“tirta budaya situ” a new concept of multifunction urban lake
TRANSCRIPT
![Page 1: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/1.jpg)
“Tirta Budaya Situ”
A New Concept of
Multifunction Urban
Lake Water Culture
25 Agustus 2015
09:00-16:00
Ruangan PDII lantai 2 LIPI Pusat
Diselenggarakan oleh
Research Institute for Humanity and Nature
bekerjasama dengan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Sponsor utama
![Page 2: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/2.jpg)
Jadwal Acara
Second Toyota Foundation’s Workshop
“Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake Water Culture
Hari/Tanggal : Selasa, 25 Agustus 2015
Tempat : Ruangan PDII lantai 2 LIPI Pusat
Jalan Gatot Subroto no 10 Jakarta Selatan
Program
09:00-09:30 Registrasi
Bagian pertama 09:30-12:30
09:30-10:00 Pembukaan
09:30-09:45 -Sambutan wakil RIHN (Abe Kenichi)
09:45-10:00 -Kepala LIPI sekaligus pembukaan
10:00-10:35 Konsep “Tirta Budaya Situ” dan Kriteria Penilaian Ami A. M. (RIHN)
10:35-11:05 Hermono Sigit (KLHK)
11:05-12:30 Pembahasan mengenai Kriteria Penilaian “Tirta Budaya Situ”
Fasilitator: Cynthia Henny
11:05-11.10 Pembahas: 1. Alinda Zain (IPB)
11:10-11:15 2. Hadi Susilo Arifin (IPB)
11:15-11:20 3. Herry Yogaswara (LIPI)
11:20-11:25 4. Fitrie A. N. (Unesco Jakarta Office)
11:25-11:30 5. Nirwono Yoga (Universitas Trisakti)
11:30-12:30 Diskusi
12:30-13:30 Ishoma
Bagian kedua 13:30-16:00
13:30-13:50 Joko Mulyono (PSDA PUPR)
13:50-14:10 Iskandar (BBWS)
14:10-14:30 Parlindungan Purba (Ketua Komite II DPD-RI)
14:30-15:30 Pembahasan Identitas “Tirta Budaya Situ”
Fasilitator: Gutomo Bayu Aji
14:30-14:35 Pembahas: 1. Alinda Zain (IPB)
14:35-14:40 2. Hadi Susilo Arifin (IPB)
14:40-14:45 3. Herry Yogaswara (LIPI)
14:45-14:50 4. Fitrie A. N. (Unesco Jakarta Office)
14:50-14:55 5. Nirwono Yoga (Universitas Trisakti)
14:55-15:30 Diskusi
15:30-15:50 Pembentukan Forum Persahabatan Peduli Situ Jabodetabek (Bayu)
15:50-16:00 Penutupan (Deputi IPSK LIPI)
1
![Page 3: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/3.jpg)
Situ/waduk di Jabodetabek ada sekitar 1000 buah (laporan JICA, 2013). Situ/waduk
tersebut banyak yang terbengkalai, tidak terurus, tidak dimanfaatkan bahkan hilang.
Sejak terjadinya musibah situ Gintung, banyak situ/waduk yang direhabilitasi pada
tahun 2010-2011. Apalagi setelah DKI Jakarta mulai memanfaatkan situ/waduk untuk
mengurangi banjir dengan merehabilitasi dan mengeruk waduk Pluit dan waduk
Riario, daerah-daerah lain di Jabodetabek juga turut membenahi situ/waduk di
daerahnya masing-masing.
Dengan membaiknya kondisi fisik situ/waduk, perlu pengelolaan yang rutin
untuk menjaga kualitas air dan mengurangi pencemaran. Walaupun pemeliharaan
situ/waduk itu adalah kewajiban pemerintah, namun seperti yang telah terjadi selama
ini dana-dana dari pemerintah untuk pemeliharaan tidak selalu tersedia. Oleh sebab
itu, partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan situ/waduk tersebut sangatlah
penting. Namun demikian, pemeliharaan yang rutin dan kegiatan-kegiatan
masyarakat memerlukan dana dan tidak bisa hanya menggantungkan pada
sumbangan sukarela masyarakat saja.
