prasasti raja soritaon dan latar belakang …
TRANSCRIPT
Prasasti Raja Soritaon dan Latar Belakang Penulisannya-Churmatin Nasoichah (47-60) 47
Diterima 17 Februari 2017 Direvisi 10 April 2017 Disetujui 18 April 2017
Churmatin Nasoichah
PRASASTI RAJA SORITAON DAN LATAR BELAKANG PENULISANNYA
THE RAJA SORITAON INSCRIPTION AND ITS WRITING BACKGROUND
Balai Arkeologi Sumatra Utara, Jl. Seroja Raya Gg. Arkeologi No. 1 Tanjung Selamat, Medan tuntungan, Medan, SumatraUtara, email: [email protected]
Abstrak. Banyak prasasti di Indonesia, masih harus diteliti dengan seksama karena sekalipun sudah dibaca dan diterbitkan,tetapi masih dalam bentuk alih aksara dan alih bahasa, seperti Prasasti Raja Soritaon. Tujuan dari penulisan ini adalah untukmengetahui Prasasti Raja Soritaon dan latar belakang penulisannya. Penelitian ini menggunakan penalaran induktif, denganmengumpulkan fakta yang dianalisis dengan pendekatan kritik teks, hasilnya digunakan untuk membantu membuat interpretasidan kesimpulan. Prasasti Raja Soritaon berbahan batu, dibuat dengan cara dipahat, dan bentuknya pipih persegi. Prasastiini dituliskan menggunakan aksara dan bahasa Batak Angkola. Inskripsi berada di makam Batak kuno, makam pendiri huta/kampung yang bernama Raja Soritaon, dan prasasti tersebut berfungsi sebagai penanda kubur. Isi prasasti menggambarkanRaja Soritaon sebagai sosok orang kaya, pendiri kampung Padang Bujur, orang yang dituakan dan dihormati, serta orangyang dapat memutuskan segala permasalahan tanpa bisa diganggu gugat.
Kata kunci: Prasasti Raja Soritaon, makam Batak kuno, Padang Bujur, pendiri kampung.
Abstract. Many of inscriptions in Indonesia still need to be carefully examined, though many of it have been read andpublished, but still in the form of transcription and translation, such as Raja Soritaon inscription. This paper purposes todescribe Raja Soritaon inscription and its writing background. The study was done through inductive reasoning by factcollecting, then the data are analyzed by text-critical approach to sum up interpretation and conclusion. The inscription isfrom stone, made by chiseled, and has flat square shape. This inscription is written using Angkola Batak script and language,at the Bataknese ancient tomb of huta (village) founder, namely Raja Soritaon, and the inscription was served as a tombmarker. The inscription portrayed Raja Soritaon as a rich man, the founder of Padang Bujur village, respected elder person,and one who can decide all the problems without inviolable.
Keywords: Raja Soritaon Inscription, ancient Bataknese tomb, Padang Bujur, village founder
PENDAHULUAN
Prasasti adalah sumber-sumber sejarah darimasa lampau yang tertulis di atas batu dan logam.Sebagian besar dari prasasti-prasasti tersebutdikeluarkan oleh raja-raja yang memerintah diberbagai kepulauan Indonesia sejak abad ke-5Masehi. Sebagian dari prasasti-prasasti itumemuat naskah yang panjang, tetapi ada jugadi antaranya yang hanya memuat angka tahunatau nama seorang raja atau seseorang pejabatkerajaan (de Casparis 1952: 21-23 dalamBoechari 2012: 4).
Menurut Bakker prasasti yang termasuk dalamkelompok sumber tertulis sezaman dan setempatberasal dari dalam negeri mempunyai derajatkesaksian tertinggi sebagai sumber sejarah,disusul dengan sumber tertulis asing dankemudian sumber tidak tertulis sezaman danberasal dari dalam negeri (Soesanti 1997/1998:172).
Tampaknya sebagian dari prasasti yang adadi Indonesia, masih harus diteliti dengan seksamakarena sekalipun sudah banyak yang dibaca danditerbitkan, namun masih dalam bentuk alih aksaradan alih bahasa. Seperti temuan prasasti-prasasti
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan48
di wilayah kerja Balai Arkeologi Medan, yangdipaparkan pada Berita Penelitian Arkeologi (BPA)No. 10 pada tahun 2003. Dalam BPA tersebuthanya mendeskripsikan beberapa prasasti terkaitlokasi ditemukannya, tempat penyimpanan, alihaksara, dan alih bahasa (Setianingsih dkk. 2003:10-11). Oleh sebab itu, perlu adanya pendalamanmateri terkait dengan beberapa prasasti tersebut.
Salah satu temuan prasasti tersebut adalahPrasasti Raja Soritaon. Prasasti ini merupakanprasasti yang ditemukan di wilayah ProvinsiSumatra Utara, tepatnya di Kabupaten PadangLawas Utara. Prasasti Raja Soritaon ditemukan disitus Padang Bujur, Kecamatan Padang Bolak,Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara(Setianingsih dkk. 2003: 10). Situs Padang Bujurmerupakan situs makam Batak kuno yang berupatanah gundukan dengan batu-batu pipih dibagianpinggirnya. Namun, setelah dilakukan pendataanulang ternyata penamaan lokasi tersebut berubahterkait dengan pemekaran kabupaten di ProvinsiSumatra Utara. Lokasi prasasti tersebut tidak lagimasuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan,namun kini sudah menjadi wilayah KabupatenPadang Lawas Utara. Dan masih ada beberapahal lain yang dapat ditelaah terkait Prasasti RajaSoritaon ini.
Dari latar belakang tersebut, permasalahanyang dapat diajukan adalah bagaimana isi PrasastiRaja Soritaon dan latar belakang penulisannya?Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untukmengetahui gambaran menyeluruh terkait PrasastiRaja Soritaon dan latar belakang penulisannya.
Dalam kajian arkeologi terdapat beberapasub kajian yang digunakan untuk menjelaskanobjek-objek arkeologi. Salah satunya adalahepigrafi. Epigrafi merupakan bagian dari kajianarkeologi yang membahas tentang data tertulispada masa lalu, baik itu berupa prasasti, naskah,nisan, piagam, maupun data tertulis lainnya. Kajianepigrafi ini sangat penting untuk dilakukan karena1). Data tertulis penting nilainya sebagai warisanbudaya masa lalu yang dapat memberikaninformasi penting terhadap semua aspekkehidupan, baik dalam bidang sosial, budaya,ekonomi, religi, maupun aspek lainnya; 2). Kajian
arkeologi epigrafi masih sangat jarang dilakukan;dan 3). Keberadaannya semakin berkurang dankondisinya semakin lama akan semakin rusakseiring dengan berjalannya waktu.
Terkait kajian epigrafi di Sumatra Utara,terdapat prasasti dan data tertulis lainnya sepertinaskah bambu dan pustaha laklak yangmenggunakan aksara pasca-pallawa, yaitu aksaraMelayu Kuno dan aksara Batak. Kedua aksaratersebut merupakan turunan dari aksara Pallawayang berasal dari India Selatan. Ciri khas dariaksara tersebut, yaitu adanya ina ni surat (aksara)dan anak ni surat (tanda diakritik) (Kozok 2009:63-64).
