rahasia - kemkes.go.ide-riset.litbang.kemkes.go.id/download.php?file=1. laporan...xii abstract...

346
i LAPORAN PENELITIAN STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017 (STUDI MULTISENTER FILARIASIS) DI KABUPATEN ENREKANG (Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik) PENYUSUN: SITTI CHADIJAH, DKK NO. APKESI : 20160417724 BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2) DONGGALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2017 RAHASIA

Upload: others

Post on 30-Jan-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    LAPORAN PENELITIAN

    STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017

    (STUDI MULTISENTER FILARIASIS) DI KABUPATEN ENREKANG

    (Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)

    PENYUSUN:

    SITTI CHADIJAH, DKK

    NO. APKESI : 20160417724

    BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN

    PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2) DONGGALA

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN RI

    2017

    RAHASIA

  • ii

    SK PENELITIAN

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI

    No. Nama Kedudukan Dalam Tim

    1. Muh. Faozan, S.K.M., M.P.H. PJT Provinsi

    2. Sitti Chadijah, S.K.M., M.Si. PJT Kabupaten

    3. Rosmini, S.K.M., M.Sc. Peneliti

    4. Ahmad Erlan, S.K.M., M.P.H. Peneliti

    5. Yusran Udin, S.K.M., M.Kes. Peneliti

    6. Malonda Maksud, S.K.M. Peneliti

    7. drh. Intan Tolistiawaty Peneliti

    8. Hasrida Mustafa, S.Si Peneliti

    9. Nurul Hidayah, S.Si Peneliti

    10. Dr. H. Munir Salham, M.A. Peneliti

    11. Renny Muhitar, S.Sos. Peneliti

    12. Nelfita Peneliti

    13. Trijuni Wijatmiko Teknisi

    14. Nova Kartika, S.K.M. Teknisi

    15. Olviana Teknisi

    16. Reny Anggareni Teknisi

    17. Halimuddin, S.Sos. Administrasi

    Sumber Dana : DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala 2017

  • viii

    COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK

  • ix

    LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG

    JUDUL PENELITIAN

    STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017

    (STUDI MULTISENTER FILARIASIS) DI KABUPATEN ENREKANG

    (Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)

    Donggala, Desember 2017

  • x

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah dan

    rahmat-Nya sehingga laporan penelitian yang berjudul “Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis

    di Kabupaten Enrekang (Daerah Endemis Brugia Malayi Non-Zoonotik)” selesai tepat

    pada waktunya. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten

    Enrekang yang telah dinyatakan lulus TAS-3 tahun 2016. Laporan ini disusun sebagai bentuk

    pertanggungjawaban secara administrasi dan merupakan penyampaian secara tertulis dari

    hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

    dalam pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang dan daerah lainnya yang

    mempunyai karakteristik geografis yang hampir sama dengan daerah penelitian.

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas

    kesempatan, izin dan segala dukungan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini. Kami

    juga mengucapkan terimakasih kepada tim reviewer yang telah memberikan masukan serta

    bimbingan atas pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih

    kepada seluruh anggota tim penelitian, pengarah dan PJO provinsi Sulaewesi Selatan dan

    Kabupaten Enrekang, pengelola filariasis baik tingkat provinsi maupun kabupaten terkhusus

    untuk Bapak Makkaraus dan Bapak Supriadi, Kepala Puskesmas Buntu Batu, Kepala

    Puskesmas Sumbang, Kepala Desa Buntu Bantu, Kepala Desa Buntu Barana, para kader dan

    masyarakat atas dukungan dan bantuan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.

    Akhirnya, penulis sangat berterimakasih kepada teman-teman yang telah membantu

    memberikan bahan acuan maupun diskusi dalam penyusunan laporan ini. Penulis memberikan

    penghargaan setinggi-tingginya kepada mereka yang membantu secara langsung maupun

    tidak langsung selama mempersiapkan maupun penyusunan laporan ini. Saran dan masukan

    yang membangun juga sangat diharapkan untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya.

    Semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam program eliminasi

    filariasis di Kabupaten Enrekang khususnya dan dikabupaten lain di Indonesia pada

    umumnya.

    Donggala, November 2017

    PJT Kabupaten,

    Sitti Chadijah, S.K.M., M.Si.

  • xi

    ABSTRAK

    Kabupaten Enrekang telah dinyatakan lulus TAS-3 pada tahun 2016, bahkan telahmenerima sertifikat daerah bebas kaki gajah oleh kementerian kesehatan pada tahun 2017.Studi ini bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh berbagai aspek yang terkait dengankeberhasilan Kabupaten Enrekang dalam melaksanakan TAS tahap ketiga dalam rangkamenuju eliminasi filariasis.

    Studi Cross sectional dilakukan untuk mengetahui berbagai aspek yang mendukungkeberhasilan pelaksanaan TAS-3 di Kabupaten Enrekang. Kegiatan meliputi wawancaramendalam (indept interview), survei darah jari (SDJ), stool survey, deteksi DNA Brugiamalayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview dilakukan padatingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa sedangkan kegiatan SDJ,stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei lingkungandi lakukan di dua lokasi yang merupakan daerah sentinel yaitu Desa Potokullin, Kecamatanbuntu Batu dan Desa Parombean, Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 620 masyarakat yang diperiksa tidak adayang menunjukkan gejala klinis fiariasis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif. Dari158 anak Sekolah Dasar yang diambil sampel tinja hasilnya dua anak positif (1,26%)kecacingan, 20 anak diambil sampel darah untuk diperiksa deteksi DNA Brugia malayihasilnya negatif. Masyarakat diwawancara KAP sebanyak 632 orang menunjukkanpengetahun , sikap dan perilaku cukup baik terkait filariasis. Indep interview menunjukkanadanya perhatian penting berbagai pihak terhadap pelaksanaan eliminasi filariasis diKabupaten Enrakng. Nyamuk tertangkap sebanyak 1.801 nyamuk dari genus Mansonia,Culex, Aedes, Anopheles, dan Armigeres. Hasil pemeriksaan PCR menunjukkan Culexvishnui positif mengandung DNA Brugia malayi. Lingkungan habitat nyamuk yangditemukan di sekitar rumah penduduk yang menjadi sampel SDJ yaitu: sawah, kolam, mataair, tepi sungai, genangan air, dan rumpun bambu.

    Pelaksanaan program dalam rangka eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekangmendapat dukungan dari segala aspek baik pemerintah pusat maupun daerah. Monitoring danevaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan terusdigalakkan agar dapat mempertahankan sertifikat eliminasi filariasis yang sudah diterima dariKementerian Kesehatan, dan dapat memperoleh sertifikat bebas kaki gajah dari WHO.

    Kata Kunci: Transmission Assesment Survey (TAS), Survei Darah Jari, Stool Survei, Brugiamalayi, POPM, Culex vishnui, Kabupaten Enrekang

  • xii

    ABSTRACT

    Enrekang Regency has been declared pass TAS-3 in 2016, and even has received thecertificate of Elephantiasis free from Ministry of Health in 2017. This study aimed tothoroughly identify various aspects related to the succes of Enrekang Regency inimplementing the third TAS in order to elimination of filariasis.

    A cross-sectional study was conducted to examine the various aspects that support thesuccessful implementation of TAS-3 in Enrekang Regency. The study was done by indepth interview,finger blood survey, stool survey, DNA Brugia malayi detection, KAP-survey, entomoligicalsurvey, and also environmental survey. The indepth interview was conducted on provincial,regency, primary health care, and village level. The blood survey, stool survey, DNA Brugiamalayi detection, KAP-survey, entomoligical survey, and also environmental survey wereconducted in two sentinel areas, i.e Potokullin Village, Buntu Batu District, and ParombeanVillage, Curio District, Enrekang Regency.

    The results showed that there was no filariasis symptoms from 620 examined people,and all blood survey were negatif filariasis. From 158 school children stool surveyed, therewas two (1,26%) samples positive soil transmitted helminths. From those samples werecollected 20 for whole blood samples for DNA Brugia malayi detection, and the results werenegative. People who surveyed for KAP were 632 samples. They showed a quite good of theknowledge, attitude, and practise about filariasis. The indepth interview showed there wereimportant atention from various sectors in implementation of filariasis elimination in EnekangRegency. There was 1.801 mosquitoes collected from the entomological survey. They werefrom genus Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles, and Armigeres. PCR result showed thatCulex vishnui was positive DNA of Brugia malayi. The breeding place habitat of mosquitoeswere found surrounding the blood survey sample settlement, ie: paddy-field, pond, the spring,a long side river, the puddle, and also bamboo grove.

    The programm implementation to filariasis elimination in Enrekang Regency hassupported from all aspects, both of central and local government. Monitoring and evaluationof programm implementation by local government, especially Health Office has to beencouraged continously to maintain the filariasis elimination certificate from Ministry ofHealth, and can obtain the elephantiasis free from WHO.

    Key word: Transmission Assesment Survey (TAS), Finger blood survey, Stool Survey, Brugiamalayi, POPM, Culex vishnui, Enrekang Regency

  • xiii

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS DI KABUPATEN ENREKANG

    (Daerah Endemis Brugia malayi Non-Zoonotik)

    Sitti Chadijah, Muh. Faozan, Munir, Malonda Maksud ,Intan Tolistiawaty, Rosmini,Yusran Udin, Nurul Hidayah, Hasrida,Ahmad Erlan, Nelfita, Trijuni Wijatmiko,

    Nova Kartika,Reni Anggraini,Olivia

    Indonesia adalah salah satu dari 53 negara di dunia yang merupakan negara endemis

    filariasis, dan satu-satunya negara di dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria

    pada manusia yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Kabupaten/kota

    yang melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), pada tahun ketiga

    dilakukan evaluasi yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna

    mengetahui ada tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah lima tahun POPM

    dilakukan evaluasi dengan survei kajian penularan TAS-1 (Transmission Assesment Survey)

    dengan menggunakan rapid diagnostic test/RDT.

