nurse home visit and family independency in hallucination

12
Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati Home Visit Perawat dan Kemandirian Keluarga dalam Perawatan Halusinasi pada Pasien Schizophrenia Nurse Home Visit and Family Independency in Hallucination Care of Schizophrenic Patients Ersida¹, Hermansyah 2 , Endang Mutiawati 3 ¹Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 2 Bagian Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan, Kemenkes Aceh 3 Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala Abstrak Diperkirakan 70% dari pasien Schizophrenia mengalami halusinasi sebagai salah satu gejala positifnya. Diantara upaya pencegahan yang dilakukan oleh tim kesehatan di Puskesmas Dewantara dan Nisam adalah kegiatan home visit bagi penderita gangguan jiwa di komunitas. Kegiatan home visit yang dilakukan terdiri dari client engagement, client assessment dan client teaching. Namun kegiatan ini tidak dilakukan pada semua pasien gangguan jiwa dan secara khusus belum pernah dilakukan evaluasi efektifitasnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan home visit dengan perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia di Puskesmas Dewantara dan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Penelitian kuantitatif survey analitik dengan menggunakan desain cross-sectional ini dilakukan sejak tanggal 20 Agustus sampai dengan 20 November 2015 pada 108 orang anggota keluarga pasien sebagai sampel yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian didapatkan 66.7% kegiatan home visit perawat aktif dan 66.7% perawatan halusinasi dilakukan secara mandiri. Terdapat hubungan antara home visit perawat yang aktif dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000). Terdapat hubungan antara kegiatan client engagement yang aktif dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000). Disarankan kepada keluarga agar dapat memanfaatkan kegiatan home visit sebagai sarana belajar dan memperoleh informasi, serta konsultasi terkait perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia. Kata kunci: . Home visit, Kemandirian Keluarga, Perawatan halusinasi Abstract It was estimated that 70% of Schizophrenic patients under go hallucination as one of its symptoms. Among the prevention strategies that proposed by the health team in Dewantara and Nisam Public Health Centers to deliver health care services was home visit to the patients with mental disorders who remained in community. Some activities which employed during home visit were client engagement, client assessment, and client teaching. However, these activities were not particularly evaluated for the effectiveness. This research aimed to identify the association between home visit with hallucination care of Schizophrenic patients at Dewantara and Nisam Public Health Center in North Aceh Regency. The research was an analytic survey quantitative research using a cross-sectional design conducted from August 20 th to November 20 th , 2015 on 108 family member as samples through interviews and observations questionnaire. The result of study found that 66.7% home visit activity was active and 66.7% hallucination care was independent. There was an association between active nurse home visit with family independency in hallucination care of Schizophrenic patients (p=0.000). It was recommended for family to utilize home visit activity as a facility to learn, gain information, and consultation about hallucination care on Schizophrenic patients. Key words:, Family independency, Hallucination care, Home visit Korespondensi: * Ersida, Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Email: [email protected]

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

37

Home Visit Perawat dan Kemandirian Keluarga dalam Perawatan Halusinasi pada Pasien Schizophrenia

