“tirta budaya situ” a new concept of multifunction urban lake

15
“Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake Water Culture 25 Agustus 2015 09:00-16:00 Ruangan PDII lantai 2 LIPI Pusat Diselenggarakan oleh Research Institute for Humanity and Nature bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Sponsor utama

Upload: haque

Post on 13-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

“Tirta Budaya Situ”

A New Concept of

Multifunction Urban

Lake Water Culture

25 Agustus 2015

09:00-16:00

Ruangan PDII lantai 2 LIPI Pusat

Diselenggarakan oleh

Research Institute for Humanity and Nature

bekerjasama dengan

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Sponsor utama

Page 2: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Jadwal Acara

Second Toyota Foundation’s Workshop

“Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake Water Culture

Hari/Tanggal : Selasa, 25 Agustus 2015

Tempat : Ruangan PDII lantai 2 LIPI Pusat

Jalan Gatot Subroto no 10 Jakarta Selatan

Program

09:00-09:30 Registrasi

Bagian pertama 09:30-12:30

09:30-10:00 Pembukaan

09:30-09:45 -Sambutan wakil RIHN (Abe Kenichi)

09:45-10:00 -Kepala LIPI sekaligus pembukaan

10:00-10:35 Konsep “Tirta Budaya Situ” dan Kriteria Penilaian Ami A. M. (RIHN)

10:35-11:05 Hermono Sigit (KLHK)

11:05-12:30 Pembahasan mengenai Kriteria Penilaian “Tirta Budaya Situ”

Fasilitator: Cynthia Henny

11:05-11.10 Pembahas: 1. Alinda Zain (IPB)

11:10-11:15 2. Hadi Susilo Arifin (IPB)

11:15-11:20 3. Herry Yogaswara (LIPI)

11:20-11:25 4. Fitrie A. N. (Unesco Jakarta Office)

11:25-11:30 5. Nirwono Yoga (Universitas Trisakti)

11:30-12:30 Diskusi

12:30-13:30 Ishoma

Bagian kedua 13:30-16:00

13:30-13:50 Joko Mulyono (PSDA PUPR)

13:50-14:10 Iskandar (BBWS)

14:10-14:30 Parlindungan Purba (Ketua Komite II DPD-RI)

14:30-15:30 Pembahasan Identitas “Tirta Budaya Situ”

Fasilitator: Gutomo Bayu Aji

14:30-14:35 Pembahas: 1. Alinda Zain (IPB)

14:35-14:40 2. Hadi Susilo Arifin (IPB)

14:40-14:45 3. Herry Yogaswara (LIPI)

14:45-14:50 4. Fitrie A. N. (Unesco Jakarta Office)

14:50-14:55 5. Nirwono Yoga (Universitas Trisakti)

14:55-15:30 Diskusi

15:30-15:50 Pembentukan Forum Persahabatan Peduli Situ Jabodetabek (Bayu)

15:50-16:00 Penutupan (Deputi IPSK LIPI)

1

Page 3: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Situ/waduk di Jabodetabek ada sekitar 1000 buah (laporan JICA, 2013). Situ/waduk

tersebut banyak yang terbengkalai, tidak terurus, tidak dimanfaatkan bahkan hilang.

Sejak terjadinya musibah situ Gintung, banyak situ/waduk yang direhabilitasi pada

tahun 2010-2011. Apalagi setelah DKI Jakarta mulai memanfaatkan situ/waduk untuk

mengurangi banjir dengan merehabilitasi dan mengeruk waduk Pluit dan waduk

Riario, daerah-daerah lain di Jabodetabek juga turut membenahi situ/waduk di

daerahnya masing-masing.

Dengan membaiknya kondisi fisik situ/waduk, perlu pengelolaan yang rutin

untuk menjaga kualitas air dan mengurangi pencemaran. Walaupun pemeliharaan

situ/waduk itu adalah kewajiban pemerintah, namun seperti yang telah terjadi selama

ini dana-dana dari pemerintah untuk pemeliharaan tidak selalu tersedia. Oleh sebab

itu, partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan situ/waduk tersebut sangatlah

penting. Namun demikian, pemeliharaan yang rutin dan kegiatan-kegiatan

masyarakat memerlukan dana dan tidak bisa hanya menggantungkan pada

sumbangan sukarela masyarakat saja.

