studi karakteristik dan pola penanganan kawasan kumuh kota bau-bau
TRANSCRIPT
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 1/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 251
STUDI KARAKTERISTIK DAN POLA PENANGANAN KAWASAN KUMUH
KOTA BAU-BAU
Study of Characteristics and Solution patterns of Slums Area in Bau-Bau City
Ishak Kadir1)
ABSTRACT
Bau-Bau is one of the city location target for NUSSP Programmed, which having ± 22.100 Km² broad
areas and Bau-Bau City was have slums area problem. The aim of this research was find of slums area
characteristics in Bau-Bau city and try to give recommendation for problem solution pattern of that.
Method of this research was description-qualitative, be based on Rasionalistik-Eksplorative research.
Analiyses is helped by categori, typology and description techniques.
The result of this research were presence slums area charactreistics: (1) slums area in central city; (2)
slums area in flood plain rivers; (3) slums area in costal area. Based of characteristic and slums degree, so
The location more important to had solutions based recommendations such us : (1) Wolio area comprises
Bataraguru, Tomba and wale include Bau-Bau river; (2) Murhum area compries Lanto, Nganganaumala,Wameo, tarafu and Bone-Bone include Bau-Bau river; (3) Makassar island in Kokalukuna district like
settlements of costal area.
Keywords: Characteristics, Solution, Slums area
PENDAHULUAN
Lingkungan permukiman merupakan bagian
dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari
lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan
timbale balik antara permukiman di satu pihak dan
kependudukan serta lingkungan hidup dilain pihak
maka sangatlah penting agar berbagai langkah
kebijaksanaan di bidang permukiman,kependudukan dan lingkungan hidup berjalan
dalam hubungan yang serasi dan saling tunjang
(Wiradisuria dalam Budihardjo, 1992).
Penurunan kualitas kehidupan di kawasan
permukiman di tengah-tengah kota, memaksa
mereka yang tidak mampu menanggung beban
ekonomis pemeliharaan tingkat kualitas yang ada,
untuk berpindah ke tempat lain umumnya ke
pinggiran kota dan membentuk kawasan ”rumah
petak” yang paralel pola penyebarannya dengan
penyebaran lapisan-lapisan lebih mampu. Pola
pemekaran wilayah pemukiman tidak memecahkan
masalah penurunan kualitas kehidupan di tengah
kota, kalau ditinjau dari sudut sosiologis. Selain itu juga terjadi labilitas struktur pelapisan masyarakat
di kawasan pemukiman karena tidak
memungkinkan penggalangan kepemimpinan antar
lapisan yang kuat, yang hanya terjadi karena
interaksi yang datang dari pergaulan berjangka
waktu lama (Wahid dalam Budiharjo,1984).
Cepatnya laju urbanisasi yang tidak dibarengi
dengan ktersediaan ruang, prasarana dan sarana
serta utilitas yang cukup menyebabkan suatu
kawasan permukiman over capacity dan menjadi
kumuh. Pada umumnya kondisi permukiman
kumuh menghadapi permaslahan antara lain : (1)
luas bangunan yang sangat sempit dengan kondisi
yang tidak memenuhi standar kesehatan dan
kehidupan social, (2) kondisi bangunan rumah yangsalingberhimpitan sehingga rentanterhadap bahaya
kebakaran, (3) kurangnya air bersih, (4) jaringan
listrik yang ruwet dan tidak mencukupi, (5)
drainase yang sangat buruk, (6) jalan lingkungan
yang buruk, (7) ketersediaan sarana MCK yang
sangat terbatas. Kondisi dan permasalahan tersebut
telah berdampak pada timbulnya berbagai jenis
penyakit, menurunnya produltivitas warga
penghuni, timbulnya kerwawanan dan penyakit
social (Pedum, NUSSP, 2006). Pada umumnya para
warga yang menghuni lokasi kumuh ini menggeluti
sector informal dan secara nyata turut
menggerakkan perekonomian di perkotaan. Merekabekerja sebagai tukang, pedagang kecil, buruh
bangunan, tukang ojek dan sebagainya, sebagai
warga negara tentu saja mereka berhak untuk
memperoleh perumahan dan permukiman yang
layak (Pedum NUSSP, 2006).
