prediksi frekuensi alami ruang akustik karoseri tanpa … media teknika vol 8... · salah satu...
TRANSCRIPT
Prediksi Frekuensi Alami Ruang Akustik Karoseri Tanpa Peredam
Greg. Heliarko SJ Jurusan Mekatronika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Kampus III, Paingan, Maguwoharjo, Sleman [email protected]
Abstract
Room Acoustic of a passenger car is one of the most important thing that vehicle designers are striving to improve as much as possible since it determines the passenger’s satisfaction. The low frequencies and their interferences with those of the interior panels produce most of the noise and uncomfortable frequencies. A good modelling of room acoustics provides a great help for the designers. Combined with a good calculation method, a good modelling waives a lot of trial and error that normally designers have to go through. Variational Formulation and Finite Element Method provide a simple approach to solve the problem of predicting of natural frequencies. Using Jacobi Iteration Method, the predicted natural frequencies and their frequency patterns can be determined. Applying the method to a simple room acoustics gives good results compared to those of classical method. Keywords: room acoustics, natural frequencies, variational formulation, finite element method
1. Pendahuluan Perkembangan teknologi otomotif mengarah pada pemenuhan tuntutan konsumen akan kenyamanan, sehingga banyak memberikan perhatian pada bidang akustik dari ruang kendaraan. Semakin rendah kebisingan, semakin tinggi tingkat kenyamanan. Pada kenyataannya, kebisingan frekuensi rendah dalam kendaraan secara umum tercatat bertambah dengan 15 - 20 dB dalam beberapa dekade terakhir ini akibat ukuran berat kendaraan yang semakin ringan [1]. Hal ini sesuai dengan usaha dari industri karoseri untuk memproduksi mobil dengan tingkat polusi dan konsumsi bahan bakar yang rendah.
Frekuensi kebisingan pada ruang kendaraan merentang dari range frekuensi di bawah 0,1 Hz sampai di atas 100 Hz. Rentangan frekuensi itu akan memanjang sampai jauh lebih tinggi seandainya sumber dari angin saat mobil bergerak juga diperhitungkan. Namun energi kebisingan yang khas pada mobil paling banyak terdeteksi pada frekuensi di bawah 125 Hz. Dalam beberapa kasus, kebisingan pada frekuensi rendah menjadi perhatian utama karena adanya interaksi antara mode-mode akustik frekuensi rendah dengan mode-mode struktur bodi [2]. S.K.Jha mengidentifikasi sumber-sumber utama dari kebisingan kendaraan yaitu: 1) mesin, sistem transmisi dan asesoris; 2) eksitasi jalan, 3) eksitasi aerodinamis Salah satu obyek analisa struktur adalah road noise, yang disebabkan oleh vibrasi kekerasan jalan dan pengaruh beberapa sebab seperti komponen ban, suspensi, rangka, bodi dan sistem akustik. Apapun sumber eksitasi, spektrum kebisingan sangat dipengaruhi oleh karateristik vibrasi bodi mobil. Penelitian di dalam laboratorium menunjukkan bahwa bodi kosong bila dieksitasi secara mekanis menghasilkan banyak resonansi akibat mode-mode vibrasi struktur yang kompleks. Kebanyakan resonansi yang kuat terjadi di bawah 100 Hz, sedangkan di atas 180 Hz puncak-puncak resonansi berkurang dan menghalus [3].
Dari penelitian S.K. Jha, kebisingan pada kendaraan akan bertambah kurang lebih 5 dB pada setiap penambahan kecepatan menjadi dua kalinya (Gambar 1). Namun dengan desain struktur yang baik, kebisingan dalam ruang kendaraan dapat cukup banyak dikurangi.
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
Gambar 1. Kebisingan sebagai fungsi kecepatan
1.1 Model Ruang Kendaraan Dari beberapa penelitian ditunjukkan adanya hubungan yang erat antara gerakan panel-panel dengan kebisingan yang terukur. Kebisingan diduga telah diperkuat oleh resonansi ruang kendaraan. Pemasangan bahan absorbsi untuk mengontrol kebisingan frekuensi rendah banyak mengurangi luas kendaraan, maka penyelesaian praktisnya dilakukan dengan memodifikasi struktur kendaraan. Karena ruang kendaraan berbentuk tak tentu, maka frekuensi resonansi dan modenya tidak dapat dicari dengan rumus-rumus sederhana seperti yang digunakan untuk menghitung frekuensi dan mode dari tabung yang lurus. Persoalan ini dapat diatasi dengan menggunakan metode finit elemen (elemen hingga).
Variasi tekanan arah melintang terhadap bodi relatif dapat diabaikan sehingga analisa dua dimensi dapat digunakan dengan penyimpangan yang cukup kecil [2] (Gambar 2). Dari perbedaan kondisi batas, maka dapat dibedakan 2 model ruang kendaraan yang tergantung dari dinding ruang itu, yaitu mode untuk dinding ruang rigid dan mode untuk dinding ruang fleksibel. 1.1.1 Mode Untuk Dinding Ruang Rigid Untuk dinding ruang yang rigid tanpa redaman, permukaannya refleksif sehingga komponen percepatan normal ü = 0 [2]. Penyelesaian frekuensi alaminya dapat dianalisa dengan menggunakan routine eigenvalue real. Untuk mode ini, yang diperlukan hanya geometri dari ruang kendaraan. Mode yang pertama rata-rata terjadi di antara 40 - 80 Hz. Adanya kursi-kursi pada ruang kendaraan akan menyebabkan turunnya frekuensi resonansi.
38
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
Gambar 2. Perbandingan hasil pengukuran SPL ruang kendaraan
pada tiga posisi lateral: kiri, tengah, kanan
Gambar 3. Tingkat Tekanan Suara (Sound Pressure Level) beberapa
Frekuensi untuk Level Kekerasan yang sama
39
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
Beberapa alasan untuk menjelaskan hal ini: 1. Frekuensi alami turun akibat bertambahnya panjang efektif ruang akibat adanya kursi. 2. Pendapat lain menganggap ruang kendaraan terdiri dari 2 ruang, salah satunya Helmholtz Resonator dan karena area orifice berkurang banyak sewaktu kursi dipasang, maka frekuensi alami turun. 1.1.2 Mode untuk Dinding Ruang Fleksibel Dalam ruang akustik tertutup seperti ruang kendaraan, dinding ruang biasanya fleksibel. Dan kondisi batas yang fleksibel ini dapat merubah frekuensi mode-mode akustik dan menggeser garis-garis nodal. Hal ini cukup menarik karena perubahan kecil dari frekuensi ruang dapat menghasilkan perubahan penting dari keseluruhan respon suara akibat perbedaan kopling terhadap sistem struktur. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 3 yang memperlihatkan penambahan tailgate yang telah menurunkan frekuensi resonansi pertama dari 47 Hz menjadi 23 Hz.
Tulisan ini selanjutnya akan membahas akustik ruang untuk menentukan eigenfrekuensi yaitu eigenvalue dan eigenvector suatu kendaraan atau karoseri yang belum diberi peredam. Adapun metode yang dipakai adalah metode finit elemen dua dimensi yang diterapkan pada suatu ruang dengan dinding rigid.
2. Tinjauan Pustaka 2.1. Persamaan Umum Gelombang 2 Dimensi
Untuk menjabarkan persamaan gelombang secara umum diperlukan kombinasi 3 persamaan dasar fluida, yaitu [4]:
1) persamaan kontinuitas; 2) persamaan dari sifat-sifat elastis fluida; 3) persamaan kesetimbangan gaya elemen. Asumsi-asumsi yang diterapkan adalah: a) prosesnya adiabatis; b) perubahan masa jenis lokal kecil; c) pergeseran dan kecepatan partikel fluida kecil.
