status epileptikus refrakter atau refractory status epilepticus

16
[email protected] / 085740967848 1 Hal – Hal Yang Memperkirakan Keluaran Pada Status Epileptikus Refarakter Sara E, Hocker, MD; Jeffrey W. Britton, MD; Jayawant N. Mandrekar, PhD; E. F. M. Wijdicks, MD, PhD; Alejandro A. Robinstein, MD ABSTRAK Tujuan; untuk mencirikan faktor- faktor demografik, keluaran, dan prognostik dari status epileptikus refrakter (RSE) Desain; analisis retrospektif dari semua episode RSE yang diobati periode 1 Januari 1999 hingga 30 Agustus 2011. Tempat; Neurointensive Care Unit didalam pusat rujukan tersier, Mayo klinik, Rochester, Minnesota. Pasien; staus epileptikus refrakter didefinisikan sebagai status epileptikus (SE) yang konvulsif mauapun non – konvulsif yang terus berlangsung meskipun telah diberikan terapi inisial lini pertama dan kedua. Kriteria eksklusi adalah pasien yang berumur kurang dari 18 tahun, dengan SE anoxic / myoclonic, SE psikogenik, SE parsial sederhana, dan ketidakadaan SE. Metode pengukuran; keluaran fungsional yang diukur adalah berdasarkan skala Rankin yang termodifikasi (mRs) yang dibagi menjadi dua katagori, yaitu baik (mRs, 0 – 3) dan buruk (mRs 4 – 6). Keadaan fungsional yang menurun diartikan sebagai perubahan mRs lebih dari 1 sejak penerimaan di rumah sakit hingga pasien dipulangkan. Hasil; kami mengidentifikasi 63 episode RSE non – anoxik pada 54 pasien. Agen – agen anestesi digunakan pada 55 episode (87.30 %), dan durasi koma yang diinduksi oleh obat memiliki rerata 11.0 ± 17.9 hari. Angka kematian pasien rawat inap 31.75 % (20 dari 63 episode ). Keluaran fungsional yang buruk saat pasien

Upload: fathah-muhammad

Post on 27-Nov-2015

52 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

menjelaskan mengenai fenomena status epileptikus yang membandel alieas refrakter lagi lagi liag liag dan lagi

TRANSCRIPT

Page 1: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

1

Hal – Hal Yang Memperkirakan Keluaran Pada Status

Epileptikus Refarakter

Sara E, Hocker, MD; Jeffrey W. Britton, MD; Jayawant N. Mandrekar, PhD; E. F.

M. Wijdicks, MD, PhD; Alejandro A. Robinstein, MD

ABSTRAK

Tujuan; untuk mencirikan faktor- faktor demografik, keluaran, dan prognostik

dari status epileptikus refrakter (RSE)

Desain; analisis retrospektif dari semua episode RSE yang diobati periode 1

Januari 1999 hingga 30 Agustus 2011.

Tempat; Neurointensive Care Unit didalam pusat rujukan tersier, Mayo klinik,

Rochester, Minnesota.

Pasien; staus epileptikus refrakter didefinisikan sebagai status epileptikus (SE)

yang konvulsif mauapun non – konvulsif yang terus berlangsung meskipun telah

diberikan terapi inisial lini pertama dan kedua. Kriteria eksklusi adalah pasien

yang berumur kurang dari 18 tahun, dengan SE anoxic / myoclonic, SE

psikogenik, SE parsial sederhana, dan ketidakadaan SE.

Metode pengukuran; keluaran fungsional yang diukur adalah berdasarkan skala

Rankin yang termodifikasi (mRs) yang dibagi menjadi dua katagori, yaitu baik

(mRs, 0 – 3) dan buruk (mRs 4 – 6). Keadaan fungsional yang menurun diartikan

sebagai perubahan mRs lebih dari 1 sejak penerimaan di rumah sakit hingga

pasien dipulangkan.

Hasil; kami mengidentifikasi 63 episode RSE non – anoxik pada 54 pasien. Agen

– agen anestesi digunakan pada 55 episode (87.30 %), dan durasi koma yang

diinduksi oleh obat memiliki rerata 11.0 ± 17.9 hari. Angka kematian pasien rawat

inap 31.75 % (20 dari 63 episode ). Keluaran fungsional yang buruk saat pasien

Page 2: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

2

dipulangkan terjadi pada 48 dari 63 episode (76.19 %). Rerata waktu perawatan di

rumah sakit adalah 27.7 ± 37.3 hari. Keluaran fungsional yang buruk berhubungan

dengan durasi koma akibat agen yang digunakan (p= 0.03), kondisi aritmia yang

memerlukan intervensi (p = 0.01), dan pneumonoa (p = 0.01). Penggunaan

ventailasi mekanik yang diperpanjang berhubungan dengan angka kematian (p =

0.04). Pengendalian bangkitan tanpa supresi berkesinambungan atau dengan

electroencephalogram isoelektrik telah memprediksikan pemulihan fungsional

yang baik (p = 0.01). usia, riwayat epilepsi, status epileptikus sebelumnya, tipe

status epileptikus, dan obat – obat anestesi yang digunakan tidak berkaitan dengan

keluaran fungsional.

