rahasia - kemkes.go.ide-riset.litbang.kemkes.go.id/download.php?file=1. laporan...xii abstract...
TRANSCRIPT
-
i
LAPORAN PENELITIAN
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
(STUDI MULTISENTER FILARIASIS) DI KABUPATEN ENREKANG
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
PENYUSUN:
SITTI CHADIJAH, DKK
NO. APKESI : 20160417724
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN
PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2) DONGGALA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017
RAHASIA
-
ii
SK PENELITIAN
-
iii
-
iv
-
v
-
vi
-
vii
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI
No. Nama Kedudukan Dalam Tim
1. Muh. Faozan, S.K.M., M.P.H. PJT Provinsi
2. Sitti Chadijah, S.K.M., M.Si. PJT Kabupaten
3. Rosmini, S.K.M., M.Sc. Peneliti
4. Ahmad Erlan, S.K.M., M.P.H. Peneliti
5. Yusran Udin, S.K.M., M.Kes. Peneliti
6. Malonda Maksud, S.K.M. Peneliti
7. drh. Intan Tolistiawaty Peneliti
8. Hasrida Mustafa, S.Si Peneliti
9. Nurul Hidayah, S.Si Peneliti
10. Dr. H. Munir Salham, M.A. Peneliti
11. Renny Muhitar, S.Sos. Peneliti
12. Nelfita Peneliti
13. Trijuni Wijatmiko Teknisi
14. Nova Kartika, S.K.M. Teknisi
15. Olviana Teknisi
16. Reny Anggareni Teknisi
17. Halimuddin, S.Sos. Administrasi
Sumber Dana : DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala 2017
-
viii
COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK
-
ix
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
JUDUL PENELITIAN
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
(STUDI MULTISENTER FILARIASIS) DI KABUPATEN ENREKANG
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
Donggala, Desember 2017
-
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah dan
rahmat-Nya sehingga laporan penelitian yang berjudul “Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis
di Kabupaten Enrekang (Daerah Endemis Brugia Malayi Non-Zoonotik)” selesai tepat
pada waktunya. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten
Enrekang yang telah dinyatakan lulus TAS-3 tahun 2016. Laporan ini disusun sebagai bentuk
pertanggungjawaban secara administrasi dan merupakan penyampaian secara tertulis dari
hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
dalam pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang dan daerah lainnya yang
mempunyai karakteristik geografis yang hampir sama dengan daerah penelitian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas
kesempatan, izin dan segala dukungan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada tim reviewer yang telah memberikan masukan serta
bimbingan atas pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh anggota tim penelitian, pengarah dan PJO provinsi Sulaewesi Selatan dan
Kabupaten Enrekang, pengelola filariasis baik tingkat provinsi maupun kabupaten terkhusus
untuk Bapak Makkaraus dan Bapak Supriadi, Kepala Puskesmas Buntu Batu, Kepala
Puskesmas Sumbang, Kepala Desa Buntu Bantu, Kepala Desa Buntu Barana, para kader dan
masyarakat atas dukungan dan bantuan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
Akhirnya, penulis sangat berterimakasih kepada teman-teman yang telah membantu
memberikan bahan acuan maupun diskusi dalam penyusunan laporan ini. Penulis memberikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada mereka yang membantu secara langsung maupun
tidak langsung selama mempersiapkan maupun penyusunan laporan ini. Saran dan masukan
yang membangun juga sangat diharapkan untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya.
Semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam program eliminasi
filariasis di Kabupaten Enrekang khususnya dan dikabupaten lain di Indonesia pada
umumnya.
Donggala, November 2017
PJT Kabupaten,
Sitti Chadijah, S.K.M., M.Si.
-
xi
ABSTRAK
Kabupaten Enrekang telah dinyatakan lulus TAS-3 pada tahun 2016, bahkan telahmenerima sertifikat daerah bebas kaki gajah oleh kementerian kesehatan pada tahun 2017.Studi ini bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh berbagai aspek yang terkait dengankeberhasilan Kabupaten Enrekang dalam melaksanakan TAS tahap ketiga dalam rangkamenuju eliminasi filariasis.
Studi Cross sectional dilakukan untuk mengetahui berbagai aspek yang mendukungkeberhasilan pelaksanaan TAS-3 di Kabupaten Enrekang. Kegiatan meliputi wawancaramendalam (indept interview), survei darah jari (SDJ), stool survey, deteksi DNA Brugiamalayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview dilakukan padatingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa sedangkan kegiatan SDJ,stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungandi lakukan di dua lokasi yang merupakan daerah sentinel yaitu Desa Potokullin, Kecamatanbuntu Batu dan Desa Parombean, Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 620 masyarakat yang diperiksa tidak adayang menunjukkan gejala klinis fiariasis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif. Dari158 anak Sekolah Dasar yang diambil sampel tinja hasilnya dua anak positif (1,26%)kecacingan, 20 anak diambil sampel darah untuk diperiksa deteksi DNA Brugia malayihasilnya negatif. Masyarakat diwawancara KAP sebanyak 632 orang menunjukkanpengetahun , sikap dan perilaku cukup baik terkait filariasis. Indep interview menunjukkanadanya perhatian penting berbagai pihak terhadap pelaksanaan eliminasi filariasis diKabupaten Enrakng. Nyamuk tertangkap sebanyak 1.801 nyamuk dari genus Mansonia,Culex, Aedes, Anopheles, dan Armigeres. Hasil pemeriksaan PCR menunjukkan Culexvishnui positif mengandung DNA Brugia malayi. Lingkungan habitat nyamuk yangditemukan di sekitar rumah penduduk yang menjadi sampel SDJ yaitu: sawah, kolam, mataair, tepi sungai, genangan air, dan rumpun bambu.
Pelaksanaan program dalam rangka eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekangmendapat dukungan dari segala aspek baik pemerintah pusat maupun daerah. Monitoring danevaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan terusdigalakkan agar dapat mempertahankan sertifikat eliminasi filariasis yang sudah diterima dariKementerian Kesehatan, dan dapat memperoleh sertifikat bebas kaki gajah dari WHO.
Kata Kunci: Transmission Assesment Survey (TAS), Survei Darah Jari, Stool Survei, Brugiamalayi, POPM, Culex vishnui, Kabupaten Enrekang
-
xii
ABSTRACT
Enrekang Regency has been declared pass TAS-3 in 2016, and even has received thecertificate of Elephantiasis free from Ministry of Health in 2017. This study aimed tothoroughly identify various aspects related to the succes of Enrekang Regency inimplementing the third TAS in order to elimination of filariasis.
A cross-sectional study was conducted to examine the various aspects that support thesuccessful implementation of TAS-3 in Enrekang Regency. The study was done by indepth interview,finger blood survey, stool survey, DNA Brugia malayi detection, KAP-survey, entomoligicalsurvey, and also environmental survey. The indepth interview was conducted on provincial,regency, primary health care, and village level. The blood survey, stool survey, DNA Brugiamalayi detection, KAP-survey, entomoligical survey, and also environmental survey wereconducted in two sentinel areas, i.e Potokullin Village, Buntu Batu District, and ParombeanVillage, Curio District, Enrekang Regency.
The results showed that there was no filariasis symptoms from 620 examined people,and all blood survey were negatif filariasis. From 158 school children stool surveyed, therewas two (1,26%) samples positive soil transmitted helminths. From those samples werecollected 20 for whole blood samples for DNA Brugia malayi detection, and the results werenegative. People who surveyed for KAP were 632 samples. They showed a quite good of theknowledge, attitude, and practise about filariasis. The indepth interview showed there wereimportant atention from various sectors in implementation of filariasis elimination in EnekangRegency. There was 1.801 mosquitoes collected from the entomological survey. They werefrom genus Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles, and Armigeres. PCR result showed thatCulex vishnui was positive DNA of Brugia malayi. The breeding place habitat of mosquitoeswere found surrounding the blood survey sample settlement, ie: paddy-field, pond, the spring,a long side river, the puddle, and also bamboo grove.
The programm implementation to filariasis elimination in Enrekang Regency hassupported from all aspects, both of central and local government. Monitoring and evaluationof programm implementation by local government, especially Health Office has to beencouraged continously to maintain the filariasis elimination certificate from Ministry ofHealth, and can obtain the elephantiasis free from WHO.
Key word: Transmission Assesment Survey (TAS), Finger blood survey, Stool Survey, Brugiamalayi, POPM, Culex vishnui, Enrekang Regency
-
xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI KABUPATEN ENREKANG
(Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)
Sitti Chadijah, Muh. Faozan, Munir, Malonda Maksud ,Intan Tolistiawaty, Rosmini,Yusran Udin, Nurul Hidayah, Hasrida,Ahmad Erlan, Nelfita, Trijuni Wijatmiko,
Nova Kartika,Reni Anggraini,Olivia
Indonesia adalah salah satu dari 53 negara di dunia yang merupakan negara endemis
filariasis, dan satu-satunya negara di dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria
pada manusia yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Kabupaten/kota
yang melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), pada tahun ketiga
dilakukan evaluasi yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna
mengetahui ada tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah lima tahun POPM
dilakukan evaluasi dengan survei kajian penularan TAS-1 (Transmission Assesment Survey)
dengan menggunakan rapid diagnostic test/RDT.