Aksara Pallawa merupakan jenis abjad dariIndia Selatan yang ternyata sangat penting diwilayah Asia Tenggara, dikarenakan jenis abjadtersebut telah menghasilkan spesimen-spesimentertua yang dikenal di wilayah itu. Jenis abjadyang dinamakan Pallawa ini diambil dari namaDinasti Pallawa dari India. Dengan berbagaivariannya yang kurang begitu menonjol, tulisanPallawa terdapat juga di Fu-nan, Campa, Kamboja,Negeri Mon, Sunda (Jawa Barat), Jawa Tengahdan Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatra (disiniyang paling lama digunakan) dan di SemenanjungMelayu (Damais 1995: 7).
Batak merupakan kesatuan suku yang adadi wilayah Provinsi Sumatra Utara, yang terdiri darisub-etnis Batak Toba, Batak Simalungun, BatakKaro, Batak Pakpak, Batak Dairi, Batak Angkola,dan Batak Mandailing (Sangti 1977: 25). Sub-etnisBatak Angkola mempunyai wilayah adat budayaAngkola yang terdiri dari beberapa lingkunganluhak, atau lebih popular disebut luat. Dalambudaya adat Batak Angkola, terdapat juga huta/kampung yang di dalam huta diatur yangmengatur pemerintahan dan pelaksana upacaraAdat yang disebut (Alam 2013: 1-2):1. Raja sebagai pemimpin2. Orang Kaya, sebagai sekretaris dan juru
pengantar kata3. Harajaon sebagai wakil/pembantu raja (dari
keluarga raja)4. Hatobangon, sebagai wakil-wakil anggota
masyarakat
Prasasti Raja Soritaon dan Latar Belakang Penulisannya-Churmatin Nasoichah (47-60) 49
5. Ulu Balang, sebagai pengawal dan penjagakeamanan huta/kampungTerkait dengan makam kuno, dalam budaya
Batak juga dikenal adanya konsep penguburan.Menurut Encyclopedi Americana, penguburanadalah pemikiran tentang bagaimana me-lenyapkan mayat. Bagi manusia modernpemikiran terhadap pelenyapan mayat masihditentukan oleh beberapa faktor misalnyakesehatan, etik, dan kemanusiaan. Tetapi bagimanusia masa lalu faktor-faktor tersebut adalahmasalah yang tidak penting. Pertimbangan yangutama justru bertumpu pada aspek-aspek religiyang secara karakteristik mencerminkan unsurpemujaan, pemisahan antara yang sakral denganyang profan, kepercayaan kepada roh, keper-cayaan kepada Dewa-dewa dan Tuhan, sikappenerimaan terhadap rahasia supernatural, dansikap takut serta usaha mencari perlindunganuntuk menyelamatkan diri (Encyclopedi Americana1923: 342 dalam Montana 1990: 199). Konseppenguburan kemudian berkembang menjaditradisi penguburan yang menyebabkan adanyapraktik-praktik merawat mayat dengan carainhuman, kremasi, preservasi, penguburan dalamlaut (air), dan ekspose (Britanica 1956: 97 dalamMontana 1990: 201).
METODE
Pengkajian dilakukan melalui penalaraninduktif yang bergerak dari fakta-fakta di lapanganyang kemudian diakhiri dengan kesimpulansebagai jawaban atas permasalahan yangdikemukakan. Data utama yang dimaksud berupaPrasasti Raja Soritaon. Melalui data utama tersebutkemudian dilakukan:1. Inventarisasi ulang terhadap prasasti, dilakukan
melalui penelusuran pustaka dan penelitianlapangan.
2.Pendeskripsian ulang prasasti denganmenggambarkan judul prasasti, asal danpenempatan prasasti, ukuran prasasti, jumlahbaris, dan unsur fisik lainnya. Pendeskripsianini dilakukan untuk memudahkan tahappenelitian selanjutnya.
3. Transliterasi (alih aksara), yaitu pengalihan hurufdari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalamtransliterasi ada dua hal yang perlu diketahuioleh peneliti. Pertama, seorang peneliti harusmenjaga kemurnian bahasa lama dalamprasasti, khususnya penulisan kata. Kedua,seorang peneliti harus menyajikan teks sesuaidengan ejaan yang berlaku sekarang,khususnya teks yang tidak menunjukkan ciribahasa lama.
4. Terjemahan, yaitu melakukan penerjemahandari bahasa asli prasasti, yaitu bahasa BatakTapanuli Selatan (Angkola) ke dalam bahasaIndonesia dengan menggunakan pedomanejaan yang sudah disempurnakan.
Selanjutnya, pada tahap teknik analisismenggunakan 2 pendekatan, yaitu kritik eksterndan kritik intern. Kritik ekstern, yaitu unsur-unsuryang ada dalam prasasti, meliputi bahan prasasti,bentuk prasasti, bentuk aksara, dan penggunaanbahasa. Kritik intern berupa makna yangterkandung dalam prasasti. Kemudian tahapterakhir, yaitu interpretasi dan historiografi. Padatahap interpretasi ini dilakukan dengan meng-gunakan beberapa data pembanding terkaitPrasasti Raja Soritaon dan pada tahap historiografidapat dilakukan penempatannya dalam sejarahkuno Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di Desa Padang Bujur, Kecamatan PadangBolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara,Sumatra Utara terdapat satu makam kuno yangterdapat batu bertulis beraksara dan berbahasaBatak Angkola yang disebut dengan Prasasti RajaSoritaon. Makam kuno ini memiliki koordinat01°25’34.15"LU 99°30’26.78"BT. Makam kuno initelah dipagar dan diberi cungkup, serta areasekitar makam tersebut juga telah dipagar besioleh keturunannya. Di sekitarnya merupakanlahan-lahan perkebunan rakyat serta terdapatSungai Sirumambe di timur laut. Makam kuno iniberdenah oval atau lonjong dengan bagian tengahmenggunduk dan di bagian pinggirnya dibatasidengan papan-papan batu yang memiliki ukuran
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan50
bervariasi. Sebagian papan-papan batunya sudahhilang terutama yang berada di bagian utara danbarat (lihat gambar 1) (Nasoichah dkk. 2016: 20-21).
Prasasti Raja Soritaon terletak di salah satupapan batu tepatnya di sisi timur makam. Prasastitersebut berbahan batu, dipahatkan tulisanberaksara Batak dan juga gambar cicak (kadal?)yang mengapit prasasti tersebut. Adapun ukuranpapan batu tersebut 100 cm x 90 cm dengan tebal10 cm. Dilihat dari posisi penempatannya, prasastiini kemungkinan pernah dicabut lalu diletakkankembali, namun dalam posisi yang salah. Bisadikatakan bahwa dalam penempatannya kembali,orang tersebut kurang begitu mengerti aksaraBatak sehingga diletakkan dalam posisi miring.Seharusnya posisi gambar cicak (kadal?) bukanutara-selatan namun atas bawah. Pertulisanprasasti tersebut dibuat di antara gambar dua cicak(kadal?) (lihat gambar 2).