Kesimpulan; sebanyak tiga – per – empat pasien dengan RSE memiliki keluaran

yang buruk. Pengendalian SE tanpa menyebabkan koma akibat obat atau supresi

dengan elektroencephalogram berat meramalkan prognosis yang lebih baik.

PENDAHULUAN

Status epileptikus refrakter atau refractory status epilepticus (RSE)

memiliki definisi yang beragam dari berbagai literatur. Literatur tertentu

menyebutkan bahwa RSE merupakan bangkitan yang tidak berespon terhadap

pemberian 2 hingga 3 obat antiepilepsi. Obat yang dimaksud, yang biasa

diberikan, adalah golongan benzodiazepine secara intravena sebagai lini pertama,

dan phenytoin, phenobarbital, atau asam valproat yang juga diberikan secar

intravena sebagai lini kedua. Literatur lain menyebutkan bahwa RSE ditentukan

oleh durasi bangkitan yang berlangsung selama 1 hingga 2 jam. Oleh karena itu

tidak ada definisi RSE yang diterima secara luas. Sebuah definisi sub telah

diajukan, yaitu tentang status epileptikus refrakter yang super atau superrefractory

Status Epilepticus (SSRE); yaitu RSE yang terus atau kembali terjadi dalam 24

jam atau lebih setelah terapi anestesi diberikan, termausk kasus – kasus dimana

status epileptikus kembali terjadi apabila terapi anestesi dikurangi atau dihentikan.

Variasi definisi ini menyebabkan prevalensi RSE memiliki rentang yang

besar, yaitu 9 % hingga 44 % dari keseluruhan kasus status epileptikus (SE).

Page 3: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

3

Serangkaian kajian selama 3 dekade talah melaporkan angka kematian akibat RSE

yang berkisar dari 12 % hingga 77 %, dan dengan meta analisis terhadap 193

pasien diantara tahun 1980 dan 2001 melaporkan angka kematian sebesar 48 %.

Sertangkaian kajian dari tahun 2002 hungga sekarang melaporkan angka kematian

yang lebih kecil, namun memiliki arti yang penting, yaitu berkisar 11.1 % hingga

39.0 %.

Faktor risiko RSE diantaranya berkaitan dengan onset terjadinya

bangkitan, bangkitan motorik fokal, dan kelainan sistem syaraf pusat akut,

misalnya encephalitis. Serngakaian kajian dan meta – analisis pasien – pasien

dengan RSE telah menunjukkan adanya hubungan angka kematian dengan

bertambahnya usia, etiologi dan durasi bangkitan.

Penatalaksanaan optimal dari RSE masih belum jelas. Dikarenakan SE

sekarang menjadi lebih tahan atau resisten terhadap terapi anti – epilepsi

konvensional atau conventional antiepileptic drugs (AIEDs) yang berkelanjutan,

maka adalah suatu hal yang disarankan untuk meredakan bangkitan secara dini

dengan obat – obat yang menginduksi koma (midazolam, propofol, atau

barbiturat), seperti thiopental di eropa atau pentobarbital di amerika serikat.

Penatalaksanaan farmakologis RSE yang sudah dipelajari selama ini hanya dalam

lingkup kajian retrospektif sederhana dan kajian prospektif tanpa adanya kontrol.

Berbagai agen anestesi dapat digunakan, yang paling umum adalah midazolam,

propofol, atau barbiturat. Dengan kata lain, agen – agen anestesi dapat diberikan

secara berurutan maupun bersama – sama dalam kombinasi tertentu. Meskipun

demikian, Informasi mengenai perbandingan antar agen anestesi yang satu dengan

yang lain masih terbatas.

Status epileptikus refrakter – khusunya ketika penyakit ini berlangsung

hingga berbulan – bulan – menarik perhatian para dokter dan keluarga, dan hal ini

memunculkan pertanyaan yang berkaitan dengan keluaran fungsional. Hal yang

ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keluaran dan untuk

mengidentifikasi faktor – faktor prognostik dari RSE.

Page 4: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

4

METODE

Penelitian ini merupakan analisis retrospektif dari semua pasien dewasa

yang ditemukan yang menjalani pengobatan atas RSE di Rumah Sakit St. Mary,

Rochester, Minesota, periode 1 januari 1999 hingga 30 agustus 2011. Kasus –

kasus yang diidentifikasi dan data klinis diperoleh dari data – data kueri yang

disimpan pada mesin EEG dan rekam medis.

