study of potential and development strategy of the
TRANSCRIPT
OPEN ACCES
Vol. 13 No. 2: 435-448
Oktober 2020
Peer-Reviewed
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.435-448
Kajian potensi dan strategi pengembangan Desa Wisata Botolempangan Kabupaten Maros, Indonesia
(Study of potential and development strategy of the Botolempangan Tourist Village in Maros Regency, Indonesia)
Kattya Nusantari Putri1, Muhammad Adam Asgar2, Andi Nur Apung Massiseng2
1 Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Cokroaminoto Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
2 Program Studi Agrobisnis Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Info Artikel:
Diterima : 21 November 2020
Disetujui : 29 November 2020
Dipublikasi : 30 November 2020
Artikel Penelitian
Keyword:
Tourism Village;
Botolempangan;
Tourism Potential;
Maros Regency;
Desa Wisata;
Botolempangan;
Potensi Wisata;
Kabupaten Maros
Korespondensi:
Andi Nur Apung Massiseng
Program Studi Agrobisnis
Perikanan, Fakultas Perikanan,
Universitas Cokroaminoto
Makassar, Sulawesi Selatan,
Indonesia
Email:
Copyright© 2020 The Author(s)
Oktober
Abstrak. Animo masyarakat yang semakin besar dalam berwisata menjadi kekuatan tersendiri bagi industri pariwisata saat
ini. Eksistensi seseorang dalam berwisata yang dapat diperlihatkan di media sosial dapat menjadi kekuatan yang secara
tidak langsung dapat menjadi alat promosi. Desa wisata yang trend saat ini adalah salah satu bentuk wisata yang terdiri
dari wisata alam yang diintegrasikan dengan wisata lainnya, sehingga memberikan nilai keunikan tersendiri dibanding
wisata lainnya. Kawasan Karst yang ada di Kabupaten Maros dan Pangkep sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
kawasan wisata, tetapi saat ini kawasan karst tersebut telah banyak dijadikan sebagai bahan baku industri semen. Salah
satu desa yang memiliki wisata alam karst di Kabupaten Maros adalah desa Botolempangan yang telah direncanakan oleh
pemerintah desa sebagai desa wisata karena memiliki berbagai macam keunikan sumberdaya alam yang dapat menjadi
alternatif pendapatan baru bagi masyarakat, sehingga sangat penting untuk dikembangkan sekaligus menjadi alasan untuk
mempertahankan kawasan karst yang mulai tergerus oleh perusahaan industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi potensi wisata dan menganalisis strategi pengembangan desa wisata Botolempangan . Metode penelitian
yang digunakan yaitu observasi, wawancara secara mendalam dan FGD. Analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif kualitatif dan analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa desa Botolempangan memiliki
potensi wisata berupa wisata alam karst, wisata alam gua (leang), wisata perikanan, kera endemik Sulawesi, panorama
alam, outbond, perkemahan dan wisata pendidikan. Berdasarkan analisis SWOT diperoleh 4 strategi yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan desa wisata Botolempangan, yaitu 1). Peningkatan sinergitas antara pihak pemerintah, perguruan
tinggi dan masyarakat khususnya pengelola dalam memaksimalkan faktor-faktor penunjang penyelenggaraan desa wisata
2). Mengelola kawasan karst Botolempangan menjadi desa wisata yang terintegrasi wisata alam, wisata perikanan, wisata
kuliner dan wisata pendidikan 3). Mengoptimalkan anggaran desa untuk meningkatkan fasilitas wisata dan pemberian
edukasi bagi pengelola dalam menunjang kepariwisataan 4). Peningkatan promosi yang mengedepankan keunikan wilayah,
fasilitas dan kenyamanan berkunjung melalui sosial media dan kemitraan dengan travel lokal.
Abstract. The growing public interest in travelling has become a different strength for the tourism industry currently. The
existence of a person on a trip that can be shown on social media can be a force that indirectly becomes a promotional tool.
The tourist village that is currently trending is a form of tourism which consists of natural tourism which is integrated with
other tours, to provide a unique value compared to additional terms. The Karst area in Maros and Pangkep Regencies has
the potential to be used as a tourist area, but currently, these karst areas have been widely used as raw material for the
cement industry. One of the villages that has natural karst tourism in Maros Regency is the village of Botolempangan which
has been planned by the village government as a tourism village because it has various unique natural resources that can
become new income alternatives for the community, so it is essential to be developed as well as a reason to maintain the area.
Karst which began to be eroded by industrial companies. The purpose of this study was to identify tourism potential and
analyze the development strategy of the tourist village of Botolempangan. The research method used is observation, in-depth
interviews and FGD. The analysis used is a descriptive qualitative analysis and SWOT analysis. Based on the results of the
study, it shows that the village of Botolempangan has tourism potential in the form of natural karst tourism, cave tourism
(leang), fisheries tourism, Sulawesi endemic monkeys, natural scenery, outbound, camping and educational tours. Based on
the SWOT analysis, there are four strategies that can be carried out to develop the tourist village of Botolempangan, i.e. 1).
The increased synergy between the government, universities and the community, especially managers in maximizing the
supporting factors for the implementation of tourism villages 2). We are managing the Botolempangan karst area into a
tourism village that is integrated with nature tourism, fisheries tourism, culinary tours and educational tours 3).
Optimizing village budgets to improve tourist facilities and providing education for managers in supporting tourism 4).
Increased promotions that prioritize the uniqueness of the region, facilities and the convenience of visiting through social
media and partnerships with a local travel.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wisata alam dengan berbagai keunikan dan
fasilitas yang memanjakan pengunjung menjadi
trend saat ini seiring dengan tumbuhnya
beranekaragam jenis wisata alam, salah satunya
adalah konsep desa wisata. Zakaria & Suprihardjo
(2014) menyatakan bahwa desa wisata dapat
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
436
diartikan sebagai suatu wilayah yang terletak di
pedesaan dimana masih memiliki kealamian
alam, sosial budaya, adat istiadat, bangunan
tradisional, kegiatan sehari–hari masyarakat yang
menyatu dalam struktur ruang desa yang
terintegrasi dengan komponen pendukung
pariwisata lainnya. Selanjutnya Krisnani &
Darwis (2015) memperjelas bahwa pengembangan
desa wisata saat ini cenderung berkonsep
ekowisata yang menawarkan kealamian pedesaan
dengan memberdayakan masyarakat setempat
sebagai bagian dari budaya dan atribut desa,
sehingga wisatawan yang datang berkunjung
dapat merasakan satu kesatuan wisata alam dan
budaya.
