molding students for multiple competencies purpose: full...

24
1 Molding Students for Multiple Competencies Purpose: An Overview of the Capacity of Islamic School Who Implementing Boarding and Full Day School System in Contemporary Indonesia * Achmad Syahid Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, korespondensi [email protected] Solicha Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, korespondensi [email protected] Latar Belakang Pasca bom Kuta, Bali, pada 2002, banyak studi yang misleading dalam membaca madrasah di Indonesia. Setahun setelah peristiwa itu, Misra 1 menulis bahwa madrasah di Indonesia seperti di Pakistan, demikian juga pesantren, yang kebanyakan merupakan lembaga swasta sehingga dianggap sebagai lembaga yang terlepas dari supervisi negara. Dengan terlepas dari negara, kedua lembaga ini banyak merekrut anak-anak dari keluarga miskin untuk dididik menjadi Islam radikal. Di antara studi yang bersifat tuduhan tersebut, riset Wahid 2 menemukan beberapa pesantren yang masuk jaringan salafi di Indonesia menganut ideologi radikalisme. Sementara pada aspek kebijakan, studi Syafruddin dkk. 3 menemukan bahwa buku teks Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI, menyangkut toleransi cenderung ambigue dan tidak konsisten. Buku-buku tersebut tidak cukup kuat sebagai model penguatan pendidikan karakter (PPK) yang memberi bobot lebih besar pada proses pembiasaan dan pembentukan nilai-nilai toleransi, patriotisme, integritas, kerja keras, dan gotong royong di lingkungan sekolah. Riset Aly di Pesantren Assalam menemukan bahwa konstruksi kurikulumnya terkandung nilai-nilai yang saling bertolak belakang. Dalam sumber belajar, kegiatan belajar dan evaluasi hasil belajar terkandung nilai-nilai multikultural seperti demokrasi, solidaritas, kebersamaan, cinta kasih, welas asih, perdamaian, dan toleransi, sementara nilai-nilai diskriminasi dan ketidakadilan ditemukan di buku-buku rujukan. Konflik, hegemoni, dan dominasi ditemukan dalam * Paper presented in The 3 rd Joint International Seminar, “Religious Education in A Diverse Society: Promoting Civil Religion & Deliberative Society”, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Walisongo dengan S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University of Singapore, UIN Walisongo Semarang - (18-20 November 2016) 1 S. S. Misra, “Islamic Terrorism in Indonesia”, Journal of ASIAN Affairs, September 2003, available at http://asianaffairs.com/Sept2003/focus_Islamic.htm 2 Din Wahid, “Nurturing Salafi Manhaj: A Study of Salafi Pesantren in Contemporary Indonesia”, unpublished Ph.D. dissertation from Postgraduate on Islamic Studies, Utrecht University (2014); Din Wahid, “Challenging Religious Outhority: The Emergence of Salafi Ustadz in Indonesia”, Journal of Indonesian Islam, Volume 26, Number 02, (December 2012), p. 245-264 3 Didin Syafruddin, dkk., “Paham Eksklusif dan Radikalisme di Sekolah: Meninjau Ulang Kebijakan Negara dan Politik Pendidikan Islam”, Laporan Riset PPIM UIN Jakarta, (September 2016)

Upload: vandung

Post on 10-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

1

Molding Students for Multiple Competencies Purpose: An Overview of the Capacity of Islamic School Who Implementing Boarding and

Full Day School System in Contemporary Indonesia*

Achmad Syahid Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, korespondensi

[email protected]

Solicha Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, korespondensi

[email protected]

Latar Belakang

Pasca bom Kuta, Bali, pada 2002, banyak studi yang misleading dalam membaca madrasah di Indonesia. Setahun setelah peristiwa itu, Misra1 menulis bahwa madrasah di Indonesia seperti di Pakistan, demikian juga pesantren, yang kebanyakan merupakan lembaga swasta sehingga dianggap sebagai lembaga yang terlepas dari supervisi negara. Dengan terlepas dari negara, kedua lembaga ini banyak merekrut anak-anak dari keluarga miskin untuk dididik menjadi Islam radikal. Di antara studi yang bersifat tuduhan tersebut, riset Wahid2 menemukan beberapa pesantren yang masuk jaringan salafi di Indonesia menganut ideologi radikalisme. Sementara pada aspek kebijakan, studi Syafruddin dkk.3 menemukan bahwa buku teks Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI, menyangkut toleransi cenderung ambigue dan tidak konsisten. Buku-buku tersebut tidak cukup kuat sebagai model penguatan pendidikan karakter (PPK) yang memberi bobot lebih besar pada proses pembiasaan dan pembentukan nilai-nilai toleransi, patriotisme, integritas, kerja keras, dan gotong royong di lingkungan sekolah. Riset Aly di Pesantren Assalam menemukan bahwa konstruksi kurikulumnya terkandung nilai-nilai yang saling bertolak belakang. Dalam sumber belajar, kegiatan belajar dan evaluasi hasil belajar terkandung nilai-nilai multikultural seperti demokrasi, solidaritas, kebersamaan, cinta kasih, welas asih, perdamaian, dan toleransi, sementara nilai-nilai diskriminasi dan ketidakadilan ditemukan di buku-buku rujukan. Konflik, hegemoni, dan dominasi ditemukan dalam

* Paper presented in The 3rd Joint International Seminar,“Religious Education in A Diverse Society: Promoting Civil Religion & Deliberative Society”, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Walisongo dengan S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University of Singapore, UIN Walisongo Semarang - (18-20 November 2016)

1 S. S. Misra, “Islamic Terrorism in Indonesia”, Journal of ASIAN Affairs, September 2003, available at http://asianaffairs.com/Sept2003/focus_Islamic.htm

2 Din Wahid, “Nurturing Salafi Manhaj: A Study of Salafi Pesantren in Contemporary Indonesia”, unpublished Ph.D. dissertation from Postgraduate on Islamic Studies, Utrecht University (2014); Din Wahid, “Challenging Religious Outhority: The Emergence of Salafi Ustadz in Indonesia”, Journal of Indonesian Islam, Volume 26, Number 02, (December 2012), p. 245-264

3 Didin Syafruddin, dkk., “Paham Eksklusif dan Radikalisme di Sekolah: Meninjau Ulang Kebijakan Negara dan Politik Pendidikan Islam”, Laporan Riset PPIM UIN Jakarta, (September 2016)

Page 2: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

2

interaksi antar santri di lingkungan sekolah setiap hari4. Riset ini berbeda dengan hasil riset Karnaen, AsShidqi, dan Mariyat bahwa pemikiran K. H. Imam Zarkasyi tentang moral dijadikan rujukan utama dalam kebijakan di pesantren. Sebagai bapak pendiri, maka definisi apa itu moral, bagaimana ditanamkan kepada santri dan bagaimana melakukan evaluasi atasnya merujuk pada pandangannya5.

Berbeda dengan riset di atas, Pohl menulis tentang kemungkinan pesantren (Islamic boarding school) di era postkolonial Indonesia memainkan peran penting dalam menyebarkan nilai-nilai keadaban dianggap tampak seperti berlawanan dengan kenyataannya. Pohl menulis mayoritas institusi pendidikan Islam di Indonesia sudah familiar dan bergelut dengan isu-isu seperti anti kekerasan, toleransi antar suku dan agama, paham pluralisme, institusionalisasi sekuler, HAM, kesamaan gender, demokrasi, keadilan politik dan hukum6. Sementara Hefner dan Zaman7 menulis bahwa meskipun potret madrasah di dunia Islam menampilkan keragaman, kompleks dan persaingan konsep keislaman, namun sebagian besar madrasah, pesantren, sekolah yang menganut sistem boarding school dan full day school di Indonesia menampilkan nilai-nilai keadaban (civic values).

Burhanuddin dan Afianti menyebut peta pendidikan Islam di Indonesia kompatibel untuk mencetak muslim modern8. Orientasi keislaman, keindonesiaan dan kemodernan membuat ideologi keagamaan di Indonesia dapat dijadikan referensi dan basis afiliasi lembaga pendidikan Islam 9 . Ketiga orientasi ini dibangun dan dirumuskan oleh dua tokoh moderat Indonesia abad 21: Nurcholish Madjid10 dan Abdurrahman Wahid11, yang disebut oleh Subhan tengah berada pada pergumulan antara modernisasi dan identitas 12 . Madrasah, juga pesantren, di Indonesia juga berafiliasi dengan banyak organisasi sosial keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Mathlaul Anwar, Nahdlatul Wathan, al-Irsyad, Tarbiyah Islamiyah, Darud Da’wah wa al-Irsyad, dll., seperti juga madrasah di India dan Pakistan yang juga berafiliasi pada banyak paham keagamaan seperti Deobandi, Barelwi, Syiah, Jama’at Islami, dan Ahl al-Hadits13. Dengan kecenderungan demikian, madrasah di

4 Abdullah Aly, “Model Kurikulum Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta”, Jurnal Varia Pendidikan: Kajian Penelitian Pendidikan, Vol. 24 No.1 (Juni 2012), p. 24-34 5 Abdul Karnaen, Hakim AsShidqi, dan Akrim Mariyat, ”The Policy of Moral Education on KH Imam Zarkasyi’s Thought at Gontor Modern Islamic Boarding School”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 3 No. 1 (2014) 6 Florian Pohl, “Islamic Education and Civil Society: Reflection on the Pesantren Tradition in Contemporary Indonesia”, Comparative Education Review, Vol. 50, No. 3, (August 2006), pp. 389-409 7 Robert W Hefner and Muhammad Qasim Zaman, Schooling Islam: The Culture and Politics of Modern Muslim Education (Princeton: Princeton University Press, 2007) 8 Jajat Burhanuddin dan Dina Afrianti, Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2006) 9 M Munir (ed.), Madrasah in Indonesia (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah, 2015) 10 Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan Pustaka, 2008) 11 Abdurrahman Wahid, Tabayun Gus Dur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural (Yogyakarta: LKiS, 1998) 12 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad Ke-20 (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009), 13 Mumtaz Ahmad, Madrasah Reform and State Power in Pakistan. National Bureau of Asian Research, NBR Report, April 2009

