peran perancang peraturan perundang-undangan di
TRANSCRIPT
i
PERAN PERANCANG PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI SEKRETARIAT
DAERAH KABUPATEN SEMARANG DALAM
MEMBENTUK PRODUK HUKUM DAERAH YANG
BERKUALITAS
HALAMA N SAMPUL
SKRIPSI
Disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh
SITI FARIDAH
8111417317
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
1. Anyone can steal your idea, but no one can steal your execution (Nadiem
Makarim)
2. If you want to, you’ll find success, if you don’t want to you’ll find excuses
(Rhenald Kasali)
3. I am not in competition with anyone but myself. My goal is to improve
myself continuously (Bill Gates)
Persembahan
Untuk Papah, Mamah
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan penulisan skripsi dengan judul “Peran Perancang
Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang dalam
Membentuk Produk Hukum Daerah yang Berkualitas”. Penyelesaian skripsi ini
bertujuan untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
di Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
doa, dukungan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis
dengan hormat dan bangga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H., M.Si., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang.
3. Prof. Dr. Martitah, M.Hum., Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang.
4. Dani Muhtada, M.Ag., M.P.A., Ph.D., Dosen Pembimbing Skripsi yang
dengan sabar telah memberikan arahan dan nasihat selama penulis
menyusun skripsi ini.
5. Jajaran Dosen dan Staf Akademika Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang.
viii
6. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang yang telah
memberikan izin dan kesempatan bagi penulis untuk melakukan
penelitian, belajar banyak hal, dan memperoleh berbagai informasi.
7. Segenap Narasumber yang telah penulis temui, atas data dan informasi
yang diberikan yang mana telah melengkapi penyusunan penulisan
skripsi ini.
8. Kholiq dan Aan Samsiah, S.Pd., Orang tua penulis yang selalu
mendukung, mendidik, dan mendoakan penulis. Untuk itu penulis
mempersembahkan skripsi ini khusus untuk keduanya.
9. Mochammad Zaenury, S.T., Ade Siti Fatimah, S.T., dan Fitriyah
Nurjannah, Kakak dan Adik penulis yang selalu memberikan dukungan
baik materiil maupun immateriil.
10. Ganda Wibowo Sakti, S.H., Kekasihku, yang selalu memberikan
dukungan dan support kepada penulis.
11. Agista Rahma Ditha, Argya Kemayang, Hamdan Salahudin, Laila
Afiyani, Reza Wulandari, Septianingsih, dan rekan-rekan lainnya yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu. May God always be with you!
Semarang, 17 Oktober 2020
Penulis
ix
ABSTRAK
Faridah, Siti. 2020. Peran Perancang Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat
Daerah Kabupaten Semarang dalam Membentuk Produk Hukum Daerah yang
Berkualitas. Skripsi Bagian HTN/HAN, Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang. Dosen Pembimbing: Dani Muhtada, M.Ag., M.P.A., Ph.D.
Kata Kunci: Peran, Perancang, Produk Hukum Daerah, Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang.
Penelitian yang berjudul “Peran Perancang Peraturan Perundang-undangan
di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang dalam Membentuk Produk Hukum
Daerah yang Berkualitas” dilatarbelakangi oleh kekhawatiran penulis terhadap
banyaknya produk hukum daerah yang dicabut sebelum adanya tenaga perancang
peraturan perundang-undangan pada tahun 2018. Padahal, berdasarkan amanat UU
No. 12 Tahun 2011 dalam pasal 98 ayat (1) termaktub bahwa setiap tahapan
pembentukan peraturan perundang-undangan mengikutsertakan perancang
peraturan perundang-undangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
menarik tiga permasalahan pokok diantaranya yakni bagaimana peran perancang
peraturan perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang dalam
pembentukan produk hukum daerah yang berkualitas, apakah terdapat perubahan
kualitas sebelum dan setelah adanya perancang peraturan perundang-undangan di
Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang, dan bagaimana optimalisasi peran
perancang peraturan perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang dalam membentuk produk hukum daerah yang berkualitas.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan
kualitatif yang berjenis yuridis-sosiologis. Fokus penelitiannya terletak pada peran
perancang peraturan perundang-undangan, perubahan kualitas produk hukum
daerah sebelum dan sesudah adanya perancang, dan optimalisasi peran perancang
peraturan perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang.
Lokasi penelitian penulis yakni di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang yang
berkenaan dengan tugas dan fungsinya dalam membentuk produk hukum daerah.
Sumber data dalam penelitian yang penulis lakukan berasal dari data primer dan
data sekunder dengan teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi, dan
studi pustaka.
Hasil penelitian yang diperoleh yakni; (1) Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang telah melaksanakan peran perancang peraturan perundang-undangan
sesuai dengan kaidah hukum positif yang ada sejak tahun 2018. (2) Kualitas dari
Produk Hukum Daerah di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang itu sendiri
sangat baik dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini dibuktikan
melalui angka pencabutan Produk Hukum Daerah sebanyak 2% dari total
keseluruhan peraturan yang pernah dibentuk dari tahun 2010-2020 atau setara
dengan 142 peraturan yang terdiri dari 7 peraturan daerah, 105 peraturan bupati,
dan 30 keputusan bupati. (3) Bentuk optimalisasi yang dapat dilakukan yakni
berupa pengadaan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kecakapan,
kemampuan, dan penghayatan peran perancang peraturan perundang-undangan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ....................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM ................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah.................................................................................. 6
1.3. Pembatasan Masalah ................................................................................. 7
1.4. Rumusan Masalah ..................................................................................... 8
1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11
xi
2.1. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 11
2.2. Landasan Teori ....................................................................................... 21
2.2.1. Teori Negara Hukum .................................................................... 21
2.2.2. Teori Konstitusionalisme ............................................................. 23
2.2.3. Teori Desentralisasi ...................................................................... 24
2.2.4. Teori Pembentukan Hukum ......................................................... 24
2.2.5 Teori Bekerjanya Hukum .............................................................. 27
2.3. Landasan Konseptual .............................................................................. 28
2.3.1. Pengertian Peran ........................................................................... 28
2.3.2. Definisi Perancang Peraturan Perundang-undangan .................... 28
2.3.3. Definisi Pembentukan Produk Hukum Daerah yang Berkualitas 29
2.4. Kerangka Berpikir .................................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 38
3.1. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 38
3.2. Jenis Penelitian ....................................................................................... 38
3.3. Fokus Penelitian...................................................................................... 39
3.4. Lokasi Penelitian .................................................................................... 40
3.5. Sumber Data ........................................................................................... 40
3.6. Teknik Pengambilan Data....................................................................... 43
3.7. Validitas Data ......................................................................................... 44
3.8. Analisis Data ........................................................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 47
4.1. Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang ............................................... 47
4.1.1. Gambaran Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang ....... 47
xii
4.1.2. Tugas dan Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang ................................................................................................ 49
4.1.3. Tugas Sub-Bagian Perundang-undangan ..................................... 51
4.1.4. Dasar Hukum Pembentukan Produk Hukum Daerah di Kabupaten
Semarang ................................................................................................ 52
4.1.5. Mekanisme Pembentukan Produk Hukum Daerah di Kabupaten
Semarang ................................................................................................ 54
4.2. Peran Perancang Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang ..................................................................................... 62
4.3. Kualitas Produk Hukum Daerah di Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang ....................................................................................................... 70
4.4. Optimalisasi Peran Perancang Peraturan Perundang-undangan di
Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang ...................................................... 85
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 90
5.1. Simpulan ................................................................................................. 90
5.2. Saran ....................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94
LAMPIRAN ........................................................................................................ 101
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu ............................................................... 13
Tabel 4.1. Perubahan Kualitas Produk Hukum Daerah di Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang Sebelum dan Sesudah Adanya Perancang Peraturan
Perundang-undangan ........................................................................................... 76
xiv
DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM
Bagan 4.1 Susunan Organisasi Sekretariat Daerah ............................................. 46
Bagan 4.2 Susunan Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang ............................................................................................................. 48
Grafik 4.1 Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2010 - 2020 ............ 73
Grafik 4.2 Peraturan Bupati Kabupaten Semarang Tahun 2010 - 2020 ............. 73
Grafik 4.3 Keputusan Bupati Kabupaten Semarang Tahun 2010 - 2020............ 74
Diagram 4.1 Produk Hukum Daerah di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang
Tahun 2010 - 2020 .............................................................................................. 74
Diagram 4.2 Pencabutan Produk Hukum Daerah di Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang ............................................................................................................. 81
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Lambang Daerah Pemerintahan Kabupaten Semarang - Sekretariat
Daerah ................................................................................................................. 45
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Observasi di Bagian Hukum Sekretariat
Daerah Kabupaten Semarang .............................................................................. 99
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian di Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang ........................................................................................ 100
Lampiran 3. Jawaban Permohonan Izin Observasi dan Penelitian di Sekretariat
Daerah Kabupaten Semarang ............................................................................ 101
Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian Telah Selesai Dilaksanakan di Bagian
Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang ............................................ 103
Lampiran 5. Instrumen Penelitian di Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang ........................................................................................ 104
Lampiran 6. Transkrip Hasil Wawancara di Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang ........................................................................................ 106
Lampiran 7. Dokumentasi Kegiatan penelitian................................................. 132
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari
keseluruhan proses pembentukan hukum yang baru dalam menjalankan tugas
kenegaraan dan pelayanan publik kepada masyarakat sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan yang baik (Hartono, 2012:3). Pembentukan peraturan
perundang-undangan juga berkaitan dengan proses perancangan peraturan
perundang-undangan. Dalam proses perancangan peraturan
perundang-undangan tersebut memerlukan kehadiran perancang peraturan
perundang-undangan agar memperoleh produk hukum yang berkualitas.