Prasasti Raja Soritaon dituliskan denganmenggunakan aksara dan bahasa Batak Angkola1.Prasasti ini dituliskan dari arah kiri ke kanan danberjumlah 9 baris. Sudah pernah dilakukanpembacaan prasasti dengan hasil (Setianingsihdkk. 2003: 10-11) sebagai berikut:
1. raja sori2. taaon ma3. n pang na taon4. i sahalah na5. di padang bujur ha6. gangug pamahu panapa7. padi ha da rura8. ange ya ya9. gang naya
sumber: dok. Balai Arkeologi Sumatra Utara 2016
Gambar 1. Makam Batak kuno di Desa Padang Bujur
sumber: dok. Balai Arkeologi Sumatra Utara 2016
Gambar 2. Prasasti Raja Soritaon
1 Bahasa Batak Angkola, Batak Mandailing dan Batak Toba merupakan bahasa Batak yang membentuk rumpun selatan, sedangkan bahasa
Batak Karo dan Batak Pakpak Dairi termasuk dalam rumpun utara. Bahasa Batak Simalungun digolongkan sebagai kelompok ketiga yangberdiri di antara rumpun utara dan selatan. Semua dialek bahasa Batak berasal dari satu bahasa purba (proto language) yang sebagiankosakatanya dapat direkonstruksikan (Kozok 2009: 13).
Prasasti Raja Soritaon dan Latar Belakang Penulisannya-Churmatin Nasoichah (47-60) 51
Terjemahan:1. raja sori
2. taaon dewasa3. pemberani, kuat dan dewasa4. mempunyai kemuliaan (kesaktian,
wibawa)5. di daerah padang bujur6. .....7. ....8. ....9. ....
Setelah dilakukan pembacaan ulang, terdapatadanya perbedaan dalam alih aksara dan alihbahasa, adapun hasil pembacaan ulang adalahsebagai berikut:
1. raja sori2. taon ma3. n pung na ton4. i ma halak namora na5. di padang bujur ha to(?)2
6. bang ho _3 _ mo pa na pa7. pa ngi gad da nga ra8. a nge a ma9. _ na ma
Terjemahan:1. raja sori2. taaon inilah3. yang pertama kali datang4. dialah orang kaya5. di padang bujur6. raja kampung/yang dituakan dialah yang
dapat berbicara7. memutuskan/menetapkan segala persoalan8. _ _ _ _ _ _9. _ _ _
Dalam penelitian ulang terkait Prasasti RajaSoritaon, dilakukan analisis untuk mengetahui isiyang terkandung dalam penulisan prasastitersebut. Dalam melakukan analisis terhadapprasasti dilakukan dengan menggunakan kritik
teks. Kritik teks merupakan tahapan terpentingdalam analisis prasasti, karena evaluasi daritahapan kritik inilah yang menentukan apakahteks atau prasasti yang bersangkutan dapatdianggap layak diangkat sebagai data sejarah(Soesanti 1997/1998: 178).
Di dalam kajian filologi, proses kritik teksbertujuan memberikan evaluasi terhadap teksdan mendapatkan teks pada tempatnya yangtepat serta menerbitkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks asli. Bagi arkeologi, kritikteks yang dilakukan bertujuan mengevaluasiapakah naskah/teks/prasasti dapat dipergunakanuntuk keperluan tertentu atau tidak dalam prosespenulisan sejarah. Dasarnya adalah setiapprasasti atau naskah harus dianggap sebagaidirinya sendiri (Soesanti 1997/1998: 178).
Dalam tahap kritik ini terdapat duapendekatan berupa kritik ekstern dan kritik intern.Kritik ekstern, yaitu aspek yang berasal dari luardan bukan merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari sesuatu, atau untuk mengetahuitingkat keaslian sumber data guna memperolehkeyakinan bahwa data tersebut telah digunakandengan tepat. Kritik ekstern digunakan untukmempermasalahkan otentisitas data utama,sehingga perlu adanya pengujian terhadap datatersebut. Hal ini dilakukan untuk mewaspadaikemungkinan adanya anakronisme, yaitu ketidak-sesuaian antara data dengan zamannya(Gottschalk 1969: 95-117).
Adapun unsur-unsur yang ada dalam aspekkritik ekstern berupa bahan pembuatan prasasti,bentuk prasasti, bentuk aksara (paleografi), danbahasa yang digunakan dalam penulisannya.Pencatatan keterangan bahan prasasti dilakukanberdasarkan jenis materialnya karena ber-dasarkan bahan bisa memberikan petunjukterhadap isinya. Jenis bahan prasasti dapat ber-pengaruh terhadap bentuk tulisan, semakin lunakdan semakin tipis bahan tersebut akan semakinkurang jelas huruf yang dipahatkan atau digores.
2 terdapat indikasi adanya bentuk huruf ta dan tanda diakritik o3 tidak terlihat bentuk aksaranya
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan52
Dilihat dari unsur bahan, Prasasti RajaSoritaon dituliskan pada media batu. Bahanbatunya cukup keras dan hasil penulisan prasastiini masih cukup jelas untuk dibaca. Namundemikian, karena adanya beberapa bagian yangaus dan terdapatnya goresan-goresan tipis,membuat kesulitan dalam mengidentifikasibeberapa aksaranya. Dalam penulisan data tertulisberaksara Batak pada umumnya dituliskan padatiga jenis bahan, yaitu kulit kayu (laklak), tulangkerbau, dan bambu (Kozok 2009: 29). Namunselain itu, data tertulis beraksara Batak lainnyaada juga yang dituliskan pada media lain sepertikayu dan batu.
Umumnya, penulisan aksara Batak padamedia kayu difungsikan untuk pendirian bangunanmisalnya sopo godang di Sipirok, Tapanuli Selatan,Sumatra Utara atau tiang bangunan yang ada diSimalugun, Sumatra Utara. Penulisan aksara Batakpada media batu difungsikan untuk menandaisuatu tempat, misalnya pada makam kuno.Penulisan aksara Batak pada media batu, selainPrasasti Raja Soritaon yang menandai makamkuno, juga terdapat prasasti lain seperti PrasastiBatu Gana 2 dan Prasasti Sutan Nasinok yangjuga menandai makam kuno yang ada di wilayahPadang Lawas Utara.
Dalam pemilihan bahan batu, tentunya dipilihjenis batuan yang mudah didapatkan di daerahitu. Jenis batuan yang berupa batuan andesitikini banyak dijumpai di wilayah perbukitan diwilayah tersebut baik itu di sungai maupun diperbukitan. Makam-makam Batak kuno lainnyaseperti makam kuno Sutan Nasinok dan makamkuno Lobu Dolok juga dibuat dengan bahan yangsama.
