study of potential and development strategy of the

14
OPEN ACCES Vol. 13 No. 2: 435-448 Oktober 2020 Peer-Reviewed Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.435-448 Kajian potensi dan strategi pengembangan Desa Wisata Botolempangan Kabupaten Maros, Indonesia (Study of potential and development strategy of the Botolempangan Tourist Village in Maros Regency, Indonesia) Kattya Nusantari Putri 1 , Muhammad Adam Asgar 2 , Andi Nur Apung Massiseng 2 1 Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Cokroaminoto Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia 2 Program Studi Agrobisnis Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia Info Artikel: Diterima : 21 November 2020 Disetujui : 29 November 2020 Dipublikasi : 30 November 2020 Artikel Penelitian Keyword: Tourism Village; Botolempangan; Tourism Potential; Maros Regency; Desa Wisata; Botolempangan; Potensi Wisata; Kabupaten Maros Korespondensi: Andi Nur Apung Massiseng Program Studi Agrobisnis Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia Email: [email protected] Copyright© 2020 The Author(s) Oktober Abstrak. Animo masyarakat yang semakin besar dalam berwisata menjadi kekuatan tersendiri bagi industri pariwisata saat ini. Eksistensi seseorang dalam berwisata yang dapat diperlihatkan di media sosial dapat menjadi kekuatan yang secara tidak langsung dapat menjadi alat promosi. Desa wisata yang trend saat ini adalah salah satu bentuk wisata yang terdiri dari wisata alam yang diintegrasikan dengan wisata lainnya, sehingga memberikan nilai keunikan tersendiri dibanding wisata lainnya. Kawasan Karst yang ada di Kabupaten Maros dan Pangkep sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan wisata, tetapi saat ini kawasan karst tersebut telah banyak dijadikan sebagai bahan baku industri semen. Salah satu desa yang memiliki wisata alam karst di Kabupaten Maros adalah desa Botolempangan yang telah direncanakan oleh pemerintah desa sebagai desa wisata karena memiliki berbagai macam keunikan sumberdaya alam yang dapat menjadi alternatif pendapatan baru bagi masyarakat, sehingga sangat penting untuk dikembangkan sekaligus menjadi alasan untuk mempertahankan kawasan karst yang mulai tergerus oleh perusahaan industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi wisata dan menganalisis strategi pengembangan desa wisata Botolempangan . Metode penelitian yang digunakan yaitu observasi, wawancara secara mendalam dan FGD. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa desa Botolempangan memiliki potensi wisata berupa wisata alam karst, wisata alam gua (leang), wisata perikanan, kera endemik Sulawesi, panorama alam, outbond, perkemahan dan wisata pendidikan. Berdasarkan analisis SWOT diperoleh 4 strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan desa wisata Botolempangan, yaitu 1). Peningkatan sinergitas antara pihak pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat khususnya pengelola dalam memaksimalkan faktor-faktor penunjang penyelenggaraan desa wisata 2). Mengelola kawasan karst Botolempangan menjadi desa wisata yang terintegrasi wisata alam, wisata perikanan, wisata kuliner dan wisata pendidikan 3). Mengoptimalkan anggaran desa untuk meningkatkan fasilitas wisata dan pemberian edukasi bagi pengelola dalam menunjang kepariwisataan 4). Peningkatan promosi yang mengedepankan keunikan wilayah, fasilitas dan kenyamanan berkunjung melalui sosial media dan kemitraan dengan travel lokal. Abstract. The growing public interest in travelling has become a different strength for the tourism industry currently. The existence of a person on a trip that can be shown on social media can be a force that indirectly becomes a promotional tool. The tourist village that is currently trending is a form of tourism which consists of natural tourism which is integrated with other tours, to provide a unique value compared to additional terms. The Karst area in Maros and Pangkep Regencies has the potential to be used as a tourist area, but currently, these karst areas have been widely used as raw material for the cement industry. One of the villages that has natural karst tourism in Maros Regency is the village of Botolempangan which has been planned by the village government as a tourism village because it has various unique natural resources that can become new income alternatives for the community, so it is essential to be developed as well as a reason to maintain the area. Karst which began to be eroded by industrial companies. The purpose of this study was to identify tourism potential and analyze the development strategy of the tourist village of Botolempangan. The research method used is observation, in-depth interviews and FGD. The analysis used is a descriptive qualitative analysis and SWOT analysis. Based on the results of the study, it shows that the village of Botolempangan has tourism potential in the form of natural karst tourism, cave tourism (leang), fisheries tourism, Sulawesi endemic monkeys, natural scenery, outbound, camping and educational tours. Based on the SWOT analysis, there are four strategies that can be carried out to develop the tourist village of Botolempangan, i.e. 1). The increased synergy between the government, universities and the community, especially managers in maximizing the supporting factors for the implementation of tourism villages 2). We are managing the Botolempangan karst area into a tourism village that is integrated with nature tourism, fisheries tourism, culinary tours and educational tours 3). Optimizing village budgets to improve tourist facilities and providing education for managers in supporting tourism 4). Increased promotions that prioritize the uniqueness of the region, facilities and the convenience of visiting through social media and partnerships with a local travel. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wisata alam dengan berbagai keunikan dan fasilitas yang memanjakan pengunjung menjadi trend saat ini seiring dengan tumbuhnya beranekaragam jenis wisata alam, salah satunya adalah konsep desa wisata. Zakaria & Suprihardjo (2014) menyatakan bahwa desa wisata dapat

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

OPEN ACCES

Vol. 13 No. 2: 435-448

Oktober 2020

Peer-Reviewed

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)

URL: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.435-448

Kajian potensi dan strategi pengembangan Desa Wisata Botolempangan Kabupaten Maros, Indonesia

(Study of potential and development strategy of the Botolempangan Tourist Village in Maros Regency, Indonesia)

Kattya Nusantari Putri1, Muhammad Adam Asgar2, Andi Nur Apung Massiseng2

1 Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Cokroaminoto Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia

2 Program Studi Agrobisnis Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia

Info Artikel:

Diterima : 21 November 2020

Disetujui : 29 November 2020

Dipublikasi : 30 November 2020

Artikel Penelitian

Keyword:

Tourism Village;

Botolempangan;

Tourism Potential;

Maros Regency;

Desa Wisata;

Botolempangan;

Potensi Wisata;

Kabupaten Maros

Korespondensi:

Andi Nur Apung Massiseng

Program Studi Agrobisnis

Perikanan, Fakultas Perikanan,

Universitas Cokroaminoto

Makassar, Sulawesi Selatan,

Indonesia

Email:

[email protected]

Copyright© 2020 The Author(s)

Oktober

Abstrak. Animo masyarakat yang semakin besar dalam berwisata menjadi kekuatan tersendiri bagi industri pariwisata saat

ini. Eksistensi seseorang dalam berwisata yang dapat diperlihatkan di media sosial dapat menjadi kekuatan yang secara

tidak langsung dapat menjadi alat promosi. Desa wisata yang trend saat ini adalah salah satu bentuk wisata yang terdiri

dari wisata alam yang diintegrasikan dengan wisata lainnya, sehingga memberikan nilai keunikan tersendiri dibanding

wisata lainnya. Kawasan Karst yang ada di Kabupaten Maros dan Pangkep sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai

kawasan wisata, tetapi saat ini kawasan karst tersebut telah banyak dijadikan sebagai bahan baku industri semen. Salah

satu desa yang memiliki wisata alam karst di Kabupaten Maros adalah desa Botolempangan yang telah direncanakan oleh

pemerintah desa sebagai desa wisata karena memiliki berbagai macam keunikan sumberdaya alam yang dapat menjadi

alternatif pendapatan baru bagi masyarakat, sehingga sangat penting untuk dikembangkan sekaligus menjadi alasan untuk

mempertahankan kawasan karst yang mulai tergerus oleh perusahaan industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi potensi wisata dan menganalisis strategi pengembangan desa wisata Botolempangan . Metode penelitian

yang digunakan yaitu observasi, wawancara secara mendalam dan FGD. Analisis yang digunakan adalah analisis

deskriptif kualitatif dan analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa desa Botolempangan memiliki

potensi wisata berupa wisata alam karst, wisata alam gua (leang), wisata perikanan, kera endemik Sulawesi, panorama

alam, outbond, perkemahan dan wisata pendidikan. Berdasarkan analisis SWOT diperoleh 4 strategi yang dapat dilakukan

untuk mengembangkan desa wisata Botolempangan, yaitu 1). Peningkatan sinergitas antara pihak pemerintah, perguruan

tinggi dan masyarakat khususnya pengelola dalam memaksimalkan faktor-faktor penunjang penyelenggaraan desa wisata

2). Mengelola kawasan karst Botolempangan menjadi desa wisata yang terintegrasi wisata alam, wisata perikanan, wisata

kuliner dan wisata pendidikan 3). Mengoptimalkan anggaran desa untuk meningkatkan fasilitas wisata dan pemberian

edukasi bagi pengelola dalam menunjang kepariwisataan 4). Peningkatan promosi yang mengedepankan keunikan wilayah,

fasilitas dan kenyamanan berkunjung melalui sosial media dan kemitraan dengan travel lokal.

Abstract. The growing public interest in travelling has become a different strength for the tourism industry currently. The

existence of a person on a trip that can be shown on social media can be a force that indirectly becomes a promotional tool.

The tourist village that is currently trending is a form of tourism which consists of natural tourism which is integrated with

other tours, to provide a unique value compared to additional terms. The Karst area in Maros and Pangkep Regencies has

the potential to be used as a tourist area, but currently, these karst areas have been widely used as raw material for the

cement industry. One of the villages that has natural karst tourism in Maros Regency is the village of Botolempangan which

has been planned by the village government as a tourism village because it has various unique natural resources that can

become new income alternatives for the community, so it is essential to be developed as well as a reason to maintain the area.

Karst which began to be eroded by industrial companies. The purpose of this study was to identify tourism potential and

analyze the development strategy of the tourist village of Botolempangan. The research method used is observation, in-depth

interviews and FGD. The analysis used is a descriptive qualitative analysis and SWOT analysis. Based on the results of the

study, it shows that the village of Botolempangan has tourism potential in the form of natural karst tourism, cave tourism

(leang), fisheries tourism, Sulawesi endemic monkeys, natural scenery, outbound, camping and educational tours. Based on

the SWOT analysis, there are four strategies that can be carried out to develop the tourist village of Botolempangan, i.e. 1).

The increased synergy between the government, universities and the community, especially managers in maximizing the

supporting factors for the implementation of tourism villages 2). We are managing the Botolempangan karst area into a

tourism village that is integrated with nature tourism, fisheries tourism, culinary tours and educational tours 3).

Optimizing village budgets to improve tourist facilities and providing education for managers in supporting tourism 4).

Increased promotions that prioritize the uniqueness of the region, facilities and the convenience of visiting through social

media and partnerships with a local travel.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wisata alam dengan berbagai keunikan dan

fasilitas yang memanjakan pengunjung menjadi

trend saat ini seiring dengan tumbuhnya

beranekaragam jenis wisata alam, salah satunya

adalah konsep desa wisata. Zakaria & Suprihardjo

(2014) menyatakan bahwa desa wisata dapat

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

436

diartikan sebagai suatu wilayah yang terletak di

pedesaan dimana masih memiliki kealamian

alam, sosial budaya, adat istiadat, bangunan

tradisional, kegiatan sehari–hari masyarakat yang

menyatu dalam struktur ruang desa yang

terintegrasi dengan komponen pendukung

pariwisata lainnya. Selanjutnya Krisnani &

Darwis (2015) memperjelas bahwa pengembangan

desa wisata saat ini cenderung berkonsep

ekowisata yang menawarkan kealamian pedesaan

dengan memberdayakan masyarakat setempat

sebagai bagian dari budaya dan atribut desa,

sehingga wisatawan yang datang berkunjung

dapat merasakan satu kesatuan wisata alam dan

budaya.

Animo masyarakat untuk berwisata dengan

nuansa alam yang terintegrasi dengan buatan

manusia semakin meningkat, seiring dengan

berkembangnya media sosial saat ini yang dapat

menjadi wadah bagi pengunjung untuk

memperlihatkan eksistensinya dalam berwisata.

Hal ini sejalan dengan penelitian Nikjoo &

Bakhshi (2019) yang menyimpulkan bahwa 60

persen foto yang dibagikan di media sosial

sebagian besar menampilkan perjalanan wisata

tiap orang bersama rekan seperjalanan. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat

mengupload riwayat perjalanan wisatanya ke

media sosial, sehingga menjadi suatu trend dan

berdampak positif bagi industri wisata. Wisata

alam ujung bulu yang terletak di desa

Botolempangan Kecamatan Bontoa Kabupaten

Maros memberikan pesona tersendiri

dibandingkan daerah lain. Wisata alam yang

tersaji adalah wisata yang dibentuk oleh alam,

bukan buatan manusia sehingga menjadi daya

tarik tersendiri bagi wisatawan domestik atapun

internasional. Wisata alam yang menjadi andalan

Desa Botolempangan adalah berupa kawasan

karst dan gua–gua yang menyimpan sejarah yang

sangat potensial dijadikan desa wisata untuk

menjadi alternatif pendapatan masyarakat dan

mewujudkan rasa cinta masyarakat maupun

pengunjung terhadap alam agar dapat terpelihara

dan berkelanjutan. Konsep keberlanjutan dalam

desa wisata tentu saja memiliki tantangan dalam

pengembangannya, salah satunya adalah faktor

eksternal, seperti hubungannya dengan industri

yang ada di daerah tersebut. Tantangan untuk

pengembangan wisata di kawasan karst yang ada

di Kabupaten Maros dan Pangkep salah satunya

yaitu menjadi incaran bagi perusahaan industri

semen, sehingga perlu membuat alternatif

pengelolaan kawasan karst yang salah satunya

dengan menjadikannya sebagai objek wisata.

Chen et al. (2017) menyarankan agar ada

permintaan dana sumbangan dari wisatawan yang

dikumpulkan untuk konservasi sumberdaya alam

atau dapat pula berasal dari sebagian hasil tiket

kunjungan. Lebih lanjut Derek et al. (2019)

menuturkan bahwa pertumbuhan pariwisata saat

ini memerlukan suatu instrumen agar wisatawan

dapat menghargai alam sehingga terwujud

pariwisata yang berkelanjutan yang dituangkan

dalam perencanaan pengelolaan yang berbasis

sumber daya alam berkelanjutan.