Istilah “perancang” itu sendiri pada awalnya dikenal melalui
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 98 ayat (1) bahwa “Setiap
tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengikutsertakan
Perancang Peraturan Perundang-undangan”. Definisi dari perancang itu sendiri
secara lebih lanjut dijabarkan dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.
59 Tahun 2015 tentang Keikutsertaan Perancang Perundang-undangan dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya.
Perancang memiliki kekuatan yang penting dalam berlakunya suatu
produk hukum. Sebagai suatu produk hukum, peraturan perundang-undangan
2
pada dasarnya bersifat universal dan mengikat untuk umum. Sehingga, hal
tersebut memiliki konsekuensi logis bahwa peraturan perundang-undangan
harus memperhatikan landasan-landasan tertentu untuk mempertahankan
eksistensinya (Zein, dkk., 2016:17). Landasan-landasan tersebut
sekurang-kurangya memuat 3 (tiga) poin yakni landasan filosofis, yuridis,
dan sosiologis. Landasan yang pertama yakni landasan filosofis menurut B.
Hestu Cipto Handoyo (2008:65-66) memuat cita hukum atau rechtsidee yang
terkandung dalam Pancasila sehingga peraturan perundang-undangan di
Indonesia harus berlandaskan pada pandangan filosofis Pancasila.
Sedangkan landasan sosiologis berarti bahwa peraturan perundang-undangan
yang dibentuk harus menggambarkan keadaan sebenarnya dan merupakan
aspirasi masyarakat.
Berbeda dengan kedua landasan sebelumnya, menurut Bagir Manan
(1992:13-19), landasan yuridis dari kaidah hukum diperinci dalam
syarat-syarat seperti:
Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan
perundang-undangan, keharusan adanya kesesuaian bentuk atau
jenis atau peraturan perundang-undangan dengan materi yang
diatur, keharusan mengikuti tata cara tertentu, dan keharusan
tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
tingkatannya.
Keseluruhan aspek tersebut harus dihayati dan diimplementasikan oleh
perancang peraturan perundang-undangan dalam membentuk produk hukum
daerah yang berkualitas.
Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari hasil Praktik Kerja
Lapangan, perancang perundang-undangan sebagai jabatan fungsional di
Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang baru aktif pada tahun 2018. Jauh
3
sebelum itu, tenaga perancang peraturan perundang-undangan yang hadir
bukan merupakan jabatan fungsional melainkan staf bagian hukum yang
bukan secara spesifik sebagai tenaga ahli atau perancang peraturan
perundang-undangan. Padahal, amanat Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang No.
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah
disahkan dalam lembaran negara pada tanggal 12 Agustus 2011. Sehingga
yang terjadi adalah produk hukum daerah yang dihasilkan antara tahun 2011
hingga tahun 2018 tidak disertai oleh perancang peraturan
perundang-undangan. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap kualitas dari
produk hukum yang dihasilkan selama jangka waktu tersebut. Padahal,
menurut Widodo Ekatjahjana, Direktur Jenderal Peraturan
Perundang-undangan, peranan Perancang Peraturan Perundang-undangan
merupakan conditio sine qua non (ditjenpp.kemenkumham.go.id).
Istilah conditio sine qua non itu sendiri mengacu pada Oxford Reference
berasal dari bahasa latin yang bermakna “kondisi yang sangat diperlukan” atau
“a necessary condition”. Berarti dalam hal ini, peranan perancang
perundang-undangan dalam membentuk produk hukum daerah sangat
diperlukan dan berpengaruh besar terhadap kualitas produk hukum yang
dihasilkan sebagaimana dikemukakan oleh Direktur Jenderal Peraturan
Perundang-undangan.
Ketidakhadiran seorang perancang peraturan perundang-undangan
dalam membentuk produk hukum daerah secara lebih jauh akan berakibat
pada pembatalan produk hukum daerah karena tidak adanya harmonisasi
dengan peraturan yang lebih tinggi. Berdasar pada penelitian yang dilakukan
4
oleh Fauzi Iswahyudi (De Lega Lata, 1(1), Januari-Juni 2016:87), hal
demikian pernah terjadi pada kasus pembatalan Peraturan Daerah (Perda) di
provinsi Sumatera Utara. Pembatalan tersebut terjadi karena banyaknya Perda
yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, maka
diperlukan peranan seorang perancang peraturan perundang-undangan di
daerah untuk mengawal dan mendampingi proses pembentukan produk hukum
daerah agar memiliki mutu yang baik. Meskipun Menteri Hukum dan HAM
menyatakan bahwa dalam hal ini Kantor Wilayah juga ikut bertanggung jawab
sebagaimana fungsinya memfasilitasi perancangan produk hukum daerah,
pengembangan budaya hukum dan penyuluhan hukum, serta konsultasi dan
bantuan hukum (Simatupang, JIKH, 11(1), Maret 2017:15). Namun pada
hakikatnya, perancang pada unit kerja-lah yang memiliki peran dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan dan penyusunan instrumen
hukum lainnya sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 59
Tahun 2015 tentang Keikutsertaan Perancang Perundang-undangan dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya.
Berdasar pada hal tersebut, maka perancang peraturan
perundang-undangan memiliki peran pokok dalam setiap tahapan
pembentukan produk hukum. Tidak hanya perananya saja yang dibutuhkan,
menurut Katharine MacCormick dan John Mark Keyes (2020:7), perancang
peraturan perundang-undangan juga memerlukan pelatihan-pelatihan
pendukung yang setidaknya menjabarkan mengenai praktik dan prosedur
perumusan serta dasar penyusunan peraturan perundang-undangan.
Keterampilan tersebut sudah seharusnya terus diperbaharui untuk
5
meningkatkan kualitas dari produk hukum yang akan dibuat agar berbasis
pada kebutuhan hukum masyarakat.