Gambar 4 menunjukkan sebuah partikel fluida dengan koordinat kesetimbangan x dan y. Secara umum, partikel ini dapat bergerak ke sebarang arah dan pergeserannya dapat dinyatakan dengan vektor d dengan komponen-komponen ξ dan η pada arah x dan y. Vektor kecepatan partikel q = δd/δt dengan komponen u = δξ / δ dan v = δη / δt (1) Semua besaran ini merupakan fungsi x, y, dan t Bila elemen luasan segiempat mengalami pergeseran sejajar sumbu, maka luasan elemen
menjadi: dx dy ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +
yx δδη
δδξ 11 (2)
Bila kondensasi pada suatu titik didefinisikan sebagai s = o
o
ρρρ −
atau )1( so += ρρ (3) dengan : s = kondensasi pada suatu titik ρ = masa jenis sesaat pada suatu titik ρo = masa jenis pada keadaan setimbang suatu titik maka dari hukum kekekalan masa yang dapat diterapkan pada luasan dxdy dengan tebal satu
satuan diperoleh: ρ dx dy 1 oyx
ρδδη
δδξ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ + 11 dx dy 1 (4)
40
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
η dx dy ξ
Gambar 4. Model partikel fluida Dengan memasukkan persamaan (3) pada (4) diperoleh:
)1( so +ρ dx dy 1 oyx
ρδδη
δδξ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ + 11 dx dy 1 atau (1+s) 111 =⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +
yx δδη
δδξ
(5)
Dengan menganggap perubahan masa jenis dan pergeseran partikel kecil, maka hasil perkalian diferensial parsial terhadap diferesial parsial dan diferensial parsial terhadap s dapat diabaikan
sehingga diperoleh persamaan: s = - ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
yx δδη
δδξ (6)
Proses adiabatik dapat ditulis [4]: P = P ( ρ ) dan diferensialnya: dP = od
dP⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ρ
ρd (7)
Untuk perubahan kecil dalam gelombang akustik, pertambahan tekanan yang kecil dP dapat
ditulis P dan dP digantikan soρ (3) sehingga diperoleh: P = sddP
oo
ρρ ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (8)
Bila c = 2
oddP
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ρ
maka P = (9) sco2ρ
atau dengan memasukkan persamaan (5) diperoleh:
P = - ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
yxco δ
δηδδξρ 2 (10)
Dari persamaan kesetimbangan gaya arah sumbu x dapat dijabarkan:
−= PdFx xPdx
xPP
δδ
δδ
−=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ + dx S (11)
S = penampang elemen arah sumbu x Gaya itu akan mengakibatkan percepatan pada masa luasan elemen ( Sdxo )ρ mengikuti
persamaan: 2
2
dtSdxdF ox
ξδρ= (12)
Dengan mengeliminasi dari persamaan (5) maka diperoleh persamaan: xdF
2
2
txP
o δξδρ
δδ
=− dan juga 2
2
0 tyP
δηδρ
δδ
=− (13)
Bila persamaan (5) dideferensial-partialkan terhadap x dan y dan kemudian digabungkan, maka diperoleh:
y
x
41
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−
yxtyP
xP
o δδη
δδξ
δδρ
δδ
δδ
2
2
2
2
2
2
(14)
Dengan membandingkan persamaan (10) dan persamaan (14), maka diperoleh:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=+ 2
2
2
22
2
2
2
2
yxc
tt δηδ
δξδ
δηδ
δξδ atau 2
2
2
ctP
=δδ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+ 2
2
2
2
yP
xP
δδ
δδ (15)
Bila diambil ekspresi P: P = A , maka tje ω tjAej
tP ωω
δδ
= dan P
tP 22
2
ωδδ
−= (16)
dengan =ω kecepatan sudut Dengan memasukkan persamaan (16) pada persamaan (14) maka diperoleh:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=− 2
2
2
222
yP
xPcP
δδ
δδω atau 02
2
2
2
2
2
=++cy
PxP ω
δδ
δδ (17)
yaitu persamaan diferensial gelombang 2 dimensi. 2.2. Formulasi Variational