    Tahun 2011 Kabupaten Enrekang telah menyelesaikan POPM sebanyak lima putaran,

    dan dinyatakan telah lulus TAS-3, karena tidak ditemukan lagi anak SD yang positif Brugia

    malayi. Keberhasilan pelaksananaan TAS-3 di Kabupaten Enrekang tidak terlepas dari peran

    serta lintas sektor mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan desa. Guna mengetahui berbagai

    aspek terkait dengan keberhasilan Kabupaten Enrekang melaksanakan POPM lima putaran

    dan dinyatakan lulus TAS-3 dalam rangka menuju eliminasi filariasis, maka dilakukan studi

    evaluasi eliminasi filariasis di kabupaten Enrekang. Kegiatan ini serentak dilakukan di 24

    kabupaten (18 kabupaten endemis Brugia malayi dan 6 kabupaten endemis Wuchereria

    bancrofti) di Indonesia yang telah melaksanakan pre-TAS dan TAS.

    Kegiatan di kabupaten Enrekang dilakukan di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu

    dan Desa Parombean, Kecamatan curio, pada Bulan Februari – November 2017. Kegiatan

    meliputi wawancara mendalam (indept interview), survei darah jari, stool survey, deteksi

    DNA Brugia malayi, survei KAP (Knowledge, Actitute, Practise)/wawancara pengetahuan,

    sikap, dan perilaku. survei nyamuk, dan survei lingkungan. Indept interview dilakukan pada

    tingkat provinsi, kabupaten, puskesmas hingga kelurahan/desa, sedangkan kegiatan survei

    darah jari, stool survey, deteksi DNA Brugia malayi, survei KAP, survei nyamuk, dan survei

    lingkungan di lakukan di dua lokasi yang merupakan daerah sentinel/spot survei.

  • xiv

    Indept interview dilakukan terhadap 34 informan pengambil kebijakan di Dinas

    Kesehatan, dan lintas sektor baik pada tingkat provinsi, kabupaten, dan desa, termasuk toga,

    toma, kader dan penderita. Hasilnya menunjukkan adanya perhatian penting terhadap

    pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang. Tidak ada disharmoni kebijakan

    pusat dan daerah. Sumber daya manusia masih dianggap bermasalah karena masih kurang

    dari segi kuantitas, dengan kompetensi yang belum sesuai. Anggaran dan sarpras sudah

    mencukupi serta adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan

    POPM di daerah. Dukungan dari lintas sektor juga menjadi salah satu penguatan untuk

    menuju Kabupaten Enrekang eliminasi filariasis.

    Wawancara KAP, pemeriksaan klinis dan survei darah jari dilakukan terhadap

    masyarakat di dua desa terpilih usia ≥ 5 tahun. Hasil wawancara terhadap 632 masyarakat

    menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang mendukung eliminasi

    filariasis dalam hal pengobatan adalah mengetahui akibat yang ditimbulkan jika tidak

    mengkomsumsi obat filariasis, mengetahui efek samping obat filariasis, dan cara mencari

    pengobatan yaitu ke petugas kesehatan. Adapun dalam hal pencegahan selain minum obat

    juga menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu bila tidur pada malam hari

    atau memakai pakaian lengan/celana panjang pada saat keluar rumah. Hal yang perlu

    diwaspadai adalah masih ada penduduk yang tidak mengikuti program POPM yang nantinya

    dikhawatirkan dapat menjadi sumber penularan.

    Dari total 632 masyarakat yang di wawancara KAP, sebanyak 620 orang bersedia

    untuk diperiksa secara klinis dan diambil darah. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak

    ditemukan gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah seluruhnya negatif.

    Stool survey dilakukan terhadap anak SD kelas 2 dan 3 di enam SD di kabupaten

    Enrekang yaitu MIS Maliba, SDK Bala Batu, SDN 35 Sangtempe, SDN 148 Pamolongan,

    SDN 133 Pewa, dan SDN 106 Penyurak. Dari 158 anak SD yang diambil sampel tinja

    hasilnya 2 anak positif (1,26%) kecacingan, dengan jenis cacing Trichuris trichura dan

    Enterobius vermicularis. Deteksi DNA Brugia malayi dilakukan terhadap 20 anak SD sebagai

    sampel, hasil pemeriksaan deteksi DNA Brugia malayi seluruhnya negatif.

    Penangkapan nyamuk dilakukan dengan metode modifikasi human landing collection

    dalam kelambu, hasilnya tertangkap sebanyak 1.801 nyamuk dari genus Mansonia, Culex,

    Aedes, Anopheles, dan Armigeres. Seluruh nyamuk tertangkap dikirim ke Badan Litbangkes

    untuk diperiksa dengan PCR. Hasilnya menunjukkan bahwa ditemukan nyamuk dengan

    spesies Culex vishnui positif DNA Brugia malayi.

  • xv

    Survei lingkungan habitat dilaksanakan untuk mengetahui tempat perindukan nyamuk

    di lokasi penelitian. Hasil menunjukkan bahwa terdapat empat tipe lingkungan habitat yang

    ditemukan di Desa Potokullin, yaitu: mata air, tepi sungai, sawah, genangan air, kolam, dan

    rumpun bambu, sedangkan di Desa Parombean ditemukan enam tipe lingkungan habitat,

    yaitu: sawah, mata air, tepi sungai, genangan air, kolam, dan rumpun bambu.

    Harapan agar Kabupaten enrekang bisa memperoleh sertifikat bebas kaki gajah dari

    WHO, maka disarankan untuk :

    1. Melakukan penyuluhan yang terencana dan kontinyu untuk menumbuhkan pemahaman

    tentang bahaya filariasis dan melaporkan ke petugas kesehatan jika menemukan

    seseorang dengan gejala-gejala awal pembengkakan di kaki atau di tangan.

    2. Mengintensifkan penyuluhan ke masyarakat agar menggunakan kelambu saat tidur atau

    menggunakan baju lengan pangang/celana panjang saat keluar rumah, untuk menghindari

    kontak dengan gigitan nyamuk.

    3. Memanfaatkan atau memaksimalkan sumber informasi terkait filariasis selain dari

    petugas kesehatan dan guru, juga melalui pengumuman dari tempat ibadah (masjid).

    4. Surveilans untuk monitoring dan evaluasi terhadap penularan filariasis dapat dilakukan

    dengan memantau lokasi-lokasi yang penduduknya tidak mengikuti program POPM, dan

    penatalaksanaan perawatan bagi penderita kronis kaki gajah.

    5. Melanjutkan pemberian obat cacing kepada anak sekolah dan anak-anak usia sekolah

    yang ada di masyarakat.

    6. Melakukan survei entomologi untuk mengetahui kepadatan dan perilaku nyamuk untuk

    mengantisipasi keberadaan vektor di lokasi penelitian.

    7. Mengintensifkan kerja sama lintas sektor yang sudah berjalaan dengan baik.

    8. Meningkatkan peran serta masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,

    PPK, kader kesehatan yang dapat menjadi jembatan yang efektif antara petugas kesehatan

    dan masyarakat.

  • xvi

    DAFTAR ISI

    SK PENELITIAN...................................................................................................................... ii

    DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI .................................................................................. vii

    COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK .........................................................................viii

    LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ............................................ ix

    KATA PENGANTAR............................................................................................................... x

    ABSTRAK ............................................................................................................................... xi

    ABSTRACT ............................................................................................................................ xii

    DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xvi

    DAFTAR TABEL ................................................................................................................xviii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xix

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... xx

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

    Latar Belakang....................................................................................................................... 1

    Dasar Pemikiran..................................................................................................................... 2

    Tujuan .................................................................................................................................... 4

    Manfaat .................................................................................................................................. 4

    BAB II METODE PENELITIAN ............................................................................................. 6

    Kerangka Konsep................................................................................................................... 6

    Jenis Studi .............................................................................................................................. 8

    Populasi, Sampel, dan Lokasi ................................................................................................ 8

    Bahan dan Cara Pengumpulan Data .................................................................................... 16

    Alur Kegiatan....................................................................................................................... 23

    Definisi Operasional ............................................................................................................ 26

    Manajemen dan Analisis Data ............................................................................................. 26

    BAB III.................................................................................................................................... 28

  • xvii

    HASIL PENELITIAN............................................................................................................. 28

    Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................................................... 28

    Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian......................................... 28

    Gambaran Jumlah dan Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel ....................................... 31

    Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis....................................................... 35

    Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis .................................................................. 37

    Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis. ............................................................. 39

    Perilaku responden tentang filariasis dapat diihat pada Tabel 6 berikut ini. ....................... 39

    Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian................................................................ 42

    Gambaran Status Infeksi Kecacingan .................................................................................. 44

    Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi................................................................................ 45

    Gambaran Hasil Survei Vektor............................................................................................ 45

    Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ............................................................................. 48

    BAB IV.................................................................................................................................. 110

    PEMBAHASAN ................................................................................................................... 110

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 130

    Kesimpulan ........................................................................................................................ 130

    Saran .................................................................................................................................. 131

    DAFTAR KEPUSTAKAAN ................................................................................................ 132

    LAMPIRAN .......................................................................................................................... 136

  • xviii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Cakupan Pengobatan Massal di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan................. 30

    Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasi .. 31

    Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Enrekang Tahun 2017............ 32

    Tabel 4. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di Kabupaten..... 35

    Tabel 5. Sikap Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017................ 37

    Tabel 6. Perilaku Responden Tentang Filariasis di Kabupaten Enrekang tahun 2017 ........... 39

    Tabel 7. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) Kabupaten Enrekang...... 42