Berkaca pada konteks pembentukan hukum di negara lain, negara
Belanda memberikan pendidikan khusus kepada legal drafter atau perancang
peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh academy for legislation
berupa academic training yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan prinsip-prinsip
konstitusional (Voermans, 2009:2-3). Menurut S. Debaene and B. van
Buggenhout (2000:92), pendidikan khusus tersebut diselenggarakan secara
berkelanjutan dengan harapan terciptanya peningkatan mutu atau kualitas
perundang-undangan dan pendidikan profesional legislasi. Mengacu pada
European Commission (2009:36), perancang peraturan perundang-undangan
di negara Belanda harus mematuhi "Arahan tentang Legislasi" atau
(Aanwijzigingen voor regelgeving) dalam membentuk produk hukum yang
baik. Hal ini merupakan seperangkat aturan, yang dikembangkan oleh
Kementerian Kehakiman, disetujui oleh kabinet dan dikeluarkan oleh Perdana
Menteri, yang mencakup kriteria kualitas umum, aturan prosedur, instruksi
hukum, dan editorial.
Di Indonesia, permasalahan mengenai peran perancang peraturan
perundang-undangan semakin kompleks karena tidak meratanya kehadiran
perancang peraturan perundang-undangan khususnya di daerah. Di Kabupaten
Semarang, perancang peraturan perundang-undangan baru aktif pada tahun
2018 sedangkan amanat dari Undang-Undang telah disahkan melalui
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
6
selama waktu 7 (tujuh) tahun produk hukum daerah atau peraturan daerah
yang dihasilkan tidak disertai oleh perancang peraturan perundang-undangan.
Pemilihan Kabupaten Semarang sebagai objek penelitian mengacu pada
minimnya jumlah produk hukum daerah yang dibatalkan dibandingkan dengan
produk hukum daerah di Kabupaten lainnya. Padahal, secara fungsional,
produk hukum daerah yang dihasilkan hingga tahun 2018 tidak disertai oleh
perancang unit kerja sebagaimana termaktub dalam pasal 2 ayat (1) PP No. 59
Tahun 2015. Disamping itu, aspek kepastian hukum bagi masyarakat menjadi
suatu hal yang penting dalam menjamin kualitas produk hukum yang
dihasilkan. Atas dasar tersebut, diperlukan penelitian terhadap kualitas
peraturan daerah sebelum dan sesudah adanya perancang peraturan
perundang-undangan dan menganalisis peran perancang peraturan
perundang-undangan yang ada di Kabupaten Semarang untuk menentukan
kualitas peraturan daerah yang dihasilkan.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dan menganalisis lebih dalam serta mencari jawaban atas isu hukum
yang sedang dihadapi. Untuk alasan-alasan inilah, proposal skripsi dengan
judul “PERAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SEMARANG DALAM
MEMBENTUK PRODUK HUKUM DAERAH YANG BERKUALITAS”
diajukan.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Buruknya kualitas produk hukum daerah yang dihasilkan tanpa disertai
oleh perancang peraturan perundang-undangan.
7
2. Tidak tegasnya ketentuan Pasal 98 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang disebabkan
oleh tidak adanya frasa “harus” yang mewajibkan setiap tahapan
pembentukan peraturan perundang-undangan mengikutsertakan
perancang perundang-undangan.
3. Adanya dualisme peran perancang peraturan perundang-undangan unit
kerja dengan perancang peraturan perundang-undangan Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM sehingga menimbulkan ketidakpastian
hukum.
4. Belum adanya upaya harmonisasi produk hukum daerah terhadap
peraturan yang lebih tinggi secara hierarki sehingga berpeluang untuk
dibatalkan.
1.3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan untuk menghindari adanya pelebaran
pokok masalah dalam penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat lebih
terarah, fokus, dan mendalam sehingga tujuan dari penelitian dapat tercapai.
Oleh karena itu, penulis membatasi penelitian hanya yang berkaitan dengan
peran perancang peraturan perundang-undangan, perubahan kualitas produk
hukum daerah, dan optimalisasi peran perancang peraturan
perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang dalam
membentuk produk hukum daerah yang berkualitas.
8
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa permasalahan yang
akan menjadi fokus utama dalam pembahasan penulisan skripsi ini,
diantaranya:
1. Bagaimana peran perancang peraturan perundang-undangan di Sekretariat
Daerah Kabupaten Semarang dalam pembentukan produk hukum daerah
yang berkualitas?
2. Apakah terdapat perubahan kualitas sebelum dan setelah adanya
perancang peraturan perundang-undangan di Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang?
3. Bagaimana optimalisasi peran perancang peraturan perundang-undangan
di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang dalam membentuk produk
hukum daerah yang berkualitas?
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis peran perancang peraturan
perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang
dalam pembentukan produk hukum daerah yang berkualitas.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis perubahan kualitas sebelum dan
setelah adanya perancang peraturan perundang-undangan di
Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang.
9
3. Mengidentifikasi dan menganalisis optimalisasi peran perancang
peraturan perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang dalam membentuk produk hukum daerah yang berkualitas.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian skripsi ini yakni:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang hukum dan pembentukan peraturan
perundang-undangan;
b. Memperluas pandangan mengenai peran perancang peraturan
perundang-undangan dalam pembentukan produk hukum daerah
yang berkualitas; dan
c. Digunakan sebagai pedoman dalam penulisan selanjutnya terkait
dengan legal drafting atau pembentukan peraturan
perundang-undangan, khususnya produk hukum daerah.
2. Manfaat bagi Penyelenggara Negara
a. Menjadi bahan evaluasi dari pentingnya peran perancang peraturan
perundang-undangan terhadap indikator kualitas produk hukum
daerah khususnya di Kabupaten Semarang; dan
b. Memberikan pedoman terhadap kewenangan perancang peraturan
perundang-undangan unit kerja dengan perancang peraturan
perundang-undangan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM dalam upaya harmonisasi produk hukum daerah.
3. Manfaat bagi Masyarakat
10
a. Memberikan penjelasan secara mendalam mengenai peran
perancang peraturan perundang-undangan dalam mewujudkan
produk hukum daerah yang berkualitas; dan
b. Bahan referensi untuk memperdalam pengetahuan mengenai
urgensi peran perancang peraturan perundang-undangan di daerah
khususnya Kabupaten Semarang.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menunjukan kebaharuan dari penelitian ini, peneliti meninjau
penelitian terdahulu sebagai acuan sehingga penelitian yang dilakukan saat ini
tidak menyamai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Tinjauan
kepustakaan tersebut terdiri dari:
2.1. Penelitian Terdahulu
Sejauh ini, terdapat beberapa penelitian baik itu skripsi maupun
literatur ilmiah lainnya yang membahas mengenai topik yang peneliti
ambil yakni berkaitan dengan “Legal Drafting dan Problematika
Pembentukan Peraturan Daerah”. Namun, penelitian yang peneliti
lakukan memiliki objek dan fokus yang berbeda. Untuk menjaga
orisinalitas dan nilai kebaharuan dalam penelitian ini, maka peneliti
akan mencantumkan penelitian terdahulu mengenai topik terkait,
diantaranya:
a. Ibnu Vauyan (Skripsi / S1- Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura
/ 2014)
Penelitian dalam skripsi yang dibuat oleh Ibnu Vauyan
dengan judul “Implementasi Pasal 98 Ayat (1) UU No, 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam
Upaya Optimalisasi Peran Perancang Peraturan
Perundang-undangan pada Kantor Wilatah Kementerian Hukum
12
dan HAM Kalimantan Barat” memfokuskan penelitiannya
pada upaya peningkatan kualitas peraturan perundang-undangan
dengan melibatkan Perancang Peraturan Perundang-undangan
yang ada di Kantor Wilayah Kemenkumham. Penelitian ini
memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan
terhadap perancang peraturan perundang-undangan. Perbedaannya
terletak pada objek penelitian dan fokus penelitian yang penulis
lakukan mengenai pembentukan produk hukum daerah yang
berkualitas. Kebaharuan yang peneliti tawarkan yakni
menganalisis pengaruh perancang peraturan perundang-undangan
terhadap perubahan kualitas produk hukum sebelum dan sesudah
hadirnya perancang peraturan perundang-undangan di
Kabupaten Semarang.
