the relationship between nutrition in infancy and cognitive performance during adolescence

22
Hubungan Antara Asupan Nutrisi Pada Masa Bayi dan Kemampuan Kognitif Pada Masa Anak The Relationship between nutrition in infancy and cognitive performance during adolescence Anett Nyaradi 1,2*,Wendy H. Oddy2, Siobhan Hickling1, Jianghong Li 2,3,4 and Jonathan K. Foster 5,6,7 www.frontiersin.org February 2015 | Volume 2 | Article 2 | 1 Objektif : Pada penelitian ini, kami bermaksud untuk mengetahui hubungan jangka panjang antara durasi laktasi pada masa bayi dengan kualitas asupan nutrisi pada usia 1 tahun yang diukur dengan menggunakan skor diet, dan juga mengetahui hubungan antara durasi laktasi dengan kemampuan kognitif pada masa anak Metode : Peserta pada penelitian ini (n = 717) diambil dari para wanita hamil pada penelitian kohort (raine) di Australia barat, sebuah penelitian prospektif longitudinal dari 2.868 anak dan keluarganya yang dilakukan di kota Pert, Australia Barat. Durasi laktasi dan skor asupan nutrisi pada usia 1 tahun merupakan variabel prediktor utama pada penelitian ini, sedangkan sebuah program pemeriksaan kemampuan kognitif berbasis komputer (Cogstate) digunakan untuk menganalisis kemampuan kognitif anak saat berusia 17 tahun. Skor asupan nutrisi yang terdiri dari tujuh kelompok komponen makanan, didapat dari kuisioner yang disi ibu mengenai makanan yang dikonsumsi oleh anak dalam waktu 24 jam, pengkuran kuisioner ini dilakukan pada saat bayi berumur 1 tahun. Nilai skor asupan nutrisi yang tinggi menunjukkan pola makan yang lebih baik. Hubungan antara durasi laktasi, skor asupan nutrisi dan kemampuan kognitif dianalisis dengan menggunakan model regresi multivariabel. 1

Upload: fredyton-rizminardo

Post on 10-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jurnal reading

TRANSCRIPT

Page 1: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

Hubungan Antara Asupan Nutrisi Pada Masa Bayi dan Kemampuan Kognitif Pada Masa Anak The Relationship between nutrition in infancy and cognitive performance during adolescence

Anett Nyaradi 1,2*,Wendy H. Oddy2, Siobhan Hickling1, Jianghong Li 2,3,4 and Jonathan K. Foster 5,6,7

www.frontiersin.org February 2015 | Volume 2 | Article 2 | 1

Objektif : Pada penelitian ini, kami bermaksud untuk mengetahui hubungan jangka panjang antara durasi laktasi pada masa bayi dengan kualitas asupan nutrisi pada usia 1 tahun yang diukur dengan menggunakan skor diet, dan juga mengetahui hubungan antara durasi laktasi dengan kemampuan kognitif pada masa anak

Metode : Peserta pada penelitian ini (n = 717) diambil dari para wanita hamil pada penelitian kohort (raine) di Australia barat, sebuah penelitian prospektif longitudinal dari 2.868 anak dan keluarganya yang dilakukan di kota Pert, Australia Barat. Durasi laktasi dan skor asupan nutrisi pada usia 1 tahun merupakan variabel prediktor utama pada penelitian ini, sedangkan sebuah program pemeriksaan kemampuan kognitif berbasis komputer (Cogstate) digunakan untuk menganalisis kemampuan kognitif anak saat berusia 17 tahun. Skor asupan nutrisi yang terdiri dari tujuh kelompok komponen makanan, didapat dari kuisioner yang disi ibu mengenai makanan yang dikonsumsi oleh anak dalam waktu 24 jam, pengkuran kuisioner ini dilakukan pada saat bayi berumur 1 tahun. Nilai skor asupan nutrisi yang tinggi menunjukkan pola makan yang lebih baik. Hubungan antara durasi laktasi, skor asupan nutrisi dan kemampuan kognitif dianalisis dengan menggunakan model regresi multivariabel.

Hasil : Skor asupan nutrisi yang tinggi pada saat usia 1 tahun menunjukkan kualitas asupan nutrisi yang lebih baik dan secara signifikan berhubungan dengan waktu reaksi yang lebih cepat pada pengukuran kemampuan kognitif saat berusia 17 tahun { nilai deteksi tugas, Detection task (DET): β = -0,004, 95%CI : -0,008;0,000, p=0,036; nilai identifikasi tugas , identification task (IDN) : β = -0,004, 95% CI: -0,008; 0,000, p=0,027}. Durasi laktasi (≥ 4 bulan) juga berhubungan secara signifikan dengan pendeknya waktu reaksi, namun hal ini hanya terlihat pada sampel anak berjenis kelamin laki-laki ( DET: β = -0,026, 95%CI : -0,046; 0,006, p=0,010).

Kesimpulan : Nutrisi yang diberikan selama masa awal kehidupan seorang anak memiliki hubungan jangka panjang yang penting terhadap kecepatan proses kognitif, hal ini sepertinya berhubungan dengan percepatan perkembangan otak saat tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak.