Untuk mendukung keberlangsungan pemanfaatan situ/waduk oleh

masyarakat sehingga masyarakat merasa butuh dan merasa ada keterkaitan dengan

situ/waduk, kami Research Institute for Humanity and Nature bekerjasama dengan

Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, akan

menyelenggarakan workshop/lokakarya yang bertema “Tirta Budaya Situ” A New

Concept of Multifunction Urban Lake Water Culture. Di dalam workshop tersebut kami

ingin mengusulkan suatu konsep untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan

pentingnya situ/waduk. Konsep tersebut yaitu situ/waduk mempunyai suatu identitas

‘Tirta Budaya’. Apabila suatu situ/waduk sudah ditetapkan dan diakui memiliki

identitas sebagai situ/waduk ‘Tirta Budaya Situ’ berarti situ/waduk tersebut telah lulus

evaluasi kriteria-kriteria penilaian tertentu. Situ/waduk yang sudah mempunyai

identitas ‘Tirta Budaya Situ’ berarti masyarakat sekitar dan pemerintah daerah

situ/waduk tersebut sudah bekerjasama dan peduli akan pelestarian situ/waduk,

masyarakat dan pemerintah daerah sudah memelihara situ/waduk secara teratur dan

2

Page 4: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

ada kegiatan pemanfaatannya oleh masyarakat.

Situ/waduk yang sudah ditetapkan dan diakui oleh Pemerintah Pusat menjadi

salah satu situ yang beridentitas ‘Tirta Budaya Situ’ dapat lebih mudah untuk bermitra

dengan perusahaan/industri di daerahnya sehingga perusahaan/industri dapat

memberikan bantuan CSR untuk pengelolaan dan kegiatan masyarakat di sekitar

situ/waduk tersebut secara kontinyu/rutin. Tentu saja kegiatan masyarakat tersebut

harus berkaitan pemeliharaan, pelestarian, dan pemanfaatan situ/waduk. Untuk

mendapatkan mitra perusahaan/industri, pemerintah daerah dapat membantu

mencarikan mitranya atau masyarakat mengajukan proposal kepada perusahaan

sehingga perusahaan berminat menjadi mitra. Tentu saja perusahaan juga harus

mempunyai manfaat dalam kerjasama bermitra ini dengan cara pada saat kegiatan

dapat beriklan dengan gratis atau memberi bangku-bangku beriklan untuk duduk di

ruang terbuka hijau di sekitar situ/waduk.

Dalam workshop “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban

Lake Water Culture ini akan dibahas kriteria-kriteria penilaian apa saja yang perlu

diusulkan agar kriteria-kriteria ini sesuai dengan keadaan situ/waduk, kondisi

masyarakat di sekitarnya, keinginan masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam

workshop ini akan dilaksanakan pembahasan kriteria-kriteria yang kami sampaikan

oleh para pakar dan berdiskusi atas masukan-masukan dari para pembahas, peserta

serta wakil rakyat di parlemen yang hadir. Kami ingin berdiskusi dengan para peserta

agar tujuan pemberian identitas situ/waduk ‘Tirta Budaya’ tercapai. Workshop ini juga

diharapkan dapat menjadi ajang pertemuan berbagai stakeholder yang terkait dengan

situ/waduk, masyarakat, pemerintah, para pakar, LSM, dll.

Kegiatan workshop “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction

Urban Lake Water Culture yang akan dilaksanakan oleh Research Institute for

Humanity and Nature bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

menyediakan sarana interaksi antara berbagai stakeholder situ/waduk di Jabodetabek

dan membahas usulan kriteria penilaian penetapan identitas “tirta Budaya Situ” yang

merupakan salah satu cara untuk memecahkan masalah pelestarian situ dan waduk di

Jabodetabek.

3

Page 5: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Ami A. Meutia

4

Page 6: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Masyarakat & Pemerintah

Daerah

Membersihkan & menjaga

situ/waduk

Evaluasi(KLHK)

Rendah

Tinggi

Sertifikat“Tirta Budaya Situ”

Acara-acara

Sertifikat“Tirta Budaya Situ”

Masalah Kebutuhan Sumber Hadiah

Sistem ekonomi, pendidikan, perikanan,

teknologi, dll.