Nurse Home Visit and Family Independency in Hallucination Care of Schizophrenic Patients Ersida¹, Hermansyah2, Endang Mutiawati3 ¹Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 2Bagian Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan, Kemenkes Aceh 3Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala Abstrak Diperkirakan 70% dari pasien Schizophrenia mengalami halusinasi sebagai salah satu gejala positifnya. Diantara upaya pencegahan yang dilakukan oleh tim kesehatan di Puskesmas Dewantara dan Nisam adalah kegiatan home visit bagi penderita gangguan jiwa di komunitas. Kegiatan home visit yang dilakukan terdiri dari client engagement, client assessment dan client teaching. Namun kegiatan ini tidak dilakukan pada semua pasien gangguan jiwa dan secara khusus belum pernah dilakukan evaluasi efektifitasnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan home visit dengan perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia di Puskesmas Dewantara dan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Penelitian kuantitatif survey analitik dengan menggunakan desain cross-sectional ini dilakukan sejak tanggal 20 Agustus sampai dengan 20 November 2015 pada 108 orang anggota keluarga pasien sebagai sampel yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian didapatkan 66.7% kegiatan home visit perawat aktif dan 66.7% perawatan halusinasi dilakukan secara mandiri. Terdapat hubungan antara home visit perawat yang aktif dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000). Terdapat hubungan antara kegiatan client engagement yang aktif dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000). Disarankan kepada keluarga agar dapat memanfaatkan kegiatan home visit sebagai sarana belajar dan memperoleh informasi, serta konsultasi terkait perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia. Kata kunci: . Home visit, Kemandirian Keluarga, Perawatan halusinasi Abstract It was estimated that 70% of Schizophrenic patients under go hallucination as one of its symptoms. Among the prevention strategies that proposed by the health team in Dewantara and Nisam Public Health Centers to deliver health care services was home visit to the patients with mental disorders who remained in community. Some activities which employed during home visit were client engagement, client assessment, and client teaching. However, these activities were not particularly evaluated for the effectiveness. This research aimed to identify the association between home visit with hallucination care of Schizophrenic patients at Dewantara and Nisam Public Health Center in North Aceh Regency. The research was an analytic survey quantitative research using a cross-sectional design conducted from August 20th to November 20th, 2015 on 108 family member as samples through interviews and observations questionnaire. The result of study found that 66.7% home visit activity was active and 66.7% hallucination care was independent. There was an association between active nurse home visit with family independency in hallucination care of Schizophrenic patients (p=0.000). It was recommended for family to utilize home visit activity as a facility to learn, gain information, and consultation about hallucination care on Schizophrenic patients. Key words:, Family independency, Hallucination care, Home visit Korespondensi: * Ersida, Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Email: [email protected]

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

38

Latar Belakang

Schizophrenia merupakan suatu gangguan

jiwa yang serius yang sering berkembang

sejak masa remaja atau dewasa awal dan

mengenai sekitar 24 juta orang di dunia.

Orang-orang dengan Schizophrenia

mengalami berbagai gejala yang menyulitkan

mereka untuk menentukan realitas (World

Federation for Mental Health, 2008). Hasil

Riskesdas 2013 dinyatakan bahwa rata-rata

nasional penderita gangguan mental berat,

seperti Schizophrenia di Indonesia adalah

1,7% dengan angka tertinggi adalah Aceh

dan DI Yogyakarta sebesar 2,7% (Kemenkes

RI, 2013).

Diantara upaya pencegahan yang dilakukan

oleh tim kesehatan untuk memberikan

pelayanan kesehatan adalah pelayanan home

visit atau kunjungan rumah bagi penderita

gangguan jiwa di komunitas (Hussain HAA,

Tarada M, Redha M, & Segueira RP., 2009).

Clark dalam Mahamba (2009)

menggambarkan home visit sebagai suatu

pendekatan keperawatan kesehatan yang

tradisional untuk merawat individu dan

keluarga. Paulsell, b, Boller, Hallgren, &

Esposito (2010) menjelaskan bahwa home

visit merupakan suatu strategi pemberian

pelayanan, tetapi konten dan fokus home visit

sebagaimana karakteristik home visitors dan

target hasilnya, berbeda-beda sesuai dengan

model yang digunakan. Basavanthappa

(2011) juga menegaskan bahwa home visit

pada pasien gangguan jiwa berbeda dalam

fokus, waktu yang dibutuhkan, dan intensitas

dan hasilnya jika dibandingkan dengan

kunjungan rumah yang biasa dilakukan pada

pasien dengan penyakit lainnya. Adapun

kegiatan yang dilakukan dalam home visit

terdiri dari client engagement, client

assessment dan client teaching.

Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Provinsi

Aceh tahun 2012 sebanyak 24.942 jiwa

masyarakat Aceh terindikasi mengalami

gangguan jiwa dengan rincian penderita

mandiri/sudah pulih 6.953 jiwa, dengan

bantuan pasien parsial 4.472 orang dan

1.956 orang penderita yang masih tergantung

(Dinkes Aceh 2012). Hasil pengambilan data

awal di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Utara didapatkan data bahwa tahun 2013

angka penderita gangguan jiwa mulai ringan

sampai berat sebanyak 2.535 orang. Awal

tahun 2015 angka tersebut menurun menjadi

2.128 orang dengan tingkat keluhan mulai

dari ringan sampai berat. Di Puskesmas

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

37

Dewantara dari 46.091 orang penduduk (BPS

Kabupaten Aceh Utara, 2014) tercatat 150

orang penderita Schizophrenia dimana 64

orang (42,6%) diantaranya mengalami gejala

halusinasi. Di Kecamatan Nisam dari 17.702

orang penduduk (BPS Kabupaten Aceh Utara,

2014) terdapat 104 penderita Schizophrenia

dengan 40 orang (38,4%) menunjukkan gejala

halusinasi.