b. Raden Daniel Kevin (Skripsi / S1-Ilmu Hukum Universitas Gajah
Mada / 2016)
Penelitian dalam skripsi yang dibuat oleh Raden Daniel
Kevin dengan judul “Urgensi Keikutsertaan Perancang Peraturan
Perundang-undangan Pemerintah Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dalam Pembentukan Peraturan Daerah di
Provinsi Daerah Istimewa” memfokuskan penelitiannya pada
optimalisasi tenaga perancang dari instansi vertikal (Kantor
Wilayah Kemenkumham) karena tidak adanya tenaga perancang
peraturan perundang-undangan unit kerja di Daerah. Fokus
penelitian ini sama seperti yang penulis lakukan yakni terkait
13
dengan optimalisasi peran perancang peraturan
perundang-undangan. Perbedaannya terletak pada indikator dan
analisis mengenai pembentukan produk hukum daerah yang
berkualitas dan responsif. Sedangkan dalam penelitian terdahulu
ini, Daniel Kevin hanya memfokuskan objek penelitiannya pada
tenaga perancang dari instansi vertikal sedangkan penulis berfokus
pada tenaga perancang peraturan perundang-undangan di unit
kerja.
c. Fauzi Iswahyudi (Jurnal De Lega Lata Vol. 01 No. 01
Januari-Juni 2016)
Jurnal yang ditulis oleh Fauzi Iswahyudi dengan judul
“Keikutsertaan Perancang Perundang-undangan dalam
Pembentukan Peraturan Daerah” memfokuskan penelitiannya pada
pentingnya peran perancang peraturan perundang-undangan dalam
menentukan kebijakan hukum yang mengacu pada Pancasila.
Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan lebih jauh
membahas mengenai kualitas peraturan daerah sebelum dan
sesudah adanya perancang peraturan perundang-undangan serta
menganalisis peran perancang peraturan perundang-undangan
yang ada di Kabupaten Semarang dalam pembentukan produk
hukum daerah yang berkualitas.
Lebih lanjut, perbandingan akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
14
Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu
Indikator Penelitian I Penelitian II Penelitian III Penelitian Penulis
Nama Ibnu Vauyan (Skripsi S1-
Ilmu Hukum Universitas
Tanjungpura / 2014)
Raden Daniel Kevin
(Skripsi S1-Ilmu Hukum
UGM / 2016)
Fauzi Iswahyudi (Jurnal
De Lega Lata Vol. 01
No. 01 Januari-Juni
2016)
Siti Faridah (Skripsi
S1-Ilmu Hukum UNNES /
2020)
Judul Skripsi dengan judul
“Implementasi Pasal 98
Ayat (1) UU No, 12
Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
dalam Upaya
Optimalisasi Peran
Skripsi dengan judul
“Urgensi Keikutsertaan
Perancang Peraturan
Perundang-undangan
Pemerintah Daerah Provinsi
Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam
Pembentukan Peraturan
Artikel Jurnal dengan
judul “Keikutsertaan
Perancang
Perundang-undangan
dalam Pembentukan
Peraturan Daerah”.
Skripsi dengan judul
“Peran Perancang
Peraturan
Perundang-undangan di
Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang
dalam Membentuk Produk
Hukum Daerah yang
15
Perancang Peraturan
Perundang-undangan
pada Kantor Wilatah
Kementerian Hukum dan
HAM Kalimantan Barat”.
Daerah di Provinsi Daerah
Istimewa”.
Berkualitas”.
Fokus
Penelitian
Upaya peningkatan
kualitas peraturan
perundang-undangan
dapat didukung dengan
melibatkan Perancang
Peraturan
Perundang-undangan
yang ada di Kantor
Wilayah Kemenkumham.
Tidak adanya tenaga
perancang peraturan
perundang-undangan di
Daerah Istimewa
Yogyakarta menyebabkan
pembentukan produk hukum
daerah masih memerlukan
tenaga perancang dari
instansi vertikal terkait.
Perancang peraturan
perundang-undangan
bertanggung jawab atas
terjadinya pembatalan
Perda, karena tugas dan
fungsi perancang
peraturan
perundang-undangan
sangat terkait dengan
Pembentukan produk
hukum daerah yang
berkualitas yang dilakukan
oleh perancang peraturan
perundang-undangan unit
kerja serta menganalisis
pengaruh perancang
peraturan
perundang-undangan
16
pengharmonisasian
antara Rancangan Perda
dengan peraturan yang
lebih tinggi. Tidak
optimalnya peran
tersebut mengakibatkan
terjadinya pembatalan
Perda.
terhadap perubahan
kualitas produk hukum
sebelum dan sesudah
hadirnya perancang
peraturan
perundang-undangan di
Kabupaten Semarang.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana peran
Perancang Peraturan
Perundang-undangan
pada Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia
1. Apa urgensi keikutsertaan
perancang peraturan
perundang–undangan
Pemerintah Daerah Provinsi
Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam
1. Pembentukan Perda
sebagai manifestasi
otonomi daerah.
2. Keikutsertaan
perancang
perundang-undangan
1. Bagaimana peran
perancang peraturan
perundang-undangan di
Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang
dalam pembentukan
17
Kalimantan Barat?
2. Kendala apa saja yang
dihadapi Perancang
Peraturan
Perundang-undangan
Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia
Kalimantan Barat dalam
upaya implementasi Pasal
98 ayat (1)
Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan
pembentukan peraturan
daerah di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta?
2. Bagaimana upaya
Pemerintah Daerah Provinsi
Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk
meningkatkan kemampuan
perancang peraturan
perundang–undangan dalam
pembentukan peraturan
daerah di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta?
dalam pembentukan
Perda.
3. Hambatan peran
perancang
perundang-undangan
dalam pembentukan
Perda.
produk hukum daerah
yang berkualitas?
2. Apakah terdapat
perubahan kualitas
sebelum dan setelah
adanya perancang
peraturan
perundang-undangan di
Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang?
3. Bagaimana optimalisasi
peran perancang peraturan
perundang-undangan di
Sekretariat Daerah
18
Perundang-undangan?
3. Upaya apa yang dapat
dilakukan untuk
mengoptimalisasikan
Peran Perancang
Peraturan
Perundang-undangan
pada Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia
Kalimantan Barat dalam
upaya implementasi Pasal
98 ayat (1)
Undang-Undang No. 12
Kabupaten Semarang
dalam membentuk produk
hukum daerah yang
berkualitas?
19
Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan?
20
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, penelitian skripsi yang
akan peneliti teliti berkenaan dengan pembentukan produk hukum
daerah yang berkualitas yang dilakukan oleh perancang peraturan
perundang-undangan unit kerja serta menganalisis pengaruh perancang
peraturan perundang-undangan terhadap perubahan kualitas produk
hukum sebelum dan sesudah hadirnya perancang peraturan
perundang-undangan di Kabupaten Semarang. Dalam penelitian
sebelumnya, peran perancang peraturan perundang-undangan hanya
berfokus pada perancang dari instansi vertikal yakni Kantor Wilayah
Kementrian Hukum dan HAM, dalam hal ini tidak disinggung peran
perancang peraturan perundang-undangan unit kerja sebagai bagian dari
pembagian peran atau wewenang dalam hal pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Semua substansi pada penelitian terdahulu berfokus pada
optimalisasi peran perancang peraturan perundang-undangan yang
berada di Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM tanpa
mengetahui bahwasannya kantor unit kerja dalam hal ini Sekretariat
Daerah memiliki perancang perundang-undangan yang berada dibawah
Bagian Hukum. Disamping itu, penelitian sebelumnya juga tidak
menjabarkan parameter mengenai produk hukum yang berkualitas
seperti apa. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti akan berusaha untuk
menjabarkan dan menganalisis mengenai isu hukum yang sedang diteliti
terkait dengan peran perancang peraturan perundang-undangan dalam
membentuk produk hukum daerah yang berkualitas.
