pemimpin redaksi -...

152

Upload: nguyenminh

Post on 09-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pemimpin Redaksi

Dr. Muhammad Muflih, MA. Politeknik Negeri Bandung

Dewan Penyunting

Dr. Muhammad Umar Mai, M.Si. Politeknik Negeri Bandung Dr. Iwan Setiawan, SE., ME. Politeknik Negeri Bandung Dr. Dian Imanina B., SE., M.Si., Ak., CA. Politeknik Negeri Bandung Jaenal Effendi, Ph.D. Institut Pertanian Bogor Dr. A. Jajang W. Mahri, M.Si. Universitas Pendidikan Indonesia Dr. Deliana, SE., M.Si., Ak., CA. Politeknik Negeri Medan Dr. Elen Puspitasari, SE., M.Si. Unisbank Semarang Dr. Eng. Saiful Anwar SE., M.Si., Ak. STIE Ahmad Dahlan

Sekretaris

Setiawan, SE., ME.Sy.

Editing dan Layout

Mochamad Edman Syarief, ST., MM.

Operator Web

Hasbi Assidiki Mauluddi, SE.Sy., ME.Sy.

Alamat Redaksi

Gedung Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung

Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung 40012, Kotak Pos 1234 Telepon: (022) 2013 789 Fax: (022) 2013 889

Email: [email protected]

Penerbit

Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung

DAFTAR ISI

OPTIMISASI LABA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINIER Elis Ratna Wulan dan Yosi Sri Rejeki .......................................................................... 1

ANALISIS KONSENTRASI PENGANGGURAN PROVINSI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI INDONESIA TAHUN 2007-2011 Sri Rahayu Budi Hastuti dan Wahyu Dwi Artaningtyas .......................................................... 15

KESIAPAN DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Aan Zulyanto ......................................................................................................................... 29

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Seto Sulaksono Adi Wibowo dan Arisma Sabillilah .................................................................. 47

ANALISIS PENGARUH CSR DISCLOSURE TERHADAP FINANCIAL PERFORMANCE DENGAN FINANCIAL LEVERAGE DAN COMPANY SIZE SEBAGAI VARIABEL MODERATING Hamdani Arifulsyah Suci Nurulita .......................................................................................... 61

TELAAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM : YAHYA BIN ADAM AL-QARASHI (±140 H/755 M – 203 H/818 M)

Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama .................................................................. 77

PERUBAHAN DIVIDEN TUNAI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN DARI LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI, DAN HARGA SAHAM Vemy Suci Asih ........................................................................................................... 87

ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI, ARUS KAS BEBAS, DAN HARGA SAHAM TERHADAP DIVIDEN KAS (Studi pada Perusahaan Manufaktur Subsektor Makanan Dan Minuman yang Tercatat di BEI Periode 2010-2014) Trias Anggundini, Khairunnisa, dan Muhamad Muslih ................................................ 103

PERAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP IMPLEMENTASI NEW PUBLIC MANAGEMENT DALAM PENINGKATAN KINERJA MANAJERIAL SEKTOR PUBLIK Lili Indrawati .............................................................................................................. 117

PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR DAN TEKANAN ANGGARAN WAKTU TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung) Nadya Dwi Wahyuni, Hiro Tugiman, dan Annisa Nurbaiti.......................................... 133

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 1 – 14

OPTIMALISASI LABA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINIER

Elis Ratna Wulan

UIN Sunan Gunung Djati Bandung [email protected]

Yosi Sri Rejeki

UIN Sunan Gunung Djati Bandung [email protected]

Abstract : Linear programming is a mathematical methods to resolve problems allocate limited resources to achieve a destinations like to maximize profits and minimize costs. One of the methods to resolve linear programming problems is simplex method maximum. This research takes into the production of Flat Panel Monitor of four sizes and will point more the products that contribute the main function of profit. Methodology for the optimization of the profit of LCDs manufacturing company, the linear programming and sensitivity analysis methods were applied. The four constraints of the LCDs production planning are (1) acquire of line space for production, (2) the assembly of products, (3) quality control and assurance hours (4) and packaging of material. Results in all three scenarios the total profit is optimum and increases from scenario 1 to scenario 3. The difference between the profit of scenario 1 and scenario 2 is $ 257625, and gap between scenario 2 and scenario 3 is $ 171750. Conclusion the three scenarios for the production of the LCDs present the varying consequence of the maximum profit for the company. However, the third scenario is the most optimal solution for the maximization of the objective function.

Keywords: Linear programming, Simplex method, Production Planning, Profit Optimization Abstrak : Pemrograman Linier merupakan metode matematika untuk menyelesaikan masalah mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Salah satu metode untuk menyelesaikan masalah pemrograman linier adalah metode simpleks maksimasi. Tujuan penelitian ini memperhitungkan produksi Flat Panel Monitor dari empat ukuran dan akan menunjukkan lebih banyak hasil yang akan memperbesar fungsi untuk mendapat keuntungan. Metode pemrograman linear dan analisis sensitivitas yang diterapkan untuk mengoptimalkan keuntungan perusahaan. Empat kendala perencanaan produksi LCD (1) mendapatkan ruang baris untuk produksi, (2) perakitan produk, (3) Kontrol kualitas jam dan jaminan (4) dan kemasan bahan. Hasil: Dalam tiga skenario, total keuntungan optimal dan meningkat dari skenario 1 ke skenario 3. Perbedaan keuntungan antara skenario 1 dan skenario 2 adalah $ 257625, dan selisih antara skenario 2 dan skenario 3 adalah $ 171750. Kesimpulan: tiga skenario untuk produksi LCD menyajikan konsekuensi yang berbeda-beda bagi perusahaan. Namun, skenario ketiga adalah yang paling optimal untuk memaksimalkan fungsi tujuan.

Kata kunci: Pemrograman linier, Metode simpleks, Perencanaan produksi, Optimisasi Laba

2 Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki

1. PENDAHULUAN Pemrograman Linier (LP) berperan penting untuk memecahkan masalah dan sebagai alat untuk analisis. Berbagai masalah telah ditangani oleh para peneliti dengan menggunakan program linier. Pemrograman Linier digunakan baik dalam akademik, lembaga untuk belajar dan peneliti siswa untuk membantu dalam penyelidikan model bangunan, pemecahan masalah dan juga menganalisis output. Pemrograman Linier juga digunakan untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal (Al – Kuhaldi et. al., 2012).

Secara teoritik banyak pendekatan yang bisa dilakukan dalam menganalisis keuntungan maksimum dalam sebuah industri. Salah satu pendekatan tersebut adalah dengan menggunakan metode simpleks sebagai bagian dari teknik program linier. Pemrograman linier telah efektif diterapkan dalam berbagai bidang telekomunikasi, transportasi, produksi, energi, blending, jaringan aliran dan awak maskapai penjadwalan (Al – Kuhaldi et. al., 2012). Penelitian ini membahas tentang perencanaan produksi menggunakan pemrograman linier dan penentuan solusinya agar diperoleh laba yang optimal serta analisis sensitifitas pada pemrograman linier. 2. METODOLOGI Metode yang digunakan adalah studi literatur, yaitu mengumpulkan informasi dari beberapa buku, jurnal, makalah, artikel, dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan perencanaan produksi menggunakan pemrograman linier. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perencanaan Produksi Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu perusahaan. Manajemen produksi adalah pekerjaan yang berkaitan dengan penciptaan barang dan jasa melalui pengubahan masukan (faktor produksi) menjadi keluaran atau hasil produksi. Adapun tujuan produksi adalah produktivitas, sedangkan manajemen produksi adalah pencapaian produktivitas dengan efisien dan efektif (Taufiq, 2002).

Permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan industri berkaitan dengan manajemen produksi adalah sering terjadinya ketidak-seimbangan antara perencanaan produksi dengan permintaan di pasar sering mengakibatkan terjadinya penumpukan jumlah persediaan yang cukup besar.

Adapun tujuan perencanaan produksi adalah (Taufiq, 2002): a. Untuk mencapai tingkat keuntungan (profit) tertentu. Misalnya berapa hasil (output)

yang diproduksi supaya dapat dicapai tingkat profit yang diinginkan, dan tingkat presentase tertentu dan keuntungan (profit) pertahun terhadap penjualan (sales) yang diinginkan.

b. Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan tetap mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu.

c. Untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkemabang.

Ekspansi 3

d. Untuk mengusahakan supaya perusahaan dapat bekerja pada tingkat efisiensi tertentu.

e. Untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) pasilitas yang sudah ada pada perusahaan yang bersangkutan.

3.2 Pemrograman Linier Pemrograman linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber daya yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara terbaik yang mungkin dilakukan. Secara umum Pemrograman linier dapat dikatakan sebagai masalah pengalokasian sumber daya yang terbatas seperti, buruh, bahan baku, mesin dan modal, dengan cara sebaik mungkin sehingga diperoleh keputusan terbaik. Program linier banyak diterapkan dalam membantu menyelesaikan masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain–lain. Ada dua metode penyelesaian masalah yang digunakan dalam program linier, yaitu metode grafis (untuk dua variabel) dan metode simpleks (untuk dua variabel atau lebih) (Eiselt and Sandblom, 2000).

Pemrograman linier menyangkut optimalisasi (min /max) dari variabel dengan fungsi linear yang dibatasi oleh hubungan linier.Model maksimisasi untuk model produksi diberikan sebagai berikut (Al – Kuhaldi et. al., 2012) :

Maksimumkan Z = c1x1 + C2x2+. . . +cnxn

Dengan kendala 𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2 + … 𝑎1𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏1

𝑎21𝑥1 + 𝑎22𝑥2 + … + 𝑎2𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏2 (3.1)

𝑎𝑚1𝑥1 + 𝑎𝑚2𝑥2 + … 𝑎𝑚𝑛𝑥𝑛(≤, =, ≥)𝑏𝑚

dan 𝑥1 ≥ 0, 𝑥2 ≥ 0, … 𝑥𝑛 ≥ 0

Simbol 𝑥1, 𝑥2, … 𝑥𝑛 menunjukan variabel keputusan. Jumlah variabel keputusan tergantung dari jumlah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Simbol 𝑐1, 𝑐2, … , 𝑐𝑛 merupakan koefisien fungsi tujuan. Simbol 𝑎11, … , 𝑎1𝑚, … , 𝑎𝑚𝑛 merupakan pengunaan per unit variable keputusan akan sumber daya yang membatasi, atau disebut juga sebagai koefisien fungsi kendala pada model matematiknya. Simbol 𝑏1, 𝑏2, … , 𝑏𝑚 menunjukan masing-masing sumber daya yang ada. Jumlah fungsi kendala akan tergantung dari banyaknya sumber daya yang terbatas. Pertidaksamaan terakhir 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 ≥ 0 menunjukan batasan non negatif.

Langkah-langkah dalam menyelesaikan metode simpleks (Basuki, 2009) : a. Mengubah fungsi tujuan dan fungsi kendala (lihat beberapa ketentuan yang harus

diperhatikan di atas) b. Menyusun persamaan-persamaan ke dalam table

4 Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki

c. Memilih kolom kunci. Kolom kunci adalah kolom yang mempunyai nilai pada baris Z yang bernilai negatif dengan angka terbesar

d. Memilih baris kunci

Indeks = 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 (𝑵𝑲)

𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒌𝒐𝒍𝒐𝒎 𝒌𝒖𝒏𝒄𝒊

Baris kunci adalah baris yang mempunyai index terkecil. e. Mengubah nilai-nilai baris kunci

Dengan cara membaginya dengan angka kunci Baris baru kunci = baris kunci : angka kunci

f. Mengubah nilai-nilai selain baris kunci sehingga nilai-nilai kolom kunci(selain baris kunci) = 0 Baris baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci)

g. Melanjutkan perbaikan-perbaikan (langkah 3-6) sampai baris Z tidak ada nilai negatf. Untuk mendapatkan solusi dan hasil yang optimal, dapat menggunakan software matematika, salah satunya yaitu POM For Windows. 3.3 Perencanaan Produksi dan Formulasi dari Program Linier Untuk memproduksi panel datar monitor ukuran 19 ", 20", 22 ", dan 23". dari setiap item per ukuran membutuhkan sumber daya seperti panel meter LCD untuk produksi, dan tenaga kerja terampil untuk perakitan komponen,jaminan kualitas dan kemasan produk. Setiap sumber daya untuk produksi bervariasi dalam biaya. Kendala dan tuntutan untuk produksi panel Monitor datar diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Perusahaan untuk Pembuatan Monitor

Bahan Harga

(dalam US dollar)

Keperluan untuk produksi LCD

(dalam jam) 19" 20" 22" 23" LCD (ukuran panel) untuk produksi

15 1 1 1 1

Pemasangan 25 2 2 2.5 2.5 Kualitas kontrol dan jaminan waktu

30 0.5 0.5 1 1

Pengemasan produk dalam jam

15 1 1 1.5 1.5

Tuntutan produksi 10000 8000 5000 11000 Dari Tabel 1 estimasi produksi untuk setiap produk monitor yang mungkin dengan sumber daya yang dibutuhkan untuk produksi datar panel monitor dari empat ukuran. Analisis laba per item diidentifikasi menjadi 40% dari harga penjualan. Misalnya: harga jual LCD 19" adalah $ 120; harga jual LCD 20" adalah $ 150; harga jual LCD 22" adalah $ 180; dan harga jual LCD 23" adalah $ 200. Semua ukuran LCD

Ekspansi 5

menguntungkan dalam penjualannya. Untuk maksimalisasi keuntungan, perusahaan harus memproduksi sebanyak LCD karena dapat menjual pada kendala produksi. Sumber daya yang dibutuhkan untuk pembuatan LCD dari keempat ukuran diberikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Total Sumber Daya untuk Produksi

Bahan yang diperlukan

Keperluan untuk membuat produksi LCD

Total Bahan

Kendala untuk bahan

produksi 19” 20” 22” 23” LCD (ukuran panel) untuk produksi

10000 8000 5000 11000 34000 100%

Pemasangan 20000 16000 12500 27500 76000 100% Kualitas control dan jaminan waktu

5000 4000 5000 11000 25000 100%

Pengemasan produk dalam jam

10000 8000 7500 16000 41500 100%

Total bahan 45000 36000 30000 65500 176500 100% Model Permasalahan dari Program Linier Produksi monitor LCD baru dimulai secara otomatis saat stok produk memiliki kurang dari 10% dari item. Hubungan antara sumber daya, produksi dan penjualan produk ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Model yang Mempresentasikan Secara Simultan

Keuntungan struktural dieksploitasi oleh model LP dan analisis untuk menghindari kesalahan. Dalam kenyataannya, keputusan-keputusan terjadi secara berturut-turut dengan seiringnya waktu.

P19”LCD = Jumlah 19 "LCD yang diproduksi P20”LCD = Jumlah 20 "LCD yang diproduksi P22”LCD = Jumlah 22 "LCD yang diproduksi P23”LCD = Jumlah 23 "LCD yang diproduksi LCDPM = Jumlah Panel Meter LCD untuk memperoleh produksi AP = Jumlah jam kerja untuk perakitan produk QCP = Jumlah jam kerja untuk kontrol dan jaminan kualitas PgP = Jumlah jam kerja untuk untuk Kemasan produk S19”LCD = Jumlah LCD 19” yang dijual S20”LCD = Jumlah LCD 20” yang dijual S22”LCD = Jumlah LCD 22” yang dijual

Sumber

penghasilan

Produksi dari

setiap item Hasil

penjualan

6 Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki

S23”LCD = Jumlah LCD 23” yang dijual

Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut, untuk masalah manufaktur dengan mengikuti LP dan maksimalisasi Z diberikan sebagai berikut: Perhitungan yang lebih rinci disajikan pada lampiran skenario tiga.

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Untuk kendala

P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD –LCDPM≤ 0 2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0 0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0 P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0 S19”LCD≤ 10000 S20”LCD≤ 8000 S22”LCD≤ 5000 S23”LCD≤ 11000 S19”LCD – P19”LCD≤ 0 S20”LCD – P20”LCD≤ 0 S22”LCD – P22”LCD≤ 0 S23”LCD – P23”LCD≤ 0 P19”LCD, P20”LCD, P22”LCD, P23”LCD, LCDPM, AP, PgP, S19”LCD, S20”LCD, S22”LCD, S23”LCD≥ 0 3.4 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah suatu analisis tentang bagaimana perubahan koefisien fungsi tujuan dan sisi sebelah kanan kendala mempengaruhi solusi optimal. Model LP dapat ditelusuri kembali dari tiga skenario dalam analisis sensitivitas seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Solusi Optimal Keuntungan dari 3 Skenario

Produk Keperluan untuk produksi LCD

Situasi Skenario pertama

Skenario kedua

Skenario ketiga

19’’LCD 7500 9000 10000 20’’LCD 6000 7200 8000 22’’LCD 3750 4500 5000 23’’LCD 8200 9900 11000 LCD (ukuran panel) untuk produksi

25500 30600 34000

Pemasangan 57000 68400 76000 Kualitas control dan jaminan waktu

18750 22500 25000

Pengemasan produk dalam jam

31125 37350 41500

Total keuntungan 1288125 1545750 1717500

Ekspansi 7

Dari Tabel 3 untuk perhitungan yang lebih rinci, disajikan pada lampiran untuk masing – masing skenario.

Dalam tiga skenario, perusahaan LCD monitor membutuhkan sumber daya untuk produksi LCD Monitor. Jika perusahaan memproduksi 7500, 6000, 3750 dan 8200 untuk 19 "LCD, 20 "LCD, 22" LCD dan 23 "LCD, Maka memiliki permintaan 75% dari semua ukuran LCD. ketika permintaan meningkat sampai 90%, jumlah 19 "LCD, 20" LCD, 22 "LCD dan 23" LCD adalah 9000, 7200, 4500, dan 9900. Akhirnya,permintaan menjadi 100% untuk 19 "LCD, 20" LCD, 22 "LCD dan 23"LCD untuksetiap kategori adalah 10000, 8000, 5000 dan 11.000. Dalam skenario pertamarendahnya jumlah semua ukuran LCD yang diproduksi dan keuntungan perusahaantetap rendah yaitu $ 1288125. Dalam skenario kedua jumlah produk lebih besar dari skenario pertama dan keuntungan juga meningkat menjadi $ 1545750 dalam skenario ketiga, jumlah produk terbesar dan juga keuntungan yang maksimal dari tiga skenario yaitu $ 1717500. Kalkulasi keuntungan untuk skenario pertama

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Kendala

P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD –LCDPM≤ 0 2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0 0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0 P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0 S19”LCD≤ 7500 S20”LCD≤ 6000 S22”LCD≤ 3750 S23”LCD≤ 8250 S19”LCD – P19”LCD≤ 0 S20”LCD – P20”LCD≤ 0 S22”LCD – P22”LCD≤ 0 S23”LCD – P23”LCD≤ 0 = -15*25500 -25*57000 -30*18750 -15*31125 + 120*7500 + 150*6000 + 180*3750 + 200*8250 = -382500 – 1425000 – 562500 – 466874 + 900000 + 900000 + 675000 + 1650000 = -2836875 + 4125000 = 1288125

Kalkulasi keuntungan untuk skenario kedua

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Kendala

P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD +P23”LCD –LCDPM≤ 0 2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0

8 Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki

0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0 P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0 S19”LCD≤ 9000 S20”LCD≤ 7200 S22”LCD≤ 4500 S23”LCD≤ 9900 S19”LCD – P19”LCD≤ 0 S20”LCD – P20”LCD≤ 0 S22”LCD – P22”LCD≤ 0 S23”LCD – P23”LCD≤ 0 = -15*30600 -25*68400 -30*22500 -15*37350 + 120*9000 + 150*7200 + 180*4500 + 200*9900 = -459000-1710000-675000-560250+1080000+1080000+810000+1980000 = -3404250+4950000 = 1545750

Kalkulasi keuntungan untuk skenario ketiga

Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD

Kendala

P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD –LCDPM≤ 0 2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0 0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0 P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0 S19”LCD≤ 10000 S20”LCD≤ 8000 S22”LCD≤ 5000 S23”LCD≤ 11000 S19”LCD – P19”LCD≤ 0 S20”LCD – P20”LCD≤ 0 S22”LCD – P22”LCD≤ 0 S23”LCD – P23”LCD≤ 0 = -15*34000 -25*76000 -30*25000 -15*41500 + 120*10000 + 150*8000 + 180*5000 + 200*11000 = -510000-1900000-750000-622500+1200000+1200000+900000+2200000 = -3782500+5500000 = 1717500 Dari hasil perhitungan manual dan hasil dari perhitungan menggunakan program komputer terdapat perbedaan untuk masing-masing skenario. Ini dikarenakan adanya kesalahan pembulatan, seperti pada Tabel 4. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan, dan masih dalam cakupan nilai optimal.

Ekspansi 9

Tabel 3.4 Perbedaan Hasil Perhitungan

Produk Keperluan untuk Produksi LCD

Situasi Skenario pertama Skenario kedua Skenario ketiga Manual POM Manual POM Manual POM

19”LCD 7500 7500 9000 9000 10000 10000 20”LCD 6000 6000 7200 7200 8000 8000 22”LCD 3750 3750 4500 4500 5000 5000 23”LCD 8200 8200 9900 9900 11000 11000 LCD (ukuran panel) untuk produksi

25500 25450 30600 27150 3400 34000

Pemasangan 57000 56875 68400 61125 76000 76000 Kualitas kontrol dan jaminan waktu

18750 18700 22500 20400 25000 25000

Pengemasan produk dalam jam

31125 31425 37350 37800 41500 42000

Total keuntungan 1288125 127900 1545750 1539000 1717500 1710000

4. KESIMPULAN Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu perusahaan. Managemen produksi adalah pekerjaan yang berkaitan dengan penciptaan barang dan jasa melalui pengubahan masukan (faktor produksi) menjadi keluaran atau hasil produksi. Adapun tujuan produksi menurut yamit adalah produktivitas, sedangkan managemen produksi adalah pencapaian produktivitas dengan efisien dan efektif. Perencanaan produksi LCD untuk perusahaan, membutuhkan suatu model untuk mengatasi keputusan di masa depan. Model maksimisasi untuk model produksi diberikan sebagai berikut:

Maksimumkan

Z = c1x1 + c2x2+. . . +cnxn

Dengan kendala

𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2 + … 𝑎1𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏1

𝑎21𝑥1 + 𝑎22𝑥2 + … + 𝑎2𝑛𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏2

𝑎𝑚1𝑥1 + 𝑎𝑚2𝑥2 + … 𝑎𝑚𝑛𝑥𝑛(≤, =, ≥)𝑏𝑚

dan 𝑥1 ≥ 0, 𝑥2 ≥ 0, … 𝑥𝑛 ≥ 0

10 Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki

Metode simpleks digunakan untuk mencari nilai optimal dari program linier yang melibatkan banyak kendala (pembatas) dan banyak variabel (lebih dari dua variabel). Langkah untuk menentukan nilai optimal dari pemrograman linier menggunakan metode simpleks maksimasi yaitu: langkah pertamanya mengubah fungsi tujuan dan fungsi kendala. Langkah kedua yaitu menyusun persamaan-persamaan ke dalam tabel simpleks. Langkah ketiga memilih kolom kunci, langkah keempat memilih baris kunci. Baris kunci adalah baris yang mempunyai indeks terkecil.

Indeks = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑁𝐾)

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚𝑘𝑢𝑛𝑐𝑖.

Langkah kelima yaitu mengubah nilai-nilai baris kunci dengan cara membaginya dengan angka kunci. Baris baru kunci = baris kunci dibagi angka kunci. Langkah keenam yaitu mengubah nilai-nilai selain baris kunci sehingga nilai-nilai kolom kunci (selain baris kunci) = 0. Baris baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci) Langkah ketujuh yaitu melanjutkan perbaikan-perbaikan (langkah 3-6) sampai baris Z tidak ada nilai negatif (solusi optimum).

Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui perubahan sisi kanan, rentang tertentu dan koefisien fungsi tujuan dengan solusi optimal. Tiga skenario untuk produksi LCD menyajikan konsekuensi yang berbeda-beda dari keuntungan maksimal untukperusahaan. Skenario ketiga adalah solusi yang paling optimal untuk memaksimalkan fungsi tujuan. DAFTAR PUSTAKA

Al – Kuhaldi, K; Zain, Z.M dan Hussein, M.I. 2012. Production Planning of LCDs: Optimal Linear Programming and Sensitivity Analysis. Industrial Engineering Letters vol 2, No.9, 2012.

Rizqie, Aulia M., dkk. 2013. Maksimalisasi Keuntungan dengan Pendekatan Metode Simpleks. Jurnal Liquidity Vol. 1 , No. 2: 144-150.

Eiselt, H.A. dan Sandblom, C.L. 2000. Linear Programming and Its Applications. Dalhouise University: Department of Industrial Engineering.

Montarcih, L., dan Soetopo, W. 2009. Pengantar Managemen Teknik Sumber Daya Air. Malang: CV Citra.

Patison, A. 2010. Program Linier. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/198108142005012-FITRIANI_AGUSTINA/ALGORITMA_SIMPLEKS.pdf [10 Mei 2014].

Basuki, Rahmat A. 2009. Riset Operasional Diktat Kuliah. Madura: UniversitasTrunojoyo.

Ekspansi 11

Taufiq, R. 2002. Optimasi Rencana Produksi Menggunakan Model Matriks Transformasi Bowman. Performa Vol.1.No.1:26-34.

Sudradjat. 2010. Pendahuluan Penelitian Operasional Diktat Kuliah. Bandung: Universitas Padjajaran

Wirdasari, D. 2009. Metode Simpleks dalam Program Linier. Jurnal Saintikom vol.6,No 1.

12 Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki

LAMPIRAN – LAMPIRAN SKENARIO 1

HASIL

Ekspansi 13

SKENARIO 2

HASIL

14 Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki

SKENARIO 3

HASIL

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 15 – 28

ANALISIS KONSENTRASI PENGANGGURAN PROVINSI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI INDONESIA TAHUN 2007-2011

Sri Rahayu Budi Hastuti UPN “Veteran“ Yogyakarta [email protected]

Wahyu Dwi Artaningtyas

UPN “Veteran“ Yogyakarta [email protected]

Abstract: This study aims to analyze the province unemployment concentration and to analyze the influence of economic growth, investment growth, population growth and wage growth to the province unemployment concentration in Indonesia. The data used are secondary data taken from the provinces in Indonesia at 2007-2011. To analyze the province unemployment concentration used value of concentration index and to analyze the influence of economic growth, investment growth, population growth and wage growth to province unemployment concentration used multiple regression with panel data. Results of the research from the average value of concentration index shows that 12 provinces from the 33 provinces in Indonesia are the unemployment basis (NAD, North Sumatra, West Sumatra, Riau, Riau Islands, DKI Jakarta, West Java, Banten, East Kalimantan, North Sulawesi, South Sulawesi and Maluku). Results of the panel data regression of 4 factors included in the model only economic growth influence to province unemployment concentration in Indonesian.

Keywords : unemployment concentration, concentration index, economic growth, investment growth, population growth and wage growth. Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi pengangguran serta menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi , pertumbuhan investasi , pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan tingkat upah terhadap konsentrasi pengangguran propinsi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 2007 – 2011. Alat analisis yang digunakan dalam menganalisis konsentrasi pengangguran adalah menggunakan Indeks Konsentrasi, sedangkan untuk menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi , pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah adalah dengan menggunakan regresi berganda dengan data panel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika dilihat dari nilai rata rata indeks konsentrasinya, maka terdapat dua belas propinsi di Indonesia yang merupakan basis pengangguran. ( Nangro Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku ). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan data panel , hanya variabel pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran propinsi di Indonesia.

Kata Kunci: konsentrasi pengangguran, indeks konsentrasi, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan upah.

16 Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas

1. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi adalah sebuah proses multidimensi yang melibatkan

perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan pemberantasan kemiskinan (Todaro, 1988). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan hal yang harus ada agar pembangunan yang berkelanjutan bisa terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk tiap tahun selalu mengalami peningkatan, sehingga terjadi pula peningkatan konsumsi dan perlu pula adanya peningkatan pendapatan (Tambunan, 2009). Di pihak lain pertumbuhan penduduk akan meningkatkan jumlah angkatan kerja sehingga memerlukan lapangan kerja untuk memperoleh pendapatan. Jika lapangan kerja yang tercipta tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk akan berakibat pada meningkatnya jumlah pengangguran.

Pengangguran di Indonesia akan tetap menjadi masalah jika tidak segera ditanggulangi. Jika tingkat pengangguran paling tinggi 2-3 persen, dapat diartikan bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh atau full employment (Sadono Sukirno, 2008). Di Indonesia tingkat pengangguran masih relatif tinggi walaupun selama tahun 2007-2011 terus mengalami penurunan, seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Tingkat Pengangguran di Indonesia tahun 2007-2011

Tahun Tingkat pengangguran

Februari (%) Agustus (%)

2007 9,75 9.11

2008 8,46 8,39

2009 8.14 7,87

2010 7,41 7,14

2011 6,8 6,56

Sumber: BPS Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mengalami

penurunan dari tahun 2007-2011. Pada bulan Agustus tahun 2007 tingkat pengangguran sebesar 9,11% dan terus mengalami penurunan hingga pada bulan yang sama tahun 2011 menjadi 6,56%. Namun angka tersebut masih relatif tinggi jika dibanding saat tahun-tahun sebelum krisis ekonomi 1997, angka pengangguran pada umumnya kurang dari 5%. Pada awal terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 tingkat pengangguran hanya 4,7%. Relatif tingginya angka pengangguran Indonesia menunjukkan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu menyerap tenaga kerja baru dan mengurangi kemiskinan (Kuncoro, 2010).

Masalah pengangguran di Indonesia memang merupakan masalah klasik yang tiap periode selalu menjadi permasalahan dan menjadi topik yang terus diperdebatkan. Tantangan utama yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah penciptaan lapangan

Ekspansi 17

kerja baru guna mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinan (Arsyad, 2010). Oleh karena itu pemerintah terus berusaha untuk terus mengurangi tingkat pengangguran. Agar usaha pemerintah dalam mengurangi pengangguran dapat berjalan dengan baik, maka perlu mengetahui konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran juga perlu diketahui. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran sebenarnya sangat banyak dan kompleks, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi empat faktor yaitu pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah.

Pengangguran mempunyai pengertian yang berbeda-beda dan bisa berubah-ubah dalam setiap waktu. Di Indonesia pengertian penggangguran berdasar sensus penduduk tahn 1971 adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (Simanjuntak, 2006). Orang dinyatakan penganggur adalah mereka yang tidak bekerja sama sekali selama satu minggu sebelum pencacahan dan berusaha mencari pekerjaan. Pengangguran merupakan masalah pokok dalam suatu masyarakt modern. Jika tingkat pengangguran tinggi, maka sumber daya terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat merosot (Todaro, 2006). Konsentrasi pengangguran diartikan sebagai tingkat penggangguran pada suatu komunitas penduduk tertentu yang dapat memberikan informasi perbandingan antar wilayah/provinsi. Dengan menggunakan indeks konsentrasi (Concentration Index), maka konsentrasi pengangguran dinyatakan tinggi atau provinsi basis pengangguran kalau nilai Cocentration Index lebih dari satu.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh A. Hasan dan P. De Broucker (1982) yang berjudul “Duration and concentration of unemployment” menjelaskan tentang perputaran pasar tenaga kerja sebagai penentu pengangguran di Kanada. Konsentrasi pengangguran akan terjadi pada musim kering yang panjang. Kesulitan dalam akses ke pekerjaan dalam jumlah yang tinggi bagi pengangguran musim kering tidak berakhir ke pekerjaan tetapi dalam pengurangan angkatan kerja.

Penelitian oleh Elisabeta Jaba, Christiana Balan, Mihai Romawi dan Monica Romawi (2008), yang berjudul “Statistical evaluation of spatial concentration of unemployment by gender” menjelaskan tentang distribusi spasial pengangguran berdasarkan gender, di kabupaten Rumania. Kurve Lorenz dan Indeks Gini digunakan untuk mengidentifikasi pola konsentrasi spasial pengangguran tersebut. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam konsentrasi pengangguran, dimana konsentrasi spasial pengangguran lebih besar pada pengangguran populasi wanita.

Mikael Nordenmark yang meneliti dengan judul “The Concentration of Unemployment Families and Social Networks : A Question of Attitudes or Structural Factors?” menjelaskan bahwa konsentrasi pengangguran disebabkan oleh nilai-nilai negatif terhadap pekerjaan atau oleh faktor-faktor struktural? Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya bagi orang-orang yang menganggur dan telah mengalami periode panjang pengangguran memiliki anggota keluarga menganggur dan teman-teman menganggur. Penyebab konsentrasi pengangguran adalah faktor-faktor

18 Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas

struktural seperti kelas, etnis, tingkat usia pengangguran dan jumlah penduduk, bukan karena sikap para anggota kelompok pengangguran.

Dharendra Wardhana (2006) melakukan penelitian berjudul “Pengangguran Struktural di Indonesia : keterangan dari analisis SVAR dalam kerangka Hysteresis” yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran di Indonesia menyimpulkan bahwa tingkat pengangguran dipengaruhi oleh guncangan labor supply, perubahan GDP tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Untuk mengurangi pengangguran, maka ekspansi fiskal dapat ditempuh dan program padat karya (labor intensive) cukup efisien mengurangi jumlah pengangguran.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia serta bagaimana pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia tahun pada 2007-2011. 2. METODOLOGI 3.1 Definisi Operasional Variabel 3.1.1. Pengangguran

Pengangguran adalah mereka yang tidak bekerja atau yang berusaha mencari pekerjaan untuk memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari pekerjaannya, yang tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu, tetapi bisa dilakukan beberapa waktu sebelumnya asalkan dalam kurun waktu satu minggu sebelum pencacahan masih dalam status menunggu jawaban lamaran yang sudah dibuat. 3.1.2. Konsentrasi pengangguran

Konsentrasi pengangguran diartikan sebagai tingkat penggangguran pada suatu komunitas penduduk tertentu yang dapat memberikan informasi perbandingan antar wilayah/provinsi. Dengan menggunakan indeks konsentrasi (Concentration Index), maka konsentrasi pengangguran dinyatakan tinggi atau provinsi basis pengangguran kalau nilai Cocentration Index lebih dari satu. 3.1.3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi adalah keadaan terjadinya peningkatan nilai output atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan tahun 2000 yang bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik). 3.1.4. Pertumbuhan Investasi

Pertumbuhan investasi adalah keadaan terjadinya peningkatan nilai investasi pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam

Ekspansi 19

satuan persen. Investasi ini merupakan gabungan antara investasi domestik (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan investasi asing (Penanaman Modal Asing). 3.1.5. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan Penduduk adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk dalam suatu provinsi pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil proksi yang dilakukan BPS (Badan Pusat Statistik). 3.1.6. Pertumbuhan Upah.

Pertumbuhan Upah adalah keadaan terjadinya peningkatan upah pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen. Upah dalam penelitian ini digunakan Upah Minimum Regional (UMR) yang diberlakukan pada masing-masing provinsi yang menjadi obyek penelitian. 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1. Analisis Konsentrasi Pengangguran.

Untuk mengetahui konsentrasi pengangguran masing-masing provinsi digunakan rumus Indeks Konsentrasi (Concentration Index) yang merupakan salah satu alat untuk menguji pola konsentrasi geografis. Rumus Concentration Index (CI) mengacu pada model konsentrasi geografis dengan menyesuaikan nama variabelnya menjadi:

CI = {(Pp/AKp)/(Pn/AKn)}

dimana:

CI = Concentration Index (Indeks Konsentrasi) Pp = jumlah pengangguran provinsi AKp = jumlah Angkatan Kerja provinsi Pn = jumlah pengangguran nasional (Indonesia) AKn = jumlah Angkatan Kerja nasional (Indonesia)

Dari hasil perhitungan Indeks Konsentrasi (Concentration Index) , nilainya dibedakan dalam 3 (tiga) kategori yaitu jika : a. CI > 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran lebih besar daripada nasional

(Indonesia) dalam masalah pengangguran dan menjadi provinsi basis pengangguran. b. CI = 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran sama dengan nasional

(Indonesia) dalam masalah pengangguran. c. CI < 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran lebih kecil daripada nasional

(Indonesia) dalam masalah pengangguran. 3.2.2. Analisis faktor yang mempengaruhi Konsentrasi Pengangguran

Untuk menganailisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia dalam penelitian ini digunakan alat analisis regresi berganda

20 Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas

dengan data panel. Data panel merupakan data campuran cross section dan time series (Wahyu A. Pratomo, 2007). Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersumber dari BPS atau Instansi pemerintah lainnya yang terkait. Bentuk umum dari regresi dalam penelitian, mengacu pada metode fungsi produksi Cobb-Douglas. Adapun regresi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

CI = + 1itPE + 2itPI+ 3itPP+ 4itPU+ i

dimana:

CI = Concentration Index PE = pertumbuhan ekonomi PI = pertumbuhan investasi PP = pertumbuhan penduduk PU = pertumbuhan upah = konstanta = koefisien regresi i = kesalahan pengganggu

Dalam analisis regresi berganda dengan menggunakan data panel, terdapat tiga pendekatan/model yaitu analisis regresi dengan pendekatan Common Effect Model, Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Untuk olah data dalam penelitian ini digunakan eviews 6, yang langsung dapat dilakukan uji Hausman untuk mengadakan pilihan model yang paling baik antara Fixed Effect Model atau Random EffectModel. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar penolakan hipotesis nol tersebut dengan menggunakan pertimbangan Chi Square Statistic. Hausman Test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews yaitu jika hasil dari Hausman Test signifikan (probability dari Hausman<α) maka H0 ditolak, artinya model fixed effect lebih baik untuk digunakan. Setelah terpilih pendekatan/model yang baik, maka akan dilakukan uji statistik yang terdiri atas uji t, uji F dan uji goodness of fit. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Konsentrasi Pengangguran Provinsi Hasil perhitungan indeks konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia tahun 2007-2011 dapat dilihat pada tabel 3.1 yang menunjukkan bahwa ada beberapa provinsi yang mengalami perubahan kategori. Terdapat 5 provinsi yang awalnya sebagai provinsi basis pengangguran dan akhirnya bukan basis pengangguran yaitu Sumut, Sumbar, Riau, Sumsel dan Papua, sedangkan yang awalnya bukan basis pengangguran dan akhirnya menjadi basis pengangguran terdapat 2 provinsi yaitu Kepri dan Papua Barat. Provinsi yang tidak mengalami perubahan kategori, terdapat 8 provinsi yang awalnya basis pengangguran akhirnya tetap menjadi basis pengangguran yaitu NAD,

Ekspansi 21

DKI Jakarta, Jabar, Banten, Kaltim, Sulut, Sulsel dan Maluku, sedangkan 18 provinsi lainnya awalnya bukan basis pengangguran akhirnya juga tetap bukan basis pengangguran.