    Tabel 8. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis di Kabupaten ............... 43

    Tabel 9. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei Darah Jari 43

    Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan di Kabupaten .......... 44

    Tabel 11. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Kabupaten ..................... 45

    Tabel 12. Jumlah Nyamuk yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode Penangkapan ....... 46

    Tabel 13. Jumlah Nyamuk yang Tertangkap dan Hasil Pemeriksaan PCR di Kabupaten ...... 46

  • xix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017 ................... 6

    Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multi center Filariasis tahun 2017 ................................. 25

    Gambar 3. Plotting rumah responden di Desa Parombean, Kecamatan Buntu Barana, ......... 34

    Gambar 4. Plotting rumah responden di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu, .............. 35

    Gambar 5. Ploting Lingkungan Potokullin.............................................................................. 47

    Gambar 6. Ploting Lingkungan Parombean ............................................................................ 48

  • xx

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Foto-foto kegiatan KAP.................................................................................... 136

    Lampiran 2. Foto-foto Kegiatan Pemeriksaan Klinis dan SDJ ............................................. 136

    Lampiran 3. Foto-foto kegiatan Stool dan Gen Bm .............................................................. 137

    Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Survei Entomologi............................................................. 137

    Lampiran 5. Foto-foto Kegiatan Survei Lingkungan ............................................................ 138

    Lampiran 6. Foto-foto Kegiatan Indept Interview ................................................................ 139

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 1997, filariasis yang

    dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan) menjadi masalah

    kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia.1 Indonesia adalah salah satu dari 53

    negara di dunia yang merupakan negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di

    dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada manusia yaitu: Wuchereria

    bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.2

    Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis pada tahun 2020.

    Di Indonesia program eliminasi filariasis telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI

    pada tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan. Sejak pencanangan tersebut, Menteri

    Kesehatan mengeluarkan Keputusan Nomor: 157/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar

    Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu Penatalaksanaan Kasus

    Kronis Filariasis. Tahun 2005 dikeluarkan Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005

    tentang Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah).2

    Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236

    kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis

    tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal

    filariasis (POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181

    kabupaten/kota akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah

    penduduk sebesar 76 juta jiwa.

    Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan evaluasi

    yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna mengetahui ada

    tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi

    dengan survei kajian penularan (Transmission Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan

    menggunakan rapid diagnostic test/RDT.1 RDT yang digunakan adalah brugia rapid testTM

    untuk parasit Brugia malayi dan/atau Brugia timori,1,2,3,4 dan immunochromatographic

    test (ICT) untuk parasit Wuchereria bancrofti. Brugia rapid test digunakan untuk

    mendiagnosis ada tidaknya antibodi B. malayi/B. timori, sedangkan ICT untuk

    mendiagnosis ada tidaknya antigen W. bancrofti. Dari hasil TAS-1 tsb akan diketahui

    apakah di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan filariasis atau masih

  • 2

    dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih terjadi penularan

    filariasis akan dilakukan POPM ulang selama 2 putaran (2 tahun).5,6,7 Untuk hasil TAS-1

    dengan nilai di bawah nilai cut-off maka kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS.

    Selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans

    filariasis. Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun

    kemudian dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa surveilans dapat

    dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb disertifikasi dengan status

    filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015, terdapat 29 kabupaten/kota

    yang telah lulus TAS dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS-1, TAS-2 atau TAS-3.

    Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah

    (Belkaga). Sebelumnya pada tahun 2014,7 Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun

    2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka

    Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi

    kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM.

    Tahun 2011 Kabupaten Enrekang telah menyelesaikan POMP sebanyak lima putaran, dan

    dinyatakan telah lulus TAS-3. Rekomendasi TAS-3 menyatakan Kabupaten Enrekang

    tidak terdapat penularan filariasis dan lulus TAS, dengan tetap melaksanakan surveilans,

    pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi data

    dukungan untuk tahap verifikasi WHO.8

    Dalam pelaksanaan POPM terdapat kendala bagi kabupaten/kota karena besarnya

    sumber daya yang diperlukan (biaya operasional dan dukungan SDM). Adanya masalah

    dan kendala tersebut di atas, perlu dilaksanakan suatu studi yang menyeluruh guna

    mengetahui berbagai aspek terkait dengan kegagalan/keberhasilan suatu kabupaten/kota

    dalam melaksanakan eliminasi filariasis. Studi yang dilaksanakan meliputi aspek

    pemberian pengobatan pencegah massal, manajemen pengendalian (surveilans: tools dan

    metode, promosi, penanganan penderita), lingkungan (fisik, biologis: vektor dan reservoir),

    dan perilaku masyarakat.

    Dasar Pemikiran

    Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS.

    Salah satu adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang ditentukan. Dari hasil

  • 3

    kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase

    cakupan pengobatan massal pada tahun 2009 mencapai 59,48. Persentase cakupan ini

    masih jauh di bawah target yang ditetapkan WHO (minimal 65 dari total populasi atau 85

    dari total sasaran).9 Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya sumber daya yang

    tersedia, tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat dengan

    adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan badan.9,10

    Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM dan metode surveilans

    yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya reservoar dan

    vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat yang masih

    rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait dengan

    pengendalian filariasis; yang perlu diketahui secara lebih mendalam dan komprehensif.

    Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah meningkatnya KAP

    (Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk. Semula 54 penduduk yang mendengar

    dan mengetahui filariasis, menjadi 89 penduduk yang tahu filariasis setelah dilaksanakan

    sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang POPM filariasis berdampak dengan

    meningkatnya cakupan penduduk yang makan obat sebesar 80.11 Studi yang dilaksanakan

    oleh Sekar Tuti dkk pada tahun 2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa selama 5 tahun

    POPM di 9 desa, mf rate turun dari 2,1 --3 menjadi 0.12 Demikian juga hasil studi yang

    dilakukan oleh Clare Huppatz pada 5 negara di Pasifik menemukan bahwa pelaksanaan

    POPM selama 5 tahun berturut-turut dapat menurunkan antigenaemia di bawah 1.13 Di

    India filariasis endemik di 17 negara bagian dan 6 union territories dengan 553 juta

    penduduk berisiko terinfeksi filariasis. Umumnya India endemis W. bancrofti, hanya 2

    yang endemis B. malayi yaitu di negara bagian Kerala, Tamil Nadu, Andhra Pradesh,

    Orissa, Madhya Pradesh, Assam dan Benggala Barat. Pada tahun 2007, dari 250 kabupaten

    endemik, cakupan pengobatan massal adalah 82 dari 518 juta penduduk, dan setahun

    kemudian meningkat menjadi 85,92. Meningkatnya angka cakupan pengobatan massal

    dikarenakan kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis yang merupakan

    Kebijakan Kesehatan Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi filariasis tahun 2015.14

    Secara fenomenal, Tiongkok berhasil melaksanakan eliminasi filariasis pada tahun 2006

    dengan menggunakan fortifikasi garam dapur dengan DEC. Keberhasilan program

    eliminasi filariasis tersebut karena merupakan program prioritas di 864 kabupaten/kota,

    sebagai upaya yang berkelanjutan sejak tahun 1949, adanya kerja sama yang erat antar

  • 4

    instansi yang terkait, partisipasi aktif masyarakat di wilayah endemis, dan tingginya

    intensitas kampanye pengendalian dan pencegahan.15 Keberhasilan Tiongkok ini dapat

    dijadikan contoh atas adanya partisipasi aktif masyarakat dan kampanye pengendalian dan

    pencegahan filariasis.

    Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di atas, tampak bahwa

    keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi jika adanya kebijakan pemerintah

    daerah untuk menjadikan eliminasi filariasis sebagai program prioritas, adanya kontinuitas

    POPM, dan promosi kesehatan yang intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana dengan

    Indonesia? Dimana letak kegagalan dan keberhasilan kabupaten/kota dalam pelaksanaan

    eliminasi filariasis yang telah berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan

    keberhasilan inilah yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai

    unit/instansi yang berada di lingkup Badan Litbangkes.

    Tujuan

    Tujuan Umum

    Diketahui dan dianalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah

    melaksanakan POPM.

    Tujuan Khusus

    2.2.1. Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil

    analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan).

    2.2.2. Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil

    analisis aspek manajemen.

    2.2.3. Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi filariasis di

    Indonesia.

    Manfaat

    Hasil studi diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan

    model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam

    penanggulangan filariasis. Untuk melaksanakan program penanggulangan filariasis, telah

    ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan

  • 5

    Filariasis. Dalam Permenkes tersebut, penyelenggaraan penanggulangan filariasis

    dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah

    Daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan

    dengan empat pokok kegiatan yaitu (1) surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei

    data dasar prevalensi mikrofilaria, survei evaluasi prevalensi mikrofilaria, dan survei

    evaluasi penularan); (2) penanganan penderita; (3) pengendalian faktor risiko melalui

    pemberian obat pencegah massal (POPM); dan (4) komunikasi, informasi, dan edukasi.

  • 6

    BAB II METODE PENELITIAN

    Kerangka Konsep

    Gambar 1. Kerangka Konsep Studi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017

    POPM-- Cakupan-- Kesesuaian Pelaksanaan

    dengan Prosedur-- Kepatuhan Masyarakat

    Minum Obat

    Manajemen Pengendalian-- Surveilans-- Penanganan penderita-- Pengendalian faktorrisiko-- Promosi/KIE-- SDM-- Rasio Pembiayaan-- Kebijakan dan Dukungan

    Pemkab/Pemkot.