21
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Negara Hukum
Istilah Negara Hukum memiliki nama lain yaitu Rechstaat dan
Rule of Law. Menurut Philipus M. Hadjon (1987:72), kedua terminologi
tersebut disokong oleh dua latar belakang sistem hukum yang berbeda.
Istilah “Rechtsstaat” merupakan buah pemikiran untuk menentang
absolutisme, yang sifatnya revolusioner dan bertumpu pada sistem
hukum Eropa Kontinental. Sedangkan istilah “Rule of Law” berkembang
secara evolusioner yang bertumpu atas sistem hukum Anglo Saxon
(El-Muhtaj, 2012:21). Walaupun memiliki perbedaan, namun hal
demikian sekarang ini tidak dipermasalahkan kembali karena keduanya
memiliki tujuan yang sama dalam perlindungan hak asasi manusia.
Konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan
antara lain oleh Immanuel Kant, Friedrick Julius Stahl, Paul Laband,
Fichte dengan menggunakan istilah Jerman yaitu “Rechtsstaat‟.
Sedangkan dalam tradisi Anglo Saxon, konsep Negara hukum
dikembangkan atas kepeloporan Alberth Venn Dicey melalui istilah
“Rule of Law”. Adapun unsur-unsur negara hukum Rechtsstaat menurut
Friedrick Julius Stahl (seperti dikutip Adji, 1966:24) yaitu:
a. Perlindungan Hak Asasi Manusia;
b. Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan;
c. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang; dan
d. Adanya Peradilan Administrasi.
22
Sedangkan unsur negara hukum menurut Alberth Venn Dicey
(dalam Philipus M. Hadjon, 1987:75) dalam Rule of Law memuat:
a. Supremacy of Law;
b. Equality before the law; and
c. Due Process of Law.
Disamping kedua tokoh tersebut, The International Commission
of Jurists menjabarkan ciri dari negara hukum sebagai negara yang harus
tunduk kepada hukum, pemerintah yang menghormati hak-hak individu,
serta peradilan yang bebas dan tidak memihak. Sedangkan Prof. Jimly
Asshiddiqie (2004:23) menguraikan unsur negara hukum ke dalam 12
prinsip yaitu:
Supremacy of law, equality before the law, due process
of law atau asas legalitas, pembatasan kekuasaan,
organ-organ eksekutif yang independen, peradilan bebas
dan tidak memihak, peradilan tata usaha negara, peradilan
tata negara, perlindungan hak asasi manusia, bersifat
demokratis, sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara,
transparansi dan kontrol sosial.
Berbeda dengan Prof. Jimly, Muhammad Tahir Azhary (1992:64)
menjabarkan prinsip negara hukum sebagaimana terinspirasi dari sistem
hukum Islam dimana konsep negara hukum dijabarkannya dalam 9
prinsip, yaitu:
Prinsip kekuasaan sebagai amanah, prinsip musyawarah,
prinsip keadilan, prinsip persamaan, prinsip pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, prinsip
peradilan yang bebas, prinsip perdamaian, prinsip
kesejahteraan, dan prinsip ketaatan rakyat.
23
2.2.2. Teori Konstitusionalisme
Konsep dari konstitusionalisme sebenarnya telah ada dan
berkembang jauh sebelum Undang-Undang Dasar pertama dirumuskan.
Menurut Miriam Budiarjo (2008:171), ide pokok dari konstitusionalisme
yaitu membatasi kekuasaan pemerintah (the limited state) agar tidak
bertindak sewenang-wenang. Dengan demikian, konstitusionalisme
melahirkan suatu konsep lain yang disebut sebagai “negara
konstitusional” atau negara yang dibatasi oleh peraturan atau Negara
Hukum.
Dasar pokok berlakunya konstitusi yakni adanya kesepakatan
umum atau konsensus di antara mayoritas masyarakat mengenai sistem
yang diidealkan (Andrews, 1968:9). Organisasi negara ini diperlukan
oleh masyarakat agar kepentingan masyarakat dapat terlindungi melalui
pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut sebagai negara.
Konstitusionalisme yang mengemban limited state bertujuan agar
penyelenggaraan negara maupun pemerintahan tidak sewenang-wenang
karena dibatasi oleh hukum yang mengatur sistem tersebut serta diatur
secara tegas di pasal-pasal dalam konstitusi (Marzuki, Jurnal Konstitusi,
7(4), 2010:4). Menurut Carl J Friedrich dalam buku “Constitutional
Government and Democracy”, konstitusionalisme mengandung gagasan
bahwa pemerintahan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat
dibatasi dengan tujuan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan.
Sehingga konsep konstitusionalisme menjadi pagar dari tindakan abuse
of power.
24
2.2.3. Teori Desentralisasi
Desentralisasi merupakan suatu sistem pelimpahan kekuasaan dan
kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk
melaksanakan pemerintahannya sendiri tanpa adanya intervensi
(Hamidi, 2011:17-18). Menurut Bagir Manan, beliau berpendapat
bahwasannya desentralisasi bertujuan untuk “meringankan” beban
pemerintah pusat. Dengan desentralisasi, berbagai tugas, pekerjaan, dan
tanggung jawab dialihkan kepada daerah. Sehingga, pemerintah pusat
dapat memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang bersangkutan
dengan kepentingan nasional (Triwulan, 2010:122). Disamping itu,
pemerintah daerah juga dapat pengembangan potensi-potensi yang
bersifat kedaerahan secara lebih maksimal.
Secara konstitusional, pemberian otonomi daerah tercantum dalam
Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah.
Namun menurut Sri Soemantri (1981:52), pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah bukanlah hal yang ditetapkan
dalam konstitusinya, melainkan merupakan hakikat daripada negara
kesatuan. Sehingga, segala bentuk pelimpahan wewenang sudah
seharusnya menjadi urusan masing-masing regional berdasarkan pada
kearifan lokal yang berkembang di masyarakat.
2.2.4. Teori Pembentukan Hukum
Dalam pembentukan hukum, perlu adanya pedoman yang menjadi
dasar untuk menghindari kesalahan atau kecacatan dalam pembentukan
hukum tersebut. Menurut I.C. van der Vlies dalam bukunya yang
25
berjudul “Handboek Wetgeving” (birohukum.pu.go.id), asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dibagi dalam 2
(dua) kelompok, yakni:
1. Asas-asas formil
Asas formil berkaitan dengan kejelasan tujuan (beginsel van
duidelijke doelstelling), organ/lembaga yang tepat (beginsel van het
juiste orgaan), kedesakan pembuatan pengaturan (het
noodzakelijkheidsbeginsel), dapat dilaksanakan (het beginsel van
uitvoerbaarheid), dan konsensus (het beginsel van de consensus).
2. Asas-asas materiil
Asas materiil memuat hal-hal yang berkaitan dengan
terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke
terminologie en duidelijke systematiek), dapat dikenali (het beginsel
van de kenbaarheid), perlakuan yang sama dalam hukum (het
rechtsgelijkheidsbeginsel), kepastian hukum (het
rechtszekerheidsbeginsel), dan pelaksanaan hukum sesuai dengan
keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtsbedeling).
Selain itu, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan juga mengamanatkan kepada pembentuk
Undang-Undang agar selalu memperhatikan asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik serta asas materi muatan. Karena dalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
26
baik, yang meliputi (Febriansyah, Perspektif, 21(3), September
2016:224):
a. Asas kejelasan tujuan;
b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. Asas kesesuaian antara jenis,hierarki, dan materi muatan;
d. Asas dapat dilaksanakan;
e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Asas kejelasan rumusan; dan
g. Asas keterbukaan.