Tabel 2. Indeks Konsentrasi Pengangguran Provinsi di Indonesia 2007-2011

No. Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

1 NAD 1,08 1,14 1,11 1,17 1,13 1,13

2 Sumut 1,11 1,08 1,07 1,04 0,97 1,06

3 Sumbar 1,13 0,96 1,01 0,97 0,98 1,01

4 Riau 1,07 0,98 1,09 1,22 0,81 1,03

5 Kepri 0,99 0,95 1,03 0,97 1,19 1,03

6 Jambi 0,68 0,61 0,70 0,75 0,61 0,67

7 Sumsel 1,03 0,96 0,97 0,93 0,88 0,95

8 Kep Babel 0,71 0,71 0,78 0,79 0,55 0,71

9 Bengkulu 0,51 0,58 0,65 0,64 0,36 0,55

10 Lampung 0,83 0,85 0,84 0,78 0,88 0,84

11 DKI Jakarta 1,38 1,45 1,54 1,55 1,65 1,51

12 Jabar 1,44 1,44 1,39 1,45 1,50 1,44

13 Banten 1,73 1,81 1,90 1,92 1,99 1,87

14 Jateng 0,85 0,88 0,93 0,87 0,90 0,89

15 DIY 0,67 0,64 0,76 0,80 0,61 0,70

16 Jatim 0,75 0,77 0,65 0,60 0,63 0,68

17 Bali 0,41 0,39 0,40 0,43 0,35 0,40

18 NTB 0,71 0,73 0,79 0,74 0,81 0,76

19 NTT 0,41 0,44 0,50 0,47 0,41 0,45

20 Kalbar 0,71 0,64 0,69 0,65 0,59 0,66

21 Kalteng 0,56 0,55 0,59 0,58 0,39 0,53

22 Kalsel 0,84 0,74 0,81 0,74 0,80 0,78

23 Kaltim 1,32 1,32 1,38 1,41 1,50 1,39

24 Sulut 1,36 1,27 1,34 1,35 1,31 1,33

25 Gorontalo 0,79 0,67 0,75 0,72 0,65 0,72

26 Sulteng 0,92 0,65 0,69 0,65 0,61 0,70

27 Sulsel 1,23 1,08 1,13 1,17 1,00 1,12

28 Sulbar 0,60 0,54 0,57 0,46 0,43 0,52

29 Sultra 0,70 0,68 0,60 0,65 0,47 0,62

30 Maluku 1,34 1,27 1,34 1,40 1,13 1,30

31 Malut 0,66 0,77 0,86 0,84 0,85 0,80

32 Papua 1,04 0,91 0,52 0,50 0,60 0,71

33 Papua Barat 0,55 0,52 0,96 1,08 1,36 0,89 Sumber : BPS diolah

Dari tabel 2 berdasar rata-rata nilai CI-nya menunjukkan bahwa dari 33 provinsi obyek penelitian terdapat 12 provinsi yang tergolong konsentrasi penganggurannya lebih besar daripada satu (CI>1) yang berarti provinsi yang bersangkutan memiliki peran lebih besar daripada nasional dalam masalah pengangguran dan menjadi provinsi basis pengangguran di Indonesia. Dari 12 provinsi basis pengangguran tersebut terdapat 8 provinsi yang selama 5 tahun penelitian tidak mengalami perubahan kategori dimana

22 Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas

awalnya basis pengangguran akhirnya tetap menjadi basis pengangguran yaitu NAD, DKI Jakarta, Jabar, Banten, Kaltim, Sulut, Sulsel dan Maluku. Dari provinsi-provinsi tersebut ternyata terdapat 3 provinsi berada di pulau Jawa yang jumlah industrinya pada daerah yang bersangkutan cukup banyak yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten. Dengan demikian industri di provinsi-provinsi tersebut diperkirakan tenaga kerja yang digunakan banyak yang bukan berasal dari provinsi yang bersangkutan melainkan berasal dari provinsi lain. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang bersangkutan agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya supaya lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja dari daerah setempat sehingga dapat mengurangi pengangguran di provinsi yang bersangkutan dan pada waktu-waktu yang akan datang tidak lagi menjadi basis pengangguran. Untuk mengetahui lebih jelas provinsi yang menjadi basis pengangguran dan bukan basis pengangguran berdasar rata-rata nilai CI dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kategori Konsentrasi Pengangguran Provinsi Berdasar Nilai Concentration Index (CI)

CI > 1

(basis pengangguran)

CI = 1

CI < 1

(bukan basis

pengangguran)

NAD Jabar --- Jambi Kalbar

Sumut Banten Sumsel Kalteng

Sumbar Kaltim Kep Babel Kalsel

Riau Sulut Bengkulu Gorontalo

Kepri Sulsel Lampung Sulteng

DKI Jakarta Maluku Jateng Sulbar

DIY Sultra

Jatim Malut

Bali Papua

NTB Papua Brt

NTT

3.2 Analisis regresi Dari 33 provinsi yang bisa dianalisis konsentrasi penganggurannya di atas, hanya terdapat 24 provinsi yang data lengkap, maka olah data dalam analisis regresi faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia tahun 2007-2011 hanya digunakan data dari 24 provinsi. 3.2.1. Uji Hausman Dengan menggunakan eviews 6 bisa langsung ditemukan hasil uji Hausman. Uji Hausman digunakan untuk memilih tehnik analisis yang paling tepat atau paling baik antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model dalam penggunaan data panel. Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai chi square sebesar 11.598048 dengan probabilitas 0,0206. Dengan demikian nilai probabilitas yang dihasilkan lebih kecil

Ekspansi 23

dari pada alpha sebesar 0,05 (0,0206<0,05), sehingga H0 ditolak dan dapat diartikan bahwa fixed effect model lebih tepat di gunakan untuk analisis penelitian ini.

Tabel 4. Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL01 Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 11.598048 4 0.0206 Sumber : hasil olah data

3.2.2. Hasil Regresi dengan Fixed Effect Model

Tabel 5. Hasil Regresi dengan Fixed Effect Model

Dependent Variable: CI? Method: Pooled Least Squares Sample: 2007 2011 Included observations: 5 Cross-sections included: 24 Total pool (balanced) observations: 120 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.988524 0.208720 4.736128 0.0000 PE? -0.012833 0.002588 -4.958386 0.0000 PI? -9.49E-07 2.54E-06 -0.374313 0.7090 PP? 0.009837 0.132167 0.074433 0.9408 PU? 0.000102 0.002174 0.046770 0.9628 R-squared 0.963680 Mean dependent var 0.924167 Adjusted R-squared 0.953021 S.D. dependent var 0.367832 S.E. of regression 0.079727 Akaike info criterion -2.019465 Sum squared resid 0.584782 Schwarz criterion -1.369050 Log likelihood 149.1679 Hannan-Quinn criter. -1.755328 F-statistic 90.40830 Durbin-Watson stat 1.855464 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : hasil olah data

3.2.2.1 Uji t (Pengujian Hipotesis Secara Parsial / Individual)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial/individual masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 6.

24 Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas

Tabel 6. Hasil Uji t

Variabel Koefisien t-statistik Prob. Kesimpulan PE? -0.012833 -4.958386 0.0000 Signifikan

PI? -9.49E-07 -0.374313 0.7090 Tidak

Signifikan

PP? 0.009837 0.074433 0.9408 Tidak

Signifikan

PU? 0.000102 0.046770 0.9628 Tidak

Signifikan R Squared 0.963680 F Statistik 90.40830 Prob. F Statistik 0.000000

Sumber : Hasil olah data Dengan menggunakan α = 5%, secara individual dari 4 variabel bebas yang

dimasukkan dalam model hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran adalah variabel pertumbuhan ekonomi. Pada α = 5% uji satu sisi diperoleh nilai t-hitung variabel pertumbuhan ekonomi sebesar lebih kecil daripada t-tabel (-0.012833<-1,6582), sehingga H0 ditolak yang artinya bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia dan sesuai dengan hipotesis. 3.2.2.2 Uji F (Pengujian Hipotesis Secara Simultan)

Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan/bersama-sama pengaruh variabel-vaiabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hasil olah data pada α = 5%, menunjukan bahwa nilai F-hitung lebih besar dari pada nilai F-tabel (90.40830>2,54). Dengan demikian H0 ditolak yang artinya secara simultan/bersama-sama varibel pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia.

3.2.2.3 Uji goodnes of fit (uji R2)

Hasil uji goodness of fit (uji kesesuaian/ketepatan) model yang digunakan dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2=0.963680 atau mendekati 1, maka model yang digunakan sesuai. Nilai R2 juga berarti bahwa perubahan variabel konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia dapat dijelaskan oleh perubahan variabel pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah sebesar 96,3680%, sedangkan sisanya yang sebesar 3,6320% dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang digunakan.

Ekspansi 25

3.3 Pembahasan Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Pengangguran Provinsi di Indonesia

Berdasar hasil analisis dari hasil uji t ternyata secara individual dari empat variabel bebas yang dimasukkan dalam model hanya ada satu variabel yaitu variable pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh negatif signifikan terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Koefisien variable pertumbuhan ekonomi sebesar -0.012833 artinya jika pertumbuhan ekonomi di provinsi yang bersangkutan meningkat 1%, maka Konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia akan berkurang 0,012833% dengan asumsi ceteris paribus atau variable lain konstan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap Konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pada umumnya akan semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja yang berarti akan mengurangi tingkat pengangguran sekaligus dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.

Variabel pertumbuhan investasi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh negatif terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi pada masing-masing provinsi di Indonesia tidak mampu menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi. Dengan demikian pertambahan investasi yang ada cenderung kurang menyerap tenaga kerja dan tidak mengurangi pengangguran pada provinsi yang bersangkutan yang selanjutnya juga tidak menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi. Dengan kata lain pertambahan investasi cenderung hanya digunakan untuk peningkatan teknologi yang kurang menyerap tenaga kerja. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang bersangkutan agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya supaya lebih mengutamakan industri yang bersifat padat karya atau lebih banyak menggunakan tenaga kerja khususnya dari provinsi yang bersangkutan daripada menggunakan teknologi modern yang hanya sedikit menyerap tenaga kerja. Dengan demikian meningkatnya investasi untuk industri yang menggunakan tenaga kerja provinsi setempat akan dapat mengurangi pengangguran di provinsi yang bersangkutan dan pada waktu-waktu yang akan datang tidak lagi menjadi basis pengangguran.

Variabel pertumbuhan penduduk juga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa bahwa pertumbuhan penduduk akan berpengaruh positif terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan penduduk tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran karena pertumbuhan penduduk dihitung bukan hanya berdasar tingkat kelahiran pada provinsi yang bersangkutan, melainkan juga karena adanya perpindahan penduduk dari provinsi lain yang masuk ke provinsi yang bersangkutan yang disebut dengan in-migrasi. Penduduk yang melakukan perpindahan dari suatu provinsi masuk ke provinsi lain atau yang melakukan in-migrasi pada umumnya karena memperolah pekerjaan di provinsi tujuan

26 Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas

migrasi. Dengan demikian pertumbuhan penduduk karena in-migrasi ini tidak menambah pengangguran pada provinsi tujuan sehingga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran di provinsi yang bersangkutan.

Variabel pertumbuhan upah juga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan upah akan berpengaruh negatif terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Mengingat bahwa pertumbuhan upah dalam penelitian ini digunakan pertumbuhan Upah Minimum Regional (UMR) pada masing-masing provinsi, dimana pada umumnya UMR masih di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) maka kenaikan upah kurang menarik bagi penduduk untuk bekerja di provinsi yang bersangkutan. Dengan demikian kenaikan upah tidak menarik bagi tenaga kerja untuk memasuki dunia kerja formal sehingga tidak mampu mengurangi pengangguran dan akhirnya tidak mampu menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi yang bersangkutan. Melihat pertumbuhan upah (UMR) ini tidak atau kurang menarik bagi penduduk untuk bekerja sehingga tidak mengurangi pengangguran dan tidak mempengaruhi atau mengurangi konsentrasi pengangguran, maka perlu mendapat perhatian pemerintah bahwa dalam menentukan kebijakan khususnya besarnya UMR sebaiknya harus lebih besar daripada KHL. 4. KESIMPULAN

Dari 33 provinsi di Indonesia terdapat 12 provinsi yang memiliki konsentrasi pengangguran lebih besar dari 1 dan merupakan basis pengangguran di Indonesia yaitu provinsi : Nangro Aceh Darusalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku. Dari 12 provinsi tersebut terdapat 3 provinsi yang berada di pulau Jawa yang jumlah industrinya pada daerah yang bersangkutan cukup banyak yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten. Dengan demikian industri yang berada di provinsi-provinsi tersebut tenaga kerja yang digunakan banyak yang bukan berasal dari provinsi yang bersangkutan melainkan berasal dari provinsi lain.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap konsentrasi pengangguran di Indonesia dan sesuai hipotesis, sedangkan tiga variabel lainnya yaitu pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat berati semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja yang berarti akan mengurangi tingkat pengangguran sekaligus dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.

Mengingat bahwa terdapat beberapa provinsi di Indonesia yang banyak industrinya seperti provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten merupakan provinsi basis pengangguran maka perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang bersangkutan agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya supaya lebih mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja dari daerah setempat agar pada waktu-waktu yang akan datang tidak menjadi basis pengangguran lagi.

Ekspansi 27

Pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh negatif terhadap konsentrasi pengangguran. Untuk itu maka masing-masing provinsi sebaiknya terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonominya agar dapat menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi semakin meningkat berati semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja sehingga akan mengurangi tingkat pengangguran dan dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.

Mengingat pertumbuhan investasi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran, maka sebaiknya penggunaan investasi supaya diarahkan pada usaha yang banyak menyerap tenaga kerja atau padat karya dan bukan ke arah padat modal. Dengan proyek yang padat karya, maka diharapkan akan lebih banyak menyerap tenaga kerja di daerah setempat pengangguran dan konsentrasi pengangguran dapat berkurang. DAFTAR PUSTAKA

A. Hasan dan P. De Broucker (1982), “Duration and Concentration of Unempoyment”, Canadian Journal of Economics/Revue Canadienne d'Economique, xv No 4, November 1982.

Ario Pratomo, Wahyu dan Hidayat, Paidi, (2007), Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, Cetakan Pertama, USU Press, Medan.

BPS, (2012), Perkembangan beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, Jakarta Dharendra Wardhana, (2006), “Pengangguran Struktural di Indonesia : keterangan dari

analisis SVAR dalam kerangka Hysteresis”, jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia volume 3, No. , UGM, Yogyakarta

Elisabeta Jaba, Christiana Balan, Mihai Romawi dan Monica Romawi (2008), “Statistical evaluation of spatial concentration of unemployment by gender”, Rumania. http://ideas.repec.org/p/pra/mprapa/25161.html

Lincolin Arsyad, (2010), Ekonomi Pembangunan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Michael P. Todaro, (1988), Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga, Erlangga, Jakarta Michael P. Todaro, Stephen C. Smith (2006), Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga,

Erlangga, Jakarta Mikael Nordenmark, “The Concentration of Unemployment Families and Social Networks:

A Question of Attitudes or Structural Factors?, European Sociological Review,Vol. 15 No. 1, 49-59. 49. esr.oxfordjournals.org/content/15/1/49.full.pdf

Mudrajad Kuncoro , ( 2009 ), Ekonomika Indonesia : Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Krisis Global, UPP STIM YKPN, Yogyakarta

Mudrajad Kuncoro , ( 2010 ), Ekonomi Pembangunan: Teori, Kebijakan dan politik, Erlangga, Jakarta.

Payaman J. Simanjuntak, (2006), Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, LPFE UI, Jakarta

Prijono Tjiptoherijanto, (1996), Sumber Daya dalam Pembangunan Nasional, Fak Ekonomi UI, Jakarta

28 Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas

Sadono Sukirno, (2008), Makroekonomi, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta Tulus T.H. Tambunan, (2009), Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor.

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 29 – 45

KESIAPAN DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

Aan Zulyanto

Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu [email protected]

Abstract: The commitment of ASEAN countries to achieve a single economic zone, the ASEAN Economic Community (AEC), applies effectively in early 2016. The Economic Integration is expected will enhance the traffic of goods, services and production factors between ASEAN countries due to the elimination of tariff and regulation. For Indonesia, the ASEAN region has enough contribute to the national economy because more than 20 percent of the activities carried out Intra ASEAN trade. Nevertheless, there are still some issues that need more attention to get gain from the free trade. (i) Trade deficit in Intra-ASEAN continues to increase. Indonesia gets only a trade surplus in four countries; Philippines, Myanmar, Cambodia, and Laos, while the other five ASEAN countries, Indonesia has a large deficit. Unlucky, the surplus comes from small value of transactions, while the deficit occurred in countries with large trade transactions. (ii) The Indonesia competitiveness in ASEAN is relatively still low. The quality of infrastructure, institutional, technological readiness and labor market efficiency is relatively underdeveloped compared with other countries. Nonetheless, the government has been working to increase competitiveness through standardization system and accelerating the development of policies through MP3EI. Key Words: International Trade, Competitiveness, ASEAN Economic Community (AEC) Abstrak: Komitmen negara-negara Asean untuk mewujudkan satu kawasan ekonomi tunggal bernama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) secara efektif berlaku mulai awal tahun 2016. Integrasi Ekonomi tersebut diyakini akan meningkatkan lalu lintas barang dan jasa serta faktor produksi antar negara karena adanya penghapusan regulasi dan tariff yang dapat menghambat perdagangan bebas. Bagi Indonesia, kawasan Asean memberikan kontribusi cukup penting bagi perekonomian nasional karena lebih dari 20 persen aktivitas perdagangan dilakukan Intra Asean. Namun demikian, masih terdapat beberapa persoalan yang perlu mendapat perhatian agar integrasi ekonomi tersebut benar-benar bermanfaat bagi perekonomian domestik, antara lain; (i) Defisit neraca perdagangan intra Asean terus mengalami peningkatan. Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan pada empat Negara, yaitu Filipina, Myanmar, Kamboja, dan Laos, sementara dengan lima Negara ASEAN lainnya Indonesia mengalami deficit yang cukup besar. Parahnya sebagian besar surplus perdagangan terdapat pada nilai transaksi yang relative kecil, sementara deficit terjadi justru pada Negara dengan transaksi perdagangan yang besar. (ii). Daya saing Intra Asean juga masih rendah. Berbagai faktor seperti kualitas infrastruktur, kelembagaan, kesiapan tehnologi dan efisiensi pasar tenaga kerja relative masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Meskipun demikian, pemerintah juga telah berupaya meningkatkan daya saing melalui kebijakan standardisasi dan percepatan pembangunan melalui MP3EI. Kata Kunci: Perdagangan Internasional, Daya Saing, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

30 Aan Zulyanto

1. PENDAHULUAN Arus globalisasi dan liberalisasi yang disertai dengan pesatnya perkembangan tehnologi informasi dan transportasi telah meningkatkan intensitas hubungan antar negara-negara di dunia, baik dalam aktivitas ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Suatu kawasan cenderung menjadi terintegrasi dengan kawasan lainnya, sehingga sulit bagi suatu Negara untuk terhindar secara penuh dari perkembangan eksternal yang terjadi diluar otoritasnya. Kondisi ini semakin mendorong Negara-negara untuk melakukan kerjasama baik dalam tataran global maupun regional agar dapat mengambil manfaat dari proses liberalisasi yang terjadi.

Pentingnya kerjasama regional ini juga disadari oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sehingga puncaknya pada tahun 1967 dilaksanakan forum pertemuan oleh lima Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang menghasilkan Deklarasi Bangkok untuk membentuk Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai. Dalam perkembangnya jumlah anggota ASEAN terus bertambah menjadi 10 negara dengan masuknya Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos (1997), Myanmar (1997), dan Kamboja (1998).

Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977 hingga dalam KTT ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, mulai disepakati Visi ASEAN 2020, yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya-saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi. Kemudian pada tahun 2003 disepakati 3 (tiga) pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yaitu: (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural Community. Selanjutnya pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007 disepakati untuk mempercepat ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 (Kementrian perdagangan).

Untuk memuluskan pembentukan MEA, beberapa kesepakatan pendahuluan telah dilakukan, antara lain disepakatinya Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi tahun 2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6. Pada tahun 1995, ASEAN mulai memasukkan bidang jasa dalam kesepakatan kerjasamanya yang ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan selanjutnya pada tahun 1998 disepakati pula kerjasama dalam bidang investasi ASEAN Investment Area (AIA).

MEA merupakan langkah lebih maju dan komprehensif dari kesepakatan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). AEC Blueprint mengamanatkan ASEAN tidak hanya akan menjadi satu pasar tunggal (single market),

Ekspansi 31

namun juga satu basis produksi tunggal (single production base) yang mensyaratkan aliran faktor-faktor produksi yang bebas, termasuk modal dan tenaga kerja terampil. Dengan demikian dalam MEA, seluruh Negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas. Hambatan-hambatan perdagangan bebas, baik tariff maupun non tariff sudah tidak dapat diberlakukan lagi. Disamping itu, terdapat peningkatan fasilitas perdagangan seperti prosedur kepabeanan, melalui pembentukan dan penerapan ASEAN Single Window (ASW), serta mengevaluasi skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and conformance) (Kementrian perdagangan).

Meskipun pembentukan MEA ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan, tetapi tidak sedikit kekhawatiran yang muncul bahwa kita tidak akan mendapat manfaat banyak dari integrasi ekonomi ini selain hanya sebagai pasar yang besar bagi produk-produk luar. Sebagai contoh Produk kehutanan Indonesia yang telah diliberalisasi sejak tahun 2007 belum menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini terlihat dari 127 pos tarif produk yang dibina Kementerian Kehutanan, hanya 34 pos tarif yang mengalami surplus perdagangan, 62 pos tarif mengalami deficit (Lubis, 2013). Kementerian Perindustrian (2011) juga mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industry nasional, salah satunya adalah kinerja sektor elektronik, dan terdapat indikasi dumping untuk beberapa produk tertentu. Begitu juga Bank Indonesia (2008) menyatakan bahwa apabila menggunakan patokan kondisi relatif faktor-faktor produksi, nampaknya manfaat terbesar dari integrasi ASEAN hanya akan dinikmati oleh beberapa negara tertentu, dalam hal ini adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Namun, peluang Indonesia untuk turut menikmati kue ekonomi pasca integrasi tentu saja masih sangat terbuka, yaitu apabila dalam periode 7-8 tahun ini Indonesia mampu melakukan perubahan substansial dalam hal perbaikan SDM maupun fisik (human and physical capital).

Berbagai persoalan dasar seperti infrastruktur, institusi, dan kualitas sumberdaya manusia dirasakan menjadi kendala bagi peningkatan daya saing kita sehingga pelaku usaha diperkirakan belum mampu memainkan peran yang lebih banyak dalam masyarakat ekonomi ASEAN. Untuk itu tulisan ini mencoba melihat kesiapan kita dalam menghadapi MEA melalui kajian terhadap kebijakan pembangunan yang telah dilakukan pemerintah, sebagaimana pendapat Chirativat (2002) dan Park et.al, (2008) bahwa persiapan merupakan kunci keberhasilan peningkatan kinerja industri dan perekonomian dalam menghadapi liberalisasi. 2. LITERATURE REVIEW 2.1. Teori Perdagangan Internasional Pada prinsipnya kerjasama ekonomi antar Negara dilakukan dalam rangka meningkatkan kerjasama perdagangan barang dan jasa. Meskipun masih ada perdebatan, tetapi secara umum perdagangan internasional diyakini merupakan salah satu faktor yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi (engine of growth) dan pada

32 Aan Zulyanto

akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu manfaat keterbukaan ekonomi adalah suatu negara memiliki kesempatan mengkonsumsi lebih besar dari kemampuannya berproduksi karena terdapat perbedaan harga relatif dalam proses produksi yang mendorong spesialisasi (Chacoliades, 1978).

Teori Merkantilisme menekankan pentingnya peran ekspor dalam kesejahteraan suatu bangsa. Surplus ekspor tersebut dikonversikan dalam bentuk logam mulia. Sehingga suatu negara akan kuat dan sejahtera apabila memiliki logam mulia yang banyak (Salvatore, 1997). Sementara itu terdapat juga Teori perdagangan internasional Klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith (Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparative), dan JS Mill (Kemanfaatan Relative). Adam Smith berpandangan bahwa adanya keunggulan absolut membuat suatu negara dapat berspesialisasi produksi dan melakukan ekspor, sementara impor dilakukan atas barang-barang yang tidak memiliki keunggulan absolut. Adanya spesialisasi menciptakan manfaat perdagangan antar negara (gain form trade). Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara jika masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Meskipun demikian, Ricardo berpendapat bahwa perdagangan tetap bisa dilakukan meski hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage) yang mengindikasikan adanya keunggulan comparative atas setiap produk di masing-masing negara. Menyempurnakan pandangan Ricardo, JS Mill mengemukakan teori keunggulan comparative dengan menentukan dimanakah letak titik keseimbangan penukaran antara dua Negara yang menukarkan barang masing-masing, supaya nilai yang diminta oleh pihak yang satu justru sama dengan nilai yang ditawarkan oleh pihak lain (Hady, 2004).

Selain teori klasik, berkembang pula teori perdagangan internasional modern, antara lain Teori Faktor Produksi Heckser – Ohlin (H – O), Teori Stolper dan Samuelson, dan Competitive Advantage of Nation dari M Porter. Teori H – O utamanya memperbaiki hal-hal yang belum dapat dijelaskan oleh teori keunggulan comparative. Menurut Teori H-O, perbedaaan produktivitas terjadi dikarenakan adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya. Meskipun demikian, muncul kritik terhadap teori H-O di atas antara lain dinyatakan bahwa teori H-O hanya mampu menjelaskan 40% dari volume perdagangan dunia sedangkan fenomena terjadinya 60% negara maju belum mampu dijelaskan. Sehingga memunculkan peluang timbulnya teori baru, antara lain teori siklus produksi (product life cycle) yang dikemukakan oleh Raymod Vernon. Teori ini antara lain berdasarkan adanya anggapan bahwa variabel-variabel dalam perekonomian senantiasa berubah dan perubahannya terjadi dalam model bahkan menggunakan

Ekspansi 33

perubahan variabel-variabel tersebut sebagai driving motives timbulnya perdagangan internasional (Sih Prapti E., 1991).

Porter (1990) mengemukakan teori Competitive Advantage of Nation yang banyak mendasari kebijakan industry di suatu negara. Menurut Porter (1990), dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki keunggulan competitive (competitive advantage of nation) terutama pada empat factor penentu yang dikenal sebagai Porter’s Diamond of National Competitive Advantage yaitu Factor Conditions, Demand Condition, Related dan Supporting Industry, dan Firm Strategy Structure & Rivalry.

Sumber: Porter, The Competitive Advantage of Nations, 1990.

Gambar 1. Porter’s Diamond Framework.

Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut sering berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing. Disamping kesempatan, peran pemerintah juga merupakan variable tambahan yang cukup signifikan. (Halwani, 2005).

2.2. Teori Integrasi Ekonomi Kerjasama ekonomi yang begitu intens antar Negara seringkali berlanjut dengan membentuk suatu kawasan ekonomi yang terintegrasi. Diharapkan dengan integrasi ini liberalisasi perdagangan dapat memberikan manfaat yang lebih cepat dan lebih baik bagi Negara-negara di suatu kawasan. Hasil kajian Dollar (1992) dan Edwards (1998)

34 Aan Zulyanto

menunjukkan bahwa integrasi ekonomi yang menurunkan atau menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota, dapat meningkatkan daya saing dan membuka besarnya pasar pada negara anggota, dapat meningkatkan persaingan industri domestik yang dapat memacu efisiensi produktif di antara produsen domestik dan meningkatkan kualitas dan kuantitas input dan barang dalam perekonomian, produsen domestik dapat meningkatkan profit dengan semakin besarnya pasar ekspor dan meningkatkan kesempatan kerja.

Jovanovic (2006) mendokumentasikan berbagai definisi integrasi ekonomi yang berkembang dari Tinbergen, Balassa, Holzman, Kahneert, serta Menis dan Sauvant, dan kemudian secara umum mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai sebuah proses di mana sekelompok negara berupaya untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya. Sementara itu, United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Pelkman (2003) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara. Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah. Krugman (1991) memperkenalkan suatu anggapan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya.

Ballasa (1961), Solvatore (1997), dan Hosny (2013) menguraikan integrasi ekonomi atas beberapa bentuk : 1) Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh

negaranegara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota.

2) Kawasan perdagangan bebas (free trade area) di mana semua hambatan perdagangan baik tariff maupun non tarif di antara negara-negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun masingmasing negara anggota masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara nonanggota.

3) Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara lain non-anggota

4) Pasaran bersama (Common Market) yaitu suatu bentuk integrasi di mana bukan hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan namun arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal juga dibebaskan dari semua hambatan.

Ekspansi 35

5) Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu dengan menyeragamkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota di dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan.

2.3. Global Competitiveness Index Keunggulan daya saing kompetitif yang dikembangkan oleh Potter juga diakui secara luas sebagai faktor penting yang harus dimiliki oleh suatu Negara agar dapat mengambil manfaat dari terjadinya perdagangan internasional. Menurutnya telah terjadi pergeseran paradigma dalam menerapkan strategi pembangunan ekonomi yang bertumpu kepada comparative advantage, dari bertumpu sumber daya alam, kepada competitve advantage dan peningkatan produktivitas. Bahkan lebih jauh Potters mengembangkan teori competitiveness ini dalam melihat tahapan pembangunan eonomi suatu Negara. Porter (1990) mengklasifikasikan tiga tahapan pembangunan. Tahap Pertama, factor driven economic, yaitu hanya mengandalkan sumber daya alamnya saja untuk melakukan pembangunan. Sumber daya alam yang ada tersebut diolah secara sederhana, kemudian diekspor sehingga mungkin saja negara atau daerah tersebut justru nanti akan mengimpor kembali setelah diolah oleh negara lain. Tahap selanjutnya adalah efficiency driven economic, yaitu menggunakan strategi dengan efisiensi investasi. Pada tahap ini peningkatan produktivitas dari faktor-faktor sumber daya berasal dari investasi. Sedangkan tahap ketiga dari pembangunan adalah innovation driven economic, yaitu suatu kondisi dimana pembangunan dengan menciptakan produk dan jasa dengan nilai tambah yang lebih tinggi, yang lebih unik, melalui inovasi dan peningkatan produktivitas akibat persaingan yang tajam.

Berbagai literature mencoba menggali dan mengidentifikasikan secara lebih luas tentang keunggulan competitive ini. Word Economic Forum telah mengidentifikasi daya saing (competitiveness) sebagai suatu set dari kelembagaan atau institusi, kebijakan, dan berbagai faktor lain yang menentukan tingkat produktivitas suatu Negara. Tingkat produktivitas ini pada gilirannya menunjukkan kemakmuran yang dapat dicapai sebuah perekonomian. Tingkat produktivitas juga menentukan tingkat pengembalian yang bisa diperoleh dari investasi yang dilakukan, dimana investasi ini merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sebuah Negara yang lebih competitive akan tumbuh lebih cepat dari waktu ke waktu. Konsep competitiveness melibatkan komponen yang statis dan dinamis (WEF, 2014).

World Economic Forum telah menyusun berbagai faktor daya saing tersebut dalam suatu Global Competitiveness Indeks (GCI) dimana komponen-komponen penting yang menentukan daya saing suatu bangsa dikelompokkan menjadi 12 pilar daya saing, yaitu : Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Healt and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labor Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business sophistication, dan Innovation (WEF, 2014).

36 Aan Zulyanto

Sumber : WEF, 2015, The Global Competitiveness Report 2015–2016.

Gambar 2. Global Competitiveness Index 3. PEMBAHASAN 3.1. Kondisi Perdagangan Internasional Indonesia Kinerja perekonomian Indonesia tidak terlepas kegiatan perdagangan luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai kerjasama perdagangan yang telah dilakukan baik dalam skala global dan regional, seperti WTO, APEC, AFTA, maupun kerjasama bilateral dengan Jepang (EPA) dan Singapura (KEK). Tingginya keterbukaan ekonomi ini juga tercermin dari kontribusi ekspor dan impor dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), seperti yang terlihat sampai tahun 2013, proporsi nilai ekspor terhadap PDB mencapai 23,74% sementara nilai impor mencapai 25,74% (BPS, 2014).

Secara keseluruhan, perkembangan neraca perdagangan Indonesia selama periode 2009-2013 mengalami pasang-surut. Tahun 2009-2011, Indonesia masih mengalami surplus neraca perdagangan, namun memasuki tahun 2012 sudah terjadi deficit sebesar minus 1,6 Milliar dolar dan bertambah menjadi minus 4,1 Milliar dollar tahun 2013. Deficit ini terutama disebabkan karena transaksi perdagangan sektor migas, sebagaimana gambar di bawah ini;

Ekspansi 37

Sumber : BPS, 2014.

Gambar 3. Neraca Perdagangan Indonesia 2009 -2013 (Milliar US $) Dari gambar diatas terlihat bahwa defisit transaksi migas telah mereduksi surplus

yang dihasilkan oleh perdagangan sektor non migas, dan deficit ini semakin besar,karena pada saat yang sama surplus perdagagan yang dihasilkan sektor non migas mengalami penurunan terutama setelah tahun 2011. Oleh sebab itu, untuk mengembalikan surplus neraca perdagangan pemerintah perlu menekan import minyak dan sekaligus memperbesar kembali ekspor non migasnya. Tekanan minyak terhadap perekonomian domestic juga ditemukan dalam studi Nizar (2012) dan mengisyaratkan perlunya langkah-langkah yang bisa mentransformasikan kebiasaan masyarakat yang semula boros BBM menjadi hemat BBM, dan mendorong kebijakan pengembangan energi alternatif.

Dalam lingkup regional ASEAN, nilai transaksi perdagangan Indonesia cukup tinggi, dimana porsi ekspor ke Negara ASEAN rata-rata mencapai 21% dari seluruh nilai ekspor Indonesia, dan proporsi nilai impor mencapai 28%. Angka ini diyakini akan semakin meningkat ketika komitment untuk menjadikan kawasan ASEAN terintegrasi menjadi satu pasar tunggal dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 benar-benar diwujudkan karena implementasi MEA 2015 menyebabkan lalu lintas barang dan jasa, serta lalu lintas modal dan tenaga kerja terampil antar Negara ASEAN menjadi sedemikian bebasnya.

38 Aan Zulyanto

Tabel 1. Nilai Ekspor – Impor Indonesia terhadap Negara ASEAN

Tahun 2009 – 2012 (Million US $)

Sumber : BPS, 2013.

Dari tabel di atas terlihat bahwa Singapura menjadi partner dagang terbesar di kawasan ASEAN dengan nilai transaksi tahun 2012 mencapai 17,1 Milliar dollar US untuk ekspor dan 26 Milliar dollar US untuk import, disusul oleh Malaysia dengan transaksi ekspor – import masing-masing 11,2 dan 12,2 Milliar dollar US. Sementara itu Laos dan kamboja menjadi Negara dengan transaksi nilai transaksi perdagangan yang paling sedikit. Dari tabel di atas juga terlihat bahwa selama tahun 2009-2012 neraca perdagangan Indonesia di kawasan ASEAN selalu mengalami deficit dan cenderung semakin membesar. Deficit tahun 2012 mencapai lebih dari 11, 8 Milliar dollar US, jauh lebih besar dari tahun 2009 yang sebesar 3 Milliar dollar US. Secara keseluruhan, sampai tahun 2012 Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan pada empat Negara, yaitu Filipina, Myanmar, Kamboja, dan Laos, sementara dengan lima Negara ASEAN lainnya Indonesia mengalami deficit yang cukup besar. Parahnya sebagian besar surplus perdagangan terdapat pada nilai transaksi yang relative kecil, sementara deficit terjadi justru pada Negara dengan transaksi perdagangan yang besar. Perlu dicatat juga bahwa deficit perdagangan dengan Malaysia dan Vietnam terjadi pada tahun-tahun terakhir, setelah sebelumnya sempat menikmati surplus perdagangan. 3.2. Daya Saing Indonesia di ASEAN Kondisi neraca perdagangan Indonesia selama tahun-tahun terakhir menjelang MEA 2015 sebenarnya bisa mengindikasikan seberapa siap perekonomian kita untuk berintegrasi secara penuh dengan Masyarakat ASEAN. Adanya kesepakatan-kesepakatan pendahuluan sebelum diberlakukannya MEA 2015 seperti kesepakatan AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) disinyalir menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jurang deficit neraca perdagangan Indonesia di kawasan ASEAN semakin besar. Dengan demikian dapat dipahami kekhawatiran banyak pihak jika keberadaan MEA 2015 akan menyebabkan perekonomian nasional semakin tertekan.