1) Dosen Tetap Pada Fakultas Teknik Universitas Haluoleo
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 2/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 252
Wilayah Kota Bau-Bau terdiri dari daratan
dan kepulauan dengan luas ± 22.100 Km². Dari
luas wilayah tersebut terdiri dari 6 (enam)
Kecamatan dan 41 (empat puluh satu)Kelurahan/Desa. Perkembangan jumlah penduduk
yang relatif tinggi di Kota Bau-Bau lebih
dipengaruhi oleh faktor migrasi disamping
pertilitas. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
letak geografis wilayah Kota Bau-Bau yang
memiliki akses yang tinggi ke daerah-daerah
tetangganya. Disamping itu lonjakan peningkatan
jumlah penduduk tersebut terjadi karena adanya
arus pengungsi dari daerah konflik di Maluku dan
pengungsi dari Timor Timur yang masuk ke Kota
Bau-Bau. Persebaran penduduk di Kota Bau-Bau
penduduk terbanyak Tahun 2008 adalah di
Kecamatan Murhum yaitu sebesar 33,41%,
menyusul Kecamatan Wolio sebesar 29,08%,
Konsentrasi penduduk yang tinggi dikedua
kecamatan tersebut merupakan konsekwensi yang
diembannya sebagai pusat aktifitas perkotaan di
Kota Bau-Bau. Tingkat kepadatan penduduk
tertinggi terdapat di Kecamatan Murhum danWolio
yaitu masing-masing 7.348 jiwa/km2 dan 2.410
jiwa/km2. Sementara Kecamatan Bungi dan
Sorawolio relatif masih rendah yaitu masing-
masing 174 jiwa/km2 dan 78 jiwa/km2. Olehnya itu,
Kota Bau-Bau memiliki permasalahan permukiman
yang sama dengan kota-kota lainnya yang ada di
Indonesia yakni Kawasan kumuh (slums area) dan
Kota Bau-Bau merupakan salah satu lokasi sasaranpenanganan kawasan kumuh melalui Program
NUSSP (Neigborhood Upgrading and Shelter
Sector Project).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menemukan karakteristik kawasan kumuh yang ada
di Kota Bau-Bau dan mencoba memberikan
rekomendasi sebagai upaya penanganan terhadap
permasalahan tersebut.
Konsep dasar dalam Program Penanganan
Perumahan dan Permukiman Kumuh di Perkotaan
adalah, pelaksanaan pengelolaan seluruh kegiatan
diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat dan
didampingi oleh konsultan. Jadi tidak diserahkan kebirokrasi pemerintahan, fungsi birokrasi hanya
memfasilitasi agar terjadi situsi yang kondusif
sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam
mengelola program secara maksimal. Dengan
demikian NUSSP bukanlah program yang semata-
mata menyalurkan dana ke masyarakat melainkan
juga mendorong pemberdayaan masyarakat itu
sendiri untuk dapat berdiri sendiri dalam
menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan
permukiman yang dihadapinya. Sesuai dengan
paradigma keberlanjutan dalam prinsip-prinsip
pemberdayaan komunitas, maka NUSSP akan
menempatkan masyarakat setempat sebagai pelaku
utama dalam pelaksanaan program mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
pemantauan dan evaluasi. Salah satu cara/bentuk yang ditempuh adalah dengan menyediakan
bantuan pendampingan dan sumber daya untuk
meningkatkan keterampilan masyarakat dalam
mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif
pemecahannya serta mendorong masyarakat agar
dapat mengorganisasikan dirinya dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk penanganan
permasalahan terkait lingkungan permukiman
kumuh (Pedoman Umum NUSSP, 2006).
Sanoff (1990) mendefenisikan arti partispasi
sebagai suatu interaksi langsung dari individu-
individu dalam membahas dan memahami sejumlah
hal atau nilai-nilai yang dianggap penting bagi
semua. Dua hal penting dalam pendekatan
partisipasi yakni individu-individu yang”terlibat”
atau ”dilibatkan” serta kesepakatan bersama atas
substansi” yang dibahas dan dipahami. Sementara
Walt dalam Parwoto (1997) merumuskan partisipasi
sebagai keterlibatan masyarakat tanpa dipaksa
untuk mengambil dan melaksanakan keputusan
yang langsung menyangkut kehidupan mereka.
