minggu vi (luft)

7
1 Discussion of “Managers’ Commitment to the Goals Contained in a Strategic Performance Measurement System” Joan L. Luft (2004) A. Latar Belakang (Motivation of Study) Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian Webb (2004) yang berpendapat bahwa variasi penyebab hubungan dalam strategic performance measurement systems (SPMS) memiliki konsekuensi yang penting, yaitu jika hubungan penyebab di antara pengukuran kinerja kuat, para manajer akan memperkirakan kemungkinan yang lebih tinggi dalam pencapaian tujuan keuangan mereka dan bersedia mengerahkan usaha yang lebih kepada tujuan keuangan dan non keuangan yang secara tidak langsung dapat mengarahkan ke pencapaian tujuan keuangan. B. Pertanyaan Penelitian (Research Question) Penelitian ini terfokus pada tiga pertanyaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Webb, yaitu: 1. Mengapa komitmen pencapaian tujuan lebih tinggi ketika model kausal lebih kuat? 2. Apakah pembangunan aspek sosial-psikologi dalam penelitian Webb sangat berbeda dengan aspek ekonominya? 3. Mengapa ada perusahaan yang memiliki kausal SPMS yang lemah? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskusikan hasil penelitian Webb (2004) yang berjudul “Managers’ Commitment Universitas Indonesia

Upload: bastian-udin

Post on 05-Dec-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

akuntansi

TRANSCRIPT

Page 1: Minggu VI (Luft)

1

Discussion of “Managers’ Commitment to the Goals Contained in a Strategic Performance

Measurement System”

Joan L. Luft (2004)

A. Latar Belakang (Motivation of Study)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian Webb (2004) yang berpendapat bahwa

variasi penyebab hubungan dalam strategic performance measurement systems (SPMS)

memiliki konsekuensi yang penting, yaitu jika hubungan penyebab di antara pengukuran

kinerja kuat, para manajer akan memperkirakan kemungkinan yang lebih tinggi dalam

pencapaian tujuan keuangan mereka dan bersedia mengerahkan usaha yang lebih kepada

tujuan keuangan dan non keuangan yang secara tidak langsung dapat mengarahkan ke

pencapaian tujuan keuangan.

B. Pertanyaan Penelitian (Research Question)

Penelitian ini terfokus pada tiga pertanyaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Webb,

yaitu:

1. Mengapa komitmen pencapaian tujuan lebih tinggi ketika model kausal lebih kuat?

2. Apakah pembangunan aspek sosial-psikologi dalam penelitian Webb sangat berbeda

dengan aspek ekonominya?

3. Mengapa ada perusahaan yang memiliki kausal SPMS yang lemah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskusikan hasil penelitian Webb (2004) yang

berjudul “Managers’ Commitment to the Goals Contained in a Strategic Performance

Measurement Systems”.

D. Studi Literatur

Karena tujuan dari penelitian ini adalah mendiskusikan hasil penelitian Webb, literatur

yang digunakan lebih banyak berasal dari Webb (2004) yang berpendapat bahwa para

manajer lebih menyukai tantangan untuk meraih tujuan keuangan yang lebih sulit dengan

mengerahkan lebih banyak tenaga ketika SPMS memiliki hubungan sebab akibat yang

kuat.

Studi literatur lainnya dalam membahas perbandingan aspek sosial-psikologi dan aspek

ekonomi pada penelitian terkait komitmen para manajer dalam pencapaian tujuannya

diungkapkan oleh Tubbs (1993) yang menjelaskan bahwa gagasan ekonomi cenderung

menegaskan dengan lebih tepat tentang arti probabilitas dan utilitas subyektif yang relatif

jelas dan secara umum banyak yang setuju sedangkan para psikolog membahas dari segi

Universitas Indonesia

Page 2: Minggu VI (Luft)

2

apakah komitmen pencapaian tujuan adalah memiliki satu atau tiga gagasan. Sherer,

Maddux, Mercandante, Prentice-Dunn, Jacobs dan Rogers (1982) juga membahas dari

sisi psikologi apakah self-efficacy dihasilkan dari sifat personalnya atau keyakinan dalam

situasi tertentu atau keduanya.

E. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini lebih bersifat critical review terhadap penelitian Webb

(2004).

F. Hasil Penelitian

Dalam penelitian Webb, para manajer percaya bahwa mereka mampu untuk meraih target

finansial yang sulit dan bersedia untuk mengerahkan lebih banyak usaha untuk

mencapainya ketika SPMS mempunyai hubungan sebab-akibat yang kuat. Webb

berpendapat karena proses dalam pengembangan dan pengkomunikasian hubungan

sebab-akibat dapat mempertajam pemahaman manajer terhadap pemicu kinerja dalam

unit bisnisnya. Dua unsur penting yang harus dicatat terkait argumen tersebut adalah,

yang pertama jika argumen tersebut adalah satu-satunya alasan kenapa kekuatan model

kausal (sebab-akibat) mempengaruhi komitmen manajer, maka kekuatan model tersebut

tidak akan berarti ketika manajer lebih ahli karena mereka mengetahui apa yang harus

dilakukan ketika tidak ada SPMS. Unsur yang kedua adalah eksperimen dari Webb

memberikan gambaran yang lemah dari argumen tersebut. Para manajer diberikan daftar

pengukuran dalam SPMS dan diminta memutuskan dengan dasar pemahaman bisnis yang

mereka miliki apakah SPMS menjadi penyebab kuat atau tidak. Partisipan yang memiliki

pemahaman yang memadai akan mengenali pemicu dari kinerja yang dapat diterima

ketika kekuatan sebab-akibat tinggi dan saat kekuatan kausal rendah mereka juga dapat

mengenali pemicu kinerja yang tidak masuk akal meskipun mereka mungkin kesulitan

untuk memberikan pilihan yang lebih baik. Ini berarti penelitian Webb tetap bergantung

pada pemahaman partisipan dalam menilai pendorong kinerja pada SPMS.

Peneliti memberikan saran bahwa kekuatan sebab-akibat dalam SPMS tetap berguna

untuk manajer meskipun sudah memiliki pemahaman memadai tentang hal yang dapat

mendorong pencapaian tujuan keuangannya karena SPMS tidak hanya memberi

pemahaman tentang pendorong kinerja saja. Untuk manajer ahli, hubungan sebab-akibat

yang lemah dapat mengurangi kemungkinan pencapaian target finansial karena alasan

berikut ini:

1. Para manajer tahu bagaimana mencapai target finansialnya namun mereka melihat

bahwa SPMS yang lemah tidak akan membawa data yang dibutuhkan untuk

Universitas Indonesia

Page 3: Minggu VI (Luft)

3

memudahkan pengambilan keputusan dari minggu ke minggu. Manajer percaya

ketiadaan informasi yang memudahkan pengambilan keputusan dapat mengurangi

kemungkinan target finansial yang sulit itu dapat tercapai.

2. Manajer tahu bahwa pencapaian target non finansial dalam sistem yang lemah tidak

akan mengarahkan mereka untuk mencapai target finansialnya. Meskipun pencapaian

target non finansial tidak memberikan keuntungan materi dalam penelitian Webb,

para manajer percaya bahwa mereka tidak dapat mengabaikan target yang telah dibuat

oleh atasan mereka.

3. Para manajer tahu bahwa strategi yang terdapat dalam SPMS tidak akan bekerja.

Mereka percaya bahwa pilihan strategi yang buruk mencerminkan kualitas yang jelek

dari manajemen tingkat atas.

Jadi, menurut peneliti model kausal dalam SPMS bukan menjadi faktor tunggal dalam

pengambilan keputusan berdasarkan informasi. Jika manajer mempunyai sistem informasi

efektif lain selain SPMS, jika manajer yang lebih rendah memiliki keleluasaan untuk

mengabaikan target non finansial sepanjang target finansial terpenuhi, dan jika tindakan

manajer lebih rendah tidak dihambat oleh keputusan strategis manajemen tingkat atas,

maka SPMS yang lemah tidak akan memberikan kerusakan yang besar.

Analisis berikutnya terkait aspek sosial-psikologis yang terdapat dalam penelitian akhir-

akhir ini mengatakan komitmen pencapaian target manajer menjadi lebih tinggi ketika

self-efficacy mereka juga lebih tinggi dan juga ketika daya tarik (attractiveness) target

tersebut lebih tinggi. Perspektif yang mirip dapat juga dibuat dari segi ekonomi, yaitu

para manajer akan berusaha lebih kuat untuk mencapai target ketika kemungkinan atau

kepuasan pencapaian tujuan tersebut lebih tinggi. Dalam penelitian tersebut tidak jelas

apakah aspek sosial-psikologis memberikan tambahan arti atau berbeda dengan aspek

ekonomi nya. Apakah perbedaan tersebut berpengaruh terhadap hipotesis Webb? Apakah

menjadi masalah SPMS yang mempunyai penyebab kuat mendorong untuk memilih

usaha yang lebih tinggi atau komitmen pencapaian tujuan yang lebih tinggi? Jika

demikian, penelitian mendatang dapat menggali lebih dalam perbedaan tersebut, jika

tidak akan sangat berguna untuk mencatat arti dari terminologi yang digunakan dalam

menggambarkan respon terhadap pengukuran kinerja tersebut.

Analisis terakhir dari peneliti dalam menjawab pertanyaan penelitian adalah dapatkah

sistem kausal yang lemah dapat diperkuat? Jawabannya tergantung pada kenapa sistem

lemah tersebut ada. Alasannya karena:

Universitas Indonesia

Page 4: Minggu VI (Luft)

4

1. Proses dalam menghasilkan keuntungan dan pengidentifikasian indikator yang dapat

menangkap dengan baik proses tersebut sangat susah dan tidak mudah dipahami oleh

siapapun dalam organisasi. Para manajer percaya bahwa biaya analisis yang dapat

mendukung pemahaman yang lebih baik sangatlah tinggi.

2. Individu yang berbeda dalam organisasi memiliki permasalahan dan pemahaman yang

terpotong dalam proses menghasilkan keuntungan. SPMS adalah hasil dari kompromi

politik antar permasalahan pemahaman tersebut dibandingkan penentuan pendorong

keuntungan aktual berdasarkan profit karena manajer percaya biaya yang muncul

belakangan sangatlah tinggi.

3. Individu yang berbeda dalam organisasi memiliki permasalahan kepentingan, sebagai

contoh mereka melobi penggunaan pengukuran non finansial yang dapat membuat

mereka kelihatan lebih hebat dibanding alasan untuk berkontribusi dalam nilai

perusahaan. Karena informasi yang ada asimetris, sangat tidak mungkin untuk

menghilangkan semua dampak dari konflik kepentingan tersebut.

Dengan demikian, kepentingan terkait dari alasan-alasan yang berbeda terkait kelemahan

model kausal dalam SPMS dapat mempengaruhi sifat dan dampak dari kelemahan

tersebut.

Simpulan dari penelitan Webb konsisten dengan klaim kesuksesan model kausal dapat

mempengaruhi nilai dari sistem pengukuran kinerja dalam perusahaan. Hasil penelitian

Webb melengkapi penelitian yang dilakukan oleh Ittner, Larcker dan Randall (2003) yang

menggunakan data dari lembaga keuangan, yang menunjukkan penggunaan model bisnis

kausal yang memberikan pengaruh signifikan terhadap ROA, dimana penggunaan BSC

secara umum tidak berpengaruh. Penelitian mendatang terhadap anteseden dan dampak

dari kekuatan model kausal dalam SPMS memiliki potensi untuk menambah pemahaman

kita terkait pengukuran kinerja.

G. Analisis Kelompok

Strength point

Penelitian ini cukup lengkap dalam memberikan analisis kritis terhadap penelitian yang

dilakukan oleh Webb. Penelitian ini pun memberikan masukan untuk peneliti selanjutnya

terkait kelemahan yang belum terjawab dalam hasil penelitian Webb.

Weakness point

Meskipun metode penelitiannya berupa critical review, peneliti harusnya juga dapat

menggunakan lebih banyak literatur sehingga dapat membandingkan dan juga sebagai

dasar untuk lebih memperdalam analisis kritisnya.

Universitas Indonesia