Sementara itu, program CMHN telah

diterapkan pada seluruh Puskesmas di Aceh

Utara. Namun Puskesmas yang aktif

melakukan home visit hanya ada 6 Puskesmas

yaitu Muara Batu, Dewantara, Samudera,

Syamtalira Bayu, Lhoksukon, dan Nisam.

Tetapi kegiatan inipun secara khusus tidak

dilakukan pada semua pasien gangguan jiwa

dan belum pernah dilakukan evaluasi

efektifitasnya. Oleh karena itu penelitian ini

ingin mengidentifikasi hubungan home visit

dengan kemandirian keluarga dalam

perawatan halusinasi pada pasien

Schizophrenia di Puskesmas Dewantara dan

Nisam Kabupaten Aceh Utara.

Metode

Penelitian ini dilakukan menggunakan

penelitian kuantitatif survey analitik dengan

menggunakan desain cross-sectional.

Pengukuran dengan menggunakan alat ukur

berupa kuesioner.

Pengumpulan data dilakukan pada 20

Agustus sampai dengan 20 November 2015

terhadap 108 orang yang diambil secara

total sampling. Pengolahan data

menggunakan komputerisasi.

Hasil

Karakteristik responden dapat dilihat pada

table beikut ini:

Tabel 1. Distribusi karakteristik responden (n=108) Karakteristik f %

Umur : 1. 17-25 2. 26-35 3. 36-45 4. 46-55 5. 56-65

6. 65-lebih

9

20 31 32 15 1

8.3

18.5 28.7 29.6 13.9

.9

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

53 55

49 51

Suku : 1. Aceh 2. Padang

107

1

99.1

.9 Pendidikan : 1. Tdk sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. PT

8

23 23 34 20

7.4

21.3 21.3 31.5 18.5

Pekerjaan : 1. Bekerja 2. Tidak Bekerja Hubungan keluarga dengan pasien :

67 41

62.0 38.0

1. Orang tua 2. Anak 3. Saudara 4. Pasangan 5. Kerabat

Jumlah kunjungan rumah : 1. 1 kali 2. 2 kali 3. 3 kali 4. > 3 kali

40 20 29 16

3

13 17 20 58

37.0 18.5 26.9 14.8

2.8 12.0 15.7 18.5 53.7

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

38

64.8%

35.2%

aktif

kurang aktif

54.6%

45.4% Aktif

Kurang Aktif

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa

karakteristik responden paling banyak

berumur antara 46-65 tahun berjumlah 32

orang (29.6%), 55 orang (51%) berjenis

kelamin perempuan, suku Aceh berjumlah

107 orang (99.1%). latar belakang pendidikan

SMA berjumlah 34 (31.5%). Responden yang

bekerja sejumlah 67 orang (62.0%), 40 orang

(37.0%) responden memiliki hubungan

keluarga dengan pasien sebagai orang tua

pasien. Sejumlah 58 orang (53.7)

mendapatkan kunjungan home visit lebih dari

3 kali.

Diagram 1. Persentase kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (n=108)

Berdasarkan Diagram 1 dapat dilihat bahwa

perawatan halusinasi pada pasien

Schizophrenia secara umum berada pada

kategori mandiri yaitu sebanyak 72 orang

(66.7%).

Diagram 2. Persentase kegiatan client engagement (n=108)

Berdasarkan Diagram 2 dapat dilihat bahwa

sebagian besar kegiatan client engagement

berada pada kategori aktif yang dinyatakan

oleh sebanyak 70 responden (64.8%).