Animo masyarakat untuk berwisata dengan
nuansa alam yang terintegrasi dengan buatan
manusia semakin meningkat, seiring dengan
berkembangnya media sosial saat ini yang dapat
menjadi wadah bagi pengunjung untuk
memperlihatkan eksistensinya dalam berwisata.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nikjoo &
Bakhshi (2019) yang menyimpulkan bahwa 60
persen foto yang dibagikan di media sosial
sebagian besar menampilkan perjalanan wisata
tiap orang bersama rekan seperjalanan. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
mengupload riwayat perjalanan wisatanya ke
media sosial, sehingga menjadi suatu trend dan
berdampak positif bagi industri wisata. Wisata
alam ujung bulu yang terletak di desa
Botolempangan Kecamatan Bontoa Kabupaten
Maros memberikan pesona tersendiri
dibandingkan daerah lain. Wisata alam yang
tersaji adalah wisata yang dibentuk oleh alam,
bukan buatan manusia sehingga menjadi daya
tarik tersendiri bagi wisatawan domestik atapun
internasional. Wisata alam yang menjadi andalan
Desa Botolempangan adalah berupa kawasan
karst dan gua–gua yang menyimpan sejarah yang
sangat potensial dijadikan desa wisata untuk
menjadi alternatif pendapatan masyarakat dan
mewujudkan rasa cinta masyarakat maupun
pengunjung terhadap alam agar dapat terpelihara
dan berkelanjutan. Konsep keberlanjutan dalam
desa wisata tentu saja memiliki tantangan dalam
pengembangannya, salah satunya adalah faktor
eksternal, seperti hubungannya dengan industri
yang ada di daerah tersebut. Tantangan untuk
pengembangan wisata di kawasan karst yang ada
di Kabupaten Maros dan Pangkep salah satunya
yaitu menjadi incaran bagi perusahaan industri
semen, sehingga perlu membuat alternatif
pengelolaan kawasan karst yang salah satunya
dengan menjadikannya sebagai objek wisata.
Chen et al. (2017) menyarankan agar ada
permintaan dana sumbangan dari wisatawan yang
dikumpulkan untuk konservasi sumberdaya alam
atau dapat pula berasal dari sebagian hasil tiket
kunjungan. Lebih lanjut Derek et al. (2019)
menuturkan bahwa pertumbuhan pariwisata saat
ini memerlukan suatu instrumen agar wisatawan
dapat menghargai alam sehingga terwujud
pariwisata yang berkelanjutan yang dituangkan
dalam perencanaan pengelolaan yang berbasis
sumber daya alam berkelanjutan.
Berdasarkan faktor eksternal yang paling
besar dampaknya bagi keberlanjutan kawasan
karst yang ada di Kabupaten Maros khususnya di
Desa Botolempangan, menjadi sangat penting
untuk membuat strategi pengembangan yang
mengarah pada konsep desa wisata, sekaligus
menjadi alasan untuk mempertahankan kawasan
karst yang mulai tergerus oleh perusahaan
industri semen yang ada di Sulawesi Selatan.
Pengembangan kawasan karst desa
Botolempangan yang berkelanjutan dengan
konsep desa wisata diharapkan dapat
memberikan dampak yang positif kepada
masyarakat dari segi peningkatan keterampilan,
pengetahuan dan perekonomian, serta
sumberdaya alam. Berdasarkan hal tersebut
maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi potensi desa Botolempangan
dan menganalisis strategi pengembangannya.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Penelitian bertujuan untuk identifikasi
potensi wisata di Desa Botolempangan Kabupaten
Maros dan menganalisis strategi pengembangan
Desa Wisata Botolempangan Kabupaten Maros.
Hasil dari penelitian dapat dimanfaatkan
sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk
pengelola dan pemerintah terkait pengembangan
Desa Botolempangan menjadi desa wisata yang
terintegrasi dengan wisata lainnya sesuai dengan
potensi yang dimiliki.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni
sampai Agustus 2020 di Desa Botolempangan,
Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
437
2.2. Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dilapangan selama
penelitian ini adalah kamera, recorder, alat tulis,
face shield, dan masker sebagai alat pelindung
dimasa pandemi.
2.3. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian adalah
mengidentifikasi potensi–potensi wisata melalui
observasi, wawancara secara mendalam dan FGD
dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, Kepala
Desa, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan serta
pengelola desa wisata Botolempangan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
diambil melalui proses observasi, wawancara dan
FGD. Data sekunder diambil dari data–data
instansi pemerintah serta publikasi yang
mendukung penelitian berupa jurnal dan data
mengenai Desa Botolempangan yang ada di
website.
2.4. Analisis Data
Untuk mengidentifikasi potensi wisata di
Desa Botolempangan menggunakan pendekatan
deskriptif. Menurut Sumadi (2003) pendekatan
deskriptif dari suatu penelitian yang didasarkan
pada pencandraan yang terformat secara
sistematis, faktual serta akurat dari objek serta
fakta–fakta suatu penelitian. Ditambahkan oleh
Sugiyono (2013) bahwa suatu penelitian yang
disajikan dalam bentuk statistik deskriptif
berfungsi untuk memberikan gambaran dan
deskripsi dari suatu objek yang diteliti
sebagaimana adanya.