Kriteria inklusi adalah bila memenuhi beberapa hal sebagai berikut : (1)

pasien yang berumur paling tidak 18 tahun, (2) RSE yang didifinisikan sebagai

status epileptikus yang konvulsif (GCSE) maupun non konvulsif (NCSE) (onset

yang parsial mauapun keseluruhan) yang tidak berespon terhadap pengobatan 2

AEDs dan / atau memerlukan agen – agen anestesi untuk mengendalikan kujang,

dan (3) pasien – pasien yang menjalani pengawasan EEG berkelanjutan. Kriteria

eksklusi adalah sebagai berikut : (1) SE anoxic / myoclonic, (2) SE psikogenik.

(3) SE parsial sederhana, dan (4) kondisi bebas SE. Pasien kemudian

diklasifikasikan sebagai superrefrakter jika bangkitan tetap berlangsung atau

kembali terjadi selama 24 jam atau lebih setelah onset pemberian terapi anestesi,

termasuk didalamnya kasus – kasus dimana bangkitan kembali terjadi pada

pengurangan atau penghentian terapi anestesi.pasien dengan NCSE yang

dimasukkan adalah yang hanya jika perubahan akut ang jelas pada kondisi sadar

teramati (sering didahului oleh bangkitan klinis general yang tersaksikan) dalam

hubungannya dengan aktivitas epileptiform berkelanjutan pada pemantauan EEG.

Del;apan puluh dua pasien dengan 90 episode dieksklusi (66 dari jumlah ini

berespon terhadap AEDs lini 1 atau 2, 14 anoxic, 6 episode parsial sederhana, dan

3 tidak ada bangkitan; 1 pasien menolak diperiksa). Empat puluh empat pasien

dengan 63 episode RSE diinklusi pada penelitian ini setelah melewati

pemeriksaan yang teliti berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Karakteristik pasien dirangkum dan disajikan pada bagian eAppendix sub –

bagian “Systemic Complication – Abstracted” (http://www.archneurol.com). Skala

rankin termodifikasi (mRs) yang ditentukan adalah pada saat penerimaan,

Page 5: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

5

pemulangan pasien, 3 hingga 6 bulan, dan 9 hingga 12 bulan setelah pasien

dipulangkan. Keluaran fungsional yang buruk didefinisikan bila skor mRs ≥ 4

pada saat pemulangan. Penurunan fungsional didefinisikan sebagai perubajan skor

mRs sebanyak 1 dari mulai pasien diterima di rumah sakit hingga dipulangkan

dari dumah sakit.

Komplikasi sistemik diperjelas pada eAppendix. Jenis SE yang dicatat

didetentukan oleh tampilan awal. Jika SE dimulai dengan bangkitan tonik – klonik

general yang disaksikan dengan disertai konvulsi atau perubahan kondisi menjadi

non – konvulsif, keadaan ini dicatat sebagai GCSE. Status epileptikus non –

konvulsif didefinisikan sebagai perubahan – perubahan perilaku dan / atau kognisi

dari keadaan dasar yang berhubungan dengan tampilan listrik epileptiform yang

berkelanjutan pada EEG.

Tingkat supresi EEG dicatat sebagai maksimal dari tingkatan supresi yang

dicapai selama episode RSE dan di katagorikan menjadi bangkitan kontrol atau

seizure control, supresi bertubi atau supression burst (SB), dan isoelektrik. Pasien

dibagi menjagi kelompok risiko rendah dan tinggi berdasarkan karakteristik klinis

pada saat penampilan. Mereka yang lebih muda dari usia 54 tahun dengan riwayat

epilepsi dan menerima APACHE II (Acure Physiology and Chronic Health

Evaluation II) yang bernilai kurang dari 23 dinyatakan sebagai risiko rendah.

Rangkuman deskriptif dilaporkan sebagai rerata / median dan kisaran

untuk variabel – variabel kontinyu; dan frekuensi serta persentase untuk variabel –

variabel katagorik. Keluaran katagorik akan dibandingakan menggunakan uji chi

– square (x2) atau uji fusher exact. Uji Wilcoxon rank sum digunakan untuk

membandingkan keluaran kontinyu. Semua test adalah dua sisi (2 – sided); Nilai P

< 0.05 merupakan batas kemaknaan statistik. Analissa statistik menggunakan

software SAS, versi 9.2 (SAS institute, Inc). Penelitian ini disetujui oleh Dewan

Pemeriksa Institusional Klinik Mayo (Mayo Clinic Institutional Review Board).