Selain bahan, aspek fisik lain yang dapatdilihat dari prasasti adalah bentuk media yangdigunakan. Bentuk prasasti sangat terkait denganbahannya. Prasasti yang terbuat dari batu,bentuknya bervariasi, diantaranya bentuk lingga,yupa, stele, akulade, blok, atau batu alam yangbentuknya tidak beraturan (Nasoichah 2007: 11).Prasasti Raja Soritaon ini memiliki bentuk batualam yang bentuknya pipih persegi panjang
dengan motif cicak atas bawah dengan posisikepala yang berlawanan. Bentuk pipih-pipih initidak hanya dijumpai pada Prasasti Raja Soritaonsaja, namun batu-batu lain yang mengelilingigundukan makam kuno tersebut juga berbentukpipih. Ciri-ciri yang sama juga dijumpai di makam-makam Batak kuno lain di daerah Padang LawasUtara seperti makam kuno Sutan Nasinok, makamkuno Tuat Sohatembalon Siregar, makam kunoLobu Dolok, dan beberapa makam kuno lainnya.Hal ini menjadikan bentuk tersebut sebagai cirikhas bentuk makam-makam Batak kuno yang adadi wilayah Padang Lawas Utara.
Terkait dengan kritik ekstern, terdapat analisisyang berupa metode teknik pembuatan prasasti.Dalam teknik pembuatan prasasti ini dilakukandengan cara dipahat, baik itu dalam penulisanaksara maupun saat membuat motif cicak (kadal?).Dalam pengerjaannya tersebut masih dijumpaibeberapa bekas goresan sehingga hampirmenyerupai bentuk aksara. Dalam teknikpembuatan prasasti tersebut, terlihat bahwa ‘sipembuat’ prasasti terkesan kurang rapi dan kuranghati-hati. Sepertinya tidak ada aturan baku dalampembuatan dan penulisan prasasti. Besaran huruftidak sama, ada yang besar namun ada juga yangberukuran kecil dan ketidak simetrisan dalampembuatannya.
Unsur lain yang dapat dilihat dalam kritikekstern adalah bentuk aksara (paleografi). Istilahpaleografi berasal dari kata palaos yang artinyakuno dan graphein yang artinya menulis. Paleografiadalah studi yang mempelajari jenis, bentuk, danperkembangan tulisan/aksara kuno yangdituliskan baik di atas bahan-bahan yang lunakatau lentur seperti kain, kulit kayu, dan lontar,maupun yang dipahatkan diatas bahan yang kerasseperti batu, logam, kayu, dan tanah liat (Prasodjo1993/1994: 47-48).
Dalam penulisan Prasasti Raja Soritaon,menggunakan aksara Batak Angkola. AksaraBatak Angkola merupakan satu di antara sekianbanyak aksara yang ada di Nusantara yangmenginduk pada aksara Pallawa4. Aksara BatakAngkola seperti juga aksara Batak lainnya terdiri
4 Pada awal masa sejarah kuno Indonesia, prasasti-prasasti yang ada menggunakan aksara Pallawa dan Siddhamatrka (pre-nagari) denganBahasa Sanskerta (Soesanti 1997/1998: 174)
Prasasti Raja Soritaon dan Latar Belakang Penulisannya-Churmatin Nasoichah (47-60) 53
dari dua perangkat huruf yang masing-masingdisebut ina ni surat (aksara) dan anak ni surat(tanda diakritik). Adapun bentuk-bentuk aksarayang digunakan dalam penulisan Prasasti RajaSoritaon dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Dari tabel 1 dan tabel 2 di atas diketahuibeberapa bentuk aksara yang digunakan dalampenulisan Prasasti Raja Soritaon. Tidak jauhberbeda dengan bentuk aksara Batak padaumumnya, hanya saja terdapat beberapa aksara
Tabel 1. Bentuk-bentuk Aksara Ina Ni Surat
No. Huruf Makam Kuno Ra ja Soritaon 1. a 2. ha
3. ka 4. ba 5. pa 6. na
7. wa - 8. ga 9. ja 10. da 11. ra 12. ma
13. ta 14. sa 15. ya - 16. nga 17. la 18. nya - 19. nda -
20. ca - 21. i 22. u -
sumber: dok. Pribadi 2017
Tabel 2. Bentuk-bentuk Aksara Anak Ni Surat
No. Huruf Makam Kuno Raja Soritaon
1. -e 2. -i 3. -o 4. -u 5. -ou - 6. -ng 7. -h -
8. tanda mati sumber: dok. Pribadi 2017
yang dituliskan dalam bentuk berbeda sepertipada aksara (ma). Aksara (ma) ini dituliskandengan 3 bentuk yang berbeda, begitu jugadengan penggunaan aksara (na). Aksara (na)dituliskan dengan 2 bentuk yang berbeda.Penulisan aksara (ha) dibuat dengan 2 bentukyang berbeda, yang satu bentuknya sama denganaksara (a) dan satunya lagi sama dengan aksara(ka). Dalam menentukan bunyi (ha) ditentukansesuai dengan konteks kalimatnya. Sepertimisalnya pada kata halak. Aksara (ha) dan aksara(ka) dituliskan sama persis, namun dibacaberbeda. Ketiadaaan aksara (wa), (ya), (nya),(nda), (ca), (u), diakritik (ou), dan diakritik (h)bukannya tidak dikenal dalam penulisan aksaraBatak Angkola. Namun dikarenakan tidakditemukannya bentuk aksara tersebut dalampenulisan Prasasti Raja Soritaon ini. Kemiripanbentuk (nga) dan (la) membuat adanya kendaladalam proses pengalihaksarakan.
Dilihat dari keseluruhan bentuk-bentuk aksarayang digunakan dalam penulisan Prasasti RajaSoritaon ini tidak jauh berbeda dengan bentuk-bentuk aksara Batak lainnya terutama BatakAngkola. Hal ini dapat dibandingkan denganbentuk aksara-aksara yang digunakan padapenulisan Prasasti Sutan Nasinok dan PrasastiBatu Gana 2 yang merupakan prasasti semasa.Bahkan bentuk aksara tersebut masih terusdigunakan sampai awal abad 20 Masehi yang bisadilihat pada bangunan sopo godang di daerahSipirok, Tapanuli Selatan. Adapun adanyaperbedaan bentuk pada beberapa aksara, hal inidikarenakan perbedaan yang bersifat individu(karakter masing-masing penulis) dan tidakmerubah makna/arti yang terkandung dalamaksara tersebut.