Tahun 2011 Kabupaten Enrekang telah menyelesaikan POPM sebanyak lima putaran,
dan dinyatakan telah lulus TAS-3, karena tidak ditemukan lagi anak SD yang positif Brugia
malayi. Keberhasilan pelaksananaan TAS-3 di Kabupaten Enrekang tidak terlepas dari peran
serta lintas sektor mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan desa. Guna mengetahui berbagai
aspek terkait dengan keberhasilan Kabupaten Enrekang melaksanakan POPM lima putaran
dan dinyatakan lulus TAS-3 dalam rangka menuju eliminasi filariasis, maka dilakukan studi
evaluasi eliminasi filariasis di kabupaten Enrekang. Kegiatan ini serentak dilakukan di 24
kabupaten (18 kabupaten endemis Brugia malayi dan 6 kabupaten endemis Wuchereria
bancrofti) di Indonesia yang telah melaksanakan pre-TAS dan TAS.
Kegiatan di kabupaten Enrekang dilakukan di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu
dan Desa Parombean, Kecamatan curio, pada Bulan Februari – November 2017. Kegiatan
meliputi wawancara mendalam (indept interview), survei darah jari, stool survey, deteksi
DNA Brugia malayi, survei KAP (Knowledge, Actitute, Practise)/wawancara pengetahuan,
sikap, dan perilaku. survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview dilakukan pada
tingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa, sedangkan kegiatan survei
darah jari, stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei
lingkungan di lakukan di dua lokasi yang merupakan daerah sentinel/spot survei.
-
xiv
Indept interview dilakukan terhadap 34 informan pengambil kebijakan di Dinas
Kesehatan, dan lintas sektor baik pada tingkat provinsi, kabupaten, dan desa, termasuk toga,
toma, kader dan penderita. Hasilnya menunjukkan adanya perhatian penting terhadap
pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang. Tidak ada disharmoni kebijakan
pusat dan daerah. Sumber daya manusia masih dianggap bermasalah karena masih kurang
dari segi kuantitas, dengan kompetensi yang belum sesuai. Anggaran dan sarpras sudah
mencukupi serta adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan
POPM di daerah. Dukungan dari lintas sektor juga menjadi salah satu penguatan untuk
menuju Kabupaten Enrekang eliminasi filariasis.
Wawancara KAP, pemeriksaan klinis dan survei darah jari dilakukan terhadap
masyarakat di dua desa terpilih usia ≥ 5 tahun. Hasil wawancara terhadap 632 masyarakat
menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang mendukung eliminasi
filariasis dalam hal pengobatan adalah mengetahui akibat yang ditimbulkan jika tidak
mengkomsumsi obat filariasis, mengetahui efek samping obat filariasis, dan cara mencari
pengobatan yaitu ke petugas kesehatan. Adapun dalam hal pencegahan selain minum obat
juga menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu bila tidur pada malam hari
atau memakai pakaian lengan/celana panjang pada saat keluar rumah. Hal yang perlu
diwaspadai adalah masih ada penduduk yang tidak mengikuti program POPM yang nantinya
dikhawatirkan dapat menjadi sumber penularan.
Dari total 632 masyarakat yang di wawancara KAP, sebanyak 620 orang bersedia
untuk diperiksa secara klinis dan diambil darah. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak
ditemukan gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif.
Stool survey dilakukan terhadap anak SD kelas 2 dan 3 di enam SD di kabupaten
Enrekang yaitu MIS Maliba, SDK Bala Batu, SDN 35 Sangtempe, SDN 148 Pamolongan,
SDN 133 Pewa, dan SDN 106 Penyurak. Dari 158 anak SD yang diambil sampel tinja
hasilnya 2 anak positif (1,26%) kecacingan, dengan jenis cacing Trichuris trichura dan
Enterobius vermicularis. Deteksi DNA Brugia malayi dilakukan terhadap 20 anak SD sebagai
sampel, hasil pemeriksaan deteksi DNA Brugia malayi seluruhnya negatif.
Penangkapan nyamuk dilakukan dengan metode modifikasi human landing collection
dalam kelambu, hasilnya tertangkap sebanyak 1.801 nyamuk dari genus Mansonia, Culex,
Aedes, Anopheles, dan Armigeres. Seluruh nyamuk tertangkap dikirim ke Badan Litbangkes
untuk diperiksa dengan PCR. Hasilnya menunjukkan bahwa ditemukan nyamuk dengan
spesies Culex vishnui positif DNA Brugia malayi.
-
xv
Survei lingkungan habitat dilaksanakan untuk mengetahui tempat perindukan nyamuk
di lokasi penelitian. Hasil menunjukkan bahwa terdapat empat tipe lingkungan habitat yang
ditemukan di Desa Potokullin, yaitu: mata air, tepi sungai, sawah, genangan air, kolam, dan
rumpun bambu, sedangkan di Desa Parombean ditemukan enam tipe lingkungan habitat,
yaitu: sawah, mata air, tepi sungai, genangan air, kolam, dan rumpun bambu.
Harapan agar Kabupaten enrekang bisa memperoleh sertifikat bebas kaki gajah dari
WHO, maka disarankan untuk :
1. Melakukan penyuluhan yang terencana dan kontinyu untuk menumbuhkan pemahaman
tentang bahaya filariasis dan melaporkan ke petugas kesehatan jika menemukan
seseorang dengan gejala-gejala awal pembengkakan di kaki atau di tangan.
2. Mengintensifkan penyuluhan ke masyarakat agar menggunakan kelambu saat tidur atau
menggunakan baju lengan pangang/celana panjang saat keluar rumah, untuk menghindari
kontak dengan gigitan nyamuk.
3. Memanfaatkan atau memaksimalkan sumber informasi terkait filariasis selain dari
petugas kesehatan dan guru, juga melalui pengumuman dari tempat ibadah (masjid).
4. Surveilans untuk monitoring dan evaluasi terhadap penularan filariasis dapat dilakukan
dengan memantau lokasi-lokasi yang penduduknya tidak mengikuti program POPM, dan
penatalaksanaan perawatan bagi penderita kronis kaki gajah.
5. Melanjutkan pemberian obat cacing kepada anak sekolah dan anak-anak usia sekolah
yang ada di masyarakat.
6. Melakukan survei entomologi untuk mengetahui kepadatan dan perilaku nyamuk untuk
mengantisipasi keberadaan vektor di lokasi penelitian.
7. Mengintensifkan kerja sama lintas sektor yang sudah berjalaan dengan baik.
8. Meningkatkan peran serta masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,
PPK, kader kesehatan yang dapat menjadi jembatan yang efektif antara petugas kesehatan
dan masyarakat.
-
xvi
DAFTAR ISI
SK PENELITIAN...................................................................................................................... ii
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI .................................................................................. vii
COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK .........................................................................viii
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ............................................ ix
KATA PENGANTAR............................................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................................... xi
ABSTRACT ............................................................................................................................ xii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................................................xviii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
Latar Belakang....................................................................................................................... 1
Dasar Pemikiran..................................................................................................................... 2
Tujuan .................................................................................................................................... 4
Manfaat .................................................................................................................................. 4
BAB II METODE PENELITIAN ............................................................................................. 6
Kerangka Konsep................................................................................................................... 6
Jenis Studi .............................................................................................................................. 8
Populasi, Sampel, dan Lokasi ................................................................................................ 8
Bahan dan Cara Pengumpulan Data .................................................................................... 16
Alur Kegiatan....................................................................................................................... 23
Definisi Operasional ............................................................................................................ 26
Manajemen dan Analisis Data ............................................................................................. 26
BAB III.................................................................................................................................... 28
-
xvii
HASIL PENELITIAN............................................................................................................. 28
Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................................................... 28
Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian......................................... 28
Gambaran Jumlah dan Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel ....................................... 31
Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis....................................................... 35
Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis .................................................................. 37
Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis. ............................................................. 39
Perilaku responden tentang filariasis dapat diihat pada Tabel 6 berikut ini. ....................... 39
Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian................................................................ 42
Gambaran Status Infeksi Kecacingan .................................................................................. 44
Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi................................................................................ 45
Gambaran Hasil Survei Vektor............................................................................................ 45
Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ............................................................................. 48
BAB IV.................................................................................................................................. 110
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 130
Kesimpulan ........................................................................................................................ 130
Saran .................................................................................................................................. 131
DAFTAR KEPUSTAKAAN ................................................................................................ 132
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 136
-
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Cakupan Pengobatan Massal di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan................. 30
Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasi .. 31
Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Enrekang Tahun 2017............ 32
Tabel 4. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di Kabupaten..... 35
Tabel 5. Sikap Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017................ 37
Tabel 6. Perilaku Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017 ........... 39
Tabel 7. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) Kabupaten Enrekang...... 42
Tabel 8. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis di Kabupaten ............... 43
Tabel 9. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei Darah Jari 43
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan di Kabupaten .......... 44
Tabel 11. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Kabupaten ..................... 45
Tabel 12. Jumlah Nyamuk yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode Penangkapan ....... 46
Tabel 13. Jumlah Nyamuk yang Tertangkap dan Hasil Pemeriksaan PCR di Kabupaten ...... 46
-
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017 ................... 6
Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multi center Filariasis tahun 2017 ................................. 25
Gambar 3. Plotting rumah responden di Desa Parombean, Kecamatan Buntu Barana, ......... 34
Gambar 4. Plotting rumah responden di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu, .............. 35
Gambar 5. Ploting Lingkungan Potokullin.............................................................................. 47
Gambar 6. Ploting Lingkungan Parombean ............................................................................ 48
-
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto-foto kegiatan KAP.................................................................................... 136
Lampiran 2. Foto-foto Kegiatan Pemeriksaan Klinis dan SDJ ............................................. 136
Lampiran 3. Foto-foto kegiatan Stool dan Gen Bm .............................................................. 137
Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Survei Entomologi............................................................. 137
Lampiran 5. Foto-foto Kegiatan Survei Lingkungan ............................................................ 138
Lampiran 6. Foto-foto Kegiatan Indept Interview ................................................................ 139
-
1
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 1997, filariasis yang
dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan) menjadi masalah
kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia.1 Indonesia adalah salah satu dari 53
negara di dunia yang merupakan negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di
dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada manusia yaitu: Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.2
Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis pada tahun 2020.
