subdural hematoma

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera otak yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah cedera akibat rudapaksa kepala (trauma kapitis). Di negara maju, kecelakan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama pada umur antara 2 – 44 tahun, dimana 70% diantaranya mengalami rudapaksa kepala 1-3 Di Surabaya, frekuensi trauma kapitismeningkat dengan 18% setiap tahunnya. Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri berarti kerusakan otak disertai robekan duramater. Pembagian lain menyebutkan bahwa pada komosio serebri, penurunan kesadaran kurang dari 15 menit dan post traumatic amnesia kurang dari 1 jam. Bila penurunan kesadaran melebihi 1 jam dan post traumatic amnesia melebihi 24 jam berarti telah terjadi kontusio serebri. Perlu ditambahkan juga ada atau tidaknya gejala cedera otak fokal yang dini, dan hasil rekaman EEG. Pembagian seperti di a Page 1

Upload: dianalbs

Post on 30-Nov-2015

64 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Subdural Hematoma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera otak yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah cedera akibat rudapaksa

kepala (trauma kapitis). Di negara maju, kecelakan lalu lintas merupakan penyebab kematian

utama pada umur antara 2 – 44 tahun, dimana 70% diantaranya mengalami rudapaksa kepala

1-3 Di Surabaya, frekuensi trauma kapitismeningkat dengan 18% setiap tahunnya.

Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada

komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada kontusio

serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri berarti kerusakan

otak disertai robekan duramater. Pembagian lain menyebutkan bahwa pada komosio serebri,

penurunan kesadaran kurang dari 15 menit dan post traumatic amnesia kurang dari 1 jam.

Bila penurunan kesadaran melebihi 1 jam dan post traumatic amnesia melebihi 24 jam berarti

telah terjadi kontusio serebri. Perlu ditambahkan juga ada atau tidaknya gejala cedera otak

fokal yang dini, dan hasil rekaman EEG. Pembagian seperti di atas ternyata tidak memuaskan

karena batas antara kontusio dan komosio serebri sering kali sulit dipastikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Seperti yang disinggung di latar belakang, kita dapat rumuskan:

1. Apa itu subdural hematom

2. Penyebab dari subdural hematom

3. Penanganan subdural hematom

4. Pencengahan subdural hematom

Page 1

Page 2: Subdural Hematoma

1.3 TUJUAN PENULIS

1. Menjelaskan defenisi, penyebab, patofiologi subdural hematom

2. Berbagi pengetahuan tentang subdural hematom

1.4 MANFAAT PENULIS

Manfaat yang akan diperoleh dari makalah ini:

1. Menambah wawasan tentang subdural hematom

2. Lebih mengenal lagi tentang subdural hematom

Page 2

Page 3: Subdural Hematoma

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens. Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau durameter dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea

dan piameter.

a. Perkembangan Otak

Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25%

oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf membentuk tiga

pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk otak : otak depan, otak tengah

dan otak belakang.

Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon dan

diensefalon. Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan basal ganglia

serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum. Diensefalon menjadi thalamus,

hipotalamus dan epitalamus.

Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa disebut otak tengah.

Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : metensefalon dan

mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan serebelum.

Mielensefalon menjadi medulla oblongata. Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan

berkembang menjadi ventrikel otak dan kanal sentral medulla spinalis.

b. Lapisan Pelindung

Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut

meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.

Page 3

Page 4: Subdural Hematoma

a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.

b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit pembuluh

darah. Runga araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung

cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta selaput yang

mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.

c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.

Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.

Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan berperan

sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam pada

durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk

membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma.

Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla

spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan meningeal

dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

2.2 Subdural Hematoma

2.2.1 Definisi

Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural. Dalam

bentuk akut yang hebat, baik darah maupun cairan serebrospinal memasuki ruang tersebut

sebagai akibat dari laserasi otak atau robeknya arakhnoidea sehingga menambah penekanan

subdural pada jejas langsung di otak. Dalam bentuk kronik, hanya darah yang efusi ke ruang

subdural akibat pecahnya vena-vena penghubung, umumnya disebabkan oleh cedera kepala

tertutup. Efusi itu merupakan proses bertahap yang menyebabkan beberapa minggu setelah

cedera, sakit kepala dan tanda-tanda fokal progresif yang menunjukkan lokasi gumpalan

darah.

Page 4

Page 5: Subdural Hematoma

2.2.2 Etiologi

Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional

yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural.

Perdarahan sub dural dapat terjadi pada:

1. Trauma kapitis

2. Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak

terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.

3. Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila ruangan

subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak - anak.

4. Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdura.

5. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural yang

spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intrakranial.

6. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.

2.2.3 Patofisologi

Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat

robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan

sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Karena otak yang

bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan

terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena

halus pada tempat di mana mereka menembus duramater Perdarahan yang besar akan

menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.

Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh

jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik

cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena

tekanan intracranial yang berangsur meningkat

Page 5

Page 6: Subdural Hematoma

Perdarahan sub dural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena

jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil sehingga

walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut.

Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering

menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul. Pada

perdarahan subdural yang kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang

besar biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma

subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini

memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh

sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural kronik.

Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan

perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh efluks dari

cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan

tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang

cukup tinggi.

Meskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan

melampaui mekanisme kompensasi tersebut. Komplains intrakranial mulai berkurang yang

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar. Akibatnya

perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi

transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui foramen magnum dapat terjadi jika

seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanan

supra tentorial. Juga pada hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke

Page 6

Page 7: Subdural Hematoma

thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang

lainnya.

Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori

dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga

akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam kapsul dari subdural

hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik didalam kapsul subdural

hematoma. Karena tekanan onkotik yang meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran

dari perdarahan tersebut. Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu

ternyata dari penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata

hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua mengatakan

bahwa, perdarahan berulang yangdapat mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural

kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat meningkatkan terjadinya perdarahan

subdural kronik, karena turut memberi bantuan dalam pembentukan peningkatan

vaskularisasi di luar membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi,

level abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat

menyebabkan terjadinya perdarahan subdural kronik..

Perdarahan Subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya gejala-

gejala klinis yaitu :

1. Perdarahan akut

Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada

cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada

pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat

kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya,

didapatkan lesi hiperdens.

2. Perdarahan sub akut

Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada

subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan

dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran

skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan

karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.

Page 7

Page 8: Subdural Hematoma

3. Perdarahan kronik

Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik

subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah

trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa

mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular

atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati

hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan

sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi.

Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi

hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah

permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada

selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama

pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat

menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat

pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya

hematoma.

Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan

dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti

pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien

yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi

hipodens.

Pembagian Subdural kronik:

Berdasarkan pada arsitektur internal dan densitas tiap hematom, perdarahan

subdural kronik dibagi menjadi 4 kelompok tipe, yaitu :

1. Tipe homogen ( homogenous)

2. Tipe laminar

3. Tipe terpisah ( seperated)

4. Tipe trabekular (trabecular)

Page 8

Page 9: Subdural Hematoma

Tingkat kekambuhan pada tipe terpisah adalah tinggi sedangkan pada tipe yang

trabekular adalah rendah. Pada perdarahan subdural kronik diyakini bahwa pada awalnya

dalam bentuk homogen, kemusian seringkali berlanjut menjadi bentuk laminar.

Sedangkan pada subdural kronik yang matang, diwakili oleh stadium terpisah dan

hematomnya terkadang melalui stadium trabekular selama penyerapan.

Sedangkan berdasarkan perluasan iutrakranial dari tiap hematom, perdarahan

subdural kronik dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu:

1. Tipe konveksiti ( convexity).

2. Tipe basis cranial ( cranial base ).

3. Tipe interhemisferik

Tingkat kekambuhan perdarahan subdural Kronik tipe cranial base adalah tinggi,

sedangkan kekambuhan tipe convexity adalah rendah. Pengelompokan perdarahan

subdural kronik berdasarkan arsitektur internal dan perluasan intra kranial ini berguna

untuk memperkirakan resiko terjadinya kekambuhan pasca operatif.

2.2.4 Gejala

1. Hematoma Subdural Akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam

setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif

disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen

magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat

menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan

darah.

2. Hematoma Subdural Subakut

Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi

kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini

juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari

penmderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran,

Page 9

Page 10: Subdural Hematoma

selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu

tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat

kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan

intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar

dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi

intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan

menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari

kompresi batang otak.

3. Hematoma Subdural Kronik

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan

beberapa tahun setelah cedera pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang

melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural.

Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane

fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam

hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma.

Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan

merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan

hematoma.Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi

pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera

tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan

CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena

tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa

seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-

gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya

pengaliran perdarahan ini adalah:

1. sakit kepala yang menetap

2. rasa mengantuk yang hilang-timbul

3. linglung

4. perubahan ingatan

5. kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Page 10

Page 11: Subdural Hematoma

Kerusakan pada bagian otak tertentu

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan

mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada

korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan

beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.

Kerusakan Lobus Frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik

(misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga

mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis

bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan.

Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi

kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak,

Page 11

Page 12: Subdural Hematoma

biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan

kejang. 

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan

apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian

depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,

kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan

akibat yang terjadi akibat perilakunya.

Kerusakan Lobus Parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan

berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa

berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di

sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.

Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi

tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan

untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk

menentukan arah kiri-kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali

bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan

bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).

Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun

melakukan pekerjaan sehari-hari.

Kerusakan Lobus Temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan

mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan

gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur

emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya

ingatan akan suara dan bentuk.

Page 12

Page 13: Subdural Hematoma

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman

bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam

mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-

dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat

kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

2.2.5 Penatalaksanaan

Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang) dilakukan tindakan

konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang  

rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat mengalami pengapuranBaik pada

kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala- gejala yang progresif, maka

jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma. Tetapi sebelum

diambil keputusan untuk dilakukan tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah

airway, breathing dan circulation (ABCs).

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill

craniotomy, subdural drain. Dan yang paling banyak diterima untuk perdarahan sub dural

kronik adalah burr hole craniotomy. Karena dengan tehnik ini menunjukan komplikasi yang

minimal.

Reakumulasi dari perdarahan subdural kronik pasca kraniotomi dianggap sebagai

komplikasi yang sudah diketahui. Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah

menunjukkan perbaikan klinis, reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu untuk

dilakukan operasi ulang kembali .Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan

prosedur bedah yang invasif dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi. Penggunaan teknik

ini sebagai penatalaksanaan awal dari perdarahan subdural kronik sudah mulai berkurang.

Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan

mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Pada pasien trauma, adanya trias klinis

yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral

hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana

sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial.

Page 13

Page 14: Subdural Hematoma

Indikasi Operasi :

1. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

2. Adanya tanda herniasi/ lateralisasi

3. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala

tidak bisa dilakukan.

Perawatan Pascabedah :

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan

dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan

dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.

Setelah operasi pun kita harus tetap berhati hati, karena pada sebagian pasien dapat

terjadi perdarahan lagi yang berasal dari pembuluh - pembuluh darah yang baru terbentuk,

subdural empiema, irigasi yang kurang baik, pergeseran otak yang tiba-tiba, kejang, tension

pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang kembali dan terjadinya

reakumulasi dari cairan subdural.. Maka dalam hal ini hematoma harus dikeluarkan lagi dan

sumber perdarahan harus ditiadakan.

Serial skening tomografi pasca kraniotomi sebaiknyajuga dilakukan Markam Follow-

up, CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk

menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

Penjelasan Kesehatan untuk Keluarga

Keluarga diberikan penkes tentang perawatan pasien dengan masalah cedera kepala,

diantara yaitu :

1. Penjelasan tentang pengertian, penyebab, pengobatan dan komplikasi cidera kepala

termasuk gangguan fungsi luhur dari pasien, oleh karena itu perlu control dan berobat

secara teratur dan lanjut.

2. Mengajarkan bagaimana cara pemenuhan nutrisi dan cairan selama dirawat dan dirumah

nantinya

Page 14

Page 15: Subdural Hematoma

3. Mengajarkan pada keluarga dan melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-

hari pasien

4. Mengajarkan melatih mobilisasi fisik secara bertahap dan terencana agar tidak terjadi

cidera pada neuromuskuler

5. Mempersiapkan keluarga untuk perawatan pasien dirumah bila saatnya pulang, kapan

harus istirahat, aktifitas dan kontrol selama kondisi masih belum optimal terhadap dampak

dari cidera kepala pasien dan sering pasien akan mengalami gangguan memori maka

mengajarkan pada keluarga bagaimana mengorientasikan kembali pada realita pasien.

Rehabilitasi

1. Berbaring lama dan inaktiviti bisa menimbulkan komplikasi gerakan seperti kontraktur,

osteoporosis, dekubitus, edema, infeksi, trombophlebitis, infeksi saluran kencing.

Goal jangka pendek

a.Meningkatkan spesifik area seperti kekuatan, koordinasi, ROM, balans, dan posture

untuk mobilitas dan keamanan.

b.Pengobatan tergantung kondisi pasien kestabilan kardiopulmoner, fungsi musculoskletal,

defisit neurologi

2. Rehabilitasi dini pada fase akut terutama untuk menghindari komplikasi seperti kontraktur

dengan terapi fisik pengaturan posis, melakukan gerakan ROM (pergerakan sendi) dan

mobilisasi dini.Terapi ini kemudian dilanjutkan dengan home program terapi yang

melibatkan lingkungan dirumah

3. Pada pasien tidak sadar dilakukan dengan strategi terapi coma management dan program

sensory stimulation

4. Penanganan dilakukan oleh tim secara terpadu dan terorganisis :dokter ,terapis, ahli gizi,

perawat, pasien dan keluarga.

5. Melakukan mobilisasi dini, rehabilitasi termasuk stimulasi, suport nutrisi yang adekuat,

edukasi keluarga.

Page 15

Page 16: Subdural Hematoma

2.2.6 Diagnosa banding

Dementia, stroke, TIA, encephalitis, abses otak, adverse drugs reactions, gangguan

kejiwaan, Tumor otak, perdarahan subarachnoid, Parkinson, hydrocephalusdengan tekanan

normal.

2.2.7 Prognosis

Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik,

karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma subdural yang

disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat

dapat mencapai sekitar 50 %.

Page 16

Page 17: Subdural Hematoma

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural. Dalam

bentuk akut yang hebat, baik darah maupun cairan serebrospinal memasuki ruang tersebut

sebagai akibat dari laserasi otak atau robeknya arakhnoidea sehingga menambah penekanan

subdural pada jejas langsung di otak.

Indikasi Operasi :

a. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

b. Adanya tanda herniasi/ lateralisasi

c. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan

Kepala tidak bisa dilakukan.

3.2 Saran

Makalah ini mungkin tidaklah mencukupi untuk memenuhi keingintahuan kita semua

untuk mendapatkan jawaban yang sangat memuaskan, karena itu kami harapkan, apabila ada

masukan atau permasalahan kami siap menerima setiap aspirasi baik itu berdiskusi maupun

tanya jawab, karena bagi kami ilmu pengetahuan tidaklah terbatas, ilmu pengetahuan

merupakan harta yang tegantikan.

Page 17

Page 18: Subdural Hematoma

DAFTAR PUSTAKA

Sloane Ethel, “Anatomi dan Fisiologi”,2004.EGC ; Jakarta

Gst.Ng.Gd Ngoerah, Prof , “Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf”,1991. Airlangga

University Press ; Surabaya

Ginsberg Lionel , “Neurologi”, edisi VIII, 2007. Airlangga. Jakarta

Zi, “Hematoma Subdural”, http://yazid88.blogspot.com/2009/04/kasus-2-nn.html

(diakses tanggal 4 april 2013)

Page 18