perbandingan metode dan verifikasi analisis total ... · karbohidrat yang akurat, cepat dan dapat...

89
PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT SKRIPSI MANIKHARDA F24061217 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: tranphuc

Post on 02-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE

SULFAT

SKRIPSI

MANIKHARDA

F24061217

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2011

METHOD COMPARATION AND VERIFICATION OF TOTAL CARBOHYDRATE ANALYSIS WITH LUFF-SCHOORL AND ANTHRONE SULFURIC ACID

Manikharda, Hanifah Nuryani Lioe and Dian HerawatiDepartment of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone +62852 13 374 396, E-mail : [email protected]

ABSTRACT

Carbohydrate plays crucial role in food industry. Therefore an accurate, direct and reliable carbohydrate analysis is needed. Among many colorimetric methods for carbohydrate determination, the Anthrone-sulfuric acid is the most commonly used. The Anthrone-sulfuric method for carbohydrate analysis is simple and sensitive. However, the SNI official method for carbohydrate analysis employing the Luff-Schoorl method which is time consuming, difficult for untrained staff and the reduction reactions are seldom stoichiometric. Therefore a new candidate method employing Anthrone sulfuric acid was proposed to replace the SNI 01-2891-1992 total carbohydrate analysis.

In this research both methods were compared using three matrices which represent general food matrices in liquid form based on AOAC proposed triangle scheme. Samples from the low, medium and high content of carbohydrate from the triangle scheme were selected. The selected samples were coconut milk, soy sauce and sweet soy sauce. Based on the comparation result, Anthrone method as a new proposed method proved ineligible to replace the SNI 01-2891-1992. Thus the next step taken was to verify the SNI 01-2891-1992 method through its repeatability and accuracy. Accuracy was accessed using reference material and standard addition. The repeatability showed acceptable precision. But the standard addition exhibited poor recovery value in SNI 01-2891-1992 method of total carbohydrate.

Keywords: total carbohydrate, carbohydrate analysis, Anthrone method, Luff-Schoorl method, methodvalidation

MANIKHARDA. F24061217. Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat

dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat. Di bawah bimbingan Hanifah Nuryani Lioe dan

Dian Herawati. 2011

RINGKASAN

Karbohidrat memegang peranan penting dalam bidang pangan. Oleh karena itu analisis

karbohidrat yang akurat, cepat dan dapat dipercaya diperlukan untuk mengetahui kandungan total

karbohidrat dalam produk. Diantara banyak metode kolorimetri yang ada untuk menganalisis

karbohidrat, yang paling banyak digunakan adalah Anthrone sulfat. Analisis total karbohidrat dengan

Anthrone sulfat cukup sederhana dan sensitif. Tetapi metode analisis untuk total karbohidrat dalam SNI

01-2891-1992 menggunakan metode Luff Schoorl yang menggunakan prinsip titrimetri, banyak

memakan waktu, sulit dikerjakan bagi analis yang tidak terlatih dan reaksi reduksinya tidak

stoikiometris. Metode kandidat yang menggunakan Metode Anthrone sulfat diajukan untuk dapat

menggantikan metode total karbohidrat Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992.

Penelitian dilakukan dengan memilih sampel yang dapat mewakili matriks sampel pangan

secara umum yang bentuknya cair. Pemilihan sampel berdasarkan komposisi kimia pangan cair

mengandung karbohidrat rendah, sedang dan tinggi dari studi literatur. Selanjutnya dari sampel yang

terpilih, komposisinya dikonfirmasi melalui analisis proksimat. Kecap manis, kecap kedelai asin dan

santan menjadi sampel yang terpilih dan dikonfirmasi komposisinya, masing-masing merupakan

matriks yang tinggi, sedang dan rendah kadar karbohidratnya. Perbandingan analisis total karbohidrat

menggunakan kedua metode yaitu Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl pada ketiga sampel yang terpilih

dilakukan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95%

terlihat bahwa kedua metode tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal presisi untuk sampel

kecap manis dan kecap asin, tetapi pada sampel santan terdapat perbedaan presisi pada kedua metode.

Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa hasil analisis dari kedua metode berbeda nyata pada tingkat

kepercayaan 95%. Uji korelasi menggunakan regresi linear dilakukan dengan menggunakan tambahan

data sekunder dari matriks sampel pangan yang berwujud padat. Hasil regresi liniear menunjukkan

bahwa adanya estimasi error diantara kedua metode. Karena Metode Anthrone sulfat dan Metode

Luff-Schoorl tidak memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima, Metode Anthrone sulfat tidak dapat

menggantikan metode Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992 untuk total karbohidrat.

Verifikasi metode baku untuk analisis karbohidrat total menurut SNI 01-2891-1992 (dengan

Metode Luff-Schoorl) dilakukan menggunakan bahan acuan. Bahan acuan yang digunakan adalah susu

bubuk dengan rentang kadar karbohidrat 59,61-59,67g/100g (hasil analisis dari satu lab); tepung kacang

hijau dengan rentang kadar karbohidrat 14,02-19,26 g/100g (hasil analisis dari 8 lab) dan tepung kacang

kedelai rentang kadar karbohidrat 49,26-57,96g/100g (hasil analisis dari 6 lab). Dilihat dari

ripitabilitasnya Metode Luff-Schoorl yang diterapkan pada ketiga bahan acuan memiliki presisi yang

dapat diterima yaitu yaitu RSD 0,51-2,58% yang lebih kecil dari RSD hitung menurut Horwitz. Uji

reprodusibilitas yang dilakukan dengan selang waktu lebih dari dua bulan menunjukkan bahwa dengan

independent student t- test hasil analisis bahan acuan kedelai dan susu bubuk menghasilkan nilai yang

berbeda nyata, sedangkan untuk hasil analisis bahan acuan kacang hijau nilainya tidak berbeda nyata

dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kandungan

protein dari susu bubuk dan kedelai menurunkan keakuratan analisis.

Hasil analisis matriks bahan pangan cair yang diuji dengan independent student t test

menunjukkan hasil analisis sampel kecap manis berbeda nyata dengan hasil analisis yang dilakukan dua

bulan sebelumnya, yaitu hasil analisis menunjukkan nilai lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh

kandungan gula yang tinggi dan kemungkinan kadar gula kecap manis mengalami perubahan selama

dua bulan penyimpanan. Hasil analisis sampel kecap asin dan santan nilainya tidak berbeda nyata

dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya.

Uji akurasi menggunakan rentang bahan acuan dan uji rekoveri. Hasil analisis bahan acuan

tepung kacang hijau dan tepung kacang kedelai masih berada dalam rentang tersebut, tetapi nilai

rekoveri yang diperoleh yaitu 62-97%. Nilai rekoveri matriks sampel pangan cair yaitu kecap manis,

kecap asin dan santan memiliki rentang -57-122%. Sedangkan rentang rekoveri yang dapat diterima

menurut AOAC (2002) yaitu 95-102%. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya rekoveri juga sangat

dipengaruhi oleh matriks.

PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL

KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE

SULFAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

MANIKHARDA

F24061217

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Judul Skripsi : Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat

dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat

Nama : Manikharda

NIM : F24061217

Menyetujui,

Pembimbing I

(Dr.Ir Hanifah Nuryani Lioe, M.Si.)

NIP 19680809.199702.2.001

Pembimbing II

(Dian Herawati, S.TP, M.Si.)

NIP 19750111.020070.2.001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr.Ir. Feri Kusnandar. M.Sc.)

NIP 19680526.199303.1.004

Tanggal lulus: 23 September 2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perbandingan

Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat Dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone

Sulfat adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi

manapun. Skripsi ini merupakan hasil arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dari akademisi IPB.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Yang membuat pernyataan

Manikharda

F24061217

© Hak cipta milik Manikharda, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,

fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.

iii

BIODATA PENULIS

Manikharda dilahirkan di Bogor, 17 Januari 1989, dari ayah

Sumardjo dan ibu Tri Sawarni, sebagai anak kedua dari dua

bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Polisi 5,

Bogor pada tahun 2000. Sekolah lanjutan pertama di SLTPN 1 Bogor

pada tahun 2003 dan SMAN 1 Bogor pada tahun 2006. Penulis

diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2006. Setelah melewati tahun

pertama di Tingkat Persiapan Bersama, penulis memilih mayor Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti aktivitas sebagai anggota Badan

Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan berbagai kegiatan kepanitiaan yang

diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB seperti HACCP

dan LCTIP. Pada tahun 2010, penulis mengikuti University of Ryukyus Short Term Exchange

Program selama 10 bulan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah

Teknologi Pengolahan Pangan dan Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan. Sebagai tugas akhir

penulis melakukan penelitian mengenai validasi metode analisis total karbohidrat di bawah

bimbingan Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. dan Dian Herawati, S.TP, MSi.

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini

berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Validasi Metode Analisis Total Karbohidrat dengan

Metode Anthrone Sulfat” ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan IPB.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu, Ayah dan kakak tercinta, Leonard Dharmawan yang selalu memberikan dukungan

dan bantuannya kepada penulis baik berupa moril maupun materil serta kesabarannya

selama ini.

2. Dr.Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. selaku dosen pembimbing utama atas arahan,

bimbingan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan kuliah di Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan IPB dan menyelesaikan tugas akhir. Petuah, teladan dan masukan beliau

sangat berharga buat penulis baik untuk bidang akademik maupun dalam kehidupan

pribadi.

3. Dian Herawati, S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang atas semua bantuan

yang diberikan dan kesabaran beliau dalam membimbing penulis terutama dalam tugas

akhir.

4. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. atas kesediaan dan waktunya sebagai dosen penguji pada

ujian akhir.

5. Teman-teman yang telah banyak membantu dan berbagi susah dan senang bersama

penulis di ITP 43: Rachmat Widyanto, Sarah Fathia, Zatil Afrah, Stella Kristanti, Siti Sri

Utami, Dhimas Satrio, Ipan Permadi, Siti Kholifah, Awaliyatus Sholihah dan teman-teman

lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan moment

susah dan senang yang kita jalani bersama. Teman-teman satu penelitian dan satu lab:

Dhina, Tiara, Ricky Sinaga, Desir, Khafid, Marissa, Mbak Ilul, Alya, Ronald, Cipi, Bu

Elmi, dan Nida atas semangat, dukungan dan bantuannya selama ini di saat penulis sangat

membutuhkannya.

6. Laboran yang telah banyak membantu dalam penelitian ini: Pak Wahid, Mbak Vera, Pak

Gatot, Bu Rubiyah, Mas Aldi, Pak Sobirin, dan Pak Rozak.

7. Teman-teman yang penulis kenal selama di Okinawa Kak Nina, Kak Tiyu, Kak Gebol, Mas

Fadry, Pak Armid, Pak Basyuni, Bu Santi, Mas Idham, Bu Dyah, Mbak Dudu, Pak Ricky,

Pak Agus, Bu Kusumiyati dan Takara sensei, Wada sensei, dan teman-teman satu lab di

v

Okinawa yang telah memberikan dukungan, download jurnal dan banyak pelajaran hidup

bagi penulis.

8. Seluruh dosen dan staf ITP yang telah memberikan ilmu dan masukan kepada penulis

selama penulis berkuliah di ITP. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu. Terima kasih banyak atas bantuan, yang telah diberikan

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi

yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2011

Penulis

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN ....................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang ...........................................................................................................................1

1.2. Tujuan.........................................................................................................................................3

1.2.1. Tujuan Umum..........................................................................................................................3

1.2.2. Tujuan Khusus.........................................................................................................................3

1.3. Manfaat Penelitian......................................................................................................................3

1.4. Hipotesis.....................................................................................................................................3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................................4

2.1. Karbohidrat.................................................................................................................................4

2.1.1 Struktur karbohidrat..................................................................................................................4

2.1.2. Monosakarida ..........................................................................................................................5

2.1.3. Oligosakarida...........................................................................................................................5

2.1.4. Polisakarida .............................................................................................................................5

2.2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat ......................................................................................5

2.3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya .............................................6

2.3.1. Definisi total karbohidrat.........................................................................................................6

2.3.2. Metode analisis total karbohidrat.............................................................................................6

2.3.2.1. Analisis karbohidrat langsung ..............................................................................................6

2.3.2.1.1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 .........................................................7

2.3.2.1.2. Analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat ...............................................8

2.4. Validasi dan Verifikasi Metode................................................................................................10

2.4.1. Akurasi ..................................................................................................................................11

2.4.2. Presisi ....................................................................................................................................12

2.4.3. Spesifisitas.............................................................................................................................14

2.4.4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi .......................................................................................14

2.4.5. Linieritas................................................................................................................................14

2.5. Matriks Sampel.........................................................................................................................15

2.5.1. Kecap manis ..........................................................................................................................17

vii

2.5.2. Kecap kedelai asin.................................................................................................................18

2.5.3. Santan ....................................................................................................................................18

2.5.4. Bahan Acuan .........................................................................................................................19

III. METODOLOGI PENELITIAN .........................................................................................21

3.1. Bahan dan Alat .........................................................................................................................21

3.1.1 Bahan......................................................................................................................................21

3.1.2. Alat ........................................................................................................................................21

3.2. Metode Penelitian.....................................................................................................................21

3.2.1. Penentuan matriks sampel .....................................................................................................22

3.2.1.1. Pemilihan sampel untuk uji perbandingan metode berdasarkan studi literatur...................22

3.2.1.2. Analisis proksimat ..............................................................................................................22

3.2.2. Perbandingan metode ............................................................................................................22

3.2.3. Validasi Metode Anthrone sulfat...........................................................................................23

3.2.3.1. Presisi .................................................................................................................................23

3.2.3.2. Akurasi ...............................................................................................................................23

3.2.3.3. Linieritas.............................................................................................................................24

3.2.4. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 ...................................................................................24

3.2.4.1. Presisi .................................................................................................................................24

3.2.4.2. Akurasi ...............................................................................................................................25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................................26

4.1. Pemilihan Matriks Sampel .......................................................................................................26

4.2. Perbandingan metode ...............................................................................................................27

4.3. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 ......................................................................................33

4.3.1. Aspek presisi .........................................................................................................................34

4.3.1.1. Ripitabilitas bahan acuan....................................................................................................34

4.3.1.2. Reprodusibilitas bahan acuan dan matriks sampel .............................................................36

4.3.2. Aspek akurasi ........................................................................................................................39

4.3.2.1. Akurasi berdasarkan bahan acuan ......................................................................................39

4.3.2.2. Akurasi berdasarkan uji rekoveri........................................................................................40

4.3.2.2.1. Rekoveri dengan bahan acuan .........................................................................................41

4.3.2.2.2. Rekoveri dengan sampel matriks uji................................................................................41

4.4. Faktor-Faktor Kesalahan Pada Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 .......................43

4.5. Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 .....................................................45

viii

V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................................48

5.1. Kesimpulan...............................................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................50

LAMPIRAN ....................................................................................................................................56

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat .....................12

Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat ...................................................13

Tabel 3 Komposisi kimia kecap manis, kecap asin dan santan ..................................................17

Tabel 4. Kandungan asam amino kecap asin dan kecap manis (g/100g) ....................................18

Tabel 5. Komposisi proksimat matriks sampel cair yang terpilih untuk uji perbandingan metode

analisis total karbohidrat (N=2) ................................................................................27

Tabel 6. Perbandingan Metode Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl untuk analisis karbohidrat total

pada 3 matriks sampel pangan cair (N=3) ..................................................................28

Tabel 7. Karbohidrat total dari tiga sampel matriks pangan cair dengan beberapa metode...........30

Tabel 8 Komposisi proksimat bahan acuan yang digunakan dalam verifikasi metode karbohidrat

total SNI 01-2891-1992 ...........................................................................................34

Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7) .35

Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan dengan

penambahan kadar glukosa (N=7).............................................................................35

Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan ...37

Tabel 12 Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan

cair (N=3)...............................................................................................................37

Tabel 13. Akurasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7)

..............................................................................................................................39

Tabel 14. Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosa (N=7) .................40

Tabel 15. Hasil uji rekoveri pada berbagai sampel pangan cair dengan spike glukosa (N=7) .......40

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010). .16

Gambar 2. Tahapan penelitian validasi metode analisis karbohidrat..........................................22

Gambar 3. Hasil penempatan sampel matriks berdasarkan studi literatur...................................26

Gambar 4. Perbandingan hasil analisis karbohidrat total pada tiga matriks sampel pangan cair

ditambah dengan tiga matriks sampel pangan padat (N=18) dengan metode SNI

(Luff-Schoorl) dan Metode Anthrone sulfat..........................................................28

Gambar 5. Diagram kesalahan analisis metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 ..................45

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil analisis perbandingan metode…………………………………………. 56

Lampiran 2. Uji statistik perbandingan metode dengan SPSS 17.0…………………………… 58

Lampiran 3. Prosedur analisis………………………………………………………………… 60

Lampiran 4. Metode yang divalidasi…………………………………………………………… 62

Lampiran 5 Verifikasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992……………………….... 65

Lampiran 6. Uji statistik reprodusibilitas intralab…………………………………………….. 70

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karbohidrat merupakan komponen yang sering kita jumpai dalam bahan pangan.

Karbohidrat dalam pangan ada dalam berbagai macam bentuk dari glukosa sederhana hingga

bentuk polisakarida yang kompleks. Contoh bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat

diantaranya serealia dan umbi-umbian. Karbohidrat berkontribusi besar dalam menyusun produk

pangan pada umumnya (Fennema 1996) dan merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan

oleh tubuh. Lebih dari 70% kebutuhan energi manusia dipenuhi dengan karbohidrat (BeMiller

2010). Sifat fungsional karbohidrat yang penting dalam proses pengolahan pangan, menyebabkan

keberadaan karbohidrat menjadi komponen yang perlu diperhatikan dan dianalisis.

Analisis total karbohidrat telah lama dilakukan pada berbagai sampel seperti ekstrak

tanaman (Yemm dan Willis 1954), tanah (Safarik dan Satruckova 1992), feses (Ameen and Powell

1985), produk farmasi (Leyva et al 2007) dan produk pangan (BeMiller 2009). Jumlah karbohidrat

dalam produk pangan perlu diketahui, antara lain untuk: standardisasi identitas pangan, label

nutrisi, deteksi adanya adulterasi dan untuk pengembangan suatu produk pangan. Peran

karbohidrat yang signifikan terutama dalam produk pangan menjadikan analisis total karbohidrat

penting.

Pengukuran karbohidrat sejak dahulu hingga sekarang masih dilakukan adalah

menggunakan metode by difference dalam sistem analisis proksimat Weende yaitu dengan

mengurangi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari total bahan pangan yang

diujikan (Southgate 1976). Akan tetapi pada metode by difference terdapat kelemahan yaitu dapat

menyebabkan hasil yang kurang akurat. Hasil yang kurang akurat diakibatkan oleh akumulasi dari

kesalahan pada metode yang digunakan untuk menganalisis komponen lain, seperti protein dan

lemak, sehingga nilai yang didapat semakin jauh dari nilai sebenarnya. Selain itu juga ada

kemungkinan komponen nonkarbohidrat seperti asam organik, lignin dan tanin ikut terhitung

sebagai karbohidrat.

Berbagai bidang yang spesifik seperti industri pemurnian gula dan penghasil minuman

anggur, muncul kebutuhan untuk mengembangkan pengukuran gula secara langsung. Hal ini

memicu berkembangnya kajian metodologis mengenai karbohidrat terlarut, diantaranya dengan

2

metode refraktometri, gravimetri, polarimetri, titrimetri dan kolorimetri kondensasi (Southgate

1976). Banyaknya metode analisis yang dikembangkan tentu dapat menimbulkan kebingungan

karena setiap metode dapat menghasilkan nilai yang berbeda. Dengan demikian, perlu ditetapkan

persetujuan untuk menggunakan satu metode.

Metode yang digunakan untuk analisis total karbohidrat langsung yang ditetapkan oleh

BSN (Badan Standardisasi Nasional) melalui SNI 01-2891-1992, yaitu tentang cara uji makanan

dan minuman, adalah Metode Luff-Schoorl. Namun terdapat kelemahan pada Metode

Luff-Schoorl karena dapat menimbulkan hasil yang kurang konsisten (Faulks dan Timms 1985)

sehingga tingkat kepercayaan terhadap hasil kurang. Selain itu Metode Luff-Schoorl juga

membutuhkan pekerjaan yang tidak sederhana dan lebih banyak memakan waktu dibanding

metode analisis kolorimetri.

Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis total karbohidrat secara langsung

selain Luff–Schoorl, yaitu Metode Anthrone sulfat, fenol sulfat, orsinol dan resorsinol. Metode

Anthrone sulfat adalah yang paling umum digunakan (Leyva et al 2008) dengan menggunakan

instrument spektofotometer UV-Visible. Metode Anthrone ini memiliki banyak keunggulan

antara lain kesederhanaan ujinya, spektrumnya yang luas dan sensitifitasnya yang cukup baik

(Koehler 1952).

Analis pangan sampai sekarang masih terikat dengan prosedur analisis yang telah

ditetapkan oleh peraturan yaitu SNI (Standard Nasional Indonesia) 01-2891-1992. Penggunaan

metode yang baku merupakan hal yang penting untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh sesuai

dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah (Nielsen, 2010). Beberapa metode analisis

pangan bersifat empiris yaitu metode itu masih digunakan hingga saat ini karena memang metode

itu yang sudah digunakan sejak dulu dan hasil yang didapat cukup konsisten (Sawyer 1984).

Begitu pula halnya dengan Metode Luff-Schoorl yang dijadikan metode standard dalam SNI

01-2891-1992 karena sifatnya yang empiris.

Metode analisis total karbohidrat dengan menggunakan Metode Anthrone sulfat bukan

merupakan metode standard, maka perlu divalidasi sebelum digunakan. Selain itu, validasi metode

terutama untuk matriks pangan yang spesifik penting untuk menjamin ketepatan dari metode yang

digunakan (Nielsen, 2010). Dengan adanya validasi, kita dapat mengetahui bahwa hasil dari

analisis itu dapat dipercaya pada matriks pangan yang dianalisis.

Sampai sejauh ini belum pernah dilakukan perbandingan metode antara Metode

Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone sulfat untuk menganalisis total karbohidrat pada bahan

3

pangan cair dan belum diketahui validitas Metode Anthrone sulfat dengan hidrolisis asam untuk

menganalisis karbohidrat total secara langsung terutama pada matriks pangan cair untuk dapat

menggantikan Metode Luff-Schoorl. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah

membandingkan kedua metode pada matriks pangan cair dengan tingkat karbohidrat rendah,

sedang dan tinggi dan menentukan metode mana yang lebih baik untuk digunakan dalam analisis

rutin dan melakukan validasi Metode Anthrone atau verifikasi metode yang sudah baku yaitu Luff

Schoorl berdasarkan hasil perbandingan metode.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menentukan metode yang lebih baik untuk

analisis total karbohidrat antara metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dan metode kandidat

dengan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan perbandingan hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan dua

metode berbeda yaitu metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dengan metode

kandidat yang menggunakan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.

2. Melakukan validasi Metode Anthrone sulfat atau verifikasi metode SNI berdasarkan hasil

yang diperoleh dari perbandingan metode pada berbagai matriks.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi mengenai metode analisis mana yang lebih baik untuk

digunakan pada analisis total karbohidrat secara rutin.

2. Mendapatkan informasi mengenai tingkat validitas metode yang digunakan

1.4. Hipotesis

Hasil pengukuran dengan Metode Anthrone tidak berbeda nyata dengan dengan hasil

pengukuran dengan Metode Luff-Schoorl, sehingga Metode Anthrone dapat diadopsi sebagai

metode alternatif. Selanjutnya diperlukan Metode Anthrone diuji validitasnya untuk analisis total

karbohidrat.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karbohidrat

Kebanyakan ahli kimia kesulitan dalam mengelompokkan bahan apa saja yang termasuk ke

dalam karbohidrat. Definisi klasik karbohidrat berdasarkan asal katanya yaitu carbo dari bahasa

Latin dan hydros dari bahasa Yunani adalah ‘hidrat dari karbon’ yang mengandung hidrogen dan

oksigen dengan perbandingan 2:1 (Southgate 1978) atau elemen yang terdiri dari air dan karbon

dengan perbandingan 1:1 (Kennedy dan White 1988). Karbohidrat adalah senyawa organik yang

mengandung karbon, hidrogen dan oksigen baik dalam bentuk molekul sederhana maupun

kompleks (Christian dan Vaclavik 2003).

Karbohidrat telah menjadi sumber energi utama untuk metabolisme pada manusia dan sarana

untuk memelihara kesehatan saluran pencernaaan manusia. Karbohidrat adalah penyumbang

utama dari komponen yang membentuk produk pangan baik sebagai komponen alami maupun

bahan yang ditambahkan. Karbohidrat meliputi lebih dari 90% dari berat kering tanaman.

Karbohidrat banyak tersedia dan murah. Penggunaannya sangat luas dan jumlah penggunaannya

cukup besar (Fennema 1996) baik untuk pemanis, pengental, penstabil, gelling agents dan fat

replacer (Christian dan Vaclavik 2003). Karbohidrat dapat dimodifikasi baik secara kimia dan

biokimia dan modifikasi itu digunakan untuk memperbaiki sifat dan memperluas penggunaannya.

2.1.1 Struktur karbohidrat

Karbohidrat digunakan dalam kimia untuk senyawa dengan formula Cm(H2O)n, tetapi kini

rumus molekul itu tidak secara kaku digunakan untuk mendefinisikan karbohidrat (Kennedy dan

White 1988). Sebelumnya beberapa ahli kimia memasukkan formaldehid dan glikoaldehid sebagai

karbohidrat, namun sekarang istilah karbohidrat dalam biokimia, tidak mengikutsertakan senyawa

yang kurang dari tiga atom karbon. Southgate (1978) menggunakan definisi karbohidrat sebagai

senyawa yang tersusun oleh polihidroksi aldehid, keton, alkohol, asam dan turunan sederhananya

serta polimernya yang memiliki ikatan polimer tipe asetal.

Menurut strukturnya karbohidrat dapat dibagi menjadi kelompok sakarida: monosakarida,

oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah gula sederhana yang tidak dapat dipecah lagi

menjadi molekul yang lebih kecil dan monosakarida inilah yang menjadi unit penyusun dari

oligosakarida dan polisakarida. Oligosakarida dan polisakarida tersusun dari monosakarida yang

dihubungkan dengan ikatan glikosidik.

5

2.1.2. Monosakarida

Monosakarida terdiri dari tiga sampai delapan karbon atom, tetapi umumnya hanya lima atau

enam yang biasa ditemukan. Biasanya monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom

karbonnya, misalnya triosa (C3H6O3), tetrosa (C4H8O3), pentosa (C5H10O5) dan heksosa (C6H12O6).

Dari golongan tersebut dapat dibagi lagi berdasarkan gugus fungsional yang ada, misalnya dari

golongan heksosa ada aminoheksosa (C6H13O5N), deoksiheksosa (C6H12O5) dan asam heksuronat

(C6H10O7). Contoh monosakarida adalah glukosa dan fruktosa.

2.1.3. Oligosakarida

Oligosakarida terdiri dari beberapa monosakarida (2-10) yang saling terikat oleh ikatan

glikosidik. Tetapi ada juga yang mengklasifikasikan sendiri karbohidrat dengan dua gugus gula

sebagai disakarida. Menurut Christian dan Vaclavik (2003) disakarida terdiri dari dua molekul

monosakarida yang bergabung dengan ikatan glikosidik. Contoh disakarida di pangan adalah

maltosa, selubiosa, dan sukrosa. Oligosakarida yang memiliki lebih dari tiga gugus gula contohnya

adalah rafinosa dan stakiosa.

2.1.4. Polisakarida

Polisakarida merupakan polimer dari gula sederhana yang tersusun atas lebih dari sepuluh

monomer gula sederhana. Contoh polisakarida di makanan adalah pati, pektin dan gum. Ketiganya

adalah polimer karbohidrat kompleks dengan sifat yang berbeda, tergantung unit gula

penyusunnya, tipe ikatan glikosidik dan derajat percabangan molekul.

2.2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat

Total karbohidrat yang ada dalam bahan pangan perlu diketahui dengan alasan: standards of

identity (pangan harus memiliki komposisi yang sesuai dengan regulasi pemerintah); nutritional

labelling (menginformasi konsumen mengenai kadar nutrisi dalam bahan pangan); detection of

adulteration (tiap tipe pangan memiliki 'fingerprint' karbohidrat); food quality (sifat fisikokimia

dari pangan seperti kemanisan, penampakan, stabilitas dan tekstur tergantung tipe dan stabilitas

karbohidrat yang ada); ekonomi (agar lebih dapat menghemat biaya produksi bahan yang

digunakan pada industri) dan food processing (efisiensi dari proses pangan banyak tergantung

pada jenis dan kadar karbohidrat). Dalam berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk

mengetahui persentasi kadar karbohidrat pada pangan yang diujikan sehingga nilai karbohidrat

pada bahan lain dapat dikonversi menjadi nilai total pangan.

6

2.3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya

2.3.1. Definisi total karbohidrat

Total karbohidrat atau total karbohidrat menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(2005) meliputi gula, pati, serat pangan dan komponen karbohidrat lain. Pernyataan jumlah total

karbohidrat dalam gram penyajian yang dinyatakan dengan nilai gram terdekat, jika penyajian

kurang dari 0,5 gram, jumlah kadarnya dapat dinyatakan sebagai nol dan jika penyajian lebih dari

0,5 gram dibulatkan ke kelipatan 1 gram terdekat. Total karbohidrat dapat dinyatakan dengan total

karbohidrat by difference.

Total karbohidrat dalam pengukuran karbohidrat dengan metode langsung dinyatakan dalam

bentuk persen yang setara dengan glukosa. Satuan glukosa (glucose equivalent) juga dapat diganti

dengan larutan gula lain yang dijadikan sebagai larutan standar.

2.3.2. Metode analisis total karbohidrat

Sejumlah teknik analisis telah dikembangkan untuk mengukur jumlah dan tipe karbohidrat

yang ada di bahan pangan. Kadar karbohidrat di bahan pangan dapat diketahui dengan menghitung

persentase yang tersisa setelah semua komponen lain telah diukur (total carbohydrate by

difference), yaitu dengan persamaan (1.1) (SNI 01-2891-1992):

(1.1)

Metode by difference ini masih digunakan oleh FDA, tetapi metode ini dapat menghasilkan

nilai yang salah karena ada kemungkinan terjadi akumulasi kesalahan dari metode-metode yang

digunakan untuk mengukur komponen lain, dan kemungkinan adanya komponen non karbohidrat

yang terukur sebagai karbohidrat menyebabkan penyimpangan yang lebih besar. Pengukuran kadar

karbohidrat secara langsung lebih baik karena didapat hasil lebih yang akurat.

2.3.2.1. Analisis karbohidrat langsung

Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat banyak, dan tergantung

juga oleh jenis analisis (kuantitatif atau kualitatif) dan tipe karbohidrat yang dianalisis. Sehingga

metode pengukuran karbohidrat sangat beragam mulai dari metode kromatografi dan elektroforesis

(Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Likuid Kinerja Tinggi dan Kromatografi Gas); metode

kimia (metode titrasi Lane Eynon, metode gravimetri Munson Walker, metode Luff Schoorl,

metode kolorimetri seperti anthrone sulfat dan fenol sulfat); metode enzimatis; metode fisik

(polarimetri, indeks refraktif, densitas dan infra merah) serta metode immunoassay.

7

Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total

karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936 International

Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan Metode Luff-Schoorl

sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena

metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa, di samping

nominator lainnya yaitu metode Lane-Eynon. Tetapi pada saat itu metode kolorimetri belum

banyak berkembang dan dalam catatan komisi itu terdapat agenda untuk melakukan penyeragaman

analisis gula dengan metode kolorimetri.

Berikut ini adalah beberapa jenis analisis total karbohidrat langsung:

2.3.2.1.1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992

Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida)

dengan bantuan asam yaitu HCl dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis

dengan Metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+

menjadi Cu 1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam

logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi

kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).

Reaksi yang terjadi (1.2):

Karbohidrat kompleks → gula sederhana (gula pereduksi)

Gula pereduksi+ 2 Cu2+→ Cu2O(s)

2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I-→ 2 CuI2 → 2 CuI- + I2

I2 + 2S2O32-→ 2 I- + S4O6

2-

(1.2)

Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk

produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau

modifikasi.

Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam

mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga

sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang

mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode

ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari

reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate

1976).

8

2.3.2.1.2. Analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat

Penggunaan Metode Anthrone untuk analisis total karbohidrat mulai berkembang sejak

penggunaan pertama kali oleh Dreywood pada tahun 1946 untuk uji kualitatif. Dasar dari reaksi ini

adalah kemampuan karbohidrat untuk membentuk turunan furfural dengan keberadaan asam dan

panas, yang kemudian diikuti dengan reaksi dengan anthrone yang menghasilkan warna biru

kehijauan (Sattler dan Zerban 1948) dalam Brooks et al (1986).

Anthrone, C6H4COC6H4CH2, adalah turunan dari anthraquinone. Senyawa ini diproduksi

oleh reduksi katalitik dari anthraquinone oleh asam hidroklorat dengan keberadaan logam timah.

Senyawa ini mungkin ada dalam bentuk keto atau enol, yang masing-masing dikenal dengan nama

anthrone and anthranol. Reaksinya dapat dilihat pada persamaan (1.3):

(1.3)

Mekanisme pembentukan warna anthrone dengan gula telah diteliti. Hurd dan Isenhour

(1932) dan Wolfrom et al (1948) mempostulasikan bahwa karbohidrat dan turunannya mengalami

pembentukan cincin dalam keberadaan asam kuat dari mineral, seperti yang ditunjukkan untuk

glukosa (1.4):

(1.4)

Tiap tahap adalah pemecahan dari glukosa(I) menjadi 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde(IV)

menunjukkan dehidrasi baik pada double bond atau pembentukan cincin. Wolfrom et al. (1948)

menunjukkan bukti spektroskopik untuk senyawa intermediate (II) dan (III) pada reaksi ini Sattler

9

and Zerban (1948) menyarankan bahwa pembentukan warna hijau pada reaksi anthrone tergantung

oleh keberadaan 5-(hidroksimetil)-2-furaldehid, atau senyawa furfural yang mirip, yang dibentuk

oleh reaksi asam sulfat pada karbohidrat.

Momose et al. (1957) melakukan kromatografi pada ekstrak benzene dari pewarna terhadap

alumina dan menunjukkan bahwa bagian yang dapat larut dari benzene-terdiri dari beberapa

pewarna yang memberikan pewarnaan yang berbeda dengan asam sulfat. Mereka menentukan

berat molekul dari salah satu pewarna utama yaitu kurang lebih 530, dan mempostulasikan

formula dari pewarna itu (C47H30O3). Mereka menyimpulkan bahwa 3 mol anthrone bereaksi

dengan 1 mol glukosa, yang digambarkan dalam persamaan (1.5):

3C14H10O + C6H12O6 C47H3O30 + 5H2O + CH2O (1.5)

Dari data analisis dan spektrum inframerah dari pewarna, dan mekanisme reaksinya

dipertimbangkan, mereka menduga struktur yang mungkin adalah 1,2,5,- atau

1,3,5,-trianthronylidenepentane.

Ludwig dan Goldberg (1956) melaporkan adaptasi dari Metode Anthrone kolorimetri untuk

analisis total karbohidrat secara kuantitatif pada pangan. Metode yang digunakan relatif cepat dan

akurat serta lebih baik daripada metodologi analisis karbohidrat sebelumnya, yaitu metode

Somogyi-Shaffer-Hartmann yang menggunakan teknik teknik iodometri dan prinsip gula

pereduksi. Mereka menunjukkan bahwa persiapan hidrolisis dan deproteinisasi tidak perlu

dilakukan ketika teknik anthrone digunakan.

Uji Anthrone ini memiliki kelebihan dalam hal sensitifitas dan kesederhanaan ujinya

(Koehler 1952).Sejumlah kecil karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan

menggunakan spektrofotometer. Dreywood (1946) melakukan uji spesifisitas dari reaksi dan

membuat daftar 18 jenis karbohidrat, termasuk beberapa turunan selulosa, yang memberikan hasil

positif. Dia juga melaporkan hasil negatif terhadap kelompok besar nonkarbohidrat, termasuk

sejumlah resin sintetik nonselulosa, asam organik, aldehid, fenol, lemak, terpena, alkaloid, dan

protein. Nonkarbohidrat yang menunjukkan hasil positif hanya furfural, tetapi hasil positif ini

cepat menghilang karena warna hijau dikaburkan oleh presipitat coklat. Morris (1948) juga

menunjukkan spesifisitas anthrone untuk karbohidrat sangat tinggi, dan dia melaporkan reaksi

positif untuk semua mono-, di-, dan polisakarida murni yang diujikan, juga sampel of dekstrin,

dekstran, pati, polisakarida tumbuhan dan gum, polisakarida tipe II dan II dari pneumococcus,

glukosida, dan senyawa asetat dari mono-, di-, dan polisakarida.

10

Kekurangan dari Metode Anthrone adalah ketidakstabilan dari reagen (anthrone yang

dilarutkan dalam asam sulfat), sehingga perlu dilakukan persiapan reagen yang baru setiap hari.

Dreywood (1946) memperhatikan bahwa panas yang dihasilkan oleh pelarutan asam sulfat

merupakan bagian yang penting dalam uji. Morris (1948) melihat signifikansi dari panas pada

reaksi anthrone dan menunjukkan bahwa pada sejumlah karbohidrat yang diberikan, intensitas

warna bervariasi dengan jumlah panas yang dihasilkan. Oleh karena itu kurva standar juga perlu

dibuat setiap hari.

Nilai total karbohidrat tidak dapat dinyatakan dalam persen karbohidrat, tetapi lebih baik

dinyatakan dengan istilah glucose equivalents per cent, karena kepekatan warna yang dihasilkan

dari reaksi anthrone bervariasi dengan tipe gula yang ada. Kepekatan warna yang sama contohnya,

ditunjukkan oleh 100 µg. glukosa, 105 µg. maltosa, dan 111 µg glikogen. Gula murni lain selain

glukosa dapat dikalkulasi dengan faktor konversi. Tetapi jika terdapat campuran karbohidrat yang

tidak diketahui pada bahan pangan faktor konversi itu tidak dapat digunakan, dan hasilnya bukan

persentase karbohidrat absolut, melainkan ekuivalen glukosa, yang dapat bervariasi dari nilai

persentasi karbohidrat yang sebenarnya dengan jumlah yang tidak dapat ditentukan. Keganjilan ini

tidak signifikan ketika nilai glucose equivalents per cent digunakan hanya sebagai basis untuk

mengkonversi nilai total karbohidrat menjadi nilai total pangan (Beck dan Bibby 1961). Untuk

tujuan ini glucose equivalents per cent hanya sebagai indeks dari persentasi absolute dari

masing-masing karbohidrat dalam pangan.

2.4. Validasi dan Verifikasi Metode

Metode analisis memiliki beberapa atribut, seperti ketepatan, ketelitian, spesifisitas,

sensitivitas, kemandirian, dan kepraktisan, yang harus dipertimbangkan ketika akan digunakan

(Garfield et al. 2000). Informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan harus seimbang

dengan pertimbangan praktis seperti biaya, waktu, risiko, kesalahan, dan tingkat keahlian yang

diperlukan. Selain itu suatu laboratorium yang akan menerapkan suatu metode perlu

mempertimbangkan apakah data validasi yang ada mengenai metode tersebut cukup memadai atau

apakah masih membutuhkan tindakan validasi ulang sebelum metode itu digunakan. Selanjutnya

jika data validasi telah cukup memadai, laboratorium perlu mengetahui apakah level performa

yang ditunjukkan oleh data validasi tersebut mampu dilaksanakan. Untuk mencapai level performa

itu dibutuhkan analis yang kompeten serta peralatan dan fasilitas yang memadai (Jelita 2011).

Data validasi yang kurang memadai biasanya ada pada metode yang baru dikembangkan baik

oleh laboratorium itu sendiri atau yang dikembangkan oleh pihak lain; metode yang digunakan

11

oleh laboratorium lain atau metode yang telah dipublikasi tetapi belum menjadi metode baku.