Di Indonesia program eliminasi filariasis telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI
pada tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan. Sejak pencanangan tersebut, Menteri
Kesehatan mengeluarkan Keputusan Nomor: 157/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu Penatalaksanaan Kasus
Kronis Filariasis. Tahun 2005 dikeluarkan Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005
tentang Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah).2
Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236
kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis
tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal
filariasis (POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181
kabupaten/kota akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah
penduduk sebesar 76 juta jiwa.
Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan evaluasi
yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna mengetahui ada
tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi
dengan survei kajian penularan (Transmission Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan
menggunakan rapid diagnostic test/RDT.1 RDT yang digunakan adalah brugia rapid testTM
untuk parasit Brugia malayi dan/atau Brugia timori,1,2,3,4 dan immunochromatographic
test (ICT) untuk parasit Wuchereria bancrofti. Brugia rapid test digunakan untuk
mendiagnosis ada tidaknya antibodi B. malayi/B. timori, sedangkan ICT untuk
mendiagnosis ada tidaknya antigen W. bancrofti. Dari hasil TAS-1 tsb akan diketahui
apakah di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan filariasis atau masih
-
2
dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih terjadi penularan
filariasis akan dilakukan POPM ulang selama 2 putaran (2 tahun).5,6,7 Untuk hasil TAS-1
dengan nilai di bawah nilai cut-off maka kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS.
Selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans
filariasis. Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun
kemudian dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa surveilans dapat
dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb disertifikasi dengan status
filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015, terdapat 29 kabupaten/kota
yang telah lulus TAS dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS-1, TAS-2 atau TAS-3.
Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah
(Belkaga). Sebelumnya pada tahun 2014,7 Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun
2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka
Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi
kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM.
Tahun 2011 Kabupaten Enrekang telah menyelesaikan POMP sebanyak lima putaran, dan
dinyatakan telah lulus TAS-3. Rekomendasi TAS-3 menyatakan Kabupaten Enrekang
tidak terdapat penularan filariasis dan lulus TAS, dengan tetap melaksanakan surveilans,
pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi data
dukungan untuk tahap verifikasi WHO.8
Dalam pelaksanaan POPM terdapat kendala bagi kabupaten/kota karena besarnya
sumber daya yang diperlukan (biaya operasional dan dukungan SDM). Adanya masalah
dan kendala tersebut di atas, perlu dilaksanakan suatu studi yang menyeluruh guna
mengetahui berbagai aspek terkait dengan kegagalan/keberhasilan suatu kabupaten/kota
dalam melaksanakan eliminasi filariasis. Studi yang dilaksanakan meliputi aspek
pemberian pengobatan pencegah massal, manajemen pengendalian (surveilans: tools dan
metode, promosi, penanganan penderita), lingkungan (fisik, biologis: vektor dan reservoir),
dan perilaku masyarakat.
Dasar Pemikiran
Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS.
Salah satu adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang ditentukan. Dari hasil
-
3
kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase
cakupan pengobatan massal pada tahun 2009 mencapai 59,48. Persentase cakupan ini
masih jauh di bawah target yang ditetapkan WHO (minimal 65 dari total populasi atau 85
dari total sasaran).9 Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya sumber daya yang
tersedia, tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat dengan
adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan badan.9,10
Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM dan metode surveilans
yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya reservoar dan
vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat yang masih
rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait dengan
pengendalian filariasis; yang perlu diketahui secara lebih mendalam dan komprehensif.
Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah meningkatnya KAP
(Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk. Semula 54 penduduk yang mendengar
dan mengetahui filariasis, menjadi 89 penduduk yang tahu filariasis setelah dilaksanakan
sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang POPM filariasis berdampak dengan
meningkatnya cakupan penduduk yang makan obat sebesar 80.11 Studi yang dilaksanakan
oleh Sekar Tuti dkk pada tahun 2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa selama 5 tahun
POPM di 9 desa, mf rate turun dari 2,1 --3 menjadi 0.12 Demikian juga hasil studi yang
dilakukan oleh Clare Huppatz pada 5 negara di Pasifik menemukan bahwa pelaksanaan
POPM selama 5 tahun berturut-turut dapat menurunkan antigenaemia di bawah 1.13 Di
India filariasis endemik di 17 negara bagian dan 6 union territories dengan 553 juta
penduduk berisiko terinfeksi filariasis. Umumnya India endemis W. bancrofti, hanya 2
yang endemis B. malayi yaitu di negara bagian Kerala, Tamil Nadu, Andhra Pradesh,
Orissa, Madhya Pradesh, Assam dan Benggala Barat. Pada tahun 2007, dari 250 kabupaten
endemik, cakupan pengobatan massal adalah 82 dari 518 juta penduduk, dan setahun
kemudian meningkat menjadi 85,92. Meningkatnya angka cakupan pengobatan massal
dikarenakan kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis yang merupakan
Kebijakan Kesehatan Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi filariasis tahun 2015.14
Secara fenomenal, Tiongkok berhasil melaksanakan eliminasi filariasis pada tahun 2006
dengan menggunakan fortifikasi garam dapur dengan DEC. Keberhasilan program
eliminasi filariasis tersebut karena merupakan program prioritas di 864 kabupaten/kota,
sebagai upaya yang berkelanjutan sejak tahun 1949, adanya kerja sama yang erat antar
-
4
instansi yang terkait, partisipasi aktif masyarakat di wilayah endemis, dan tingginya
intensitas kampanye pengendalian dan pencegahan.15 Keberhasilan Tiongkok ini dapat
dijadikan contoh atas adanya partisipasi aktif masyarakat dan kampanye pengendalian dan
pencegahan filariasis.
Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di atas, tampak bahwa
keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi jika adanya kebijakan pemerintah
daerah untuk menjadikan eliminasi filariasis sebagai program prioritas, adanya kontinuitas
POPM, dan promosi kesehatan yang intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana dengan
Indonesia? Dimana letak kegagalan dan keberhasilan kabupaten/kota dalam pelaksanaan
eliminasi filariasis yang telah berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan
keberhasilan inilah yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai
unit/instansi yang berada di lingkup Badan Litbangkes.
Tujuan
Tujuan Umum
Diketahui dan dianalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah
melaksanakan POPM.
Tujuan Khusus
2.2.1. Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil
analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan).
2.2.2. Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil
analisis aspek manajemen.
2.2.3. Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi filariasis di
Indonesia.
Manfaat
Hasil studi diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan
model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam
penanggulangan filariasis. Untuk melaksanakan program penanggulangan filariasis, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan
-
5
Filariasis. Dalam Permenkes tersebut, penyelenggaraan penanggulangan filariasis
dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah
Daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan
dengan empat pokok kegiatan yaitu (1) surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei
data dasar prevalensi mikrofilaria, survei evaluasi prevalensi mikrofilaria, dan survei
evaluasi penularan); (2) penanganan penderita; (3) pengendalian faktor risiko melalui
pemberian obat pencegah massal (POPM); dan (4) komunikasi, informasi, dan edukasi.
-
6
BAB II METODE PENELITIAN
Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017
POPM-- Cakupan-- Kesesuaian Pelaksanaan
dengan Prosedur-- Kepatuhan Masyarakat
Minum Obat
Manajemen Pengendalian-- Surveilans-- Penanganan penderita-- Pengendalian faktorrisiko-- Promosi/KIE-- SDM-- Rasio Pembiayaan-- Kebijakan dan Dukungan
Pemkab/Pemkot.