Untuk menganalisis strategi pengembangan
Desa Wisata Botolempangan, yaitu menggunakan
analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan salah
satu alat analisis yang digunakan untuk
memperoleh strategi dalam suatu kegiatan atau
perusahaan. Richard L. Daft (2012) mengartikan
strategi sebagai tindakan yang mengalokasikan
sumberdaya yang dimiliki dalam kegiatan
menghadapi lingkungan, tujuan perusahaan dan
keunggulan dalam bersaing. Dari segi
keunggulan setiap perusahaan berbeda, sehingga
keunggulan tersebut menjadi dasar dalam
merumuskan strategi yang berbeda dengan
perusahaan lainnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Identifikasi Potensi
Desa Botolempangan adalah pemekaran
dari Desa Salenrang dibawah pemerintahan
Kecamatan Bontoa pada tahun 1995 dengan
jumlah penduduk sebesar 3.252 jiwa, serta luas
wilayah adalah 18,22 km2 yang terbagi atas
wilayah pemukiman sebesar 35%, wilayah
daratan dan perbukitan yang digunakan
masyarakat sebagai lahan untuk pertanian,
perikanan dan perkebunan (BKKBN Kabupaten
Maros, 2017). Desa Botolempangan memiliki
potensi alam wisata karst yang merupakan bagian
dari gugus karst kawasan Maros–Pangkep yang
pada tahun 2017 telah ditetapkan sebagai kawasan
geopark nasional oleh pemerintah Republik
Indonesia melalui SK. Gubernur Sulawesi
Selatan. Dusun Ujung Bulu’ yang dulunya
bernama Ujung Budu’ yang artinya ujung gunung
dalam kawasan karst Maros-Pangkep dulunya
merupakan daerah pendaratan terakhir para
pejuang setelah bergerilya dimasa penjajahan
Belanda. Dusun Ujung Bulu’ yang masuk
kedalam wilayah Desa Botolempangan memiliki
potensi wisata alam karst dan gua yang unik.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
sumberdaya alam yang dimiliki desa ini yaitu
terdapat karst dan tujuh Gua dan bebatuan yang
dibentuk oleh alam, yaitu:
1. Leang Botto 1 (Gua yang berisi tumpukan
kerang),
2. Leang Botto 2 (Gua yang berisi tumpukan
tulang belulang manusia),
3. Leang Longga (Gua yang terdapat bekas
telapak tangan),
4. Tedong Labboro (Batu yang berbentuk
Kerbau),
5. Leang Tambasila (Gua yang masuk dalam
cagar budaya),
6. Leang Ambe (Gua yang terdapat gambar
elang),
7. Leang Buaya (Gua yang terdapat fosil – fosil
Anoa), dan
8. Paccinikang (Gua tempat masyarakat
membawa sesajen).
Berdasarkan hasil identifikasi potensi yang
telah dilakukan melalui observasi, wawancara
dan FGD (Gambar 1), terlihat bahwa Desa
Botolempangan mempunyai kekayaan
sumberdaya alam yang khas. Dengan perpaduan
antara sumberdaya alam karst dan gua–gua yang
memiliki sejarah menjadikan desa tersebut sangat
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
438
potensial untuk dikunjungi oleh wisatawan
berbasis desa wisata. Karakteristik masyarakat
dengan berabagai macam latarbelakang pekerjaan
yang bergantung pada alam juga menjadi potensi
tersendiri yang mendukung wisata. Salah satu
pekerjaan masyarakat yang dimaksud adalah
petambak yang memiliki hamparan tambak dan
kolam ikan di tengah–tengah karst dan gua yang
menjadi keunikan tersendiri (Gambar 2), sehingga
dapat diintegrasikan dengan wisata perikanan,
apakah melalui wisata perahu, pancing, wisata
kuliner perikanan, atau sekedar memberi makan
ikan ditambak dan kolam.
Gambar 1. Pelaksanaan FGD di Desa Botolempangan
Gambar 2. Hamparan Kolam ditengah Karst dan Gua.
Desa Botolempangan khususnya di dusun
Ujung Bulu’ memiliki suatu keyakinan kolektif
bahwa hewan seperti kuda tidak dipernolehkan
masuk ke dalam Dusun Ujung Bulu, oleh karena
hewan tersebut akan mati dengan sendirinya. Hal
ini sering terjadi dan telah menjadi keyakinan
masyarakat lokal. Dengan demikian masyarakat
setempat tidak ada lagi yang membawa hewan
kuda ke dalam Dusun Ujung Bulu’ tersebut.
Sementara itu, telah menjadi “budaya”
masyarakat setempat jika menjelang panen
masyarakat setempat biasanya membawa sesajen
ke Paccinikang guna memohon agar panen dapat
berjalan dengan baik, dan melimpah melupakan
budaya yang ada didaerah tersebut. Di Leang
Botto 2 terdapat banyak sekali tulang belulang
manusia. Menurut keterangan warga bahwa
lokasi tersebut merupakan tempat pembuangan
manusia utamanya pada jaman Belanda.
Berdasarkan identifikasi dan observasi
yang dilakukan, maka dapat dirumuskan
beberapa potensi yang dapat dijadikan objek
wisata bagi pengunjung di Desa Botolempangan,
yaitu:
1. Wisata Karts
2. Wisata Gua (Leang)
3. Wisata Perikanan (Wisata Pancing, Kuliner
dan Perahu)
4. Kera endemik Sulawesi
5. Panorama (Sunset)
6. Outbond
7. Wisata Pendidikan
8. Perkemahan
Kim et al. (2018) mengatakan bahwa suatu
objek wisata yang dipasarkan memerlukan
branding atau pencitraan untuk membantu
membedakan antara wisata tersebut dengan
wisata pesaingnya. Hal ini sangat sesuai dengan
kondisi desa Botolempangan yang dinilai
memiliki objek wisata yang unik dan tidak
terdapat di daerah pesaingnya di Kabupaten
Maros dan Pangkep yang juga memiliki
sumberdaya alam karst, seperti Bantimurung dan
Rammang- rammang, sehingga desa ini dapat
dicitra kan dengan desa wisata yang memadukan
sumberdaya alam karst, gua dan wisata lainnya.
3.2. Strategi Pengembangan
3.2.1. Identifikasi Faktor Strategis (Internal dan
Eksternal)
Identifikasi faktor strategis (internal dan
eksternal) terkait strategi pengembangan desa
wisata Botolempangan Kabupaten Maros yang
dihasilkan dari kegiatan observasi, wawancara,
dan FGD dengan stakeholder dan masyarakat
setempat (Tabel 1).
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
439
Tabel 1. Hasil Identifikasi Faktor Strategis Internal.
No Faktor Strategis Internal
A
1
2
3
4
5
KEKUATAN (Strengths)
Merupakan bagian gugus Karts Kawasan Maros – Pangkep yang ditetapkan sebagai
Kawasan geopark nasional Tahun 2017
Kemudahan aksesibilitas dari Bandara, Kota Makassar dan Kota Maros
Lingkungan masih asri dan alami khas suasana desa yang memiliki kerifan lokal
Terdapat 7 Situs gua dengan keunikan prasejarah purbakala yang merupakan habitat satwa
endemik Kera Sulawesi
Memiliki potensi wisata perikanan dan wisata pendidikan
B
1
2
3
4
5
KELEMAHAN (Weakness)
Dukungan pemerintah daerah belum optimal
Kelembagaan masyarakat belum terorganisir dan belum terampil dalam mengelola pariwisata
Wisata alam belum terintegrasi dengan wisata lainnya yang potensial seperti wisata kuliner,
pendidikan dan perikanan
Lokasi wisata karst Botolempangan belum populer karena masih kurangnya promosi
Masih banyak Infrastruktur pendukung wisata yang belum tersedia
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)
Berdasarkan hasil identifikasi faktor
strategi internal (Tabel 1), diperoleh hasil yaitu
faktor Kekuatan dari desa wisata Botolempangan
adalah;
1) Desa Botolempangan adalah bagian gugus
karts kawasan Maros–Pangkep yang
ditetapkan sebagai kawasan geopark nasional
tahun 2017 melalui SK. Gubernur Sulawesi
Selatan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
suatu bentuk pengelolaan kawasan yang
berdampak pada kesejahteraan masyarakat
dan keberlanjutan sumberdaya alam
setempat.