Page 6: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

6

HASIL

Tabel menyajikan variabel – variabel klinis dan demografis yang telah

dianalisis. Semua pasien dirawat di unit perawawtan intensif. Agen – agen

anestesi dibutuhkan pada 55 episode (87.30 %), dan durasi koma anestetik

memiliki rerata 11.0 ± 17.9 hari ( median 4 hari, kisaran 0 – 90 hari). Ventilasi

mekanik digunakan pada 57 dari 63 episode (90.48 %). Rerata perawatan di

rumah sakit 27.7 ± 37.3 hari. Angka kematian pasien rawat inap sebanyak 20

kasus atau 31.75 %. Pada pasien yang dipulangkan, fungsional jelek terdapat pada

48 episode (76.19 %). Meskipun demikian, perbaikan terjadi dari waktu ke waktu

pada 13 hingga 43 episode dimana data follow up tersebut tersedia. (gambar 1)

Karakteristik Klinis

Terdapat kecenderungan yang tidak signifikan mengenai kondisi

fungsional yang turun pda usia 60 tahun ke atas; namun, usia tidak berhubungan

dengan kematian atau keluaran fungsional yang buruk. Begitu juga riwayat

epilepsi, SE berulang, dan jenis SE yang tidak ada yang secara statistik bermakna

dapat memprediksi angka kematian dan keluaran fungsional. Empat belas dari 54

pasien digolongkan sebagai risiko rendah berdasarkan karakterisik klinik pada

presentasi. Kami membandingkan angka kematian dan keluaran fungsional

diantara pasien – pasien dengan risiko rendah dan tinggi dan tidak menemukan

perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok tersebut.

Baik glukosa serum, laktat, maupun jumlah sel darah putih (WBC) tidak

ada yang berhubungan dengan keluaran. Rerata knsentrasi protein LCS adalah

65.1 ± 53.48 mg/dL (konversi ke satuan gram / liter, angka tersebt dapat dikalikan

10); protein yang tinggi berkaitan dengan keluaran fungsional yang buruk (p =

0.05). rerata jumlah sel darah putif pada LCS adalah 12.5 ± 26.2 /µL (konversi

menjadi satuan x 109/L, angka tersebtu dapat dikalikan dengan 0.001); jumlah sel

darah putih di LCS yang tinggi berkaitan dengan keluaran fungsional yang buruk

(p = 0.03).

Page 7: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

7

Tabel. Karakteristik demografik dan klinis pada episode status

epileptikus refrakter

Variabel No. (%) a

Usia, median (range), tahun 52 [18 – 93]

Jenis Kelamin, Laki – laki (perempuan) 36 [57]

Etnis

Kulit Putih 52 [82.5]

Kulit Hitam 3 [4.8]

Hispanik 1 [1.6]

Arab 1 [1.6]

Tidak diketahui 6 [9.5]

Episode SE sebelumnya b 17 [27.9]

Riwayat bangkitan c

37 [59.7]

Skor mRs saat masuk rumah sakit c

0 14 [22.6]

1 11 [17.7]

2 10 [16.1]

3 15 [24.2]

4 8 [12.9]

5 4 [6.5]

Klasifikasi SE b

GCSE 20 [31.7]

NCSE parsial 32 [52.5]

NCSE general 9 [14.8]

Penyebab SE

Dosis AED kecil / tidak diberikan 8 [12.7]

Metabolik 7 [11.1]

Infeksi SSP 7 [11.1]

Infeksi sistemik 6 [9.5]

Tumor otak 6 [9.5]

Trauma 4 [6.3]

Perdarahan intrakranial 4 [6.3]

Autoimunitas 4 [6.3]

Stroke iskemik 3 [4.8]

Kriptogenik 3 [4.8]

Kongenital / herediter 3 [4.8]

Perubahan pengobatan 2 [3.2]

Intoksikasi atau lepas obat 2 [3.2]

ECT 2 [3.2]

AVM 1 [1.6]

Vaskulitis SSP 1 [1.6]

AED, antiepilectic drugs; AVM, arteriovenous malformation; CNS, central

nervous system; ECT, electroconvulsive therapy; GCSE, gerealized

convulsice status epilepticus; mRs, modified Rankin Scale; NCSE,

nonconvulsive status epilepticus; SE, status epilepticus; a

Data dipresentasikan sebagai angka (persen) b

data tidak ada atau kurang jelas pada 2 episode c

data tidak ada atau kurang jelas pada 1 episode

Page 8: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

8

Antibodi paraneoplastik pada LCS dianalisa pada 14 episode, dari situ

kami menemukan 3 episode dengan antibodi abnormal, dan termasuk beberapa

hal berikut : (1) antibodi reseptor N – Methyl – D – aspartat (NMDA), (2) antibodi

NMDA dan kanal potasium terjaga – potensial listrtik, dan (3) antibodi nuklear

antineuronal 1 pada pasien dengan karsinoma sel spindel yang bermetastase.