    Vektor-- Spesies-- Infectivity rate-- Jenis TempatPerindukan

    Reservoir– Spesies– Microfilaremia rate- Jarak Habitat dariPemukiman

    Penduduk

    KeberhasilanEliminasiFilariasis

    Perilaku

    Masyarakat

    -- Pengetahuan

    -- Sikap

    -- Kebiasaan

    Lingkungan Fisik

    -- Tipe Wilayah

    -- Kondisi Pemukiman

    Metoda TAS-- Penentuan

    Subyek-- TeknikDiagnosis-- PenentuanBatas

    Cut-Off

  • 7

    Keterangan Diagram

    1. Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh lulus tidaknya

    saat dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS dilakukan setelah POPM dilakukan

    selama 5 putaran (5 tahun) berturut-turut tanpa terputus. Pernyataan lulus TAS jika

    jumlah sampel anak usia sekolah (kelas 1 dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang

    diperiksa antibodi/antigen lebih rendah dari nilai cut-off kritis yang ditetapkan (= 18).

    Sedangkan yang gagal TAS adalah sebaliknya (di atas nilai cut-off kritis yang

    ditetapkan).

    2. Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada 6 faktor yang

    perlu dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam faktor tersebut adalah

    reservoir, vektor, lingkungan fisik, pemberian obat pencegah, perilaku masyarakat,

    dan manajemen pengendalian.

    3. Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum, keberhasilan eliminasi

    dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan genetik. Enam faktor

    dalam diagram kerangka konsep dapat dikelompokkan sebagai faktor lingkungan

    (vektor, reservoar, lingkungan fisik), perilaku (perilaku masyarakat), pelayanan

    (pemberian obat pencegah dan manajemen pengendalian), sedangkan faktor genetik

    kontribusinya kecil dan dapat diabaikan.

    Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana dan Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya.

    Waktu: Studi dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan Februari sampai

    dengan November 2017.

    Tempat/Lokasi: Studi adalah Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu dan Desa

    Parombean, Kecamatan Buntu Barana Kabupaten Enrekang yang merupakan wilayah

    endemis B. malayi non-zoonotic. Pemilihan lokasi kabupaten berdasarkan hasil TAS-3

    yang dilaksanakan Subdit P2 Filariasis tahun 2016. Hasil TAS 3 kabupaten Enrekang

    adalah dari seluruh anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang diperiksa berjumlh 1.610 siswa dengan

    hasil semuanya negatif. Sehingga pemilihan desa berdasarkan kriterai desa sentinel atau

    spot.

  • 8

    Pelaksana dan Penanggung Jawab adalah Balai Litbang P2B2 Donggala yang

    merupakan satuan kerja yang berada di bawah Badan Litbangkes.

    Sumber Biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala

    tahun 2017.

    Selain bersumber dari DIPA satuan kerja Balai Litbang P2B2 Donggala , salah satu

    kegiatan yaitu pelaksanaan TAS-1 di Kabupaten Donggala bersumber dari DIPA Ditjen

    P2P, Kemenkes RI tahun 2016. Untuk kegiatan TAS ini pelaksana adalah Subdit P2

    Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis,

    Ditjen P2P.

    Jenis StudiJenis studi adalah potong lintang (cross sectional).

    Populasi, Sampel, dan Lokasi.

    Transmission Assesment Survey (TAS).

    Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan adalah salah

    satu langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk menuju eliminasi filariasis.

    Merupakan survei potong lintang mengumpulkan data pada waktu yang ditetapkan. Disain

    survei tergantung pada jenis parasit dan vektor, rasio angka partisipasi masuk sekolah,

    besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau kelas 1 dan 2, dan jumlah sekolah atau daerah

    pencacahan. Tujuan dari TAS ini adalah untuk mengukur apakah di daerah tersebut pasca

    POPM dapat mempertahankan prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam

    pengertian tidak terjadi lagi penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.

    Populasi: anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2 di Kabupaten

    Enrekang.

    Sampel: Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan survey sample

    builder (SSB).16 SSB adalah suatu perangkat yang dirancang untuk membantu

    pelaksanaan TAS. Program SSB digunakan untuk mengotomatisasi perhitungan guna

    menentukan strategi survei yang tepat. Dibuat dengan disain survei yang fleksibel agar

    sesuai dengan situasi lokal yang tergantung dengan tingkat sekolah dasar, ukuran populasi,

  • 9

    jumlah sekolah atau daerah pencacahan, dan siswa yang dipilih. Dalam SSB tersebut sudah

    diperhitungkan tingkat absensi 15 . Dari seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara

    random (acak) sebanyak 30 SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO.

    Dalam daftar random pada SSB mencantumkan juga 5 SD/MI cadangan yang bisa

    diikutsertakan dalam survey berdasarkan urutan yang dipilih. Total sampel antara 1.524-

    1.552 anak. Dari setiap SD/MI tersebut diambil sampel anak-anak kelas 1 dan 2 untuk

    diambil darah jari guna mengetahui antibodi/antigen dengan rapid diagnostic test. Untuk

    subyek yang positif antibodi (lemah), pengambilan dilakukan satu kali lagi.

    Kriteria Sampel

    Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2.

    Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit.

    Lokasi: Lokasi pada SD/MI yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di setiap kabupaten.

    Survei Darah Jari (SDJ)

    SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria di dalam

    darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop. Waktu pengambilan malam hari untuk

    daerah endemis Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.

    Populasi: masyarakat di Desa Potokullin dan Desa Parombean.

    Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan

    pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley Lemeshow

    et.al (1997):

    n=[Z2 1-2. P(1-P)]/d2

    Ket. n = jumlah sampel. Z2 1-2 = 1,960 (tingkat kepercayaan 95 ). P=0,28. d = 0,05.

    Catatan: Kegiatan TAS ini dilaksanakan oleh tim dari Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, DirektoratPencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P pada tahun 2016.

  • 10

    Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa/kelurahan adalah:

    n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan menjadi 310 orang

    (minimal).

    Jumlah 310 orang terdapat pada l.k. 70--100 rumah tangga (1 rumah tangga 4,5 orang) per

    lokasi. Total sampel untuk setiap kabupaten adalah 620 orang di 2 desa pada kecamatan

    yang berbeda. Subyek yang diambil darah adalah penduduk yang berusia 5 tahun ke atas,

    termasuk anak SD/MI yang positif antibodi/antigen dan 10 yang negatif antibodi/antigen.

    Kriteria Sampel:

    Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas, terutama anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI yang

    positif hasil test antibodi/antigen. Saat pelaksanaan penelitian anak-anak tersebut sudah

    menduduki bangku kelas 2 dan 3.

    Eksklusi: penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta), dan gangguan jiwa.

    Lokasi: adalah Desa Potokullin dan Desa Parombean.

    Stool Survey (StS)

    StS yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya adalah untuk mengetahui

    apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid diagnostic test yang positif

    dengan kejadian infeksi kecacingan perut. Pemeriksaan tinja dilakukan dengan

    pemeriksaan langsung. Kegiatan StS ini dilakukan pada daerah yang endemis B. malayi.

    Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Enrekang.

    Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan

    pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley Lemeshow

    et.al (1997):

    n=[Z2 1-2. P(1-P)]/d2

    Ket. n = jumlah sampel. Z2 1-2 = 1,645 (tingkat kepercayaan 90 ). d = 0,05.

  • 11

    Prevalensi kecacingan adalah 18 sehingga P = 0,18.

    Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap kabupaten adalah antara 146 –

    178 anak; dengan N = 1.464 – 1.783 anak. Lihat tabel 1c “Besar Sampel Dalam

    Penelitian Kesehatan” – Stanley Lemeshow, dkk.Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang positif dan negatif antibodi/antigen.

    Kriteria Sampel:

    Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif dan negatif test antibodi/antigen.

    Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang sakit (diare).

    Teknik pengambilan sampel:

    Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2 dengan cara

    sebagai berikut:

    1. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (hanya pada satu SD), maka SD

    dimana ada anak yang positif tadi diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika

    sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya

    tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka

    diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut

    menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.

    2. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (pada 2 SD), maka pada kedua SD

    tersebut diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika sampel masih kurang maka

    diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut

    menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari SD yang

    berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun

    2016, dst.

    3. Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negative, maka sampel anak SD diambil

    pada SD yang menjadi sampel TAS tahun 2016 dan paling berdekatan dengan lokasi

    penelitian. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan

    SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih

    kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD

    tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.

  • 12

    Lokasi:

    Untuk kabupaten Enrekang ditetapkan enam SDN/MI dengan jumlah sasaran (target)

    sebanyak 160 anak. Di Kecamatan Curio dilakukan di empat SD, sedangkan di Kecamatan

    Buntu Batu di 2 SD. MIS Maliba dengan jumlah sasaran (target) sebanyak delapan siswa,

    SDK Bala Batu dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 20 siswa, SDN 35 Sangtempe

    dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 16 siswa, SDN 148 Pamolongan dengan jumlah

    sasaran (target) sebanyak 38 siswa, SDN 133 Pewa dengan jumlah sasaran (target)

    sebanyak 54 siswa dan SDN 106 Penyurak dengan jumlah sasaran (target) sebanyak 35

    siswa, sebagai lokasi tempat pengumpulan sampel StS.

    Deteksi DNA Brugia malayi

    Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak keberadaan fragmen

    mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

    teknik polymerase chain reaction (PCR). Kegiatan deteksi DNA B. malayi ini dilakukan

    pada daerah yang endemis B. malayi.

    Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Enrekang.

    Sampel: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi. Jumlah sampel

    15-20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari sebanyak 150—200 µl, dimasukkan ke

    tabung microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di

    tabung microtainer dan kertas Whattman filter akan diperiksa dengan metode polymerase

    chain reaction (PCR).

    Kriteria Sampel:

    Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi.

    Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang tidak datang/hadir di sekolah karena sakit atau

    ijin ada keperluan lainnya.