Tabel 2. Hubungan client engagement dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (n=108)

Client

engagement

Perawatan halusinasi Total

OR

(95%CI)

p

value Mandiri Ketergantunga

n

n % n % n %

Aktif 57 81.4 13 18.6 70 100 6.723 2.770-16.316

0.000 Kurang Aktif 15 39.5 23 60.5 38 100

Jumlah 72 66.7 36 33.3 108 100

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil

uji chi-square diperoleh p value = 0.000 <

α=0.05. Dengan demikian maka Ho ditolak

yang berarti bahwa ada hubungan antara

client engagement dengan perawatan

halusinasi pada pasien Schizophrenia. OR

=6,723 menunjukkan bahwa perawatan

halusinasi pada pasien Schizophrenia dengan

kegiatan client engagement aktif memiliki

kesempatan hampir 7 kali lebih mandiri

dibandingkan dengan perawatan halusinasi

pada pasien Schizophrenia dengan kegiatan

client engagement kurang aktif.

Diagram 3.Persentase kegiatan client assessment (n=108)

66.7%

33.3%

Mandiri

Ketergantungan

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

39

79.6%

20.4%

Aktif

Kurang Aktif66.7%

33.3% Aktif

Kurang Aktif

Berdasarkan Diagram 3 dapat dilihat bahwa

sebagian besar kegiatan client assessment

berada pada kategori aktif yang dinyatakan

oleh sebanyak 59 responden (54.6%).

Tabel 3. Hubungan client assessment dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada

pasien Schizophrenia (n=108)

Client assessment

Perawatan halusinasi Total

OR

(95%CI)

p

value Mandiri Ketergantunga

n

n % n % n %

Aktif 47 79.7 12 20.3 59 100 3.760 1.614-8.761

0.003 Kurang

Aktif 25 51.0 24 49.0 49 100

Jumlah 72 66.7 36 33.3 108 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil

uji chi-square diperoleh p value = 0.003 <

α=0.05. Dengan demikian maka Ho ditolak

yang berarti bahwa ada hubungan antara

client assessment dengan perawatan

halusinasi pada pasien Schizophrenia.

OR=3,760 menunjukkan bahwa perawatan

halusinasi pada pasien Schizophrenia dengan

kegiatan client assessment aktif memiliki

kesempatan hampir 4 kali lebih mandiri

dibandingkan dengan perawatan halusinasi

pada pasien Schizophrenia dengan kegiatan

client assessment kurang aktif.

Diagram 4.Persentase kegiatan client teaching (n=108)

Berdasarkan Diagram 4 dapat dilihat bahwa

sebagian besar kegiatan client teaching

berada pada kategori aktif yang dinyatakan

oleh sebanyak 86 responden (79.6%).

Tabel 4.Hubungan client teaching dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (n=108)

Client teaching

Perawatan halusinasi Total

OR

(95%CI)

p

value Mandiri Ketergantunga

n

n % n % n %

Aktif 68 79.1 18 20.9 86 100 17.000 5.112-56.529

0.000 Kurang Aktif 4 18.2 18 81.8 22 100

Jumlah 72 66.7 36 33.3 108 100

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil

uji chi-square diperoleh p value = 0.000 <

α=0.05. Dengan demikian maka Ho ditolak

yang berarti bahwa ada hubungan antara

client teaching dengan perawatan halusinasi

pada pasien Schizophrenia. OR=17,000

menunjukkan bahwa perawatan halusinasi

pada pasien Schizophrenia dengan kegiatan

client teaching aktif memiliki kesempatan 17

kali lebih mandiri dibandingkan dengan

kemampuan keluarga dengan kegiatan client

teaching kurang aktif.

Diagram 5. Persentase kegiatan home visit (n=108)

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

40

Berdasarkan Diagram 5 dapat dilihat bahwa

sebagian besar kegiatan home visit berada

pada kategori aktif yang dinyatakan oleh

sebanyak 86 responden (66.7%).