Untuk mendukung keberlangsungan pemanfaatan situ/waduk oleh
masyarakat sehingga masyarakat merasa butuh dan merasa ada keterkaitan dengan
situ/waduk, kami Research Institute for Humanity and Nature bekerjasama dengan
Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, akan
menyelenggarakan workshop/lokakarya yang bertema “Tirta Budaya Situ” A New
Concept of Multifunction Urban Lake Water Culture. Di dalam workshop tersebut kami
ingin mengusulkan suatu konsep untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya situ/waduk. Konsep tersebut yaitu situ/waduk mempunyai suatu identitas
‘Tirta Budaya’. Apabila suatu situ/waduk sudah ditetapkan dan diakui memiliki
identitas sebagai situ/waduk ‘Tirta Budaya Situ’ berarti situ/waduk tersebut telah lulus
evaluasi kriteria-kriteria penilaian tertentu. Situ/waduk yang sudah mempunyai
identitas ‘Tirta Budaya Situ’ berarti masyarakat sekitar dan pemerintah daerah
situ/waduk tersebut sudah bekerjasama dan peduli akan pelestarian situ/waduk,
masyarakat dan pemerintah daerah sudah memelihara situ/waduk secara teratur dan
2
![Page 4: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/4.jpg)
ada kegiatan pemanfaatannya oleh masyarakat.
Situ/waduk yang sudah ditetapkan dan diakui oleh Pemerintah Pusat menjadi
salah satu situ yang beridentitas ‘Tirta Budaya Situ’ dapat lebih mudah untuk bermitra
dengan perusahaan/industri di daerahnya sehingga perusahaan/industri dapat
memberikan bantuan CSR untuk pengelolaan dan kegiatan masyarakat di sekitar
situ/waduk tersebut secara kontinyu/rutin. Tentu saja kegiatan masyarakat tersebut
harus berkaitan pemeliharaan, pelestarian, dan pemanfaatan situ/waduk. Untuk
mendapatkan mitra perusahaan/industri, pemerintah daerah dapat membantu
mencarikan mitranya atau masyarakat mengajukan proposal kepada perusahaan
sehingga perusahaan berminat menjadi mitra. Tentu saja perusahaan juga harus
mempunyai manfaat dalam kerjasama bermitra ini dengan cara pada saat kegiatan
dapat beriklan dengan gratis atau memberi bangku-bangku beriklan untuk duduk di
ruang terbuka hijau di sekitar situ/waduk.
Dalam workshop “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban
Lake Water Culture ini akan dibahas kriteria-kriteria penilaian apa saja yang perlu
diusulkan agar kriteria-kriteria ini sesuai dengan keadaan situ/waduk, kondisi
masyarakat di sekitarnya, keinginan masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam
workshop ini akan dilaksanakan pembahasan kriteria-kriteria yang kami sampaikan
oleh para pakar dan berdiskusi atas masukan-masukan dari para pembahas, peserta
serta wakil rakyat di parlemen yang hadir. Kami ingin berdiskusi dengan para peserta
agar tujuan pemberian identitas situ/waduk ‘Tirta Budaya’ tercapai. Workshop ini juga
diharapkan dapat menjadi ajang pertemuan berbagai stakeholder yang terkait dengan
situ/waduk, masyarakat, pemerintah, para pakar, LSM, dll.
Kegiatan workshop “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction
Urban Lake Water Culture yang akan dilaksanakan oleh Research Institute for
Humanity and Nature bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI
menyediakan sarana interaksi antara berbagai stakeholder situ/waduk di Jabodetabek
dan membahas usulan kriteria penilaian penetapan identitas “tirta Budaya Situ” yang
merupakan salah satu cara untuk memecahkan masalah pelestarian situ dan waduk di
Jabodetabek.
3
![Page 5: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/5.jpg)
Ami A. Meutia
4
![Page 6: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/6.jpg)
Masyarakat & Pemerintah
Daerah
Membersihkan & menjaga
situ/waduk
Evaluasi(KLHK)
Rendah
Tinggi
Sertifikat“Tirta Budaya Situ”
Acara-acara
Sertifikat“Tirta Budaya Situ”
Masalah Kebutuhan Sumber Hadiah
Sistem ekonomi, pendidikan, perikanan,
teknologi, dll.