    Teknik pengambilan sampel:

    Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 20 anak SD kelas 2 dan 3 dengan cara sebagai

    berikut:

  • 13

    Semua sampel anak SD yang positif hasil TAS 2016 diambil sebagai sampel, jika jumlah

    sampel positif tidak sampai 20 maka untuk memenuhi minimal sampel 20 ditambah

    dengan sampel anak SD yang negatif pada TAS 2016. Sampel negatif ini bisa diambil pada

    salah satu SD yang ada anak yang positif sampai terpenuhi minimal sampel. Cara

    pengambilannya dengan purposive sampling.

    Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negatif maka sampel anak SD sebanyak 20

    buah diambil mengikuti lokasi pengambilan sampel stools.

    Lokasi: SDK Bala Batu, dan SDN 133 Pewa.

    KAP Survey Filariasis

    KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan, sikap dan

    perilaku masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis (penyebab penyakit,

    pengobatan, dan pencegahan).

    Populasi: masyarakat di di desa Potokullin dan desa Parombean.

    Sampel: Jumlah sampel sebanyak 310 orang yang berusia 5 tahun ke atas pada 70—100

    rumah tangga. Total sampel 620 orang per kabupaten. Subyek diwawancarai dengan

    kuesioner terstruktur yang telah dikembangkan oleh WHO.

    Kriteria Sampel:

    Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas.

    Eksklusi: penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan tuna rungu), dan

    lansia dementia.

    Teknik pengambilan sampel:

    Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak minimal 310 responden. Responden pertama

    dipilih dengan kriteria adalah rumah anak positif SDJ dari hasil TAS maka rumah pertama

    yang terpilih dimulai dari rumah anak/penderita tersebut. Sampel rumah tangga berikutnya

    diambil yang paling dekat dengan rumah pertama dan seterusnya sampai mendapatkan 310

    responden yang akan dilakukan pengambilan darah jari.

  • 14

    Untuk menentukan titik global positioning system (GPS) rumah responden tinggal

    dilakukan plotting mulai dari rumah pertama sampai seluruh rumah tempat tinggal calon

    responden.

    Lokasi: di desa Potokullin dan desa Parombean.

    Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

    Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para pejabat lintas

    program dan sektor di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa; serta penderita

    klinis kronis filariasis.

    Kriteria Sampel:

    a. Para pejabat lintas program dan sektor

    Inklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang

    berada di bawah kordinasi deputi kesejahteraan rakyat.

    Eksklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa

    yang berada di bawah kordinasi deputi kesejahteraan rakyat yang tidak terkait dengan

    program pengendalian penyakit menular.

    Untuk wawancara mendalam, jumlah informan berkisar 4—10 orang.

    Lokasi: ibukota provinsi Sulawesi Selatan/kabupaten Enrekang/kecamatan Curio dan

    Buntu Batu/desa Potokullin dan Parombean yang menjadi lokasi studi.

    b. Penderita klinis filariasis:

    Inklusi: penderita klinis filariasis dengan ekstremitas (kaki/tangan) yang membesar dalam

    stadium I—IV.

    Eksklusi: penderita klinis filariasis yang tidak menunjukkan pembesaran ekstremitas.

    Untuk wawancara mendalam, jumlah informan adalah dua orang/penderita.

    Lokasi: Desa Potokullin adalah desa/kelurahan yang didiami oleh penderita elephantiasis

  • 15

    Survei Vektor (Nyamuk).

    Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang mengandung larva

    L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan selang waktu 1 bulan, pada 6 titik/lokasi di

    Kelurahan Kabonga Kecil dan Desa Sabang selama 2 malam berturut-turut. Dimulai sore

    hari pukul 17.00 sampai esok hari pukul 06.00. Metode yang digunakan adalah modifikasi

    human landing collection dalam kelambu.

    Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam survei ini dilakukan

    pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis yang meliputi type breeding site,

    pengamatan flora dan fauna (naungan dan kepadatan flora), kondisi ekologi (tanaman air,

    lumut, ganggang), dan keberadaan hewan air predator, jarak dari rumah penduduk,

    penggunaan lahan, dan total larva yang ditemukan per spesies. Untuk mengetahui lokasi

    habitat vektor dilakukan plotting sehingga akan diperoleh titik global positioning system

    (GPS) habitat vektor tersebut.

    Kriteria Sampel:

    Inklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang mendukung

    keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang, kelompok tumbuhan yang hidup di

    air, semak belukar, hutan sekunder atau tersier).

    Eksklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang tidak

    menunjukkan keberadaan vektor.

    Lokasi: Lokasi adalah Dusun Buntu Lenta, Desa Potokullin. dan Dusun Liba, Desa

    Parombean.

    Survei Lingkungan

    Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan lingkungan

    biologis vektor dan reservoar pada daerah tempat pelaksanaan studi. Untuk survei

    lingkungan biologis reservoir hanya dilakukan di daerah endemis B. malayi zoonotic.

    Sampel: Untuk lingkungan biologis vektor, jumlah sampel sebanyak 70—100 bangunan

    rumah di tempat pelaksanaan SDJ. Sedangkan untuk lingkungan biologis reservoar adalah

    hutan dan/atau kebun yang berada di sekitar daerah tempat pelaksanaan studi.

  • 16

    Kriteria Sampel:

    Lingkungan biologis vektor.

    Inklusi: Lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih dalam survei KAP.

    Eksklusi: Lingkungan bangunan umum (sekolah, kantor, gedung pertemuan, pos

    keamanan, rumah kosong, masjid/mushalla/gereja/pura).

    Lokasi: Lingkungan rumah penduduk tempat pelaksanaan SDJ pada 2 desa/kelurahan di

    setiap kabupaten.

    Lingkungan biologis reservoar (pada daerah endemis B. malayi zoonotic).

    Inklusi: Hutan dan/atau kebun (karet, sawit) yang dapat diakses (minimal ada jalan

    setapak).

    Eksklusi: Hutan primer dan /atau kebun (karet, sawit) terlantar.

    Untuk mengetahui kondisi lingkungan biologis vektor/reservoir dilakukan plotting

    sehingga akan diperoleh titik global positioning system (GPS) lingkungan di sekitar

    bangunan rumah responden/hutan atau kebun.

    Bahan dan Cara Pengumpulan Data

    Transmission Assesment Survey (TAS).

    a. Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah menerima

    pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti survei TAS sebagai

    supervisor; (2) kordinator lapangan yang bertugas melakukan kordinasi dengan

    pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan; (3) pendaftar yaitu petugas

    yang mencatat dan mendaftar anak-anak yang dipilih sebagai sampel untuk diambil

    darahnya; (4) pengambil darah yaitu petugas yang akan mengambil sampel darah; (5)

    pembaca hasil tes yaitu petugas yang khusus memonitor dan membaca hasil tes cepat

    antibodi/antigen termasuk memonitor waktu (pengelola timer).

    b. Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas utama akan

    memberi penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan

    tujuan pemeriksaan TAS. Selanjutnya didiskusikan tempat terbaik untuk pengambilan

    darah, sebaiknya di ruangan terpisah untuk mencegah murid merasa takut melihat

    proses pengambilan darah.

  • 17

    c. Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid (subyek penelitian)

    tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko

    terhadap subyek penelitian, meskipun kegiatan ini merupakan bagian dari suatu

    kegiatan rutin program filariasis. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang

    dapat menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan. Jarang sekali terjadi infeksi

    atau perdarahan kecuali pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek akan

    memperoleh manfaat karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan diberi

    pemeriksaan dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    d. Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur alat yang

    dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang telah ditentukan sebagai

    pengambil darah dan pembaca tes siap di posisi masing-masing.

    e. Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur, alamat) untuk setiap

    murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di formulir yang telah disediakan.

    Pendaftar memasukkan setiap data dari murid yang menolak atau tidak mendapat ijin

    dan menuliskan jumlah murid yang absen dalam formulir serta mengisikan nama

    subyek dan nomor kode spesimen pada formulir.

    f. Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada perangkat kit

    diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah jari pada subyek sebanyak

    35 μl.

    g. Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif dan negatif

    diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data dan informasi anak/murid

    SD/MI positif antibodi/antigen yang disampaikan adalah: nama SD/MI, nama anak,

    umur, alamat (dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan), dan nama orang tua/wali.

    Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L).

    a. Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu peneliti yang akan

    melakukan anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala klinis yang

    dirasakan saat ini atau yang pernah dirasakan subyek setahun terakhir, pemeriksa gejala

    klinis juga merangkap sebagai ketua tim; (2) pewawancara yaitu peneliti yang

    bertugas melakukan wawancara dari rumah ke rumah kepada subyek penelitian dengan

  • 18

    menggunakan kuesioner terstruktur; (3) pencatat lokasi GPS yaitu peneliti yang

    bertugas melakukan plotting rumah calon responden; (4) pendaftar yaitu pembantu

    peneliti yang mencatat dan mendaftar subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel

    untuk diambil darahnya; (5) pengambil darah yaitu peneliti yang mengambil sampel

    darah; (6) pemroses spesimen yaitu peneliti yang memproses spesimen sejak spesimen

    diteteskan pada slaid sampai diperiksa; (7) pemberi bahan kontak yaitu pembantu

    peneliti yang membagikan bahan kontak kepada subyek penelitian yang telah selesai

    diambil darah jari dan wawancara.

    b. Tim melakukan plotting pada bangunan rumah calon responden, lingkungan rumah

    calon responden, dan habitat vektor.

    c. Tim KAP melakukan wawancara ke masing-masing rumah responden yang dilakukan

    pada siang hari. Pemilihan rumah responden dilakukan dengan dimulai dari rumah

    penderita (positif antibodi atau positif mikrofilaria atau kronis elefantiasis) sebagai titik

    pusat. Selanjutnya dipilih rumah yang berdekatan di sekeliling rumah penderita secara

    melingkar atau secara zig-zag disesuaikan dengan posisi letak antar rumah.

    d. Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-nama anggota rumah

    tangga dan informed concent. Untuk pengisian formulir ini, dapat ditanyakan kepada

    kepala rumah tangga atau salah seorang anggota rumah tangga yang berusia dewasa.