Pengobatan

Obat – obatan lini pertama dan kedua seringnya, secara berturut – turut,

lorazepam (60 %) dan sodium fosphenytoin (52 %). Agen anestesi yang paling

sering digunakan adalah midazolam (n = 38), diikuti oleh propofil ( n = 33),

pentobarbital (n = 3), dan lidokain (n = 1). Gambar 2 menunjukkan jumlah obat

– obatan anti epilepsi dan anestesi yang dibutuhkan untk mengendalikan

bangkitan pada penelitian kohort kami. Satu pasien mengalami operasi dan satu

lagi menjalani terapi elektrokonvulsif; keduanya menunjukkan hasil yang tidak

efektif.

Gambar 1. Keluaran fungsional pada status epileptikus refrakter. Nilai dalam tanda

kurung adalah rerata [SD].

(2.06 [2.03])

(4.52 [1.5])(4.74 [1.5])

(4.87 [1.95])

0

1

2

3

4

5

Premorbid Dipulangkan 3 - 6 bulan 9 - 12 bulan

Sk

or

Ran

kin

yan

g d

imod

ifik

asi

62

6350

48

Page 9: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

9

Obat – obat anestesi tidak berkorelasi dengan keluaran. Kebutuhan akan obat –

obat anestesi pada pengamatan yang diikuti selama rerata 11 hari berkaitan

dengan keluaran fungsional yang buruk (p = 0.01) (Gambar 3) dan dengan

fungsional yang turun (p = 0.02). analisis menggunakan pendekatan kurva

karakteristik penerima yang beroperasi atau receiver operating characteristic

curve membenarkan hasil yang hampir sama yaitu 10 hari (p = 0.01). Untuk

menilai perubahan yang mungkin terjadi pada pengobatan yang berlanjut, kami

membandingkan angka kematian dan keluaran fungsional selama tengah pertama

dan tengah kedua dari kurun waktu penelitian kami; dan kami tidak menemikan

adanya perbedaan yang bermakna diantara kedua periode tersebut.

Komplikasi Sistemik

Aritmia kordis terjadi pada 21 dari 60 episode (35.00 %) dan yang

membutuhkan intervensi sebanyak 14 dari 21 kasus (66.67 %); kebuhan akan

intervensi berkaitan dengan keluaran fungsional yang buruk (p = 0.01). satu

pasien mengalami infark miokard dengan elevasi segmen non – ST. Oedem

pulmonal terdapat pada 21 dari 58 episode (36.21 %). Hipotensi dan hipoksia

63 Episode

Kematian Pengendalian SE

AED lini Ke-3

9 episode

AED lini ke-4

15 episode

AED lini ke-5

13 episode

AED lini ke-6

2 episode

Propofol

Pentobarrbital

AED lini ke-7

1 episode

Midazolam

AED lini ke-9

2 episode

Felbamate

Isoflurane

AED lini ke-11

1 episode

Felbamate

Gambar 2. Agen – agen antiepiliepsi dan anestesi yang dibutuhkan untuk mengendalikan

bangkitan pada penelitian kohort kami terhadap 63 episode status epileptikus refrakter. AED, Anti

Epileptic Drugs; SE, Status Epilepticus

Page 10: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

10

sering terjadi, secara berurutan pada 45 dari 57 episode (78.95 m%) dan 20 dari

56 episode (35.71 %). Keberadaan hipotensi maupun hipoksia tidak berkaitan

dengan keluaran. Pneumonia terjadi pada 39 dari 56 kasus (69.64 %) dan

didiagnosa pada rata – rata hari ke 5 setelah pasien mulai dirawat di rumah sakit.

Keberadaan pneumonia dapat menjadi prediksi terjadinya keluaran fungsional

buruk (p = 0.01). Ventilasi mekanis diperlukan pada 57 dari 63 episode (90.47 %).

Dari sejumlah tersebut, 20 episode memerlukan trakeostomi. Ventilasi mekanik

yang semakin lama berkaitan dengan kematian selama perawatan (p = 0.04).

gangguan asam – basa ditemukan pada 40 dari 56 episode (71.43 %). Gangguan

asam – basa yang paling sering ditemukan adalah alkalosis respiratoar (n = 19,

33.93 %), kemudian diikuti oleh asidosis respiratoar (n = 14, 25.00 %). Dan

keduanya tidak berkaitan dengan keluaran.

Gambar 3. Hubungan antara jumlah hari dalam kondisi koma anestesi dan keluaran

fungsional. mRs, modified Rankin Scale.

