resume jurnal azithromycin
DESCRIPTION
jijijijTRANSCRIPT
![Page 1: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/1.jpg)
RESUME JURNAL
Judul Jurnal Mass Treatment with Single-Dose Azithromycin for
Trachoma
Anthony W. Solomon, M.B., B.S., Ph.D., Martin J. Holland, Ph.D., Neal D.E. Alexander, Ph.D., Patrick A. Massae, D.C.E.H., Aura Aguirre, Ph.D., Angels Natividad-Sancho, M.Sc., Sandra Molina, M.Sc., Salesia Safari, M.D., John F. Shao, M.D., Ph.D., Paul Courtright, Dr.P.H., Rosanna W. Peeling, Ph.D., Sheila K. West, Ph.D., Robin L. Bailey, F.R.C.P., Ph.D., Allen Foster, F.R.C.S., F.R.C.Ophth., and David C.W. Mabey, D.M., F.R.C.P.N Eng J Med 2004;351;1962-71.Copyright © 2004 Massachusetts Medical Society.
Latar Belakang Trakoma merupakan keratokunjungtivitis kronik yang
disebabkan oleh Chalmydia trachomatis, dalam
perjalanan penyakitnya dapat diserati dengan timbulnya
jaringan parut (skar) pada konjungtiva. Dan setelah
beberapa lama infeksi ini terjadi, skar yang ada
dikonjungtiva akan berkontraksi dan menyebabkan bulu
mata beberapa pasien menjadi tertarik kedalam dan dapat
melukai bolamata. Trakoma merupakan salah satu
penyebab tersering kebutaan.
Sampai dengan tahun 1990an usaha untuk mengontrol
trakoma dengan antibiotik kebanyakan menghasilkan
hasil yang mengecewakan. Pemberian massal
sulfonamide secara oral di Amerika utara pada tahun
1930an dan 1940an mengakibatkan insiden tinggi efek
yang tidak diharapkan berupa sindrom Steven-Johnson.
Pemberian massal salep mata tetrasiklin di beberapa
negara pada tahun 1950an dan 1960an pada akhirnya
juga tidak berhasil. Karena penggunaan tetrasiklin harus
dengan kepatuhan yang sangat tinggi dan dalam jangka
![Page 2: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/2.jpg)
waktu yang lama. Penemuan tentang penggunaan dosis
tunggal azithromycin sama efektifnya dengan
penggunaan tetrasiklin dalam jangka panjang.
Tujuan Untuk mengetahui keefektifan pemberian dosis tunggal
azithromycin terhadap kasus trakoma, pada daerah yang
endemis trakoma.
MetodologiPenelitian ini disetujui oleh komite etik dari Kalimanjaro
Christian Medical Centre, Moshi, Tanzania, dan London
School of Hygiene and Tropical Medicine, London.
Inform konsen tertulis didapatkan dari semua subjek
ataupun orangtua pasien.
Penelitian ini dilakukan di Desa Kahe Mpya, Distrik
Rombo, Tanzania. Yang merupakan daerah endemis dari
trakoma. Pada bulan Juli tahun 2000 peneliti memeriksa
penduduk yang setuju untuk menjadi subjek pada
penelitian ini, dengan menggunakan sistem yang sudah
disederhanakan oleh World Health Organization (WHO).
Pada sistem ini trakoma dibagi menjadi 5 berdasarkan
tanda-tandanya : yang pertama trakoma dengan
peradangan folikuler, kedua trakoma dengan peradangan
yang intens, ketiga trakoma dengan jaringan parut,
keempat trakoma dengan trikiasis, dan yang terakhir
trakoma dengan kekeruhan kornea. Kemudian peneliti
mengambil usapan konjungtiva mata kanan dari setiap
orang, menggunakan tehnik swab berstandar tinggi.
Setiap penduduk wanita yang tidak hamil dan yang
berusia lebih dari atau sama dengan 12 bulan diberikan
secara langsung satu dosis oral azithromycin 20mg/kgBB
(maksimum, 1 gr). Anak-anak yang berusia kurang dari
12 bulan dan wanita hamil tidak diberikan azithromycin,
tetapi diberikan 2 tabung salep mata tetrasiklin 1%
![Page 3: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/3.jpg)
dengan cara pemberian 2 kali sehari selama 6 minggu.