    Informed concent ini diberikan kepada responden/subyek penelitian untuk dibawa ke

    tempat pengambilan darah jari sebagai bukti bahwa rumah tangga tersebut telah

    dilakukan wawancara.

    e. Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas 5 tahun ke atas. Proses

    wawancara berlangsung antara 15—20 menit.

    f. Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyodorkan formulir

    persetujuan setelah penjelasan (PSP) kepada responden/subyek penelitian untuk

    dibaca dan ditandatangani responden jika responden setuju. Jika responden tidak dapat

    atau kesulitan membaca, pewawancara akan membacakan PSP.

    g. Setelah selesai wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden), tim melakukan

    persiapan tempat/posko untuk pengambilan darah jari.

    h. Di tempat pengambilan darah/posko; tim menyiapkan tempat yang cukup lapang. Di

    tempat pengambilan darah hendaknya disediakan kursi secukupnya untuk subyek duduk

    menunggu giliran serta minimal 4 buah meja untuk menaruh berbagai peralatan

  • 19

    pengambil darah dan bahan-bahan. Disiapkan satu tempat/ruangan khusus untuk

    pemeriksaan klinis.

    i. Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat pengambilan darah,

    mendaftar ke meja petugas pendaftar dengan menyerahkan informed concent. Petugas

    pendaftar akan mendaftar subyek penelitian pada formulir yang disediakan.

    j. Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis. Oleh ketua tim,

    sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan singkat kepada subyek penelitian

    tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko terhadap

    subyek penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang dapat

    menyebabkan ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung jari) namun jarang sekali terjadi

    infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek

    akan memperoleh manfaat karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan

    dilakukan pemeriksaan dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku. Pemeriksa gejala klinis akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian.

    Gejala klinis yang ditemukan dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam

    setahun terakhir dicatat dalam formulir yang telah disiapkan.

    k. Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl untuk sediaan

    apus tebal oleh petugas pengambil darah. Pengambilan darah jari dimulai pada pukul

    21.00. Sediaan darah yang ada pada kaca slaid akan diproses oleh pemroses spesimen

    sampai sedian darah diperiksa dan disimpan pada kotak slaid.

    l. Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja petugas pemberi

    bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan memberikan bahan kontak kepada

    subyek. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.

    m. Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat tinggal.

    n. Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim. Bagi subyek

    penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif, dirujuk ke Puskesmas untuk

    diberikan pengobatan dengan DEC dan albendazol sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku.

    o. Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10 dari slaid yang negatif dikirim ke Tim

    Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar

    Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).

  • 20

    p. Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan wawancara dientri oleh

    tim.

    Stool Survey (StS)

    a. Tim StS terdiri atas (1) ketua tim yaitu peneliti yang memimpin pelaksanaan kegiatan;

    (2) pengumpul dan pemeriksa spesimen yaitu peneliti yang akan mengampulkan dan

    memeriksa spesimen tinja; (3) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang mencatat,

    mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek penelitian (anak-anak) yang

    dipilih sebagai sampel untuk menyerahkan tinjanya; (4) penghubung adalah pembantu

    peneliti yang melakukan kordinasi dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan

    kesehatan kepada subyek penelitian.

    b. Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan penjelasan singkat

    kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan survei. Selanjutnya

    pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih

    sebagai sampel yang akan menyerahkan spesimen tinja. Proses selanjutnya adalah

    membagikan pot tinja tempat spesimen tinja disertai keterangan cara pengambilan,

    pengemasan, dan waktu penyerahan. Saat pembagian pot, kepada murid SD/MI

    dijelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan spesimen tinja dan manfaat yang diterima

    dari kegiatan yang dilakukan. Informed concent diberikan ke murid untuk

    ditandatangani oleh orang tua murid/wali murid.

    c. Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan pot yang telah

    terisi spesimen tinja kepada tim.

    d. Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak dari pendaftar.

    Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.

    e. Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi subyek penelitian

    yang hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke Puskesmas untuk diberikan pengobatan

    dengan albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    f. Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis (Laboratorium

    Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan) untuk dilakukan

    pemeriksaan silang (cross check).

  • 21

    Deteksi DNA Brugia malayi

    a. Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil darah yaitu

    peneliti yang akan mengambil sampel darah jari murid SD/MI yang positif/negatif

    antibodi brugia; (2) pendaftar yaitu peneliti yang mencatat, mendaftar dan memberikan

    bahan kontak kepada subyek studi (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel.

    b. Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang positif/negatif antibodi.

    c. Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat kepada kepala

    sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan pengambilan darah pada siang hari.

    Selanjutnya petugas pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid

    SD/MI yang terpilih sebagai sampel.

    d. Subyek studi diambil darah jari sebanyak 200 µl dimasukkan ke tabung microtainer

    dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung vacutainer

    dan kertas Whattman akan diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).

    e. Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan Litbangkes di

    Jakarta.

    Wawancara Mendalam (Depth Interview)

    a. Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2) pencatat (notulis).

    b. Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.

    c. Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara memberikan penjelasan

    tentang maksud dan tujuan wawancara mendalam. Informan diminta untuk membaca

    dan menandatangani PSP.

    Survei Vektor (Nyamuk).

    a. Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu tenaga lokal

    sebanyak 9 (sembilan) orang. Salah seorang dari empat peneliti tersebut menjadi ketua

    tim/ kordinator.

    b. Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator mendatangi lokasi

    penangkapan vektor untuk menentukan lokasi penangkapan vektor serta melakukan

    kordinasi dengan aparat desa/kelurahan setempat.

    c. Kelambu dipasang pada 6 titik/tempat di 3 rumah. Setiap rumah dipasang 2 kelambu

    yaitu di dalam dan luar rumah.

  • 22

    d. Kelambu yang dipasang terdiri atas 2 kelambu yaitu kelambu luar yang tempat

    masuknya terbuka dan kelambu dalam yang lebih kecil dari kelambu luar. Umpan

    manusia berada di kelambu dalam.

    e. Setiap 10 menit seorang peneliti dibantu tenaga lokal menangkap nyamuk yang

    hinggap, baik yang di kelambu luar atau pun dalam.

    f. Nyamuk yang terkumpul dibawa ke posko/tempat pemeriksaan untuk dilakukan

    identifikasi. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form yang telah disiapkan.

    g. Penangkapan nyamuk dilakukan mulai pukul 18.00 sore sampai pukul 06.00 pagi

    berikutnya (12 jam).

    h. Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai vektor potensial

    dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat untuk

    diperiksa dengan teknik PCR guna menentukan besarnya infectivity rate vector.

    Pemeriksaan dilakukan secara pooling berdasarkan spesies dan lokasi. Untuk efisiensi

    pemeriksaan PCR maka hanya nyamuk betina parous yang akan diperiksa keberadaan

    larva cacing filaria.

    Survei Lingkungan

    a. Survei Lingkungan Biologis Vektor dilakukan pada saat survey KAP oleh 1 orang

    peneliti. Sedangkan Survei Lingkungan Biologis Reservoar dilakukan hanya pada

    daerah endemis B. malayi zoonotic

    b. Salah seorang peneliti pada saat survey KAP akan melakukan survei lingkungan

    biologis vektor di lokasi pengumpulan data KAP. Selain membawa form pencatatan,

    perlengkapan lain yang digunakan adalah kamera pada telepon genggam atau gadget

    guna merekam situasi dan kondisi yang ditemukan, serta HP yang telah diinstall dengan

    program GPS.

    Untuk Survei Lingkungan Biologis Reservoar peralatan yang dibawa sama dengan

    peralatan survei lingkungan biologis vektor. Lokasi survei adalah hutan yang terdapat di

    sekitar desa/lokasi penelitian, maksimal berjarak 3 km dari kelompok pemukiman

    terluar.

  • 23

    Alur KegiatanBerikut di bawah ini alur kegiatan penelitian.

    TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY

    (dilakukan pada tahun 2016)

    Populasi Sampel

    Murid SD/MI kelas 1 & 2 per kab/kota

    Klaster/Sekolah

    30--40 SD/MI di setiap kab/kotayang lulus/gagal TAS.

    Rapid Diagnostic Test (RDT)Brugia Rapid Test/ICT

    Hasil RDT semua neg

    Pilih lokasi: daerahsentinel dan/ataudaerah spot.

    Hasil RDT ada yg pos

    DUA desa/kelurahan yang terpilih

    Pilih lokasi: RDTpositif terbanyakdan/atau keberadaanreservoar (kucing,anjing, lutung/monyet) bagi daerahendemis B. malayi.

    Kabupaten/Kota MasaSurveilans (Pasca LulusTAS-1/TAS-2)

    Kabupaten/Kota PascaPOPM (5 -- 7 thn)

    Daerah B. malayi:

    Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

  • 24

    DUA desa/kelurahan yang terpilih

    Survei Darah Jari

    Bm = 20.00—02.00

    Wb = 21.00—24.00

    Jumlah sampel = 620org, usia 5 thn >

    Positif

    Negatif

    Pengobatan

    KAP Survei:Jumlah responden =620 org, usia 5 thn >

    Survei Vektor:Mansonia, Culex,Aedes, Anopheles.

    Data kuantitatifdiolah dandianalisis

    Data kuantitatifdiolah dandianalisis

    PemeriksaanPCR

    Positif

    Negatif

    Datakuantitatif dankualita-tif diolahdandianalisis

    Survei Reservoar(pada daerah endemisB. malayi):Pengambilan sampeldarah kucing, anjing,dan primata (lutung,monyet) sebanyak 100ekor.