Vektor-- Spesies-- Infectivity rate-- Jenis TempatPerindukan
Reservoir– Spesies– Microfilaremia rate- Jarak Habitat dariPemukiman
Penduduk
KeberhasilanEliminasiFilariasis
Perilaku
Masyarakat
-- Pengetahuan
-- Sikap
-- Kebiasaan
Lingkungan Fisik
-- Tipe Wilayah
-- Kondisi Pemukiman
Metoda TAS-- Penentuan
Subyek-- TeknikDiagnosis-- PenentuanBatas
Cut-Off
-
7
Keterangan Diagram
1. Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh lulus tidaknya
saat dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS dilakukan setelah POPM dilakukan
selama 5 putaran (5 tahun) berturut-turut tanpa terputus. Pernyataan lulus TAS jika
jumlah sampel anak usia sekolah (kelas 1 dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang
diperiksa antibodi/antigen lebih rendah dari nilai cut-off kritis yang ditetapkan (= 18).
Sedangkan yang gagal TAS adalah sebaliknya (di atas nilai cut-off kritis yang
ditetapkan).
2. Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada 6 faktor yang
perlu dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam faktor tersebut adalah
reservoir, vektor, lingkungan fisik, pemberian obat pencegah, perilaku masyarakat,
dan manajemen pengendalian.
3. Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum, keberhasilan eliminasi
dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan genetik. Enam faktor
dalam diagram kerangka konsep dapat dikelompokkan sebagai faktor lingkungan
(vektor, reservoar, lingkungan fisik), perilaku (perilaku masyarakat), pelayanan
(pemberian obat pencegah dan manajemen pengendalian), sedangkan faktor genetik
kontribusinya kecil dan dapat diabaikan.
Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana dan Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya.
Waktu: Studi dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan Februari sampai
dengan November 2017.
Tempat/Lokasi: Studi adalah Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu dan Desa
Parombean, Kecamatan Buntu Barana Kabupaten Enrekang yang merupakan wilayah
endemis B. malayi non-zoonotic. Pemilihan lokasi kabupaten berdasarkan hasil TAS-3
yang dilaksanakan Subdit P2 Filariasis tahun 2016. Hasil TAS 3 kabupaten Enrekang
adalah dari seluruh anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang diperiksa berjumlh 1.610 siswa dengan
hasil semuanya negatif. Sehingga pemilihan desa berdasarkan kriterai desa sentinel atau
spot.
-
8
Pelaksana dan Penanggung Jawab adalah Balai Litbang P2B2 Donggala yang
merupakan satuan kerja yang berada di bawah Badan Litbangkes.
Sumber Biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala
tahun 2017.
Selain bersumber dari DIPA satuan kerja Balai Litbang P2B2 Donggala , salah satu
kegiatan yaitu pelaksanaan TAS-1 di Kabupaten Donggala bersumber dari DIPA Ditjen
P2P, Kemenkes RI tahun 2016. Untuk kegiatan TAS ini pelaksana adalah Subdit P2
Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis,
Ditjen P2P.
Jenis StudiJenis studi adalah potong lintang (cross sectional).
Populasi, Sampel, dan Lokasi.
Transmission Assesment Survey (TAS).
Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan adalah salah
satu langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk menuju eliminasi filariasis.
Merupakan survei potong lintang mengumpulkan data pada waktu yang ditetapkan. Disain
survei tergantung pada jenis parasit dan vektor, rasio angka partisipasi masuk sekolah,
besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau kelas 1 dan 2, dan jumlah sekolah atau daerah
pencacahan. Tujuan dari TAS ini adalah untuk mengukur apakah di daerah tersebut pasca
POPM dapat mempertahankan prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam
pengertian tidak terjadi lagi penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.
Populasi: anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2 di Kabupaten
Enrekang.
Sampel: Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan survey sample
builder (SSB).16 SSB adalah suatu perangkat yang dirancang untuk membantu
pelaksanaan TAS. Program SSB digunakan untuk mengotomatisasi perhitungan guna
menentukan strategi survei yang tepat. Dibuat dengan disain survei yang fleksibel agar
sesuai dengan situasi lokal yang tergantung dengan tingkat sekolah dasar, ukuran populasi,
-
9
jumlah sekolah atau daerah pencacahan, dan siswa yang dipilih. Dalam SSB tersebut sudah
diperhitungkan tingkat absensi 15 . Dari seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara
random (acak) sebanyak 30 SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO.
Dalam daftar random pada SSB mencantumkan juga 5 SD/MI cadangan yang bisa
diikutsertakan dalam survey berdasarkan urutan yang dipilih. Total sampel antara 1.524-
1.552 anak. Dari setiap SD/MI tersebut diambil sampel anak-anak kelas 1 dan 2 untuk
diambil darah jari guna mengetahui antibodi/antigen dengan rapid diagnostic test. Untuk
subyek yang positif antibodi (lemah), pengambilan dilakukan satu kali lagi.
Kriteria Sampel
Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit.
Lokasi: Lokasi pada SD/MI yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di setiap kabupaten.
Survei Darah Jari (SDJ)
SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria di dalam
darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop. Waktu pengambilan malam hari untuk
daerah endemis Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.
Populasi: masyarakat di Desa Potokullin dan Desa Parombean.
Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley Lemeshow
et.al (1997):
n=[Z2 1-2. P(1-P)]/d2
Ket. n = jumlah sampel. Z2 1-2 = 1,960 (tingkat kepercayaan 95 ). P=0,28. d = 0,05.
Catatan: Kegiatan TAS ini dilaksanakan oleh tim dari Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, DirektoratPencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P pada tahun 2016.
-
10
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa/kelurahan adalah:
n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan menjadi 310 orang
(minimal).
Jumlah 310 orang terdapat pada l.k. 70--100 rumah tangga (1 rumah tangga 4,5 orang) per
lokasi. Total sampel untuk setiap kabupaten adalah 620 orang di 2 desa pada kecamatan
yang berbeda. Subyek yang diambil darah adalah penduduk yang berusia 5 tahun ke atas,
termasuk anak SD/MI yang positif antibodi/antigen dan 10 yang negatif antibodi/antigen.
Kriteria Sampel:
Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas, terutama anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI yang
positif hasil test antibodi/antigen. Saat pelaksanaan penelitian anak-anak tersebut sudah
menduduki bangku kelas 2 dan 3.
Eksklusi: penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta), dan gangguan jiwa.
Lokasi: adalah Desa Potokullin dan Desa Parombean.
Stool Survey (StS)
StS yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid diagnostic test yang positif
dengan kejadian infeksi kecacingan perut. Pemeriksaan tinja dilakukan dengan
pemeriksaan langsung. Kegiatan StS ini dilakukan pada daerah yang endemis B. malayi.
Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Enrekang.
Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley Lemeshow
et.al (1997):
n=[Z2 1-2. P(1-P)]/d2
Ket. n = jumlah sampel. Z2 1-2 = 1,645 (tingkat kepercayaan 90 ). d = 0,05.
-
11
Prevalensi kecacingan adalah 18 sehingga P = 0,18.
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap kabupaten adalah antara 146 –
178 anak; dengan N = 1.464 – 1.783 anak. Lihat tabel 1c “Besar Sampel Dalam
Penelitian Kesehatan” – Stanley Lemeshow, dkk.Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang positif dan negatif antibodi/antigen.
Kriteria Sampel:
Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif dan negatif test antibodi/antigen.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang sakit (diare).
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2 dengan cara
sebagai berikut:
1. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (hanya pada satu SD), maka SD
dimana ada anak yang positif tadi diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika
sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya
tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka
diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut
menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.
2. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (pada 2 SD), maka pada kedua SD
tersebut diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika sampel masih kurang maka
diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut
menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari SD yang
berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun
2016, dst.
3. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negative, maka sampel anak SD diambil
pada SD yang menjadi sampel TAS tahun 2016 dan paling berdekatan dengan lokasi
penelitian. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan
SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih
kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD
tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.
-
12
Lokasi:
Untuk kabupaten Enrekang ditetapkan enam SDN/MI dengan jumlah sasaran (target)
sebanyak 160 anak. Di Kecamatan Curio dilakukan di empat SD, sedangkan di Kecamatan
Buntu Batu di 2 SD. MIS Maliba dengan jumlah sasaran (target) sebanyak delapan siswa,
SDK Bala Batu dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 20 siswa, SDN 35 Sangtempe
dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 16 siswa, SDN 148 Pamolongan dengan jumlah
sasaran (target) sebanyak 38 siswa, SDN 133 Pewa dengan jumlah sasaran (target)
sebanyak 54 siswa dan SDN 106 Penyurak dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 35
siswa, sebagai lokasi tempat pengumpulan sampel StS.
Deteksi DNA Brugia malayi
Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak keberadaan fragmen
mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
teknik polymerase chain reaction (PCR). Kegiatan deteksi DNA B. malayi ini dilakukan
pada daerah yang endemis B. malayi.
Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Enrekang.
Sampel: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi. Jumlah sampel
15-20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari sebanyak 150—200 µl, dimasukkan ke
tabung microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di
tabung microtainer dan kertas Whattman filter akan diperiksa dengan metode polymerase
chain reaction (PCR).
Kriteria Sampel:
Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi.
Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang tidak datang/hadir di sekolah karena sakit atau
ijin ada keperluan lainnya.