Unsur terakhir yang ada dalam kritik eksternadalah bahasa. Dari Prasasti Raja Soritaondiketahui menggunakan bahasa Batak Angkola.Bahasa Batak Angkola adalah salah satu bahasadi daerah Tapanuli bagian Selatan. Bahasa BatakAngkola termasuk bahasa yang mudah dipelajari.Susunan kalimatnya tidak mempersoalkan waktu,langsung diucapkan atau ditulis sesuai dengan
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan54
saat sesuatu perbuatan itu dilakukan. BahasaAngkola digunakan sehari-hari oleh masyarakatyang umumnya tinggal di wilayah Marancar,Angkola Sipirok, Padangbolak/ Padanglawas,dan Barumun-Sosa. Bahasa Angkola dapatdimengerti oleh penduduk di daerah KabupatenMandailing Natal (yang menggunakan bahasaBatak Mandailing), hanya dialek atau logatnya sajayang berbeda. Gaya bahasa dipengaruhilingkungan yang berdekatan dengan daerahmasing-masing. Ragam bahasa Batak Angkolatermasuk banyak, sesuai dengan saat dan waktudimana bahasa itu dipergunakan (Tinggibarani2008: 1-2).
Unsur lain yang digunakan dalammenganalisis prasasti adalah kritik intern. Kritikintern adalah sesuatu yang ada di dalamnya atauyang bertujuan untuk meneliti tingkat kebenaranisi dari sumber data yang dipergunakan. Cakupankritik intern ini meliputi hal-hal yang berkaitandengan isi dari naskah itu sendiri. Dilihat dariisinya, terdapat beberapa hal yang dapat dilihatsebagai berikut :1. raja soritaon man pung na ton (raja soritaon
inilah yang pertama kali datang)Dari prasasti tersebut, disebutkan adanyanama seorang raja yang bernama RajaSoritaon. Penyebutan nama raja dalam hal iniberbeda dengan artian raja-raja yang ada diJawa, yang mana memiliki kekuasaan absolutdengan wilayah yang cukup luas sertabeberapa wilayah jajahannya. Pada etnisBatak, raja diartikan sebagai sebutankehormatan kepada setiap orang yangdisegani (Situmorang 2004: 488). Dariketerangan prasasti di atas, menjelaskanbahwa Raja Soritaon merupakan orang yangpertama kali datang dan membuka huta/kampung di tempat tersebut. Oleh karenabeliau yang pertama kali membuka hutatersebut maka kemudian dia disebut sebagaiseorang raja.
2. i ma halak namora na di padang bujur (dialahorang kaya di padang bujur)Dari keterangan isi prasasti, diketahui adanyapenyebutan sebuah lokasi, yaitu Padang
Bujur. Berkaitan dengan penyebutan lokasitersebut diketahui bahwa lokasi Prasasti RajaSoritaon terletak di makam Batak kuno di DesaPadang Bujur, Kecamatan Padang Bolak Julu,Kabupaten Padang Lawas Utara, SumatraUtara dan masih insitu. Nama Desa PadangBujur sama dengan nama lokasi yangdisebutkan dan kemungkinan penamaantersebut diambil dari isi prasasti tersebut.
3. ha to bang ho __ mo pa na pa pa ngi gad danga ra (raja kampung/yang dituakan dialahyang dapat berbicara memutuskan/ menetap-kan segala persoalan)Dari kalimat tersebut dapat dijelaskan bahwaRaja Soritaon merupakan orang tua yangdihormati dan yang dapat memutuskan segalapersoalan dan keputusannya tidak dapatdiganggu gugat.
4. Pada baris ke 8 dan 9 belum diketahui artinyaSetelah tahap kritik ekstern dan kritik intern
dilalui, maka dapatlah dikatakan bahwa telahmemperoleh data yang lebih lengkap dan dapatdipercaya dari suatu sumber prasasti. Namunmasih ada tahapan berikutnya sebelum tahapanhistoriografi, yaitu interpretasi. Pada tahapinterpretasi prasasti, diharapkan telah munculsuatu bentuk yang cukup lengkap dari analisisprasasti, yaitu prasasti yang telah dialih aksarakanbeserta catatannya kemudian dialih bahasakanserta penjelasan terkait isi prasasti. Dalam prosesalih bahasa sendiri memiliki dua metode, yaitumetode harfiah (mengalih bahasakan apa yangtertulis) dan metode bebas (apabila perlu untukmenjaga kemurnian teks dalam bahasa aslinya)(Soesanti 1997/1998: 180).
Pada tahap interpretasi, unsur-unsur atauformula yang ada pada Prasasti Raja Soritaon,diharapkan dapat memberikan informasimengenai kronologi (waktu), geografi (tempat),biografi (tokoh), dan aspek fungsional (peristiwa)sehingga menghasilkan interpretasi dalam bentuksuatu penjelasan latar belakang sejarah yangberkaitan dengan prasasti itu. Tahap interpretasiini bertujuan untuk menempatkan Prasasti RajaSoritaon ke dalam kronologi sejarah kuno sesuai
Prasasti Raja Soritaon dan Latar Belakang Penulisannya-Churmatin Nasoichah (47-60) 55
dengan masa, tempat, tokoh, dan peristiwa yangdisebutkan.
Terkait dengan kronologi (waktu), Prasasti RajaSoritaon tidak menyebutkan adanya unsurpenanggalan, baik itu nama hari, tanggal, bulanmaupun tahun seperti halnya prasasti-prasastiberaksara Jawa Kuno maupun Melayu Kuno. Padaumumnya, data tertulis baik itu prasasti maupunnaskah beraksara Batak jarang atau bahkan belumditemukan sama sekali yang dituliskan lengkapdengan penyebutan unsur penanggalan.Sebenarnya masyarakat etnis Batak juga telahmengenal adanya unsur penanggalan sepertihalnya di Jawa kuno dan Melayu kuno. MasyarakatBatak mengenal nama-nama 7 hari, tanggal 1sampai tanggal 30 yang masing-masing harinyajuga memiliki nama, bahkan nama paruh terangdan mati terkait dengan peredaran bulan. Umumnya,penggunaan unsur penanggalan tersebut banyakdisebutkan pada pustaha laklak5 untuk melihat danmenjelaskan hari baik, buruk, dan pantangannyaserta porhalaan6 (naskah berbahan bambu) untukpenghitungan harinya.
Namun demikian, meskipun masyarakat etnisBatak sudah memiliki unsur penanggalan, merekatidak pernah menyebutkan adanya angka tahunseperti halnya data tertulis yang ada di Jawa kunoatau Melayu kuno, sehingga memiliki kendaladalam menempatkan kronologi dan sejarah kunoIndonesia.
Meskipun tidak dijumpai angka tahun padaprasasti dan naskah beraksara Batak termasuk jugaPrasasti Raja Soritaon, masih dapat dilihat dariadanya penggunaan aksaranya. Pada awal masasejarah kuno Indonesia, prasasti-prasasti yang adamenggunakan aksara Pallawa dan Siddhamatrka(pre-nagari) dengan bahasa Sansekerta. AksaraPallawa pada perkembangan selanjutnya di dalamprasasti-prasasti yang ditemukan akan menjadiaksara Kawi, Jawa Kuno, Bali Kuno, dan Sunda
Kuno. Bahasa yang dipergunakan prasasti-prasasti sampai dengan awal abad 10 Masehiadalah Melayu Kuno, Jawa Kuno, Bali Kuno, danSunda Kuno. Aksara-aksara lokal yangmerupakan perkembangan dari aksara pasca-pallawa yang muncul kemudian bersamaandengan munculnya kebudayaan Islam (sejakabad 11 Masehi) dipergunakan untuk menuliskanketerangan dengan bahasa daerahnya sesuaidengan daerah kekuasaan para raja (sultan)(Soesanti 1997/1998: 174).