Solusi Investasi PotensiPengem

balian

Pengelolaansitu/waduk yang

berkelanjutan

Sektor Swasta(CSR)

5

Page 7: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

6

Page 8: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

MULTI-FUNCTIONALITY OF URBAN LAKES (SITU AND WADUK) IN JABODETABEK

- focused on water purification and flood mitigation effect-

○Koshi Yoshida(Ibaraki University, E-mail: [email protected]

Background

In this study, we focused on multi-functionality of urban lakes (situ andwaduk) which is naturally or artificially developed. Recently, land use ofJBODETABEK was drastically changed (shown in Figure1), and about1000 urban lakes have been existed before, however number of themdecreased around 300 until now. Reduction of urban lakes will acceleratethe degradation of water environment in Jakarta, because urban lakes havemulti-functionality for keeping water environment in suitable condition.Therefore, to conserve those lakes in adequate condition and in sustainable,quantitative evaluation of multi-functionalities were quite important in theview point of water purification and flood control in this region.

Target Lakes

0km 20km

Water Quality PurificationTo evaluate water quality condition, lakewaters were sampled at the inlet and outlet ofurban lakes (shown in Figure3). Fieldobservation was conducted in rainy season(March 2014) and dry season (August 2014)to grasp the influence of water dischargefrom upstream area. Measured water qualityparameters are soil sediment (SS), totalnitrogen (TN), nitrate nitrogen (NO3-N),ammonium nitrogen (NH4-N), chemicaloxygen demand (COD), dissolved oxygen(DO), water temperature and PH. Tocalculate water purification rate, we assumedthat discharges of inflow and outflow arebalanced.

Figure 1. Land use map of JABODETABEK in 1930 and 2000

Figure 2. Location of surveyed urban lakes①Pluit, ②Hutan Kota Surenseng, ③Gintung, ④Babakan, ⑤Kerapa Dua Wetan,

⑥Rawa Dongkal, ⑦Binong, ⑧Tonjong, ⑨Cihuni

Figure3. Inlet and outlet of situ Gintung

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

① ② ③ ④ ⑤ ⑥ ⑦ ⑧ ⑨

T‐N(m

g/L)

August

INOUT

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

① ② ③ ④ ⑤ ⑥ ⑦ ⑧ ⑨

T‐N(m

g/L)

March

INOUT

35%

29%41%

64%

10%-1.5%

65%27%

-7.8%

61%

91%

8%

72%

89%

77%

-10%

-80%

30%

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

①IN

①OUT

②IN

②OUT

③IN1

③IN2

③OUT

④IN1

④IN2

④OUT

⑤IN

⑤OUT

⑥IN

⑥OUT

⑦IN

⑦OUT

⑧IN

⑧OUT

⑨IN1

⑨OUT

(mg/L)

March

NH4

NO3

NH4-NNO3-N

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

①IN

①OUT

②IN

②OUT

③IN1

③IN2

③OUT

④IN1

④IN2

④OUT

⑤IN

⑤OUT

⑥IN

⑥OUT

⑦IN

⑦OUT

⑧IN

⑧OUT

⑨IN1

⑨IN2

⑨OUT

(mg/L)

August

NH4

NO3

NH4-NNO3-N

Figure4. Observed TN concentration atinlet and outlet of each urban lake in rainyseason (March) and dry season (August)

Figure5. Observed NO3-N and NH4-Nconcentration at inlet and outlet of urbanlakes in rainy season and dry season

Name shoreline area of lake depth storage volume catchment area

(km) (m2) (m) (m3) (km2)① Pluit 4.14 745,000 2.39 1,780,550 32.4② Hutan Kota Surenseng 0.53 14,000 1.71 23,940 -③ Gintung 4.28 23,990 9.82 235,582 1.49④ Babakan 3.69 32,000 2.11 67,520 5.56⑤ Kerapa Dua Wetan 1.35 54,700 1.49 81,503 0.41⑥ Rawa Dongkal 1.75 120,200 2.03 244,006 0.64⑦ Binong 1.99 170,000 1.4 238,000 2.82⑧ Tonjong 2.93 144,400 1.2 173,280 1.61⑤ Cihuni 2.08 325,000 3.17 1,030,250 0.78