1

Page 2: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

PENDAHULUAN

Usia 2 tahun pertama kehidupan sudah diketahui dengan sangat baik sebagai masa-masa yang sensitif untuk proses perkembangan neuron. Proses ini secara genetik telah terprogram, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti asupan nutrisi. Pemberian asupan nutrisi optimal pada masa-masa kritis perkembangan ini dapat memiliki efek jangka panjang yang positif terhadap kemampuan perkembangan kognitif individu tersebut.

Pemberian laktasi saat bayi merupakan suatu faktor nutrisi yang telah secara luas diteliti dan dibahas mengenai pengaruhnya terhadap kemapuan kognitif pada masa anak. Beberapa laporan penelitian sebelumnya belum melaporkan secara menarik mengenai hubungan pemberian laktasi dengan perkembangan kognitif. Namun penelitan-penelitian yang dilakukan selanjutnya menyimpulkan bahwa setelah melalui pengkajian terhadap faktor-faktor perancu yang secara kuat dapat mempengaruhi proses pemberian laktasi, seperti status sosialdemografi ibu dan tingkat pendidikan serta IQ ibu, tetap didapatkan hasil positif yang konsisten bahwa anak –anak yang mendapatkan laktasi saat masa bayi memilki IQ yang 2-5 point lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak –anak yang tidak mendapatkan laktasi pada masa bayinya. Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan hanya bertujuan untuk mencari hubungan laktasi dengan perkembangan kognitif pada masa anak, namun hanya terdapat sedikit penelitian yang dilakukan untuk mencari adanya hubungan jangka panjang antara laktasi dengan kapasitas kognitif. Salah satu penelitian yang telah dilakukan di New Zeland guna mencari hubungan antara laktasi dan kemapuan kognitif anak usia 8-18 tahun, menemukan hasil bahwa durasi laktasi (dikelompokkan sebagai : tidak mendapat laktasi, laktasi selama < 4 bulan, laktasi selama 4-7 bulan dan laktasi selama > 8 bulan) memiliki asosiasi yang positif dengan kemampuan kognitif dan akademik. Hal ini dinilai menggunakan skala tingkat intelegensi anak menurut Wechler, penilaian guru terhadap prestasi sekolah anak, kemampuan matematika dan membaca, serta tingkat pendidikan akhir anak. Pada penelitian lainnya yang dilakukan di Irlandia Utara, didapatkan hasil bahwa anak-anak berusia 11-16 tahun yang mendapatkan laktasi selama lebih dari 12 minggu pada masa bayinya, menunjukkan kemampuan verbal, numerik dan IQ yang lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok anak yang hanya mendapatkan laktasi antara 1 -4 minggu pada masa bayinya, hal ini dinilai dengan menggunakan skala ukur Raven’s standart Progressive matrics test. Tujuan utama pada penelitian kami adalah untuk mengeveluasi adanya bukti yang menghubungkan antara durasi laktasi dan kemapuan kognitif pada usia 17 tahun.

Tujuan selanjutnya (yang juga penting) pada penelitian kami ini adalah untuk menilai apakah terdapat hubungan jangka panjang antara asupan nutrisi pada masa – masa awal kehidupan dengan kemapuan kognitif pada masa anak. Memang telah terdapat sejumlah penelitian sebelumnya yang mencari hubungan antara asupan zat nutrien tunggal dengan perkembangan kognitif, namun hanya terdapat sejumlah kecil penelitian yang menilai secara komprehensif mengenai pemberian asupan nutrisi pada masa awal kehidupan dengan kapasitas kognitif anak. Terlebih lagi, hanya terdapat satu penelitian yang menitik beratkan

2

Page 3: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

mengenai hubungan tersebut. Pada sebuah penelitan yang dilakukan oleh Avon longitudinal study of parents and children (AlSPAC), para peneliti telah menemukan 4 pola makan yang berhubungan dengan asupan makanan pada usia 6 hingga 24 bulan. Keempat pola makan tersebut adalah pola makan sehat (healthy), pola makan semau anak (discretionary), pola makan tradisional dan pola makan siap saji (ready-to-eat). Pada penelitian ini ditemukan hubungan yang negatif antara pola makan discretionary (meliputi makanan kering dan coklat) dan pola makan tradisional (makanan seperti daging, sayuran masak dan puding) dengan kemampuan kognitif yang diukur dengan menggunakan skala Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence (WASI) saat usia 15 tahun.

Pada hasil penelitian ini, penelitian kohort yang dilakukan pada wanita hamil di Australia Barat, ditemukan hasil bahwa laktasi secara signifikan berhubungan dengan perkembangan kemampuan bahasa anak pada usia 6 hingga 10 tahun. Pada penelitian ini juga didapatkan hasil adanya kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berbahasa yang lebih baik saat berusia 10 tahun pada kelompok anak dengan riwayat skor asupan nutrisi yang tinggi saat mereka berusia 1 tahun. Pada penelitian ini, kami menyimpulkan bahwa pemberian masa laktasi yang lebih lama dan adanya skor asupan nutrisi yang tinggi pada masa bayi berhubungan dengan kemampuan kognitif yang lebih baik pada masa anak-anak.

