nh4 dan no2
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
1/18
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36(3): 343-360 ISSN 0125-9830
343
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
KEANEKARAGAMAN BIOTA MUARA LAYANG DI SEKITAR
TELUK KLABAT, PULAU BANGKA
oleh
SULASTRI, DEDE IRVING HARTOTO dan IWAN RIDWANSYAHPusat Penelitian Limnologi – LIPI
Komplek LIPI Cibinong
Jl. Raya Bogor – Jakarta, Km 46 Cibinong, Bogor.
Email: [email protected]
Received 15 Desember 2009, Accepted 16 November 2010
ABSTRAK
Berkembangnya penambangan timah ilegal di Bangka, Belitung dikhawatirkanakan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan muara di sekitar Teluk Klabat ,Propinsi Bangka Belitung. Pengembangan sistem konservasi di Muara Layangmerupakan upaya mencapai keberlanjutan sistem perikanan perairan muara dan pesisirsekitar Teluk Klabat. Penelitian ditujukan untuk memilih zonasi kawasan konservasi diMuara Layang. Kriteria pemilihan calon kawasan konservasi mencakup kondisikonektivitas ekologis, integritas ekologis dan pertimbangan aspek sosial ekonomi perikanan. Konektivitas ekologis dianalisis berdasarkan pengamatan geomorfologi yangdilakukan melalui interpretasi peta topografi skala 1: 50.000 dan Citra satelit LANSATserta pemetaan batimetri. Analisis integritas ekologis dilakukan melalui pengamatankualitas air seperti kekeruhan, salinitas suhu, pH, oksigen terlarut yang diukur langsungmenggunakan WQC Horiba U-10 dan parameter nitrat, nitrit, amonia, nitrogen totalserta fosfor yang dianalisis menggunakan Standard Method . Komunitas biota sepertifitoplankton dan zooplankton juga diamati. Pertimbangan aspek sosial ekonomi perikanan dianalisis berdasarkan keterkaitan masyarakat dengan perairan muara. Darianalisis konektivitas dan integritas ekologi berhasil diperoleh zona inti yang memiliki
keragaman habitat fisik tinggi seperti adanya meander , lubuk, kondisi vegetasi riparianyang tertutup serta kondisi kualitas perairan yang mendukung kehidupan biota muara.Zona inti tidak didominansi jenis-jenis fitoplankton kelompok dinoflagelata dan alga biru hijau seperti seperti Peridinium sp dan Thrichedesmium sp. sedangkan kelompokzooplankton didominasi oleh kopepoda Dari hasil analisis keragaman habitat,keterkaitan masyarakat dengan perairan muara, aspek kualitas air dan sruktur komunitas biota dapat dipetakan zonasi kawasan konservasi keanekaragaman biota Muara Layang.
Kata kunci: Konservasi, zonasi, biota, muara.
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
2/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
344
ABSTRACT
SELECTION OF ZONATION IN BIOLOGICAL DIVERSITYCONSERVATION AREA IN LAYANG ESTUARY, KLABAT BAY,BANGKA ISLAND. Development of tin mining in Bangka Belitung was
threatening the sustainability of estuarine fisheries around Klabat Bay, Bangka
Belitung Province. Conservation area is one of the tools to sustain fisheries
production in this area. The study was aimed to determine the area for conservation
of biological diversity of Layang Estuary. Conservation area was identified based on
ecological connectivity and integrity criteria and social-economical fisheries
aspects. Ecological connectivity was analyzed by observation of riparian vegetation,
geomorphological feature of the river through interpretation of satellite image
overlaid with land cover map from Earth Aspect Map scale of 1: 50,000. The profile
of river was resulted from hydro acoustic survey. Ecological integrity was analyzed
by observation of some water quality parameters, sedimentation and biotic
communities structure. Some parameters such as turbidity, salinity, pH, dissolved
oxygen were measure insitu using Horiba U-10 while nitrite, nitrate, ammonia, total
nitrogen and phosphor were analyzed in the laboratory using Standard Methods.
Socio-economical fisheries aspect was analyzed through Focus Group Discussion.
The ecological connectivity and integrity analysis data were used to select the core
zone that was characterized by high diversity of physical habitats such as
meandering river banks, existence of pool and availability of water during ebb tide
and good condition of riparian vegetation and tributary catchment area. Core zone
was not dominated by dinoflagelata and blue green algae group while copepoddominant in this area. Based on habitat characteristic,water quality, biotic
community, fisheries socio economical aspects a zonation for conservation area was
presented.
Key words: Conservation, zone, biotic, estuarine.
PENDAHULUAN
Perairan muara atau estuarin termasuk dalam perairan umum yang
didefinisikan sebagai perairan yang letaknya di atas garis pasang laut terendah ke
arah daratan (NONTJI et al . 1986). Perairan muara sudah lama dikenal sebagai
tempat pemijahan ( spawning ground ), tempat asuhan (nursery ground ) dan tempat
mencari makan ( feeding ground ) biota bahari yang ekonomis penting. Oleh karena
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
3/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
345
itu perairan muara memiliki peran penting untuk mendukung kelestarian produksi
perikanan tangkap wilayah pesisir dan bahari.
Permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini tidak hanya
masalah penurunan populasi atau stok sumber daya ikan akibat penangkapan yang berlebihan (overfishing ), tetapi juga akibat kerusakan habitat serta tidak adanya
kawasan konservasi atau area yang dilindungi (COCHRANE, 2000). Oleh karena itu
komponen dasar untuk mempertahankan keberlanjutan sistem perikanan antara lain
adanya keberlanjutan secara ekologi, yakni adanya wilayah yang dilindungi atau
kawasan konservasi, mempertahankan ekosistem serta menghindari penurunan stok
(ADRIANTO et al . 2005).
Berkembangnya penambangan timah ilegal di Pulau Bangka dikawatirkan
akan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan muara. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perubahan luasan mangrove di Muara Antan antara tahun 2000
sampai 2002 dan adanya sedimentasi yang intensif di bagian hilir Muara Layang
(RIDWANSYAH et al . 2004). Hasil penelitian ekologi juga menunjukkan Muara
Layang lebih baik kondisinya dibandingkan dengan Muara Antan sehingga Muara
Layang diusulkan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman biota muara di
sekitar Teluk Klabat, Propinsi Bangka Belitung (SULASTRI et al . 2004). Adanya
kawasan konservasi di Muara Layang merupakan upaya untuk mendukung
keberlanjutan produksi perikanan muara dan wilayah laut di sekitar Teluk Klabat.
Keberadaan kawasan konservasi biota muara yang mendukung pemanfaatan
produksi perikanan muara dan bahari telah dijamin oleh PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2007 tentang Konservasi Sumber Daya ikan.
Kawasan konservasi biota muara untuk kasus ini sesuai klasifikasi kawasan
konservasi dalam Pasal 1 ayat 12 yang diusulkan dalam bentuk suaka perikanan,yakni suatu kawasan perairan yang dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat
berlindung atau tempat berkembang biak jenis sumber daya ikan yang berfungsi
sebagai daerah perlindungan. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat 8 menyebutkan bahwa
kawasan konservasi yang dilindungi harus dikelola dengan sistem zonasi untuk
mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Menurut HARTOTO et al . (1998) persyaratan yang harus dipenuhi untuk
menempatkan kawasan konservasi perikanan di ruas sungai antara lain adanya ciri
morfologi penting di ruas sungai utama seperti adanya lubuk yang dalam di kelokan
sungai, kedalaman lubuk minimal 5 m pada saat musim kemarau, kawasan
konservasi harus mencakup vegetasi riparian minimal setebal 100 m dari batas air, bila ruas sungai utama tersebut ada percabangannya maka ruas tempat bertemunya
anak sungai dan sungai utama, sebagian ruas anak sungai utama juga harus menjadi
bagian dari zona inti. Selanjutnya zona inti harus dibatasi zona penyangga hulu dan
zona penyangga hilir dan masing-masing zona penyangga ini harus ada paling tidak
satu sekuens habitat lubuk- air tenang- lubuk
Zona inti merupakan bagian tertentu dari kawasan konservasi yang ikannya
tidak boleh ditangkap oleh siapapun dengan cara apapun, pada waktu kapanpun agar
ikannya dapat melaksanakan daur hidupnya dengan baik dan tidak terganggu sama
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
4/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
346
sekali dari aktivitas penangkapan serta gangguan fisik, kimiawi dan biologi. Zona
penyangga merupakan bagian kawasan konservasi yang membatasi zona inti,
dimana yang sumberdaya ikannya masih dapat ditangkap namun dilakukan secara
terbatas, sedangkan zona ekonomi merupakan bagian perairan yang ikannya bolehditangkap secara bebas dengan menggunakan cara dan alat sesuai dengan ketentuan
yang sudah diatur dalam Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian pengembangan
sistem konservasi keanekaragaman biota untuk mendukung produksi perikanan laut
dan pesisir di sekitar Teluk Kelabat, Propinsi Bangka Belitung (SULASTRI et al .
2006), yang ditujukan untuk menetapkan zonasi kawasan konservasi
keanekaragaman biota muara Muara Layang di sekitar Teluk Klabat Propinsi
Bangka Belitung.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan tahun 2004 – 2005 di Muara Sungai Layang, sekitar
Teluk Klabat Provinsi Bangka Belitung. Untuk menentukan zona kawasan
konservasi dilakukan pengamatan dan pengumpulan data di enam stasiun di Muara
Layang (Gambar 1), sedangkan deskripsi habitat masing-masing stasiun disajikan
pada Table 1. Kriteria pemilihan calon zona kawasan konservasi didasarkan pada
integritas dan konektivitas ekologis. Data konektivitas ekologis yang dikumpulkan
antara lain keutuhan sistem alur air, kondisi tutupan vegetasi riparian sebagai sumber pemasuk bahan organik alohtonus, fungsi sistem hidrologi dan keterkaitan
masyarakat dengan sumberdaya perikanan muara. Data integritas ekologis mencakup
keragaman habitat fisik (kondisi morfometri), struktur komunitas biotik, kondisi
sedimentasi, kualitas air dan ada tidaknya sumber pencemar.
Analisis konektivitas ekologis dilakukan melalui analisis geomorfologi dan
batimetri, sedangkan analisis integritas ekologis dilakukan dengan pengambilan
berbagai sampel di lapangan yang dilanjutkan analisis di laboratorium (Tabel 2).