METODE PENELITIAN
Kajian karaktersitik terhadap kawasan kumuh
Kota Bau-Bau ini merupakan penelitian dengan
pendekatan deskrtiptif-kualitatif yang didasarkanatas penelitian yang bersifat eksploratif rasionalistik
dengan menggali informasi dari masyarakat tanpa
menentukan batas variabel maupun indikator yang
secara partisipatif bertujuan deskriptif. Pencarian
data bukan dimaksudkan untuk membuktikan
hipotesis, tetapi lebih merupakan pembentukan
abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang lebih
dikumpulkan dan kemudian dikelompokkan dalam
unit-unit. Proses analisis data dimulai dengan
mempelajari data yang tersedia dari berbagai
sumber atau dokumen yang berkaitan. Analisis dan
penyusunan data dibantu dengan teknik
Kategorisasi. Tipologi dan Deskripsi. Hasil
penelitian yang berupa karakteristik kawasan
kumuh di Kota Bau-Bau kemudian dikategorikan
menjadi beberapa kelompok dan. Analisis interaksi
antar komponen yang akan menjadi temuan-temuan
penelitian, serta beberapa rekomendasi untuk
penanganannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan Padat dan Kumuh Pusat Kota
Sesuai dengan karakteristik wilayah kota Bau-
Bau, serta mempertimbangkan defenisi kumuh
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 3/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 253
perkotaan dan ketersediaan data pendukung, maka
penentuan kawasan kumuh Kota Bau-Bau dengan
memperhatikan 2 elemen, yaitu elemen non fisik
yang terdiri dari parameter: i) Tingkat kepadatanpenduduk; ii) Jumlah KK miskin; iii) Jumlah
Tenaga Kerja; iv) Legalitas Kepemilikan lahan; v)
Tingkat kesesuaian lahan dan Elemen Fisik yang
terdiri dari parameter-parameter : i) Konstruksi
Rumah; ii) Kerapatan Rumah Tangga; iii)
Pelayanan Air Bersih; iv) Ketersediaan MCK; v)
Ketersediaan listrik; vi) Ketersediaan TPS.
Kawasan padat dan kumuh pusat Kota Bau-Bau
yang membutuhkan prioritas penanganan antara
lain :
Kawasan Wolio
Kecamatan Wolio meliputi : Kelurahan
Bataraguru, Kelurahan Tomba, Kelurahan Wale,
Kelurahan Batulo, Kelurahan Wangkanapi,Kelurahan Bukit Wolio Indah dan Kelurahan
Kadolokatapi. Dari 7 kelurahan tersebut 2
kelurahan memiliki tingkat kekumuhan tinggi
(Bataraguru dan Tomba), 3 kelurahan memiliki
tingkat kekumuhan sedang (Wale, Batulo,
Kadolokatapi) dan 2 kelurahan memiliki tingkat
kekumuhan rendah (Wangkanapi dan Bukit Wolio
Indah). Data mengenai tingkat kekumuhan
Kelurahan Bataraguru dan Tomba dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Kekumuhan Kelurahan Bataraguru dan Kelurahan Tomba
No. Indikator KelurahanBataraguru Tomba
1. Luas Wilayah Kelurahan 21 Ha 19 Ha
2. Jumlah Penduduk 7.713 Jiwa 3.942 Jiwa
3. Luas Kawasan Kumuh 4 Ha 6 Ha
4. Jumlah KK 858 KK 821 KK
5. Jumlah RT/RW 30/9 14/4
6. Tingkat Kepadatan 367,3 Ha 207,5 Ha
7. Mata Pencaharian :
Formal
Informal
680 jiwa
1,224 jiwa
189 Jiwa
126 Jiwa
8. Kerawanan Sosial 10 10
9. Status RT
Sejahtera 1Prasejahtera
191 KK267 KK
254 KK140 KK
10. Prasarana Umum :
Kondisi jalan (baik)
MCK
Air Bersih
Listrik
TPS
0,275 Km
3 Unit
1.244 KK
494 KK
12 Unit
3,151 Km
1Unit
780 KK
475 KK
3 Unit
11. Konstruksi Rumah:
Permanen
Semi Permanen
Non Permanen
525 Unit
102 Unit
145 Unit
115 Unit
204 Unit
221 Unit
12. Status Lahan :
IMB/HGBTidak punya Izin
158 Unit132 Unit
157 Unit353 Unit
13. Kepadatan tingkat hunian :
1 KK/Rumah
2 s/d 3 KK/Rumah
> 3KK/Rumah
10 Unit
-
-
32 Unit
-
-
14. Kerapatan 75 90
15. Kesesuaian Fungsi dengan RDTRK 3 3
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bau-Bau, 2006
Kondisi Permukiman
Berdasarkan RTRW Kota Bau-Bau, BWK I
ini dibatasi pertumbuhannya dengan menekan
pertumbuhan berkisar 1,40% per tahun dan
kepadatan pada kelurahan Bataraguru, Tomba,
Batulo dan Wale tersebut sejak tahun 2001 telah
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 4/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 254
mencapai lebih dari 100 jiwa/Ha. Kondisi
permukiman di wilayah pelabuhan Murhum hingga
Kelurahan Bataraguru dan Tomba terdiri dari
bangunan ruko yang sangat padat dan diantaraidengan bangunan rumah tinggal serta fasilitas
perkantoran lainnya. Kawasan permukiman padat
dan kumuh juga terdapat di bantaran sungai Bau-
Bau yang memisahkan antara Kawasan Wolio
dengan Kawasan Murhum.