BAHAN DAN METODE

POPULASI PENELITIAN

Sampel pada penelitian ini diambil dari penelitian kohort (raine) pada wanita hamil yang dilakukan di Australia barat. Deskripsi dari penelitian ini dijelaskan pada bagian lain. Secara ringkas mengenai penelitian ini, pada awalnya sebanyak 2900 orang wanita direkrut dari rumah sakit King Edward (rumah sakit bersalin tingkat tersier di kota Pert, Australia barat) dan dari dokter praktek umum sekitarnya pada tahun 1989 hingga 1991. Wanita dengan usia gestasi antara 16 hingga 20 minggu secara random diikutkan pada penelitian ini guna menilai efek dari pemeriksaan ultrasonografi secara berulang terhadap kehamilan. Pada awal, penelitian kohort ini melibatkan total 2.868 bayi dengan 89,5% diantaranya cukup bulan (usia gestasi ≥ 37 minggu) dan 10,5% kurang bulan (usia gestasi < 37 minggu). Dilakukan pengamatan secara teratur terhadap keluarga saat anak berusia 1, 2, 3, 5, 10, 14 dan 17 tahun. Etical clearance untuk tiap kali pengamatan pada penelitian ini diperoleh dari komite etik rumah sakit king Edward Memorial dan rumah sakit anak Princess Margaret (Pert, Australia barat). Pada penelitian ini, kami menganalisis data laktasi dan asupan nutrisi saat usia 3 tahun awal kehidupan bersamaan dengan skor kemampuan kognitif saat usia 17 tahun (data diambil antara 2006 hingga 2009) ketika sejumlah 717 anak (89% dari bayi dengan riwayat usia gestasi cukup bulan) menyelesaikan pengukuran tingkat kemampuan kognitif berbasis komputer.

3

Page 4: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

VARIABEL PREDIKTOR

Laktasi

Data mengenai laktasi didapatkan saat sampel berusia 1 hingga 3 tahun, data ini dikumpulkan secara rektrospektif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini merupakan metode yang valid dan tepat serta mencakup proses inisiasi laktasi dan durasi laktasi. Pada penelitian ini dilakukan pencatatan usia saat laktasi dihentikan dan hal ini merupakan acuan untuk mengukur durasi laktasi pada sampel penelitian. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi 2 kelompok, kelompok yang dengan durasi laktasi < 4 bulan dan kelompok dengan durasi laktasi ≥ 4 bulan. Kami memutuskan untuk menggunakan batasan usia 4 bulan pada pembagian data durasi laktasi karena pada saat dilakukan pengumpulan data (tahun 1990-1995), WHO masih menggunakan rekomendasi batasan pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 4-6 bulan. Rekomendasi tersebut sangat berbeda dengan rekomendasi WHO saat ini yang merekomendasikan untuk pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan.

Skor Asupan Nutrisi

Pada saat sempel penelitian berusia 1 tahun (antara tahun 1991-1993), para pengasuh anak melengkapi sebuah kuisioner mengenai asupan makanan yang dikonsumsi anak selama 24 jam, pengisian quisioner ini dilakukan diklinik dan dibantu oleh seorang perawat yang juga merupakan anggota tim penelitian. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan program analisis asupan nutrisi ( FoodWork, Proffesional Version5, 2007, Xyrissoftware, Brisbane, QLD, Australia). Pada proses pengumpulan kuisioner nutrisi ini tidak dapat ditentukan secara konsisten ukuran persajian dari makanan yang diberikan pada anak, oleh karena itu ahli nutrisi memasukkan data dengan menggunakan setiap kejadian makan pada anak untuk menggambarkan satu porsi pemberian seperti hal nya yang dilakukan pada penelitian –penelitian sebelumnya. Pada penelitian kami ini, sebanyak 3 orang ahli nutrisi mengelompokkan 2.260 jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi sampel penelitian kedalam 100 kelompok makanan. Hasil tersebut selanjutnya dikelompokkan lagi kedalam 20 kelompok berdasarkan pedoman pemberian makanan sehat di Australia.

Skor asupan nutrisi diperoleh dari data tersebut dan kemudian dimasukkan kedalam tujuh kelompok nutrien seperti gandum, sayuran, buah, ratio nilai asupan daging (pembilang: daging putih, telur, sumber protein lainnya; penyebut : daging merah, daging olahan), keju, makanan ringan, minuman pemanis; Hal ini terlihat pada tabel S1 pada data. Pengelompokan makanan ini menjadi skor asupan nutrisi berdasarkan pada pedoman yang dikeluarkan oleh Youth Healthy Eating Index (YHEI). Setiap tujuh kelompok makanan tersebut kemudian diberikan nilai antara 0-10, tergantung dari sering tidaknya anak mengkonsumsi nutrien tersebut. Sebagai contoh, seorang bayi yang mengkonsumsi komponen makanan sehat (buah, sayur, keju, gandum, makanan olahan daging dengan ratio daging tinggi) dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam sehari (kejadian makan optimal dalam sehari), akan diberikan skor 10 untuk komponen makanan tersebut. Bila tidak ada asupan makanan tersebut, maka diberikan skor 0 untuk kelompok makanan tersebut. Namun sebuah proses penilaian yang sebaliknya