Solusi Investasi PotensiPengem
balian
Pengelolaansitu/waduk yang
berkelanjutan
Sektor Swasta(CSR)
5
![Page 7: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/7.jpg)
6
![Page 8: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/8.jpg)
MULTI-FUNCTIONALITY OF URBAN LAKES (SITU AND WADUK) IN JABODETABEK
- focused on water purification and flood mitigation effect-
○Koshi Yoshida(Ibaraki University, E-mail: [email protected])
Background
In this study, we focused on multi-functionality of urban lakes (situ andwaduk) which is naturally or artificially developed. Recently, land use ofJBODETABEK was drastically changed (shown in Figure1), and about1000 urban lakes have been existed before, however number of themdecreased around 300 until now. Reduction of urban lakes will acceleratethe degradation of water environment in Jakarta, because urban lakes havemulti-functionality for keeping water environment in suitable condition.Therefore, to conserve those lakes in adequate condition and in sustainable,quantitative evaluation of multi-functionalities were quite important in theview point of water purification and flood control in this region.
Target Lakes
0km 20km
Water Quality PurificationTo evaluate water quality condition, lakewaters were sampled at the inlet and outlet ofurban lakes (shown in Figure3). Fieldobservation was conducted in rainy season(March 2014) and dry season (August 2014)to grasp the influence of water dischargefrom upstream area. Measured water qualityparameters are soil sediment (SS), totalnitrogen (TN), nitrate nitrogen (NO3-N),ammonium nitrogen (NH4-N), chemicaloxygen demand (COD), dissolved oxygen(DO), water temperature and PH. Tocalculate water purification rate, we assumedthat discharges of inflow and outflow arebalanced.
Figure 1. Land use map of JABODETABEK in 1930 and 2000
Figure 2. Location of surveyed urban lakes①Pluit, ②Hutan Kota Surenseng, ③Gintung, ④Babakan, ⑤Kerapa Dua Wetan,
⑥Rawa Dongkal, ⑦Binong, ⑧Tonjong, ⑨Cihuni
Figure3. Inlet and outlet of situ Gintung
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
① ② ③ ④ ⑤ ⑥ ⑦ ⑧ ⑨
T‐N(m
g/L)
August
INOUT
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
① ② ③ ④ ⑤ ⑥ ⑦ ⑧ ⑨
T‐N(m
g/L)
March
INOUT
35%
29%41%
64%
10%-1.5%
65%27%
-7.8%
61%
91%
8%
72%
89%
77%
-10%
-80%
30%
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
①IN
①OUT
②IN
②OUT
③IN1
③IN2
③OUT
④IN1
④IN2
④OUT
⑤IN
⑤OUT
⑥IN
⑥OUT
⑦IN
⑦OUT
⑧IN
⑧OUT
⑨IN1
⑨OUT
(mg/L)
March
NH4
NO3
NH4-NNO3-N
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
①IN
①OUT
②IN
②OUT
③IN1
③IN2
③OUT
④IN1
④IN2
④OUT
⑤IN
⑤OUT
⑥IN
⑥OUT
⑦IN
⑦OUT
⑧IN
⑧OUT
⑨IN1
⑨IN2
⑨OUT
(mg/L)
August
NH4
NO3
NH4-NNO3-N
Figure4. Observed TN concentration atinlet and outlet of each urban lake in rainyseason (March) and dry season (August)
Figure5. Observed NO3-N and NH4-Nconcentration at inlet and outlet of urbanlakes in rainy season and dry season
Name shoreline area of lake depth storage volume catchment area
(km) (m2) (m) (m3) (km2)① Pluit 4.14 745,000 2.39 1,780,550 32.4② Hutan Kota Surenseng 0.53 14,000 1.71 23,940 -③ Gintung 4.28 23,990 9.82 235,582 1.49④ Babakan 3.69 32,000 2.11 67,520 5.56⑤ Kerapa Dua Wetan 1.35 54,700 1.49 81,503 0.41⑥ Rawa Dongkal 1.75 120,200 2.03 244,006 0.64⑦ Binong 1.99 170,000 1.4 238,000 2.82⑧ Tonjong 2.93 144,400 1.2 173,280 1.61⑤ Cihuni 2.08 325,000 3.17 1,030,250 0.78
Table 1. General information of surveyed urban lakes
Flood MitigationIn this study, rainfall data of February 2007 was used which had440 mm during 1 Feb to 2 Feb 2014. Flood in Feb 2007 was mostsevere one historically. The runoff curve number is based on thearea's hydrologic soil group, land use, treatment and hydrologiccondition. The basic assumption of the SCS curve number methodis that, for a single storm, the ratio of actual soil retention afterrunoff begins to potential maximum retention is equal to the ratioof direct runoff to available rainfall. This relationship, afteralgebraic manipulation and inclusion of simplifying assumptions,results in the following eq(1).