Sampel sedimen diambil dengan Ekman Grab selanjutnya dikeringkan dengan oven
(suhu 60 oC), kemudian diayak dengan saringan bertingkat dengan mesh size 45 m,
63 m, 125 m, 250 m, 500 m dan 18 mm, setelah satu jam setiap fraksiditimbang. Ukuran besaran dan kecepatan jatuh butiran sedimen dihitung dengan
menggunakan rumus yang disajikan GRAF (1984). Data kualitas air mencakup
parameter suhu. pH, oksigen terlarut (DO), turbiditas dan salinitas, pada beberapa
kedalaman (0 m, kedalaman Secchi dan dasar perairan diukur secara langsung
menggunakan alat Water Quality Checker Horiba U-10. Sampel air untuk analisa
ammonia, nitrat, nitrit, nitrogen total, fosfor total dan beberapa jenis logam (Tabel 2)
dilakukan pengawetan dan selanjutnya dianalisis di laboratorium dengan mengikuti
metode standard dari APHA-AWWA (1992) yang secara rinci disajikan pada Table
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
5/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
347
2. Beberapa parameter seperti Ca, K, Mg dan Na dianalisis di Pusat Penelitian
Tanah, Departemen Pertanian.
Data keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya perikanan muara diperoleh
melalui Focus Group Discussion (FGD) yang membicarakan jumlah nelayan, hasiltangkapan, wilayah penangkapan, jauh dekatnya wilayah pemukiman nelayan
dengan perairan muara dengan bantuan sebuah peta dasar.
Kondisi geomorfologi diinterpretasikan dari peta topografi skala 1: 50.000
yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Tanah Nasional
(Bakosurtanal) dan Citra Satelit Landsat, sedangkan untuk membedakan antara
sedimen dan air digunakan band 5. Pemetaan batimetri profil sungai didapatkan
dengan metode akustik dan menggunakan Echosounder FURUNO FE616 dengan
frekwensi 200 Hz. Navigasi dilakukan dengan alat GPS Garmin Survey II,
sedangkan Echogram diplot menjadi peta Digital dengan menggunakan Arcview 3.3.
Gambar 1. Lokasi kegiatan penelitian dan stasiun pengamatan.
Figure 1. Location of research activity and site observation.
Muara Layang
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
6/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
348
Tabel 1. Lokasi dan klasifikasi habitat fisik stasiun pengamatan. Table 1 Location and habitat classification of sampling station.
No. Site/secondary river Coordinate Habitat type
1 Jelutung River E 105o 47’ 31.2”S 1
o 46’ 0 8.4”
Junction of bay andtributary river
2 Kelam River E 105o 48’ 42.1”
S 1o 47’ 15.7”
Junction of bay and
tributary river
3 Lumut River E 105o 49’ 10.6”
S 1o 47’ 39.1”
Junction of bay and
tributary river
4 Maras River E 105o 48’ 44.6”
S 1o 48’ 25.9”
Junction of bay and
tributary river, branch of
Layang River
5 Manjang River E 105o 49’ 57.0”
S 1o 46’ 19.8”
Junction of main and
tributary river
6 Melandut River E 105o 52’ 11.6”S 1
o 47’ 53.2”
Junction of main andtributary river
Tabel 2. Metode dan alat yang digunakan untuk analisis parameter kualitas air calon
kawasan konservasi di Muara Layang.
Table 2. Method and instrument used for analysis of water quality parameters of
proposed conservation area in Layang Estuary.
No Parameter Method Instrument
1 Ammonia N-NH3 Phenate Spectrophotometer 2 Iron (Fe) Digested by HNO3 Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS)
3 Cadmium(Cd) Extracted by MIBK Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS)
4 Manganese (Mn) Digested by HNO3 Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS)
5 Mg,Ca, K, dan Na Digested by HNO3 Atomic AbsorptionSpectrophotometer (AAS)
5 Nitrate (N-NO3) Brucine method Spectrophotometer
6 Nitrite (N-NO2) Sulfanilamide method Spectrophotometer
7 Lead (Pb) Extraxted by MIBK Atomic AbsorptionSpectrophotometer AAS
8 Total N (T-N) Pre digested by peroxodisulphate and analysis
by Brucine method
Spectrophotometer
9 Total P (T-P) Pre digested by
peroxodisulphate and
analysis by ascorbic acid
Spectrophotometer
10 P-PO4 Ascorbic acid method Spectrophotometer
10. Plankton Lackey Drop Microtransect Inverted Microscope
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
7/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
349
Navigasi dilakukan dengan alat GPS Garmin Survey II, sedangkan
Echogram diplot menjadi peta Digital dengan menggunakan Arcview 3.3. Sampel
fitoplankton dan zooplankton diambil masing-masing dengan menyaring air
sebanyak 2 liter melalui plankton net ukuran mata jaring 40 µm dan 80 µm. Sampelfitoplankton diawetkan dengan larutan lugol 1 % dan zooplankton dengan larutan
formalin 5 %. Identifikasi jenis fitoplankton dilakukan dilaboratorium menggunakan
inverted microscope merujuk buku kunci identifikasi yang disajikan TOMAS
(1997), ALLEN et al.(1993),YAMAJI (1997). Penghitungan kuantitatif fitoplankton
dengan metoda Hackey Drop Microtransect . Identifikasi zooplankton dilakukan di
laboratorium Puslit Oseanografi LIPI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman fisik habitat Keragaman fisik habitat masing-masing stasiun yang diamati disajikan pada
Tabel 3. Kondisi fisik pantai ruas sungai yang diamati menunjukkan bahwa kondisi
pantai berpasir dijumpai di Stasiun 2, 3 dan 4. Hasil pemetaan batimetri sungai
menunjukkan adanya akumulasi sedimen khususnya pada Stasiun 1, 2, dan 3,
mengindikasikan bahwa kondisi stasiun di ruas hilir mengalami sedimentasi.
