manajemen interferensi pada transmisi uplink …digilib.unila.ac.id/25932/2/skripsi tanpa bab...

93
MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER- FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA 4G LONG TERM EVOLUTION-ADVANCED (LTE-A) (Skripsi) Oleh RISDAWATI HUTABARAT FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Upload: lyanh

Post on 15-Aug-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK

DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER

CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER-

FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA)

PADA 4G LONG TERM EVOLUTION-ADVANCED (LTE-A)

(Skripsi)

Oleh

RISDAWATI HUTABARAT

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

ABSTRAK

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK DENGAN METODE

POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER CELLULAR NETWORK BERBASIS

SINGLE CARRIER-FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) PADA

4G LTE-ADVANCED

Oleh

RISDAWATI HUTABARAT

Femtocell merupakan solusi yang menjanjikan bagi operator seluler untuk

meningkatkan kapasitas jaringan. Femtocell adalah sel kecil yang memiliki cakupan kecil

(10-30 meter), biaya murah, dan daya pancar base station yang rendah. Pada jaringan

komunikasi Generasi ke-4 (4G) memungkinkan penggunaan pengulangan frekuensi 1 antara

femtocell dan macrocell yang didukung oleh teknik Single Carrier-Frequency Division

Multiple Access (SC-FDMA) untuk transmisi uplink. Meskipun penyebaran femtocell pada

jaringan macrocell memiliki manfaat, hal tersebut juga akan meningkatkan masalah

interferensi pada sistem dikarenakan menggunakan pengulangan frekuensi 1.

Untuk mengatasi masalah interferensi tersebut, skripsi ini menganalisis penggunaan

dua metode power control yang berbeda untuk transmisi uplink pada jaringan seluler two-tier

femtocell-macrocell. Skripsi ini mempertimbangkan jaringan komunikasi seluler multi-sel

yang terdiri dari tiga sistem macrocell. Terdapat tiga buah skenario simulasi yang

dipertimbangkan pada skripsi ini dan akan menganalisis satu dari tiga macrocell yang berada

pada kondisi transmisi uplink. Tipe interferensi yang dipertimbangkan pada skripsi ini yaitu

interferensi co-tier, cross-tier dan total. Tiga parameter kinerja yang diamati pada skripsi ini

yaitu Signal to Interference plus Noise Ratio (SINR), throughput and Bit Error Rate (BER).

Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode power control berhasil mengatasi masalah

interferensi terhadap evolved Node B (eNB) yang diamati dan Home eNB yang diamati.

Ketika membandingkan tiga skenario simulasi yang telah dilakukan, hasil-hasil distribusi

SINR, throughput dan BER yang paling baik adalah pada skenario simulasi 1, sedangkan

yang terburuk adalah pada skenario simulasi 2.

Kata Kunci: Manajemen Interferensi, Femtocell, Jaringan Seluler Two-Tier, Transmisi

Uplink, Power Control, SINR.

ABSTRACT

INTERFERENCE MANAGEMENT USING POWER CONTROL FOR UPLINK

TRANSMISSION IN TWO-TIER CELLULAR NETWORK BASED SINGLE

CARRIER-FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) OF 4G LTE-

ADVANCED

By

RISDAWATI HUTABARAT

Femtocell is a promising solution for cellular operator to increase the capacity of cellular

network. Femtocell is a small cell having short range (10-30 meters), low cost, and low

power base station. Fourth Generation (4G) cellular communication network allows

frequency reuse of 1 between femtocell and macrocell which supported by Single Carrier-

Frequency Division Multiple Access SC-FDMA for uplink transmission. Despite the

advantages of deploying femtocell into the existing macrocell networks, it also increase the

interference problems of the system caused by the use of frequency reuse 1.

To address interference problems, this report proposes the use of two power controls for the

uplink transmission in two-tier femtocell-macrocell cellular network. This report considers

multi-cell cellular communication network consisting of three macrocell systems. There are

three simulation settings which are considered in this report and it analyze one of three

macrocells which is on the uplink transmission. Types of interferences considered in this

report are co-tier, cross-tier, and total interferences. Three perfomance parameters which

were observed in this report are Signal to Interference plus Noise Ratio (SINR), throughput

and Bit Error Rate (BER).

Simulation result show that power control methods resolve the interference problems on the

observed evolved Node B(eNB) and observed Home eNB. When it is comparing three

simulation settings, the best result for the distribution of SINR, throughput, and BER are on

the simulation setting 1 while the worst results were on the simulation setting 2.

Keywords: Interference Management, Femtocell, Two-Tier Cellular Network,

Uplink Transmission, Power Control, SINR.

MANAJEMEN INTERFERENSI PADA TRANSMISI UPLINK

DENGAN METODE POWER CONTROL UNTUK TWO-TIER

CELLULAR NETWORK BERBASIS SINGLE CARRIER-

FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA)

PADA 4G LONG TERM EVOLUTION-ADVANCED (LTE-A)

Oleh

RISDAWATI HUTABARAT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Lampun

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sridadi, Provinsi Lampung pada

tanggal 23 April 1994. Penulis merupakan anak ke-tiga dari

enam bersaudara dari pasangan W. Hutabarat dan L. Sijabat.

Pendidikan formal dimulai dari Sekolah Dasar (SD) di SD

Negeri 1 Soponyono pada tahun 2000 dan lulus pada tahun

2006, lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Wonosobo pada

tahun 2009, lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kotaagung

pada tahun 2012, dan pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa

Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung .

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa

Teknik Elektro (Himatro) Fakultas Teknik periode 2013-2015 sebagai anggota

Departemen Sosial dan Kewirausahaan (Soswir) dan anggota Forum Komunikasi

Mahasiswa Kristen Fakultas Teknik (FKMK-FT). Selain itu penulis juga aktif di

Laboratorium Teknik Telekomunikasi sebagai asisten praktikum dan menjabat

sebagai sekretaris Laboratorium periode 2015-201. Pada tahun 2015 penulis

melaksanakan Kerja Praktik (KP) selama 40 hari di Innovation and Design Center

(IDeC) PT. Telekomunikasi Bandung Divisi Machine to Machine (M2M), dengan

mengambil judul “Proses Transmisi Data Telemetry Device pada Vending

Machine Menggunakan Jaringan General Packet Radio Service (GPRS)”.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Kedua orang tuaku yang sudah memberikan kasih sayang

kepadaku, pelajaran hidup, tidak lelah memberikan semangat, tidak

bosan memberikan nasihat dan doa sampai bisa menjadi seperti

sekarang ini, terimakasih untuk semuanya.

Kedua abangku dan adik-adikku atas dukungan moril maupun

materiil dalam penyelesaian skripsi ini dan perkuliahanku.

MOTTO

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan,

tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

(Amsal 1:7)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala

kasih, bimbingan, berkat, serta perlindungan-Nya, penulis akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Manajemen Interferensi pada Transmisi

Uplink dengan Metode Power Control untuk Two-Tier Cellular Network Berbasis

SC-FDMA pada 4G LTE-Advanced”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Teknik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis

dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati berharap semoga skripsi ini dapat

menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin

menggunakannya. Penulis juga menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan

dukungan baik moril maupun materiil dari keluarga, dosen pembimbing, sahabat-

sahabat dan pihak-pihak yang turut membantu, maka penulis tentu tidak akan

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Suharno, M.Sc.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik,

2. Bapak Dr. Ing Ardian Ulvan, S.T.,M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknik

Elektro, dosen Pembimbing Akademik dan sekaligus penguji utama skripsi

yang bersedia menguji, memberikan arahan, saran, nasehat serta kritikan yang

bersifat membangun dalam penyelesaian skripsi ini,

3. Bapak Dr. Herman H. Sinaga, S.T.,M.T. selaku sekretaris Jurusan Teknik

Elektro,

4. Bapak Misfa Susanto,S.T.,M.Sc.,Ph.D. sebagai pembimbing utama yang telah

meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu, dengan sabar membimbing, tidak

bosan memberikan saran, arahan dan nasehat sehingga skripsi ini dapat

selesai,

5. Ibu Yetti Yuniati, S.T.,M.T sebagai pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan, arahan, saran, serta kritikan yang bersifat

membangun dalam pengerjaan skripsi ini,

6. Ibu Dr. Ing Melvi, S.T.,M.T. selaku Ketua Laboratorium Teknik

Telekomunikasi yang turut serta memberikan saran, arahan, kritikan, nasehat

dan bimbingan selama bangku perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini,

7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung atas pengajaran

dan bimbingannya yang telah diberikan kepada penulis selama menjadi

mahasiswa Teknik Elektro Universitas Lampung,

8. Mba Ning atas semua bantuannya dalam mengurus masalah administrasi

selama penulis menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Elektro,

9. Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan doa, semangat, nasihat dan

mendukung dalam segala hal dalam proses penyelesaian skripsi ini,

10. Kedua abangku, Bang Monang dan Bang Rudi yang selalu memberikan

dukungan moril ataupun materiil dalam penyelesaian skripsi ini,

11. Adik-adikku, Deni, Sonta dan Hotman yang memberikan dukungan dan

semangat,

12. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, tempat berbagi dalam suka dan duka,

Dika, Bella, Windy, Gusti, Desi dan Ratih yang telah memberikan semangat

dan motivasi selama ini,

13. Sahabat yang ikut jatuh bangun dalam pengerjaan skripsi ini Dika Fauzia,

terimakasih atas semangat, dukungan dan saran yang saling kita berikan,

14. Tim diskusi skripsi, Kak Pras, Andri, Niken, Yona dan Taufik atas pertukaran

ilmu pengetahuannya,

15. Keluarga seperjuangan Teknik Elektro 2012 (Elang’2012) Universitas

Lampung, semoga cita-cita dan harapan yang kita impikan dapat tercapai,

16. Teman-teman konsentrasi Telekomunikasi, Dika, Ratih, Andri, Gifinri, Fiki,

Angga dan Taufik,

17. Kakak-kakak asistem Lab. Telkom, Mba Annida, Mba Alin, Kak Sigit, Mba

Rina, Kak Adit, dan adik-adik staf lainnya yang tidak sempat disebutkan,

18. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungannya dari awal

kuliah sampai dengan terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua amal baiknya. Penulis berharap

skripsi ini berguna dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Februari 2017

Penulis

Risdawati Hutabarat

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK............................................................................................................ i

HALAMAN JUDUL............................................................................................ iii

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. v

RIWAYAT HIDUP............................................................................................. vii

PERSEMBAHAN............................................................................................... viii

SANWACANA..................................................................................................... x

DAFTAR ISI........................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xviii

DAFTAR TABEL............................................................................................... xxiv

DAFTAR SINGKATAN.................................................................................... xxv

I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2 Tujuan Skripsi........................................................................................ 3

1.3 Manfaat Skripsi...................................................................................... 3

1.4 Rumusan Masalah.................................................................................. 4

1.5 Batasan Masalah.................................................................................... 4

1.6 Sistematika Penulisan............................................................................ 5

xiv

II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 7

2.1 Kajian Pustaka pada Penelitian yang Berkaitan..................................... 7

2.2 Konsep Seluler....................................................................................... 11

2.3 Interferensi dan Kapasitas Sistem Selular.............................................. 14

2.4 Peningkatan Kapasitas Sistem Seluler.................................................. 16

2.4.1 Pemecahan Sel (Cell Splitting)................................................... 17

2.4.2 Pembagian Sektor (Sectoring).................................................... 17

2.4.3 Pendekatan Zona Cakupan......................................................... 17

2.5 Long Term Evolution-Advanced (LTE-Advanced)............................... 17

2.6 Teknologi pada LTE-Advanced............................................................. 20

2.6.1 Orthoghonal Frequency Division Multiple Access.................... 20

2.6.2 Single Carrier- Frequency Division Multiple Access............... 21

2.7 Femtocell................................................................................................ 23

2.8 Interferensi pada Femtocell.................................................................... 25

2.8.1 Co-Tier Interference................................................................... 25

2.8.2 Cross-Tier Interference.............................................................. 26

2.9 Model Propagasi Path Loss................................................................... 28

2.9.1 Model Propagasi untuk Macrocell-Daerah (Urban).................. 29

2.9.2 Model Propagasi untuk Femtocell-Daerah (Urban).................. 29

2.10 Metode Power Control......................................................................... 30

III. METODE PENELITIAN........................................................................... 33

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................................ 33

3.2 Alat dan Bahan....................................................................................... 33

3.3 Metode Penelitian................................................................................... 33

xv

3.3.1 Studi Literatur............................................................................ 34

3.3.2 Pemodelan Sistem..................................................................... 34

3.3.2.1 Pemodelan Cell Layout................................................ 35

3.3.2.2 Penentuan Lokasi Base Station..................................... 35

3.3.2.3 Distribusi User dan Lokasi HeNB................................ 37

3.3.3 Simulasi Sistem......................................................................... 39

3.3.3.1 Parameter Simulasi....................................................... 39

3.3.3.2 Model Propagasi........................................................... 40

3.3.3.3 Pembangkitan Noise...................................................... 41

3.3.3.4 Perhitungan Kinerja Sistem........................................... 43

3.3.4 Metode Power Control (PC)...................................................... 44

3.3.4.1 Metode Power Control 1.............................................. 46

3.3.4.2 Metode Power Control 2............................................... 46

3.3.5 Pemodelan Skenario.................................................................. 47

3.3.6 Skenario Interferensi 1................................................................ 51

3.3.7 Skenario Interferensi 2................................................................ 53

3.3.8 Skenario Interferensi 3................................................................ 54

3.4 Diagram Alir Penelitian......................................................................... 56

3.4.1 Diagram Alir Proses Penelitian................................................... 56

3.4.2 Diagram Alir Program Simulasi................................................. 57

3.4.2.1 Flow Chart Tanpa Metode Power Control................... 57

3.4.2.2 Flow Chart dengan Metode Power Control 1............... 58

3.4.2.3 Flow Chart dengan Metode Power Control 2............... 59

xvi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. ........ 60

4.1 Signal to Interference and Noise Ratio (SINR)....................................... 61

4.1.1 Perbandingan Nilai SINR dengan Metode Power Control 1........... 61

4.1.1.1 Nilai SINR pada Skenario 1 dengan Metode PC 1.............. 61

4.1.1.2 Nilai SINR pada Skenario 2 dengan Metode PC 1.............. 67

4.1.1.3 Nilai SINR pada Skenario 3 dengan Metode PC 1.............. 71

4.1.2 Perbandingan Nilai SINR dengan Metode Power Control 2........... 75

4.1.2.1 Nilai SINR pada Skenario 1 dengan Metode PC 2.............. 75

4.1.2.2 Nilai SINR pada Skenario 2 dengan Metode PC 2.............. 78

4.1.2.3 Nilai SINR pada Skenario 3 dengan Metode PC 2.............. 82

4.1.3 Perbandingan Nilai SINR Berdasarkan Metode Power Control..... 85

4.1.3.1 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 1......................... 85

4.1.3.2 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 2......................... 88

4.1.3.3 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 3......................... 91

4.1.3.4 Tabel Perbandingan Nilai SINR........................................ 93

4.2 Throughput............................................................................................... 95

4.2.1 Perbandingan Nilai Throughput dengan Metode PC 1.................. 96

4.2.1.1 Nilai Throughput pada Skenario 1 dengan Metode PC 1... 96

4.2.1.2 Nilai Throughput pada Skenario 2 dengan Metode PC 1... 99

4.2.1.3 Nilai Throughput pada Skenario 3 dengan Metode PC 1... 102

4.2.2 Perbandingan Nilai Throughput dengan Metode PC 2.................. 105

4.2.2.1 Nilai Throughput pada Skenario 1 dengan Metode PC 2... 105

4.2.2.2 Nilai Throughput pada Skenario 2 dengan Metode PC 2... 107

4.2.2.3 Nilai Throughput pada Skenario 3 dengan Metode PC 2... 110

xvii

4.2.3 Perbandingan Nilai Throughput Berdasarkan Metode PC............. 113

4.2.3.1 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 1............... 113

4.2.3.2 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 2............... 116

4.2.3.3 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 3............... 118

4.2.3.4 Tabel Perbandingan Nilai Throughput................................ 121

4.3 Bit Error Rate (BER)............................................................................... 124

4.3.1 Perbandingan Nilai BER dengan Metode Power Control 1.......... 124

4.3.1.1 Nilai BER pada Skenario 1 dengan Metode PC 1.............. 124

4.3.1.2 Nilai BER pada Skenario 2 dengan Metode PC 1.............. 127

4.3.1.3 Nilai BER pada Skenario 3 dengan Metode PC 1.............. 129

4.3.2 Perbandingan Nilai BER dengan Metode Power Control 2.......... 131

4.3.2.1 Nilai BER pada Skenario 1 dengan Metode PC 2.............. 132

4.3.2.2 Nilai BER pada Skenario 2 dengan Metode PC 2.............. 134

4.3.2.3 Nilai BER pada Skenario 3 dengan Metode PC 2.............. 137

4.3.3 Perbandingan Nilai BER Berdasarkan Metode Power Control..... 139

4.3.3.1 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 1.......................... 139

4.3.3.2 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 2.......................... 142

4.3.3.3 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 3.......................... 145

4.3.3.4 Tabel Perbandingan Nilai BER.......................................... 147

V. SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 150

5.1 Simpulan................................................................................................. 150

5.2 Saran....................................................................................................... 152

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambar Pemodelan Sel ............................................................. ....... 11

Gambar 2.2 Sel Heksagonal........................................................................... ...... 12

Gambar 2.3 Perbandingan Ukuran Sel................................................................. 13

Gambar 2.4 Ilustrasi dari Interferensi Ko-Kanal........................................... ..... 15

Gambar 2.5 Arsitektur Dasar LTE-Advanced................................................ ..... 18

Gambar 2.6 Alokasi Subcarriers di OFDMA..................................................... 21

Gambar 2.7 Alokasi Subcarriers di SC-FDMA.................................................. 22

Gambar 2.8 Arsitektur HeNB pada LTE-Advanced............................................ 23

Gambar 2.9 Interferensi Co-Tier Saat Transmisi Uplink.................................... 26

Gambar 2.10 Interferensi Cross-Tier Saat Transmisi Uplink ............................ 27

Gambar 2.11 Ilustrasi Path Loss Ketika Proses Transmisi.................................. 28

Gambar 3.1 Cell Layout pada Skenario Simulasi................................................. 35

Gambar 3.2 Penentuan Lokasi eNB ...................................................................... 36

Gambar 3.3 Model Distribusi User ............................................................... ....... 37

Gambar 3.4 Distribusi User dan Femtocell .......................................................... 39

Gambar 3.5 Skenario Simulasi Ketika Semua User Transmisi Uplink................. 49

Gambar 3.6 Model Skenario Simulasi 1 ............................................................... 52

Gambar 3.7 Model Skenario Simulasi 2 ............................................................... 53

xix

Gambar 3.8 Model Skenario Simulasi 3 ............................................................... 55

Gambar 3.9 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 56

Gambar 3.10 Flow Chart tanpa Metode Power Control....................................... 57

Gambar 3.11 Flow Chart Metode Power Control 1.............................................. 58

Gambar 3.12 Flow Chart Metode Power Control 2.............................................. 59

Gambar 4.1 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1................... 62

Gambar 4.2 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1............... 64

Gambar 4.3 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 1....................... 66

Gambar 4.4 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2................... 68

Gambar 4.5 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2.............. 69

Gambar 4.6 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 2....................... 70

Gambar 4.7 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3................... 71

Gambar 4.8 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3.............. 73

Gambar 4.9 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 3....................... 74

Gambar 4.10 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1................. 75

Gambar 4.11 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1............ 76

Gambar 4.12 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 1.................... 77

Gambar 4.13 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2............... 79

Gambar 4.14 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2.......... 80

Gambar 4.15 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 2................... 81

Gambar 4.16 Grafik SINR dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3............... 82

Gambar 4.17 Grafik SINR dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3.......... 83

Gambar 4.18 Grafik SINR dengan Interferensi Total di Skenario 3.................. 84

Gambar 4.19 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di

xx

Skenario 1...................................................................................... 86

Gambar 4.20 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di

Skenario 1...................................................................................... 86

Gambar 4.21 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di

Skenario 1...................................................................................... 86

Gambar 4.22 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di

Skenario 2...................................................................................... 89

Gambar 4.23 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di

Skenario 2...................................................................................... 89

Gambar 4.24 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di

Skenario 2...................................................................................... 89

Gambar 4.25 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Co-Tier di

Skenario 3...................................................................................... 91

Gambar 4.26 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Cross-Tier di

Skenario 3..................................................................................... 92

Gambar 4.27 Grafik Perbandingan SINR dengan Interferensi Total di

Skenario 3..................................................................................... 92

Gambar 4.28 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1..... 96

Gambar 4.29 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1.. 97

Gambar 4.30 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 1.......... 97

Gambar 4.31 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2...... 99

Gambar 4.32 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2.. 100

Gambar 4.33 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 2......... 100

Gambar 4.34 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3...... 102

xxi

Gambar 4.35 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3.. 102

Gambar 4.36 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 3........... 103

Gambar 4.37 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1...... 105

Gambar 4.38 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1.. 105

Gambar 4.39 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 1........... 106

Gambar 4.40 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2....... 108

Gambar 4.41 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2.. 108

Gambar 4.42 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 2.......... 108

Gambar 4.43 Grafik Throughput dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3...... 111

Gambar 4.44 Grafik Throughput dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3.. 111

Gambar 4.45 Grafik Throughput dengan Interferensi Total di Skenario 3.......... 111

Gambar 4.46 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 1................................................................................... 113

Gambar 4.47 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 1................................................................................... 114

Gambar 4.48 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total

di Skenario 1................................................................................... 114

Gambar 4.49 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 2................................................................................... 116

Gambar 4.50 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 2................................................................................... 117

Gambar 4.51 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total

di Skenario 2................................................................................... 117

Gambar 4.52 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Co-Tier

xxii

di Skenario 3................................................................................... 119

Gambar 4.53 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 3................................................................................... 119

Gambar 4.54 Grafik Perbandingan Throughput dengan Interferensi Total

di Skenario 3................................................................................... 119

Gambar 4.55 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1................. 125

Gambar 4.56 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1............ 125

Gambar 4.57 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 1.................... 125

Gambar 4.58 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2................ 127

Gambar 4.59 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2........... 127

Gambar 4.60 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 2.................... 128

Gambar 4.61 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3................ 129

Gambar 4.62 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3........... 130

Gambar 4.63 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 3.................... 130

Gambar 4.64 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 1................. 132

Gambar 4.65 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 1............ 132

Gambar 4.66 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 1.................... 133

Gambar 4.67 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 2................ 135

Gambar 4.68 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 2........... 135

Gambar 4.69 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 2.................... 135

Gambar 4.70 Grafik BER dengan Interferensi Co-Tier di Skenario 3................ 137

Gambar 4.71 Grafik BER dengan Interferensi Cross-Tier di Skenario 3........... 137

Gambar 4.72 Grafik BER dengan Interferensi Total di Skenario 3.................... 138

Gambar 4.73 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier

xxiii

di Skenario 1................................................................................... 140

Gambar 4.74 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 1................................................................................... 140

Gambar 4.75 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total

di Skenario 1................................................................................... 140

Gambar 4.76 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 2................................................................................... 143

Gambar 4.77 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 2................................................................................... 143

Gambar 4.78 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total

di Skenario 2................................................................................... 143

Gambar 4.79 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Co-Tier

di Skenario 3................................................................................... 145

Gambar 4.80 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Cross-Tier

di Skenario 3................................................................................... 146

Gambar 4.81 Grafik Perbandingan BER dengan Interferensi Total

di Skenario 3................................................................................... 146

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan dari Beberapa Metode untuk Manajamen

Interferensi.................................................................................. 10

Tabel 2.2 Nilai SINR Berdasarkan Tipe Trafik Berbeda............................. 32

Tabel 3.1 Parameter Simulasi...................................................................... 40

Tabel 3.2 Kasus yang Terjadi pada Pemodelan 3 Macrocell dengan

1 Femtocell Tiap-Tiapnya.............................................................. 47

Tabel 3.3 Skenario Simulasi 1...................................................................... 51

Tabel 3.4 Skenario Simulasi 2...................................................................... 54

Tabel 3.5 Skenario Simulasi 3...................................................................... 55

Tabel 4.1 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 1 .................................. 94

Tabel 4.2 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 2 .................................. 95

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai SINR pada Skenario 3 .................................. 95

Tabel 4.4 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 1 ....................... 121

Tabel 4.5 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 2 ....................... 122

Tabel 4.6 Perbandingan Nilai Throughput pada Skenario 3 ....................... 123

Tabel 4.7 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 1 .................................. 147

Tabel 4.8 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 2 .................................. 148

Tabel 4.9 Perbandingan Nilai BER pada Skenario 3 .................................. 149

DAFTAR SINGKATAN

3GPP : The Third Generation Partnership Project

BER : Bit Error Rate

BPSK : Binary Phase Shift Keying

BTS : Base Transceiver Station

CCDF : Complementary Cummulatif Distribustion Function

CDF : Cummulatif Distribustion Function

DSL : Digital Subscriber Line

eNB : evolved Node B

EPC : Evolved Packet Core

E-UTRAN : Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network

FRR : Fractional Frequency Reuse

FUE : Femto User Equipment

HeNB : Home eNode B

HSPA : High Speed Packet Access

ICIC : Inter Cell Interference Coordination

IP : Internet Protocol

ITU-RR : International Telecommunication Union-Radio Regulations

LIPA : Local IP Access

LTE : Long Term Evolution

xxvi

MATLAB : Matrix Laboratory

MME/S-GW : Mobility Management Entity/Serving Gateway

MUE : Macro User Equipment

OFDMA : Orthogonal Frequency Division Multiple Access

PAPR : Peak to Average Power Ratio

PC 1 : Power Control 1

PC 2 : Power Control 2

PC : Power Control

QAM : Quadrature Amplitude Modulation

QoS : Quality of Service

QPSK : Quadrature Phase Shift Keying

SC-FDMA : Single Carrier-Frequency Division Multiple Access

SINR : Signal to Interfence plus Noise Ratio

UE : User Equipment

UMTS : Universal Mobile Telecommunication System

VoIP : Voice over Internet Protocol

WCDMA : Wideband Code Division Multiple Access

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia menempati urutan ke-empat di dunia sebagai pengguna terbanyak yang

melakukan koneksi mobile dan urutan ke-tiga di Asia Pasifik sebagai pengguna

terbanyak smartphones, dan juga diprediksi bahwa pengguna akan semakin

meningkat sampai dengan tahun 2019 [1]. Semakin banyaknya pengguna seluler

maka semakin besar kapasitas jaringan seluler yang harus disediakan. Hal ini

membuat operator seluler harus terus meningkatkan kapasitas jaringan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

Komunikasi seluler terus berkembang pesat untuk memudahkan para pengguna

dalam bertukar atau mendapatkan informasi secara cepat di mana saja dan kapan

saja. Dari semua pengguna seluler, lebih dari 70% pengguna melakukan panggilan

telepon dan layanan data Internet di dalam ruangan [2], misalnya di dalam gedung

perkantoran, di dalam sekolah dan gedung indoor lainnya. Salah satu isu yang

menjadi perhatian pada saat ini adalah bagaimana meningkatkan cakupan area

indoor dan menyediakan layanan data yang cepat dengan kualitas yang lebih baik

bagi pengguna.

Memperkecil ukuran sel dapat membantu meningkatkan kapasitas jaringan dan

cakupan area layanan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan penyebaran

femtocell pada macrocell. Femtocell cocok digunakan pada area indoor karena

2

memiliki cakupan area yang lebih kecil sehingga dapat meningkatkan kualitas

layanan agar Quality of Service (QoS) pada pelanggan menjadi terjamin [3].

Femtocell access point merupakan access point atau mini Base Transceiver

Station (BTS) jaringan seluler yang menghubungkan perangkat mobile standar ke

sebuah jaringan operator mobile menggunakan Digital Subscriber Line (DSL),

koneksi kabel broadband, fiber optic atau teknologi jaringan wireless [4].

Femtocell access point juga dikenal dengan Home Enhanced NodeB (HeNB) yang

merupakan perkembangan dari macro base sation atau Enhanced Node B (eNB)

sebagai mini BTS dengan menggunakan level daya yang rendah, cakupan area

yang lebih kecil dan sangat tepat untuk meningkatkan coverage dan kapasitas

jaringan, khususnya di dalam ruangan [5].

Di samping kelebihan yang disediakan oleh femtocell, terdapat masalah baru dari

penggunaan femtocell yaitu timbulnya interferensi yang lebih kompleks dibanding

dengan tanpa penyebaran femtocell. Interferensi terjadi karena penggunaan kanal

komunikasi secara bersama antara user HeNB dan eNB pada waktu yang sama.

Interferensi dapat terjadi pada arah uplink maupun downlink. Oleh karena itu,

manajemen interferensi pada femtocell merupakan tantangan yang muncul sebagai

akibat dari implementasi HeNB pada daerah cakupan eNB. Terdapat beberapa

metode manajemen interferensi yang dapat digunakan untuk mengurangi

interferensi salah satunya yaitu dengan metode power control. Power control

merupakan metode yang digunakan untuk mengatur daya pancar baik pada user

maupun base station (baik pada HeNB maupun eNB) sehingga pengaruh daya

interferensi dapat diminimalkan. Pada teknologi Long Term Evolution-Advanced

(LTE-Advanced), The Third Generation Partnership Project (3GPP) menetapkan

3

teknik akses yang digunakan pada arah downlink menggunakan Orthogonal

Frequency Division Multiple Access (OFDMA) sedangkan pada arah uplink

menggunakan Single Carrier-Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA).

Skripsi ini akan membahas manajemen interferensi dengan metode power control

di 4G LTE-Advanced yang akan berfokus pada transmisi uplink.

1.2 Tujuan Skripsi

Adapun tujuan penelitian pada skripsi ini yaitu:

1. Melakukan skenario simulasi yang telah dibuat untuk manajemen interferensi

femtocell pada 4G LTE-Advanced menggunakan metode power control pada

arah uplink,

2. Menghitung dan menganalisis nilai Signal to Interfence plus Noise Ratio

(SINR), throughput, dan Bit Error Rate (BER) pada sisi uplink menggunakan

simulasi pada femtocell dengan dan tanpa metode power control.

1.3 Manfaat Skripsi

Manfaat yang diharapkan dari skripsi ini adalah:

1. Mengetahui faktor apa saja yang menimbulkan interferensi pada femtocell

sehingga kualitas sinyal pada pengguna menurun,

2. Meningkatkan kualitas sinyal dan coverage area bagi pengguna femtocell

khususnya pada area indoor,

3. Mengurangi interferensi dengan mengatur transmisi daya pancar user dengan

metode power control,

4

4. Menjamin QoS pada user di macrocell tetap baik dan tidak menurunkan QoS

pada femtocell,

5. Sebagai saran atau rekomendasi untuk operator penyedia layanan seluler

dalam hal meningkatkan kapasitas jaringan.

1.4 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas pada penulisan skripsi adalah:

1. Pembuatan skenario simulasi untuk mengatur letak dan jumlah user di

macrocell ataupun di femtocell untuk manajemen interferensi,

2. Bagaimana menentukan parameter simulasi pada jaringan macrocell dan

femtocell,

3. Bagaimana cara mensimulasikan dan mendapatkan data yang diharapkan dari

skenario simulasi yang telah dibuat menggunakan software MATLAB,

4. Menentukan acuan apa yang akan digunakan untuk menganalisis hasil

perhitungan yang didapat dari hasil simulasi,

5. Bagaimana cara mengatur daya pancar user pada skenario simulasi yang telah

dibuat untuk dapat diimplementasikan pada jaringan 4G LTE-Advanced.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan terhadap masalah yang akan dibahas

yaitu:

1. Skenario simulasi yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan

skenario multicell dengan 3 macrocell (eNB) dengan masing-masing

memiliki 10 HeNB,

2. Skenario simulasi yang akan disimulasikan adalah jaringan berbasis SC-

FDMA seperti yang digunakan pada arah uplink 4G LTE-Advanced,

5

3. User yang diamati melakukan transmisi uplink dan semua user berada di

indoor (dalam ruangan). Jumlah user di macrocell adalah 30 user dan 4

user di tiap femtocell,

4. Analisa berdasarkan tipe interferensi co-tier dan cross-tier,

5. Metode manajemen interferensi yang digunakan adalah metode power

control dengan mengamati parameter kinerja sistem yaitu nilai SINR,

throughput dan BER,

6. Diasumsikan tidak terjadi handover antara macrocell dengan femtocell.

7. Jenis trafik yang akan disimulasikan adalah trafik suara (voice),

8. Diasumsikan femtocell dan macrocell memiliki frekuensi kerja yang sama

(frekuensi reuse=1),

9. Simulasi yang akan dilakukan pada skenario simulasi menggunakan

software MATLAB.

1.6 Sistematika Penulisan

Sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini, disusun suatu sistematika penulisan

dengan membaginya menjadi beberapa bab. Susunan sistematika tersebut adalah:

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, tujuan dilakukannya

penelitian, manfaat yang didapat dan diberikan dari penelitian ini, batasan

masalah yang akan dibahas dan sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang tinjauan dan telaah literatur dari beberapa hasil penelitian

yang berhubungan dengan topik skripsi ini. Membahas tentang teori-teori dasar

6

mengenai konsep dasar seluler, LTE-Advanced, membahas secara ringkas

mengenai Orthogonal Frequency Division Multiple Accesss (OFDMA) dan Single

Carrier-Frequency Division Multiple Acces (SC-FDMA), interferensi pada

femtocell, model propagasi yang digunakan, manajemen interferensi dengan

metode power control, perhitungan daya dan SINR-nya.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi langkah-langkah penelitian yang dilakukan di antaranya waktu dan

tempat penelitian, alat dan bahan, tahap penelitian mulai dari studi literatur,

pemodelan skenario simulasi sistem, parameter simulasi yang akan digunakan,

tabel capaian penelitian dan diagram alir penelitian.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil simulasi yang dihasilkan dari software MATLAB dan

membahas analisa perbandingan data-data hasil simulasi yang diperoleh sesuai

dengan batasan masalah yang dibahas.

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi tentang simpulan dari semua hasil simulasi dan analisa

pembahasan dari skenario simulasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Bab

ini juga memberikan saran-saran yang perlu dipertimbangkan dalam upaya

pengembangan lebih lanjut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka pada Penelitian yang Berkaitan

Skripsi ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

pada literatur, di mana penelitian-penelitian tersebut sama-sama membahas

mengenai manajemen interferensi pada femtocell namun menggunakan metode

dan batasan masalah yang berbeda.

Penulis pada [6] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Desain dan Analisa

Kinerja Femtocell LTE-Advanced Menggunakan Metode Inter Cell Interference

Coordination (ICIC)”. Metode ini bertujuan untuk menguji efektifitas pada sistem

LTE-Advanced menggunakan HeNB tanpa metode ICIC dan mengetahui

bagaimana pengaruhnya apabila menggunakan metode ICIC. ICIC merupakan

salah satu metode manajemen interferensi dengan mengkoordinasikan antara eNB

dan HeNB untuk menyediakan kanal dengan interferensi yang rendah kepada

pengguna atau user yang terinterferensi oleh HeNB. Dari hasil simulasi, sistem

yang menggunakan metode ICIC memiliki kinerja lebih baik dibandingkan

dengan sistem yang tidak menggunakan metode ICIC. Pada sistem dengan metode

ICIC, nilai SINR di atas threshold naik hingga 42.76% dibanding dengan sistem

tanpa menggunakan metode ICIC. Untuk nilai throughput, pada sistem dengan

metode ICIC user yang memiliki throughput di atas threshold mencapai 76.03%

sedangkan pada sistem tanpa metode ICIC hanya 33.27%.

8

Penulis pada [7] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Analisis Kinerja

Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink

LTE-Advanced dengan Femtocell”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

membandingkan kinerja sistem dengan dan tanpa metode power control.

Pemodelan sistem pada penelitian tersebut menggunakan satu sel heksagonal

dengan satu eNB dengan menyebarkan 25 HeNB secara acak dan terletak pada

tepi sel heksagonal tersebut. Dari hasil simulasi, sistem dengan metode power

control mengalami peningkatan nilai SINR. Diperoleh nilai SINR pada eNB di

atas 30 dB di mana sebelumnya hanya 25 dB. Sedangkan nilai SINR pada HeNB

bernilai di atas 60 dB yang sebelumnya hanya 30 dB.

Penulis pada [8] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Interference

Management in Femtocell Networks Using Power Control”. Penelitan tersebut

menggunakan algoritma power control berbasis Wideband Code Division Multiple

Access (WCDMA) pada jaringan 3G dan mensimulasikannya menggunakan

MATLAB untuk mendemonstrasikan distribusi acak pengguna dari cell phone di

dalam gedung dan memeriksa interferensi co-tier (di antara dua atau lebih base

station) saat uplink dan downlink. Simulasi dilakukan untuk mengatur daya pancar

user saat transmisi arah uplink dan daya pancar HeNB saat transmisi arah

downlink sehingga daya yang diterima memenuhi nilai tertentu sesuai dengan

kebutuhan Quality of Service (QoS). Penelitian tersebut berhasil dilakukan dengan

mengontrol interferensi di level co-tier dengan didapatkan nilai daya yang

diterima pada femtocell user maupun HeNB naik hingga 50% dibandingkan tanpa

menggunakan metode power control.

9

Penulis pada [9] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Uplink Capacity and

Interference Avoidance for Two Tier femtocell Network”. Hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan sebuah analisis kapasitas uplink dan strategi pengurangan

interferensi untuk spektrum yang digunakan bersama pada two-tier CDMA.

Analisa kapasitas menyediakan sebuah karakterisitik yang akurat dari uplink

outage probability, perhitungan pada power control, path loss dan efek

shadowing.

Penulis pada [10] melakukan sebuah penelitian dengan judul “Interference

Management in OFDMA Femtocell Networks: Issues and Approaches”. Pada

artikel tersebut, penulis menjelaskan mengenai cara meningkatkan kapasitas

jaringan yaitu salah satunya dengan penyebaran femtocell. Interferensi yang dapat

terjadi pada femtocell adalah interferensi co-tier dan cross-tier. Terdapat beberapa

metode yang dapat digunakan untuk mengurangi interfererensi. Penulis pada [10]

menjelaskan mengenai penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan

berbagai metode manajemen interferensi. Metode manajemen interferensi yang

dapat digunakan yaitu metode manajemen Femto-aware spectrum, metode

clustering of femtocells, metode beam subset selection strategy, metode

collaborative frequency scheduling, metode power control, metode cognitive dan

metode frequency reuse. Pada artikel tersebut penulis mendapatkan hasil

perbandingan dari masing-masing metode yang berbeda. Berikut ini adalah tabel

perbandingannya.

10

Tabel 2.1 Perbandingan dari Beberapa Metode untuk Manajemen Interferensi [10]

No. Metode Mode

Transmisi

Kerjasama

antara HeNB

dan eNB

Mode

Akses

Tingkat

Komplek

-sitas

Tingkat

Efisiensi

Tipe

Interferensi

1 Femto-aware

spectrum

management

uplink diperlukan closed cukup

tinggi

rendah cross-tier

2 Clustering

of femtocell

downlink diperlukan closed cukup

tinggi

cukup

tinggi

co-tier

dan cross-

tier

3 Beam subset

selection

selection

strategy

downlink tidak

diperlukan

closed tinggi cukup

tinggi

cross-tier

4 Collaborative

frequency

schedulling

uplink

dan

downlink

tidak

diperlukan

closed cukup

tinggi

tinggi cross-tier

dan inter-

carrier

interferences

5 Power

control

downlink tidak

diperlukan

closed

dan

open

cukup

tinggi

tinggi cross-tier

6 Cognitive downlink diperlukan closed

dan

open

cukup

tinggi

cukup

tinggi

cross-tier

7 Fractional

Frequency

Reuse (FRR)

downlink tidak

diperlukan

closed,

open

dan

hybrid

rendah tinggi co-tier

cross-tier

Tabel 2.1 membandingkan tingkat efisiensi dan kompleksitas dari masing-masing

metode. Berdasarkan Tabel 2.1, metode manajemen interferensi yang memiliki

tingkat efisiensi yang tinggi yaitu metode collaborative frequency scheduling,

metode power control, dan metode frequency reuse.

Kajian pustaka yang telah disebutkan di atas masing-masing membahas mengenai

manajemen interferensi pada jaringan femtocell baik pada jaringan 3G maupun

4G. Skripsi ini akan menggunakan metode power control untuk manajemen

interferensi pada femtocell khususnya pada proses uplink berbasis jaringan 4G

LTE-Advanced. Power control pada uplink merupakan metode yang digunakan

untuk mengatur daya pancar user yang akan diamati. Skenario simulasi yang

11

a. Model b. Ideal c. Nyata

digunakan adalah dengan menggunakan tiga buah macrocell heksagonal dengan

masing-masing di dalamnya terdapat 10 buah femtocell.

2.2 Konsep Seluler

Sistem seluler (cellular) merupakan salah satu sistem komunikasi yang digunakan

untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan bergerak. Sistem

seluler ini membagi daerah yang akan dilayani menjadi daerah yang kecil-kecil

disebut dengan sel (cell). Dengan adanya sistem seluler ini maka pengguna dapat

melakukan layanan komunikasi data, voice dan video dengan bergerak secara

bebas di dalam area layanan tanpa terjadi pemutusan hubungan dan dapat

berkomunikasi secara wireless.

Pada sistem seluler dilakukan penggambaran sel heksagonal untuk

menggambarkan cakupan area secara geografis. Bentuk sel pada sistem seluler

dapat dimisalkan seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1 (a) Bentuk Model Sel yang Sering Digunakan, (b) Bentuk Sel

Ideal, (c) Bentuk Sel Secara Nyata atau Real

Pada sistem seluler, sel heksagonal seperti pada Gambar 2.1 (a) digunakan untuk

memodelkan sel karena cakupan area dapat digambarkan secara rapi serta

mencakup keseluruhan area. Sel heksagonal dipilih sebagai model karena dapat

12

R

R

menutupi wilayah tanpa celah dan juga tidak terjadi tumpang tindih dengan sel

yang ada di sebelahnya.

Luas pada sel heksagonal dapat dihitung dengan memperhatikan Gambar 2.2

berikut ini.

Gambar 2.2 Sel Heksagonal [11]

Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2, luas sel yang akan dihitung adalah sel yang

berada di tengah dengan terdapat 6 sel yang ada di sekitanya. Luas sel heksagonal

dapat dihitung dengan persamaan 2.1 berikut:

L = (6 1

2 𝑅) 3

1

2 𝑅 (2.1a)

𝐿 = 3

2𝑅2 3 (2.1b)

L 2,6 𝑅2 dalam satuan luas

keterangan:

L= Luas sel heksagonal (satuan luas),

R = Jari-jari sel (satuan panjang).

Terdapat empat jenis sel berdasarkan jari-jari sel, yaitu:

1. Macrocell, merupakan sel dengan cakupan area yang memiliki jari-jari lebih

dari 1 kilometer,

13

2. Microcell, sel yang lebih kecil dari macrocell. Apabila macrocell sudah tidak

mampu lagi mencakupi area layanannya karena penduduk yang semakin

padat maka microcell cocok digunakan untuk mencakupi area yang tidak

terjangkau. Microcell dapat diletakkan di atas gedung atau bangunan yang

tinggi,

3. Picocell, merupakan sel yang lebih kecil dari microcell. Picocell dapat

ditempatkan di dalam ruangan atau gedung,

4. Femtocell, merupakan sel yang lebih kecil dari picocell. Femtocell access

point juga dikenal sebagai Base Transceiver Station (BTS) mini yang

diletakkan di dalam ruangan dengan cakupan yang kecil sehingga akan

meningkatkan kapasitas jaringan di dalam ruangan tersebut. Dikarenakan

cakupan area pada femtocell ini kecil, maka pengguna yang dapat mengakses

pada femtocell ini dibatasi hanya sampai dengan empat pengguna [12].

Berikut ini adalah gambar mengenai pemodelan sel dari macrocell hingga

picocell.

Gambar 2.3 Perbandingan Ukuran Sel [4]

Gambar 2.3 menunjukkan perbandingan ukuran masing-masing sel. Dapat dilihat

bahwa macrocell merupakan sel yang memiliki cakupan area yang luas, kemudian

sel yang lebih kecil dari macrocell yaitu micocell. Picocell lebih kecil dari

microcell dan femtocell memiliki cakupan area yang lebih kecil dari picocell.

14

2.3 Interferensi dan Kapasitas Sistem Seluler

Pada radio seluler, interferensi merupakan faktor yang mempengaruhi unjuk kerja

sistem. Interferensi merupakan hambatan dalam upaya untuk penambahan jumlah

kapasitas. Sumber interferensi dapat dari pengguna satu dengan lainnya dalam

satu sel, proses komunikasi yang berlangsung bersamaan dengan sel yang

berdekatan atau base stations yang beroperasi dengan menggunakan frekuensi

yang sama. Pada sistem seluler terdapat dua macam interferensi yang dapat terjadi

yaitu interferensi ko-kanal (co-channel interference) dan interferensi kanal yang

berdekatan (adjacent channel interference) [13].

2.3.1 Interferensi Ko-Kanal

Sel-sel dengan kanal yang sama (co-channel) merupakan sel-sel yang

menggunakan pengulangan frekuensi (frequency reuse) yaitu dengan frekuensi

yang sama. Penggunaan frequency reuse dapat menimbulkan interferensi yang

cukup besar, terlebih jika digunakan pada sel-sel yang berdekatan. Interferensi

yang terjadi di antara sinyal pada sel-sel ini disebut dengan interferensi ko-kanal.

Perbandingan antara jarak dengan jari-jari sel (Q) disebut sebagai ratio

penggunaan ulang ko-kanal (co-channel reuse ratio), dapat dituliskan dalam

bentuk persamaan:

Q = 𝐷

𝑅= 3𝑁 (2.2)

di mana:

Q = reuse ratio,

D = jarak dari user yang diamati ke pusat sel ko-kanal terdekat,

N = cluster size atau reuse factor,

15

R = jari-jari sel (dalam satuan panjang).

Gambar 2.4 Ilustrasi dari Interferensi Ko-Kanal [13]

Gambar 2.4 merupakan ilustrasi dari sel-sel ko-kanal pada satu tingkat dengan

ukuran kelompok sel (cluster) N=7. Mobile user yang ditandai dengan huruf x

merupakan user yang memperoleh interferensi ko-kanal paling banyak dari ko-

kanal di sebelahnya. Apabila ingin memperoleh kapasitas yang besar maka ukuran

kelompok sel (N) harus diperkecil sehingga nilai perbandingan D/R akan semakin

kecil.

Daya rata-rata yang diterima (Pr) pada jarak d dari antena pengirim dapat dihitung

dengan persamaan:

Pr = Po 𝑑

𝑑0 −𝑛

(2.3)

Pr (dBm) = Po (dBm) – 10n log 𝑑

𝑑0 (2.4)

di mana Po adalah daya yang diterima pada jarak d0 dari antena pengirim. Nilai n

merupakan eksponen rugi-rugi lintasan. Besarnya nilai n ini bergantung pada jenis

lokasinya, untuk daerah perkotaan berkisar antara 3 sampai 4 [13]. Nilai

16

perbandingan daya dengan interferensi (S/I) dapat dihitung dengan persamaan

berikut:

𝑆

𝐼 =

𝑅−𝑛

(𝐷𝑖)−𝑛𝑖𝑜

𝑖=1

(2.5)

S (watt) adalah daya sinyal yang dikendaki, I (watt) adalah daya sinyal

interferensi yang disebabkan oleh sel-sel ko-kanal, R adalah jari-jari sel, D adalah

jarak terdekat antara dua sel ko-kanal, dan io merupakan jumlah sel ko-kanal yang

menyebabkan terjadinya interferensi.

2.3.2 Interferensi Kanal yang Berdekatan

Interferensi tipe ini disebabkan oleh sinyal-sinyal pada frekuensi yang berdekatan.

Interferensi ini dapat terjadi ketika terdapat dua pengguna yang menggunakan

kanal yang berdekatan. Interferensi kanal ini dapat diminimalkan dengan

melakukan penapisan (filtering) dan pembagian kanal yang tepat. Dengan cara

mengatur kanal pada tiap sel sehingga kanal-kanal yang berdekatan frekuensinya

tidak berada pada sel yang berdekatan.

2.4 Peningkatan Kapasitas Sistem Seluler

Semakin tinggi permintaan layanan seluler maka jumlah kapasitas juga harus

lebih ditingkatkan untuk mendukung jumlah pemakai yang juga terus meningkat.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningatkan kapasitas jaringan

dalam sistem seluler antara lain [13]:

17

2.4.1 Pemecahan Sel (Cell Splitting)

Teknik pemecahan sel dilakukan dengan membagi suatu sel yang besar ke dalam

sel-sel yang berukuran lebih kecil. Sehingga sel-sel lebih kecil ini akan dilayani

oleh satu base sation. Teknik pemecahan sel ini dapat meningkatkan kapasitas

dari sistem seluler.

2.4.2 Pembagian Sektor (Sectoring)

Teknik sectoring merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi

interferensi ko-kanal. Teknik ini menggunakan antena directional untuk

mengontrol interferensi dan penggunaan ulang kanal frekuensi, sehingga

interferensi ko-kanal dapat diminimalkan dengan bergantung pada jumlah dari

pembagian sektor yang digunakan. Sebuah sel pada umumnya dibagi sel ke dalam

tiga sel sektor (1200) atau enam sel sektor (60

0).

2.4.3 Pendekatan Zona Cakupan (Coverage Zona Approaches)

Teknik ini digunakan untuk memperluas kapasitas dari sistem seluler dengan

memperluas zona cakupan yang dikenal dengan microcell zone. Teknik microcell

zone adalah konsep dengan membagi cakupan area dan mengandalkan pada

penempatan antena base station untuk memperbaiki kapasitas sehingga

interferensi ko-kanal dapat diminimalkan.

2.5 Long Term Evolution-Advanced ( LTE-Advanced)

The Third Generation Partnership Project (3GPP) yang merupakan kolaborasi

antara kelompok-kelompok asosiasi pengembang standar telekomunikasi

18

mengenalkan salah satu proyek yang telah dibuat yaitu LTE. Teknolog LTE ini

dikenal sebagai teknologi komunikasi seluler generasi ke-empat (4G) yang

bertujuan untuk memperbaiki teknologi komunikasi seluler generasi sebelumnya

yaitu Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) (3G) dan High Speed

Packet Access (HSPA) (3.5G). Berdasarkan teori, teknologi LTE menawarkan

kecepatan transfer data mencapai 50 Mbps untuk sisi uplink dan dapat mencapai

100 Mbps pada sisi downlink. Setelah LTE dirilis, 3GPP terus melakukan

pengembangan pada LTE ini sehingga 3GPP mengeluarkan release 10 yaitu LTE-

Advanced.

LTE-Advanced merupakan pengembangan lanjutan dari teknologi LTE yang

memungkinkan jaringan memiliki capaian coverage area yang lebih besar, lebih

stabil, lebih cepat dari sebelumnya.

3GPP TS 36.300 release 10 mengenalkan arsitektur dasar jaringan LTE-Advanced

seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.5 Arsitektur Dasar LTE-Advanced [14]

Gambar 2.5 menjelaskan arsitektur dasar dari LTE-Advanced yang terdiri dari dua

bagian, Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN) dan

Evolved Packet Core (EPC). E-UTRAN sebagai radio access network sedangkan

}EPC

19

EPC merupakan core network pada LTE yang akan melakukan komunikasi dan

konektivitas berbasis jaringan Internet Protocol (IP). Pada arsitektur LTE, eNB

akan terhubung dengan E-UTRAN NodeB (eNB) lainnya melalui interface X2.

eNB juga akan terhubung dengan EPC melalui interface S1. eNB akan terhubung

ke Mobility Management Entity/Serving Gateway (MME/S-GW) yang merupakan

core network. Interface S1 akan membentuk konektivitas antara MMES/S-GWs

dan eNBs. Berdasarkan Gambar 2.5 dapat dikatakan bahwa arsitektur LTE ini

lebih sederhana dibandingkan dengan arsitektur pada teknologi generasi

sebelumnya.

Teknologi LTE-Advanced berbasis pada packet switch, sehingga arsitektur

jaringan LTE dirancang dengan tujuan mendukung trafik packet switch dengan

mobilitas tinggi, Quality of Service (QOS), dan latency yang kecil.

2.5.1 Persyaratan Penyelenggara Jaringan LTE

Teknologi 4G memiliki standar-standar yang ditetapkan oleh 3GPP pada release

8. Standar tersebut adalah sebagai berikut [15]:

1. Laju data downlink bisa mencapai 100 Mbps saat pengguna bergerak dengan

cepat dan 1 Gbps saat bergerak pelan atau diam. Sementara itu untuk uplink

laju data dapat mencapai 50 Mbps,

2. Waktu tunda (delay) sistem berkurang hingga 10 ms,

3. Efisiensi spektrum meningkat dua hingga empat kali lipat dari teknologi 3,5

G HSPA Release-6,

4. Migrasi sistem yang hemat biaya dari HSPA Relese-6 ke LTE,

5. Meningkatkan layanan broadcast,

20

6. Menggunakan penyambungan packet switch sehingga memungkinkan sistem

untuk mengadopsi IP secara menyeluruh,

7. Bandwith yang fleksibel, mulai dari 1,4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, 15

MHz, hingga 20 MHz,

8. Bekerja di berbagai spektrum frekuensi baik berpasangan (paired) maupun

tidak berpasangan (unpaired),

9. Dapat bekerja sama (inter-working) dengan sistem 3GPP maupun sistem non-

3GPP yang sudah ada.

2.6 Teknologi pada LTE-Advanced

Pada jaringan LTE-Advanced teknik akses jamak atau teknik multiple acces yang

digunakan berbeda saat proses uplink dan downlik. Multiple access adalah teknik

yang memungkinkan suatu base station untuk dapat diakses oleh beberapa node

yang saling berjauhan, contohnya subscriber station, dengan tidak saling

mengganggu. Pada jaringan LTE, transmisi pada arah downlink menggunakan

teknik Orthogonal Frequency Division Multiple Acces (OFDMA), sedangkan

pada arah uplink menggunakan teknik Single Carrier Frequency Division

Multiple Access (SC-FDMA).

2.6.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Acces (OFDMA)

OFDMA adalah teknik multiple access yang berbasis pada skema transmisi

Orthogonal Frequency Division Multiple (OFDM) yang digunakan pada arah

downlink. OFDM merupakan teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah

frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). OFDMA pada LTE

digunakan ketika transmisi arah downlink, yaitu ketika komunikasi dari arah eNB

21

ke user. OFDMA memiliki nilai Peak to Average Power Ratio (PAPR) yang lebih

besar dibandingkan dengan SC-FDMA, disebabkan akan kebutuhan daya dan

berkaitan dengan jumlah subcarriers yang digunakan [15]. Alokasi subcarrier

pada OFDMA dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.6 Alokasi Subcarriers di OFDMA

Gambar 2.6 mengasumsikan alokasi subcarrier pada OFDMA dengan

menggunakan beberapa buah frekuensi yang berbeda saling tegak lurus

(orthogonal). Teknik OFDMA memungkinkan subcarrier menggunakan

frekuensi yang berbeda dan dalam waktu bersamaan seperti ketika saat downlink

di mana base station akan mentransmisikan data ke berbagai user. Base station

akan membutuhkan daya yang lebih besar saat transmisi pada arah downlink,

karena pada arah ini base station melakukan transmisi data ke berbagai user

dalam waktu yang bersamaan.

2.6.2 Single Carrier-Frequency Division Multiple Acces (SC-FDMA)

Pada LTE, teknik ini digunakan ketika transmisi pada arah uplink, yaitu ketika

transmisi dari arah user ke eNB. Teknik SC-FDMA memiliki prinsip dasar yang

sama dengan OFDMA dengan tetap mempertahankan orthogonalitas antar

User 1

User 2

User 3

User 4

Frequency

22

subcarrier. Pada SC-FDMA, transmisi single carrier berarti memodulasikan

informasi melalui satu carrier [16].

Jika pada OFDMA masing-masing user dibedakan berdasarkan frekuensi

subcarrier-nya, pada SC-FDMA tiap user dialokasikan pada subcarrier dengan

frekuensi yang sama. Teknologi SC-FDMA digunakan pada sisi uplink pada LTE

dikarenakan memiliki nilai Peak-to-Average Power Ratio (PAPR) yang lebih

rendah dibandingkan dengan OFDMA. Alokasi subcarriers pada SC-FDMA

dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.7 Alokasi Subcarriers di SC-FDMA

Gambar 2.7 mengasumsikan alokasi subcarrier pada SC-FDMA, di mana users

berbeda dapat melakukan akses dengan menggunakan frekuensi yang sama

namun dalam waktu yang berbeda. SC-FDMA memiliki durasi waktu yang lebih

singkat dengan lebar subcarrier yang lebih besar dibandingkan dengan OFDMA

sehingga apabila terkena noise maka variasi daya yang terjadi antara carrier-nya

tidak terlalu besar. Ketika transmisi uplink, user akan mentransmisikan data ke

base station dengan transmisi sinyal secara keseluruhan pada sinyal single

carrier.

Frequency

User 1

User 2

User 3

User 4

23

2.7 Femtocell

Femtocell access point merupakan access point jaringan seluler yang

menghubungkan perangkat mobile standar ke sebuah jaringan operator mobile

dengan menggunakan Digital Subscriber Line (DSL), koneksi kabel broadband,

fiber optic atau teknologi jaringan wireless [4]. Femtocell acces point juga dikenal

dengan Home Enhanced NodeB (HeNB) yang merupakan perkembangan dari

macro base sation (eNB) sebagai mini Base Transceiver Station (BTS),

menggunakan level daya yang rendah, cakupan area yang lebih kecil, sangat tepat

untuk meningkatkan coverage dan kapasitas jaringan khususnya di dalam ruangan

[5].

2.7.1 Arsitektur LTE-A dengan Femtocell

Salah satu solusi untuk meningkatkan kapasitas jaringan adalah dengan

memperkecil ukuran sel. Dengan melakukan penyebaran femtocell diharapkan

kualitas jaringan dari pengguna akan lebih baik khususnya pada indoor. Pada

jaringan LTE-Advanced, seluruh HeNB akan terhubung dengan gateway dan

terkoneksi pada EPC sebagai core network. Gambar berikut ini menjelaskan

mengenai arsitektur HeNB pada LTE-Advanced.

Gambar 2.8 Arsitektur HeNB pada LTE-Advanced [14]

24

LTE-Advanced mendukung penyebaran HeNB di dalam jaringan LTE-Advanced.

Gambar 2.8 menunjukkan arsitektur HeNB pada LTE-Advanced berdasarkan

3GPP TS 36.300 release 10. Pada gambar tersebut, eNB akan terhubung dengan

eNB lainnya. Begitu juga dengan HeNB akan terhubung dengan HeNB lainnya

melalui interface X2. HeNB akan terkoneksi ke core network (MME/S-GW)

melalui HeNB Gateway (HeNB GW) yang dibangun oleh interface S1. LTE-

Advanced dapat menyebarkan HeNB GW untuk memperbolehkan interface S1

antara HeNB dan core network. Interface S1 pada Gambar 2.8 menjelaskan

mengenai hubungan sebagai berikut:

1. Antara HeNB Gateway dan core network,

2. Antara HeNB dan HeNB gateway,

3. Antara HeNB dan core network,

4. Antara eNB dan core network.

Pada arsitektur di Gambar 2.8, dapat dilihat bahwa HeNB dapat terhubung

langsung ke core network tanpa melalui HeNB GW. Hal ini dimungkinkan terjadi

hanya jika HeNB mendukung fungsi Local IP Access (LIPA), penjelasan lebih

lengkap mengenai LIPA ini terdapat pada 3GPP TS 23.401 [17].

2.7.2 Kelebihan dan Kekurangan Femtocell

Berikut ini adalah kelebihan atau manfaat dari femtocell.

1. Mengkosumsi daya yang rendah,

2. Kualitas sinyal dan kapasitas jaringan yang meningkat dalam area

cakupan femtocell, proses instalasi yang tidak rumit,

3. Meningkatkan konektivitas, availabilitas, mobilitas, perfomansi layanan.

25

Di samping itu femtocell juga memiliki kekurangan atau kerugian yaitu:

1. Cakupan area dan pengguna yang dibatasi,

2. Pengguna yang tidak dapat mengakses dan berada di sekitar femtocell

akan menimbulkan interferensi karena bandwidth dan frekuensi yang

digunakan sama dengan macrocell.

2.8 Interferensi pada Femtocell

Penggunaan femtocell dipastikan akan menimbulkan permasalahan dalam hal

interferensi. Interferensi terjadi karena penggunaan kanal komunikasi secara

bersama antara user HeNB dan eNB pada waktu yang sama (atau sebaliknya).

Interferensi dapat terjadi pada arah uplink maupun downlink.

2.8.1 Co-Tier Interference

Interferensi pada tipe co-tier ini terjadi di antara elemen-elemen jaringan yang

memiliki tier atau tingkatan yang sama dalam suatu jaringan (network).

Interferensi ini dapat juga dikatakan sebagai sinyal yang tidak diinginkan dan

diterima pada sebuah femtocell yang dikirimkan dari femtocell lainnya. Hal ini

akan menyebabkan penurunan kualitas dari proses komunikasi yang berlangsung.

Interferensi Co-tier OFDMA [4] pada umumnya terjadi di antara femtocell yang

bersebelahan misalnya di antara rumah dan apartement ataupun berada dalam satu

gedung yang sama. Tipe interferensi ini dapat terjadi saat proses komunikasi

uplink maupun downlink. Pada kasus uplink, HeNB dan eNB adalah sebagai

victim (terinterferensi) yang disebabkan oleh user yang berada pada sel tetangga.

Pada kasus komunikasi downlink, HeNB dan eNB adalah aggressor

26

(penginterferensi) atau sumber dari interferensi dan users (femto user dan macro

user) sebagai korban yang terinterferensi. Ilustrasi interferensi co-tier dapat dilihat

pada Gambar 2.9 berikut ini.

Gambar 2.9 Interferensi Co-Tier Saat Transmisi Uplink

Gambar 2.9 menunjukkan skenario simulasi multicell untuk interferensi co-tier

yang terjadi saat semua user transmisi arah uplink. Femto User Equipment (FUE1)

melakukan transmisi ke HeNB1 dan Macro User Equipment (MUE1) melakukan

transmisi ke eNB1. Pada waktu yang bersamaan FUE2, FUE3, MUE2 dan MUE3,

melakukan transmisi uplink ke HeNB2, HeNB3, eNB2, dan eNB3. Sehingga

HeNB1 akan menerima sinyal intereferensi secara co-tier dari FUE2 dan FUE3,

sedangkan eNB1 akan mengalami interferensi co-tier dari MUE2 dan MUE3.

2.8.2 Cross-Tier Interference

Interferensi pada tipe cross-tier ini terjadi di antara elemen-elemen jaringan yang

memiliki tier atau tingkatan yang berbeda dalam suatu jaringan (network),

contohnya interferensi antara femtocell dan macrocell. Interferensi cross tier dapat

27

terjadi jika aggressor (penginterferensi) dan victim (terinterferensi) berada pada

tier yang berbeda dalam suatu jaringan. Walaupun pada tier yang berbeda,

interferensi dapat terjadi dikarenakan kedua femtocell dan macrocell

menggunakan bandwidth dan frekuensi yang sama.

Ketika HeNB terletak jauh dari MUE, maka interferensi yang disebabkan oleh

MUE ke HeNB akan berkurang. Sedangkan apabila HeNB terlalu dekat dengan

MUE, maka daya interferensi dari MUE ke HeNB akan meningkat. Pada situasi

ini kualitas dari sinyal HeNB akan kuat hanya ketika femtocell user sangat dekat

dengan cakupan HeNB [4].

Gambar 2.10 Interferensi Cross-Tier Saat Transmisi Uplink

Gambar 2.10 menunjukkan skenario simulasi multicell untuk interferensi cross-

tier yang terjadi saat semua user transmisi arah uplink. FUE1 melakukan transmisi

ke HeNB1 dan MUE1 melakukan transmisi ke eNB1. Pada waktu yang bersamaan

FUE2, FUE3, MUE2 dan MUE3, melakukan transmisi uplink ke HeNB2, HeNB3,

eNB2, dan eNB3. Sehingga HeNB1 akan mendapatkan intereferensi cross-tier dari

MUE1, MUE2 dan MUE3, sedangkan eNB1 akan mendapatkan interferensi cross-

tier dari FUE1, FUE2 dan FUE3.

28

2.9 Model Propagasi Path Loss

Sinyal yang dikirim dari transmitter akan sampai di receiver karena adanya proses

propagasi atau perambatan pada media transmisi. Propagasi pada sistem seluler

lebih kompleks daripada propagasi pada ruang hampa (free space). Hal ini

dikarenakan sistem seluler umumnya beroperasi pada area yang banyak penduduk

dan gedung bertingkat. Sinyal yang ditransmisikan dari receiver ke transmitter

akan mengalami beberapa fenomena seperti pemantulan (reflection), difraksi

(diffraction) atau penghamburan (scattering). Kuat sinyal yang diterima pada

receiver dapat dihitung dengan memperhatikan model propagasi yang digunakan.

Besarnya daya terima pada antena receiver akan berbeda dengan besarnya daya

terima yang ditransmisikan oleh transmitter. Hal ini bisa diakibatkan oleh

penguatan (gain) ataupun rugi-rugi (losses). Perbedaan antara daya yang diterima

dengan daya yang ditransmikan disebut dengan loss atau path loss.

Ilustrasi mengenai path loss dapat dijelaskan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.11 Ilustrasi Path Loss Ketika Proses Transmisi

Gambar 2.11 menjelaskan mengenai path loss yang terjadi saat proses pengiriman

daya dari transmitter ke receiver yang terpisah oleh jarak d.

29

2.9.1 Model Propagasi untuk Macrocell–Daerah Urban

Model path loss untuk macrocell di daerah urban dapat dituliskan dalam

persamaan berikut ini [18]:

PLUE-eNB (dB) = 15,3+37,6 log10(d) (2.6)

PLUE-eNB (dB) = 15,3+37,6 log10(d)+ Low (2.7)

di mana:

PLUE-eNB = Path Loss dari UE ke eNB (dalam satuan desibel),

Low = penetrasi loss yang besarnya 10 dB,

d = jarak antara antena pengirim dan penerima (meter).

Persamaan 2.6 digunakan untuk kasus user berada di outdoor (luar ruangan).

Sedangkan persamaan 2.7 digunakan untuk kasus user berada di indoor (dalam

ruangan). Simulasi pada skripsi ini diasumsikan semua user baik macrouser dan

femtouser berada di indoor.

2.9.2 Model Propagasi untuk Femtocell–Daerah Urban

Model path loss pada sel yang berukuran kecil seperti femtocell untuk area urban

dituliskan dalam persamaan berikut ini [19]:

PL (dB) = 127+30 log10 (d/1000), (2.8)

di mana d adalah jarak antara user dan HeNB dalam meter.

Persamaan 2.8 digunakan untuk menghitung nilai path loss di femtocell antara

user ke HeNB pada skenario simulasi.

30

2.10 Metode Power Control

Penggunaan HeNB dapat meningkatkan kualitas sinyal femto user di indoor.

Namun tidak dapat dihindari akan terjadinya interferensi baik itu co-tier dan

cross-tier. Interferensi yang terjadi pada femtocell tidak bisa dihilangkan namun

bisa dikurangi atau diminimalisir. Terdapat beberapa metode yang dapat

digunakan untuk mengurangi interferensi seperti yang sudah dijelaskan pada

kajian pustaka. Skripsi ini akan menggunakan metode manajemen interferensi

dengan metode power control. Power control pada sisi uplink merupakan metode

yang digunakan untuk mengatur daya pancar user transmisi sehingga efek

interferensi pada sisi HeNB dan eNB berkurang dan nilai SINR akan memenuhi

nilai tertentu sesuai dengan kebutuhan Quality of Service (QoS). SINR pada

transmisi uplink merupakan rasio perbandingan antara sinyal yang diterima oleh

base station (HeNB dan eNB) terhadap jumlah interferensi dan noise yang terjadi.

Nilai SINR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut [20]:

SINRtotal =𝑃𝑟𝑥 ,𝑦

𝐼𝑖+𝑚𝑖=1 𝐼𝑗+ 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒𝑛

𝑗=1

(2.9)

SINRtotal = 𝑃𝑟𝑥 ,𝑦

𝐼𝑐𝑜 _𝑡𝑖𝑒𝑟 _𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 +𝐼𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠 _𝑡𝑖𝑒𝑟 _𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 + 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒 (2.10)

di mana:

SINRtotal : Signal to Interferences and Noise Ratio total,

Prx,y : Daya yang diterima oleh base station y dari User Equipment

(UE) x (satuan daya),

Ico-tier_total : Interferensi co-tier total yang terjadi (satuan daya),

Icross tier_total : Interferensi cross tier total yang terjadi (satuan daya).

Total interferensi co-tier dan cross tier dihitung melalui persamaan:

31

Ico-tier = .𝑚𝑖=1 Ii (2.11)

Icross-tier = .𝑛𝑗=1 Ij . (2.12)

di mana:

Ii = Interferensi co-tier ke-i,

Ij = Interferensi cross-tier ke-j,

m = jumlah interferensi co-tier yang terjadi (i=1,2,3......m),

n = jumlah interferensi cross-tier yang terjadi (j=1,2,3.....n),

Daya yang diterima (Pr) pada base station dari UE dapat dihitung melalui

persamaan:

Prx,y = Ptx,y Krx,y-α

x,y Sdx,y Fdx,y (2.13)

di mana:

Prx,y = daya yang diterima oleh base station y dari user x (satuan daya),

Ptx,y = daya yang di transmisikan oleh user x ke base station y (satuan daya),

K = konstanta untuk parameter karakteristik path loss,

rx,y = jarak user x ke base station y (dalam satuan jarak),

Sdx,y = shadowing, yaitu redaman yang disebabkan karena adanya penghalang

pada lintasan propagasi dari user x ke base station y, misalnya seperti

dinding,

Fdx,y = Fading, yaitu redaman lintasan antara user x dan base station y yang

disebabkan oleh lintasan jamak dengan perbedaan fasa.

Nilai K pada persamaan 2.13 merupakan nilai konstanta pada path loss dan nilai

α >2 (untuk daerah padat penduduk umumnya α bernilai 3 atau 4) [13] dengan r

adalah jarak antara UE ke eNB atau HeNB.

32

Untuk tipe trafik tertentu, SINR harus memenuhi target agar QoS dapat terpenuhi.

Tabel di bawah ini memberikan nilai SINR untuk beberapa tipe trafik.

Tabel 2.2 Nilai SINR Berdasarkan Beberapa Tipe Trafik Berbeda

No. Service Class SINR (dB)

1 Voice over Internet Protocol (VoIP) 0

2 Audio 0

3 Video 24

4 Hyper Text Transfer (HTTP) 1

5 File Transfer Protocol (FTP) 11

Tabel 2.2 [21] menunjukkan nilai SINR yang harus dipenuhi untuk masing-

masing tipe trafik berbeda agar QoS dapat terpenuhi. Nilai SINR tersebut

mengasumsikan penggunaan teknik modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK),

Quadrature Phase Shift Keying (QPSK), 16-Quadrature Amplitude Modulation

(16-QAM), dan 64-Quadrature Amplitude Modulation (64-QAM). Berdasarkan

Tabel 2.2, QoS pada VoIP dan audio akan terjamin apabila nilai SINR adalah 0

dB, sedangkan untuk trafik HTTP nilai SINR yang harus dipenuhi sebesar 1 dB.

Pada tipe trafik video dan FTP nilai SINR yang harus dipenuhi sebesar 24 dB dan

11 dB. Perbedaan teknik modulasi yang digunakan menyebabkan nilai SINR yang

harus dipenuhi pada masing-masing tipe trafik akan berbeda.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian skripsi ini dilaksanakan pada:

Waktu : April 2016–Desember 2016

Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik

Elektro Universitas Lampung

3.2 Alat dan Bahan

Adapun peralatan dan bahan-bahan yang digunakan pada penelitian skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Satu buah personal computer,

2. Sistem Operasi Windows,

3. Software MATLAB.

3.3 Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan dari pengerjaan skripsi, metode penelitian yang digunakan

adalah pemodelan dan simulasi. Pada penyelesaiannya, ada beberapa tahapan

kerja yang dilakukan yaitu:

34

3.3.1 Studi Literatur

Dalam studi literatur dilakukan pencarian informasi baik dari buku, jurnal, sumber

dari Internet maupun penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya

yang berkaitan dengan penelitian ini, di antaranya adalah:

a. Konsep seluler,

b. LTE-Advanced,

c. OFDMA dan SC-FDMA,

d. Interferensi pada femtocell,

e. Metode-metode manajemen interferensi,

f. Metode power control,

g. Model propagasi path loss,

h. Perhitungan nilai interferensi, SINR, throughput dan Bit Error Rate (BER).

3.3.2 Pemodelan Sistem

Setelah mengkaji studi literatur, maka tahap penelitian berikutnya adalah

membuat pemodelan sistem jaringan seluler LTE-Advanced. Sistem yang akan

dimodelkan berupa skenario simulasi multicell dengan adanya femtocell. Skripsi

ini bertujuan untuk meminimalkan efek interferensi yang terjadi ketika user pada

femtocell melakukan transmisi arah uplink. Pemodelan sistem terdiri dari tiga sel

heksagonal dengan masing-masing satu eNB dan di tiap sel heksagonal akan

disebar HeNB secara acak. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemodelan

sistem ini dijelaskan sebagai berikut.

35

3.3.2.1 Pemodelan Cell Layout

Pemodelan cell layout menggunakan tiga sel heksagonal yang saling bersebelahan

dengan radius (jari-jari) sel sejauh 500 meter. Setiap sel heksagonal terdapat satu

eNB yang diletakkan di tengah-tengah, jadi pada cell-layout ini terdapat tiga base

station yang diletakkan sesuai dengan posisinya. Pemodelan cell layout dapat

dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1 Cell Layout pada Skenario Simulasi

Bentuk sel yang umum digunakan untuk pemodelan sistem seluler adalah sel

heksagonal, namun bentuk sel yang ideal digunakan adalah sel lingkaran. Sel

lingkaran dibangun melalui fungsi getCircle yang telah dibuat di MATLAB.

3.3.2.2 Penentuan Lokasi Base Station

Posisi base station (eNB) yang berada di titik tengah sel heksagonal akan

ditentukan pada program melalui titik koordinat x dan koordinat y berdasarkan

36

cell layout. Gambar 3.2 berikut ini akan menjelaskan mengenai penentuan lokasi

base station:

= eNB

Gambar 3.2 Penentuan Lokasi eNB

Posisi eNB1, eNB2 dan eNB3 di MATLAB dapat dibangun dengan menghitung

titik koordinat x dan y melalui perhitungan.

Titik koordinat x dan y untuk eNB1 dapat dihitung melalui persamaan berikut:

enb_x1 =X1

enb_y1 =Y1

Titik koordinat x dan y untuk eNB2 dapat dihitung melalui persamaan berikut:

enb_x2 =X2

enb_y2 =Y2

Titik koordinat x dan y untuk eNB3 dapat dihitung melalui persamaan berikut:

enb_x3 =X3

enb_y3 =Y3

37

di mana:

R = jari-jari macrocell,

X1 = koordinat x di eNB1 yang nilainya 0,

Y1 = koordinat y di eNB1 yang nilainya 0,

X2 = koordinat x di eNB2 yang nilainya R+(R/2) = 750,

Y2 = koordinat y di eNB2 yang nilainya ( 3/2)R = 433,012,

X3= koordinat x di Enb3 yang nilainya R+(R/2) = 750,

Y3 = koordinat y di eNB3 yang nilainya (− 3/2)R = -433,012.

3.3.2.3 Distribusi User dan Penentuan Lokasi HeNB

Posisi user dan HeNB akan dibangkitkan secara acak pada cell layout dengan

menggunakan fungsi randi di MATLAB. Fungsi randi sendiri akan

membangkitkan nilai integer pseudorandom yang terdistribusi secara seragam

(uniform).

Gambar 3.3 Model Distribusi User

38

Gambar 3.3 menunjukkan bahwa koordinat x dan koordinat y perlu diketahui

untuk proses pembangkitan user ataupun HeNB. Koordinat x dan koordinat y

akan diperoleh melalui fungsi randi (integer acak secara uniform) di

MATLAB. Berbeda dengan penentuan lokasi eNB pada langkah sebelumnya,

pada penentuan posisi user dan HeNB ini dilakukan secara acak sehingga jarak

akan berubah-ubah setiap pengulangan simulasi (looping) berikutnya.

Adapun persamaan matematis yang digunakan pada program MATLAB yaitu:

r= randi([0 R],1,1)

t= randi([0 sudut],1,1)

X= r.*cos((t).*pi/180)+Xk

Y= r.*sin((t).*pi/180)+Yk

Program tersebut menjelaskan bahwa titik koordinat r dibangkitkan secara acak

berupa nilai integer yang bernilai 0 sampai R, di mana R adalah jari-jari

macrocell. Nilai sudut t dibangkitkan secara acak berupa nilai integer antara 00

sampai nilai parameter sudut, di mana nilai sudut di-set bernilai 3600. Titik

koordinat X dari user dihitung dari hasil perkalian antara r dengan kosinus sudut

t ditambah dengan titik koordinat Xk, di mana Xk adalah titik koordinat eNB yang

melayani user tersebut di sumbu x. Titik koordinat Y dari user dihitung dari hasil

perkalian antara r dengan sinus sudut t ditambah dengan titik koordinat Yk, di

mana Yk adalah titik koordinat eNB yang melayani user tersebut di sumbu y.

Sehingga akan diperoleh koordinat user berada pada titik koordinat X dan

koordinat Y yang tidak keluar dari cakupan sel. Posisi user pada sel (eNB atau

HeNB) akan dibangkitkan dengan fungsi plot berdasarkan jumlah user yang

39

telah ditetapkan pada parameter simulasi. Hasil dari distribusi user pada

macrocell dan femtocell ditunjukkan pada gambar berikut ini.

: Femtocell di sel 1 : Femtocell di sel 2 : MUE1

: Femtocell di sel 3 : MUE2 : MUE3

Gambar 3.4 Distribusi User dan Femtocell

3.3.3 Simulasi Sistem

Sistem yang telah dimodelkan akan disimulasikan untuk mendapatkan hasil data

yang diinginkan. Langkah awal untuk melakukan simulasi adalah dengan

membuat model skenario simulasi. Model skenario simulasi yang akan dibuat

menggunakan parameter simulasi dan model propagasi yang akan dijelaskan

berikut ini.

3.3.3.1 Paramater Simulasi

Adapun parameter yang digunakan pada simulasi tanpa dan dengan power control

ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut ini.

40

Tabel 3.1 Parameter Simulasi

No. Parameter simulasi pada macrocell

dan femtocell

Nilai

1 Jumlah macrocell dan eNB 3 buah

2 Jumlah femtocell pada setiap macrocell 10 buah

3 Jumlah user pada setiap macrocell 30 user

4 Bandwidth 20 MHz

5 Jumlah user pada setiap femtocell [4] 4 user

6 Jari-jari macrocell [19] 500 meter

7 Jari-jari femtocell [4] 10 meter

8 Daya pancar maksimun HeNB [19] 20 dBm

9 Daya pancar maksimum eNB [22] 46 dBm

10 Daya pancar maksimum User Equipment (UE) [22] 23 dBm

11 Daya pancar minimum User Equipment (UE) [22] -40 dBm

12 Rugi-rugi penetrasi area indoor [18] 10 dB

13 White Noise Power Density [22] -174 dBm/Hz

3.3.3.2 Model Propagasi

Model propagasi yang digunakan pada skenario simulasi ini menggunakan

Persamaan 3.1 untuk model path loss pada kasus UE ke eNB, sedangkan untuk

model path loss pada kasus UE ke HeNB menggunakan Persamaan 3.2. Model

path loss yang digunakan sebagai parameter simulasi dituliskan dalam persamaan

berikut.

PLUE-eNB (dB) = 15.3+37.6log10 (d)+Low (3.1)

PLUE-HeNB (dB) = 127+30log10(d/1000) (3.2)

di mana:

PLUE-eNB = Path Loss dari UE ke eNB (dalam satuan desibel),

PLUE-HeNB = Path Loss dari UE ke HeNB (dalam satuan desibel),

d = jarak antara UE ke eNB atau HeNB (dalam satuan meter),

Low = penetrasi loss yang besarnya 10 dB.

41

Perhitungan untuk mendapatkan nilai jarak (R) dihitung dengan persamaan

berikut:

Jarak (meter) = (𝐵𝑆𝑥 − 𝑢𝑠𝑒𝑟𝑥)2 + (𝐵𝑆𝑦 − 𝑢𝑠𝑒𝑟𝑦)2 (3.3)

Di mana BSx dan BSy adalah titik koordinat x dan y dari base station (eNB atau

HeNB) yang akan dihitung jaraknya, dan userx dan usery adalah titik koordinat x

dan y dari user (MUE atau FUE).

Setelah diperoleh jarak (R) dari tiap user ke base station dan nilai path loss (PL),

maka tahap selanjutnya adalah perhitungan daya terima (Pr). Pada skenario

simulasi yang dibuat, users (macro user dan femto user) yang diamati sedang

melakukan transmisi uplink ke base station, sehingga daya terima yang akan

dihitung berada pada posisi eNB dan HeNB.

Perhitungan daya terima (Pr) dapat dihitung melalui persamaan:

Pr (dB)= Ptue (dB) – PL (dB) (3.4)

Nilai daya transmit atau daya pancar maksimum dari user (Ptue) pada jaringan 4G

LTE-Advanced adalah 23 dBm sedangkan untuk daya pancar minimum yaitu -40

dBm. Nilai tersebut digunakan sebagai asumsi parameter simulasi.

3.3.3.3 Pembangkitan Noise

Pada sistem komunikasi seluler, setiap proses pentransmisian data dari transmitter

akan terdapat noise yang mengikuti data tersebut hingga sampai di receiver. Data

yang dikirimkan tersebut berupa sinyal yang ditransmisikan melalui kanal

nirkabel melewati udara melalui gelombang elektromagenetik. Setiap sinyal yang

ditransmisikan melalui kanal maka akan ditambahkan dengan noise. Noise yang

42

dihasilkan saat simulasi dapat bernilai acak (random) ataupun bernilai tetap

(deterministic). Nilai noise yang digunakan pada simulasi ini diasumsikan bernilai

tetap dengan melakukan perhitungan thermal noise di receiver.

Persamaan umum untuk menghitung thermal noise (N) dituliskan pada persamaan

berikut ini [11]:

N = kTB (3.5)

di mana:

k = konstanta Boltzman (1.38x10-23

W/Kelvin-Hz),

T = suhu (dalam satuan Kelvin),

B = bandwidth (Hz).

Kerapatan spectral noise (N0), merupakan rasio atau perbandingan antara thermal

noise (N) dan bandwidth (B), yang dituliskan pada persamaan berikut:

N0 = N/B = kT (3.6)

Sehingga dengan mempertimbangkan nilai kerapatan spectral noise (N0), maka

thermal noise (N) dapat dihitung melalui persamaan berikut:

N= BN0 (3.7)

Nilai N0 diasumsikan bernilai tetap yaitu -174 dBm/Hz. Nilai tersebut merupakan

parameter untuk white noise power density. Noise ini bernilai sama untuk seluruh

frekuensi dalam spektralnya sebagai cahaya putih, hal inilah yang menyebabkan

noise ini disebut dengan white noise. White noise memiliki kerapatan daya yang

nilainya konstan [23].

43

3.3.3.4 Perhitungan Kinerja Sistem

Parameter kinerja sistem yang dihitung selain nilai SINR adalah nilai throughput

dan Bit Error Rate (BER). SINR menyatakan rasio (perbandingan) antara sinyal

yang diterima oleh base station (HeNB dan eNB) terhadap jumlah interferensi dan

noise yang terjadi saat transmisi uplink. SINR dapat dihitung melalui persamaan

2.9 yang sebelumnya sudah dijelaskan pada subbab 2.10. Throughput dan BER

dapat dihitung berdasarkan hasil dari nilai SINR.

Nilai throughput dihitung menggunakan perhitungan kapasitas Shannon yang

dituliskan dalam persamaan berikut [24]:

C = B log2 (1+SINR) (3.8)

di mana:

C = Throughput (bps),

B = Bandwidth (MHz).

BER sering dinyatakan sebagai fungsi dari normalisasi rasio energi sinyal per bit

(Eb) terhadap noise power density (N0) yang sering dilambangkan dengan Eb/N0.

Nilai BER akan bergantung pada tipe modulasi yang digunakan. Tipe modulasi

yang digunakan di skenario simulasi pada skripsi ini diasumsikan adalah tipe

modulasi 16-QAM. Persamaan berikut ini digunakan untuk menghitung nilai

Eb/N0 dan BER [24].

Eb/N0 = SINR – 10 log10 (log2(M)) (3.9)

BER = 4( 𝑀−1)

𝑀𝑙𝑜𝑔2(𝑀) 𝑄

3 𝐸𝑏

𝑁𝑜 𝑙𝑜𝑔2(𝑀)

(𝑀−1) (3.10)

44

BER = 3

4𝑄

4 𝐸𝑏

𝑁𝑜

5 (3.11)

di mana:

Eb/N0 = perbandingan antara energi per bit (𝐸𝑏) terhadap noise (𝑁0) (dB)

SINR = perbandingan antara sinyal yang diterima oleh base station (HeNB dan

eNB) terhadap jumlah interferensi ditambah dengan noise (dB)

M = Jumlah array pada tipe modulasi 16-QAM yaitu 16,

BER = Bit Error Rate yaitu fungsi dari rasio energi sinyal per bit (Eb) terhadap

noise (N0),

Q = Q function (fungsi Q).

Q function dari suatu variabel yang terdistribusi normal dapat dituliskan sebagai

berikut:

Q(x) = 1

2𝜋 𝑒𝑥𝑝(−𝑡2/2)∞

𝑥𝑑𝑡 (3.12)

3.3.4 Metode Power Control

Manajemen interferensi yang digunakan adalah dengan metode power control.

Metode ini akan diterapkan pada users yang diamati, sehingga besar kecilnya

daya pancar dapat diatur penggunaannya. Sistem yang dimodelkan ini akan

menerapkan metode power control ketika nilai SINR yang diperoleh belum

mencapai atau melebihi target yang telah ditentukan. Diasumsikan sistem

melakukan feedback saat proses looping pada simulasi. Ketika nilai SINR belum

mencapai target pada waktu simulasi pertama (t1), maka akan terjalin feedback

pada sisi eNB. Pada waktu simulasi berikutnya (t2-tn) sistem akan menerapkan

metode power control.

45

Apabila nilai SINR yang didapat lebih kecil dari yang dibutuhkan (SINR<target),

maka daya pancar (𝑃𝑡𝑈𝐸 ,𝐵𝑆𝑘) akan dinaikkan.

𝑆𝐼𝑁𝑅𝑈𝐸𝑘𝑈𝐿 =

↑ 𝑃𝑡𝑈𝐸 𝑘𝐵𝑆

𝑃𝐿𝑈𝐸 𝑘𝐵𝑆

𝐼𝑖+𝑚𝑖=1 𝐼𝑗+ 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒𝑛

𝑗=1

(3.13)

Apabila nilai SINR yang didapat lebih besar dari yang dibutuhkan (SINR>target),

maka daya pancar (𝑃𝑡𝑈𝐸 ,𝐵𝑆𝑘) akan diturunkan.

𝑆𝐼𝑁𝑅𝑈𝐸𝑘𝑈𝐿 =

↓ 𝑃𝑡𝑈𝐸 𝑘𝐵𝑆

𝑃𝐿𝑈𝐸 𝑘𝐵𝑆

𝐼𝑖+𝑚𝑖=1 𝐼𝑗+ 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒𝑛

𝑗=1

(3.14)

di mana:

𝑆𝐼𝑁𝑅𝐵𝑆𝑘𝑈𝐿 = SINR saat transmisi uplink dari UEk ke Base Station (BS),

𝑃𝑡𝑈𝐸𝑘𝐵𝑆 = Daya pancar dari UEk ke BS (satuan daya),

𝑃𝐿𝑈𝐸𝑘𝐵𝑆 = Path loss dari UEk ke BS (satuan daya),

.𝑚𝑖=1 Ii = Ico-tier, interferensi co-tier yang terjadi (satuan daya),

.𝑛𝑗=1 Ij = Icross-tier, interferensi cross-tier yang terjadi (satuan daya),

Noise = Noise yang terjadi (satuan daya).

Sistem akan mengatur apakah harus menaikkan daya pancar user atau

menurunkan daya dengan memperhatikan besarnya batasan daya pancar

maksimum dan batasan daya pancar minimum. Penerapan metode power control

ini diharapkan dapat mengurangi interferensi sehingga nilai SINR mencapai

target. SINR target pada simulasi ini ditentukan sebesar 0 dB yang bersesuaian

dengan kebutuhan nilai SINR untuk trafik VoIP dan audio. Metode power control

yang digunakan pada simulasi ini terdiri dari dua cara yaitu:

46

3.3.4.1 Metode Power Control 1

Metode ini akan melakukan penguatan daya (PC) sebesar satu dB atau 100.1

kali

pada daya pancar user (PtUE.BS) apabila nilai SINR belum mencapai SINR target.

Apabila nilai SINR sudah memenuhi SINR target maka daya pancar user akan

dilemahkan satu dB. Secara matematis metode power control 1 dapat dituliskan

melalui persamaan berikut:

Apabila nilai SINR kurang dari SINR target (SINR(n) < SINRtarget), maka:

PtUE.BS(n+1) = PtUE.BS(n) + PC (3.15)

Apabila nilai SINR lebih dari SINR target (SINR(n) > SINRtarget), maka:

PtUE.BS(n+1) = PtUE.BS(n) – PC (3.16)

di mana:

n =waktu sesaat pada simulasi,

SINR(n) = Nilai SINR yang diperoleh pada waktu sesaat di simulasi ke-n,

SINRtarget =Nilai SINR target yaitu 0 dB,

PtUE.BS(n+1) =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat di simulasi ke-(n+1),

PtUE.BS(n) =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat di simulasi ke-n,

PC =Penguatan daya (1 dB).

3.3.4.2 Metode Power Control 2

Daya pancar user (PtUE.BS) akan diatur menggunakan metode power control 2 agar

memenuhi SINR target tertentu. Secara matematis metode power control 2 dapat

dituliskan melalui persamaan berikut:

Apabila nilai SINR kurang dari SINR target (SINR(n) <SINRtarget), maka:

PtUE.BS(n+1) = PtUE.BS(n) + (SINRtarget - SINR(n)) (3.17)

47

Apabila nilai SINR lebih dari SINR target (SINR(n) < SINRtarget), maka:

PtUE.BS(n+1) = PtUE.BS(n) - (SINR(n) – SINRtarget) (3.18)

di mana:

n =waktu sesaat pada simulasi,

SINR(n) =Nilai SINR yang diperoleh pada waktu sesaat pada simulasi ke-n,

SINRtarget =Nilai SINR target yaitu 0 dB,

PtUE.BS(n+1) =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat pada simulasi ke-(n+1),

PtUE.BS(n) =Daya pancar UE ke BS pada waktu sesaat pada simulasi ke-n.

3.3.5 Pemodelan Skenario Simulasi

Pada model skenario simulasi, diasumsikan bahwa bandwidth yang digunakan

pada macrocell dan femtocell adalah sama (Co-channel reuse). Diasumsikan juga

semua jaringan macrocell dan femtocell memiliki frekuensi reuse=1, yang artinya

sel-sel yang berdampingan bekerja di frekuensi yang sama sehingga

mengakibatkan timbulnya interferensi. Apabila diasumsikan terdapat tiga buah

macrocell dengan satu femtocell masing-masing di dalamnya, maka kasus yang

terjadi dengan kondisi yang disebutkan di atas ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut

ini.

Tabel 3.2 Kasus yang Terjadi pada Pemodelan 3 Macrocell dengan 1 Femtocell

Tiap-tiapnya

No. Macrocell Femtocell

1 2 3 1 2 3

1 Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink

2 Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink

3 Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink Uplink

4 Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink Downlink

5 Uplink Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink

6 Uplink Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink

48

Tabel 3.2 Kasus yang Terjadi pada Pemodelan 3 Macrocell dengan 1 Femtocell

Tiap-tiapnya (lanjutan)

No. Macrocell Femtocell

1 2 3 1 2 3

7 Uplink Uplink Downlink Uplink Downlink Uplink

8 Uplink Uplink Downlink Uplink Downlink Downlink

9 Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink

10 Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink

11 Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink Uplink

12 Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink Downlink

13 Uplink Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink

14 Uplink Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink

15 Uplink Downlink Downlink Uplink Downlink Uplink

16 Uplink Downlink Downlink Uplink Downlink Downlink

17 Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink Uplink

18 Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink Downlink

19 Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink Uplink

20 Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink Downlink

21 Downlink Uplink Downlink Uplink Uplink Uplink

22 Downlink Uplink Downlink Uplink Uplink Downlink

23 Downlink Uplink Downlink Uplink Downlink Uplink

24 Downlink Uplink Downlink Uplink Downlink Downlink

25 Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink Uplink

26 Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink Downlink

27 Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink Uplink

28 Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink Downlink

29 Downlink Downlink Downlink Uplink Uplink Uplink

30 Downlink Downlink Downlink Uplink Uplink Downlink

31 Downlink Downlink Downlink Uplink Downlink Uplink

32 Downlink Downlink Downlink Uplink Downlink Downlink

Diperoleh 32 kasus yang mungkin terjadi jika menggunakan tiga macrocell yang

masing-masing di dalamnya terdapat satu femtocell, di mana pada tiap sel hanya

terdapat satu user. Berikut ini adalah penjelasan salah satu kasus dari 32 kasus

yang terdapat pada Tabel 3.3, yaitu ketika semua user di macrocell dan femtocell

uplink. Contoh kasus yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 3.5 berikut ini.

49

Gambar 3.5 Skenario Simulasi Ketika Semua User Transmisi Uplink

Gambar 3.5 merupakan salah contoh skenario simulasi dari Tabel 3.2, di mana

user yang diamati yaitu FUE1 dan MUE1 yang sedang melakukan transmisi uplink

ke HeNB1 dan eNB1. Pada waktu yang bersamaan users yang berada di sel

tetangga juga melakukan transmisi uplink ke base station masing-masing. Pada

kasus ini diasumsikan semua sel menggunakan bandwidth (co-channel reuse) dan

frekuensi kerja yang sama (reuse=1). Pada kondisi tersebut, maka HeNB1 dan

eNB1 statusnya adalah sebagai korban yang terinterferensi, sedangkan FUE2,

FUE3, MUE2, dan MUE3 adalah sebagai penginterferensi. Interferensi yang

diamati adalah interferensi co-tier dan interferensi cross-tier. Parameter kinerja

yang diamati berdasarkan kondisi pada Gambar 3.5 adalah nilai SINR yang

dihitung pada HeNB1 dan eNB1.

Interferensi total co-tier dan cross-tier yang diterima oleh HeNB1 yaitu:

IHeNB1_co_tier = I1 + I2 (3.19)

50

IHeNB1_cross_tier = I5+I6 + I7 (3.20)

Interferensi total co-tier dan cross-tier yang diterima oleh eNB1 yaitu:

IeNB1_co_tier = I3 + I4 (3.21)

IeNB1_cross_tier = I8+I9 + I10 (3.22)

Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab 2.10, nilai SINR total dapat dihitung

melalui persamaan 3.23 berikut:

SINRtotal = 𝑃𝑅𝑋 _𝐵𝑆

𝐼𝑐𝑜−𝑡𝑖𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 +𝐼𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠 −𝑡𝑖𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 + 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒 (3.23)

Sehingga nilai SINR total pada HeNB1 dan eNB1 dapat dihitung melalui

persamaan berikut:

𝑆𝐼𝑁𝑅𝐻𝑒𝑁𝐵1=

𝑃𝑟𝐻𝑒𝑁𝐵 1

𝐼𝐻𝑒𝑁𝐵 1_𝑐𝑜 _𝑡𝑖𝑒𝑟 .+𝐼𝐻𝑒𝑁𝐵 1_𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠 _𝑡𝑖𝑒𝑟 .+ 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒 (3.24)

𝑆𝐼𝑁𝑅𝑒𝑁𝐵1 =

𝑃𝑟𝑒𝑁𝐵 1

𝐼𝑒𝑁𝐵 1_𝑐𝑜 _𝑡𝑖𝑒𝑟 .+𝐼𝑒𝑁𝐵 1_𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠 _𝑡𝑖𝑒𝑟 .+ 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒 (3.25)

Nilai Noise dihitung berdasarkan persamaan 3.7 yaitu N= BN0.

Hasil perhitungan SINR yang didapat dari simulasi akan direpresentasikan dalam

bentuk grafik Cummulative Distribution Function (CDF) yang menggambarkan

perfomansi nilai SINR tanpa dan dengan metode power control. Persamaan CDF

dari SINR secara matematis dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut:

FSINR (x) = P (SINR ≤ x) (3.26)

di mana:

FSINR (x) = CDF dari nilai SINR sama dengan x,

x = parameter nilai x pada nilai tertentu,

51

P(SINR≤ x) = Probabilitas nilai SINR kurang dari atau sama dengan x.

Jumlah skenario simulasi yang dipertimbangkan pada simulasi adalah tiga buah

skenario simulasi. Setiap skenario simulasi akan mengamati FUE1 yang

melakukan transmisi uplink ke HeNB1 dan MUE1 yang melakukan transmisi

uplink ke eNB1. HeNB1 dan eNB1 yang diamati akan mendapatkan interferensi

dari co-tier dan cross-tier. Kedua metode power control yang berbeda akan

diterapkan pada ketiga skenario simulasi tersebut. Tiga skenario simulasi yang

dipertimbangkan dalam simulasi akan dijelaskan berikut ini.

3.3.6 Skenario Interferensi 1

Pada skenario simulasi pertama ini terdapat tiga buah macrocell yang saling

bersebelahan, di mana masing-masing macrocell terdapat 10 femtocell di

dalamnya. Jumlah user pada masing-masing macrocell (MUE) adalah 30 user,

sedangkan setiap femtocell terdapat satu HeNB dan empat user (FUE). Jari-jari

macrocell adalah 500 meter dan jari-jari femtocell adalah 10 meter. Berikut ini

adalah tabel skenario simulasi 1.

Tabel 3.3 Skenario Simulasi 1

No. Korban (Terinterefernsi) Penginterferensi Tipe

Interferensi Nama Jumlah Transmisi Nama Jumlah Transmisi

1 HeNB1 1 Uplink

FUE1 9 Uplink Co-tier

FUE2 10 Uplink Co-tier

FUE3 10 Uplink Co-tier

MUE1 1 Uplink Cross-tier

MUE2 1 Uplink Cross-tier

MUE3 1 Uplink Cross-tier

2 eNB1 1 Uplink

FUE1 10 Uplink Cross-tier

FUE2 10 Uplink Cross-tier

FUE3 10 Uplink Cross-tier

MUE2 1 Uplink Co-tier

MUE3 1 Uplink Co-tier

52

Tabel 3.3 menunjukkan skenario interferferensi yang terjadi pada skenario

simulasi 1. Jumlah interferensi total (co-tier dan cross-tier) yang diterima oleh

HeNB1 dan eNB1 sebanyak 32 interferensi. Berikut ini adalah model skenario

simulasi 1 yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Model Skenario Simulasi 1

Gambar 3.6 menunjukkan skenario simulasi 1 ketika semua user baik user di

macrocell dan femtocell melakukan transmisi uplink. User yang diamati adalah

FUE1 sedang melakukan transmisi uplink ke HeNB1 yang berwarna biru dan

MUE1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke eNB1. Pada macrocell 2 dan

macrocell 3, masing-masing sel terdapat 10 HeNB2 dan 10 HeNB3. Setiap HeNB

melayani 4 femtocell user. FUE2 adalah femtocell user di macrocell 2, dan FUE3

adalah femtocell user di macrocell 3. Parameter kinerja sistem yang akan diamati

adalah nilai SINR yang dihitung pada sisi HeNB1 dan eNB1 yang berada pada

macrocell 1. Mengacu pada persamaan 2.16 di subbab 2.10, maka nilai

SINRHENB1 dan SINReNB1 berdasarkan skenario simulasi pada Gambar 3.6 dapat

dituliskan dalam bentuk persamaan berikut:

53

𝑆𝐼𝑁𝑅𝐻𝑒𝑁𝐵1_𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =𝑃𝑟_𝐻𝑒𝑁𝐵1

𝐼𝑐𝑜_𝑡𝑖𝑒𝑟+29𝑐𝑜_𝑡𝑖𝑒𝑟=1 𝐼𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠_𝑡𝑖𝑒𝑟+ 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒3

𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠_𝑡𝑖𝑒𝑟=1 (3.27)

𝑆𝐼𝑁𝑅𝑒𝑁𝐵1_𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =𝑃𝑟_𝑒𝑁𝐵1

𝐼𝑐𝑜_𝑡𝑖𝑒𝑟+2𝑐𝑜_𝑡𝑖𝑒𝑟=1 𝐼𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠_𝑡𝑖𝑒𝑟+ 𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒30

𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠_𝑡𝑖𝑒𝑟=1 (3.28)

3.3.7 Skenario Interferensi 2

Pada skenario kedua ini, user yang diamati adalah FUE1 yang sedang melakukan

transmisi uplink ke HeNB1 dan MUE1 melakukan transmisi uplink ke eNB1.

Model skenario simulasi 2 ditunjukkan pada Gambar 3.7 berikut ini.

Gambar 3.7 Model Skenario Simulasi 2

Gambar 3.7 menunjukkan skenario simulasi 2 dengan user yang diamati adalah

FUE1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke HeNB1 yang berwarna biru dan

MUE1 yang sedang melakukan transmisi uplink ke eNB1. Pada waktu yang

bersamaan secara berurutan HeNB2, HeNB3, eNB2 dan eNB3, melakukan transmisi

donwlink ke FUE2, FUE3, MUE2, dan MUE3. Parameter kinerja sistem yang akan

diamati adalah nilai SINR yang dihitung pada sisi HeNB1 dan eNB1 yang berada

pada macrocell 1. Perhitungan nilai SINR pada skenario simulasi 2 ini

54

menggunakan persamaan yang sama pada skenario simulasi 1 yaitu persamaan

3.27 untuk 𝑆𝐼𝑁𝑅𝐻𝑒𝑁𝐵1_𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 . dan persamaan 3.28 untuk 𝑆𝐼𝑁𝑅𝑒𝑁𝐵1_𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ,

yang

berbeda adalah transmisi untuk penginterferensinya pada arah downlink. Tabel

skenario interferensi pada skenario simulasi 2 adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4 Skenario Simulasi 2

No. Korban (Terinterefernsi) Penginterferensi Tipe

Interferensi Nama Jumlah Transmisi Nama Jumlah Transmisi

1 HeNB1 1 Uplink

FUE1 9 Uplink Co-tier

HeNB2 10 Downlink Co-tier

HeNB3 10 Downlink Co-tier

MUE1 1 Uplink Cross-tier

eNB2 1 Downlink Cross-tier

eNB3 1 Downlink Cross-tier

2 eNB1 1 Uplink

FUE1 10 Uplink Cross-tier

HeNB2 10 Downlink Cross-tier

HeNB3 10 Downlink Cross-tier

eNB2 1 Downlink Co-tier

eNB3 1 Downlink Co-tier

Tabel 3.4 menunjukkan skenario interferensi yang terjadi pada skenario simulasi

2. Jumlah interferensi total (co-tier dan cross-tier) yang diterima oleh HeNB1 dan

eNB1 sebanyak 32 interferensi.

3.3.8 Skenario Interferensi 3

Pada skenario simulasi ketiga ini, user yang diamati adalah FUE1 yang sedang

melakukan transmisi uplink ke HeNB1 dan MUE1 yang sedang melakukan

transmisi uplink ke eNB1. Pada waktu yang bersamaan secara berurutan HeNB2

dan HeNB3 melakukan transmisi downlink ke FUE2 dan FUE3. MUE2 dan MUE3,

melakukan transmisi uplink ke eNB2 dan eNB3. Model untuk skenario simulasi 3

dapat dilihat pada Gambar 3.8 berikut ini.

55

Gambar 3.8 Model Skenario Simulasi 3

Gambar 3.8 menunjukkan skenario simulasi 3 dengan user yang diamati adalah

FUE1 dan MUE1 yang sedang melakukan transmisi uplink. Interferensi yang

diamati adalah interferensi co-tier dan interferensi cross-tier ketika MUE2 dan

MUE3 melakukan transmisi uplink, sedangkan HeNB2 dan HeNB3 melakukan

transmisi downlink. Tabel skenario interferensi pada skenario simulasi 3 adalah

sebagai berikut.

Tabel 3.5 Skenario Simulasi 3

No. Korban (Terinterefernsi) Penginterferensi Tipe

Interferensi Nama Jumlah Transmisi Nama Jumlah Transmisi

1 HeNB1 1 Uplink

FUE1 9 Uplink Co-tier

HeNB2 10 Downlink Co-tier

HeNB3 10 Downlink Co-tier

MUE1 1 Uplink Cross-tier

MUE2 1 Uplink Cross-tier

MUE3 1 Uplink Cross-tier

2 eNB1 1 Uplink

FUE1 10 Uplink Cross-tier

HeNB2 10 Downlink Cross-tier

HeNB3 10 Downlink Cross-tier

MUE2 1 Uplink Co-tier

MUE3 1 Uplink Co-tier

56

Perhitungan nilai SINR pada skenario simulasi 3 ini menggunakan persamaan

yang sama pada skenario simulasi 1 yaitu persamaan 3.27 untuk SINRHENB1 dan

persamaan 3.28 untuk SINReNB1, yang berbeda adalah arah transmisi untuk

penginterferensinya.

3.4 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir pada penelitian ini terdiri dari diagram alir proses penelitian dan

diagram alir program simulasi.

3.4.1 Diagram Alir Proses Penelitian

Berikut ini adalah diagram alir proses penelitian dalam pengerjaan skripsi.

Gambar 3.9 Diagram Alir Penelitian

57

3.4.2 Diagram Alir (Flow Chart) Program Simulasi

Untuk memudahkan pembuatan program simulasi, terlebih dahulu dibuat flow

chart. Flow chart program simulasi ini terdiri dari flow chart untuk simulasi tanpa

power control, metode power control 1 dan metode power control 2. Ketiga flow

chart program simulasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

3.4.2.1 Flow Chart Program Simulasi Tanpa Metode Power Control

Gambar berikut ini adalah flow chart untuk program simulasi tanpa metode power

control.

Gambar 3.10 Flow Chart Tanpa Metode Power Control

58

3.4.2.2 Flow Chart Program Simulasi dengan Metode Power Control 1

Gambar berikut ini adalah flow chart untuk program simulasi dengan metode

power control 1.

Gambar 3.11 Flow Chart Metode Power Control 1

59

3.4.2.3 Flow Chart Program Simulasi dengan Metode Power Control 2

Gambar berikut ini adalah flow chart untuk program simulasi dengan metode

power control 2.

Gambar 3.12 Flow Chart Metode Power Control 2

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan dari simulasi yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Faktor yang mempengaruhi interferensi dari simulasi yang telah dilakukan

adalah daya pancar user penginterferensi ke base station yang diamati.

Semakin dekat jaraknya maka path loss akan semakin kecil, sehingga daya

yang diterima (Pr) akan semakin besar. Hal tersebut akan berpengaruh untuk

base station yang diamati karena daya yang diterima dari user

penginterferensi akan besar. Oleh sebab itu, distribusi femtocell harus

mempertimbangkan jarak yang tidak terlalu dekat dengan base station yang

diamati,

2. Metode power control berhasil mengatasi masalah interferensi terhadap eNB

dan HeNB yang diamati. Metode power control diterapkan pada user yang

diamati agar perfomansi sistem terpenuhi untuk kebutuhan trafik yang

diinginkan. Metode power control akan mengatur daya pancar user apakah

akan dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan nilai SINR target yang telah

ditentukan. Metode power control juga dapat mengurangi konsumsi daya

pancar user yang berlebihan pada femtocell namun kualitas SINR di femtocell

tetap terjamin,

151

3. Berdasarkan hasil dari 3 skenario simulasi yang telah dilakukan, distribusi

SINR, throughput, dan BER yang paling baik adalah pada skenario simulasi

1, sedangkan yang terburuk adalah pada skenario simulasi 2. Pada skenario

simulasi 1, untuk kasus eNB1 dan HeNB1 yang terkena interferensi total (co-

tier dan cross-tier) tanpa power control didapatkan bahwa probabilitas nilai

SINReNB 1≤ 0 dB adalah 78%, SINRHeNB 1≤ 0 dB adalah 0%,

𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡eNB 1≤ 50 Mbps adalah 83%, 𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡HeNB 1≤ 50 Mbps

adalah 3%, BEReNB 1> 10-3

adalah 97,67%, dan BERHeNB 1> 10

-3 adalah

1,67%. Berbeda untuk skenario simulasi 2, tanpa power control didapatkan

bahwa probabilitas nilai SINReNB 1≤ 0 dB adalah 90%, SINRHeNB 1≤ 0 dB

adalah 0%, 𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡eNB 1≤ 50 Mbps adalah 88%, 𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡HeNB 1≤ 50

Mbps adalah 2%, BEReNB 1> 10-3

adalah 100%, dan BERHeNB 1> 10

-3 adalah

5%,

4. Dari dua metode power control yang digunakan, metode power control 1

menghasilkan distribusi nilai SINR, throughput dan BER yang lebih besar

dibandingkan dengan metode power control 2. Hal tersebut ditunjukkan

dengan probabilitas nilai SINR, throughput dan BER pada kasus eNB1 dan

HeNB1 yang terkena interferensi total (co-tier dan cross-tier) untuk skenario

simulasi 2. Setelah menerapkan metode power control 1, probabilitas nilai

SINReNB 1≤ 0 dB adalah 25%, SINRHeNB 1≤ 0 dB adalah 0%,

𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡eNB 1≤ 50 Mbps adalah 62%, 𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡HeNB 1≤ 50 Mbps

adalah 6%, BEReNB 1> 10-3

adalah 79%, dan BERHeNB 1> 10

-3 adalah 35%.

Dengan menggunakan metode power control 2, didapatkan probabilitas nilai

SINReNB 1≤ 0 dB adalah 22%, SINRHeNB 1≤ 0 dB adalah 2%,

152

𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡eNB 1≤ 50 Mbps adalah 66%, 𝑡ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡HeNB 1≤ 50 Mbps

adalah 32%, BEReNB 1> 10-3

adalah 82%, dan BERHeNB 1> 10

-3 adalah 66%.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai

berikut.

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mempertimbangkan tipe interferensi

berdasarkan standar ITU-Radio Regulations Article 1 (RR1.66 to RR1.169)

tentang tipe interferensi dalam sistem seluler,

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah parameter kinerja sistem

pada LTE-Advanced selain menganalisis nilai SINR, throughput dan BER,

3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan skenario simulasi dengan

mempertimbangkan mobilitas user yang diamati,

4. Penelitian selanjutnya dapat mengasumsikan metode lain dalam mengatur

daya pancar user selain menggunakan metode power control.

DAFTAR PUSTAKA

[1] C. Liu, (2015, Agustus) Worlwide Internet and Mobile Users: eMarketer’s

Updated Estimates for 2015. [online] tersedia: https://insights.ap.org/

uploads/images/eMarketer_Estimates_2015.pdf. [diakses: 2 Maret 2016].

[2] G. Mansfield, “Femtocells in the US Market-Business Drivers and

Consumer Propositions”, in Proceedings of the Femtocells Europe, hal.

1927-1948, Juni 2008.

[3] A. Ghosh, R. Ratasuk, B. Mondal, dan N. Mangalvedhe, “LTE-Advanced:

Next Generation Wireless Broadband Technology”, IEEE Wireless

Communications, vol 17, no. 3, hal. 10-22, Juni 2010.

[4] J. Zhang dan G. D. L. Roche, “Femtocellss Technologies and

Deployment”, John Wiley & Sons Ltd, United Kingdom, 2010.

[5] Y. Sun, R. P. Jover, dan X. Wang, “Uplink Interference Mitigation for

OFDMA Femtocell Networks”, IEEE Transactions on Wireless

Communications, vol. 11, no. 2, hal. 614-625, Februari 2012.

[6] A. H. Muryono, G. Hendrantoro, dan D. Kuswidiastuti, “Desain dan

Analisa Kinerja Femtocell LTE-Advanced Menggunakan Metode Inter

Cell Interference Coordination”, Jurnal Teknik POMITS, vol.2, no. 2,

2301-9271, September 2013.

[7] S. Febryanti, G. Hendrantoro, dan D. Kuswidiastuti, “Analisis Kinerja

Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi

Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell”, Jurnal Teknik POMITS, vol.2,

no. 2, 2301-9271, September 2013.

[8] Nanda dan Radhika, “Interference Management in Femtocell Networks

using Power Control”, International Journal of Innovative Science and

Modern Engineering (IJISME), vol. 2, Mei 2014.

[9] V. Chandrasekhar dan J.G. Andrews, “Uplink Capacity and Interference

Avoidance for Two-Tier Cellular Networks”, IEEE Transactions on

Wireless Communications, vol. 8, no. 7, hal. 3498-3509, Juli 2009.

[10] N. Saquib, E. Hossain, L. B. Le, dan D. I. Kim, “Interference Management

in OFDMA Femtocell Networks: Issue and Approaches”, IEEE Wireless

Communication, vol. 19, no. 3, hal. 86-95, Juni 2012.

[11] V. K. Garg, “Wireless Communications and Networking”, Elsevier Inc,

San Francisco, 2007.

[12] R. P. Jover, “Wireless and Mobile Networking II”, Presentation at

Columbia University, 13 April 2009.

[13] T. S. Rappaport, “Wireless Communications Principle and Practice

Second Edition”, Prentice Hall, Upper Saddle River, 2002.

[14] 3GPP TS 36.300 version 10.5.0, “LTE; Evolved Universal Terrestrial

Radio Access (E-UTRA) and Evolved Universal Terrestrial Radio Access

Network (E-UTRAN); Overall description”, Stage 2 (Release 10),

European Telecommunications Standards Institute, November 2011.

[15] W. Lingga dkk., “4G Handbook Edisi Bahasa Indonesia”, Penerbit

www.nulisbuku.com, Jakarta Selatan, 2014.

[16] H. Holma dan A. Toskala, “LTE for UMTS OFDMA and SC-FDMA Based

Radio Acess”, John Wiley & Sons Ltd, United Kingdom, 2009.

[17] 3GPP TS 23.401 version 11.3.0 Release 11, “LTE: General Packet Radio

Service (GPRS) enhancements for Evolved Universal Terrestrial Radio

Access Network (E-UTRAN) Access”, European Telecommunications

Standards Institute, November 2012.

[18] 3GPP TR 36.814 version 10.2.0 Release 10, “3rd Generation Partnership

Project; Technical Specification Group Radio Access Network; Evolved

Universal Terrestrial Radio Access (E-UTRA); Further Advancements

for E-UTRA Physical Layer Aspects (Release 9), European

Tellecommunications Standards Institute, Maret 2010.

[19] 3GPP TR 36.922 version 10.0.0 Release 10, “LTE; Evolved Universal

Terrestrial Radio Acces (E-UTRA); TDD Home eNode B (HeNB) Radio

Frequency (RF) Requirements analysis”, European Telecommunications

Standards Institute, Mei 2011.

[20] J. M. Kelif, M. Coupechoux, dan P. Godlewski, “On The Dimensioning

of Cellular OFDMA Networks”, Elsevier Physical Communication, vol.

15, no. 1, hal. 10-21, Februari 2012.

[21] U. Korger, G. D. Galdo, A. Grosch, dan M. Haardt, “Quality of Service

Oriented Spatial Processing in the Manhattan Grid”, International ITG

Workshop on Smart Antennas, in IEEE Conference Publications, hal. 362-

369, Februari 2008.

[22] 3GPP TR 36.942 version 10.2.0 Release 10, “LTE; Evolved Universal

Terrestrial Radio Access (E-UTRA); Radio Frequency (RF) System

Scenarios”, European Telecommunications Standards Institute, Mei 2011.

[23] S. M. Kuo, B. H. Lee, dan W. Tian, “Real Time Signal Processing:

Fundamental, Implementation and Application Thrird Edition”, John

Wiley & Sons Ltd, West Sussex, 2013.

[24] A. Goldsmith, “Wireless Communications”, Cambridge University Press,

United Kingdom, 2005.