Ketika data validasi yang ada telah memadai, yaitu seperti pada metode yang telah divalidasi oleh

organisasi terstandarisasi seperti AOAC (Association of Official Analytical Chemists)

Internasional, laboratorium umumnya hanya menjaga performa data dengan cara melakukan

verifikasi metode.

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,

berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi

persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Berdasarkan Harvey (2000), validasi

merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu

prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai tambahan, validasi memastikan bahwa suatu

prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau

laboratorium yang berbeda dengan hasil yang sebanding. Menurut AOAC (2002) validasi metode

menunjukkan apakah suatu metode sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dalam praktiknya,

memungkinkan untuk merancang percobaan yang akan dilakukan sehingga karakteristik validasi

yang sesuai dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang cukup dan menyeluruh mengenai

kemampuan suatu prosedur analisis, seperti: spesifisitas, linearitas, rentang, akurasi (kecermatan),

dan presisi (keseksamaan) (EMA, 1995).

Verifikasi metode adalah suatu tindakan validasi metode tetapi hanya pada beberapa beberapa

karakteristik performa saja. Laboratorium harus menentukan karakteristik performa yang

dibutuhkan. Spesifikasi analisis dapat menjadi acuan untuk merancang proses verifikasi.

Rancangan yang baik akan menghasilkan informasi yang dibutuhkan serta meminimalisir tenaga,

waktu, serta biaya. Pemilihan parameter validasi atau verifikasi tergantung pada beberapa faktor

seperti aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.

Adapun beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode

analisis :

2.4.1. Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah seberapa dekat suatu hasil pengukuran kepada nilai

sebenarnya. Terkadang masalah dalam menentukan akurasi adalah ketidaktahuan terhadap nilai

yang sebenarnya. Dalam beberapa tipe sampel kita dapat menggunakan sampel yang telah

diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran yang kita gunakan untuk menganalisis

sampel itu sehingga kita mengetahui akurasi dari prosedur yang diujikan, metode ini disebut

dengan CRM (Certified Reference Method). Pendekatan lain adalah dengan membandingkan

12

hasilnya dengan hasil yang dilakukan oleh lab lain (Smith, 2010) atau dengan menggunakan

metode referen (Walton 2001). Akurasi juga dapat diketahui dengan melakukan uji rekoveri

(Walton 2001). Hasil uji ini akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery)

analat yang ditambahkan pada sampel. Sampel ditambahkan (spiking) dengan standar yang telah

diketahui jumlah dan kadarnya (EMA, 1995). Rentang nilai penerimaan kecermatan suatu metode

akan bervariasi sesuai kebutuhannya (FAO, 1998). Adapun AOAC menetapkannya seperti dalam

Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat

(%) analat Unit Rata-rata rekoveri (%)

100 100% 98-102

10 10% 95-102

1 1% 97-103

0.1 0.10% 95-105

0.01 100 ppm 90-107

0.001 10 ppm 80-110

0.0001 1 ppm 80-110

0.00001 100 ppb 80-110

0.000001 10 ppb 60-115

0.0000001 1 ppb 40-120

(sumber: AOAC 2002)

2.4.2. Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur

melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada

sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi dapat dibagi

dalam dua kategori: keterulangan atau ripitabilitas (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility).

Ripitabilitas adalah nilai presisi yang diperoleh jika seluruh pengukuran dihasilkan oleh satu orang

analis dalam satu periode tertentu, menggunakan pereaksi dan peralatan yang sama dalam

laboratorium yang sama. Ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang

berbeda, termasuk analis yang berbeda, atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis

yang sama. Karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi, ketertiruan dari analisis tidak

akan lebih baik hasilnya dari nilai keterulangan (Harvey, 2000).

13

Presisi dalam hal ripitabilitas diukur dengan menghitung relative standard deviation atau

simpangan baku relatif (RSD) dari beberapa ulangan dengan menggunakan rumus (1.6):

(1.6)

Standar deviasi ripitabilitas bervariasi tergantung pada konsentrasi (AOAC 2002). Oleh karena itu

hasil yang didapat dari perhitungan dibandingkan hasilnya dengan nilai yang ada di Tabel 2.

Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat

(%) analat Konsentrasi RSD (%)

100 100% 1

10 10% 1.5

1 1% 2

0.1 0.10% 3

0.01 100 ppm 4

0.001 10 ppm 6

0.0001 1 ppm 8

0.00001 10 ppb 15

(sumber: AOAC 2002)

Nilai yang didapat juga dapat dibandingkan atau dengan menggunakan rumus (1.7):

(1.7)

dengan C adalah konsentrasi yang didapat dari rataan.

Nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 1/2 dan 2 kali dari nilai yang dijadikan

sebagai pembanding. Ada juga yang menggunakan RSD Horwitz sebagai nilai pembanding, RSD

Horwitz dihitung dengan rumus (1.8):

(1.8)

Dengan menggunakan pembanding RSD Horwitz nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas

adalah RSD yang terhitung dari ulangan yang ada harus kurang dari 2/3 dari nilai RSD Horwitz

(Garfield 2000).

14

2.4.3. Spesifisitas

Spesifisitas dari metode analitik tertentu berarti metode itu hanya mendeteksi komponen yang

diinginkan. Metode analitis dapat bersifat sangat spesifik untuk komponen tertentu atau pada

beberapa kasus dapat menganalisis spektrum komponen yang luas (Smith, 2010).

Spesifisitas suatu metode diuji dengan membandingkan hasil dari sampel yang mengandung

pengotor dengan hasil sampel yang tidak mengandung pengotor. Pada dasarnya, spesifisitas dapat

diuji secara langsung atau tidak langsung. Pendekatan secara tidak langsung ditinjau dari

penerimaan parameter akurasi. Pendekatan secara langsung ditinjau dari keberadaan komponen

pengganggu (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Cara yang terakhir dilakukan dengan

menambahkan sejumlah tertentu komponen pengganggu pada larutan standar murni. Jika

diperkirakan tidak adanya komponen pengganggu pada sampel, spesifisitas dapat ditunjukkan

dengan membandingkan hasil uji sampel dengan standar (EMA, 1995).

2.4.4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi

Limit deteksi atau Limit of Detection (LOD) suatu metode analisis adalah jumlah terkecil dari

analat yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu dapat dikuantisasi dengan presisi yang

baik oleh metode tersebut. Limit kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) yang disebut juga

limit determinasi adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat ditentukan secara kuantitatif

dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005).

Giese (2004) menyatakan bahwa terdapat dua cara untuk menentukan LOD dan LOQ, yaitu

dengan menentukan kurva kalibrasi menggunakan sepuluh level konsentrasi, atau melakukan

analisis blanko berulang. Tetapi ada masalah dalam pendekatan menggunakan blanko karena

seringkali sulit diukur dan variasinya sangat tinggi. Lebih lanjut, nilai yang didapat dengan

pendekatan seperti ini tidak bergantung dari analat (AOAC 2002).

Limit deteksi hanya berguna untuk mengontrol ketidakmurnian yang tidak diinginkan yang

konsentrasinya harus tidak lebih dari level tertentu dan mengontrol kontaminan dengan konsentrasi

rendah, sedangkan materi yang bermanfaat harus ada pada konsentrasi yang cukup tinggi agar

dapat menjadi fungsional. Limit deteksi dan determinasi seringkali bergantung pada kemampuan

instrumen (AOAC 2002).

2.4.5. Linieritas

Linearitas metode analisis menunjukkan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil

uji, yang baik langsung maupun dengan definisi transformasi matematis yang baik, proporsional

15

dengan konsentrasi analat dalam sampel pada range tertentu (Leyva et al 2008). Linieritas dapat

diuji secara informal dengan membuat plot residual yang dihasilkan oleh regresi linier pada respon

konsentrasi dalam satu seri kalibrasi (Thompson et al. 2002).

Linieritas harus dievaluasi dengan pemeriksaan visual terhadap plot absorbansi yang

merupakan fungsi dari konsentrasi analat. Jika hubungannya linier, hasil uji dievaluasi lebih lanjut

secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Dalam penentuan linieritas, sebaiknya

menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA, 1995). Rentang penerimaan linieritas tergantung

dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai koefisien regresi (r2) ≥ 0,99.

2.5. Matriks Sampel

Suatu metode harus dapat menunjukkan rekoveri dan ripitabilitas yang dapat diterima

pada konsentrasi dan matriks yang mewakili kelompok sampel dimana metode itu hendak

diterapkan (AOAC 2002). Suatu metode yang hendak diterapkan pada “pangan” secara umum,

metode tersebut perlu diujikan pada jenis pangan yang dianggap mewakili kelompok pangan

secara umum. Sampel yang yang dianggap mewakili dapat dipilih berdasarkan skema segitiga atau

triangle scheme yang disarankan AOAC Internasional (Gambar 1) (Sullivan dan Carpenter 1993).

Skema segitiga ini berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya yang mana dianggap

memiliki pengaruh terbesar terhadap kemampuan metode analisis. Suatu kelompok pangan, yang

diwakili oleh segitiga kecil, dikatakan memiliki kadar yang “tinggi”, “sedang” dan “rendah”

berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya. Pangan kompleks diposisikan pada salah

satu segitiga kecil—menurut kadar karbohidrat, lemak dan proteinnya (dengan persentase yang

telah dinormalisasi menurut perbandingan dari ketiga komponen). Pemetaan ini dilakukan dengan

meniadakan persentase kadar air dan kadar abu. Tiap sudut segitiga merupakan kelompok pangan

yang terdiri dari 100% lemak, 100%protein, dan 100% karbohidrat.

16

Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010).

Nielsen (2010) mengatakan bahwa kemampuan suatu metode analisis dipengaruhi oleh

matriks pangan (misalnya komponen dari pangan tersebut terutama lemak, protein dan

karbohidrat). Matriks pangan merupakan tantangan terbesar bagi para analis pangan. Makanan

dengan kadar lemak tinggi dan kadar gula tinggi dapat menghasilkan interferensi yang berbeda

dengan makanan dengan kadar lemak rendah dan kadar gula rendah. Prosedur digesti dan tahap

ekstraksi sangat penting bagi hasil analisis yang akurat. Hal ini tergantung pada matriks pangan.

Kompleksitas dari berbagai sistem pangan seringkali membutuhkan lebih dari satu teknik dan

prosedur untuk komponen spesifik tertentu, termasuk pengetahuan mengenai teknik mana yang

sesuai untuk matriks pangan yang spesifik.

Metode analitik yang umum harus dapat menganalisis kesembilan kombinasi yang ada,

menggantikan metode yang spesifik pada matriks tertentu (matrix dependent method). Misalnya

dengan menggunakan metode yang dipengaruhi oleh matriks, kita mungkin dapat

menggunakannya untuk menganalisis bahan yang rendah protein, dengan karbohidrat dan lemak

sedang seperti coklat dan keripik kentang. Tetapi untuk bahan dengan protein tinggi, lemak rendah

dan karbohidrat tinggi seperti susu rendah lemak, harus digunakan metode analisis yang lain. Hal

ini cukup merepotkan dan kemungkinan nilai yang didapat dari hasil analisis kedua metode perlu

dievaluasi (Nielsen 2010).

Validasi metode memerlukan pengetahuan mengenai identitas dari sampel yang akan

dianalisis, karena jika tidak, meski banyak informasi berguna yang didapat, tetapi informasi itu

akan terombang-ambing bagaikan kapal di lautan yang luas, tidak mengetahui dimana

keberadaannya, tanpa penanda yang menunjukkan posisinya (AOAC 2002). Oleh karena itu selain

melakukan studi literatur dilakukan uji proksimat terhadap sampel yang akan dianalisis untuk

17

mengonfirmasi komposisi dari sampel. Berikut data mengenai sampel yang akan digunakan dalam

perbandingan metode:

2.5.1. Kecap manis

Kecap manis merupakan produk olahan kedelai, yang teksturnya kental dan berwarna

coklat kehitaman (Suprapti 2005). Komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia kecap manis, kecap asin dan santan

KomponenKadar (%)

Kecap manis Kecap asin Santan

Air 29,61a 63, 84a 54,9c

Protein kasar 1,46a 6,55a 4,20b

Lemak 0,14a 0,35a 34,30b

Abu 7,64a 18,48a 1-1,3c

Karbohidrat 61,15a 10,78a 5,60b

Garam (NaCl) 6,27a 18,43a (tidak ada informasi)

Sumber: aJudoamidjojo (1987) , bDirektorat Gizi (1967), c Woodroof (1979)

Kandungan gula dan viskositas yang tinggi dari produk ini disebabkan karena penambahan gula

dalam proses pembuatannya. Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama

sukrosa, glukosa dan fruktosa (Kusumadewi, 2011). Kandungan gula kecap manis, yaitu 26-61%,

lebih banyak dari kecap asin yang hanya 4-19% (Judoamidjojo 1987). Kandungan asam amino

yang cukup tinggi dari kecap manis karena salah satu bahan yang digunakan untuk membuatnya

adalah kedelai yang memiliki kandungan protein yang tinggi (Santoso 1994). Rincian jenis asam

amino kecap manis dapat dilihat pada Tabel 4.

Dalam kecap manis, selain dari kedelai senyawa organik yang ada juga berasal dari gula

merah. Senyawa organik dalam kecap manis adalah asam sitrat, tartarat, suksinat, laktat, format,

piroglutamat, propionate dan butirat (Judoamidjojo et al 1985). Kecap yang bermutu tinggi

berkadar garam 18%, gula minimal 40% dan pHnya berkisar antara 4,7-4,8 (Buckle et al 1988).

Adapun persyaratan BSN untuk kecap manis (SNI 01-2543-1999) kadar garam minimal 3% dan

total gula (dihitung sebagai sakarosa) minimal 40%.

18

Tabel 4. Kandungan asam amino kecap asin dan kecap manis (g/100g)

Asam amino Kecap Asin Kecap Manis

Asam aspartat 0,42 0,03

Treonin 0,21 0,01

Serin 0,29 0,01

Glutamat 0,63 0,10

Prolin 0,16 0,01

Glisin 0,15 0,00

Alanin 0,30 0,02

Valin 0,30 0,02

Metionin 0,08 0,00

Isoleusin 0,29 0,02

Leusin 0,41 0,02

Tirosin 0,15 0,02

Fenilalanin 0,24 0,02

Lisin 0,27 0,01

Histidin 0,09 0,00

Arginin 0,27 0,00

Triptofan 0,00 0,00

Sistein 0,00 0,00

Sumber: Judoamidjojo et al (1985)

2.5.2. Kecap kedelai asin

Kecap kedelai asin atau yang biasa dikenal dengan nama kecap asin merupakan hasil

fermentasi dari kedelai. Menurut definisi SNI 01-3543-994 kecap kedelai adalah produk cair yang

diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max. L)

dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Warna dari kecap asin adalah coklat gelap. Tetapi warna ini bergantung pada proses penuaan atau

agingnya. Kecap asin mirip dengan kecap manis, hanya tanpa penambahan gula. Komposisi kimia

dari kecap kedelai dapat dilihat dari Tabel 3 dan kandungan asam aminonya dapat dilihat pada

Tabel 4.

2.5.3. Santan

Berdasarkan SNI 01-3816-1995, santan adalah produk cair yang diperoleh dengan

menyaring daging buah kelapa (Cocos nucifera) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan

makanan yang diizinkan. Santan merupakan emulsi lemak dalam air (Kirk dan Otmer 1950) yang

19

distabilisasi secara alamiah oleh protein (globulin dan albumin) dan fosfolipida (Tangsuphoom dan

Coupland, 2008). Senyawa δ-C8-laktone, δ-C10-laktone, dan n-oktanol merupakan komponen

volatil utama dan memberikan karakteristik aroma pada santan kelapa (Lin dan Wilkens 2006),

Adapun komposisi kimia santan dapat dilihat di Tabel 3. Tetapi komposisi kimianya

masih bervariasi tergantung pada varietas lokasi tumbuh, cara budi daya, kematangan buah, dan

metode ekstraksi seperti jumlah penambahan air dan suhu ekstraksi. Menurut Seow dan Gwee

(1997), komposisi kimia santan kelapa yang diekstraksi dengan tanpa penambahan air terdiri atas

protein 2.6-4.4%; lemak 32-40%; air 50-54%; dan abu 1-1.5%.

2.5.4. Bahan Acuan

Semua metode instrumental membutuhkan bahan acuan, sekalipun untuk metode yang

mengukur analat yang empiris. Analat yang empiris adalah analat yang nilainya tidak seperti

senyawa kimia yang stoikiometris yang bersifat tetap. Analat empiris merupakan hasil dari

penerapan prosedur yang biasa digunakan untuk mengukurnya, contohnya untuk kadar air, kadar

abu, kadar lemak, kadar karbohidrat (by difference) dan kadar serat (AOAC 2002).

Bahan acuan memainkan peranan penting untuk mengetahui akurasi dalam melakukan

validasi. Bahan acuan disini dapat diartikan sebagai bahan atau zat yang memiliki sifat-sifat

tertentu yang cukup homogen dan stabil, yang telah ditetapkan untuk dapat digunakan dalam

pengukuran atau dalam pengujian suatu contoh. Bahan acuan dapat digunakan untuk mengontrol

presisi pengukuran walaupun bahan acuan tersebut tidak memiliki nilai acuan (assigned value),

sedangkan untuk kalibrasi atau untuk mengontrol kebenaran pengukuran hanya bahan acuan yang

memiliki nilai acuan yang dapat digunakan (Dara 2010). Kalibrasi dan pengontrolan analisis

sangat penting, karena menyangkut kehandalan hasil pengujian. Untuk pengambilan keputusan

yang krusial diperlukan hasil pengujian yang dapat dipercaya (Nuryatini 2010). Bahan acuan ini

dapat diperoleh dari berbagai produsen bahan acuan seperti Puslit Kimia LIPI yang telah

mengembangkan beberapa bahan acuan (in-house reference materials) khususnya untuk pengujian

dalam bidang lingkungan dan pangan (Dara 2010).

Bahan acuan dapat dibagi menjadi dua yaitu Certified Reference Material (CRM) dan

Standard Reference Material (SRM). CRM dapat ditelusur hingga standard internasional dengan

ketidakpastian yang telah diketahui dan oleh karena itu dapat digunakan untuk mengukur semua

aspek bias (bias metode, bias antarlab, and intralab) secara bersamaan, dengan asumsi bahwa tidak

ada ketidaksesuaian matriks. Perlu dipastikan bahwa nilai ketidakpastian yang dimiliki cukup kecil

sehingga dapat mendeteksi bias pada kisaran tertentu. Tetapi jika nilainya tidak cukup kecil,

20

penggunaan CRM masih dianjurkan, tetapi dengan disertai dengan pengujian tambahan. Jika

diperlukan dan dapat dilakukan, sejumlah CRM yang sesuai dengan matriks dan konsentrasi analit

sebaiknya diujikan (Thompson et al 2002).

SRM dapat digunakan jika tidak ada CRM. SRM adalah material yang telah

dikarakterisasi dengan baik untuk tujuan validasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika nilai

bias tidak signifikan, hal ini bukan berarti merupakan bukti bahwa tidak adanya bias sama sekali.

Akan tetap jika terdapat bias yang signifikan, hal ini menandakan perlunya investigasi lebih lanjut.

SRM dapat berupa material yang telah dikarakterisasi oleh produsen CRM tetapi tidak dilengkapi

dengan dokumen mengenai nilai ketidakpastiannya atau material yang telah terkualifikasi oleh

sebuah manufakturer; materials yang dikarakterisasi dalam lab sebagai reference material; dan

material yang didistribusikan dalam proficiency test. Meskipun ketertelusuran dari material

tersebut dipertanyakan, jauh lebih baik untuk menggunakan material tersebut dibandingkan tidak

melakukan pengukuran terhadap bias sama sekali. Material dapat digunakan dengan cara yang

sama seperti CRM, sekalipun tidak ada nilai ketidakpastian yang tercantum, seluruh pengujian

yang signifikan bergantung seluruhnya pada presisi yang dapat diamati dari hasil (Thompson et al

2002).