.
.(1)
where Qin is runoff from catchment area, P is Rainfall, S is thepotential maximum soil moisture retention after runoff begins. S iscalculated by eq(2).
S 10 (2)
where CN is runoff curve number which having a range from 30to 100; lower numbers indicate low runoff potential while largernumbers are for increasing runoff potential.In this study, CN number were evaluated from land use and soilcharacteristic condition from GIS analysis. At first, catchment areaof each urban lakes were evaluated from DEM(Digital ElevationMap) and then, land use and FAO soil data were extracted bycatchment boundary (shown in Figure6). Paddy water storage alsoconsidered in runoff calculation.
Figure6. Land use extraction of Tonjong catchment area0.0
100.0
200.0
300.00.0
2.0
4.0
6.0
8.0
2007/2/10:00
2007/2/115:00
2007/2/26:00
2007/2/221:00
降雨
量(m
m/3h)
流量(m
3 /s)
Tonjong
19.1%
0.0
100.0
200.0
300.00.0
3.0
6.0
9.0
12.0
降雨
量(m
m/3h)
流量(m
3 /s)
Gintung
00.6%
0.0
100.0
200.0
300.00.0
2.0
4.0
6.0
降雨
量(m
m/3h)
流量(m
3 /s)
Cihuni
91.0%
Q
rain
rain
rain
Figure7. Inflow and outflow dischargefrom 2/1 0:00 to 2/2 24:00 in 2007
Conclusion
Photo1. Outlet of Gintung Photo2. Outlet of Cihuni
As a results, most of lakes have effective function to purify thewastewater flowing from upstream area and to mitigate flood dischargeoutflowing to downstream region. The negative impacts of urbanizedcatchment area can be minimized by optimizing the function of urbanlakes such as flood control, ground water recharge and water purification.The solution of the problems requires a comprehensive management planthat is not only effective in maintaining the stability of lake ecosystembut also effective in improving urban life.7
![Page 9: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/9.jpg)
Pengelolaan Situ sebagai Danau Urban Berbasis Pendekatan
Ekosistem di Megapolitan Jakarta
CYNTHIA HENNY*, AMI A. MEUTIA ** dan R. KURNIAWAN*
*Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Cibinong, Indonesia; ** Research Institute for
Humanity and Nature (RIHN), Kyoto, Jepang
Perbedaan tipe area sempadan dan penataan
area pantai sangat berpengaruh
terhadapkualitas air dan permasalahan
eutrofikasi.
Situ di wilayah urban dengan padat
perumahan/penduduk dan tidak ada
penanganan limbah/buangan dan aliran
permukaan dari air hujan mempunyai kualitas
sir yang buruk, tercemar berat toksik poluatan,
organik, nutrien dan eutrofikasi oleh alga dan
penutupan permukaan oleh tanaman apung
Situ di wilayah yang jarang
penduduk/perumahan, dengan area sempadan
yang masih alami dengan berbagai jenis
tanaman (area terbuka hijau) juga penataan
pantai dengan tanaman serta keberadaan
tanaman air tegak dan terendam mempunyai
kualitas air yang baik dengan pencemaran
nutrien dan organik lebih rendah juga
permasalah eutrofikasi yang lebih kecil
Situ di wilayah Jakarta megapolitan (JABODETABEK) walau merupakan sumber daya air alternatif
dengan multifungsi namun mempunyai multi masalah dan terabaikan. Tidak sedikit jumlah situ yang
berubah fungsi akibat perubahan lahan dari tekanan urbanisasi.
Multifungsi Situ: Penampung air (sumber air baku air bersih), Pengontrol banjir, Penyejuk kota,
Ruang terbuka hijau, Ekowisata, Rekreasi memancing, Budidaya ikan dsb.
Multimasalah: Berubah fungsi, Pendangkalan, Penyusutan (area), Pencemaran (toksik polutan)
(tempat buangan limbahpadat dan cair), Eutrofikasi (pencemaran algae), Penutupan area dengan
tanaman air
Salah pengelolaan atau pengelolaan tidak tepat sasaran menyebabkan permasalahan tidak teratasi
Posfor merupakan salah faktor kunci dari pencemar
nutrien yang harus dikontrol dari buangan limbah
yang masuk ke situ
Pengolahan limbah dari aliran buangan yang masuk
ke Situ harus di olah baik dengan sistem pengolahan
atau menggunakan teknologi remediasi (ekoteknologi
– lahan basah buatan (sistem wetland)
Sempadan danau dan area pantai sebagian besar
harus ditata secara alami dengan ditanami berbagai
jenis tanaman dan dijaga tanaman air tegak dan
terendam diwilayah littoral situ
Pengelolaan Situ
mendukung multifungsi
situ apabila didukung dan
dijaga keberadaan
komponen ekosistem situ
(danau kecil)
8
![Page 10: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/10.jpg)
Kandungan Coliform dan E. coli di Beberapa Situ/Waduk di Jakarta Megacity
Ami A. Meutia*, Cynthia Henny** & Riki Kurniawan**
*Research Institute for Humanity and Nature
**Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Situ/waduk, alam atau buatan di Jakarta Megacity (Jabodetabek) telah memainkan peran penting
dalam irigasi, pengendalian banjir dan pengisian kembali air tanah sejak lama. Selama beberapa
dekade, ini situ/waduk menderita karena perkembangan pesat yang tidak direncanakan, urbanisasi
dan hunian ilegal. Oleh karena itu, fungsi sebenarnya dari situ/waduk belum diaktifkan dalam
kondisi optimal. Selain itu, karena kelalaian pemerintah dan rendahnya kesadaran masyarakat,
hampir semua situ/waduk telah tercemar dan penuh dengan limbah yang tidak diolah dan limbah
padat. Akibatnya, situ/waduk menjadi tempat berkembang biak bakteri patogen, terutama salah satu
yang menyebabkan gastroenteritis yang ditularkan melalui air. Penyakit pasca banjir adalah salah
satu masalah yang paling serius di antara insiden meningkat yang datang setelah banjir.
Konsekuensi kesehatan masyarakat terhadap banjir termasuk wabah penyakit akibat kontaminasi
sumber air oleh limbah dan bahan kimia beracun. Air banjir bercampur dengan bakteri patogen di
situ/waduk dapat memacu penyakit, termasuk diare. Dari fakta yang dijelaskan di atas, maka
dianggap penting untuk mengetahui tentang kesehatan lingkungan situ/waduk, yang berkaitan
dengan ekosistem perkotaan, dengan menggunakan indikator total coliform dan bakteri E.coli di
megacity Jakarta.
Gambar 1 menunjukkan bahwa tingkat bakteri coliform total beberapa situ/waduk di
megacity Jakarta meningkat setiap tahun. Pada tahun 2009, hanya tujuh situ/waduk yang memiliki
konsentrasi tinggi standar jumlah coliform melebihi kualitas air. Pada tahun 2010, sepuluh
situ/waduk memiliki konsentrasi tingkat tinggi total coliform. Selain itu, pada tahun 2011 kondisi
buruk meningkat dengan 12 situ/waduk memiliki jumlah coliform di atas standar. Untuk E. coli,
pada tahun 2009 dan 2010, sembilan situ/waduk memiliki tingkat tinggi di atas standar. Untuk E.
coli, pada tahun 2009 dan 2010, sembilan situ/waduk memiliki kandungan tinggi di atas standar,
meskipun tingkatnya bervariasi. Namun, pada tahun 2011, terjadi kenaikan kandungan E. coli di
banyak situ/waduk, seperti 12 situ/waduk memiliki tingkat E. coli di atas standar.
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 2 menunjukkan jumlah bakteri coliform situ/waduk di megacity Jakarta yang
memperlihatkan bahwa tingkat tinggi total coliform juga bisa ditemukan di kota-kota lainnya.
Kandungan tinggi total coliform dapat ditemukan di kota-kota lain di sekitar Jakarta (Bogor Kota,
Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan Kota,
Tangerang Selatan Kabupaten, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi). Tidak ada situ/waduk di
kota-kota tersebut yang memiliki kadar total coliform dibawah standar. Meskipun memiliki
kandungan total coliform yang tinggi, kandungan E. coli dari situ/waduk masih dalam standar.
9
![Page 11: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/11.jpg)
COMPOSITION OF AQUATIC PLANT AND RIPARIAN VEGETATION IN
SEVERAL URBAN LAKES IN MEGACITY JAKARTA
Riky Kurniawan, Cynthia Henny, Ami A. Meutia
Research Centre for Limnology-Indonesian Institute of Sciences, Cibinong 16911
Research Institute for Humanity and Nature-Japan
Email Correspondence: [email protected]
Urban lakes in Megacity Jakarta are commonly called by the term “situ” by the local people
Some of the significant functions of these water bodies are for domestic use, irrigation, fishery, flood control, recreation, and as habitat for variety of aquatic lives
Aquatic plants and Riparian vegetation have known to reduced the sedimentation and improved water quality in urban lakes by reducing solids and con-taminants from the storm water run off and sewer-age
Aquatic plants or more frequently referred as aquatic macrophytes are the plantations which mostly live in aquatic environment and are adapted to such condition. These plants may half or totally emerge inside the water (Uno et al., 2001).
Aquatic plants has an important role as one of food source for fish, because Eichhornia crassipes, Myrio-phyllum verticillatum, or Hydrilla verticillata would attached by benthos (shrimp, mollusk, crab) which is a food source for some species of fish living in urban lakes
In addition, aquatic plant also play role as a spawn-ing ground, a nursery ground, or shelter ground for fish from predators. Finally, fish would assembled around the aquatic plants. In conclusion, aquatic plant has an important ecological connectivity with fish living in urban lakes
Riparian vegetation is generally composed of forest but may include other vegetation types such as scrub (Salemi, et al., 2012). Riparian vegetation has an important role for biodiversity, landscape, water quality, natural depuration, bank side stability, etc (Recchia et al., 2010)
Riparian has an important role play to reduce the rate of sedimentation and also can reduce water pollutions in river or lake. Riparian also very impor-tant in the management of urban lakes because ri-parian occupy or always live in the river sides or urban lakes. The plant having powerful roots that they can restrain landslide so that erotion does not occur. Some types of riparian plants growing in wa-ter and had a rooting attached to mud and can hold of mud (Wiriadinata and Setyowati, 2003)
Figure 1. Sampling Location in 11 Urban Lakes
Illustration for Good Condition in Urban Lakes
(www.thepond.com)
Eichhornia
crassipes
Salvinia sp Ludwigia sp. Ipomoea
aquatica
Cerbera
manghas
Artocarpus sp. Muntingia
calabora
Musa sp.
10
![Page 12: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/12.jpg)
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situ Pengamatan pada Beberapa Situ di Jabodetabek
Gutomo Bayu Aji
Pusat Peneltiian Kependudukan – LIPI ([email protected])
Pertanyaan
Bagaimana peran masyarakat dan keterlibatan mereka dalam pengelolaan Situ?
Tujuan
Mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Situ
Metodologi
Review literature, observasi dan wawancara (18 situ di Jabodetabek)
Temuan
Situ-situ di Jabodetabek telah mengalami perubahan fungsi dari fungsi utama irigasi pertanian menjadi
pengendalian banjir
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan situ mengalami perubahan dari peran tradisional dengan
keterlibatan yang intensif menjadi kurang berperan dan terlibat
Perubahan partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor perkembangan kota, perubahan fungsi
lahan dan aturan pengelolaan situ yang kurang memberi otoritas serta ruang partisipasi masyarakat
Lahan di sekitar situ semakin dikuasai oleh pengembang untuk keperluan pengembangan kota
Kesimpulan
Situ-situ di Jabodetabek mengalami perubahan fungsi dari irigasi pertanian menjadi pengendalian banjir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain pengembangan kota, alih fungsi lahan dan aturan pengelolaan
situ yang kurang memberikan ruang partisipasi masyrakat. Banyak situ yang tidak dikelola dengan baik
sehingga fungsinya semakin menurun. Pemerintah belum dapat sepenuhnya mengelola situ dengan baik.