Gambar 1. Permukiman padat tanpa memperhatikan garis sempadan
Berdasarkan survei primer yang dilakukan,
pada umumnya rumah di kawasan ini merupakan
hak milik dengan kondisi permanen dan semi
permanen. Namun di beberapa titik lokasi juga
terdapat bangunan non permanen/temporer.
Permasalahan permukiman lainnya adalah terdapat
lahan-lahan yang disewakan kepada masyarakat
pendatang yang belum memiliki tempat tinggal.
Selain itu, juga terdapat bangunan rumah tinggal
non permanen dibangun oleh masyarakat kemudian
dipersewakan ke masyarakat pendatang.
Penyediaan Air BersihKawasan Wolio mendapatkan pasokan air bersih
dari Zona Wilayah Pelayanan II menggunakanMata air Kasombu dengan debit 80 – 100 liter/detik
yang dikelola oleh PDAM Kota Bau-Bau. Cakupan
pelayanan zona ini meliputi Kecamatan Wolio yang
terlayani baru sekitar 2,41 %. Namun dibeberapa
lokasi di kawasan ini Air bersih agak sulit
didapatkan, karena pembuatan sumur agak sulit
disebabkan oleh struktur tanah yang berbatu dan
membutuhkan dana yang cukup besar.
Sistem Pembuangan LimbahPengelolaan air limbah di Kota Bau-Bau
dilaksanakan dengan sistem pengumpulan dan
pembuangan. Setiap tahapan dilakukan secara
terstruktur dan berkesinambungan. Kebutuhanprasarana pengolahan air limbah sebagai bagian
dari sistem pengumpulan ditentukan berdasarkan
masing-masing sumber.
Penanganan Kawasan Wolio
Peningkatan Kualitas Lingkungana. Peremajaan Kawasan (Urban Renewal) adalah
pengembangan rumah bagi masyarakat setempat
dengan memperbaiki infrastruktur jalan lokal,
drainase, pembuangan sampah, sanitasi dan
penyediaan air bersih. Kawasan dapat
difungsikan sebagai asset ekonomi Kota Bau-
Bau; Image Kota Bau-Bau “Water Front City.
b. Penataan dan pembangunan rumah dengan
memanfaatkan Program Perumahan Swadaya.
c. Peningkatan infrastruktur menitikberatkan pada
rehabilitasi dan peningkatan kualitas jalan
lingkungan, saluran drainase, pengelolaan
sampah dan penyediaan air bersih. Penataan dan
Restrukturisasi kawasan dengan pola Land
Consolidation (LC) atau Land Sharing (LS).
d. Penetapan Garis Sempadan Pantai dan Sungai.
Pengembangan Perumahan bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) Kawasan ini dapat dikembangkan untuk
perumahan MBR bagi masyarakat setempat.
Berbagai pilihan desain rumah termasuk rumah
susun (rusun). Rencana alokasi ruang untuk
pembangunan rumah vertikal (Rusun) memang
diarahkan pada wilayah-wilayah yang sudah padat
dan pada wilayah-wilayah dengan kebutuhan rumah
sewa tinggi atau sebagai alternatif revitalisasi
kawasan kumuh dan padat perkotaan.