21

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan

Seluruh bahan kimia yang digunakan memiliki grade analitik. Asam sulfat terkonsentrasi

(H2SO4 98%), reagen anthrone, KI, HCl 37%, Na2CO3, asam sitrat, standar glukosa, CH3COOH

100%, Na2S2O3.5H2O, heksana, HgO dan indikator pati berasal dari Merck, Jerman. Kalium

dikromat (K2CrO7), Cu2SO4.5H2O, H3BO3, K2SO4 dan NaOH berasal dari CICA, Jepang. Standar

amilosa (potato amylose) berasal dari Sigma-Aldrich. Es, indikator fenolftalein, kapas bebas lemak

dan air distilasi. Sampel matriks pangan cair yang digunakan untuk penelitian perbandingan

metode analisis yaitu kecap asin, kecap manis dan santan. Selain itu juga untuk verifikasi

digunakan sampel berupa bahan acuan tepung kedelai dan tepung kacang hijau yang diperoleh dari

LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor.

3.1.2. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah hot plate (Cimarec 3 Thermolyne USA),

oven vakum (V0-7-3 Ogawa Seiki Japan), tanur (4800 Furnace Barnstead Thermolyne USA),

waterbath (Type 1008, GFL Gesselschaft fur Labortechnik mbH D-30938 Burgwedel Germany),

kertas saring, alat ekstraksi soxhlet (kondensor dan pemanas listrik), labu lemak, desikator berisi

bahan pengering, batang pengaduk, tabung reaksi, tabung reaksi bertutup, gelas piala, labu takar,

baskom plastik, sudip, batang pengaduk, pipet tetes, pipet ukur, pH meter (Orion model 210 A,

Thermo Electron Corp. USA), erlenmeyer, neraca analitik (Precisa XT 220A, Swiss), bulb, vortex,

spektrofotometer (UV Mini 1240, UV-Vis Spectrophotometer, Shimadzu Japan), stopwatch, buret

(volume 25 mL), cawan porselen, cawan alumunium dan labu Kjeldahl.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini memiliki tiga tahapan yaitu tahap penentuan matriks sampel, tahap

perbandingan metode dan tahap validasi atau verifikasi metode. Bagan alir dari tahapan penelitian

yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2

22

3.2.1. Penentuan matriks sampel

Penentuan matriks sampel dilakukan untuk mendapatkan sampel yang mewakili segitiga

pangan. Selain itu juga digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai komponen lain yang

terdapat pada sampel yang akan digunakan.

3.2.1.1. Pemilihan sampel untuk uji perbandingan metode berdasarkan studi

literatur

Studi literatur dilakukan untuk memetakan beberapa sampel berdasarkan ke dalam

skema segitiga matriks pangan. Dari hasil pemetaan akan dipilih sampel yang dapat mewakili

matriks dengan kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi.

3.2.1.2. Analisis proksimat

Hasil pemilihan sampel berdasarkan literatur dikonfirmasi komposisinya dengan

analisis proksimat. Selain untuk konfirmasi, analisis proksimat juga berfungsi untuk identifikasi

komponen yang ada dalam sampel. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, kadar

lemak, kadar abu, kadar protein dan kadar karbohidrat menggunakan metode dari SNI

01-2891-1992 (Cara Uji Makanan dan Minuman).

3.2.2. Perbandingan metode

Perbandingan metode dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kedua metode yang

diperbandingkan menghasilkan kesesuaian nilai. Hasil dari perbandingan metode dapat digunakan

untuk melihat apakah metode yang baru (metode kandidat) dapat menggantikan metode yang

digunakan sebelumnya.

Sebanyak tiga kali ulangan dilakukan menggunakan metode kandidat dan metode SNI

01-2891-1992 pada tiga matriks yang telah ditentukan. Setelah itu hasil dari metode kandidat dan

metode SNI 01-2891-1992 dibandingkan dan disesuaikan dengan data analisis proksimat.

Gambar 2. Tahapan penelitian validasi metode analisis karbohidrat

Validasi Metode Anthrone sulfat Verifikasi metode SNI 01-2891-1992

Tidak berbeda nyata Berbeda nyata

Penentuan matriks sampel

Perbandingan metode

23

Perbandingannya meliputi uji varian (uji F), independent student t-test dan korelasi kedua metode

dengan regresi linear. Jika hasil analisis metode kandidat tidak berbeda nyata dengan hasil analisis

metode SNI 01-2891-1992 serta sesuai dengan hasil uji proksimat, maka akan dilakukan validasi

metode kandidat. Jika hasil yang didapatkan berbeda jauh, maka akan dilakukan verifikasi pada

metode SNI 01-2891-1992. .

3.2.3. Validasi Metode Anthrone sulfat

Validasi dilakukan pada matriks sampel yang terpilih yaitu sampel yang mewakili kadar

karbohidrat rendah, kadar karbohidrat sedang dan kadar karbohidrat tinggi dan bahan acuan.

Sampel dari matriks karbohidrat rendah, sedang dan tinggi diukur kadar karbohidratnya untuk

mengetahui tingkat validitas dari Metode Anthrone sulfat. Penentuan tingkat validasi ini meliputi:

3.2.3.1. Presisi

Ripitabilitas merupakan salah satu aspek presisi yang menggambarkan keseragaman

nilai yang diperoleh dari rangkaian pengukuran berulang terhadap analat dengan menggunakan

prosedur analisis yang sama (Leyva et al 2008). Sebanyak 7 kali ulangan dengan prosedur yang

sama, hari yang sama dan analis yang sama dilakukan pada sampel kemudian dihitung RSDnya.

Besarnya RSD dalam satuan % menunjukkan ripitabilitas. Keberterimaan RSD analisis ditentukan

sebesar 2/3 RSD Horwitz (Garfield 2000) atau 1/2 sampai 2 kali RSD AOAC (AOAC 2002).

Reprodusibilitas diukur dengan melakukan analisis yang sama setelah dua bulan sejak dilakukan

analisis pertama. Hasil analisis dibandingkan lalu diuji secara statistik untuk melihat apakah hasil

berbeda signifikan atau tidak.

3.2.3.2. Akurasi

Akurasi dilaksanakan dengan mengggunakan bahan acuan tepung kedelai dan tepung

kacang hijau dari LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor. Selain itu

uji rekoveri juga dilakukan.

Tujuan uji rekoveri adalah memeriksa adanya interferensi kompetitif dan efek dari

matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992). Uji rekoveri dilakukan

dengan menggunakan sampel yang dispike (ditambahkan) standard glukosa. Percobaan spiking

dilakukan sebanyak tujuh ulangan pada sampel bahan acuan. Sebelumnya juga dilakukan uji

terhadap sampel yang tidak dispiking. Akurasi dilihat dari nilai rekoveri yang diperoleh. Recovery

dihitung dengan rumus (2.1):

24

(2.1)

3.2.3.3. Linieritas

Linieritas dari metode analitis yang menggambarkan kemampuan suatu metode untuk

hasil analisis yang proporsional dengan konsentrasi analat pada sampel dalam range tertentu baik

secara langsung maupun melalui transformasi matematik (Leyva et al 2008). Untuk mengetahui

linieritas metode, sebanyak tujuh kali ulangan dilakukan pada standar glukosa dengan 6-8

konsentrasi. Kemudian tiap kali ulangan dihitung rataan, SD1 dan RSD1. Selain itu tiap ulangan

diplotkan persamaan garis dari kurva kalibrasi dan dihitung koefisien korelasinya (r2). Selanjutnya

ditabulasikan nilai y yang baru berdasarkan persamaan garis yang ada. Dari nilai y yang baru

dihitung rataan, standar deviasinya (yang kemudian disebut SD2) dan RSDnya. Uji F digunakan

untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan pada variansi kurva pada tiap kelompok

konsentrasi.

3.2.4. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992

Verifikasi dilakukan dengan mengukur kadar karbohidrat matriks sampel yang terpilih

yaitu sampel yang mewakili kadar karbohidrat rendah, kadar karbohidrat sedang dan kadar

karbohidrat tinggi dan beberapa sampel yang telah diketahui nilainya yaitu bahan acuan (reference

material). Verifikasi ini meliputi atribut presisi (ripitabilitas) dan akurasi (dengan bahan acuan uji

rekoveri).

3.2.4.1. Presisi

Ripitabilitas merupakan salah satu aspek presisi yang menggambarkan keseragaman

nilai yang diperoleh dari rangkaian pengukuran berulang terhadap analat dengan menggunakan

prosedur analisis yang sama (Leyva et al 2008). Sebanyak 7 kali ulangan dengan prosedur yang

sama, hari yang sama dan analis yang sama dilakukan pada sampel kemudian dihitung RSDnya.

Besarnya RSD dalam satuan % menunjukkan ripitabilitas. Keberterimaan RSD analisis ditentukan

sebesar 2/3 RSD Horwitz (Garfield 2000) atau 1/2 sampai 2 kali RSD AOAC (AOAC 2002).

Reprodusibilitas diukur dengan melakukan analisis yang sama setelah dua bulan sejak dilakukan

analisis pertama. Hasil analisis dibandingkan lalu diuji secara statistik untuk melihat apakah hasil

berbeda signifikan atau tidak.

25

3.2.4.2. Akurasi

Akurasi dilaksanakan dengan mengggunakan bahan acuan tepung kedelai dan tepung

kacang hijau dari LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor. Selain itu

uji rekoveri juga dilakukan. Tujuan uji rekoveri adalah memeriksa adanya interferensi kompetitif

dan efek dari matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992). Uji rekoveri

dilakukan dengan menggunakan sampel yang dispike standard glukosa. Spiking dilakukan

sebanyak tujuh ulangan pada sampel bahan acuan. Sebelumnya juga dilakukan uji terhadap sampel

yang tidak dispiking. Akurasi dilihat dari nilai rekoveri yang diperoleh. Recovery dihitung dengan

rumus (2.2):

(2.2)

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemilihan Matriks Sampel

Matriks pangan sangat mempengaruhi performa suatu metode, terutama komponen

mayor seperti protein, karbohidrat, dan lemak, oleh karena itu beberapa sampel pangan cair dari

hasil studi literatur dipilih berdasarkan tiga kriteria karbohidratnya yaitu mewakili matriks sampel

dengan kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi menurut skema segitiga yang disusun oleh

AOAC International seperti pada Gambar 1. Penempatan sampel menurut studi literatur dapat

dilihat pada Gambar 3. Sampel kecap manis dimasukkan pada kelompok pangan dengan

karbohidrat tinggi, sampel kecap asin dimasukkan pada kelompok pangan dengan karbohidrat

sedang, lemak rendah dan protein sedang serta santan dimasukkan pada kelompok pangan dengan

karbohidrat rendah, protein rendah dan lemak tinggi. Kemudian dilakukan analisis proksimat

dengan menggunakan metode SNI 01-2891-1992 untuk melakukan konfirmasi terhadap komposisi

dan identitasnya. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis proksimat

sesuai dengan penempatan yang dilakukan berdasarkan studi literatur.

Gambar 3 Hasil penempatan sampel matriks berdasarkan studi literatur

27

Tabel 5. Komposisi proksimat matriks sampel cair yang terpilih untuk uji perbandingan metode

analisis total karbohidrat (N=2)

No SampelKadar Air

(g/100g)

Kadar Abu

(g/100g)

Kadar Protein

(g/100g)

Kadar Lemak

(g/100g)

Kadar Karbohidrat

by difference (g/100g)

1 Kecap Manis 27.92 5.37 1,45 0,30 64,96

2 Kecap Asin 72.50 19.01 4.78 0,06 3,65

3 Santan 53.15 0.52 3,55 41,78 1,00

4.2. Perbandingan metode

Hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan Metode Luff-Schoorl dan Metode

Anthrone sulfat pada tiga matriks sampel pangan cair (kecap manis, kecap asin dan santan), yang

mewakili skema segitiga matriks pangan, diuji statistik dengan SPSS 17.0 dengan menggunakan

uji F menunjukkan bahwa varian kedua metode tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%

untuk sampel kecap asin, kecap manis, dan santan. Hasil uji F dapat dilihat pada Lampiran 2. Hal

ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam segi presisi dari Metode Luff-Schoorl

dengan Metode Anthrone sulfat untuk sampel kecap manis dan kecap asin dan santan.

Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan independent student t-test, seperti yang

terlihat pada Tabel 6. Perbedaan signifikan pada hasil analisis sampel kecap manis, kecap asin dan

santan dengan Metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat terlihat pada tingkat kepercayaan

95%. Secara spesifik, hasil ini menunjukkan bahwa hasil analisis total karbohidrat dengan metode

Luff-Schoorl berbeda nyata dengan hasil analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat

pada ketiga matriks sampel yang digunakan.

28

Tabel 6. Perbandingan Metode Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl untuk analisis karbohidrat total

pada 3 matriks sampel pangan cair (N=3)

Sampel Metode Rataan (g/100g) SD RSDa RSD H Tobs P value

Kecap ManisLuff-Schoorl 38,71 0,69 1,77 2,30

11,785 0,000*Anthrone sulfat 46,81 0,97 2,08 2,24

Kecap AsinLuff-Schoorl 2,21 0,05 3,31 3,74

-22,136 0,000*Anthrone sulfat 1,51 0,02 1,05 3,76

SantanLuff-Schoorl 1,49 0.03 2,32 3,52

13,000 0,000*Anthrone sulfat 1,75 0.00 0,09 3,68

*berbeda nyata

Berdasarkan uji F dan uji t pada hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan

metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat terlihat adanya bias. Varian kedua metode tidak

berbeda signifikan sedangkan hasil analisis kedua metode menunjukkan adanya perbedaan

signifikan. Oleh karena itu, dilakukan uji korelasi dengan regresi linear untuk mengestimasi

kesalahan sistematis (systematic error) diantara kedua metode.

Gambar 4. Perbandingan hasil analisis karbohidrat total pada tiga matriks sampel pangan cair

ditambah dengan tiga matriks sampel pangan padat (N=18) dengan metode SNI (Luff-Schoorl)

dan Metode Anthrone sulfat

Tepung beras

Kecap manis

SardenKecap asin

Santan

Susu bubuk

29

Perbandingan antara kedua metode dilakukan dengan menggunakan suplemen data dari

penelitian Novitri (2011). Hasil regresi linier dapat dilihat pada Gambar 4; dengan koefisien

korelasi (r2) dari kurva regresi (y=1.1873x-1.6264) menunjukkan nilai yang memuaskan yaitu

0.9797 (n=18). Nilai ini menunjukkan bahwa range konsentrasi yang digunakan memadai untuk

analisis regresi sederhana, tetapi nilai ini tidak digunakan untuk menentukan apakah suatu metode

akurat, relatif terhadap metode baku (Walton 2001; Westgard 1998), yang dalam hal ini adalah

Luff Schoorl. Slope kurva regresi (1.1873) memperlihatkan bahwa kurva sedikit lebih curam

dibandingkan kurva regresi yang ideal yaitu 1:1. Hal ini menunjukkan adanya proportional

systematic error diantara metode yang digunakan (Walton 2001) dan terlihat bahwa Metode

Anthrone sulfat sedikit lebih sensitif dibandingkan metode Luff-Schoorl. Dari intercept kurva

regresi (-1.6264) kita dapat melihat bahwa Metode Anthrone menghasilkan nilai analisis 1.63%

lebih rendah dibanding metode Luff-Schoorl pada sampel dengan nilai karbohidrat terendah

(intercept 1.6264 pada nilai total karbohidrat Metode Anthrone= 0). Nilai ini juga menunjukkan

estimated constant error diantara kedua metode (Walton 2001). Dari penjelasan ini menunjukkan

bahwa, meskipun korelasi cukup baik, terdapat mutual bias diantara kedua metode. Tetapi karena

konsentrasi dari populasi sampel kurang mewakili seluruh populasi matriks pangan secara umum,

kesimpulan regresi linear pada perbandingan metode ini belum dapat dijadikan landasan yang

kokoh. Regresi ini hanya memberikan gambaran sepintas dari populasi yang diujikan yaitu kecap

manis, kecap asin, santan, sarden, susu bubuk dan tepung beras.

Hasil analisis menggunakan uji F, independent student t-test dan regresi linear

sederhana tehadap perbandingan hasil analisis menggunakan metode Luff-Schoorl dan Metode

Anthrone sulfat pada tiga sampel matriks pangan cair, menunjukkan bahwa dengan presisi yang

tidak berbeda nyata, nilai hasil yang didapat oleh kedua metode berbeda nyata. Oleh karena itu

penyebab bias dari kedua metode dianalisis.

Bias dapat juga karena pengaruh interferensi dari komponen yang ada pada matriks dari

sampel yang dianalisis. Bisa jadi suatu komponen dapat menginterferensi analisis pada suatu

metode tapi tidak menganggu metode yang lain. Adanya interferensi dapat menyebabkan nilai

yang terukur berbeda dari nilai sebenarnya. Tabel 7 menunjukkan nilai kadar karbohidrat dengan

menggunakan metode by difference, SNI 01-2891-1992 dan metode kandidat. Perlu ditegaskan

30

lagi bahwa nilai analisis metode by difference dapat mengandung akumulasi kesalahan, oleh

karena itu nilai yang ada hanya dijadikan perbandingan.

Tabel 7. Karbohidrat total dari tiga sampel matriks pangan cair dengan beberapa metode

Sampel Kadar karbohidrat (g/100g)

by difference Luff-Schoorl Anthrone sulfat

Kecap manis 64,96 38,71 46,81

Kecap asin 3,65 1,57 1,51

Santan 1,00 1,49 1,75

Dilihat dari Tabel 7 pada sampel kecap manis dan kecap asin, hasil metode pengukuran

karbohidrat secara langsung yaitu baik Luff-Schoorl maupun Metode Anthrone sulfat, nilainya

lebih kecil dibandingkan metode by difference. Metode by difference dapat memiliki kesalahan

positif karena metode ini tidak dapat membedakan komponen non karbohidrat seperti asam

organik, tanin dan lignin. Baik kecap asin dan kecap manis merupakan produk hasil fermentasi

oleh kapang, oleh karena itu produk samping hasil metabolit, seperti asam organik, dapat

terkandung dalam kecap manis dan kecap asin.

Hal lain yang dapat menyebabkan lebih rendahnya nilai pengukuran karbohidrat secara

langsung dibandingkan dengan metode by difference adalah tahap hidrolisis karbohidrat yang

digunakan pada metode pengukuran karbohidrat secara langsung. Hidrolisis yang digunakan

menggunakan asam kuat encer yaitu HCl 3% dan pemanasan pada ±99oC selama 3 jam untuk

menghidrolisis sampel keseluruhan. Hidrolisis asam sampel seperti ini memiliki kelemahan dan

dapat menjadi tidak akurat bahkan dapat menghasilkan nilai yang keliru karena pada kondisi yang

dibutuhkan untuk dapat memecah pati dan dekstrin dapat menyebabkan destruksi dari fruktosa

(Loomys dan Shull 1937); atau gula-gula lain (Shriner 1932). Glukosa juga terdegradasi perlahan

jika dipanaskan dengan asam, laju destruksi ini dipercepat oleh asam sulfat dan jauh lebih cepat

dengan HCl (Whelan dan Pirt 2006) sedangkan HCl digunakan pada tahap hidrolisis sampel. Jadi

hal ini juga dapat menyebabkan nilai analisis dengan metode by difference nilainya lebih tinggi

dibandingkan dengan Metode Anthrone sulfat maupun metode Luff-Schoorl pada sampel kecap

asin.

31

Adapun nilai analisis sampel santan baik metode by difference dan Luff-Schoorl

menunjukkan nilai yang hamper sama, yaitu jika dibulatkan nilainya 1%. Adapun Metode

Anthrone nilainya sedikit lebih besar dibandingkan metode by difference maupun Luff-Schoorl.

Hal ini dapat disebabkan karena kandungan gula sederhana (terutama dalam bentuk glukosa dan

fruktosa) yang ada pada santan tidak sebanyak pada kecap manis maupun kecap asin, sehingga

pengaruh degradasi gula sederhana pada tahap hidrolisis asam tidak terlalu terlihat. Selain itu

komponen non karbohidrat yang dapat terhitung sebagai karbohidrat oleh metode by difference,

seperti asam organik, tidak terlalu banyak terdapat pada sampel santan yang digunakan.