Ekspansi 39

Untuk melihat kesiapan menghadapi persaingan global, khususnya penerapan MEA 2015 perlu dilihat bagaimana daya saing (competitiveness) yang kita miliki, sebagaimana yang dinyatakan oleh Porter (1990) bahwa suatu bangsa atau Negara dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki keunggulan competitive. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF) tahun 2014, peringkat daya saing Indonesia berada di urutan 38 dari 148 negara atau naik 12 peringkat dari periode sebelumnya yang berada di rangking 50. Namun jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, peringkat ini masih di bawah Singapura (2), Malaysia (24), Brunei Darussalam (26), dan Thailand (37), sebagaimana di bawah ini.

Sumber : WEF, 2013. Catatan : Angka menunjukkan peringkat negara untuk masing-masing indikator

Gambar 4. Global Competitive Index (GCI) Negara ASEAN tahun 2013.

Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa secara keseluruhan daya saing Indonesia sesungguhnya belum begitu baik. Beberapa faktor penyebabnya antara lain terdapat pada persyaratan dasar (basic requirements), yaitu kelembagaan, infrastruktur, serta kesehatan dan pendidikan dasar. Pada aspek kelembagaan, terutama berkaitan dengan rendahnya pengakuan hak kepemilikan (property rights), tingkat korupsi, dan kejahatan teroganisir (organized crime). Sementara persoalan infrastruktur terutama pada rendahnya kualitas pelabuhan, supply listrik, dan jalan raya. Pada aspek kesehatan dasar, berbagai penyakit seperti malaria dan tuberculosis, serta HIV/AIDS turut menjadi hambatan bagi peningkatan daya saing kita.

40 Aan Zulyanto

Selanjutnya pada faktor efisiensi, dimana kesiapan teknologi (Technological Readiness) dan efisiensi pasar tenaga kerja (Labor Market Efficiency) masih memerlukan perhatian khusus, karena masih jauh dari target yang diharapkan. Inefisensi pada labor market terutama disebabkan karena ekonomi biaya tinggi, flexibilitas tingkat upah, maupun rasio wanita dalam angkatan kerja. Sementara pada kesiapan tehnologi dikarenakan rendahnya tingkat penggunaan internet, tingkat langganan fixed broadband internet, maupun tingkat bandwidth internetnya. Terkait dengan efisien pasar tenaga kerja ini, hasil studi Kristo (2014) menyebutkan bahwa pada wilayah yang terintegrasi, dimana investasi asing dan perdagangan luar negeri terjadi begitu intens, tenaga kerja yang siap dan kompeten terbukti mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara lebih baik.

Sementara itu beberapa faktor yang dirasakan dapat mengangkat daya saing kita terdapat pada pilar market size, business shopistication, dan Innovation. Bahkan dari kedua belas pilar yang membentuk global competitiveness index, pilar market size memberikan nilai yang paling baik. Hal ini dapat dimaklumi karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar mengisyaratkan potensi pasar yang besar pula. Meskipun demikian, nilai market size ini dapat terus ditingkatkan melalui peningkatan rasio ekspor terhadap PDB, karena rendahnya rasio ekspor terhadap PDB selama ini juga telah menekan nilai market size untuk lebih tinggi lagi.

Daya saing ini menjadi sangat penting terutama jika kita melihat fakta bahwa deficit neraca perdagangan Indonesia di ASEAN selama beberapa tahun terakhir terjadi pada transaksi perdagangan dengan Negara-negara yang memiliki daya saing tinggi, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, sementara surplus neraca perdagangan diperoleh dari transaksi terhadap Negara yang memiliki daya saing di bawah Indonesia. Untuk itu, peningkatan daya saing dalam menghadapi persaingan global adalah merupakan suatu keharusan agar kita dapat memperoleh manfaat dari integrasi ekonomi yang terjadi. Sebagaimana Mogoe (2014) menyatakan bahwa perlu peningkatan daya saing untuk menciptakan keseimbangan ekspor impor.

Liberalisasi perdagangan mengandung konsekuensi tingkat persaingan akan semakin ketat dalam memperebutkan peluang dalam pasar AEC. Bila industri kita tidak mampu bersaing di tataran ASEAN, maka AEC akan menjadi musibah (loss of opportunities). Jika tidak mampu bersaing, Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN dengan jumlah penduduk ± 250 juta berpotensi dibanjiri produk produk negara-negara lain di ASEAN atau bahkan dari luar ASEAN. Sebaliknya, bila industri kita mampu bersaing dalam pasar AEC yang terdiri dari 600 juta penduduk, maka AEC akan membawa berkah dan manfaat (land of opportunities) yang nyata bagi perekonomian nasional (Kemenperin, 2013).

Perlu juga dipahami bahwa MEA 2015 merupakan langkah awal bagi persaingan yang lebih luas karena MEA 2015 dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian ASEAN menjadi lebih baik dan mampu bersaing dengan negara-negara yang perekonomiannya dinilai lebih maju, menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional (Iriawadi, 2013), dan menjadikan kekuatan baru dunia (BSN, 2013). Sebagai tindak lanjutnya, para pemimpin ASEAN telah

Ekspansi 41

menyepakati pengembangan ASEAN plus one FTA dengan negara-negara yang berpotensi menjadi partner perkembangan ekonomi ASEAN seperti Australia dan New Zealand, China, India, Jepang, dan Korea. Oleh sebab itu perlu penguatan posisi Indonesia dalam MEA agar menjadi langkah strategis bagi Indonesia untuk selanjutnya melangkah ke arah pasar global yang lebih luas. 3.3. Upaya Peningkatan Daya Saing 3.3.1. Kebijakan standardisasi dalam rangka menciptakan daya saing Globalisasi dan regionalisasi perdagangan merupakan tantangan yang harus dijawab oleh sistem standardisasi nasional baik yang berskala internasional maupun nasional (BSN 2013). Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah dengan mendorong standardisasi bagi produk dan industry nasional. Hal ini dituangkan Peraturan Pemerintah RI No. 102 tahun 2002 tentang standardisasi yang secara tegas menyatakan bahwa tujuan standardisasi adalah untuk peningkatan kualitas hidup bangsa dan peningkatan daya saing.

Sejalan dengan itu, Kemendag (2012) menyatakan bahwa standardisasi akan menghasilkan produk yang siap untuk masuk ke pasar internasional dan bersaing dengan produk negara lain, dan dilain pihak, bagi konsumen akan tersedia pilihan produk yang lebih luas baik produk dalam negeri maupun impor. Dengan kebijakan yang tepat dibidang standardisasi, maka selain dapat meningkatkan daya saing dari produk itu sendiri tetapi juga akan menyelamatkan pasar domestic dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (Santoso, 2009). Standardisasi juga membuka kesempatan untuk memasuki pasar global yang sudah mapan dan bersaing dengan perusahaan yang telah lama berkecimpung pada industry tertentu (Goodman, 1998). Untuk menghindari penggunaan standardisasi sebagai hambatan dalam perdagangan internasional, didalam berbagai forum internasional seperti ASEAN atau APEC telah ada kesepakatan untuk menyelaraskan standar nasional masing masing anggota dengan standar internasional, termasuk cara asesment terhadap penerapan standar untuk memudahkan tercapainya saling pengakuan kegiatan standardisasi (Kemendag, 2012).

Standardisasi di Indonesia, selain mengikuti standar internasional, juga memiliki standar sendiri yaitu standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional. Agar SNI dapat diterima secara luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu meliputi: Openess, Transparency, Consensus and impartiality, Effectiveness and relevance, Coherence, dan Development dimension (BSN, 2013a). Selain itu, dalam pengembangan standar nasional, Indonesia juga telah menjadi anggota lembaga standar dunia seperti ISO, IEC, CAC dan ITU (BSN, 2013).

Meskipun demikian, peningkatan daya saing melalui kebijakan standardisasi juga masih mendapat tantangan, terutama karena penerapan SNI pada dasarnya adalah bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang untuk diperdagangkan meskipun untuk hal-hal tertentu pemerintah dapat memberlakukan SNI secara wajib (Kemendag, 2012a). Dalam konteks pemberlakuan SNI secara wajib, evaluasi integritas tanda SNI oleh BSN menunjukkan

42 Aan Zulyanto

bahwa kontribusi SNI terhadap perlindungan publik dan lingkungan masih belum efektif dengan masih ditemukannya produk bertanda SNI yang tidak memenuhi persyaratan SNI. Demikian pula, masih terdapat kecenderungan impor yang terus meningkat untuk jenis produk tertentu yang SNI-nya diberlakukan secara wajib. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan strategi pemberlakuan SNI secara wajib sebagai piranti proteksi terhadap pelaku usaha nasional di pasar domestik juga belum efektif (BSN, 2013).

Sebagai gambaran jumlah produk Indonesia yang telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan dinotifikasi oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Hal ini menyebabkan Indonesia cukup sulit untuk melakukan penetrasi ke pasar internasional (BSN, 2012). Sampai dengan September tahun 2012 secara akumulatif BSN telah mengeluarkan 7.224 SNI, dimana sebanyak 90 SNI telah diberlakukan wajib oleh BSN. Hal tersebut masih sangat jauh dari target yang ditetapkan Kementerian Perindustrian yaitu sebanyak 400 SNI Wajib untuk tahun 2012 (Kementerian Perindustrian, 2012). Belum optimalnya penerapan standar mutu ini terkait dengan banyak faktor antara lain masih lemahnya kinerja lembaga pengujian mutu barang produk ekspor, kapasitas dan kelembagaan laboratorium uji produk ekspor dan impor yang masih rendah (Kemendag, 2012). Untuk meningkatkan peran SNI ini, beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah antara lain ; penguatan kebijakan dan pedoman standardisasi untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi sistem standardisasi nasional, Penguatan Infrastruktur Mutu Nasional, serta Penguatan Sistem Penerapan Standar untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum pada penerapan SNI (BSN, 2013). 3.3.2 Percepatan pembangunan nasional melalui MP3EI Selain mendorong kebijakan standardisasi, sejak tahun 2011 pemerintah juga membuat kebijakan mempercepat akselerasi pembangunan melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan.

MP3EI mengedepankan pendekatan not business as usual yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan terfokus pada prioritas yang konkrit dan terukur. Strategi utama MP3EI adalah (i) Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi, yaitu dengan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi melalui pendekatan sektoral dan regional, mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya, (ii) Penguatan konektivitas nasional, yang merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan

Ekspansi 43

Komunikasi (TIK/ICT), dan (iii) Penguatan kemampuan SDM dan IPTEK nasional (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

Secara spesifik ditargetkan bahwa dengan diterapkannya 6 koridor ekonomi yang tertuang di dalam MP3EI ini, PDB Indonesia akan bertumbuh lebih cepat dan lebih luas, baik untuk daerah di dalam koridor, maupun untuk di daerah di luar koridor. Pertumbuhan tahunan PDB nasional dengan penerapan MP3EI akan menjadi sekitar 12,7% secara nasional, dengan pertumbuhan wilayah di dalam koridor sebesar 12,9%. Sedangkan pertumbuhan di luar koridor juga akan mengalami peningkatan sebesar 12,1% sebagai hasil dari adanya spillover effect pengembangan kawasan koridor ekonomi. Dengan demikian, secara keseluruhan MP3EI dapat memacu percepatan pembangunan di Indonesia dan sekaligus meningkatkan daya saing perekonomian, khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan persaingan global lainnya. 4. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

Beberapa tahun terakhir neraca perdagangan kita mengalami deficit, baik dalam skala global maupun regional ASEAN. Bahkan defisit yang terjadi di ASEAN menunjukkan kecenderungan untuk terus meningkat, terutama sejak kesepakatan pendahuluan perdangangan bebas ASEAN (AFTA) di berlakukan. Defisit ini diperkirakan semakin melebar pada saat diterapkannya integrasi kawasan secara penuh dalam MEA 2015 yang akan datang.

Rendahnya daya saing (competitiveness) menjadi salah satu kendala bagi kita untuk mendapatkan manfaat maksimal dalam liberalisasi perdagangan ASEAN. Secara nyata hal ini terlihat dari deficit neraca perdagangan hampir sebagian besar dialami pada transaksi perdagangan dengan Negara yang memiliki daya saing tinggi, seperti singapura, Malaysia, dan Thailand, sementara untuk Negara yang memiliki daya saing rendah, kita mengalami surplus. Faktor kelembagaan, infrastruktur, dan efisiensi pasar tenaga kerja menjadi penyumbang utama rendahnya daya saing yang dimiliki.

Kebijakan standarisasi, terutama melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi salah kebijakan untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi persaingan global. Namun masih diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk menerapkannya, baik terhadap SNI yang bersifat sukarela maupun wajib. Selain itu, adanya program MP3EI dalam rangka mempercepat pembangunan juga memiliki peran cukup besar dalam meningkatkan daya saing ini. DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2012. Informasi Standar Nasional Indonesia Produk Unggulan untuk Mendukung MP3EI. BSN, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional, 2013. Buletin Informasi SNI Terbaru, Volume 1 No. 3, November 2013.

Badan Standardisasi Nasional, 2013a, Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025.

44 Aan Zulyanto

Balassa, Bela. 1961. The Theory of Economic Integration. Homewood, Illinois: Richard D. Irwin.

Bank Indonesia, 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012. Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional, Januari, Bank Indonesia, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2014. Berita Resmi Statistik, No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014

Chacoliades M, 1978. International Trade Theory and Policy. London: Mc Graw Hill Book Company

Dollar, D, 1992. Outward oriented developing economic really do grow more rapidly: Evidence from 95 LCDs. 1976-85. Economic Development and Cultural Change, 40 (3), 523-544.

Edwars, S, 1998. Openness, productivity, and growth: What do we really know? Economic Journal, 108(3), 383-398.

Goodman, D. 1998. Thinkink Export ? Think Iso 9000. World Trade. Agustus, 11 (8) Hady, Hamdy, 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan

Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hosny, Sadek Amr, 2013. Theories of Economic Integration: A Survey of the Economic and

Political Literature, International Journal of Economy, Management and Social Sciences, 2(5) May 2013, Pages: 133-155.

Iriawadi, Yani. 2013, Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju AEC 2015, Media Industri. No. 02 tahun 2013

Jovanovic, F. (2006). Integration, disintegration and trade in Europe: Evaluation of trade relation during the 1990s. Working Paper No. 20.

Kemendag, Menuju ASEAN Economic Community 2015. Kemendag, 2012. Kajian Kebijakan Mutu Dan Standar Produk Ekspor Tertentu Dalam

Meningkatkan Daya Saing, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Jakarta.

Kemendag, 2012a. Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Kementrian Industri, 2013. Mengukur Kesiapan Industri Nasional Menjelang AEC 2015, Media Industri, No. 02 tahun 2013.

Kementrian Koordinator Perekonoian, 2011, Master Plan, Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.

Kristo, Jonel. 2014. Growth Effects of International Integration in Southeastern Europe: Implications on FDI and Trade, Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy, Vol 5 No 8 May 2014.

Lubis, Adrian, 2013. Daya saing, kinerja perdagangan, dan dampak Liberalisasi produk kehutanan, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.7 No.1, Juli 2013

Mogoe, Seipati, 2014. The Impact of International Trade on Economic Growth in South Africa: An Econometrics Analysis, Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy Vol 5 No 14 July 2014

Ekspansi 45

Nizar, Muhammad Afdi, 2012. Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Perekonomian Indonesia, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.6 No.2, Desember 2012.

Park, et, al. (2008). Prospects of an ASEAN– People’s Republic of China Free Trade Area: A Qualitative and Quantitative Analysis. Economics Working Paper, Series No. 30, Asian Development Bank.

Porter ME. The competitive advantage of nations. New York: The Free, Press, 1990. Salvatore, D, 1997. Ekonomi Internasional, Erlangga, Jakarta. Santoso, Dana. 2009. Peran Standardisasi Dalam Menigkatkan Daya Saing Produk Dalam

Negeri. JE/ 05 Juni / 2009. Sih Prapti E, 1991. Derivasi Siklus Kehidupan Produk: Jawaban atas kegagalan Teori

Hecsher-Ohlin, Jurnal Ekonomi Bisnis Indonesia, 1, VII World Economic Forum, 2013. The Global Competitiveness Report 2013–2014. World Economic Forum, 2015. The Global Competitiveness Report 2015–2016.

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 47 – 60

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

Seto Sulaksono Adi Wibowo

Politeknik Negeri Batam [email protected]

Arisma Sabillilah

Politeknik Negeri Batam [email protected]

Abstract : The purpose of this research is to analyze the impact of CSR reporting and every single indicator in the CSR (based on GRI indicator) on firm value (used Tobin’s Q) and which indicators are the most important concern for firm. Method that used in this research is quantitative method with panel data regression analysis. The research was conducted for mining sector and basic chemical industry sector in Indonesia Stock Exchange 2009-2013. The result of this study found that 6 indicators from CSR economy, environment, employee, HAM, sociality, and product responsibility not have an effect to firm value so it is with CSR reporting. The limitations of this research is firm didn’t publish annual report on 2009, less interest from firs to do CSR disclosure activity, and only used 2 sector industry for sample.This empirical results indicate that the stockholders didn’t put much concern into CSRD activity because it is something that firm basiclly to do. Suggest for firm that recommended to increase CSRD activity as firm’s concern to environment not only follow the rules and for next similiar research should use more sample.

Keywords: Corporate Social Responsibility, Global Reporting Initiative (GRI), Firm’s Value, and Tobin’s Q Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengungkapan CSR dan masing-masing indikatornya (GRI) terhadap nilai perusahaan (Tobin’s Q) dan indikator mana yang menjadi perhatian paling utama oleh perusahaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitaif dengan analisis regresi data panel. Obyek yang diteliti adalah perusahaan sektor pertambangan dan industri dasar kimia yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari 6 indikator CSR yaitu ekonomi, lingkungan, tenaga kerja, HAM, sosial masyarakat, dan tanggung jawab produk tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan begitu pula dengan pengungkapan CSR secara keseluruhan. Keterbatasan perusahaan tidak lagi menerbitkan laporan tahunan 2009, masih sedikitnya pengungkapan CSR, dan dari segi sektor perusahaan sampel. Implikasi dari penelitian ini bahwa pengambilan keputusan investasi yang dilakukan investor tidak memandang dari pelaksanaan CSR yang diungkapkan oleh perusahaan karena dianggap sebagai hal yang sudah seharusnya diungkapkan. Saran untuk perusahaan diharapkan lebih meningkatkan pelaksanaan CSR sebagai bentuk peduli terhadap lingkungan sekitar bukan hanya karna sekedar mengikuti peraturan yang ada, sedangkan untuk penelitian selanjutnya agar menambah sektor perusahaan sampel.

Kata Kunci: Corporate Social Responsibility, Global Reporting Initiative (GRI), Nilai Perusahaan, dan Tobin’s Q

48 Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah

1. PENDAHULUAN Pelaporan financial perusahaan banyak digunakan sebagai media pertanggungjawaban kepada investor, hal ini mengakibatkan perusahaan melakukan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia secara berlebihan tanpa memberikan kontribusi perbaikan atas kerusakan yang terjadi. Oleh karena itu perusahaan harus memberikan perhatian khusus kepada pihak-pihak eksternal perusahaan, bukan hanya fokus terhadap keuntungan financial perusahaan. Hal ini sesuai dengan (Gunawan dan Utami, 2008) yang mengatakan bahwa suatu perusahaan mempunyai kewajiban yang harus senantiasa dipenuhi, kewajiban tersebut tidak hanya pada pemegang saham namun juga terhadap pihak lain termasuk masyarakat. Saat ini perusahaan swasta banyak mengembangkan apa yang disebut Corporate Sosial Responsibility (CSR), dimana CSR dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki dan menyeimbangkan dampak negatif yang disebabkan oleh perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Maulana (2009) menjelaskan bahwa perusahaan harus dapat menjaga keseimbangan hubungan dengan pihak-pihak eksternal perusahaan. Perusahaan dalam melaksanakan CSR mengeluarkan sejumlah biaya yang akan mengurangi keuntungan dan menyebabkan penurunan profit perusahaan. Walaupun demikian adanya pelaksanaan CSR akan membuat citra perusahaan dan loyalitas konsumen semakin meningkat, sehingga membuat kinerja perusahaan terlihat semakin baik. Kinerja perusahaan yang baik akan berdampak baik pula pada nilai perusahaan di mata para investor dan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pihak eksternal dapat melihat bahwa perusahaan memiliki kepedulian atau tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar sehingga menciptakan persepsi positif di mata masyarakat.

Kesadaran perusahaan akan pentingnya menjaga lingkungan dan bertanggung jawab terhadap pihak eksternal semakin berkembang sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang tersebut mengatur tentang laporan tahunan perusahaan harus memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (BAB IV, Bagian Kedua Pasal 66 ayat 2c). Selain itu terdapat juga keputusan yang dibuat oleh Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan, yaitu keputusan nomor KEP-431/BL/2012 yang menyinggung tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik, dimana isi dari laporan tahunan diwajibkan memuat informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Yuliana dan Sukoharsono (2008) mengatakan bahwa investor merespon dengan baik informasi-informasi sosial yang disajikan perusahaan dalam laporan tahunan, semakin luas pengungkapan sosial yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap volume perdagangan saham perusahaan.

Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa pelaksanaan corporate social responsibility dikatakan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Mukhtaruddin et al (2014) menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Rosiana et al (2013) dalam penelitiannya bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian lain yang dilakukan Sitorus et al (2013) menemukan bahwa CSR memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dibandingkan dengan good corporate

Ekspansi 49

governance. Hasil peneliti lain yang menemukan CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan adalah Servaes dan Tamayo (2013), hal tersebut dikarenakan adanya kesadaran pelanggan yang tinggi. Tetapi hasil berbeda didapat dari penelitian yang dilakukan Muhammady (2010), penelitian tersebut mengatakan bahwa CSR tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Peneliti Lou dan Bhattacharya (2006) mengatakan bahwa corporate social responsibility meningkatkan kepuasan pelanggan yang menjadi mediasi penting antara CSR dan nilai pasar perusahaan. Penelitian lain yang mengukur nilai perusahaan dari berbagai aspek seperti melalui kinerja keuangan perusahaan juga banyak dilakukan. Kanwal et al (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa corporate social responsibility dan kinerja keuangan memiliki hubungan yang positif. Hasil penelitian lain yaitu Bidhari et al (2013) menunjukkan bahwa keterbukaan informasi tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruhi pada nilai perusahaan dan semua pengukuran kinerja keuangan. Penelitian oleh Mwangi et al (2013) menemukan bahwa CSR berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur melalui ROA.

Penelitian ini menggunakan dasar penelitian yang dilakukan oleh Bidhari et al (2013) dimana penelitian tersebut meneliti tentang pengungkapan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan yang berdasar pada penilaian Tobin’s Q dan kinerja keuangan yang diukur menggunakan return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan return on sales (ROS). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (a) periode penelitian, yaitu dari tahun 2009-2013; (b) obyek penelitian, yaitu perusahaan dari sektor pertambangan dan industri dasar dan kimia; dan (c) variabel independen: tetap menggunakan corporate social responsibility tetapi dalam penelitian ini lebih berfokus pada masing-masing aspek indikator yang terdapat dalam pengungkapan CSR, variabel dependen: nilai perusahaan. Alasan mengambil perusahaan pertambangan dan industri dasar dan kimia dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut yang berdampak paling banyak terhadap lingkungan dibandingkan perusahaan dari sektor industri lainnya.

Penerapan CSR merupakan bentuk pertanggung jawaban perusahaan kepada pihak eksternal dalam memperbaiki kerusakan-kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktifitas perusahan. Selain sebagai bentuk tanggung jawab, pelaksanaan CSR juga diharapkan dapat meningkatkan citra perusahan dan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan yang nantinya akan membuat nilai perusahaan menjadi baik di mata para investor. Oleh sebab itu, saat ini banyak perusahaan yang mulai menerapkan program CSR dan mempublikasikannya secara terbuka kepada masyarakat. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Gunawan dan Utami 2008; Rustiarini 2010; Rosiana et al. 2013; Bidhari et al. 2013; Sitorus et al. 2013; Servaes and Tamayo 2013) yang menemukan bahwa corporate social responsibility (CSR) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hubungan antar variabel tersebut, maka diajukan beberapa hipotesis yang akan diuji:

H1 : Pengungkapan CSR indikator ekonomi berpengaruh terhadap nilai perusahaan H2 : Pengungkapan CSR indikator lingkungan berpengaruh terhadap nilai perusahaan H3 : Pengungkapan CSR indikator tenaga kerja berpengaruh terhadap nilai perusahaan

50 Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah

H4 : Pengungkapan CSR indikator hak asasi manusia berpengaruh terhadap nilai perusahaan

H5 : Pengungkapan CSR indikator sosial masyarakat berpengaruh terhadap nilai perusahaan

H6 : Pengungkapan CSR indikator tanggung jawab produk berpengaruh terhadap nilai perusahaan

H7 : Pengungkapan CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan

2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakah penelitian kuantitatif karena pengujian banyak dilakukan dengan pengukuran variabel penelitian dan mengujinya sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis yang diajukan sesuai dengan hasil olah datanya. 2.2 Variabel Penelitian 2.2.1 Variabel Independen

Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2010). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengungkapan corporate social responsibility (CSR). Pengukuran pengungkapan CSR diukur dengan menggunakan indikator Global Reporting Initiatives (GRI) yang berjumlah 79 indikator pengungkapan. Indikator tersebut meliputi 6 aspek indikator yaitu ekonomi, lingkungan, praktik tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung jawab produk. Enam (6) aspek indikator itu pula yang dilihat masing-masing pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Rumus perhitungan CSRI adalah sebagai berikut:

𝐶𝑆𝑅𝐼 = 𝑉

𝑀

Keterangan:

CSRI = Index pengungkapan perusahaan V = Jumlah item yang sesungguhnya diungkapkan oleh perusahaan (dummy) M = Jumlah item yang diharapkan diungkapkan oleh perusahaan (79 indikator) 2.2.2 Variabel Dependen

Variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan adalah Tobin’s Q. Nilai Tobin’s Q menggambarkan suatu kondisi peluang investasi yang dimiliki oleh perusahaan. Rumus Tobin’s Q:

𝑄 = (𝐸𝑀𝑉 + 𝐷)

𝑇𝐴

Ekspansi 51

Keterangan:

Q = Nilai perusahaan EMV = Nilai pasar ekuitas (closing price x jumlah saham yang beredar) D = Nilai buku dari total hutang TA = Total Asset 2.2.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah leverage yaitu dengan membandingkan antara total hutang dengan total ekuitas, dan ukuran perusahaan (size) yaitu jumlah total aset yang kemudian di log natural (Yaparto et al, 2013). 2.3 Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah pengungkapan corporate social responsibility oleh perusahaan sektor pertambangan dan industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2013. 2.4 Teknik Penarikan Sampel Penentuan penarikan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling agar dapat memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel (Sugiyono, 2010). Kriteria yang digunakan, antara lain perusahaan dari sektor pertambangan dan industri dasar dan kimia yang terdaftar di BEI berturut-turut selama tahun 2009-2013, mempublikasikan laporan keuangan, dan laporan tahunan perusahaan secara lengkap berturut-turut dari tahun 2009-2013. 2.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data arsip di basis data, melalui website Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id dan website masing-masing perusahaan. Teknik basis data digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang berupa laporan keuangan dan tahunan perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel. Data panel merupakan data kombinasi dari antar ruang (cross section) dan runtutan waktu (time series). Oleh karena itu, dalam pengambilan periode penelitian selama tahun dari 2009-2013 semua perusahaan yang dijadikan obyek dan instrumen penelitian harus selalu ada dalam periode waktu tersebut. Apabila salah satu perusahaan tidak ada dalam 1 periode, maka perusahaan tersebut tidak bisa dijadikan sampel penelitian. 2.6 Teknik Pengolahan Data

52 Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan dari program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 20 (Ghozali, 2012). 2.7 Teknik Analisis Data Metode penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Penggunaan metode analisis regresi berganda karena akan menguji pengaruh masing-masing aspek indikator pengungkapan corporate social responsibility dengan variabel kontrol leverage (LEV) dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap nilai perusahaan yang diukur menggunakan analisis Tobin’s Q. Data penelitian yang akan digunakan sebelumnya harus diolah terlebih dahulu menggunakan analisis deskriptif dan uji asumsi klasik agar nilai parameter model yang digunakan dinyatakan valid. Pengujian asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Pengujian hipotesis kemudian dilakukan menggunakan Uji Signifikansi F, Uji Signifikansi t, dan Koefisien Determinasi. Persamaan regresi linear berganda yang digunakan, sebagai berikut: Model persamaan regresi 1 untuk pengujian hipotesis H1 sampai H6:

𝑁𝑃 = 𝛼 + 𝛽1𝐸𝐾𝑖𝑡 + 𝛽2𝐿𝐾𝑖𝑡 + 𝛽3𝑇𝐾𝑖𝑡 + 𝛽4𝐻𝐴𝑀𝑖𝑡 + 𝛽5𝑀𝑆𝑌𝑖𝑡 + 𝛽6𝑇𝐽𝑃𝑖𝑡 + 𝛽7𝐿𝐸𝑉𝑖𝑡

+ 𝛽8𝑆𝐼𝑍𝐸𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡

Model persamaan regresi 2 untuk pengujian hipotesis H7:

𝑁𝑃 = 𝛼 + 𝛽1𝐶𝑆𝑅𝐷𝑖𝑡 + 𝛽2𝐿𝐸𝑉𝑖𝑡 + 𝛽3𝑆𝐼𝑍𝐸𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡

Keterangan:

NP = Nilai perusahaan CSRD = Pengungkapan CSR / CSR Disclosure EK = CSRD indikator ekonomi LK = CSRD indikator lingkungan TK = CSRD indikator tenaga kerja HAM = CSRD indikator hak asasi manusia MSY = CSRD indikator masyarakat TJP = CSRD indikator tanggung jawab produk LEV = Financial leverage ratio SIZE = Ukuran perusahaan α = Konstanta β = Koefisien regresi ε = Error term i = Perusahaan t = Periode penelitian 3. HASIL ANALISIS

Ekspansi 53

3.1 Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi yang digunakan dinyatakan valid dan menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif. Berdasarkan data yg dikumpulkan, hasil pengujian asumsi klasik untuk semua aspek sudah terpenuhi atau lolos uji (hasil lengkap bisa dilihat di lampiran). 3.2 Uji Hipotesis Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa dari 7 hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini hanya 1 hipotesis yang diterima dalam nilai toleransi 5%. Untuk mempermudah menganalisis data, berikut tabel ringkasan hasil uji statistik dalam penelitian ini:

Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Statistik

No. Hipotesis Sig Hasil 1 Pengungkapan CSR indikator ekonomi berpengaruh

terhadap nilai perusahaan. 0.942 Ditolak

2 Pengungkapan CSR indikator lingkungan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

0.029 Diterima

3 Pengungkapan CSR indikator tenaga kerja berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

0.764 Ditolak

4 Pengungkapan CSR indikator hak asasi manusia berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

0.718 Ditolak

5 Pengungkapan CSR indikator sosial masyarakat berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

0.628 Ditolak

6 Pengungkapan CSR indikator tanggung jawab produk berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

0.577 Ditolak

7 Pengungkapan CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

0.648 Ditolak

Sumber: Diolah sendiri 3.3 Analisis Hasil Pengujian Berdasarkan hasil ringkasan uji statistik di atas dapat diketahui bahwa H7 ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh antara pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan sampel terhadap nilai perusahaan. Selain itu pengujian hipotesis lain yang mengindikatori 6 indikator pengungkapan CSR menjadi 6 hipotesis lainnya yaitu H1 – H6. Dimana dapat dilihat pula pada tabel ringkasan di atas bahwa hanya variabel indikator lingkungan saja yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan (H2 diterima), selebih itu 5 indikator lainnya mulai dari indikator ekonomi, tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial masyarakat, dan tanggung jawab produk tidak berpengaruh tehadap nilai perusahaan (H1, H3, H4, H5, dan H6 ditolak).

Hasil pengujian ini tidak sesuai dengan penelitian Gunawan dan Utami (2008), Rustiarini (2010), Rosiana, Juliarsa, dan Sari (2013) yang menemukan bahwa CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan

54 Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah

penelitian Wardoyo dan Veronica (2013) yang menemukan bahwa CSR tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan hasil di atas bahwa pengungkapan corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa fenomena yaitu kecenderungan investor untuk membeli saham, rendahnya pengungkapan CSR, dan variabel CSR yang tidak dapat diukur secara langsung (Agustine, 2014). Hal lain yang mungkin menyebabkan CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan adalah dengan adanya UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang mewajibkan setiap perusahaan yang berhubungan dengan alam untuk melaksanakan CSR. Oleh sebab itu yang membuat para investor tidak perlu melihat bagaimana pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan

4. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan pertambangan dan industri dasar dan kimia yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013 dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Dari enam indikator pengungkapan CSR yaitu ekonomi, lingkungan, tenaga kerja,

hak asasi manusia, sosial masyarakat, dan tanggung jawab produk hanya satu variabel yaitu variabel indikator lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan nilai sig 0,029 < 0,05. Lima indikator lainnya ditolak yang mengartikan bahwa tidak ada pengaruh terhadap nilai perusahaan.

b. Pengungkapan CSR secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, yang berarti semakin luas pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan tidak berpengaruh terhadap naik atau turunnya nilai perusahaan.

Selain kesimpulan yang berdasar atas rumusan masalah di atas, penelitian ini juga dapat menyajikan gambaran bahwa perusahaan pertambangan dan industri dasar dan kimia yang dijadikan sampel penelitian paling banyak melakukan pengungkapan CSR pada indikator sosial dan masyarakat. Adapun pelaksanaan CSR yang dilakukan perusahaan berupa pemberian beasiswa pendidikan, pelayanan kesehatan, dan bantuan-bantuan sosial lainnya. 4.2 Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah obyek penelitian hanya pada sektor pertambangan dan industri dasar dan kimia, banyak perusahaan yang sudah tidak menerbitkan laporan tahunan pada tahun 2009, dan masih sedikitnya pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan. Implikasi penelitian ini adalah bahwa pengambilan keputusan investasi yang dilakukan oleh investor tidak memperhatikan pelaksanaan program CSR, hal itu disebabkan karena persepsi investor yang beranggapan bahwa CSR sudah menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan. Saran bagi pihak perusahaan adalah sebagaiknya lebih banyak lagi dalam mengungkapankan item CSR bukan karena untuk mematuhi peraturan melainkan karna tujuan sosial

Ekspansi 55

perusahaan dan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan sektor untuk perusahaan sampel.

DAFTAR REFERENSI

Agustine, I. 2014. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Finesta , 42-47.

Bidhari, S.C., U. Salim, and S. Aisjah. 2013. Effect of Corporate Social Responsibility Information Disclosure on Financial Performance and Firm Value in Banking Industry Listed at Indonesian Stock Exchange. European Journal of Business and Management.

Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 (6 ed.). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gunawan, B. dan S. S. Utami. 2008. Peranan Corporate Social Responsibility dalam Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 174-185.

Kanwal, M., Khanam, F., Nasreen, S., & Hameed, S. 2013. Impact of Corporate Social Responsibility on the Firm's Financial Performance. IOSR Journal of Business and Management , 67-74.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Lou, X., & Bhattacharya, C. B. 2006. Corporate Social responsibility, CustomerSatisfaction, and Market Value. Journal of Marketing , 1-18.

Maulana, M. R. 2009. Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Rekayasa Industri dalam Rangka Pengembangan Masyarakat. Makalah Kolokium.

Mukhtaruddin, Relasari, & Felmania, M. 2014. Good Corporate Governance Mechanism, Corporate Social Responsibility Disclosure on Firm Value: Empirical Study on Listed Company in Indonesia Stock Exchange. International Journal of Finance & Accounting Studies.

Mwangi, C. I., Oyenje, & Jerotich, J. 2013. The Relationship between Corporate Social Responsibility Practices and Financial Performance of Firms in the Manufacturing, Construction and Aliied Sector of the Nairobi Securities Exchange. International Journal of Business, Humanities and Technology.

Rosiana, G. A., G. Juliarsa, dan M. M. Sari. 2013. Pengaruh Pengungkapan CSR Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 723-738.

Rustiarini, N. W. 2010. Pengaruh Corporate Governance pada Hubungan Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan. Paper dipresentasikan pada acara Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto.

Servaes, H. and A. Tamayo. 2013. The Impact of Corporate Social Responsibility in Firm Value: The Role of Customer Awarness. Management Science, 1045-1061.

56 Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah

Sitorus, T., T. V. Sitorus, and E. S. Adhiwardana. 2012. Corporate Social Responsibility as Mediating Variabel on Good Corporate Governance Influence toward Corporate Value: Empirical Study at Indonesian Govermant Bank Listed in Indonesian Stock Exchange, 2012. Paper presented at the 23rd International Business Research Conference. Melbourne.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Wardoyo, & Veronica, T. M. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility & Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Dinamika Manajemen , 132-149.

Yaparto, M., D. Frisko, dan R. Eriandani, Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan pada Sektor Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Periode 2010-2011. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.

Yuliana, R. B. Purnomosidni, dan E. G. Sukoharsono. 2008. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap Reaksi Investor. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 245-276.