Page 3: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

3

Asia Selatan diduga mengajarkan teror14. Sebagaimana pesantren dan madrasah di Patani, Thailand Selatan, yang dalam batas-batas tertentu, memberi respon aktif dan positif terhadap berbagai inisiatif pemerintah pusat yang dilakukan sejak 1950-an15, demikian juga pesantren dan madrasah di Indonesia. Beberapa paket kebijakan seperti mengakui dan menyamakan lulusan siswa dengan sekolah umum menurut jenis dan jenjangnya dan memberi akses santri pesantren dan siswa madrasah pada jenjang PT, juga berlaku di Indonesia. Pesantren Patani dan Jawa memiliki jalur Islamisasi yang sama, demikian juga pesantren di daerah lain di Nusantara – terutama salaf, sehingga kitab-kitab yang dijadikan rujukan studi, terutama kitab-kitab Jawi16, menjadi dasar pengetahuan keislaman mereka17.

Yang membedakan antara madrasah di Indonesia dibandingkan dengan di India dan Pakistan adalah madrasah pada dua negara yang terakhir ini reluctant atas upaya reformasi atas madrasah oleh stated-sponsor reform, juga pada Perguruan Tinggi di bawah organisasi tersebut, dengan alasan bahwa lembaga pendidikan mereka dan juga PT mereka untuk menciptakan kader ulama18. Di antara paham keagamaan yang ada, Deobandi yang sejak 1970an dapat dijadikan sebagai alternatif model pendidikan Islam di era modern India19. Pendidikan Islam di Asia, secara umum berafiliasi dan menjalin jejaring internasional dengan ideologi yang sama. Di Malaysia, misalnya, ada madrasah yang berafiliasi dengan PAS (Malaysian Islamic Party) dan di Indonesia terdapat lembaga yang berafiliasi dengan kaum salafi20.

Lembaga pendidikan madrasah dan program pendidikan pada pesantren di bawah organisasi sosial keagamaan di Indonesia di atas, telah berlangsung berabad-abad21 mengadopsi sistem boarding dan full day22. Dalam peta pendidikan Islam, madrasah dan sistem boarding pada pesantren telah membentuk habitat distingtif yang menurut Hidayat darinya lahir tokoh-tokoh pemikir moderat untuk dunia23 dan menurut Mastuki menjadi jalur kebangkitan santri cendikia24. Sejak tahun 1960-an,

14 Jamal Malik (ed.), Madrasahs in South Asia: Teaching Terror? (London: Routledge - Taylor & Francis Group, 2008) 15 Hasan Madmarn, The Pondok & Madrasah in Patani (Bangi: Penerbit University Kebangsaan Malaysia, 1999), p. 91-127 16 Rustam Ibrahim, “Eksistensi Pesantren Salaf di Tengah Arus Pendidikan Modern”, Analisa: Journal of Social Science and Religion, Vol. 21 No. 2 (2014) 17 Madmarn, The Pondok & Madrasah in Patani, p. 49-55 18 Mumtaz Ahmad, Madrasah Reform and Perspectives: Islamic Tertiary Education in Pakistan (NBR Project Report, The National Bureau of Asian Research, April 2009); Sultan Ali of Suabi (compiler), Madrasahs in Pakistan: Madrasah Reform and State Power in Pakistan (Islamabad: Taxila Studies of Asian Civilization, 2005) 19 Barbara Metcalf, “The Madrasa at Deoband: A Model for Religious Education in Modern India”, Modern Asian Studies, Volume 2, Number 1 (1978), pp. 111-134 20 Farish A Noor, Yoginder Sikand & Martin Van Bruinessen (eds.), The Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational Linkages (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2008) 21 Marwan, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Dharma Bhakti, 1979) 22 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011); M Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren (Jakarta: IRD Press, 2004) 23 Mastuki HS, Kebangkitan Santri Cendikia: Jejak Historis, Basis Sosial, dan Persebarannya (Jakarta: Pustaka Compas, 2016) 24 Komaruddin Hidayat, Dari Pesantren untuk Dunia: Kisah-Kisah Inspiratif Kaum Santri (Jakarta: PPIM UIN Jakarta & Prenadamedia Group, 2016)

Page 4: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

4

madrasah dan pesantren telah menjadi tangga bagi kaum santri untuk melakukan mobilitas sosial dan vertikal25.

Secara prinsipil, penerapan sistem fullday dan boarding telah dilakukan pada pesantren dan madrasah meskipun kedua istilah tersebut baru digunakan pada satu-dua dekade terakhir ini pada berbagai sekolah umum. Salah satunya adalah SMP boarding school Smart Ekselensia di Parung, Bogor, yang merekrut putra-putra dhuafa dengan kemampuan akademik tinggi dari seluruh penjuru Indonesia26. Banyak lembaga pendidikan berbasis pesantren yang dengan perubahan ini merancang ulang sistem pendidikannya demi untuk lebih melejitkan penerapan nilai-nilai Islam bagi siswanya, antara lain, seperti temuan riset Rozan, Setiyowati, dan Wismantara di Pesantren Genggong, Probolinggo, Jawa Timur 27 . Bahkan, menurut Siswanto, madrasah yang berbasis pesantren, yang dalam hal ini menerapkan sistem fullday dan boarding, juga menjadi pilihan untuk merancang sebuah lembaga pendidikan unggulan28.

Dari segi peserta didik, siswa SMP dan MTs baru memasuki usia remaja awal usia antara 11-15 tahun yang menurut Allport ditandai penuh gejolak. Pada fase ini mereka gemar menujukkan sikap protes terhadap orang tua, preokupasi terhadap badan sendiri, menunjukkan rasa kesetiakawanan dengan kelompok remaja seusia, mulai menunjukkan kemampuan untuk berfikir secara abstrak, dan perilaku yang labil dan berubah–ubah29. Dengan masuk madrasah dengan sistem boarding akan tercipta jarak psikologis dengan orang tuanya, terdapat juga segregasi gender, dengan itu pula menjadi momentum baginya untuk melakukan adaptasi. Menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan menyediakan lembaga bermutu, dengan teman bermain yang baik, sarana ekspresi diri yang terpantau dan suasana menyenangkan. Riset Hendriyenti menemukan bahwa sistem fullday dan boarding menjadi pilihan bagi pembinaan moral siswa di SMA Taruna Palembang30. Perayaan bersama hari-hari besar agama Islam, termasuk maulid Nabi Muhammad S.A.W., dipraktekkan secara rutin sebagai bagian dari internalisasi nilai moral melalui keteladanan31. Di dalam konteks lingkungan sosial antara Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid Baubau dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta yang berbeda, namun kehidupan pesantren sama-sama membuat tumbuh rasa saling percaya antar civitas akademika dengan pemangku kepentingan (stakeholders) dan pengguna (user), yang 25 Badri Yatim dan Hamid Nasuhi (ed.), Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam: Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1957-2002 (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002) 26 Lihat http://www.smartekselensia.net/ 27 Nur Rozan, Ernaning Setiyowati, Pudji Pratitis Wismantara, “The Application of Islamic Value and Regionalism in the Redesign of Zainul Hasan Genggong Boarding School in Probolingo, Indonesia”, Journal of Islamic Architecture, Vol. 3 No. 2 (2013), p. 123-127 28 Siswanto, “Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren”, Ulumuna: Journal of Islamic Studies, Vol. 18 No. 1 (2014), p. 161-180 29 Gordon W. Allport, Pattern and Growth in Personality (New York: Holt, Rinehart & Winston, 1965) 30 Hendriyenti, “Pelaksanaan Program Boarding School dalam Pembinaan Moral Siswa di SMA Taruna Indonesia Palembang”, Ta’dib, Vol. XIX, No. 02 (November 2014), p. 203-225 31 Ahmad Rivauzi, “The Education in Local Islamic Culture of Maulid Nabi Tradition: a Case Study in Nurul Yaqin Ringan-Ringan Pakandangan Padang Pariaman Boarding School”, al-Ta’lim, Vol. 22 No. 2 (2015)

Page 5: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

5

menumbuhkan modal sosial. Letak perbedaan keduanya adalah jika pada pesantren pertama menonjol nilai-nilai keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah Islamiyah, kebebasan, sedangkan nilai yang tertanam di pesantren terakhir meliputi disiplin, kerja keras, kebersamaan, kesederhanaan, kesabaran, dan toleransi32.

Tradisi pesantren dalam banyak segi tetap berlangsung meski pada segi lain juga mengalami perubahan. Yang tetap berlangsung hingga kini adalah lahirnya pada ulama, kiai, akademisi, dan tokoh-tokoh masyarakat lain dari rahimnya33. Hal yang berubah dalam pengertian meluas dan mengembang itu adalah pengetahuan mereka tentang isu-isu reproduksi dan kesehatan seksual selalu terbimbing dan informasinya terbarukan34. Mulai muncul isu tentang efek diet siswa pada kemampuan menyerap materi belajar 35 , isu kelangsungan lingkungan hidup untuk mengembangkan kewirausahaan36, pesantren sains37, dll., yang keseluruhan murid yang mengikuti sekolah dan madrasah yang menggunakan sistem boarding dan fullday mendapatkan layanan medis, psikologis dan pedagogis selama di lingkungan sekolah.