Metode by difference tidak dapat dijadikan sebagai acuan karena metode ini tidak lepas

dari banyak bias. Perbedaan nilai antara metode by difference dengan metode lainnya

menunjukkan bahwa ada kemungkinan nilai yang didapat baik oleh Metode Anthrone sulfat

maupun Metode Luff-Schoorl, terutama untuk sampel kecap asin dan kecap manis, bukanlah nilai

kadar total karbohidrat karena serat kasar seperti selulosa juga tidak dapat dihidrolisis dengan

asam kuat encer saja (Southgate 1976) dan juga tidak dapat dikatakan sebagai nilai total available

karbohidrat juga karena sulit untuk memisahkan fraksi pati dari karbohidrat struktural (Loomys

dan Shull 1937). Nilai yang didapat lebih cocok jika disebut sebagai nilai total karbohidrat yang

dapat terhidrolisis oleh asam (Weinmann 1946).

Pengaruh faktor konversi yang digunakan juga dapat berdampak pada perbedaan nilai

yang didapat antara metode kandidat, Luff-Schoorl dan metode by difference. Tanpa melihat jenis

karbohidrat yang banyak terkandung pada matriks, faktor konversi 0.9 diterapkan untuk semua

matriks. Adapun dalam perbandingan metode ini pengaruh komponen lain seperti lemak dan

protein belum dapat diketahui melalui penelitian ini.

Perbedaan nilai yang terlihat pada Metode Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone

seperti yang terlihat pada Tabel 7 dapat disebabkan karena Metode Luff-Schoorl hanya

mengidentifikasi gula pereduksi saja, kompleks karbohidrat yang ada belum tentu dihidrolisis

sempurna seluruhnya menjadi gula pereduksi. Hal ini menyebabkan hasil analisis dari Metode

Anthrone sulfat menunjukkan nilai yang lebih besar pada sampel kecap manis dan santan. Selain

itu juga, nilai yang lebih besar dari Metode Anthrone sulfat dapat juga terkait dengan penguatan

warna oleh ion Cl (Fales et al 1961, Jermyn 1975). Sedangkan untuk kecap asin, Metode

32

Luff-Schoorl menunjukkan nilai yang sedikit lebih besar dibandingkan Metode Anthrone sulfat

(selisih rataan 0.06%). Ada juga kemungkinan interferensi komponen pereduksi yang bukan gula

yang menyebabkan kesalahan positif pada metode Luff Schoorl.

Tiap metode memang memiliki keterbatasan. Metode Anthrone sulfat rentan terhadap

interferensi non spesifik (Faulks dan Timms 1985) salah satunya keberadaan ion halida (Fales et al

1961) terutama ion Cl yang berasal dari tahap hidrolisis dengan HCl. Intensitas warna yang

dihasilkan oleh reaksi Anthrone juga berbeda-beda untuk gula yang berbeda (Yemm dan Willis

1954). Selain itu reaksi senyawa Anthrone cenderung lebih baik untuk senyawa heksosa dan reaksi

dengan pentose kurang menghasilkan warna yang stabil (Koehler 1952; Southgate 1976).

Penggantian suatu metode dengan metode lain dapat dilakukan jika kedua metode

memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima. Meski presisi kedua metode tidak berbeda nyata

berdasarkan uji F, uji T yang dilakukan menunjukkan Metode Anthrone sulfat dan Metode

Luff-Schoorl menghasilkan nilai yang berbeda nyata pada aplikasinya untuk sampel kecap manis,

kecap asin dan santan yang mewakili matriks pangan cair. Karena kedua metode berbeda nyata

dan tidak ada acuan bahwa Metode Anthrone sulfat memiliki nilai yang lebih akurat dibanding

metode yang telah baku (Luff-Schoorl dalam SNI 01-2891-1992), maka Metode Anthrone sulfat

dianggap tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl, sehingga tahap selanjutnya yang

dilakukan adalah verifikasi Metode Luff-Schoorl yang telah baku. Selain karena Metode Anthrone

pada tahap yang telah dilakukan dianggap tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl,

keputusan untuk melakukan verifikasi ini diambil karena Metode Luff-Schoorl merupakan metode

yang telah baku (ditetapkan dalam SNI 01-2891-1992).

Penggunaan metode yang baku yang telah disepakati berdasarkan konsensus merupakan

hal yang penting untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan oleh pemerintah (Nielsen, 2010) dan dapat diterima sehingga dapat memenuhi

permintaan dalam label pangan. Hasil perbandingan metode yang menunjukkan bahwa nilai yang

didapat antara metode baku (Luff-Schoorl) dan metode kandidat (Anthrone) tidak menunjukkan

kesesuaian (nilai berbeda nyata menurut uji statistik). Jika lab tetap memutuskan untuk

menggunakan Metode Anthrone, maka hasil yang diperoleh dapat bertentangan dengan hasil yang

diperoleh lab lain untuk sampel yang sama sehingga kemungkinan hasil analisis tidak diakui atau

33

diterima. Sampai saat ini uji profisiensi lab untuk pemenuhan persyaratan SNI 19-17025-2000

masih menggunakan nilai konsensus dari peserta lab uji, maka penggunaan metode baku manual

SNI masih menjadi alternatif yang lebih baik untuk mendapatkan hasil analisis dengan performa

yang memenuhi standard. Oleh karena itu, tahap validasi Metode Anthrone tidak dilakukan dan

dan hanya dilakukan verifikasi terhadap metode baku yaitu Luff-Schoorl.

4.3. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992

Tingkat validasi tergantung status dari suatu metode pada struktur analitik (AOAC

2002), yang dimaksud disini adalah validasi seperti apakah yang harus diterapkan pada suatu

metode tergantung status metode itu sendiri. Metode yang telah baku hanya memerlukan verifikasi

dari kemampuan suatu laboratorium untuk mencapai karakteristik performa yang ditetapkan,

sedangkan di sisi lain untuk metode yang masih baru atau aplikasi suatu metode pada matriks yang

baru memerlukan validasi (AOAC 2002). Karena Metode Luff-Schoorl dalam SNI 01-2891-1992

sudah baku maka hanya dilakukan verifikasi. Karakteristik yang akan dinilai dalam verifikasi

adalah aspek presisi dan akurasi

Verifikasi dilakukan dengan matriks sampel uji dan bahan acuan pengendalian mutu

hasil analisis (quality control reference material). Karena adanya kesulitan dalam mendapatkan

bahan acuan, maka bahan acuan dipilih berdasarkan bahan acuan yang tersedia dan dapat

diperoleh yaitu tepung kacang hijau dan tepung kedelai dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Kimia Bandung serta susu bubuk dari Balai Besar Industri Agro (BBIA) di Bogor. Kadar

karbohidrat yang ada pada bahan acuan kacang hijau berdasarkan nilai konsensus dari 8 lab dan

pada bahan acuan kedelai berdasarkan konsensus dari 6 lab dengan menggunakan uji Luff-Schoorl.

Untuk sampel susu bubuk, karena masih dalam tahap percobaan, maka nilai yang dicantumkan

pada sampel susu bubuk bukanlah nilai konsensus dari beberapa lab seperti pada sampel tepung

kacang hijau dan tepung kedelai, melainkan nilai yang didapat oleh satu lab saja (Lab Jasa Analisis

Pangan (LDITP) IPB) sehingga rentang nilainya sempit. Informasi lengkap dapat dilihat pada

Tabel 8.

34

Tabel 8 Komposisi proksimat bahan acuan yang digunakan dalam verifikasi metode karbohidrat

total SNI 01-2891-1992

Parameter

Kedelaia Kacang hijaua Susu bubukb

Nilai g/100g

rata-rata Rentang rata-rata Rentang rata-rata Rentang

Air 7.24 6.60-7.87 9.49 8.66-10.31 3.14 3.14-3.15

Abu 4.73 4.53-4.93 3.07 2.89-3.25 4.48 4.47-4.50

Protein 33.26 31.24-35.28 23.49 21.69-25.28 14.48 14.46-14.50

Karbohidrat 16.64 14.02-19.26 53.61 49.26-57.96 59.64 59.61-59.67

Lemak 21.07 20.22-21.91 NA NA 18.25 18.24-18.26

aberdasarkan nilai yang tercantum pada bahan acuan LIPI Kimia

bberdasarkan hasil analisis proksimat Lab Kimia LD-ITP

Bahan acuan yang dipakai jika dimasukkan ke dalam matriks segitiga pangan akan

terbagi menjadi dua kelas matriks dalam segitiga pangan. Kedelai masuk ke dalam kelas dengan

kadar karbohidrat rendah, lemak rendah dan protein sedang (yang ditandai dengan nomor 8 pada

matriks segitiga pangan di Gambar 1). Sedangkan kacang hijau dan susu bubuk akan masuk ke

dalam kelas protein rendah, lemak rendah dan karbohidrat sedang (yang ditandai dengan nomor 6

pada matriks segitiga pangan di Gambar 1). Sebelumnya pada perbandingan metode digunakan

sampel yang mewakili tiga kelas matriks dalam segitiga pangan (Gambar 3). Sehingga kalau

dijumlah sampel dan bahan acuan yang digunakan telah mewakili 5 dari 9 matriks segitiga pangan

yang ada.

4.3.1. Aspek presisi

Walton (2001) merekomendasikan evaluasi terhadap presisi sebagai langkah pertama

dalam validasi metode. Jika presisi metode sudah tidak baik, maka sulit untuk mendapatkan hasil

yang dapat dipercaya. Salah satu aspek yang umum digunakan dalam verifikasi adalah ripitabilitas

(Mullins 2003). Tetapi dalam pengujian presisi metode untuk validasi satu lab (single laboratory

validation) dapat berupa ripitabilitas dan reprodusibilitas intralab.

4.3.1.1. Ripitabilitas bahan acuan

Ripitabilitas memungkinkan variasi terkecil dapat ditemukan pada sebuah analisis

(Jelita 2011). Ripitabilitas dapat dilihat dari nilai RSD. Nilai RSD dan RSDR(Horwitz) analisis

total karbohidrat dengan menggunakan metode SNI 01-2891-1992 ditunjukkan pada Tabel 9

untuk analisis beberapa bahan acuan, Tabel 10 untuk uji ripitabilitas dengan spike glukosa.

35

Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7)

Bahan acuan

Hasil analisis (g/100g) RSD

analisis

(%)

2/3 RSDH

(%)

2xRSD

AOAC

(%)Rataan Range SD

Susu Bubuk 45.72 45.11-46.08 0.43 0.93 1.50 2.25

Kacang kedelai 15.90 15.19-16.50 0.41 2.58 1.76 2.64

Kacang hijau 55.66 55.45-56.16 0.28 0.51 1.45 2.18

Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan dengan

penambahan kadar glukosa (N=7)

Bahan acuan

Hasil analisis yang terbaca

(g/100g)

RSD

analisis

(%)

2/3

RSDH

(%)a

2x RSD

AOAC

(%)b

Rataan Range SD

Susu Bubuk 47,65 47,37-48,55 0,43 0,91 1,49 2,24

Kedelai 23,44 22,98-24,05 0,42 1,80 1,66 2,49

Kacang hijau 58,50 58,37-58,66 0,12 0,22 1,47 2,17

aGarfield (2000)

bAOAC (2002)

Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh berkisar antara 0,51-2,58%

untuk sampel bahan acuan (n=7) dan 0,22-1,80% untuk sampel bahan acuan yang mengalami

penambahan kadar glukosa (n=7). Nilai ini menunjukkan variasi yang kecil dalam ulangan yang

dilakukan pada tiap bahan acuan. Garfield (2000) mengatakan bahwa ripitabilitas dikatakan baik

jika memiliki nilai RSD yang lebih kecil dari 2/3 RSDR yang dihitung dari rumus Horwitz. Tetapi

AOAC (2002) mengatakan bahwa nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 0,5

sampai 2 kali dari nilai yang terhitung berdasarkan rumus atau di Tabel 2. Bahkan nilai RSD di

bawah 5% dapat diterima, meskipun terkadang batas itu tergantung tipe dari analisis (Smith 2010).

Hasil analisis yang didapat pada bahan acuan susu bubuk dan kacang hijau

menunjukkan nilai yang didapat kurang dari 2/3 RSDR yang dihitung dari rumus Horwitz, kecuali

pada analisis bahan acuan tepung kedelai. Nilainya masih lebih kecil dari RSDR Horwitz tetapi

lebih besar dari 2/3 RSDR Horwitz. Tetapi jika kita mengikuti acuan AOAC (2002) nilai ini masih

36

dalam range yang dapat diterima. Begitupula jika mengikuti acuan Smith (2010), yaitu RSD masih

di bawah 5%.

Nilai RSD kedelai cenderung lebih besar dibanding kacang hijau dan susu bubuk baik

pada bahan acuan dengan penambahan glukosa maupun bahan acuan tanpa penambahan glukosa.

Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi karbohidrat pada kedelai yang lebih kecil dibandingkan

susu bubuk dan kacang hijau. Akan tetapi jika dilihat dari nilai standard deviasi(SD)nya sendiri,

kedelai memiliki SD yang hampir sama bahkan cenderung lebih kecil dibandingkan susu bubuk.

Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi karbohidrat yang lebih kecil (hingga pada range lebih

dari ±15,90 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel) bukan berarti menyebabkan

keterulangan yang lebih buruk dibandingkan konsentrasi karbohidrat yang lebih tinggi. Adanya

kecenderungan bahwa nilai SD susu bubuk lebih besar dari kedelai lebih besar dari kacang hijau

perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui komponen apa dari tiap bahan acuan yang mungkin

dapat menyebabkan variasi yang ada. Dalam penelitian ini, range konsentrasi ±15,90-58.50 gram

karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel pada sampel kacang hijau, kedelai dan susu bubuk

masih memiliki kerterulangan (ripitabilitas) yang dapat diterima terutama pada lab tempat

penelitian dilaksanakan telah dikonfirmasi.

4.3.1.2. Reprodusibilitas bahan acuan dan matriks sampel

Reprodusibilitas dapat digunakan untuk memperkirakan bias yang terjadi jika analisis

dilakukan pada hari yang berbeda. Reprodusibilitas yang diukur adalah reprodusibilitas intralab,

yaitu dengan lab yang sama hanya selang waku yang berbeda. Selang waktu yang digunakan untuk

mengukur reprodusibilitas intralab yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lebih dari 2 bulan.

Reprodusibilitas intralab diukur pada bahan acuan yang dapat dilihat pada Tabel 11 dan sampel

matriks pangan cair pada Tabel 12.

37

Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan

Bahan acuanTanggal pengerjaan

Rataan

(g/100g)SD RSDa RSD H

Tobs P

value

Susu bubuk28 Juli 2011a 45,72 0,43 0,93 2,25

29,263 0,000*11 Oktober 2011b 36,27 0,58 1,79 2,33

Kedelai28 Juli 2011a 15,90 0,41 2,58 2,64

3,229 0,012*11 Oktober 2011b 14,73 1,05 7,13 2,67

Kacang hijau28 Juli 2011a 55,66 0,28 0,51 2,18

0,708 0,51811 Oktober 2011b 55,79 1,68 3,01 2,18

a N=7

bN=3

*berbeda nyata

Tabel 12. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan

cair (N=3)

SampelTanggal

pengerjaan

Rataan

(g/100g)SD RSDa RSD H

Tobs P value

Kecap Manis5 Juli 2011 38,71 0,68 1,76 2,31

3,179 0,034*7 Oktober 2011 36,96 0,66 1,78 2,32

Kecap Asin5 Juli 2011 2,21 0,05 3,31 3,74

1,750 0,1557 Oktober 2011 2,03 0,17 8,58 3,60

Santan5 Juli 2011 1,49 0,03 3,36 3,95

0,708 0,5187 Oktober 2011 1,45 0,10 6,90 3,78

* berbeda nyata

Hasil uji reprodusibilitas diuji statistik dengan perangkat lunak SPSS 17.0 dengan

menggunakan uji F dan independent t test untuk mengetahui perbedaan varian dan beda nyata dari

rataan kedua metode. Hasil uji F menunjukkan bahwa hasil analisis dari baik semua bahan acuan

maupun sampel matriks pangan cair tidak memiliki perbedaan varian yang signifikan dari analisis

yang dilakukan pada dua waktu yang berbeda, oleh karena itu uji lanjut dengan independent t test

dengan mengasumsikan varian analisis dari dua waktu yang berbeda itu sama.

Hasil independent t test menunjukkan bahwa pada analisis yang dilakukan pada bulan

pertama untuk bahan acuan susu bubuk dan kedelai berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan

38

pada bulan kedua yang berselang lebih dari dua bulan sejak analisis pertama, sedangkan untuk

bahan acuan kacang hijau tidak berbeda nyata. Adapun hasil independent t test pada analisis yang

dilakukan pada bulan pertama untuk sampel matriks pangan cair yaitu kecap asin dan santan tidak

berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan pada bulan kedua, sedangkan untuk sampel kecap

manis berbeda nyata. Nilai yang berbeda nyata ini mengindikasikan reprodusibilitas yang buruk.

Jumlah total karbohidrat yang ada pada bahan acuan seharusnya tidak akan banyak

berubah karena lingkungan. Jika diasumsikan bahwa bahan acuan cenderung bersifat stabil, maka

perubahan atau ketidakkonsistenan dapat berasal dari analis, reagen, atau lingkungan yang

mempengaruhi performa metode itu sendiri. Meskipun reagen seperti natrium tiosulfat dan reagen

lain disiapkan segar, reagen Luff yang digunakan untuk analisis pada bulan kedua sama dengan

yang digunakan pada bulan pertama karena diasumsikan reagen ini bersifat stabil. Tetapi ternyata

hasil analisis menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam ripitabilitas dan reprodusibilitas,

sehingga ada kemungkinan jika reagen kurang stabil dalam penyimpanan lebih dari 2 bulan. Hal

ini juga dapat menyebabkan bias. Adapun ketidakkonsistenan dari analis dan perubahan kondisi

pada lingkungan juga dapat mempengaruhi performa metode.

Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh untuk analisis yang

dilakukan pada bulan pertama cenderung lebih baik dibandingkan hasil analisis yang dilakukan

pada bulan kedua. Hal ini juga yang dapat menunjukkan bahwa adanya ketidakkonsistenan pada

analisis yang dilakukan pada bulan kedua. Hal ini kemungkinan besar dapat disebabkan karena

adanya perubahan pada reagen, matriks, analis dan lingkungan. Reagen dapat mengalami

perubahan seperti yang disebutkan sebelumnya. Dari segi analis, metode yang memiliki tahapan

yang panjang dan melelahkan dapat menyebabkan performa metode kurang konsisten. Selain itu

perubahan dari matriks sampel (dalam hal ini terutama matriks sampel pangan cair) baik secara

biologis atau kimia dapat menyebabkan hasil kurang konsisten baik untuk ripitabilitas maupun

reprodusibilitas. Dari sini dapat dilihat juga bahwa reprodusibilitas metode dipengaruhi oleh

matriks sampel yang dianalisis.

Faulks dan Timms (1985) mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi

memiliki reprodusibilitas yang buruk. Hal ini juga telah dikonfirmasi dalam percobaan ini, yaitu

dimana pada matriks kecap manis serta bahan acuan susu bubuk dan kedelai, nilai

39

reprodusibilitasnya buruk (analisis yang dilakukan dalam selang waktu dua bulan hasilnya berbeda

nyata).