Adanya akumulasi sedimen terlihat seperti adanya gosong pasir yang dapat dilihat
pada saat surut (Gambar 2). Pada perkembangan selanjutnya gosong pasir dapatmembentuk pulau seperti Pulau Kayu Anak di Muara Layang. Selanjutnya di
Stasiun 5 dan 6 morfologi dasar sungai terlihat lebih kasar dan dijumpai campuran
batuan metamorfik dan dapat terlihat pada saat surut. Kondisi sedimentasi pada
stasiun bagian hilir juga dapat dilihat dari peta citra Landsat band 5 yang
memperlihatkan bahwa pada semua lokasi pengamatan telah terjadi proses
sedimentasi yang intensif terutama di Stasiun 1, 2, 3, dan 4, dibandingkan di Stasiun
5 dan Stasiun 6 (Gambar 3). Proses sedimentasi pada stasiun bagian hilir juga
ditunjukkan oleh klasifikasi ukuran sedimen yang didominasi oleh pasir halus,
sedangkan stasiun ke arah hulu didominasi ukuran pasir sedang sampai kasar.
Stasiun 3 memiliki ukuran sedimen pasir kasar diduga merupakan masukan dari
Sungai Lumut yang sekitarnya banyak kegiatan penambangan timah. Kecepatan
jatuh butiran sedimen ruas sungai pada bagian hilir juga menunjukkan nilai yang
lebih rendah mengindikasikan cepatnya pengendapan sedimen di bagian hilir.
Morfometri tanggul sungai pada umumnya lurus, kecuali Stasiun 6 yang
memiliki tanggul berkelak kelok (meander ), menunjukkan bahwa stasiun 6 memiliki
garis pantai yang lebih panjang dibandingkan stasiun lainnya. Hasil pemetaan
batimetri rata-rata kedalaman sungai masing-masing stasiun mencapai 15 m, kecuali
Stasiun 6 juga memiliki kedalaman maksimum lebih 15 m dan dijumpai palung
(lubuk). Pada musim kemarau air di cabang anak sungainya Sungai Melandut masih
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
8/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
350
mengalir. Adanya meander dan palung (lubuk) menunjukkan stasiun 6 memiliki
keragaman fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya.
Diasumsikan bahwa, semakin beragam habitat fisik akan lebih banyak menyediakan
peluang bagi tersedianya spatial ecological niche, maka zona – zona yang tinggiheterogenitas fisiknya akan lebih mampu mendukung keanekaragaman biota yang
tinggi.
Tabel 3. Keragaman fisik habitat dari masing-masing stasiun yang diamati.
Table 3. Variation of physical habitat from each observed station.
StationVariation of physical
habitat characteristic
1 2 3 4 5 6
Type of river Coast - Sandy Sandy Sandy - -
Profile of river bottom Exist an
accumu
lation of
sediment
Exist an
accumu
lation of
sediment
Exist an
accumu
lation of
sediment
Exist an
accumu
lation of
sediment
a rougher
morphology or
exist a mixture
of
metamorphic
rock
a rougher
morpholo
gy or exist a
mixture of
metamorphic
rock
Granular size of sediment
(mm)
0.18 0.27 0.37 0.24 0.33 0.37
Sediment Settling velocity
of sediment (cm/det)
0.75 1.70 3.00 1.30 2.80 3.00
Group of sediment granular
size
Fine sand Fine sand Coarse sand Fine s and Medium sand Coarce sand.
River bank Straight Straight Straight Straight Straight Meander
Average of river depth (m) 15 15 15 15 15 >15
Riparian vegetation
condition
bare bare bare bare bare dense
Gambar 2. Profil dasar parairan sungai di Stasiun 2, Muara Layang.
Figure 2. Profile of river bottom at Station 2 of Layang Estuary.
264 m
0 m
St 2
15 m
Sand dunes
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
9/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
351
Vegetasi riparian kondisinya lebih terbuka di stasiun lebih hilir, kecuali
Stasiun 6 yang kondisinya lebih lebat dan padat. Ini menunjukkan Stasiun 6
memiliki konektivitas ekologis yang lebih baik dibanding stasiun lainnya Kondisi
demikian mengindikasikan transfer materi seperti sumberdaya pakan dari ekosistemmangrove ke sistem sungai serta peran mangrove sebagai tempat berlindung dan
pemijahan biota perairan masih berjalan dengan baik.
Gambar 3. Kondisi sedimentasi pada bagian hilir Muara Layang.
Figure 3. Sedimentation condition at lower part of Layang Estuary.
Kualitas air
Hasil analisis kualitas air disajikan pada Tabel 4. Salinitas dari Stasiun 1
(hilir) sampai ke Stasiun 6 tidak menggambarkan pola yang menurun dari hilir ke
hulu. Variasi nilai kisaran salinitas pada masing-masing stasiun disebabkan oleh
pengaruh pasang surut. Pengaruh pasang surut terlihat dari hasil pengamatan
salinitas harian (SULASTRI et al . 2004). Salinitas pada masing-masing stasiun
masih mendukung kehidupan biota muara. Ikan-ikan yang di hidup di perairan
muara tropis umumnya memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap salinitas
(euryhaline) dan secara rutin mampu mengatasi kondisi salinitas atau mampu beradaptasi dengan kadar salinitas (BLABER, 2000).