Table 1. General information of surveyed urban lakes

Flood MitigationIn this study, rainfall data of February 2007 was used which had440 mm during 1 Feb to 2 Feb 2014. Flood in Feb 2007 was mostsevere one historically. The runoff curve number is based on thearea's hydrologic soil group, land use, treatment and hydrologiccondition. The basic assumption of the SCS curve number methodis that, for a single storm, the ratio of actual soil retention afterrunoff begins to potential maximum retention is equal to the ratioof direct runoff to available rainfall. This relationship, afteralgebraic manipulation and inclusion of simplifying assumptions,results in the following eq(1).

.

.(1)

where Qin is runoff from catchment area, P is Rainfall, S is thepotential maximum soil moisture retention after runoff begins. S iscalculated by eq(2).

S 10 (2)

where CN is runoff curve number which having a range from 30to 100; lower numbers indicate low runoff potential while largernumbers are for increasing runoff potential.In this study, CN number were evaluated from land use and soilcharacteristic condition from GIS analysis. At first, catchment areaof each urban lakes were evaluated from DEM(Digital ElevationMap) and then, land use and FAO soil data were extracted bycatchment boundary (shown in Figure6). Paddy water storage alsoconsidered in runoff calculation.

Figure6. Land use extraction of Tonjong catchment area0.0

100.0

200.0

300.00.0

2.0

4.0

6.0

8.0

2007/2/10:00

2007/2/115:00

2007/2/26:00

2007/2/221:00

降雨

量(m

m/3h)

流量(m

3 /s)

Tonjong

19.1%

0.0

100.0

200.0

300.00.0

3.0

6.0

9.0

12.0

降雨

量(m

m/3h)

流量(m

3 /s)

Gintung

00.6%

0.0

100.0

200.0

300.00.0

2.0

4.0

6.0

降雨

量(m

m/3h)

流量(m

3 /s)

Cihuni

91.0%

QQ

Q

rain

rain

rain

Figure7. Inflow and outflow dischargefrom 2/1 0:00 to 2/2 24:00 in 2007

Conclusion

Photo1. Outlet of Gintung Photo2. Outlet of Cihuni

As a results, most of lakes have effective function to purify thewastewater flowing from upstream area and to mitigate flood dischargeoutflowing to downstream region. The negative impacts of urbanizedcatchment area can be minimized by optimizing the function of urbanlakes such as flood control, ground water recharge and water purification.The solution of the problems requires a comprehensive management planthat is not only effective in maintaining the stability of lake ecosystembut also effective in improving urban life.7

Page 9: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Pengelolaan Situ sebagai Danau Urban Berbasis Pendekatan

Ekosistem di Megapolitan Jakarta

CYNTHIA HENNY*, AMI A. MEUTIA ** dan R. KURNIAWAN*

*Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Cibinong, Indonesia; ** Research Institute for

Humanity and Nature (RIHN), Kyoto, Jepang

Perbedaan tipe area sempadan dan penataan

area pantai sangat berpengaruh

terhadapkualitas air dan permasalahan

eutrofikasi.

Situ di wilayah urban dengan padat

perumahan/penduduk dan tidak ada

penanganan limbah/buangan dan aliran

permukaan dari air hujan mempunyai kualitas

sir yang buruk, tercemar berat toksik poluatan,

organik, nutrien dan eutrofikasi oleh alga dan

penutupan permukaan oleh tanaman apung

Situ di wilayah yang jarang

penduduk/perumahan, dengan area sempadan

yang masih alami dengan berbagai jenis

tanaman (area terbuka hijau) juga penataan

pantai dengan tanaman serta keberadaan

tanaman air tegak dan terendam mempunyai

kualitas air yang baik dengan pencemaran

nutrien dan organik lebih rendah juga

permasalah eutrofikasi yang lebih kecil

Situ di wilayah Jakarta megapolitan (JABODETABEK) walau merupakan sumber daya air alternatif

dengan multifungsi namun mempunyai multi masalah dan terabaikan. Tidak sedikit jumlah situ yang

berubah fungsi akibat perubahan lahan dari tekanan urbanisasi.