4.3.2. Aspek akurasi

Akurasi dari metode SNI 01-2891-1992 dilakukan dengan menggunakan bahan acuan

dan uji rekoveri. Hasil analisis terhadap bahan acuan dapat dilihat pada Tabel 13, dan uji rekoveri

dengan menggunakan standard glukosa dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 13. Akurasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7)

Bahan acuanRentang bahan

acuan(g/100g)

Hasil analisis (g/100g)

Rataan Range SD

Susu Bubuk 59,61-59,67a 45,72 45,11-46,08 0,43

Kedelai 14,02-19,26b 15,90 15,19-16,50 0,41

Kacang hijau 49,26-57,96b 55,66 55,45-56,16 0,28

a berdasarkan hasil analisis by difference Lab Kimia LD-ITP

b berdasarkan nilai yang tercantum pada bahan acuan LIPI Kimia (analisis Luff-Schoorl)

4.3.2.1. Akurasi berdasarkan bahan acuan

Bahan acuan yang digunakan bukanlah Certified Reference Material (CRM), melainkan

hanya bahan acuan yang nilai (assigned value) komposisinya berdasarkan konsensus beberapa lab

dan digunakan untuk uji profisiensi. Sekalipun demikian, bahan acuan seperti ini masih dapat

digunakan untuk mengetahui adanya bias (Thompson et al 2002). Hasil analisis terhadap bahan

acuan menunjukkan nilai yang masih dalam rentang yang tercantum pada bahan acuan, kecuali

untuk bahan acuan susu bubuk. Khusus untuk susu bubuk rentangnya masih sempit karena nilai

yang ditampilkan merupakan hasil uji dari satu lab saja dan itupun masih menggunakan metode by

difference.

Hasil analisis menunjukkan bahwa analisis total karbohidrat dengan Metode

Luff-Schoorl untuk kedelai dan kacang hijau masih dalam rentang pengukuran. Hal ini juga

mengonfirmasi bahwa pada rentang konsentrasi karbohidrat 15,90-55,66 gram karbohidrat setara

glukosa/100 gram sampel untuk bahan acuan kacang hijau, kedelai dan susu bubuk masih

dimungkinkan untuk dianalisis dengan Metode Luff-Schoorl dengan menghasilkan nilai akurasi

yang masih dapat diterima sesuai dengan rentang bahan acuan empiris. Bahan acuan empiris yang

40

dimaksud di sini adalah bahan acuan yang nilai komposisinya merupakan hasil konsensus

beberapa lab, bukan bahan acuan yang nilainya tetap seperti senyawa kimia standard.

4.3.2.2. Akurasi berdasarkan uji rekoveri

Bias yang terlihat dari perbandingan metode dapat dijelaskan dengan uji rekoveri

(Lumsden 2000). Berdasarkan perbandingan metode yang telah dilakukan sebelumnya,

diperkirakan adanya proportional error. Proportional systematic error dapat diperkirakan dengan

uji rekoveri (Lumsden 2000; Koch dan Peter 1999). Selain itu uji rekoveri dapat digunakan untuk

mendukung studi yang menggunakan bahan acuan (Thompson et al 2002). Rekoveri yang

dilakukan pada penelitian ini dilakukan pada bahan acuan dan pada matriks sampel pangan cair.

Baik pada bahan acuan maupun matriks sampel pangan cair hanya menggunakan satu level

konsentrasi, yaitu dengan menggunakan glukosa sebanyak 10% dari berat total sampel untuk

bahan acuan dan sebanyak ±25% dari berat total sampel untuk matriks bahan pangan cair . Hasil

uji rekoveri dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15.

Tabel 14. Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosa (N=7)

Bahan acuan

Hasil analisis yang

terbaca (g/100g)

Rata-rata

glukosa

spike

(%w/w)

Rata-rata

glukosa

diperoleh

(%w/w)

Rekoveri (%)

Rekoveri

yang dapat

diterimab

(%)Rataan Range Rataan Range RSDa

Susu Bubuk 47,65 47,37-48,55 10,0 6,7 65,0 62,2-74,1 6,6895-102

Kedelai 23,44 22,98-24,05 10,0 9,1 91,0 86,3-96,9 4,64

Kacang hijau 58,50 58,37-58,66 10,0 8,4 84,0 82,6-85,5 1,48

a RSD analisis dari rekoveri

bmenurut AOAC(2002)

Tabel 15. Hasil uji rekoveri pada berbagai sampel pangan cair dengan spike glukosa (N=7)

Sampel

Hasil analisis yang

terbaca (g/100g)

Rata-rata

glukosa

spike

(%w/w)

Rata-rata

glukosa

diperoleh

(%w/w)

Rekoveri (%)

Rekoveri

yang

dapat

diterimab

(%)Rataan Range Rataan Range RSDa

Kecap manis 47,19 38,95-54,90 25,5 22,3 87,12 - 51,5-121,7 25,6295-102

Kecap asin 23,74 22,26-24,49 25,4 -7,2 -28,34 36,9-(-23,7) 16,63

Santan 21,38 19,65-22,79 24,8 -10,3 -41,82 -57,9-(-30.5) 24,77

a RSD analisis dari rekoveri

bmenurut AOAC(2002)

41

4.3.2.2.1. Rekoveri dengan bahan acuan

Uji rekoveri dengan spiking glukosa untuk susu bubuk pada Tabel 13 menunjukkan

rata-rata rekoveri 65,0%, untuk kedelai didapatkan rata-rata rekoveri 91,0% dan untuk kacang

hijau didapatkan rata-rata rekoveri 84,0%. Uji rekoveri dengan spiking glukosa untuk sampel

kecap manis pada Tabel 14 menunjukkan rata-rata rekoveri 87,12%; untuk sampel kecap asin

didapatkan rata-rata rekoveri -28,34%, dan untuk sampel santan didapatkan rata-rata rekoveri

-41,82%. Berdasarkan uji rekoveri tidak ada hasil yang menunjukkan nilai rekoveri yang dapat

diterima berdasarkan batas yang ditetapkan oleh AOAC (2002). Meski nilai rekoveri yang baik

belum tentu menandakan bahwa nilai analisis merupakan nilai yang sebenarnya karena efek dari

analat yang ditambahkan dengan analat dalam bentuk alaminya mungkin berbeda, tetapi nilai

rekoveri yang buruk jelas menunjukkan adanya bias dari nilai yang sebenarnya (Thompson et al

2002).

Nilai rekoveri sampel kedelai (91,03%) lebih besar daripada kacang hijau (83,95%) dan

lebih besar daripada susu bubuk (65,0%). Hal ini menunjukkan bahwa efek matriks yang dapat

mengganggu analisis paling besar terlihat pada bahan acuan susu bubuk. Selain itu nilai rekoveri

yang kurang dari 60-70% perlu pemeriksaan yang mengarah pada perbaikan (AOAC 2002) karena

kemungkinan nilai rekoveri ini menunjukkan bahwa ada kesalahan sistematis akibat adanya

komponen matriks lain yang menganggu dalam analisis seperti maltodekstrin yang digunakan

sebagai bahan pengisi pada susu bubuk. Courtin et al (2000) mengatakan bahwa nilai yang

dihasilkan oleh analisis maltodekstrin dengan metode gula pereduksi cenderung lebih kecil

dibandingkan dengan metode kolorimetri dan adanya komponen lain yang memiliki kemampuan

mereduksi dapat mempengaruhi gula pereduksi yang ada. Nilai rekoveri rata-rata untuk bahan

acuan susu bubuk adalah 65%, sehingga jika Metode Luff-Schoorl seperti dalam prosedur SNI

01-2891-1992 diaplikasikan sampel yang komposisinya mirip seperti pada bahan acuan susu

bubuk diperkirakan ada kemungkinan kesalahan sistematis dapat terjadi.

4.3.2.2.2. Rekoveri dengan sampel matriks uji

Nilai rekoveri kecap asin dan santan lebih buruk dibandingkan pada bahan acuan. Nilai

rekoveri yang negatif kemungkinan disebabkan adanya substansi yang dapat menginterferensi

pada sampel. Adapun kandungan lemak yang tinggi (±42%, Tabel 5) pada santan diduga dapat

menganggu analisis karena Shaffer dan Hartman (1920) mengatakan bahwa analisis dengan

42

metode gula pereduksi dianjurkan untuk melakukan presipitasi protein dan lemak dengan asam

tungstat seperti pada analisis sampel susu. Sama halnya dengan nilai rekoveri bahan acuan, untuk

matriks sampel pangan cair tidak ada hasil yang menunjukkan nilai rekoveri yang dapat diterima

berdasarkan batas yang ditetapkan oleh AOAC (2002).

Kemungkinan efek perbedaan matriks sampel terhadap perbedaan besarnya nilai

rekoveri telihat dalam penelitian ini. Karena uji rekoveri dapat memeriksa adanya interferensi

kompetitif dan efek dari matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992),

sehingga kemungkinan diperkirakan pada susu bubuk ada substansi yang dapat menginterferensi.

Hal ini juga diperkuat oleh koefisien variasi (RSD) yang ditunjukkan pada nilai perolehan rekoveri

yaitu 6.68%, yang merupakan nilai yang paling besar dibandingkan nilai RSD yang didapat pada

bahan kedelai (4,64%) dan kacang hijau (1,48%). Selain pada susu bubuk, kecap asin dan santan

juga memiliki rata-rata nilai rekoveri yang buruk, yaitu masing-masing -28,34%dan -41,82%.

Keduanya juga memiliki nilai RSD yang besar yaitu masing-masing 6,68% dan 24,77%.

Substansi yang dapat menginterferensi pada susu bubuk, kecap asin atau santan, dapat

menganggu baik pada saat proses hidrolisis polisakarida menjadi gula-gula pereduksi atau pada

saat kuantifikasi dari gula pereduksi. Karena nilai rekoveri yang rendah dapat mengindikasikan

adanya kesalahan negatif. Kesalahan negatif dari tahap hidrolisis asam dapat disebabkan oleh

destruksi glukosa atau gula lain oleh adanya asam dan panas (Whelan dan Pirt 2006; Loomys dan

Shull 1937; Shriner 1932) atau terbentuk produk dari reaksi antara asam amino dan karbohidrat

(Southgate 1976). Karena pada metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 tidak ada tahap

deproteinisasi atau upaya lain untuk menghilangkan substansi yang dapat menginterferensi.

Shaffer dan Hartman (1920) menyarankan untuk melakukan presipitasi protein dan lemak dengan

asam tungstat untuk analisis sampel susu menggunakan metode gula pereduksi, tetapi hal ini tidak

dilakukan pada analisis karbohidrat total metode SNI 01-2891-1992. Kemungkinan karena tidak

adanya deproteinisasi dan rusaknya gula sederhana pada saat hidrolisis juga yang dapat menjadi

penyebab nilai rekoveri pada bahan acuan lain yaitu kacang hijau dan kacang kedelai serta matriks

sampel pangan cair (kecap manis, kecap asin dan santan) tidak mencapai range rekoveri yang

dapat diterima. Sampel kecap manis yang banyak mengandung gula yang ditambahkan dalam

proses pembuatannya menyebabkan adanya kemungkinan destruksi gula saat pemanasan sehingga

nilai rekoveri yang didapat kecil bahkan negatif.

43

4.4. Faktor-Faktor Kesalahan Pada Analisis Total Karbohidrat SNI

01-2891-1992

Diagram Ishikawa adalah diagram sebab-akibat yang merupakan salah satu dari tujuh

pengendali mutu. Faktor-faktor kesalahan yang digambarkan dalam diagram Ishikawa diperoleh

melalui pengamatan selama penelitian dilakukan dan studi literatur. Faktor-faktor kesalahan yang

dapat terjadi selama analisis total karbohidrat metode SNI 01-2891-1992 digambarkan melalui

diagram Ishikawa (Gambar 5). Faktor-faktor kesalahan digolongkan ke dalam lima kategori utama

yaitu reagen, metode, alat, matriks, lingkungan dan analis.

Masing-masing kategori terbagi menjadi beberapa faktor. Pada faktor reagen dibagi

menjadi reagen yang rentan seperti reagen Luff-Schoorl (reagen tembaga sulfat dalam asam sitrat

dan natrium karbonat), natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titer serta reagen lain seperti

larutan KI, H2SO4 dan larutan yang digunakan untuk standardisasi. Kontaminasi atau kemurnian,

umur simpan, serta stabilitas reagen merupakan kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan

selama analisis. Reagen yang digunakan ada beberapa yang tidak stabil seperti natrium tiosulfat,

oleh karena itu perlu pengecekan konsentrasi (standardisasi) minimal dua minggu sekali. Selain itu

reagen sitrat yang digunakan sebagai salah satu komponen campuran reagen Luff memiliki

kekurangan. Reagen dianjurkan menggunakan tartarat untuk menstabilkan ion tembaga (Southgate

1976). Penggunaan sitrat dibanding tartarat menyebabkan berkurangnya jumlah tembaga yang

tereduksi dan sensitifitas menjadi lebih buruk. Selain itu reagen Luff yang digunakan tidak

mengandung iodida menunjukkan adanya pemisahan sejumlah kecil tembaga oksida dan kenaikan

tingkat autoreduksi selama pemanasan yang meningkat seiring dengan usia reagen (Shaffer dan

Somogyi 1932). Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan blanko secara berkala. Fluktuasi jumlah

titer yang digunakan untuk mentitrasi blanko juga dikonfirmasi dalam penelitian ini. Adapun

reagen yang paling tidak stabil adalah natrium tiosulfat.

Pada faktor metode terbagi menjadi sesuai tahapan analisis. Mulai dari persiapan

sampel, hidrolisis, penetralan, penepatan volume, penyaringan, pemipetan, homogenisasi,

pengisian buret, suhu dan waktu pemanasan reaksi Luff, waktu tunggu sebelum titrasi,

pendinginan sebelum ditambahkan KI, penambahan reagen, pembacaan buret, penentuan titik

akhir, dan kalkulasi gula pereduksi merupakan bagian dari faktor kesalahan metode. Persiapan

44

sampel yang tidak tepat dapat menyebabkan sampel tidak homogen sehingga hasil analisis

memiliki keragaman yang tinggi. Hidrolisis asam memerlukan kestabilan suhu dari waterbath,

homogenitas panas dan ketepatan waktu hidrolisis. Proses pemanasan untuk reaksi reduksi

tembaga harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena sangat laju reaksi reduksi sangat

dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan. Pemanasan yang terlalu lama akan menyebabkan

gula terdestruksi dan pemanasan yang terlalu sebentar akan menyebabkan hasil kurang

reprodusibel dan proporsionalitas antara gula yang teroksidasi dan tembaga yang tereduksi kurang

konstan (Shaffer dan Hartmann 1920). Selain itu laju kinetika reaksi juga berbeda-beda untuk

kadar gula yang berbeda (Faulks dan Timms 1985). Kondisi saat pemanasan itu juga harus

dikontrol agar tidak terjadi reoksidasi tembaga yang telah tereduksi, oleh karena itu kontaminasi

dengan O2 harus dihindari (Shaffer dan Somogyi 1932). Titrasi harus dilakukan dengan cepat

tetapi dengan hati-hati dan waktu tunggu antar sampel tidak boleh terlalu lama. Pembacaan titik

akhir juga harus tepat, titik akhir titrasi kadang tidak terlalu jelas dan warna biru dapat muncul

kembali (Shaffer dan Hartmann 1920) sehingga menyulitkan titrasi. Penambahan reagen KI dan

H2SO4 harus sesuai urutan agar reaksi berjalan dengan benar (Shaffer dan Somogyi 1932).

Pembacaan buret dan penambahan indikator pati harus dilakukan dengan tepat. Selain itu blanko

harus dibuat berkala karena adanya kemungkinan autoreduksi yang meningkat perlahan seiring

dengan usia reagen (Shaffer dan Somogyi 1932). Pembuatan dan penyimpanan reagen perlu

diperhatikan agar menghindari kontaminasi. Standardisasi untuk reagen yang rentan seperti

natrium tiosulfat perlu dilakukan secara berkala dan akurat.

Untuk faktor alat dapat dibagi menjadi alat gelas, neraca analitik, buret, pHmeter,

waterbath, dan hotplate. Pencegahan alat-alat gelas dari kontaminasi baik debu maupun reagen

lain dan penjagaan kebersihannya perlu diperhatikan karena akan mengganggu analisis (Shaffer

dan Somogyi 1932). Neraca analitik, pH-meter dan waterbath adalah alat yang mungkin dapat

menjadi penyebab kesalahan analisis. Neraca analitik dan pH-meter harus dikalibrasi terlebih

dahulu karena dapat menyebabkan keragaman pada data yang dihasilkan. Waterbath harus

memiliki suhu yang stabil dan homogenitas panas yang baik agar hidrolisis terkontrol. Buret juga

harus dijaga agar tidak terkonaminasi serta mencegah tip buret dari kebocoran, adanya udara di

dalam tube dan stopcock yang longgar.

45

Gambar 5. Diagram kesalahan analisis metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992

Faktor analis yaitu ketrampilan, sikap atau perilaku dan faktor kelelahan menjadi

penentu hasil analisis. Prosedur yang panjang dan memakan waktu mengharuskan analis mengatur

waktu dengan baik agar hasil analisis tidak terpengaruh oleh ketrampilan yang tidak konstan akibat

kelelahan.

Faktor lingkungan dapat berupa fluktuasi suhu, yang berpengaruh pada sampel dan

titran. Terdapat juga faktor kesalahan dari sampel berupa efek interferensi dari matriks.

4.5. Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992

Analisis total karbohidrat SNI 01-2891-1992 memiliki beberapa kelemahan, selain

banyaknya faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam analisisnya. Salah satu kelemahannya ada

pada tahap hidrolisis. Selain ada kemungkinan bahwa seluruh karbohidrat tidak terhidrolisis

sempurna, hidrolisis asam yang dilakukan dapat menyebabkan destruksi dari fruktosa (Loomys

dan Shull 1937); atau gula-gula lain (Shriner 1932). Glukosa juga terdegradasi perlahan jika

dipanaskan dengan asam, laju destruksi ini dipercepat oleh asam sulfat dan jauh lebih cepat dengan

Kesalahan

analisis

Analis

Keterampilan

Kelelahan

Sikap/perilaku

Lingkungan

Fluktuasi suhu

Matriks sampel

Reagen

Umur simpan

Kemurnian/kontaminasi

Sifat kimia reagen

Standardisasi

Pembuatan reagen

Buret

Alat

Alat gelas

waterbath

pHmeter

Hotplate

Neraca analitik

Metode

Persiapan sampel

Hidrolisis asam

PenetralanPemipetan

Penepatan volume

Homogenisasi

Pembacaan buret

TitrasiSuhu &waktu pemanasan

Pembuatan & penambahan reagenPendinginan

46

HCl (Whelan dan Pirt 2006) terutama jika terdapat protein atau asam amino (Southgate 1976).

Dekstruksi gula pada tahap hidrolisis dapat menyebabkan kesalahan negatif, nilai yang didapat

menjadi tidak akurat bahkan dapat menghasilkan nilai yang keliru.

Nilai yang didapat dari analisis kadar karbohidrat dengan menggunakan hidrolisis asam

tidak dapat dikatakan sebagai nilai kadar total karbohidrat maupun nilai total available karbohidrat

juga karena sulit untuk memisahkan fraksi pati dari karbohidrat struktural (Loomys dan Shull

1937) dan kemungkinan keberadaan serat kasar juga tidak dapat dihidrolisis dengan asam kuat

encer saja. Serat contohnya, selulosa cenderung tahan terhadap hidrolisis asam kuat encer

(Southgate 1976). Dengan demikian, nilai yang didapat lebih cocok jika disebut sebagai nilai total

karbohidrat yang dapat terhidrolisis oleh asam (Weinmann 1946).

Kelemahan metode SNI 01-2891-1992 lainnya terdapat pada tahap analisis gula

pereduksi dengan Metode Luff-Schoorl. Metode Luff Schoorl yang berprinsip pada reduksi Cu2+

oleh gula pereduksi, memiliki kelemahan yaitu reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat

tampaknya tidak stoikiometris (Davidson 1967; Southgate 1976), kondisi reaksi kritis (Miller

1959; Southgate 1976), dan laju reaksi tiap gula berbeda-beda (Miller et al 1961). Faktor utama

yang mempengaruhi reaksi adalah pemanasan, alkalinitas, konsentrasi gula dan kekuatan reagen

(Southgate 1976).

Faulks dan Timms (1985) mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi

selain menunjukkan respon yang bervariasi, reprodusibilitasnya sering sekali buruk, sekalipun

dengan menggunakan sistem yang terotomatisasi. Reagen yang diperlukan untuk analisis ini cukup

banyak, dan beberapa reagennya rentan terhadap oksidasi oleh oksigen (Faulks dan Timms 1985)

dan memerlukan standardisasi berkala. Reagen yang memerlukan standardisasi berkala salah

satunya natrium tiosulfat. Selain itu pekerjaan yang diperlukan untuk metode SNI 01-2891-1992

cukup banyak (labourous), alat gelas yang banyak, memakan waktu dan memerlukan tenaga yang

terampil.

