separatismedalamperspektif - journal portal

13
Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional: Studi Kasus Organisasi Papua Merdeka Sefridni The idea for the establishment of OPM (the organization for the independence of Papua) came into exist in 1963. The establishment was mostly caused by bad condition of social life in the area. Meanwhile, this organization tends to be liberation front, or even as a rebellion movement. According to the International law, this kindofseparatism is regarded as internal business of Indonesia. More over, OPM hasn't got recognition as belligerent for international society. There fore, thebiggersupportis onthe hand ofIndonesian government, ratherthanon the hand of OPM. Thus, the solution is merely depend on the willingness of Indonesian government to solve the conflictinternally. Istilah Separatis atau separatisme ditujukan pada tindakan seseorang atau sekelompokorang atau komunitas yang berada dalam satu kesatuan besar yang hendak memisahkan diri atau keluar dari komunitas atau kesatuan besar itu dengan maksud berdiri sendiri sebagai negara atau bangsa merdeka. Orang-or- ang yang terlibat didalamnya disebut kaum separatist. Tujuan memisahkan diri untuk menjadi negara merdeka lepas dari negara induknya dalam berbagai literatur hukum internasional pada hakekatnya hanya merupakan salah satu tujuan dari pemberontakan yang terjadi di suatu negara. Adapun tujuan pemberontakan UNISIA NO. 47/XXVI/I/2003 yang lain adalah untuk menggulingkan pemerintah yang sah dan mengganti- kannya dengan pemerintah baru sesuai keinginan kaum pemberontak, ataupun untuk bergabung dengan negara lain {integration), atau kemungkinan yang lain adalah untuk menuntut otonomi yang lebih luas.^ Apapun maksud dan tujuan kaum pemberontak termasuk di dalamnya kaum separatist, merupakan perbuatan 1990 me- ianggar hukum nasional negara tempat Wayan Partiana. 1990. Pengantar Hu kum Internasional, Mandar Maju, Bandung, him. 370. 41

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Separatisme dalam PerspektifHukum Internasional: Studi Kasus

Organisasi Papua Merdeka

Sefridni

The idea for the establishment of OPM (the organization for the independenceof Papua) came into exist in 1963. The establishment was mostly caused bybad condition of social life in the area. Meanwhile, this organization tends to beliberation front, or even as a rebellion movement. According to the Internationallaw, this kindofseparatism is regarded as internal business of Indonesia. Moreover, OPM hasn't got recognition as belligerent forinternational society. Therefore, thebiggersupportis on the hand ofIndonesian government, rather thanonthe hand of OPM. Thus, the solution is merely depend on the willingness ofIndonesian government to solve the conflict internally.

Istilah Separatis atau separatismeditujukan pada tindakan seseorangatau sekelompokorang atau komunitas

yang berada dalam satu kesatuan besaryang hendak memisahkan diri atau keluardari komunitas atau kesatuan besar itu

dengan maksud berdiri sendiri sebagainegara atau bangsa merdeka. Orang-or-ang yang terlibat didalamnya disebut kaumseparatist.

Tujuan memisahkan diri untukmenjadi negara merdeka lepas dari negarainduknya dalam berbagai literatur hukuminternasional pada hakekatnya hanyamerupakan salah satu tujuan daripemberontakan yang terjadi di suatunegara. Adapun tujuan pemberontakan

UNISIA NO. 47/XXVI/I/2003

yang lain adalah untuk menggulingkanpemerintah yang sah dan mengganti-kannya dengan pemerintah baru sesuaikeinginan kaum pemberontak, ataupununtuk bergabung dengan negara lain{integration), atau kemungkinan yang lainadalah untuk menuntut otonomi yang lebihluas.^

Apapun maksud dan tujuan kaumpemberontak termasuk di dalamnya kaumseparatist, merupakan perbuatan 1990 me-ianggar hukum nasional negara tempat

Wayan Partiana. 1990. Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung,him. 370.

41

Page 2: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional ... , Sefriani

terjadinya pemberontakan tersebut. Hal inidikarenakan perbuatan para pemberontakmerupakan pemaksaan kehendak kepadapemeriritah yang sah dalam rangka men-capai tujuan yang diyakininya^. Di atassemuanya itu, tuntutan untuk memisahkandiri dari negara induknya tentu merupakanancaman terhadap Integritassuatu negara.Lepasnya Timor Timur dari wllayahIndonesiaadalah bukti nyatasemuanya itu.Bilatidak ditangani dengan hatl-hati, makaAceh, Papua, Maluku, Poso serta daerah-daerah sarat konflik lainnya, sangat poten-sial menjadiTimor Timur kedua ketigadanseterusnya.

Apabila apa yang dllakukan kaumpemberontakan merupakan perbuatanmelanggar hukum dalam perspektif hukumnaslonal suatu negara dan oleh karenanyapara pelakunya pantas untuk dihukum,maka tidak demikian halnya dalam hukuminternasional.Hukum internasional tidak

menghukum adanya pemberontakan ataurevolusi sebagaimana yang dikemukakanoleh VIsser,... neitherinsurrection nor revolutionis condemnedby international law...Di samping itu dalam hukum internasionaljuga dikenal adanya prinsip selfdetermination atau hak untuk menentukan nasib

sendiri, yang sering dijadikan instrumenkaum pemberontak untuk memperkuatposisi di mata internasional guna menca-pai maksud dan tujuannya.

Adanya kontradiksi sebagaimanadikemukakan di atas tentu sangat menarikuntuk dikaji. Sejauh mana self determination right dapat digunakan sebagai

^Ibid.