Apakah full day dan boarding selalu memiliki konotasi unggul dan baik dalam memproduksi alumni? Studi Suharto tentang Pesantren Tebuireng Jombang dan Madrasah pada Pesantren Mamba’ul Ulum membuktikan lain. Kedua pesantren itu adalah pesantren tua di Jawa, namun telah membuka diri untuk proses modernisasi dan tranformasi dengan mengadopsi sistem madrasah. Dari penelusuran sejarah ditemukan bahwa meski Tebuireng menerapkan boarding dan juga Mamba’ul Ulum, namun Madrasah Mamba’ul Ulum tidak mengadopsi boarding dan fullday school, lantaran sekolah yang disebut terakhir ini pada awalnya didirikan oleh seorang Raja – yang tidak pernah mengenyam pendidikan boarding di pesantren manapun38. Dengan munculnya hasil riset dan dinamika perubahan di dalam dirinya, riset ini dilakukan.

Metodologi

Studi ini membandingkan sistem boarding school di TMI (Tarbiyatul Mu’allimin Wal Mu’allimat Al Islamiyah) Darul Muttaqien, dalam hal ini pada jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs), dengan sistem fullday school Sekolah

32 La Rudi dan Husain Haikal, “Modal Sosial Pendidikan Pesantren: Social Capital of Boarding School Education”, Harmoni Sosial: Journal Pendidikan IPS, Vol. 1 No. 1 (2014) 33 Munir, The Continuity and the Culture Change of Pesantren in South Sumatra”, Ta’dib: Journal Pendidikan Islam, Vol. 21 No. 1 (Juni 2016), p. 87-100; Widia Fithri, “Islamic Educational Dynamic in Minangkabau: an 86-Year Journey of Madrasah Diniyah Pasia”, al-Raniry: International Journal of Islamic Studies, Vol. 2 No. 2 (2015) 34 Made Asri Budisuari dan Setia Pranata, “Up dating Islamic Boarding School Santri and Reproductive Health Information,” Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 19 No. 1 (Jan 2016) 35 Zahra Saeidi, Rahim Vakili, Amirhosein Ghazizadeh Hashemi, Masumeh Saeidi, “The Effect of Diet on Learning of Junior High School Students in Mashhad, North-east of Iran”, International Journal on Pediatry, Vol.3, No 2-2, Serial No.16, (April 2015) 36 Achmad Siddiq Annur dan Andi Baso Mappaturi, “Penerapan Prinsip-Prinsip Sustainable Development pada Perancangan Pondok Pesantren Enterpreneur”, Journal of Islamic Architecture, Vol. 2 No. 2 (2012) 37 Mohamad Yasin Yusuf, “Pesantren Sains: Epistemology of Islamic Science in Teaching System”, Walisongo: Journal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 23 No. 2 (2015) 38 Toto Suharto, “Bayna al-Ma’had Tebuireng wa Madrasat Mamba’ul Ulum: Dirasah Tarikhiyah ‘an Nash’at Mafhum “al-Madrasah fi al-Ma’had”, Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Vol. 21 No. 1 (2014)

Page 6: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

6

Menengah Pertama Islam Terpadu (SMP IT) Darul Muttaqien Parung, Bogor, Jawa Barat. Sebagaimana pesantren yang sejak awal merupakan Islamic boarding school, madrasah dan sekolah juga menggunakan boarding dan fullday sebagai sistem dalam mendidik para siswanya. Pemilihan MTs dan SMP IT Pondok Pesantren Darul Muttaqien sebagai tempat penelitian karena lembaga ini menerapkan sistem pendidikan dengan pola boarding dan juga fullday. Di samping itu, pesantren dengan motto “satu dalam aqidah, toleransi dalam khilafiyah, berjamaah dalam ibadah,” ini telah berdiri sejak 27 tahun yang lalu dengan jumlah alumni lebih dari 1000 orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Yang hendak diungkap dalam penelitian ini adalah apakah kedua institusi tersebut berhasil dalam menanamkan dimensi attitude, knowledge and skill sebagai kompetensi mereka39. Siapa agen penanaman nilai-nilai kesalehan keadaban di kedua sekolah ini40. Di India, output lembaga pendidikan Islam mereka melahirkan being physically and personally present, especially in term of piety, for example, but socially absent41. Di Indonesia, bahkan pendidikan Islam di sekolah-sekolah umum disebut Furchan dimaksudkan untuk mengembangkan seorang muslim Pancasilais42, namun riset Kalidjernih menyebut mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), PPKN, dll., masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan43. Akses sosial dan relasi interpersonal dengan dunia luar yang terbatas, mengakibatkan mereka kagok untuk bekerja dan hidup dalam masyarakat multikultur namun dengan tetap teguh menjaga identitas agamanya di kemudian hari. Studi Claire-Marie Hefner 44 terhadap sistem pesantren Krapyak Yogyakarta dan Mu’alimat Muhammadiyah Yogyakarta menemukan bahwa meskipun para santri hidup dalam suasana yang protektif, kedua lembaga pendidikan tersebut fokus dan menaruh perhatian pada etis, namun dengan memberikan pendekatan yang berbeda: yang pertama agak terbuka, sementara yang kedua agak ketat. Dari sini kita memahami bahwa isu tentang pendidikan moralitas dan etis tidak berkembang pada ruang kosong. Banyak variabel yang mempengaruhi pengembangan etik dan moral siswa. Menempatkan mereka pada boarding school cenderung mengarah pada apa yang disebut Zigon sebagai “fragmented moral world”45.

Penelitian ini adalah ethnografis dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan dukungan pendekatan kuantitatif. Metode pengumpulan data dilakukan 39 Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) 40 Saba Mahmood, Politics of Piety: The Islamic Revival and the Feminist Subject (Oxford and Princeton: Princeton University Press, 2005) 41 Mareike Jule Winkelmann, From Behind the Curtain: A Study of a Girl Madrasah in India (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2005) 42 Arief Furchan, Developing Pancasilaist Muslims: Islamic Religious Education in Public Schools in Indonesia (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002) 43 Freddy Kiran Kalidjernih, “Post-Colonial Citizenship Education: A Critical Study of the Production and Reproduction of the Indonesian Civic Ideal”, PhD Dissertation on University Tasmania (2005). 44 Claire-Marie Hefner, “Achieving Islam: Women, Piety, and Moral Education in Indonesian Muslim Boarding school”, PPIM Seminar ke-26, Kamis, 19 Mei 2016, pukul 14.00 – 16.00 Ruang Seminar PPIM UIN Jakarta 45 Jarrett Zigon, “Within a Range of Possibilities: Morality and Ethics in Social Life”, Ethnos, Volume 74, Number 2 (2009), pp. 251-276

Page 7: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

7

dengan fieldwork baik di MTs. Darul Muttaqien maupun di SMP Islam Terpadu Darul Muttaqien di Parung, Bogor, Jawa Barat; wawancara semi terstruktur dengan guru, karyawan dan kepala sekolah; analisis konten terhadap profile kedua sekolah tersebut, juga terhadap buku-buku teks yang dijadikan pegangan oleh guru dan murid; dan juga memanfaatkan semi survey - dengan penyebaran angket kepada para siswa untuk mengetahui persepsi bagaimana kompetensi guru menurut mereka, dan angket kepada guru untuk mengetahui persepsi mereka tentang bagaimana kompetensi Kepala Sekolah menurut para guru. Status akreditasi pada kedua sekolah itu juga penting dilihat untuk mengetahui faktor pengaruh dari mutu sekolah terhadap keberhasilan penanaman kompetensi pada siswa. Kerangka Teori

Konsep full day school dan boarding school adalah dua istilah yang sebenarnya merujuk pada istilah bahwa durasi waktu siswa lebih banyak berada di sekolah. Perbedaan keduanya hanyalah siswa berada di sekolah sehari penuh dan tinggal di asrama dalam kompleks sekolah. Rahim menyebut bahwa kedua sistem tersebut, terutama boarding school, merupakan istilah yang diadopsi oleh sekolah-sekolah yang unggul dan maju46. Misalnya, sekolah jenis ini adalah SMU Dwi Warna, SMU Manadia, SMU al-Azhar, SMU Taruna Nusantara, dan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK/MAK). Sistemnya telah dipraktekkan di pesantren sejak lama, namun kedua istilah tersebut secara teknis baru digunakan di madrasah atau madrasah, sebagai pengganti istilah pesantren. Digunakan istilah full day school dan boarding school, sebagian dan keseluruhannya, karena penyelenggaraan pembelajarannya menggunakan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) dan kajian lain47. Kajian kitab-kitab klasik dan modern adalah pelajaran tambahan lain yang khusus untuk MAPK/MAK, sementara lembaga pendidikan lain menekankan bahasa asing, dll.

Pada boarding school bahkan metode pengajaran lebih menekankan pada orientasi penguasaan substansi materi keilmuan, bukan hanya karena target kurikulum48. Dengan berdasar pada huruf c Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 disebutkan bahwa standar pendidikan di atas Standar Nasional Pendidikan (SNP) itu dimungkinkan, sementara pada huruf b Pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa standar mutu di atas SNP adalah yang mengadopsi dan atau mengadaptasi standar internasional tertentu49. Dengan peluang itu, dalam sekolah-sekolah yang menggunakan full day dan boarding mengembangkan kurikulum sendiri yang dikonstruksi sesuai dengan konsep pendidikan yang dimiliki oleh lembaga tersebut, tentu saja dengan memasukkan unsur-unsur kemampuan dasar yang diinginkan oleh kurikulum nasional.