Kesalahan dapat terjadi jika ada substansi dari sampel yang menghambat proses

hidrolisis dari karbohidrat menjadi gula-gula pereduksi atau bereaksi dengan produk akhir hasil

hidrolisis. Selain itu ada juga kemungkinan bahwa adanya substansi yang menghambat

kuantifikasi dari gula pereduksi, misalnya ada agen pengoksidasi yang mengoksidasi kembali

tembaga (Cu+) yang telah tereduksi oleh gula-gula pereduksi; gula pereduksi yang ada malah

47

mereduksi senyawa yang lain bukannya tembaga atau ada substansi yang mengganggu

kesetimbangan reaksi reversible dari residu garam tembaga. Reaksi residu garam tembaga yang

membebaskan iodin adalah sebagai berikut (3.1):

(3.1)

Iodin yang terbentuk kemudian akan dititrasi dengan tiosulfat (Shaffer dan Hartmann

1920). Jika terjadi reoksidasi pada tembaga yang telah tereduksi oleh gula pereduksi maka residu

garam tembaga ( akan semakin banyak dan iodine yang dibebaskan akan semakin besar.

Hal ini berdampak pada nilai yang didapat menjadi lebih kecil dibanding nilai yang sebenarnya.

Kelemahan lain ada pada faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan yang

mengonversi total gula menjadi total karbohidrat, yaitu 0,9. Faktor ini seharusnya berbeda sesuai

dengan jenis karbohidrat yang banyak terkandung pada matriks sampel. Faktor konversi 0,9 yang

ditetapkan dalam analisis pati seharusnya tidak disamakan dengan analisis total karbohidrat,

karena bisa saja komposisi karbohidrat yang terdapat pada matriks sampel tertentu lebih banyak

dalam bentuk gula sederhana (monosakarida) dan bukan polisakarida, Sehingga faktor konversi

0,9 bisa jadi membuat nilai total karbohidrat lebih kecil dari yang seharusnya. Dari sini dapat

terlihat bahwa pengaruh matriks terhadap hasil analisis salah satunya dipengaruhi komposisi

(jenis) karbohidrat penyusun matriks itu sendiri. Konsentrasi dari analat (karbohidrat) suatu

sampel diduga tidak terlalu mempengaruhi selama konsentrasinya masih dalam rentang yang dapat

dianalisis oleh metode. Adapun pengaruh komponen lain seperti lemak dan protein belum dapat

disimpulkan dalam percobaan ini.

48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Perbandingan metode analisis karbohidrat total menggunakan dua metode yang berbeda

yaitu metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 yang menggunakan metode Luff Schoorl secara

titrimetri dan metode kandidat yang menggunakan Anthrone sulfat secara spektrofotometri pada

sampel pangan cair terpilih yang mewakili kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi yaitu kecap

manis, kecap asin dan santan yang dilakukan menunjukkan nilai presisi yang tidak berbeda nyata

berdasarkan uji F tetapi hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95%.

Estimasi error antara kedua metode dikonfirmasi melalui uji korelasi menggunakan regresi linear

yang dilakukan dengan menggunakan tambahan data sekunder dari matriks sampel pangan yang

berwujud padat. Metode Anthrone sulfat tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl dalam

SNI 01-2891-1992 untuk total karbohidrat, karena Metode Anthrone sulfat dan metode Luff Schoorl

tidak memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima.

Verifikasi terhadap metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 menggunakan presisi

dan akurasi. Presisi dievaluasi berdasarkan ripitabilitas dan reprodusibilitas. Akurasi dievaluasi

dengan uji rekoveri pada matriks sampel pangan cair dan bahan acuan serta membandingkan nilai

hasil analisis bahan acuan dengan rentang nilai pada bahan acuan.

Ripitabilitas metode pada bahan acuan dan matriks pangan cair menunjukkan nilai

presisi yang dapat diterima untuk semua sampel dan bahan acuan yang dianalisis bulan pertama

sedangkan untuk sampel dan bahan acuan yang dianalisis pada bulan kedua dengan selang waktu

dua bulan dari bulan pertama, hanya satu dari tiga bahan acuan yang memiliki ripitabilitas yang

baik dan hanya satu dari tiga sampel matriks pangan cair yang memiliki ripitabilitas yang baik.

Hasil uji reprodusibilitas juga menunjukkan bahwa dua dari tiga bahan acuan yang dianalisis pada

bulan pertama dan kedua memiliki nilai yang berbeda nyata dan satu dari tiga sampel matriks

pangan cair yang dianalisis pada bulan pertama dan kedua memiliki nilai yang berbeda nyata.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa reprodusibilitas metode SNI 01-2891-1992 tidak begitu baik.

Hal ini dapat disebabkan adanya perubahan atau ketidakstabilan dari reagen Luff-Schoorl, sampel

pangan cair atau ketidakkonsistenan analisis yang disebabkan oleh prosedur analisis yang panjang.

49

Uji rekoveri pada matriks pangan cair yaitu kecap manis, kecap asin dan santan

menunjukkan nilai rekoveri yang tidak masuk dalam range rekoveri yang dapat diterima.

Begitupula halnya dengan uji rekoveri pada bahan acuan yaitu susu bubuk, tepung kedelai dan

tepung kacang hijau memperlihatkan nilai rekoveri yang tidak masuk dalam range rekoveri yang

dapat diterima, meski hasil analisis bahan acuan masih masuk dalam rentang dari nilai bahan

acuan. Dengan demikian, meski memiliki presisi yang dapat diterima akurasi dari metode

karbohidrat total SNI 01-2891-1992 itu sendiri masih diragukan karena kemungkinan masih rentan

terhadap interferensi dan pengaruh matriks.

5.2. Saran

Pengembangan dan validasi metode analisis terhadap total karbohidrat yang dapat

diaplikasikan untuk pangan secara umum perlu dilakukan. Perhatian lebih perlu diberikan pada

analisis total karbohidrat dengan metode kolorimetri kondensasi tanpa melakukan hidrolisis asam

terlebih dahulu seperti pada prosedur karbohidrat total SNI 01-2891-1992. Perlakuan pendahuluan

untuk menghilangkan substansi yang menginterferensi perlu dilakukan sesuai dengan matriks

dimana metode itu hendak diterapkan. Investigasi lebih lanjut terhadap penyebab bias dari metode

dan analisis mengenai ruggedness dan selektivitas dari metode juga perlu dilakukan. Selain

Anthrone sulfat, metode analisis dengan fenol sulfat juga perlu dipertimbangkan karena

diperkirakan menganalisis jenis karbohidrat yang lebih luas dibandingkan Anthrone sulfat.

50

DAFTAR PUSTAKA

Ameen VZ dan Powell GK. 1985. A simple spectrophotometric method for quantitative fecal

carbohydrate measurement. Clinica Chimica Acta, 152: 3-9.

Badan Standardisasi Nasional. 1992 Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Label Pangan Jakarta:Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan

Makanan

Beck, DJ dan BG Bibby. 1961. A modified anthrone colorimetric technique for use in

investigations related to cariogenicity of foodstuffs. Journal of Dental Research 40: 161-170.

BeMiller JN dan Whistler RL. 1996. Carbohydrate. Di dalam: Fennema O.(ed). 1996. Food

Chemistry. New York: Marcel Dekker.

BeMiller, JN. 2010. Carbohydrate analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis. New

York: Springer Science.

Brooks JR, Griffin VK dan Kattan MW. 1986. A modified method for total carbohydrate analysis

of glucose syrups, maltodextrins, and other starch hydrolysis products. Cereal Chemistry. 63

(5): 465-466.

Cembrowski GS dan Sullivan AM. 1992. Quality Control and Statistics. Di dalam. Bishop ML,

Duben-Engelkirk JL dan Fody EP (eds). 1992. Clinical Chemistry Principles Procedures,

Correlation. Philadelphia: Lippincott.

Christian VA dan Vaclavik EW. 2003. Essentials of Food Science 2nd Edition. London: Kluwer

Academic.

Courtin CM, Van den Broeck H dan Delcour JA. 1999. Determination of reducing end sugar

residues in oligo- and polysaccharides by gas–liquid chromatography. Journal of

Chromatography A, 866: 97–104

51

Dara F. 2010. Bahan Acuan (Reference Material) dalam Metrologi.

http://kimia.lipi.go.id/wp-content/uploads/2010/05/certified-reference-material-fitri.pdf [21

Agustus 2011]

Davidson, E. A. (1967). Carbohydrate reactions. In: Carbohydrate Chemistry. New York: Holt,

Rinehart and Winston Inc.

Direktorat Gizi. 1967. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata.

Dreywood, R. 1946. Qualitative test for carbohydrate material. Industrial. and Engineering

Chemistry, Analytical Edition 18: 499.

[EMA] The European Agency for the Evaluation of Medicinal Products. 1995. ICH Topic Q 2 B.

Validation of Analytical Procedures: Methodology.

http://www.pharmacontract.ch/support/pdf_support/Q2a.pdf. [17 Maret 2010]

Ermer, J. 2005. Performance parameters, calculations and tests. Di dalam : Method Validation in

Pharmaceutical Analysis (J. Ermer dan J.H.McB.Miller, eds.). Weinheim: WILEY-VCH

Verlag GmbH & Co. KGaA.

Fales FW, Russel JA dan Fain JN. Some applications and limitations of the enzymic, reducing

(Somogyi), and Anthrone methods for estimating sugar. Clinical Chemistry 7(4): 289-303

Faulks RM dan Timms SB. 1985. A rapid method for determining the carbohydrate component of

dietary fibre. Food Chemistry 17:273-287

Fennema, OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker.

Garfield FGE, Klesta dan J Hirsch. 2000. Quality Assurance Principles for Analytical

Laboratories. USA:AOAC International.

Giese, G. 2004. Method Validation. Institute of Hygiene and Environment, City of Hamburg.

http://www.havakalitesi.cevreorman.gov.tr/english/training_4-6/paper_method_validation.pd

f. [1 Juni 2010]

52

Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu

Kefarmasian 1(.3): 117 – 135..

Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. McGraw-Hill Companies, Inc., USA.

Hurd CD dan Isenhour. 1932. Pentose reactions I furfural formation, Journal of American

Chemical Society 54:317.

Jelita K. 2011. Verifikasi Metode Analisis Serat Pangan dengan Metode AOAC dan ASP terhadap

Parameter Repeatabilitas, Selektivitas dan Ruggedness. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.

Jermyn AH. 1975. Increasing of the Anthrone method for carbohydrate. Analytical Biochemistry

68: 332-335.

Judoamidjojo RM, Itoh T, Tomatsu A dan Matsuyama A. 1985. The analytical study of

kecap—Indonesian soy sauce. Di dalam Makalah Internasional Symposium on Agriculture

Product, Processing and Technology, Bogor.

Judoamidjodjo RM. 1987. Studies on chemical and microbiological aspect of kecap as

fundamental to improve ITS quality. Di dalam Kumpulan Seminar Bioteknologi Pertanian

PAU Bioteknologi, IPB.

Kennedy JF dan White Ca. 1988. Classification and description of monosaccharides,

oligosaccharides, and polysaccharides. Di dalam: Kennedy JF (ed). 1988. Carbohydrate

chemistry. Oxford: Clarendon express.

Kirk, R. E. dan O. F. Othmer. 1950. Encyclopedia of Chemical Technology. The Interscience

Encyclopedia, inc. New York.

Koch DD dan Peters T. Selection and Evaluation of Methods. Di dalam Burtis CA dan Ashwood

ER(eds). 1999. Tietz Textbook of Clinical Chemistry. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Koehler, LH. 1952. Differentiation of carbohydrates by anthrone reaction rate and color intensity.

Analytical Chemistry 24: 1576-1579.

53

Leyva A, Quintana A, Sanchez M, Rodriguez EN, Cremata J, Sanchez JC. 2008. Rapid and

sensitive Anthrone—sulfuric acid assay in microplate format to quantity carbohydrate in

biopharmaceutical product: method development and validation. Biologicals 36: 134-141.

Lin FM dan Wilkens WF.. 2006. Volatile Flavor Components of Coconut Meat. Journal of Food

Science 35(5): 538-539

Loomis WE dan Shull CA. 1937. Methods in Plant Physiology. New York: Mc-Graw Hill

BookCo., Inc.

Ludwig, TG dan HJ Goldberg. 1956. The Anthrone Method for Determination of Carbohydrate in

Oral Rinsing. Journal of Dental Research 35: 90

Lumsden JH. 2000. Laboratory test method validation. Revue de Medicine Veterinaire 151 (7):

623-630

Miller, G. L. 1959. Use of dinitrosalicyclic acid reagent for determination of reducing sugars.

Analytical Chemistry 31: 426-8.

Miller, G. L., Slater, R., Birzgalis, R. dan Blum, R. 1961. Application of different colorimetric

tests to cellodextrins. Analytical. Biochemistry, 2: 521-528.

Momose, T, Ueda, Y, Sawada, K, dan Sugi, A.et al. 1957. Organic analysis VIII reaction

mechanism of anthrone with sugars . Pharm Bull (Tokyo) 5: 31.

Morris, DL. 1948. Quantitative determination of Carbohydrate with Dreywood’s anthrone reagent.

Science, 107: 254.

Mullins E. 2003. Statistics for the Quality Control Chemistry. Laboratory. UK: Royal Society of

Chemistry.

Nielsen, S. 2010. Introduction to food analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis.

New York: Springer Science.

Nuryatini. 2010. Ketertelusuran Pengukuran.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1518101215_0251-0476.pdf [21Agustus 2011]

54

Pirt SJ dan Whelan WJ. 2006. The determination of starch by acid hydrolysis. Journal of the

Science of Food and Agriculture 2(5):224-228.

Safarik I dan Satruckova H. 1992. Direct determination of total soil carbohydrate content. Plant

and Soil 143: 109-114.

Santoso HB. 1994. Kecap dan Tauco Kedelai. Yogyakarta: Kanisius.

Sattler L dan FW. Zerban. 1948. The Dreywood anthrone reaction as affected by carbohydrate

structure, Science, 108:207.

Sawyer, R. 1984. Food composition and analytical accuracy. Di dalam: Birch GG dan K.J. Parker

(eds). Control of Food Quality and Food Analysis. New York: Elsevier.

Seow CC dan Gwee CN. 1997. Coconut milk: chemistry and technology. Journal of Food Science

32: 189-201.

Shaffer PA dan Hartmann AF. 1920. The Iodometric determination of copper and its use in sugar

analysis. Journal of Biological Chemistry 45: 365-390.

Shaffer PA dan Somogyi M. 1932. Copper-iodometric reagents for sugar determination. Journal of

Biological. Chemistry 100: 695-713

Shriner RL. 1932. The determination of starch by acid hydrolysis. Plant Physiology 7(3):541-546.

Smith, JS. 2010. Evaluation of analytical data. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis.

New York: Springer Science.

Southgate DAT. 1976. Determination of Food Carbohydrates. London: Applied Science Publisher

Ltd.

Sullivan DM dan Carpenter DE. 1993. Methods of Analysis for Nutritional Labeling.

Gaithersburg: AOAC International.

Suprapti MS. 2005. Kecap Tradisional. Yogyakarta: Kanisius.

55

Tangsuphoom N dan Coupland JN. 2008. Effect of heating and homogenization on the stability of

coconut milk emulsions. Journal of Food Science 70(8): 466-470.

Thompson M, Ellison SLR dan Wood R. 2002. Harmonized guidelines for single laboratory

validation of methods of analysis (IUPAC Technical report). Pure Applied Chemistry 74(5):

835-855.

Walton RM. 2001. Validation of laboratory tests and methods. Seminars in Avian and Exotic Pet

Medicine 10(2):59-65.

Weinmann H. 1946. Determination of total available carbohydrate in plants. Plant Physiology 22:

279-290.

Westgard, JO. 1998. Points of care in using statistics in methods comparison studies (editorial).

Clinical Chemistry 44: 2240-2242.

Wolfrom, ML et al. 1948. Chemical interaction of amino compounds and sugars III the conversion

of D-glucose to 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde. Journal of American Chemical Society 70:

514

Yemms EW dan Willis AJ. 1954. The estimation of carbohydrates in plant extracts by anthrone.

Biochemistry Journal 57: 508-514

56

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil analisis perbandingan metode

Kurva standard glukosa

Tabel kurva standar glukosa (Metode Anthrone)Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

0.205 0.040.403 0.080.644 0.120.844 0.161.078 0.2

Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan Metode AnthroneSampel Ulangan Absorbansi % KH

Kecap Manis 1 0.273 46.712 0.275 45.893 0.280 47.83

Kecap asin 1 0.673 1.492 0.682 1.523 0.687 1.52

Santan 1 0.779 1.752 0.780 1.753 0.782 1.75

57

Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan metode SNI 01-2891-1992

Sampel UlanganPembacaan volume Volume

titranselisih

blanko-titran%Karbohidrat

Awal Akhir

Kecap Manis 1 0.25 7.80 7.55 17.35 39.48 2 7.9 15.50 7.60 17.30 38.17 3 15.65 23.50 7.85 17.05 38.48

Kecap asin 1 0.1 19.80 19.70 5.20 2.24 2 0.3 20.00 19.70 5.20 2.24 3 0.1 20.00 19.90 5.00 2.15

Santan 1 0 21.55 21.55 3.35 1.45 2 4.05 21.40 17.35 7.55 1.51 3 0 21.40 21.40 3.50 1.51

Keterangan: blanko 24, 90 ml

Data pendamping (matriks pangan padat)

Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone

Sampel Ulangan Berat sampel (g) Absorbansi %KH

Tepung beras 1 0.1062 0.514 80.842 0.1076 0.515 80.69

3 0.1069 0.517 80.92Susu bubuk 1 0.5470 0.757 25.45

2 0.5455 0.760 25.52

3 0.5453 0.761 25.56Sarden 1 5.1782 0.763 1.72

2 5.1384 0.797 1.79

3 5.1337 0.797 1.79

Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan metode SNI 01-2891-1992

Sampel Ulangan Berat sampel (g) Volume titran %KH

Tepung beras 1 0.1062 21.50 67.712 0.1076 21.50 67.46

3 0.1069 21.55 66.37Susu bubuk 1 0.5470 17.90 30.75

2 0.5455 18.10 29.82

3 0.5453 17.80 31.18Sarden 1 5.1782 22.00 1.25

2 5.1384 21.95 1.27

3 5.1337 22.00 1.25Keterangan: blanko 24, 90 ml

58

Lampiran 2. Uji Statistik Perbandingan Metode dengan SPSS 17.0

Kecap manis

Group Statistics

Metode N Mean Std. Dev Std. Error Mean

Analisis total karbohidrat

Kandidat 3 46.8100 0.97386 0.56226

SNI 01-2891-1992 3 38.7100 0.68462 0.39526

Independent Samples Test

Equal Variances Levene's Test

for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of

the Difference

F Sig. t dfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. Error Difference Lower Upper

KH Assumed 0.254 0.641 11.785 4 0.000 8.10000 0.68729 6.19178 10.00822

Not assumed 11.785 3.589 0.001 8.10000 0.68729 6.10237 10.09763

Kecap Asin

Group Statistics

Metode N Mean Std. Dev Std. Error Mean

Analisis total

karbohidrat

Kandidat 3 1.5100 .01732 .01000

SNI 01-2891-1992 3 2.2100 .05196 .03000

Independent Samples Test

Equal Variances Levene's Test

for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% ConfidenceInterval of

the Difference

F Sig. T dfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. Error Difference Lower Upper

KH Assumed 6.400 .065 -22.136 4 .000 -.70000 .03162 -.78780 -.61220

Not assumed -22.136 2.439 .001 -.70000 .03162 -.81509 -.58491

59

Santan

Group Statistics

Metode analisis N Mean Std. Dev Std. Error Mean

Analisis total

karbohidrat

Kandidat 3 1.7500 0.00000 0.00000

SNI 01-2891-1992 3 1.4900 0.03464 0.02000

Independent Samples Test

Equal Variances

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of

the Difference

F Sig. T df

Sig.