Dalam formulasi klasik variational, persoalannya adalah untuk mendapatkan fungsi yang tidak diketahui atau fungsi yang membuat ekstrim (maksimal, minimal) atau membuat stationer kondisi batas yang diberikan seperti dalam formulasi diferensial biasa [5]. Untuk mencapai perumusan finit elemen, persamaan diferensial (17) harus diubah ke dalam bentuk variational. Pengubahan dilakukan dengan mengalikan persamaan diferensial tersebut pada suatu test function dan kemudian dilakukan pendiferensialan antara test function dan variabel tak bebasnya. Maka persamaan (17) menjadi:[6]
∫Ω ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
E cP
yP
yxP
xv 2
2
0 ωδδ
δδ
δδ
δδ (18)
Dengan mengambil bentuk:
1FxP
=δδ dan 2F
yP
=δδ (19)
maka berlaku persamaan diferensial parsial:
( ) 111 FxvvF
xF
xv
δδ
δδ
δδ
−= ; ( ) 222 FyvvF
yF
yv
δδ
δδ
δδ
−= (20)
Dari teori gradien (divergence) diperoleh persamaan:
( ) ∫∫ ΠΩ=
eedSnvFdxdyvF
x x11δδ ; ( ) ∫∫ ΠΩ
=ee
dSnvFdxdyvFx x22δ
δ (21)
Maka bentuk variational (18) menjadi:
∫Ω ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
e cv
yP
yv
yPv
yxP
xv
xPv
x 2
2
0 ωδδ
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
(22)
atau ∫∫ ∏Ω+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−−=
eedSvqdxdyvP
cyP
yv
xP
xv
n2
2
0 ωδδ
δδ
δδ
δδ (23)
dengan yPn
xPnq yxn δ
δδδ
+=
42
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
Persamaan (23) adalah bentuk variational dari persamaan (18) 2.3. Formulasi Finit Elemen Persamaan (23) menunjukkan bahwa aproksimasi yang dipilih untuk P paling tidak
harus bilinier dalam x dan y sehingga dua suku pertama dalam persamaan tersebut dan tidak sama dengan nol [6]. Untuk P dipilih sedemikian rupa sehingga:
nq
(24) ∑=
=n
jjjPP
1ψ
dengan: jP = harga P pada ( jj yx , )
Jψ = fungsi interpolasi dengan sifat ijjji yx δψ =),( untuk = 1,2,…n ji,
11
=∑=
n
jiω
Substitusi pada P dan ∑=
=n
jjjPP
1ψ iψ pada v akan memberikan:
∫∑ ∫ Π=
Ω−
⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−−=
eedSqPdxdy
cyyxx ni
n
jjji
jiji ψωψψδ
δψδ
δψδ
δψδ
δψ
12
2
0 (25)
atau (26) ei
n
j
ej
eij FPK =∑
=1
dengan dxdycyyxx
Ke ji
jijieij ∫Ω ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−−= ψψω
δδψ
δδψ
δδψ
δδψ
2
2
∫Π=
edSqF ni
ei ψ (27)
2.4. Fungsi Interpolasi Sebagai fungsi interpolasi dipilih elemen segitiga dengan tiga nodal, yaitu [5]: dan yx cccyxP 321),( ++= 3,2,1,)( ==+ iPyxP iii (28) Dalam hal ini adalah koordinat global dari segitiga dengan arah penomoran berlawan arah jarum jam.
3,2,1,)( ==+ iPyxP iii
Konstanta dan di atas dicari dengan: ic iP ( ) 13121111 , ycxccyxPP ++== ( ) 23221222 , ycxccyxPP ++== (29) ( ) 33321333 , ycxccyxPP ++== Dalam bentuk matriks:
(30) ⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧
⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧=
⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧
3
2
1
33
22
11
3
2
1
111
ccc
yxyxyx
PPP
sehingga didapat:
43
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
( ))1221331132233211 ()()(21 yxyxPyxyxPyxyxPA
c −+−+−=
( ))()()(21
2131323212 yyPyyPyyPA
c −+−+−=
( )()()(21
1233123213 xxPxxPxxPA
c −+−+−= ) (31)
)()()(2 122131132332 yxyxyxyxyxyxA −+−+−= , A = luas segitiga, (32) Dengan memasukkan persamaan (31) ke dalam persamaan (28) didapatkan:
∑=
=++=3
1332211 ),(),(),(),(
i
eiiPyxPyxPyxPyxp ψψψψ (33)
dengan:
)(21 yxA iii
ei γβαψ ++= , (34) 3,2,1=i
ikkji yxyx −=α ; kji yy −=β ; jki xx −=γ (35) Dari persamaan di atas ini dapat kita peroleh:
Axii
2β
δδψ
= dan Ayii
2γ
δδψ
= (36)
Dengan memasukkan persamaan (36) ke dalam persamaan (27) maka:
44 344 21444 3444 21444 3444 21III
ji
II
ji
I
jieij eee
dxdyc
dxdyyy
dxdyxx
K ∫∫∫ ΩΩΩ+−−= ψψω
δδψ
δδψ
δδψ
δδψ
2
2
(37)
Bila koordinat-koordinat dari luasan diketahui, maka dimungkinkan untuk menggunakan Rumus Integrasi Sederhana (Simple Integration Formula) untuk menentukan suatu integral [5]
∫ +++= AdAkji 2
)2(!!!