    Positif

    Negatif

    Data kuantitatifdiolah dandianalisis

    Survei Lingkungan:

    Lingkungan di seputardesa/kelurahan.

    Data kuantitatifdiolah dandianalisis

    Wawancara Mendalam (IndepthInterview): Responden adalah (1)pejabat lintas program/sektor tingkatprovinsi/kabupaten/kecamatan/desa,(2) penderita elephantiasis (jumlahresponden 2—5 orang/kabupaten).

    Data kualitatifdiolah dandianalisis

    Identifikasi Status Antibodi IgG B.malayi: Jumlah responden 124 orangyang juga sebagai responden surveidarah jari. Darah diambil sebanyak l.k 3cc dari vena responden.

    Data kuantitatifdiolah dandianalisis

  • 25

    Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Dit.

    P2TVZ.

    Gambar 2. Alur kegiatan Penelitian Multi center Filariasis tahun 2017

    Penjelasan diagram

    1. Secara garis besar ada 5 faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis, yaitu

    sumber daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas terkait filariasis cukup baik

    Daerah B. malayi:

    Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

    Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telahduduk di kelas 2 dan 3.

    Data kuantitatifdiolah dandianalisis

    Daerah B. malayi:

    Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

    Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih:SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya (saat puldat sudah duduk dikelas 2 dan 3), ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI.Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MIpada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yangberdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot;yang terkena sampel TAS. Minimal 4 SD/MI.

    Stool Survey:

    Sampel 150—170 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10%dari total anak yang menjadi sampel TAS) untuksetiap kabupaten, diutamakan anak-anak yangpositif TAS dan sisanya anak-anak yang negatif TAS.

    Positif Negatif

    Deteksi DNA B. malayi

    Jumlah sampel = 15—20.

    Data kuantitatifdiolah dandianalisis

    Pengobatan

  • 26

    kompetensinya; sistem logistik yang memadai; pelaksanaan promosi kesehatan yang

    tepat sasaran, melibatkan lintas sektor dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan

    terencana; adanya kebijakan dan peraturan yang mendukung kegiatan eliminasi; dan

    tersedianya anggaran operasional yang memadai.

    2. Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang berdomisili di

    kabupaten/kota.

    3. Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI, tokoh masyarakat,

    anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI, lingkungan, vektor dan reservoar

    penyakit.

    4. Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan studi yang dimulai

    dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara mikroskopis, stool survey, wawancara ke stake

    holder dan masyarakat, survei lingkungan, penangkapan vektor, dan pemeriksaan

    reservoar.

    Definisi Operasional1. Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS

    tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak

    SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di atas nilai cut off yang ditetapkan.

    2. Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS

    lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak

    SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di bawah nilai cut off yang

    ditetapkan.

    3. Sentinel area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang terpilih pada saat survei pemetaan

    sebelum pelaksanaan POPM.

    4. Spot area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang dicurigai masih terjadinya penularan

    filariasis (cakupan POPM rendah, faktor epidemiologi mendukung).

    Manajemen dan Analisis Data1. Manajemen Data

    Data dan informasi yang diperoleh diedit, coding dan dientri langsung di lapangan dengan

    program yang telah disiapkan. Entri data dilakukan oleh tim pengumpul data. Selanjutnya

    data dikirim via internet atau secara langsung dengan menyimpan dalam flash disk.

  • 27

    2. Analisis Data

    Data kuantitatif yang sudah bersih akan dilakukan analisis secara deskriptif dan bivariat.

    Data kualitatif dari hasil wawancara mendalam akan dilakukan pengkajian untuk diperoleh

    kesimpulan di setiap variabel yang dikaji.

  • 28

    BAB III

    HASIL PENELITIAN

    Gambaran Umum Daerah Penelitian

    Kebupaten Enrekang merupakan satu diatara 23 Kabupaten / kota di Sulawesi

    Selatan yang diapit pada sebelah timur gunung Latimojong dan sebelah barat terdapat

    bentangan Sungai Saddang . Secara geografis Kabupaten Enrekang terletang antara

    3014’36” – 3020’0” Lintang Selatan dan antara 119040’53” - 1200633” Bujur Timur17.

    Adapun batas wilayah Kabupaten Enrekang adalah sebagai berikut :

    Sebelah Utara : Kabupaten Tanah Toraja

    Sebelah Timur : Kabupaten Luwu

    Sebelah Selatan : Kabupaten Sidenreng Rappang

    Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang

    Luas Wilayah Kabupaten Enrekang adalah 1.786,01 km2 atau sebesar 2,83% dari

    luas Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Enrekag terbagi menjadi 12 Kecamatan dan 129

    Desa/Kelurhan. Luas kecamatan wilayah penelitian adalah Kecamatan Buntu Batu (126.65

    km2) dan kecamatan Curio (178.51 km2).17

    Wilayah ini juga terkenal dengan sebutan “ MASSENRENGPULU” yang

    bermakna wilayah yang terletak di lereng pegunungan. Hal ini memeng tepat sebab pada

    kenyataan potografi Kabupaten Enrekang sekitar 85% merupakan medan yang

    bergelombang, berbukit sampai curam dan hanya sekitar 15% yang merupakan medan

    berombak sampai landai. Sedangkan ketinggian daerah dari permukaan laut bervariasi

    antara 47 meter sampai 3.329 meter di atas permukaan laut.17 Curah hujan di Kabupaten

    Enrekang pada tahun 2016 yaitu antara 1.671 sampai 4.972 mm/tahun. Curah hujan

    tertinggi terjadi pada Bulan November yaitu 4.972 mm3.17

    Jumlah sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Enrekang adalah: dua rumah sakit,

    13 puskesmas, 69 puskemas pembantu, 57 poskesdes, dan 301 posyandu. Adapun jumlah

    kader kesehatan sebanyak 1.520 orang.18, 19

    Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian

    Pada tanggal 26 Januari – 15 Juni 2006 oleh Subdit Fiariasis dan Schistosomiasis

    bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Kesehatan

  • 29

    Kabupaten Enrekang telah mengadakan survei darah jadi (SDC atau survei data dasar

    prefalensi mikro filaria) pada dua kecamtan di Kabupaten Enrekang, yaitu Kecamatan

    Baraka dan Kecamatan Curio, dengan hasil sebagai berikut :

    Desa Potokkulin, Kecamatan Baraka dengan jumlah yang diperiksa 185

    sampel, dengan mf-rate 1.08%. Kepadatan parasit 75 mikroliter dengan

    spesies Brugia malayi.

    Desa Parombean, Kecamatan Curio dengan jumah diperiksa 205 sampel, mf-

    rate 0.98%. Kepadatan parasit 50 mikroliter dengan spesies Brugia malayi.

    Berdasarkan hasil di atas maka di tetapkan Kabupaten Enrekang sebagai Persiapan

    MDA. Sebelum pelaksanaan MDA (POPM) tahun 2006 dilakukan serangkaian persiapan

    penanggulangan filariasis yang di tuangkan dalam rencana/tahapan kegiatan Kabupaten

    Enrekang menuju eliminasi filaria 2008.8

    Sejak akhir 2007 sampai tahun 2011 telah diadakan pengobatan massal selama lima

    tahun berturut-turut dengan maksud menghilangkan parasit filariasis untuk mengeliminasi

    kasus filariasis di Kabupaten Enrekang dengan cakupan pengobatan rata-rata 90-92%.

    Penderita kronis filaria yang ditemukan sesuai hasil survei sejak 2006-2009

    sebanyak 19 orang, dengan rincian 3 orang dari Desa Potokullin, 3 orang dari Desa

    Sumbang, dan 13 orang dari Desa Buntu Batu.

    Tahun 2012 dimulainya survei evaluasi penularan filariasis pada anak sekolah

    (transvisi assisment survey atau TAS ) pada 40 sekolah dasar dan sederajat dengan jumlah

    sampel 1.548 jiwa dan ditemukan satu positif yaitu di SDN No. 78 Belalang. Hasil

    rekomendasi dan tindak lanjut dari TAS I (2012) adalah lulus dengan tetap melaksanakan

    surveilans, pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi

    data persiapan TAS II. Tahun 2014 diadakan TAS II pada 39 sekolah dasar dan sederajat

    dengan jumlah sampel 1.558 jiwa dan ditemukan 17 positif yang terdiri dari sampel 5

    positif jelas, dan 12 positif tidak jelas. adalah lulus dengan tetap melaksanakan surveilans,

    pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis serta melengkapi data persiapan

    TAS III.

    TAS III dilakukan pada tahun 2016 pada 51 sekolah dasar dan sederajat dengan

    jumlah sampel 1.532 jiwa dan tidak ditemukan sampel-positif. Rekomendasi TAS III

    dinyatakan Kabupaten Enrekang tidak terdapat penularan filariasis dan lulus TAS, dengan

  • 30

    tetap melaksanakan surveilans, pengendalian vektor terpadu, dan tata laksana kasus kronis

    serta melengkapi data dukungan untuk tahap verifikasi WHO.

    Untuk menilai adanya penularan prevalensi mikrofilaria sesudah kegiatan POPM

    Filariasis (2006-2011) maka diadakan survei evaluasi prevalensi mikrofila dengan

    melakukan Survei Dara Jari (SDJ) pada tahun 2009 atau tahun ke-3 POPM yang dikenal

    dengan SDJ II dilaksanakan di Desa Potokullin dan Desa Parombean mengikuti SDJ I.