Ruang Terbuka HijauRuang terbuka hijau dapat disediakan dengan
memanfaatkan kawasan pinggir pantai yang
menghadap pada kawasan komersial dan Kawasan
sekitar Pantai Kamali. Kawasan Pantai Kamali
merupakan kawasan reklamasi pantai yang menjadi
bagian dari penataan pantai. Kawasan tersebut
selain berfungsi sebagai public space juga berfungsi
sebagai ruang terbuka hijau. Kawasan Hijau juga
dapat ditetapkan sepanjang Sungai Bau-Bau yang
akan berfungsi sebagai buffer zone dari kawasan
terbangun.
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 5/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 255
Kawasan MurhumKecamatan Murhum yang merupakan
pemekaran dari kecamatan Betoambari merupakan
kecamatan yang terpadat penduduknya dibanding 5
(lima) kecamatan lainnya dalam wilayah Kota Bau-
Bau dengan tingkat kepadatan 6.523 jiwa/Km2.
Hirarki kepadatan terjadi dari kawasan pesisir
pantai arah Utara menuju Selatan. Hal ini
disebabkan oleh karena sejak belum dimekarkan
wilayah ini merupakan pusat permukiman sebagian
besar penduduk Kota Bau-Bau.
Tabel 2. Tingkat Kekumuhan Kelurahan Wameo dan Nganganaumala
No. IndikatorKelurahan
Wameo Nganganaumala
1. Luas Wilayah Kelurahan 18 Ha 19 Ha
2. Jumlah Penduduk 4.333 Jiwa 5.359 Jiwa
3. Luas Kawasan Kumuh 2 Ha 4 Ha
4. Jumlah KK 935 714
5. Jumlah RT/RW 20/7 13/4
6. Tingkat Kepadatan 240,7 Ha 282,1 Ha
7. Mata Pencaharian :FormalInformal
363 Jiwa97 Jiwa
226 Jiwa264 Jiwa
8. Kerawanan Sosial 10 10
9. Status RTSejahtera 1
Prasejahtera
116 KK
376 KK
-
90 KK
10. Prasarana Umum :Kondisi jalan (baik)MCKAir Bersih
Listrik TPS
1,373 Km3 unit
948 KK
213 KK2 Unit
0,765 Km3 Unit
667 KK
380 KK2 Unit
11. Konstruksi Rumah:Permanen
Semi PermanenNon Permanen
348 Unit
231 Unit169 Unit
160 Unit
175 Unit90 Unit
12. Status Lahan :IMB/HGBTidak punya Izin
151 KK-
438 Unit205 Unit
13. Kepadatan tingkat hunian :1 KK/Rumah
2 s/d 3 KK/Rumah> 3KK/Rumah
-
--
190 Unit
185 Unit77 Unit
14. Kerapatan 90 80
15. Kesesuaian Fungsi dengan RDTRK 2 2
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bau-Bau, 2006
Kawasan Pantai Kamali berfungsisebagai public space dan Ruang TerbukaHIjau
Kawasan Hijau di sepanjang Sungai
Bau-Bau
Gambar 2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Wolio
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 6/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 256
Kecamatan Murhum meliputi : Kelurahan
Baadia, Melai, Wajo, Lamangga, Tanganapada,
Bone-Bone, Tarafu, Wameo, Kaobula, Lanto dan
Nganganaumala. Dari 11 kelurahan tersebut 2kelurahan memiliki tingkat kekumuhan tinggi
(Wameo dan Nanganaumala), 5 kelurahan memiliki
tingkat kekumuhan sedang (Baadia, Melai, Bone-
Bone, Kaobula, dan Lanto) dan 4 kelurahan
memiliki tingkat kekumuhan rendah (Wajo,
Lamangga, Tanganapada dan Tarafu) Data
mengenai tingkat kekumuhan Kelurahan Wameo
dan Nganganaumala dapat dilihat pada tabel 2.
Kondisi PermukimanPola permukiman yang tejadi mengikuti pola
jalan dan kondisi topografi setempat sehingga pola
pengembangan cendrung berbentuk grid dan linier.