Turbiditas rata-rata berkisar antara 9,88 – 32,02 NTU dengan nilai tertinggi
di Stasiun 6. Di Amerika Serikat kriteria nilai turbiditas untuk perlindungan hewan
akuatik secara umum berkisar antara 5-25 NTU (QUINN et al.1992), namun pada
umumnya nilai turbiditas di perairan tropis seperti Indonesia cukup tinggi karena
pengaruh curah hujan yang intensif sepanjang tahun, serta tanah yang mudah tererosi
sehingga banyak sedimen yang terbawa ke perairan sungai seperti yang dilaporkan
oleh SANDERSON & TAYLOR (2003), bahwa nilai maksimum total suspended
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
10/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
352
sedimen di perairan pasang surut wilayah perairan estuarin Sumatera adalah 1.013
mg/L.
Rata-rata suhu, pH dan oksigen terlarut pada masing-masing stasiun masih
mendukung kehidupan biota. Perubahan suhu di perairan tropis umumnya tidakmenunjukkan kondisi yang ekstrem dari waktu ke waktu. KIRBY- SMITH et al (
2003 ) melaporkan bahwa potensial stress bagi fauna nekton untuk perairan estuarin
di North Carolina Branch Estuary adalah pada suhu > 30 oC pada pagi hari pada
akhir musim panas khususnya di zona atas dan tengah estuarin, sedangkan potensial
stress oksigen terlarut untuk fauna nekton < 2 mg/L pada zona yang sama. Di
Indonesia pada umumnya konsentrasi oksigen yang baik yang ditetapkan untuk
kehidupan biota perairan adalah > 3 mg/L, sedangkan pH berkisar antara 6 - 9
(PERATURAN PEMERINTAH NO 20, 1990). Konsentrasi oksigen terlarut yang
rendah pada umumnya dijumpai di dasar perairan sungai.
N-NO2 dan N-NH4 digolongkan sebagai parameter penganggu (HARTOTO
et al . 1998), maka pada umumnya konsentrasi N-NO2 dan N-NH4 untuk perairan
yang baik konsentrasinya rendah. Rata-rata konsentrasi nitrit masih lebih rendah
dari nilai yang ditetapkan oleh PERATURAN PEMERINTAH NO 20 TAHUN 1990
untuk kegiatan perikanan, yakni < 0,006 mg/L kecuali Stasiun 2 ang
menunjukkan nilai ambang batas yang ditetapkan. Selanjutnya untuk N-NH4(amonia) rata-rata masih lebih tinggi dari nilai batasan maksimum untuk kualitas air
yang baik untuk perikanan yakni 0,02 mg/L (PERATURAN PEMERINTAH.NO 20
TAHUN,1990). Namun demikian nilai amonia tidak menjad
masih cukup untuk mengoksidasi amonia dan nitrit menjadi nitrat. Rata-rata nilai
parameter pengganggu yang tinggi dijumpai di stasiun lebih hilir (Stasiun 1,
2 dan 3).Rata-rata parameter nutrisi (N-N03, T-N, P-PO4, T-P dan TN/TP ) pada
masing-masing-masing stasiun umumnya masih memiliki kisaran konsentrasi yang
rendah. Di perairan alami konsentrasi nitrat berkisar antara 0,05 – 0,2 mg/L
(WETZEL 2001). Demikian juga untuk T-N dan T-P umumnya lebih rendah yang
ditetapkan oleh SWEDISH ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY (1991)
yang menetapkan T-N > 1,5 mg/L dan T-P > 0,05 mg/L sebagai sistem perairan
yang kaya akan nutrien.
Konsentrasi logam
Hasil analisis logam dalam air disajikan pada Tabel 5. Beberapa unsurlogam pada tingkat tertentu diperlukan untuk proses metabolisme organisme. Ion
kalsium (Ca) yang melimpah di perairan muara diperlukan untuk membentuk
cangkang organisme moluska dan invertebrata lainnya. Kalium (K ) diperlukan oleh
sel biota perairan sebagai pembentuk enzim aktivasi sedangkan Natrium (Na) juga
diperlukan untuk pertumbuhan tumbuhan dan di perairan estuarin cukup banyak
tersedia (GOLDMAN & HORNE 1983). Besi (Fe) diperlukan oleh hampir seluruh
organisme dalam proses metabolisme oksidatif dan fotosintesis pada tumbuhan yang
memiliki sitrokom (cytocrom) yang mengandung besi. Mangan (Mn) diperlukan
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
11/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
353
Tabel 4. Kondisi kualitas air pada masing-masing stasiun yang diamati.
Table 4. Water quality condition at each observed station.