^Visscher, Charles de. 1985. TheoryandReality in Public International Law, Princenton,hlm.336.

•42

instrumen untuk memisahan diri darinegara induknya, juga bagaimana pan-dangan hukum internasional terhadapseparatisme dan pemisahan wiiayah itusendiri akan dikaji daiam tulisan berikutdengan studi kasus OPM..

Kilas Balik Separatisme di Papua Barat

Tidak sebagaimana Timor Timoryang sejak awal integrasinya ke Indonesiabermasalah, dan belum pernah mendapatpengakuan sebagai bagian yang sah dariteritorial Indonesia oleh PBB^ makasebenarnya Papua Barat telah mendapatpengakuan dari PBBsebagai bagian yangtidak terpisahkan dari NKRI

Papua adalah satu-satunya propinsidi Indonesiayang kembali ke pangkuan ibupertiwi melaiui "Persetujuan New York"yang ditandatangani oleh Belanda danIndonesia pada 15 Agustus 1962. Persetujuan ini dicatat oleh Majeiis Umum PBBberdasarkan Resolusinya pada 21 September 1962, No.1752 (XVII). Pada 1 Oktober1962 , dllakukan penyerahan kekuasaandari pemerintah Belanda kepada peme-rlntah sementara PBB {United NationsTemporary Executive Authority-UhlTEA),untuk selanjutnya, pada 1 Mei 1963UNTEA diserahkan kepada Indonesia.Kedaulatan Indonesia atas Papua Baratmenjadi semakin sah dengan adanyaResolusi No.2504 (XXIV) tanggal 19Nopember 1969 yang mencatat hasilPenentuan pendapat Rakyat (Pepera ) diwiiayah tersebut kembali ke wiiayah indo-

"•Dalam catatan PBB Timor Timur masukke wiiayah yang belum berpemerintahan sendiridengan kuasa administarsinya adalah Portugal.

UNISIANO. 47/XXVim003

Page 3: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional ... , Sefriani

nesia®

Benih-benih separatisme di Papuasebenarnya telah dipupuk dan dikembang-kan oleh pemerlntah koloniai Belanda sejakawal 1950-an.Saat itu, Belanda bukan sajamempercepat pembangunan ekonomi danadministarsi di Irian Barat, tetapi jugapembangunan polltik, seperti pembentukanDewan New Guinea {Nieuw Guinea Raad),suatu quasi -parlemen, pada 5 April 1961Belanda juga mengijinkan para tokoh pro-Belanda untuk mengadakan sidang komltenasional pada 19 Oktober 1961. Padasidang tersebut disetujui simbol-simbolpolitik seperti bendera 0PM, yaknl bintangkejora, lagu kebangsaan "Hal JanahkuPapua", nama negara "Papua Barat", danlambang negara "BurungMambruk". Upa-ya Belanda untukmendirikan negara bone-ka Papua ini pada dasarnya merupakan"bom waktu" yang sengaja ditinggalkanBelanda di Papua Barat/

Gagasan untuk mendirikan Organi-sasi Papua Merdeka (OPM) muncul tahun1963 dan 1964, yang kemudian secararesmi terbentuk pada awal 1965 di daerahAyamaru.® Pembentukan OPM Ini dilatar-belakangi situasi buruk di wiiayah tersebutsaat itu yang kemudian membangkitkankembali sikap anti asing yang kemudian

sjkrar Nusa Bhakti. 1985. "IntervensiAmerika Serikat dalam Penyelesaian MasalahIrian Barat" dalam Masalah-Masalah Internasional Masa Kini, No.13, Jakarta, LRKN-LIPI,him.3.

®lkrar Nusa Bhakti, 1994. "Aspek-aspekInternasional dalam Integrasi Nasional:suatutinjauan empiris atas kasus Irian Jaya, daiamAnaiisis CSIS, No.5 Tahun XXIIII, him.395.

^Ibid, hlm.396.

a/b/d, him. 399.

UNISIANO. 47IXXVI/II2003

berubah menjadi pemberontakan-pem-berontakan.^

Pembangunan yang terabaikan dipropinsi tersebut dimana pemerlntah lebihmengutamakan Timor Timur, telah menim-buikan keoemburuan yang luar biasa,dikalangan intelektual di sana. Ekspioitasisumber-sumber kekayaan alam secarabesar-besaran yang hasilnya tidak dinik-mati oleh Wiiayah itu sendiri, adanya domi-nasi pendatang terhadap penduduk asli,penuduk asii dianggap warga kelas dua,paratransmigran lebih mendapat bantuanketimbang penduduk asii, kesempatankerja bagi penduduk asli yang sangatterbatas, pendekatan"keamanan" yangdigunakan TNI, menjadikan OPM semakinmendapat simpati dari rakyat Papuabahkan juga dikalangan yang semulamenolaknya/^ Kemerdekaan Timor Timurjuga meningkatkan semangat OPM untuksemakin mengobarkan semangat mele-paskan diri dari Indonesia. Beberapa konfe-rensi masyarakat papua diiringi pengibaranbendera bintang kejora yang dimotori OPMtelah mengundang perhatian dari berbagaipihak, termasuk internasional mengenaisikap yang harus dilakukan pemerlntahIndonesia.

®Situasi buruk yang dimaksud antara lainseperti sikap sebagian pejabat di Irian Jayayang seperti orang baru menang perang,pembangunan yang terabaikan oleh Indonesia,kemerdekaan Papua Neugini, Ibid, him. 398-399.