    Tahun 2011 dilaksanakan SDJ III dengan lokasi pelaksanaan di Desa Benteng Alla dan

    Desa Benteng Alla Utara, Kecamatan Baroko, Desa Makajang Kecamatan Maiwa, Desa

    Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potokullin Kecamatan Buntu Batu, Desa Tirowali

    Kecamatan Baraka, Desa Buntu Mondong Kecamatan Butu Batu. Bulan Juni tahun 2012,

    SDJ IV dilaksanakan di Desa Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potokullin Kecamatan

    Buntu Batu, Desa Buntu Mondong Kecamatan Buntu Batu, Desa Liba Kecamatan

    Sumbang, Keurahan Tuara Kecaatan Enrekang, dan salah Kecamatan Maiwa. SDJ V tahun

    2013 dilaksanakan di Desa Parombeang Kecamatan Curio, Desa Potok Kulin Kecamtan

    Buntu Batu8.

    Berikut Tabel 1. yang menggambarkan cakupan pengobatan massal selama lima

    tahun berturut-turut.

    Tabel 1. Cakupan Pengobatan Massal di Kabupaten Enrekang, Sulawesi SelatanTahun 2007—2011

    No Tahun

    Jumlah Persentase

    Penduduk(P)

    Sasaran

    (S)

    MakanObat(MO)

    S/P MO/S MO/P

    1 2007 178.312 171.491 162.658 96,2 94,8 91,1

    2 2008 214.472 170.507 177.435 82,7 100 82,7

    3 2009 213.337 170.507 147.241 79,9 86,4 69,0

    4 2010 - 176.740 154.873 - 87,6 -

    5 2011 - 244.003 162.958 - 66,7 -

    Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

  • 31

    Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa cakupan pengobatan massal di Kabupaten

    Enrekang sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 berfluktuasi.8 Cakupan tertinggi pada tahun

    2007 (91,1%) dan terendah tahun 2009 (69,0%). Cakupan pengobatan massal merupakan

    salah satu indikator pelaksanaan evaluasi filariasis di suatu kabupaten dimana angka

    cakupan minum obat > 65% setiap tahunnya selama lima tahun berturut-turut.

    Gambaran Jumlah dan Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel

    Pada Tabel 2 disajikan jumlah responden/subyek penelitian/sampel yang

    dikumpulkan dalam studi ini.

    Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasiyang Dikumpulkan Kabupaten Enrekang Tahun 2017.

    NoJenis

    Data/Informasi

    Jumlah Res/SP/Sampel Keterangan

    1 TAS * 1.610Subyek Penelitian (SP) adalah anak SD kelas1 dan 2 (thn 2016)

    2 Survei KAP 633Di desa Potokullin 321 sampel dan DesaParombean 312 sampel

    3 Pemeriksaan Klinis 620Di desa Potokullin 310 sampel dan DesaParombean 310 sampel

    4 Survei Darah Jari 620Di desa Potokullin 310 sampel dan DesaParombean 310 sampel

    5 Stool Survey158

    SP sama dengan subyek penelitian pada TAS(saat puldat anak duduk di kelas 2 dan 3 (thn2017) dilakukan di enam sekolah dasar

    6 Deteksi Gen Bm 20SP sama dengan SP TAS (saat puldat anakduduk di kelas 2 dan 3 (thn 2017)

    7. Studi Kualitatif 34

    Informan adalah Pengambil kebijakan diBapedda, Dinkes, dan lintas sektor baik padatingkat Provinsi maupun kabupaten serta toga,toma, kader dan penderita

    * = Pengumpulan data dilakukan oleh Ditjen P2 pada tahun 2016.

    Pada tabel 2 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden dari masing-masing

    kegiatan tidak sama. Responden KAP, SDJ dan Pemeriksaan Klinis seyogyanya sama,

    namun dalam kenyataan di lapangan jumlah responden KAP lebih banyak dibandingkan

    dengan responden SDJ atau pemeriksaan klinis. Hal ini dikarenakan tidak seluruh

    masyarakat yang diwawancara datang saat pengambilan darah pada malam hari.

    Sedangkan pada sampel TAS dan stool survey tidak sama karena tidak seluruh sampel

  • 32

    TAS dijadikan sampel stool survey. Sampel stool survey merupakan anak SD yang terpilih

    yaitu SD ditemukannya penderita TAS positif dan beberapa SD lainnya sehingga

    mencukupi sampel minimal (150-160) anak kelas 2 dan 3 tahun 2017.

    Pada Tabel 3 di bawah ini menyajikan karakterisitik responden/subyek penelitian di

    kabupaten Donggala tahun 2017

    Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP di Kabupaten Enrekang Tahun 2017

    KarakteristikDesa Potokullin

    (N=321)Desa Parombean

    (N=312) Jumlah

    Jenis kelamin N % N % N %Laki-laki 150 46,7 161 51,6 311 49,1

    Perempuan 171 53,3 151 48,4 322 50,9Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0

    Kelompok Umur< 15 tahun 109 34,0 111 35,6 220 34,8

    15-24 tahun 37 11,5 41 13,1 78 12,325-34 tahun 59 18,4 46 14,7 105 16,635-44 tahun 37 11,5 44 14,1 81 12,845-54 tahun 44 13,7 32 10,3 76 12,055-64 tahun 19 5,9 18 5,8 37 5,8>= 65 tahun 16 5,0 20 6,4 36 5,7

    Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0Status kawinBelum Kawin 151 47,0 172 55,1 323 51,0

    Kawin 153 47,7 131 42,0 284 44,9Cerai Hidup 6 1,9 2 0,6 8 1,3Cerai Mati 11 3,4 7 2,2 18 2,8

    Jumlah 321 100,0 312 100,0 633 100,0Tingkat pendidikanTidak pernah sekolah 11 4,0 16 6,2 27 5,1

    Tidak tamat SD 62 22,6 72 27,9 134 25,2Tamat SD/MI 102 37,2 64 24,8 166 31,2

    Tamat SLTP/MTs 48 17,5 52 20,2 100 18,8Tamat SLTA/MA 36 13,1 37 14,3 73 13,7Tamat D1/D2/D3 6 2,2 7 2,7 13 2,4Tamat Perguruan

    Tinggi9 3,3 10 3,9 19 3,6

    Jumlah 274 100,0 258 100,0 532 100,0Pekerjaan Utama

  • 33

    Tidak bekerja 14 5,1 14 9,5 28 5,3Sekolah 70 25,5 82 29,3 152 28,6

    Ibu Rumah Tangga 77 28,1 55 20,5 132 24,8PNS/TNI/POLRI 3 1,1 4 5,7 7 1,3

    Wiraswasta/Pedagang 0 0,0 1 0,4 1 0,2Pelayanan Jasa 1 0,4 0 0,0 1 0,2

    Petani 100 36,5 93 36,0 193 36,3Nelayan 1 0,4 0 0,0 1 0,2Lainnya 8 2,9 9 3,5 17 3,2Jumlah 274 100,0 258 100,0 532 100,0

    Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa karekteristik responden berdasarkan jenis

    kelamin di Kabupaten Enrekang lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.

    Berdasarkan desa, terlihat responden laki-laki lebih banyak di Desa Parombean daripada di

    Desa Potokullin. Berdasarkan kelompok umur, terlihat responden terbanyak dari golongan

    umur =65 tahun untuk di Desa

    Potokullin, dan kelompok umur 55-64 tahun di Desa Parombean.

    Berdasarkan status kawin, menunjukkan responden terbanyak di Desa Potokullin

    adalah belum kawin, sedangkan di Desa Parombean dengan status kawin. Tingkat

    pendidikan menunjukkan responden terbanyak di Desa Potokullin adalah Tamat SD/MI,

    sedangkan di Desa Parombean adalah tidak tamat SD/MI. Adapun Tingkat pendidikan

    terendah di kedua desa adalah tamat D1/D2/D3. Pekerjaan utama terbanyak responden

    adalah petani baik di Desa Potokullin maupun di Desa Parombean.

    Rumah tangga responden yang di wawancara dipetakan, berikut ditampilkan hasil

    plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial.

  • 34

    Gambar 3. Plotting rumah responden di Desa Parombean, Kecamatan Buntu Barana,Kabupaten Enrekang tahun 2017

    Pada gambar diatas diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di plotting di

    Desa Parombean yaitu sebanyak 79 rumah tangga. Secara geografis lokasi merupakan

    pengunungan dengan ketinggian 570-2.149 diatas permukaan laut.

    Dari Gambar 2 diketahui bahwa jumlah rumah responden yang di plotting di Desa

    Potokullin sebanyak 108 rumah tangga. Secara geografis Desa ini merupakan daerah

    pengunungan dengan ketinggian lebih dari 1.000 diatas permukaan laut.

  • 35

    Gambar 4. Plotting rumah responden di Desa Potokullin, Kecamatan Buntu Batu,Kabupaten Enrekang tahun 2017

    Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis

    Dalam studi ini dilakukan wawancara kepada responden yang akan dilakukan

    pemeriksaan klinis dan diambil darah jari. Tabel 4 di bawah ini menampilkan jumlah

    responden yang mengetahui penyebab kaki gajah (elephantiasis)/filariasis.

    Tabel 4. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab dan Gejala Filariasis di KabupatenEnrekang tahun 2017

    PENGETAHUAN

    DesaPotokullin(N=321)

    DesaParombean

    (N=312)Jumlah

    N % N % N %Penyebab Filariasis

    a. Penyakit yang disebabkan olehcacing

    7 3,3 42 20,9 49 11,9

    b. Penyakit yang ditularkan olehnyamuk

    87 41,0 65 32,3 152 36,8

    c. Penyakit keturunan 0 0,0 1 0,5 1 0,2d. Lainnya 9 4,2 21 10,4 30 7,3

    Akibat terkena penyakit filariasis

  • 36

    a. Menyebabkan kaki atau tanganmembesar

    97 45,8 110 54,7 207 50,1

    b. Tidak menimbulkan gejala danakibat pada tubuh

    1 0,5 0 0,0 1 0,2

    c. Menyebabkan demam &