ParameterStation
Station 1 Station 2 Station 3 Station 4 Station 5 Station 6
Salinity average 25.6 25.7 25.7 24.3 24.4 25.4
(‰) range
18.2-
31.5
22.0 –
30.5 21.0-29.7 14.0-30.4 16.0-29.0 17.0-30.9
Turbidity average 9.88 10.44 13.42 18.84 21.30 32.02
(NTU) range
5.4 –
18.7
4.7 –
18.5 5.7 - 28.3 4.3 -59.0 5.0 - 50.3 8.0 - 88.3
Temp average 29.5 29.8 29.9 29.2 29.8 29.5
(oC) range
28.3 –
30.7
28.0 –
31.6 27.9 -31.6 24.5 -30.7 27.4 - 31.6 28.1 -31.4
DO average 5.16 5.07 5.01 4.84 4.63 4.37
(mg/L) range2.35 – 7.29
2.51-6.69 3.44 - 6.09 3.44 - 5.58 3.37 - 5.74 2.93 - 5.63
pH average 7.21 7.16 7.17 7.16 7.17 7.10
range
6.46 –
7.85
6.88-
7.50 6.95 - 7.39 6.87 - 7.43 7.02 - 7.22 6.2 - 7.49
N-NO2 average 0.004 0.008 0.005 0.004 0.005 0.002
(mg/L) range
0.001-
0.009
0.002-
0.014 0.001-0.011 0.000-0.023 0.00-0.017 0.001-0.006
N-NO3 average 0.066 0.046 0.053 0.038 0.053 0.055
(mg/L) range
0.000-
0.126
0.009 –
0.106 0.019-0.151 0.019-0.100 0.002-0.133 0.005-0.123
N-NH4 average 0.079 0.074 0.078 0.054 0.048 0.040
(mg/L) range0.011-0.276
0.011 – 0.224 0.025-0.224 0.018-0.108 0.027-0.096 0.032-0.063
T-N average 0.943 1.334 1.601 1.517 1.463 1.362
(mg/L) range
0.600-
2.022
0.416-
2.817 0.72-2.944 0.589-2.709 0.649-0.696 0. 8762.608
P-PO4 average 0.006 0.004 0.006 0.004 0.012 0.023
(mg/L) range
0.000 -
0.014
0.001-
0.007 0.002-0.014 0.002-0.008 0.00-0.020 0.005-0.075
T-P average 0.042 0.024 0.055 0.038 0.048 0.071
(mg/L) range
0.017-
0.056
0.017 –
0032 0.014-0.114 0.019-0.077 0.0240.102 0.012-0.122
TN/TP average 39.2 69.9 75.2 56.3 53.5 66.3
range7.8-
188.916.2 – 187.8 11.3- 210.3 31.0-123.1 8.3-122.54 7.7-217.3
oleh tumbuhan dan fauna perairan sebagai cofactor beberapa enzim. Magnesium
(Mg) diperlukan oleh seluruh sel dalam proses reaksi transfer energi melalui reaksi
pertukaran enzim. Magnesium cukup banyak di perairan dan bukan faktor pembatas
utama untuk pertumbuhan tumbuhan atau fauna. Mn telah dilaporkan toksik hanya
di perairan sungai yang terpolusi oleh kegiatan penambangan. Tingkat tosik Mn bagi
kehidupan aquatik adalah > 2 mg/L yang ditunjukkan pada hasil percobaan di
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
12/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
354
laboratorium (GOLDMAN & HORNE. 1983). Konsentrasi logam Mn, Pb dan Cd
pada masing-masing stasiun relatif rendah dan aman untuk perikanan dan kehidupan
ikan (PERATURAN PEMERINTAH NO 20, 1990; JORGENSEN 1980).
Tabel 5. Konsentrasi logam di perairan Muara Layang.
Table 5. Metal concentration in the waters of Layang Estuary.
Station K Ca Mg Na Fe Mn Pb Cd
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
1 213 167 769 5059 0.26 0.03 0.006 0.001
2 256 182 986 5954 0.22 0.03 0.006 0
3 309 197 1048 6573 0.13 0.02 0.006 0.001
4 332 202 1141 7261 0.21 0.02 0.003 0.001
5 312 196 1088 6952 0.19 0.02 0.009 0.0016 603 251 1880 12045 0.25 0.03 0.009 0.001
Fitoplankton dan zooplanktonKomposisi fitoplankton didominasi oleh kelompok diatom. Kondisi ini
umum dijumpai di perairan muara (GOLDMAN & HORNE. 1983). Kelimpahan
jenis-jenis fitoplankton yang dominan disajikan pada Gambar 4. Kelimpahan
fitoplankton pada umumnya rendah maka sumber pakan organisme di perairan ini
kemungkinan banyak dipasok dari detritus. serasah atau bahan alohtonus lainnya
yang berasal dari luar sistem perairan, seperti hutan mangrove. Kelimpahan
ftoplankton yang tinggi dijumpai di Stasiun 1, namun disisi lain ditinjau dari
komposisi jenis fitoplankton jenis-jenis alga beracun seperti Trichodesmium sp dan
Peridinium sp ternyata dominan di Stasiun 1. Oleh karena itu pertimbangan Stasiun
6 menjadi zona inti masih dimungkinkan.
Persentase komposisi zooplankton disajikan pada Tabel 6. Komposisi
zooplankton bervariasi pada masing-masing stasiun. Kopepoda banyak dijumpai
pada Stasiun 6, larva moluska dari kelompok bivalve dan gastropoda banyak
dijumpai di Stasiun 3 dan 4. Selanjutnya larva Brachiura dan Caridina banyak
dijumpai di Stasiun 6. Dilaporkan juga bahwa melimpahnya jenis-jenis dari
kelompok Brachyuran di perairan muara mengindikasikan habitat mangrove yang
masih baik (ASHTON et al . 2003). Caridina spp. adalah jenis-jenis udang yang berukuran kecil yang umumnya banyak dijumpai di anak-anak (alur) sungai sekitar
perairan muara yang juga merupakan komponen penting jaring-jaring makanan ( food
web) ekosistem perairan muara. Persentase komposisi kelompok lain-lain merupakan
hasil penjumlahan bermacam-macam takson dari zooplankton seperti Clenopore,
Meduse, Chaetognata. telur ikan, larva ikan dan lainnya.