^°Kahpi Suriadiredja, 1985. Tantangandan Perjuangan di Bumi Cendrawasih, SinarAgape Press, Jakarta, him. 64.

43

Page 4: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional ... , Sefriani

SelfDetermination Rightdalam HukumInternasional

Gagasan adanya self determinationright mula-muia dikemukakan oleh Presi-den Wilson dalam pidatonya di depankongres Amerika Serikat pada 8 Januari1918, yang kemudian ditegaskan lag! dalamnaskah Konvensi Liga Bangsa-Bangsayang dlusulkannya, yang antara lainmenyebutkan:

The contracting powers unite guaranteeing. .. territorial reajustment...as many in the future become necessary by reason of change in thepresent social conditions and aspirations or present social and political relationship,pursuant to the prin-cipie of seif determination "

Maksud darl gagasan tersebutsebenarnya adalah agardiberikan kesem-patan pasca perang dunia I berdasarkanasas demokrasi kepada golongan-golong-an minoritas di Eropa untuk menentukannasibnya sendiri dengan membentuknegara-negara merdeka yang tidak dima-sukkan dalam wilayah negara-negara yangmenang perang.^^

Namun demikian gagasan Inibanyak mendapat tentangan dari berbagaiplhakkarena ternyata haktersebut sifatnyaseperti bunglon yang dapat berubah warnadan mempunyai banyakakibatpolitis yang

"A. Rego Sureda, 1973. The Evolutionof theRight toSelfDetermination Right: a Studyof UnitedNations practice, Leiden: A.WSithoff,him. 28.

'^Sidik Suraputra, "Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri Dalam Hukum Inter

nasional Publlk", dalam Hukum dan Pem-bangunan, jull 1982, him. 299-300.

44

sulit diduga sebagalmana yang dikemukakan oleh Michia Pomerance:

The Wilson conception of selfdetermination may, obvlusly, beviewed in in a myriad ways, depending on the angle of the viewer.the principle of self determinationhad clearly never attained thebleised state. Nor, perhaps, could ithave, in view of the complexities ofits genesis and the endless difficulties entailed in its application^^

Selanjutnya Robert Lansing, menterlluar negeri Amerika Serikat saat Wilsonmenjadi preslden mengemukakan bahwa;"The more U think about the Presidentdeciaration as to the right of self determination , the more convince iam of the dan-ger'

Oleh karena mendapat banyaktentangan, maka dapat dipahami bila hakuntuk menentukan nasib sendiri tidakdimuat dalam kovenan LBB. Pada saat itutidak dikehendaki bahwa setiap kelompokorang atas dasar ras dimungklnkan untukmemisahkan diri dari suatu negara yangada dan membentuk negara baru sendiri.

, Apabila hak Ini diakui dikhawatirkan akanmenlmbulkan kekacauan dan merusakhubungan internasional yang ada.'^

Setelah gaga! dimasukkan dalamkovenan, sel determination right muncul

^^^Michla Pomerance, 1982. Self Determination in Law and Practice : the new doctrinein the UnitedNations, Martinus Nijhoff Publishers, The Haque/Boston?London, him. 1.

'Nbid. '

'Nbid.

UNISIANO. 47/XXVI/I/2003

Page 5: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspektif Hukum Inlernasional ... , Sefriani

kembali pada kasus kepulauan Aalandyang mempermasalahkan apakah pen-duduk kepulauan Aaland yang berasal darlSwedia dapat memisahkan diri dariFInlandia dan menjadikan wilayah tersebutmenjadi wilayah Swedia. Terhadap perma-salahan ini Majelis LBB pada tahun 1921memutuskan bahwa self determination

right tidak dapat dijalankan dalam kasuskepulauan Aaland. LBB mengakul kedau-latan Finlandia terhadap terhadap kepulauan tersebut. Namun demikian, direkomen-dasikan untuk memperlakukan pendudukminorltas dengan balk demi kepentinganperdamaian.""® Dalam kasus inidinyatakanpula balk oleh International Commision ofJurist dan Committee of repourteurs dealing with situation bahwa prinsip self determination right.... was not a legal rule international la w, but purelya political concepf^

Apablla pada fase LBB, self determination rightdWolaW dengan tegas sebagaikaedah hukum internasional hanya diakuisebagai konsep polltik, bahkan dipandangdapat merusak dan mengacaukan hubung-an internasional, maka tidak demikian

halnya dengan di era PBB. Beberapa pasaldalam Piagam PBB mencantumkan hakrhenentukan nasib sendiri baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pasalyang secara langsung memuat self determination right an\ara lain sebagai berikut:a. Pasal 1(2) yang menetapkan: ..."to

develop friendly relations among nations

^^Sidik Suraputra, op.cit, him. 302.

^'LNOJ Supp. No.3, 1920,pp.5-6 danDoc.87/21/106(VII ) pp. 22-23, sebaimanadikutip oleh Shaw, Malcolm N., 1991. international Law, 3rd edition, Grotius PublicationsLimited, him.173.

UNISIANO. 47/XXVI/I/2003

based on respect for the principle ofequal rihgts and self determinatiori'

b. Pasal 55 yang menetapkan :... tocreation of stability and wellbeing whichare necessary for peaceful and friendlyrelations among nations based on respect for the principle of equal right andself determination of peoples.

Dari ketentuan di atas dapat disim-pulkan bahwa piagam mengartikan selfdetermination right sebagai hak darimasyarakat/seseorang untuk menciptakankeadaan-keadaan yang terlib (stability)dankemakmuran (well being), yang merupakandasar bagi terclptanya perdamaian danhubungan persahabatan antar negara.