4

Page 5: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

diberlakukan bagi kelompok makanan ringan dan minuman bersoda (soft drink), bila bayi tidak ada mengkonsumsi makanan ringan atau minuman bersoda, maka bayi tersebut diberikan nilai skor tertinggi, sedangkan bila bayi tersebut mengkonsumsi 3 kali atau lebih kelompok makanan ringan atau minuman bersoda, secara otomatis ia akan diberikan nilai skor 0. Keseluruhan skor yang diperoleh kemudian dijumlahkan untuk menentukan keseluruhan skor asupan nutrisi yang berkisar antara 0-70, skor lebih tinggi menunjukkan pola makan yang lebih baik (terlihat pada tabel S1). Keseluruhan skor tersebut kemudian ditransformasi menjadi skor 0-10 guna mempermudah interpretasi, skor yang lebih tinggi menunjukkan pola makan yang lebih baik. Sebagai kesimpulan, nilai skor diet yang lebih tinggi mengindikasikan pasien lebih banyak mengkonsumsi buah, sayuran, gandum, keju, daging putih dan kecang-kacangan, hal ini juga menunjukkan pasien tersebut kurang mengkonsumsi minuman bersoda, makanan ringan, daging merah dan produk olahan daging. Nilai skor asupan nutrisi pada penelitian kohort ini ditemukan dalam distribusi normal secara statistik serta berhubungan erat dengan karakteristk sosiodemigrafik. Pada pengamatan selanjutnya, skor asupan nutrisi yang lebih tinggi saat usia-usia awal kehidupan berhubungan dengan peningkatan kemampuan kognitif pada usia pertengahan masa anak.

VARIABEL HASIL

Penilaian mengenai kemampuan kognitif sampel dilakukan antara tahun 2007-2009, ketika rerata usia sampel penelitian adalah 17,11 tahun (berkisar antara 16,01 – 18,32 tahun; SD 0,22 tahun). Kemampuan kognitif diukur dengan menggunakan sebuah program pemeriksaan kemampuan kognitif berbasis komputer, Cogstate (Cog.State Ltd.,Melbourne,Australia). Cog.State merupakan sebuah program yang valid, terjangkau dan sensitif guna menilai fungsi neurokognitif yang dapat dilakukan sepanjang hidup seorang individu. CogState cocok digunakan untuk pemeriksaan pada sampel penelitian yang memiliki perbedaan budaya dan membutuhkan kemampuan minimal dalam berbahasa. Program ini memiliki efek yang terbatas pada praktek sehari –hari dan berhubungan erat dengan metode pemeriksaan neuropsikologi konvensional (Pearson’s R dalam rentang antara 0,49-0,83). Pada penelitian kami ini, dilakukan empat macam pengukuran dari program CogState (terlihat pada tabel S2) dan kemudian dilakukan analisis pada empat macam variabel hasil tersebut. Nilai kemampuan deteksi tugas (DET) merupakan pemeriksaan yang paling sederhana dari program CogState; pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memberikan tampilan kartu permainan pada layar dan kemudian para peserta pemeriksaan dimintakan untuk secara secepatnya menekan kunci tombol ketika mereka melihat kartu tersebut sebelum gambar kartu tersebut menghilang dari layar. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kecepatan dasar kemampuan psikomotorik. Variabel utama dari hasil pengukuran ini adalah waktu reaksi. Pemeriksaan kemampuan mengidentifikasi (IDN) merupakan sebuah tugas respon pilihan sederhana; pada pemeriksaan ini para sampel penelitian akan dimintakan untuk mengidentifikasi apakah gambar kartu bergerak yang ditampilkan dilayar berwarna merah atau tidak (pada pemeriksaan ini sampel penelitian dimintakan untuk menekan tombol iya atau tidak pada keybord komputer). Pemeriksaan ini berguna dalam menilai kecepatan kemampuan psikomotor dan attensi visual. Variabel utama dari hasil pemeriksaan ini adalah

5

Page 6: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

waktu reaksi. Pada pengukuran kartu belajar dengan satu kartu (One card learning task, OCL), para sampel penelitian dimintakan untuk mengidentifikasi dengan menekan tombol ketika mereka melihat pada layar kartu yang telah mereka lihat sebelumnya. Pengukuran ini menilai kemampuan belajar visual dan memori sampel penelitian. Pada pengukuran tugas belajar asosiasi berpasangan berkelanjutan (continuous paired association learning task, CPAL), para sampel penelitian dimintakan untuk mengulang lokasi spasial dari objek yang ditampilkan sebelumnya. Pengukuran ini menilai kemampuan belajar visual, spasial dan memori. Variabel utama dari hasil pemeriksaan ini adalah jumlah total kesalahan yang dilakukan.

FAKTOR PERANCU DAN KOVARIAT

Dilakukan analisis model regresi dari beberapa faktor perancu yang potensial berperanan dalam penelitian ini, faktor-faktor perancu tersebut adalah usia ibu, tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan keberadaan ayah bilogis dalam keluarga. Jenis kelamin anak juga dimasukkan dalam analisis tersebut.

Data mengenai ibu pada penelitian ini diperoleh selama masa kehamilan. Data mengenai usia ibu diklasifikasikan kedalam kelompok variabel kontinue. Tingkat pendidikan ibu dikelompokkan menjadi: tidak ada pendidikan, memiliki sertifikat pendidikan, memiliki gelar profesional yang dikeluarkan oleh institut non formal, berpendidikan diploma, sarjana dan lain sebagainya. Data keluarga didapatkan pada saat pengamatan satu tahun yang didapatkan antara tahun 1990 – 1993. Pendapatan keluarga dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu : < 7.000 AUD (dolar australia), 7.000-11.999 AUD, 12.000-23.999 AUD, 24.000-35.000 AUD dan ≥ 36.000 AUD. Data mengenai keberdaan ayah biologis dalam keluarga dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu ada dan tidak ada.