46 Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, tt), p. 192 47 Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, p. 192 48 Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, p. 192 49 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

Page 8: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

8

Tenaga pengajar pada sekolah-sekolah yang menerapkan sistem full day dan boarding memiliki ruang dan diberi peluang yang luas untuk melakukan inovasi dan kreativitas, sehingga setiap inovasi akan tampak terutama sekali dalam penyelenggaraan pembelajaran yang bervariasi dapat dilaksanakan. Seperti halnya di pesantren, variasi dan inovasi akan memberikan dorongan pada siswa agar mampu belajar mandiri. Upaya pencapaian target kualitatif berupa pemahaman materi pengajaran bisa dilakukan sekolah yang bersangkutan sesuai dengan pendekatan yang dikembangkan sendiri pada masing-masing sekolah50.

Pada aspek pembinaan siswa, sistem full day dan boarding mengutamakan pembentukan kepribadian dengan disiplin tinggi. Dilakukan intensif di dalam maupun di luar kelas, di dalam kompleks sekolah. Dengan alasan itu, maka siswa sekolah maju dan unggul dengan sistem full day dan boarding seluruhnya harus tinggal di asrama. Mentalitas kemandirian siswa ditumbuhkan dengan cara ini, antara lain, dengan mengalihkan social support dari kedua orang tuanya di rumah kepada guru pembina dan teman-temannya di asrama51. Parenting yang melibatkan pengasuhan oleh bapak (parenthood) dan pengasuhan oleh ibu (motherhood) dialihkan kepada pembina asrama yang pada perkembangannya bernama kiai, ustadz, murobbi, dll., tergantung kepada aliran ideologi sekolah tersebut, terutama jika sekolah swasta. Dalam tradisi kelompok ideologi Islam tertentu, misalnya, mereka yang disebut terakhir ini berfungsi sebagai pemimpin (qiyadah), guru (ustadz), orang tua (walid), saudara (shahabah) sekaligus bagi para siswa binaannya. Sementara dalam tradisi NU, kiai dan ustadz senior sangat menentukan. Rahim menyebut kiai di pesantren memegang peranan sangat penting dalam pembinaan kemandirian dan moral siswa, walaupun pembinaan siswa dilakukan dengan menciptakan satu tata-aturan pergaulan dan suasana yang menyerupai pesantren52.

Sekolah-sekolah maju yang mengadopsi sistem full day dan boarding menyerupai potret sekolah yang disebut Lightfoot sebagai the good high school53. Di Amerika Serikat, lanjut Lightfoot, sekolah-sekolah yang unggul dan maju memiliki segala kebaikan di dalam dirinya. Pada George Washington Carver High School memiliki kepemimpinan karismatik yang dipercaya untuk membawa siswa melintasi jembatan menuju dunia yang lebih luas. Pada John F Kennedy High School menekankan pada sikap di tengah-tengah guna menyeimbangkan banyak kekuatan, yang menegaskan diri di dalam masyarakat plural. Di Amerika Serikat sekolah-sekolah unggul, tidak hanya di perkotaan tetapi juga di daerah sub urban yang memiliki gambaran dan budaya tersendiri54.

Sebagaimana Gorton, Alston, dan Snowden menulis, sekolah-sekolah yang maju dan unggul di Indonesia, juga yang menerapkan sistem full day dan boarding, dalam kepemimpinan kepala sekolah, mereka mengelola sekolah tidak hanya pada

50 Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, p. 193 51 Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, p. 193 52 Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, p. 193 53 Sara Lawrence Lightfoot, The Good High School: Portraits of Character and Culture (New York: Basic Book Inc. Publishers, 1983) 54 Lightfoot, The Good High School, p. 29-320

Page 9: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

9

aspek manajemen tetapi juga bidang administrasi55. Kepemimpinan mereka diuji, dan oleh karena itu, mereka harus memiliki kompetensi kepala sekolah seperti: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial56. Dalam bahasa lain, lima kompetensi kepala sekolah jika dibandingkan dengan Gorton, Alston, dan Snowden, maka mereka harus memiliki kepribadian (personality; beginning challenges; character; authority, power and influence), manajerial (decision making; organizational culture; role and organizational problems; conflict management; student problems), kewirausahaan (school improvement), supervisi (leadership; problems of change; administrator-staff relationships), dan sosial (communication; school-community relation; social justice isseus)57.

Teori kompetensi kepala kekolah membawa pada keharusan kepala sekolah melakukan supervisi kepada guru, karena itu merupakan pembacaan terhadap kepemimpinan kepala sekolah menurut perspektif kognitif58. Kepala sekolah bukan saja harus melakukan pengarahan tentang bagaimana guru merancang pembelajaran yang efektif59, piawai merancang disain pembelajaran yang sistematis60, namun juga melakukan supervisi pada saat proses belajar mengajar di kelas, hingga melakukan evaluasi, dan hasil evaluasinya digunakan untuk perbaikan bersama. Ini adalah siklus sistem penjaminan mutu di sekolah atau madrasah 61 . Sebagai ciri sekolah yang kreatif, maka dalam kerangka mengukur keberhasilan, mutu dan efektivitasnya62, sekolah-sekolah maju dan unggul yang menggunakan sistem fullday dan boarding disiapkan penilaian terhadap kepemimpinan kepala sekolah63.

Output yang baik tentu saja adalah harapannya. Menurut KKNI, kualifiaksi kompetensi siswa yang diperoleh di sekolah hendaknya dapat disandingkan, disetarakan, dan diintegrasikan dengan bidang pelatihan kerja dan pengalaman kerja, dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di`berbagai sektor. Di seluruh jenjang pendidikan, mulai SD hingga PT, peserta didik diharapkan memiliki kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pada level SD, dimensi sikap diberi porsi besar dengan pengetahuan dan keterampilan masih kecil, demikian sebaliknya pada PT. Deming menyebut bahwa 2020 jenis pekerjaan baik, sehat, menjanjikan dan memberi income yang baik membutuhkan beberapa hal berikut: Pertama, soft skill – sharing, negosiasi, understanding, helping, caring, peduli, tidak mudah putus asa (resilience), ramah, cinta, kasih, sabar, juru 55 Richard Gorton, Judy A. Alston, Petra Snowden, School Leadership & Administration: Important Concepts, Case Studies, & Simulations (New York: McGraw Hill, 2007), p. 2-3 56 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah 57 Gorton, Alston, Snowden, School Leadership & Administration, p. 4-435 58 Philip Hallinger, Kenneth Leithwood, Joseph Murphy (ed), Cognitive Perspectives on Educational Leadership (New York: Teachers College, Columbia University, 1993) 59 Garry R Morrison, Steven M Ross, Howard K Kalman, & Jerrold E. Kemp, Designing Effective Instruction (New Jersey: John Wiley & Sons, 2013) 60 Walter Dick, Lou Carey & James O. Carey, The Systematic Design of Instruction (Ohio: Pearson, 2009) 61 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 62 Bob Jeffrey and Peter Woods, The Creative School: A Framework for Success, Quality and Effectiveness (London and New York: Routledge Falmer – Taylor & Francis Group, 2003) 63 W James Popham, Assessment for Educational Leaders (Boston: Person, 2006)

Page 10: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

10

damai, dll. Kedua, kecakapan atau ketrampilan sosial, seperti empati, prososial, modal sosial, saling pengertian, toleransi dan kerjasama. Ketiga, kecakapan bermatematika adalah penguasaan pengelolaan dan pengolahan data dan angka, dan menyajikannya dalam bentuk grafik, tabel dan visualisasi lain64 . Pada perguruan tinggi keagamaan, dimensi keagamaan dapat memberi sumbangan pada etika, sehingga dapat memperkuat attitude, soft skill, social skill, knowledge dan transferable skill.65 Kapasitas Sekolah

Wacana sekitar 10 tahun dan 20 tahun yang lalu, madrasah masih dipandang dianaktirikan 66 dan perlu pemberdayaan67 dalam peta sistem pendidikan nasional. Sejak saat itu ada kesadaran bahwa pendidikan Islam memiliki tradisi dan sekaligus melakukan modernisasi menuju tantangan milenium68. Akibat positif dari usaha itu adalah pada dekade terakhir ini telah marak sekolah-sekolah mengadopsi “bobot keislaman” yang merupakan keunggulan madrasah, dan juga mengadopsi sikap dan kemandirian yang merupakan keunggulan pesantren. Bersamaan dengan itu, Soebahar menyebut telah berlangsung modernisasi pesantren pada satu dekade terakhir, terutama karena transformasi kepemimpinan kiai dan sistem pendidikan pesantren69.