Di Sumatra Utara, aksara Batak mulai dikenalsetelah Hindu-Buddha berkembang di wilayahSumatra Utara pada sekitar abad 11-14 Masehi.Aksara Batak berkembang pesat pada abad 17- awal 20 Masehi, sehingga dapat dimungkinkanbahwa Prasasti Raja Soritaon dibuat pada kisaranabad 17 Masehi. Namun hal ini masih perluadanya penelitian lebih dalam lanjut terkaitpenggunaan aksara Batak untuk mengetahuisecara pasti kronologi waktu tersebut.
Faktor berikutnya dalam tahap interpretasi,adalah geografi wilayah. Dalam isi prasastidisebutkan adanya nama tempat yaitu PadangBujur. Sudah disebutkan pada tahap kritik internterkait lokasi tersebut. Desa Padang Bujurmerupakan huta/kampung lama dimana makamkuno tersebut sebagai bukti adanya pendirianhuta/kampung tersebut.
Dalam perpindahan/ persebaran masyarakatBatak, dari pusat pada umumnya disebabkanadanya perselisihan di antara keluarga/margayang bersangkutan, misalnya masalahpembagian harta warisan (tanah) ataupunmasalah utang piutang. Maka, apabila ditempatbaru dapat diperolehnya sebidang tanahpertanian yang baik terutama untuk persawahandan perkampungan (huta), barulah orang yangbersangkutan berangkat melakukan perpin-dahan bersama-sama dengan beberapa orang
5 merupakan perlengkapan terpenting dari seorang datu, berupa buku dari lembaran kulit kayu yang panjang (laklak, dalam bahasa Batakberarti kulit kayu) dilipat seperti wiru dan diapit dua lempengan kayu yang diikat dengan sepotong tali, atau tali kulit halus (Hasibuan 1985:262)
6 kalender dalam etnis Batak
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan56
kerabatnya dalam perikatan keluarga DalihanNatolu7 (Sangti 1977: 41). Makna yang tersiratdari Dalihan Natolu adalah dasar dari hubungansosial di kalangan etnis Batak yang merupakansimbol hubungan kekerabatan dari kahanggi,anakboru, dan mora. Demikian juga hal nyaapabila salah satu dari hubungan ini tidak hadirdalam sidang adat, mustahil bisa diselesaikanacara adat yang dibicarakan dalam persi-dangan. Hubungan kekerabatan ini terjadikarena adanya hubungan perkawinan.Munculnya Dalihan Natolu ini adalah akibathubungan kekerabatan yang terjadi karenaperkawinan antarmarga (Alam 2013: 11).
Dalam kaitannya dengan Raja Soritaon,sebagai pendiri dari huta Padang Bujur tentunyadalam menempati lokasi tersebut tidak sendirinamun dengan ikatan keluarga Dalihan Natolunya sebagaimana adat Batak. Dari mana asalRaja Soritaon tersebut berasal? Masih harusditelit i lebih dalam lagi, namun menurutketerangan penduduk setempat, Raja Soritaonlah yang menurunkan marga-marga Siregar diDesa Padang Bujur tersebut.
Terkait dengan lokasi makam yang beradadi tempat yang lebih tinggi dari permukimanpenduduk, masyarakat Batak percaya bahwasebelum Islam dan Kristen masuk dan menjadiagama masyarakat Batak, alam ini terbagi atastiga bagian (banua), yaitu: Banua Parginjang(dunia atas), Banua Tonga (dunia tengah) danBanua Partoru (dunia bawah). Ketiga duniatersebut dapat dilihat dalam setting kehidupanmasyarakat Batak baik dalam skala mikro(rumah) maupun dalam skala makro (lingkungansosial). Begitu juga dengan letak elemen-elemen lain yang terdapat di huta-huta indukjuga sesuai dengan kepercayaan dan konsepbanua. Sungai berada dalam zona banuaparginjang atau dunia atas. Letak bagas godangatau rumah raja pada lingkungan alaman bolakselalu diupayakan berdekatan dengan zonaparginjang. Letak alaman bolak terhadapkampung secara keseluruhan terdapat di
daerah tonga. Makam sebagai tempatbersemayamnya orang-orang yang sudahmeninggal selalu diletakkan di lokasi yang jauh darisungai, karena sungai dianggap sebagai tempatyang suci dan sumber kehidupan yang berada dibanua parginjang. Walaupun dianggap sebagaisesuatu yang harus dijauhkan dari sumberkehidupan, tetapi letak makam selalu berada didaerah yang tinggi (dolok) dan berada dalam zonabanua partoru atau dunia bawah (Nuraini 2004: 26-83 dalam Susilowati 2012: 121-122). Dari konseptersebut, diketahui bahwa lokasi makam yangberada di bukit yang lokasinya lebih tinggi daripadapemukiman penduduk tetap menunjukkan adanyakonsep kehidupan yang berada di banua partoru(dunia bawah).
Terkait dengan keberadaan makam Batak kunotersebut, batu-batu pipih persegi yang mengelilingitanah gundukan (makam) termasuk juga PrasastiRaja Soritaon, menunjukkan bahwa batu-batutersebut berfungsi sebagai tanda atau peringatanyang menjelaskan tokoh yang disemayamkan dimakam kuno tersebut. Orientasi makam yang tidakmenunjukkan arah utara-selatan menunjukkanbahwa Raja Soritaon belum mengenal atau belummemeluk agama Islam. Kemungkinan masyarakatpada masa itu masih mengenal kepercayaansipalabegu (animisme). Mereka memposisikan datusebagai seorang yang mumpuni untuk dapatmenentukan beberapa hal terkait hal-hal yangbersifat kemasyarakatan (huta/kampung) tentunyadengan bantuan pustaha laklak dan porhalaan, danseorang raja dapat merangkap sebagai datu.
Pada media penulisan Prasasti Raja Soritaonjuga diketahui adanya motif cicak (kadal?) denganposisi kepala yang berlawanan. Dalam budayaBatak, cicak/kadal dikenal dengan sebutanBoraspati ni Tano. Boraspati ni Tano merupakansalah satu unsur kayangan Batak yang sekaligusmelambangkan kemakmuran, kesuburan tanah, dandunia bawah. Ia hampir selalu digambarkan dengankepala yang seolah-olah muncul dari dunia bawahuntuk bergabung dalam dunia tengah. Namanyasendiri diambil dari bahasa Sanskerta, yaitu
7 tiga tungku/kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari 3 hal: Pertama, Somba Marhulahula/semba/hormatkepada keluarga pihak istri. Kedua, Elek Marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita). Ketiga, Manat Mardongan Tubu (bersikaphati-hati kepada teman semarga)
Prasasti Raja Soritaon dan Latar Belakang Penulisannya-Churmatin Nasoichah (47-60) 57
brihaspati yang menunjukkan sifat kedewaannya,karena nama itu dipakai oleh orang India untukmenyebut bintang Yupiter. Boraspati ni Tano jugamerupakan salah satu dari tiga dewa yangbersama dengan Boru Saniang Naga (dewa ularair) dan Debata Idup (dewa rumah) (Hasibuan 1985:243). Hal ini menunjukkan bahwa Raja Soritaondigambarkan sebagai orang yang makmur, danmemiliki kredibilitas di lingkungan tersebut. Halini sesuai dengan isi prasasti yang menyebutkanbahwa Raja Soritaon adalah orang yang kaya danorang tua yang dihormati serta yang dapatmemutuskan segala persoalan, dankeputusannya itu tidak dapat diganggu gugatorang lain.