γβαγβαψψψ γβα (38)
Untuk suku I dan II dari (37) diperoleh: 0=== γβα (39) sehingga, suku I dan suku II menjadi:
AA
AI ji
222
)2000(!0!.0!.0 ββ+++
−= =A
ji
4ββ
− = ))((41
ikkj yyyyA
−−− (40)
AA
AII ji
222
)2000(!0!.0!.0 γγ+++
−= =A
ji
4γγ
− = ))((41
kijk xxxxA
−−− (41)
Untuk suku III diperoleh: 1== βα dan 0=γ (42)
sehingga: Ac
III 2)2011(
!0!.1!.12
2
+++=
ω = Ac 2
2
121 ω (43)
Bila ji ψψ = maka dan 2. iji ψψψ = 2=α , 0== γβ , sehingga
Ac
III 2)2002(
!0!.0!.22 +++
=ω = A
c 2
2
61 ω atau )1(
12 2
2
ijcAIII δω
+= (44)
44
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
dengan harga 1=ijδ jika ji = dan 0=ijδ jika ji =/
Dari persamaan (27), dengan harga ∫Π=
edSqF nii ψ
yPn
xPnq yxn δ
δδδ
+=
Dan dari persamaan (13) diketahui bahwa: utx
Poo &&ρ
δδξρ
δδ
==− 2
2
(45)
Untuk dinding rigid , sehingga: (46) 0=u&& ∫Π=−=
edSuF oii 0&&ρψ
Dan persamaan (26) menjadi: (47) ∑=
=n
j
ej
eij PK
10
Dalam hal ini K ij + M , dengan harga =ijK ij
K ))((41))((
41
kijkikkjij xxxxA
yyyyA
−−−−−−= ; M )1(12 ijijA δλ += , λ adalah 2
2
cω (48)
Bila bentuk diubah menjadi: K λφ = Mφ (49)
maka K { }))(())((41
kijkikkje
ij xxxxyyyyA
−−+−−= dan M )1(12 ij
eij
A δ+= (50)
Selanjutnya persamaan ini diterapkan pada elemen-elemen fungsi interpolasi, yang dibahas dalam bagian penyelesaian finit elemen. 2.5 Penyelesaian Finit Elemen 2.5.1 Penggabungan Elemen Persamaan (50) di atas sudah dapat digunakan untuk memulai perhitungan analisis dengan metode finit elemen, dengan menerapkannya pada masing-masing titik pada elemen segitiga interpolasi berurutan dengan arah berlawanan arah jarum jam. Matrik kekakuan dan matrik masa masing-masing elemen dapat diperoleh dengan memasukkan harga koordinat titik-titik sudut elemen segitiga pada persamaan (50) secara siklis. Setelah masing-masing matrik kekakuan dan matrik masa diperoleh, dilanjutkan dengan menggabungkan masing-masing matrik tersebut ke dalam matrik kekakuan global dan matrik masa global. Akhirnya diperoleh persamaan matrik global [ ][ ] [ ][ ]φλφ MK = (51) Kedua proses ini lebih mudah dilihat dengan contoh di bawah ini: Dari Gambar 5 di bawah diperoleh: Elemen 1: Untuk luasan, titik i,j,k-nya adalah titik 1,3,2 global.