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 20 anak SD kelas 2 dan 3 dengan cara sebagai
berikut:
-
13
Semua sampel anak SD yang positif hasil TAS 2016 diambil sebagai sampel, jika jumlah
sampel positif tidak sampai 20 maka untuk memenuhi minimal sampel 20 ditambah
dengan sampel anak SD yang negatif pada TAS 2016. Sampel negatif ini bisa diambil pada
salah satu SD yang ada anak yang positif sampai terpenuhi minimal sampel. Cara
pengambilannya dengan purposive sampling.
Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negatif maka sampel anak SD sebanyak 20
buah diambil mengikuti lokasi pengambilan sampel stools.
Lokasi: SDK Bala Batu, dan SDN 133 Pewa.
KAP Survey Filariasis
KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis (penyebab penyakit,
pengobatan, dan pencegahan).
Populasi: masyarakat di di desa Potokullin dan desa Parombean.
Sampel: Jumlah sampel sebanyak 310 orang yang berusia 5 tahun ke atas pada 70—100
rumah tangga. Total sampel 620 orang per kabupaten. Subyek diwawancarai dengan
kuesioner terstruktur yang telah dikembangkan oleh WHO.
Kriteria Sampel:
Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas.
Eksklusi: penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan tuna rungu), dan
lansia dementia.
Teknik pengambilan sampel:
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak minimal 310 responden. Responden pertama
dipilih dengan kriteria adalah rumah anak positif SDJ dari hasil TAS maka rumah pertama
yang terpilih dimulai dari rumah anak/penderita tersebut. Sampel rumah tangga berikutnya
diambil yang paling dekat dengan rumah pertama dan seterusnya sampai mendapatkan 310
responden yang akan dilakukan pengambilan darah jari.
-
14
Untuk menentukan titik global positioning system (GPS) rumah responden tinggal
dilakukan plotting mulai dari rumah pertama sampai seluruh rumah tempat tinggal calon
responden.
Lokasi: di desa Potokullin dan desa Parombean.
Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para pejabat lintas
program dan sektor di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa; serta penderita
klinis kronis filariasis.
Kriteria Sampel:
a. Para pejabat lintas program dan sektor
Inklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang
berada di bawah kordinasi deputi kesejahteraan rakyat.
Eksklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa
yang berada di bawah kordinasi deputi kesejahteraan rakyat yang tidak terkait dengan
program pengendalian penyakit menular.
Untuk wawancara mendalam, jumlah informan berkisar 4—10 orang.
Lokasi: ibukota provinsi Sulawesi Selatan/kabupaten Enrekang/kecamatan Curio dan
Buntu Batu/desa Potokullin dan Parombean yang menjadi lokasi studi.
b. Penderita klinis filariasis:
Inklusi: penderita klinis filariasis dengan ekstremitas (kaki/tangan) yang membesar dalam
stadium I—IV.
Eksklusi: penderita klinis filariasis yang tidak menunjukkan pembesaran ekstremitas.
Untuk wawancara mendalam, jumlah informan adalah dua orang/penderita.
Lokasi: Desa Potokullin adalah desa/kelurahan yang didiami oleh penderita elephantiasis
-
15
Survei Vektor (Nyamuk).
Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang mengandung larva
L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan selang waktu 1 bulan, pada 6 titik/lokasi di
Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang selama 2 malam berturut-turut. Dimulai sore
hari pukul 17.00 sampai esok hari pukul 06.00. Metode yang digunakan adalah modifikasi
human landing collection dalam kelambu.
Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam survei ini dilakukan
pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis yang meliputi type breeding site,
pengamatan flora dan fauna (naungan dan kepadatan flora), kondisi ekologi (tanaman air,
lumut, ganggang), dan keberadaan hewan air predator, jarak dari rumah penduduk,
penggunaan lahan, dan total larva yang ditemukan per spesies. Untuk mengetahui lokasi
habitat vektor dilakukan plotting sehingga akan diperoleh titik global positioning system
(GPS) habitat vektor tersebut.
Kriteria Sampel:
Inklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang mendukung
keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang, kelompok tumbuhan yang hidup di
air, semak belukar, hutan sekunder atau tersier).
Eksklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang tidak
menunjukkan keberadaan vektor.
Lokasi: Lokasi adalah Dusun Buntu Lenta, Desa Potokullin. dan Dusun Liba, Desa
Parombean.
Survei Lingkungan
Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan lingkungan
biologis vektor dan reservoar pada daerah tempat pelaksanaan studi. Untuk survei
lingkungan biologis reservoir hanya dilakukan di daerah endemis B. malayi zoonotic.
Sampel: Untuk lingkungan biologis vektor, jumlah sampel sebanyak 70—100 bangunan
rumah di tempat pelaksanaan SDJ. Sedangkan untuk lingkungan biologis reservoar adalah
hutan dan/atau kebun yang berada di sekitar daerah tempat pelaksanaan studi.
-
16
Kriteria Sampel:
Lingkungan biologis vektor.
Inklusi: Lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih dalam survei KAP.
Eksklusi: Lingkungan bangunan umum (sekolah, kantor, gedung pertemuan, pos
keamanan, rumah kosong, masjid/mushalla/gereja/pura).
Lokasi: Lingkungan rumah penduduk tempat pelaksanaan SDJ pada 2 desa/kelurahan di
setiap kabupaten.
Lingkungan biologis reservoar (pada daerah endemis B. malayi zoonotic).
Inklusi: Hutan dan/atau kebun (karet, sawit) yang dapat diakses (minimal ada jalan
setapak).
Eksklusi: Hutan primer dan /atau kebun (karet, sawit) terlantar.
Untuk mengetahui kondisi lingkungan biologis vektor/reservoir dilakukan plotting
sehingga akan diperoleh titik global positioning system (GPS) lingkungan di sekitar
bangunan rumah responden/hutan atau kebun.
Bahan dan Cara Pengumpulan Data
Transmission Assesment Survey (TAS).
a. Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah menerima
pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti survei TAS sebagai
supervisor; (2) kordinator lapangan yang bertugas melakukan kordinasi dengan
pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan; (3) pendaftar yaitu petugas
yang mencatat dan mendaftar anak-anak yang dipilih sebagai sampel untuk diambil
darahnya; (4) pengambil darah yaitu petugas yang akan mengambil sampel darah; (5)
pembaca hasil tes yaitu petugas yang khusus memonitor dan membaca hasil tes cepat
antibodi/antigen termasuk memonitor waktu (pengelola timer).
b. Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas utama akan
memberi penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan
tujuan pemeriksaan TAS. Selanjutnya didiskusikan tempat terbaik untuk pengambilan
darah, sebaiknya di ruangan terpisah untuk mencegah murid merasa takut melihat
proses pengambilan darah.
-
17
c. Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid (subyek penelitian)
tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko
terhadap subyek penelitian, meskipun kegiatan ini merupakan bagian dari suatu
kegiatan rutin program filariasis. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang
dapat menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan. Jarang sekali terjadi infeksi
atau perdarahan kecuali pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek akan
memperoleh manfaat karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan diberi
pemeriksaan dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur alat yang
dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang telah ditentukan sebagai
pengambil darah dan pembaca tes siap di posisi masing-masing.
e. Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur, alamat) untuk setiap
murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di formulir yang telah disediakan.
Pendaftar memasukkan setiap data dari murid yang menolak atau tidak mendapat ijin
dan menuliskan jumlah murid yang absen dalam formulir serta mengisikan nama
subyek dan nomor kode spesimen pada formulir.
f. Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada perangkat kit
diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah jari pada subyek sebanyak
35 μl.
g. Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif dan negatif
diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data dan informasi anak/murid
SD/MI positif antibodi/antigen yang disampaikan adalah: nama SD/MI, nama anak,
umur, alamat (dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan), dan nama orang tua/wali.
Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L).
a. Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu peneliti yang akan
melakukan anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala klinis yang
dirasakan saat ini atau yang pernah dirasakan subyek setahun terakhir, pemeriksa gejala
klinis juga merangkap sebagai ketua tim; (2) pewawancara yaitu peneliti yang
bertugas melakukan wawancara dari rumah ke rumah kepada subyek penelitian dengan
-
18
menggunakan kuesioner terstruktur; (3) pencatat lokasi GPS yaitu peneliti yang
bertugas melakukan plotting rumah calon responden; (4) pendaftar yaitu pembantu
peneliti yang mencatat dan mendaftar subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel
untuk diambil darahnya; (5) pengambil darah yaitu peneliti yang mengambil sampel
darah; (6) pemroses spesimen yaitu peneliti yang memproses spesimen sejak spesimen
diteteskan pada slaid sampai diperiksa; (7) pemberi bahan kontak yaitu pembantu
peneliti yang membagikan bahan kontak kepada subyek penelitian yang telah selesai
diambil darah jari dan wawancara.
b. Tim melakukan plotting pada bangunan rumah calon responden, lingkungan rumah
calon responden, dan habitat vektor.
c. Tim KAP melakukan wawancara ke masing-masing rumah responden yang dilakukan
pada siang hari. Pemilihan rumah responden dilakukan dengan dimulai dari rumah
penderita (positif antibodi atau positif mikrofilaria atau kronis elefantiasis) sebagai titik
pusat. Selanjutnya dipilih rumah yang berdekatan di sekeliling rumah penderita secara
melingkar atau secara zig-zag disesuaikan dengan posisi letak antar rumah.
d. Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-nama anggota rumah
tangga dan informed concent. Untuk pengisian formulir ini, dapat ditanyakan kepada
kepala rumah tangga atau salah seorang anggota rumah tangga yang berusia dewasa.