Ekspansi 57

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Tabel Sampel Penelitian

Keterangan Jumlah

Perusahaan Perusahaan Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar di BEI periode 2009-2013

93

Tidak tersedia laporan tahunan yang lengkap periode 2009-2013 70 Tidak tersedia laporan keuangan yang lengkap periode 2009-2013 4 Total sampel penelitian 19

Sumber: Data Olahan

Tabel Daftar Perusahaan Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia

SEKTOR PERTAMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DASAR DAN KIMIA

No Kode

Saham Nama

Perusahaan No

Kode Saham

Nama Perusahaan

1 ADRO Adaro Energy Tbk 1 INTP Indocement Tunggal Prakarsa

Tbk 2 BYAN Bayan Resources Tbk 2 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk

3 DEWA Darma Henwa Tbk 3 CPIN Charoen Pokphand Indonesia

Tbk 4 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk 4 JPFA Japfa Comfeed Indonesia Tbk

5 PTRO Petrosea Tbk 5 MAIN Malindo Feedmill Tbk

6 MEDC Medco Energi International

Tbk 6 SIPD Siearad Produce Tbk

7 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 7 BRPT Barito Pasific Tbk

8 INCO Vale Indonesia Tbk 8 AKRA AKR Corporindo Tbk

9 TINS Timah (Persero) Tbk 9 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk

10 CTBN Citra Tubindo Tbk

Sumber: Data Olahan

Tabel Uji Normalitas Model Regresi 1

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual N 93 Kolmogorov-Smirnov Z 1,153 Asymp. Sig. (2-tailed) ,140

Sumber: Data Olahan

58 Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah

Tabel Uji Normalitas Model Regresi 2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual N 93 Kolmogorov-Smirnov Z 1,342 Asymp. Sig. (2-tailed) ,055

Sumber: Data Olahan

Tabel Uji Multikolinearitas Model Regresi 1

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 (Constant)

Ekonomi ,778 1,285

Lingkungan ,675 1,481

Tenaga Kerja ,728 1,373 Hak Asasi Manusia

,782 1,278

Sosial ,860 1,163

Produk ,915 1,093

Leverage ,781 1,281

Size ,796 1,256 Sumber: Data Olahan

Tabel Uji Multikolinearitas Model Regresi 2

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF 2 (Constant)

CSRD ,893 1,120 Leverage ,974 1,027 Size ,901 1,110

Sumber: Data Olahan

Ekspansi 59

Tabel Uji Autokorelasi Model Regresi 1

Model Durbin-Watson

1 1,971

Sumber: Data Olahan

Tabel Uji Autokorelasi Model Regresi 2

Model Durbin-Watson

2 1,970

Sumber: Data Olahan

Tabel Uji Heterokedastisitas Model Regresi 1

Coefficientsa

Model Sig. 1 (Constant) ,073

Ekonomi ,725

Lingkungan ,133

Tenaga Kerja ,260

Hak Asasi Manusia ,975

Sosial ,762

Produk ,040

Leverage ,207

Size ,195

Sumber: Data Olahan

Tabel Uji Heterokedastisitas Model Regresi 2

Coefficientsa

Model Sig. 2 (Constant) ,079

CSRD ,905

Leverage ,331

Size ,182

Sumber: Data Olahan

60 Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah

Tabel Hasil Analisis Regresi Berganda Model 1

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std.

Error Beta 1 (Constant) 5,712 4,955 1,153 ,252

Ekonomi -,143 1,942 -,008 -,073 ,942 Lingkungan 14,745 6,656 ,268 2,215 ,029 Tenaga Kerja -,603 1,999 -,035 -,302 ,764 Hak Asasi Manusia -1,311 3,614 -,041 -,363 ,718 Sosial -,891 1,831 -,052 -,487 ,628 Produk -2,757 4,927 -,058 -,560 ,577 Leverage -3,247 ,960 -,381 -3,382 ,001 Size -,061 ,163 -,042 -,374 ,709

Sumber: Data Olahan

Tabel Hasil Analisis Regresi Berganda Model 2

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std.

Error Beta 2 (Constant) 1,597 4,583 ,348 ,728

CSRD 2,515 5,492 ,049 ,458 ,648 Leverage -2,613 ,866 -,306 -3,017 ,003 Size ,054 ,155 ,037 ,348 ,729

Sumber: Data Olahan

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 61 – 75

ANALISIS PENGARUH CSR DISCLOSURE TERHADAP FINANCIAL PERFORMANCE DENGAN FINANCIAL LEVERAGE DAN

COMPANY SIZE SEBAGAI VARIABEL MODERATING

Hamdani Arifulsyah Politeknik Caltex Riau

[email protected]

Suci Nurulita Politeknik Caltex Riau

[email protected]

Abstract : The aims of this study was to determine: (1) The effect of CSR Disclosure to the financial performance (2) The effect of CSR Disclosure to financial performance with financial leverage as moderating variable (3) The Effect of CSR Disclosure to financial performance with company size as moderating variable. The sample was the plantation sector companies in year from 2012 to 2014 using the method purposive sampling. The method of analysis in this research is simple regression analysis and multiple regression analysis. The results showed that (1) the disclosure has significant effect on financial performance. (2) financial leverage as moderating variables can affect relationships CSR disclosure with financial performanve. And (3) company size as moderating variables can affect the relationship CSR disclosure with financial performance.

Keywords: ROA, CSR Disclosure, DER, and Total assets Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Pengaruh CSR Disclosure terhadap financial performance (2) Pengaruh CSR Disclosure terhadap financial performance dengan financial leverage sebagai variabel moderating (3) Pengaruh CSR Disclosure terhadap financial performance dengan company size sebagai variabel moderating. Sampel penelitian ini adalah perusahaan pada sektor sektor perkebunan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode analisis pada penelitian ini adalah analisis regresi sederhana dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap financial performance. (2) Financial leverage sebagai variabel moderating dapat mempengaruhi hubungan pengungkapan CSR dan financial performanve. Dan (3) company size sebagai variabel moderating dapat mempengaruhi hubungan pengungkapan CSR dan financial performance.

Kata kunci: ROA, CSR Disclosure, DER,dan total aset

62 Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita

1. PENDAHULUAN Untuk melihat keberhasilan suatu perusahaan dan untuk memberikan keputusan ekonomi, para investor dan kreditur akan melihat bagaimana kinerja keuangan perusahaan tersebut. Tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah untuk mengetahui tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas, tingkat rentabilitas dan tingkat stabilitas (Munawir, 2002). Pengukuran kinerja keuangan memberikan penilaian atas pengelolaan aset perusahaan oleh manajemen dan manajemen perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi dan tindakan perbaikan atas kinerja keuangan perusahaan yang tidak sehat.

Salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk bisa meningkatkan kinerja keuangan perusahaannya dari segi rentabilitas (profitabilitas) adalah dengan melakukan pertanggungjawaban sosial (Corporate Social Responsibility, atau selanjutnya disingkat CSR), yang pengungkapannya (disclosure) ada dalam laporan tahunan. Jika perusahaan itu peduli terhadap sosial lingkungannya, maka perusahaan itu bisa meningkatkan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan, dan menurunkan biaya operasi perusahaan, dan tentunya semuanya itu bisa meningkatkan keuntungan (profit) perusahaan (Kotler & Lee, 2005).

CSR disclosure merupakan komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas ( World Business Council on Sustainable Development). Pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas di Indonesia, salah satunya terdapat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, artinya kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu kegiatan yang wajib dilaporkan oleh perusahaan pada laporan tahunan perusahaan yang dipublikasikan kepada stakeholder dan shareholder seperti yang diatur dalam (Undang-undang RI No. 40 tahun 2007). Tapi walaupun sudah diatur dalam undang-undang dan sudah merupakan suatu kewajiban, masih banyak Perseroan Terbatas, termasuk Perseroan Terbatas yang sudah listed di Bursa Efek Indonesia yang belum menjalankan sepenuhnya pertanggungjawaban sosial tersebut seperti yang tertuang dalam laporan tahunannya (Nurlela & Islahuddin, 2008). Padahal CSR disclosure penting bagi perusahaan karena merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai sarana meraih keuntungan (profit centre).

Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain masyarakat mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi keuntungan-keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk mendistribusi keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena seiring waktu masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab sosial.

Ekspansi 63

Penelitian untuk melihat apakah CSR disclosure mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan telah ada dilakukan, yaitu Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan (Dipraja, 2014), dimana hasilnya adalah CSR tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Proksi ROA). Kemudian (Titisari, 2010) meneliti Corporate Social Responsibility (CSR) dan Kinerja Perusahaan, hasil penelitiannya adalah variabel CSR lingkungan dan masyarakat mempunyai pengaruh yang positif terhadap CAR, dan karyawan mempunyai pengaruh negatif terhadap CAR. Dan variabel lingkungan dan masyarakat tidak mempunyai pengaruh terhadap stock return, dan karyawan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stock return. Penelitian yang dilakukan oleh (Fauzi, 2003) untuk perusahaan yang ada di Amerika, dengan memasukkan financial leverage dengan company size sebagai variabel moderating, menunjukkan bahwa CSR tidak mempunyai pengaruh terhadap corporate financial performance, dan hanya financial leverage yang dapat memoderasi pengaruh antara CSR dengan financial leverage.

Pada penelitian ini pendekatan untuk menghitung CSR disclosure pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Sayekti & Wondabio, 2007). Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Financial performance diukur dengan menggunakan rasio keuangan profitabilitas perusahaan yaitu Return on Assets (ROA) yang digunakan untuk mengukur perputaran aset perusahaan. ROA merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan keseluruhan aset perusahaan yang dimiliki. Dalam penelitian ini juga menggunakan variabel moderating yaitu financial leverage dan company size, Financial leverage merupakan hubungan antara pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak (EBIT) dengan pendapatan yang tersedia bagi para pemegang saham biasa atau sampai dengan pendapatan per lembar saham. Financial leverage biasanya diukur dengan menggunakan rasio DER (Debt to Equity Ratio) (Syamsuddin, 2007). Sementara company size merupakan skala yang menentukan besar atau kecilnya perusahaan. Tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aset (Pradipta & Purwaningsih, 2011), dan untuk penelitian ini, company size didasarkan pada total aset perusahaan. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan perkebunan yang listed di di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dipilihnya perusahaan perkebunan karena perusahaan ini dalam mengambil bahan baku untuk diproses menjadi barang jadi langsung berhubungan dengan alam dan masyarakat sekitarnya. Jadi dalam penelitian ini akan melihat, apakah kontribusi yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan tersebut terhadap sosial lingkungannya berpengaruh signifikan atau tidak atau tidak terhadap kinerja keuangannya, dengan financial leverage dan company size sebagai variabel moderating untuk perusahaan perkebunan yang listed di BEI dari tahun 2012 – 2014. Dan penelitian ini juga didasari karena beberapa hasil penelitian terdahulu yang bervariasi dalam menguji pengaruh CSR disclosure terhadap financial performance

64 Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita

perusahaan, dan penelitian tersebut belum ada yang mengkhususkan sampel di perusahaan perkebunan. 2. METODOLOGI 2.1 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif eksplanasi. Penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh CSR Disclosure Terhadap Financial Performance dengan Financial Leverage dan Company Size sebagai Variabel Moderating. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan listed di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2012-2014, dimana jumlahnya adalah 478 perusahaan. Sementara untuk teknik pengambilan sampel, dengan menggunakan Purposive sampling, berarti teknik pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu (Sunyoto, 2010), dimana kriterianya adalah perusahaan perkebunan yang listed di BEI dari tahun 2012-2014, dimana jumlah sampelnya adalah 16 (enambelas) perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia yaitu berupa laporan keuangan perusahaan yang bersumber dari website www.idx.co.id, buku ICMD, dan aplikasi market info dari PT. IQ Plus Prima. 2.2 Variabel Penelitian, dan Defenisi Operasional variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen (terikat)nya adalah financial performance, sementara variabel independen (bebas)nya adalah CSR disclosure. Dalam penelitian ini juga ada variabel moderating, yaitu, financial leverage dan company size. Defenisi operasional dan pengukuran untuk variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : 2.2.1 Financial Performance Dalam (Munawir, 2002) disebutkan bahwa salah satu tujuan pengukuran kinerja perusahaan adalah untuk mengetahui tingkat rentabilitas (profitabilitas) perusahaan. Dan salah satu alat ukur untuk mengetahui tingkat profitabilitas adalah dengan menghitung rasio Return On Aset (ROA), dimana rumusnya adalah :

𝑅𝑂𝐴 = 𝑁𝑒𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑥

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡

Semakin besar ROA, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah semakin kecil. 2.2.2 CSR disclosure Variabel independen dalam penelitian ini adalah CSR disclosure dalam annual report perusahaan atau CSR disclosure Indeks (CSRI). Mengacu pada penelitian (Sayekti & Wondabio, 2007), maka pengukuran variabel CSRI menggunakan index seperti yang dikemukakan oleh (Hackston & Milne, 1996).

Ekspansi 65

Pendekatan untuk menghitung CSRI pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Sayekti & Wondabio, 2007). Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.

Rumus perhitungan CSRI adalah sebagai berikut: (Haniffa et al, 2005).

𝐶𝑆𝑅𝐼𝑗 =

∑ 𝑋𝑖𝑗

𝑛𝑗

Keterangan : CSRij = CSR indeks perusahaan j Nj = Jumlah item untuk perusahaan j, nj ≤ 78

Xij = dummy variable; 1= jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan 2.2.3 Variabel Moderating : Financial Leverage Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aset atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik perusahaan. Dengan memperbesar tingkat leverage, maka hal ini berarti tingkat ketidakpastian dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat leverage bisa saja berbeda-beda antar perusahaan yang satu dengan yang lain atau dari satu periode ke periode lainnya dalam satu perusahaan, tapi semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi resiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat return atau penghasilan yang diharapkan. Karena dalam penelitian ini berhubungan dengan keputusan investor dalam berinvestasi saham, maka leverage yang digunakan adalah financial leverage, dimana biasanya diukur dengan menggunakan rasio DER (Debt to Equity Ratio) (Syamsuddin, 2007).

𝐷𝐸𝑅 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑏𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐷𝐸𝑅 =

Hutang Lancar + Hutang Jangka Panjang

Jumlah Modal Sendiri

Semakin tinggi DER semakin banyak proporsi aset perusahaan dibiayai oleh dana eksternal. 2.2.4 Variabel Moderating : Company Size Ukuran perusahaan merupakan skala yang menentukan besar atau kecilnya perusahaan. Tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aktiva. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Ukuran perusahaan ini didasarkan pada total aset perusahaan. Pengelompokkan perusahaan

66 Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita

atas dasar skala operasi (besar atau kecil) dapat dipakai oleh investor sebagai salah satu variabel dalam menentukan keputusan investasi. Semakin besar ukuran perusahaan maka sumber informasi perusahaan tersedia semakin luas dan mudah diakses oleh publik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pradipta & Purwaningsih, 2011), bahwa menentukan ukuran perusahaan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan logaritma natural dari total aset perusahaan. 2.3 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda dengan menggunakan bantuan SPSS versi 22. Model regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:

𝑅𝑂𝐴 = 𝛼 + 𝛽1𝐶𝑆𝑅𝐼 + 𝛽2𝐹𝐿 + 𝛽3𝐶𝑆 + 𝛽4 (𝐶𝑆𝑅𝐼 𝑥 𝐹𝐿) + 𝛽5 ( 𝐶𝑆𝑅𝐼 𝑥 𝐶𝑆) + 𝑒

Dimana : ROA = Return On Asset CSRI = Corporate Social Responsibility Index (mengukur jenis CSR yang

diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunannya. FL = Financial leverage yang diukur dengan DER (Debt to Equity Ratio) CS = Company size yang diukur dengan Total Asset CSRI x FL = Interaksi variabel CSRI dengan FL CSRI x CS = Interaksi variabel CSRI dengan CS Hipotesis yang akan diuji adalah : H1 : CSR disclosure berpengaruh positif terhadap financial performance H2 : CSR disclosure akan meningkatkan nilai financial performance pada saat financial

leverage tinggi. H3 : CSR disclosure akan meningkatkan nilai financial performance pada saat company

size tinggi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Statistik Deskripstif Deskripsi keseluruhan variabel penelitian yang mencakup nilai rata-rata, maksimum, minimum dan standar deviasi adalah seperti terlihat dalam tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics N Minimu

m Maximu

m Mean Std.

Deviation DER 36 .05 7.90 1.4911 2.03298 CSRD 36 .25 .95 .6450 .22356 Ln_tot.aset 36 11.60 17.25 14.944

2 1.57222

Ekspansi 67

ROA 36 -15.36 20.29 2.9675 7.15558 Valid N (listwise)

36

Sumber : Data olahan SPSS

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif di atas, terlihat bahwa untuk variabel Debt to equity ratio (DER), menunjukkan nilai rata-rata adalah 1.4911, hal ini menunjukkan bahwa 1 modal (equity) perusahaan, akan ditutupi oleh 1.4911 hutang perusahaan. Semakin tinggi DER, maka semakin besar hutang perusahaan yang digunakan untuk menambah modal perusahaan. Berarti perusahaan tersebut dituntut harus bisa meningkatkan kinerjanya dengan salah satunya adalah bisa meningkatkan laba perusahaan, dan dari laba tersebut, juga diperhatikan aspek likuiditas dan aktivitasnya, agar perusahaan tersebut masih tetap bisa menerapkan prinsip going concern. Dan kalau kita lihat titik minimumnya, berada di angka 0.05, yang artinya ada perusahaan yang untuk menutupi modalnya dengan mempunyai hutang yang sedikit (hutang tidak mencapai angka 1), dan titik maksimumnya adalah berada di angka 7.90, yang berarti ada salah satu perusahaan yang mepunyai hutang cukup besar untuk menambah modalnya, dengan catatan hutang yang besar tersebut harus bisa meningkatkan kinerja perusahaan dan aspek likuiditas dan aktivitasnya harus baik.

Untuk variabel CSRD, yang merupakan pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungannya, terlihat bahwa rata-ratanya adalah 64.50%. Hal ini bisa dikatakan cukup bagus, karena sudah diatas setengah (50%), berarti rata-rata perusahaan perkebunan yang diteliti sudah sangat paham betapa pentingnya kepedulian atau pertanggungjawaban terhadap lingkungan, karena itu memang untuk kepentingan perusahaan juga. Tapi untuk nilai minimumnya, masih ada yang nilai CSRD nya 25%, berarti ada perusahaan yang minim terhadap pertanggungjawaban sosialnya, dan ini perlu mendapat perhatian khusus, agar keberlangsungan suatu perusahaan dapat dipertahankan.

Untuk total aset, karena nilainya yang sangat besar dibandingkan dengan varabel-variabel yang lain, maka harus dilogaritma natural-kan. Sehingga rata-rata nya dapat sebesar 14.94, sedangkan minimumnya 11.60, sedangkan maksimumnya adalah 17.25. Dan terakhir untuk variabel ROA, yang merupakan variabel dependen dalam penelitian ini, menunjukkan nilai rata-rata sebesar 2.96, minimumnya berada di angka -15.36, sedangkan maksimumnya berada di angka 20.29. Semakin tinggi ROA, maka semakin bagus, karena laba yang diperoleh oleh perusahaan semakin besar, sehingga laba yang besar tersebut, selain digunakan untuk mendanai kegiatan operasional berikutnya, juga bisa digunakan untuk membeli (memperbanyak) aset. 3.2 Uji Normalitas Normalitas merupakan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan. Berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi mendekati normal atau normal sama sekali (Sunyoto,

68 Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita

2010). Dalam penelitian ini, uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Uji normalitas

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic

df Sig. Statistic

Df Sig.

ROA

.083 36 .200* .989 36 .971

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Sumber : data olahan SPSS

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa nilai signifikansinya adalah 0.200, berarti di atas 0.05, sehingga bisa dikatakan data yang diteliti ini adalah berdistribusi normal. 3.3 Uji Asumsi Klasik 3.3.1 Uji Multikolinearitas Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang sempurna antara variabel independen dalam suatu model regresi berganda. Model yang baik adalah jika tidak terdapat korelasi antar variabel independen. Untuk mengidentifikasi masalah multikolinieritas digunakan nilai Tolerance (TOL) dan Variance-Inflating Factor (VIF). Jika nilai dari VIF < 10 dan TOL > dari 0.1 maka model regresi tersebut bebas masalah multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

a. Dependent Variable: ROA Sumber : Data olahan SPSS

Model Correlations Collinearity Statistics Zero-order Partial Part Toleranc

e VIF

1 (Constant) DER -.181 .417 .389 .080 12.472 CSRD .185 .419 .392 .005 203.738 Ln_tot.aset .247 .439 .415 .056 17.888 CSRD_DER -.189 -.446 -.424 .097 10.330 CSRD_Ln_tot.aset

.191 -.408 -.379 .004 272.522

Ekspansi 69

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai TOL nya untuk setiap variabel

mempunyai nilai diatas 0.1, sementara untuk VIF nya bernilai di atas 10 untuk setiap variabel, memang ada masalah multikolinearitas. Tapi karena semua variabel tersebut merupakan variabel penting dalam penelitian, maka tidak dapat dikeluarkan dalam model, namun demikian, hal ini harus diperhatikan dalam interpretasi hasil pengujian model regresi berikutnya. Dan kasus seperti ini, juga terdapat dalam penelitian (Sayekti & Wondabio, 2007). 3.3.2 Uji Heteroskedastisitas Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai sama atau tidak varian dari residual observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varian yang sama disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika varians nya tidak sama, disebut terjadi heteroskedastisitas. Analisis jika asumsi heteroskedastisitas hasil output SPSS melalui grafik scatterplott antara Z prediction (ZPRED) yang merupakan variabel bebas (sumbu X=Y hasil prediksi) dan nilai residualnya (SRESID) merupakan variabel terikat (sumbu Y= Y prediksi – Y riil). Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplott titik-titiknya mempunyai pola yang teratur baik menyempit, melebar maupun bergelombang-gelombang (Sunyoto, 2010). Untuk melihat apakah terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini, dapat dilihat pada gambar berikut :

Sumber : data olahan SPSS

Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar di bawah dan di atas angka 0 dan tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja sehingga dapat

70 Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita

disimpulkan bahwa tidak terdapat persoalan heterokedastisitas dalam model regresi, dan model regresi layak digunakan dalam penelitian.

3.3.3 Uji Autokorelasi Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linear antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya). Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Darbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut : a. Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW berada dibawah -2 (DW < -2) b. Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 atau -2 ≤ DW ≤

+2 c. Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW > +2

Pada tabel di bawah ini akan menyajikan hasil uji autokorelasi.

Tabel 4. Uji Autokorelasi

Model Summaryb Model R R

Square Adjusted R Square

Durbin-Watson

1 .529a .279 .159 1.869 a. Predictors: (Constant), CSRD_Ln_tot.aset, CSRD_DER, Ln_tot.aset, DER, CSRD b. Dependent Variable: ROA Sumber : Data olahan SPSS

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai Durbin Watson menunjukkan angka

1,869 (berada diantara -2 dan +2), berarti model tersebut terhindar dari masalah autokorelasi.

3.3.4 Analisis Goodness-of-Fit (Adjusted R2) Pengujian Goodness of-Fit (koefisien determinasi) bertujuan untuk mengukur seberapa besar variasi dari varibel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini juga dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi melalui pengukuran seberapa dekat garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya. Pada tabel dibawah ini akan menyajikan nilai dari adjusted R2.

Ekspansi 71

Tabel 5. Uji Goodness-of-Fit (Adjusted R2)

Model Summaryb Model R R

Square Adjusted R Square

Durbin-Watson

1 .529a .279 .159 1.869 a. Predictors: (Constant), CSRD_Ln_tot.aset, CSRD_DER, Ln_tot.aset, DER, CSRD b. Dependent Variable: ROA Sumber : data olahan SPSS

Berdasarkan Tabel di atas, terlihat nilai adjusted R2 sebesar 0.159, yang berarti

bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variasi atau perubahan rasio ROA sebesar 15.9%, sedangkan sisanya 84.1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. 3.3.5 Analisis Hasil Pengujian Hipotesis

Tabel 6. Hasil Uji t-Statistik

Coefficientsa Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T

Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -123,149 45,075 -2,732 ,010 DER 4,834 1,926 1,374 2,510 ,018 CSRD 179,035 70,802 5,594 2,529 ,017 Ln_tot.aset 7,988 2,983 1,755 2,678 ,012 CSRD_DER -8,046 2,944 -1,361 -2,733 ,010 CSRD_Ln_tot.aset -11,043 4,512 -6,261 -2,447 ,020

a. Dependent Variable: ROA Sumber : data olahan SPSS

Analisis uji t-statistik dalam regresi linear berganda dimaksudkan untuk menguji apakah parameter (Koefisien regeresi) yang diduga untuk menguji model regresi linear berganda sudah mampu menjelaskan perilaku variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikatnya atau belum. Hasil uji T statistik yaitu apabila nilai probabilitas t hitung (output SPSS yang ditunjukkan pada kolom sig.) lebih kecil dari tingkat kesalahan (alpha) 0,05 (5% dengan taraf keyakinan 95%), maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas dari t hitung tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya (Hipotesis diterima), sedangkan apabila nilai probabilitas t hitung lebih besar dari tingkat kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya (Hipotesis ditolak).

Berdasarkan tabel 6 diperoleh interpretasi model regresi sebagai berikut : a) Pengaruh CSR disclosure terhadap financial performance perusahaan.

72 Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita

Pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah CSR Disclosure mempengaruhi financial performance yang diukur dengan rasio profitabilitas Return On Asset (ROA). Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t-statistik tersebut yang menguji pengaruh CSR disclosure (CSRD) terhadap Financial Performance (ROA) Perusahaan tanpa variabel moderating menunjukkan bahwa nilai t-hitung sebesar 2,529 dengan tingkat signifikansi variabel CSRD adalah sebesar 0,017 lebih kecil dari 0,05 sehingga variabel independen (variabel bebas) CSRD berpengaruh positif signifikan terhadap variabel independen (Variabel terikat) Financial Performance yang diukur dengan ROA pada alpha 5% dengan taraf keyakinan 95%.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Uadiale & Fagbemi, 2012), dan (octavia, 2014) serta (Tsoutsoura, 2004) yang menyatakan bahwa CSR Disclosure berpengaruh positif signifikan terhadap Financial Performance (ROA). Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas CSR yang telah dilakukan perusahaan perkebunan rata-rata terbukti memiliki dampak produktif yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, hal ini juga dapat terlihat pada tabel statistik diskriptif dimana pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungannya rata-rata sebesar 64.5%. Hal ini bisa dinilai cukup bagus, karena sudah diatas setengah (50%).

b) Pengaruh variabel moderating (financial leverage) antara CSR disclosure terhadap financial performance perusahaan.

Pengujian hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah variabel financial leverage yang diukur dengan DER dapat memoderasi hubungan antara CSRD dengan financial performance (ROA). Hasil uji t-statistik berdasarkan pada tabel 4.7 menunjukkan nilai t-hitung sebesar 2,510 dengan tingkat signifikansi variabel financial leverage yang menggunakan rasio Debt to Equity Ratio (DER) apabila berdiri sendiri sebesar 0,018 lebih kecil dari 0,05 yang artinya variabel financial leverage (DER) mempengaruhi variabel Financial Performance (ROA) dengan arah positif secara parsial. Jika variabel DER menjadi moderasi diinteraksikan dengan variabel CSRD maka didapat hasil t hitung sebesar -2,733 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,010 yang artinya variabel DER memoderasi hubungan antara CSRD terhadap ROA dengan arah negatif.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi, 2003 dimana financial leverage memoderasi pengaruh antara CSRD terhadap ROA. Hal ini mengindikasikan bahwa financial leverage merupakan pembiayaan modal perusahaan dengan menggunakan dana eksternal yang berasal dari investor dalam berinvestasi saham, serta sumber dana untuk kegiatan CSR ini selain dari para pemegang saham juga dari masyarakat sehingga masyarakat menaruh harapan besar pada kebijakan perusahaan. Salah satu cara untuk menunjukkan bentuk tanggung jawab perusahaan pada masyarakat ditunjukkan dengan melakukan kegiatan corporate social responsibility sehingga apabila dana yang dialokasikan untuk kegiatan CSR lebih besar maka dana yang dialokasikan untuk pembagian deviden kepada para shareholder juga akan berkurang.

Ekspansi 73

c) Pengaruh variabel moderating (company size) antara CSR disclosure terhadap financial performance perusahaan.

Pengujian hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah variabel company size yang diukur dengan besarnya total aset dapat memoderasi hubungan antara CSRD dengan financial performance (ROA). Hasil uji t-statistik berdasarkan pada tabel 4.7 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,678 dengan tingkat signifikansi variabel Company size yang menggunakan ukuran total aset apabila berdiri sendiri sebesar 0,012 lebih kecil dari 0,05 yang artinya variabel company size (total aset) mempengaruhi dengan arah positif variabel Financial Performance (ROA) secara parsial. Jika variabel total aset menjadi moderasi diinteraksikan dengan variabel CSRD maka didapat hasil t hitung sebesar -2,447 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,020 yang artinya variabel total aset memoderasi hubungan antara CSRD terhadap ROA dengan arah negatif.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi, 2003 dimana pada penelitian ini company size memoderasi pengaruh antara CSRD terhadap ROA pada perusahaan perkebunan di Indonesia yang terlisting di BEI. Hal ini mengindikasikan semakin banyak jumlah aset suatu perusahaan seharusnya semakin baik juga kondisi suatu perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi para investor untuk menanam sahamnya pada perusahaan tersebut. Biasanya perusahaan dengan skala besar akan mengalokasikan dana untuk Corporate Social Responsibility disclosure juga lebih besar daripada perusahaan dengan skala kecil. Apabila dana yang dialokasikan untuk CSR disclosure lebih besar maka akan menyebabkan kinerja keuangan meningkat atau dengan adanya CSR disclosure dana yang dialokasikan untuk rasio keuangan perusahaan berbanding terbalik dengan dana yang dialokasikan untuk kegiatan sosial .

4. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah a. CSR Disclosure berpengaruh positif terhadap financial performance. Hal ini

mengindikasikan bahwa aktivitas CSR yang telah dilakukan perusahaan perkebunan rata-rata terbukti memiliki dampak produktif yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, hal ini dapat terlihat pada tabel statistik diskriptif dimana pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungannya rata-rata sebesar 64.5%. Hal ini bisa dinilai cukup bagus, karena sudah diatas setengah (50%).

b. Debt To Equity ratio (DER) dapat memoderasi pengaruh CSR Disclosure terhadap financial performance. Hal ini mengindikasikan bahwa financial leverage merupakan pembiayaan modal perusahaan dengan menggunakan dana eksternal yang berasal dari investor dalam berinvestasi saham, serta sumber dana untuk kegiatan CSR ini selain dari para pemegang saham juga dari masyarakat sehingga masyarakat menaruh harapan besar pada kebijakan perusahaan. Salah satu cara untuk menunjukkan bentuk tanggung jawab perusahaan pada masyarakat ditunjukkan dengan

74 Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita

melakukan kegiatan corporate social responsibility sehingga apabila dana yang dialokasikan untuk kegiatan CSR lebih besar maka dana yang dialokasikan untuk pembagian deviden kepada para shareholder juga akan berkurang.

c. Total aset dapat memoderasi pengaruh CSR Disclosure terhadap financial performance, dengan arah yang negatif. Hal ini mengindikasikan semakin banyak jumlah aset suatu perusahaan seharusnya semakin baik juga kondisi suatu perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi para investor untuk menanam sahamnya pada perusahaan tersebut. Biasanya perusahaan dengan skala besar akan mengalokasikan dana untuk Corporate Social Responsibility disclosure juga lebih besar daripada perusahaan dengan skala kecil. Apabila dana yang dialokasikan untuk CSR disclosure lebih besar maka akan menyebabkan kinerja keuangan meningkat atau dengan adanya CSR disclosure dana yang dialokasikan untuk rasio keuangan perusahaan berbanding terbalik dengan dana yang dialokasikan untuk kegiatan sosial .

DAFTAR PUSTAKA

Dipraja, I. 2014. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan. Dian Nuswantara University Journal Of Accounting , 1-17.

Fauzi, H. 2003. Corporate Social and Financial Performance; Empirical Evidence form American Companies. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Fu, G., Wang, J., & Jia, M. 2012. The Relationship between Corporate Social Performance and Financial Performance: Modified Models and Their Application - Evidence form Listed Companies in China. Journal of Contemporary Management .

Hackston, D., & Milne, M. J. 1996. Some Determinants Of Social and Enviromental Disclosures in New Zealand Companies. Accounting, AUditing, and Accountability Journal. Vol 9 No. 1 1996. , pp. 77-108.

IAI. 2012. Standar AKuntansi Keuangan. Jakarta. Kotler, P., & Lee, N. 2005. Corporate social responsibility, doing the most good for your

company and your cause. Canada: John Wiley & Sons Inc. Munawir. 2002. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: YPKN. Nurlela, R., & Islahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai

Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilkan Manajemen Sebagai Variabel Moderating. SNA XI Pontianak .

Octavia, H. 2014. Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2010 dan 2011). Volume 1 No. 1 Februari 2014 .

Pradipta, D. A., & Purwaningsih, A. 2011. Pengaruh Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Terhadap Earning Response Coefficient (Erc), Dengan Ukuran Perusahaan Dan Leverage Sebagai Variabel Kontrol. Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Ekspansi 75

Sayekti, Y., & Wondabio, L. S. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap earning Response Coeficient (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia). SNA X .

Scott, W. R. 2009. Financial Accounting Theory. Scarborough, Ontario. Sunyoto, D. 2010. Uji khi kuadrat Regresi dan Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Syamsuddin, L. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Titisari, K. H. 2010. Corporate Social Responsibility (CSR) dan kinerja perusahaan.

Simposium Nasional Akuntansi. Purwokerto. Tsoutsoura, M. 2004. Corporate Social Responsibility and Financial Performance. Haas

Schhol of Business . Uadiale, O. M., & Fagbemi, T. O. 2012. Corporate Social Responsibility and Financial

Performance in Developing Economies: The Nigerian Experience. Journal of Economics and Sustainable Development , Vol 3, No. 4.

Undang-undang RI No. 40 tahun 2007. www.csr.cfcdcenter.or.id/csr-award/dasar-pemikiran-indonesian-csr-awards. (2011, Oktober 16). Retrieved Oktober 16, 2011

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), Hal. 77 – 85

TELAAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM : YAHYA BIN ADAM AL-QARASHI (±140 H/755 M – 203 H/818 M)

Juliana

Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]

Firmansyah

Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]

Bangkit Pratama Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected]

Abstract : Most people know the works of al-Kharaj made by Abu Yusuf. Yahya bin Adam, who has a full name Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al-‘Umawi al-‘Umawi al-Ahwal al-Kufi, with Abu Zakariya's real name is one of the ulama or muslim scholar who also wrote kitab al-Kharaj lived during the Abbasid Caliphate in the reign of Abu Ja’far al-Manshur to al-Ma’mun. Yahya bin Adam is of people who contribute to the complete theories of taxation in Islam other than Abu Yusuf. In this research using literature study, a method that is taken by using various references are books or journals related in which includes Yahya bin Adam perspectives relating to economy. From various references can conclude some thoughts Yahya bin Adam typical associated with Economic contained in the book of al Kharaj, namely the concept of Kharaj and Jizya, 'Usyur, the ban on buying land Kharaj, the concept of taxation, price concept, and how to revive the dead land (Ihya’al-Mawaat).

Keywords: Yahya bin Adam, kharaj, jizya, Ihya’al-Mawaat Abstrak : Sebagian besar orang lebih mengenal karya al-Kharaj dibuat oleh Abu Yusuf. Yahya bin Adam yang memiliki nama lengkap Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al-‘Umawi al-‘Umawi al-Ahwal al-Kufi, dengan nama asli Abu Zakariya merupakan salah satu ulama atau cendekiawan muslim yang juga menulis kitab al-Kharaj hidup pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah tepatnya pada pemerintahan Abu Ja’far al-Manshur hingga al-Ma’mun. Yahya bin Adam merupakan orang yang turut berkontribusi besar dalam melengkapi teori-teori perpajakan dalam Islam selain Abu Yusuf. Dalam penelitian ini menggunakan studi literatur, yaitu suatu metode yang di ambil dengan menggunakan berbagai referensi baik buku ataupun jurnal-jurnal terkait yang di dalamnya memuat cara pandang Yahya bin Adam berkaitan dengan ekonomi. Dari berbagai referensi tersebut dapat simpulkan beberapa pemikiran khas Yahya bin Adam berkaitan dengan Ekonomi yang terdapat dalam kitab al Kharaj, yaitu konsep Kharaj dan Jizyah, ‘Usyur, larangan membeli tanah Kharaj, konsep penarikan pajak, konsep harga, dan cara menghidupkan tanah mati (Ihya’al-Mawaat).

Kata kunci: Yahya bin Adam, kharaj,Usyur, jizyah, Ihya’al-Mawaat

78 Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama

1. PENDAHULUAN Pada abad pertengahan tepatnya pada abad ke-6 hingga abad ke-13 an, seringkali disebut juga zaman kegelapan (dark ages). Pada Saat itu, Eropa jauh dari kemajuan peradaban atau lebih tepatnya sangat terbelakang. Disaat bersamaan justru abad pertengahan merupakan zaman dimana umat Islam mengalami masa keemasan dengan sistem pemerintahan kekhalifahannya (www.hizbuttahrir.or.id), tentu saja tunas kejayaannya itu terletak di zaman kepemimpinan Rasulullah SAW.