2) Kemudahan aksesibilitas dari bandara, Kota
Makassar dan Kota Maros. Kemudahan
aksesibilitas ini berdampak positif terhadap
kemudahan akses pengunjung yang akan
mengunjungi kawasan desa Botolempangan,
sehingga dapat dengan mudah dijangkau dan
dekat dengan sarana transportasi darat dan
udara.
3) Lingkungan masih asri dan alami khas
suasana desa yang memiliki kerifan lokal.
Salah satu potensi desa Botolempangan
adalah kealamian kawasan khas desa dengan
kearifan lokal masyarakat berupa budaya dan
karakteristik masyarakat yang beragam.
4) Terdapat tujuh Situs gua dengan keunikan
prasejarah purbakala yang merupakan
habitat satwa endemik Kera Sulawesi. Situs
gua yang menyimpan sejarah keunikan
masing–masing yang menjadi habitat kera
Sulawesi menjadi ciri khas tersendiri bagi
kawasan desa Botolempangan untuk
dikunjungi oleh wisatawan.
5) Memiliki potensi wisata perikanan dan wisata
pendidikan. Potensi wisata perikanan terlihat
dari hamparan kolam dan tambak yang
berada diantara karst dan gua, sehingga dapat
menjadi pendukung desa wisata; diantaranya
wisata kuliner, pancing dan perahu. Wisata
pendidikan mulai dari PAUD hingga
Perguruan Tinggi dapat dilakukan di desa ini
melalui potensi sumberdaya alam yang dapat
menambah ilmu pengetahuan.
Hasil identifikasi faktor strategis internal
yaitu faktor Kelemahan dari desa wisata
Botolempangan adalah;
1) Dukungan pemerintah daerah belum optimal.
Belum optimalnya dukungan pemerintah
terlihat dari belum adanya SK. Pengelola desa
wisata Botolempangan dari instansi terkait.
2) Kelembagaan masyarakat belum terorganisir
dan belum terampil dalam mengelola
pariwisata. Hal ini disebabkan tidak adanya
dukungan pemerintah dalam melatih
masyarakat untuk meningkatkan
keterampilan mereka dalam mengorganisir
wisata yang ada didaerah mereka. Hal ini
dipertegas Asriandi et al. (2018) bahwa
budaya organisasi dalam kondusifitas
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
440
Tabel 2. Hasil Identifikasi Faktor Strategis Eksternal.
No Faktor Strategis Eksternal
A
1
2
3
4
5
PELUANG (Opportunities)
Kecenderungan wisatawan untuk berwisata dalam dimensi tradisi kearifan lokal dan alami
Minat masyarakat untuk berwisata semakin meningkat.
Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa Botolempangan
Kecenderungan masyarakat memperlihatkan eksistensinya di sosial media ketika berkunjung ke
suatu tempat
Objek pengembangan penelitian dan pengabdian perguruan tinggi
B
1
2
3
4
5
ANCAMAN (Threats)
Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak swasta untuk mendukung pabrik semen jika tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat
Masyarakat dapat menjual lahannya kepada pihak swasta untuk dikelola
Dekat dengan beberapa kawasan yang telah duluan hits seperti rammang – rammang dan
Bantimurung sehingga butuh promosi lebih gencar
Pembangunan rel kereta api yang melintasi sebagian kawasan desa wisata
Timbulnya konflik
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)
lingkungan kerja dapat berdampak baik pada
loyalitas dan kinerja.
3) Wisata alam belum terintegrasi dengan wisata
lainnya yang potensial seperti wisata kuliner,
pendidikan dan perikanan. Wisatawan yang
berkunjung selama ini hanya disuguhkan
wisata alam yang ada, padahal dapat
diintegrasikan dengan potensi lainnya untuk
menambah minat kunjungan wisatawan yang
otomatis dapat menambah pendapatan
masyarakat, seperti diintegrasikan dengan
wisata perikanan dan wisata pendidikan.
Wisata perikanan dapat diintegrasikan
melalui kegiatan wisata perahu, mancing, dan
memberi makan ikan untuk mendukung
pertumbuhan ikan dikolam dan tambak,
seperti yang dinyatakan oleh Masriah &
Alpiani (2019) bahwa pakan adalah faktor
penting bagi pertumbuhan ikan.
4) Lokasi wisata karst Botolempangan belum
populer karena masih kurangnya promosi.
Diperlukan sinergitas antara pemerintah dan
pengelola kawasan ini dalam
mempromosikan desa wisata Botolempangan
agar dapat menjadi alternatif wisata di
kabupaten Maros dengan bekerjasama
dengan pihak travel lokal yang telah
mempopulerkan objek wisata lainnya di
kabupaten Maros.
5) Masih banyak Infrastruktur pendukung
wisata yang belum tersedia. Infrastruktur
pendukung wisata yang paling dasar yang
belum tersedia, yaitu area parkir dan jalan
yang belum baik untuk akses ke beberapa
titik gua. Hal ini menjadikan pengunjung
sulit mengakses titik–titik lokasi yang
diinginkan serta mempengaruhi kenyamanan
pengunjung.
Selain faktor strategis internal yaitu faktor
Kekuatan dan Kelemahan, Desa Botolempangan
juga memiliki faktor strategis eksternal terkait
dengan pengembangan daerah ini menjadi desa
wisata (Tabel 2).
Berdasarkan hasil identifikasi faktor
strategis eksternal, diperoleh faktor Peluang,
yaitu:
1) Kecenderungan wisatawan untuk berwisata
dalam dimensi tradisi kearifan lokal dan
alami. Merebaknya wisata berbasis alam yang
ada di Indonesia sangat didukung oleh minat
wisatawan baik lokal maupun internasional
untuk berwisata outdor yang menyajikan
keindahan alam dan budaya sehingga hal ini
menjadi peluang bagi berkembangnya
industri pariwisata.
2) Minat masyarakat untuk berwisata semakin
meningkat. Padatnya kesibukan masyarakat
kota menyebabkan keinginan berwisata
menjadi meningkat, terlebih lagi dimasa new
normal yang telah melewati masa lockdown,
menyebabkan masyarakat ingin berwisata
untuk melepas kebosanan dan mendapatkan
suasana baru.
3) Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa
Botolempangan. Salah satu dukungan
pemerintah desa Botolempangan yaitu dengan
membangun sarana jalan bagi kemudahan
akses ke lokasi desa wisata sehingga dapat
ditempuh dengan kendaraan roda empat
hingga ke titik area wisata.
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
441
4) Kecenderungan masyarakat memperlihatkan
eksistensinya di sosial media ketika
berkunjung ke suatu tempat. Secara tidak
langsung, sosial media menjadi wadah
promosi gratis bagi desa wisata
Botolempangan yang dapat dengan mudah
diakses oleh orang lain. Hal ini menjadi
peluang tersendiri bagi industri pariwisata
saat ini.
5) Objek pengembangan penelitian dan
pengabdian perguruan tinggi. Kawasan
wisata Botolempangan dengan sumberdaya
alamnya dapat menjadi objek penelitian
perguruan tinggi, serta dapat menjadi objek
pengabdian masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
masyarakat setempat. Menurut Nisaa &
Latifah (2019) bahwa program pengabdian
kepada masyarakat melalui pola kemitraan
dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat sesuai dengan
potensi wilayahnya.
Hasil identifikasi faktor strategis eksternal
yaitu faktor Ancaman dari desa wisata
Botolempangan adalah;
1) Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak
swasta untuk mendukung pabrik semen jika
tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini
menjadi tantangan tersendiri bagi kawasan
desa Botolempangan yang memiliki karst
yang dapat digunakan sebagai industri semen
yang ada di Kabupaten Pangkep, seperti yang
terjadi pada karst yang ada di wilayah
Pangkep dan Maros.
2) Masyarakat dapat menjual lahannya kepada
pihak swasta untuk dikelola. Karena
kepemilikan lahan yang ada di area wisata
desa Botolempangan bukan milik pemerintah,
melainkan hak milik pribadi, maka menjadi
ancaman tersendiri jika pihak swasta
mengelola atau bahkan membeli lahan
tersebut, sehingga area wisata tidak menjadi
satu kesatuan yang dikelola bersama.
Alpiani (2019) menegaskan bahwa sistem
kapitalis yang ada dalam suatu wilayah
memiliki ciri yaitu dengan menggunakan
modal yang besar untuk mencapai
keuntungan yang besar pula tetapi upah yang
diberikan kepada pekerja tidak sesuai dengan
jasa yang mereka berikan.
3) Dekat dengan beberapa kawasan yang telah
duluan hits seperti rammang – rammang dan
Bantimurung sehingga butuh promosi lebih
gencar. Kawasan wisata rammang – rammang
dan Bantimurung yang telah lama menjadi
kunjungan wisatawan menjadi tantangan
tersendiri bagi desa wisata Botolempangan
jika tidak dapat menjadi alternatif wisata
yang dapat mengungguli wisata lain yang
telah hits, karena bertempat di daerah yang
sama yaitu Kabupaten Maros.
4) Pembangunan rel kereta api yang melintasi
sebagian kawasan desa wisata. Rel kereta api
yang melintas di kawasan wisata dapat
mengambil sebagian lokasi wisata dan perlu
dibuat suatu konsep jalur wisata yang aman
bagi pengunjung.
5) Timbulnya konflik. Dengan berbagai macam
karakteristik masyarakat dan kompleksitas
masalah yang dapat muncul yang
berhubungan dengan pengembangan desa
wisata menjadi tantangan tersendiri karena
dapat menyebabkan konflik baik dengan
pemerintah maupun dengan masyarakat
sendiri, salah satunya adalah konflik
kepemilikan lahan dan kerjasama dengan
pihak ketiga sebagai investor yang mengelola
lokasi wisata. Menurut Daris et al. (2019)
bahwa konflik semi–modern dapat berasal
dari investor lokal dan perusahaan besar
pemilik modal yang dapat membuat konflik
berkepanjangan di tengah masyarakat.
3.2.2. Analisis Faktor Strategi Internal dan
Eksternal (IFAS – EFAS)
Faktor strategis internal dan eksternal yang
telah dianalisis melalui tahapan penilaian atau
skoring berdasarkan faktor internal dan ekternal
yang telah diidentifikasi (Tabel 1 dan 2). Analisis
IFAS (Faktor Strategi Internal) dan EFAS Faktor
Strategis Eksternal dihasilkan melalui penilaian
responden. Matriks IFAS dan EFAS disusun
untuk mengetahui tingkat kepentingan
berdasarkan bobot dan rating yang kemudian
menjadi dasar bagi pemeringkatan. Untuk lebih
jelasnya maka Matriks IFAS dan EFAS dapat
dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
442
Tabel 3. Matriks IFAS.
No Faktor Strategis Internal
Bobot Rating Skor
A
1
2
3
4
5
B
1
2
3
4
5
KEKUATAN (Strengths)
Merupakan bagian gugus Karts Kawasan Maros –
Pangkep yang ditetapkan sebagai
Kawasan geopark nasional Tahun 2017
Kemudahan aksesibilitas dari Bandara, Kota Makassar
dan Kota Maros
Lingkungan masih asri dan alami khas suasana desa
yang memiliki kerifan lokal
Terdapat 7 Situs gua dengan keunikan prasejarah
purbakala yang merupakan habitat satwa endemik Kera
Sulawesi
Memiliki potensi wisata perikanan dan wisata
pendidikan
Sub Total
KELEMAHAN (Weakness)
Dukungan pemerintah daerah belum optimal
Kelembagaan masyarakat belum terorganisir dan belum
terampil dalam mengelola pariwisata
Wisata alam belum terintegrasi dengan wisata lainnya
yang potensial seperti wisata kuliner, pendidikan dan
perikanan
Lokasi wisata karst Botolempangan belum populer
karena masih kurangnya promosi
Masih banyak Infrastruktur pendukung wisata yang
belum tersedia
Sub Total
Total
0.125
0.063
0.094
0.094
0.094
0.094
0.125
0.094
0.125
0.094
4
3
4
4
4
1.5
1
2
1
2
0.500
0.188
0.375
0.375
0.375
1.813
0.141
0.125
0.188
0.125
0.188
1.766
2.578
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)
Berdasarkan hasil evaluasi faktor strategis
internal IFAS (Tabel 3), maka diperoleh nilai
2,578 yang terdiri dari nilai faktor kekuatan
sebesar 1,813 dan nilai faktor kelemahan sebesar
1,766. Dari nilai tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kedudukan faktor internal
dalam pengembangan desa Botolempangan
menjadi desa wisata adalah tergolong kuat (2,578
> 2,500). Hal ini berdasarkan pernyataan
Wheelen, T. Hunger David, T. Hoffman, A N.