Baik MTs. maupun SMP IT Darul Muttaqien Parung mengadopsi sistem fullday dan boarding memiliki kapasitas yang memadai. Kapasitas tersebut terlihat pada dimensi integritasnya: ketiganya memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas. SMPIT berdiri pada 2007/2008 yang pada tahun ajaran 2015/2016 memiliki jumlah murid 138 anak, sementara MTs yang berdiri pada 1 Juli 2003 yang pada tahun ajaran 2015/2016 memiliki jumlah murid 833. Kondisi lingkungan geografis, sosiologis, dan demografis yang baik, terlihat bahwa masyarakat di sekitar sekolah dan madrasah memiliki preferensi yang baik pada madrasah. Dengan perbedaan jumlah murid yang mencolok, jumlah guru tetap pada kedua lembaga ini juga berbeda: 20 orang guru tetap pada SMPIT dan 54 guru tetap pada MTs. Baik SMPIT maupun MTs telah meraih akreditasi A, bahkan dalam dua kali siklus akreditasi, siklus pertama 2010-2011 dan siklus kedua 2015-201670. Bila SMP IT berdiri di atas lahan seluas 1.5 ha yang berada di luar kompleks pesantren, maka MTs berdiri di atas tanah 1,6 ha yang berada dalam satu kompleks dengan Pondok Pesantren Darul Muttaqien dengan luas 64 David J Deming, “The Growing Importance of Social Skills in the Labor Market”, Agustus 2015, dapat diakses di ttps://scholar.harvard.edu/files/ddeming/files/deming_socialskills_august2015.pdf; Baca artikel Simon Torkington, “The jobs of the future – and two skills you need to get them”, https://www.weforum.org/agenda/2016/09/jobs-of-future-and-skills-you-need/ 65 Achmad Syahid, “Dunia Kerja 2020: Tantangan dan Peluang”, Orasi Ilmiah pada Wisuda Sarjana STAKN Kupang, Kamis, 29 September 2016 66 Jamaluddin, Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2003) 67 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 1999) 68 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002) 69 Abdul Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2013) 70 Profil MTs Darul Muttaqien; Profil SMP IT Darul Muttaqien;

Page 11: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

11

12 ha. Pesantren ini berdiri pada 1998 dan berafiliasi dengan Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. Sementara Yayasan Darul Muttaqien dibentuk pada 29 Januari 199271. Yayasan dibentuk demi pertimbangan dan kepentingan yang lebih luas, terkait dengan kemandirian dan efektivitas organisasi.

Baik SMPIT maupun MTs menyediakan kegiatan kurikuler, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler yang bervariasi dengan lapangan dan ruang yang ditunjang peralatan yang baik dengan jumlah memadai. Sarana dan prasarana akademik, perkantoran dan lingkungan ekologis juga memadai. Dengan fasilitas utama dan pendukung yang memadai, prestasi siswa pada level antar sekolah, kabupaten/kota, propinsi, dan nasional sangat baik, demikian juga rekor penerimaan alumni SMP IT dan MTs pada sekolah-sekolah menengah atas yang maju, bermutu dan favorit.

Kapasitas SMP IT dan MTs dalam menjalankan visi, misi, dan tujuan dapat dilakukan tidak saja pada dimensi integritas kedua lembaga tersebut, tetapi juga pada dokumen yang disiapkan masing-masing lembaga tersebut. Yang dimaksud dengan dokumen di sini adalah rencana pengembangan program sekolah, pengembangan kurikulum hingga silabus dan absensi, dan pedoman supervisi pelaksanaan kurikulum hingga pelaksanaannya serta program pengembangan ekosistem sekolah. Analisis pada ketiga variabel dokumen di atas dilakukan dengan pada variabel dokumen pengembangan program terdiri dari 9 dimensi dan 42 kriteria; variabel supervisi pembelajaran terdiri dari 3 dimensi dan 13 kriteria, sedangkan untuk variabel pengembangan ekosistem terdiri dari 1 dimensi dan 5 kriteria. Analisis terhadap dokumen rencana pengembangan program, kurikulum, supervisi dan ekosistem dapat dilihat pada Grafik 1, 1a, 1b, dan 1c untuk MTs, sementara untuk SMP IT dapat dilihat pada Grafik 2, 2a, 2b, dan 2c di bawah ini.

Grafik 1 Distribusi Analisis pada 13 Dimensi pada Dokumen MTs

Pada grafik analisis 13 dimensi pada Grafik 1 ditemukan bahwa pada dimensi

ketersediaan dokumen; rumusan kompetensi RPP; pengembangan RPP; pertemuan inti; dan 13 penguatan internal sekolah berjalan sempurna. Sementara 8 dimensi lain

71 Profil Pondok Pesantren Darul Muttaqien

91 96

100

75

78

75

817575

83

95

75

100

-20406080

1001.Ketersediaan…

2.PengembanganRPP

3.Rumusan…

4.Rumusanindikator…

5.RumusanRencana…

6.Rumusan…7.Penilaian8.Dokumen…

9.Dokumen…

10.Pertemuanawal

11.Pertemuaninti

12.Pertemuanakhir

13.Penguatan…

GrafikDistribusiAnalisisDokumen:MTs

Page 12: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

12

berada pada rata-rata baik dan sangat baik. Dengan analisis ini, dapat dikemukakan bahwa analisis 13 dimensi pada MTs berjalan dengan baik, sangat baik, dan sempurna. Untuk mengetahui lebih mendetail sampai pada item atau kriteria, dapat dilihat pada analisis di bawah ini.

Dari 13 dimensi pada MTs di atas, pada bagian di bawah ini akan ditampilkan bagaimana analisis dimensi dengan dibagi menjadi tiga bagian. Dengan perincian 9 dimensi pengembangan program sebagaimana tersaji pada Grafik 1a, 3 dimensi pada supervisi kurikulum pada Grafik 1b dan 1 dimensi pada pengembangan ekosistem MTs pada Grafik 1c. Semakin jelas dan konsisten dengan grafik 1, pada grafik 1a terlihat bahwa ketersediaan dokumen, pengembangan RPP, rumusan kompetensi pada RPP dan penilaian hampir sempurna. Sementara 5 dimensi lain berjalan dengan baik dan sangat baik. Jika melihat pada item dalam dimensi, terlihat bahwa program pengembangan ekosistem dalam bentuk kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri (dudi) belum berjalan dengan baik, antara lain, karena menurut sifat dan kepentingannya, pada tingkat sekolah menengah pertama tidak terlalu mendesak untuk menjalin kerjasama dengan dudi.

Grafik 1a Dimensi Indikator pada Variabel Dokumen Rencana Program MTs

Sementara pada grafik variabel indikator supervisi pembelajaran sebagai tertuang pada Grafik 1b, terlihat bahwa dimensi pertemuan inti dan pertemuan awal berjalan nyaris sempurna, sementara pada pertemuan akhir berjalan sangat baik. Ini maknanya, bahwa dokumen dan pelaksanaan supervisi pembelajaran telah dikomunikasikan dengan baik kepada siswa, disusun secara bersama-sama antara kepala sekolah dengan para guru, dan program supervisi tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan hasilnya sebagai bagian dari upaya perbaikan program pembelajaran. Kepala sekolah dengan para guru dapat saling belajar, terutama dalam forum yang disebut dengan Tim Pengembang Sekolah (TPS) dan Tim Pengembang Kurikulum (TPK), di mana kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah bidang terkait, dan dibantu oleh para guru senior dan atau terlatih di bidang itu. Pengawas sekolah akan bekerja dengan baik, terbantu tugasnya, jika pihak-pihak di internal sekolah atau madrasah telah bekerja dengan baik.

Grafik 1b Grafik Variabel Indikator Supervisi Pembelajaran MTs

-20406080

100

1.Ketersedia

an… 2.Pengem

banganRPP

3.Rumusan

kompetensi

padaRPP

4.Rumusan

indikatorpencapai…

5.Rumusan

RencanaPem

belaj…

6.Rumusan

pengalama

nbelajar

7.Penilaian

8.Dokum

enPengem

b…

9.Dokum

enPenguata…

IndikatorDokumenProgram

Page 13: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

13

Sedangkan pada pengembangan ekosistem pada MTs terlihat pada Grafik 1c

telah berjalan dengan sempurna. Telah berkembangnya ekosistem sekolah ini menandakan bahwa lingkungan fisik sekolah telah ditata dengan baik, komunikasi yang dikembangkan kepada publik telah dilakukan secara terbuka, pelibatan orang tua wali siswa pada program-program madrasah telah dilaksanakan dengan sangat baik, aturan dan tata tertib di madrasah ditegakkan dengan sangat baik, dan mengembangan nilai-nilai etika berdasarkan agama Islam yang asasi, seperti program tahfidz, baca tulis al-Qur’an, bahasa Arab dan Inggris, dan aqidah akhlak.

Grafik 1c Variabel Indikator Pengembangan Ekosistem MTs

Jika demikian hasil analisis pada kapasitas dokumen, dan pada tiga variabel

pengembangan program, supervisi pembelajaran dan pengembangan ekosistem pada MTs, lalu bagaimana gambaran pada variabel, dimensi dan kriteria yang sama pada SMP IT?

Secara kasat mata, grafik tidak menunjukkan yang mencolok antara Grafik 1, 1a, 1b, dan 1c pada MTs dengan Grafik 2, 2a, 2b, dan 2c pada SMP IT. Pada Grafik 2, terlihat bahwa kapasitas SMP IT dalam menjalankan 13 dimensi dari tiga fungsi pokok yang krusial sekolah: variabel pengembangan program, pelaksanaan supervisi kurikulum, dan pengembangan ekosistem telah berjalan dengan baik. Pada dimensi ketersediaan dokumen program, pengembangan RPP, rumusan kompetensi pada RPP, pertemuan awal, pertemuan inti dan penguatan telah berjalan sempurna dan nyaris sempurna. Pada variabel lain yang tersisa, meskipun tidak sampai berjalan sempurna, namun telah berjalan baik dan sangat baik.

