presus hematoma subdural kronis
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
1/36
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
2/36
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah jatuh sebelumnya disangkal, riwayat darah tinggi, kencing manis
dan stroke disangkal. Riwayat penggunaan alkohol dan gangguan pembekuan darah
disangkal.
E.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat alergi disangkal
Status Generalisata
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Normoweight
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,7 C
Nadi : 92 kali/menit
RR : 19 kali/menit
Kepala : Jejas (-) Normocephal, deformitas (-), wajah simetris.
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik(-/-)
Pupil bulat dan isokor
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-), nafas cuping hidung (-), septum deviasi (-),
Mulut : simetris, mukosa basah, oral hygiene baik.
Leher : , KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar
Paru :
Inspeksi : Dinding Toraks simetris saat statis & dinamis
Palpasi : Fremitus taktil hemitorak kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 LMC sinistra
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
3/36
Perkusi : Batas kanan jantung ICS 5 linea sternalis dekstra
Batas kiri jantung ICS 5 LMC sinistra
Pinggang jantung ICS 3 linea parasternalis sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, massa (-), nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi : Tymphani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Punggung : Nyeri tekan pada punggung bawah kiri, CVA (-/-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
Kesadaran : GCS = E4 V5M6
Pemeriksaan Nervi Cranialis
N I. Olfaktorius
Tidak Dilakukan
N II. Optikus
o
Pemeriksaan Vius tidak Dilakukan
o Pupil bulat, isokor, ukuran diameter 3 mm/3 mm
o Pemeriksaan buta warna tidak dilakukan
o Lapang pandang (tes konfrontasi)
OD: DBN
OS: DBN
o Funduscopy tidak dilakukan
N III. Okulomotorius
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
4/36
o Inspeksi kelopak
Tidak terdapat ptosis
o Inspeksi pupil
OD: 3 mm
OS: 3 mm
o Pemeriksaan Refleks Cahaya
OD RC langsung +/+
RC tidak langsung +/+
OS RC langsung +/+
RC tidak langsung +/+
o Gerak bola mata (kecuali inferior-medial dan lateral)
OD: DBN
OS: DBN
N IV. Troklearis dan N VI. Abdusen
Gerakan inferior-medial-latera bola mata
OD: DBN
OS: DBN
N V. Trigeminal
o Sensorik
V1 (opthalmik): DBN. Pemeriksaan refleks kornea tidak
dilakukan
V2 (maksilar): DBN
V3 (mandibular): DBN
o Motorik
Menggigit: DBN
Membuka Rahang: DBN
N VII. Fasialis
o Sensorik
Pengecapan 2/3 anterior lidah tidak dilakukan
o Motorik
Mengangkat alis: DBN
Mengernyitkan alis: DBN
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
5/36
Memejamkan mata: DBN
Meringis: DBN
Menggembungkan pipi: DBN
Mencucu: DBN
o Autonom
Kelenjar liur mayor (tidak dilakukan)
Kelenjar lakrimal (tidak dilakukan)
N VIII. Vestibulokoklear
o Vestibule
Tes keseimbangan, koordinasi:
Tes Romberg (tidak dilakukan)
Tandem (tidak dilakukan)
o Koklear
Gesekan jari: AS DBN, AD DBN
N IX. Glosofaringeal
o Sensorik
Pengecapan 1/3 posterior lidah (tidak dilakukan)
o Motorik
Tidak ada disfonia atau afonia
Refleks menelan: DBN
N X. Vagus
o Inspeksi uvula: DBN
o Refleks muntah (tidak dilakukan)
N XI. Asesorius
Inspeksi, palpasi, dan tes kekuatan m.Sternocleidomastoid dan m.Trapezius:
DBN
N XII. Hipoglosus
o Lidah dalam rongga mulut: tidak ada deviasi, tidak atrofi, tidak ada
fasikulasi
o Lidah saat menjulur: DBN
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
6/36
Pemeriksaan Kekuatan Motorik
Kekuatan
D S
5555 5555
4455 5555
II. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (tanggal 19 Desember 2014)
Jenis Pemeriksaan
18Desember 2014
Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit
Hitung Jenis
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
Trombosit
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium (Na)
16.050
76,6
14,5
5,9
2,6
0,4
4,86
14,2
44
89,9
29,2
32,5
13,0
299.000
141
5-10 ribu/mm3
50-70%
25-40%
2-8%
2-4%
0-1%
4,5-6,5 juta/L
13,0-18,0 g/dL
40-52 %
80-100 fL
26-34 mg/dl
32-36%
11,5-14,5%
150-440ribu/mm3
135-145 mmol/L
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
7/36
Kalium (K)
Klorida (Cl)
Glukosa Darah Sewaktu
Protein Total
Albumin
Globulin
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bilirubun Indirek
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
4
104
126
6,2
3,9
2,3
1,1
0,6
0,50
36
40
20
0,7
3,5-5,5 mmol/L
98-109 mmol/L
< 180 mg/ dl
6-8 gr/dl
3,45 gr/dl
1,3-2,7 gr/dl
0,1-1,1 mg/dl
0,1-0,4 mg/dl
0,0-0,7 mg/dl
0-37 U/L
0-40 U/L
20-40 mg/dl
0,8-1,5 mg/dl
CT SCAN
Tampak Lesi iso hiperdens dengan tepi cembung. Berbatas relatif tegas pada regio
frontoparietal kiri disertai edema perifokal yang mendorong midline dari ventrikel lateralis
kiri ke kanan.
Kesan : Hematoma epidural di regio frontoparietal kiri dengan herniasi subfalcine ke kanan.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
8/36
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
9/36
Resume
Pasien datang tanggal 14 Desember dengan keluhan utama kelemahan pada tungkai kananya.
2 minggu SMRS os mengerndarai motor dan menabrak batang kayu besar. Akibatnya os
jatuh ke arah kiri dan kepala kiri terbentur aspal. Os mengendarai motor dengan kecepatan
sekitar 50 km/ jam. Os mengaku menggunakan helm saat mengendarai motor tetapi helmnya
lepas saat jatuh. Setelah jatuh os tidak mengalami pingsan, kejang, mual dan muntah. Os
mengaku hanya mengalami luka lecet di dengkul dan kepala. Setelah jatuh os dapat bangun
dan mengendarai motor kembali ke rumah.
Kesadaran pasien sempurna dengan GCS E4M6V5, tampak sakit sedang. Tanda vital TD:
120/80 mmHg, nadi 92 kali/menit. Tidak terdapat abnormalitas bunyi jantung dan paru.
Pemeriksaan neurologis menunjukkan kelemahan motorik ekstremitas inferior dekstra pada
sendi lutut dan panggul.
Pada Pemeriksaan CT Scan mendapatkan kesan hematoma epidural di regio frontoparietal
kiri dengan herniasi subfalcine ke kanan.
II. DIAGNOSIS
Hematoma Subdural Kronik
III. SIKAP
Craniotomi Dekompresi dan Eksplorasi perdarahan intrakranial
Cek DPL, GDS, elektrolit, ur/cr, sgot/sgpt, PT/APTT
Toleransi Operasi IPD, Jantung, Paru, Anastesi
Ceftriaxone 2gr iv 1 jam pre op
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
10/36
IV. LAPORAN PEMBEDAHAN
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
11/36
V. INSTRUKSI POST OP
- Puasa sampai bising usus positif
- Elevasi Kepala 30 derajat
- Fosmicyn 2 x 2g
- Ranitidin 2 x 1 g
-Ketorolac 3x 30 mg
-Citicholin 3x 500 mg
-Vit k 3x 1 ampul
- Vit c 3x 1 ampul
- Transamin 3x 1 ampul
-Rawat ruang rawat inap biasa
Follow Up 22 Desember 2014
S :Nyeri pada daerah op (+)
O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis
TTV : TD : 130/80 mmHg RR: 20x/menit
Nadi: 90x/menit S: 36,2C
Mata : CA -/- SI -/-
Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)
Leher : tidak teraba KGB
Thorax
Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)
Pulmo : simetris sttis-dinamis, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-,
Wheezing-/-
Abdomen : Supel, Datar, BU(+) normal, hepatomegaly (-), splenomegali
(-), Nyeri tekan (-), CVA (-/-), Ballotment (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
Kekuatan Motorik
D S
5555 5555
5555 5555
Balut area operasi : rembesan
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
12/36
A : Post Craniotomy Hari 3
P :
- Fosmicyn 2 x 2g
- Ranitidin 2 x 1 g
-Ketorolac 3x 30 mg
-Citicholin 3x 500 mg
- Mobilisasi Duduk tegak dan berdiri
- Lepas Kateter Bladder Training
- Ganti Balut
Follow Up 23 Desember 2014
S :Nyeri pada daerah op (+)
O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis
TTV : TD : 130/80 mmHg RR: 20x/menit
Nadi: 90x/menit S: 36,2C
Mata : CA -/- SI -/-
Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)
Leher : tidak teraba KGB
Thorax
Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)
Pulmo : simetris sttis-dinamis, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-,
Wheezing-/-
Abdomen : Supel, Datar, BU(+) normal, hepatomegaly (-), splenomegali
(-), Nyeri tekan (-), CVA (-/-), Ballotment (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
Kekuatan Motorik
D S
5555 5555
5555 5555
Balut area operasi rembesan -
A : Post Craniotomy Hari 4
P :Terapi lanjutkan
Aff Drain
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
13/36
Follow up 24 Desember 2014
S : -
O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis
TTV : TD : 130/80 mmHg RR: 20x/menit
Nadi: 90x/menit S: 36,2C
Mata : CA -/- SI -/-
Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)
Leher : tidak teraba KGB
Thorax
Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)
Pulmo : simetris sttis-dinamis, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-,Wheezing-/-
Abdomen : Supel, Datar, BU(+) normal, hepatomegaly (-), splenomegali
(-), Nyeri tekan (-), CVA (-/-), Ballotment (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
Kekuatan Motorik
D S
5555 5555
5555 5555
Balut area operasi : rembesan -
A : Post Craniotomy Hari 5
P : Boleh Pulang
Kaltrofen supp 3 x 1 sup
Ranitidin 2 x150 mg tablet
Cefixim 2 x 200 mg tablet
Citicholin 2 x 500 mg tablet
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
14/36
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Kepala
a)
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yaitu jaringan lunak kepala terdiri dari lima lapisan (S-C-A-
L-P) yaitu : Skin (S : Kulit), Connective tissue, Aponeurosis Galea (A : fascia) lapisan ini
merupakan lapisan terkuat, berupa fascia yang melekat pada tiga otot yaitu ke anterior m.
frontalis, Ke posterior m. occipitalis, Ke lateral m. temporoparietalis.Loose areolar
tissue (L: jaringan areolar longgar), lapisan ini mengandung vena emissary yang
menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intracranial (mis. Sinus sagitalis
superior). Jika terjadi infeksi pada lapisan ini, akan dengan mudah menyebar ke
intracranial.DanPerikranium (P: periosteum), merupakan periosteum yang melapisi tulang
tengkorak, melekat erat terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan
langsung berhubungan dengan endostium (yang melapisi permukaan dalam tulang
tengkorak)1.
Gambar 1. Lapisan Kulit Kepala1
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
15/36
Gambar 2. : M. Occipitofrontalis1
b) Cranium
Tulang cranium atau bahasa awamnya Tulang tengkorak, merupakan tulang
pelindung otak yang sangat diperlukan agar sistem koordinasi tubuh kita masih
berfungsi secara normal. Bagian tulang cranium Tulang cranium terbagi dalam:
a. Os. Occipitalis
Merupakan tulang belakang kepala. Pada bagian dasar tulang ini
terdapat lubang bulat (diameter 5 cm), merupakan foramen occipital
magnum yang di kelilingi Pars Squamosa dan Pars Basiliaris. Os. Occipital
merupakan tempat hubungan antara Sistem Saraf Pusat dengan Sumsum tulang
belakang (medulla spinalis) melalui sumsum sambung (medulla oblongata).
Pada pinggir luar foramen Magnum ini, disebelah lateral terdapat tonjolan
tulang kiri dan kanan tempat bersendi dengan vertebra cervicalis I disebut
Condylus Occipitalis sebagai kepala sendi dan atlas sebagai mangkok sendi.
b. Os. Spenoidalis
Mempunyai sebuah corpus dibagian tengah dan di dalam corpus ini
terdapat rongga yang disebut sinus sphenoidalis. Pada permukaan corpus ini,
ditemui fossa Hypophyse atau Sellaeturcica atau plana Turki tempat kelompok
Hypophyse. Terdapat foramen opticum (tempat lewatnya nervus Opticus dan
A. Optalmica) pada bagian terbentang ke lateral depan atas corpus (sulcus
chiasmatica : bagian saraf retina). Foramen Rotundum pada bagian depan
medial ala minor (N. Maxilaris), Foramen Ovale di medial belakang (tempat
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
16/36
lewatnya N. Mandibula), Foramen Spinosum di postero lateral (tempat
lewatnya A. Menigea Media dan N. Spinosum). Pada bagian Ala Parva/ Ala
Minor Vertical, terdapat Fissura Orbitalis Superior (tempat lewatnya N.
Opthalmicus (V1), N. Abducens (VI), N. Trochlearis (IV), V. Opthalmica).
Gambar 2. Tengkorak tampak samping1
c. Os. Temporal
Terdapat di bagian lateral cranium, bersendi dengan Os. Parietal diatas, dengan
Os. Sphenoidalis ke depan medial, dengan Os. Occipitalis ke postero medial
dan dengan Os. Frontal eke depan atas serta Os. Zygomaticum ke depan. Os.Temporal terdapat 4 bagian :
1. Pars Squamosa, sebelah atas depan Bagian depan terdapat Proccesus
Zygomaticus (bersendi dengan Os. Zygomaticum). Pada pangkal Proccesus
Zygomaricus terdapat Fossa Articulate (Fossa Mandibulare), tempat sendi
TMJ yang kedepan di batasi oleh Tuberculum Reticulare.
2. Pars Petrosa, sebelah media
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
17/36
Disebelah depan terdapat foramen Caraticum externa, Canalis Caroticus,
Foramen Carotis Interna (tempat lewatnya A. Caroticus Interna), meatus
acusticus Internus, tempat lewatnya N. Acusticus dan N. facialis.
3. Pars Mostoideus, sebelah posterior
Dibelakang lateral berisi cellulae Mastoidea (Rongga kecil dalam substansi
tulang berisi udara) yang berhubungan melalui Aditus ke dalam Cavum
Tymphani.
4. Pars Tymphani, sebelah bawah lateral
Merupakan bagian tulang kecil yang membentuk dasar Meatus ductus
externus. Kesebelah medialnya terdapat cavum tymphani yang berhubungan
dengan Tuba Auditiva, yang ditempati oleh tulang-tulang pendengaran.
d. Os. Parietal (tulang ubun-ubun)
Tulang ini membentuk puncak dari epicranium (tutup kepala), satu di
bagian kiri dan satu di bagian kanan. Kedua Os. Parietal ini pada garis sendi
Sagital membentuk sutura sagitalis superior dan sebelah dalam terdapat sulcus
sinus sagitalis superior.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
18/36
Gambar 3. Foramen Basis Cranii2
e. Os. Frontale
Tulang tutup kepala depan, membentuk kening dan atap rongga bola
mata (orbita) dan juga membentuk Fossa Cranii Anterior. Atap orbita dari Os.
Frontale disebut Pars Orbitalis dan akan membentuk dasar fossa craniaanterior. Bagian yang kuncup disebelah medial depan disebut Incisura
Eithmoidalis. Pinggir depan disekitar orbita disebut Margo Supraorbitalis.
f. Os. Eithmoidalis
Os. Etmoidalis mempunyia dua Corpus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh
satu lamina horizontal dan dipisahkan oleh 1 tulang vertical yaitu lamina
perpendicular (ke bawah membentuk sebagian septum nasi, ke atas
membentuk crista galli yang akan masuk fossa crania anterior)
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
19/36
c) Meningens
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersifat non
neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh
permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningens dibagi 3 lapisan, yaitu :
1. Duramater
Pada duramater terdapat dua lapisan, lapisan endosteal dan lapisan
meningeal. Lapisan endosteal tidak lebih dari suatu periosteum yang menutupi
permukaan dalam tulang tulang kranium. Pada foramen magnum lapisan
endosteal tidak berlanjut dengan duramater medulla spinalis. Pada sutura, lapisan
endosteal berlanjut dengan ligamentum sutura. Lapisan endosteal paling kuat
melekat pada tulang diatas dasar kranium. Lapisan meningeal merupakan
duramater yang sebenarnya. Lapisan meningeal merupakan membrane fibrosa
kuat, padat menutupi otak, dan melalui foramen magnum berlanjut dengan
duramater medulla spinalis. Lapisan meningeal ini memberikan sarung tubuler
untuk saraf saraf kranial pada saat melintas melalui lubang lubang kranium.
Kedalam lapisan meningeal membentuk empat septa, yang membagi rongga
kranium menjadi ruang ruang yang berhubungan dengan bebas dan merupakan
tempat bagian bagian otak. Falx serebri merupakan lipatan duramater yang
berbentuk sabit, terletak dalam garis tengah antara dua hemispherium serebri.
Ujung anteriornya melekat ke Krista frontalis interna dan Krista galli. Bagian
posterior yang lebar bercampur di garis tengah dengan permukaan atas tentorium
serebelli. Sinus sagitalis superior berjalan dalam tepi bagian atas yang terfiksasi;
sinus sagitalis inferior berjalan pada tepi bagian bawah yang konkaf, dan sinus
rektus berjalan disepanjang perlekatannya dengan tentorium serebelli.
Tentorium serebelli merupakan lipatan duramater berbentuk sabit yang
membentuk atap diatas fossa kranialis posterior, menutupi permukaan atas
serebellum dan menokong lobus occipitalis hemisperium serebri. Berdekatan
dengan apex pars petrosus os temporale, lapisan bagian bawah tentorium
membentuk kantong kearah depan dibawah sinus petrosus superior, membentuk
suatu resessus untuk n. trigeminus dan ganglion trigeminal.
Falx serebri dan falx serebelli masing masing melekat ke permukaan atas dan
bawah tentorium. Sinus rektus berjalan di sepanjang perlekatan ke falx serebri;
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
20/36
sinus petrosus superior, bersama perlekatannya ke os petrosa; dan sinus
transverses, disepanjang perlekatannya ke os occipitalis. Falx serebelli merupakan
suatu lipatan duramater berbentuk sabit, kecil melekat ke krista occipitalis interna,
berproyeksi kedepan diantara diantara dua hemispherium serebelli. Diaphragma
Sella merupakan suatu lipatan duramater sirkuler, membentuk atap untuk sella
tursika.
Persarafan Duramater ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga
saraf servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus.
resptor reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls
melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka.
Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis posterior
berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk
kebelakang kepala dan leher.
2. Arachnoidea Mater
Arachnoidea mater merupakan membran tidak permeable, halus, menutupi otak
dan terletak diantara pia mater di interna dan duramater di eksterna. Arachnoidea
mater dipisahkan dari duramater oleh suatu ruang potensial, ruang subdural, terisi
dengan suatu lapisan tipis cairan, dipisahkan dari piamater oleh ruang
subarachnoidea, yang terisi dengan cairan serebrospinal. Permukaan luar dan
dalam arachnoidea ditutupi oleh sel sel mesothelial yang gepeng.
Pada daerah daerah tertentu, arachnoidea terbenam kedalam sinus venosus
untuk membentuk villi arachnoidalis. Villi arachnoidalis bertindak sebagai tempat
cairan serebrospinal berdifusi kedalam aliran darah. Arachnoidea dihubungkan kepiamater oleh untaian jaringan fibrosa halus yang menyilang ruang
subarachnoidea yang berisi cairan.
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus choroideus dalam ventrikulus
lateralis, ketiga dan keempat otak. Cairan ini keluar dari ventrikulus memasuki
subarachnoid, kemudian bersirkulasi baik kearah atas diatas permukaan
hemispherium serebri dan kebawah disekeliling medulla spinalis.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
21/36
Gambar 4. Meningens2
3. Pia Mater
Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel sel
mesothelial gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun
kedalam sulki yang terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf saraf cranial
dan berfusi dengan epineurium. Arteri serebralis yang memasuki substansi otak
membawa sarung pia mater bersamanya. Piamater membentuk tela choroidea dari
atap ventrikulus otak ketiga dan keempat, dan berfusi dengan ependyma untuk
membentuk pleksus choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga, dan keempat
otak.
d) Ventrikel
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV.
Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri
dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium.
Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong
unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
22/36
unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan
diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah
anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel
IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum
dan dorsal dari pons dan medula oblongata.
e) Otak
Otak, merupakan merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di
cavum cranii, otak dibentuk oleh cavum neuralis yang membentuk 3 gelembung
embrionik primer, yaitu prosenchephalon, mesensephalon, rhombhencephalon, untuk
selanjutnya berkembang membentuk 5 gelombang embrionik sekunder, yaitu
telencephalon, dienchephalon, mesencephalon, metenchepalon, dan myelencephalon.
Telencephalon membentuk Hemispaherum cerebri, corteks cerebri. Diencephalon
membentuk epithalamus, thalamus, hipothalamus, subthalamus, dan methatalamus. Di
dalam Diencephalon terdapat rongga; vebtriculus tertius yang berhubungan denganventriculus lateralis melalui foramen interventriculare (Monroi). Mesencephalon
membentuk corpora quadgemina dan crura cerebri, dalam mesencephalon terdapat
kanal sempit aquaductus sylvii yang menghubungkan ventriculus tertius dengan
ventriculus quartus. Metencephalon membentuk cerebellum dan pons, sedangkan
Myelencephalon membentuk medulla oblongata.
1. Hemisphaerum cerebri
Hemisphaerum cerebri jumlahnya sepasang, hemisphaerum kiri dan
kanan dihubungkan oleh corpus callosum. Hemisphaerum cerebri dibentuk
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
23/36
oleh cortex cerebri, substantia alba, ganglia basalis, dan serabut saraf
penghubung yang dibentuk oleh axon dan dendrit setiap sel saraf.
Cortex cerebri terdiri dari selapis tipis substantia grissea yang melapisis
permukaan hemisphaerum cerebri. Permukaannya memiliki banyak sulci dan
gyri, sehingga memperbanyak jumlah selnya.diperkirakan terdapat 10 milyar
sel saraf yang ada pada cortex cerebri.
Hemispaerum cerebri memiliki 6 lobus; lobus frontalis, lobus parietalis,
lobus temporalis, lobus occipitalis, lobus insularis dan lobus limbik.Lobus
frontalis, mulai dari sulcus sentralis sampai kapolus centralis, terdiri dari gyrus
precentralis, girus frontalis superior, girus frontalis media, girus frontalis
inferior,girus recrus, dirus orbitalis, dan lobulus paracentralis superior.Lobus
parietalis, mulai dari sulcus centralis menuju lobus occipitalis dan cranialis
dari lobus temporalis, terdiri dari girus post centralis, lobulus parietalis
superior,dan lobulus parietalis inferior-inferior-posterior.Lobus temporalis,
terletak antara polus temporalis dan polus occipitalis dibawah sulcus
lateralis.Lobus occipitalisterletak antara sulcus parieto occipital dengan
sulcus preoccipitalis, memiliki dua bangunan, cuneus dan girus
lingualis.Lobus insularis, tertanam dalam sulcus lateralis.Lobus limbik,
berbentuk huruf C dab terletak pada dataran medial hemisfer cerebri.
Lobus oksipitalis yang terletak di sebelah posterior (di belakang
kepala) bertanggungjawab untuk pengolahan awal masukan penglihatan.
Sensasi suara mula-mula diterima oleh lobus temporalis, yang terletak di
sebelah lateral (di sisi kepala)
Lobus parietalis terutama bertanggungjawab untuk menerima dan
mengolah masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan
nyeri dari permukaan tubuh. Sensasi-sensasi ini secara kolektif dikenal sebagai
sensasi somestetik (perasaan tubuh). Lobus parietal juga merasakan kesadaran
megenai posisi tubuh, suatu fenomena yang disebut propriosepsi.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
24/36
Kesadaran sederhana mengenai sentuhan, tekanan, atau suhu
dideteksi oleh thalamus, tingkat otak yang lebih rendah. Thalamus membuat
anda sadar bahwa sesuatu yang panas versus sesuatu yang dingin sedang
menyentuh badan anda, tetapi tidak memberitahu dimana atau seberapa besar
intentitasnya.
Lobus frontalis bertanggungjawab terhadap tiga fungsi utama: (1)
aktivitas motorik volunteer (2) kemampuan berbicara (3) elaborasi pikiran.
Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan sulkus sentralis akhir di
neuron-neuron motorik eferen yang mencetuskan kontraksi otot rangka.
Area Broca yang betanggungjawab untuk kemampuan berbicara,
terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik
korteks yang mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi.
Daerah Wernicke yang terletak di korteks kiri pada pertemuan lobus-
lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis berhubungan dengan pemahaman
bahasa. Daerah ini berperan penting dalam pemahaman bahasa baik tertulis
maupun lisan. Selain itu, daerah ini bertanggung jawab untuk
memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan melalui seberkas
saraf ke daerah Broca, kemudian mengontrol artikulasi pembicaraan.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
25/36
Daerah motorik, sensorik, dan bahasa menyusun hanya sekitar
separuh dari luas korteks serebrum keseluruhan. Daerah sisanya, yang disebut
daerah asosiasi berperan dalam fungsi yang lebih tinggi (fungsi luhur).
Korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian depan dari lobus frontalis
tepat di anterior korteks motorik. Peran sebagai: (1) perencanaan aktivitas
volunteer (2) pertimbangan konsekuensi-konsekuensi tindakan mendatang dan
penentuan pilihan (3) sifat-sifat kepribadian.
Korteks asosiasi parietalis-temporalis-oksipitalis dijumpai pada
peetemuan ketiga lobus. Di lokasi ini dikumpulkan dan diintegrasikan sensasi-
sensasi somatic, auditorik, dan visual yang berasal dari ketiga lobus untuk
pengolahan persepsi yang kompleks.
Korteks asosiasi limbic di bawah dan dalam antara kedua lobus
temporal. Daerah ini berkaitan dengan motivasi dan emosi.
f) Cerebellum
Cerebellum adalah organ sentral yang terletak di fossa posterior
intrakranial. Bagian atas cerebellum ditutupi oleh durameter yang disebut
sebagai tentorium cerebelli. Tentorium cerebelli ini sekaligus memisahkan
cerebellum dengan cerebri. Cerebellum dihubugnkan dengan batang otak
melalui pedunkulus yang terdiri atas 3 macam, yaitu pedunkulus cerebella
superior, pedukulus cerebella media, serta pedunkulus cerebelli inferior.
Ketiga pedunkulus tadi terdiri masing-masing sepasang di bagian lateral
cerebellum yang menghubungkan cerebellum dengan batang otak.
Cerebellum secara fungsional dan filogenetika mempuyai 3 fungsi yaitu :
Archicerebellum (vestibulocerebellum), bagian ini merupakan
bagian yang paling tua, berfungsi utuk keseimbangan. Bagian ini terdiri atas
Floculo Nodularis. Menerima impuls sebagian besar dari vestibular.
Paleocerebellum (spinocerebellum),bagian ini berfungsi untuk posisi
berdiri dan berjalan. Menerima impuls sebagian besar dari spinal sehingga
disebut sebagai spinocerebellum. Bagian ini terdiri atas culmen dan lobulus
centralis yag terletak di anterior vermis, kemudia juga uvula, pyramid dan
parafloculus. Bagian ini dapat disederhanakan sebagai vermis dan paravermis.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
26/36
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
27/36
1. Definisi
Hematoma subdural merupakan proses terkumpulnya darah di ruang antara duramater
dan arachnoid. Hematoma subdural akut harus dibedakan dengan hematoma subdural kronis.
Hematoma subdural akut sering terjadi pada dewasa muda, terjadi dalam 72 jam dan sering
menimbulkan kerusakan struktur otak. Pada hematoma subdural kronis sering terjadi pada
usia lanjut tanpa adanya kerusakan struktur jaringan otak dan klinisnya dapat timbul dalam
jangka waktu minggu hingga bulan3.
2. Epidemiologi
Insiden Hematoma subdural kronis paling tertinggi antara umur 60 hingga 80 tahun.
Rasio insidennya 1,7-1,8 Per 100.000 per tahun. Insiden ini dapat meningkat seiring
berlanjutnya pertumbuhan populasi usia lanjut3.
3. Faktor Resiko
Orang dengan usia lanjut sangat beresiko untuk mengalami hematoma subdural kronis.
Hal ini berhubungan dengan proses atrofi otak dan rapuhnya vena vena. Massa otak
berkurang seiring dengan proses atrofi otak sehingga menimbulkan peningkatan ruangan
antara otak dengan tengkorak dari 6 % menjadi 11 % terhadap ruangan intrakranial total. Halini mengakibatkan vena vena meregang dan peningkatan gerakan orak dalam tengkorak,
sehingga vena tersebut mudah sekali terjadi trauma3.
Trauma merupakan faktor penting terjadinya hematoma subdural kronik. Tetapi,
riwayat trauma kepala langsung tidak didapat pada 30 50 % kasus. Trauma tidak langsung,
diamana pasien memiliki riwayat jatuh tanpa terjadinya riwayat benturan kepala ke
permukaan merupakan faktor resiko yang lebih penting3.
Faktor resiko lain termasuk penggunaan antikoagulan, alkoholisme, epilepsi, penurunan
tekanan intrakranial karena dehidrasi atau karena hilangnya cairan serebrospinal dan setelah
hemodialisis. 24 % pasien dalam penggunaan warfarin atau obat antiplatelet, dan 5-10%
pasien memiliki riwayat epilepsi3.
4. Patofisiologi
Trauma menyebabkan perdarahan dari vena pada ruangan subdural. Sehari setelah
perdarahan terbentuk lapisan tipis dari fibrin dan fibroblas. Migrasi fibroblas membentuk
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
28/36
membran pada bekuan di hari ke 4. Membran terluar menebal seiring progresifitas fibroblast
tumbuh. Hematoma mencair akibat aktifitas dari fagosit. Akibatnya, hematoma dapat
direabsorpsi, atau bahkan meningkat ukurannya yang menyebabkan hematoma subdural
kronis3.