Dan juga memuat asas materi muatan yang tercantum dalam Pasal 6 ayat
(1) UU No. 12 Tahun 2011.
Dalam perspektif pembentukan hukum, Lon L. Fuller
mengemukakan mengenai asas atau principle of legality dalam karyanya
Morality of Law sebagaimana dikutip oleh Ali Marwan (Jurnal
Penelitian Hukum DE JURE, 16(3), 2016: 255-256) yang menyebutkan
bahwa terdapat 8 (delapan) aspek kegagalan dalam pembentukan
Undang-Undang, yaitu kegagalan untuk mencapai keteraturan itu
sendiri, kegagalan publikasi, tidak boleh berlaku surut, kegagalan dalam
membuat peraturan yang mudah dimengerti, kegagalan dalam
mengharmonisasikan peraturan, ketidaksesuaian dengan kemampuan
pemegang kepentingan, perubahan hukum yang terlalu sering, dan tidak
adanya kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaan di lapangan.
27
2.2.5. Teori Bekerjanya Hukum
Disamping aspek-aspek tersebut di atas, teori yang tepat dalam
menganalisis mekanisme pembentukan hukum dan implementasinya
yakni “teori bekerjanya hukum” yang dikemukakan oleh Robert
Seidman. Teori ini selain menganalisis mengenai pembentukan hukum
dan implementasinya juga menganalisis mengenai pengaruh aspek-aspek
eksternal seperti sosial maupun politik terhadap pembentukan produk
hukum berdasarkan perspektif Undang-Undang (Rodiyah, 2019:29).
Dari teori ini, Seidman merumuskan beberapa pernyataan teoritis seperti
bahwa:
(1) Setiap peraturan atau hukum menunjukan tentang
bagaimana seseorang pemegang peran bertindak; dan (2)
Tindakan apa yang akan diambil oleh pemegang peran,
lembaga pelaksana, dan lembaga pembuat Undang-Undang
merupakan respons terhadap hukum.
Dalam teori ini, pembentukan hukum dan implementasinya tidak akan
lepas dari pengaruh kekuatan politik dan sosial. Teori bekerjanya hukum
ini menjabarkan mengenai pengaruh dari dalam diri, lingkungan
ekonomi, sosial, budaya, serta politik dalam proses pembentukan hukum
dan implementasinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas produk
hukum yang dihasilkan bergantung pada pengaruh faktor-faktor politik
dan sosial tersebut.
Dalam konteks pembentukan produk hukum, kekuatan politik ini
berada di lingkungan DPR/DPRD dan pemerintah sebagai pembentuk
hukum (Martitah, 2016: 49). Sedangkan faktor sosial berasal dari
tekanan yang datang dari masyarakat terhadap bekerjanya hukum
28
(Rahardjo, 2006: 101). Selain teori bekerjanya hukum, teori hukum
responsif dari Philippe Nonet dan Philip Selznick juga menjadi grand
theory dari pembentukan produk hukum daerah yang responsif dengan
gagasan-gagasan teoritis mengenai pentingnya partisipasi masyarakat
dalam pembentukan produk hukum daerah yang berkualitas (Dayanto
dan Karim, 2019:55).
2.3. Landasan Konseptual
2.3.1. Pengertian Peran
Menurut KBBI “peran” merupakan “perangkat tingkah yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat”.
Berbeda dengan itu, Oxford dictionary (2008:383) mendefinisikan peran
sebagai “actor’s part; one’s task of function; function or importance”
atau tugas fungsi seseorang. Disamping kedua pengertian tersebut,
Soerjono Soekanto (2002:243) mengartikan peran sebagai aspek dinamis
kedudukan atau status seseorang dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dengan demikian ia
menjalankan suatu peranan. Hakekatnya, peran juga dapat disimpulkan
sebagai suatu rangkaian perilaku yang ditimbulkan oleh suatu jabatan
tertentu. Sehingga peran yang ideal adalah peran yang dilaksanakan oleh
pemegang peran.
2.3.2. Definisi Perancang Peraturan Perundang-undangan
Definisi mengenai istilah “perancang peraturan
perundang-undangan” secara yuridis diatur dalam PP No. 59 Tahun
2015 tentang Keikutsertaan Perancang Perundang-undangan dalam
29
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya yang
tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : “Perancang
Peraturan Perundang-undangan yang selanjutnya disebut Perancang
adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam jabatan
fungsional Perancang yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan penyusunan
instrumen hukum lainnya”.
2.3.3. Definisi Pembentukan Produk Hukum Daerah yang Berkualitas
Definisi mengenai pembentukan produk hukum daerah secara
yuridis diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah. Menurut Pasal 1 angka (15), “Pembentukan Produk Hukum
Daerah adalah pembuatan peraturan perundang-undangan daerah yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan
atau penetapan, pengundangan, dan penyebarluasan”. Secara lebih
lanjut, produk hukum daerah didefinisikan dalam Pasal 1 angka (16)
“Produk Hukum Daerah adalah produk hukum berbentuk peraturan
meliputi perda atau nama lainnya, Perkada, PB KDH, Peraturan DPRD
dan berbentuk keputusan meliputi Keputusan Kepala Daerah, Keputusan
DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan Badan Kehormatan
DPRD”.
Produk hukum daerah yang berkualitas dimaknai sebagai produk
hukum yang secara materi muatan maupun teknis penyusunan sesuai
30
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Fakrullah, Lex
Librum, 4(2), Juni 2018:715). Sehingga, produk hukum ini dapat
menyelesaikan masalah secara tepat sasaran, menjawab kebutuhan
masyarakat, dan bermanfaat bagi masyarakat. Disamping itu pula,
pemahaman tertib regulasi sangat dibutuhkan oleh para pembentuk
produk hukum daerah. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya produk
hukum daerah yang tidak sesuai baik secara kewenangan, prosedur,
substansi maupun implementasinya terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Sehingga, dengan adanya
pemahaman tertib regulasi diharapkan hal ini mampu untuk mengurangi
jumlah pembatalan produk hukum yang ada di daerah.
Landasan hukum yang mendasari bahwa produk hukum yang
dibentuk harus disertai oleh perancang perundang-undangan,
diantaranya:
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Pasal 98:
“(1) Setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mengikutsertakan Perancang Peraturan Perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai keikutsertaan dan pembinaan Perancang
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
31
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 59 Tahun 2015
tentang Keikutsertaan Perancang Perundang-undangan dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya
Pasal 1 ayat (1):
“Perancang Peraturan Perundang-undangan yang selanjutnya disebut
Perancang adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam
jabatan fungsional Perancang yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan
penyusunan instrumen hukum lainnya.”
Pasal 2 ayat (1):
“Perancang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional
Perancang pada unit kerja yang mempunyai tugas dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dan penyusunan instrumen hukum
lainnya.”
Pasal 3:
“(1) Perancang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan
merumuskan Rancangan Peraturan Perundang-undangan serta instrumen
hukum lainnya.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perancang harus melakukan pengharmonisasian.”
Pasal 4:
32
“Perancang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib bersikap
profesional sesuai dengan disiplin ilmu hukum, ilmu
perundangundangan, dan disiplin ilmu lain yang dibutuhkan.”
Pasal 5:
“(1) Lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, lembaga nonstruktural, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota mengikutsertakan Perancang
dalam setiap tahap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Keikutsertaan Perancang dalam Pembentukan Peraturan
Perundangundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
pada tahap: a. perencanaan; b. penyusunan; c. pembahasan; d.
pengesahan atau penetapan; dan e. pengundangan.”
Pasal 6:
“Keikutsertaan Perancang pada tahap perencanaan Peraturan
Perundangundangan dilaksanakan dalam rangka kegiatan penyusunan: a.