Tabel 5. Hubungan Home visit dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (n=108)

Home visit

Perawatan halusinasi Total

OR

(95%CI)

p

value Mandiri Ketergantunga

n

n % N % n %

Aktif 60 83.3 12 16.7 72 100 10.000 3.947-25.337

0.000 Kurang Aktif 12 33.3 24 66.7 36 100

Jumlah 72 66.7 36 33.3 108 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil

uji chi-square diperoleh p value = 0.000 <

α=0.05. Dengan demikian maka Ho ditolak

yang berarti bahwa ada hubungan antara

home visit dengan perawatan halusinasi pada

pasien Schizophrenia. OR=10,000

menunjukkan bahwa perawatan halusinasi

pada pasien Schizophrenia dengan kegiatan

home visit aktif memiliki kesempatan 10 kali

lebih mandiri dibandingkan dengan

perawatan halusinasi pada pasien

Schizophrenia dengan kegiatan home visit

kurang aktif.

Pembahasan

Kemandirian Keluarga Dalam Perawatan

Halusinasi Pada Pasien Schizophrenia. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kemampuan

keluarga dalam perawatan halusinasi pada

pasien Schizophrenia secara umum berada

pada kelompok ‘cukup baik’ dan ‘baik’.

Namun demikian, masih ada 24.1% responden

yang masih memiliki kemampuan yang sangat

tidak baik terkait keterlibatannya dalam

pengaturan jadwal kegiatan pasien.

Pengaturan jadwal kegiatan pasien

merupakan unsur yang penting dalam

mencapai keberhasilan perawatan pasien.

Pasien gangguan jiwa termasuk halusinasi

mengalami pengaturan dalam pengaturan

kegiatan sehari-hari (activities of daily living)

dan pengaturan jadwal pengobatan, sehingga

membutuhkan bantuan orang lain untuk

memperbaikinya. Bantuan tersebut utamanya

harus didapat dari keluarga sebagai orang

terdekat pasien. Bila keluarga kurang

memperhatikan hal tersebut, maka ada

kemungkinan pasien tidak akan mampu

memenuhi kebutuhan aktifitas kehidupan

sehari-hari, termasuk penjadwalan

pengobatannya.

Penelitian Avasthi (2010) menemukan bahwa

keluarga merupakan sumber daya kunci

dalam perawatan pasien dengan penyakit

jiwa. Keluarga menjalankan peran sebagai

pemberi pelayanan primer bagi pasien karena

dua alasan. Pertama, adanya rasa saling

ketergantungan dan kepedulian satu sama

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

41

lain sebagai sesama anggota keluarga. Kedua,

karena kurang tenaga profesional kesehatan

jiwa terlatih yang dibutuhkan untuk melayani

populasi yang sangat banyak; oleh karenanya,

tenaga klinis sangat bergantung pada

keluarga. Sehingga, memiliki keluarga dengan

kemampuan dan dukungan yang adekuat

merupakan kebutuhan pasien, klinisi, dan

administrator lainnya. Keluarga merupakan

perpanjangan tangan perawat dalam merawat

pasien.

Hubungan Client Engagement dengan

Kemandirian Keluarga dalam Perawatan

Halusinasi Pada Pasien Schizophrenia.

Kegiatan client engagement dalam home visit

menurut responden kegiatan yang dilakukan

oleh petugas pada saat client engagement

sebagian besar berada pada kelompok pernah

dan sering dilakukan. Akan tetapi, masih ada

kegiatan yang paling tidak pernah dilakukan

oleh petugas yaitu membuat kontrak dengan

keluarga yang dinyatakan oleh sejumlah 31

responden (28.7%).

Kontrak antara petugas/perawat dengan

keluarga pasien yang dilakukan dalam setiap

kali kunjungan terdiri dari kontrak waktu,

tempat dan topik intervensi (tindakan

keperawatan) yang hendak dilakukan perawat

pada sesi kunjungan yang akan berlangsung.

Dalam strategi pelaksanaan komunikasi

keperawatan, salah satu kegiatan yang

penting dilakukan pada fase orientasi yaitu

membuat kontrak dengan pasien dan/atau

keluarga. Melalui kontrak, perawat dan

keluarga membuat kesepakatan tentang

lamanya interaksi berlangsung, tempat

interaksi, dan hasil akhir apa yang diharapkan

dalam setiap sesi interaksi. Tanpa kontrak

yang jelas, maka tujuan kunjungan menjadi

tidak jelas, dan mungkin tidak akan

memberikan hasil intervensi yang bermakna

bagi kedua belah pihak.