Berdasarkan faktor eksternal yang paling

besar dampaknya bagi keberlanjutan kawasan

karst yang ada di Kabupaten Maros khususnya di

Desa Botolempangan, menjadi sangat penting

untuk membuat strategi pengembangan yang

mengarah pada konsep desa wisata, sekaligus

menjadi alasan untuk mempertahankan kawasan

karst yang mulai tergerus oleh perusahaan

industri semen yang ada di Sulawesi Selatan.

Pengembangan kawasan karst desa

Botolempangan yang berkelanjutan dengan

konsep desa wisata diharapkan dapat

memberikan dampak yang positif kepada

masyarakat dari segi peningkatan keterampilan,

pengetahuan dan perekonomian, serta

sumberdaya alam. Berdasarkan hal tersebut

maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi potensi desa Botolempangan

dan menganalisis strategi pengembangannya.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Penelitian bertujuan untuk identifikasi

potensi wisata di Desa Botolempangan Kabupaten

Maros dan menganalisis strategi pengembangan

Desa Wisata Botolempangan Kabupaten Maros.

Hasil dari penelitian dapat dimanfaatkan

sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk

pengelola dan pemerintah terkait pengembangan

Desa Botolempangan menjadi desa wisata yang

terintegrasi dengan wisata lainnya sesuai dengan

potensi yang dimiliki.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni

sampai Agustus 2020 di Desa Botolempangan,

Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi

Sulawesi Selatan.

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

437

2.2. Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dilapangan selama

penelitian ini adalah kamera, recorder, alat tulis,

face shield, dan masker sebagai alat pelindung

dimasa pandemi.

2.3. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian adalah

mengidentifikasi potensi–potensi wisata melalui

observasi, wawancara secara mendalam dan FGD

dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, Kepala

Desa, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan serta

pengelola desa wisata Botolempangan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian

yaitu data primer dan data sekunder. Data primer

diambil melalui proses observasi, wawancara dan

FGD. Data sekunder diambil dari data–data

instansi pemerintah serta publikasi yang

mendukung penelitian berupa jurnal dan data

mengenai Desa Botolempangan yang ada di

website.

2.4. Analisis Data

Untuk mengidentifikasi potensi wisata di

Desa Botolempangan menggunakan pendekatan

deskriptif. Menurut Sumadi (2003) pendekatan

deskriptif dari suatu penelitian yang didasarkan

pada pencandraan yang terformat secara

sistematis, faktual serta akurat dari objek serta

fakta–fakta suatu penelitian. Ditambahkan oleh

Sugiyono (2013) bahwa suatu penelitian yang

disajikan dalam bentuk statistik deskriptif

berfungsi untuk memberikan gambaran dan

deskripsi dari suatu objek yang diteliti

sebagaimana adanya.

Untuk menganalisis strategi pengembangan

Desa Wisata Botolempangan, yaitu menggunakan

analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan salah

satu alat analisis yang digunakan untuk

memperoleh strategi dalam suatu kegiatan atau

perusahaan. Richard L. Daft (2012) mengartikan

strategi sebagai tindakan yang mengalokasikan

sumberdaya yang dimiliki dalam kegiatan

menghadapi lingkungan, tujuan perusahaan dan

keunggulan dalam bersaing. Dari segi

keunggulan setiap perusahaan berbeda, sehingga

keunggulan tersebut menjadi dasar dalam

merumuskan strategi yang berbeda dengan

perusahaan lainnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Identifikasi Potensi

Desa Botolempangan adalah pemekaran

dari Desa Salenrang dibawah pemerintahan

Kecamatan Bontoa pada tahun 1995 dengan

jumlah penduduk sebesar 3.252 jiwa, serta luas

wilayah adalah 18,22 km2 yang terbagi atas

wilayah pemukiman sebesar 35%, wilayah

daratan dan perbukitan yang digunakan

masyarakat sebagai lahan untuk pertanian,

perikanan dan perkebunan (BKKBN Kabupaten

Maros, 2017). Desa Botolempangan memiliki

potensi alam wisata karst yang merupakan bagian

dari gugus karst kawasan Maros–Pangkep yang

pada tahun 2017 telah ditetapkan sebagai kawasan

geopark nasional oleh pemerintah Republik

Indonesia melalui SK. Gubernur Sulawesi

Selatan. Dusun Ujung Bulu’ yang dulunya

bernama Ujung Budu’ yang artinya ujung gunung

dalam kawasan karst Maros-Pangkep dulunya

merupakan daerah pendaratan terakhir para

pejuang setelah bergerilya dimasa penjajahan

Belanda. Dusun Ujung Bulu’ yang masuk

kedalam wilayah Desa Botolempangan memiliki

potensi wisata alam karst dan gua yang unik.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,

sumberdaya alam yang dimiliki desa ini yaitu

terdapat karst dan tujuh Gua dan bebatuan yang

dibentuk oleh alam, yaitu:

1. Leang Botto 1 (Gua yang berisi tumpukan

kerang),

2. Leang Botto 2 (Gua yang berisi tumpukan

tulang belulang manusia),

3. Leang Longga (Gua yang terdapat bekas

telapak tangan),

4. Tedong Labboro (Batu yang berbentuk

Kerbau),

5. Leang Tambasila (Gua yang masuk dalam

cagar budaya),

6. Leang Ambe (Gua yang terdapat gambar

elang),

7. Leang Buaya (Gua yang terdapat fosil – fosil

Anoa), dan

8. Paccinikang (Gua tempat masyarakat

membawa sesajen).

Berdasarkan hasil identifikasi potensi yang

telah dilakukan melalui observasi, wawancara

dan FGD (Gambar 1), terlihat bahwa Desa

Botolempangan mempunyai kekayaan

sumberdaya alam yang khas. Dengan perpaduan

antara sumberdaya alam karst dan gua–gua yang

memiliki sejarah menjadikan desa tersebut sangat

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

438

potensial untuk dikunjungi oleh wisatawan

berbasis desa wisata. Karakteristik masyarakat

dengan berabagai macam latarbelakang pekerjaan

yang bergantung pada alam juga menjadi potensi

tersendiri yang mendukung wisata. Salah satu

pekerjaan masyarakat yang dimaksud adalah

petambak yang memiliki hamparan tambak dan

kolam ikan di tengah–tengah karst dan gua yang

menjadi keunikan tersendiri (Gambar 2), sehingga

dapat diintegrasikan dengan wisata perikanan,

apakah melalui wisata perahu, pancing, wisata

kuliner perikanan, atau sekedar memberi makan

ikan ditambak dan kolam.

Gambar 1. Pelaksanaan FGD di Desa Botolempangan

Gambar 2. Hamparan Kolam ditengah Karst dan Gua.

Desa Botolempangan khususnya di dusun

Ujung Bulu’ memiliki suatu keyakinan kolektif

bahwa hewan seperti kuda tidak dipernolehkan

masuk ke dalam Dusun Ujung Bulu, oleh karena

hewan tersebut akan mati dengan sendirinya. Hal

ini sering terjadi dan telah menjadi keyakinan

masyarakat lokal. Dengan demikian masyarakat

setempat tidak ada lagi yang membawa hewan

kuda ke dalam Dusun Ujung Bulu’ tersebut.

Sementara itu, telah menjadi “budaya”

masyarakat setempat jika menjelang panen

masyarakat setempat biasanya membawa sesajen

ke Paccinikang guna memohon agar panen dapat

berjalan dengan baik, dan melimpah melupakan

budaya yang ada didaerah tersebut. Di Leang

Botto 2 terdapat banyak sekali tulang belulang

manusia. Menurut keterangan warga bahwa

lokasi tersebut merupakan tempat pembuangan

manusia utamanya pada jaman Belanda.

Berdasarkan identifikasi dan observasi

yang dilakukan, maka dapat dirumuskan

beberapa potensi yang dapat dijadikan objek

wisata bagi pengunjung di Desa Botolempangan,

yaitu:

1. Wisata Karts

2. Wisata Gua (Leang)

3. Wisata Perikanan (Wisata Pancing, Kuliner

dan Perahu)

4. Kera endemik Sulawesi

5. Panorama (Sunset)

6. Outbond

7. Wisata Pendidikan

8. Perkemahan

Kim et al. (2018) mengatakan bahwa suatu

objek wisata yang dipasarkan memerlukan

branding atau pencitraan untuk membantu

membedakan antara wisata tersebut dengan

wisata pesaingnya. Hal ini sangat sesuai dengan

kondisi desa Botolempangan yang dinilai

memiliki objek wisata yang unik dan tidak

terdapat di daerah pesaingnya di Kabupaten

Maros dan Pangkep yang juga memiliki

sumberdaya alam karst, seperti Bantimurung dan

Rammang- rammang, sehingga desa ini dapat

dicitra kan dengan desa wisata yang memadukan

sumberdaya alam karst, gua dan wisata lainnya.

3.2. Strategi Pengembangan

3.2.1. Identifikasi Faktor Strategis (Internal dan

Eksternal)

Identifikasi faktor strategis (internal dan

eksternal) terkait strategi pengembangan desa

wisata Botolempangan Kabupaten Maros yang

dihasilkan dari kegiatan observasi, wawancara,

dan FGD dengan stakeholder dan masyarakat

setempat (Tabel 1).

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

439

Tabel 1. Hasil Identifikasi Faktor Strategis Internal.

No Faktor Strategis Internal

A

1

2

3

4

5

KEKUATAN (Strengths)

Merupakan bagian gugus Karts Kawasan Maros – Pangkep yang ditetapkan sebagai

Kawasan geopark nasional Tahun 2017

Kemudahan aksesibilitas dari Bandara, Kota Makassar dan Kota Maros

Lingkungan masih asri dan alami khas suasana desa yang memiliki kerifan lokal

Terdapat 7 Situs gua dengan keunikan prasejarah purbakala yang merupakan habitat satwa

endemik Kera Sulawesi

Memiliki potensi wisata perikanan dan wisata pendidikan

B

1

2

3

4

5

KELEMAHAN (Weakness)

Dukungan pemerintah daerah belum optimal

Kelembagaan masyarakat belum terorganisir dan belum terampil dalam mengelola pariwisata

Wisata alam belum terintegrasi dengan wisata lainnya yang potensial seperti wisata kuliner,

pendidikan dan perikanan

Lokasi wisata karst Botolempangan belum populer karena masih kurangnya promosi

Masih banyak Infrastruktur pendukung wisata yang belum tersedia

Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)

Berdasarkan hasil identifikasi faktor

strategi internal (Tabel 1), diperoleh hasil yaitu

faktor Kekuatan dari desa wisata Botolempangan

adalah;

1) Desa Botolempangan adalah bagian gugus

karts kawasan Maros–Pangkep yang

ditetapkan sebagai kawasan geopark nasional

tahun 2017 melalui SK. Gubernur Sulawesi

Selatan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu

suatu bentuk pengelolaan kawasan yang

berdampak pada kesejahteraan masyarakat

dan keberlanjutan sumberdaya alam

setempat.

2) Kemudahan aksesibilitas dari bandara, Kota

Makassar dan Kota Maros. Kemudahan

aksesibilitas ini berdampak positif terhadap

kemudahan akses pengunjung yang akan

mengunjungi kawasan desa Botolempangan,

sehingga dapat dengan mudah dijangkau dan

dekat dengan sarana transportasi darat dan

udara.

3) Lingkungan masih asri dan alami khas

suasana desa yang memiliki kerifan lokal.

Salah satu potensi desa Botolempangan

adalah kealamian kawasan khas desa dengan

kearifan lokal masyarakat berupa budaya dan

karakteristik masyarakat yang beragam.

4) Terdapat tujuh Situs gua dengan keunikan

prasejarah purbakala yang merupakan

habitat satwa endemik Kera Sulawesi. Situs

gua yang menyimpan sejarah keunikan

masing–masing yang menjadi habitat kera

Sulawesi menjadi ciri khas tersendiri bagi

kawasan desa Botolempangan untuk

dikunjungi oleh wisatawan.

5) Memiliki potensi wisata perikanan dan wisata

pendidikan. Potensi wisata perikanan terlihat

dari hamparan kolam dan tambak yang

berada diantara karst dan gua, sehingga dapat

menjadi pendukung desa wisata; diantaranya

wisata kuliner, pancing dan perahu. Wisata

pendidikan mulai dari PAUD hingga

Perguruan Tinggi dapat dilakukan di desa ini

melalui potensi sumberdaya alam yang dapat

menambah ilmu pengetahuan.

Hasil identifikasi faktor strategis internal

yaitu faktor Kelemahan dari desa wisata

Botolempangan adalah;

1) Dukungan pemerintah daerah belum optimal.

Belum optimalnya dukungan pemerintah

terlihat dari belum adanya SK. Pengelola desa

wisata Botolempangan dari instansi terkait.

2) Kelembagaan masyarakat belum terorganisir

dan belum terampil dalam mengelola

pariwisata. Hal ini disebabkan tidak adanya

dukungan pemerintah dalam melatih

masyarakat untuk meningkatkan

keterampilan mereka dalam mengorganisir

wisata yang ada didaerah mereka. Hal ini

dipertegas Asriandi et al. (2018) bahwa

budaya organisasi dalam kondusifitas

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

440

Tabel 2. Hasil Identifikasi Faktor Strategis Eksternal.

No Faktor Strategis Eksternal

A

1

2

3

4

5

PELUANG (Opportunities)

Kecenderungan wisatawan untuk berwisata dalam dimensi tradisi kearifan lokal dan alami

Minat masyarakat untuk berwisata semakin meningkat.

Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa Botolempangan

Kecenderungan masyarakat memperlihatkan eksistensinya di sosial media ketika berkunjung ke

suatu tempat

Objek pengembangan penelitian dan pengabdian perguruan tinggi

B

1

2

3

4

5

ANCAMAN (Threats)

Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak swasta untuk mendukung pabrik semen jika tidak

dimanfaatkan oleh masyarakat

Masyarakat dapat menjual lahannya kepada pihak swasta untuk dikelola

Dekat dengan beberapa kawasan yang telah duluan hits seperti rammang – rammang dan

Bantimurung sehingga butuh promosi lebih gencar

Pembangunan rel kereta api yang melintasi sebagian kawasan desa wisata

Timbulnya konflik

Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)

lingkungan kerja dapat berdampak baik pada

loyalitas dan kinerja.

3) Wisata alam belum terintegrasi dengan wisata

lainnya yang potensial seperti wisata kuliner,

pendidikan dan perikanan. Wisatawan yang

berkunjung selama ini hanya disuguhkan

wisata alam yang ada, padahal dapat

diintegrasikan dengan potensi lainnya untuk

menambah minat kunjungan wisatawan yang

otomatis dapat menambah pendapatan

masyarakat, seperti diintegrasikan dengan

wisata perikanan dan wisata pendidikan.

Wisata perikanan dapat diintegrasikan

melalui kegiatan wisata perahu, mancing, dan

memberi makan ikan untuk mendukung

pertumbuhan ikan dikolam dan tambak,

seperti yang dinyatakan oleh Masriah &

Alpiani (2019) bahwa pakan adalah faktor

penting bagi pertumbuhan ikan.

4) Lokasi wisata karst Botolempangan belum

populer karena masih kurangnya promosi.

Diperlukan sinergitas antara pemerintah dan

pengelola kawasan ini dalam

mempromosikan desa wisata Botolempangan

agar dapat menjadi alternatif wisata di

kabupaten Maros dengan bekerjasama

dengan pihak travel lokal yang telah

mempopulerkan objek wisata lainnya di

kabupaten Maros.

5) Masih banyak Infrastruktur pendukung

wisata yang belum tersedia. Infrastruktur

pendukung wisata yang paling dasar yang

belum tersedia, yaitu area parkir dan jalan

yang belum baik untuk akses ke beberapa

titik gua. Hal ini menjadikan pengunjung

sulit mengakses titik–titik lokasi yang

diinginkan serta mempengaruhi kenyamanan

pengunjung.

Selain faktor strategis internal yaitu faktor

Kekuatan dan Kelemahan, Desa Botolempangan

juga memiliki faktor strategis eksternal terkait

dengan pengembangan daerah ini menjadi desa

wisata (Tabel 2).

Berdasarkan hasil identifikasi faktor

strategis eksternal, diperoleh faktor Peluang,

yaitu:

1) Kecenderungan wisatawan untuk berwisata

dalam dimensi tradisi kearifan lokal dan

alami. Merebaknya wisata berbasis alam yang

ada di Indonesia sangat didukung oleh minat

wisatawan baik lokal maupun internasional

untuk berwisata outdor yang menyajikan

keindahan alam dan budaya sehingga hal ini

menjadi peluang bagi berkembangnya

industri pariwisata.

2) Minat masyarakat untuk berwisata semakin

meningkat. Padatnya kesibukan masyarakat

kota menyebabkan keinginan berwisata

menjadi meningkat, terlebih lagi dimasa new

normal yang telah melewati masa lockdown,

menyebabkan masyarakat ingin berwisata

untuk melepas kebosanan dan mendapatkan

suasana baru.

3) Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa

Botolempangan. Salah satu dukungan

pemerintah desa Botolempangan yaitu dengan

membangun sarana jalan bagi kemudahan

akses ke lokasi desa wisata sehingga dapat

ditempuh dengan kendaraan roda empat

hingga ke titik area wisata.

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

441

4) Kecenderungan masyarakat memperlihatkan

eksistensinya di sosial media ketika

berkunjung ke suatu tempat. Secara tidak

langsung, sosial media menjadi wadah

promosi gratis bagi desa wisata

Botolempangan yang dapat dengan mudah

diakses oleh orang lain. Hal ini menjadi

peluang tersendiri bagi industri pariwisata

saat ini.

5) Objek pengembangan penelitian dan

pengabdian perguruan tinggi. Kawasan

wisata Botolempangan dengan sumberdaya

alamnya dapat menjadi objek penelitian

perguruan tinggi, serta dapat menjadi objek

pengabdian masyarakat, sehingga dapat

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan

masyarakat setempat. Menurut Nisaa &

Latifah (2019) bahwa program pengabdian

kepada masyarakat melalui pola kemitraan

dapat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan masyarakat sesuai dengan

potensi wilayahnya.

Hasil identifikasi faktor strategis eksternal

yaitu faktor Ancaman dari desa wisata

Botolempangan adalah;

1) Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak

swasta untuk mendukung pabrik semen jika

tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini

menjadi tantangan tersendiri bagi kawasan

desa Botolempangan yang memiliki karst

yang dapat digunakan sebagai industri semen

yang ada di Kabupaten Pangkep, seperti yang

terjadi pada karst yang ada di wilayah

Pangkep dan Maros.

2) Masyarakat dapat menjual lahannya kepada

pihak swasta untuk dikelola. Karena

kepemilikan lahan yang ada di area wisata

desa Botolempangan bukan milik pemerintah,

melainkan hak milik pribadi, maka menjadi

ancaman tersendiri jika pihak swasta

mengelola atau bahkan membeli lahan

tersebut, sehingga area wisata tidak menjadi

satu kesatuan yang dikelola bersama.

Alpiani (2019) menegaskan bahwa sistem

kapitalis yang ada dalam suatu wilayah

memiliki ciri yaitu dengan menggunakan

modal yang besar untuk mencapai

keuntungan yang besar pula tetapi upah yang

diberikan kepada pekerja tidak sesuai dengan

jasa yang mereka berikan.

3) Dekat dengan beberapa kawasan yang telah

duluan hits seperti rammang – rammang dan

Bantimurung sehingga butuh promosi lebih

gencar. Kawasan wisata rammang – rammang

dan Bantimurung yang telah lama menjadi

kunjungan wisatawan menjadi tantangan

tersendiri bagi desa wisata Botolempangan

jika tidak dapat menjadi alternatif wisata

yang dapat mengungguli wisata lain yang

telah hits, karena bertempat di daerah yang

sama yaitu Kabupaten Maros.

4) Pembangunan rel kereta api yang melintasi

sebagian kawasan desa wisata. Rel kereta api

yang melintas di kawasan wisata dapat

mengambil sebagian lokasi wisata dan perlu

dibuat suatu konsep jalur wisata yang aman

bagi pengunjung.

5) Timbulnya konflik. Dengan berbagai macam

karakteristik masyarakat dan kompleksitas

masalah yang dapat muncul yang

berhubungan dengan pengembangan desa

wisata menjadi tantangan tersendiri karena

dapat menyebabkan konflik baik dengan

pemerintah maupun dengan masyarakat

sendiri, salah satunya adalah konflik

kepemilikan lahan dan kerjasama dengan

pihak ketiga sebagai investor yang mengelola

lokasi wisata. Menurut Daris et al. (2019)

bahwa konflik semi–modern dapat berasal

dari investor lokal dan perusahaan besar

pemilik modal yang dapat membuat konflik

berkepanjangan di tengah masyarakat.

3.2.2. Analisis Faktor Strategi Internal dan

Eksternal (IFAS – EFAS)

Faktor strategis internal dan eksternal yang

telah dianalisis melalui tahapan penilaian atau

skoring berdasarkan faktor internal dan ekternal

yang telah diidentifikasi (Tabel 1 dan 2). Analisis

IFAS (Faktor Strategi Internal) dan EFAS Faktor

Strategis Eksternal dihasilkan melalui penilaian

responden. Matriks IFAS dan EFAS disusun

untuk mengetahui tingkat kepentingan

berdasarkan bobot dan rating yang kemudian

menjadi dasar bagi pemeringkatan. Untuk lebih

jelasnya maka Matriks IFAS dan EFAS dapat

dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

442

Tabel 3. Matriks IFAS.

No Faktor Strategis Internal

Bobot Rating Skor

A

1

2

3

4

5

B

1

2

3

4

5

KEKUATAN (Strengths)

Merupakan bagian gugus Karts Kawasan Maros –

Pangkep yang ditetapkan sebagai

Kawasan geopark nasional Tahun 2017

Kemudahan aksesibilitas dari Bandara, Kota Makassar

dan Kota Maros

Lingkungan masih asri dan alami khas suasana desa

yang memiliki kerifan lokal

Terdapat 7 Situs gua dengan keunikan prasejarah

purbakala yang merupakan habitat satwa endemik Kera

Sulawesi

Memiliki potensi wisata perikanan dan wisata

pendidikan

Sub Total

KELEMAHAN (Weakness)

Dukungan pemerintah daerah belum optimal

Kelembagaan masyarakat belum terorganisir dan belum

terampil dalam mengelola pariwisata

Wisata alam belum terintegrasi dengan wisata lainnya

yang potensial seperti wisata kuliner, pendidikan dan

perikanan

Lokasi wisata karst Botolempangan belum populer

karena masih kurangnya promosi

Masih banyak Infrastruktur pendukung wisata yang

belum tersedia

Sub Total

Total

0.125

0.063

0.094

0.094

0.094

0.094

0.125

0.094

0.125

0.094

4

3

4

4

4

1.5

1

2

1

2

0.500

0.188

0.375

0.375

0.375

1.813

0.141

0.125

0.188

0.125

0.188

1.766

2.578

Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)

Berdasarkan hasil evaluasi faktor strategis

internal IFAS (Tabel 3), maka diperoleh nilai

2,578 yang terdiri dari nilai faktor kekuatan

sebesar 1,813 dan nilai faktor kelemahan sebesar

1,766. Dari nilai tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa kedudukan faktor internal

dalam pengembangan desa Botolempangan

menjadi desa wisata adalah tergolong kuat (2,578

> 2,500). Hal ini berdasarkan pernyataan

Wheelen, T. Hunger David, T. Hoffman, A N.

Bamford (2018) yang menyatakan bahwa bila total

skoring IFE (Internal factor evaluation) lebih dari

2,5 (>2,5) maka dinyatakan tergolong kuat, dan

bila kurang dari 2,5 (<2,5) maka dinyatakan

tergolong lemah. Berdasarkan tabel 3 maka dapat

disimpulkan bahwa faktor strategi internal pada

bagian faktor kekuatan lebih kuat pengaruhnya

dibandingkan dengan faktor kelemahan. Faktor

internal ini dikategorikan kuat pengaruhnya

terhadap pengembangan desa wisata

Botolempangan.

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

443

Tabel 4. Matriks EFAS.

No Faktor Strategis Internal

Bobot Rating Skor

A

1

2

3

4

5

B

1

2

3

4

5

PELUANG (Opportunities)

Kecenderungan wisatawan untuk berwisata dalam

dimensi tradisi kearifan lokal dan alami

Minat masyarakat untuk berwisata semakin

meningkat.

Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa

Botolempangan

Kecenderungan masyarakat memperlihatkan

eksistensinya di sosial media ketika berkunjung ke

suatu tempat

Objek pengembangan penelitian dan pengabdian

perguruan tinggi

Sub Total

ANCAMAN (Threats)

Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak swasta

untuk mendukung pabrik semen jika tidak

dimanfaatkan oleh masyarakat

Masyarakat dapat menjual lahannya kepada pihak

swasta untuk dikelola

Dekat dengan beberapa kawasan yang telah duluan

hits seperti rammang – rammang dan Bantimurung

sehingga butuh promosi lebih gencar

Pembangunan rel kereta api yang melintasi sebagian

kawasan desa wisata

Timbulnya konflik

Sub Total

Total

0.121

0.091

0.121

0.121

0.061

0.121

0.091

0.061

0.091

0.121

4

4

4

3

3

1

1

2

2

1

0.485

0.364

0.485

0.364

0.182

1.879

0.121

0.091

0.121

0.182

0.121

0.636

2.515

Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2020)

Berdasarkan hasil evaluasi faktor strategis

eksternal (Tabel 4), maka diperoleh nilai sebesar

2,515 yang terdiri dari nilai faktor peluang sebesar

1,879 dan nilai faktor ancaman sebesar 0,636. Jika

melihat dari nilai tersebut, maka terindikasi kuat

bahwa faktor eksternal dalam strategi

pengembangan desa wisata Botolempangan

adalah tergolong kuat karena nilainya lebih besar

dari 2,500 (2,515 > 2,500). Hal ini berdasarkan

pernyataan Wheelen et al. (2018) bahwa apabila

total skoring External Factor Evaluation (EFE)

lebih dari 2,5 (>2,5) maka dapat dikategorikan

bahwa faktor tersebut cukup kuat, dan sebaliknya

bila kurang dari 2,5 (< 2,5) maka dikategorikan

bahwa faktor tersebut lemah. Berdasarkan hasil

analisis faktor EFAS terhadap pengembangan

Desa Wisata Botolempangan dikategorikan cukup

kuat pengaruhnya namun masih rendah jika

dibandingkan dengan faktor strategis internal

(IFAS). Hasil evaluasi EFAS pada faktor peluang

lebih berpengaruh jika dibandingkan dengan

faktor ancaman.

3.2.3. Analisis Matriks Space

Untuk menunjukkan kesesuaian suatu

strategi dalam suatu organisasi, maka matriks

space yang terdiri dari posisi strategis agresif,

konservatif, defensive dan kompetitif. Rangkuti

(2013) menyatakan bahwa untuk mempertajam

suatu strategi matriks IE yang telah dianalisis,

maka dapat menggunakan matriks space. Matriks

Space disini digunakan untuk melihat posisi Desa

Wisata Botolempangan saat ini dan melihat arah

pengembangan desa wisata Botolempangan

kedepan. Parameter yang digunakan berasal dari

matriks IFAS dan EFAS, yang terdiri dari selisih

skor faktor internal (faktor kekuatan dan

kelamahan) dan selisih skor faktor eksternal

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

444

Tabel 5. Nilai Estimasi Matriks Space.

Faktor Nilai Selisih

Kekuatan – Kelemahan 1.813 - 1.766 0.047

Peluang - Ancaman 1.879 - 0.636 1.243

Sumber : Hasil Analisis Data Primer (2020)

Gambar 3. Diagram Space Pemetaan Faktor Internal dan Eksternal

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 S

T

W

KUADRAN III

Strategi KonservatifKUADRAN I

Strategi Agresif

KUADRAN II

Strategi

KUADRAN IV

Strategi Defensif

(faktor peluang dan ancaman) (Kamiske, 2015).

Estimasi nilai matriks space dapat dilihat pada

Tabel 5.

Berdasarkan estimasi dari faktor internal

dan eksternal yang tersaji pada diagram space

(Gambar 3) menunjukkan bahwa posisi

pengembangan desa wisata Botolempangan

berada pada kuadran I (strategi agresif). Pada

kondisi dapat diartikan sebagai kondisi dimana

pengelolaan yang ada saat ini bersifat stabil dan

dapat dikembangkan dengan lebih agresif atau

lebih luas dengan berbagai inovasi dan

mengembangkan potensi–potensi yang dimiliki.

Peluang–peluang yang ada dapat dimanfaatkan

dengan mengoptimalkan melalui kekuatan yang

dimiliki. Faktor peluang disini yaitu trend minat

wisatawan yang sangat besar terhadap wisata

alam yang bersifat kedaerahan, sehingga desa

wisata Botolempangan menjadi alternatif wisata

yang sangat potensial. Salah satu kekuatan yang

dimiliki oleh Desa Botolempangan adalah wisata

alam karst dan gua, wisata pendidikan dan wisata

perikanan yang ketiganya dapat diintegrasikan

untuk menjadi kekuatan unggulan daerah

dibawah naungan desa wisata. Berdasarkan

faktor strategis peluang dan kekuatan yang telah

dipetakan dalam matriks space, maka strategi

yang paling utama dapat dilakukan adalah

mengoptimalkan promosi wisata alam terintegrasi

wisata pendidikan dan wisata perikanan dalam

nuansa pedesaan dengan memanfaatkan peluang

minat wisatawan saat ini untuk berwisata alam

dan eksistensi di media sosial. Hal ini

berdasarkan penelitian dari Kim et al. (2018)

bahwa promosi wisata dapat dilakukan oleh

pemilik, pengelola, ataupun peneliti pariwisata

serta melibatkan pengunjung, untuk menciptakan

branding suatu objek wisata. Hal ini dipertegas

O

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

445

oleh Massiseng et al. (2020) bahwa promosi yang

dilakukan oleh pengelola ekowisata dapat

menjadi ajang informasi bagi wisatawan untuk

menjadi alternatif prioritas wisata yang akan

dikunjungi.

3.2.4. Analisis Matriks SWOT

Faktor internal dan Faktor eksternal yang

telah diidentifikasi mempengaruhi strategi

pengembangan desa wisata Botolempangan

diamati melalui identifikasi faktor kekuatan–

kelemahan dan peluang-ancaman. Berdasarkan

hasil observasi dan informasi yang diperoleh dari

wawancara dan pengamatan secara langsung di

lapangan, maka faktor – faktor ekternal dan faktor

faktor internal pengembangan desa

Botolempangan menjadi desa wisata dapat dilihat

pada matriks SWOT (Tabel 6).

Empat Strategi yang dihasilkan dalam

matriks SWOT yang dapat dilakukan untuk

mengembangkan desa Botolempangan menjadi

desa wisata adalah:

1. Strategi S – O yaitu dengan peningkatan

sinergitas antara pihak pemerintah, perguruan

tinggi dan masyarakat khususnya pengelola

dalam memaksimalkan faktor-faktor

penunjang penyelenggaraan desa wisata.

2. Strategi S – T yaitu dengan mengelola

kawasan karst Botolempangan menjadi desa

wisata yang terintegrasi wisata alam, wisata

perikanan, wisata kuliner dan wisata

pendidikan.

3. Strategi W – O yaitu dengan mengoptimalkan

anggaran desa untuk meningkatkan fasilitas

wisata dan pemberian edukasi bagi pengelola

dalam menunjang kepariwisataan

4. Strategi W – T yaitu dengan peningkatan

promosi yang mengedepankan keunikan

wilayah, fasilitas dan kenyamanan

berkunjung melalui sosial media dan

kemitraan dengan travel lokal.

Dalam mengembangkan suatu pariwisata,

partisipasi masyarakat menjadi sangat penting

dalam mengemas berbagai macam inovasi seperti

wisata edukasi. Selain itu keterlibatan

masyarakat juga diperlukan dalam

mengembangkan sarana dan prasarana dalam

mendukung daya tarik wisata agar lebih menarik

minat wisatawan. Lainnya lagi adalah masyarakat

juga harus terlibat menjadi pengelola yang

menjada keberlanjutan sumber daya alam, serta

mengurangi dampak lingkungan dari praktik

wisata sehingga pengunjung merasa nyaman

(Vitasurya, 2016).

IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Potensi wisata alam yang unik di Desa

Botolempangan yang dapat mendukung

terwujudnya desa wisata adalah : Leang Botto 1,

Leang Botto 2, Leang Longga, Tedong Labboro,

Leang Tambasila, Leang Ambe, Leang Buaya dan

Paccinikang. Potensi keseluruhan yang dapat

dijadikan objek wisata bagi pengunjung di Desa

Botolempangan, yaitu : Wisata Karts, Wisata Gua

(Leang), Wisata Perikanan (Wisata Pancing,

Perahu dan kuliner), Kera endemik Sulawesi,

Panorama (Sunset), Outbond, Wisata Pendidikan

dan kawasan Perkemahan. Beberapa strategi yang

dapat dilakukan untuk pengembangan desa

Botolempangan menjadi desa wisata adalah:

a. Peningkatan sinergitas antara pihak

pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat

khususnya pengelola dalam memaksimalkan

faktor-faktor penunjang penyelenggaraan

desa wisata.

b. Mengelola kawasan karst Botolempangan

menjadi desa wisata yang terintegrasi wisata

alam, wisata perikanan, wisata kuliner dan

wisata pendidikan.

c. Mengoptimalkan anggaran desa untuk

meningkatkan fasilitas wisata dan pemberian

edukasi bagi pengelola dalam menunjang

kepariwisataan

d. Peningkatan promosi yang mengedepankan

keunikan wilayah, fasilitas dan kenyamanan

berkunjung melalui sosial media dan

kemitraan dengan travel lokal.

4.2. Saran

Desa Botolempangan merupakan salah satu

aset daerah yang memiliki potensi wisata alam

yang unik yang tidak terdapat didaerah lain.

Perlunya sinergitas antara semua stakeholder

sangat diperlukan bagi pengembangannya, selain

itu pelibatan pemuda dalam pengelolaan desa

wisata botolempangan menjadi sangat penting

karena mengusai teknologi dan sosial media

sebagai sarana promosi untuk pengembangan

kedepan.

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

446

Tabel 6. Nilai Estimasi Matriks Space.