Natadipurba menyatakan kepemimpinan Rasulullah SAW hanya berlangsung selama 23 tahun dengan rincian 13 tahun fase persiapan setelah di angkat menjadi Rasul di Mekah, dan 10 tahun fase menjadi pemimpin negara di Madinah (Natadipurba, 2015). Dampak dari dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah mengakibatkan reaksi berantai, dan puncaknya yaitu mampu mewujudkan perdaban manusia yang tinggi di bawah naungan khilafah selama 13 abad. Hal ini berawal sejak abad ke-7 dimana Rasulullah mulai mendirikan Daulah Islam di Madinah hingga keruntuhan ke Khilafahan Turki Utsmani pada abad ke-20.

Titik tolak peradaban Islam mulai dibangun setelah wafatnya Rasulullah SAW, setalah itu diteruskan oleh Khulafa Rasyidun (632-661 M), kemudian dilanjutkan oleh kekhalifahan Bani Umayyah (661-750 M), kekhalifahan Bani Abbasiyah (750-1258 M), Bani Mamalik (1258-1517) dan terakhir adalah Bani Utsmaniyyah (1517-1924) (Yatim, 2011). Salah satu masa keemasan Islam terjadi saat kekhalifahan Bani Abbasiyah, dimana pada saat itu Baghdad menjadi kota termakmur di dunia seperti Babilonia pada masa Persia kuno atau New York pada masa kini (Natadipurba, 2015). Pada saat itu dipimpin oleh sultannya yang paling terkenal yaitu Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M).

Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah terwujud kemakmuran yang paling tinggi. Ini terbukti dari kesejahteraan dibidang sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Pada masa inilah Khilafah Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang mampu memimpin perdaban dunia. Al-Ma’mun dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing dilakukan, sekolah-sekolah didirikan, hingga puncaknya Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan (Watt, 1990).

Penyebab perkembangan ilmu pengetahuan di zaman Abbasiyah tidak lepas dari peranan para ulama-ulama dan para cendikiawan muslim yang haus akan ilmu. Ulama-ulama tersebut seperti, Abu Yusuf yang sangat mencintai Ilmu dan berguru kepada Abu Hanifah (Amalia, 2010). Kecintaan Abu Yusuf terhadap ilmu, menjadikan ia memiliki pengetahuan yang banyak hingga tidak sedikit murid berguru kepadanya. Salah satu diantaranya adalah Yahya bin Adam. Yahya bin Adam merupakan orang yang membuat suatu karya fenomenal dengan judul Kitab al-Kharaj sama seperti Abu Yusuf (Shemesh, 1967).

Namun demikian kebanyakan orang lebih mengenal karya al-Kharaj yang dibuat oleh Abu Yusuf dan tidak mengenal karya al-Kharaj dari Yahya bin Adam dan bahkan namanya jarang disebut ketika membicarakan perpajakan. Padahal Yahya bin Adam

Ekspansi 79

merupakan orang yang turut berkontribusi besar dalam melengkapi hukum perpajakan dalam Islam selain Abu Yusuf. Berdasarkan alasan inilah penulis mencoba mengangkat pemikiran ekonomi Islam menurut Yahya bin Adam. 2. METODOLOGI Dalam penelitian ini menggunakan studi literatur, yaitu suatu metode yang di ambil dengan menggunakan berbagai referensi baik buku ataupun jurnal-jurnal terkait yang di dalamnya memuat cara pandang Yahya bin Adam berkaitan dengan ekonomi. 3. PEMBAHASAN 3.1 Biografi Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al-‘Umawi al-‘Ahwal al-Kufi (Shemesh, 1967), yang lebih dikenal dengan Yahya bin Adam memiliki nama asli yaitu Abu Zakariya. Yahya bin Adam lahir pada zaman pemerintahan Abu Ja’far al-Manshur (754-775) yang merupakan masa kekhalifahan Bani Abbasiyah (Yatim, 2011). Beliau wafat pada pertengahan September 818 M atau pertengahan rabi’ul awal 203 H di Fam al-Silh, Palestina dekat Wasit (Azim, 2014).

Menurut beberapa literatur, Yahya bin Adam merupakan seorang tokoh pemikir pertama yang mengemukakan teori keuangan awam di zaman kekhalifahan Abbasiyah bersamaan dengan gurunya Abu Yusuf (Azim, 2014). Tidak ada yang mengetahui karirnya kecuali pernyataan bahwa dia tidak pernah belajar kepada ayahnya. Beberapa syekhnya yang disebutkan dalam kitab al-Kharaj adalah Abu Bakar bin Aiyash, al-Hasan bin Salih, Sufyan al-Thawri, Sufyan bin Uyaina, Sharik bin ‘Abd Allah and dan ‘Abd Allah bin al-Mubarak, dan beberapa gurunya yang disebutkan adalah Abu Yusuf, Ibn Hambal, Ibn Abi Shaiba dan Yahya bin Ma’in. Yahya bin Adam mulai terkenal sejak beliau berguru kepada Abu Yusuf bersama-sama dengan Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani, Ahmad Hambal, Yazid bin Harun al-Wasithi, al-Hasan bin Ziyad al-Lu’lui (Huda, 2014).

Yahya bin Adam tertarik dengan karya-karya Ibnu Mubarak dan sangat menjunjung tinggi, bahkan menurut Khalid (2007; 84) beliau pernah berkata, “Apabila aku mencari berbagai permasalahan pelik yang begitu rumit, lalu aku tidak menemukannya di berbagai kitab karya Ibnul Mubarak, aku pun merasa pesimis”. Selain itu beliau merupakan perawi hadist yang terpercaya, terutama tentang pajak dan obligasi finansial lainnya (Azim,2014;9), dan juga hukum Islam mengenai tanah dalam kaitannya dengan hak kepemilikan (milkiyah), pengelolaan (tasarruf), dan distribusi tanah serta Usyur. (hizbut-tahrir.or.id). 3.2 Kondisi Sosiologis Di masa pemerintahan Bani Abbasiyah, terbentuk tingkat kemakmuran yang sangat tinggi. Kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Khilafah (negara) Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tidak Adidaya. Salah seorang pemimpin yang pernah memimpin pemerintahan Bani Abbasiyah adalah Al-Ma’mun.

80 Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama

Al-Ma’mun dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan, banyak sekolah didirikan, dan pada masa inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia (Watt, 2010).

Ketertarikan Yahya bin Adam terhadap ilmu pengetahuan sama seperti Abu Yusuf (Amalia, 2010). Menurut beberapa sumber, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh suasana Kuffah yang saat itu merupakan salah satu pusat peradaban Islam dan tempat para cendikiawan Muslim dari seluruh penjuru dunia Islam datang silih-berganti untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai bidang keilmuan (Karim, 2004). Menurut Siddiqi (1982), dipermulaan ke khilafahan Abbasiyah, banyak menginspirasi para penulis untuk mendiskusikan keuangan publik, namun sayangnya terjemahan bahasa Inggris dari kitab al-Kharaj oleh A. Ben Shemesh gagal memperhatikan pemikiran ekonomi atau analisisnya. 3.3 Karya yang Dihasilkan Salah satu karya fenomenal yang ditulis oleh Yahya bin Adam adalah Kitab Al Kharaj. Al-Kharaj merupakan karya yang sangat penting bagi sejarah perpajakan terutama pajak tanah dalam Islam, bahkan al Kharaj menjadi dokumen tertua tentang perpajakan serta menjadi pondasi “sekolah tradisional” tentang pemikiran ekonomi, dan mengungkapkan dikotomi antara orang kaya-miskin (Azmi, 2002). Al-Kharaj karya Yahya bin Adam ini, sama judulnya dengan karya gurunya yaitu Abu Yusuf dan sempat menjadi polemik, karna pendapat dari gurunya ditempatkan di tempat kedua.

Hal menarik dari kedua buku tersebut adalah, kekuatan Abu Yusuf terletak di analisis dan kemampuan untuk penetapan aturan resminya, sedangkan Yahya lebih mengutamakan keabsahan kumpulan hadist dan kelengkapan hadist. Ini dapat dilihat berdasarkan fakta bahwa beliau mengumpulkan lebih dari 600 hadist yang menyinggung masalah administrasi pendapatan (Peerzade, 2015). Selain itu yang menjadi pembeda utamanya menurut Aburahman yaitu kitab al-Kharaj Abu Yusuf menggunakan metode penulisan berdasarkan dalil-dalil aqliyah dan naqliyah sedangkan Yahya bin Adam hanya berdasarkan dalil-dalil naqliyah saja (Al-Janidal, 1406 H)(Sirry, 1995). Namun demikian, hanya terdapat 4 kumpulan hadist Yahya yang ditemukan dari 6 perawi hadist yaitu al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan ibnu Majah (Meeraand dan Ahsan, 1992). Dalam buku tersebut tidak terbatas hanya membahas kharaj, tapi juga semua jenis pajak terhadap tanah termasuk ‘ushr yang selama ini adalah pajak barang tidak bergerak.

Selanjutya karya terbesarnya (al-Kharaj) merupakan proyek permintaan dari pemerintah bersamaan dengan al-Kharaj Abu Yusuf yang nantinya digunakan pemerintah sebagai acuan perpajakan di seluruh tanah kekuasaan khilafah (Khalidi, 1994). Namun sangat disayangkan tidak ada karya aslinya yang bertahan hingga saat ini, Fihrist menyebutkan beliau menyalurkan sebagian porsi kecil dari bacaan al-Kisa’i dari al-Qur’an dan menyebutkan bahwa ia mengerjakan kitab al-Kira’at dan Kitab Mudharrad Ahkam al-Qur’an. Diantara karya-karyanya, tidak ada satupun yang masih

Ekspansi 81

ada, namun ditemukan jejaknya (salinan) di buku sejarah Baladhuri, yaitu sebagai berikut (Shemesh, 1967): a. Kitab al-Fara’id (Warisan) b. Kitab al-Kharadj (Pajak) c. Kitab al-Zawal d. Kitab al-Qira’at; dan e. Kitab Mujarrad ‘Ahkam al-Qur’an.

Namun demikian menurut Kallek (2001), Kitab al-Kharaj Yahya bin Adam bukanlah buku yang ditulis oleh Yahya, namun merupakan kumpulan hadist tentang pajak tanah, dengan beberapa penjelasan yang ditambahkan oleh Yahya dengan referensi utamanya adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu, metode penulisannya sarat dengan berbagai perbedaan pendapat, yang dari satu sisi sangat bagus karena merekam berbagai wacana secara komprehensif, namun dari sisi lain, dapat membingungkan pembaca karena penulis tidak mengemukakan pendapat secara cermat dan independen yang mencerminkan kepribadian ilmiahnya (Sholihin, 2010). Sedangkan menurut Meeraand dan Ahsan (1992) menjelaskan bahwa Kitab al-Kharaj Yahya bin Adam lebih merupakan kumpulan kebiasaan dari subjek-subjek yang relevan dan dibuat ketika masa khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Metodologi penulisannya berpusat pada pengumpulan kebiasaan, anekdot, peraturan resmi dan ungkapan yang disusun berdasarkan persoalan yang berbeda. Diantara yang lain, buku ini menguraikan permasalahan dan hukum dari pemegang perpajakan tanah, kultivasi dan posisi dari non-Muslim. 3.4 Hasil Pemikiran Ekonomi Pemikiran Ekonomi Yahya bin Adam dapat ditemukan dari karya terbesarnya yaitu Kitab al-Kharaj yang hingga kini menjadi acuan dalam masalah perpajakan, lebih khusus menegenai perpajakan tanah dalam Islam. Kitab kKarya Yahya bin Adam melengkapi karya dua buku al-Kharaj lainnya, masing-masing milik Abu Yusuf dan Qudamah bin Ja’far. Yang menarik, menurut Ahmad dan Kazim (1992), pemikiran Yahya bin Adam memilki kesamaan dengan pemikiran Abu Ubaid, bahkan lebih lanjut menurut Jahari dan Ibrahim di dalam Kitab al-Amwal karya Abu Ubaid, pemikiran Abu Yusuf dan Yahya bin Adam pun di kutip (Johari dan Ibrahim, 2010).

Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh penulis, berikut beberapa pemikiran ekonomi dari Yahya bin Adam yang masih dapat diselamatkan.

3.4.1 Kharaj dan Jizyah Jizyah adalah pajak diri yang dipungut pemerintah dari orang non-Muslim yang tinggal dibawah tanah kekuasaan Islam. Sedangkan kharaj adalah tanah yang ditaklukan secara kekerasan. Tetapi kalau pemiliknya menjadi penganut agama Islam maka ia terbebas dari kewajiban jizyah (Shemesh, 1967). Menurut Yahya bin Adam dan Abu Yusuf, pajak tanah ini merupakan sumber pendapatan negara (Sholihin, 2010). Lebih jauh menurut Yahya bin Adam, Kharaj dan Jizyah ini sama, karna baik kharaj maupun jizyah

82 Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama

merupakan indikasi dari perbudakan. Itulah sebabnya, jizyah dan kharaj tidak dibebankan kepada warga Arab yang muslim (Sholihin, 2010) 3.4.2 ‘Usyur Pemrograman linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian ‘Usyur secara harfiah merupakan bea cukai, atau pajak yang diambil dari harta dan perdagangan yang meiputi perbatasan negara (Zalum, 2009). Baik muslim, ataupun non-muslim tetap dikenakan pajak, namun terdapat perbedaan sesuai status dan tingkat keberadaan mereka dalam negara Islam. Sedangkan menurut Yahya bin Adam, pedagang muslim atau kaum dzimmi yang berdomisili di negara Islam tidak dibebankan untuk membayar bea cukai (Zalum, 2009). 3.4.3 Larangan Membeli Tanah Kharaj Menurut Shemesh (1967) larangan membeli tanah kharaj merupakan salah satu ide Yahya bin Adam yang ditolak, larangan tidak boleh membeli tanah kharaj dari seorang dzimmi ini berlandaskan karena pengalihan kepemilikan dengan cara jual beli terhadap tanah tersebut tidak dapat menggugurkan status tanah kharaj menjadi non-kharaj. Dengan kata lain, menurutnya transaksi ini akan mewajibkan orang muslim mengeluarkan kharaj dan merendahkan status muslim di dalam komunitas penduduk negara Islam. 3.4.4 Konsep Penarikan Pajak Salah satu hal menarik yang masih berkaitan dengan pajak menurut Yahya bin Adam adalah mengenai Konsep Penarikan Pajak. Dalam paradigma Yahya bin Adam, berbagai perlakuan pada jibayah (penarikan pajak) harus dilakukan sesuai dengan karakteristik daerah, bentuk kesepakatan, perjanjian dan keadaan penduduk (Shemesh, 1967). Hal ini memiliki arti bahwa negara tidak dapat memperlakukan mengenai penarikan pajak cukai secara tetap dan sama rata kepada semuanya, melainkan harus mempertimbangkan aspek-aspek tersebut.

3.4.5 Konsep Harga Salah satu bentuk pembeda antara pemikiran ekonomi menurut Abu Yusuf dan Yahya bin Adam adalah mengenai konsep harga. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemikiran mengenai harga ini merupakan sesuatu yang tidak ada di benak Abu Yusuf. Konsep dari al-Qimah (harta) suatu barang berdasarkan‘urf, dimana besar kecilnya al-Qimah dalam harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang yang menjadi patokan menetapkan nilai ekonomi suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta (Sholihin, 2010). 3.4.6 Menghidupkan Tanah Mati Salah satu hal yang menarik berkaitan dengan menghidupkan tanah mati (Ihya’al-Mawaat) menurut Yahya bin Adam bisa dilakukan dengan berbagai macam cara.

Ekspansi 83

Menghidupkan tanah mati agar lebih produktif bisa dilakukan melalui menanam dan menabur benih, bahkan lebih jauh dengan memagari pun bisa menjadi cara bagi umat muslim untuk mendapatkan hak terhadap suatu tanah. Jika memang seseorang tidak mampu mengelola tanah tersebut seluruhnya atau didiamkan selama 3 tahun, maka tanah tersebut dapat digunakan oleh orang lain yang akan menggunakannya, ataupun dapat diambil oleh negara (Shemesh, 1967). Ini merupakan cara untuk mencegah feodalisme serta mampu mengoptimalkan fungsi tanah sebagai salah satu faktor produksi agar lebih produktif dan bernilai guna lebih.

4. KESIMPULAN Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu Yahya bin Adam memiliki nama lengkap Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al-‘Umawi al-‘Umawi al-Ahwal al-Kufi, dengan nama asli Abu Zakariya yang merupakan maula keluarga Abu Mu’ith. Beliau lahir sekitar tahun 140 H/755 M tepatnya pada zaman keemasan Islam yaitu masa kekhalifahan Bani Abbasiyah pada masa pemerintahan Abu Ja’far al-Manshur hingga al-Ma’mun. Beliau banyak menghabiskan hidupnya di Kuffah, Iraq dan wafat pada tahun 203 H/818 M di Fam al-Silh, Palestina dekat Wasit.

Karyanya paling terkenal yang dapat di ketahui oleh sejarah adalah Kitab al-Kharaj. Perbedaan signifikan kitab al-Kharaj Yahya bin Adam dengan karya Abu Yusuf yaitu karya Yahya bin Adam hanya menggunakan dalil-dalil naqliyah sedangkan Abu Yusuf menggunakan dalil-dalil aqliyah dan naqliyah. Selain itu yang menjadi salah satu keutamaan bukunya adalah dari jumlahnya yaitu lebih dari 600 kumpulan hadist mengenai perpajakan dan juga keabsahan hadistnya.

Pemikiran ekonomi Yahya bin Adam yang ada di kitab al-Kharaj diantaranya adalah konsep Kharaj dan Jizyah, ‘Usyur, larangan membeli tanah Kharaj, konsep penarikan pajak, konsep harga, dan cara menghidupkan tanah mati. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ausaf and Kazim Raza Awan. Lectures on Islamic Economics. Jeddah: IRTI-IDB. 1992.

Al-Janidal, Hammad bin Abdurrahman. Manahij al-Bahitsin fi al-Iqtishad al-Islami. Riyadh: Syirkah al-Ubaikan li al-Thaba’ah wa al-Nasyr. Vol.2. 1406 H.

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata Publishing. 2010.

An Nabhani, Taqiyudin, Nizam Iqtishady fi al Islam. Jakarta: HTI Pres. 2009

Ar-Rib’i, Khalid bin Sulaiman bin Ali. Sudahkah Anda Shadaqah Hari Ini?. Solo: Pustaka Arafah. 2007.

Azmi, Sabahuddin. Islamic Economics: Public Finance in Early Islamic Thought. New Delhi: Goodword Books. 2002.

84 Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama

E.J. Brill’s First Encyclopaedia of Islam 1913-1936, Volume VIII. Leiden : E.J. Brill. 1987. Hlm 1150.

Hennigan, Peter C. The Birth of a Legal Institution: The Formation of the Waqf in Third-Century A.H. Hanafi Legal Discourse. Leiden: Brill. 1970.

Huda, Nurul. Telaah Kritis Pemikiran Abu Yusuf tentang Larangan Intervensi Pemerintah dalam Menetapkan Harga. Skripsi. IAIN Walisongo: Tidak dipublikasikan. 2014.

Islahi, Abdul Azim. History of Islamic Economic Thought: Contributions of Muslim Scholars to Economic Thought and Analysis. Cheltenham: Edward Elgar. 2014.

Johari, Fuadah dan Patmawati Ibrahim. The Dynamism in The Implementation of al-Kharaj during The Islamic Rule (634-785AD). Jurnal Syariah. Vol. 18. No. 3. Kuala Lumpur: University of Malaysia. 2010.

Kallek, Cengiz. Yahya ibn Adam’s Kitab al-Kharadj: Religious Guidelines for Public Finance. Journal of the Economic and Social History of the Orient. Vol. 44. Issue 2. 2001.

Karim, Adiwarman A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004.

Khalidi, Tarif. Arabic Historical Thought in The Classical Period. New York: Cambridge University Press. 1994.

Meerand, Ahmedi Kameel Mydin and Syed Nazmul Ahsan. Al Kharaj and Related Issues: A Comparative Study of Early Islamic Scholarly Thoughts and Their Reception by Western Economists. in Sadeq and Ghazali (eds.), Readings in Islamic Economic Thought. Kuala Lumpur: Longman. 1992.

Natadipurba, Chandra. Ekonomi Islam 101. Bandung: PT Mobidelta Indonesia. 2015.

Peerzade, Sayed Afzal and Mrs Rahatun Nisa. The Contribution of Early Muslim Scholars to Economics. The IOS Minaret an online Islamic Magazine. Vol.2. Issue 5. 2008. Diakses pada: 2 Agustus 2015: 15:14.

Shemesh, A. Ben. Taxation in Islam (Translation of Kitab al Kharaj). Vol. I. Leiden: E.J. Brill. 1967.

Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia. 2010.

Siddiqi, M.N. Recent Works on History of Economic Thought in Islam – A Survey. Jeddah: International Centre for Research in Islamic Economics. 1982.

Sirry, Mu’nim A. Sejarah Fiqh Islam: Sebuah Pengantar. Surabaya: Risalah Gusti. 1995.

Watt, W Montgomery Watt. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wanaca Yogya. 1990.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011

Zalum, Abdul Qadim, Sistem Keuangan Negara Khilafah (terjemahan). Jakarta: HTI Pres, 2009.

Ekspansi 85

Artiket Internet

http://hadits.stiba.ac.id/?type=rawi&id=8192. Diakses pada: 4 Agustus 2015, 21:47

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/13/perdagangan-luar-negeri-ii-tarif-perdagangan-dalam-pandangan-islam/ . Diakses pada: 3 Agustus 2015, 19:57.

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/05/abad-kejayaan-khilafah/. Diakses pada: 2 Agustus 2015. 18:02.

http://www.alhifni.com/164/ . Diakses pada: 1 Agustus 2015, 17:29

http://www.mykhilafah.com/~rosler/index.php/sautun-nahdhah/2797-sn258-hukum-pertanahan-dalam-islam . Diakses pada: 3 Agustus 2015, 20:04.

https://en.wikipedia.org/wiki/Dark_Ages_%28historiography%29. Diakses pada: 2 Agustus 2015. 16:18.

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), Hal. 87 – 102

PERUBAHAN DIVIDEN TUNAI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN DARI LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI, DAN HARGA SAHAM

Vemy Suci Asih

AMIK Al – Ma’soem [email protected]

Abstract : The background of this research is the hope of investors to acquire large cash dividends from its investment in the Islamic capital market. In theory, the amount of cash dividends distributed by companies affected by corporate earnings net income and operating cash flows of the company. However in practice, when an increase in net income and the availability of cash flows from operating activities of the company, cash dividends are not always rise or even decline. In addition, cash dividends is affected by stock prices, the higher the stock price, the higher the dividend that can be distributed by the company. The method used is the method of analysis of secondary data on net income, operating cash flow, stock price and cash dividends were published on the official website of agencies and related institutions. Based on the test results with the partial t-test, the effect of net income to cash dividend has a significance value of 0.000 so it can be concluded that the significant effect on the net income of cash dividends. Effect of operating cash flow to cash dividend has a significance value of 0.557 so it can be concluded that operating cash flow is not a significant effect on cash dividends. The influence of stock price to cash dividend has a significance value of 0.004 so it can be concluded that stock prices have a significant effect on cash dividends. Based on the results of F-test net income, operating cash flow and stock price are jointly significant effect on cash dividends on listed companies in the Jakarta Islamic Index.

Keywords: Cash Dividend, Net Income, Operating Cash Flow, Stock Prices, Abstrak : Latar belakang dari penelitian ini adalah harapan investor untuk memperoleh dividen tunai yang besar dari investasinya di pasar modal syariah. Secara teori, jumlah dividen tunai yang dibagikan oleh perusahaan dipengaruhi oleh pendapatan laba bersih perusahaan dan arus kas operasi perusahaan. Namun dalam praktiknya, ketika terjadi kenaikan perolehan laba bersih dan ketersediaan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan, dividen tunai tidak selalu naik atau malah menurun. Selain itu dividen tunai dipengaruhi oleh harga saham, semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi dividen yang dapat dibagikan oleh perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis data sekunder tentang laba bersih, arus kas operasi, harga saham dan dividen tunai yang dipublikasikan pada situs resmi instansi dan lembaga-lembaga terkait. Berdasarkan hasil pengujian parsial dengan uji-t, pengaruh laba bersih terhadap dividen tunai memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa laba bersih berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai. Pengaruh arus kas operasi terhadap dividen tunai memiliki nilai signifikansi sebesar 0,557 sehingga dapat disimpulkan bahwa arus kas operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai. Pengaruh harga saham terhadap dividen tunai memiliki nilai signifikansi sebesar 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai. Berdasarkan hasil uji-F laba bersih, arus kas operasi dan harga saham secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index.

Kata kunci : Dividen Tunai, Laba Bersih, Arus Kas Operasi, Harga Saham,

88 Vemy Suci Asih

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk negara Indonesia yang mayoritas adalah muslim menjadi peluang pasar yang besar untuk pengembangan industri keuangan syariah. Investasi syariah yang merupakan bagian dari industri keuangan syariah memiliki perananan penting dalam upaya meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syariah di Indonesia. Perbankan syariah sudah lebih dulu berkontribusi dalam pembangunan ekonomi negara. Namun seiring dengan pertumbuhan yang signifikan di industri pasar modal Indonesia, diharapkan investasi Syariah di pasar modal Indonesia juga akan mengalami pertumbuhan yang pesat.

Seorang investor menginvestasikan dananya dengan membeli saham di pasar modal yang bertujuan untuk mendapatkan capital gain dan dividen. dividen merupakan return (keuntungan) yang diberikan oleh perusahaan (emiten) kepada para pemegang saham dan ini diperbolehkan dalam Islam. Investor akan mendapatkan dividen, jika memegang saham dalam kurun waktu yang relatif lama dan investor tersebut diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen (www.idx.co.id, diakses: 2014). Sebelum melakukan investasi, investor perlu mengetahui dan memilih saham-saham mana yang akan memberikan profit optimal bagi dana yang diinvestasikan. Apabila suatu perusahaan memperoleh laba yang besar, maka secara teoritis perusahaan akan mampu menetapkan dividen yang semakin besar. Namun pada praktiknya ketika laba yang diperoleh perusahaan naik, adakalanya perusahaan justru memberikan dividen dalam jumlah yang lebih kecil dari tahun sebelumnya dan sebaliknya saat laba yang diperoleh perusahaan turun, dividen yang diberikan perusahaan justru lebih besar dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan laba tersebut tidak mencerminkan jumlah kas atau likuiditas perusahaan yang sebenarnya, sehingga perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar dividen. pendapatan maupun penjualan yang diterima perusahaan tidak selamanya diterima berupa kas tetapi masih berupa piutang (Atmaja, 1994).

Laba bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan. Perusahaan membayar dividen tunai dengan kas, maka perusahaan harus memiliki kas tersedia (Atmaja, 1994). Kas yang tersedia dalam perusahaan dapat terlihat pada arus kas operasi yang merupakan kas tersedia hasil aktivitas utama perusahaan. Dalam praktiknya seringkali perusahaan memiliki arus kas operasi yang besar atau meningkat dari tahun ke tahun namun dividen yang dibagikan tidak meningkat atau malah menurun.

Selain laba dan kas perusahaan, terdapat faktor lain yang diduga mempengaruhi pembagian dividen, yaitu harga saham perusahaan terkait. Jumlah dividen dan harga saham saling mempengaruhi dan saling mencari kesesuaian (Black, 1976). Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis apakah semakin tinggi harga saham berpengaruh terhadap besarnya dividen atau sebaliknya.

Penelitian ini akan menggunakan laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII). Jakarta Islamic Index (JII) adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata

Ekspansi 89

saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia dan menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syariah. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja (benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal (www.idx.co.id, diakses: 2014).

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : a. Seberapa besar pengaruh laba bersih secara parsial terhadap dividen tunai

perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index? b. Seberapa besar pengaruh arus kas operasi secara parsial terhadap dividen tunai

perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index? c. Seberapa besar pengaruh harga saham secara parsial terhadap dividen tunai

perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index? Seberapa besar pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham secara simultan terhadap dividen tunai perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index? 2. METODOLOGI 2.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis data sekunder. Analisis data sekunder adalah metode analisis data menggunakan data sekunder yang banyak disediakan di instansi atau lembaga-lembaga milik pemerintah atau swasta. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam proses penelitian menggunakan analisis data sekunder, yaitu: merumuskan masalah, menentukan unit analisis, menguji atau mengecek kembali ketersediaan data, melakukan studi pustaka, mengumpulkan data, mengolah data sekunder, menyajikan data dan memberikan interpretasi, menyusun laporan hasil penelitian (Martono, 2011). 2.2 Operasionalisasi Penelitian Operasional variabel diperlukan dalam menentukan jenis, indikator, skala, dan instrumen penelitian dari variabel yang terkait dalam suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah : a. Laba bersih, merupakan selisih lebih semua pendapatan dan keuntungan terhadap

semua biaya dan kerugian. Laba bersih merupakan angka terakhir dalam laporan laba rugi jumlah ini merupakan kenaikan bersih terhadap modal (Soemarso, 2005). Maka dapat disimpulkan bahwa laba bersih merupakan keuntungan yang diperoleh, setelah semua pendapatan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.

90 Vemy Suci Asih

b. Arus kas operasi merupakan aktivitas yang memberikan informasi laporan pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Arus kas dari aktivitas operasi meliputi transaksi-transaksi dan kejadian yang mempengaruhi laba bersih (Simamora, 2000). Maka arus kas operasi dapat disimpulkan sebagai arus kas yang langsung berhubungan dengan laba dan sebagai indikator dari kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban seperti pelunasan pinjaman, pemeliharaan operasional perusahaan, pembayaran dividen dan dalam melakukan investasi baru.

c. Harga saham, dapat didefenisikan sebagai harga yang dibentuk dari interaksi antara para penjual dan pembeli saham yang dilatarbelakangi oleh harapan mereka terhadap keuntungan perusahaan. Harga saham penutupan (closing price) yaitu harga yang diminta oleh penjual atau harga perdagangan terakhir untuk suatu periode.Secara umum, keputusan membeli atau menjual saham ditentukan oleh perbandingan antara perkiraan nilai intrinsik dengan harga pasarnya (Halim, 2005). Maka harga saham dapat disimpulkan sebagai harga yang terbentuk dari interaksi penjual dan pembeli saham suatu perusahaan, yang tercatat setiap hari pada waktu penutupan (closing price) dari suatu saham perusahaan.

d. Dividen tunai, Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham (www.idx.co.id, diakses : 2014). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan keuntungan yang dibagikan berupa uang tunai dari perusahaan kepada pemegang saham.

2.3 Populasi dan Sampel Sumber penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2009-2013 sebanyak 30 perusahaan (www.idx.co.id, diakses : 2014). Adapun untuk pengambilan sampelnya ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007). Adapun kriteria yang dipertimbangkan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Perusahaan yang terdaftar secara berturut-turut selama periode pengamatan yaitu

2009-2013; b. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dari tahun 2009-2013; c. Perusahaan tersebut secara konsisten telah membayar deviden tunai pada periode

2009-2013; d. Perusahaan tersebut memiliki laba bersih selama periode 2009-2013; e. Perusahaan tersebut memiliki harga saham selama periode 2009-2013; f. Perusahaan tersebut mencantumkan kas operasi perusahaan selama periode 2009-

2013. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel tersebut, terdapat 13 perusahaan yang dijadikan sampel dari 30 populasi perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index.

Ekspansi 91

2.4 Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik korelasi dan regresi, yaitu dengan korelasi sederhana untuk menentukan hubungan masing-masing variabel X dengan Y, regresi sederhana, untuk menentukan kontribusi masing-masing variabel X1, X2 dan X3 secara bersama-sama terhadap variabel Y dan regresi ganda menentukan kontribusi variabel X1, X2, dan X3 secara bersama – sama terhadap variabel Y. Untuk pengujian data, dilakukan dengan menggunakan bantuan program Statistical Package for Social Science (SPSS) 16.0 Windows.

Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam persamaan berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 ε

Dengan : Y = Cash Deviden α = Koefisien kosntanta β1,2,3 = Koefisien regresi variabel independen X1 = Laba Bersih X2 = Arus Kas OPerasi X3 = Harga Saham ε = Error term / variabel pengganggu

Untuk menggunakan analisis regresi, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: (1) sampel diambil dari tahun 2007 sampai 2013 (2) variabel berhubungan secara linear, dan (3) variabel berdistribusi normal atau mendekati normal. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Menentukan persamaan regresi sederhana dengan menggunakan rumus :

Y = a + bX

dimana : a = konstanta b = (beta) elastisitas X = variabel X

Sedangkan keberartiannya (signifikansi) dihitung dengan rumus F yang notasinya adalah sebagai berikut :

2

2

Sy

SxF

dimana : Sx2 = jumlah kuadrat variabel X Sy = jumlah kuadrat variabel Y

b. Menghitung korelasi sederhana antara variabel yang ada dengan rumus korelasi sederhana yang notasi rumusnya adalah :

92 Vemy Suci Asih

2222yx,

Y)()Y(N(X)()X(N(

YxXYNr

Keterangan : Rxy = Koefisien korelasi X dan Y X2 = Jumlah kuadrat dari skor variabel X X = Jumlah skor variabel X Y2 = Jumlah kuadrat dari skor variabel Y Y = Jumlah skor variabel Y Dilanjutkan dengan uji signifikansi koefisien korelasi sederhana dengan rumus:

2r1

2nrt

c. Menentukan persamaan regresi ganda melalui rumus :

Y = a + bX1 + bX2

Y = Variabel independen a = koefisien Y bX1 = koefisien X1 bX2 = koefisien X2

d. Menghitung koefisien korelasi ganda; e. Terakhir adalah menghitung korelasi parsial. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengaruh Laba Bersih terhadap Dividen Tunai Berdasarkan hasil pengujian, dapat dirumuskan bahwa H1.1 : r ≠ 0 ; nilai r sebesar 0,907, maka terdapat hubungan antara variabel laba bersih (X1) dengan dividen tunai (Y). Dengan tingkat korelasi sangat kuat karena r berada diantara rentang 0,75 - 0,99. Tingkat korelasi diambil berdasarkan interval kategori kekuatan hubungan korelasi (Sarwono, 2009). Nilai Signifikansi (2-tailed) < 0,05 ; nilai signifikansi sebesar 0,000 maka hubungan yang terdapat pada r dianggap signifikan.

Dengan demikian teori yang digunakan pada penelitian ini memperkuat teori sebelumnya yang menyatakan bahwa masalah penelitian (X1 memiliki pengaruh dan hubungan terhadap Y), yaitu teori tentang laba bersih yang mempengaruhi dividen tunai. Secara teori, Laba Bersih merupakan perbedaan antara jumlah pendapatan yang diperoleh suatu satuan usaha selama periode tertentu dan jumlah biaya yang dapat diaplikasikan kepada pendapatan (Skousen, 2001).

Jumlah laba bersih akan mempengaruhi besarnya laba ditahan. Untuk membayar dividen, suatu perusahaan harus menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi laba untuk dividen dan untuk laba ditahan. Dengan mempertimbangkan alokasi laba bersih dan laba ditahan, maka dapat ditentukan besarnya jumlah dividen tunai yang dapat dibagikan (Libby, 2008).

Laba yang dapat dibagikan dalam bentuk dividen tunai adalah laba setelah perusahaan memenuhi kewajiban pembayaran termasuk bunga dan pajak. Sehingga

Ekspansi 93

dividen tunai, diambil dari laba bersih yang diperoleh perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa laba bersih mempengaruhi besarnya dividen tunai.

Hasil dari penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ridha Ramli dan Muhammad Arfan (2011) yang menyatakan bahwa, laba bersih berpengaruh terhadap dividen tunai yang diterima oleh pemegang saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Nilai koefisien yang positif menunjukan bahwa semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan, maka semakin tinggi jumlah dividen tunai yang dibagikan kepada pemegang saham. Hasil dari penelitian ini juga memperkuat hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ridha Ramli dan Muhammad Arfan (2011) yang menyatakan bahwa laba bersih, arus kas operasi, arus kas bebas dan dividen kas tahun sebelumnya secara simultan berpengaruh terhadap dividen kas yang diterima oleh pemegang saham dengan pengaruh yang sangat kuat yaitu sebesar 85,8%. Secara parsial dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen kecuali arus kas operasi berpengaruh positif terhadap dividen kas.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiwan (2011), menyatakan bahwa secara parsial, terdapat hubungan yang signifikan antara laba bersih dengan deviden kas pada Bank yang terdaftar di BEI. Secara simultan laba bersih dan arus kas berpengaruh signifikan terhadap deviden kas. Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Dafid Irawan dan Nurdhiana (2011) menemukan bahwa variabel Laba Bersih (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kebijakan Dividen pada seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2010. Secara simultan Laba bersih dan arus kas operasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kebijakan Dividen.

3.2 Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Dividen Tunai Berdasarkan hasil pengujian, dapat dirumuskan bahwa : H1.2 : r ≠ 0 ; nilai r sebesar 0,687, maka terdapat hubungan antara variabel arus kas operasi (X2) dengan dividen tunai (Y). Dengan tingkat korelasi kuat karena r berada diantara rentang 0,50 - 0,75. Tingkat korelasi diambil berdasarkan interval kategori kekuatan hubungan korelasi (Libby, 2008). Nilai Signifikansi (2-tailed) < 0,05 ; nilai signifikansi sebesar 0,000 maka hubungan yang terdapat pada r dianggap signifikan.