Supresi EEG

Supresi isoelektrik diberikan pada 4 kasus; 2 pasien meninggal dan 2 pasien yang

memiliki skor mRs 5 pada saat diberikan aliran listrik, memiliki nilai mRs yang

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6

La

ma

Men

erim

a A

gen

t A

nes

tesi

(H

ari

)

Skor MRS saat pemulangan dari rumah sakit

Page 11: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

11

kemudian turun menjadi 1 dan 4 pada follow up bulan ke 9 – 12. Supresi berubi

diberikan pada 27 kasus, 22 kasus (81.48 %) memmiliki keluaran fungsional

buruk. Dari jumlah ini seanyak 8 pasien meninggal dan 4 pasien tidak memiliki

data follow up setelah pemulangan. Sisa pasien yang berjumlah 10, 6 pasien

memiliki kondisi yang semakini buruk, 3 kondisi meningkat, dan 1 pasein tetap

pada kondisinya pada saat dilakukan follow-up. Pengendalian bangkitan tanpa SB

atau dengan menggunakan EEG isoelektrik dicatat pada 16 episode dan

berkolerasi dengan keluaran fungsional yang baik pada saat dipulangkan dari

rumah sakit (p = 0.01). Dari 8 kasus dengan keluaran fungsional yang baik saat

dipulangkan, 4 pasien tidak memiliki data follow – up yang berkelanjutan, 1

pasien kondisinya memburuk, 1 pasien kondisinya membaik, sementara konndisi

2 pasien sisanya tetap stabil. Pada 16 episode tersebut, tingkat supresi EEG tidak

berkaitan dengan jumlah hari dalam pengaruh obat – obat anestesi.

Keluaran

Perpindahan ke terapi paliatif yang mendahului kematian dilakukan pada 16 dari

20 kasus (80.00 %). Penyebab lain kematian adalah kematian otak karena edema

serebral difus, sindroma infus propofol (2 pasien), dan pneumonia berat. Status

fungsional premorbid dan keluaran saat pasien dipulangkan tersedia sejumlah 62

episode; penurunan status fungsional terjadi pada 37 episode; status fungsional

premorbid menetap pada 8 episode. Lama perawatan yang meningkat memiliki

hubungan dengan keluaran fungsional buruk (p = 0.04). Diantara pasien – pasien

yang masih bertahan hidup, data follow – up tersedia pada 32 dari 43 episode

(74.42 %); kondisi 13 pasien meningkat, kondisi 13 pasien menurun drastis dan

kondisi dari 6 pasien tidak berubah. ketigabelas pasien yang kondisinya membaik,

9 berasal dari keluaran fungsional buruk ke baik. ketigabelas pasien yang

kondisinya memburuk, 2 berubah dari keluaran fungsional baik ke buruk.

Setidaknya 1 prognostikator ditemukan saat pasien dipulangkan, pada 7 dari 9

kasus dengan keluaran fungsional buruk yang kemudian mebaik hingga skor mRs

kurang dari 3. Dari keenam pasien dengan RSE yang berlangsung lebih dari

sebulan, 4 pasien bertahan hidup dengan mRs skor 5 pada saat dipulangkan.

Page 12: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

12

ketiga pasien yang data ikutannya tersedia, skor mRs pada bulan ke 9 hingga 12

adalah 1, 3, dan 4. Informasi terperinci setiap episode disajikan dalam eTable.

KOMENTAR

Penelitian kami mengevaluasi pasien yang didapat dalam bentuk desain

kohort yang besar terhadap pasien – pasien RSE yang dirawat di unit perawatan

intensive dibawah pengawasan EEG berkelanjutan. Penelitian kohort ini meneliti

RSE non – anoxic dimana hampir 90 % episodenya termasuk katagori RSE super.

Hampir satu setiap tiga orang yang dirawat di rumah sakit meninggal, dan kurang

dari sepermpat pasien memiliki kondisi fungsional yang pulih dengan baik saat

dipulangkan dari rumah sakit. Meskipun demikian bukanlah suatu kerugian

apabila terdapat pemulihan kondisi yang kurang bermakna pada penelitian ini.

Analisis kamu mengenai keluaran telah mengidentifikasi beberapa faktor

prognostik yang dapat di aplikasikan dalam praktek.

Karakteristik Klinis

Kondisi fungsional yang merosot banyak terjadi pada pasien – paseien tua,

namaun secara statistik usia tidak berhubungan dengan angka kematian pada

penelitian kohort kami. Usia memiliki berhubungan dengan angka kematian yang

meningkat pada SE non – refrakter seperti halnya pada RSE pada metaanalisis

193 pasien; namun demikian, hubungan ini tidak dapat terlihat pada studi serial –

terpusat dengan lingkup lebih kecil. Pada kebanyakan pasein – paseien kami,

kematian ditentukan oleh penghentian segala tindakan yang menopang kehidupan

akibat kegagalan dalam rangka menyudahi koma (akibat obat), tanpa adanya

bangkitan – bangkitan yang terjadi kembali, dibanding akibat komplikasi

sistemik, yang sebelumnya merupakan faktor yang dikira menjadi pemicu

timbulnya angka kematian yang meningkat pada pasien – pasien usia tua.