Kecenderungan perkembangan perumahan dan
pemurkiman di kecamatan Murhum cendrung ke
arah selatan . Hal ini disebakan sudah sangat
padatnya permukiman di wilayah Barat dan Timur
kecamatan ini. Tingkat kepadatan bangunan arah
selatan sangat rendah dan akses ke arah Selatan
sudah sangat mudah dalam hal ini pemerintah telahmembuka akses jalan kearah Selatan Kecamatan
Murhum.
Penyediaan Air BersihKawasan Murhum mendapatkan pasokan air
bersih dari Zona Wilayah Pelayanan I
menggunakan sumber air permukaan kali
balanga/Kali Ambon dengan kapasitas debit 100 –
120 l/s. Beberapa lokasi di wilayah ini masih
kesulitan mendapatkan air bersih, masyarakat
mendapatkan air bersih dengan membeli di tempat-
tempat penampungan yang telah disiapkan yang
dikelola oleh masyarakat berupa tandon air yang
ditempatkan pada lokasi yang strategis untuk
dijangkau oleh masyarakat.
Sistem Pembuangan LimbahSama dengan Kawasan Wolio, kebutuhan
prasarana pengolahan air limbah sebagai bagian
dari sistem pengumpulan ditentukan berdasarkan
masing-masing sumber. Dari dua sumber utama
yaitu industri dan domestik maka prasarana
pengolahan ditetapkan berupa IPAL untuk industri
dan septic tank maupun IPLT untuk limbah tinja
dari rumah tangga.
Penanganan Kawasan Murhum
Peningkatan Kualitas Lingkungana. Peremajaan Kawasan (Urban Renewal), hampir
sama dengan Kawasan Wolio terutama pada
kawasan padat dan kumuh yaitu pengembangan
rumah bagi masyarakat setempat dengan
memperbaiki infrastruktur jalan lokal, drainase,
pembuangan sampah, sanitasi dan penyediaan
air bersih. Kawasan dapat difungsikan sebagai
asset ekonomi Kota Bau-Bau; Image Kota Bau-
Bau “Water Front City”; Kawasan ini dapat
dikembangkan oleh pihak swasta melalui
kerjasama dengan pemilik lahan dan
pemerintah.
b. Penataan dan pembangunan rumah dengan
memanfaatkan Program Perumahan Swadaya
pada rumah inti.
c. Peningkatan infrastruktur menitikberatkan pada
rehabilitasi dan peningkatan kualitas jalan
lingkungan, saluran drainase, pengelolaan
sampah dan penyediaan air bersih. Penataan dan
Restrukturisasi kawasan dengan pola Land Consolidation (LC) atau Land Sharing (LS).
d. Penetapan Garis Sempadan Pantai dan Sungai
Pengembangan Perumahan bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Menengah
Kawasan Murhum telah dikembangkan untuk
perumahan MBR bagi masyarakat setempat.
Berbagai pilihan desain rumah termasuk rumah
susun (rusun). Salah satu lokasi Rusunawa yang
sementara dibangun adalah di Kelurahan Wameo
yang diperuntukkan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR).
Gambar 3. Rumah Tinggal di atas lahan sewa milik masyarakat Kel.
Nganganaumala
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 7/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 257
Ruang Terbuka HijauPenataan kawasan hijau hampir sama dengan
Kawasan Wolio yaitu Ruang terbuka hijau dapat
disediakan dengan memanfaatkan kawasan pinggir
pantai sebagai kelanjutan dari pengembangan
Kawasanm Pantai Kamali. Selain itu juga dapat
memanfaatkan kawasan hijau sepanjang Sungai
Bau-Bau yang akan berfungsi sebagai buffer zone
dari kawasan terbangun.
Kawasan Padat dan Kumuh Bantaran Sungai
Kawasan Bantaran Sungai Bau-BauLokasi kawasan kumuh di daerah perkotaan
khususnya daerah kumuh Bantaran sungai yaitu
kawasan sekitar sungai Bau-Bau yang membelah
Kota Bau-Bau. Kelurahan-kelurahan yang terletak
pada bantaran Sungai Bau-Bau antara lain :
Kelurahan Tomba, Kelurahan Bataraguru, dan
Kelurahan Wale. Sedangkan di seberang Sungai
Bau-Bau antara lain : Kelurahan Wajo dan
Kelurahan Nganganaumala. Jumlah Unit rumah
yang berada di bantaran sungai Bau-Bau
Kecamatan Murhum sebanyak 225 unit, sedangkan
rumah diseberang sungai Bau-Bau Kecamatan
Wolio sebanyak 241 unit. Luas Daerah Aliran
Sungai (DAS) Sungai Bau-Bau sekitar 6.159,80 Ha
dengan proporsi penggunaan lahan terbesar untuk
permukiman yaitu sebesar 1.808,07 Ha atau sekitar
29,42% dari luas DAS Sungai Bau-Bau.