(2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

KH Assumed 16.000 0.016 13.000 4 0.000 0.26000 0.02000 0.20447 0.31553

Not assumed 13.000 2.000 0.006 0.26000 0.02000 0.17395 0.34605

Uji F (F-test)Hasil uji F F hitung F table, df=2 Hasil

Kecap manis 4.09 19 Varian tidak berbeda

kecap asin 9.00 19 Varian tidak berbeda

Santan Tidak terdefinisi 19 Tidak terdefinisi

60

Lampiran 3. Prosedur Analisis Proksimat

A. PROSEDUR ANALISIS1. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)

Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 100 oC. Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Dikeringkan sampel dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator, ditimbang berat akhirnya, dan dihitung kadar airnya dengan persamaan berikut

Keterangan :x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)a = berat cawan kosong (g)

2. Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah cawan dingin, ditimbang. Kemudian sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama pada suhu 400 oC lalu dilanjutkan pada suhu 550 oC, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.

Perhitungan :Keterangan :W1 = berat sampel (g)W2 = berat abu (g)

3. Analisis Kadar Protein (AOAC, 1995)Sampel sebanyak 0.1 – 0.2 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :

Kadar

4. Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 6 jam. Setelah itu pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh berat tetap.

×100%

61

Kemudian labu lemak dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan dan ditimbang. Perhitungan :

Keterangan : W1 = Berat sampel (g)W2 = Berat lemak (g)

5. Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference, dilakukan dengan cara :

Kadar karbohidrat (%b/b) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu)

62

Lampiran 4. Metode Anthrone dan Luff Schoorl

1. Analisis total karbohidrat Metode Kandidat (dengan Anthrone Sulfat)Penyiapan reagenReagen disiapkan baru setiap hari dengan melarutkan 0.1 g anthrone dalam 100 mL asam sulfat 98% pada suhu ruang.

Persiapan contoh1. Timbang dengan seksama lebih kurang 5 g cuplikan ke dalam Erlenmeyer 500 mL.2. Tambahkan 50 mL larutan HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak.3. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan lakmus atau fenolftalein)

dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan sedikit asam4. Pindahkan isinya ke dalam labu 500 mL dan impitkan hingga tanda garis kemudian

saring dan encerkan seperlunya

Prosedur analisis1. Masukkan 5,0 ml contoh (dari persiapan contoh) ke dalam labu takar 100 ml dan

diencerkan sampai tanda tera dengan air destilasi2. Masukkan sebanyak 1 ml contoh tersebut ke dalam tabung reaksi bertutup3. Tambahkan 5 ml pereaksi Anthrone dan ditutup.Vortex dan kocok hingga merata4. Panaskan tabung reaksi di atas penangas air 1000C selama 12 menit5. Setelah didinginkan, pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbansinya dengan

UV-Vis spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm6. Tentukan konsentrasi gula dalam contoh dengan menggunakan kurva standar hubungan

antara konsentrasi glukosa standar dengan absorbansinya dan dengan memperhitungkan pengenceran yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

dimana:

G = konsentrasi gula dari kurva standar (g)FP = faktor pengenceranW = berat contoh (g)

2. Analisis total karbohidrat dengan metode SNI 01-2891-1992Pembuatan pereaksi Luff-Schoorl

1. Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam 300 ml air suling. 2. Larutkan 50 g asam sitrat dengan 50 mL air suling. 3. Tambahkan 25 gram Cu2SO4.5H2O ke dalam 100 ml air suling4. Pindahkan larutan tersebut larutan tersebut ke dalam labu 1 liter, tepatkan sampai tanda

garis dengan air suling dan kocok.5. Biarkan semalam dan saring bila perlu. Larutan ini mempunyai kepekatan Cu2+ 0,1 N

Na2CO3

6. Larutkan kalium iodide KI 20%7. Larutkan asam sulfat H2SO4 25%8. Larutkan natrium tiosulfat Na2S2O3, 0, 1 N9. Penunjukkan larutan kanji 0,5%

Pengujian kepekatan larutan Luff-Schoorl1. Pipet 25 mL larutan Luff, tambahkan 3 g KI dan 25 mL larutan H2SO4 6N2. Titar dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 M dengan petunjuk larutan kanji 0,5%3. Larutan natrium tiosulfat yang dipergunakan untuk titrasi 25x2 mL4. Pipet 10 mL larutan Luff, masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan air

63

suling dan kocok5. Pipet 10 mL larutan hasil pengenceran tersebut dan masukkan ke dalam erlenmeyer

berisi 25 mL HCl 0,1 N6. Masukkan erlenmeyer tersebut ke dalam penangas air mendidih dan biarkan selama 1

jam, kemudian angkat dan dinginkan.7. Encerkan dengan air suling dan titar dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator

fenolftalein8. Pipet 10 mL larutan hasil pengenceran (b) masukkan ke dalam erlenmeyer dan titar

dengan HCl 0,1 M dengan indikator fenolftalein9. Larutkan HCl 0,1 M yang dipergunakan untuk titrasi harus sekitar 6,0 sampai 7,6 mL10. Larutan Luff harus mempunyai pH 9,3-9,4

Cara kerja1. Timbang dengan seksama lebih kurang cuplikan ke dalam Erlenmeyer 500 mL.2. Tambahkan 50 mL larutan HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak.3. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan lakmus atau fenolftalein)

dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan sedikit asam4. Pindahkan isinya ke dalam labu 500 mL dan impitkan hingga tanda garis kemudian

saring5. Pipet 10 mL saringan ke dalam Erlenmeyer 500 mL, tambahkan 25 mL larutan Luff

(dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling.6. Panaskan campuran tersebut dengan nyala tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih

dalam waktu 3 menit (gunakan stopwatch), didihkan terus selama tepat 10 menit (dihitung dari saat mulai mendidih dan gunakan stopwatch) kemudian dengan cepat dinginkan dalam bak berisi es.

7. Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25% perlahan-lahan.8. Titar secepatnya dengan larutan tiosulfat 0,1 M (gunakan penunjuk larutan kanji 0,5%)

Perhitungan:(blanko-penitar) x N tiosulfat x 10, setara dengan terusi yang tereduksi. Kemudian lihat dalam daftar Luff –Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk mL tio yang dipergunakan

dimana: W1 = bobot cuplikan (mg)W = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan (mg)FP = faktor pengenceran

Standardisasi larutan tiosulfat1. Sebanyak 0,5 gram K2Cr2O7 ditimbang dan dilarutkan dengan akuades2. Ditepatkan hingga 100 ml dengan labu takar3. Ambil 25 ml ke dalam erlenmeyer4. Ditambahkan 10mL KI, 25mL HCl, dan akuades hingga 200 ml5. Titar dengan natrium tiosulfat hingga berwarna kuning6. Tambahkan indikator kanji7. Titar dengan natrium tiosulfat hingga berwarna hijau toska (hijau jamrud)8. Dilakukan sebanyak 3 kali ulangan

64

Tabel penetapan gula Luff-Schoorl

Na2S2O3, 0,1N (ml)

Glukosa, Fruktosa, Gula Inversi (mg)

1 2.4

2 4.83 7.24 9.75 12.26 14.77 17.28 19.89 22.410 25.011 27.612 30.313 33.014 35.715 38.516 41.317 44.218 47.119 50.020 53.021 56.022 59.123 62.2

65

Lampiran 5 Verifikasi Metode Karbohidrat Total SNI 01-2891-1992Analisis tanggal 28 Juli 2011Kacang hijauUlangan Berat sampel (g) Titer (ml) blanko (ml) mg glukosa %KH % recovery

1 0,5018 11,95 24,78 28,1840 56,1658 104,76732 0,5014 12,10 24,78 27,8322 55,5091 103,54243 0,5016 12,00 24,78 28,0667 55,9544 104,37314 0,5014 12,10 24,78 27,8322 55,5091 103,54245 0,5014 12,10 24,78 27,8322 55,5091 103,54246 0,5015 12,10 24,78 27,8322 55,4980 103,52177 0,5019 12,10 24,78 27,8322 55,4538 103,4392

%KH (Karbohidrat) Rataan : 55,66%Standard deviasi : 0,2827RSD analisis : 0,51

2x RSD AOAC : 2,18

2/3 RSD Horwitz : 1,45

Kedelai

UlanganBerat sampel

(g)Titer (ml)

blanko (ml)

mg glukosa %KH% recovery

1 0,5002 20,85 24,78 8,2522 16,4977 99,144912 0,5003 21,15 24,78 7,6008 15,1924 91,300763 0,5002 21,00 24,78 7,9265 15,8466 95,231964 0,5002 21,00 24,78 7,9265 15,8466 95,231965 0,5005 20,90 24,78 8,1436 16,2709 97,781956 0,5005 21,00 24,78 7,9265 15,8371 95,174887 0,5003 21,00 24,78 7,9265 15,8434 95,21293

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 15,90%

Standard deviasi : 0,4099

RSD analisis : 2,58

2x RSD AOAC : 2,64

2/3 RSD Horwitz : 1,76

Susu bubuk

Ulangan Berat sampel (g) Titer (ml)Blanko

(ml)bl-titer (ml) mg glukosa %KH

1 0,5006 15,45 25,50 10,1807 22,9227 45,7905

2 0,5004 15,40 25,50 10,2313 23,0412 46,0456

3 0,5003 15,60 25,50 10,0287 22,5672 45,1073

4 0,5000 15,60 25,50 10,0287 22,5672 45,1343

5 0,5002 15,45 25,50 10,1807 22,9227 45,8271

6 0,5000 15,40 25,50 10,2313 23,0412 46,0825

7 0,5002 15,40 25,50 10,2313 23,0412 46,0641

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 45,72%

Standard deviasi : 0,4264

RSD analisis : 0,93

2x RSD AOAC : 2,25

2/3 RSD Horwitz : 1,50

66

Analisis tanggal 11 Oktober 2011

Kacang Hijau

Ulangan Berat sampel (g) Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) %KH

1 5,1494 7,05 7,05 53,852 5,0049 7,10 7,20 56,653 5,2058 7,10 7,50 56,86

Kedelai

Ulangan Berat sampel (g) Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) %KH

1 5,0613 6,90 13,52 13,522 5,0143 7,08 15,38 15,383 5,1475 7,95 15,29 15,29

Susu Bubuk

Ulangan Berat sampel (g) Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) %KH

1 5,0587 7,65 17,40 35,872 5,2166 7,10 17,95 36,003 5,0854 7,10 17,95 36,93

Analisis tanggal 7 Oktober 2011

Kecap manis

Ulangan Berat sampel (g) Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) %KH

1 5,2178 15,30 9,75 37,332 5,1232 15,75 9,30 36,203 5,0744 15,55 9,50 37,36

Kecap asin

Ulangan Berat sampel (g) Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) %KH

1 5,3262 15,30 9,75 1,832 5,3239 13,60 11,45 2,163 5,0430 14,55 10,50 2.09

Santan

Ulangan Berat sampel (g) Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) %KH

1 5,2093 17,90 7,15 1,352 5,0331 17,70 7,35 1,443 5,0410 17,15 7,90 1,55

67

Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosaBahan acuan kacang hijau

UlanganGlukosa

(g)

Berat bahan

acuan(g)

W total(g)

Titer(ml)

Blanko(ml)

mg glukosa

%KH %rekoveri

1 0,0505 0,4500 0,5005 12,00 24,30 29,2334 58,41 82,902 0,0503 0,4500 0,5003 11,95 24,30 29,3501 58,66 85,553 0,0500 0,4501 0,5001 12,00 24,30 29,2334 58,46 83,624 0,0506 0,4503 0,5009 11,95 24,30 29,3501 58,59 84,715 0,0503 0,4504 0,5007 11,95 24,30 29,3501 58,62 85,116 0,0501 0,4504 0,5005 12,00 24,30 29,2334 58,41 83,127 0,0504 0,4504 0,5008 12,00 24,30 29,2334 58,37 82,62

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 58,50%

Standard deviasi : 0,1189

RSD analisis : 0,22

2x RSD AOAC : 2,17

2/3 RSD Horwitz :1,47

%Rekoveri

Rataan : 83,95%

RSD analisis : 1,48

Bahan acuan kedelai

UlanganGlukosa

(g)

Berat bahan

acuan(g)

W total(g)

Titer(ml)

Blanko(ml)

mg glukosa

%KH %rekoveri

1 0,0500 0,4500 0,5000 18,65 24,30 11,9340 23,87 95,582 0,0504 0,4501 0,5005 18,70 24,30 11,8260 23,63 92,653 0,0505 0,4504 0,5009 18,75 24,30 11,7180 23,39 90,234 0,0502 0,4500 0,5002 18,80 24,30 11,6100 23,21 88,755 0,0500 0,4504 0,5004 18,85 24,30 11,5020 22,99 86,816 0,0503 0,4503 0,5006 18,85 24,30 11,5020 22,98 86,337 0,0504 0,4502 0,5006 18,60 24,30 12,0420 24,06 96,90

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 23,44%

Standard deviasi : 0,4229

RSD analisis : 1,80

2x RSD AOAC : 2,49

2/3 RSD Horwitz : 1,66

%Rekoveri

Rataan : 91,03%

RSD analisis : 4,64

68

Bahan acuan susu bubuk

(9,0066 g susu bubuk+1,0002g glukosa sebagai sampel)

Ulangan Berat sampel (g)W total

(g)Titer(ml)

Blanko(ml)

mg glukosa

%KH %rekoveri

1 0,5011 0,5011 14,50 24,90 23,7524 47,40 62,532 0,5014 0,5014 14,50 24,90 23,7524 47,37 62,253 0,5013 0,5013 14,50 24,90 23,7524 47,38 62,344 0,5012 0,5012 14,45 24,90 23,8709 47,63 64,805 0,5014 0,5014 14,25 24,90 24,3450 48,55 74,076 0,5012 0,5012 14,50 24,90 23,7524 47,39 62,447 0,5015 0,5015 14,40 24,90 23,9894 47,84 66,88

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 47,65%

Standard deviasi : 0,4341

RSD analisis : 0,91

2x RSD AOAC : 2,24

2/3 RSD Horwitz : 1,49

%Rekoveri

Rataan : 65,05%

RSD analisis : 6,68

Hasil uji rekoveri pada berbagai sampel matriks pangan cair dengan spike glukosa

Kecap manis

UlanganGlukosa

(g)

Berat bahan

acuan(g)

W total(g)

Titer(ml)

Titer-Blanko(ml)

%KH %rekoveri

1 1,0337 4,0164 5,0501 15,75 9,30 46,17 81,962 1,0639 4,0512 5,1151 15,20 9,50 48,60 92,923 1,0031 4,1541 5,1572 14,65 10,40 50,15 104,774 1,0853 4,0417 5,1270 14,00 11,05 54,90 121,715 1,0680 4,1988 5,2668 15,55 9,50 45,16 77,406 1,0046 4,0529 5,0575 16,90 8,15 39,85 51,517 1,0335 4,1212 5,1547 15,65 9,40 45,50 79,55

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 47,19%

Standard deviasi : 4,69

RSD analisis : 9,94

RSD Horwitz : 2,24

%Rekoveri

Rataan : 87,12%

RSD analisis : 22,32

69

Kecap asin

UlanganGlukosa

(g)

Berat bahan

acuan(g)

W total(g)

Titer(ml)

Titer-Blanko(ml)

%KH %rekoveri

1 1,0403 4,0355 5,0758 15,35 9,70 24,01 -26,22522 1,0266 4,0238 5,0504 15,25 9,80 24,34 -25,12463 1,1044 4,4452 5,5496 15,15 9,90 22,26 -36,90744 1,0538 4,0372 5,0910 15,30 9,75 24,13 -25,02295 1,0088 4,0046 5,0134 15,75 9,30 23,15 -31,67116 1,0559 4,0839 5,1398 15,05 10,00 24,49 -23,74027 1,0172 4,1365 5,1537 15,20 9,50 23,80 -29,7159

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 23,74%

Standard deviasi : 0,78

RSD analisis : 3,30

RSD Horwitz : 2,48

%Rekoveri

Rataan : -28,34%

RSD analisis : 16,63

Santan

UlanganGlukosa

(g)

Berat bahan

acuan(g)

W total(g)

Titer(ml)

Titer-Blanko(ml)

%KH %rekoveri

1 1,0122 4,0625 5,0747 16,05 9,00 22,06 -37,74172 1,0123 4,5343 5,5466 16,10 8,95 19,65 -57,88513 1,0189 4,1624 5,1813 16,40 8,65 20,65 -45,97944 1,0646 4,3420 5,4066 15,15 9,90 22,79 -35,00275 1,1356 4,0577 5,1933 16,00 9,05 22,21 -30,49446 1,0054 4,1519 5,1573 16,06 9,00 21,50 -42,34367 1,0335 4,0895 5,1230 16,50 8,55 20,77 -43,2929

%KH (Karbohidrat)

Rataan : 21,38%

Standard deviasi : 1,08

RSD analisis : 5,07

RSD Horwitz : 2,52

%Rekoveri

Rataan : 87,12%

RSD analisis : -21,14

70

Lampiran 6. Analisis Statistik Reprodusibilitas intralab

Kecap manis

Group Statistics

Tanggal pengerjaan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Karbohidrat 5 Juli 2011 3 38.7100 .68462 .39526

7 Oktober 2011 3 36.9633 .66124 .38176

Independent Samples Test

Equal variances

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

95% ConfidenceInterval of

the Difference

F Sig. t dfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

KH Assumed .000 .983 3.179 4 .034 1.74667 .54953 .22094 3.27239

not assumed 3.179 3.995 .034 1.74667 .54953 .22021 3.27312

Kecap asinGroup Statistics

Tanggal pengerjaan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Karbohidrat 5 Juli 2011 3 2.2100 .05196 .03000

7 Oktober 2011 3 2.0267 .17388 .10039

Independent Samples Test

Equal variances

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of

the Difference

F Sig. t DfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

KH Assumed 5.245 .084 1.750 4 .155 .18333 .10477 -.10757 .47424

not assumed 1.750 2.354 .203 .18333 .10477 -.20830 .57497

71

SantanGroup Statistics

Tanggalpengerjaan N Mean

Std. Deviation Std. Error Mean

Karbohidrat 5 Juli 2011 3 1.4900 .03464 .02000

7 Oktober 2011 3 1.4467 .10017 .05783

Independent Samples Test

Equal variances

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% ConfidenceInterval of

the Difference

F Sig. t dfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

KH assumed 1.755 .256 .708 4 .518 .04333 .06119 -.12656 .21323

not assumed .708 2.472 .540 .04333 .06119 -.17721 .26388

Susu bubukGroup Statistics

Tanggal pengerjaan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Karbohidrat 5 Juli 2011 7 45.7200 .42521 .16071

7 Oktober 2011 3 36.2667 .57813 .33378

Independent Samples Test

Equal variances

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of

the Difference

F Sig. t dfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. Error Difference Lower Upper

KH Assumed .483 .507 29.263 8 .000 9.45333 .32305 8.70838 10.19829

not assumed 25.518 2.981 .000 9.45333 .37046 8.27020 10.63647

72

KedelaiGroup Statistics

Tanggal pengerjaan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Karbohidrat 5 Juli 2011 7 16.0071 .26731 .10104

7 Oktober 2011 3 14.7300 1.04886 .60556

Independent Samples Test

Equal variances

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of

the Difference

F Sig. t dfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. Error Difference Lower Upper

KH Assumed 16.729 .003 3.229 8 .012 1.27714 .39558 .36493 2.18936

not assumed 2.080 2.112 .166 1.27714 .61393 -1.23420 3.78849

Kacang hijau

Group Statistics

Tanggal pengerjaan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Karbohidrat 5 Juli 2011 7 55.6557 .28023 .10592

7 Oktober 2011 3 55.7867 1.68049 .97023

Independent Samples Test

Equal variances

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% ConfidenceInterval of

the Difference

F Sig. t dfSig.

(2-tailed)Mean

DifferenceStd. Error Difference Lower Upper

KH assumed 25.177 .001 -.217 8 .834 -.13095 .60352 -1.52268 1.26077

not assumed -.134 2.048 .905 -.13095 .97599 -4.23766 3.97575