-20406080

100

10.Pertem

uanaw

al

11.Pertem

uaninti

12.Pertem

uanakhir

IndikatorSupervisiPembelajaran

-20406080

100

13.Penguatanlingkunganinternalsekolah

IndikatorEkosistemSekolah

Page 14: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

14

Grafik 2 Distribusi Analisis pada 13 Dimensi pada Dokumen: SMP IT

Lalu apa yang membedakan antara kapasitas MTs dan SMP IT dalam konteks

ini? Jika dilihat lebih mendalam hingga sampai pada kriteria, terlihat bahwa rencana tindak lanjut jika ada masukan perbaikan, jurnal belajar, dan bahan ajar berada pada kategori baik. Pada kriteria ini, MTs lebih baik sedikit hingga pada level satu tingkat di atasnya: sangat baik. Kriteria pada variabel rumusan indikator pembelajaran dan rumusan rencana pembelajaran juga demikian, rata-rata MTs lebih tinggi satu tingkat di atas SMP IT.

Grafik 2a Indikator Dokumen Rencana Program SMP IT

Pada Grafik 2a juga terlihat, tidak ada dimensi yang berbeda secara mencolok

antara kapasitas MTs dengan SMP IT pada variabel ini. Dimensi rumusan kompetensi pada RPP, pengembangan RPP dan ketersediaan dokumen telah berlangsung hampir sempurna. Sementara 6 dimensi tersisa berjalan dengan baik dan sangat baik. Demikian juga pada variabel supervise pembelajaran sebagaimana terlihat pada Grafik 2b. Pada dimensi pertemuan inti telah berjalan dengan mendekati sempurna, sementara pertemuan awal bekerja sangat baik, dan pertemuan akhir juga baik. Patut diduga, miripnya kapasitas kelembagaan antara MTs dan SMP IT ini karena berada pada satu atap yayasan, sehingga komunikasi yayasan atau satu sekolah akan dengan cepat menular kepada sekolah yang lain.

91 96

100

75

78

75

817575

83

95

75

100

-20406080

1001.Ketersediaan…

2.PengembanganRPP

3.Rumusan…

4.Rumusanindikator…

5.RumusanRencana…

6.Rumusan…7.Penilaian8.Dokumen…

9.Dokumen…

10.Pertemuanawal

11.Pertemuaninti

12.Pertemuanakhir

13.Penguatan…

GrafikDistribusiAnalisisDokumen:SMPIT

-20406080

100

1.Ketersediaandokum

en…

2.Pengem

banganRPP

3.Rumusan

kompetensi

padaRPP

4.Rumusan

indikatorpencapaian…

5.Rumusan

RencanaPem

belajaran

6.Rumusan

pengalaman

belajar

7.Penilaian

8.Dokumen

Pengembanga

nSupervisi…

9.Dokumen

PenguatanEkosistem

IndikatorDokumenProgram

Page 15: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

15

Grafik 2b Indikator Supervisi Pembelajaran SMP IT

Pada variabel pengembangan ekosistem SMP IT sebagaimana terlihat pada

Grafik 2c juga telah berjalan dengan sempurna, hal yang sama juga berlaku pada MTs. Sekali lagi, lembaga pendidikan swasta dan apalagi di bawah naungan pesantren memiliki kelebihan di dalam menjalin komunikasi dengan stakeholders, user, dan publik, apalagi tentu saja apabila mereka ini memiliki pereferensi yang baik terhadap sekolah atau madrasah berbasis pesantren yang dianggap maju, bermutu dan unggul.

Grafik 2c Indikator Pengembangan Ekosistem SMP IT

Pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan mutu dokumen sebagaimana terlihat pada Grafik 1 dan Grafik 2 di atas? Analisis terhadap variabel ketersediaan dokumen pada MTS dan SMP IT memperlihatkan bahwa rata-rata di semua variabelnya telah melampaui standar yang ditetapkan, yakni di atas 60% sebagai batas minimal mutu pelaksanaan. Pada Grafik 3 tentang dokumen program terlihat bahwa dimensi pengembangan RPP, rumusan kompetensi siswa pada RPP, rumusan pengalaman belajar dan penilaian telah sempurna. Yang lemah hanyalah pada dimensi rumusan pencapaian pembelajaran.

Grafik 3 Prosentase Capaian Dokumen Program

-20406080

100

10.Pertemuan

awal

11.Pertemuan

inti

12.Pertemuan

akhir

IndikatorSupervisiPembelajaran

-20406080

100

13.Penguatanlingkunganinternalsekolah

IndikatorEkosistemSekolah

Page 16: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

16

Pada Grafik 4 tentang prosentase pelaksanaan supervisi pembelajaran guru oleh

kepala sekolah terlihat bahwa, baik pada SMP IT dan MTs telah tersedia dokumen dengan baik. Demikian juga pertemuan inti, dan sedikit baik pada pertemuan akhir. Hanya pada pertemuan awal yang terendah prosentasenya, meskipun masih berada di bawah rata-rata.

Grafik 4 Prosentase Supervisi Pembelajaran

Pada Grafik 5 tentang prosentase pengembangan ekosistem, baik pada SMP IT

dan MTs telah berkembang sempurna adalah pada variabel penguatan internal sekolah. Sementara pada variabel penguatan ekosistem eksternal berada di bawah rata-rata. Menjadi terjelaskan mengapa sistem full day dan boarding memicu kedua lembaga yang berada di bawah yayasan dan citra pesantren ini harus melakukan konsolidasi yang sangat baik guna melaksanakan visi, misi, dan tujuan pendidikan kepada para murid-muridnya. Lemahnya pengembangan ekosistem eksternal, antara lain, karena baik SMP IT dan MTs masih pada level menengah pertama yang belum terlalu mendesak untuk kerjasama dengan dudi.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Prosantase

Kriteria

100%

67%

100%

80%

60%

60%

60%

60%

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

DokumenSupervisi

Pertemuanawal

Pertemuaninti

Pertemuanakhir

Kriteria

Prosantase

Page 17: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

17

Grafik 5 Prosentase Pengembangan Ekosistem

Peran kepala sekolah yang menonjol pada aspek kepribadian, kepemimpinan, kewirausahaan, manajerial, kuat pada konsolidasi ekosistem internal dan sedikit pada ekosistem eksternal membuat menjadi wajar jika kedua lembaga ini, SMP IT dan MTs mendapatkan akreditasi sangat baik selama dua siklus akreditasinya. Guna menunjang kinerja dan peningkatan pemahaman para guru, digelar pelatihan dan pengembangan dengan menjalin kerjasama dengan dinas terkait, kantor kementerian terkait, pesantren, LSM, dan PT. Kepala sekolah dan para guru pada kedua lembaga tersebut telah bertindak dan menempatkan diri sebagai agen pembelajaran dan role model dalam pendidikan bagi peserta didiknya. Terlebih pada MTs dengan sistem boarding school mampu mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Para ustadz dan pengelola sekolah siap mewakafkan dirinya selama 24 jam untuk melakukan proses pendidikan, mengajarkan ilmu pengetahuan, sekaligus juga memberikan contoh bagaimana mengamalkan berbagai ilmu yang diajarkan tersebut.

Hasil survey pada kedua lembaga tersebut dengan sampel 41 guru, menunjukkan bahwa kompetensi kepala sekolah masih dipersepsikan negative oleh para guru, terutama pada kompetensi kewirausahaan. Namun dengan peringkat akreditasi A yang diperoleh kedua lembaga tersebut menunjukkan bahwa peran dan kompetensi kepala sekolah dalam menjalankan roda pendidikan sudah cukup baik. Persepsi negative yang muncul bisa jadi disebabkan karena harapan yang cukup besar atas peran lebih yang dapat dimainkan kepala sekolah. Berbeda dengan persepsi guru tentang kepala sekolah, studi persepsi siswa tentang kompetensi guru berkata sebaliknya. Siswa mempersepsikan positip untuk empat kompetensi guru, baik pedagogik, professional, social maupun kepribadian.

Cita-cita siswa? Berbeda dengan studi Claire bahwa ada perbedaan cita-cita antara santri mu’allimat dan santri pesantren Krapyak Yogyakarta. Dengan pertanyaan terbuka pada siswa MTs dan SMPIT Daarul Muttaqien menunjukkan tidak ada perbedaan orientasi karir para siswa baik pada siswa laki-laki maupun

67%

100%

75%

75%

0% 20% 40% 60% 80% 100%120%

Dokumenpenguantanekosistemsekolah

Penguatanlingkunganinternalsekolah

Kriteria

Prosantase

Page 18: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

18

perempuan. Diagram ven di bawah ini menunjukkan bahwa cita-cita yang diimpikan oleh para siswa ini sangat bervariatif dan preferensinya cenderung pada public sector. Bahkan menariknya adalah ekonomi kreatif (designer, animator, chef, penulis) menjadi preferensi keempat dari beberapa variasi cita-cita. Dari 146 siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini sebanyak 12 anak menentukan ekonomi kreatif sebagai cita-citanya. Hal ini bisa dipahami karena hampir seluruh subjek ini memiliki orang tua dengan pendidikan Sarjana (S1), dan beberapa diantaranya S2.

Grafik 6. Pilihan cita-cita siswa SMPIT dan MTs

Kompetensi Siswa

Studi di pesantren dan madrasah di Minangkabau, Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, dan Pesantren Hidayatullah dalam Burhanuddin dan Afrianty pada kesimpulannya adalah tersusunnya sebuah peta tentang lembaga pendidikan tersebut hendak mencetak muslim modern72. Tidak cukup hanya dilandasi oleh paradigma yang dirancang menjadi pusat produksi masyarakat belajar73.