Penanganan Kawasan Bantaran Sungai Bau-
BauUntuk menangani permasalahan yang
mendesak di bantaran sungai Bau-Bau dapat
direkomendasikan antara lain :
1. Pemindahan (relokasi) dari sempadan sungai ke
housing stock terdekat, dengan menetapkan
kawasan sempadan sungai merupakan Kawasan
lindung yang tidak boleh dibanguni perumahan.
2. Pendekatan penanganan pada rumah bantaran
sungai ini adalah berupa urban renewal atau
peremajaan kawasan permukiman.
3. Ketegasan Pemerintah Daerah dalam
Pemanfaatan Ruang dan status lahan terutama
lahan bantaran sungai.
4. Pengembalian aturan sempadan Sungai Bau-Bau
dengan penetapan aturan Garis Sempadan
Sungai (GSS) dan pembuatan batas GSS dan
jalan inspeksi dengan penetapan sempadan
sungai 15 meter (termasuk kategori sungai
sedang berdasarkan Keppres No. 32 tahun
1990).
Gambar 4. Rumah Susun Sewa Kota Bau-Bau
Kawasan Pembangunan Rumah Susun
Sewa Kel. WameoKawasan Pengembangan Rusunawa
Gambar 5. Kondisi Permukiman di sekitar Bantaran Sungai
Bau-Bau
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 8/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 258
Kawasan Padat dan Kumuh Pesisir Pantai
Kawasan Pesisir pantai/Nelayan (Murhum dan
Wolio)
Melihat kondisi karakter pantai di Kota Bau-bau sebenarnya terdapat dua karakter yang berbeda.
Karakter pertama, kawasan pantai dengan batas
pantai berupa tebing sehingga tidak memiliki
wilayah peralihan. Kawasan ini terdapat di garis
pantai sepanjang pantai Desa Katobengke,
Kadolokatapi, dan Kalia-lia. Karakter kedua berupa
kawasan pantai yang landai sehingga memiliki
wilayah peralihan daratan ke lautan yang khas.
Zona ini sebagian ditumbuhi berbagai vegetasiperalihan terdiri dari berbagai spesies Mangrove
dari jenis Nypah, Avicenea, maupun Rhyzophora.
Kawasan ini antara lain tersebar di beberapa titik di
Desa Palabusa, Kolese, Lowu-Lowu, sepanjang
pantai pusat kota, dan Sulaa.
Penanganan Kawasan Pesisir/Nelayan Pusat
Kota
Beberapa hal yang direkomendasikan untuk
menangani permasalahan kumuh di wilayah
pesisir/nelayan antara lain :
1. Redefinisi kawasan pada lokasi kumuh dengan
prioritas kawasan khusus pesisir melaui pola
KIP.
2. Penegasan pemanfaatan ruang khususnya
wilayah pesisir.3. Pengaturan sempadan pantai.
4. Pembangunan coastal road yang berfungsi
sebagai jaringan jalan dan juga sebagai batas
terluar yang memisahkan antara fungsi perairan
dan fungsi perumahan.
5. Peningkatan kualitas prasarana dan sarana
lingkungan permukiman pesisir
6. Peningkatan Kualitas perumahan pesisir.
7. Penataan pantai untuk menambah daya tarik
wisata.
8. Relokasi penduduk dari kawasan kumuh pesisir
pantai ke rumah susun yang telah dibangun.
9. Bantuan usaha ekonomi kawasan nelayan(perdesaan) seperti dana bergulir yang bersifat
stimulatif.
10. Pendampingan untuk penanganan.
Kawasan Pulau Makassar
Pulau Makassar merupakan bagian wilayah
kecamatan Kokalukuna, yang terbagi atas dua
Kelurahan yaitu Kelurahan Sukanayo dan
Kelurahan Liwuto. dengan luas 2,43 Km2. Jumlah
penduduk Pulau Makassar sebanyak 4.547 Jiwa
dengan 1.065 KK. Jumlah Rumah 627 Unit.,
typologi permukiman Nelayan yang berkembang
dikawasan pesisir ini. Pulau Makassar memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi area wisata
pantai, karena letaknya yang strategis dengan
nuansa pesisir yang cukup baik secara estetika.