Multifungsi Situ: Penampung air (sumber air baku air bersih), Pengontrol banjir, Penyejuk kota,

Ruang terbuka hijau, Ekowisata, Rekreasi memancing, Budidaya ikan dsb.

Multimasalah: Berubah fungsi, Pendangkalan, Penyusutan (area), Pencemaran (toksik polutan)

(tempat buangan limbahpadat dan cair), Eutrofikasi (pencemaran algae), Penutupan area dengan

tanaman air

Salah pengelolaan atau pengelolaan tidak tepat sasaran menyebabkan permasalahan tidak teratasi

Posfor merupakan salah faktor kunci dari pencemar

nutrien yang harus dikontrol dari buangan limbah

yang masuk ke situ

Pengolahan limbah dari aliran buangan yang masuk

ke Situ harus di olah baik dengan sistem pengolahan

atau menggunakan teknologi remediasi (ekoteknologi

– lahan basah buatan (sistem wetland)

Sempadan danau dan area pantai sebagian besar

harus ditata secara alami dengan ditanami berbagai

jenis tanaman dan dijaga tanaman air tegak dan

terendam diwilayah littoral situ

Pengelolaan Situ

mendukung multifungsi

situ apabila didukung dan

dijaga keberadaan

komponen ekosistem situ

(danau kecil)

8

Page 10: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Kandungan Coliform dan E. coli di Beberapa Situ/Waduk di Jakarta Megacity

Ami A. Meutia*, Cynthia Henny** & Riki Kurniawan**

*Research Institute for Humanity and Nature

**Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Situ/waduk, alam atau buatan di Jakarta Megacity (Jabodetabek) telah memainkan peran penting

dalam irigasi, pengendalian banjir dan pengisian kembali air tanah sejak lama. Selama beberapa

dekade, ini situ/waduk menderita karena perkembangan pesat yang tidak direncanakan, urbanisasi

dan hunian ilegal. Oleh karena itu, fungsi sebenarnya dari situ/waduk belum diaktifkan dalam

kondisi optimal. Selain itu, karena kelalaian pemerintah dan rendahnya kesadaran masyarakat,

hampir semua situ/waduk telah tercemar dan penuh dengan limbah yang tidak diolah dan limbah

padat. Akibatnya, situ/waduk menjadi tempat berkembang biak bakteri patogen, terutama salah satu

yang menyebabkan gastroenteritis yang ditularkan melalui air. Penyakit pasca banjir adalah salah

satu masalah yang paling serius di antara insiden meningkat yang datang setelah banjir.

Konsekuensi kesehatan masyarakat terhadap banjir termasuk wabah penyakit akibat kontaminasi

sumber air oleh limbah dan bahan kimia beracun. Air banjir bercampur dengan bakteri patogen di

situ/waduk dapat memacu penyakit, termasuk diare. Dari fakta yang dijelaskan di atas, maka

dianggap penting untuk mengetahui tentang kesehatan lingkungan situ/waduk, yang berkaitan

dengan ekosistem perkotaan, dengan menggunakan indikator total coliform dan bakteri E.coli di

megacity Jakarta.

Gambar 1 menunjukkan bahwa tingkat bakteri coliform total beberapa situ/waduk di

megacity Jakarta meningkat setiap tahun. Pada tahun 2009, hanya tujuh situ/waduk yang memiliki

konsentrasi tinggi standar jumlah coliform melebihi kualitas air. Pada tahun 2010, sepuluh

situ/waduk memiliki konsentrasi tingkat tinggi total coliform. Selain itu, pada tahun 2011 kondisi

buruk meningkat dengan 12 situ/waduk memiliki jumlah coliform di atas standar. Untuk E. coli,

pada tahun 2009 dan 2010, sembilan situ/waduk memiliki tingkat tinggi di atas standar. Untuk E.

coli, pada tahun 2009 dan 2010, sembilan situ/waduk memiliki kandungan tinggi di atas standar,

meskipun tingkatnya bervariasi. Namun, pada tahun 2011, terjadi kenaikan kandungan E. coli di

banyak situ/waduk, seperti 12 situ/waduk memiliki tingkat E. coli di atas standar.