ANALISIS STATISTIK

Keseluruhan data yang diperoleh kemudian diteliti mengenai tingkat kesalahan, validitas dan normalitas data. Pada penelitian ini kami mengeksklusikan peserta penelitian yang gagal memenuhi 75% pemeriksaan dan juga eksklusi dilakukan pada peserta penelitian yang tidak dapat melalui pemeriksaan integritas DET, IDN dan OCL. Prosedur pengeksklusian ini dilakukan sesuai dengan pedoman CogState. Kriteria pemeriksaan integritas yang dimaksud adalah skor kecepatan DET< skor kecepatan IDN dan tingkat akurasi DET > 90%; akurasi IDN > 80%; akurasi OCL >50%. Distribusi dari total tingkat kesalahan pada hasil pemeriksaan OCL didapatkan tidak simetris; oleh karena itu dilakukan sebuah transformasi log 10 guna mendapatkan normalitas data tersebut. Data skor waktu reaksi pada pemeriksaan DET dan IDN juga dilakukan tranformasi Log 10 dan nilai akar kuadrat dari proporsi repon benar pada pemeriksaan OCL dilakukan transformasi sinus. Standar prosedur pengolahan data ini dilakukan sesuai dengan pedoman CogState Ltd.,Melbourne,VIC, Australia.

6

Page 7: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan analisis. Tahap pembandingan kelompok merupakan tahap pertama guna membandingkan karakteristik kelompok pada penelitian ini. Pemeriksaan ini dilakukan pada keseluruhan sampel penelitian, baik yang menyelesaikan ataupun yang tidak menyelesaikan program pemeriksaan CogState. Pemeriksaan tahap ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan Pearson chi-square untuk variabel kategorik dan pemeriksaan independent t-test untuk variabel kontinius. Nilai pembandingan rerata variabel hasil kelompok sampel yang mendapatkan laktasi dilakukan dengan menggunakan pengolahan data one-way ANOVA; sedangkan pemeriksaan korelasi digunakan dalam pengolahan data hubungan skor asupan nutrisi dengan variabel hasil. Tahap akhir adalah dilakukannya analisis General linear modeling pada analisis regresi multivariabel guna menentukan hubungan antara durasi laktasi (merupakan variabel kontinius dan dikelompokkan menjadi < 4 bulan dan ≥ 4 bulan) dengan status nutrisi sampel pada tahun-tahun pertama kehidupan (diukur dengan variabel kontinius skor diet pada usia 1 tahun) sesuai dengan pedoman dari CogState. Analisis ini dilakukan secara terpisah pada tiap-tiap hasil pengukuran kemampuan kognitif sampel dengan memperhitungkan semua faktor perancu dan kovariat seperti jenis kelamin anak, usia ibu, tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan keberadaan ayah biologis dalam keluarga. Keseluruhan analisis tersebut diatas dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS statistics 19 dengan nilai α = 0,05 dianggap sebagai bermakna secara signifikan.

HASIL

PENGURANGAN SAMPEL

Tabel 1 memperlihatkan penjelasan statistik yang relevan mengenai sampel penelitian CogState ini. Pendapatan keluarga > 36.000AUD terlihat pada 37% sampel penelitian pada tahun pertama, sedangkan 40% dari para ibu pada penelitian ini tidak memiliki pendidikan formal dan hanya sebanyak 13% ibu dengan pendidikan tingkat universitas. Laktasi yang diberikan selama lebih dari 4 bulan terlihat pada 67% sampel penelitian. Para anak yang dilakukan pengamatan saat berusia 17 tahun pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa anak yang lahir dari ibu yang berusia lebih tua (p<0,001) dan ibu dengan riwayat berpendidikan tinggi (p<0,001) akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk hidup bersama dengan ayah biologisnya (p<0,008) serta ibu yang berasal dari keluarga dengan penghasilan yang lebih tinggi (p<0,001) akan cenderung memberikan laktasi lebih lama pada anaknya (p<0,001).

7

Page 8: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

LAKTASI

Nilai rerata hasil pengukuran kemampuan kognitif yang disesuaikan pada setiap kelompok laktasi terlihat pada tabel 2. Terdapat perbedaan yang signifikan nilai rerata waktu reaksi pada pengukuran DET, dimana didapatkan nilai 280,67 ms pada kelompok anak dengan riwayat laktasi < 4 bulan, sedangkan nilai tersebut didapatkan sebesar 270,33 ms pada kelompok anak dengan riwayat laktasi ≥ 4 bulan; p=0,007. Hasil yang bersesuaian juga didapatkan dalam nilai rerata waktu reaksi pada pengukuran IDN, dimana didapatkan nilai 448,44 ms pada kelompok anak dengan riwayat laktasi < 4 bulan, sedangkan nilai tersebut didapatkan sebesar 434,61 ms pada kelompok anak dengan riwayat laktasi ≥ 4 bulan; p=0,010. Pada model regresi multivariabel (tabel3), setelah memperhitungkan faktor perancu dan kovariat, terdapat interaksi yang signifikan antara jenis kelamin anak dengan laktasi pada pengukuran DET. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik anak yang diberikan laktasi selama 4 bulan atau lebih memiliki pengaruh yang berbeda terhadap waktu reaksi pada pengukuran DET bergantung pada jenis kelamin anak (F =4,40, p =0,037). Pada penelitan ini juga ditemukan adanya interaksi yang signifikan antara jenis kelamin dan laktasi pada hasil