Informed concent ini diberikan kepada responden/subyek penelitian untuk dibawa ke
tempat pengambilan darah jari sebagai bukti bahwa rumah tangga tersebut telah
dilakukan wawancara.
e. Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas 5 tahun ke atas. Proses
wawancara berlangsung antara 15—20 menit.
f. Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyodorkan formulir
persetujuan setelah penjelasan (PSP) kepada responden/subyek penelitian untuk
dibaca dan ditandatangani responden jika responden setuju. Jika responden tidak dapat
atau kesulitan membaca, pewawancara akan membacakan PSP.
g. Setelah selesai wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden), tim melakukan
persiapan tempat/posko untuk pengambilan darah jari.
h. Di tempat pengambilan darah/posko; tim menyiapkan tempat yang cukup lapang. Di
tempat pengambilan darah hendaknya disediakan kursi secukupnya untuk subyek duduk
menunggu giliran serta minimal 4 buah meja untuk menaruh berbagai peralatan
-
19
pengambil darah dan bahan-bahan. Disiapkan satu tempat/ruangan khusus untuk
pemeriksaan klinis.
i. Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat pengambilan darah,
mendaftar ke meja petugas pendaftar dengan menyerahkan informed concent. Petugas
pendaftar akan mendaftar subyek penelitian pada formulir yang disediakan.
j. Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis. Oleh ketua tim,
sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan singkat kepada subyek penelitian
tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko terhadap
subyek penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang dapat
menyebabkan ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung jari) namun jarang sekali terjadi
infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek
akan memperoleh manfaat karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan
dilakukan pemeriksaan dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pemeriksa gejala klinis akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian.
Gejala klinis yang ditemukan dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam
setahun terakhir dicatat dalam formulir yang telah disiapkan.
k. Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl untuk sediaan
apus tebal oleh petugas pengambil darah. Pengambilan darah jari dimulai pada pukul
21.00. Sediaan darah yang ada pada kaca slaid akan diproses oleh pemroses spesimen
sampai sedian darah diperiksa dan disimpan pada kotak slaid.
l. Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja petugas pemberi
bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan memberikan bahan kontak kepada
subyek. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
m. Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat tinggal.
n. Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim. Bagi subyek
penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif, dirujuk ke Puskesmas untuk
diberikan pengobatan dengan DEC dan albendazol sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
o. Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10 dari slaid yang negatif dikirim ke Tim
Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).
-
20
p. Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan wawancara dientri oleh
tim.
Stool Survey (StS)
a. Tim StS terdiri atas (1) ketua tim yaitu peneliti yang memimpin pelaksanaan kegiatan;
(2) pengumpul dan pemeriksa spesimen yaitu peneliti yang akan mengampulkan dan
memeriksa spesimen tinja; (3) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang mencatat,
mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek penelitian (anak-anak) yang
dipilih sebagai sampel untuk menyerahkan tinjanya; (4) penghubung adalah pembantu
peneliti yang melakukan kordinasi dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan
kesehatan kepada subyek penelitian.
b. Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan penjelasan singkat
kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan survei. Selanjutnya
pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih
sebagai sampel yang akan menyerahkan spesimen tinja. Proses selanjutnya adalah
membagikan pot tinja tempat spesimen tinja disertai keterangan cara pengambilan,
pengemasan, dan waktu penyerahan. Saat pembagian pot, kepada murid SD/MI
dijelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan spesimen tinja dan manfaat yang diterima
dari kegiatan yang dilakukan. Informed concent diberikan ke murid untuk
ditandatangani oleh orang tua murid/wali murid.
c. Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan pot yang telah
terisi spesimen tinja kepada tim.
d. Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak dari pendaftar.
Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
e. Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi subyek penelitian
yang hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke Puskesmas untuk diberikan pengobatan
dengan albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis (Laboratorium
Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan) untuk dilakukan
pemeriksaan silang (cross check).
-
21
Deteksi DNA Brugia malayi
a. Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil darah yaitu
peneliti yang akan mengambil sampel darah jari murid SD/MI yang positif/negatif
antibodi brugia; (2) pendaftar yaitu peneliti yang mencatat, mendaftar dan memberikan
bahan kontak kepada subyek studi (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel.
b. Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang positif/negatif antibodi.
c. Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat kepada kepala
sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan pengambilan darah pada siang hari.
Selanjutnya petugas pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid
SD/MI yang terpilih sebagai sampel.
d. Subyek studi diambil darah jari sebanyak 200 µl dimasukkan ke tabung microtainer
dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung vacutainer
dan kertas Whattman akan diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
e. Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan Litbangkes di
Jakarta.
Wawancara Mendalam (Depth Interview)
a. Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2) pencatat (notulis).
b. Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.
c. Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara memberikan penjelasan
tentang maksud dan tujuan wawancara mendalam. Informan diminta untuk membaca
dan menandatangani PSP.
Survei Vektor (Nyamuk).
a. Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu tenaga lokal
sebanyak 9 (sembilan) orang. Salah seorang dari empat peneliti tersebut menjadi ketua
tim/ kordinator.
b. Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator mendatangi lokasi
penangkapan vektor untuk menentukan lokasi penangkapan vektor serta melakukan
kordinasi dengan aparat desa/kelurahan setempat.
c. Kelambu dipasang pada 6 titik/tempat di 3 rumah. Setiap rumah dipasang 2 kelambu
yaitu di dalam dan luar rumah.
-
22
d. Kelambu yang dipasang terdiri atas 2 kelambu yaitu kelambu luar yang tempat
masuknya terbuka dan kelambu dalam yang lebih kecil dari kelambu luar. Umpan
manusia berada di kelambu dalam.
e. Setiap 10 menit seorang peneliti dibantu tenaga lokal menangkap nyamuk yang
hinggap, baik yang di kelambu luar atau pun dalam.
f. Nyamuk yang terkumpul dibawa ke posko/tempat pemeriksaan untuk dilakukan
identifikasi. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form yang telah disiapkan.
g. Penangkapan nyamuk dilakukan mulai pukul 18.00 sore sampai pukul 06.00 pagi
berikutnya (12 jam).
h. Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai vektor potensial
dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat untuk
diperiksa dengan teknik PCR guna menentukan besarnya infectivity rate vector.
Pemeriksaan dilakukan secara pooling berdasarkan spesies dan lokasi. Untuk efisiensi
pemeriksaan PCR maka hanya nyamuk betina parous yang akan diperiksa keberadaan
larva cacing filaria.
Survei Lingkungan
a. Survei Lingkungan Biologis Vektor dilakukan pada saat survey KAP oleh 1 orang
peneliti. Sedangkan Survei Lingkungan Biologis Reservoar dilakukan hanya pada
daerah endemis B. malayi zoonotic
b. Salah seorang peneliti pada saat survey KAP akan melakukan survei lingkungan
biologis vektor di lokasi pengumpulan data KAP. Selain membawa form pencatatan,
perlengkapan lain yang digunakan adalah kamera pada telepon genggam atau gadget
guna merekam situasi dan kondisi yang ditemukan, serta HP yang telah diinstall dengan
program GPS.
Untuk Survei Lingkungan Biologis Reservoar peralatan yang dibawa sama dengan
peralatan survei lingkungan biologis vektor. Lokasi survei adalah hutan yang terdapat di
sekitar desa/lokasi penelitian, maksimal berjarak 3 km dari kelompok pemukiman
terluar.
-
23
Alur KegiatanBerikut di bawah ini alur kegiatan penelitian.
TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY
(dilakukan pada tahun 2016)
Populasi Sampel
Murid SD/MI kelas 1 & 2 per kab/kota
Klaster/Sekolah
30--40 SD/MI di setiap kab/kotayang lulus/gagal TAS.
Rapid Diagnostic Test (RDT)Brugia Rapid Test/ICT
Hasil RDT semua neg
Pilih lokasi: daerahsentinel dan/ataudaerah spot.
Hasil RDT ada yg pos
DUA desa/kelurahan yang terpilih
Pilih lokasi: RDTpositif terbanyakdan/atau keberadaanreservoar (kucing,anjing, lutung/monyet) bagi daerahendemis B. malayi.
Kabupaten/Kota MasaSurveilans (Pasca LulusTAS-1/TAS-2)
Kabupaten/Kota PascaPOPM (5 -- 7 thn)
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
-
24
DUA desa/kelurahan yang terpilih
Survei Darah Jari
Bm = 20.00—02.00
Wb = 21.00—24.00
Jumlah sampel = 620org, usia 5 thn >
Positif
Negatif
Pengobatan
KAP Survei:Jumlah responden =620 org, usia 5 thn >
Survei Vektor:Mansonia, Culex,Aedes, Anopheles.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
PemeriksaanPCR
Positif
Negatif
Datakuantitatif dankualita-tif diolahdandianalisis
Survei Reservoar(pada daerah endemisB. malayi):Pengambilan sampeldarah kucing, anjing,dan primata (lutung,monyet) sebanyak 100ekor.