2A= )..()..()..( 133121123223 yxyxyxyxyxyx −+−+− (52)
Untuk , , titik i=1, j=3, k=2 global sehingga: )1(11K )1(
13K
[ ]232
223
)1(11 )()(
41 xxyyA
K −+−= ; [ ]))(())((41
21121223)1(
13 xxxxyyyyA
K −−+−−= (53)
Untuk , maka titik i=3, j=2, k=1 global, sehingga: )1(33K )1(
32K
[ ]221
212
)1(33 )()(
41 xxyyA
K −+−= ; [ ]))(())((41
13213112)1(
32 xxxxyyyyA
K −−+−−= (54)
Untuk maka titik i=2, j=1, k=3 global sehingga: )1(21
)1(22 , KK
45
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
[ ]213
231
)1(22 )()(
41 xxyyA
K −+−= ; [ ]))(())((41
32132331)1(
21 xxxxyyyyA
K −−+−−= (55)
2 5
3 3 2 6 3
1 5 1 1 2 1 1 2 6 1 33 1 1 3 2 4 3 2 2 3 2
4 7 Gambar 5. Penggabungan Elemen
Dalam hal ini matrik kekakuan adalah matrik simetri sehingga:
)1(13
)1(31
)1(32
)1(23
)1(21
)1(12 ,, KKKKKK ===
Untuk matrik masa elemen 1 diperoleh:
6)11(
12`)1(
33)1(
22)1(
11AAMMM =+=== ;
12)1(
31)1(
23)1(
12AMMM === (56)
Matrik masa elemen juga simetris sehingga: )1(
13)1(
31)1(
32)1(
23)1(
21)1(
12 ,, MMMMMM === Dengan cara yang sama maka elemen dari matrik kekakuan dan matrik masa elemen segitiga yang lain dapat diperoleh.
Proses selanjutnya adalah penggabungan matrik kekakuan elemen dan matrik masa elemen menjadi matrik kekakuan global dan matrik masa global. Penggabungan ini dapat terlihat jelas dengan melihat Gambar 5 di atas. Matrik kekakuan global diperoleh:
)2(11
)1(1111 KKK +=
)1(1312 KK =
)2(13
)1(1213 KKK +=
)6(11
)5(11
)4(11
311
)2(33
)1(2233 KKKKKKK +++++=
)6(13
)23(2323 KKK +=
)6(33
)1(3322 KKK += (57)
Demikian dan seterusnya sehingga seluruh elemen matrik kekakuan global diperoleh. Matrik masa global diperoleh dengan cara yang sama:
)2(11
)1(1111 MMM +=
)1(1312 MM =
)2(13
)1(1213 MMM +=
)6(11
)5(11
)4(11
)3(11
)2(33
)1(2233 MMMMMMM +++++=
)6(13
)1(2332 MMM +=
46
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
)6(33
)1(3322 MMM += (58)
Demikian dan seterusnya sehingga seluruh elemen matrik masa global diperoleh. Akhirnya dapat kita peroleh persamaan matrik (51) yaitu dengan bentuk:
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
nnnnnn M
MMMMMM
MMM
K
KKKKKK
KKK
φ
φφφφ
λ
φ
φφφφ
4
3
2
1
44
3433
242322
131211
4
3
2
1
44
3433
242322
131211
...
...
... (59)
2.5.2 Penyelesaian Persamaan Matrik
Persoalan utama eigen (eigenproblem) adalah penyelesaian persamaan matrik (59) di atas. Penyelesaian ini tidak lain adalah penyelesaian sebuah polinomial dengan orde sama dengan orde matrik kekakuan. Polinomial dengan orde 4 ke atas tidak mempunyai penyelesaian secara eksplisit untuk memperoleh akar-akarnya, karena harus digunakan metode iterasi. Untuk penyelesaian persoalan ini dipilih Metode Transformasi. Dasar Metode Transformasi adalah mereduksi matrik K dan M menjadi matrik diagonal dengan melakukan prakali dan paskakali matrik dan Pk terhadap K dan M berulang-ulang. Salah satu penggunaan Metode Transformasi adalah Metode Iterasi Jacobi [7]. Metode Jacobi yang menggunakan matrik rotasi konvensional untuk mereduksi matrik K menjadi matrik diagonal hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan eigen standard, yaitu
TPk
λφφ =K dengan M=1. Penyelesaian persamaan λφφ =K dengan IM ± harus menggunakan metode Jacobi yang sudah digeneralisasi, yang akan mereduksi
langsung matrik K dan M menjadi matrik diagonal. Dalam Metode Iterasi Jacobi yang digeneralisasi digunakan matrik Pk (61). Konstanta
α dan γ dipilih sedemikian sehingga merubah elemen (i,j) dalam matrik Kk dan Mk menjadi nol secara bersamaan. Karena itu harga α dan γ adalah fungsi dari elemen
. Superskrip menunjuk pada iterasi ke k. Perkalian
dan dengan memasukkan kondisi dan yang akan menjadi nol menghasilkan persamaan:
)()()()()()( ,,,,, kjj
kii
kij
kjj
kii
kij mmmkkk )(k
PkKkPk T .. PkMkPk T .. )1( +kijk )1( +k
ijm
0)1( )()()( =+++ kjj
kij
kii kkk γαγα dan (60) 0)1( )()()( =+++ k
jjk
ijk
ii mmm γαγα
47
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
kolom ke-i ke-j
(61)
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
1.