Adapun ketentuan dalam piagamyang secara tidak langsung menyinggungmasalah self determination adalah Pasal

73 dan 76 yang menyangkut masalahdekolonisasi. Pasal 73 menggambarkanadanya kewajiban negara penguasa atasdaerah ang belum berpemerintahan sendiriuntuk mengembangkannya menuju peme-rintahan sendiri dan hak dari daerah-dae-

rah yang belum berpemerintahan sendiriuntuk memeproleh pemerintahan sendiri.Adapun Pasal 76 mencerminkan adanyahak dari daerah-daerah yang diletakkan dibawah perwalian untuk memperolehpemerintahan sendiri.

Selain dalam piagam, self determination right \uga dapat dilihat Pasal 1(1)dua kovenan, yaitu international covennaton civil andpolitical rights serta internationalcovenant on economic, social & cultural

rights yang menetapkan: "all people havethe fight of self determination, by virtue ofthat right they freely determine their political status and freely pursue their economic,social'land culturaldevelopment."

Sama halnya dengan pencantumanself determination right dalam piagam.

45

Page 6: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspeklif Hukum Internasional ... , Sefriani

maka pencantuman dalam kovenan jugamelalul perdebatan panjang. Negara-negarayang menyetujui pencantumannyamengemukakan alasan sebagai berikuta. that right was the source of or an es

sential prerequisite for other humanright, since there could be no genuineexercise of indiviuai right without therealization of the right to self determination

b. in the drafting of the covenant, the principle an the charter, which include theprinciples of equal rights and self determination of people should be appliedand protected; many provision at theuniversal declaration of human rightshad a direct hearing on the right to selfdetermination

c. unless the covenant embodied that

right, it would be incomplete and inoperative

Sementarayang menentang mengemukakan bahwa:

The charterreference to the principlenot the right of self determination.As a principle, it had very strongmoral force, but it as too complex tobe translated into legal term in mandatory instrumen. It was added thatthe principle of self determinationwas raise sensitive problems suchas that of minorities and said to be

collective right and therefore inappropriate for inclusion in a instrumentwhich was attempting to lay downthe rights of individuals^^

^®Aureliu Cristeseu, 1981. The Right toSelf Determination, United Nations, New York,him. 5.

46

Tonggak sejarah panting lainnyaberkaitan dengan self determination rightadalah dikeluarkannya Resolusl1514 (XV),Declaration on the Granting of the Independence to Colonial Countries andPeoples 1960.Deklarasi ini memuatprinsip-prinsip panting dan mendasar bagipelaksanaan hak penentuan nasib sendiriserta kondisi-kondlsi yang harus segeradipenuhi oleh penguasa administrasi:1. Penguasaan/penaklukan bangsa

dengan dominasi, eksploitasi merupa-kan pelanggaran hak asasi manusiabertentangan dengan piagam PBB yangdapat mengganggu perdamalan dankeamanan seluruh dunia

2. Semua bangsa mempunyai hak untukmenentukan nasib sendiri dan untuk

mememtukan status politiknya secarabebas dan mengejar perkembanganekonomi, sosial dan budayanya

3. Persiapan yang kurang memadai dibidang politik, ekonomi dan sosial tidakmenjadi alasan untuk menunda kemer-dekaan suatu bangsa

4. Tindakan millterdan penekanan-pene-kanan lainnya yang ditujukan kepadabangsa yang belum merdeka harusdihentikan untuk memungkinkan pelak-saan kemerdekaan secara bebas dan

damai dan keutuhan wilayah nasional-nya juga harus dihormati

5. Daerah-daerah perwalian dan wilayahtak berpemerlntahan sendiri dan wlla-yah-wilayah lainnya yang belum mem-peroleh kemerdekaan agar segera di-limpahkan kewenangannya kepada rak-yat (bangsa) diwilayah-wilayahtersebuttanpa syarat apapun

6. Setiap usaha yang ditujukan untukmemecahkan sebagian atau seluruhkesatuan naslonal maupun keutuhanwilayah suatu negara adalah berten-

UNISIA NO. 47/XXV[/I/2003

Page 7: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separalisme dalam Perspektif Hukum Internasional ... , Sefriani

tangan dengan tujuan dan prinsip-prtnsip PBB

7. Semua negara harus melaksanakanketentuan-ketentuan dalam piagamPBB secara sungguh-sungguh. Dekia-rasi hak-hak asasi PBB atas dasar

persamaan hak, tidak mencampuriurusan dalam negeri, menghormati hak-hak kedaulatan semua bangsa sertakeutuhan wilayahnya

Selanjutnya Majelis Umum PBBjuga mengeluarkan Resolusi Nomor 1541(XV) tentang penentuan nasib sendiri padatahun 1960. Resolusi tersebut antara lain

mencantumkan alternatif pilihan bag!wilayah yang belum berpemerintahan sen-diri untuk menentukan nasib masa

depannya, yaitu:a. menjadi negara merdeka dan berdaulatb. melakukan asosiasi bebas dengan

negara merekac. berintegrasi dengan suatu negara mer

deka

d. perubahan status politik apapun yangditentukan rakyat

Perkembangan selanjutnya adalahbahwa pada tahun 1970 kembali ML) PBBmengeluarkan resolusi yaitu resolusiNomor 2625 (XXV), yaitu deklarasi tentangprinsip-prinsip hukum internasional menge-nai hubungan persahabatan dan kerjasamaantara negara. Pada baglan tentangpersamaan hak dan hak menentukan nasibsendiri, menyebutkan... to determine, without externai interference, theirpolitical status and to pursue their economic, social,and cultural development, and every statehas the duty to respect this right in accordance with the provisional of the charter.