8

Page 9: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

pengukuran kemapuan kognitif anak, hal ini terlihat ketika laktasi diperlakukan sebagai variabel kontinu (F=4,53, p=0,034). Berdasarkan hasil diatas, maka dilakukan analisis hasil pengukuran DET yang terpisah pada kelompok anak laki-laki dan perempuan. Adanya temuan hasil analisis spesifik pengaruh jenis kelamin ini, menunjukkan bahwa pada anak laki-laki terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian laktasi > 4 bulan atau lebih terhadap waktu reaksi yang lebih cepat pada pengukuran DET (β=−0.023, 95% CI: −0.043; −0.002, p =0.029 ), namun hasil tersebut tidak ditemukan pada kelompok anak perempuan (β=0.004, 95% CI: −0.013; 0.021, p =0.642). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara asupan nutrisi dan laktasi sebagai variabel kontinu baik pada kelompok anak laki-laki (β=−0.002, 95% CI: −0.004; 0.000, p =0.079) maupun perempuan (β=0.001, 95% CI: −0.001; 0.003,p =0.441).

SKOR ASUPAN NUTRISI USIA 1 TAHUN

Hasil pemeriksaan hubungan antara skor diet saat usia 1 tahun dengan setiap parameter kognitif terlihat pada tabel 2. Terdapat hubungan yang negatif antara skor asupan nutrisi dengan waktu respon pada pengukuran DET (r=-0,117, p=0,014) dan pengukuran IDN (r=-0,108, p=0,008). Setelah dilakukan penyesuaian faktor perancu dan kovariat, didapatkan hasil bahwa nilai asupan nutrisi yang lebih tinggi pada saat berusia 1 tahun berhubungan dengan hasil pengukuran laju waktu reaksi pada pengukuran DET (β=−0.004, 95% CI:

9

Page 10: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

−0.008;0.000,p =0.036) dan pengukuran IDN (β=−0.004,95% CI: −0.008; 0.000, p =0.027), hal ini terlihat pada tabel 3. Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya interaksi yang signifikan antara jenis kelamin dengan asupan nutrisi pada semua model skor pengukuran.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, kami menilai pengaruh jangka panjang antara laktasi dan asupan nutrisi di masa awal kehidupan dengan kemampuan kognitif anak. Kami mendapatkan hasil bahwa anak laki-laki dengan riwayat pemberian laktasi selama 4 bulan atau lebih, memperlihatkan kemampuan kognitif yang lebih baik berkenaan dengan kecepatan psikomotor yang tercermin dengan adanya waktu reaksi yang lebih cepat pada pengukuran DET CogState. Hubungan yang signifikan tersebut masih tetap terlihat walaupun telah dilakukan penyesuaian terhadap faktor-faktor perancu dan kovariat seperti usia dan tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan kehadiran ayah biologis pada keluarga. Kami tidak mendapatkan hubungan antara laktasi dengan kemampuan kognitif pada anak perempuan. Pada penelitian ini kami mendapatkan hasil bahwa kualitas asupan nutrisi yang lebih baik pada usia 1 tahun berhubungan dengan kecepatan waktu reaksi pada pengukuran DET dan IDN CogState, temuan tersebut didapatkan baik pada kelompok anak laki-laki maupun perempuan.

10

Page 11: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

Pengaruh laktasi terhadap kemampuan kognitif pada masa anak dan remaja telah diteliti pada sejumlah penelitian sebelumnya. Hasil pada penelitian kami ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Kafouri et al. Kafouri et al menemukan adanya hubungan positif antara lamanya durasi laktasi dengan kemampuan IQ (namun tidak kemampuan verbal), penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan skala pengukuran intelegensia anak berdasarkan Wechsler scale III (WISG-III). Program pengukuran CogState tidak mengukur IQ per tiap bagian kecerdasan dan pada penelitian ini kami tidak mampu untuk mengolah keseluruhan campuran hasil pemeriksaan, hal ini dikarenakan pada program CogState terdapat perbedaan pada tiap hasil parameter yang ukur. Namun temuan utama kami pada penelitian ini adalah terdapatnya hubungan antara parameter kecepatan psikomotorik (merupakan salah satu komponen parameter tingkat kecerdasan anak) dengan durasi laktasi pada anak laki-laki. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kafouri et al, didapatkan hasil bahwa pemberian durasi laktasi yang lebih lama berhubungan dengan kemampuan kognitif anak yang lebih baik. Pada penelitian Kafouri tersebut dilakukan pengukuran komponen IQ yang menggambarkan tingkat akurasi dan kecepatan seseorang, kemampuan tersebut secara konseptual berhubungan dengan kecepatan psikomotor individu tersebut. Oleh karena temuan tersebut, dapat diambil suatu pemahaman adanya hubungan yang konsisten antara hasil penelitian kami dengan penelitian yang dilakukan oleh Kafouri et al.