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 2 menunjukkan jumlah bakteri coliform situ/waduk di megacity Jakarta yang

memperlihatkan bahwa tingkat tinggi total coliform juga bisa ditemukan di kota-kota lainnya.

Kandungan tinggi total coliform dapat ditemukan di kota-kota lain di sekitar Jakarta (Bogor Kota,

Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan Kota,

Tangerang Selatan Kabupaten, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi). Tidak ada situ/waduk di

kota-kota tersebut yang memiliki kadar total coliform dibawah standar. Meskipun memiliki

kandungan total coliform yang tinggi, kandungan E. coli dari situ/waduk masih dalam standar.

9

Page 11: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

COMPOSITION OF AQUATIC PLANT AND RIPARIAN VEGETATION IN

SEVERAL URBAN LAKES IN MEGACITY JAKARTA

Riky Kurniawan, Cynthia Henny, Ami A. Meutia

Research Centre for Limnology-Indonesian Institute of Sciences, Cibinong 16911

Research Institute for Humanity and Nature-Japan

Email Correspondence: [email protected]

Urban lakes in Megacity Jakarta are commonly called by the term “situ” by the local people

Some of the significant functions of these water bodies are for domestic use, irrigation, fishery, flood control, recreation, and as habitat for variety of aquatic lives

Aquatic plants and Riparian vegetation have known to reduced the sedimentation and improved water quality in urban lakes by reducing solids and con-taminants from the storm water run off and sewer-age

Aquatic plants or more frequently referred as aquatic macrophytes are the plantations which mostly live in aquatic environment and are adapted to such condition. These plants may half or totally emerge inside the water (Uno et al., 2001).

Aquatic plants has an important role as one of food source for fish, because Eichhornia crassipes, Myrio-phyllum verticillatum, or Hydrilla verticillata would attached by benthos (shrimp, mollusk, crab) which is a food source for some species of fish living in urban lakes

In addition, aquatic plant also play role as a spawn-ing ground, a nursery ground, or shelter ground for fish from predators. Finally, fish would assembled around the aquatic plants. In conclusion, aquatic plant has an important ecological connectivity with fish living in urban lakes

Riparian vegetation is generally composed of forest but may include other vegetation types such as scrub (Salemi, et al., 2012). Riparian vegetation has an important role for biodiversity, landscape, water quality, natural depuration, bank side stability, etc (Recchia et al., 2010)

Riparian has an important role play to reduce the rate of sedimentation and also can reduce water pollutions in river or lake. Riparian also very impor-tant in the management of urban lakes because ri-parian occupy or always live in the river sides or urban lakes. The plant having powerful roots that they can restrain landslide so that erotion does not occur. Some types of riparian plants growing in wa-ter and had a rooting attached to mud and can hold of mud (Wiriadinata and Setyowati, 2003)

Figure 1. Sampling Location in 11 Urban Lakes

Illustration for Good Condition in Urban Lakes

(www.thepond.com)

Eichhornia

crassipes

Salvinia sp Ludwigia sp. Ipomoea

aquatica

Cerbera

manghas

Artocarpus sp. Muntingia

calabora

Musa sp.

10

Page 12: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situ Pengamatan pada Beberapa Situ di Jabodetabek

Gutomo Bayu Aji

Pusat Peneltiian Kependudukan – LIPI ([email protected])

Pertanyaan

Bagaimana peran masyarakat dan keterlibatan mereka dalam pengelolaan Situ?