Dari ketentuan-ketentuan hukum

internasional di atas ada satu istilah yangselalu menjadi sumber perbedaan pen-dapat para pakar, yaitu -.allpeople. Apakah

UNISIA NO. 47/XXVI/I/2003

benar bahwa semua bangsa (people) itumempunyai right to self determination?Menanggapi hal ini David Ott menyatakanbahwa:

The fear of many of these is that toproclaim automaticallyapplying inallsituation would risk opening apandora box of irresistble claims to

independent statehood by monoritynational groups ithin existing States.This could destabilize the internatinal

community

Apabila kata "all" ditafsirkan secaraharflah, semua orang, dikhawatirkan minority national groups akan menuntut rightto self determination. Hal ini akan sangatbertentangan dengan salah satu prinslpPBB yaitu mempertahankan territorial integrity darl negara anggotanya.

Tidak jauh berbeda dengan apayang dikemukakan di atas, John Humpreymengemukakan bahwa hak tersebut hanyadimiliki oleh rakyat (people) darl suatuwilayah jajahan dan hanya dapat dilaksa-nakan sekall saja, artinya bila telah dilak-sanakan tidak dapat dilaksanakan lagi.^o

Dalam kaitannya dengan hal IniMichIa Pomeranca berpendapat bahwahukum PBB tentang self determinationtidakdipandang sebagai an overriding rightfor all selves in all instances, it is relativeright, which may some time have to giveway to the principles of territorialintegrity,non intervention and souvereign equality.Ditambahkan pula bahwa any attempt

David, 1987. Public InternationalLawinModern World, Pitman Publishing, London. him. 68.

^°John Humprey, op.cit, him.177.

47

Page 8: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik ; Separatisme dalam PerspektifHukum Internasional ... , Sefriani

aimed at the partial or total disruption ofthe unit and territorial integrity of a Stateestablished in accordance with the right ofself determination of its peoples is incompatible with the purposes and principles ofthe charter. Hal ini juga sesuai dengan apayang dinyatakan dalam paragraf 6 Resolusi1514 (XV) tahun 1960.21

Pendapat senada juga dikemukakanoleh Shaw,22 bahwa the self dalampermasalahan self determination righthams ditetapkan dalam kerangka kerjadaerah kolonial. Usaha-usaha untuk

memperluas hal ini tidaklah akan berhaslldan bahwa UN has always strenouslyopposed any attempt at the partial or totaldisruption of the national unity and territorial integrity of a country.

Pakar hukum internasional yanglain, Heather Wilson menyimpulkansebagai berikut:1. self determination is not a matter

essentialy within the domestic Jurisdiction of state

It is now generally accepted that thereis a right to self determination in international law

This legal right is not enjoyed by anygroup desiring indenpedence, in general, it applies to separate political units.In partiular, trust and mandated territories and non self-governing territoriesunder ChapterXI of Charter have a rightto self determination. In addition,geographicaly distinct tefritorle whichare sub-ordinate to the metropolitanState and are non-self governing with

2.

3.

48

2'Michla Pomeranca, op.cit., him 43-45.

22Shaw, op.cit, him. 177.

respect to remainder of the State mayhave a right to self determination. Anyright of self determination for a territoryin this third category is usually highlycontroversiaP^

Contoh dari non-self governingterritory bentuk ketiga tersebut dl atasmenurut wilson adalah Pakistan Timur

(sekarang Bangladesh).^''Dari apa yang dipaparkan di atas

baik berbagai resolusi PBB maupun pendapat para pakar pada dasarnya sepakatbahwa self determination right Wdakdapatdipergunakan oleh all people, termasukkelompok-kelompok yang tidak puas ataskebijakan pemerintah pusatnya. Menllikasal usul dan sejarahnya konsep selfdetermination right itu sendiri sebenarnyadimaksudkan untuk dekolonisasi, dapatdigunakan oleh bangsa-bangsa yang ter-jajah atau dibawah kolonisasi bangsa lain.^^

Dalam kaitannya dengan tuntutanself determination right dari kelompok-kelompok separatist dalam suatu negara,di satu sisi negara berhak untuk menjagaintegrltas wilayahnya. Praktek yang dilaku-kan masyarakat internasional dengankomandannya PBB menurut Thomas M.Franck se//sangat mendukung hal Ini. Itukarenanya PBB sangat mendukung ma-suknya Irian Barat ke Indonesia dengan

"Wilson, Hether, 1989. International Lawand The Use of Force by National LiberationMovements, Clarendon Press, Oxford, hlm.88.

^Nbid, him. 82.

"Franck, Thomas M, 1997. Fairness inInternational Law and Institution, Clarendon

Press, Oxford, him. 151.