Naskah Akademik atau keterangan dan/atau penjelasan; b. Prolegnas
atau Prolegda; c. program perencanaan Rancangan Peraturan Pemerintah
dan Rancangan Peraturan Presiden; dan/atau d. program perencanaan
Rancangan Peraturan Perundang-undangan lainnya.”
Pasal 7:
“Keikutsertaan Perancang pada tahap penyusunan Rancangan Peraturan
Perundang-undangan, dilaksanakan dalam rangka kegiatan penyusunan:
a. pokok-pokok pikiran materi muatan; b. kerangka dasar atau
sistematika; c. rumusan naskah awal; d. Rancangan Undang-Undang; e.
33
Rancangan Peraturan Perundang-undangan di bawah UndangUndang di
tingkat pusat; f. Rancangan Peraturan Daerah; dan/atau g. Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dibawah Peraturan Daerah.”
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di Lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 25:
“(1) Gubernur memerintahkan perangkat daerah pemrakarsa untuk
menyusun rancangan perda provinsi berdasarkan Propemperda provinsi.
(2) Dalam menyusun rancangan perda provinsi, gubernur membentuk
tim penyusun rancangan perda provinsi yang ditetapkan dengan
keputusan gubernur.
(3) Keanggotaan tim penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. gubernur;
b. sekretaris daerah;
c. perangkat daerah pemrakarsa;
d. perangkat daerah yang membidangi hukum provinsi;
e. perangkat daerah terkait; dan
f. perancang peraturan perundang-undangan.”
Pasal 169:
34
“(1) Setiap tahapan pembentukan perda, perkada, PB KDH dan
peraturan DPRD mengikutsertakan perancang peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain perancang peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tahapan pembentukan perda, perkada, PB KDH
dan peraturan DPRD dapat mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli.”
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia No. 22 Tahun 2018 tentang Pengharmonisasian
Rancangan Peraturan Perundang-undangan Yang Dibentuk di
Daerah Oleh Perancang Perundang-undangan
Pasal 1 ayat (1):
“Perancang Peraturan Perundang-undangan yang selanjutnya disebut
Perancang adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam
jabatan fungsional Perancang yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan
penyusunan instrumen hukum lainnya.”
Pasal 2 ayat (1):
“Perancang harus melakukan Pengharmonisasian rancangan peraturan
perundang-undangan yang dibentuk di daerah.”
Pasal 3:
“Pengharmonisasian rancangan peraturan perundangundangan yang
dibentuk di daerah oleh Perancang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) meliputi: a. rancangan Peraturan Daerah Provinsi; b. rancangan
35
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; c. rancangan Peraturan Gubernur;
d. rancangan Peraturan Bupati/Wali Kota; e. rancangan Peraturan Desa
atau yang setingkat; dan f. rancangan Peraturan Kepala Desa atau
rancangan peraturan yang setingkat.”
Pasal 6 ayat (1):
“Pengharmonisasian rancangan peraturan perundangundangan yang
dibentuk di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan
berdasarkan permohonan secara tertulis dari Pemrakarsa kepada
Direktur Jenderal sebagai pembina Perancang melalui Kepala Kantor
Wilayah.”
36
2.4. Kerangka Berpikir
37
90
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Peran dari seorang perancang peraturan perundang-undangan sangat
penting dalam membentuk produk hukum yang berkualitas. Peran Perancang
Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang
diatur dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 dan
Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2015 tentang Keikutsertaan Perancang
Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dan Pembinaannya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis
menyimpulkan beberapa hal yang menjawab rumusan masalah diantaranya
sebagai berikut:
1. Perancang Peraturan Perundang-undangan merupakan jabatan
fungsional yang memiliki peran penting dan strategis dalam
pembentukan suatu produk hukum. Perancang mempunyai peran
dalam merumuskan ketentuan-ketentuan di dalam peraturan
perundang-undangan. Tidak hanya substansinya yang harus
diperhatikan tetapi juga teknis penulisannya. Peran tersebut
melahirkan tanggung jawab bagi seorang Perancang untuk
mempertanggung jawabkan baik secara moral maupun keilmuan. Hal
ini bertujuan agar tidak ada lagi peraturan yang membawa akibat
91
2. hukum yang merugikan bagi masyarakat, mencederai nilai-nilai
keadilan dan menimbulkan ketidak pastian hukum.
3. Kualitas produk hukum daerah pada hakikatnya belum tentu lebih
baik dari peraturan perundang-undangan diatasnya. Namun, dalam hal
produk hukum daerah di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang
tergolong ke dalam produk hukum daerah yang berkualitas baik.
Salah satu parameternya yakni minimnya pencabutan produk hukum
yang terjadi dari tahun 2010-2020. Tercatat, dari 8.062 produk hukum
daerah yang dihasilkan, hanya 142 produk hukum daerah yang
dicabut. Hal ini berarti bahwa kualitas produk hukum daerah di
Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang sudah baik. Disamping itu,
perubahan kualitas dari sebelum adanya tenaga perancang hingga
hadirnya tenaga perancang di Sekretariat Daerah Kabupaten
Semarang memberikan dampak yang luar biasa terhadap perubahan
kualitas produk hukum. Hal ini terlihat melalui pencabutan produk
hukum daerah yang terjadi antara tahun 2018 - 2020 yang sangat
minim yakni 16 produk hukum daerah.
4. Optimalisasi peran perancang peraturan perundang-undangan terletak
pada upaya peningkatan kualitas tenaga perancang peraturan
perundang-undangan melalui berbagai pelatihan yang diberikan untuk
menanamkan nilai-nilai penghayatan terhadap dasar-dasar dan
asas-asas pembentukan hukum agar mampu menghasilkan produk
hukum daerah yang berkualitas. Karena, sampai saat ini Perancang
Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten
92
Semarang belum mendapatkan pemahaman dan materi-materi terkait
dengan metode-metode pembentukan hukum. Sehingga, bentuk
optimalisasi yang tepat yakni Pelatihan kepada tenaga Perancang
Peraturan Perundang-undangan mengenai peningkatan pemahaman
metode pembentukan hukum untuk meningkatkan kemampuan
perancang serta melatihnya agar memiliki effective communication
skills dan good writing skills.
5.2. Saran
Implementasi dari peran Perancang Peraturan Perundang-undangan di
Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang dalam membentuk produk hukum
daerah yang berkualitas sudah dilaksanakan dengan baik. Namun dalam
implementasinya, tetap ada kritik dan saran sebagai bentuk koreksi dan
perbaikan untuk menjadi lebih baik lagi. Kritik dan saran tersebut
diantaranya:
1. Belum adanya pelatihan-pelatihan untuk menunjang kinerja
Perancang Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat Daerah
Kabupaten Semarang. Pelatihan-pelatihan yang ada hanya baru
berupa Bimbingan Teknis (Bimtek) bukan berupa pelatihan yang
meningkatkan kemampuan tenaga Perancang Peraturan
Perundang-undangan. Menurut hemat penulis, pelatihan-pelatihan ini
sangat penting untuk meningkatkan kualitas perancang peraturan
perundang-undangan di Sekretariat Daerah Kabupaten Semarang
dalam menjamin mutu produk hukum yang dihasilkan.
93
2. Tenaga Perancang Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat
Daerah Kabupaten Semarang hanya menggunakan metode
pembentukan hukum yang sederhana dan usang. Menurut hemat
penulis, perlunya peningkatan dan penyegaran pemahaman mengenai
metode-metode pembentukan hukum yang lebih terbaru dan efektif
untuk meningkatkan kualitas produk hukum daerah. Hal demikian
dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan mengenai pembentukan
peraturan perundang-undangan.