.......1......1
::.::.::1
γα
Pk
.jkeike
baris
−−
Secara umum, untuk penyelesaian α dan γ digunakan:
⎪⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪
⎬
⎫
−=
−=
−=
)()()()()(
)()()()()(
)()()()()(
kii
kjj
kjj
kii
k
kij
kjj
kij
kjj
kjj
kij
kii
kij
kii
kii
mkmkk
kmmkk
kmmkk
(62)
dan x
k kii
)(
=γ ; x
k kjj
)(
=α
dengan harga x: )()()(
)()(
2)()(
2k
jjk
ii
kk
kii kkkksign
kx ++= (63)
Konvergensi tercapai bila:
sl
i
li
li 10
21
)1(
)()1(
≤⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡ −+
+
λλλ
; dan sl
jjl
ii
lij
mm
m −++
+
≤⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡10
)( 21
)1()1(
2)1(
(64)
untuk semua harga i dan j dengan harga ji⟨ . Harga adalah toleransi konvergensi. Harga s biasa diambil 12.
s−10
2.6 Perhitungan Frekuensi Alami Secara Klasik
Dasar penjabaran metode klasik adalah persamaan Helmholtz Untuk bentuk ruang yang teratur, perhitungan frekuensi alami bisa dilakukan dengan menggunakan persamaan eksak yang menghasilkan persamaan frekuensi untuk mode-mode normal dua dimensi berikut [4]:
2/122
2 ⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
y
y
x
x
ln
lncf (65)
48
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
3 Hasil Perhitungan
Cara yang sederhana untuk menguji ketepatan perhitungan frekuensi alami dengan metode finit elemen ini adalah dengan melakukan perbandingan dengan perhitungan secara klasik. Karena metode klasik membutuhkan sebuah ruang yang teratur, dalam penelitian ini diambil suatu ruang segiempat dengan dinding rigid dan dimensi x . Perbandingan antara penggunaan rumus (65) ini dengan metode finit elemen yang diterapkan pada ruang segiempat adalah sebagai berikut:
xl yl
Tabel 1. Perbandingan Rumus Eksak dan Metode Finit Elemen
Kecepatan suara 343 m/dtk; Dimensi ruang 1,9 m x 1,29 m Mode
nx ny Frek. Normal Eksak (Hz)
Dengan Metode Finit Elemen
Kesalahan (%)
0 1 171,5 174,4 1,69 1 1 242,5 243,4 0,37 2 0 343,0 331,9 -3,24 1 2 383,5 367,0 -4,30 2 2 485,0 472,3 -2,62 3 0 514,5 514,7 0,04 3 1 542,3 530,7 -2,14 3 2 618,3 616,5 -0,29 4 0 686,0 676,3 -1,41 4 1 707,1 706,7 -0,06 3 3 727,6 724,9 -0,37 4 2 766,0 764,1 -0,25
4. Pembahasan Perbandingan perhitungan frekuensi alami pada ruang segiempat dengan menggunakan rumus eksak dan metode finit elemen seperti terlihat pada Tabel 1 di atas menunjukkan perbedaan hasil yang relatif kecil, yaitu maksimum 4,3% untuk 12 mode yang pertama. Selisih hasil perhitungan yang relatif kecil ini tidak sebanding dengan kemampuan metode finit elemen yang mampu menghitung frekuensi alami dari ruang yang bentuknya tidak teratur. Dengan demikian pemakaian metode ini akan sangat membantu para designer akustik ruang. Di dalam dunia otomotif, analisis dengan metode finit elemen ini dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak frekuensi panel-panel yang mungkin terjadi pada atau di sekitar frekuensi alami atau resonansi ruangnya. Dengan melakukan getaran paksa, andil masing-masing panel terhadap kebisingan dalam ruang kendaraan dapat diketahui. Bila sumber bunyi sudah teridentifikasi, maka perancangan untuk memodifikasi struktur kendaraan