Faktor berikutnya dalam tahap interpretasiadalah biografi (tokoh). Dalam Prasasti RajaSoritaon disebutkan adanya nama seorang tokohyang bernama Raja Soritaon. Gelar raja yangdisebutkan dalam prasasti tersebut, dalambudaya Batak adalah pemimpin persidangan adatdi dalam suatu huta/kampung/desa atau luat/wilayah. Dalam budaya Batak Angkola terdapatnama Raja Luat dan Raja Pamusuk. Raja Luatadalah raja yang menguasai dan memimpin suatuluat atau wilayah yang luas. Kepada saudara-saudaranya atau kahanggi nya (saudara sepupu)dan atau kepada anakboru nya (yangmempersunting saudara perempuannya atau yangsejajar) diberinya hak tanah dalam wilayahkekuasaannya untuk dibuka dan dirikan suatuhuta/desa baru, kepada mereka inidianugerahkannya kekuasaan untuk memimpinhuta tersebut dan diberi predikat Raja Pamusuk.Raja-raja Pamusuk dalam wilayah tersebut beradadibawah koordinasi Raja Luat. Apabila ada suatusidang yang menyangkut keadatan dalam suatuhuta dan Raja Luat diundang hadir, maka RajaLuat berfungsi dan bertindak dalam kapasitassebagai Raja Panusunan Bulung (Alam 2013: 15).
Dari keterangan tersebut, terdapat duakemungkinan adanya posisi Raja Soritaon,sebagai Raja Luat ataukah Raja Pamusuk. Namunkonteks adanya Raja Luat dan Raja Pamusuk inikental digunakan pada masa Kolonial pada sekitarabad 19 Masehi dan sampai sekarang. Kemung-
kinan Raja Soritaon datang dan menetap di DesaPadang Bujur jauh sebelum masa Kolonial,sehingga penyebutan adanya nama Raja Luatataupun Raja Pamusuk kurang diketahui.Informasi yang ada hanya penyebutan adanyaseseorang yang membuka suatu huta/kampungyang memiliki gelar raja. Dalam isi prasasti, RajaSoritaon digambarkan sebagai orang tua yangdihormati dan dapat memutuskan segalapersoalan serta keputusannya itu tidak dapatdiganggu gugat oleh orang lain. Karakter inilahyang harus dimiliki oleh seorang raja (adat) dalametnis Batak Angkola.
Dalam isi prasasti juga disebutkan bahwa RajaSoritaon adalah ‘orang kaya’ di Padang Bujur.Penyebutan ‘orang kaya’ dalam konteks budayaBatak Angkola diartikan sebagai anakboru daripihak raja dari satu huta yang mengetahui adatistiadat dan juga sebagai pembawa acara adatdan sekaligus dapat bertindak sebagai sekretarisdalam sidang adat (Alam 2013: 17). Dalamkonsep Dalihan Natolu dalam adat Batak bisakemungkinan posisi tersebut terjadi pada RajaSoritaon. Namun apabila dilihat dari konteks isiprasasti, Soritaon dalam hal ini berkedudukansebagai raja, bukan ‘orang kaya’. ‘Orang kaya’dalam hal ini bisa dimaksudkan sebagai orangyang memiliki banyak tanah atau wilayah dandisebut sebagai orang yang memiliki banyakkekayaan.
Faktor berikutnya dalam tahap interpretasiadalah aspek fungsional (peristiwa). Dalammelihat aspek fungsional ini dapat dilihat dari isiprasasti tersebut. Dalam isi prasasti hanyadiketahui adanya gambaran ‘legitimasi’ dariseorang tokoh bernama Raja Soritaon. Hanyasatu informasi yang terkait fungsional, yaitupendirian huta/kampung yang dilakukan oleh RajaSoritaon yang bernama Padang Bujur. Namunkapan peristiwa itu berlangsung dan apa sebabsehingga muncul adanya huta/kampung barutersebut tidak diketahui. Meskipun dalamperpindahan/persebaran masyarakat Batak, daripusat ke sekitarnya umumnya terjadi disebabkanadanya perselisihan di antara keluarga/margayang bersangkutan, namun keterangan tersebutbelum diketahui secara pasti.
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan58
Tahap historiografi dilakukan setelahinterpretasi terhadap Prasasti Raja Soritaonselesai. Pada tahap ini yang dilakukan adalahdengan cara melengkapi data utama dengan databantu lainnya dan melakukan kajian pembandingdengan data-data yang ada, seperti prasasti dannaskah yang sezaman, kemudian digunakanuntuk menyusun suatu kerangka sejarah kunoIndonesia (Soesanti 1997/19978: 172). Padatahap ini Prasasti Raja Soritaon yang sudahditafsirkan maknanya, diintegrasikan dengansumber-sumber tertulis yang sezaman danditempatkan dalam kerangka sejarah Indonesia.
Prasasti Raja Soritaon merupakan prasastiyang berfungsi sebagai penanda makam ataudalam Islam disebut batu nisan. Sama hal nyadengan Prasasti Sutan Nasinok yang lokasinyatidak jauh dari lokasi Prasasti Raja Soritaon (masihdalam satu kecamatan) juga berfungsi sebagaipenanda makam. Bentuk-bentuk makam kunoyang berupa tanah gundukan yang pinggirannyadiapit batu-batu pipih ini menjadi ciri khas bentukmakam Batak kuno yang ada di wilayahKabupaten Padang Lawas Utara (Batak Angkola).Berbeda hal nya dengan bentuk-bentuk makamBatak kuno yang ada di Batak Toba. Umumnyamakam kuno di Batak Toba berupa sarkofagus(peti kubur). Di Batak Angkola (Sipirok) dijumpaijuga model kubur kuno yang berupa peti kuburyang diletakkan di atas tanah. Di wilayah BatakMandailing, makam Batak kuno berupa gundukanjuga (sama dengan Batak Angkola) namundibatasi dengan batu-batu alam berukuran sedangdan kecil.