Riwayat epilepsi sering ditemui pada penelitian kami. Kejadian sejenis, tingginya

insidensi epilepsi yang telah ada sebelumnya telah dilaporklan oleh Rossetti et al.

Riwayat epilepsi, SE sebelumnya, atau jenis SE tidak mempengaruhi keluaran.

Page 13: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

13

Hal ini bertentangan dengan apa yang ditemukan oleh serangkaian penelitian oleh

Power et al, dimana mereka menemukan bahwa pasien tanpa epilepsi sebelumnya

memerlukan terapi anestesi yang lebih lama dan memiliki keluaran yang lebih

buruk dibandingkan pasien dengan riwayat epilepsi. Meskipun demikian, hanya 5

dari 27 episode dari penelitian tersebut yang tidak didiagnosa epilepsi. Hal

tersebut mempersulit penyusunan keseimpulan mengenai kemaknaan temuan ini.

Kami tidak mengira jenis SE mempengaruhi keluaran karena hampir semua kasus

yang kami kumpulkan tergolong non – konvulsif pada saat terapi mulai diberikan.

Baik tinggi protein LCS dan tingginya jumlah sel darah putih LCS

berhubungan dengan keluaran fungsional yang buruk. Temuan ini

mengusyaratkan adanya proses inflamasi yang meningkat dan dapat menjadi

penanda adanya penyakit otak berat. Penelitian kohort dengan lingkup lebih besar

perlu dilakukan untuk memahami nilai prognostik variabel –variabel tersebut

diatas terhadap RSE karena sebab khusus.

Pengobatan dan Komplikasi

Pemilihan AED dan atau urutan inisiasi – nya setelah dimulianya

pemberian agen lini pertama dan kedua sangat bervariasi pada penelitian kohort

kami, hal ini mencerminkan praktek klinis. Diantara agen – agen anestesi,

midazolam dan propofol lebih sering digunakan daripada pentobarbital.

Isoflurane, ketamine, dan lidocaine juga digunakan, meskipun jarang, untuk

analisis. Hasil penelitian kamu mendukung data yang telah ada yang menyaratkan

bahwa pemilihan agen – agen anestesi tidak kuat mempengaruhi keluaran.

Kebutuhan obat – obat yang mamanjang untuk mencapai koma anestesi

berhubungan kuat dengan keluaran fungsional yang buruk dan penurunan

fungsional.

Ventilasi mekanik diperl;ukan pada lebih dari 90 % kasus, sepertiga dari

angka tersebut pada akhirnya memerlukan tindakan trakeostomi. Durasi ventilasi

mekanis yang diperpanjang berkaitan dengan meningkatnya angka kematian.

Aritmia kordis yang memerlukan intervensi dan pneumonia memprediksi keluaran

Page 14: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

14

fungsional yang buruk. Pneumonia terjadi lebih sering daripada penelitian lain,

hal ini mungkin disebabkan karena sifat refrakter dari penelitian kohort kami.

Hipotensi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi namun tidak

mempengaruhi keluaran. Ini sesuai dengan temuan hasil meta – analisis

sebelumnya.

Karena perubahan – perubahan di lapangan mungkin terjadi berlarut –

larut, kami membandingkan angka kematian dan keluaran fungsional antara

setengah periode pertama dan kedua penlitian kami. Keluaran tidak memiliki

perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok ini.

Supresi EEG

Pengendalian bangkitan tanpa menggunakan SB maupun supresi EEG

isolektris berhubungan dengan keluaran fungsional yang baik pada penelitain

kohort kami sementara itu 85 % episode yang diberikan SB dan 100 % episode

yang diberikan supresi EEG isoelektris memiliki keluaran fungsional yang buruk.

Dikarenakan kesimpulan – kesimpulan mutlak tidak dapat diusulkan hanya

dengan 4 episode yang mencapai supresi isoelektris, adalah suatu kecenderungan

atau trend yang jelas : prognosis akan lebih buruk apabila supresi berat diperlukan

untuk mengendalikan bangkitan. Pasien – pasien yang diberikan SB masih bisa

mengalami bangkitan, dan bila diberikan supresi isoelektris untuk mengendalikan

bangkitan, hal ini menandakan penyakit otak yang lebih berat dan refrakter.

Dengan kat lain, penelitian kami menemukan bahwa supresi EEG dengan tingkat

yang semakin dalam akan menyebabkan keluaran yang semakin buruk karena

efek yang merusak dari anestesi yang lama. Namun hal ini mungkin bukan suatu

penjelasan mengingat hanya 3 kematian dari penelitian kami yang dapat

dihubungakan secara langsung dengan komplikasi anestesi (2 dengan sindroma

infus propofol dan 1 dengan pneumonia). Temuan kami berbeda dengan data yang

dipublikasikan sebelunnya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

supresi EEG dengan keluaran.