UNISIANO. 47IXXVIII/2003

Page 9: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik ; Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional ... , Sefriani

dasarpertimbangan bahwa Indonesiaada-lah suksesoryang sah atas seluruh wila-yah yang semula berada dibahwa kolonialBelanda.^® Pertimbangan yang sama puladiberikan oleh PBB yang memaksakanRuwanda-Burundi tetap menjadi satusetelah lepas dari perwaliannegara walinyaBelgia meskipin sesungguhnya keinginanuntuk memisahkan diri satu sama lainsangat kuat. Dewan Perwalian PBBmengemukakan bahwa... convinced thatthe best future for Ruanda-Urundi lies inthe evolution of a single, unilated and composite S/afe." Sampai saat ini PBBmenetapkan dan terus menyerukan padamasyarakat internasional untuk tidakmengakui pemisahan keiompokatas dasaragama dan etnis di Cyprus Utara, jugaPulau Mayotte yang memisahkan diri dariRepublik Komoro seteiah kemerdekaannyadari Perancis.^® Teori-teori pengakuandalam hukum internasional juga piagamPBB sendiri cenderung mengutamakanintegritas wiiayah suatu negara, Segalatindakan yang mengancam integritaswiiayah suatu negara dapat mengancam

2®Sangat menarik apa yang ditulis Franckdalam konteks ini adalah bahwa...PBBmemberikan pale irnitation ofself-determinationto West Irian, resulting in that people's incorporation into Indonesia desite substantial evidence that didi not accord with their wishes.

At the time the decision was justified in termsof uti possidetis, on the ground that Indonesiawas the rightful successor to all territorialpossesssions of the former Dutch East Indies.,ibid.

"Report of Trusteeship Council, August7 1959-1960, sebagalmana dikutip oleh Franck,ibid, him.151.

28GA Res. 45/11 , Nov. 1,1990, ibid, him.152.

UNISIANO. 47/XXVI/I/2003

perdamaian dan keamanan internasional,merupakan peianggaran terhadap piagamPBB.

Namun demikian, di sisi lain pascadekolonisasi era self determination rightjuga mengalami perkembangan tidak,dengan meiihat kasus terpecahnya Fede-rasi Yugoslavia tahun 1991 juga Uni Soviet.^® Sangat menarik apa yang dikemuka-kan oleh Daniel Thurer dalam kedua kasus

di atas bahwa self determination bukanlah

suatu formula mekanik yang dapatditerapkan otomatis pada setiap kasus tapiharus meiihat pada kasuistis, masing-ma-sing kasus mempunyai karakteristik sen-diri-sendlri.3° Kadangkala integritas nasi-onal begitu kuatnya untuk dipertahankan,di waktu yang lain hak minoritas untukmemisahkan diri lebih diutamakan. Seba-

gai contoh dapat dikemukakan tuntutan selfdetermination dari keiompok minoritasyang ingin memperkaya diri sendiri tidakakan begitu banyak mendapat dukunganinternasional daripada tuntutan minoritasterhadap pemerintahan yang otoriter.Integritas nasionai akan sangat kuatdidukung oleh internasional pada negarademokratis yang selalu memperhatlkanhak-hak golongan minoritas. Tuntutanmemisahkan diri akan lebih berhasil jikadilaksanakan dengan dukungan penuh darianggota keiompok dan dengan berbagaiupaya yang berhasil menarik perhatian

2®Latar belakang dan sejarah lengkapdisintegrasi di Federasi Yugoslavia sertabagaimana self determinatioan dalam kasustersebutdikupas lengkap dalam: ibid, him. 163-165.

®°Thurer, Daniel, 1998. The right of SelfDeterminationt of People, Clarendon Press,Oxford, him. 35.

49

Page 10: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional ... , Sefriani

internasional.3^

Dalam kaitannya dengan 0PM diIndonesia, sebagaimana dikemukakansampai saat in! dukungan masyarakatinternasional terhadap integritas wliayahIndonesia bahwa Papua adaiah wliayahyang sah darl NKRI adaiah masih lebih kuatdaripada tuntutan self determinationkelompoktersebut. Hal in! nampakdari per-nyataan atau dukungan beberapa kepalanegara asing pada pemerintah juga sikapmasyarakat internasional sendiri yangmenganggap masalah Papua adaiah ma-salah intern Indonesia. Namun demlkian,simpati internasional pada pemerintahakan sangat mungkin semakin berkurangbiiamana penanganan terhadap kasusPapua tidak hati-hati.Semakin banyakpelanggaran HAM dalam penanganannyaoieh pemerintah serta tidak diperhatikan-nya tuntutan rakyat setempat justru akansemakin kuat dukungan terhadap keiom-pok separatis tersebut.

Separatisme dan Pemisahan Wilayahdalam Pandangan Hukum Internasional

Sebagaimana dikemukakan sebe-iumnya dalam bagian pendahujuan, hukuminternasional tidak menghukum adanyapemberontakan. Kejadian-kejadian dalamsuatu negara, termasuk di daiamnya pemberontakan darl kaum separatist merupa-kan urusan intern negara yang bersang-kutan. Hukum yang berlaku terhadap perls-tiwa pemberontakan tersebut adaiah hukum nasional negara yang bersangkutan.Hukum internasional meiarang negara lainuntuk tidak melakukan intervensi tanpa

him. 37.

50

persetujuan negara tersebut. Negara-negara lain berkewajiban menghormatikedaulatan negara yang bersangkutantermasuk menghormati hak negara tersebut menerapkan hukum nasionalnyaterhadap peristiwa pemberontakan itu.^^

Namun demiklan apabiia pemberontakan dalam suatu negara telah mengambilporsi sedemikian rupa, sehingga negara-negara lain tidak mungkin lagi menutupmata terhadap kejadian tersebut, terpaksanegara-negara lain dengan sesuatu caramenunjukkan perhatian mereka denganPengakuan {recognition of insurgency))dan bukan dengan penghukuman.^^

Meskipun pemberian pengakuansebagai pemberontak tidak memberlkanstatus hukum yang tegas terhadap mereka,namun diharapkan dengan pengakuantersebut pemerintah pusat akan memper-iakukan mereka sesuai dengan tuntutanperikemanusiaan.^" Kaum pemberontakseharusnya tidak diperlakukan sepertipenjahat-penjahat krimlnai. Untuk mence-gah kesalahpahaman, perlu ditekankanbahwa pemberian pengakuan terhadapkaum pemberontak tidak berarti bahwanegara yang memberi pengakuan berpi-hak pada kaum pemberontak tersebut.Pemberian pengakuan ini bukan hanyamenuntut periakuan berdasarkan tuntutanperikemanusiaan bagi kaum pemberontakyang tertawan tetapi juga meletakkankewajiban pada negara yang memberikanpengakuan itu untuk mengambil sikapnetrai dalam pertempuran-pertempuran

^^Wayan Partiana, I, op.cit, him. 85.