Positif
Negatif
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Survei Lingkungan:
Lingkungan di seputardesa/kelurahan.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Wawancara Mendalam (IndepthInterview): Responden adalah (1)pejabat lintas program/sektor tingkatprovinsi/kabupaten/kecamatan/desa,(2) penderita elephantiasis (jumlahresponden 2—5 orang/kabupaten).
Data kualitatifdiolah dandianalisis
Identifikasi Status Antibodi IgG B.malayi: Jumlah responden 124 orangyang juga sebagai responden surveidarah jari. Darah diambil sebanyak l.k 3cc dari vena responden.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
-
25
Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Dit.
P2TVZ.
Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multi center Filariasis tahun 2017
Penjelasan diagram
1. Secara garis besar ada 5 faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis, yaitu
sumber daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas terkait filariasis cukup baik
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telahduduk di kelas 2 dan 3.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Daerah B. malayi:
Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih:SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya (saat puldat sudah duduk dikelas 2 dan 3), ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI.Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MIpada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yangberdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot;yang terkena sampel TAS. Minimal 4 SD/MI.
Stool Survey:
Sampel 150—170 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10%dari total anak yang menjadi sampel TAS) untuksetiap kabupaten, diutamakan anak-anak yangpositif TAS dan sisanya anak-anak yang negatif TAS.
Positif Negatif
Deteksi DNA B. malayi
Jumlah sampel = 15—20.
Data kuantitatifdiolah dandianalisis
Pengobatan
-
26
kompetensinya; sistem logistik yang memadai; pelaksanaan promosi kesehatan yang
tepat sasaran, melibatkan lintas sektor dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan
terencana; adanya kebijakan dan peraturan yang mendukung kegiatan eliminasi; dan
tersedianya anggaran operasional yang memadai.
2. Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang berdomisili di
kabupaten/kota.
3. Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI, tokoh masyarakat,
anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI, lingkungan, vektor dan reservoar
penyakit.
4. Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan studi yang dimulai
dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara mikroskopis, stool survey, wawancara ke stake
holder dan masyarakat, survei lingkungan, penangkapan vektor, dan pemeriksaan
reservoar.
Definisi Operasional1. Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS
tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak
SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di atas nilai cut off yang ditetapkan.
2. Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS
lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak
SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di bawah nilai cut off yang
ditetapkan.
3. Sentinel area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang terpilih pada saat survei pemetaan
sebelum pelaksanaan POPM.
4. Spot area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang dicurigai masih terjadinya penularan
filariasis (cakupan POPM rendah, faktor epidemiologi mendukung).
Manajemen dan Analisis Data1. Manajemen Data
Data dan informasi yang diperoleh diedit, coding dan dientri langsung di lapangan dengan
program yang telah disiapkan. Entri data dilakukan oleh tim pengumpul data. Selanjutnya
data dikirim via internet atau secara langsung dengan menyimpan dalam flash disk.
-
27
2. Analisis Data
Data kuantitatif yang sudah bersih akan dilakukan analisis secara deskriptif dan bivariat.
Data kualitatif dari hasil wawancara mendalam akan dilakukan pengkajian untuk diperoleh
kesimpulan di setiap variabel yang dikaji.
-
28
BAB III
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kebupaten Enrekang merupakan satu diatara 23 Kabupaten / kota di Sulawesi
Selatan yang diapit pada sebelah timur gunung Latimojong dan sebelah barat terdapat
bentangan Sungai Saddang . Secara geografis Kabupaten Enrekang terletang antara
3014’36” – 3020’0” Lintang Selatan dan antara 119040’53” - 1200633” Bujur Timur17.
Adapun batas wilayah Kabupaten Enrekang adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Tanah Toraja
Sebelah Timur : Kabupaten Luwu
Sebelah Selatan : Kabupaten Sidenreng Rappang
Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang
Luas Wilayah Kabupaten Enrekang adalah 1.786,01 km2 atau sebesar 2,83% dari
luas Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Enrekag terbagi menjadi 12 Kecamatan dan 129
Desa/Kelurhan. Luas kecamatan wilayah penelitian adalah Kecamatan Buntu Batu (126.65
km2) dan kecamatan Curio (178.51 km2).17
Wilayah ini juga terkenal dengan sebutan “ MASSENRENGPULU” yang
bermakna wilayah yang terletak di lereng pegunungan. Hal ini memeng tepat sebab pada
kenyataan potografi Kabupaten Enrekang sekitar 85% merupakan medan yang
bergelombang, berbukit sampai curam dan hanya sekitar 15% yang merupakan medan
berombak sampai landai. Sedangkan ketinggian daerah dari permukaan laut bervariasi
antara 47 meter sampai 3.329 meter di atas permukaan laut.17 Curah hujan di Kabupaten
Enrekang pada tahun 2016 yaitu antara 1.671 sampai 4.972 mm/tahun. Curah hujan
tertinggi terjadi pada Bulan November yaitu 4.972 mm3.17
Jumlah sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Enrekang adalah: dua rumah sakit,
13 puskesmas, 69 puskemas pembantu, 57 poskesdes, dan 301 posyandu. Adapun jumlah
kader kesehatan sebanyak 1.520 orang.18, 19
Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian
Pada tanggal 26 Januari – 15 Juni 2006 oleh Subdit Fiariasis dan Schistosomiasis
bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Kesehatan
-
29
Kabupaten Enrekang telah mengadakan survei darah jadi (SDC atau survei data dasar
prefalensi mikro filaria) pada dua kecamtan di Kabupaten Enrekang, yaitu Kecamatan
Baraka dan Kecamatan Curio, dengan hasil sebagai berikut :
Desa Potokkulin, Kecamatan Baraka dengan jumlah yang diperiksa 185
sampel, dengan mf-rate 1.08%. Kepadatan parasit 75 mikroliter dengan
spesies Brugia malayi.
Desa Parombean, Kecamatan Curio dengan jumah diperiksa 205 sampel, mf-
rate 0.98%. Kepadatan parasit 50 mikroliter dengan spesies Brugia malayi.
Berdasarkan hasil di atas maka di tetapkan Kabupaten Enrekang sebagai Persiapan
MDA. Sebelum pelaksanaan MDA (POPM) tahun 2006 dilakukan serangkaian persiapan
penanggulangan filariasis yang di tuangkan dalam rencana/tahapan kegiatan Kabupaten
Enrekang menuju eliminasi filaria 2008.8
Sejak akhir 2007 sampai tahun 2011 telah diadakan pengobatan massal selama lima
tahun berturut-turut dengan maksud menghilangkan parasit filariasis untuk mengeliminasi
kasus filariasis di Kabupaten Enrekang dengan cakupan pengobatan rata-rata 90-92%.
Penderita kronis filaria yang ditemukan sesuai hasil survei sejak 2006-2009
sebanyak 19 orang, dengan rincian 3 orang dari Desa Potokullin, 3 orang dari Desa
Sumbang, dan 13 orang dari Desa Buntu Batu.
Tahun 2012 dimulainya survei evaluasi penularan filariasis pada anak sekolah
(transvisi assisment survey atau TAS ) pada 40 sekolah dasar dan sederajat dengan jumlah
sampel 1.548 jiwa dan ditemukan satu positif yaitu di SDN No. 78 Belalang. Hasil
rekomendasi dan tindak lanjut dari TAS I (2012) adalah lulus dengan tetap melaksanakan
surveilans, pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi
data persiapan TAS II. Tahun 2014 diadakan TAS II pada 39 sekolah dasar dan sederajat
dengan jumlah sampel 1.558 jiwa dan ditemukan 17 positif yang terdiri dari sampel 5
positif jelas, dan 12 positif tidak jelas. adalah lulus dengan tetap melaksanakan surveilans,
pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi data persiapan
TAS III.
TAS III dilakukan pada tahun 2016 pada 51 sekolah dasar dan sederajat dengan
jumlah sampel 1.532 jiwa dan tidak ditemukan sampel-positif. Rekomendasi TAS III
dinyatakan Kabupaten Enrekang tidak terdapat penularan filariasis dan lulus TAS, dengan
-
30
tetap melaksanakan surveilans, pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis
serta melengkapi data dukungan untuk tahap verifikasi WHO.
Untuk menilai adanya penularan prevalensi mikrofilaria sesudah kegiatan POPM
Filariasis (2006-2011) maka diadakan survei evaluasi prevalensi mikrofila dengan
melakukan Survei Dara Jari (SDJ) pada tahun 2009 atau tahun ke-3 POPM yang dikenal
dengan SDJ II dilaksanakan di Desa Potokullin dan Desa Parombean mengikuti SDJ I.