Page 15: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

15

Keluaran

Angka kematian pasien yang dirawat di rumah sakti pada penelitian kami serupa

dengan angka kematian yang dilaporkan pada penelitian terbatu lainnya. Secara

keseluruhan keluaran fungsional tergolong buruk. Meskipun demikian,

sebagaimana dilaporkan oleh penelitian sebelumnya yang membatasi pasien

dengan RSE yang berlangsung lebih dari 1 minggu, beberapa pasien dapat

sembuh dari waktu kewaktu. Pada penelitian kohort kami, 2 pasien akhirnya

mencapai kondisi keluaran fungsional yang bagus meskipun setelah berada dalam

kondisi koma anestesi selama 1 bulan. Penelitian lain juga melaporkan pasien –

pasien dengan pemulihan yang memuaskan setelah RSE berlangsung berminggu –

minggu atau berbulan – bulan. Oleh karena itu kami mengira bahwa pasien

dengan RSE seharusnya diobati secara cepat dan pilihan pengobatan harus

diselesaikan sebelum penanganan paliative mulai dirundingkan dengan keluarga.

Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian

Analisis kasus kami memiliki beberapa keterbasan. Keseimpulan mungkin

hanya bersifat sementara karena pasien – pasien kami sakit parah, memerlukan

penanganan unit rawat intensif, durasi koma anestesi yang lebih lama, dan lama

rawat yang lebih lama bila dibandingkan dengan penelitian RSE lainnya, dan oleh

karena itu mungkin tidak dapat di aplikasikan pada semua kasus SE yang gagal

dengan pengobatan 2 AEDs. Terdapat suatu variasi pengobatan pada setiap subjek

sebagaimana yang diharapkan pada penelitian retrospektif. Kami tidak dapat

menentukan durasi yang tepat dari SE sebelum mulai diberikan terapi, dan sering

mengalami kesulitan bahkan pada saat mengevaluasi pasien di UGD untuk

pertamakalinya. Meskipun penelitan kami merupakan salah satu penelitian RSE

terbesar sekarang ini, analisis kami mungkin saja kurang dapat menemukan

beberapa hubungan. Penelitian kami berisi perbandingan banyak variabel,

sehingga menimbulkan potensi kesalahan; meskipun demikian, korelasi yang

didapat secara biologis masuk akal. Untuk meyakinkan bahwa kesalahan berlipat

pada pengambilan sampel tidak mengubah validitas hubungan – hubungan yang

Page 16: Status Epileptikus Refrakter Atau Refractory Status Epilepticus

[email protected] / 085740967848

16

kami temukan, kami mengulang analisis setelah menghilangkan semua episode

berulang dari RSE dan tidak menemukan perbedaan pada hubungan – hubungan

tersebut.

Penyebab RSE pada penelitian kohort kami terlalu bervariasi untuk

dilakukan analisis akibat dari setiap katagori penyebab terhadap keluaran

fungsional. Kami juga kekurangan data follow – up pada sebagian kecil pasien

kami yang bertahan hidup; setengah dari kasus ini dipulangkan dengan keluaran

fungsioinal yang buruk namun mungkin berngasunr – angsur telah membaik.

Penyelidikan kami mencakup besar sampel yang besar untuk sebuah

kajian tunggal – pusat (single – center study) mengenai kondisi yang agak jarang

ditemui dan menggunakan monitoring EEG berkelanjutan yang mencatat SE

menetap pada semua kasus selama periode penelitian, ahli – ahli neurointensif

memimpin perawatan pasien, sehingga dapat dianggap perlakuan yang diberikan

kepada pasien kurang lebih sama atau homogen. Lebih dari separo pasien – pasien

kami membutuhkan lebih dari satu agen anestesi, yang secara akurat

mencerminkan perlakuan klinis ketika mengibati kasus SE yang refrakter. Hal ini

tidak seperti yang ditemuakan pada penelitan RSE lainnya dimana hanya

menggunakan satu agen anestesi saja.

KESIMPULAN

Kami menyimpulkan bahwa angka kematian RSE tinggi dan tidak

bergantung pada pemilihan agen anestesi, tipe SE, dan kondisi epilepsi

sebelumnya. Komplikasi kardiopulmoner sering terjadi danmeningkatkan angka

kematian serta pemulihan fungsional yang buruk, namun keluaran terutama

bergantung pada keberhasilan atau kegagalan dalam menggagalkan bangkitan.

Saat SE anoxic menjadi refrakter perjalanan klinis dan keluaran pasien ditentukan

oleh keparahan SE. Supresi EEG yang cepat tidak tampak meningkatkan keluaran

RSE, dan prognosis menjadi lebih tidak diinginkan bila pasien semakain lama

dalam kondisi koma akibat – obat. Namun, beberpaa pasien memperoleh kembali

fungsi yang baik meskipun setelah RSE yang lama.