Tasrif, S, 1990. Hukum InternasionalTentang Pengakuan dalam Tear! dan Praktek,Abardin, Jakarta, him. 73.

""'Ibid, him. 74.

miSIA NO. 47/XXVI/I/2003

Page 11: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspektif Hukum Internasional ... , Sefriani

yang sedang berlangsung antara kaumpemberontak dengan pemerintah yangsah.^^ .

Bilamana pemberontakan tidaksegera dapat dipadamkan oleh pemerintahpusat, dan kaum pemberontak telahbertambah kuat kedudukannya, mampumenguasai secara de facto suatu wilayahyang cukup tuas, telah mempunyai peme-rintahan sendiri, maka dalam literaturhukum internasional dikenal adanyapengakuan terhadap be/Z/perenf-Waiaupunpenerapannya tidakmudah karena faktor-faktor politik lebih dominan daripadakriteria obyektifnya, pada umumnya ada 4unsur yang harus dipenuhi kaum pemberontak untuk mendapat pengakuansebagai belligerent, yaitu:a. terorganisir secara rapi dan teratur di

bawah kepemimpinan yang jelasb. harus menggunakan tanda pengenal

yang jelas yang menunjukkanidentitasnya

c. harus sudah menguasai secara, efektifsebagian wilayah sehingga wilayahtersebut benar-benar telah di bawahkekuasaannya

d. harus mendapat dukungan darl rakyatdi wilayah yang diduduklnya

Dalam praktek sullt untuk menemu-kan kelompok pemberontak yang mendapat pengakuan sebagai belligerent, meng-Ingat pemberlan pengakuan sebagai belligerent oleh suatu negara sangat potensia!merusak hubungan balk negara yangmemberl pengakuan dengan pemerintahyang sah, karena dapat dianggap men-campurl urusan dalam negerl negaratersebut dengan berplhak pada kelompokpemberontak.

^Ibid, hlm.75.

miSIANO. 47/XXVIIH2003

Lebih penting darl masalah pengakuan yang sarat dengan muatan politisnya,hukum internasional melalui Pasal 3Konvensi Jenewa 1949 mengatur menge-

nai pertlkalan bersenjata yang tidakbersifatinternasional. Pasal inl menegaskan bahwadalam hal terjadi pertikaian bersenjatayang tidak bersifat Internasional {armedconflict not of an international charcatei)yang berlangsung dalam wilayahsalah satuplhak agung penandatangan, tlap pihakyang bertlkalharus memperhatikan aturan-aturan tentang kemanuslaan, antara lainlarangan:a. tindakan kekerasan atas jlwa dan ragab. penyanderaanc. perkosaan atas kehormatan pribadid. menghukum dan menjalankan hukum-

an mati tanpa didahului keputusan yangdijatuhkan oleh suatu pengadilan yangdibentuk secara teratur^®

Konvensi Jenewa 1949 sebagai-mana dikemukakan diatas diatur lebih

lanjut dalam Protokoi Tambahan 1977baglan ke 11.®^ Protokoi ini dengan tegasmenyatakandapat diterapkan ...toconflictwhich take place in the territory of a highcontracting parties, but between its armedforces and dissident armed forces or other

organized group. Protokoi juga menyebut-kan bahwa angkatan bersenjata pemberontak harus memiliki suatu komando yang

®®Haryo Mataram, GPH, 1994. Sekelumittentang Hukum Humaniter, UNS Press, Solo,him. 50.

^^Protokol Tambahan 1977 terdlrl darl dua

baglan. baglan I mengenal konflik bersenjatayang bersifat Internasional, adapun yang ke 11yang tidak bersifat Internasional, dikenaldengan nama Protokoi II.

51

Page 12: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam PerspektifHukum Inlernasional ... , Sefriani

bertanggung jawab {responsible command). Syarat lain adalah bahwa pembe-rontak harus dapat melaksanakan peng-awasan atas sebagian wilayah, mampumelakukan operasi-operasi mlliter secaraberkelanjutan dan bersama-sama (as toenable them to carry out sustained andconcerted military operations),danmampu melaksanakan ketentuan

Protokol.^^

Sampai saat in! Indonesia belummeratifikasi Protokol tambahan 1977

tersebut di atas . Berkaitan dengan hal inimenurut Haryo Mataram sebenarnyakekawatlran Protokol tersebut digunakankeiompok-kelompok tertentu untukmemisahkan diri dari NKRI tidaklah terlalu

signifikan. Hal ini mengingat menuruthukum internasional sebagaimana telahdikemukakan sebelumnya self determination right tidak dapat digunakan olehall people.