Peneliti mengadakan sensus ulang setiap bulan selama 24
bulan setelah pengobatan. Pada setiap pemeriksaan,
peneliti memeriksa status penduduk dari setiap orang
yang terdaftar dan membuka pendaftaran untuk penduduk
baru (orang yang baru datang dan bayi yang baru lahir
pada bulan sebelumnya). Usapan konjungtiva diambil
dari penduduk baru pada saat pendaftaran. Untuk semua
orang, pemeriksaan ulangan dan usapan konjungtiva
dilakukan oleh pemeriksa yang sama pada bulan ke 2, 6,
12, 18, dan 24. Masyarakat yang sudah pindah dari desa
tersebut tidak tampak dalam pemeriksaan ulangan. Oleh
karena itu kelompok penduduk yang diteliti adalah
penduduk yang ada selama pemeriksaan ulangan dalam
24 bulan lalu dibandingkan dengan penduduk
sebelumnya.
Karena terjadi inflamasi yang terus-menerus diperkirakan
akan menimbulkan jaringan parut pada konjungtiva,
untuk alasan etik pada bulan ke 6, 12 dan 18, peneliti
memberikan 2 tabung salep mata tetrasiklin kepada orang
yang memiliki infeksi aktif (ditemukan sebagai inflamasi
trakoma-folikular, inflamasi trakoma- intense atau
keduanya pada mata yang terinfeksi).
Usapan konjungtiva yang diambil dari subjek
dikumpulkan dan disimpan pada suhu 20 oC selama 8 jam
setelah dikumpulkan. Dan untuk memeriksa ada atau
tidaknya Chlamydia trakhomatis dengan menggunakan
metode kuantitatif Polymerase-Chain-Reaction (PCR).
![Page 4: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/4.jpg)
Hasil Pada awalnya, peneliti menguji usapan konjungtiva
sebanyak 956 dari 978 penduduk di Kahe Mpya (97,8%).
Dari 956 orang, sebanyak 916 (95,8% dari subjek dan
93,7% dari total jumlah penduduk) diberi azitromisin,
dan sebanyak 39 (4.1% dari subjek dan 4.0% dari total
jumlah penduduk) diberikan tetrasiklin. Secara
keseluruhan, sebanyak 955 (97.6% dari jumlah
penduduk) telah diberikan antibiotik. 1 orang wanita
berusia 60 tahun menjalani pengambilan usapan tetapi
menolak pengobatan. Sampai pada pemeriksaan ulangan
pada periode 24 bulan, terdaftar 195 penduduk baru (113
imigran dan 82 bayi baru lahir). Jumlah penduduk yang
baru kurang lebih seimbang dengan jumlah emigrasi dan
yang meninggal.
Terdapat perubahan prevalensi infeksi. Prevalensi infeksi
C. trachomatis pada konjungtiva menurun secara
progresif pada setiap waktu. Penurunan pada bulan kedua
dibanding awalnya sangat signifikan (P<0.001). Pada
bulan ke 6, 8, 12, 18 dan 24, prevalensi infeksi tetap
sangat rendah dibanding sebelum pengobatan (P<0.001
untuk setiap perbandingan).
Terdapat perubahan intensitas infeksi. Pada umumnya,
pada setiap waktu tingginya kejadian infeksi dari C.
trakhomatis ditemukan pada kelompok usia yang muda
(figure 1). Subjek dengan usia 16 tahun keatas ditemukan
terjadi infeksi Chlamidia pada bulan ke 6, 12, atau bulan
ke 24, meskipun dua orang wanita (usia 62 tahun dan 88
tahun) terinfeksi pada bulan ke 18. Beban infeksi C.
trakhomatis pada masyarakat juga menurun menjadi
![Page 5: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/5.jpg)
13,9% pada bulan ke 2 setelah pengobatan dan kemudian
terus-menerus menurun. Beban sebesar 8.7% pada awal
bulan ke 6, 4,7% pada bulan ke 12, 3,6% pada bulan ke
18 dan 0,8% pada bulan ke 24 (tabel 1 dan figure 2A).