Berdasarkan KKNI, murid harus menguasai sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai hasil belajar mereka. Berdasarkan dokumen raport siswa dapat diperoleh data tentang ketiga kompetensi siswa tersebut. Dari analisis tematik terhadap raport dapat diperoleh kompetensi sikap siswa, antara lain, pada dimensi spiritual dan dimensi sosial. Pada dimensi spiritual telah terlihat bahwa secara umum siswa telah terlihat konsisten dan sungguh-sungguh dalam menerapkan sikap spiritual; sudah terbiasa memanjatkan do’a sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan tertentu; menjawab salam dan menyapa dengan salam; menunaikan shalat berjamaah dan menunjukkan rasa syukur. Sementara pada dimensi sosial, terlihat bahwa mereka

72 Burhanuddin dan Afrianti, Mencetak Muslim Modern, p. 23-304 73 Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Paramadina & Logos Wacana Ilmu, 2001)

Page 19: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

19

memiliki sikap sosial yang baik, jujur, disiplin, (konsisten) istiqamah, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri.

Sedangkan pengetahuan dan keterampilan siswa dibagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok A, pendidikan agama dan budi pekerti yang di dalamnya terdapat mata pelajaran al-Qur’an hadits, aqidah akhlaq, fiqih, sejarah kebudayaan Islam, PPKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa Inggris. Sementara kelompok B, seni budaya, pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan, prakarya dan kewirausahaan, hafalan al-Qur’an, dan bahasa Cirebon. Kompetensi pengetahuan dan ketrampilan ini diukur dengan nilai rata-rata dari akumulasi skor nilai berdasarkan tugas/performance, ulangan, baik harian, kuis, ujian tengah semester, maupun ujian akhir semester. Di SMPIT untuk nilai raport pertengahan semester diberikan dalam bentuk nilai murni. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi baik siswa, orang tua maupun guru. Siswa diharapkan bisa meningkatkan belajarnya, orangtua lebih memperhatikan belajar sang anak, sedangkan pada guru, bisa memperbaiki pendekatan, metode dan teknik mengajarnya. 74

Dalam laporan nilai keasramaan, masing-masing siswa mendapatkan penilaian terkait kompetensi mereka. Dalam tabel berikut ini akan ditampilkan aspek, kompetensi dan penilaian terhadap mereka.

Tabel 6 Tabel Kompetensi Asrama Siswa

No Aspek Penilaian Kompetensi Rata-rata Penilaian

Keterangan

1 Ubudiyah Shalat berjamaah A Baik Sekali Shalat Dhuha B Baik Shalat Tahajud B Baik Shalat Rawatib A Baik Sekali Puasa Sunnah B Baik Halaqah al-Qur’an A Baik Sekali 2 Disiplin Tepat waktu tidur malam B Baik Tepat waktu izin dan hadir B Baik Kehadiran mengikuti acara

pesantren A Baik Sekali

Kerapian tempat tidur B Baik Tugas piket kamar dan asrama A Baik sekali Kerapihan lemari A Baik sekali 3 Akhlak Sopan dalam tutur kata A Baik sekali Santun dalam pergaulan B Baik Sopan dalam berpakaian A Baik sekali Sopan dalam makan dan minum C Cukup Hormat dan patuh kepada guru A Baik sekali 4 Bahasa Aktif berbahasa Arab & Inggris B Baik Aktif dalam kegiatan kebahasaan A Baik sekali

74WawancaradenganKepalaSekolahSMPIT,Drs.Akhyar

Page 20: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

20

5 Organisasi Melaksanakan tugas/program kerja keorganisasian

B Baik

Tabel kompetensi asrama ini hanya dimiliki oleh siswa MTs, yang memang menerapkan sistem boarding, sementara SMP IT yang mengabdopsi sistem fullday tidak memilikinya. Khusus bahasa Arab dan Inggris, siswa MTs lebih menonjol daripada siswa SMP IT, karena di dalam kegiatan ekstra kurikuler dibuka mukhadarah (berbicara dengan lancar dan mampu berinteraksi dengan baik) dan aktif di Praja Muda Karana (Pramuka).

Keunggulan MTs menekankan penguasaan pada bahasa asing: Arab, Inggris, baca tulis al-Qur’an, tahfidz, dan aqidah akhlak 75 , sementara pada SMP IT menekankan keunggulannya pada baca tulis al-Qur’an, bahasa Arab, tahfidz dan aqidah akhlak 76 . Menurut Drs Akhyar, Kepala Sekolah SMPIT, target hafalan Alqurán untuk tahun ini meningkat dari 2 juz menjadi 3 juz. Dipandu oleh guru-guru yang sudah bersyahadah qiraati, kegiatan tahfidz ini dilakukan dengan metode perhalaqah, 1 guru bertanggungjawab untuk sekitar 8-10 orang siswa, kemudian siswa harus menyetorkan hafalan minimal 5 ayat/hari. Enam jam perminggu, dan masuk dalam KBM. Selain kegiatan tahfidz, siswa juga mendapatkan materi membaca Alqurán dengan metode qiraati, 4 jam perminggu. Khusus untuk tahfidz ini siswa tidak diberi ijazah jika belum lulus bacaan al-Quran. Hal ini dimaksud agar anak harus berusaha terus menerus. Program yang merupakan unggulan sekolah ini didasarkan atas pemikiran bahwa ketika anak memiliki hafalan al-Quran bagus, akhlak yang bagus, maka daya ingat, daya serap juga bagus dan anak lebih santun. 77

Berbeda dengan kegiatan seni, olahraga dan organisasi kesiswaan, seluruh kegiatan keunggulan di atas, baik pada SMP IT maupun pada MTs, merupakan kegiatan kurikuler. Di luar kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler, terdapat kegiatan tahunan yang bersifat lintas kurikulum. Antara lain, ta’aruf santri baru (Tasba), pesantren kilat (Sanlat), renang dua kali setahun, malam bina iman dan taqwa (Mabit) sebagai internalisasi ibadah yang dilaksanakan 4 kali setahun, latihan dasar kepemimpinan (LDK) bagi calon pengurus OSIS, perkemahan Rabu-Jum’at (Perajum), belajar di luar area sekolah (outing class), study tour selama 3-4 hari sebelum dilaksanakan UN, bimbingan belajar (Bimbel), dan acara perpisahan alumni (haflah).

Kecenderungan siswa yang masuk pada SMPIT dan MTs Daarul Muttaqien yang meningkat, dapat disebut bahwa kawasan Parung dan Bogor memiliki preferensi yang baik dalam menyekolahkan putera-puteri mereka ke sekolah Islam.

Kehadiran boarding school khususnya, telah memberikan alternatif pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya suami yang bekerja tapi juga istri bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik maka boarding school adalah tempat

75 Profil MTs Darul Muttaqien 76 Profil SMP IT Darul Muttaqien 77WawancaradenganKepalaSekolahSMPIT

Page 21: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

21

terbaik untuk menitipkan anak-anak mereka, baik pemenuhan gizi, kesehatan, keamanan, sosial, dan yang paling penting adalah pendidikan yang lebih lengkap. Kesimpulan

1. Kapasitas kelembagaan tercermin pada dimensi integritas, kapasitas kelembagaan

dan tata kelola, sistem dokumen, supervisi pelaksanaan dan pengawasan, dan sistem penjaminan mutu dengan menggunakan akreditasi.

2. Kapasitas kelembagaan MTs dan SMP IT dan lima kompetensi kepala sekolah baik personality, manajerial, enterprenuership, supervisi, dan sosial telah dilakukan yang tercermin dari perolehan akreditasi A.

3. Kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian guru diwujudkan dalam pola relasi resiprokal guru-murid yang dikembangkan dalam KBM di kelas maupun ekstrakulikuler. Selain sebagai bagian dari agen perubahan, role model guru juga sangat ditekankan. Dengan sistem boarding school maupun full day school, durasi pertemuan siswa dengan guru lebih intens dibanding dengan keluarga. Sehingga kompetensi kepribadian dan sosial guru menjadi perhatian tersendiri bagi siswa.

4. Selain domain kognitif, kompetensi lain yang juga dimiliki oleh siswa SMPIT dan MTs. Daarul Muttaqien adalah Bahasa Arab, Inggris, Tahfidz, Aqidah Akhlak. Kompetensi yang merupakan transferable skills ini sangat bermakna buat pengembangan siswa ke depan.

*Artikel ini disampaikan pada 3rd International Seminar on Religious Education in a Diversity Society: Promoting Civil Religion and Deliberative Society kerjasama UIN Walisongo Semarang – Nanyang Technological University, Semarang, 18-20 November 2016. Terima kasih kepada Kepala Sekolah MTs dan SMP IT, para guru dan para murid di kedua sekolah tersebut.