Tahun 2011 dilaksanakan SDJ III dengan lokasi pelaksanaan di Desa Benteng Alla dan
Desa Benteng Alla Utara, Kecamatan Baroko, Desa Makajang Kecamatan Maiwa, Desa
Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potokullin Kecamatan Buntu Batu, Desa Tirowali
Kecamatan Baraka, Desa Buntu Mondong Kecamatan Butu Batu. Bulan Juni tahun 2012,
SDJ IV dilaksanakan di Desa Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potokullin Kecamatan
Buntu Batu, Desa Buntu Mondong Kecamatan Buntu Batu, Desa Liba Kecamatan
Sumbang, Keurahan Tuara Kecaatan Enrekang, dan salah Kecamatan Maiwa. SDJ V tahun
2013 dilaksanakan di Desa Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potok Kulin Kecamtan
Buntu Batu8.
Berikut Tabel 1. yang menggambarkan cakupan pengobatan massal selama lima
tahun berturut-turut.
Tabel 1. Cakupan Pengobatan Massal di Kabupaten Enrekang, Sulawesi SelatanTahun 2007—2011
No Tahun
Jumlah Persentase
Penduduk(P)
Sasaran
(S)
MakanObat(MO)
S/P MO/S MO/P
1 2007 178.312 171.491 162.658 96,2 94,8 91,1
2 2008 214.472 170.507 177.435 82,7 100 82,7
3 2009 213.337 170.507 147.241 79,9 86,4 69,0
4 2010 - 176.740 154.873 - 87,6 -
5 2011 - 244.003 162.958 - 66,7 -
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
-
31
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa cakupan pengobatan massal di Kabupaten
Enrekang sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 berfluktuasi.8 Cakupan tertinggi pada tahun
2007 (91,1%) dan terendah tahun 2009 (69,0%). Cakupan pengobatan massal merupakan
salah satu indikator pelaksanaan evaluasi filariasis di suatu kabupaten dimana angka
cakupan minum obat > 65% setiap tahunnya selama lima tahun berturut-turut.
Gambaran Jumlah dan Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel
Pada Tabel 2 disajikan jumlah responden/subyek penelitian/sampel yang
dikumpulkan dalam studi ini.
Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasiyang Dikumpulkan Kabupaten Enrekang Tahun 2017.
NoJenis
Data/Informasi
Jumlah Res/SP/Sampel Keterangan
1 TAS * 1.610Subyek Penelitian (SP) adalah anak SD kelas1 dan 2 (thn 2016)
2 Survei KAP 633Di desa Potokullin 321 sampel dan DesaParombean 312 sampel
3 Pemeriksaan Klinis 620Di desa Potokullin 310 sampel dan DesaParombean 310 sampel
4 Survei Darah Jari 620Di desa Potokullin 310 sampel dan DesaParombean 310 sampel
5 Stool Survey158
SP sama dengan subyek penelitian pada TAS(saat puldat anak duduk di kelas 2 dan 3 (thn2017) dilakukan di enam sekolah dasar
6 Deteksi Gen Bm 20SP sama dengan SP TAS (saat puldat anakduduk di kelas 2 dan 3 (thn 2017)
7. Studi Kualitatif 34
Informan adalah Pengambil kebijakan diBapedda, Dinkes, dan lintas sektor baik padatingkat Provinsi maupun kabupaten serta toga,toma, kader dan penderita
* = Pengumpulan data dilakukan oleh Ditjen P2 pada tahun 2016.
Pada tabel 2 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden dari masing-masing
kegiatan tidak sama. Responden KAP, SDJ dan Pemeriksaan Klinis seyogyanya sama,
namun dalam kenyataan di lapangan jumlah responden KAP lebih banyak dibandingkan
dengan responden SDJ atau pemeriksaan klinis. Hal ini dikarenakan tidak seluruh
masyarakat yang diwawancara datang saat pengambilan darah pada malam hari.
Sedangkan pada sampel TAS dan stool survey tidak sama karena tidak seluruh sampel
-
32
TAS dijadikan sampel stool survey. Sampel stool survey merupakan anak SD yang terpilih
yaitu SD ditemukannya penderita TAS positif dan beberapa SD lainnya sehingga
mencukupi sampel minimal (150-160) anak kelas 2 dan 3 tahun 2017.
Pada Tabel 3 di bawah ini menyajikan karakterisitik responden/subyek penelitian di
kabupaten Donggala tahun 2017
Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Enrekang Tahun 2017
KarakteristikDesa Potokullin
(N=321)Desa Parombean
(N=312) Jumlah
Jenis kelamin N % N % N %Laki-laki 150 46,7 161 51,6 311 49,1
Perempuan 171 53,3 151 48,4 322 50,9Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0
Kelompok Umur< 15 tahun 109 34,0 111 35,6 220 34,8
15-24 tahun 37 11,5 41 13,1 78 12,325-34 tahun 59 18,4 46 14,7 105 16,635-44 tahun 37 11,5 44 14,1 81 12,845-54 tahun 44 13,7 32 10,3 76 12,055-64 tahun 19 5,9 18 5,8 37 5,8>= 65 tahun 16 5,0 20 6,4 36 5,7
Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0Status kawinBelum Kawin 151 47,0 172 55,1 323 51,0
Kawin 153 47,7 131 42,0 284 44,9Cerai Hidup 6 1,9 2 0,6 8 1,3Cerai Mati 11 3,4 7 2,2 18 2,8
Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0Tingkat pendidikanTidak pernah sekolah 11 4,0 16 6,2 27 5,1
Tidak tamat SD 62 22,6 72 27,9 134 25,2Tamat SD/MI 102 37,2 64 24,8 166 31,2
Tamat SLTP/MTs 48 17,5 52 20,2 100 18,8Tamat SLTA/MA 36 13,1 37 14,3 73 13,7Tamat D1/D2/D3 6 2,2 7 2,7 13 2,4Tamat Perguruan
Tinggi9 3,3 10 3,9 19 3,6
Jumlah 274 100,0 258 100,0 532 100,0Pekerjaan Utama
-
33
Tidak bekerja 14 5,1 14 9,5 28 5,3Sekolah 70 25,5 82 29,3 152 28,6
Ibu Rumah Tangga 77 28,1 55 20,5 132 24,8PNS/TNI/POLRI 3 1,1 4 5,7 7 1,3
Wiraswasta/Pedagang 0 0,0 1 0,4 1 0,2Pelayanan Jasa 1 0,4 0 0,0 1 0,2
Petani 100 36,5 93 36,0 193 36,3Nelayan 1 0,4 0 0,0 1 0,2Lainnya 8 2,9 9 3,5 17 3,2Jumlah 274 100,0 258 100,0 532 100,0
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa karekteristik responden berdasarkan jenis
kelamin di Kabupaten Enrekang lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan desa, terlihat responden laki-laki lebih banyak di Desa Parombean daripada di
Desa Potokullin. Berdasarkan kelompok umur, terlihat responden terbanyak dari golongan
umur =65 tahun untuk di Desa
Potokullin, dan kelompok umur 55-64 tahun di Desa Parombean.
Berdasarkan status kawin, menunjukkan responden terbanyak di Desa Potokullin
adalah belum kawin, sedangkan di Desa Parombean dengan status kawin. Tingkat
pendidikan menunjukkan responden terbanyak di Desa Potokullin adalah Tamat SD/MI,
sedangkan di Desa Parombean adalah tidak tamat SD/MI. Adapun Tingkat pendidikan
terendah di kedua desa adalah tamat D1/D2/D3. Pekerjaan utama terbanyak responden
adalah petani baik di Desa Potokullin maupun di Desa Parombean.
Rumah tangga responden yang di wawancara dipetakan, berikut ditampilkan hasil
plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial.
-
34
Gambar 3. Plotting rumah responden di Desa Parombean, Kecamatan Buntu Barana,Kabupaten Enrekang tahun 2017
Pada gambar diatas diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di plotting di
Desa Parombean yaitu sebanyak 79 rumah tangga. Secara geografis lokasi merupakan
pengunungan dengan ketinggian 570-2.149 diatas permukaan laut.
Dari Gambar 2 diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di plotting di Desa
Potokullin sebanyak 108 rumah tangga. Secara geografis Desa ini merupakan daerah
pengunungan dengan ketinggian lebih dari 1.000 diatas permukaan laut.
-
35
Gambar 4. Plotting rumah responden di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu,Kabupaten Enrekang tahun 2017
Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis
Dalam studi ini dilakukan wawancara kepada responden yang akan dilakukan
pemeriksaan klinis dan diambil darah jari. Tabel 4 di bawah ini menampilkan jumlah
responden yang mengetahui penyebab kaki gajah (elephantiasis)/filariasis.
Tabel 4. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di KabupatenEnrekang tahun 2017
PENGETAHUAN
DesaPotokullin(N=321)
DesaParombean
(N=312)Jumlah
N % N % N %Penyebab Filariasis
a. Penyakit yang disebabkan olehcacing
7 3,3 42 20,9 49 11,9
b. Penyakit yang ditularkan olehnyamuk
87 41,0 65 32,3 152 36,8
c. Penyakit keturunan 0 0,0 1 0,5 1 0,2d. Lainnya 9 4,2 21 10,4 30 7,3
Akibat terkena penyakit filariasis
-
36
a. Menyebabkan kaki atau tanganmembesar
97 45,8 110 54,7 207 50,1
b. Tidak menimbulkan gejala danakibat pada tubuh
1 0,5 0 0,0 1 0,2
c. Menyebabkan demam &