Penurunan ini ditemukan pada semua golongan umur dan
jenis kelamin (figure 2B).
Terdapat perubahan prevalensi trakoma aktif. Pada awal
penelitian, 195 dari 956 orang subjek yang memiliki
infeksi trakoma aktif. Secara keseluruhan prevalensi dari
trakoma aktif secara signifikan turun pada setiap kali
follow up dibanding awal. Prevalensi keseluruhan pada
bulan ke 12 (94 kasus merupakan infeksi aktif diantara
907 orang, atau 10,4%) secara signifikan lebih tinggi
dibanding pada bulan ke 6 (54 kasus aktif diantara 879
orang, atau 6.1%) atau pada bulan ke 18 (54 kasus aktif
diantara 889, atau 6.1%; P<0.001 pada setiap
perbandingan). Puncak prevalensi dari infeksi aktif
terjadi pada usia antara 1 sampai 4 tahun pada setiap
waktu (figure 3).
Terdapat perubahan intensitas infeksi pada subkelompok
dari penduduk. Pada awal, hasil pemeriksaan usapan
konjungtiva menunjukan bahwa 174 subjek memiliki
infeksi penyakit aktif. Subjek dengan penyakit klinis aktif
menyumbang beban klamidia pada 2, 6, dan 12 bulan,
namun pada 18 dan 24 bulan, ketika terdapat infeksi
sangat sedikit, subkelompok ini menyumbang 100 persen
dari total infeksi (Tabel 2). Pada setiap waktu, beban
infeksi klamidia terdapat pada anak usia dibawah 10
tahun (tabel 2).
![Page 6: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/6.jpg)
Efek antibiotik pada transmisi infeksi. Terdapat beberapa
infeksi baru setelah pengobatan massal. Pada setiap kali
waktu follow up, lebih dari 90% dari total beban C.
trachomatis ditemukan diantara orang yang positif pada
uji sebelumnya, bukan pada peserta baru. Dari 195 orang
penduduk baru, tidak satupun bayi baru lahir yang
terkena hanya 2 imigran yang memiliki uji positif pada
saat pendaftaran. Dari 195 orang, pada bulan ke 6
sebanyak 54 orang diberikan tetrasiklin termasuk 7 orang
yang positif. Pada follow up selanjutnya (bulan ke 12), 54
orang ini tetap terhitung sebagai 15% dari total beban
masyarakat. Pada bulan ke 12, 94 orang diberikan
tetrasiklin, termasuk 5 orang yang positif (61,9% dari
total beban). Pada follow up selanjutnya, infeksi mata
pada subgroup ini menunjukkan angka sebesar 99,8%
dari total beban. Pada bulan ke 18, 54 orang diberikan
tetrasiklin, termasuk 3 yang positif menunjukan angka
sebesar 99,8% dari beban masyarakat. Pada bulan ke 24,
1 dari 3 yang terinfeksi, masih tetap terinfeksi (dan
merupakan satu-satunya yang terinfeksi).
Kesimpulan Pada penelitian yang dilakukan di desa Kahe Mpya,
Distrik Rombo, Tanzania dan merupakan daerah endemik
untuk infeksi trakoma. Setelah dilakukan pengobatan
massal dengan menggunakan azitromisin prevalensinya
menurun drastis. Penurunan ini terjadi setelah 2 tahun
dilakukannya pengobatan massal tersebut, dan
didapatkannya hanya 1 subjek yang terinfeksi diantara
842 orang yang diuji. Dari hasil yang didapatkan, dapat
disimpulkan bahwa pemberian azitromisin memiliki
dampak yang baik untuk menurunkan kejadian trakoma.
![Page 7: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/7.jpg)
Rangkuman dan Hasil Pembelajaran Trakoma merupakan keratokonjungtivitis kronik yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, dan trakoma merupakan salah satu penyebab tersering dari kebutaan.
Penelitian dilakukan di Desa Kahe Mpya, Distrik Rombo, Tanzania merupakan daerah endemik dari infeksi Trakoma. Dan untuk mengetahui efek pemberian dosis tunggal azitromisin terhadap kasus trakoma, peneliti menggunakan tes polimerase-chain-reaksi (PCR).