Topografi Pulau Makassar cenderung datar dengan
kelerengan lahan berkisar antara 0 – 8 %,
berpotensi untuk dikembangkan permukiman
dengan dominasi type biasa. Namun perlu
dizonasi perbandingannya dengan baik persentai
built of area permukiman dengan Open Space sebagai area resapan dan perkebunan masyarakat .
Kepadatan bangunan yang paling tinggi terjadi pada
radius dermaga dan pusat pelayanan pemerintah.
Empat akses Jalan yang menghubungkan kelurahan
Sukanayo dan Liwotu berpotensi linier untuk
menjadi area permukiman dengan Fungsi
Perdagangan. Oleh karena itu dibutuhkan
pengendalian berupa peraturan daerah yang
mengatur arah dan perkembangan perkim di Pulau
Makassar. Kawasan Pulau Makassar memiliki
beberapa potensi terutama kaitannya dengan
pengembangan kawasan wisata bahari ke depan,
antara lain : (1) Kawasan Rekreasi pantai bagipenduduk lokal; (2) Pasir yang indah dan halus; (3)
Kekerabatan masyarakat yang sangat tinggi; (3)
Keamanan lingkungan yang baik.
Penanganan Kawasan Pesisir/Nelayan Pulau
Makassar
Beberapa hal yang direkomendasikan untuk
menangani permasalahan kumuh di wilayah
pesisir/nelayan antara lain :
1. Penegasan pemanfaatan ruang khususnya
wilayah pesisir pantai.
2. Pengaturan sempadan pantai.
Gambar 6. Kondisi Permukiman kel. Bone-Bone di pesisir pantai
5/9/2018 Studi Karakteristik Dan Pola Penanganan Kawasan Kumuh Kota Bau-bau - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/studi-karakteristik-dan-pola-penanganan-kawasan-kumuh-kota-bau-bau 9/9
Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010
Fakultas Teknik – Universitas Haluoleo 259
3. Pembangunan coastal road yang berfungsi
sebagai jaringan jalan dan juga sebagai batas
terluar yang memisahkan antara fungsi perairan
dan fungsi perumahan.4. Peningkatan kualitas prasarana dan sarana
lingkungan permukiman pesisir
5. Penataan perumahan nelayan.
6. Penataan pantai untuk menambah daya tarik
wisata terutama ciri arsitektur rumah tradisional
lokal.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis, maka karakteristik
kawasan kumuh Kota Bau-Bau antara lain : (1)
Kawasan padat dan kumuh pusat kota; (2) Kawasan
padat dan kumuh bantaran Sungai; (3) Kawasanpadat dan kumuh pesisir pantai . Berdasarkan
karakteristik lokasi dan tingkat kekumuhannya,
maka lokasi yang mendesak untuk segera ditangani
antara lain : (1) Kawasan Wolio meliputi :
Kelurahan Bataraguru, Tomba dan Wale, dan
meliputi Kawasan Bantaran Sungai Bau-Bau; (2)
Kawasan Murhum meliputi : Kelurahan Lanto,
Nganganaumala, Wameo, Tarafu dan Bone-Bone,
dan meliputi Kawasan Bantaran Sungai Bau-Bau;
(3) Kawasan Pulau Makassar Kecamatan
Kokalukuna, sebagai kawasan permukiman nelayan
dan memiliki potensi wisata bahari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Buku Pedoman Umum NUSSP,versi-2, Dirjen Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum RI, Jakarta.
Anonim, 2006. Buku Pedoman Teknis NUSSP,
versi-2, Dirjen Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum RI, Jakarta.
Anonim, 2009. Laporan Akhir RP4D Kota Bau-
Bau, Bappeda Kota Bau-Bau, Bau-Bau.
Budihardjo, Eko. (1984), Sejumlah Masalah
Permukiman Kota, Alumni, Bandung.
Parwoto. (1997), Pembangunan Partisipatif ,makalah pada Lokakarya Penerapan Strategy
Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pembangunan Perumahan dan Permukiman,
15-16 Juli 1997, BKP4N, jakarta.