Penelitian Ingoldsby (2010) yang menyatakan

bahwa dengan melibatkan dan

mempertahankan keluarga dalam upaya

pencegahan dan program-program intervensi

kesehatan jiwa merupakan satu hal yang

sangat penting untuk memastikan dampak

komunitas yang maksimum. Pelibatan dan

retensi keluarga yang rendah merupakan

masalah yang berarti dalam program promosi

dan intervensi kesehatan jiwa.

Mempertahankan agar keluarga terlibat

secara aktif dalam pelayanan menjadi suatu

tantangan. Walaupun jika keluarga

termotivasi untuk sejak awal untuk mencari

pelayanan kesehatan jiwa, pengalaman yang

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

42

banyak dapat mempengaruhi keterlibatan

keluarga dalam perawatan.

Penelitian Larsen-rife & Brooks (2009) yang

menyatakan bahwa perawat perlu melibatkan

keluarga terutama orang tua dalam

perawatan kesehatan jiwa terutama pada

anak, untuk membangun keterampilan

advokasi dan pengasuhan (parenting skill)

baru untuk mendukung perkembangan sosial

emosional anak yang sehat. Pelibatan orang

tua dalam perawatan rumah juga dapat

memperpendek masa pengobatan redensial

bagi pasien.

Hubungan Client Assessment dengan

Kemandirian Keluarga dalam Perawatan

Halusinasi Pada Pasien Schizophrenia. Secara

umum kegiatan yang dilakukan oleh petugas

pada saat client assessment berada dalam

kelompok pernah dan sering dilakukan. Hanya

saja, masih ada kegiatan yang paling tidak

pernah dilakukan oleh petugas pada saat

client assessment yaitu menanyakan tentang

sikap tetangga terhadap penyakit pasien yang

dinyatakan oleh sejumlah 39 responden

(36.1%).

Moran (2013) menjelaskan bahwa suatu

pengkajian yang komprehensif, dan holistik,

mengkaji aspek fisik, psikososial, intelektual,

sosial, dan spiritual individu. Pengkajian fisik

meliputi pemeriksaan fisik, pengkajian tahap

kehidupan biologis klien dan faktor

predisposisinya, dan pemeriksaan penunjang.

Pada aspek psikologis dilakukan pengkajian

tentang pengalaman masa kanak-kanak,

kepribadian serta tanda dan gejala gangguan

jiwa yang terjadi saat ini. Informasi ini

dikumpulkan melalui wawancara dengan

pasien dan keluarga, dengan melakukan tes

status mental, tes psikologis tertentu, dan tes

fungsi kognitif. Pengkajian sosial terdiri dari

eksplorasi budaya, lingkungan, dan pengaruh

keluarga dalam ekspresi dan pengalaman

penyakit. Pengkajian spiritual mengeksplorasi

dimensi religious dan spiritual pasien.

Kemampuan untuk mengkaji klien merupakan

keterampilan yang paling penting yang harus

dimiliki oleh perawat jiwa.

Penelitian Coonbs, Curtis, & Crookes (2011)

menemukan hasil bahwa pengkajian

merupakan hal esensial untuk praktik

keperawatan kesehatan jiwa. Pengkajian

merupakan pondasi, landasan dimana

kebutuhan klien diidentifikasi dan rencana

intervensi keprawatan disusun. Pemahaman

tentang pengkajian keperawatan kesehatan

jiwa dan praktik keperawatan jiwa lainnya

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

43

merupakan pondasi praktik yang adekuat

dalam mengidentifikasi klien melalui cara

klien. Pengkajian keperawatan memberikan

jaminan bagi konsistensi dan kompleksitas

data.

Hubungan Client Teaching dengan

Kemandirian Keluarga dalam Perawatan

Halusinasi Pada Pasien Schizophrenia.

Kegiatan yang dilakukan oleh petugas pada

saat client teaching sebagian besar berada

pada kelompok pernah dan sering dilakukan.

Namun demikian, terdapat kegiatan yang

paling tidak pernah dilakukan oleh petugas

pada saat client teaching yaitu menjelaskan

kepada keluarga tentang pentingnya menjaga

keberlangsungan pengobatan yang

dinyatakan oleh sejumlah 17 responden

(15.7%).