Pengakuan terhadap belligerentsifatnya hanya sementara selama pepe-rangan berlangsung saja. Bilamana ke-

^®Protokol tidak berlaku untuk situasi-

siatuasi dimana pihak lawan adalah merupakansuatu gerakan gerilya bawah tanah {underground guerille movement), karena gerakangerilya umumnya melaksanakan aksi-akslnyasecara insidintal, di sana- sini tidak padasebagian wilayah tertentu yang berada dibawah pengawasannya), dan melakukan taktikserang dan sembunyi (hit and run), uraianselanjutnya dapat dibaca pada PengantarHukum Humanlter, Arlina Permanasari, dkk(Pengarang & editor), ICRC, Jakarta , 1999,him. 150-151.

^^Pengantar Hukum Humanlter, ArlinaPermanasari,dkk (Pengarang & editor) ,1CRC,Jakarta, 1999, him. 150-151.

52

lompok belligerent berhasii dalam per-juangannya pengakuan terhadap merekaberubah menjadi pengakuan terhadap

.pemerintah baru bilamana mereka berhasiimenggulingkan pemerintah yang sah, ataupengakuan terhadap negara baru bilamanamereka berhasii memisahkan diri mem-

bentuk negara baru. Dalam hal ini meski-pun hukum Internasional cenderung untukmenolak penggunaan kekerasan dalamperolehan kekuasaan atau wilayah baru,namun dalam praktek akan tergantung darikemampuan entitas baru tersebut meya-kinkan masyarakat internasional. Tergantung apakah mereka mampu mendapatdukungan dari rakyat, apakah merekamampu menguasai secara efektif organ-organ pemerintah yang ada, juga kemampuan mereka mengend.alikan stabi-litas keamanan nasional.

Dalam kaitannya dengan 0PM,sampai saat ini mereka belum pernahmendapat pengakuan sebagai belligerentdari masyarakat internasional. Namundemikian setidaknya kelompok ini sudahberhasii menarik perhatian internasionalmengenai eksistensi mereka, justru daripelanggaran-pelanggaran HAM yangdilakukan pemerintah Indonesia sendiri.

Kesimpulan

Dalam hukum internasional separatisme adalah urusan dalam negeri suatunegara. Intervensi masyarakat interna-sioanl adalah dalam bentuk pengakuan danperlindungan terhadap pelanggaran HAMkhususnya berkaitan dengan KonvensiJenewa 1949 dan Protokol Tambahan II

tahun 1977 mengenai konflik bersenjatayang tidak berslfat internasioanal, yang dilakukan masing-masing pihak yang bertikai.Hak pemerintah untuk mempertahankan

UNISIANO. 47/XXVI/I/2003

Page 13: SeparatismedalamPerspektif - Journal Portal

Topik : Separatisme dalam Perspektif Hukum Inlernasional ... , Sefriani

integritas wilayahnya dewasa inisama kuatdengan selfdetermination Wu ser\6\r\ dalamhukum internasional. Keduanya hams dili-hat secara proporsional dan kasuistis. Dalam kasus 0PM, sampai saat ini dukunganterhadap pemerintah untuk mempertahan-kan integritas wilayah NKRI masih lebihkuat daripada tuntutan CRM untuk memi-sahkan diri. Hal ini mengingat wilayah ter-sebut berdasarkan hukum internasional

sah sebagai bagian wilayah NKRI. •

Daftar Pustaka

Ariina Permanasari.dkk (Pengarang &editor), 1999. Pengantar HukumHumaniter, ICRC, Jakarta.

A. Rego Sureda. 1993. The Evolution ofthe Right to Self DeterminationRight a Study of United Nationspractice, Leiden: A.W Sithoff.

Aureliu Cristeseu. 1981. The Right to SelfDetermination, United Nations, New

York.

Franck, Thomas M. 1997. Fairness in Inter

national Lawand Institution, Claren

don Press, Oxford.

Ikrar Nusa Bhakti. 1985. "Intervensi

Amerika Serikat dalam Penyele-saian Masalah Irian Barat" dalam

Masaiah-masalah internasional

Masa Kini, No.13, Jakarta, LRKN-

LIPI, 1985.

Haryo Mataram, GPH. 1994. Sekelumit

tentang Hukum Humaniter, UNSPress, Solo, him. 50.

ikrar Nusa Bhakti. 1994. "Aspek-aspekInternasional dalam IntegrasiNasionaksuatu tinjauan empirisatas kasus Irian Jaya,dalam Ana-lisis CSIS, No.5 Tahun XXilll.

Kahpi Suriadiredja. 1985. Tantangan danPerjuangan di Bumi Cendrawasih,Sinar Agape Press, Jakarta.

Michia Pomerance. 1982. Self Determi

nation in Law and Practice: the new

doctrine in the United Nations,Martinus Nijhoff Publishers, TheHaque/Boston, London.

Ott, David. 1987. Public Internatioal Law

in Modern World, Pitman Publish

ing, London.

Shaw, Malcolm N. 1991. International Law,3"' edition, Grotius Publications Lim

ited.

Sidik Suraputra. 1982. "Hak Untuk Menen-tukan Nasib Sendiri Dalam Hukum

Internasional Publik", dalam Hukum

dan Pembanguhan, Juli.

Tasrif, S. 1990. Hukum Internasional

Tentang Pengakuan dalam Teoridan Praktek, Abardin, Jakarta.

Thurer, Daniel. 1998. The right of SelfDeterminationt of People,Clarendon Press, Oxford.

VIsscher, Charles de. 1985. Theory andReality in Public International Law,Princenton.

Wilson, Hether. 1989. International Law

and The Use of Force by NationalLiberation Movements, ClarendonPress, Oxford.

• • •

UNISIA NO. 47/XXVIfH200S 53