Dengan demikian teori yang digunakan pada penelitian ini memperkuat teori sebelumnya yang menyatakan bahwa masalah penelitian (X2 memiliki pengaruh dan hubungan terhadap Y), yaitu teori tentang arus kas operasi yang mempengaruhi dividen tunai. Secara teori, Arus kas operasi merupakan arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas yang merekap aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan maupun aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan (PSAK, 2009). Perusahaan membayar dividen tunai dengan kas, maka perusahaan harus memiliki kas yang tersedia. Posisi likuiditas perusahaan sangat berpengaruh pada kemampuan perusahaan membayar dividen. Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan dividen, karena pembayaran dividen merupakan kas keluar bagi perusahaan. Semakin besar likuiditas

94 Vemy Suci Asih

perusahaan, secara keseluruhan akan semakin meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Atmaja, 1994).

Dapat disimpulkan bahwa Arus kas aktivitas operasi, merupakan arus kas yang berisi informasi mengenai aktivitas sumber utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Sehingga arus kas operasi dapat dijadikan sebagai indikator yang menentukan kemampuan perusahaan memperoleh kas yang cukup untuk pembayaran pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, investasi baru dan membayar dividen dari hasil operasi perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa arus kas operasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividen tunai, namun terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara variabel kas operasi dengan dividen tunai. Hasil dari penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2011) menyatakan bahwa, arus kas operasi secara parsial tidak signifikan dan negatif mempengaruhi dividen kas karena variabel arus kas operasi memiliki nilai signifikansi 0,053 yang berada di atas nilai alpha 0,05.

3.3 Pengaruh Harga Saham Terhadap Dividen Tunai Berdasarkan hasil pengujian, dapat dirumuskan bahwa : H1.3 : r ≠ 0 ; nilai r sebesar -0,687, maka terdapat hubungan antara variabel arus kas operasi (X2) dengan dividen tunai (Y). Dengan tingkat korelasi kuat karena r berada diantara rentang 0,50 - 0,75 (berlaku untuk nilai negatif). Tingkat korelasi diambil berdasarkan interval kategori kekuatan hubungan korelasi (Atmaja, 1994). Nilai Signifikansi (2-tailed) > 0,05 ; nilai signifikansi sebesar 0,467 maka hubungan yang terdapat pada r dianggap tidak signifikan.

Dengan demikian teori yang digunakan pada penelitian ini memperkuat teori sebelumnya yang menyatakan bahwa masalah penelitian (X3 memiliki pengaruh dan hubungan terhadap Y), yaitu teori tentang harga saham yang mempengaruhi dividen tunai. Harga saham adalah harga yang terbentuk dari inetraksi penjual dan pembeli saham suatu perusahaan, yang tercatat setiap hari pada waktu penutupan (closing price) dari suatu saham perusahaan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran (supply and demand) atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non-ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya (www.idx.co.id, diakses: 2014). Perusahaan perlu menaikan harga saham, untuk mendapatkan keuntungan lebih sehingga dapat meningkatkan dividen pada periode yang akan datang. Karena semakin tinggi harga saham sebanding dengan semakin tinggi dividen tunai yang dapat dibagikan oleh perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh secara signifikan terhadap dividen tunai. Antara harga saham dan dividen tunai terdapat hubungan yang kuat namun tidak signifikan.

Ekspansi 95

Hasil dari penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Fransiskus Randa dan Inggrid Abraham (2009) menyatakan bahwa, Hasil analisis dari hipotesis tiga (H3) yang diajukan bahwa variabel harga saham lebih kecil dari 5% yaitu 0,000 menunjukkan bahwa harga saham mempunyai dampak yang signifikan terhadap keputusan pembayaran dividen dari perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dengan kata lain semakin tinggi harga saham, maka pembayaran dividen juga semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Michell Suharli (2006), menemukan bahwa profitabilitas dan harga saham memiliki pengaruh signifikan dan berhubungan searah dengan jumlah dividen yang dibayarkan. 3.4 Pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham terhadap dividen tunai Pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham terhadap dividen tunai dengan nilai signifikasni sebesar 0,000. Berdaskan uji hipotesis F diperoleh hasil sebagai berikut :

Nilai signifikansi < α 0,000 < 0,05

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel laba bersih, arus kas operasi dan harga saham secara bersama-sama atau simultan signifikan memiliki kemampuan prediktif terhadap dividen tunai perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index.

Hasil penelitian Fransiskus Randa dan Inggrid Abraham (2009) menyatakan bahwa secara simultan terbukti bahwa 71,8% jumlah dividen tunai bisa dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel independen yang terdiri dari profitabilitas (keuntungan bersih), leverage (hutang/ kewajiban), harga saham dan firm size (skala perusahaan) secara bersama-sama, sedangkan sisanya (100% - 71,8% = 28,2%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain. Penelitian Indah Agustina Manurung (2008) menyebutkan bahwa Laba bersih dan arus kas operasi secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividen tunai perusahaan manufaktur yang go publik.

Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi linear berganda, diperoleh hasil berikut : Pertama, jika tidak ada laba bersih (X1), arus kas operasi (X2) dan harga saham (X3), dividen tunai (Y) adalah sebesar Rp. -397781.016 juta. Kedua, nilai koefisien regresi 0,406 (X1) pada variabel laba bersih terdapat hubungan positif dengan dividen tunai. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu juta rupiah dari laba bersih akan menyebabkan kenaikan dividen tunai sebesar nilai koefisiennya yaitu Rp. 0,406 juta; Ketiga, nilai koefisien regresi 0,015 (X2) pada variabel arus kas operasi terdapat hubungan positif dengan dividen tunai. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu juta rupiah dari arus kas operasi akan menyebabkan kenaikan dividen tunai sebesar nilai koefisiennya yaitu Rp. 0,015 juta; Dan keempat, nilai koefisien regresi 40,439 (X3) pada variabel harga saham terdapat hubungan positif dengan dividen tunai. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu rupiah dari harga saham akan menyebabkan kenaikan dividen tunai sebesar nilai koefisiennya yaitu Rp. 40,439 juta.

96 Vemy Suci Asih

4. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian, diperoleh kesimpulan berikut : a. Pengaruh laba bersih terhadap dividen tunai dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa laba bersih berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai.

b. Pengaruh arus kas operasi terhadap dividen tunai dengan nilai signifikansi sebesar 0,557. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arus kas operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai.

c. Pengaruh harga saham terhadap dividen tunai dengan nilai signifikansi sebesar 0,004. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai.

d. Pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham terhadap dividen tunai dengan nilai signifikasni sebesar 0,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa laba bersih, arus kas operasi dan harga saham secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai.

4.2 Saran Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi dividen tunai yang diperoleh perusahaan. Sehingga perlu diperhatikan hal-hal berikut : a. Dalam menentukan besarnya dividen tunai, perusahaan dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti : dividen tunai periode sebelumnya dan skala perusahaan (firm size).

b. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Sehingga dapat diketahui indikator-indikator lain untuk mengukur perolehan dividen tunai suatu perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Mediasoft Indonesia. Atmaja, Lukas Setia. 1994. Manajemen Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit

Andi. Belkaoui, Ahmed. 2007. Accounting Theory Teori akuntansi Second Edition. Jakarta :

Salemba Empat. Bin Baz, Syaikh al-Utsaimin. 2005. Fiqh wa Fatawa al-Buyu’. Beirut : Darul Kutub. Black, F . 1976 . The Dividend Puzzle , The Journal of Portfolio Management,

vol.2Th.3.pp.5-8. Brigham, Eugene dan Joel F Houston. 2011. Manajemen Keuangan II, Diadaptasi Dari

Fundamentals of Financial Management Oleh Ali Akbar Yulianto. Jakarta:Salemba Empat.

Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu – Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Prenada Media.

Ekspansi 97

Gugup Kismono. 2001. Bisnis Pengantar. Yogyakarta: BPFE. Halim , Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta : Salemba Empat. Harnanto. 2002. Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi Satu. Yogyakarta : Salemba

Empat. Hendriksen, Eldon S, Michael F. Van Breda. 1992. Accounting Theory Fifth Edition.

Pennsylvania : Irwin. Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akutansi Keuangan,per 1 Juli. Jakarta: Salemba

Empat. Irawan, Soehartono. 1995. Metode Penelitian sosial. Bandung : Rosdakarya. Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta: BPFE. Keown, Arthur J., et al. 2000. Basic Financial Management, Alih bahasa Chaerul D.

Djakman dan Dwi Sulisyorini, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi ketujuh, Buku II. Jakarta : PT. Salemba Empat.

Kieso, Donal E, Weygandt, Jerry J, Warfield, Terry D. 2011. Intermediate Accounting : volume 2. United States : Willey.

Kuncoro, Mudrajat, 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga, Jakarta Libby, Robert, Patricia Libby, Daniel G. Short, Penerjemah J. Agung Seputro. 2008.

Akuntansi Keuangan Edisi Kelima, Diadaptasi Dari Buku Financial accounting. Yogyakarta : Andi.

Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Murhadi, Werner R, 2008. “Study Kebijakan Deviden: Anteseden dan Dampaknya terhadap Harga Saham”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.10, No.1, Maret, hal 1-17.

Nainggolan, Pahala. 2004. Cara Mudah Memahami Akuntansi. Jakarta : PPM. Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) I. 2013. Penyajian Laporan Keuangan. Jakarta :

Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntansi Akuntan Indonesia. Pradhono dan Yulius Jogi Christiawan, 2004. “Pengaruh EVA, RI, Earnings, dan Arus

Kas Operasi Terhadap Return yang diterima Oleh Pemegang Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, November, hal 140-165.

Rasyid, Rosmita. 2001. Hubungan Laba Bersih dan Arus Kas Operasi dengan Deviden. Jurnal Akuntansi. Tahun V Vo. 1 Mei 2001. Universitas Tarumanegara.

Reilly, Frank K. and Keith C. Brown. 2003. Investment Analysis & Portofolio Management : Seventh Edition. United States : South Western a division of Thomson Learning Ohio.

Sabiq , Sayyid. 1994. Fiqh Sunnah Jilid II, Terjemahan Mahyudin Syaf. Bandung : PT. Al-Maarif.

Simamora , Henry. 2000. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Skousen, K. Fred, W.Steve Albrecht, James D. Stice, dan Earl K. Stice. 2001. Akuntansi Keuangan: Konsep dan Aplikasi, Edisi 7. Salemba Empat : Jakarta.

98 Vemy Suci Asih

Soemarso. 2005. Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi Revisi. Jakarta : salemba empat. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis cetakan ke-10. Bandung : Alfabeta. Suharsimi, Arikunto. 2006. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Ekonometrika Pengantar edisi kedua. Yogyakarta : BPFE. Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi : Edisi 7 Jilid 2. Jakarta : Erlanggga. Suyuthi, Jalaluddin. Al-Asybah wa an Nazhoir. Darul Kutub Ilmiyah : Beirut. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi Pertama.

Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Warren, Carl S., James M. Reeve, dan Philip E. Fees. 2005. Accounting. Jakarta :

Salemba Empat. Wild John J, K.R. Subramanyam, Robert Haley. 2007. Financial Statement Analysis.

Singapore: McGrawHill. Widoatmojo, Sawidji. 1996. Cara Sehat Investasi di Pasar Modal. Jakarta : Jurnalindo

Aksan Grafika.

Ekspansi 99

LAMPIRAN-LAMPIRAN Uji Normalitas

Uji Skewness-Kurtosis

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Unstandardized Residual

60 .098 .309 .857 .608

Valid N (listwise) 60

Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .921a .848 .840 1019158.595 2.081 a. Predictors: (Constant), Harga Saham (Rupiah), Laba Bersih (Juta Rupiah), Arus Kas Operasi (Juta rupiah)

b. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)

100 Vemy Suci Asih

Uji Multikolinearitas

Model t Sig.

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant) -1.426 .160

Laba Bersih (Juta Rupiah) 11.583 .000 .433 2.310

Arus Kas Operasi (Juta rupiah) .591 .557 .425 2.350

Harga Saham (Rupiah) 3.024 .004 .907 1.103

Uji Heterokedastisitas

Model t Sig.

1 (Constant) 1.607 .114

Laba Bersih (Juta Rupiah) .006 .995

Arus Kas Operasi (Juta rupiah) 1.040 .303

Harga Saham (Rupiah) 3.326 .200 a. Dependent Variable: RES2

Uji Linearitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) -397781.016 279022.018

Laba Bersih (Juta Rupiah) .406 .035 .917

Arus Kas Operasi (Juta rupiah) .015 .025 .047

Harga Saham (Rupiah) 40.439 13.373 .165 a. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)

Uji Koefisen Determinasi

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .921a .848 .840 1019158.595 a. Predictors: (Constant), Harga Saham (Rupiah), Laba Bersih (Juta Rupiah), Arus Kas Operasi (Juta rupiah)

Ekspansi 101

Uji-t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -397781.016 279022.018 -1.426 .160

Laba Bersih (Juta Rupiah)

.406 .035 .917 11.583 .000

Arus Kas Operasi (Juta rupiah)

.015 .025 .047 .591 .557

Harga Saham (Rupiah) 40.439 13.373 .165 3.024 .004

a. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)

Uji Korelasi

Correlations

Dividen Tunai (Juta

Rupiah)

Laba Bersih (Juta

Rupiah)

Arus Kas Operasi

(Juta rupiah)

Harga Saham

(Rupiah)

Dividen Tunai (Juta Rupiah)

Pearson Correlation 1 .907** .687** -.096

Sig. (2-tailed) .000 .000 .467

N 60 60 60 60

Laba Bersih (Juta Rupiah)

Pearson Correlation .907** 1 .752** -.269*

Sig. (2-tailed) .000 .000 .037

N 60 60 60 60

Arus Kas Operasi (Juta rupiah)

Pearson Correlation .687** .752** 1 -.298*

Sig. (2-tailed) .000 .000 .021

N 60 60 60 60

Harga Saham (Rupiah)

Pearson Correlation -.096 -.269* -.298* 1

Sig. (2-tailed) .467 .037 .021

N 60 60 60 60 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

102 Vemy Suci Asih

Uji-F

ANOVAb

Model Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

1 Regression 3.250E14 3 1.083E14 104.313 .000a

Residual 5.817E13 56 1.039E12

Total 3.832E14 59 a. Predictors: (Constant), Harga Saham (Rupiah), Laba Bersih (Juta Rupiah), Arus Kas Operasi (Juta rupiah)

b. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)

Interval Kategorisasi Kekuatan Hubungan Korelasi

Keterangan : Untuk korelasi negatif (-) interpretasi adalah sama.

Tabel Durbin-Watson

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 103 – 115

ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI, ARUS KAS BEBAS, DAN HARGA SAHAM TERHADAP DIVIDEN KAS

(Studi pada Perusahaan Manufaktur Subsektor Makanan dan Minuman yang Tercatat di BEI Periode 2010-2014)

Trias Anggundini Univesitas Telkom

[email protected]

Khairunnisa

Univesitas Telkom [email protected]

Muhamad Muslih

Univesitas Telkom [email protected]

Abstract : The purpose of this research is to find out the effect of accounting profit, free cash flow, and stock prices on cash dividend measured by dividend per share, either simultaneously or partially. This research is descriptive verification and causality research. Unit analysis that used in this research is manufacturing food and beverage subsector. This research using sampel data which chosen through purposive sampling technique and there are 7 firms during five years, from 2010-`2014. Ths research using panel data regression analysis technique. The results show that simultaneously, accounting profit, free cash flow, and stock prices have effect on cash dividend. Partially,profit accounting and free cash flow have no effect on cash dividend. Meanwhile, stock price has positive effect on cash dividend Keyword: accounting profit, free cash flow, stock price, cash dividend, dividend per share Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laba akuntansi, arus kas bebas dan harga saham, terhadap dividen kas yang diukur menggunakan dividend per share, baik secara simultan maupun parsial. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif verifikatif yang bersifat kausalitas. Unit analisis pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman. Data penelitian menggunakan data sampel yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Dari pemilihan sampel, diperoleh 7 perusahaan selama lima tahun, yaitu dari tahun 2010 sampai 2014. Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara simultan laba akuntansi, arus kas bebas, dan harga saham berpengaruh terhadap dividen kas. Secara parsial, laba akuntansi dan arus kas bebas tidak berpengaruh terhadap dividen kas. Sedangkan, harga saham berpengaruh positif terhadap dividen kas. Kata Kunci : laba akuntansi, arus kas bebas, harga saham, dividen kas, dividend per share

104 Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih

1. PENDAHULUAN Pada dasarnya setiap perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk

melakukan usahanya serta demi tercapainya tujuan perusahaan. Namun, perusahaan tidak selalu memiliki dana yang cukup untuk membiayai semua kegiatan operasionalnya. Oleh sebab itu, perusahaan kerap dihadapi dengan permasalahan-permasalahan seperti bagaimana memperoleh, menggunakan dan mengembalikan dana tersebut dengan suatu tingkat pengembalian yang memuaskan pihak pemberi dana. Salah satu alternatif perusahaan dalam memperoleh dana adalah pasar modal. Dalam pasar modal terdapat investor yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang kemudian akan menjadi sumber dana perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasinya. menurut Tandelilin (2010:30) instrumen pasar modal (sekuritas) adalah efek atau surat berharga yaitu: (1) Saham biasa , (2) Sahan preferen,(3) Bukti right (4) Waran (5) Obligasi (6) Obligasi konversi (7) Kontrak berjangka (8) Kontrak Opsi (9) Reksa dana. Dengan adanya beberapa pilihan ini akan semakin memudahkan investor dalam berinvestasi. Investasi saham yang memiliki return dan risiko yang besar begitu menarik minat para investor yang memiliki agresifitas bertransaksi di pasar modal. . Investasi dalam bentuk saham sendiri akan menghasilkan dua macam keuntungan bagi investor, yaitu keuntungan dalam bentuk dividen dan capital gain. Capital gain diperoleh dari selisih harga saat saham dibeli investor dan saat saham dijual investor. Sedangkan dividen adalah pembagian keuntungan perusahaan (Purwoko, 2014).Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dividen merupakan salah satu alasan investor untuk menanamkan dananya pada suatu perusahaan. Perusahaan dapat membagikan dividen dengan dua cara yaitu dividen kas dan dividen non kas.Dividen kas merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham dalam bentuk uang secara tunai. Sedangkan dividen non kas merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham dalam bentuk selain kas.

Kebijakan dividen kas merupakan salah satu kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan dimana di dalamnya terdapat dua kepentingan yang saling bersinggungan. Jika perusahaan mengambil keputusan untuk membagi dividen pada para pemegang saham, maka akan dapat mengurangi laba ditahan pada perusahaan Sebaliknya bagi para pemegang saham dividen merupakan suatu bentuk imbal hasil atas modal yang ditanamkannya (Purwoko, 2014) Menurut Suryani, Arfan dan Djalil (2012) perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan.

Kinerja perusahaan dapat dilihat dari laba. Laba merupakan salah satu infomasi yang penting dalam suatu laporan keuangan perusahaan. Laba berfungsi untuk mengukur berapa banyak dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan dan berapa banyak yang akan disimpan sebagai laba ditahan (retained earning). Laba tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu laba akuntansi dan laba tunai. Belkaoui dalam Harahap (2014) mengemukakan bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara realisasi laba yang tumbuh dari transaksi-transaksi selama periode berlangsung dan biaya-biaya historis yang saling berhubungan. Semakin besar

Ekspansi 105

laba akuntansi yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka dividen kas yang dibagikan cenderung lebih besar. Hal ini karena, dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dananya berasal dari laba akuntansi yang dimiliki oleh perusahaan.

Arus kas bebas merupakan kas yang diperoleh dari operasi perusahaan yang ditujukan untuk dibagikan kepada investor. Menurut Brigham and Daves dalam Suryani et al (2012) disebutkan bahwa “ Free cash flow is the cash actually available for distribution to investors after the company has made all the investments in fixed assets and working capitals necessary to sustain on going operations”.Arus kas bebas merupakan kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada investor setelah perusahaan melakukan semua investasi pada aktiva tetap dan modal kerja untuk mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan.

Harga saham merupakan harga yang muncul dari permintaan dan penawaran atas kepemilikan suatu perusahaan. Keown et al. (2011) mengungkapkan bahwa “bagi para pemegang saham, harga pasar saham perusahaan menggambarkan nilai perusahaan termasuk seluruh kompleksitas dan risiko dunia nyata”. Sehingga, meningkatnya harga saham menunjukkan ekspektasi para investor terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Untuk mewujudkan ekspektasi dari para investor tersebut, pihak manajemen dapat memberikan timbal balik kepada investor dalam bentuk dividen kas.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dividen dapat dibagikan dalam bentuk kas maupun non kas. Dividen kas merupakan bentuk timbal balik dari perusahaan kepada pemegang saham yang dibagikan dalam bentuk uang secara tunai. Kebijakan dividen kas cenderung lebih menarik perhatian bagi pemegang saham dibandingkan dengan dividen non kas, hal ini karena dividen kas yang diperoleh tersebut merupakan salah satu bentuk cerminan kepastian nilai yang diperoleh atas modal yang disetorkan serta dapat menjadi pendapatan di luar usaha bagi pemegang saham. Tujuan perusahaan dalam membagikan dividen kas adalah untuk menunjukkan likuiditas perusahaan. Kebijakan dividen sebuah perusahaan memiliki dampak penting bagi banyak pihak yang terlibat di masyarakat. Bagi para pemegang saham atau investor, dividen kas merupakan tingkat pengembalian investasi mereka atas kepemilikan saham yang diterbitkan perusahaan. Bagi pihak manajemen, dividen kas merupakan arus kas keluar yang mengurangi kas perusahaan. Oleh karenanya kesempatan untuk melakukan investasi dengan kas yang dibagikan sebagai dividen tersebut menjadi berkurang.

Faktor-faktor yang diprediksi dapat mempengaruhi kebijakan dividen kas diantaranya adalah laba akuntansi, harga saham, dan arus kas bebas. Semakin besar laba akuntansi yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka dividen kas yang dibagikan cenderung lebih besar. Hal ini karena, dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dananya berasal dari laba akuntansi yang dimiliki perusahaan. Namun, berdasarkan yang telah diuraikan sebelumnya, peningkatan laba tidak selalu diikuti dengan peningkatan jumlah dividen kas yang dibagikan. Harga saham yang meningkat memungkinkan perusahaan menambah jumlah dividen kas yang dibayarkan di masa depan untuk para pemegang saham. Namun, peningkatan harga saham juga tidak selalu diikuti dengan peningkatan dividen kas bahkan memungkinkan terjadinya

106 Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih

penurunan dividen kas. Hal yang sama juga terjadi pada arus kas bebas. Arus kas bebas merupakan arus kas yang diperoleh dari operasi perusahaan yang ditujukan untuk dibagikan kepada investor. Namun peningkatan arus kas bebas tidak selalu diikuti dengan peningkatan dividen kas. 2. LANDASAN TEORI DAN METODOLOGI 2.1. Dividen Dividen adalah sebagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Jumlah dividen akan dibagikan diusulkan oleh Dewan Direksi dan disetujui di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Hermuningsih, 2012). Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Investor yang berhak menerima dividen adalah investor yang memegang saham hingga batas waktu yang ditentukan oleh perusahaan pada saat pengumuman dividen. Dalam teori keuangan menurut Manurung dan Siregar dalam Purwoko (2014), jumlah dividen yang bisa dibagikan dalam dividen bisa dinyatakan sebagai berikut: D = E + Penyusutan – Investasi pada A.T – Penambahan M.K. Keterangan = D = Dividen E = Earning After Tax A.T = Aktiva Tetap M.K = Modal Kerja Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dana yang bisa dibagikan sebagai dividen merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari operasi perusahaan (yaitu E + penyusutan) diatas keperluan investasi untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang (yaitu investasi aktiva tetap dan modal kerja). 2.2. Dividen Kas Menurut (Darmadji dan Fakhruddin, 2011:141) Dividen tunai (Cash Dividend) adalah dividen yang dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk tunai (kas). 2.3. Dividend Per Share (DPS) Menurut Syamsuddin (2011), “Dividend Per Share yaitu menghitung jumlah pendapatan yang dibagikan (dalam bentuk dividen) untuk setiap lembar saham biasa”. Menurut Purwoko (2014), dividen kas yang dibagikan perusahaan dapat diketahui melalui Dividend Per Share (DPS). Lebih lanjut Purwoko (2014) menjelaskan DPS adalah perbandingan antara jumlah seluruh dividen yang dibagikan dalam satu tahun buku dengan total semua saham yang diterbitkan. Menurut Syamsuddin (2011:67) untuk menghitung Dividend Per Share dapat menggunakan rumus:

Dividend Per Share = 𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖𝑘𝑎𝑛

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

2.4. Signalling Theory Signaling theory, menjelaskan dimana dividen digunakan sebagai tanda yang menunjukkan keadaan perusahaan. Teori pensinyalan (Signaling theory)menjelaskan

Ekspansi 107

pada waktu ketika suatu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisa informasi tersebut sebagai signal baik atau buruk. Jika informasi baik bagi investor maka terjadilah perusahaan menguntungkan dalam perdagangan saham (Brigham dan Houston, 2010). 2.5. Laba Akuntansi Menurut SFAC No. 1 dalam Harahap (2014) menyatakan laba akuntansi adalah alat ukur yang baik untuk mengukur kinerja perusahaan. Belkaoui (2011) menyatakan bahwa “Laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis”. Di dalam laba akuntansi terdapat berbagai komponen yaitu kombinasi beberapa komponen pokok seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum pajak dan laba sesudah pajak (Muqodim, 2005). Sehingga dalam menentukan besarnya laba akuntansi investor dapat melihat dari perhitungan laba setelah pajak. 2.6. Arus Kas Bebas Menurut Brigham dan Houston (2010), Arus kas bebas adalah Arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada seluruh investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap, produk-produk baru dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan. Sedangkan menurut Penman dalam Surya (2010) menyatakan bahwa arus kas bebas merupakan arus kas yang diperoleh dari operasi perusahaan yang bebas setelah perusahaan menginvestasikan kembali pada aktiva lain. Arus kas bebas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

FCF = Cash Flow From Operations (Operating Cash) – Capital Expenditure

2.7. Harga Saham Harga saham merupakan harga yang terbentuk di bursa saham dan umumnya itu diperoleh untuk menghitung nilai saham (Kodrat dan Indonanjaya, 2010:1). Pengertian lain menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:102) harga saham adalah harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu. Menurut Keown et al. (2011:6) “bagi para pemegang saham, harga pasar saham perusahaan menggambarkan nilai perusahaan termasuk seluruh kompleksitas dan risiko dunia nyata”. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan dapat tercermin dari harga pasar. 2.8. Metodologi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman yang tercatat di BEI periode 2010-2014. Industri manufaktur adalah subsektor industri paling dominan yang memberi kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan sektor industri di Indonesia. Selama lebih dari dua puluh tahun, peran industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia telah meningkat

108 Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih

secara substansial walaupun selama tahun 1990-2008, sektor industri juga sempat mengalami penurunan pertumbuhan akibat adanya krisis (Kurniati, 2010). Perusahaan subsektor makanan dan minuman merupakan perusahaan yang cenderung tetap bertahan dan tidak terlalu terpengaruh dengan keadaan perekonomian sebab perusahaan ini merupakan perusahaan industri makanan dan minuman kategori industri primer. Berdasarkan data realisasi investasi Januari–September 2015, investasi padat karya di Indonesia sudah mencapai Rp 41,5 triliun. Dari investasi tersebut, subsektor industri makanan dan minuman merupakan subsektor dengan kontribusi paling besar yakni mencapai 1.514 proyek senilai Rp 32,6 triliun.Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan industri manufaktur terutama subsektor makanan dan minuman mengalami penguatan aktivitas yang akan meningkatkan permintaan serta penjualan, dan perusahaan ini akan mendapatkan laba yang besar (Finance.detik.com, 2015). Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu laporan keuangan dan atau laporan tahunan perusahaan. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria: perusahaan yang tercatat selama tahun 2010-2014, perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dan laporan tahunan lengkap, serta perusahaan yang membayar dividen kas berturut-turut dari tahun 2010-2014. Dari kriteria tersebut, didapat 7 perusahaan untuk diteliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel, yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Model regresi data panel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

DPSit = β0 + X1it β1 + X2

it β2+X3itβ3+ εit

Keterangan :

DPSit =Dividen kas unit i dalam kurun waktu t

β0 =Intersep atau konstanta

β1,β2,β3 =Koefisien regresi masing-masing variabel

X1it =Laba akuntansiunit i dalam kurun waktu t

X2it =Arus kas bebasunit i dalam kurun waktu t

X3it =Harga saham unit i dalam kurun waktu t

εit =Variabel gangguan (error) unit i dalam kurun waktu t

2.9. Operasionalisasi Variabel Variabel dependen dalam penelitian ini adalah dividen kas yang diukur menggunakan dividend per share. Dividend Per Share dihitung dengan membandingkan antara jumlah seluruh dividen yang dibagikan dalam satu tahun buku dengan total semua saham yang diterbitkan. Dividend Per Share = (dividen yang dibagikan)/(jumlah lembar saham yang beredar ) Variabel independen dalam penelitian ini adalah laba akuntansi, arus kas bebas, dan harga saham. Laba akuntansi diukur dengan mengurangi laba sebelum pajak dengan beban pajak penghasilan. Laba Akuntansi = Laba sebelum pajak – Beban pajak penghasilan Arus kas bebas diukur dengan mengurangi arus kas dari operasi dengan belanja modal

Ekspansi 109

Free Cash Flow = Cash Flow From Operations – Capital Expenditure Harga saham diukur menggunakan harga yang diminta penjual dan pembeli pada saat akhir hari bursa Harga Saham = Harga Penutupan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif bertujuan untuk menghitung nilai maksimal, nilai minimal, rata-rata, serta standar deviasi dari suatu kumpulan data. Statistik deskriptif dari variabel independen dan dependen pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif

EAT FCF H_SAHAM DPS N 35 35 35 35 Mean Rp 1.184.602 Rp 577.537 Rp 112.025 Rp 4.568 Maksimal Rp 5.146.323 Rp 4.422.624 Rp1.079.500 Rp 46.076 Minimal Rp 4.834 Rp(1.715.768) Rp 140 Rp 2 Std. Deviasi Rp 1.541.305 Rp 1.263.498 Rp 232.528 Rp 9.673

Sumber: data sekunder yang telah diolah Berdasarkan tabel 1, Rata-rata dari variabel Earning After Tax (EAT) pada periode 2010-2014 adalah sebesar Rp 1.184.602 dengan nilai standar deviasi sebesar Rp 1.541.305. Pada kondisi dimana standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak berkelompok dan bervariasi Berdasarkan nilai rata-rata tersebut, hanya 10 data diantaranya memiliki nilai diatas rata-rata, sedangkan sisanya 25 data berada dibawah rata-rata. Nilai maksimal EAT perusahaan sampel yaitu sebesar Rp 5.146.323. Sedangkan, nilai minimal EAT sampel sebesar Rp 4.834. Untuk variabel arus kas bebas rata-rata pada periode 2010-2014 adalah sebesar Rp 577.537 juta dengan nilai standar deviasi sebesar Rp 1.263.498 juta. Pada kondisi dimana standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak berkelompok dan bervariasi Berdasarkan nilai rata-rata tersebut, hanya terdapat 10 data yang memiliki jumlah arus kas bebas diatas rata-rata. Sedangkan 25 data lainnya memiliki jumlah arus kas bebas dibawah rata-rata. Nilai maksimal variabel arus kas bebas sebesar Rp 4.422.624. Sedangkan, jumlah minimal FCF sebesar Rp (1.715.768) juta. Pada variabel harga saham rata-rata dari variabel Harga Saham pada periode 2010-2014 adalah sebesar Rp 112.025 dengan nilai standar deviasi sebesar Rp 232.528. Pada kondisi dimana standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak berkelompok dan bervariasi. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut, hanya terdapat 10 data yang memiliki jumlah harga saham diatas rata-rata. Sedangkan 25 data lainnya memiliki jumlah harga saham dibawah rata-rata. Nilai Harga saham maksimal, yaitu sebesar Rp 1.079.500. Sedangkan, Nilai harga saham minimal sebesar Rp 140. Terakhir pada variabel dividen kas rata-rata dari variabel Dividend Per Share (DPS) pada periode 2010-2014 adalah sebesar 4.568 dengan nilai standar deviasi sebesar 9.673.

110 Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih

Pada kondisi dimana standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak berkelompok dan bervariasi Nilai maksimum dari DPS sebesar 46.076 dan nilai minimum dari variabel DPS adalah sebesar Rp 2 3.2 Pemilihan Model Regresi Data Panel Uji Signifikansi Fixed Effect Uji Chow

Tabel 2 Hasil Pengujian Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Pool: POOL

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.520812 (6,25) 0.7870

Cross-section Chi-square 4.122246 6 0.6601

Sumber: Hasil output Eviews 8.1

Uji F di atas menunjukkan nilai prob F Statistic sebesar 0,7870 lebih besar dari taraf signifikansi sebesar 5% atau prob F Statistic < 0,05, sehingga menolak Ha dan menerima H0. Hal tersebut menunjukan Common Effect Model lebih baik digunakan dibandingkan dengan Fixed Effect Model. Dengan hasil tersebut maka akan dilanjutkan dengan Uji Lagrange Multiplier (LM) Uji Signifikansi Random Effect (Lagrange Multiplier)

Tabel 3 Hasil Regresi Model Common Effect

Dependent Variable: DPS?

Method: Pooled Least Squares

Date: 05/07/16 Time: 21:44

Sample: 2010 2014

Included observations: 5

Cross-sections included: 7

Total pool (balanced) observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

sdkflkj EAT? -8.43E-11 6.00E-10 -0.140541 0.8891

FCF? 1.42E-10 8.39E-10 0.168825 0.8670

H_SAHAM? 0.039038 0.002482 15.72848 0.0000

R-squared 0.861977 Mean dependent var 4567.593

Adjusted R-squared 0.853351 S.D. dependent var 9673.065

Sumber : hasil output eviews 8.1

Ekspansi 111

Berdasarkan output regresi pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah kuadrat residual (RRS) adalah 4,39E+08. Dengan jumlah observasi 7 perusahaan subsektor makanan dan minuman dan jumlah n adalah 35, maka perhitungan LM:

LM = nT

2 (T-1)[

∑ [ ∑ eitti=1

ni=1 ]²

∑ ∑ eit2t

i=1ni=1

− 1]2

= 7(35)

2(35-1)[[4,39E+08]²

4,39E+08− 1]2

= 245

68[1,92721E+17

4,39E+08-1]2

= 3.6029 x (4.39E+08 – 1) 2

= 1.0294118 x 1.92720E+17

= 6.9435E+17

Nilai chi square pada df = 3 (jumlah variabel independen) dan ∝ = 0,05 adalah adalah sebesar 7,815. Hal ini menunjukkan bahwa LM hitung > nilai chi square, sehingga keputusan yang diambil adalah menolak H0 dan menerima Ha. Dengan begitu, model random effect lebih baik daripada model common effect. 3.3 Hasil Analisis Regresi Data Panel Berdasarkan pengujian model yang telah dilakukan, Random Effect Model merupakan model yang sesuai untuk penelitian ini. Tabel 4 merupakan hasil uji menggunakan Random Effect Model.

Tabel 4. Hasil Pengujian Random Effect Model

Dependent Variable: DPS?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)

Date: 05/07/16 Time: 21:45

Sample: 2010 2014

Included observations: 5

Cross-sections included: 7

Total pool (balanced) observations: 35

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 456.0030 975.0502 0.467671 0.6433

EAT? -2.83E-10 7.66E-10 -0.369606 0.7142

FCF? 2.52E-10 9.22E-10 0.272876 0.7868

H_SAHAM? 0.038398 0.002971 12.92247 0.0000

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000

Idiosyncratic random 3935.968 1.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.863042 Mean dependent var 4567.593

Adjusted R-squared 0.849788 S.D. dependent var 9673.065

112 Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih

S.E. of regression 3749.005 Sum squared resid 4.36E+08

F-statistic 65.11573 Durbin-Watson stat 2.152918

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.863042 Mean dependent var 4567.593

Sum squared resid 4.36E+08 Durbin-Watson stat 2.152918

Sumber : hasil output eviews 8.1

Berdasarkan tabel 4.9, dapat dirumuskan persamaa model regresi data panel sebagai berikut : Dividen Kas = 456,0030 – 2,83E-10 EAT + 2,52E-10 FCF + 0,0384 H_Saham 3.4 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan Berdasarkan hasil pengujian model Random Effect pada Tabel 4 memiliki nilai prob (F-statistic) sebesar 0,0000 yang lebih rendah dari taraf signifikansi 5%, atau prob (F-statistic) < 0,05. Dengan begitu, keputusan yang diambil adalah menolak H0 dan menerima Ha, sehingga secara simultan variabel independen, yaitu laba akuntansi (EAT), arus kas bebas (FCF), dan harga saham, berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, yaitu Dividen Kas (DPS). 3.5 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial Pengaruh Laba Akuntansi Terhadap Dividen Kas Pada Tabel 4, EAT memiliki nilai prob. sebesar 0,7142 yang berada di atas taraf signifikansi sebesar 5%, dan nilai koefisien regresi negatif yaitu sebesar -0,413021. Dengan begitu, keputusan yang diambil adalah menerima H0 dan menolak Ha, yang berarti Laba Akuntansi (EAT) tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan (DPS). Nilai koefisien regresi negatif berarti apabila semakin besar rasio EAT maka rasio DPS akan semakin kecil meskipun tidak secara signifikan. Berdasarkan ringksan kinerja perusahaan, tercatat selama tahun 2010-2014 pertumbuhan laba bersih pada mayoritas perusahaan subsektor makanan dan minuman mengalami perlambatan. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas perusahan manufaktur subsektor makanan dan minuman mengalami masalah kenaikan biaya operasional yang dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah sehingga meningkatnya harga bahan baku. Laba bersih yang diperoleh perusahaan selain digunakan untuk membagikan dividen, dapat disimpan perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa meskipun perusahaan memperoleh laba bersih, namun tidak berarti perusahaan tersebut wajib membagikan dividen kepada pemegang saham karena akan banyak pertimbangan ketika diadakan RUPS diantaranya adalah pertimbangan going concern atau kelangsungan hidup perusahaan. Hal inilah yang memungkinkan perusahaan lebih mempertimbangkan faktor lain dalam mengalokasikan laba bersihnya. Hasil penelitian ini didukung oleh Purwoko (2014) yang menyatakan bahwa laba akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas.