Fenomena di lapangan, pasien dan/atau

keluarga seringkali menghentikan kontinuitas

pengobatannya tanpa melalui proses

konsultasi dengan tim medis. Alasan yang

paling sering mendasari perilaku tersebut

antara lain, yaitu pasien sudah tidak lagi

merasakan gejala sehingga dipersepsikan

sebagai telah sembuh, tidak tahan dengan

efek samping obat, dan tidak mampu

mencapai fasilitas pengobatan.

Terputusnya kontinuitas pengobatan akibat

persepsi yang salah tentang kesembuhan

pasien dapat menjadi pemicu terjadinya

kekambuhan pada pasien. Penelitian

Mahamba (2009) menyatakan bahwa

kekambuhan berarti terjadinya kembali atau

meningkatkanya keparahan kumpulan gejala

penyakit, terutama yang mengikuti suatu

periode dimana telah terjadi perbaikan atau

stabilitas. Penderita yang tidak teratur dalam

meminum obat dapat menyebabkan

kekambuhan gangguan jiwa. Penderita kronis,

khususnya skizofrenia yang sertai dengan

adanya halusinasi sukar mengikuti aturan

minum obat karena adanya gangguan realitas

dan ketidak mampuan mengambil keputusan.

Oleh karena itu, perawat perlu untuk selalu

mengingatkan pasien dan keluarga tentang

pentingnya menjaga keberlangsungan

pengobatan pasien.

Penelitian Basavanthappa, (2011) yang

menyatakan bahwa home visit merupakan

suatu pendekatan yang efektif untuk

mengajarkan kemandirian keterampilan hidup

dasar kepada klien yang mengalami defisit

pengetahuan. Selama pembelajaran di rumah,

klien memiliki kesempatan untuk

menggunakan peralatan mereka sendiri pada

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

44

tatanan mereka sendiri, yang meningkatkan

potensi tekat untuk mengerjakan tugas yang

dianjurkan. Proses pembelajaran perlu diulang

jika klien berpindah tempat tinggal.

Hubungan Home visit dengan Perawatan

Halusinasi Pada Pasien Schizophrenia. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang

paling dominan dilakukan oleh perawat

selama home visit adalah mengajarkan

keluarga (client teaching) tentang cara

merawat pasien. Temuan ini sesuai dengan

hasil penelitian Mahamba (2009) yang

menyatakan bahwa anggota keluarga dalam

kesehariannya membagi tugas, tujuan, rasa

memiliki, dan kasih sayang dalam keluarga.

Kesehatan setiap anggota keluarga

mempengaruhi kesehatan angota keluarga

yang lainnya dan berkontribusi pada derajat

kesehatan keluarga secara keseluruhan.

Kemampuan anggota keluarga untuk

mendukung anggota keluarga yang sakit

berbvariasi sesuai dengan tahap

perkembangannya. Untuk meningkatkan

kemampuan dalam merawat anggota

keluarga yang sakit, keluarga perlu mendapat

bantuan pelayanan seperti bantuan sosial,

rehabilitasi dan pendidikan kesehatan agar

keluarga mampu merawat pasien pada saat

ketiadaan perawat atau petugas kesehatan

lainnya.

Penelitian Eassom, Giacco, Dirik, & Priebe

(2014) yang menemukan bahwa pelibatan

keluarga dalam pelayanan kesehatan jiwa

dapat dilakukan dalam bentuk yang berbeda-

beda sesuai dengan tingkat kebutuhan dan

ketersediaan pelayanan. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa pelibatan keluarga berkisar

dari fungsi yang paling dasar sampai ke

intervensi yang lebih khusus. Pada tingkat

yang paling meliputi penyediaan informasi

tentang layanan kesehatan jiwa dan

pengkajian-pengkajian. Pada tingkat yang

lebih khusus dapat dilakukan dengan

psikoedukasi, konseling, intervensi dan terapi

keluarga.

Basavanthappa (2011) menjelaskan bahwa

home visit dalam perawatan pasien penyakit

jiwa sangat dibutuhkan dikarenakan banyak

pasien dengan penyakit jiwa terbiasakan

dengan gejala primer seperti menarik diri atau

isolasi sosial, di komunitas. Home visit

memberikan kesempatan kepada perawat

untuk memahami klien secara lebih terbuka.

