantung, sehingga perfusi coroner membaik saat diastole. Kontraindikasi

pada pasien asma karena dapat menyebabkan bronkospasme.

Menurut Mansjoer (2000), penatalaksaan medis STEMI yaitu

1. Istirahat total

2. Diet makan lunak atau saring serta rendah garam (bila ada gagal jantung)

3. Pasang infus dextrose 5% , untuk persiapan pemberian obat melalui intravena

4. Atasi nyeri menggunakan morfin 2,5 - 5 mg IV atau bisa juga Petidin 25 – 50 mg IM,

Lainya : Nitrat, beta-blocker , antagonis calsium

5. Oksigen 2-4 liter/menit

6. Sedatif sedang seperti Diazepam 3-4 x 2-5 mg/ oral.

7. Antikoagulan :

a. Heparin 20.000 – 40.000 Unit/ 24 jam IV tiap 4-6 jam

b. Diteruskan asetakumarol / warfarin

8. Streptokinase / Trombolisis,

Untuk memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner.

2.7 Komplikasi

1. Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk,

ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini

disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal

jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah

infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi

infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan

dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,

mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark.

Page 16: Laporan Stemi

Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan

lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang

mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal

jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi klinisnya

dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda pasien

dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitore

ACE harus diberikan.

2. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di

rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik

dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan

sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan

bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti

paru.

3. Komplikasi Mekanik

Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding vebtrikel.

Penatalaksanaan: operasi.

2.8 Asuhan Keperawatan

a. Penkajian

A. Identitas Klien

Nama : Ny. Markonah

Usia : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal masuk : 24 Maret 2013

B. Status kesehatan saat ini

1. Keluhan utama : Nyeri di dada kiri

2. Lama Keluhan : 10 jam yang lalu

3. Kualitas keluhan : terasa ditimpa beban berat (skala nyeri 9/10)

4. Faktor pencetus : -

5. Faktor pemberat : menjemur pakaian

Page 17: Laporan Stemi

Riwayat kesehatan saat ini:

Nyeri di dada kiri seperti ditimpa beban berat, terasa mual dan sesak, keluar keringat dingin,

rasa sakit menjalar ke punggung lalu lengan kiri (skala nyeri 9/10)

C. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

a. Kesadaran : Coposmentis

b. TTV : TD : 175/110 mmHg Suhu : 34,5 C

: Nadi : 110x/mnt RR : 28x/mnt

2. Mulut

Warna bibir pucat

3. Kulit dan kuku

CRT : 3dtk

D. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

- CK-MB 36 u/l

- Troponin l 21,80 µ/l

- Total kolesterol 224 µ/dl

- Trigliserida 158 µ/dl

- HDL 35/dl

- LDL 163 µ/dl

b. Hasil ECG : ST elevasi lead II, III, dan avF

E. Terapi pengobatan

- Clopidogrel oral 1x75 mg

- Aspirin 80 mg

- ISDN 3x5 mg

- Injeksi streptokinase 1x1,5 jt unit

F. Kesimpulan

Terdapat infark miokard dengan ST-elevasi pada bagian inferior

Page 18: Laporan Stemi

b. Analisa Data

symptom etiologi problem

DO: -meringis kesakitan

memegang dada kiri

DS:-terasa ditimpa benda berat,

mual nafas terasa sesak dan

keringat dingin

-rasa sakit menjalar kepunggung

lalu kelengan kiri serta hilang

timbul sejak 10 jam yang lalu

saat menjemur pakaian

-skala nyeri 9/10

Oklusi total koroner

STEMI

Vaskularisasi jantung

menurun

Nyeri dada

Nyeri lokal/ menjalar

kepunggung, lengan dan

daerah lain

Nyeri akut

Nyeri akut

DS : pasien terasa sesak, usia 48

thaun.

DO: ECG ST Elevasi lead II, III,

AV, keringat dingin, bibir pucat,

CRT 3 detik, TD 175/100 mmHg,

HR 110x/menit,, RR 28x/menit,

saturasi O2 96%

Oklusi total koroner

STEMI

Vaskularisasi jantung

menurun

Kontraktilitas menurun

Penurunan curah jantung

Perifer tdk mendapat perfusi

adekuat

Ekstremitas & perifer pucat,

CRT 3 detik

Penurunan Curah

Jantung

Page 19: Laporan Stemi

DO: -suhu 34,5C, HR 110X/mnit

TD 175/110mmHg, RR

28x/mnit, saturasi 96%

ECG hasil ST Elevasi lead II,III,

AVF

Hasil lab CK-MB 36 u/l, troponin

I 21,8 u/l, total kolesterol

224 u/dl, trigliseride 158

u/dl, HDL 35 u/dl, LDL

163 u/dl

Oklusi total koroner

STEMI

Vaskularisasi jantung

menurun

Kontraktilitas menurun

Penurunan curah jantung

Suplay O2 keseluruh tubuh

menurun

Kelemahan

Intoleran acivitas

Intoleran

activitas

c. Rencana keperawatan

DX: nyeri akut b.d agens cedera biologis ditandai dengan meringis kesakitan memegang dada

kiri, terasa ditimpa benda berat, mual nafas terasa sesak dan keringat dingin, rasa sakit

menjalar kepunggung lalu kelengan kiri serta hilang timbul sejak 10 jam yang lalu saat

menjemur pakaian, kala nyeri 9/10

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien melaporkan nyeri

berkurang dengan kriteria hasil:

Pain level 1 2 3 4 5

Reported pain v

Lenght of pain episode v

Facial expression of pain v

Diaphoresis v

Page 20: Laporan Stemi

Nausea v

Rubbing affected area v

Respiratory area v

INTERVENSI: pain mangement

1. Perform a comprehensive assesment of pain to include location, characteristic,

onset/duration, frequency, quality, intensity or severity of pain & precipitating factor

2. Observe for nonverbal cues of discomfort, especially in those unable to communicate

effectively

3. Assure patient affective analgesic care

4. Explore with patients factor that improve/worsen pain

5. Provide information about the pain, such as causes of the pain, how long it will last,

and anticipated discomfort from procedures

6. Control environmental factors that may influence the patient’s responses to

discomfort (e.g temperature room, ligh, noise)

7. Teach principles of pain management

8. Encourage patient’s to use adequate pain medication

DX: penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas & perubahan volume sekuncup

ditandai dengan pasien terasa sesak, usia 48 thaun, ECG ST Elevasi lead II, III, AV,

keringat dingin, bibir pucat, CRT 3 detik, TD 175/100 mmHg, HR 110x/menit,, RR

28x/menit, saturasi O2 96%.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 1x24 jam, diharapkan skala nyeri

menurun/ bahkan skala 2.

Kriteria Hasil:

Pain level 1 2 3 4 5

Systolic BP 150

mmHg

Diastolic BP 100

mmHg

Peripheral pulse

Page 21: Laporan Stemi

100x/ minute

Angina

Dyspnea at rest

Pallor

INTERVENSI:

Cardiac care acute

1. Evaluate chest pain

2. Monitor cardiac rythm and rate

3. Select best EKG lead for continues monitoring, if appropriate

4. Monitor the effectiveness of oxygen therapy, if appropriate

5. Present peripheral thrombus formation (turn every 2 hours and administer low dose

anticoagulants.

6. Administer medications to relieve/ prevent pain and ischemia, as needed

7. Monitor effectiveness of medication.

Cardiac care:

1. Monitor vital sign frequently

2. Recognized presence of BP alteration

DX: intoleran activitas bd. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam aktivitas klien membaik.

Activity tolerance 1 2 3 4 5

Oxygen saturation with activity V

Skin color V

Electrocardiogram finding V

Page 22: Laporan Stemi

INTERVENSI:

Mandiri

1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan adanya dan perubahan dalam

keluhan kelemahan, keletihan, dispneu dengan aktivitas.

2. Pantau frekuensi dan irama jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan

sebelum dan sesudah aktivitas dan selama tindakan.

3. Mempertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi.

4. Membatasi aktivitas pasien

Kolaborasi

1. Berikan oksigen suplemen.

Page 23: Laporan Stemi

DAFTAR PUSTAKA

Ignatavius D.D dan Worlkman M.L (2010). Medical Surgical Nursing Critical thinking and

Collaborative care (6 th ed). Missouri Elsevier.

World Health Organization (WHO), (2011). Cardiovasculer disease (CVDS)

http://www.who.int/mediacentre/flatsheet/fs317/en/index.html.

ACC/AHA Pocket Guidline. Management of patient with ST-Elevation Myocardial

Infarction.(2004).

Antman, E.M., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In:

Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill 1449-1450

Beers, M.H., Fletcher A.J., Jones, T.V., 2004. Merk Manual of Medical Information:

Coronary Artery Disease. 2nd ed. New York: Simon & Shcuster

Lilly, L. S. Pathophysiologgy of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical Students

and Faculty. Edisi Keempat. Baltimore-Philadelpia. Lippincont Williams & Wilkins,

2007: 225-243

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V.

Jakarta: Interna Publishing; 2010

Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Pratiwi, ine.2012. KOMPLIKASI PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT ST-ELEVASI

(STEMI) YANG MENDAPAT MAUPUN TIDAK MENDAPAT TERAPI REPERFUSI :

(Studi di RSUP Dr.Kariadi Semarang (online) http://eprints.undip.ac.id/37555/. Diakses

tanggal 25 april 2013

Page 24: Laporan Stemi

Idrus Alwi. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi V. Jakarta: interna publishing; 2010,

hal 1741-1756

Corwin, E. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta . EGC

Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC