membaca karakteristik dan peta gerakan agraria indonesia … · 2020. 1. 20. · membaca...

22
MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA * M Nazir Salim ** Abstract Abstract Abstract Abstract Abstract: In the beginning of the 21 st century, agrarian movements in Indonesia began to rise and found its identity. The implemen- tation of the Basic Agrarian Law (UUPA) has taken the dreams of the socialist and populist on their struggle for “a country good deed”. UUPA firmly revised the Colonial Policy in Indonesian agrarian matters. Unfortunately, UUPA was buried by Suharto and replaced by the Forestry Law 1967 as a way of “new tenuring system” on agrarian resources. Afterward, the New Order conducted centralization and build bases of inequalities for the mastery of Indonesian agrarian structure. As a result, resistance of farmers, students, NGOs, and other groups emerged with a main issue to fight against the repressive policies of the New Order in the Agricultural field. After 1998, regime changes occurred over the history of the reversal of previous events, reclaiming occurred nearly throughout Indonesia. The character of the movement has changed. Farmers, NGOs, student and Scholar-Activist were directly involved in advocacies and movements. History tells that agrarian movements have extended through bureaucracies and politics (penetration policy and legislation) and the struggle in the Constitutional Court. This paper described a map of the New- Order-agrarian-regime reform and the reformation of the emerged movement characteristics by depicted some actors on the field. This paper used a comparison approach between movements during the new order regime and post-reformation era. Key w Key w Key w Key w Key words ords ords ords ords: movement characteristic, struggle, agrarian movement, New Order, Reformation. Intisari Intisari Intisari Intisari Intisari: Awal abad ke-21 gerakan agraria Indonesia mulai bangkit dan menemukan jati dirinya. Lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) telah membawa cita-cita sosialis-populis yang mencoba membangun mimpi bagi “negara budiman”. UUPA mengoreksi secara tegas politik kebijakan kolonial dalam persoalan agraria Indonesia. Namun sayang, UUPA dikubur oleh Soeharto dan diganti dengan UU Kehutanan 1967 sebagai pintu penguasaan baru sumber-sumber agraria. Pasca itu, Orde Baru telah melakukan sentralisasi dan membangun basis-basis ketimpangan penguasaan struktur agraria Indonesia. Akibatnya, gerakan perlawanan petani, mahasiswa, NGO, dan kelompok lain menguat dengan isu sentral melawan kebijakan represif Orde Baru dalam bidang Agraria. Perubahan rezim pasca 1998 terjadi pembalikan sejarah atas peristiwa sebelumnya, reklaiming terjadi hampir di seluruh Indonesia. Karakter gerakan mengalami perubahan, dari petani, NGO, Mahasiswa hingga scholar activis terlibat langsung dalam advokasi dan gerakan. Dalam catatan sejarah, gerakannya agraria meluas, melalui jalur birokrasi dan politik (penetrasi kebijakan dan legislasi), dan perjuangan lewat Mahkamah Konstitusi. Tulisan ini ingin melihat peta perjuangan agraria Orde Baru dan Reformasi tentang karakteristik gerakan yang muncul dengan memetakan beberapa aktor lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah perbandingan gerakan Orde Baru dan Reformasi. Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci: Karakteristik Gerakan, Perjuangan Agraria Orde Baru dan Reformasi A. Pendahuluan Cerita-cerita yang dibangun dibalik narasi besar tentang gerakan agraria adalah sebuah “No one seems to realize that Indonesia is entering a period of social revolution. The signs are there. It can be seen in the farmers who, having had their land stolen from them during the New Order, are now taking it back by force. It can be seen in the protests by farmers outside regional parliament buildings. It can be seen in the attacks on hundreds of police and military posts. In the past, these very same people would have let themselves be robbed of their voices, but now they are fighting back. Whether they realise it or not, they are the vanguard of a social revolution. 1 Pramoedya Ananta Toer usaha untuk membangkitkan harapan baru bagi perjuangan rakyat merebut hak-haknya. Agenda diciptakan, narasi dihadirkan yang berangkat * Paper ini merupakan pengembangan dari hasil Penelitian Sistematis 2012. ** Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. [email protected]. 1 Dikutip dari Anton Lucas dan Carol Warren, “The State, the People, and Their Mediators: The Struggle over Agrarian Law Reform in Post-New Order Indonesia”. Indonesia, Edisi 76, 2007.

Upload: others

Post on 03-Nov-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKANAGRARIA INDONESIA*

M Nazir Salim**

AbstractAbstractAbstractAbstractAbstract: In the beginning of the 21st century, agrarian movements in Indonesia began to rise and found its identity. The implemen-

tation of the Basic Agrarian Law (UUPA) has taken the dreams of the socialist and populist on their struggle for “a country gooddeed”. UUPA firmly revised the Colonial Policy in Indonesian agrarian matters. Unfortunately, UUPA was buried by Suharto and

replaced by the Forestry Law 1967 as a way of “new tenuring system” on agrarian resources. Afterward, the New Order conducted

centralization and build bases of inequalities for the mastery of Indonesian agrarian structure. As a result, resistance of farmers,students, NGOs, and other groups emerged with a main issue to fight against the repressive policies of the New Order in the

Agricultural field. After 1998, regime changes occurred over the history of the reversal of previous events, reclaiming occurred

nearly throughout Indonesia. The character of the movement has changed. Farmers, NGOs, student and Scholar-Activist weredirectly involved in advocacies and movements. History tells that agrarian movements have extended through bureaucracies and

politics (penetration policy and legislation) and the struggle in the Constitutional Court. This paper described a map of the New-

Order-agrarian-regime reform and the reformation of the emerged movement characteristics by depicted some actors on the field.This paper used a comparison approach between movements during the new order regime and post-reformation era.

Key wKey wKey wKey wKey wordsordsordsordsords: movement characteristic, struggle, agrarian movement, New Order, Reformation.....

IntisariIntisariIntisariIntisariIntisari: Awal abad ke-21 gerakan agraria Indonesia mulai bangkit dan menemukan jati dirinya. Lahirnya Undang-undang Pokok Agraria

(UUPA) telah membawa cita-cita sosialis-populis yang mencoba membangun mimpi bagi “negara budiman”. UUPA mengoreksi secara

tegas politik kebijakan kolonial dalam persoalan agraria Indonesia. Namun sayang, UUPA dikubur oleh Soeharto dan diganti dengan UUKehutanan 1967 sebagai pintu penguasaan baru sumber-sumber agraria. Pasca itu, Orde Baru telah melakukan sentralisasi dan membangun

basis-basis ketimpangan penguasaan struktur agraria Indonesia. Akibatnya, gerakan perlawanan petani, mahasiswa, NGO, dan kelompok

lain menguat dengan isu sentral melawan kebijakan represif Orde Baru dalam bidang Agraria. Perubahan rezim pasca 1998 terjadipembalikan sejarah atas peristiwa sebelumnya, reklaiming terjadi hampir di seluruh Indonesia. Karakter gerakan mengalami perubahan,

dari petani, NGO, Mahasiswa hingga scholar activis terlibat langsung dalam advokasi dan gerakan. Dalam catatan sejarah, gerakannya

agraria meluas, melalui jalur birokrasi dan politik (penetrasi kebijakan dan legislasi), dan perjuangan lewat Mahkamah Konstitusi. Tulisanini ingin melihat peta perjuangan agraria Orde Baru dan Reformasi tentang karakteristik gerakan yang muncul dengan memetakan

beberapa aktor lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah perbandingan gerakan Orde Baru dan Reformasi.

Kata kunciKata kunciKata kunciKata kunciKata kunci: Karakteristik Gerakan, Perjuangan Agraria Orde Baru dan Reformasi

A. Pendahuluan

Cerita-cerita yang dibangun dibalik narasibesar tentang gerakan agraria adalah sebuah

“No one seems to realize that Indonesia is entering a period of social revolution. The signs are there. It can be seen in thefarmers who, having had their land stolen from them during the New Order, are now taking it back by force. It can be seen inthe protests by farmers outside regional parliament buildings. It can be seen in the attacks on hundreds of police and military

posts. In the past, these very same people would have let themselves be robbed of their voices, but now they are fightingback. Whether they realise it or not, they are the vanguard of a social revolution.1

Pramoedya Ananta Toer

usaha untuk membangkitkan harapan baru bagiperjuangan rakyat merebut hak-haknya. Agendadiciptakan, narasi dihadirkan yang berangkat

* Paper ini merupakan pengembangan dari hasilPenelitian Sistematis 2012.

** Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan [email protected].

1 Dikutip dari Anton Lucas dan Carol Warren, “TheState, the People, and Their Mediators: The Struggle overAgrarian Law Reform in Post-New Order Indonesia”.Indonesia, Edisi 76, 2007.

Page 2: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

406 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

dari pengalaman panjang kisah perjuanganrakyat (petani) sebagai respon atas rezim kolonialyang menempatkan petani sebagai musuh-musuhnya. Para petani bergerak melawan akibatpolitik kebijakan pemerintah kolonial yang tidakberpihak kepada mereka. Petani diciptakanhanya untuk melayani kebutuhan-kebutuhanpasar di bawah logika kapitalis dan politik ekstrak-si atas lahan-lahan skala luas. Kepentingan pasardan eksploitasi menjadi isu utama kebijakankolonial dan pasca kolonial. Ironisnya tidak adakekuatan politik yang mampu membendung danmerevisi kekeliruan tersebut, bahkan berlanjutsecara permanen dari periode ke periode. Sejarahmenunjukkan, kebijakan politik agraria kolonialdiwariskan dari satu periode ke periode berikut-nya, yang berimplikasi pada kemiskinan danketidakadilan agraria nasional.

Sistem kolonial menerapkan secara represifaturan-aturan tentang rust en orde, denganalasan keamanan dan ketertiban pula semua ver-gadering (pertemuan-pertemuan) yang berpo-tensi melakukan protes terhadap kekuasaankolonial dilarang.2 Nasib yang sama tentu padaperlawanan-perlawanan sporadis yang dimun-culkan oleh para petani dengan mudah dipatah-kan pemerintah kolonial yang berkolaborasidengan pejabat pribumi. Pada nuansa inilahakumulasi gerakan muncul dan tenggelam ber-sama kekuatan politik kolonial mengamankankebijakan politik liberalnya terhadap aset-asetyang berbasis pada agraria. Pada periode yangsama, dunia ketiga terutama wilayah pedesaan,petani melakukan perlawanan dan banyakwilayah mengalami pergolakan secara luas. Peta-ni adalah kelompok pertama yang melakukanperlawanan terhadap keberadaan pendatang-pendatang baru yang melakukan penindasandan eksploitasi.

Dari Amerika Latin hingga Asia, berbagaireferensi menunjukkan narasi-narasi perla-wanan mereka dengan berbagai cara, bahkanmenggunakan cara-cara yang maju pada zaman-nya. Kita bisa membaca perlawanan dengan baik,seperti Meksiko dengan tokoh terkenalnya Eme-liano Zapat seorang petani berlatar tentara.Dalam narasi oleh Solon Barraclough menun-jukkan betapa heroiknya kisah perjuanganpetani-petani Meksiko. Mereka berhasil mendu-duki tanah dan membagikan kepada para petani,dan dengan lantang memimpin revolusi agrariamelawan kapitalis yang menguasai aset-aset danmenjadi kaki tangan penguasa.3 Revolusi merekarelatif berhasil dan memiliki side effect baginegara-negara tetangga untuk melakukan halyang sama seperti Bolivia, Puerto Rico, Kuba, dannegara tentangga lainnya. Peristiwa ini tidakbegitu saja dilewatkan karena ia membuncah,meluas, dan menggelobal menjadi penanda ge-rakan protes dan perjuangan agraria transnasio-nal. Tentu saja, peristiwa yang terjadi di Meksikopada awal abad ke-204 jika disandingkan denganapa yang terjadi di Indonesia kalah “menarik”karena awal abad ke-20 Indonesia belum beran-jak dari pergulatan identitas kebangsaan, belummemasuki wacana problem agraria, sekalipuntidak menaf ikan protes dan pemogokan terkaitpersoalan agraria juga terjadi dimana-mana,khususnya di wilayah perkebunan.

Membaca pengalaman Indonesia, ingatankolektif kita terhadap perjuangan agraria masakolonial terpusat di Jawa dan Sumatera. Dalamnarasi besar Karl Pelzer dan Jan Bremen5 kita bisa

2 Takashi Shirashi, Zaman Bergerak: RadikalismeRakyat di Jawa, 1912-1926. (Jakarta: Grafiti Press, 1997).

3 Solon l. Barraclough, : “Land Reform In Develop-ing Countries: The Role Of The State And Other Ac-tors”. UNRISD Discussion Papers, United NationsResearch Institute for Social Development (UNRISD),Geneva, Switzerland, 1999.

4 Revolusi Meksiko 1916.5 Karl J. pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik

Kolonial dan Perjuangan Agraria. (Jakarta: Sinar Harapan,

Page 3: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

407M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

melihat pengalaman di Sumatera dan Jawa seca-ra spesif ik. Narasi mereka menunjukkan prob-lem dan protes agraria berkembang secara luas.Ujung dari narasi itu menunjukkan kuasa kolo-nial atas sumber-sumber agraria begitu kuat danmenempatkan pribumi pada posisi tawar yangrendah. Berbagai produk hukum yang dimun-culkan tampak untuk melindungi kepentingankolonial dan berorientasi pada politik ekonomiliberal. Di sana-sini pula akhirnya memunculkanberbagai akumulasi perlawanan secara sporadis6

yang kemudian menjadi modal bagi sebuahpembentukan identitas bangsa pasca revolusi.Petani sebagai kelompok mayoritas adalah entitasyang paling utama dalam menggerakkan massadalam pembentukan opini sekaligus perlawananterhadap penguasa kolonial.

Pasca kolonial, para founding fathers bersiapmembangun sebuah peradaban baru dengankeinginan kuat menata struktur keagrariaan In-donesia. Belajar dari pengalaman-pengalamannegara dunia ketiga lainnya seperti AmerikaLatin, upaya penataan struktur agraria menjadiagenda utama, hal itu menjadi prinsip karenatidak ada agenda penting yang mendesak setelahsebuah negara merdeka, kecuali menata strukturkeagrariaannya.

Dengan berbagai usaha kepanitiaan UUPA(Jogja–Jakarta), akhirnya lahirlah UUPA 1960yang bercita-cita sosialis-populis, lebih tepatmungkin UU yang sangat pancasilais. Para pemi-kir budiman ini meyakini, hanya dengan menatastruktur keagrariaanlah akan lahir sebuah negara

yang adil sebagaimana dicita-citakan bersama.Niat ini sekaligus mengoreksi secara tegas politikkebijakan kolonial dalam persoalan agraria. Takheran, mengawali hadirnya UUPA negara mene-gaskan terlebih dahulu dengan semangat men-cabut UU kolonial yang mengatur persoalanagraria,7 baru kemudian diberlakukan UUPAsecara penuh. Implementasi dan kebijakan UUPAjelas berbasis pada kepentingan masyarakatpetani, karena ia menjadi sebuah UU yangsangat sosialis-populis. Namun sayang, UU initidak berlaku lama, pasca 1965 UU ini “dikubur”oleh Soeharto dan “menggantinya” dengan UUKehutanan 1967 sebagai pintu “penguasaan baru”sumber agraria. UU Kehutanan secara khususmengatur dan menguasai lebih dari 70% wilayahhutan Indonesia sebagai hutan negara atau tanahnegara.8 Penetapan itu menimbulkan masalahbaru bagi Indonesia pasca kolonial, yakni tum-pang tindih penguasaan (masing-masing sek-tor), perebutan, perampasan, dan ketimpanganstruktur agraria yang semakin meluas.

Dengan melihat beberapa peta di atas, sejakOrde Baru dan era reformasi tentang karakte-ristik gerakan perjuangan agraria Indonesia,kajian ini akan mencoba fokus pada satu perso-alan besar, yakni gerakan agraria abad ke-21 dili-hat dari karakter-karakter yang tampak atau terli-hat dan dimainkan dalam pentas, atau dikelu-arkan oleh para aktor-aktor di lapangan. Kum-pulan karakter-karakter itu bisa dilihat sebagaimodel dan bisa dibaca menjadi sebuah penanda

Jakarta, 1985), Sengketa Agraria: Pengusaha PerkebunanMelawan Petani. (Jakrta: Sinar Harapan, 1991), Jan Breman,Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial Pada Abad ke-20.(Jakarta: Grafiti Press, 1997), Penguasaan Tanah danTenaga Kerja: Jawa di Masa Kolonial, Jakarta: LP3ES, 1986.

6 Sartono Kartodirdjo, Protest Movements in RuralJava; A Study of Agrarian Unrest in the Nineteenth andEarly Twentieth Centuries. (London: Oxford University,1973).

7 Dalam konsideran UUPA 1960 ditegaskan dalamputusannya untuk memberlakukan UU tersebut denganmencabut: 1. “Agrarische Wet” (Staatsblad 1870 No. 55)sebagai yang termuat dalam pasal 51 “Wet op deStaatsinrichting van Nederlands Indie” (Staatsblad 1925No. 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya.

8 Suraya Afiff, dkk, “Redefining Agrarian Power:Resurgent Agrarian Movements in West Java, Indone-sia”. Center for Southeast Asia Studies, UC Berkeley.Anton Lucas dan Carol Warren, op.cit.

Page 4: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

408 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

gerakan agraria abad ke-21. Jika karakteristikhanya melihat kumpulan-kumpulan masing-masing karakter dan mencari kekhasan darisebuah pergerakan, sementara pola akan lebihjauh melihat bangunan karakter yang tersistem,termasuk juga struktur yang muncul. Per-tanyaan berikutnya adalah, apakah sebenarnyaperjuangan agraria itu? Apakah gerakan agrariabagian dari perjuangan agraria? Jika selama ininarasi besar selalu mengatakan bahwa gerakanagraria identik dengan massa (petani dan bu-ruh), LSM, dan kelompok lainnya, lalu dimanaletak orang-orang yang berhasil membangunwacana studi agraria, peneliti, dan penggiat agra-ria lainnya dalam narasi besar itu ditempatkan?

Abad ke-21 telah banyak muncul penggiatagraria atau komunitas-komunitas yang pedulipada persoalan agraria, akan tetapi merekabergerak tidak dengan massa, namun denganruang dan caranya masing-masing, sehinggakita menjadi sadar bahwa relasi-relasi pejuangagraria abad 21 menjadi lebih luas dan kaya akanpilihan-pilihan, dan hal itu tidak bisa dilihat padaperiode sebelumnya. Pertanyaan besarnya yangmuncul, benarkah gerakan agraria abad ke-21berbeda dengan periode sebelumnya, melihatrealitas yang dihasilkan juga tidak terlalu signi-f ikan bagi petani dan kelompok-kelompok yangharus dibela. Sebagai sebuah proses ada banyakperbedaan karena perubahan rezim sangat besarpengaruhnya terhadap startegi dan gerakan,akan tetapi dari sisi hasil kita harus jernih meli-hat, karena faktanya berbagai model itu tidakserta merta memberikan hasil konkrit danharapan yang maksimal.

Salah satu ciri penting gerakan agraria abad21 terkait perubahan rezim adalah strategi danpola perjuangan. Jika kita melihat perjuanganagraria periode sebelumnya dibutuhkan simbol(tokoh), massa, dan kekuatan komunitas-komu-nitas serta jaringan antar relasi yang terbagi dalamsel-sel, kini tidak mutlak demikian. Kita sadar

hadirnya Mahkamah Konstitusi (MK) ikut mem-beri warna dan merubah peta politik perjuangantersebut. Paper ini akan merujuk pada peta per-juangan agraria yang dilihat dari konflik, strategi,dan karakter dalam konteks studi perbandingan.

B. Konflik dan Problem PenguasaanAgraria

Sepanjang Orde Baru berkuasa, ratusan,mungkin ribuan persoalan agraria vis a vis antaranegara dengan rakyatnya (baik masayarakatpetani pedesaan maupun kaum urban/perko-taan). Rakyat terbenam bersama kuatnya politikrezim yang menguasai sumber-sumber agrariadengan penuh penindasan. Berbagai persoalanmuncul dan dipertontonkan akibat kebijakanyang menelantarkan, membiarkan, dan mengha-silkan ketidakadilan agraria. Dari mulai persoalanSi Ria-Ria hingga Jenggawah, negara tidak hadiruntuk menjadi bagian penting dari misi politiknegarawan budiman yang telah menghasilkanUUPA, justru semua persoalan menjadi alat poli-tik perjuangan—bisa disebut kolaborasi pengu-asa dan pengusaha—untuk mencapai kepen-tingan kelompok tertentu. Meminjam bahasaGunawan Wiradi, seringkali cara-cara untukmenguasai sumber agraria, khususnya tanahdilakukan dengan jalan yang tidak menarik,menggusur, membakar, menculik, intimidasi,dan cara kasar lainnya.9 Pada periode ini, tatkalasistem politik begitu kuat, tidak banyak hal yangbisa dilakukan untuk melawan sebuah rezim,yang ada hanyalah cerita-cerita suram dan keka-lahan banyak petani dan aktivis dalam memper-

9 Gunawan Wiradi, Reforma Agraia: Perjalanan yangbelum Berakhir. (Jakarta: KPA, SAINT, AKATIGA,2009). Ada banyak kisah dibalik negara menjadi teror bagimasayarakatnya atas nama pembangunan dan kepntinganumum. Kita masih ingat kisah dibalik pembebasan lahan jalanlingkar Yogyakarta (Ring Road), ada banyak teror,kekerasan, dan fakta-fakta lain yang tak tercover olehbanyak pihak, termasuk lepas dari jangkauan advokasi LSM.

Page 5: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

409M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

juangkan hak-haknya. Berbabagai gejolak, protes,dan perlawanan mengalami pengerdilan secarasistematis, sehingga semua berakhir di tanganalat-alat kekuasaan negara.

Yang banyak dilakukan oleh para petani danaktivis adalah membangun strategi perjuanganadvokasi bukan perebutan kembali hak-hak yangtercabut. Strategi ini dipilih karena jalur itu yangpaling memungkinkan bagi aktivis gerakanagraria untuk memperjuangakan nasib parapetani dan buruhnya. Akan tetapi jika kita meli-hat lebih jauh, justru era diktator inilah telah lahirbasis-basis gerakan secara masif untuk menya-takan musuh bersamanya (rezim penindas). Dansaat situasi berubah, kelompok-kelompok ini denganmudah terelasi satu sama lain dan menjelmamenjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan.

Ada hal yang menarik untuk dikemukakanmenyangkut karakteristik perjuangan agrariapada Orde Baru yang tidak terlalu jauh berbedadengan era reformasi, yakni pola perjuangan ke-lompok yang berbasis pada komunitas-komu-nitas pedesaan dan kota dengan menitikberatkanpada perjuangan kelompok. Mereka tidakmencoba merelasikan semua unsur kekuatansebagai daya gerak, tetapi lebih percaya padakomunalisme, dan cenderung meninggalkanrelasi-relasi politik-birokrasi, atau anti politik. Halini mungkin juga akibat dari birokrasi dan partaipolitik Orde Baru tidak terlalu bergeming padapersoalan agraria karena stigma buruk yangakan didapat sebagai agen PKI baru—merujukpengalaman sebelum 1965—jika berada di bela-kang petani. Model lainnya masih tetap samadengan apa yang bisa kita saksikan saat ini, pege-rahan massa dalam jumlah besar dan penokohanpada kelompoknya. Pada titik ini kental perbe-daan antara generasi Orde Baru dengan erareformasi, karena era reformasi mencoba me-manfaatkan semua kemungkinan dan kesem-patan akibat perubahan rezim politik nasional.

Ketika era reformasi tiba dengan ditandai

jatuhnya rezim Suharto yang sudah bertahanlebih dari 30 tahun, terjadi kebangkitan protesagraria secara dramatis diberbagai wilayah.Banyak wilayah yang selama ini tidak menun-jukkan tanda-tanda hidupnya gerakan agraria,begitu era berubah mereka adalah kelompokyang agresif dalam memperjuangkan nasibpetani. Dalam catatan Anton Lucas yang cukupdetil pasca jatuhnya rezim Suharto, berbagaiprotes agraria muncul, pendudukan tanahterjadi dimana-mana, pembakaran lahan, danperusakan lahan-lahan milik “korporat” sebagaibagian dari unjuk protesnya. Sepanjang 1998,ratusan gerakan petani menduduki lahan diJawa, Sumatera, dan Makassar. Mereka ini ada-lah kelompok yang selama ini mengklaim sebagaipemilik lahan yang direbut oleh negara secarapaksa, terutama sejak peristiwa 1965.10 Kelompokini oleh militer dan negara dinilai sebagai hantuperkebunan (orang-orang PKI),11 sehingga harusdisingkirkan. Aksi penguasaan lahan ataukemudian dikenal dengan istilah reklaiming12 ter-jadi disekitar wilayah perkebunan dan kehu-

10 Anton Lucas, op.cit.11 Syaharuddin dan M. Nazir Salim, “Konflik dan

Dinamika Masyarakat “Sekitar” Perkebunan: Kasus TanahEks Perkebunan Karangnongko, Ngelgok, Blitar. (UPIBandung, Prociding International Seminar April 2012).

12 Istilah reklaiming sendiri tidak jelas kapan ia hadirdan siapa pula yang membawa kata itu kedalam isu-isu per-juangan pendudukan dan penguasaan tanah. Dalam catatanRakhma Mary dan Noer Fauzi Rahman, pada bulan Juni-Juli 1998, untuk merespon gerakan pasca jatuhnya Suharto,para aktivis LBH yang difasilitasi oleh YLBHI melakukanpertemuan di hotel Mega Matra, Jakarta untuk menyikapisituasi politik dalam persoalan pertanahan. Pertemuan itumelahirkan kata penting dalam dunia pergerakan yang kemu-dian menjadi model perjuangan petani, yakni reclaiming.Istilah itu menjadi kesepakatan bersama untuk menyebutpengambilalihan kembali tanah-tanah rakyat yang dahuludirampas oleh negara. Lihat Rakhma Mary dan Noer Fauzi,“Bantuan Hukum Struktural di Jawa Tengah” dalam Ver-bonden Voor Honden en Inlanders dan Lahirlah LBH. Ca-tatan 40 Tahun Pasang Surut Keadilan. (Jakarta: YLBHI,2012). Tahun 2001 Boedi Wijanarko dan HerlambangPerdana menerbitkan buku yang berjudul Reklaiming dan

Page 6: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

410 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

tanan baik di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.Wilayah ini dianggap simbol keangkuhan negaradalam mempertontonkan kekuasaannya padamsa Orde Baru, sehingga menjadi target dansasaran utama.

Dalam narasi Suraya Af if dkk, pasca 1998 diJawa Barat dengan komando SPP juga berhasilmelakukan banyak pendudukan dan penguasa-an tanah-tanah perkebunan, tanah terlantar, dantanah kehutanan.13 Hal yang sama juga terjadidi Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Utara,Riau, Jambi, Makassar, dan hampir semua wila-yah di Jawa Timur.14 Kajian Dianto Bachriaditerhadap gerakan SPP dan STAMB juga menun-jukkan pola yang sama terhadap aksi-aksi parapetani. Reklaming menjadi penanda gerakanagraria pasca jatuhnya rezim Orde Baru.15 JawaTimur merupakan wilayah yang unik, karenahampir semua kabupaten di wilayah ini hingga

kini memiliki problem agraria. Catatan KPA bebe-rapa tahun terakhir menempatkan wilayah inisebagai wilayah yang konflik agrarianya palingtinggi dibanding provinsi lainnya. Di IndonesiaTimur, khususnya Makassar, kasus perkebunanTakalar menunjukkan pola yang sama, penguasa-an lahan para petani secara tidak adil oleh negaralewat perusahaan perkebunannya. Petani menja-di pihak-pihak yang terus dikalahkan oleh keku-asaan dan pada gilirannya benar-benar tidakberdaya menghadapi sebuah rezim. Pasca 1998mereka berhasil menunjukkan perlawanannyadengan cara-cara konvensional, pendudukandan penguasaan lahan-lahan yang dahuludianggap milik mereka. Cara-cara ini diperluasdalam khasanah gerakan agraria, diantaranyaadalah keterlibatan perempuan dalam perju-angan agraria secara penuh, bahkan perempuanraltif lebih berani dibanding kelompok lainnya.Beberapa kasus ibu-ibu protes terhadap peng-gusuran dan penertiban rumah tinggal denganmembuka baju adalah bagian dari catatan sejarahgerakan agraria Indonesia, sekalipun secara orga-nisatoris perempuan termasuk kelompok yangbelum dominan dalam wacana gerakan agraria.

Banyak referensi menyebutkan akar konflikagraria Indonesia adalah ketimpangan pengua-saan sumber-sumber agraria. Disisi lain teraku-mulasinya modal pada sedikit orang sebagaibagian dari kuatnya korporasi antar relasi yangmenghasilkan penumpukan sumber-sumberagraria pada kelompok tertentu yang dominan.16

Kesimpulan itu diperoleh dari terkuaknya ber-bagai realitas yang muncul di lapangan, ketim-pangan tidak saja menuai hasil konflik tetapimencabut para petani dari akar kehidupannya.Petani tidak lagi berdaya untuk bertahan apalagi

Kedaulatan Rakyat, ia tidak pernah mengulas dari mana kataitu, akan tetapi reklaiming lebih pada persoalan usaha kem-bali melakukan hal yang sama yang dulu pernah dilakukanoleh berbagai pihak dengan berbagai pembenarnya. Bukuini menjadi pegangan para aktivis untuk melakukan gerakandi bawah, dan buku ini benar-benar menjadi petunjuk bagai-mana melakukan reklaiming. Secara detil dan teknis-teknisdalam melakukan reklaiming dibahas dengan menarik terma-suk tahapan-tahapannya, selengkapnya lihat Boedi Wija-narko dan Herlambang, Reklaiming dan Kedaulatan Rakyat.(Jakarta: YLBHI-Raca Institute, 2001).

13 Suraya Afiff, dkk, op.cit, lihat juga Gutomo BayuAji, Tanah untuk Penggarap Pengalaman Serikat PetaniPasundan Menggarap Lahan-lahan Perkebunan dan Kehu-tanan. (Bogor: Pustaka Latin, 2005)

14 Lihat peta persebaran membuncahnya konflik agraria1998, misanya Afrizal, Sosiologi Konflik Agraria: Protes-protes Agraria dalam Masyarakat Indonesia Kontemporer.(Padang: Andalas University Press, 2006), Sholih Mu’adi,“Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah PerkebunanMelalui Cara Non Litigasi (suatu studi litigasi dalam situasitransisional)”. (Semarang: Disertasi Universitas Dipone-goro, 2008).

15 Dianto Bachriadi, “Between Discourse and Ac-tion: Agrarian Reform and Rural Social Movement in In-donesia Post 1965”. (Australia: Disertasi Flinders Uni-versity, 2010).

16 Dianto Bachriadi dan Gunawan Wiradi, Enam Deka-de Ketimpangan. (Jakarta: Bina Desa, ARC, KPA, 2011).Noer Fauzi Rahman, “Karakterisasi Konflik Agraria”. Pa-per disampaikan pada Kursus Agraria di STPN, Juni 2012.

Page 7: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

411M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

melawan, yang tersisa adalah usaha-usaha untukmenahan sementara dari kematian total dalamsegala hal.

Fakta menunjukkan, 70 persen petani dinegeri ini hanya menguasai 13 persen dari totallahan pertanian, sementara 30 persen sisanyajustru menguasai 87 persen lahan yang ada.17

Ketimpangan itulah yang disinyalir banyak pihaksebagai sumber persoalan, sehingga tuntutanyang selalu didengungkan adalah reforma agra-ria, perubahan pola dan struktur penguasaansumber-sumber agraria. Sekalipun reformaagraria tidak menjamin peredaan konflik agraria,akan tetapi setidaknya, menurut banyak penggiatstudi agraria, hal itu akan menjadi pereda, mini-mal untuk sementara.

Beberapa kasus konflik agraria merebak diberbagai daerah, bahkan sejak otonomi daerahterus mengalami peningkatan. Di Riau misalnya,perluasan perkebunan yang cukup besar ber-dampak langsung terhadap manusia dan ekolo-ginya. Munculnya izin pembukaan lahan untukkelapa sawit menimbulkan persoalan yang tidakpernah bisa diselesaikan. Keberadaan perusa-haan raksasa seperti Indah Kiat Pulp and Paperdan Riau Andalan Pulp and Paper telah “meng-habiskan” seluruh hutan kayu di wilayah Riau.Konsesi ini tidak selesai begitu saja, karenasetelah habis kayunya, kelompok-kelompokmereka pula yang mendapatkan hak untukpengelolaannya, baik Hutan tanaman Industri(HTI) atau pembukaan perkebunan sekala luas.Kelompok-kelompok ini secara ekstrim kemu-dian menguasai lahan-lahan tersebut untukmengembangkan berbagai tanaman kebutuhanekspor dan lainnya.18 Dalam catatan misalnya,Riau adalah wilayah dengan luas lahan sawit

terbesar di Indonesia, disusul Sumut, Sumbar,Jambi, dan Kalimantan.19 Negara dengan kewe-nangan dan kekuasaannya dalam mengelolaSumber daya alam membiarkan persoalan itumuncul dan membiarkan pula munculnyaberbagai konflik antara satu pihak dengan pihaklain.20 Pembiaran secara permanen inilah yangsecara terus menerus mengintrodusir menjadidendam sejarah.

Di Jambi juga merupakan wilayah yang sacara

17 Elisa Kartini E. Samon dan Syahroni, Tanah untukKehidupan: Perjuangan Reforma Agraria di Suka Maju,Tanjung Jabung Timur, Jambi. (Jakarta: Petani Press &FSPI, 2007).

18 Marcus Colchester, Norman Jiwan, Andiko, dkk.Tanah yang Dijanjikan: Minyak Sawit dan PembebasanTanah di Indonesia, Implikasi terhadap Masyarakat Lokaldan Masyarakat Adat. (Jakarta: Forest People Programmedan Perkumpulan Sawit Watch, 2006), hlm. 22. Minyaksawit hingga kini menjadi bahan dasar andalan bagi beberapaproduk di Eropa dan dunia, seperti untuk minyak goreng,es krim, margarin, lemak, juga untuk bahan deterjen, shampo,lipstik, krim, lilin, semir, dan pelumas. Bahkan buah sawitjuga bisa digunakan untuk plastik, tekstil, emulsi, bahanpeledak, dan obat-obatan. Penggunaan secara masif inimenempatkan 7 dari 10 produk di supermarket eropaterbuat dari bahan kelapa sawit. Realitas ini menempatkansawit benar-benar menjadi primadonabahan baku kebutuhandasar manusia, dan Indonesia adalah ladang yang sangatmenjanjikan untuk memproduksinya.

19 Marcus Colchester, Norman Jiwan, Andiko, dkk.op. cit., hlm. 26. Data Ditjen perkebunan RI hingga 2010luasan perkebunan sawit seluruh Indonesia sekitar 7.8 jutahektar, namun angka lain menunjukkan sekitar 8.2 juta hektar,lihat “ Sinarmas Agro Penguasa Lahan Sawit Terbesar diIndonesia”, http://duniaindustri.com/berita-agroindustri-indonesia/764-sinarmas-agro-penguasa-lahan-sawit-terbesar-di-indonesia.html. Dari sisi penguasaan lahan, PTSalim Plantations, Indofood Group dan IndoAgrimenguasai lahan sawit terbesar di Indonesia sebesar1.155.745 hektare, namun dari sisi produksi, Sinarmas Groupmasih mendominasi produksi CPO sebanyak 15.000 tonper hari dengan total luas lahan kebun sawit 320 ribu hektare,kedua adalah Wilmar International Group yangmemproduksi 7.500 ton per hari dengan luas lahan 210 ribuhektare, disusul kemudian PT Perkebunan Nusantara(PTPN) yang memproduksi 6.675 ton per hari, kemudianPT Astra Agro Lestari Tbk yang memproduksi 6.000 tonper hari dengan luas lahan 192 ribu hektare. Sinar Mas Groupjuga sudah menguasai lahan 1 juta hektare di Papua yangbelum digarap.

20 Lihat Afrizal, Sosiologi Konflik… Op.cit.

Page 8: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

412 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

empiris memiliki lahan perkebunan sawit begituluas. Sama dengan Riau, problem utamanyaadalah pembukaan lahan perkebunan skala luasuntuk sawit dan mulai tergantikannya tanamankaret bagi penduduk lokal. Konsekuensi berikut-nya adalah terkonsentrasinya kantong-kantongkemiskinan di sekitar lahan perkebunan, sehing-ga meningkatkan ketegangan-ketegangan sosialekonomi bagi warga. Wilayah-wilayah yang sela-ma ini di klaim sebagai milik adat tidak diakuioleh pemerintah dan janji pengusaha denganprogram inti plasma minimal 20% tidak berjalansebagaimana seharusnya, padahal sebagian ma-syarakat sudah terlanjur menyerahkan lahannyauntuk perusahaan. Kasus yang terjadi di TanjungJabung Timur misalnya antara petani dengan PTKaswari Unggul, janji kepada masyarakat denganmodel pengelolaan kemitraan yang miripdengan Inti Plasma juga tidak ditunaikan sesuaikesepakatan, bahkan perusahaan dianggap men-caplok lahan milik masyarakat. Kondisi ini yangmenyebabkan mereka terus melakukan perla-wanan sebagaimana keyakinannya akan hakmereka.21

Di Sumatera Utara, konflik-konflik model se-perti ini pernah diinventarisir oleh Walhi Sumut.Menurut Walhi, mengutip data Badan Perta-nahan Nasional Sumatera Utara menunjukkan,pasca 1998 ada sekitar 554 konflik tanah, darijumlah itu 97 persen atau 537 kasus diantaranyaadalah konflik tanah antara masyarakat pemiliktanah ulayat dengan pihak perkebunan. Data inihanya mengkonfirmasi bahwa konflik di daerahsedemikian masif dan sewaktu-waktu bisa men-jadi bom waktu.22

Di Sumatera Selatan dan Lampung hal yangsama juga terjadi, kasus perebutan lahan yang

melibatkan 22 desa yang tergabung dalamGerakan Petani Penegak Bersatu (GPPB) terjadidengan PTPN VII. Upaya menarik kembali lahanmereka sudah terjadi sejak reformasi bergulir,namun hingga kini masih menemukan jalanbuntu. Segala upaya sudah mereka lakukan, danPTPN sebagai perusahaan negara selalu meng-klaim apa yang mereka kerjakan adalah “benar”,walaupun kesaksian menunjukkan bahwa wargasangat beralasan menuntut balik tanahnya yangdirampas.23 Di Lampung konflik agraria jugabanyak terjadi, sebuah pengakuan jujur daripenguasa lokal, awal 2012 Pemerintah ProvinsiLampung mengakui kewalahan mengatasi ma-raknya konflik agraria. Konflik agraria akhir-akhir ini terus marak dan terjadi baik di wilayahperkebunan maupun kawasan hutan. WakilGubernur Lampung Joko Umar Said mengata-kan, setiap tahun di lampung muncul 30-40 ka-sus tanah. Pada tahun 2011, Lampung menangani30 kasus, namun yang bisa diselesaikan hanya 8kasus, sementara berikutnya muncul lagi kasus,dan jumlahnya terus meningkat. PemerintahLampung sendiri dengan sadar mengakui bahwabanyak kasus-kasus konflik agraria terjadi akibatlahan pertanian yang tidak tersedia bagi petani,mereka hanya kumpulan petani gurem yang daritahun ke tahun tidak menngalami perubahan.24

21 Elisa Kartini E. Samon dan Syahroni, op.cit.22 Sebenarnya situasi ini mayoritas disadari oleh elite

negeri ini, akan tetapi tampaknya ada ketidak seimbanganposisi jika persoalan agraria diselesaikan oleh negara,beberapa elite mengkonfirmasi biarkan diselesaikan dengan

cara mereka masing-masing. SBY selaku presiden dengansangat sadar situasi ini dan meyakini butuh penyelesaian,akan tetapi tampaknya ada jarak dalam hal pemehaman dankeyakinan yang dibangun oleh masing-masing sektor yangterlibat dalam konflik agraria. Lihat “SBY Akan BentukTim Terpadu untuk Cegah ‘Bom Waktu’ Kasus Agraria”,“SBY Perintahkan Tim Terpadu untuk Cegah Bom WaktuKasus Agraria Segera Dibentuk”, www.detik.com., diaksespada tgl 26 Juli 2012.

23 “Kronologi Bentrok 22 Desa dengan Aparat polisi,Brimob dan Penangkapan 12 warga oleh Brimob, padaKonflik Agraria Antara PTPN VII dengan Petani OganIlir”. www.walhi.or.id. Diakses pada tanggal 26 Juli 2012.

24 “Konflik Agraria Marak di Lampung”,www.kompas.com

Page 9: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

413M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

Sejenak mungkin kita perlu melihat data-datalima tahun terakhir yang dirilis oleh lembagayang berkonsentrasi pada persoalan agrariaseperti Perkumpulan HuMA, KonsorsiumPembaruan Agraria, ScaleUp, dan AMAN (Alian-si Masyarakat Adat Nusantara) pada kasus tanahadat. Data yang dikonf irmasi pertahun itumenampilkan wajah asli konflik agraria di In-donesia yang terus bergulir, menyebar, danmeluas.25 Empat lembaga itu mencatat setiapdaerah muncul konflik yang menyebar dan me-luas sesuai dengan karakteristik pembangunan-nya wilayahnya, misal Sumatera didominasidengan konflik perkebunan dan kehutanan,Kalimantan dengan tambang, perkebunan, dankehutanan, Jawa didominasi dengan pengem-bangan wilayah (properti), perkebunan, danpembebasan lahan untuk kepentingan perluasanpembangunan kota, sementara AMAN mencatatratusan konflik tanah adat diseluruh Indonesia.

Dari data base lembaga di atas, pada setiaplaporan akhir tahun angka-angka konflik agrariahampir selalu menunjukkan kenaikan yangsignif ikan, setidaknya model konflik dan keke-rasannya bermutasi menjadi jauh lebih ekstrim.Dari sekedar pengusiran dan intimidasi, bergesermenuju ke penculikan dan penyiksaan, bahkanpembunuhan kepada pihak-pihak yang dianggap“musuh oleh korporasi”. Penumpukan persoalanpada tahun-tahun sebelumnya belum mampudiselesaikan, kemudian muncul persoalan barulagi. Hal itu senada dengan lajunya peningkatanpembukaan lahan-lahan baru untuk proyek-proyek skala luas, baik perkebunan, pertam-bangan, properti, infrastruktur, dan proyeklainnya. Pada konteks inilah apa yang disebutoleh Gunawan Wiradi dengan menyitir penda-

pat Demetrios Christodoulou tentang “AgrarianReform is the offspring of Agrarian Conflict” me-nemukan relevansi dan pembenarnya.26

Menurut Christodoulou, pengalaman dibe-berapa negara, konflik agraria cenderung diabai-kan, dan pengabaian itu akan berakumulasisacara liar dan menjadi fenomena sosial. Dalambahasa teoretisi sosial Lewis A. Coser, konflik atauperselisihan yang menyangkut sumber-sumberkekayaan alam yang persediaannya terbatas akanmenghasilkan soliditas bagi kelompok-kelompoktertentu yang merubah relasi dan sistem sosial.Masing-masing beradaptasi dengan konflik danmemainkan perannya.27 Relevansi ini membun-cah dan ketegangan-ketegangan konflik agrariamenjadi nafas perjuangan agraria masyarakat.Inter koneksi dan bangunan relasi akan menun-jukkan kekuatan bagi masyarakat yang menga-lami konflik menuju perjuangan hak dan kepen-tingan kolektif. Dalam konteks lain, konflikmenjadi bagian integral dengan formasi danmodel perjuangan agraria, ia tidak bisa dibacasebagai konflik an sih, tetapi juga proyek ikutandari hasil sebuah konflik, yakni gerakan bersama“lawan”.

C. Karakteristik Gerakan Agraria(Orde Baru)

Titik awal perjuangan agraria pada Orde Baruterletak pada perlawanan atas kepentinganpembangunan dan investasi negara. Semuapihak menyadari bahwa Orde Baru mengandal-kan kekuatan investasi asing dan lokal untukmembangun Indonesia. Sejarah awal persoalanmuncul ketika klaim dan penggusuran mulaimemakan korban. Dalam sejarah perjuangan

25 Baca dokumen dan laporan setiap akhir tahun empatlembaga di atas yang tersimpan dengan baik di,www.kpa.or.id, www.huma.or.id, www.scaleup.or.id,www.jatam.org.

26 Gunawan Wiradi, op.cit, hlm. 43.27 Lewis A. Coser, “Social Conflict and the Theory

of Social Change”, The British Journal of Sociology, Vol.8, No. 3. (Sep., 1957), pp. 197-207, The Functional of SocialConflict, (New York, Free Press, 1956).

Page 10: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

414 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

agraria, kita tidak bisa melewatkan begitu sajakasus yang begitu fenomenal, yakni kasus SiriaRia (Sumatera Utara), kisah “perampasan” lahanantara petani dengan Pemda dan Dinas Kehu-tanan. Kasus Siria Ria dilihat dari kaca mataperjuangan agraria sangat fenomenal karenadiperjuangkan oleh mayoritas petani perempuandan sukses mengembalikan tanah leluhurmereka. Awal mula kasus ini terjadi pada tahun1972, tanah petani yang dijadikan kebun kopiyang merupakan warisan nenek moyang merekasudah ratusan tahun tiba-tiba ditanami pohonpinus oleh Dinas Kehutanan. Kehutanan ber-alasan tidak menanami tanah petani, hanyamenanami lahan yang tidak dikerjakan olehpetani, namun lahan yang ditanami cukup luas,117 hektar. Penduduk memprotes lewat surat danmengirim utusan ke Dinas Kehutanan dan BupatiTapanuli Utara. Bupati kemudian menyelesaikan-nya secara musyawarah, dan penanaman diba-talkan. Lahan yang sudah ditanami kemudiandipindahkan oleh warga secara gotong royongselama 15 hari sebagai bagian dari kesepakatanpembatalan penanaman oleh Dinas Kehutanan.

Beberapa tahun kemudian, 1977 keteganganmuncul kembali. Petugas kehutanan datang,menggali lubang dan menanami kembali lahantersebut. Petani merasa perlu kembali memper-juangkan tanahnya, ditempuh lewat jalur penga-dilan, dan mereka sepakat patungan menyewapengacara. Perjuangan ditingkat pengadilankemudian disampaikan oleh pengacara dan men-dapat kemenangan, keputusannya tanah terse-but tetap menjadi milik warga. Sepontan petanisenang dan merasa tidak rugi mengeluarkanuang 1.25 juta untuk mengurus tanah tersebut.Akan tetapi tak lama setelah itu camat merekadatang membacakan keputusan yang lainbunyinya, intinya warga sepakat menyerahkanlahan tersebut kepada Dinas Kehutanan untukdireboisasi. Mendengar putusan itu merekamarah dan mencari pengacara yang mereka

sewa, namun jejaknya sudah tidak bisa ditemu-kan, mereka baru sadar kalau mereka ditipu olehpengacara. “Apa kami ini sudah gila, membayarpengacara satu juta lebih hanya untuk menye-rahkan kebun kopi kami pada Dinas Kehu-tanan”?28

Pasca keputusan tersebut, tahun 1979 protesterus terjadi, demonstrasi di kantor camat terusdiadakan, bahkan mereka merusak kantor camat.Diantara petani banyak yang ditangkap, bahkanbanyak pula yang melarikan diri. Yang menarik,ketika petani sudah ditiarapkan dan tak ada lagiperlawanan yang memadai untuk memperjuang-kan tanah mereka, ibu-ibu mengambil alih perandominan laki-laki dalam merebut tanah. Setiapada petugas kehutanan datang, maka ibu-ibupetani kopi menguber-menguber mereka. Tentumenarik karena kalau kaum perempuan berge-rak jauh lebih sulit menghalaunya dibandingkaum lelaki, demikian pengakuan warga dalamtuturannya kepada Majalah Tempo:

Tiap petugas Kehutanan yang masuk ke areal diuberberamai-ramai, terutama oleh ibu-ibu. Keadaantegang. Hingga ketika Jamedan dan Boni Siregarditahan, gerakan protes muncul: Lebih 200 ibu ataumang menyerbu kantor camat. Mereka jugamemprotes ke beberapa instansi di Tarutung yangjaraknya dari Siria-ria sampai 65 km, berjalan kaki.Di sebagian daerah Tapanuli Utara ini kaum wanitamemang lebih berperanan menggarap sawah ladangketimbang pria yang lebih banyak melewatkan waktudi kedai, main gitar atau catur sambil menikmatiparmitu (tuak). Jangan mengharap bisa bertemupara ibu di rumah jika mengunjungi Siria-ria di sianghari. “Kami yang lebih merasa perlu dengan kebunkopi itu daripada suami kami,” tukas Naensar boruLumbangaol.29

Tanah, bagi petani adalah persoalan hidupmati. Kisah Siria Ria ini menginspirasi beberapakasus besar berikutnya. Bahkan saat kisah Siria

28 Tempo, 25 Agustus 1979.29 Tempo, 25 Agustus 1979.

Page 11: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

415M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

Ria belum selesai, kemudian muncul kasus besardi Jawa Timur, yakni kasus Jenggawah di Jember.Jenggawah memang jauh lebih besar dibandingdengan Siria Ria, akan tetapi pola dan modelperlawanannya tidak mengalami perubahan,protes dan lawan kepada pengusaha dan negarayang bersekutu.

Kasus Jenggawah dimulai saat ada perintahdari aparat desa untuk menyerahkan girik, persil,tanda pajak, pethok D, dengan janji akan didis-tribusikan ulang tanah perkapling kepada warga.Kepolosan warga tani dengan begitu saja menye-rahkan apa yang diminta, dan mereka baru sadarsetelah mengetahui bahwa ada edaran GubernurJawa Timur tentang pengkaplingan tanah, dansetiap KK akan mendapat 0.300 hektar. Tentusaja mereka menolak karena dengan tanahsekecil itu petani tidak akan bisa bertahan sekedaruntuk subsiten. Petani merasa ditipu saat me-nanda tangani penyerahan pethok D diseleweng-kan sebagai bentuk menyerahan hak kepada PTPXXVII. Peristiwa ini awal penyulut kasus yangkemudian terjadi protes, pembakaran gedungPTP, dan keributan massal lainnya.30

Negara dengan segala kekuasaannya vis a viskepada rakyat, dan tak akan terhindarkan kon-flik sebagai bagian dari kebijakan tersebut. KasusJenggawah jelas mewarisi apa yang pernah terjadipada kasus Deli dimana raja berkolaborasidengan pemerintah dan pengusaha mengambiltanah rakyat. Dan hal itu akan memicu konflikberkepanjangan karena kebijakan telah diambildan pembiaran sebagai bagian dari kebijakantersebut. Mungkin inilah yang disebut oleh TaniLi dalam bukunya The Will to Improve, keku-asaan merencanakan pembangunan dengandisain yang telah ditetapkan, dan tidak “mung-kin” kekuasaan akan merevisi apa yang sudah

diagendakan sesuai kepentingannya.31 Jadinegara budiman yang dibayangkan aleh pendirirepublik jauh dari apa yang dihadirkan saat inikarena berubah menjadi pelaku-pelaku negarapemburu rente.32

Setelah dua peristiwa penting di atas, lajupertumbuhan dan pembangunan Indonesiamengalami puncak kejayaan pada tahun 1980-an. Dibidang pertanian terjadi swasembadaberas, pertumbuhan ekonomi di atas 7%, pem-bangunan infrastruktur mengalami peningkatanpesat, perluasan investasi perkebunan, pembu-kaan lahan baru untuk berbagai kepentingan,dan pembanguna gedung-gedung mercusuarmenandai simbol kesuksesan Suharto, semuaprestasi itu ada dimana-mana. Bersamaandengan itu pula mulai merebak berbagai kasusagraria di Indonesia yang melibatkan ribuanpetani. Diawali dari kasus Waduk Kedung Ombotahun 1985, yang menenggelamkan 37 desa, 7kecamatan di 3 kabupaten, Boyolali, Sragen, danGrobogan. Sebanyak 5.268 keluarga kehilangantanahnya akibat pembangunan waduk tersebut.Dengan alasan pembangunan dan kesejahteraan,kucuran Bank Dunia 156 juta dolar dengan mu-dah menggusur rakyatnya sendiri.

Narasi berikutnya yang dipertontonkan padarakyat adalah kasus perampasan tanah di Taposdan Cimacam, Jawa Barat pada tahun 1990. Pem-bukaan lahan peternakan ini telah merampastanah warga dengan pertimbangan dan alasanapapun. Dari timur Indonesia kita masih ingat

30 Jos Hafid, Perlawanan Petani: Kasus TanahJenggawah. (Jakarta: Pustaka Latin, 2001).

31 Tania Murray Li, The Will to Improve: Perencanan,Kekuasaan, da Pembangunan di Indonesia. (Jakarta: MarjinKiri, 2012). Yang menarik juga, menurut Tania Li, proyekyang dilakukan oleh Orde Baru benar-benar meniru klautidak mau disebut mengikuti model dan teknik pemerintahkolonial. Hal itu terwujud dalam bentuk seperti pemindahanpenduduk dan transmigrasi demi melanjutkan kepentingan“pembangunan” yang dikehendaki oleh penguasa.

32 Noe Fauzi Rachman, Land Refom, op.cit., hlm. 127-130.

Page 12: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

416 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

dengan kasus LB Dingit tokoh dayak pedalamanKutai pada tahun 1992 yang memperjuangankantanah leluhur atau tanah ulayat mereka ataskebijakan negara mentrasmigrasikan warga kelahan masyarakat secara sepihak. Proyek HTI-Trans ditolak karena LB Dingit bersama wargaingin menyelamatkan tanah warisan leluhuruntuk menjaga kelestarian alamnya. “Hutan dantanah adat adalah pendukung dan harapanuntuk hidup dan kehidupan di muka bumi ini,oleh karena itu kami sebagai masyarakat adatakan selalu mempertahankan kelestarian hutansampai tulang-tulang kami memutih, sampaitetes darah kami habis”. Perjuangan LB Dingitdalam mempertahankan tanahnya mendapatsambutan banyak pihak, bahkan mendapatkanhadiah Goldman Environmental Prize dariGoldmand Environmental Foundation padatahun 1997.33

Beragkat dari titik tolak di atas, tampak bahwagerakan perjuangan agraria pada Orde Barumemiliki kekuatan pada militansi dan kekuatanjaringan lokal. Jaringan yang terbentuk adalahjaringan antara wilayah yang satu sama lain me-nunjukkan empati yang sama. Merujuk denganapa yang diargumentasikan oleh Dianto Bach-riadi, era 1970-1998 relatif memiliki isu utamayang mirip yakni perlawanan terhadap tindakankekerasan negara kepada petani dan buruhdalam menangani persoalan agraria. Munculnyakomunitas-komunitas pembela korban nyarismemberi amunisi yang relatif kuat bagi perju-angan agraria khususnya petani di pedesaan.Pada periode ini mayoritas basis perjuanganagraria ada di pedesaan dengan menampilkantokoh-tokoh lokal dari kalangan petani. Semen-tara support organisasi relatif luas, dari mulaiNGO, mahasiswa, solidaritas mahasiswa dankelompok-kelompok lainnya sampai organisasipetani lokal. Khusus organisasi petani, apapun

namanya, ia mampu membangun jaringan,mampu mengkoneksikan antarwilayah satudengan lainnya.34 Sementara dari sisi isu yangdiperjuangakan fokus pada perlawanan ataspenggusuran-penggusuran, menuntut pengaku-an hak, kampanye land reform, penggantiankerugian yang layak atas penggusuran, dan mela-wan semua jenis penindasar negara dalam perso-alan agraria. Mayoritas pergerakan perlawananini muncul secara spontan, terutama di desa.35

Tabel pemetaan di bawah yang disusun olehBachriadi mencoba memetakan gerakan agrariasejak awal Orde Baru hingga akhir berkuasanyaOrde Baru. Dari tahun 1970an sampai 1998, tam-pak tidak banyak perubahan yang terjadi dalampersoalan isu, strategi, dan tokoh atau pelaku/aktor-aktor yang memainkan peran.

Tabel 1. Dinamika Perubahan dalam ProReforma Agraria dan Gerakan Sosial Pedesaan

Indonesia, 1970an—1990an

Sumber: Dianto Bachriadi, “Between Discourseand Action: Agrarian Reform and RuralSocial Movement in Indonesia Post 1965”.Australia: Disertasi Flinders University,2010, hlm. 376-378, diolah oleh penulis.

33 Suara pembaruan, 21 April 1997.

34 Serikat-serikta petani muncul di banyak daerah padaperiode Orde Baru, baik yang memiliki jaringan nasionalseperti SPI maupun yang bersifat lokal. Lihat SaturninoM. Borras Jr, La Via Campesina: An Evolving Transna-tional Social Movement, (Genta Pergeraka, 2005).

35 Dianto Bachriadi, op.cit, hlm. 376.

Periode Basis Supporting

OrganisationIsu Utama Strategi Utama Kepemimpinan

1970-perte-

ngahan 1980

-

Desa

Gerakan protes yang

muncul secara

spontan di tingkat

lokal akibat tindakan

represif

- Melawan tindakan2

penggusuran

- Pengakuan Hak atas

Tanah

Protes2 kepada

pemerintah dan parlemen

daerah

Tokoh tani lokal

Perkotaan LSM - Pembangunan

pedesaan

- Wacana land

reform

Pengembangan basis2

komunitas

LSM-Scholar-activis

Pertengahan

19

1990

80-awal Desa

Gerakan protes yang

muncul secara

spontan di tingkat

lokal akibat tindakan

represif

- Melawan tindakan2

penggusuran

- Pengakuan Hak atas

Tanah

- Kompensasi yang adil

- Protes2 kepada

pemerintah dan

parlemen daerah

- Tindkan claim atas

tanah (reklaiming)

Petani lokal

Perkotaan - Solidaritas

kelompok

mahasiswa

- Kolaborasi

Mahasiswa LSM

- LSM

- Aksi solidritas untukk

korban penggusuran

- Perlawanan

pembangunan Orde Baru

dan politik represif

- Hak atas tanah dan HAM

- Protes langsung (local-

nasioal ke pemerintah

dan parlemen)

- Bantuan hukum

(advokasi)

- Mobilisasi korban

penggusuran dan

protes2 secara luas

- Mahasiswa dan aktivis

LSM

1990an

Desa

Organisasi petani

lokal (desa dan antar

desa)

- Melawan tindakan2

penggusuran

- Pengakuan Hak atas

Tanah

- Kompensasi yang adil

- Protes2 kepada

pemerintah dan

parlemen daerah

- Claim atas tanah

(reklaiming)

- Petani lokal

- Kombinasi tokoh lokal,

kader politik ex

Mahasiswa dan LSM

Perkotaan - Kolaborasi

Mahasiswa LSM

- Organisasi petani

tingkat kab, prov.

- Koalisi nasional

(agrarian reform)

- Aksi solidritas untukk

korban penggusuran

- Perlawanan

pembangunan Orde Baru

dan politik represif

- Hak atas tanah dan HAM

- Protes langsung (local-

nasioal ke pemerintah

dan parlemen)

- Bantuan hukum

(advokasi)

- Mobilisasi korban

Mahasiswa, ex

mahasiswa, LSM, scholar

activis

Page 13: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

417M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

Bagaimana strategi mereka melawan negaradalam memperjuangkan hak-hak agrarianya?Protes, unjuk rasa dengan memobilisasi parakorban, forum-forum seminar menyangkutpemahaman hak-hak atas tanah bagi warga(pendidikan politik), local group discussion, le-gal-paralegal action, dan advokasi. Aksi-aksiprotes secara spontan sebagai respon dari sebuahkasus masih menjadi strategi utama yang dila-kukan oleh petani dan aktivis, sementara peman-faatan jaringan media, kampus, peneliti masihmerupakan suatu yang langka, disisi lain kampusmemang tidak menjadikan studi agraria sebagibagian yang dianggap penting. Dan menarik jugabirokrasi dan partai politik tidak menjadi mitra-nya, mereka dinilai bukan bagian dari kelompokyang berpihak pada petani. Hal ini menjadi kesa-daran bersama bahwa partai politik masa OrdeBaru tidak berani tampil menjadi pembela petanikarrna katakutan akan stigmatisasi sebagaikelompok kiri. Akan tetapi tesis itu bisa sajadengan mudah terbantahkan karena era refor-masi partai politik juga tidak mengalami peruba-han, tidak menjadikan persoalan agraria sebagaiprogram dan kebijakan partai, persoalan agrariabukan isu yang menarik bagi partai plitik.36 Arti-nya stigmatisasi hanya persoalan apologi atasketidakberpihakan mereka pada para petani.

Mengutip pendapat Noer Fauzi Rahmandalam disertasinya yang juga mengutip pendapatSam Moyo dan Paris Yeros, karakterisasi gerakansosial dan perjuangan agraria merujuk apa yangterjadi di Amerika Latin. Model di Amerika Latinjuga terjadi di Afrika dan Asia. Kalau munculpembeda yang tegas terletak pada kepemilikanlahan. Petani Asia seperti Jepang, Korea, Taiwanadalah kelompok yang memiliki tanah cukup

luas, sementara petani Indonesia mayoritas tidakmemiliki lahan. Di luar itu karakteristiknya bisadisebut sangat berdekatan, misalnya basis sosial-nya yang campuran antara pedesaan dan kota,petani kecil dan proletar, dipimpin oleh intlektualdari kalangan petani. Aksi-aksi mereka langsungpada apa yang menjadi kasusunya (tanah) denganmembawa ke ruang publik. Sementara dari sisistrategi mereka adalah kelompok “anti politikdan negara”, sekalipun berusaha untuk berafiliasidengan partai politik. Namun mereka lebihmudah beraliansi kepada organisasi tani, NGOdan gerakan-gerakan sosial lainnya. Dan terakhiryang paling menonjol adalah ideologi yang digu-nakan kental pada pemaduan aliran Marxian.37

Karakteristik di atas mungkin bisa untukmemeriksa apa yang terjadi di Indonesia, khu-susnya Jawa. Ada banyak kemiripan bagimanapara petani membangun relasi secara spontanlewat pelibatan publik dalam memperjuangkanhak, protes, maupun menuntut keadilan agrariabagi kelompoknya. Jika kita memeriksa beberapahal, hanya sedikit petani Indonesia bergerakpenuh dengan sadar berjuang secara ideologis,akan tatapi justru pada ruang itulah ia kentalmemainkan atau dimainkan ideologi bawahsadarnya oleh kepentingan bersama maupunkepentingan kelompok tertentu, lewat perasaansenasib sepenanggungan sekaligus korbanketidakberpihakan.

D. Pasca 1998, Meluaskan Strategi:Karakteristik yang Berubah

Era Reformasi dianggap cukup heroik dalampentas sejarah perjuangan agraria Indonesia.

36 Lihat AD/ART partai politik yang muncul padaperiode pasca Orde Baru, baik PDI-P, PAN, PKS, danpartai lainnya tidak muncul secara tegas keberpihakan padaisu agraria di Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Mereka.

37 Noer Fauzi Rachman, “The Resurgence of LandReform Policy and Agrarian Movements in Indonesia”,University of California, Berkeley, 2011, hlm. 8-9. Periksasumber langusngnya, Sam Moyo dan Paris Yeros (Ed.),Reclaiming the Land The Resurgence of Rural Movements inAfrica, Asia and Latin America, (London: Zed Books,2005), hlm 44-45.

Page 14: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

418 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

Perubahan rezim membuka ruang-ruang barubagi aktivitas organisasi sosial dan komunitas-komunitas penggiat studi agraria. Gerakan-gerakan petani tak bertanah, petani miskin tere-lasi dengan gerakan-gerakan masyarakat di per-kotaan, kelas menengah, dan kelompok-kelom-pok yang memperjuangkan nasib mereka.

Sedikit menengok sebelum peristiwa 1998,kerangka dasar perjuangan rakyat Indonesiasebenarnya sudah terlihat dengan jelas akibattindakan-tindakan negara yang mengeliminirkehendak rakyat. Sebuah pertanda kejatuhanrezim sudah dekat akibat politik dan kebijakanyang ditempuh tidak berpihak pada petani. Padatahun 1992, 3.8 juta hektar perkebunan dipegangoleh 1.206 perusahaan asing dan domestikdengan rata-rata kepemilikan sekitar 3 ribuhektar. Jauh jika dibandingkan dengan rata-ratakeluarga petani yang hanya memegang tanahkurang dari 0.8 hektar. Masih jauh lebih ekstrimjika dibanding dengan peningkatan atau teraku-mulasinya tanah perkebunan dibidang sawit.Antara 1982-1999 total 4 juta hutan Indonesiatelah dikonversi menjadi perkebunan (sawit),ironisnya, tanah-tanah ini terakumulasi padakelompok-kelompok pengusaha yang sangatsedikit jumlahnya, seperti keluarga Salim, kelu-arga Sinar Mas Group, dan perusahaan-perusa-haan asing.38

Meurut Anton Lucan dan Carol Warren, sejak1993-1998, tercatat Badan Pertanahan Nasionaltelah menerbitkan 48 izin lokasi untuk proyek-proyek pembangunan seluas 3 juta hektar. Seba-gian besar (96 persen) digunakan untuk perke-bunan. Dalam catatan itu juga, pada tahun 1998,62 persen tanah yang izin lokasinya diterbitkantelah diakuisisi oleh pengembang, akan tetapihanya sedikit (26 persen) yang benar-benardikembangkan/digunakan, sisanya menjadi

lahan terlantar. Dalam konteks ini, tampaknyaLucas dan Warren menengarai bau tak nyamanatas kebijakan besar-besaran yang dikeluarkanoleh BPN dengan mengeluarkan izin lokasi yangbesar itu, sebab pada akhirnya tanah itu tidakdigunakan oleh pemegang haknya, namun dite-lantarkan. Bahkan, belakangan mereka meng-agunkan hak konsesinya (HGU) ke Bank,namun setelah mendapatkan uang yang cukupbesar mereka menelantarkan lahan tersebut.Kelemahan aturan dalam penerbitan HGUdisinyalir sebagai bentuk permainan sistem birok-rasi dan pengusaha dalam mendapatkan tujuan-nya.

Setelah diawali dengan protes-protes yangcukup masif atas kebijakan dan perlakuanterhadap petani dan berbagai elemen, tindakanmasyarakat segera mengalami perubahan. DiJawa dan Sumatera, pemberitaan berkenaandengan protes berbagai kelompok menjadi isudan santapan publik setiap hari, sehinggamenyebar dengan mudah berbagai tindakanrakyat. Eksesnya dengan cepat pula “wabah” itumenyebar dan memberikan inspirasi bagi parapetani dan masyarakat tak bertanah. RekamanAnton dan Warren di beberapa tempat menun-jukkan angka yang luar biasa, misalnya di JawaTimur, pendudukan perkebunan, lapangan golf,dan tanah-tanah terlantar begitu cepat dilakukanoleh rakyat. Catatan LBH Jatim, ada sekitar 50tindakan rakyat di berbagai lokasi di Situbondoyang selama ini disengketakan. Kopi dan kakaodirusak oleh masa dan ditanami kembali olehmassa dengan tanaman jagung dan kedelai. DiJenggawah, perjuangan yang selama puluhantahun belum berhasil dengan segera merekamelakukan pendudukan di beberapa tempat, diSumatera Utara ribuan petani menuntut dikem-balikan tanah mereka yang dikuasai PTPN.Tindakan rakyat bukan sekedar menduduki danmerusak lahan, tetapi juga mengambil tanamandan hasilnya. Dalam situasi saat itu, tidak ada38 Anton Lucas dan Carol Warren, op.cit., hlm. 97-98.

Page 15: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

419M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

hukum yang bisa bekerja untuk mengontrol“perlakuan masyarakat”, tidak ada keberanianaparat lokal untuk mengambil tindakan, danmereka lebih memilih membiarkan atau mem-benarkan tindakannya.

Apa yang dilakukan petani di beberapa daerahjelas mendapat simpati dari media, sekalipunsebagian media melaporkan tindakan tersebutdengan “kriminal” masyarakat, tujuannya lebihpada menunjukkan kepada publik bahwa apayang dilakukan Orde Baru selama ini memberi-kan dampak yang begitu luas bagi ekonomi danperilaku masyarakat. Tindakan sepontan itu sege-ra saja mendapat raihan simpati dan ditiru olehkelompkk-kelompok petani lainnya.

Kejadian yang menimpa beberapa daerah ataupersisnya gerakan-gerakan petani di daerah yangsengit, membuat pejabat kadang-kadang dipaksamasyarakat untuk mencabut keputusan yangtidak populer yang dihasilkan sebelumnya. DiSurabaya, seribu warga memaksa kepala desauntuk mencabut penjualan 12,6 hektar lahan ko-munal ke pengembang dan menuntut kepaladesa meminta maaf atas tindakannya karenadianggap berbohong yang menjual suara warga,warga dianggap menyetujui tindakan menjualtanah padahal hal itu tidak pernah dikomuni-kasikan.39

Di Cimacan, petani berhasil menegosiasikanulang penggantian hak yang selama ini tidakdihargai. Tanah Tapos40 yang diambil oleh keang-kuhan negara lebih kurang seluas 753 hektar bisadiduduki kembali oleh petani, namun hanyasekitar 36 hektar. Kejadian serupa di banyakdaerah pada pasca 1998 merupakan efek dominodari sebuah pergerakan yang dimotori oleh

mahasiswa diberbagai kota-kota besar. Petanimerasakan efek langsung atas peristiwa itu dankalim-klaim ulang atau lebih tepatnya reklaimingatas tanah yang dijarah oleh negara pada OrdeBaru kembali dilakukan. Hampir semua wilayahterjadi pendudukan dan reklaiming, juga terjadidi Lombok dan Bali yang relatif lebih “sepi”.

Catatan Anton dan Warren memang tidakbisa menunjukkan reklaiming itu apakah berhasilatau tidak setelah sekian tahun reformasi berja-lan, karena memang belum ada data yang me-nunjukkan status kepemilikan reklaiming antara1998-2004 dan periode sekarang setelah zaman“normal”. Hingga hari ini pun belum ada datayang cukup komprehensif untuk melihat keber-hasilan reklaiming 1998, apakah peristiwa 1998itu hanya letupan-letupan atau benar-benarmemberikan manfaat serius bagi banyak petanidi daerah. Jika melihat data-data yang terpisah,tampaknya gerakan 1998 yang sudah rapi padaakar rumput untuk melakukan berbagai upayamerebut kembali tanah-tanah yang dulu diram-pas, kemudian menemukan jalan buntu karenatidak berhasil melanjutkan kejenjang yang lebihtinggi sebagaimana diharapkan oleh rakyat, yaknistatus hak kepemilikan (sertipikasi). Seperti padakasus di Kalibakar, Malang petani sudah merasatidak memiliki lagi cara untuk melanjutkan gera-kan mereka, setelah berhasil melakukan klaimjustru berhenti pada langkah itu. Apa yang di-inginkan oleh warga meningkatkan status hakkepemilikan tidak pernah berhasil dilakukan,walau sebagian wilayah lain tak bisa dipungkirijuga mengalami kesuksesan.41

Dekade pertama abad 21 terjadi model-modelperlawanan yang bermutasi menuju gerakan-gerakan kolaboratif. Satu sisi, konsentrasi gera-kan massa masih efektif sebagai daya tekan dan

39 Anton Lucas dan Carol Warren, op.cit., hlm. 91.40 Lihat lebih rinci kasus Tapos dan Cimacan dalam

Dianto Bachriadi dan Anton Lucas. Merampas TanahRakyat, Kasus Tapos dan Cimacan. (Jakarta: KepustakaanPopuler Gramedia, 2001).

41 Mustain, Petani VS Negara. Gerakan Sosial PetaniMelawan Hegemoni Negara. (Yogyakarta: Arruzmedia,2007).

Page 16: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

420 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

daya lawan pada kekuasaan, akan tetapi pola-polaini hanya dilakukan oleh orgnaisasi-organisasipetani yang basis massanya aktif dan besar,sementara komunitas-komunitas kecil mencobacara-cara baru. Menarik juga untuk melihat ba-gaimana yang terjadi di Pulau Padang, MerantiRiau. Secara khusus hal ini menjadi perhatianpenulis dalam melihat karakter perjuanganmereka. Pola-pola yang tampak masih sama,protes, pembakaran, pendudukan lahan, danpengerahan massa sebanyak mungkin untukmenekan negara agar berempati dan berpihakpada mereka. Yang baru dari pola-pola merekaadalah aksi diam, jahir mulut, dan ancamanbakar diri di depan istana negara. Aksi diam danjahit mulut barangkali masih bisa kita kelompok-kan pada aksi-kasi petani di Sumatera Utara yangmengubur diri di tanah dan telanjang dada bagiibu-ibu, akan tetapi ancaman bakar diri meru-pakan pola baru yang tidak banyak referensi yangbisa kita rujuk.42

Kalau kita melihat sejarah gerakan petani Pu-lau Padang yang mereka adalah mayoritas orangJawa keturunan dan Melayu setempat, kita tidakmemiliki referensi bagaimana orang Melayu danJawa keturunan melakukan hal yang ekstrim. DiJawa mungkin memilik basis yang kuat tentangaksi ekstrim para pejuang agraria, karena penga-laman panjang periode kolonial, termasuk aksibumi hangus dan bunuh diri, tetapi itu berlakupada aksi-aksi ideologis, bukan aksi-aksi padatataran praksis memperjuangkan nasib diri dankelompoknya. Saya mencoba memeriksa bebera-

pa referensi tentang “mitos pribumi malas” yangmendiskusikan karakter-karakter budaya Indo-nesia, termasuk suku Melayu. Ada bayak referen-si yang bisa kita rujuk bagaimana bentangan luaspulau Sumatera yang diduduki ras Melayu ada-lah kelompok yang tidak memiliki etos dan elanyang cukup tinggi, mereka bahkan secara statis-tik masih kalah jauh dibanding suku Jawa dalamhal-hal tindakan ekstrim. Akan tetapi tentangaksi jahit mulut dan ancaman bakar diri sudahsangat mengejutkan bagi warga Melayu Suma-tera (Riau).

Dalam berbagai diskusi dengan banyak pihakdi Meranti yang kebetulan kami lakukan pascalebaran 2012, ada ungkapan keheranan yang luarbiasa bagi mereka. Bahkan 3 dari 6 orang yangmengancam bakar diri dikenal sebagai orangyang “biasa” dan tidak memiliki sejarah panjangsebagai aktivis petani sekaligus pembela petani.Dalam catatan Ma’ruf Syafii,43 dalam dialog pan-jang dengan DPRD setempat sejak tahun 2010,kelompok tani ini tampak hanya menuntut aksesterhadap hutan dan tanahnya tidak digangguoleh pihak-pihak lain, karena ancaman RAPPmenguasai lahan Pulau Padang. Tindakan RAPPmemang menyulut aksi protes bagi masyarakatMerbau dan sekitarnya, karena penetapan arealhutan yang “ngawur”, akan tetapi respon publikdan petani juga menimbulkan beberapa per-tanyaan. Bahkan tuduhan beberapa “pembalakliar”, pelaku-pelaku ilegal loging di Pulau Padangdibalik aksi para petani juga santer di sana. Akantetapi kita tidak sedang menilai sebuah aksiperlawanan para petani, kita ingin melihat perso-alan dinamika di dalam gerakan itu dan model-model baru yang muncul. Menurut Wewen yanglama melakukan advokasi gerakan petani Pulau

42 M. Nazir Salim, “Menjarah” Pulau Gambut:Konflik dan Ketegangan di Pulau Padang”, Bhumi No. 37Tahun 12, April 2013, lihat juga kebijakan konsesi tanah dalamskala luas di Riau yang berdampak serius terhadap masya-rakat dan ekologi, M. Nazir Salim, dkk. “Politik dan Kebi-jakan Konsesi Perkebunan Sawit di Riau”, dalam AhmadNashih Luthfi (ed.), Membaca Ulang Politik dan KebijakanAgraria, (Yogyakarta: STPN Press, 2013).

43 Diskusi dengan Ma’ruf Syafii, Anggota DPRD dariFraksi PKB Kab. Kepulauan Meranti, Selatpanjang, Riau22, Agustus 2012.

Page 17: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

421M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

Padang, gerakan petani Pulau Padang sebenar-nya menarik, strategis, visioner, dan berani dalammengambil sikap dalam kondisi apapun. Semuatuduhan miring dan f itnah kepada aktivis petanimampu dimentahkan dan mereka tetap fokuspada cara-cara yang ektrim demi mempertahan-kan sejengkal tanah dari kezaliman korporasi.Sekalipun kemampuan bertahan petani sangatterbatas, khususnya amunisi yang mereka mili-ki.44 Salah satu yang terpenting dibalik gerakantani Pulau Padang adalah Serikat Tani Riau(STR) yang dengan gigih mempertahankan,melawan, dan terus bergerak memperjuangkansejengkal tanah anggotanya.

Fenomena Pulau Padang menajadi perhatianserius banyak pihak karena mutasi gerakansangat ekstrem dan jika ancaman itu benar, makamereka bisa melakukan bakar diri dengan mu-dah di Meranti dengan tetap terpublikasi secaraluas, akan tetapi apa yang terjadi beberapa bulanlalu, masih pada tahap “perang awal dalam rang-ka menaikkan daya tawar”. Hanya saja tetap men-jadi catatan menarik karena para pelaku yangakan membakar diri juga sudah sampai di Jakarta,namun berhasil “digagalkan” oleh aparat ke-amanan.45 Fenomena sebelumnya juga terjadipada kasus aktivis Kontras (Sondang) yang mem-bakar diri, akan tetapi pada dunia agrariaancaman tersebut merupakan hal yang sangatbaru, bahkan banyak menimbulkan keterkejutanberbagai pihak.

Perubahan rezim politik membawa peruba-han pada model-model gerakan agraria. Hadir-nya Mahkamah Konstitusi (MK) membuka kon-stelasi baru bagi aktivis yang berbasis pada ko-munitas-komunitas perkotaan. Gerakan merekatidak melibatkan massa secara luas tetapi justru

penetrasinya bisa disebut cukup signif ikan. Adabanyak peraturan perundang-undangan yangbehasil digagalkan oleh kelompok aktivis ini, baikbeberapa pasal tertentu maupun pembatalansecara keseluruhan. Dampak kegiatan ini cukuppenting karena kemenangan gerakan model inimeruntuhkan dominasi dan kekuasaan tigakekuatan sekaligus: pemerintah, parlemen, dankorporasi yang diuntungkan. Sepanjang 2003-2013, sedikitnya ada 4 UU yang diujimaterilkanke MK dengan status dikabulkan, baik sebagianmaupun beberapa bagian dari aturan tersebut.Dari 4 UU tersebut, UU No 4 Tahun 2009 tentangPertambangan Mineral dan Batubara palingsering diperkarakan, dan berhasil. UU No. 41Tahun 1999 tentang Kehutanan,46 UU No. 18Tahun 2004 tentang Perkebunan, dan UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan gas. Undang-undang ini diajukan oleh perorangan, NGO, dankomunitas-komunitas penggiat agraria.47 Tabelberikut yang kembali diambil dari Disertasi Dian-to bachriadi cukup memberikan gambaran pe-metaan geraka agraria pada pasca 1998, dan salahsatu ciri terpenting yang hadir dalam membacakarateristik pergerakaannya adalah menguatnyaaksi para legal, scholar activis, dan wacana intlek-tual publik yang terlibat secara serius pada isu-isu utama agraria, termasuk perjuangan lewatMahkamah Konstitusi.

44 Wawancara dengan Wewen, 11-12 Juli 2013, diPekanbaru, Riau.

45 “Tragedi Pulau Padang, dari Lukit hingga TebetDalam”, laporan infestigatif, www.bisnis.com.

46 Uji materi tentang UU ini mendapatkan kemenanganyang sangat signifikan pada pertengahan 2012, ketika MKmemutuskan mengembalikan hutan adat ke masyarakat yangsebelumnya dikuasai oleh Departemen Kehutanan. Dengandibatalkannya pasal tersebut, sebagaimana keputusan MKNo. 35/2012, maka hutan adat saat ini dikeluarkan darikekuasaan departemen Kehutanan, meskipun hingga kinibelum ada aturan yang mengatur bagaimana cara menge-luarkan tanah adat dari hutan negara serta mendaftarkannya.

47 Tentang beberapa hasil uji materi di MK atas UUterkait agraria, lihat Dian Aries Mujiburohman, “DinamikaPerjuangan Agraria Kontemporer di Indonesia (StudiPerjuangan Agraria di Mahkamah Konstitusi)”, Yogyakarta:PPPM-STPN, Laporan Penelitian, 2012.

Page 18: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

422 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

Tabel 2. Dinamika Perubahan dalam ProReforma Agraria dan Gerakan Sosial Pedesaan

Indonesia, Pasca 1998

Sumber: Dianto Bachriadi, “Between Discourseop.cit., hlm. 376-378, diolah oleh penulis.

Perjuangan model di atas relatif efektif danberhasil dalam melawan kekuasaan rezim yangtidak peduli dengan persoalan-persoalan petani,ekologi, dan masa depan bangsanya. Setidaknya,apa yang selama ini menjadi persoalan bagipribadi-pribadi meyagkut aturan yang dikeluar-kan oleh negara, bisa diperjuangkan lewat sebuahlembaga yang tidak perlu biaya besar dan massadalam jumlah yang besar pula. Artinya siapa sajabisa menyumbangkan pikiran dan kepedulian-nya terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi,kerana pengujian UU di MK melibatkan sedikitorang tetapi banyak pemikiran. Dunia kampuskembali menjadi salah satu poin penting dalammemberikan kesaksian dan keahliannya untukmembantu pihak-pihak yang dirugikan.

Beberapa tahun terakhir, kekuatan kelompokstudi pemerhati persoalan agraria juga menjadiwacana menarik bagi beberapa kalangan yangselama ini relatif tidak mempedulikan. IngkarBelajar Bersama Reforma Agraria (LiBBRA) seba-gai penggagas wacana “melek agraria” yang ber-basis di STPN patut dilihat sebagai bagian dariproses perjuangan dengan cara lain. Denganformasi birokrasi, LSM, dan scholar-activis,LiBBRA menggagas ide kolaboratif dalam perju-angan agraria dengan menitikberatkan pada tigakaki. Studi-studi terfokus model ini menunjuk-

kan cara baru dalam mengenalkan persoalanagraria secara luas, minimal dunia birokrasi yangselama ini tidak tersentuh coba dikenalkan dandidekatkan, meskipun tak mudah karena ideolo-gi birokarasi sangat kental dan berat untuk men-cair. Inilah mungkin sebuah siasat baru dalamgerakan agraria abad ke-20, yang mencoba ma-suk kesemua lini. Kampus memiliki cara sendiribagaimana mereka memainkan peran lewat jalurintelektual organik dan individualnya, aktivismemiliki pola baku sebagaimana selama inidikembangkan, petani dan organisasi petanitetap menunjukkan cara konsevatifnya sebagai-mana selama ini melakukan penekanan-pene-kanan pada birokrasi, begitu juga scholar-activismemainkan peran dengan penelitian dan pengu-atan wacana. Pada akhirnya tetap ada banyak ke-pentingan yang bermain, akan tetapi, pola baru sei-ring perubahan rezim dan kebijakan politik nega-ra merubah karakteristik perjuangan agrarianya.

Kita juga menyaksikan bagaimana komuni-tas-komunitas yang saling terkoneksi ini me-mainkan isu dan meperjuangkan kpentingan-kepentingan masyarakat secara luas. Pada kasusRUU pengadaan tanah, tampak pada awalnyasemua aktivis yang peduli pada persoalan tersebutbaik dari kalangan kampus maupun NGO, me-nolak dengan tegas. Akan tetapi seiring perja-lanan kekuatan negara menghegemoni ide-idedan kebijakannya, banyak pihak menyadari bah-wa penolakan secara “membabi buta” tidak akanmemberikan hasil apapun. Pada periode yanglalu kita mafhum, anti politik dan negosiasidengan negara begitu terasa, akan tetapi padakasus itu jelas aktivis banyak melakukan lobi danmenekan birokrasi dengan cara lain. Apa hasil-nya, jelas bagi mereka hal itu tetap tidak maksi-mal dan menolak RUU Pengadaan Tanah, akantetapi hasil memainkan wacana dan penolakanmenunjukkan hasil konkrit pula, setidaknya adaperubahan antara RUU Pengadaan Tanahdengan UU Pengadaan Tanah jauh berbeda.

Pasca 1998

Desa

Organisasi petani

lokal (desa dan antar

desa)

- Perbaikan infrastruktur

fasilias pertanian

- Protes2 kepada

pemerintah dan

parlemen daerah

- Claim atas tanah

(reklaiming)

- Mengontrol

pemerintahan desa

setempat

- Keterlibatan dalam

pemilu lokal

(kabupaten)

- Petani lokal

- Kombinasi tokoh lokal,

kader politik ex

Mahasiswa dan LSM

Perkotaan - Kolaborasi

Mahasiswa LSM

- Organisasi petani

tingkat kab dan

antar kab.

- Koalisi nasional

untuk gerakan

petani

- kebiajakn neoliberal

dalam bidang pertanian

- Akses terhadap sumber

daya alam sbg hak dasar

manusia

- Resolusi konflik agraria

- Kedaulatan pangan

- Hak-hak petani

- Menuntut perubahan

kebijakan agraria

nasional

- Reforma Agraria sbg cara

penyelesaian problem

ketimpangan agraria

- Ekologi dan lingkungan

- Protes langsung (local-

nasioal ke pemerintah

pusat/DPR)

- Bantuan hukum

(advokasi)

- Mobilisasi petani untuk

menekan dan merubah

kebijakan tingkat kab-

pusat dan internasional

- Kampanye dan advokasi

tingkat nasional dan

internasional

- Mempengaruhi wacana

[ttg isu2 agraria]

- Menggugat produk2

parlemen (ke MK)

Mahasiswa, ex

mahasiswa, LSM, scholar

activis

Periode Basis Supporting

OrganisationIsu Utama Strategi Utama Kepemimpinan

Page 19: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

423M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

Pengalaman ini terjadi karena ada dua pilihankonkrit bagi penggiat agraria antara menolakatau kompromi, dan pilihan bagi komunitas yangtidak memiliki basis massa akan jauh ebih efektifkompromi dengan penuh pengawalan. Kitamenyaksikan slogan populis KPA dengan meno-lak UU Pengadaan Tanah, akan tetapi toch padaakhirnya UU itu keluar dan tidak banyak yangbisa dilakukan oleh KPA. Artiya memang pilihan-pilihan strategi itu akan menentukan hasil-hasilyang akan dituju dan sesmua memiliki konse-kuensi sendiri.48

Dari sisi sel-sel dan jaringan, gerakan modelbaru tidak hanya memanfaatkan semua celah,akan tetapi juga meluaskan secara global yakniGerakan yang tidak hanya pada tingkat lokal dannasional, tetapi transnasional. Keberhasilanmemantik isu yang diusung oleh organisasi padalevel internasional menjadi senjata untuk mere-but hati banyak pihak. Tentu baru organisasi tani(La Via Campesina) yang selama ini aktif dalammemainkan isu-isu secara luas, akan tetapi halitu juga memberi pengaruh yang cukup, karenaketerlibatan banyak negara akan memberi ruangdan daya tawar yang jauh lebih kuat bagi pengu-atan oraginasi-organisasi lokalnya.49 Di luar darisemua itu otokritik yang diajukan oleh DiantoBachriadi atas gerakan Indonesia yang memilikibanyak friksi di dalamnya akibat berbagai kepen-tingan menjadi catatan menarik juga untukdilihat lebih jauh. Namun, dinamika itu tetapdilihat sebagai kewajaran karena hal itu menan-dakan dinamika dan atmosf ir gerakan akan naikdan turun sesuai pergerakan dan perubahanrezim yang berkuasa.50

E. Kesimpulan

Membaca karakteristik gerakan agraria Indo-nesia cukup menarik, setidaknya bisa ditarikkesimpulan pada dua hal mendasar. Pertamakarakteristik gerakan yang dilakukan olehmasyarakat (petani, LSM, Mahasiswa) padaperiode Orde Baru, Kedua, perluasan perge-rakan pada periode yang dilakukan oleh kelom-pok yang sama dengan perubahan-perubahanformasi. Secara signif ikan, perubahan pelakutidak terlalu banyak, akan tetapi, perubahan isu-strategi dan karakternya disesuaikan perubahanrezim kekuasaan yang sedang berlangsung. Padakonteks inilah perjuangan agraria Indonesiamengalami perluasan isu, model, dan strategiyang dijalankan.

Pasca 1965, setelah didahului keberhasilan In-donesia membangun sebuah mimpi negarabudiman dengan lahirnya UUPA sebagai alatpengelolaan agraria secara adil, justru dikebirioleh rezim penguasa. Titik awal ini yang sayasebut Orde Baru telah melakukan sentralisasidan membangun basis-basis ketimpanganpenguasaan struktur agraria Indonesia. Akibatdari semua itu, gerakan perlawanan petani,mahasiswa, NGO, dan kelompok lain menguatdengan isu sentral “lawan” berbagai kebijakanrepresif Orde Baru dalam bidang Agraria. Dalamsejarah perlawanan yang tercatat dalam gerakanagraria Orde Baru, ciri yang paling menonjoladalah perlawanan atas tindakan-tindakan peng-gusuran atas nama pembangunan, penuntutanhak atas tanah, dan kompensasi yang adil atastindakan penggusuran oleh negara. Sementarastrategi perjuangan yang digunakan yang pal-ing menonjol adalah protes-protes, baik lokalmaupun nasional, baik secara langsung maupunmenggunakan bantuan advokasi oleh NGO.

48 Idham Arsyad, “Sesat Pikir RUU Pengadaan Ta-nah”, Kompas, 18 Maret 2011.

49 Sarurnino Borras. La Via Campesina. Potret Gera-kan Tani Transnasional. (Jakarta: Garis Pergerakan, 2005).

50 Dianto Bachriadi, Pengantar Buku, “MenemukanVia Campesina di Indonesia: Gerakan Tani yang berderakdari aksi-aksi protes lokal hingga terlibat dalam gerakan

transnasional”, dalam Sarurnino Borras. La Via Campe-sina. Potret Gerakan Tani Transnasional. (Jakarta: GarisPergerakan, 2005).

Page 20: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

424 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

Semua itu tokoh utama dari gerakan ini tetappetani lokal, LSM, mahasiswa, dan aktivis dariberbagai level. Ujung dari gerakan ini masih jauhdari yang diharapkan, karena kekuatan ordeBaru bukan justru melamah, namun semakinmenguat, sehingga ada banyak upaya, banyakpula kegagalannya.

Pada periode Orde Baru, sebenarnya mutasigerakan mengalami beberapa perubahan, na-mun karena kekuasaan rezim tidak mengalamiperubahan, maka tidak banyak perubahan secaramendasar dalam peta gerakan, apapun strategiyang digunakan negara tetap berhasil mengha-dangnya. Represifnya periode ini membuat ge-rakan-gerakan cukup mudah dipatahkan, na-mun kemunculannya tak bisa dihalangi pula.

Periode yang cukup signif ikan yang menun-jukkan karakternya adalah periode reformasi.Disamping perubahan rezim, pada periode “lost”ini (1998) terjadi banyak pembalikan sejarah atasperistiwa sebelumnya. Reklaiming tanah terjadihampir di seluruh Indonesia, bahkan disertaikekerasan. Akan tetapi, sejauh mana keberhasilangerakan reklaiming itu, hingga hari tidak bisadibuktikan bahkan jika dilihat secara detailgerakan 1998 banyak mengalami kegagalan,karena banyak petani kembali kehilangan tanahyang berhasil dikuasai, termasuk gagal menaik-kan status menjadi hak milik.

Gerakan pasca 1998 kembali menata dengansedikit lebih terencana, termasuk para pelakupergerakan dari petani hingga scholar activisyang terlibat langsung dalam advokasi maupunpembelaan-pembelaan. Dalam catatan sejarahtak bisa dipungkiri gerakan penguatan kelem-bagaan dan perjuangan lewat politik parlemenlokal dan daerah mengalami sedikit kemajuan,begitu juga upaya-upaya strategi hukum lewatMK menjadi ruang baru yang menarik. Aktivisyang tidak langsung turun lapangan mencobamenggunakan celah ini dengan dukungan kam-pus sebagai strategi perjuangannya, termasuk

bagaimana upaya-upaya yang dilakukan olehberbagai NGO dan komunitas melakukan penet-rasi langsung dalam dunia birokrasi, legislasi diparlemen dan eksekutif, dan lobi antar wilayahbahkan transnasional. Akan tetapi, dari semuacatatan itu, terbukti tantangan gerakan agrariaIndonesia justru semakin rumit dan luas. Per-soalan yang dihadapi jauh lebih besar, karenaisunya semakin meluas, akumulasi lahan yangberbasis pada kebijakan negara dengan membu-ka ruang secara luas terhadap investasi berdam-pak langsung pada akases atan tanah bagi masya-rakat. Sementara dampak ikutan lainnya adalahmeluasnya eksploitasi sumber daya alam dibidanglain tak terbendung sejalan dengan akumulasikapital korporasi asing dan dalam negeri. Disisilain, konflik agraria dan penindasan ala OrdeBaru masih terus terjadi berlangsung. Koreksi-koreksi yang dilakukan oleh berbagai elemenperjuangan agraria belum mampu membendungsemua realitas yang dihadapi saat ini, sebabmusuh permanennya tetap belum bergeser,ketimpangan penguasaan lahan yang menyebab-kan konflik struktural.

Referensi

Afrizal, Sosiologi Konflik Agraria: Protes-protesAgraria dalam Masyarakat IndonesiaKontemporer. Padang: Andalas UniversityPress, 2006.

Anton Lucas dan Carol Warren, “The State, thePeople, and Their Mediators: The Struggleover Agrarian Law Reform in Post-NewOrder Indonesia”. Indonesia, Edisi 76, 2007.

Boedi Wijanarko dan Herlambang Perdana,Reklaiming dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta:YLBHI-Raca Institute, 2001.

Dian Aries Mujiburohman, “Dinamika Per-juangan Agraria Kontemporer di Indone-sia (Studi Perjuangan Agraria di MahkamahKonstitusi)”, Yogyakarta: PPPM-STPN,Laporan Penelitian, 2012.

Page 21: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

425M. Nazir Salim: Merembes dan Meluas .....: 405-426

Dianto Bachriadi, “Between Discourse and Ac-tion: Agrarian Reform and Rural SocialMovement in Indonesia Post 1965”. Austra-lia: Disertasi Flinders University, 2010.

Dianto Bachriadi dan Gunawan Wiradi, EnamDekade Ketimpangan. Jakarta: Bina Desa,ARC, KPA, 2011.

Dianto Bachriadi dan Anton Lucas. MerampasTanah Rakyat, Kasus Tapos dan Cimacan.Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,2001.

Elisa Kartini E. Samon dan Syahroni, Tanahuntuk Kehidupan: Perjuangan ReformaAgraria di Suka Maju, Tanjung JabungTimur, Jambi. Jakarta: Petani Press & FSPI,2007.

Gunawan Wiradi, Reforma Agraia: Perjalananyang belum Berakhir. Jakarta: KPA, SAINT,AKATIGA, 2009.

Gutomo Bayu Aji, Tanah untuk PenggarapPengalaman Serikat Petani Pasundan Meng-garap Lahan-lahan Perkebunan dan Kehu-tanan. Bogor: Pustaka Latin, 2005

Idham Arsyad, “Sesat Pikir RUU PengadaanTanah”, Kompas, 18 Maret 2011.

Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Ko-lonial Pada Abad ke-20. Jakarta: Graf itiPress, 1997, Penguasaan Tanah dan TenagaKerja: Jawa di Masa Kolonial, Jakarta:LP3ES, 1986.

Jos Hafid, Perlawanan Petani: Kasus Tanah Jeng-gawah. Jakarta: Pustaka Latin, 2001.

“Kronologi Bentrok 22 Desa dengan Aparat polisi,Brimob dan Penangkapan 12 warga olehBrimob, pada Konflik Agraria Antara PTPNVII dengan Petani Ogan Ilir”.www.walhi.or.id. Diakses pada tanggal 26Juli 2012.

“Konf lik Agraria Marak di Lampung”,www.kompas.com

Karl J. pelzer, Toean Keboen dan Petani: PolitikKolonial dan Perjuangan Agraria. Jakarta:Sinar Harapan, Jakarta, 1985

____, Sengketa Agraria: Pengusaha PerkebunanMelawan Petani. Jakrta: Sinar Harapan, 1991

Lewis A. Coser, “Social Conflict and the Theory

of Social Change”, The British Journal ofSociology, Vol. 8, No. 3. (Sep., 1957), pp. 197-207, The Functional of Social Conflict, NewYork, Free Press, 1956.

Marcus Colchester, Norman Jiwan, Andiko, dkk.Tanah yang Dijanjikan: Minyak Sawit danPembebasan Tanah di Indonesia, Implikasiterhadap Masyarakat Lokal dan MasyarakatAdat. Jakarta: Forest People Programme danPerkumpulan Sawit Watch, 2006.

M. Nazir Salim, “Menjarah” Pulau Gambut:Konflik dan Ketegangan di Pulau Padang”,Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013.

M. Nazir Salim, M. Yusuf, Sukayadi, “Politik danKebijakan Konsesi Perkebunan Sawit diRiau”, dalam Ahmad Nashih Luthf i (ed.),Membaca Ulang Politik dan KebijakanAgraria, (Yogyakarta: STPN Press, 2013).

Mustain, Petani VS Negara. Gerakan Sosial Peta-ni Melawan Hegemoni Negara. Yogyakarta:Arruzmedia, 2007.

Noer Fauzi Rahman, “Karakterisasi KonflikAgraria”. Paper disampaikan pada KursusAgraria di STPN, Juni 2012.

Noe Fauzi Rachman, Landr Refom dari Masa keMasa, Tanah Air Beta, 2012.

____, “The Resurgence of Land Reform Policyand Agrarian Movements in Indonesia”,University of California, Berkeley, 2011.

Rakhma Mary dan Noer Fauzi, “Bantuan HukumStruktural di Jawa Tengah” dalam VerbondenVoor Honden en Inlanders dan Lahirlah LBH.Catatan 40 Tahun Pasang Surut Keadilan.Jakarta: YLBHI, 2012.

Sartono Kartodirdjo, Protest Movements in Ru-ral Java; A Study of Agrarian Unrest in theNineteenth and Early Twentieth Centuries.London: Oxford University, 1973.

Syaharuddin dan M. Nazir Salim, “Konflik danDinamika Masyarakat “Sekitar” Perkebunan:Kasus Tanah Eks Perkebunan Karangnong-ko, Ngelgok, Blitar. (UPI Bandung, Proci-ding International Seminar, April 2012).

“Sinarmas Agro Penguasa Lahan Sawit Terbesardi Indonesia”, http://duniaindustri.com/berita-agroindustri-indonesia/764-

Page 22: MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA … · 2020. 1. 20. · MEMBACA KARAKTERISTIK DAN PETA GERAKAN AGRARIA INDONESIA* M Nazir Salim** AbstractAbstract: In the

426 Bhumi No. 39 Tahun 13, April 2014

sinarmas-agro-penguasa-lahan-sawit-terbesar-di-indonesia.html.

“SBY Akan Bentuk Tim Terpadu untuk Cegah‘Bom Waktu’ Kasus Agraria”, “SBY Perintah-kan Tim Terpadu untuk Cegah Bom WaktuKasus Agraria Segera Dibentuk”,www.detik.com., diakses pada tgl 26 Juli2012.

Suara pembaruan, 21 April 1997.Sam Moyo dan Paris Yeros (Ed.), Reclaiming the

Land The Resurgence of Rural Movementsin Africa, Asia and Latin America, London:Zed Books, 2005.

Saturnino Borras. La Via Campesina. PotretGerakan Tani Transnasional. Jakarta: GarisPergerakan, 2005.

Sholih Mu’adi, “Penyelesaian Sengketa Hak AtasTanah Perkebunan Melalui Cara NonLitigasi (Suatu Studi Litigasi dalam SituasiTransisional)”. Semarang: Disertasi Univer-sitas Diponegoro, 2008.

Solon l. Barraclough, : “Land Reform In Devel-oping Countries: The Role Of The State AndOther Actors”. UNRISD Discussion Papers,

United Nations Research Institute for So-cial Development (UNRISD), Geneva, Swit-zerland, 1999.

Suraya Afiff, dkk, “Redef ining Agrarian Power:Resurgent Agrarian Movements in WestJava, Indonesia”. Center for Southeast AsiaStudies, UC Berkeley.

“Tahun Perampasan Tanah dan Kekerasan ter-hadap Rakyat”, Laporan Akhir Tahun Kon-sorsium Pembaharuan Agraria Tahun 2011.http://www.kpa.or.id/wp-content/uploads/2011/11/Laporan-Akhir-Tahun-KPA-2011.pdf

Takashi Shirashi, Zaman Bergerak: RadikalismeRakyat di Jawa, 1912-1926. Jakarta: Graf itiPress, 1997.

Tempo, 25 Agustus 1979.Tempo, 25 Agustus 1979.Tania Murray Li, The Will to Improve: Perenca-

nan, Kekuasaan, da Pembangunan di Indo-nesia. Jakrta: Marjin Kiri, 2012.

“Tragedi Pulau Padang, dari Lukit hingga TebetDalam”, laporan infestigatif, www.bisnis.com.

UUPA No. 5, 1960.