Ekspansi 113

Pengaruh Arus Kas Bebas Terhadap Dividen Kas Pada Tabel 4, FCF memiliki nilai prob. sebesar 0.7868 yang berada di atas taraf signifikansi sebesar 5% dan nilai koefesien regresi positif sebesar 2,52E-10. Dengan begitu, keputusan yang diambil adalah menerima H0 dan menolak Ha, yang berarti FCF tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas (DPS). Nilai koefisien positif artinya ketika arus kas bebas meningkat maka kebijakan dividen pada perusahaan akan mengalami peningkatan juga meskipun tidak secara signifikan. Hal ini dapat terjadi karena meskipun arus kas bebas merupakan hak penuh para investor, perusahaan harus menyimpan untuk biaya tak terduga yang bisa terjadi di tengah berlangsungnya perusahaan. Karena jika dividen yang dibagikan selalu besar, perusahaan akan lama berkembang karena kurangnya dana untuk mengembangkan perusahaan. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menilai bahwa hingga tahun 2014 industri makanan dan minuman menghadapi tantangan yang berat karena kebijakan dan kondisi perekonomian yang kurang stabil. “melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin terus melemah berdampak pada meningkatnya harga pokok produksi. Nilai tukar yang melemah ini terasa untuk pembelian bahan baku industri makanan dan minuman yang masih banyak diimpor seperti gandum, gula, susu, kedelai”. Selain itu, kenaikan Upah Minimum Poropinsi (UMP) yang rata-rata mencapai 9 hingga 30% pada 2014 memaksa pelaku usaha melakukan penyesuaian pada komponen biaya produksi (www.gapmmi.or.id). Besarnya harga pokok produksi ini menyebebabkan arus kas operasi semakin rendah sehingga menghasilkan arus kas bebas yang rendah pula. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suryani et al (2012) yang menyatakan bahwa arus kas bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Pengaruh Harga Saham Terhadap Dividen Kas Pada Tabel 4, Harga Saham memiliki nilai prob. sebesar 0.0000 yang berada di atas taraf signifikansi sebesar 5% dan nilai koefisen regresi positif. Dengan begitu, keputusan yang diambil adalah menerima Ha dan menolak Ho, yang berarti harga saham berpengaruh positif signifikan terhadap dividen kas (DPS). Artinya, semakin besar harga saham maka semakin besar juga dividen kas yang akan dibagikan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang diungkapankan Keown et al. (2011:6) bahwa “bagi para pemegang saham, harga pasar saham perusahaan menggambarkan nilai perusahaan termasuk seluruh kompleksitas dan risiko dunia nyata”. Sehingga, meningkatnya harga saham menunjukkan ekspektasi para investor terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Untuk mewujudkan ekspektasi dari para investor tersebut, pihak manajemen dapat memberikan timbal balik kepada investor dalam bentuk dividen kas. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2014) dan Suharli (2006), bahwa secara parsial harga saham berpengaruh signifikan positif terhadap dividen kas.

114 Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih

4. KESIMPULAN Berdasarkan analisis statistik deskriptif dapat diketahui bahwa dari 35 sampel, (1) terdapat 10 sampel mempunyai laba akuntansi di atas rata-rata dan 25 sampel mempunyai laba akuntansi di bawah rata-rata, (2) 10 sampel mempunyai arus kas bebas di atas rata-rata dan sebanyak 25 sampel mempunyai nilai arus kas bebas di bawah rata-rata, (3) 10 sampel penelitian mempunyai harga saham di atas rata-rata, sedangkan 25 sampel mempunyai harga saham di bawah rata-rata, dan (4) 9 sampel penelitian mempunyaii dividen kas di atas rata-rata, sedangkan 26 sampel mempunyai dividen kas di bawah rata-rata.

Berdasarkan analisis regresi data panel, menunjukkan bahwa Laba Akuntansi, Arus Kas Bebas, dan Harga Saham secara simultan berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Hasil pengujian secara parsial mengenai Laba Akuntansi, Arus Kas Bebas, dan Harga Saham terhadap Dividen Kas adalah sebagai berikut : (1) Laba Akuntansi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014; (2) Arus Kas Bebas secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minumanyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014; (3) Harga Saham secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minumanyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.Penelitian ini mempunyai kemampuan dalam menjelaskan variasi dividen kas sebesar 0,8498 atau 84,98% dan sebanyak 15,02% dipengaruhi oleh variabel lain.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar peneliti berikutnya dapat menambahkan variabel independen dan menggunakan indikator yang lain serta menambah periode penelitian dan menambah populasi perusahaan sehingga mendapatkan hasil yang lebih bervariasi.

Penelitiain ini juga menyarankan kepada perusahaan subsektor makanan dan minuman, Perusahaan diharapkan dapat mengambil keputusan terhadap pembayaran dividen kas kepada pemegang saham dengan mempertimbangkan arus kas bebas yang ada. Hal ini mengingat bahwa dividen kas merupakan salah satu alasan investor menanamkan modalnya diperusahaan tersebut. Bagi investor, Sebelum mengambil keputusan investasi, investor disarankan dapat menilai perusahaan-perusahaan yang baik dalam mengelola kas, mengalokasikan labanya, serta posisi harga saham perusahaan. Dengan begitu perusahaan dengan penilaian yang baik dapat dijadikan sasaran dalam modal usaha/investasi. DAFTAR PUSTAKA

Admin (2014, 21 Januari). Tahun 2014, Industri Makanan dan Minuman Masih Menghadapi Sejumlah Tantangan. Tersedia : http://www.gapmmi.or.id/ (15 Mei 2016).

Belkaoui, Ahmed Riahi. (2011). Teori Akuntansi. Edisi 5. Buku Dua. Terjemahan: Ali Akbar Yulianto dan Krista. Jakarta: Salemba Empat.

Ekspansi 115

Brigham, Eugene.F dan Joel F. Houston. 2010. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kesebelas. Jakarta: Salemba Empat.

Chen, G., Firth, M., dan Gao, N. (2002). The Information Content of Concurrently Announced Earnings, Cash Dividends, and Stock Dividends. Journal of International Financial Management and Accounting. Vol. 13, No. 2.

Darmadji, Tjiptono & Fakhruddin, Hendry M. (2011). Pasar Modal Indonesia (Edisi 3). Jakarta: Salemba empat.

Harahap, L.W. (2014).Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Laba Tunai Dan Likuiditas Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Vol. 17, No.1, ISSN : 1693 – 6760.

Hermuningsih, Sri. (2012). “Pengantar Pasar Modal Indonesia”. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Keown, Arthur J dan John D Martin et al. 2011. Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan. Terjemahan oleh Marcus Prihminto Widodo. Jilid 1. Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT. Indeks.

Kodrat, David Sukardi, & Indonanjaya, kurniawan. (2010). Manajemen Investasi: Pendekatan Teknik dan Fundamental Untruk Analisis Saham. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Laporan Keuangan dan Tahunan Perusahaan. Tersedia: http://www.idx.co.id/(17 september 2015)

Muqodim.(2005). Teori Akuntansi. Edisi pertama. Yogyakarta : Ekonisia. Purwoko , A.P., Yulianto, A.A., dan Handayani, B.D. (2014). Pengaruh Laba Akuntansi,

Harga Saham dan Leverage terhadap Dividen Kas. Accounting Analysis Journal. Vol. 3, No. 1. ISSN : 2252-6765

Ringkasan Laporan Kinerja Perusahaan Tersedia: http://www.idx.co.id/( diakses pada tanggal 4april 2016)

Suharli, M. (2006). Studi Empiris Mengenai Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Harga Saham Terhadap Jumlah Dividen Tunai. Jurnal Maksi. Vol.6, No. 2

Surya, Jen. (2010). Pengaruh Laba, Arus Kas Operasi dan Arus Kas Bebas terhadap Dividen Kas. Jurnal Investasi. Vol. 6, No.2.

Suryani, E., Arfan, M., Djalil, M.A. (2012). Pengaruh Profitabilitas, Arus Kas Operasi, dan Arus Kas Bebas terhadap Dividen Kas. Jurnal Akuntansi. Vol. 1, No. 1. ISSN : 2302-0164.

Syamsuddin, Lukman. (2011). Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 117 – 131

PERAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP IMPLEMENTASI NEW PUBLIC MANAGEMENT DALAM PENINGKATAN

KINERJA MANAJERIAL SEKTOR PUBLIK

Lili Indrawati Politeknik Negeri Bandung

[email protected]

Abstract : The purpose of this research is to analyze and prove the role of intellectual capital against implementation of new public management in enhancing public sector managerial performance. The research was carried out at the Cimahi local government. The number of respondent was 258 employees from 42 working units. The research method used is purposive sampling. To analyze the data from the respondent is interaction regression. The research shows that intellectual capital does not affect the relationship between NPM and public sector managerial performance.

Keywords: New Public Management, Intellectual Capital and Performance of Public Sector Managerial, Cimahi Local Government Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan peran modal intektual terhadap implementasi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik. Penelitian ini dilakukan di Kota Cimahi. Jumlah responden sebanyak 258 pegawai dari 42 unit kerja yang ada di Kota Cimahi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah regresi interaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal intelektual tidak berpengaruh terhadap hubungan antara NPM dan kinerja manajerial sektor publik.

Kata kunci: NPM, modal intelektual dan kinerja manajerial sektor publik, Pemerintah Kota Cimahi 1. PENDAHULUAN Sampai saat ini semangat reformasi yang menuntut adanya perubahan pada tatakelola pemerintahan menuju kearah yang lebih baik masih terus berlanjut, karena reformasi ini tidak hanya sekedar perubahan format lembaga, tetapi menyangkut perubahan sarana dan prasarana yang akan digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga publik secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel sesuai cita-cita reformasi, yaitu menciptakan good governance di sektor publik. Untuk mewujudkan cita-cita reformasi tersebut masih terkendala pada persoalan politis, mental dan administratif. Kendala yang paling menonjol sampai saat ini adalah belum optimalnya penyiapan infrastruktur sistem administrasi yang digunakan untuk menjalankan regulasi baru, menyiapkan aparat yang berkualitas untuk menjalankan regulasi tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Nazier (2009) bahwa masih banyak keterbatasan tenaga akuntansi, terlebih lagi yang memahami sektor publik, baik sebagai penentu

118 Lili Indrawati

kebijakan maupun sebagai pelaksana kebijakan. Sedangkan keberhasilan kinerja pemerintah akan terwujud, jika organisasi pemerintah dan personal yang ada dalam pemerintah tersebut menerapkan manajerial dengan baik, aparat bekerja sesuai peraturan yang berlaku, berkompeten di bidangnya dan komitmen yang tinggi terhadap pelayanan publik.

Dalam instansi pemerintah saat ini kebutuhan terhadap perubahan manajemen sektor publik merupakan tuntutan masyarakat luas yang menginginkan agar sektor publik menghasilkan produk yang berkualitas dengan menerapkan konsep manajemen publik yang berorientasi pada pelayanan public untuk itu diperlukan suatu konsep baru yaitu Manajemen Publik Baru atau New Public Management (NPM). NPM merupakan suatu konsep yang tepat untuk diterapkan, karena berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi kinerja (pelayanan publik); debirokratisasi; akuntabilitas berbasis hasil; pemecahan birokrasi publik ke dalam unit-unit kerja; pemangkasan biaya dan efisiensi; serta kebebasan manajer untuk mengelola organisasi dalam persaingan yang sehat dan arah yang lebih baik.

Untuk mendapatkan hasil yang baik maka sumber daya manusia pada instansi pemerintah harus serius, optimal dan bersungguh-sungguh dalam menerapkan konsep tersebut sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan publik. Sumber daya manusia yang baik adalah yang memiliki tiga elemen penting, yaitu komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan (Burr & Girardi, 2002; Maghfiroh, 2010), hal tersebut disebut sebagai intellectual capital (modal intelektual). Untuk mencapai kinerja yang sudah ditargetkan, seorang pegawai harus mempunyai komitmen dan kompetensi serta keahlian dalam pengendalian pekerjaan, sehingga outcome dari pekerjaan tersebut dapat diraih secara ekonomis, efisien dan efektif.

Begitu pentingnya faktor sumber daya manusia (intellectual capital) pada manajemen instansi pemerintah saat mengelola instansi yang bersangkutan, supaya tujuan yang sudah mereka rencanakan dapat tercapai secara ekonomis, efisien dan efektif. Karena maju atau mundurnya suatu negara bergantung pada para aparatur dan pelaksana yang mengelola pemerintahan pada negara tersebut. Pengelolaan yang baik dari suatu pemerintahan sangat penting, karena jika suatu negara dikelola dengan baik seperti UK pada zaman pemerintahan perdana menteri Thatcher, maka kinerja pemerintah dalam pelayanan publik akan meningkat. Tetapi sebaliknya, jika suatu negara dikelola dengan tidak baik maka negara tersebut akan mundur dan mungkin akan runtuh. Demikian pula sumber daya manusia diKota Cimahi pada saat ini sedang berusaha untuk menerapkan NPM dengan optimal untuk meningkatkan pelayanan publik, oleh karena itu penulis melakukan penelitian mengenai peran intellectual capital terhadap implementasi NPM di Pemkot Cimahi, untuk melihat pengaruh intellectual capital terhadap implementasi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik. 2. TINJAUAN PUSTAKA New Public Management (NPM) dengan cepat menggeser pendekatan administrasi publik tradisional. Banyak pihak memandang NPM sebagai suatu konsep baru yang

Ekspansi 119

ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan oleh birokrasi dan pejabat pemerintah (Mahmudi, 2010). Oleh karena itu NPM dianggap semacam panacea, obat mujarab untuk reformasi penyelenggaraan manajemen pemerintahan (Arief, dkk; 2009:62), karena NPM merupakan suatu set teknik manajemen dengan kriteria dan praktek sektor swasta (Lapsey, 2009). Sebagai suatu konsep, NPM memiliki karakteristik utama yaitu perubahan lingkungan birokrasi yang didasarkan pada aturan baku menuju sistem manajemen publik yang lebih fleksibel dan lebih berorientasi pada pelayanan publik.

Karakteristik NPM menurut Hood (1991, pp4-5) seperti yang dijelaskan oleh Mahmudi (2010), mengandung 7 (tujuh) komponen utama, yaitu organisasi publik harus dikelola secara professional dengan memiliki sistem perencanaan dan pengendalian manajemen yang rapi, seperti sistem perumusan strategi dan perencanaan stratejik, sistem reward & punishment, struktur organisasi, jejaring informasi, sistem manajemen kinerja dan sistem penganggaran. Supaya profesionalisme kerja dapat dipertanggung jawabkan, maka disyaratkan mempunyai standar kinerja untuk memberikan nilai terbaik dan praktek terbaik dan mempunyai ukuran kinerja untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai target kinerja dan tujuan organisasi. Selanjutnya perlu dikerahkan dan diarahkan semua sumber daya untuk mencapai target dengan menggunakan ukuran kinerja dengan penekanan pada capaian hasil (output) dan pemenuhan hasil (outcome).

Jika output dan outcome sudah tercapai, maka akan lebih mudah bagi organisasi sektor publik untuk membelah diri dalam unit kerja – unit kerja dengan tujan menciptakan organisasi yang lebih efisien melalui pelayanan satu atap. Juga diharapkan terjadi persaingan yang baik untuk menghemat biaya dan peningkatan kualitas kinerja serta mendorong berkembangnya sektor swasta dan pihak ketiga dalam pelayanan publik. Selanjutnya jika yang mengelola sektor publik adalah sumber daya manusia yang berkomitmen, berkompeten dan mempunyai otonomi kerja atau pengendalian pekerjaan diharapkan organisasi sektor publik ini akan menjadi lebih efisien, menghemat biaya, kompetitif, fleksibel dan cepat beradaptasi dengan pasar. Intellectual Capital atau disebut juga Human Capital, merupakan sumber daya terpenting bagi setiap organisasi yang bersifat global dan berbasis pengetahuan/keterampilan diseluruh dunia. Seperti yang dituturkan oleh Fitz-enz (2000) bahwa kunci untuk menjaga kelangsungan sebuah perusahaan yang menguntungkan atau perekonomian bangsa yang sehat adalah produktivitas human capital yang dimiliki. Hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana organisasi mengendalikan dan memanfaatkan sumber daya tersebut, sehingga organisasi dapat mewujudkan tujuan strategisnya. Burr & Girardi (2002;77) menyebutkan bahwa “modal intelektual adalah interaksi antara kompetensi, komitmen dan pengendalian dari karyawan”. Pola interaksi dari kompetensi, komitmen dan pengendalian pekerjaan dalam membentuk intellectual capital dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

120 Lili Indrawati

Kompetensi

Komitmen Pengendalian Pekerjaan

Sumber: Burr & Gerardi (2002;77)

Gambar 1. Pembentukan Intellectual Capital

Kompetensi diperlukan untuk mengelola sumber daya manusia, karena secara efektif kompetensi akan menerjemahkan visi dan tujuan strategis organisasi ke dalam perilaku yang teramati atau tindakan yang harus dilakukan oleh para pegawai. Kompetensi pegawai adalah pengetahuan, keterampilan, karakteristik kepribadian, dan sikap yang memungkinkan karyawan untuk menjalankan tugas-tugas dan peran-peran dalam pekerjaannya (Jackson,2004; Hitt, 2003). Kompetensi merupakan hal yang paling sulit untuk ditiru, karena karakteristiknya yang memang berbeda dan spesifik bagi masing-masing individu. Selain itu kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai, karena semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh pegawai dan sesuai dengan tuntunan peran pekerjaan maka kinerja pegawai akan semakin meningkat.

Komitmen merupakan salah satu elemen penting dalam bekerja, sampai dalam beberapa persyaratan untuk memegang suatu jabatan, elemen komitmen merupakan salah satu persyaratan. Diperlukan komitmen yang tinggi dari seorang pegawai terhadap organisasi tempat dia bekerja dan untuk bekerja dengan baik. Komitmen adalah suatu sikap kerja atau keyakinan yang mencerminkan kekuatan relatif dari keberpihakan dan keterlibatan individu pada suatu organisasi secara khusus (Burr & Girardi, 2002). Komitmen merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang mampu untuk tetap bertahan bekerja pada suatu perusahaan, dan hal tersebut dilakukan dengan ketulusan dan senang hati (Jacobsen,2000;190).

Pengendalian pekerjaan atau otonomi kerja adalah suatu upaya pengembangan kegiatan dan kreativitas pekerja pada pekerjaannya agar mereka dapat secara bebas, mandiri, dan leluasa menggunakan kapabilitas yang mereka miliki untuk mencapai efisiensi dan efektivitas organisasi. Newstrom & Davis (2002,4) menyatakan bahwa pengendalian merupakan pengembangan aktivitas pekerja pada pekerjaannya yang mengarah kepada perbaikan efektivitas operasi dan kepuasan kerja karena pekerja dapat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki secara luas dan penuh. Dengan pengendalian pekerjaan yang tinggi diharapkan seorang pegawai dapat mengerjakan pekerjaan dengan ekonomis, efisien dan efektif, sehingga terlihat peningkatan kinerjanya dari waktu ke waktu. Peningkatan kinerja bukan hanya dari pelaksana tapi semua lapisan, yaitu kinerja manajerial dan staf. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatannya maka harus dilakukan pengukuran kinerja bagi semua organisasi tak terkecuali instansi pemerintah.

Intellectual capital

Ekspansi 121

Pengukuran kinerja pada instansi pemerintah adalah alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan (program) sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah (Whittaker,1993). Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi pegawai dalam mencapai sasaran organisasi dengan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan, sedangkan manfaatnya adalah untuk melakukan upaya perbaikan secara terus menerus untuk mencapai keberhasilan dimana yang akan datang. Walaupun sampai saat ini pengukuran kinerja masih mempunyai keterbatasan, karena data kinerja tidak menyiratkan secara langsung proses yang terjadi, juga beberapa outcome tidak dapat diukur secara langsung serta informasi yang diperoleh bukanlah merupakan informasi yang lengkap. Tetapi pengukuran kinerja tetap dapat mencerminkan baik tidaknya pengelolaan organisasi yang bersangkutan. Pengelola organisasi perlu mengetahui apakah pelayanan yang mereka sediakan sudah sesuai dari segi jumlah, tingkat kualitas, ataupun harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini merupakan perwujudan pertanggung jawaban pengelola kepada para stakeholder (publik), karena manajer bertanggung jawab tidak hanya sebatas pada memberikan pelayanan secara fisik, tetapi juga pada pengelolaan usaha yang baik, oleh karena itu manajemen perlu mewujudkan value for money (VFM) pada kegiatan yang dilaksanakan.

Selama dua dasawarsa NPM telah berkontribusi secara positif dalam memperbaiki kinerja sektor publik melalui mekanisme kinerja yang diorientasikan pada pengukuran ekonomi, efisiensi dan efektifitas (value for money)(Mahmudi, 2010). Dengan value for money akan disediakan informasi sebagai bahan pertimbangan untuk membuat keputusan, oleh karena itu harus ada indikator kinerja yang merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Value for money adalah penghargaan terhadap nilai uang, hal ini berarti bahwa setiap rupiah harus dihargai secara layak dan digunakan sebaik-baiknya (Mahmudi, 2010). Pengukuran kinerja dengan VFM telah membuat keseimbangan antara pengukuran hasil dengan pengukuran proses. Dalam mata rantai VFM, indikator efektifitas berorientasi pada hasil, indikator ekonomi dan efisiensi berkonsentrasi pada proses. Indikator efektifitas lebih bersifat kualitatif sedangkan indikator ekonomi dan efisiensi lebih bersifat kuantitatif.

Ekonomi adalah pengeluaran daerah hendaknya digunakan secara berhati-hati (prudency) dan keuangan daerah harus digunakan secara optimal tanpa pemborosan (hemat), rumusnya (Mahsun, 2006;186):

𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛

𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑥 100%

Efisiensi atau produktivitas adalah jika suatu target tertentu dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan biaya yang serendah-rendahnya (spending well) jika dibandingkan secara relatif dengan kinerja usaha sejenis atau antar kurun waktu, rumusnya (Mahsun, 2006;187).

122 Lili Indrawati

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑈𝑡𝑘 𝑀𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑥 100%

Efektifitas merujuk pada keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya, yaitu suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dalam batas anggaran yang tersedia atau disebut dengan spending wisely. Menurut Mahmudi (2010) untuk mencapai efektivitas suatu organisasi harus efisien, karena jika efektifitas biaya sudah terpenuhi, maka setiap biaya yang dikeluarkan tidak akan sia-sia, rumusnya (Mahsun, 2006;187):

𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑥 100%

Penelitian Terdahulu: Penelitian mengenai pengaruh intellectual capital terhadap implementasi konsep NPM untuk meningkatkan kinerja, umumnya dilakukan secara deskriptif, jarang yang memberikan bukti secara empiris. Penelitian yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut: a. Peter Steane & James Guthrie (2004) melakukan penelitian yang berjudul

“Implication of Intellectual Capital for New Public Management”, hasil penelitian memperlihatkan bahwa NPM dan IC berpengaruh terhadap kinerja manajer sektor publik.

b. Jan Mauritsen, Stefan Thorbjornsen, Per N Bukh & Mette R Johansen (2004) melakukan penelitian dengan judul “Intellectual Capital and the new public management – reintroduction entreprise”, memperlihatkan bahwa NPM dan IC mempengaruhi kinerja manajer sektor publik.

Kerangka Pemikiran Personalia merupakan faktor kunci bagi suksesnya sebuah proses meodernisasi. Modernisasi administrasi publik hanya akan berhasil jika potensi sumber daya manusia dimanfaatkan secara maksimal atau - jika ada kekurangan di bidang ini – memperbaiki sumber daya manusianya atau human capital atau biasa juga disebut intellectual capital (komitmen, kompetensi, pengendalian pekerjaan) (Thamrin, 2006). Lebih lanjut Thamrin (2006) mengatakan bahwa dalam proses modernisasi penting sekali melibatkan pegawai, karena tanpa mereka hanya akan dicapai ketidakpastian dan seringkali terjadi sikap penolakan (boikot) yang merintangi pelaksanaan reformasi. Sedini mungkin sampaikan tujuan-tujuan yang jelas untuk menyadarkan makna modernisasi, dan menunjukkan keuntungan yang akan didapatkan dengan adanya tujuan yang jelas tersebut. Pengelolaan secara professional hanya akan dapat dilakukan jika potensi sumber daya manusia (intellectual capital) dimanfaatkan secara maksimal (Thamrin, 2006), sehingga kinerja pemerintah dapat meningkat. Dengan meningkatnya kinerja pemerintah melalui implementasi NPM maka pelayanan publik akan selalu dapat ditingkatkan dengan lebih efisien dan efektif. Jika tingkat efisiensi dan efektivitas produk pemerintah dapat dipertahankan dan ditingkatkan, maka hal

Ekspansi 123

ini akan meningkatkan daya saing pemerintah daerah terhadap swasta ataupun terhadap pemerintah daerah lainnya. Dalam penelitian Peter Steane & James Guthrie (2004), Mauritsen et al menyatakan bahwa modal intelektual berpengaruh terhadap NPM dalam peningkatan kinerja.

Hipotesis Penelitian. Hipotesis penelitian dibangun berdasarkan pada rumusan masalah kerangka pemikiran, berdasarkan hal tersebut di atas maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini: Modal Intelektual (Intellectual Capital) berpengaruh terhadap implementasi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik. 3. METODOLOGI Populasi dalam penelitian ini adalah unit kerja yang ada di pemerintah daerah Kota Cimahi, sedangkan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling, yaitu hanya terbatas pada unit tertentu yang dapat memberikan informasi dengan kriteria yang sudah ditentukan (Sekaran, 2006), yaitu sebanyak 42 unit kerja yang mempunyai pendapata dan belanja saja. Sedangkan metode pengumpulan data adalah penelitian lapangan (field research), sumber data yang digunakan dan dianalisis adalah jenis data primer (primary data). Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli tanpa melalui perantara (Indriantoro & Supomo, 1999:147)

Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti adalah new public management, modal intelektual (intellectual capital) dan kinerja manajerial sektor publik. Variabel new public management merupakan variabel independen, variabel intellectual capital merupakan variabel penguat (moderating) sedangkan kinerja manajerial sektor publik merupakan variabel dependen. Variabel-variabel ini akan diukur dengan instrumen pengukuran dalam bentuk kuesioner yang bersifat tertutup yang memenuhi persyaratan skala likert. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, dan skor yang diperoleh mempunyai tingkat pengukuran ordinal. Operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel

Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala

New Public Management (NPM) (Hood,1991)

Manajemen berorientasi kinerja

a. Manajemen professional di sektor publik

b.Standar kinerja dan ukuran kinerja

c. Pengendalian output dan outcome

d. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik

e. Menciptakan persaingan di sektor publik

Tingkat profesionalisme Tingkat capaian kinerja Tingkat output & outcome Tingkat efisiensi Tingkat persaingan

Ordinal

124 Lili Indrawati

f. Mengadopsi gaya manajemen sektor bisnis

g. Disiplin dan penghematan sumber daya

Tingkat penerapan Tingkat penghematan

Intellectual Capital (Burr & Girardi, 2002)

1. Kompetensi Pegawai (Spencer & Spencer, 1993)

2. Komitmen

3. Pengendalia

n kerja

1. Kompetensi Intelektual

2. Kompetensi Emosional

3. Kompetensi Sosial

Komitmen Afektif Otonomi kerja

a. Kemampuan menetapkan rencana kerja dan menyelesai- kan pekerjaan tepat waktu

b.Menguasai informasi, berinisiatif, berfikir analitik, dan konsetual

a. Kemampuan meningkatkan kualitas pelayanan

b.Kemampuan kerjasama tim

a. Kemampuan pengendalian diri, menyesuaikan diri dalam bekerja

b.Kemampuan membantu, mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi anggota lain.

a. Rasa bangga pegawai terhadap organisasinya

b.Keterikatan pegawai dengan organisasi

a. Keleluasaan menggunakan teknologi

b. Keleluasaan mengatur prosedur dan waktu penyelesaian pekerjaan

Tingkat kemampuan Tingkat penguasaan Tingkat kemampuan Tingkat kemampuan Tingkat kemampuan Tingkat kemampuan Tingkat kebanggaan Tingkat keterikatan Tingkat keleluasaan Tingkat keleluasaan

Ordinal

Kinerja Manajerial Sektor Publik (Mahsun, 2006)

Value for money a. Kemampuan memperoleh mempertahankan dan mengamankan pegawai dengan biaya yg rendah

Tingkat ekonomis

Ordinal

Ekspansi 125

b.Kemampuan mencapai target dengan sumber daya dan biaya yang rendah

c. Kemampuan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dalam batas anggaran yang tersedia

Tingkat efisiensi Tingkat efektif

Pengujian awal yang akan dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas untuk

melihat kesahihan dan keandalan alat ukur yang digunakan. Hasil dari pengujian validitas dan reliabilitas dapat dikatakan bahwa seluruh butir pernyataan yang digunakan pada penelitian ini sudah valid dan realiabel. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi validitas yang lebih kecil dari nilai 0,05, dan nilai Cronbach Alpha untuk masing-masing variabel yang lebih besar dari 60% seperti berikut NPM = 0.867; IC= 0,723; KMSP = 0,883.

Pengujian selanjutnya adalah uji normalitas untuk melihat kenormalan distribusi data, dan dari hasil pengujian terlihat bahwa data terdistribusi secara normal, yaitu NPM= 0,324; IC = 0,998 dan KMSP = 0,283. Kemudian dilakukan uji multikolinearitas dan heteroskedastisitas, dengan hasil pengujian bahwa tidak terjadi multikolinearitas untuk variabel NPM = 1.051; IC=1.120 demikian juga dari hasil pengujian berikutnya terlihat tidak terjadi heterokedastisitas, karena variabel NPM = 0,988; IC = 0.433 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan menggunakan alat bantu program computer SPSS, data yang diperoleh berupa New Public Management-NPM (X), Intellectual Capital-IC dan Kinerja Manajerial Sektor Publik-KMSP (Y) yang diolah menggunakan program tersebut. Analisis regresi interaksi digunakan untuk mengetahui pengaruh NPM terhadap KSMP dengan variabel intellectual capital (IC) sebagai variabel moderasi. Hasil Anova atau F test menghasilkan nilai F hitung sebesar 15,126 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05. Karena probabilitas signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05 mka model regresi interaksi dapat digunakan untuk memprediksi kinerja manajerial sektor publik, atau dapat dikatakan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap implementasi new public management dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik.

Sedangkan untuk melihat pengaruh interaksi antara implementasi NPM dengan IC dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik digunakan uji t. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung (0,316) lebih kecil dari t tabel (2,020) dan p-value sebesar 0,754 lebih besar dari = 0,05 sehingga interaksi implementasi NPM dengan intellectual capital dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik berada di daerah penerimaan H0 . Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa interaksi implementasi NPM dengan IC berpengaruh dalam peningkatan kinerja manajerial

126 Lili Indrawati

sektor publik ditolak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Steane & Guthrie (2004), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa NPM dan IC dapat meningkatkan kinerja manajerial sektor publik, selain itu hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian Mouritsen, Thorbjornsen, Bukh dan Johansen(2004), hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa NPM dan IC dapat mempengaruhi kinerja.

Ternyata kombinasi antara NPM dan intellectual capital bukanlah merupakan perpaduan yang terbaik, artinya intellectual capital tidak mampu bertindak sebagai variabel moderasi yang mempengaruhi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik. Jadi meskipun intellectual capital pegawai masing-masing unit kerja di pemerintah daerah Cimahi sangat tinggi, hal ini tidak berpengaruh pada kinerja manajer. Para bawahan bekerja sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan untuk mencapai target yang sudah direncanakan sesuai dengan job desk masing-masing. Inovasi hanya akan terjadi pada level manajer bukan pada level bawahan, sedangkan yang ideal adalah inovasi terjadi pada semua level.

Menurut Thamrin (2006) dalam proses modernisasi penting sekali melibatkan pegawai, karena tanpa itu hanya akan dicapai ketidak pastian dan sering kali sikap penolakan yang merintangi pelaksanaan reformasi. Ahmadi et,al (2011) menyatakan bahwa dalam organisasi dengan budaya birokratis karena tujuan organisasi sudah ditentukan secara rational, sistematis dan terstandar secara teknis, maka akan menghambat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja. Masih menurut Ahmadi et.al (2011) perlu dilakukan pula pengembangan IC untuk meningkatkan kinerja. Pengembangan IC dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan, hal ini perlu dilakukan di negara dimana proses menjadi pegawai dalam kantor publik tidak berdasarkan kualifikasi dan reabilitas karyawan, melainkan melalui nepotisme atau cara politis. Hal inilah yang membuat mentalitas para karyawan dalam jawatan publik yang menganggap diri mereka memiliki semua keistimewaan sebagai pegawai negeri (Thamrin, 2006).

Selanjutnya Thamrin (2006) menyatakan walau kualifikasi baik tanpa didukung teknik informasi dan komunikasi yang menggunakan jaringan struktur klien/server yang baik , maka unit yang bekerja secara desentral tidak bisa dikendalikan, dan mungkin tidak dapat membuat pengolahan data yang memuaskan. Oleh karena itu hanya dengan teknologi seperti ini one stop service terhadap klien dapat terjamin.

5. KESIMPULAN

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada pemikiran bahwa semua pemerintah daerah di Indonesia sudah menerapkan NPM, dan memiliki kepala daerah dan jajarannya yang memahami konsep NPM tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap implementasi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Steane & Guthrie (2004). Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pada umumnya responden belum memahami istilah NPM dan mereka juga adalah para birokrat murni. Namun begitu pada saat ini prinsip NPM sedang mereka terapkan keseluruh tingkatan struktur organisasi dengan sepenuh hati yang dimulai oleh kepala

Ekspansi 127

daerah dan jajarannya. Peningkatan kinerja manajerial sektor publik dapat dilakukan dengan menerapkan new public management jika para pekerja baik tingkat manajer dan pelaksana memiliki komitmen, kompetensi dan pengendalian kerja untuk menerapkannya secara optimal dan bersungguh-sungguh. Supaya mereka lebih memahami konsep NPM maka sedini mungkin konsep ini harus disosialisasikan kepada mereka, supaya tidak terjadi penolakan. DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Ali Akbar et al. 2011. The Survey of Realationship between Intellectual Capital and Organization Performance within the National Iranian South Oil Company. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Vol. 3, No. 5.

Arif, Mirrian S, dkk. 2009. Manajemen Pemerintahan. Edisi Kedua. Cetakan ketiga.

Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta Burr, Renu & Antonia Girardi. 2002. Intellectual Capital: More Than The Interaction of

Competence x Commitment. Australian Journal of Management. Vol. 27. Hood, Christopher.1991. “A Public Management for all Season?”, Public

Administration, 69, 1,pp.3-19. Hood, C.C.1995. “The ‘New Public Management’ in the 1980’s: variations on a

theme”, Accounting Organization and Society, Vol. 20, No. 2/3, pp. 93-109. Hyndman, Noel & McGeough, Francis. 2006. “NPM and The Performance

Measurement: A Comparative Study of The Public Sectors in Ireland and The UK, Irish Accounting Review, Article 03, pp. 29-57

Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk

Akuntansi & Managemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Jackson, Paul. R. 2004. Employee To Commitment. The International Journal of quality

& Reliability Management. Vol. 21. No. 6/7. Jacobsen, Dag Ingvar. 2000. Managing Increased Part-Time: Does Part-Time Work Imply

Part-Time Commitment?. Managing Service Quality. Vol. 10. Maghfiroh, Siti. 2010. Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen, Sistem Informasi

Manajemen dan Intellectual Capital dalam memoderasi hubungan antara Implementasi TQM dengan Kualitas Jasa Pendidikan dan Implikasinya terhadap

128 Lili Indrawati

Kinerja Perguruan Tinggi. Desertasi. Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Kedua. Unit Penerbit dan

Percetakan STIE YKPN. Yogyakarta Mardiasmo, 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta Meyer, J. P.; N. J. Allen & I. R. Gellaltly 1990. Affective and Continuance Commitment to

The Organization: Evaluatio of Measures and Analysis of Concurrent and Time-Lagged Relation. Journal of Applied Psychology. Vol. 75.

Mouritsen. Jan; Thorbjornsen. Stefan; Bukh Per.N; Johansen. MR. 2004. Intellectual

capital and new public management – Reintroducing enterprise. The Learning Organisation Vol 11. No 4/5. Pp 380-392.

Sekaran, Uma (2000). Research Methods for Business. John Wiley & Sons, Inc. 3th

edition. Steane, Peter & James Guthrie. 2004. Implications of Intellectual Capital for New Public

Management. Paper presented at International Research Symposium on Public Management Budapest April 2004.