Sementara itu partisipasi masyarakat semakin berkurang karena faktor-faktor tersebut berimplikasi pada
pembatasan otoritas, peran serta keterlibatan dalam pengelolaan situ.
Saran
Partisipasi masyarakat perlu diberi ruang yang lebih luas dalam pengelolaan situ
Output
Kriteria partisipasi Parameter
5 4 3 2 1
1 Hubungan
dengan
komunitas
Dikelola oleh
komunitas
Dipertahankan
oleh komunitas
Dipertahankan
oleh sebagian
kecil kelompok
Tidak
dipertahankan
oleh komunitas
Dibiarkan oleh
komunitas
2 Keterlibatan
stakeholder
Keterlibatan
multi-
stakeholder
Keterlibatan
mutlti-stakeholder
kurang
Keterlibatan
stakeholder hanya
kelompok kecil
Stakeholder yang
terlibat hanya
pemerintah
Tidak ada
keterlibatan
stakeholder
3 Manfaat bagi
masyarakat
Memberikan
manfaat bagi
banyak pihak
Memberikan
manfaat bagi
masyarakat
setempat
Memberikan
manfaat bagi
sebagian kecil
kelompok
masyarakat
Kurang
memberikan
manfaat bagi
masyarakat
setempat
Tidak
memberikan
manfaat
12
![Page 13: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/13.jpg)
Suatu Tinjauan Sejarah Situ dan Waduk di JABODETABEK Hiroko Matsuda, Dr.
Seandainya kita memperhatikan sejarah pengairan di Pulau Jawa, tentu kita bisa memudik ke zaman kuno. Jika berdasarkan pada tulisan yang diukir pada muka batu yang ditemukan di dekat Tanjung Priok, maka dapat diketahui bahwa pembangunan saluran pengairan sudah dilaksanakan di bawah perintah Raja Punawarman pada abad ke-5, yaitu masa Kerajaan HinduTarumanegara. Sesudah kota Batavia dibagun oleh pemerintahan VOC pada abad ke-17, pemerintah mulai mengajak karyawan VOC dan penduduk agar menangani pertanian, khususnya penanaman padi di wilayah sekitarnya untuk meningkatkan produksi makanan di kota dan menambah jumlah penduduk yang menetap di wilayah Batavia. Menurut peta-peta yang dilukis pada abad ke-18, dapat ditemukan beberapa kolam dan danau di hulu sungai seperti Sungai Kurkut, Sungai Grogal, Sungai Pesanggrahan dan sebagainya. Oleh karena terdapat ratusan sumber air di kaki gunung, lereng-lereng dan cekungan-cekungan di wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane yang ketinggiannya di antara sekitar 250 m di Buitenzorg (Bogor) dengan 3 m di pusat kota Batavia (Jakarta) dari permukaan laut, maka kemungkinan besar kolam dan danau tersebut terbentuk secara alamiah. Namun demikian pemerintah VOC mulai membangun saluran pengairan dari daerah Buitenzorg (Bogor) pada pertengahan abad ke-18 dan sebagian kolam dan danau mulai diatur oleh pemerintah VOC, penduduk setempat serta migran dengan membangun bendungan, tanggul dan pintu air. Suatu peta yang dilukis oleh seorang insinyur pemerintah Batavia pada tahun 1801 menunjuk sudah adanya suatu situ besar dan saluran pengairan di Cimanggis. Pada abad ke-19 kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda yang menggalakkan penanaman padi secara lebih aktif mengakibatkan saluran pengairan dibangun dan diperpanjangkan di wilayah sungai Ciliwung-Cisadane. Sehubungan dengan itu, barangkali situ-situ baru dibangun dengan membendung aliran sungai kecil di lembah dan membangun tanggul sekeliling rawa atau cekungan. Seorang insinyur teknik sipil menulis laporan tentang tata air di wilayah Batavia di mana terdapat keterangan mengenai dibangunnya bendungan untuk pengairan dan dibentuk Situ Pitara pada tanhun 1855. Jika membanding peta-peta yang dibuat pada 1900-1911 dengan peta-peta yang dibuat pada sekitar tahun 1930, maka dapat diketahui beberapa situ baru dibangun dengan membendung lembah dan cekungan. Di antaranya terdapat Situ Tonjong, Stu Cihuni dan Situ Rawa Binong.