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
13/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
355
Gambar 4. Kelimpahan total dan jenis-jenis fitoplankton yang dominan.
Figure 4. Total abundance and dominant species of phytoplankton.
Tabel 6. Persentase komposisi zooplankton pada masing-masing stasiun.
Table 6 Persentage of zooplankton composition at each station.
Composition Station
Zooplankton St1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6
Copepod 14.52 4.59 9.17 19.97 4.46 35.48
Brachyura larvae 3.23 0.28 2.12 0.19 10.68
Larva Bivalvia 22.93 21.73 0.64 3.23
Gastropod larvae 21.16 44.89 0.64 6.45
Luciveride 1.61 0.48 4.23 0.64 1.27
Caridian larvae 3.23 0.92 0.18 0.19 2.23 3.23
others 73.31 94.06 40.21 12.51 90.76 41.83
Kelimpahan Stasiun 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. masing-masing adalah 4,93; 8,67;
45,12; 24,91; 54,75 dan 19,74 individu/m3. Melimpahnya kelompok copepod,
brachyura dan Caridina di Stasiun 6 mendukung keputusan bahwa Stasiun 6 masih
sesuai sebagai zona inti kawasan konservasi.
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
1800020000
St1 St 2 St3 St4 St 5 St 6Station
A b u n d a n c e ( i n d i v i d u a l / L )
Chaetoceros spp
Nitzschia spp
Pleurosigma spp
Thrichodesmium sp
Peridinium sp
Total kelimpahan
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
14/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
356
Keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikanKeterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikan muara dapat dilihat dari jumlah
nelayan dan hasil tangkapan ikan. Dari pengamatan di lima dusun, yakni Dusun
Rambang, Bernai, Gedong, Tanjung Batu dan Tirus masing-masing jumlahnelayannya adalah 23, 17, 19, 25 dan 15 orang dengan hasil tangkapan masing-
masing 53. 340; 31.603; 16.200; 13.130 dan 3.436 ton/tahun. Hasil tangkapan ikan
ini cukup berarti untuk mendukung kehidupan masyarakat di wilayah tersebut
karena ada jenis komoditas sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti
kepiting, udang, rajungan dan ikan yang nilainya masing-masing mencapai
Rp.35.000.- ; Rp.30.000.- ; Rp.40.000.- dan Rp 20.000.- per kilogram. Wilayah
penangkapan sumberdaya ikan tersebut disajikan pada Gambar 5. Di bagian hilir
ditangkap berbagai komoditas sumberdaya ikan seperti kerang, rajungan, kepiting
dan udang karena kondisinya yang lebih dangkal sehingga memudahkan melakukan
penangkapan dengan alat dan perahu yang lebih sederhana. Kondisi ini
menunjukkan adanya keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikan muara di
sekitar Teluk Klabat.
Gambar 5. Wilayah penangkapan sumberdaya ikan ekomis penting.
Figure 5. Fishing area of economic fish resources.
Ikan Udang Kerang Rajungan Kepiting
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
15/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
357
Pemilihan zonasi kawasan konservasiBerdasarkan kondisi keragaman habitat, kualitas air, struktur komunitas
biota , keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikan serta jarak pemukiman
nelayan dengan stasiun pengamatan maka alternatif zona inti kawasan konservasi diMuara Layang yang diusulkan adalah di sekitar Stasiun 6 (Muara Sungai Melandut)
yang merupakan anak cabang Sungai Layang. Stasiun ini mempunyai garis pantai
panjang, kedalaman perairan lebih dari 15 m dan pada saat kemarau anak Sungai
Melandut masih mengalir airnya dan tidak ada penggundulan vegetasi riparian
seperti mangrove.
Sedimentasi di Stasiun 6 juga lebih rendah dibandingkan stasiun bagian
hilir. Kondisi kualitas air dan komunitas biota di Stasiun 6 masih dalam batas untuk
mendukung kehidupan biota. Hasil pemetaan menunjukkan Stasiun 6 lebih dekat
dengan wilayah pemukiman, sehingga memudahkan dalam melakukan pengawasan
dan pengelolaan kawasan konservasi. Selanjutnya stasiun yang berdekatan dengan
Stasiun 6 ke arah hilir dijadikan zona penyangga (Stasiun 5), sedangkan Stasiun 4,
3, 2 dan 1 dijadikan zona ekonomi (Gambar 6).
Gambar 6. Peta zonasi kawasan konservasi Muara Layang.
Figure 6. Map of conservation zone at Layang Estuary.
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
16/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
358
KESIMPULAN
Dari kajian keragaman fisik habitat, kualitas air dan struktur komunitas biotaStasiun 6 lebih sesuai untuk zona inti kawasan konservasi biota Muara Layang. Hasil
pemetaan juga menunjukkan Stasiun 6 sebagai zona inti lebih dekat dengan wilayah
pemukiman, sehingga memudahkan dalam melakukan pengawasan dan pengelolaan
kawasan konservasi. Adanya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya ikan
Muara Layang juga mendukung pentingnya dibuat kawasan konservasi sebagai
sarana pengelolaan sumberdaya ikan di Muara Layang dan sekitar Teluk Klabat.