Isaacs et al telah melakukan sebuah penelitian yang menggambarkan adanya hubungan antara perbedaan jenis kelamin terhadap laktasi. Pada observasi yang dilakukan saat masa anak pada penelitian tersebut, terdapat hasil adanya hubungan antara IQ, volume otak (terutama substansia alba) dan asupan ASI pada bayi prematur. Hubungan tersebut sangat signifikan pada anak laki-laki, namun tidak terdapat hal yang sama pada anak perempuan. Isaacs melaporkan bahwa terdapat hubungan predominan antara kemampuan verbal IQ secara keseluruhan (diukur dengan menggunakan WISC) pada kelompok anak laki-laki, namun tidak pada kecepatan IQ. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Oddy et al, juga telah dilaporkan mengenai peranan perbedaan jenis kelamin terhadap efek laktasi terhadap IQ anak. Pada penelitian korhort Reine, didapatkan hasil bahwa lebih lama durasi pemberian laktasi hanya akan secara signifikan berhubungan dengan kemampuan akademik (kemampuan matematika dan kemampuan membaca) kelompok anak laki-laki saat berusia 10 tahun. Pada penelitian yang kami lakukan, terlihat bahwa adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin tersebut terhadap kemampuan kognitif berlanjut hingga saat usia 17 tahun. Sebuah hasil yang bertolak belakang dengan apa yang telah ditemukan oleh Isaacs, dimana pada penelitian kami ini lebih memfokuskan mengenai pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap kecerdasan kognitif, bukan terhadap kecerdasan verbal seperti yang difokuskan pada penelitian Isaacs.

Adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap perkembangan sel otak, struktur otak dan kapasitas kemampuan neurokognitif telah dilaporkan pada sejumlah penelitian sebelumnya, hal ini juga telah dikonfirmasi menggunakan pemeriksaan pencitraan otak (neuroimaging). Adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap perkembangan neurokognitif ini dapat disebabkan oleh peranan hormon kelamin, dimana sejumlah reseptor

11

Page 12: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

hormon ini dapat ditemukan dikeseluruhan bagian otak. Faktor lainnya yang juga mungkin berperanan terhadap perbedaan jenis kelamin terhadap perkembangan neurokognitif ini adalah tedapatnya efek perlindungan dari hormon estradiol wanita terhadap sel-sel otak. Pada anak laki-laki terdapat keadaan kekurangan kadar hormon estradiol tersebut, kondisi ini secara konsisten berhubungan dengan besarnya kecenderungan sel otak anak laki-laki untuk mengalami cedera dan juga lebih cenderung mengalami pengaruh dari faktor lingkungan. Oleh karena hal tersebut, maka sangat mungkin untuk disimpulkan bahwa lebih pendek durasi laktasi akan memberikan efek negatif yang lebih besar pada perkembangan sel-sel otak dan kemampuan kognitif anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

Untuk pengetahuan kita, hanya terdapat satu penelitian mengenai efek jangka panjang dari pola makan pada tahun pertama kehidupan terhadap fungsi kognitif. Penelitian yang dilakukan oleh Smithers et al telah menganalisis mengenai hubungan pola makan anak saat berusia 6 hingga 24 bulan terhadap kemampuan kognitif anak saat berusia 8 hingga 15 tahun. Pada penelitian ini ditemukan korelasi positif yang lemah antara asupan nutrisi pada masa awal kehidupan terhadap fungsi kognitif anak di masa depan. Penelitian tersebut bersesuaian dengan penelitian kami, dimana didapatkan hasil adanya hubungan antara asupan nutrisi yang baik pada usia bayi dengan kemampuan kognitif dimasa anak.

Kami mendapatkan hasil pengukuran DET yang secara signifikan berhubungan dengan durasi laktasi pada anak laki-laki. Pada semua sampel penelitian kohort ini, kami juga mendapatkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara hasil pengukuran DET dan IDN terhadap asupan nutrisi pada tahun pertama kehidupan. Sebuah penjelasan yang rasional mengenai hasil penelitian tersebut adalah mengenai terdapatnya peranan genetik terhadap perbedaan perkembangan neurokognitif pada masing-masing jenis kelamin. Perbedaaan tersebut terutama sekali terlihat pada penelitian ini melalui hasil pengukuran DET dan IDN program CogState yang merupakan pengukuran yang sangat menggambarkan kemampuan kognitif sampel. Pengukuran ini mengukur kemampuan fungisonal dan perhatian psikomotorik sampel dengan menggunakan waktu reaksi sebagai parameter pengukuran. Fungsi psikomotor yang mendasari hasil parameter waktu reaksi menggambarkan perkembangan beberapa kemampuan kognitif dasar otak. Beberapa kemampuan psikomotorik yang lebih kompleks muncul dan berkembang pada masa remaja dan dewasa muda, hal ini bersesuaian dengan maturasi dari sejumlah area spesifik di otak (sebagai contoh, maturasi lobus frontal).

Kami menganggap adanya peranan mekanisme biologis pada hasil penelitan ini. Faktor penting yang berperanan terhadap peningkatan kecerdasan pada induvidu-individu yang memiliki riwayat konsumsi ASI adalah asam lemak tidak jenuh rantai panjang (LCPUFA, long-chain polyunsaturated fatty acids), terutama omega 3 dan asam lemak docosahexanoid acid (DHA). Namun beberapa penelitian yang dilakukan belakangan ini tidak mendukung hipotesis diatas, hal ini terlihat dari tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara suplementasi LCPUFA dan perkembangan kemampuan kognitif pada bayi cukup bulan dan kurang bulan. Namun hasil yang bertolak belakang ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Hoffman et al. Berdasarkan hasil penelitiannya, Hoffman et al menyarankan bahwa pemberian suplementasi DHA pada ASI dan susu formula menghasilkan

12

Page 13: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

kemampuan kognitif yang lebih baik pada anak yang terlahir cukup bulan. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Isaacs menyarankan bahwa kolesterol (yang merupakan komponen utama ASI) dapat memiliki efek yang baik terhadap perkembangan kemampuan kognitif anak yang mendapat ASI. Kolesterol sangat berperan penting terhadap proses mielinisasi sel-sel saraf dan perkembangan kognitif disaat dewasa.

Pada penelitian ini kami mendapatkan hasil bahwa asupan nutrisi yang sehat dan baik selama masa bayi dapat memiliki manfaat jangka panjang yang bertahan lama pada kemampuan kognitif. Mekanisme yang mendasari hubungan tersebut sepertinya didasari oleh tingginya sensitifitas perkembangan otak terhadap asupan nutrisi pada masa awal kehidupan. Mekanisme tersebut terutama sekali terlihat pada kenyataan dimana otak anak akan mencapai berat 80% dari otak dewasa saat anak tersebut berusia 2 tahun, hal ini berhubungan dengan adanya proses pertumbuhan yang cepat pada masa tersebut. Kondisi lainnya yang juga mendukung pendapat diatas adalah terjadinya perubahan struktural dan metabolik (termasuk peningkatan metabolisme glukosa, peningkatan densitas kapiler serta dendrit dan peningkatan mielinisasi substansia putih) korteks serebri pada tahun-tahun pertama kehidupan sebagai bagian dari proses maturasi sistem saraf pusat.

Terdapat beberapa keunggulan dari penelitian kami, keunggulan tersebut seperti penggunaan desain penelitian prospektif dalam skala besar, sehingga penelitian kohort ini memiliki kemampuan untuk memperkirakan efek jangka panjang dari pemberian ASI dan asupan nutrisi yang baik pada masa bayi terhadap kapasitas fungsi kognitif anak dikemudian hari. Fungsi kognitif pada penelitian ini diukur dengan menggunakan program pengukuran CogState. Program ini merupakan metode pengukuran yang valid, terjangkau dan sensitif untuk mendeteksi perbedaan kemampuan kognitif.

Penelitian kami ini juga memiliki beberapa keterbatasan. Ketebatasan pertama adalah data semikuantitatif mengenai asupan nutrisi yang kami peroleh mungkin tidak menggambarkan secara akurat asupan nutrisi yang biasa dikonsumsi anak. Katerbatasan kedua adalah karena pada penelitian ini kami tidak melakukan analisis kecerdasan ibu secara langsung, namun hanya dengan menggunakan data mengenai tingkat pendidikan ibu yang diharapkan dapat mewakili tingkat kecerdasan ibu. Keterbatasan ketiga pada penelitian ini adalah karena tidak semua sampel pada penelitian ini mengikuti keseluruhan pengukuran kemampuan kognitif CogState dan kami hanya menganalisis data dari sampel yang telah melalui keseluruhan pengukuran CogState. Sebagian besar kelompok penelitian yang datanya tidak diikutkan pada analisis tersebut memiliki perbedaan karakteristik sosiodemografi yang secara signifikan berbeda, sedangkan sampel penelitian yang lebih representatif dari suatu penelitian kohort adalah sampel yang memiliki variasi luas dalam hal variabel prediktor dan hasil. Oleh karena itu, secara sederhana hubungan antara laktasi dan asupan nutrisi pada masa awal kehidupan terhadap fungsi kognitif anak dapat terpengaruh oleh bias. Kami menyesuaikan sebagian besar faktor sosiodemografi yang potensial dapat menimbulkan bias pada hasil penelitian. Faktor-faktor tersebut adalah usia ibu, tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga serta keberadaan ayah biologis dalam keluarga. Namun kami juga menyadari adanya beberapa faktor-faktor perancu lainnya yang tidak kami lakukan penyesuaian. Pada akhirnya, dikarenakan oleh penelitian ini merupakan sebuah penelitian

13

Page 14: The Relationship Between Nutrition in Infancy and Cognitive Performance During Adolescence

observasional, maka kami tidak dapat menyimpulkan hubungan kausalitas antara laktasi/asupan nutrisi dan hasil pengukuran tingkat kemampuan kognitif.

Sebagai kesimpulan, kami telah menemukan bahwa pemberian nutrisi dimasa awal kehidupan (termasuk laktasi dan asupan nutrisi pada usia 1 tahun pertama) memiliki manifestasi hubungan yang secara signifikan bermakna dengan kemampuan kognitif pada masa anak, terutama pada kemampuan kognitif dasar. Pada penelitian ini kami juga menemukan adanya peranan perbedaan jenis kelamin terhadap kemampuan kognitif, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian laktasi selama 4 bulan atau lebih adalah suatu hal yang sangat penting diberikan, terutama pada anak laki-laki guna menunjang perkembangan kognitifnya dimasa depan. Penelitian selanjutnya pada bidang ini sangat dibutuhkan, sebagai contoh adalah penelitian yang menggunakan pemeriksaan neuroimaging sturktural dan fungsional dalam hal mengevaluasi mekanisme yang diduga menghubungkan antara asupan nutrisi dan perkembangan neurokognitif, serta untuk mengevaluasi mekanisme biologis spesifik yang mendasari adanya peranan perbedan jenis kelamin terhadap perkembangan neurokognitif.

14