Setelah Kemerdekaan Indonesia mulailah pembangunan waduk untuk mengendali banjir daerah perkotaan di Jakarta. Waduk dalam bahasa Jawa itu sebenarnya sama dengan situ yang digunakan untuk pengairan. Namun demikian, di wilayah Jabodetabek kata waduk biasanya diberikan kepada danau yang dibangun dalam rangka pengendalian pembuangan air hujan dan banjir yang menerapkan sistem Polder sebagai penataan air di kota. Pembangunan waduk tersebut dikaitkan dengan pembangunan perumahan yang menampung penduduk bertambah semakin banyak pada waktu itu. Pada sekitar tahun 1951 sudah dibangun Waduk Grogol. Selanjutnya pada tahun 1960-an telah dibuat rencana penataan air oleh tim Komando Proyek Banjir di Jakarta. Beberapa waduk seperti Waduk Pluit, Waduk Melati, Waduk Setiabudi, Waduk Tebet dan Waduk Pulo Mas direncanakan dalam perencanaan tersebut. Sedangkan di daerah sekitar kota juga terlihat perubahan tata guna tanah yang dinamis dan pesat mulai dari tahun 1970-an. Menurut statistik dinas pemerintah luas lahan sawah merupakan sekitar 2300 ㎢ pada tahun 1930 dan 1976. Tetapi angka ini semakin menurun menjadi sekitar 1970 ㎢ pada tahun 1990 dan selanjutnya menjadi kurang-lebih 1470 ㎢ pada tahun 2000. Selain itu, luas perkebunan karet di Jabdetabek juga berubah dari kira-kira 700 ㎢ menjadi 300 ㎢ menurut perkiraan dari statistik. Perubahan tata guna tanah sedemikian rupa mengakibatkan berubahnya lingkuan situ-situ di wilayahnya. Di kebanayakan situ kualitas air memburuk dan fungsi seperti pengairan, perikanan dan kebudayaan air bagi masyarakat sekelilingnya tidak bermanfaat secukupnya. Terdapat juga situ-situ yang menyusut dan mendangkal, bahkan ada yang ditimbun dan hilang. Walaupun begitu, fungsi menampung air untuk persediaan air tanah serta meredam banjir semakin diperhatikan secara umum.
Hasil Penelitian Penggunaan Tanah Utama Daerah Sekeliling Situ Nama Situ dan Waduk Sejarah
Dahulu Sekarang Pluit dibuat pada tahun 1960-an oleh pemerintah tambak ikan perumahan dan pemukiman
Hutan Kota Srengseng dibuat oleh propinsi DKI Jakarta pembuangan sampah taman umum
Gintung sudah ada pada abad 19 kebun pemukiman dan perumahan
Babakan sudah ada pada abad 19 kebun dan sawah pemukiman
Kelapa Dua Wetan sudah ada pada abad 19 kebun dan sawah pemukiman
Rawa Dongkal sudah ada pada abad 19 kebun karet dan sawah perumahan
Binong rawa dibendung oleh penduduk pada sekitar 1920 kebun dan sawah perumahan
Tonjong sawah dibendung pada sekitar tahun 1910 kebun karet dan sawah perumahan dan empang
Cihuni sawah dibendung pada sekitar 1910 kebun karet dan sawah perumahan
Rawa Pondok rawa dibendung sebelum tahun 1903 sawah sawah dan pabrik
Situ yang ditemukan dalam peta sekitar 1930
Rencana Kopro Banjir 1960-an
13
![Page 14: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/14.jpg)
CATATAN
![Page 15: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake](https://reader031.vdocument.in/reader031/viewer/2022020103/5878b8661a28ab0b7e8be9cd/html5/thumbnails/15.jpg)