Bamford (2018) yang menyatakan bahwa bila total
skoring IFE (Internal factor evaluation) lebih dari
2,5 (>2,5) maka dinyatakan tergolong kuat, dan
bila kurang dari 2,5 (<2,5) maka dinyatakan
tergolong lemah. Berdasarkan tabel 3 maka dapat
disimpulkan bahwa faktor strategi internal pada
bagian faktor kekuatan lebih kuat pengaruhnya
dibandingkan dengan faktor kelemahan. Faktor
internal ini dikategorikan kuat pengaruhnya
terhadap pengembangan desa wisata
Botolempangan.
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
443
Tabel 4. Matriks EFAS.
No Faktor Strategis Internal
Bobot Rating Skor
A
1
2
3
4
5
B
1
2
3
4
5
PELUANG (Opportunities)
Kecenderungan wisatawan untuk berwisata dalam
dimensi tradisi kearifan lokal dan alami
Minat masyarakat untuk berwisata semakin
meningkat.
Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa
Botolempangan
Kecenderungan masyarakat memperlihatkan
eksistensinya di sosial media ketika berkunjung ke
suatu tempat
Objek pengembangan penelitian dan pengabdian
perguruan tinggi
Sub Total
ANCAMAN (Threats)
Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak swasta
untuk mendukung pabrik semen jika tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat
Masyarakat dapat menjual lahannya kepada pihak
swasta untuk dikelola
Dekat dengan beberapa kawasan yang telah duluan
hits seperti rammang – rammang dan Bantimurung
sehingga butuh promosi lebih gencar
Pembangunan rel kereta api yang melintasi sebagian
kawasan desa wisata
Timbulnya konflik
Sub Total
Total
0.121
0.091
0.121
0.121
0.061
0.121
0.091
0.061
0.091
0.121
4
4
4
3
3
1
1
2
2
1
0.485
0.364
0.485
0.364
0.182
1.879
0.121
0.091
0.121
0.182
0.121
0.636
2.515
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)
Berdasarkan hasil evaluasi faktor strategis
eksternal (Tabel 4), maka diperoleh nilai sebesar
2,515 yang terdiri dari nilai faktor peluang sebesar
1,879 dan nilai faktor ancaman sebesar 0,636. Jika
melihat dari nilai tersebut, maka terindikasi kuat
bahwa faktor eksternal dalam strategi
pengembangan desa wisata Botolempangan
adalah tergolong kuat karena nilainya lebih besar
dari 2,500 (2,515 > 2,500). Hal ini berdasarkan
pernyataan Wheelen et al. (2018) bahwa apabila
total skoring External Factor Evaluation (EFE)
lebih dari 2,5 (>2,5) maka dapat dikategorikan
bahwa faktor tersebut cukup kuat, dan sebaliknya
bila kurang dari 2,5 (< 2,5) maka dikategorikan
bahwa faktor tersebut lemah. Berdasarkan hasil
analisis faktor EFAS terhadap pengembangan
Desa Wisata Botolempangan dikategorikan cukup
kuat pengaruhnya namun masih rendah jika
dibandingkan dengan faktor strategis internal
(IFAS). Hasil evaluasi EFAS pada faktor peluang
lebih berpengaruh jika dibandingkan dengan
faktor ancaman.
3.2.3. Analisis Matriks Space
Untuk menunjukkan kesesuaian suatu
strategi dalam suatu organisasi, maka matriks
space yang terdiri dari posisi strategis agresif,
konservatif, defensive dan kompetitif. Rangkuti
(2013) menyatakan bahwa untuk mempertajam
suatu strategi matriks IE yang telah dianalisis,
maka dapat menggunakan matriks space. Matriks
Space disini digunakan untuk melihat posisi Desa
Wisata Botolempangan saat ini dan melihat arah
pengembangan desa wisata Botolempangan
kedepan. Parameter yang digunakan berasal dari
matriks IFAS dan EFAS, yang terdiri dari selisih
skor faktor internal (faktor kekuatan dan
kelamahan) dan selisih skor faktor eksternal
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
444
Tabel 5. Nilai Estimasi Matriks Space.
Faktor Nilai Selisih
Kekuatan – Kelemahan 1.813 - 1.766 0.047
Peluang - Ancaman 1.879 - 0.636 1.243
Sumber : Hasil Analisis Data Primer (2020)
Gambar 3. Diagram Space Pemetaan Faktor Internal dan Eksternal
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 S
T
W
KUADRAN III
Strategi KonservatifKUADRAN I
Strategi Agresif
KUADRAN II
Strategi
KUADRAN IV
Strategi Defensif
(faktor peluang dan ancaman) (Kamiske, 2015).
Estimasi nilai matriks space dapat dilihat pada
Tabel 5.
Berdasarkan estimasi dari faktor internal
dan eksternal yang tersaji pada diagram space
(Gambar 3) menunjukkan bahwa posisi
pengembangan desa wisata Botolempangan
berada pada kuadran I (strategi agresif). Pada
kondisi dapat diartikan sebagai kondisi dimana
pengelolaan yang ada saat ini bersifat stabil dan
dapat dikembangkan dengan lebih agresif atau
lebih luas dengan berbagai inovasi dan
mengembangkan potensi–potensi yang dimiliki.