serta bentuk ruangnya dapat dilakukan untuk mereduksi kebisingan. Prosedur yang biasa dipakai adalah sebagai berikut: Kendaraan ditest dengan dijalankan di jalan raya untuk mengetahui frekuensi-frekuensi rendah yang dominan. Kemudian kendaraan dieksitasi dalam laboratorium pada frekuensi-frekuensi itu dan getaran-getaran pada panel ruang kendaraan diukur. Selanjutnya getaran-getaran panel digunakan sebagai input pada model finit elemen untuk menghitung besar dan
49
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
fase dari kebisingan yang timbul akibat dari masing-masing panel. Andil dari masing-masing panel dilukiskan dalam diagram polar yang secara jelas akan menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing panel. Resultante kebisingan adalah jumlah vektor dari tekanan akustik akibat masing-masing panel. Bila perhitungan tidak tepat, gerakan panel-panel diubah dengan mengganti frekuensi alami atau tanggapan puncak. Test ulang akan memberikan data untuk diagram polar yang baru yang kemudian dievaluasi lagi. Setelah tanggapan yang memuaskan diperoleh dalam laboratorium, maka dilakukan modifikasi pada kendaraan tersebut. Tahap terakhir adalah test di jalan raya untuk menguji kendaraan yang sudah dimodifikasi tersebut. Dengan demikian, analisis dengan finit elemen ini akan menghemat banyak waktu dan biaya dalam proses modifikasi. Gambar 6 memberikan gambaran proses pemanfaatan analisis ini.
Gambar 6. Prosedur analisis akustik ruang kendaraan
5. Kesimpulan Setelah melakukan analisis secara teoritis dengan memanfaatkan metode finit elemen, dapat diambil kesimpulan berikut:
1. Perhitungan frekuensi alami suatu ruang kendaraan dapat didekati dengan analisis 2 dimensi tanpa penyimpangan yang berarti karena variasi tekanan melintangnya cukup kecil
2. Penggunaan Metode Finit Elemen memberikan hasil dengan penyimpangan yang relatif kecil untuk segala macam bentuk ruang akustik
3. Metode prediksi frekuensi alami ruang karoseri ini mempercepat dan mempermudah proses desain dan redesain karoseri
4. Diperlukan kerjasama dengan metode pengukuran langsung untuk mendapatkan hasil yang maksimum
50
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
Daftar Pustaka [1] Jha. S.K. , 1976, Characteristic and Source of Noise and Vibration and Their Control in
Motor Car, Journal of Sound and Vibration, vol. 47, No. 4 [2] Kamal, M.M., dan Wolf, J.A., 1982, Modern Automotive Structural Analysis, van
Nostrand Reinhold Company, New York [3] Priede, T. , and Jha, S.K., 1970, Low Frequency Noise in Cars, Journal of Automotive
Engineering, Institution of Mechanical Engineering, vol 1 [4] Kinsler, L.E., dan Frey, A.R. , 1964, Fundamentals of Acoustics, John Wiley & Sons, Inc,
New York, edisi 2 [5] Huebner, K.H., dan Thornton, E.A. , 1982, The Finite Element Method for Engineers, John
Wiley & Sons, New York [6] Reddy, J.N., An Introduction to The Finite Element Method, McGraw Hill Book Company,
New York, [7] Bathe,K.J. , 1982, Finite Element Procedures in Engineering Analysis, Prentise Hall.Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey
51