Melihat klien di tempat hidupnya sendiri

memberikan perawat pengetahuan yang luas

tentang bagaimana pasien mengelola

hidupnya sehari-hari. Rumah seorang pasien

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

45

memberikan perawat rasa yang lebih

mendalam tentang bagaimana pasien

berfungsi pada tigkat yang lebih mendasar

(misalnya dengan aktifitas kehidupan sehari-

hari dan kemandirian dalam keterampilan

hidup sehari-hari).

Penelitian Hussain HAA, Tarada M, Redha M,

& Segueira RP. (2009) yang menyatakan

bahwa home visit efektif dan merupakan

standar yang tinggi bagi pengobatan rawat

jalan pada pasien Schizophrenia dalam hal

mengurangi jumlah dan durasi rawat inap. Di

samping itu, saat home visit, perawat juga

berkesempatan untuk mengenal tanda-tanda

awal terjadinya kekambuhan, termasuk pada

pasien halusinasi.

Kesimpulan

Studi ini menemukan ada hubungan antara

home visit yang aktif dengan kemandirian

keluarga dalam perawatan halusinasi yang

mandiri pada pasien Schizophrenia di

Puskesmas Dewantara dan Nisam Kabupaten

Aceh Utara sebesar 10 kali lebih mandiri

dibandingkan dengan perawatan halusinasi

pada pasien Schizophrenia dengan kegiatan

home visit kurang aktif (p=0.000).

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan

bagi keluarga agar dapat memanfaatkan

kegiatan home visit sebagai sarana belajar dan

memperoleh informasi, serta konsultasi

terkait perawatan halusinasi pada pasien

Schizophrenia agar menjadi lebih mandiri

dalam merawat anggota keluarganya.

Referensi

Avasthi, A. (2010). Preserve and strengthen

family to promote mental health.

Indian J Psychiatry, 113-126.

Basavanthappa, B. (2011). Essential of Mental

Health Nursing (1st ed.). India: Jaypee

Brother Medical Publisher.

Coonbs, T., Curtis, J., & Crookes, P. (2011).

What is comprehensive mental health

nursing assessment? a review of

literature. International journal mental

health nurses, 364-370.

Eassom, E., Giacco, D., Dirik, A., & Priebe, S. (2014). Implementing Family Involvement in the Treatment of Patients with Psychosis: A Systematic Review of Facilitating and Hindering Factors. BJM Open, 4.

Hussain HAA, Tarada M, Redha M, & Segueira

RP. (2009). Evaluation of Community

Psychiatric-Home Visit Treatment

versus Outpatient Treatment of

Chronic Schizophrenic Patients in

Bahrain. The Arab Journal Of

Psychiatry, 34-41.

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Ersida, Hermansyah, Mutiawati

46

Ingoldsby, E. M. (2010). Review of

interventions to improve family

engagement and retention in parent

and child mental health programs. NIH

Public Access, 629-645.

Katakura, N., Yamamoto-Mitami, N., &

Kakuzo, I. (2010). Home-Visit

Nurses'attitude for Providing Effective

Assistance to Client with

Schizophrenia. International Journal Of

Mental Health Nursing, 19(2), 102-109.

Kemendagri RI., (2014). Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 18 tahun

2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Diakses

5 April 2015 dari

http://www.kemendagri.go.id/media/

documents/2014/10/29/u/u/uu_no.18

-2014.pdf

Kemenkes RI.,(2013). Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar Tahun 2013. Diakses

2 September 2014 dari

www.depkes.go.id.

Larsen-rife, D., & Brooks, S. (2009). The

importance of family engagement in

child welfare services. northern

california training academy, 1-8.

Mahamba, N. D. (2009). Factors Influencing

Relaps of Psychiatric Patients in Rural

Communities of the Eastern Cape

Province. Eastern Cape Province:

University of South Africa.

Moran, c. c. (2013). The psychiatric mental

heallth nursing. philladelphia: Jones

and Bartlett Publishers.

SERASI,CCH,USAID (2010). Modul Pelatihan Basic Course CMHN. Jakarta: FIK UI.

Tamaki, A. (2007). Effectiveness of Home

Visits by Mental Health Nurses for

Japanesse Women with Post-Partum

Depression. International journal of

Mental Health Nurses, 419-427.