3. Tenaga Perancang Peraturan Perundang-undangan di Sekretariat
Daerah Kabupaten Semarang perlu untuk memahami setiap rancangan
produk hukum yang disusun agar tidak ada salah paham antara
pemangku kebijakan dengan pembentuk peraturan. Hal demikian
dapat dilakukan melalui penyamaan konsepsi terhadap suatu isu yang
sedang diangkat.
94
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adji, Oemar Seno. 1966. Prasarana Dalam Indonesia Negara Hukum. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Akkerman, P.W.C. 1985. Algemene Begrippen van Staatsrecht, Deel I, W.E.J.
Tjeenk Willink, Zwolle.
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2014. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Rajawali Press.
Andrews, William G. 1968. Constitutions and Constitutionalism. New Jersey:
Van Nostrand Company.
Anonim. 2008. Oxford Illustrated Dictionary. UK: Oxford University Press.
Azhary, Muhammad Tahir. 1992. Negara Hukum: Suatu Studi tentang
Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya
pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Commission, European. 2009. Better Regulation in the Netherlands.
Netherlands: OECD.
Dayanto dan Asma Karim. 2019. Peraturan Daerah Responsif: Fondasi Teori,
Metode, dan Teknik Pembentukan. Malang: Setara Press.
Debaene, S. and B. van Buggenhout. 2000. Informatie technologie & de kwaliteit
van wetgeving. Antwerpen: Intersentia Rechtswetenschappen.
95
Dillah, Philips dan Suratman. 2013. Metode Penelitian Hukum. Bandung:
Alfabeta.
El-Muhtaj, Majda. 2012. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Farida, Maria. 2007. Ilmu Perundang-undangan. Jakarta: Kanisius.
Hadjon, Philipus M.. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat- Sebuah Studi
Tentang Prinsip- prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam
Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan
Administrasi Negara. Surabaya: Bina Ilmu.
Hamidi, Jazim. 2011. Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah.Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Handoyo, B. Hestu Cipto. 2008. Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain
Naskah Akademik. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
Hartono, Sunaryati. 2006. Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad
Ke-20. Bandung: Alumni.
________________. 2012. Pengkajian dan Penelitian Hukum dalam Menunjang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Daerah. Bogor:
Makalah.
Irianto, Sulistyowati dan Shidarta. 2009. Metode Penelitian Hukum: Konstelasi
dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Ishom, Muhammad. 2017. Legal Drafting. Malang: Setara Press.
Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Paper.
Disampaikan dalam Wisuda Sarjana Hukum Fakultas Hukum
96
Universitas Sriwijaya Palembang, 23 Maret 2004 dalam Simbur Cahaya
No. 25 Tahun IX Mei 2004 ISSN No. 14110-0614.
Kansil, C.S.T. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
M. Laica Marzuki, “Konstitusi dan Konstitusionalisme”, Jurnal Konstitusi, Vol.
07 No. 04, Agustus 2010, hlm. 4.
MacCormick, Katharine and John Mark Keyes. 2020. Roles of Legislative
Drafting Offices and Drafters. Ontario: Legislative Services Branch.
Mahendra, A.A. Oka. 2017. Pedoman Praktis Legal Drafting. Malang: Setara
Press.
Manan, Bagir. 1992. Dasar-Dasar Perundang-undangan di Indonesia. Jakarta:
IND-HILL.CO.
Martitah. 2013. Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press.
_______. 2016. Mahkamah Konstitusi: Dari Negative Legislature ke Positive
Legislature?. Jakarta: Konstitusi Press.
Marzuki, Peter Mahmud. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenadamedia
Group.
P. van Dijk et al., 1985. Van Apeldoorn’s Inleiding tot de Studie van het
Nederlandse Recht. W.E.J Tjeenk-Willijnk.
Rahardjo, Satjipto. 2006. Hukum dalam Jagat Ketertiban. Jakarta: UKI Press.
Rodiyah dan Faroidlillahi Kamala. 2019. Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Indonesia Berbasis Kebutuhan Hukum
Masyarakat. Semarang: BPFH UNNES.
97
S.R Verry Hendra. 2012. Suatu Kajian tentang Sosialisasi UU No. 20 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan Guna Meningkatkan
Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Berlalu Lintas. Bandung: UPI.
Soekanto, Soejono dkk. 1988. Pendekatan Sosilogi terhadap Hukum. Jakarta:
Bina Akasara.
Soekanto, Soerjono. 2002. Teori Peranan. Jakarta: Bumi Aksara.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2015. Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:
Rajawali Press.
Soemantri, Sri. 1981. Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara.
Jakarta: Rajawali.
Sulaiman, King Faisal. 2014. Dialektika Pengujian Peraturan Daerah Pasca
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Triwulan, Titik. 2010. Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia. Jakarta:
Prestasi pustaka.
Voermans, Win. 2009. Legislative processes, institutions and safeguards for
legislative quality in the Netherlands. Tbilisi: Sigma.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Zein, Yahya Ahmad dkk. 2016. Legislative Drafting. Yogyakarta: Thafa Media.
Jurnal
Arif Fakrullah, Zudan. 2018. Tertib Regulasi dalam Pembentukan Produk
Hukum Daerah. Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum 4(2): 715.
Daniel Kevin Billy Artha, Raden. 2016. Skripsi: URGENSI KEIKUTSERTAAN
PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
98
PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN
DAERAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.
Universitas Gadjah Mada.
Febriansyah, Ferry Irawan. 2016. Konsep Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia. Perspektif 21(3): 224.
Iswahyudi, Fauzi. 2016. Keikutsertaan Perancang Perundang-Undangan dalam
Pembentukan Peraturan Daerah. De Lega Lata 1(1): 87.
Marwan, Ali. 2016. “Criticising Enactment of Law Fiction Theory”, Jurnal
Penelitian Hukum DE JURE 16(3): 255-256.
Simatupang, Taufik H. 2017. “Role of Legal Drafters of Regional Offices of The
Ministry of Law and Human Rights in Order to Harmonize Local
Regulation”, JIKH 11(1): 15.
__________________. 2018. “Juridical Analysis on Roles of Regional Offices of
The Ministry of Law And Human Rights in Management and
Administration of Database of Regional Laws and Regulations”, JIKH
12(1): 4.
Vauyan, Ibnu. 2014. Skripsi: IMPLEMENTASI PASAL 98 AYAT (1)
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DALAM UPAYA OPTIMALISASI PERAN PERANCANG
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PADA KANTOR
WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA KALIMANTAN BARAT. Universitas Tanjungpura.
99
Internet
Humas Kemenkumham. 2019. “Peranan Perancang Peraturan
Perundang-undangan dalam Pengharmonisasian merupakan contoh
conditio sine qua non”, diakses melalui laman
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/kegiatan-umum/3456-peranan-pera
ncang-peraturan-perundang-undangan-dalam-pengharmonisasian-merup
akan-conditio-sine-qua-non.html pada tanggal 2 Oktober 2019.
Kemenkumham Jawa Barat. 2012. “Peran Strategis Perancang Peraturan
Perundang-undangan”, diakses melalui laman
https://jabar.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/peran-strat
egis-perancang-peraturan-perundang-undangan pada tanggal 28
September 2020.
Rais Rozali. 2013. “Asas-Asas dan Teori Pembentukan Perundang-undangan”,
diakses melalui laman
http://birohukum.pu.go.id/component/content/article/101.html pada
tanggal 23 Oktober 2019.
Sulaiman. 2017. “Program Pembentukan Peraturan Daerah”, diakses melalui
laman
http://jdih.babelprov.go.id/content/program-pembentukan-peraturan-dae
rah pada tanggal 25 September 2020.
100
Oxford Reference. 2019. “conditio sine qua non”, diakses melalui laman
https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/oi/authority.201108030
95631167 pada tanggal 23 Oktober 2019.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 59 Tahun 2015 tentang
Keikutsertaan Perancang Perundang-undangan dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. 22
Tahun 2018 tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan
Perundang-undangan Yang Dibentuk di Daerah Oleh Perancang
Perundang-undangan