Thamrin. 2006. New Public Management atau Bagaimana Good Governance bisa

dicapai. http/kedai-kebebasan.org/ Ulrich, Dave. 1998. Intellectual Capital = Competence X Commitment. Management

Review. Vol 39.p. 15-26 Undang-Undang Republik Indonesia No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah

Ekspansi 129

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Uji Normalitas Data

NPar Tests

NPM IC KMSP

N 42 42 42 Normal Parametersa,b

Mean 3.095743

3.283457

2.995507

Std. Deviation

.5458438

.2736410

.6108556

Most Extreme Differences

Absolute .147 .069 .153 Positive .095 .045 .092 Negative -.147 -.069 -.153

Kolmogorov-Smirnov Z .953 .449 .988 Asymp. Sig. (2-tailed) .324 .988 .283

Uji Multikolinearitas

Regression Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables Removed Method

1 IC, NPM, . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: KMSP

Coefficientsa Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 NPM .951 1.051

IC .893 1.120

a. Dependent Variable: KMSP

Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) .378 .794 .476 .637

NPM -.001 .064 -.003 -.016 .988

IC .002 .147 .002 .011 .992

130 Lili Indrawati

Regresi pengaruh Intellectual Capital terhadap implementasi NPM dalam

peningkatan KMSP

Regression Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables Removed Method

1 NPM_IC, IC, NPMa . Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: KMSP

Model Summary Model

R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the

Estimate 1 .738a .544 .508 .42836

a. Predictors: (Constant), NPM_IC, IC, NPM

ANOVAb

Model Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

1 Regression

8.326 3 2.775 15.126 .000a

Residual

6.973 38 .183

Total 15.299 41 a. Predictors: (Constant), NPM_IC, IC, NPM

b. Dependent Variable: KMSP

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta 1 (Consta

nt) 3.29

4 5.732

.575 .569

NPM .223 1.916 .199 .116 .908

IC -.863 1.719 -.386 -.502 .619

NPM_IC

.181 .573 .617 .316 .754

a. Dependent Variable: KMSP

Ekspansi 131

Uji reliabilitas data

Reliability (IC) Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

Reliability (NPM)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.867 14

Reliability (KMSP)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

Ekspansi Vol. 8, Vo. 1 (Mei 2016), 133 – 150

PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR DAN TEKANAN ANGGARAN WAKTU TERHADAP KUALITAS AUDIT

(Studi Kasus Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung)

Nadya Dwi Wahyuni Univesitas Telkom

[email protected]

Hiro Tugiman Univesitas Telkom

[email protected]

Annisa Nurbaiti Univesitas Telkom

[email protected]

Abstract: The audit report produced by an auditor must be quality because audit report is share to the users of financial statement such as shareholders and investor as one basic for decision making. The users of financial statement expect the public accountant profession conduct independent and impartial assessment of the information presented by the company management in the financial statements. But in the practice there are many cases involving public accountant that impact on doubted the quality of audit. The population in this research is the all audiotrs who work at KAP in Bandung. The sample in this research is 54 auditors with using convenience sampling method. Data were analyzed using multiple regression linear. The result of this research provide empirical evidence that simultaneously variable of auditor’s independency and time budget pressure have a significant effect on audit quality. In partially variable of auditor’s independency and time budget pressure with positive direction have a significant effect on audit quality.

Keywords: Auditor’s independency, time budget pressure, audit quality Abstrak: Laporan audit yang dihasilkan oleh seorang auditor haruslah berkualitas karena laporan audit tersebut dibagikan kepada para pemakai laporan keuangan seperti pemegang saham dan investor sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan. Pemakai laporan keuangan mengharapkan profesi akuntan public melakukan penilaian bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Namun pada praktiknya masih banyak kasus yang melibatkan akuntan publik terkait independensi auditor yang berdampak diragukannya kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan public. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung. Sampel dalam penelitian ini adalah 54 auditor dengan menggunakan metode convenience sampling. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini memberikan bukti secara empiris bahwa secara simultan variabel independensi auditor dan tekanan anggaran waktu berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Secara parsial variabel independensi auditor dan tekanan anggaran waktu dengan arah positif berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

Kata kunci: Independensi auditor, tekanan anggaran waktu, dan kualitas audit

134 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

1. PENDAHULUAN Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Profesi akuntan publik bertanggungjawab terhadap keandalan lapora keuangan perusahaan dalam melakukan audit.

Kualitas audit adalah seberapa baik proses audit mendeteksi dan melaporkan salah saji material dalam laporan keuangan. Aspek yang dideteksi adalah refleksi dari kompetensi auditor, sedangkan pelaporan adalah refleksi etika atau integritas audit, khususnya independensi (Arens et al., 2011). Menurut Rosnidah, dkk (2010) kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh klien. Melaporkan pelanggaran klien merupakan sikap independensi yang harus dimiliki oleh auditor.

Fenomena terkait dengan kualitas audit salah satunya adalah kasus yang terjadi pada Hambalang menyebutkan Badan Pemeriksa Keuangan menduga telah terjadi pelanggaran standar akuntansi dalam laporan keuangan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional di Desa Hambalang. Permasalahan yaitu draft hasil pemeriksaan audit berbeda dengan laporan audit yang dikeluarkan. Laporan keuangan diaudit oleh kantor akuntan publik RSM AAH yang melakukan audit atas laporan keuangan konsolidasi Adhi Karya pada 2011. Berdasarkan dari kasus tersebut KAP RSM AAH tidak dapat menemukan adanya surat palsu terkait tanah dan penggelembungan dana proyek dan kemungkinan tim auditor tidak memiliki bukti-bukti keterlibatan Menpora dan perusahaan kontraktor tersebut dalam penyelewengan dana proyek Hambalang. Sedangkan pada audit investigasi oleh BPK dapat mengungkap temuan tersebut. Sehingga sangat jelas adanya bukti-bukti yang tidak diungkapkan dalam laporan auditnya. Akuntan publik tidak mampu mengungkapkan adanya temuan yang terjadi pada kasus tersebut, sehingga kualitas audit yang dihasilkan rendah dan sikap independensi akuntan publik diragukan karena adanya hal tersebut.

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2011).

Independensi auditor menurut Arens et. al (2010) adalah sebuah sikap mental yang berisi pengambilan sudut pandang auditor dalam pemeriksaan selama akumulasi dan pengevaluasian bukti. Menurut Mautz dan Sharaf (1993) dalam Sarwoko (2014), independensi adalah sebuah sikap mental yang bebas dari pengaruh pihak lain, yang tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada pihak lain. Independensi auditor berarti adanya kejujuran auditor dalam mengingat fakta, dan memihak sesuai kenyataan untuk tujuan pertimbangan dalam perumusan dan mengungkapkan opini.

Ekspansi 135

Berdasarkan pengertian sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa independensi auditor adalah sikap di mana auditor tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain selama pemeriksaan serta dalam mengungkapkan opininya.

Kegagalan profesi auditor di Indonesia terkait independensi dapat dilihat dari kasus yang terjadi pada perusahaan Raden Motor dengan seorang akuntan publik Biasa Sitepu pada tahun 2010. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif. Hasil pemeriksaan keterangan tersangka mengungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilan kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Fitri Susanti, kuasa hokum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/05/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa keterangannya dangan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Dalam kasus ini akuntan publik Biasa Sitepu dituduh melanggar prinsip kode etik. Biasa Sitepu telah melanggar prinsip kode etik salah satunya yaitu tidak dapat menjaga independensinya, mudah dipengaruhi oleh pihak lain dan bersikap tidak jujur.

Selain independensi auditor, tekanan anggaran waktu (time budget pressure) juga mempengaruhi kualitas audit. Nirmala dan Cahyonowati (2013) menyatakan bahwa tekanan anggaran waktu adalah keadaan yang menunjukkan auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran yang sangat ketat dan kaku. Tekanan anggaran waktu adalah anggaran waktu yang ketat dalam menyelesaikan audit dengan prosedur audit yang seharusnya. Tekanan anggaran waktu yang dimiliki auditor dalam melakukan audit sangat mempengaruhi kualitas audit.

Menurut Kurnia, dkk (2014), tingginya tingkat tekanan waktu anggaran pada auditor, dan banyak auditor telah beberapa kali melakukan praktek mengurangi kualitas audit yang berpotensi memiliki implikasi untuk fungsi kualitas audit. Menurut penelitian yang dilakukan Kelly et.al (2005) dalam Hutabarat (2012) menemukan bahwa 31 persen auditor senior mengalami tekanan anggaran waktu dan 41 persen staf auditor dilaporkan mengalami tekanan anggaran waktu dan tekanan anggaran waktu menyebabkan penurunan kualitas audit.

Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda (inkonsistensi hasil), diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Ningsih dan Yaniartha yang menyebutkan bahwa time budget pressure berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap kualitas audit. Pengaruh negatif berarti tekanan anggaran waktu memiliki pengaruh terbalik yaitu semakin tinggi tekanan anggaran waktu maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin menurun. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Oklivia dan Marlinah yang menyebutkan bahwa tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, artinya bahwa tekanan anggaran waktu hanya salah satu dari beberapa faktor untuk kejadian penurunan kualitas audit.

136 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

Telah banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai kualitas audit, seperti penelitian yang dilakukan oleh Oklivia dan Marlinah yang menyatakan bahwa independensi auditor dan tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Sedangkan penelitian menurut Nirmala dan Cahyonowati menunjukkan hasil penelitian bahwa independensi auditor secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit dan tekanan anggaran waktu secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian Nirmala dan Cahyonowati ini didukung oleh penelitian Kurnia, Ningsih dan Yaniartha.

Kualitas audit adalah seberapa baik proses audit mendeteksi dan melaporkan salah saji material dalam laporan keuangan. Mendeteksi dan melaporkan salah saji material merupakan sikap independensi yang harus dimiliki oleh auditor. Kualitas audit juga dipengaruhi oleh tekanan anggaran waktu yang diberikan oleh auditee dan atasan kepada auditor. Tingginya tingkat tekanan waktu anggaran pada auditor, dan banyak auditor telah beberapa kali melakukan praktek mengurangi kualitas audit yang berpotensi memiliki implikasi untuk fungsi kualitas audit. Berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia kualitas audit sering diragukan dan dipertanyakan karena adanya auditor yang tidak independen dan tekanan anggaran waktu yang ketat, sehingga pendeteksian dan pelaporan salah saji material yang dilakukan oleh auditor dalam laporan keuangan tidak dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit belum dipahami secara baik oleh auditor dan masih adanya inkonsistensi dari penelitian terdahulu. Auditor harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit sehingga kualitas audit tidak diragukan dan tidak mengandung unsur kecurangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi independensi auditor, tekanan anggaran waktu, dan kualitas audit pada KAP di wilayah Bandung, serta pengaruh independensi auditor dan tekanan anggran waktu terhadap kualitas audit pada KAP di wilayah Bandung. Beberapa faktor yang memperngaruhi kualitas audit yang diambil untuk dikaji dalam penelitian ini adalah independensi auditor dan tekanan tekanan anggaran waktu.

Berdasarkan pada latar belakang penelitian mengenai pengaruh independensi auditor dan tekanan anggaran waktu terhadap kualitas audit, maka dapat diambil beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi independensi auditor, tekanan anggaran waktu, dan kualitas

audit pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung? b. Bagaimana pengaruh independensi auditor dan tekanan anggaran waktu secara

simultan terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung? c. Bagaimana pengaruh independensi auditor secara parsial terhadap kualitas audit

pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung? d. Bagaimana pengaruh tekanan anggaran waktu secara parsial terhadap kualitas audit

pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung?

Ekspansi 137

2. METODOLOGI Berdasarkan metodenya penelitian ini tergolong ke dalam penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KAP yang berada di wilayah Bandung, yaitu sebanyak 29 KAP. Dari populasi tersebut unit analisis yang dimaksud adalah individu auditor keseluruhan yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung. Data yang digunakan adalah data primer, yaitu kuesioner. Kuesioner pada penelitian ini telah dilakukan pengujian instrument penelitian baik dari segi validitas maupun reliabilitas yang dilakukan terhadap responden.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara non probabilitas (non-probability sampling), dengan metode pengumpulan menggunakan teknik convenience sampling dan didapat 54 sampel untuk diteliti. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan model persamaan berikut:

KA = ∝ + 𝜷𝟏. 𝑰𝑨 + 𝜷𝟐. 𝑻𝑩𝑷 + 𝜺 Keterangan: KA : Kualitas Audit IA : Independensi Auditor TBP : Time Budget Pressure α : Konstanta ε : Error term β1, β2 : Koefisien Regresi

Karena menggunakan model regresi, maka harus dilakukan uji asumsi kalsik terlebih dahulu untuk menguji pemenuhan syarat regresi. a. Uji Asumsi Klasik Normalitas

Uji asumsi klasik normalitas akan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) berdistribusi mendekati normal atau normal sama sekali. Pengujian normalitas menunjukan bahwa taraf signifikansi untuk variabel independen dan variabel dependen yaitu lebih besar dari 0,05.

b. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas Uji asumsi klasik multikolinearitas diterapkan untuk analisis regresi berganda yang terdiri atas dua atau lebih variabel bebas/independent variable, di mana akan diukur tingkat asosiasi (keeratan) hubungan/pengaruh antara variabel bebas tersebut melalui besaran koefisien korelasi (r).

c. Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas Uji asumsi klasik heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heterokedastisitas.

138 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

d. Uji Asumsi Klasik Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi lainnya. Model. regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin – Watson (DW Test). Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independen.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisis deskriptif variabel independensi auditor, tekanan anggaran waktu, dan kualitas audit pada KAP di wilayah Bandung: a. Responden relatif memiliki independensi yang baik dengan persentanse 77,7%.

Dimana tidak mudah untuk dipengaruhi oleh siapapun, dapat mengantisipasi tekanan dari klien, dan dapat mempertahankan objektivitasnya, karena auditor melaksanakan tugasnya untuk kepentingan umum.

b. Responden relatif mengalami tekanan anggaran waktu atau time budget pressure yang cukup tinggi dalam penugasannya dengan persentase sebesar 75,7%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden (auditor) cenderung pernah merasakan time budget pressure dalam melaksanakan tugas auditnya.

c. Responden relatif memiliki kualitas audit yang baik dalam menghasilkan laporan auditan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata total persentase sebesar 87,1%. Artinya, kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung telah memadai.

Hasil menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang digunakan adalah valid, dimana nilai korelasinya lebih besar dari pada r-tabel yaitu 0,268. Selain itu hasil menunjukkan bahwa instrumen penelitian reliable, dimana nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6.

Pengolahan data yang digunakan peneliti melakukan pengujian asumsi klasik untuk melihat kelayakan model regresi. Hasil pengujian asumsi klasik yaitu sebagai berikut: a. Uji Normalitas

Dari hasil uji normalitas tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai residual terdistribusi normal, sehingga model penelitian ini dinyatakan telah memenuhi syarat asumsi normalitas. Dengan demikian, secara keseluruhan baik data variabel independen maupun data variabel dependen telah terdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas

Nilai tolerance masing-masing variabel adalah IA= 0,896; TBP=0,896 dan nilai VIF pada kolom terakhir pada masing-masing variabel adalah IA= 1,116; TBP= 1,116, dimana nilai tolerance semua variabel lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF semua

Ekspansi 139

variabel lebih kecil dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini bebas dari gejala multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas pada Gambar 1, bahwa titik-titik scatterplot tidak memiliki pola sebaran yang teratur baik menyempit, melebar, maupun bergelombang. Titik-titik scatterplot yang dihasilkan menyebar dengan baik tanpa pola. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi linear berganda penelitian ini.

Sumber: Output SPSS (2016)

Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot

d. Uji Autokorelasi Nilai DW sebesar 2,017, nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikan 5%, jumlah sampel 54 (n) dan jumlah variabel independen 2 (k=2), maka di tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai dl: 1,485 dan du: 1,638. Oleh karena itu nilai DW= 2,017 lebih kecil dari 4-du (4-1,638) =2,362 sehingga 1,638 < 2,017 < 2,362 (du < dw < 4-du) maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi ini tidak terjadi autokorelasi.

Dalam melakukan pengolahan data peneliti menggunakan teknik analisis regresi linear berganda untuk.melihat hasil penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian ini. Uji hipotesis yang dilakukan yaitu sebagai berikut: a. Analisis secara Simultan (Uji F)

Tabel 1. Uji Signifikansi Secara Simultan (Uji F) ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 87.553 2 43.777 11.889 .000b

Residual 187.780 51 3.682

Total 275.333 53

a. Dependent Variable: KA

b. Predictors: (Constant), TBP, IA

Sumber: Output SPSS (2016)

140 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

Tabel 1 menunjukkan nilai Fhitung sebesar 11,889 dan Ftabel sebesar 3,18 dimana jumlah variabel independen dan dependen (k) berjumlah 3 dan sampel (n) berjumlah 54, sehingga df1=k-1 yaitu 3-1=2 dan df2=n-k yaitu 54-3=51, sehingga Fhitung > Ftabel. Uji signifikan secara simultan menunjukkan angka sebesar 0,000 sehingga probabilitas signifikan < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa H03 ditolak dan Ha3 diterima yaitu bahwa independensi auditor dan tekanan anggaran waktu berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kualitas audit.

b. Analisis secara Parsial (Uji t)

Tabel 2. Uji Signifikansi Secara Parsial (Uji t)

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) 18.411 3.459 5.322 .000

IA .227 .067 .416 3.407 .001

TBP .119 .054 .269 2.203 .032

a. Dependent Variable: KA

Sumber: Output SPSS (2016)

Berdasarkan Tabel 2, pada variabel independensi auditor didapatkan t hitung sebesar 3,407, dan nilai t tabel sebesar 2,007, t tabel didapatkan dari df=n-k, dimana n merupakan sampel sebanyak 54 dan k merupakan jumlah variabel independen (bebas) yaitu sebanyak 2, jadi df=54-2=52. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama dengan 3,407 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan < 0,05. Nilai beta yang diperoleh yaitu sebesar 0,227 menunjukkan nilai positif, berarti variabel independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dapat disimpulkan bahwa H01 ditolak dan Ha1 diterima, berarti variabel independensi auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Pada variabel tekanan anggaran waktu (tbp) didapatkan t hitung sebesar 2,203, dan nilai t tabel sebesar 2,007. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama dengan 2,203 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan < 0,05. Nilai beta yang diperoleh yaitu sebesar 0,119 menunjukkan nilai positif, berarti variabel tekanan anggaran waktu berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dapat disimpulkan bahwa H02 ditolak dan Ha2 diterima, berarti variabel tekanan anggaran waktu (tbp) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. 3.1 Pengaruh Independensi Auditor dan Tekanan Anggaran Waktu terhadap

Kualitas Audit Secara Simultan Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan nilai Fhitung sebesar 11,889 dan Ftabel sebesar 3,18 dimana jumlah variabel independen dan dependen (k) berjumlah 3 dan sampel (n) berjumlah 54, sehingga df1=k-1 yaitu 3-1=2 dan df2=n-k yaitu 54-3=51, sehingga

Ekspansi 141

Fhitung > Ftabel. Uji signifikan secara simultan menunjukkan angka sebesar 0,000 sehingga probabilitas signifikan < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa H03 ditolak dan Ha3 diterima yaitu bahwa independensi auditor dan tekanan anggaran waktu berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kualitas audit. 3.2 Pengaruh Indepedensi Auditor terhadap Kualitas Audit Secara Parsial Berdasarkan Tabel 2, pada variabel independensi auditor didapatkan t hitung sebesar 3,407, dan nilai t tabel sebesar 2,007, t tabel didapatkan dari df=n-k, dimana n merupakan sampel sebanyak 54 dan k merupakan jumlah variabel independen (bebas) yaitu sebanyak 2, jadi df=54-2=52. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama dengan 3,407 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan < 0,05. Nilai beta independensi auditor yaitu sebesar 0,227 yang berarti nilai beta yang positif menunjukkan bahwa variabel independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dapat disimpulkan bahwa H01 ditolak dan Ha1 diterima, berarti variabel independensi auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Posisi independensi auditor memiliki persentase 77,7% termasuk ke dalam kategori baik. Hal ini berarti independensi yang dimiliki oleh auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung sudah baik. Auditor yang independen tidak akan terpengaruh meskipun ia sudah memiliki hubungan kerja yang lama dengan kliennya dan meskipun mendapat tekanan dari kliennya. Oleh karena itu, dengan memiliki sikap yang independen auditor dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Serta, berdasarkan uji statistik deskriptif yang dilakukan, menunjukkan kualitas audit termasuk dalam kategori sangat baik, dengan persentase sebasar 87,1%. Hal ini menunjukkan auditor telah melaporkan semua kesalahan klien yang ditemukan selama proses audit, auditor memahami sistem informasi akuntansi klien, dan auditor memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan tugas audit.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa independensi auditor secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh independensi auditor adalah searah dengan kualitas audit atau dengan kata lain semakin tinggi independensi auditor dalam menjalankan tugas audit, maka semakin tinggi kualitas auditnya. Sebaliknya, semakin rendah independensi auditor, maka kualitas audit auditor tersebut semakin rendah pula. 3.3 Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Kualitas Audit Secara Parsial Berdasarkan Tabel 2, pada variabel tekanan anggaran waktu (tbp) didapatkan t hitung sebesar 2,203, dan nilai t tabel sebesar 2,007. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama dengan 2,203 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan < 0,05. Nilai beta tekanan anggaran waktu yaitu sebesar 0,119, nilai beta yang positif menunjukkan bahwa variabel tekanan anggaran waktu berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dapat disimpulkan bahwa H02 ditolak dan Ha2

142 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

diterima, berarti variabel tekanan anggaran waktu (tbp) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.

Posisi tekanan anggaran waktu berada pada kategori setuju dengan persentase sebesar 75,7%. Hal ini berarti auditor menyetujui bahwa mengalami tekanan anggaran waktu selama melakukan tugasnya. Meskipun tekanan anggaran waktu tergolong cukup tinggi, tidak menyebabkan penurunan terhadap kualitas audit. Bahkan tekanan anggaran waktu yang tinggi akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Karena tekanan anggaran waktu merupakan waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas auditnya dan meskipun auditor berada di bawah tekanan, mereka harus tetap mempertahankan kualitas auditnya, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan tanggapan responden mengenai kualitas audit sebesar 87,1% yang digolongkan termasuk kriteria sangat baik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa tekanan anggaran waktu berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh tekanan anggaran waktu adalah searah dengan kualitas audit atau dengan kata lain semakin tinggi tekanan anggaran waktu yang dialami auditor selama menjalankan tugas audit, maka semakin tinggi kualitas auditnya. Sebaliknya, semakin rendah tekanan anggaran waktu, maka kualitas audit auditor tersebut semakin rendah pula. 4. KESIMPULAN Penelitian yang dilakukan peneliti ini bertujuan untuk menilai apakah indepedensi auditor dan tekanan anggaran waktu berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara simultan maupun secara parsial. Penelitian ini dilakukan terhadap 54 responden yang terdapat pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Bandung. Berdasarkan hasil pengujian dari berbagai teknik pengujian dan analisis data yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

Auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung memiliki indepedensi yang baik, hal ini dilihat dari sebanyak 77,7% menyetujui terhadap pernyataan yang dipaparkan peneliti mengenai independensi auditor. Auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung mengalami tekanan anggaran waktu selama melaksanakan tugasnya, hal ini dilihat dari sebanyak 75,7% menyetujui terhadap pernyataan yang dipaparkan peneliti mengenai tekanan anggaran waktu. Kualitas audit yang dimiliki auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung disimpulkan sangat baik, hal ini dilihat dari sebanyak 87,1% sangat menyetujui terhadap pernyataan yang dipaparkan peneliti mengenai kualitas audit.

Secara simultan, independensi auditor dan tekanan anggaran waktu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit, dimana f-hitung sebesar 11,889 lebih besar dari f-tabel sebesar 3,18 dan probabilitas signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05.

Secara parsial, variabel indepedensi auditor (X_1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Dilihat dari t-hitung > t-tabel sama dengan 3,407 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05, dan nilai beta

Ekspansi 143

variabel independensi auditor sebesar 0,227 yang berarti nilai beta yang positif menunjukkan variabel independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

Secara parsial, variabel tekanan anggaran waktu (X_2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Dilihat dari t-hitung > t-tabel sama dengan 2,203 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05, dan nilai beta variabel tekanan anggaran waktu sebesar 0,119 yang berarti nilai beta yang positif menunjukkan variabel tekanan anggaran waktu berpengaruh positif terhadap kualitas audit. DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A. Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. (2010). Auditing dan Jasa Assurance. Jakarta: Erlangga.

Arens, Alvin A. Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. (2011). Auditing dan Jasa Assurance (terjemahan). Edisi keduabelas. Jakarta: Erlangga.

Hutabarat, Goodman. (2012). Pengaruh Time Budget Pressure dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit. Vol.6(1). Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia.

Kurnia, Winda. Khomsiyah. Sofie. (2014). Pengaruh Kompetensi, Independensi, Tekanan Waktu, dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit. E-Jurnal Akuntansi Universitas Trisakti 1.2.

Mulyadi. (2011). Auditing. Jakata: Salemba Empat. Ningsih, A.A Putu Ratih Ratih Cahaya. P. Dyan Yaniartha S. (2013). Pengaruh

Kompetensi, Independensi, dan Time Budget Pressure terhadap Kualitas Audit. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 4.1.

Nirmala, Rr Putri Arsika. Nur Cahyonowati (2013). Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Professional Care, Akuntabilitas, Kompleksitas Audit, dan Time Budget Pressure terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Auditor KAP di Jawa Tengah dan DIY). E-Junal Akuntansi Universitas Diponegoro 2.3.

Oklivia. Aan Marlinah. (2014). Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Faktor-faktor dalam Diri Auditor Lainnya terhadap Kualitas Audit. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 16 No.2.

Rosnidah, Ida. Rawi dan Kamarudin. (2010). Analisis Dampak Motivasi Dan Profesionalisme terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten Cirebon). Jurnal Akuntansi. Bandung.

Sarwoko, Iman. Soekrino Agoes (2014). An Empirical Analysis of Auditor’s Industry Specialization, Auditor’s Independence and Audit Procedures on Audit Quality: Evidence from Indonesia. Science Direct.

Sujarweni, V. Wiratna dan Poly Endrayanto. (2012). Statistika untuk Penelitian. Graha Ilmu: Yogyakarta.

http://hukum.kompasiana.com/2013/09/02/kasus-kredit-macet-bri-jambi-tahun-2013-belum-temukan-tersangka [diakses pada 16 September 2015]

144 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/438785caralaporankeuanganproyekhambcaralaporankeua [diakses pada 20 Desember 2015]

Ekspansi 145

LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN

A. Identitas Responden

1. Nama KAP :

2. Nama Responden :

3. Umur Responden :

4. Jenis Kelamin : ( ) Pria ( ) Wanita

5. Jenjang Pendidikan : ( ) D3 ( ) S1 ( )S2 ( )S3

6. Lama Bapak/Ibu bekerja pada KAP tempat bekerja saat ini … bulan/tahun

7. Jabatan dalam KAP :

( ) Supervisor ( ) Manajer KAP

( ) Auditor Junior ( ) Partner

( ) Auditor Senior

B. Pernyataan

Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dengan cara

memberi tanda checklist (√) pada kolom yang tersedia.

Keterangan:

STS Sangat Tidak Setuju

TS Tidak Setuju

KS Kurang Setuju

S Setuju

SS Sangat Setuju

1) Pernyataan Tentang Independensi

No Pernyataan SS S KS TS STS

I. Indikator: Lama Hubungan dengan Klien (Audit Tenure)

1 Masa kerja saya dengan klien

yang sama bisa lebih dari 3

tahun.

146 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

2 Lama masa kerja saya dengan

klien yang sama tidak

mengganggu hasil audit saya.

3 Saya tidak pernah merasa

dikendalikan atau

dipengaruhi oleh klien dalam

kegiatan audit yang masih

dilakukan.

II. Indikator: Tekanan dari Klien

4 Saya dituntut oleh klien

untuk menyelesaikan audit

tepat waktu.

5 Saya akan menerima sanksi

administratif apabila tidak

menyelesaikan audit tepat

waktu.

6 Saya harus menghasilkan

laporan audit yang

independen, meskipun ada

tekanan dari klien.

No Pernyataan SS S KS TS STS

III. Indikator: Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)

7 Saya memerlukan review dari

KAP lain untuk menilai

prosedur audit yang telah

saya lakukan.

8 Peer Review selalu dilakukan

di KAP tempat saya bekerja

secara rutin.

IV. Indikator: Jasa nonAudit

Ekspansi 147

9 Selain jasa atestasi, KAP

dapat memberikan jasa

nonatestasi kepada klien yang

sama.

10 Saya pernah memberikan jasa

lain kepada perusahaan klien.

11 Saya mengaudit perusahaan

yang saya berikan jasa

nonaudit.

2) Pernyataan tentang Tekanan Anggaran Waktu

No Pernyataan SS S KS TS STS

I. Indikator : Keketaan Anggaran Waktu

12 Waktu yang dianggarkan

kepada saya untuk melakukan

tugas audit cukup banyak.

13 Anggaran waktu yang ketat

(sempit) membuat saya

terburu-buru dalam

melaksanakan tugas audit.

14 Pekerjaan audit saya tidak

mempunyai waktu untuk

istirahat atau cuti.

II. Indikator: Ketercapaian Anggaran Waktu

15 Saya sering lembur untuk

dapat mencapai anggaran

waktu yang ketat.

16 Saya sering meminta

perpanjangan waktu untuk

menyelesaikan laporan audit.

148 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

17 Kuantitas pekerjaan audit

yang diberikan kepada saya

sesuai dengan alokasi waktu

yang ada.

No Pernyataan SS S KS TS STS

III. Indikator: Pemahaman tentang time budget

18 Di tempat saya bekerja, time

budget dalam penugasan audit

selalu dikomunikasikan.

19 Di tempat saya bekerja,

efisiensi dalam pekerjaan

proses audit sangat

ditekankan.

20 Di tempat saya bekerja, time

budget digunakan sebagai

salah satu indikator

pengukuran efisiensi kinerja.

IV. Indikator: Tanggung jawab terhadap time budget

21 Saya dituntut untuk dapat

menyelesaikan pekerjaan

proses audit tepat waktu

sesuai dengan time budget.

22 Saya memandang time budget

dalam penugasan audit

sebagai beban.

23 Saya akan menjalankan audit

sesuai dengan waktu audit

yang direncanakan walaupun

saya merasa tidak mampu.

No Pernyataan SS S KS TS STS

V. Indikator: Penilaian Kinerja dari Atasan

Ekspansi 149

24 Di tempat saya bekerja,

kesesuaian penugasan audit

dengan time budget dijadikan

indikator penilaian kinerja

dari atasan.

25 Saya akan melakukan audit

sesuai dengan waktu yang

direncanakan agar audit yang

saya lakukan dinilai baik oleh

atasan.

26 Di tempat saya bekerja, time

budget merupakan keputusan

yang mutlak dari atasan yang

tidak dapat diganggu gugat.

3) Pernyataan tentang Kualitas Audit

No Pernyataan SS S KS TS STS

I. Indikator: Melaporkan Semua Kesalahan Klien

27 Saya selalu melaporkan

semua kesalahan Auditee

yang saya temukan, sehingga

laporan saya berkualitas.

28 Saya tidak menutupi temuan

yang bersifat material selama

proses audit.

No Pernyataan SS S KS TS STS

II. Indikator: Pemahaman terhadap Sistem Informasi Akuntansi Klien

29 Saya memahami laporan

keuangan klien, agar proses

audit saya menghasilkan

150 Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti

laporan audit yang

berkualitas.

30 Saya mengetahui kejanggalan

yang ada dalam laporan

keungan klien.

31 Saya selalu memastikan

laporan keuangan klien sesuai

dengan standar akuntansi

yang berlaku saat ini.

III. Indikator: Komitmen yang Kuat dalam Menyelesaikan Audit

32 Selama proses audit, saya

yakin laporan audit saya

berkualitas.

33 Setiap penugasan dapat

diselesaikan dengan time

budget yang telah ditentukan.

34 Saya selalu menyelesaikan

pekerjaan laporan audit saya

tepat waktu dan selalu

bersikap independen

sehingga laporan audit saya

berkualitas.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

1. Karya ilmiah dapat berbentuk ringkasan hasil penelitian, studi literasi, tinjauan kritis (critical review) atau gagasan orisinil yang kritis dan segar khususnya dalam bidang ekonomi, keuangan, perbankan, dan akuntansi.

2. Karya ilmiah yang dikirim ke redaktur Jurnal Ekspansi belum pernah dipublikasikan sebelumnya dalam terbitan berkala ilmiah baik di dalam maupun di luar negeri.

3. Penulis karya ilmiah dapat terdiri dari satu orang atau lebih, maksimal 3 orang. Naskah dapat ditulis dengan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris secara baik dan benar dengan menggunakan bahasa ilmiah ataupun akademik.

4. Panjang naskah 20-30 halaman (termasuk lampiran dan daftar pustaka) pada kertas ukuran A4 dengan spasi 1 jenis huruf Times New Roman 12, serta margin atas 3 cm, untuk bawah, kiri, dan kanan masing-masing 2,5 cm. Untuk tabel, digunakan jenis huruf Times New Roman 11 dan spasi 1 serta nama tabel diletakkan di sebelah atas tabel. Untuk gambar, harus berbentuk bmp, jpg, png, atau sejenisnya serta diberi nama gambar yang diletakkan di sebelah bawah gambar. Masing-masing tabel/ gambar dilengkapi sumber.

5. Penulisan karya ilmiah mengikuti format dan struktur penulisan sebagai berikut: a. Judul karya ilmiah

Ditulis dengan huruf kapital dan tebal, dibuat secara jelas, lugas, ringkas, tidak terlalu panjang, serta mencerminkan isi dari karya ilmiah.

b. Nama lengkap penulis, lembaga/instansi asal atau afiliasi, alamat email Nama ditulis lengkap tanpa gelar, bila terdiri dari beberapa penulis dapat diurutkan ke bawah. Lembaga/instansi atau afiliasi ditulis di bawah nama (masing-masing) penulis dan dilengkapi e-mail penulis.

c. Abstrak dan kata kunci Abstrak merupakan intisari tulisan, dibuat dengan jenis huruf Times New Roman 11, spasi 1 dan dilengkapi dengan kata kunci. Dibuat dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

d. Pendahuluan Pendahuluan memuat latar belakang dan rumusan masalah serta dapat juga diuraikan mengenai pentingnya permasalahan secara ilmiah.

e. Metodologi

Metodologi memuat secara keseluruhan bagaimana karya ilmiah dibuat, menjelaskan apakah penelitian kualitatif atau kuantitatif, serta analisis data yang digunakan.

f. Isi (hasil dan pembahasan) Isi memuat diskusi mengenai gagasan atau masalah pokok yang dibahas secara sistematis.

g. Kesimpulan Kesimpulan ditulis dalam bentuk tulisan yang bersifat argumentatif, terutama untuk hasil penelitian atau disarikan tujuan dan isi yang umum dari permasalahan yang telah diuraikan pada bagian isi.

h. Daftar pustaka Disusun berdasarkan abjad, dengan menuliskan nama akhir terlebih dahulu dan diikuti oleh tahun publikasi, judul, dan penerbit. Baris kedua dan seterusnya inden ke sebelah kanan sebanyak 7 spasi. Contoh:

Buku Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kelima,

Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Wolk, Harry I., et al. 2001. Accounting Theory : A Conceptual and Institutional

Approach, 5th Edition. Ohio : South – Western College Publishing.

Skripsi/Tesis/Disertasi Ismal, Rifki. 2010. The Management of Liquidity Risk in Islamic Banks : The Case

of Indonesia. (Unpublished doctoral theses). Durham: School of Government and International Affairs, Durham University.

Soemartini. 2007. Pengaruh Variabel Makro Terhadap Perubahan Konsumsi Masyarakat Indonesia 2000 – 2006, (Tesis tidak dipublikasikan). Bandung : Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Terbitan Berkala (jurnal, majalah, atau lainnya) Basu, Sudipta. (1997). The Conservatism Principle and The Asymetric Timelines of

Earnings. New York : Journal of Accounting and Economics, Vol. 24, pp. 3 – 37.

Saadah, Kamalah. 2015. Efektivitas Fungsi Intermediasi Lembaga Amil Zakat (Studi Pada Lembaga Amil Zakat dalam Forum Organisasi Zakat di Seluruh Indonesia). Bandung : Jurnal Ekspansi, Vol. 7, No. 2, h. 181-197.

Suryadi, Dede. 2011. Potret Bisnis Syariah : Perlu Upaya Lebih Serius. Jakarta : Majalah Swa Sembada, No. 27/XXVI/20 Desember 2010 – 5 Januari 2011, h. 88 – 92.

Publikasi Elektronik Deakin, Simon. 2010. Corporate Governance and Financial Crisis in The

Long Run. http://www.cbr.cam.ac.uk/pdf/WP417.pdf . Html : January, 4th 2014.

Juwaini, Ahmad. 2012. Pembangunan Zakat Berkelanjutan. Tersedia: http://www.forumzakat.net/index.php?act=paparan&id=13. Diakses: 5 April 2012

6. Sistem penomoran untuk setiap bagian/sub bagian contohnya adalah sebagai berikut: 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 .......................... 3.2 .......................... 3.2.1 ....................... 3.3 .......................... 3.3.1 ....................... dst.

7. Naskah karya ilmiah dikirim dalam bentuk soft copy ke alamat email redaksi : [email protected]

8. Naskah karya ilmiah yang masuk ke redaksi akan diseleksi oleh mitra bestari serta disunting oleh dewan penyunting. Karya ilmiah dapat diterima tanpa perbaikan, diterima dengan perbaikan, ataupun tidak ditolak.