Kekuatan (S)

1. Merupakan bagian gugus

Karts Kawasan Maros –

Pangkep yang ditetapkan

sebagai Kawasan

geopark nasional Tahun

2017

2. Kemudahan aksesibilitas

dari Bandara, Kota

Makassar dan Kota

Maros

3. Lingkungan masih asri

dan alami khas suasana

desa yang memiliki

kerifan lokal

4. Terdapat 7 Situs gua

dengan keunikan

prasejarah purbakala

yang merupakan habitat

satwa endemik Kera

Sulawesi

5. Memiliki potensi

wisata perikanan dan

wisata pendidikan

Kelemahan (W)

1. Dukungan pemerintah

daerah belum optimal

2. Kelembagaan

masyarakat belum

terorganisir dan belum

terampil dalam

mengelola pariwisata

3. Wisata alam belum

terintegrasi dengan

wisata lainnya yang

potensial seperti wisata

kuliner, pendidikan

dan perikanan

4. Lokasi wisata karst

Botolempangan belum

populer karena masih

kurangnya promosi

5. Masih banyak

Infrastruktur

pendukung wisata

yang belum tersedia

Peluang (O) 1. Kecenderungan wisatawan untuk berwisata

dalam dimensi tradisi kearifan lokal dan

alami

2. Minat masyarakat untuk berwisata semakin

meningkat.

3. Mendapat dukungan dari Pemerintah Desa

Botolempangan

4. Kecenderungan masyarakat memperlihatkan

eksistensinya di sosial media ketika

berkunjung ke suatu tempat

5. Objek pengembangan penelitian dan

pengabdian perguruan tinggi

S-O :

Strategi peningkatan

sinergitas antara pihak

pemerintah, perguruan tinggi

dan masyarakat khususnya

pengelola dalam

memaksimalkan faktor-faktor

penunjang penyelenggaraan

desa wisata.

W-O

Strategi mengoptimalkan

anggaran desa untuk

meningkatkan fasilitas

wisata dan pemberian

edukasi bagi pengelola

dalam menunjang

kepariwisataan

Ancaman (T) 1. Kawasan karst dapat diambil alih oleh pihak

swasta untuk mendukung pabrik semen jika

tidak dimanfaatkan oleh masyarakat

2. Masyarakat dapat menjual lahannya kepada

pihak swasta untuk dikelola

3. Dekat dengan beberapa kawasan yang telah

duluan hits seperti rammang – rammang dan

Bantimurung sehingga butuh promosi lebih

gencar

4. Pembangunan rel kereta api yang melintasi

sebagian kawasan desa wisata

5. Timbulnya Konflik

S-T

Strategi mengelola kawasan

karst Botolempangan

menjadi Desa Wisata yang

terintegrasi wisata alam,

wisata perikanan, wisata

kuliner dan wisata

pendidikan.

W-T

Strategi peningkatan

promosi yang

mengedepankan keunikan

wilayah, fasilitas dan

kenyamanan berkunjung

melalui sosial media dan

kemitraan dengan travel

lokal.

Sumber : Hasil Analisis Data Primer (2020)

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

447

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih ditujukan kepada

pemerintah Kabupaten Maros khususnya Kepala

Desa Botolempangan yang telah membantu

memfasilitasi jalannya penelitian, tokoh adat,

tokoh agama dan masyarakat Desa

Botolempangan yang telah memberikan

sumbangsih informasi terkait Desa

Botolempangan. Terimakasih pula disampaikan

kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

melalui Ristekbrin yang telah memberikan

sumbangsih pendanaan bagi penelitian ini.

REFERENSI

Alpiani. (2019). Pola Hubungan dan Sistem Bagi Hasil Punggawa - Sawi pada Alat Tangkap Bagan

Rambo di Kabupaten Barru. Gorontalo Fisheries Journal, 2(1), 37–48.

Asriandi, Umar Gani, M., & Hasbi, A. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Lingkungan Kerja

Terhadap Loyalitas Karyawan Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Industri Kapal

Indonesia (Persero) Makassar. Jemma, 1(2), 1–13.

Chen, B., Nakama, Y., & Zhang, Y. (2017). Traditional village forest landscapes: Tourists’ attitudes and

preferences for conservation. Tourism Management, 59, 652–662.

https://doi.org/10.1016/j.tourman.2016.09.007

Daft, Richard L. (2012) Manajemen. Edisi 1, Alih bahasa oleh Edward Tanujaya dan Shirly Tiolina.

Salemba Empat, Jakarta.

Daris, L., Wahyuti, & Yusuf, M. (2019). Conflict dynamics of fishery resources utilization in Maros

District, South Sulawesi Province, Indonesia. AACL Bioflux, 12(3), 786–791.

Derek, M., Woźniak, E., & Kulczyk, S. (2019). Clustering nature-based tourists by activity. Social,

economic and spatial dimensions. Tourism Management, 75(August 2018), 509–521.

https://doi.org/10.1016/j.tourman.2019.06.014

Kamiske, G. F. (2015). SWOT - Analyse. In Handbuch QM-Methoden.

https://doi.org/10.3139/9783446444416.032

Kim, H., Stepchenkova, S., & Babalou, V. (2018). Branding destination co-creatively: A case study of

tourists’ involvement in the naming of a local attraction. Tourism Management Perspectives,

28(January), 189–200. https://doi.org/10.1016/j.tmp.2018.09.003

Masriah, A dan Alpiani, A. (2019). Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Bandeng (Chanos chanos forsskal)

yang diberi pakan dengan dua jenis Sumber Bahan Baku Karbohidrat Pakan Yang Terhidrolisis

Limbah Cairan Rumen Sapi. Gorontalo Fisheries Journal, 2(2), 78–87.

Massiseng, A. N. A., Tuwo, A., Fachry, M. E., & Bahar, A. (2020). A dynamic simulation of mangrove

ecotourism management at the Lantebung of Makassar City. IOP Conference Series: Earth and

Environmental Science, 584, 012039. https://doi.org/10.1088/1755-1315/584/1/012039

N, F. A., Krisnani, H., & Darwis, R. S. (2015). Pengembangan Desa Wisata Melalui Konsep Community

Based Tourism. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(3).

https://doi.org/10.24198/jppm.v2i3.13581

Nikjoo, A., & Bakhshi, H. (2019). The presence of tourists and residents in shared travel photos. Tourism

Management, 70(April 2018), 89–98. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2018.08.005

Nisaa, K., & Latifah, M. (2019). Pemanfaatan Sampah Organik Perkotaan Dalam Pembuatan Pupuk

Organik Cair Menggunakan Dekomposer Mikroorganisme Lokal (MoL). MATAPPA: Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 100. https://doi.org/10.31100/matappa.v2i2.432

Rangkuti, Freddy. (2013). Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT Cara Perhitungan Bobot,

Rating, dan OCAI. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sumadi Suryabrata (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali.

Vitasurya, V. R. (2016). Local Wisdom for Sustainable Development of Rural Tourism, Case on Kalibiru

and Lopati Village, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta. Procedia - Social and Behavioral

Sciences, 216(October 2015), 97–108. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.12.014

Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)

448

Wheelen, T. Hunger David, T. Hoffman, A N. Bamford, C. E. (2018). Iris degeneration in the royal College

of Surgeons rat. In Strategic Management and Business Policy (15th ed.). Retrieved from

https://www.kappas.gr/book.pdf

Zakaria, F., & Suprihardjo, D. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan

Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Teknik Pomits, 3(2), C245–C249. https://doi.org/2337-

3520

How to cite this article:

K.N. Putri, M.A. Asgar, & A.N.A. Massiseng. 2020. Study of potential and development strategy of the

Botolempangan Tourist Village in Maros Regency, Indonesia. Agrikan: Jurnal Agribisnis

Perikanan, 13(2): 435-448. DOI: https://doi.org/10.29239/j.agrikan.13.2.435-448