Terkait isi prasasti, umumnya prasasti-prasastiberaksara Batak tidak menyebutkan angka tahunsehingga mengalami kesulitan dalam penempatansejarah kuno Indonesia. Dari segi isinya, baikprasasti yang beraksara Batak maupun prasastiyang beraksara Melayu Kuno (mirip dengan JawaKuno) sangat jauh berbeda dengan penulisanprasasti-prasasti yang ada di Jawa Kuno.Umumnya prasasti-prasasti di Sumatra Utara berisimantra, tetapi umumnya penyebutan adanyanama tokoh. Meskipun disebutkan adanya namatokoh, tetapi bukan merupakan tokoh besarseperti nama-nama raja yang ada di Jawa. Tokoh-
tokoh tersebut memang memiliki peranan yangpenting di suatu wilayah, misalnya sebagai rajahuta, datu, tokoh penting dalam pendirian candiataupun lainnya. Namun demikian, dapatmenunjukkan bahwa dalam sejarah kunoIndonesia, tidak hanya berupa raja-raja besar danmemiliki wilayah luas saja yang ada, terdapat raja-raja yang bersifat adat dan kewilayahan jugamemunculkan adanya keberagaman budayaIndonesia. Pengaruh-pengaruh asing misalnyaIndia juga tidak hanya diketahui dari kerajaan-kerajaan besar saja namun juga didapatkan daribeberapa wilayah/kampung di tanah Batak.
PENUTUP
Dari hasil analisis yang dilakukan adapungambaran dari Prasasti Raja Soritaon adalahsebagai berikut:1. Prasasti ini dituliskan pada media batu yang
berfungsi untuk menandai suatu tempat,misalnya makam kuno.
2. Prasasti ini memiliki bentuk pipih persegipanjang yang mana bentuk tersebut jugadijumpai pada makam-makam kuno lainnya diwilayah Padang Lawas Utara.
3. Teknik pembuatan prasasti dilakukan dengandipahat. Dalam pengerjaannya, terlihat bahwa‘si pembuat’ prasasti kurang rapi, kurangberhati-hati, dan tidak memiliki aturan baku.
4. Prasasti ini dituliskan dengan menggunakanaksara Batak Angkola yang merupakan turunandari aksara Pallawa.
5. Prasasti ini ditulis dengan bahasa BatakAngkola yang merupakan bahasa dari rumpunselatan selain juga bahasa Batak Mandailingdan Batak Toba.
6. Dilihat dari isi prasasti, terdapat beberapa halyang dapat diketahui, yaitu adanya nama tokohbernama Raja Soritaon, adanya penyebutannama tempat, yaitu Padang Bujur, danlegitimasi dari tokoh Raja Soritaon tersebut.Adapun yang melatar belakangi penulisan
Prasasti Raja Soritaon adalah adanya makamBatak kuno yang merupakan makam dari seorangpendiri huta/kampung yang bernama RajaSoritaon. Prasasti tersebut dibuat sebagai
Prasasti Raja Soritaon dan Latar Belakang Penulisannya-Churmatin Nasoichah (47-60) 59
penanda makam dari seorang yang bernama RajaSoritaon. Raja Soritaon digambarkan sebagaisosok orang kaya, pendiri kampung PadangBujur, orang yang dituakan dan dihormati, sertaorang yang dapat memutuskan segalapermasalahan tanpa bisa diganggu gugat.
Akhirnya, ucapan terima kasih sayasampaikan kepada pihak-pihak yang telah
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Sutan Tinggibarani Perkasa dan ZainalEfendi Hasibuan. 2013. Adat Budaya BatakAngkola. Menyelusuri Perjalanan Masa.Padangsidimpuan: -
Boechari. 2012. Melacak Sejarah Kuno IndonesiaLewat Prasasti. Jakarta: KepustakaanPopuler Gramedia.
Damais, Louis-Charles. 1995. Epigrafi dan SejarahNusantara. Pilihan Karangan Louis-CharlesDamais. Jakarta: Pusat Penelitian ArkeologiNasional dan Ecole Francaise d’Extreme-Orient.
Gottschalk, Louis. 1969. Mengerti Sejarah:Pengantar Metode Sejarah NugrohoNotosusanto (penerjemah). Jakarta:Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Hasibuan, Hamaludin S. 1985. Art Et Culture/SeniBudaya Batak. Jakarta: PT. JayakartaAgung Offset.
Kozok, Uli. 2009. Surat Batak. SejarahPerkembangan Tulisan Batak BerikutPedoman Menulis Aksara Batak dan CapSi Singamangaraja XII. Jakarta: EFEO danKepustakaan Populer Gramedia.
Montana, Suwedi. 1990. “Tradisi Kematian SetelahAgama Islam di Indonesia”. Hlm. 197-221dalam Proceedings Analisis Hasil PenelitianArkeologi I. Religi Dalam Kaitannya DenganKematian Jilid II. Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebudayaan.
Nasoichah, Churmatin. 2007. “Prasasti Mruwak1108 Saka (1186 Masehi)”. Skripsi. Depok:Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,Universitas Indonesia.
Nasoichah, Churmatin, Nenggih Susilowati,Repelita W. Oetomo. 2016.”PenelitianPrasasti dan Naskah Beraksara BatakBeserta Budaya Pendukungnya (Sub-etnisBatak Angkola-Mandailing di KabupatenPadang Lawas Utara, Sumatra Utara)”.Laporan Penelitian Arkeologi. Medan: BalaiArkeologi Sumatra Utara.
Prasojo, Tjahyono. 1993/1994. “Kecenderungan,Arah dan Prospek Studi Paleografi Klasikdi Indonesia”. Hlm. 47-65 dalam PertemuanIlmiah Arkeologi VI. Jakarta: PusatPenelitian Arkeologi Nasional.
Sangti, Batara (Ompu Buntilan). 1977. SejarahBatak. Bona Pasogit: -
Setianingsih, Rita Margaretha, Ery Soedewo, DeniSutrisna, Suruhen Purba. 2003. “Prasastidan Bentuk Pertulisan Lain di Wilayah KerjaBalai Arkeologi Medan”. Berita PenelitianArkeologi Balai Arkeologi Medan 10: 1-63.
Situmorang, Sitor. 2004. Toba Na Sae (SejarahLembaga Sosial Politik Abad XIII-XX).Jakarta: Komunitas Bambu.
Soesanti, Ninie. 1997/1998. “Analisis Prasasti”Hlm. 171-182 dalam Pertemuan IlmiahArkeologi VII, Jilid I. Jakarta: Proyek
membantu menyelesaikan penulisan artikel ini.Tim penelitian Prasasti dan Naskah besertabudaya pendukungnya tahun 2016 Balai ArkeologiSumatra Utara, serta saudara Briska Sitanggang,Bapak Nasution dan Bapak Simanungkalit yangtelah membantu dalam proses penterjemahandan penafsiran kalimatnya.
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan60
Penelitian Arkeologi Indonesia, PusatPenelitian Arkeologi Indonesia.
Susilowati, Nenggih. 2012. “Sisa Tradisi MegalitikPada Budaya Materiil Masyarakat
Mandailing”. Berkala Arkeologi SangkhakalaXV (1 ): 119-143
Tinggibarani, Sutan. 2008. Bahasa Angkola.Padangsidimpuan: (belum diterbitkan).