Perdarahan yang berulang pada kapsul hematoma menyebabkan dilatasi pembuluh
darah pada hematoma tersebut. Dalam 6-24 jam hematoma dapat mengandung 0,2 20 %
darah segar. Selain itu, atrofi otak, yang diikuti peningkatan aktifitas fibrinolisis dan
gangguan koagulasi juga mempengaruhi ekspansi dari hematoma3.
Tekanan intrakranial biasanya normal atau meningkat sedikit pada hematoma subdural
kronik. Subdural hematoma kronik dapat berbentuk cair atau bekuan, tergantung pada usia
hematoma dan frekuensi perdarahan yang berulang. Onset gejala muncul dalam minggu
hingga berbulan bulan. Oleh karena itu, hematoma subdural kronik dikatakan The Great
Neurological Imitator.
5. Gejala
Terganggunya status mental
Gangguan status mental terjadi 50 % - 70 % usia lansia. Manifestasi gangguan iniberupa kebingungan, disorientasi, hingga koma. Pasien juga dapat memiliki gejala
psikiatri seperti depresi dan paranoid3.
Defisit Neurologis Fokal
Gangguan ini terjadi pada 58% kasus. Hemiparese ringan yang bersifat
kontralateral. Hal ini terjadi karena hematoma menekan langsung pada hemisfer cerebri.
Progress gejala ini dapat memburuk apabila hematoma bertambah besar3.
Nyeri kepala
Sakit kepaa timbul akibat banyaknya ruang yang tersedia untuk hematom tumbuh
sehingga dapat menekan jaringan otak3.
Jatuh
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
29/36
Jatuh merupakan gejala yang sering terjadi (74%). Kejadian ini dipengaruhi olah
gangguan status mental, defisit neurologis dan gangguan postural3.
Kejang
Kejang terjadi pada pasien dengan hematoma yang besar dengan defisit neurologis
fokal. Kejangnya dapat berupa simple partial seizure3.
Transient neurological deficit/Gangguan neurologis sementara
Gangguan neurologis sementara tidak hanya terjadi akibat iskemia cerebri. Pada
hematoma subdural kronik gangguan ini dapat berua gangguan bicara, hemiplegia, dan
defisit hemisensori. Gangguan sementara ini dapat terjadi karena penekanan pembuluh
darah sekitar yang menyebabkan, pembengkakan parenkim otak sementara sehingga
timbul iskemia3.
6. Gejala atipikal
Isolated neurological deficit
Gejala yang timbul berupa vertigo, nystagmus, oculomotor palsy. Gejala ini timbul
karena peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan herniasi unkus danperegangan nervus kranialis
3.
Gangguan Ekstrapiramidal
Gejala parkinsonism dapat muncul akibat penekanan hematom pada ganglia basall
penekanan otak tengah dan penekanan a. Chorroidalis3.
7. Klasifikasi4,5
Hematoma Subdural kronik dibagi dalam 6 kalsifikasi
- Grade 0 : Asimptomatik
- Grade 1 : Sadar penuh, orientasi baik, gejala ringan (nyeri kepala)
- Grade 2 : Disorientasi, gejala neurologis fokal seperti hemiparesis
-
Grade 3 : Stupor dengan respon stimulus baik, gejala neurologis hemiplegia
-
Grade 4 : Koma. Respon terhadap stimuslus nyeri dekortikasi dan deserebrasi
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
30/36
8. Diagnosis4
Penegakkan diagnosis pada hematoma subdural kronis dimualai dari riwayat trauma
kepala, onset gejala timbul, penyakit jantung, koagulopati dan riwayat konsumsi alkohol4.
Evaluasi GCS pada pemeriksaan fisik merupakan hal utama yang harus dilakukan.
Pemeriksaan GCS menentukan signifikansi prognosis. Pada hematoma subdural kronik dapat
ditemukan gangguan status mental, papiledema, hemianopsia, hiperefleksia, hemiparesis,
disfungsi N. III dan N. VI4.
9. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan merupakan metode pemeriksaan yang paling penting dalam diagnosis
hematoma subdural kronik. Temuan CT yang penting adalah lesi bulan sabit iso
hipodensitas. Hematoma dapat tersebar pada seluruh hemisfer yang terkena. Densitas
hematoma bervariasi seiring dengan waktu. Hematoma yang berumur kurang dari 3 hari
tampak hiperdensitas. Hematoma subakut dengan onset 3 hari 2 minggu tampak isodens.
Hematoma lebih dari 3 minggu tampak hipodens4.
10. Diagnosis Diferensial
Penegakan diagnosis hematoma subdural kronis seringkali sulit karena perjalanan
penyakitnya yang bermacam2 dan gejalanya tidak spesifik. Sebelum era CT scan presentase
misdiagnosa pada hematoma subdural kronik mencapai 72 %. Misdiagnosis hematoma
subdural kronik dapat berupa demensia, Transient Ischemic Attack (TIA), Stroke, Tumor,
Meningitis dan Enchepalitis4.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
31/36
11. Manajemen
Manajemen operatif pada hematoma subdural kronik merupakan gold standard karena
prosesnya dekompresi yang cepat dan memberikan efek yang signifikan. Prinsip teknik pada
manajemen hematoma subdural kronik berupa :
- Craniotomy
Craniotomi merupakan teknik operatif membuka bagian tengkorak sehingga otak
terbuka. Alat alat khusus digunakan untuk membuka bagian tulang yang disebut teknik
bone flap. Bone flap nantinya dilepas sementara, dan dipasang kembali setelah operasi
selesai4,5.