Penelitian ini dilakukan selama 24 bulan, peneliti menguji usapan konjungtiva sebanyak 956 dari 978 penduduk di Kahe Mpya (97,8%). Dari 956 orang, sebanyak 916 (95,8% dari subjek dan 93,7% dari total jumlah penduduk) diberi azitromisin, dan sebanyak (4.1% dari subjek dan 4.0% dari total jumlah penduduk) diberikan tetrasiklin. Secara keseluruhan,sebanyak 955 (97.6% dari jumlah penduduk) telah diberikan antibiotik. 1 orang wanita berusia 60 tahun menjalani pengambilan usapan tetapi menolak pengobatan.
Pada penelitian ini didapatkan beberapa hasil, yaitu :
Terdapat perubahan prevalensi infeksi. Prevalensi
infeksi C. trachomatis pada konjungtiva menurun secara
progresif pada setiap waktu. Pada bulan ke 6, 8, 12, 18
dan 24, prevalensi infeksi tetap sangat rendah dibanding
sebelum pengobatan.
Terdapat perubahan intensitas infeksi. Pada
umumnya, pada setiap waktu tingginya kejadian infeksi
dari C. trakhomatis ditemukan pada group usia yang
muda (figure 1). Beban infeksi C. trakhomatis pada
masyarakat juga menurun menjadi 13,9% pada bulan ke 2
setelah pengobatan dan kemudian terus-menerus
menurun. Beban sebesar 8.7% pada awal bulan ke 6,
4,7% pada bulan ke 12, 3,6% pada bulan ke 18 dan 0,8%
pada bulan ke 24 (tabel 1 dan figure 2A). Penurunan ini
![Page 8: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/8.jpg)
ditemukan pada semua golongan umur dan jenis kelamin
(figure 2B).
Terdapat perubahan prevalensi trakoma aktif. Pada
awal penelitian, 195 dari 956 orang subjek yang memiliki
infeksi trakoma aktif. Secara keseluruhan prevalensi dari
trakoma aktif secara signifikan turun pada setiap kali
follow up dibanding awal. Puncak prevalensi dari infeksi
aktif terjadi pada usia antara 1 sampai 4 tahun pada setiap
waktu (figure 3).
Terdapat perubahan intensitas infeksi pada
subkelompok dari penduduk. Pada awal, hasil
pemeriksaan usapan konjungtiva menunjukan bahwa 174
subjek memiliki infeksi penyakit aktif. Pada setiap waktu,
beban infeksi klamidia terdapat pada anak usia dibawah
10 tahun (tabel 2).
Efek antibiotik pada transmisi infeksi. Terdapat
beberapa infeksi baru setelah pengobatan massal. Pada
setiap kali waktu follow up, lebih dari 90% dari total
beban C. trachomatis ditemukan diantara orang yang
positif pada uji sebelumnya, bukan pada peserta baru.
Dari 195 orang penduduk baru, tidak satupun bayi baru
lahir yang terkena hanya 2 imigran yang memiliki uji
positif pada saat pendaftaran. Dari 195 orang, pada bulan
ke 6 sebanyak 54 orang diberikan tetrasiklin termasuk 7
orang yang positif. Pada follow up selanjutnya (bulan ke
12), 54 orang ini tetap terhitung sebagai 15% dari total
beban masyarakat. Pada bulan ke 12, 94 orang diberikan
tetrasiklin, termasuk 5 orang yang positif (61,9% dari
![Page 9: Resume Jurnal Azithromycin](https://reader036.vdocument.in/reader036/viewer/2022072008/55cf8f0c550346703b9868c4/html5/thumbnails/9.jpg)
total beban). Pada follow up selanjutnya, infeksi mata
pada subgroup ini menunjukkan angka sebesar 99,8%
dari total beban. Pada bulan ke 18, 54 orang diberikan
tetrasiklin, termasuk 3 yang positif menunjukan angka
sebesar 99,8% dari beban masyarakat. Pada bulan ke 24,
1 dari 3 yang terinfeksi, masih tetap terinfeksi (dan
merupakan satu-satunya yang terinfeksi).