PERSANTUNAN
Penelitian ini merupakan bagian kegiatan penelitian riset unggulan
Kompetitif LIPI Sub Program Kalimantan Timur dan Bangka Belitung yang
dilaksanakan pada tahun 2004 – 2005. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. Asikin Djamali, Nomosatryo SSi dan Muhamad Suhaemi Syawal SSi atas
saran dan bantuannya dalam kegiatan kegiatan penelitian di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
APHA-AWWA. 1992. Standard methods for the examination of water and waste
water. 17th edition. Washington. 1100 p.
ALLEN W.E and E.E. CUPP. 1933. Plankton Diatom of the Java Sea. Annales: 102
– 174.
ADRIANTO, L, Y. MATSUDA and Y. SAKUMA. 2005. Assessing localsustainability of fisheries system: a multicriteria participatory approach with
the case of Yoron Island. Kagoshima prefecture, Japan. Marine Policy 29: 9-
23.
ASHTON, E.C., P.J. HOGARTH and D.J. MACINTHOSH. 2003. A comparison of
brachyuran crab community structure at four mangrove location under
different management systems along the Malaka Straits-Andaman Sea Coast
of Malaysia and Thailand. Estuaries (26) 6: 1461 -1471.
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
17/18
PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI
359
BLABER, S.M. 2000. Tropical estuarine fishes. Ecology, exploitation and
conservation. fish and aquatic resources series 7. Blackwell Science.732 p.
COCHRANE, K.L. 2000. Reconciling sustainability, economic efficiency and equity
in fisheries the one that got away? Fish and Fisheries: 3 – 21.
GOLDMAN. C.R. and A.J. HORNE. 1983. Limnologi. Mc-Graw-Hill Book
Company. New York. 464 pp.
GRAF W. H. 1984. Hydraulics of sediment transport . Water Resources
Publications. Colorado. 513 pp.
HARTOTO, D.I., S. SARNITA, D. S. SJAFEI, AWALINA, YUSTIAWATI,
SULASTRI, M. M. KAMAL dan Y. SIDDIK. 1998. Dokumen: Kriteria
Evaluasi Suaka Perikanan Darat. Bogor. Puslitbang Limnologi-LIPI. 51 pp.
JORGENSEN, S.E. 1980. Lake management . Pergamon Press Ltd. Oxford-Great
Britain. 167pp.
KIRBY-SMITH, W.W. MARTIN, E. LEBO and R.B. HERRMANN. 2003.
Importance of water quality to nekton habitat use in a North Carolina Branch
Estuary. Estuaries (26) 6: 1480-1485.
NONTJI, A., C. MULUK and F. SABAR. 1986. Prosiding Ekspose Limnologi dan Pembangunan. Bogor, 28 – 29 Oktober 1986. Puslit Limnologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. 122 pp.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 1990. Pengendalian kualitas
air. Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup. Eko Jaya. Jakarta
1991: 69 – 107.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No 60. 2007. Konservasi
sumberdaya ikan. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut dan
Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. 48 pp.
QUINN J.M., R.J. DAVIES-COLLEY, C.W. HICKEY, M.L.VICKERS, P.A.
RYAN. 1992. Effects of clay discharges on stream. 2. Benthic invertebrates.
Hydrobiologia 248: 235-247.
RIDWANSYAH, I., D.I. HARTOTO and L. SUBEHI. 2004. Geomorphological
study for conservastion and sustainable management of biota in the Bay of
Teluk Klabat. In : Ecological Condition of Estuaries of Klabat Bay. Bangka
-
8/19/2019 NH4 dan NO2
18/18
SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH
360
Island. For the Development of Biological Diversity Conservation. Hartoto
& Sulastri (Eds). Monograph (4): 1 – 15.
SANDERSON. P.G. and D.M. TAYLOR. 2003. Short-term quality variability intwo tropical estuaries. Central Sumatra. Estuaries (26) 1 : 156 – 165.
SWEDISH ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY. 1991. Quality criteria
for lake and watercourses. A System for classification of water chemistry,
organism and metal concentration. 32 pp.
SULASTRI, D.I. HARTOTO, A. DJAMALI, M.S. SYAWAL, S.
NOMOSATRIYO, I. RIDWANSYAH dan H. JOHAN, 2004.
Pengembangan sistem konservasi biota muara untuk pemanfaatan secara
lestari sumberdaya pesisir dan laut. Laporan Akhir Riset Unggulan
Kompetitif 2004. Puslit Limnologi-LIPI. 76 pp.
SULASTRI, D.I. HARTOTO, S. KOESHENDRAJANA, S. LARASHATI.
SUGIARTI dan LIAS 2006. Pengembangan model sistem konservasi dan
pemberdayaan masyarakat muara di Teluk Klabat. Propinsi Bangka
Belitung. Laporan Akhir Riset Unggulan Kompetitif 2006. Puslit Limnologi
LIPI.75 pp.
TOMAS. C.R. 1977. Identifying marine phytoplankton. Academic Press. New York.
858 pp.
WETZEL, R.G. 2001. Limnology. Lake and River Ecosystem. 3th. Academic Press.
New York. London. 1006 pp.
YAMAJI . I. 1979. Illustration of marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing
Co.. Ltd. Osaka Japan. 537 pp.