Pada Hematoma subdural kronik tujuan utama craniotomi adalah dekompresi. Pada
hematoma juga ilakukan irigasi untuk mendilusi isi hematoma. Setelah dilakukan irigasi
dilakukan pemasangan drain pada subperiosteum.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
32/36
- Burr Hole Craniostomy
12. Komplikasi
4
Komplikasi postoperatif yang dapat timbul berupa :
- Reakumulasi darah pada ruangan subdural
-
Seizure
- Perdarahan Intracerebral
- Infeksi pada luka operasi bahkan subdural emphyema
-
Tension pneumochepalus
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
33/36
13. Prognosis4
Prognosis pada pasien hematoma subdural kronik sangat dipengaruhi oleh faktor usia.
Semakin muda usia maka outcome akan semakin baik. Karnofsky melaporkan pada
kelompok usia 64-76 tahun 83% memberikan outcome positif dibanding usia 85-94 tahun
sebesar 3,8 %.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
34/36
BAB III
PEMBAHASAN
Permasalahan pertama yang akan dibahas adalah hasil anamnesis pasien. Hasil anamnesis
pasien menunjukkan adanya riwayat trauma kepala. Riwayat trauma kepala tanpa diiringi
penurunan kesadaran yang progresif dan defisit neurologis yang progressnya cepat membuat
kecurigaan penulis terhadap timbulnya hematoma epidural dan hematoma subdural akut
menjadi lemah. Os hanya merasakan nyeri kepala dan kelemahan tungkai kanan. Dilihat dari
progess gejala yang lambat, onset penyakit, dan jenis gejala yang timbul sesuai dengan gejala
hematoma subdural kronik
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan GCS baik dengan defisit neurologis ditemukan berupa
hemiparesis ekstremitas inferior dekstra. Penilaian GCS pada Hematoma Subdural Kronis
menentukan prognosis. Dimana semakin baik GCS semakin baik prognosis. Selain itu,
Hemiparesis yang timbul sesuai dengan gejala yang timbul pada hematoma subdural kronis.
Hasil pemeriksaan penunjang yang penting adalah CT Scan. Hasil CT Scan menunjukkan
kesan perdarahan epidural dan Midline shift dari kiri ke kanan. Kesan perdarahan epidural
bukan berarti diagnosis yang ditegakkan salah. Hal ini terjadi dari bagaimana kita melihat
pasien. Dokter radiologis hanya melihat gambar yang ditampilkan, tetapi kita melihat dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Hasil CT SCAN
menunjukkan terdapat hematoma yang isodens. Hal ini berarti hematoma tersebut dapat
berumur dari 3 hari hingga 2 minggu. Kita kembalikan lagi dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, ditemukan kesesuaian dengan hematoma subdural kronis. Midline shift yang tampak
pada CT Scan menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Sehingga keadaan ini
butuh penanganan cepat yaitu dekompresi.
Penatalaksaan yang utama pada pasien ini adalah craniotomi. Tujuan kraniotomi pada kasus
ini adalah dekompresi dan eksplorasi perdarahan. Dekompresi dilakukan untuk menurunkan
tekanan intrakranial. Teknik ini dilakukan dengan cara cranial flap, yaitu membuka tulang
tengkorak sehingga tekanan intrakranial menurun. Selain itu, dilakukan eksplorasi perdarahan,
hematoma yang ditemukan diirigasi sehingga larut dan lepas. Setelah itu dipasang drain yang
berguna untuk mengurangi rekurensi perdarahan.
Prognosis pada kasus ini sangat bergantung pada usia pasien tersebut. Semakin muda usiamaka mortalitas semakin rendah. Selain itu, tingkat kesadaran yang semakin baik sangat
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
35/36
menentukan prognosis dari pasien. Pada pasien ini usia pasien yang tergolong masih muda
dibanding kebanyakan kasus memiliki prognosis yang baik. Selain itu tingkat kesadaran yang
masih baik dinilai dari GCS pasien 15 menunjukkan prognosis yang baik.
-
8/10/2019 presus hematoma subdural kronis
36/36
BAB IV
KESIMPULAN
Hematoma subdural kronis merupakan salah satu bentuk dari trauma kepala. Semakin banyak
populasi usia lanjut kemungkinan angka hematoma subdural kronis akan semakin meningkat.
Gejala yang timbul dapat ringan seperti nyeri kepala hingga berat seperti penurunan
kesadaran dan hemiparesis. CT Scan merupakan alat penting dalam diagnosis hematoma
subdural, alat ini dapat mengukur usia hematoma. Manajemen operatif pada kasus hematoma
Sudural kronis merupakan pilihan utama karena tujuan utamanya yaitu mengevakuasi
perdarahan. Prognosis pada pasien dengan hematoma subdural kronis dipengaruhi oleh faktor
usia dan tingkat kesadaran.