Page 22: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

22

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Aly, “Model Kurikulum Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Modern

Islam Assalam Surakarta”, Jurnal Varia Pendidikan: Kajian Penelitian Pendidikan, Vol. 24 No.1 (Juni 2012), p. 24-34

Abdul Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2013)

Abdul Karnaen, Hakim AsShidqi, dan Akrim Mariyat, ”The Policy of Moral Education on KH Imam Zarkasyi’s Thought at Gontor Modern Islamic Boarding School”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 3 No. 1 (2014)

Abdurrahman Wahid, Tabayun Gus Dur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural (Yogyakarta: LKiS, 1998)

Achmad Siddiq Annur dan Andi Baso Mappaturi, “Penerapan Prinsip-Prinsip Sustainable Development pada Perancangan Pondok Pesantren Enterpreneur”, Journal of Islamic Architecture, Vol. 2 No. 2 (2012)

Achmad Syahid, “Dunia Kerja 2020: Tantangan dan Peluang”, Orasi Ilmiah pada Wisuda Sarjana STAKN Kupang, Kamis, 29 September 2016

Ahmad Rivauzi, “The Education in Local Islamic Culture of Maulid Nabi Tradition: a Case Study in Nurul Yaqin Ringan-Ringan Pakandangan Padang Pariaman Boarding School”, al-Ta’lim, Vol. 22 No. 2 (2015)

Arief Furchan, Developing Pancasilaist Muslims: Islamic Religious Education in Public Schools in Indonesia (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002)

Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad Ke-20 (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009),

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002)

Badri Yatim dan Hamid Nasuhi (ed.), Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam: Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1957-2002 (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002)

Barbara Metcalf, “The Madrasa at Deoband: A Model for Religious Education in Modern India”, Modern Asian Studies, Volume 2, Number 1 (1978), pp. 111-134

Bob Jeffrey and Peter Woods, The Creative School: A Framework for Success, Quality and Effectiveness (London and New York: Routledge Falmer – Taylor & Francis Group, 2003)

Claire-Marie Hefner, “Achieving Islam: Women, Piety, and Moral Education in Indonesian Muslim Boarding school”, PPIM Seminar ke-26, Kamis, 19 Mei 2016, pukul 14.00 – 16.00 Ruang Seminar PPIM UIN Jakarta

David J Deming, “The Growing Importance of Social Skills in the Labor Market”, Agustus 2015, dapat diakses di ttps://scholar.harvard.edu/files/ddeming/files/deming_socialskills_august2015. pdf; Baca artikel Simon Torkington, “The jobs of the future – and two skills you need to get them”, https://www.weforum.org/agenda/2016/09/jobs-of-future-and-skills-you-need/

Didin Syafruddin, dkk., “Paham Eksklusif dan Radikalisme di Sekolah: Meninjau Ulang Kebijakan Negara dan Politik Pendidikan Islam”, Laporan Riset PPIM UIN Jakarta, (September 2016)

Din Wahid, “Nurturing Salafi Manhaj: A Study of Salafi Pesantren in Contemporary Indonesia”, unpublished Ph.D. dissertation from Postgraduate on Islamic Studies, Utrecht University (2014); Din Wahid, “Challenging Religious Outhority: The Emergence of Salafi Ustadz in Indonesia”, Journal of Indonesian Islam, Volume 26, Number 02, (December 2012), p. 245-264

Farish A Noor, Yoginder Sikand & Martin Van Bruinessen (eds.), The Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational Linkages (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2008)

Florian Pohl, “Islamic Education and Civil Society: Reflection on the Pesantren Tradition in Contemporary Indonesia”, Comparative Education Review, Vol. 50, No. 3, (August 2006), pp. 389-409

Freddy Kiran Kalidjernih, “Post-Colonial Citizenship Education: A Critical Study of the Production and Reproduction of the Indonesian Civic Ideal”, PhD Dissertation on University Tasmania (2005).

Page 23: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

23

Garry R Morrison, Steven M Ross, Howard K Kalman, & Jerrold E. Kemp, Designing Effective Instruction (New Jersey: John Wiley & Sons, 2013)

Gordon W. Allport, Pattern and Growth in Personality (New York: Holt, Rinehart & Winston, 1965)

Gorton, Alston, Snowden, School Leadership & Administration, p. 4-435 Hasan Madmarn, The Pondok & Madrasah in Patani (Bangi: Penerbit University Kebangsaan

Malaysia, 1999), p. 91-127 Hendriyenti, “Pelaksanaan Program Boarding School dalam Pembinaan Moral Siswa di SMA

Taruna Indonesia Palembang”, Ta’dib, Vol. XIX, No. 02 (November 2014), p. 203-225 Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan

Pemikiran, tt), p. 192 Jajat Burhanuddin dan Dina Afrianti, Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia

(Jakarta: Rajawali Pers, 2006) Jamal Malik (ed.), Madrasahs in South Asia: Teaching Terror? (London: Routledge - Taylor &

Francis Group, 2008) Jamaluddin, Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan

Pemikiran, 2003) Jarrett Zigon, “Within a Range of Possibilities: Morality and Ethics in Social Life”, Ethnos,

Volume 74, Number 2 (2009), pp. 251-276 Komaruddin Hidayat, Dari Pesantren untuk Dunia: Kisah-Kisah Inspiratif Kaum Santri (Jakarta:

PPIM UIN Jakarta & Prenadamedia Group, 2016) La Rudi dan Husain Haikal, “Modal Sosial Pendidikan Pesantren: Social Capital of Boarding

School Education”, Harmoni Sosial: Journal Pendidikan IPS, Vol. 1 No. 1 (2014) Lightfoot, The Good High School, p. 29-320 http://www.smartekselensia.net/ M Munir (ed.), Madrasah in Indonesia (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah, 2015 Made Asri Budisuari dan Setia Pranata, “Up dating Islamic Boarding School Santri and

Reproductive Health Information,” Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 19 No. 1 (Jan 2016) Madmarn, The Pondok & Madrasah in Patani, p. 49-55 Mareike Jule Winkelmann, From Behind the Curtain: A Study of a Girl Madrasah in India

(Amsterdam: Amsterdam University Press, 2005) Marwan, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Dharma Bhakti, 1979) Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Ciputat: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran,

1999) Mastuki HS, Kebangkitan Santri Cendikia: Jejak Historis, Basis Sosial, dan Persebarannya

(Jakarta: Pustaka Compas, 2016) Mohamad Yasin Yusuf, “Pesantren Sains: Epistemology of Islamic Science in Teaching System”,

Walisongo: Journal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 23 No. 2 (2015) Mumtaz Ahmad, Madrasah Reform and Perspectives: Islamic Tertiary Education in Pakistan

(NBR Project Report, The National Bureau of Asian Research, April 2009); Sultan Ali of Suabi (compiler), Madrasahs in Pakistan: Madrasah Reform and State Power in Pakistan (Islamabad: Taxila Studies of Asian Civilization, 2005)

Mumtaz Ahmad, Madrasah Reform and State Power in Pakistan. National Bureau of Asian Research, NBR Report, April 2009

Munir, The Continuity and the Culture Change of Pesantren in South Sumatra”, Ta’dib: Journal Pendidikan Islam, Vol. 21 No. 1 (Juni 2016), p. 87-100;

Widia Fithri, “Islamic Educational Dynamic in Minangkabau: an 86-Year Journey of Madrasah Diniyah Pasia”, al-Raniry: International Journal of Islamic Studies, Vol. 2 No. 2 (2015)

Nur Rozan, Ernaning Setiyowati, Pudji Pratitis Wismantara, “The Application of Islamic Value and Regionalism in the Redesign of Zainul Hasan Genggong Boarding School in Probolingo, Indonesia”, Journal of Islamic Architecture, Vol. 3 No. 2 (2013), p. 123-127

Page 24: Molding Students for Multiple Competencies Purpose: Full ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42059/2/ACHMAD...Sementara pada aspek kebijakan ... patriotisme, integritas,

24

Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan Pustaka, 2008) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala

Sekolah/Madrasah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

(KKNI) Philip Hallinger, Kenneth Leithwood, Joseph Murphy (ed), Cognitive Perspectives on Educational

Leadership (New York: Teachers College, Columbia University, 1993) Profil MTs Darul Muttaqien Profil SMPIT Darul Muttaqien Richard Gorton, Judy A. Alston, Petra Snowden, School Leadership & Administration: Important

Concepts, Case Studies, & Simulations (New York: McGraw Hill, 2007), p. 2-3 Robert W Hefner and Muhammad Qasim Zaman, Schooling Islam: The Culture and Politics of

Modern Muslim Education (Princeton: Princeton University Press, 2007) Rustam Ibrahim, “Eksistensi Pesantren Salaf di Tengah Arus Pendidikan Modern”, Analisa:

Journal of Social Science and Religion, Vol. 21 No. 2 (2014) Saba Mahmood, Politics of Piety: The Islamic Revival and the Feminist Subject (Oxford and

Princeton: Princeton University Press, 2005) Sara Lawrence Lightfoot, The Good High School: Portraits of Character and Culture (New York:

Basic Book Inc. Publishers, 1983) S. S. Misra, “Islamic Terrorism in Indonesia”, Journal of ASIAN Affairs, September 2003,

available at http://asianaffairs.com/Sept2003/focus_Islamic.htm Siswanto, “Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren”, Ulumuna: Journal of Islamic Studies, Vol.

18 No. 1 (2014), p. 161-180 Toto Suharto, “Bayna al-Ma’had Tebuireng wa Madrasat Mamba’ul Ulum: Dirasah Tarikhiyah ‘an

Nash’at Mafhum “al-Madrasah fi al-Ma’had”, Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Vol. 21 No. 1 (2014)

W James Popham, Assessment for Educational Leaders (Boston: Person, 2006) Walter Dick, Lou Carey & James O. Carey, The Systematic Design of Instruction (Ohio: Pearson,

2009) Zahra Saeidi, Rahim Vakili, Amirhosein Ghazizadeh Hashemi, Masumeh Saeidi, “The Effect of

Diet on Learning of Junior High School Students in Mashhad, North-east of Iran”, International Journal on Pediatry, Vol.3, No 2-2, Serial No.16, (April 2015)

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011); M Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren (Jakarta: IRD Press, 2004)