Peluang–peluang yang ada dapat dimanfaatkan
dengan mengoptimalkan melalui kekuatan yang
dimiliki. Faktor peluang disini yaitu trend minat
wisatawan yang sangat besar terhadap wisata
alam yang bersifat kedaerahan, sehingga desa
wisata Botolempangan menjadi alternatif wisata
yang sangat potensial. Salah satu kekuatan yang
dimiliki oleh Desa Botolempangan adalah wisata
alam karst dan gua, wisata pendidikan dan wisata
perikanan yang ketiganya dapat diintegrasikan
untuk menjadi kekuatan unggulan daerah
dibawah naungan desa wisata. Berdasarkan
faktor strategis peluang dan kekuatan yang telah
dipetakan dalam matriks space, maka strategi
yang paling utama dapat dilakukan adalah
mengoptimalkan promosi wisata alam terintegrasi
wisata pendidikan dan wisata perikanan dalam
nuansa pedesaan dengan memanfaatkan peluang
minat wisatawan saat ini untuk berwisata alam
dan eksistensi di media sosial. Hal ini
berdasarkan penelitian dari Kim et al. (2018)
bahwa promosi wisata dapat dilakukan oleh
pemilik, pengelola, ataupun peneliti pariwisata
serta melibatkan pengunjung, untuk menciptakan
branding suatu objek wisata. Hal ini dipertegas
O
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
445
oleh Massiseng et al. (2020) bahwa promosi yang
dilakukan oleh pengelola ekowisata dapat
menjadi ajang informasi bagi wisatawan untuk
menjadi alternatif prioritas wisata yang akan
dikunjungi.
3.2.4. Analisis Matriks SWOT
Faktor internal dan Faktor eksternal yang
telah diidentifikasi mempengaruhi strategi
pengembangan desa wisata Botolempangan
diamati melalui identifikasi faktor kekuatan–
kelemahan dan peluang-ancaman. Berdasarkan
hasil observasi dan informasi yang diperoleh dari
wawancara dan pengamatan secara langsung di
lapangan, maka faktor – faktor ekternal dan faktor
faktor internal pengembangan desa
Botolempangan menjadi desa wisata dapat dilihat
pada matriks SWOT (Tabel 6).
Empat Strategi yang dihasilkan dalam
matriks SWOT yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan desa Botolempangan menjadi
desa wisata adalah:
1. Strategi S – O yaitu dengan peningkatan
sinergitas antara pihak pemerintah, perguruan
tinggi dan masyarakat khususnya pengelola
dalam memaksimalkan faktor-faktor
penunjang penyelenggaraan desa wisata.
2. Strategi S – T yaitu dengan mengelola
kawasan karst Botolempangan menjadi desa
wisata yang terintegrasi wisata alam, wisata
perikanan, wisata kuliner dan wisata
pendidikan.
3. Strategi W – O yaitu dengan mengoptimalkan
anggaran desa untuk meningkatkan fasilitas
wisata dan pemberian edukasi bagi pengelola
dalam menunjang kepariwisataan
4. Strategi W – T yaitu dengan peningkatan
promosi yang mengedepankan keunikan
wilayah, fasilitas dan kenyamanan
berkunjung melalui sosial media dan
kemitraan dengan travel lokal.
Dalam mengembangkan suatu pariwisata,
partisipasi masyarakat menjadi sangat penting
dalam mengemas berbagai macam inovasi seperti
wisata edukasi. Selain itu keterlibatan
masyarakat juga diperlukan dalam
mengembangkan sarana dan prasarana dalam
mendukung daya tarik wisata agar lebih menarik
minat wisatawan. Lainnya lagi adalah masyarakat
juga harus terlibat menjadi pengelola yang
menjada keberlanjutan sumber daya alam, serta
mengurangi dampak lingkungan dari praktik
wisata sehingga pengunjung merasa nyaman
(Vitasurya, 2016).
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Potensi wisata alam yang unik di Desa
Botolempangan yang dapat mendukung
terwujudnya desa wisata adalah : Leang Botto 1,
Leang Botto 2, Leang Longga, Tedong Labboro,
Leang Tambasila, Leang Ambe, Leang Buaya dan
Paccinikang. Potensi keseluruhan yang dapat
dijadikan objek wisata bagi pengunjung di Desa
Botolempangan, yaitu : Wisata Karts, Wisata Gua
(Leang), Wisata Perikanan (Wisata Pancing,
Perahu dan kuliner), Kera endemik Sulawesi,
Panorama (Sunset), Outbond, Wisata Pendidikan
dan kawasan Perkemahan. Beberapa strategi yang
dapat dilakukan untuk pengembangan desa
Botolempangan menjadi desa wisata adalah:
a. Peningkatan sinergitas antara pihak
pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat
khususnya pengelola dalam memaksimalkan
faktor-faktor penunjang penyelenggaraan
desa wisata.
b. Mengelola kawasan karst Botolempangan
menjadi desa wisata yang terintegrasi wisata
alam, wisata perikanan, wisata kuliner dan
wisata pendidikan.
c. Mengoptimalkan anggaran desa untuk
meningkatkan fasilitas wisata dan pemberian
edukasi bagi pengelola dalam menunjang
kepariwisataan
d. Peningkatan promosi yang mengedepankan
keunikan wilayah, fasilitas dan kenyamanan
berkunjung melalui sosial media dan
kemitraan dengan travel lokal.
4.2. Saran
Desa Botolempangan merupakan salah satu
aset daerah yang memiliki potensi wisata alam
yang unik yang tidak terdapat didaerah lain.
Perlunya sinergitas antara semua stakeholder
sangat diperlukan bagi pengembangannya, selain
itu pelibatan pemuda dalam pengelolaan desa
wisata botolempangan menjadi sangat penting
karena mengusai teknologi dan sosial media
sebagai sarana promosi untuk pengembangan
kedepan.
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
446
Tabel 6. Nilai Estimasi Matriks Space.
Kekuatan (S)
1. Merupakan bagian gugus
Karts Kawasan Maros –
Pangkep yang ditetapkan
sebagai Kawasan
geopark nasional Tahun
2017
2. Kemudahan aksesibilitas
dari Bandara, Kota
Makassar dan Kota
Maros
3. Lingkungan masih asri
dan alami khas suasana
desa yang memiliki
kerifan lokal
4. Terdapat 7 Situs gua
dengan keunikan
prasejarah purbakala
yang merupakan habitat
satwa endemik Kera
Sulawesi
5. Memiliki potensi
wisata perikanan dan
wisata pendidikan
Kelemahan (W)
1. Dukungan pemerintah
daerah belum optimal
2. Kelembagaan
masyarakat belum
terorganisir dan belum
terampil dalam
mengelola pariwisata
3. Wisata alam belum
terintegrasi dengan
wisata lainnya yang
potensial seperti wisata
kuliner, pendidikan
dan perikanan
4. Lokasi wisata karst
Botolempangan belum
populer karena masih
kurangnya promosi
5. Masih banyak
Infrastruktur
pendukung wisata
yang belum tersedia
Peluang (O) 1. Kecenderungan wisatawan untuk berwisata
dalam dimensi tradisi kearifan lokal dan
alami
2. Minat masyarakat untuk berwisata semakin
meningkat.
3. Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa
Botolempangan
4. Kecenderungan masyarakat memperlihatkan
eksistensinya di sosial media ketika
berkunjung ke suatu tempat
5. Objek pengembangan penelitian dan
pengabdian perguruan tinggi
S-O :
Strategi peningkatan
sinergitas antara pihak
pemerintah, perguruan tinggi
dan masyarakat khususnya
pengelola dalam
memaksimalkan faktor-faktor
penunjang penyelenggaraan
desa wisata.
W-O
Strategi mengoptimalkan
anggaran desa untuk
meningkatkan fasilitas
wisata dan pemberian
edukasi bagi pengelola
dalam menunjang
kepariwisataan
Ancaman (T) 1. Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak
swasta untuk mendukung pabrik semen jika
tidak dimanfaatkan oleh masyarakat
2. Masyarakat dapat menjual lahannya kepada
pihak swasta untuk dikelola
3. Dekat dengan beberapa kawasan yang telah
duluan hits seperti rammang – rammang dan
Bantimurung sehingga butuh promosi lebih
gencar
4. Pembangunan rel kereta api yang melintasi
sebagian kawasan desa wisata
5. Timbulnya Konflik
S-T
Strategi mengelola kawasan
karst Botolempangan
menjadi Desa Wisata yang
terintegrasi wisata alam,
wisata perikanan, wisata
kuliner dan wisata
pendidikan.
W-T
Strategi peningkatan
promosi yang
mengedepankan keunikan
wilayah, fasilitas dan
kenyamanan berkunjung
melalui sosial media dan
kemitraan dengan travel
lokal.
Sumber : Hasil Analisis Data Primer (2020)
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
447
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih ditujukan kepada
pemerintah Kabupaten Maros khususnya Kepala
Desa Botolempangan yang telah membantu
memfasilitasi jalannya penelitian, tokoh adat,
tokoh agama dan masyarakat Desa
Botolempangan yang telah memberikan
sumbangsih informasi terkait Desa
Botolempangan. Terimakasih pula disampaikan
kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Ristekbrin yang telah memberikan
sumbangsih pendanaan bagi penelitian ini.
REFERENSI
Alpiani. (2019). Pola Hubungan dan Sistem Bagi Hasil Punggawa - Sawi pada Alat Tangkap Bagan
Rambo di Kabupaten Barru. Gorontalo Fisheries Journal, 2(1), 37–48.
Asriandi, Umar Gani, M., & Hasbi, A. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Lingkungan Kerja
Terhadap Loyalitas Karyawan Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Industri Kapal
Indonesia (Persero) Makassar. Jemma, 1(2), 1–13.
Chen, B., Nakama, Y., & Zhang, Y. (2017). Traditional village forest landscapes: Tourists’ attitudes and
preferences for conservation. Tourism Management, 59, 652–662.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2016.09.007
Daft, Richard L. (2012) Manajemen. Edisi 1, Alih bahasa oleh Edward Tanujaya dan Shirly Tiolina.
Salemba Empat, Jakarta.
Daris, L., Wahyuti, & Yusuf, M. (2019). Conflict dynamics of fishery resources utilization in Maros
District, South Sulawesi Province, Indonesia. AACL Bioflux, 12(3), 786–791.
Derek, M., Woźniak, E., & Kulczyk, S. (2019). Clustering nature-based tourists by activity. Social,
economic and spatial dimensions. Tourism Management, 75(August 2018), 509–521.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2019.06.014
Kamiske, G. F. (2015). SWOT - Analyse. In Handbuch QM-Methoden.
https://doi.org/10.3139/9783446444416.032
Kim, H., Stepchenkova, S., & Babalou, V. (2018). Branding destination co-creatively: A case study of
tourists’ involvement in the naming of a local attraction. Tourism Management Perspectives,
28(January), 189–200. https://doi.org/10.1016/j.tmp.2018.09.003
Masriah, A dan Alpiani, A. (2019). Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Bandeng (Chanos chanos forsskal)
yang diberi pakan dengan dua jenis Sumber Bahan Baku Karbohidrat Pakan Yang Terhidrolisis
Limbah Cairan Rumen Sapi. Gorontalo Fisheries Journal, 2(2), 78–87.
Massiseng, A. N. A., Tuwo, A., Fachry, M. E., & Bahar, A. (2020). A dynamic simulation of mangrove
ecotourism management at the Lantebung of Makassar City. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 584, 012039. https://doi.org/10.1088/1755-1315/584/1/012039
N, F. A., Krisnani, H., & Darwis, R. S. (2015). Pengembangan Desa Wisata Melalui Konsep Community
Based Tourism. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(3).
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i3.13581
Nikjoo, A., & Bakhshi, H. (2019). The presence of tourists and residents in shared travel photos. Tourism
Management, 70(April 2018), 89–98. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2018.08.005
Nisaa, K., & Latifah, M. (2019). Pemanfaatan Sampah Organik Perkotaan Dalam Pembuatan Pupuk
Organik Cair Menggunakan Dekomposer Mikroorganisme Lokal (MoL). MATAPPA: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 100. https://doi.org/10.31100/matappa.v2i2.432
Rangkuti, Freddy. (2013). Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT Cara Perhitungan Bobot,
Rating, dan OCAI. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumadi Suryabrata (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali.
Vitasurya, V. R. (2016). Local Wisdom for Sustainable Development of Rural Tourism, Case on Kalibiru
and Lopati Village, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 216(October 2015), 97–108. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.12.014
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
448
Wheelen, T. Hunger David, T. Hoffman, A N. Bamford, C. E. (2018). Iris degeneration in the royal College
of Surgeons rat. In Strategic Management and Business Policy (15th ed.). Retrieved from
https://www.kappas.gr/book.pdf
Zakaria, F., & Suprihardjo, D. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan
Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Teknik Pomits, 3(2), C245–C249. https://doi.org/2337-
3520
How to cite this article:
K.N. Putri, M.A. Asgar, & A.N.A. Massiseng. 2020. Study of potential and development strategy of the
Botolempangan Tourist Village in Maros Regency, Indonesia. Agrikan: Jurnal Agribisnis
Perikanan, 13(2): 435-448. DOI: https://doi.org/10.29239/j.agrikan.13.2.435-448