Tujuan

Mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Situ

Metodologi

Review literature, observasi dan wawancara (18 situ di Jabodetabek)

Temuan

Situ-situ di Jabodetabek telah mengalami perubahan fungsi dari fungsi utama irigasi pertanian menjadi

pengendalian banjir

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan situ mengalami perubahan dari peran tradisional dengan

keterlibatan yang intensif menjadi kurang berperan dan terlibat

Perubahan partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor perkembangan kota, perubahan fungsi

lahan dan aturan pengelolaan situ yang kurang memberi otoritas serta ruang partisipasi masyarakat

Lahan di sekitar situ semakin dikuasai oleh pengembang untuk keperluan pengembangan kota

Kesimpulan

Situ-situ di Jabodetabek mengalami perubahan fungsi dari irigasi pertanian menjadi pengendalian banjir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain pengembangan kota, alih fungsi lahan dan aturan pengelolaan

situ yang kurang memberikan ruang partisipasi masyrakat. Banyak situ yang tidak dikelola dengan baik

sehingga fungsinya semakin menurun. Pemerintah belum dapat sepenuhnya mengelola situ dengan baik.

Sementara itu partisipasi masyarakat semakin berkurang karena faktor-faktor tersebut berimplikasi pada

pembatasan otoritas, peran serta keterlibatan dalam pengelolaan situ.

Saran

Partisipasi masyarakat perlu diberi ruang yang lebih luas dalam pengelolaan situ

Output

Kriteria partisipasi Parameter

5 4 3 2 1

1 Hubungan

dengan

komunitas

Dikelola oleh

komunitas

Dipertahankan

oleh komunitas

Dipertahankan

oleh sebagian

kecil kelompok

Tidak

dipertahankan

oleh komunitas

Dibiarkan oleh

komunitas

2 Keterlibatan

stakeholder

Keterlibatan

multi-

stakeholder

Keterlibatan

mutlti-stakeholder

kurang

Keterlibatan

stakeholder hanya

kelompok kecil

Stakeholder yang

terlibat hanya

pemerintah

Tidak ada

keterlibatan

stakeholder

3 Manfaat bagi

masyarakat

Memberikan

manfaat bagi

banyak pihak

Memberikan

manfaat bagi

masyarakat

setempat

Memberikan

manfaat bagi

sebagian kecil

kelompok

masyarakat

Kurang

memberikan

manfaat bagi

masyarakat

setempat

Tidak

memberikan

manfaat

12

Page 13: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

Suatu Tinjauan Sejarah Situ dan Waduk di JABODETABEK Hiroko Matsuda, Dr.

Seandainya kita memperhatikan sejarah pengairan di Pulau Jawa, tentu kita bisa memudik ke zaman kuno. Jika berdasarkan pada tulisan yang diukir pada muka batu yang ditemukan di dekat Tanjung Priok, maka dapat diketahui bahwa pembangunan saluran pengairan sudah dilaksanakan di bawah perintah Raja Punawarman pada abad ke-5, yaitu masa Kerajaan HinduTarumanegara. Sesudah kota Batavia dibagun oleh pemerintahan VOC pada abad ke-17, pemerintah mulai mengajak karyawan VOC dan penduduk agar menangani pertanian, khususnya penanaman padi di wilayah sekitarnya untuk meningkatkan produksi makanan di kota dan menambah jumlah penduduk yang menetap di wilayah Batavia. Menurut peta-peta yang dilukis pada abad ke-18, dapat ditemukan beberapa kolam dan danau di hulu sungai seperti Sungai Kurkut, Sungai Grogal, Sungai Pesanggrahan dan sebagainya. Oleh karena terdapat ratusan sumber air di kaki gunung, lereng-lereng dan cekungan-cekungan di wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane yang ketinggiannya di antara sekitar 250 m di Buitenzorg (Bogor) dengan 3 m di pusat kota Batavia (Jakarta) dari permukaan laut, maka kemungkinan besar kolam dan danau tersebut terbentuk secara alamiah. Namun demikian pemerintah VOC mulai membangun saluran pengairan dari daerah Buitenzorg (Bogor) pada pertengahan abad ke-18 dan sebagian kolam dan danau mulai diatur oleh pemerintah VOC, penduduk setempat serta migran dengan membangun bendungan, tanggul dan pintu air. Suatu peta yang dilukis oleh seorang insinyur pemerintah Batavia pada tahun 1801 menunjuk sudah adanya suatu situ besar dan saluran pengairan di Cimanggis. Pada abad ke-19 kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda yang menggalakkan penanaman padi secara lebih aktif mengakibatkan saluran pengairan dibangun dan diperpanjangkan di wilayah sungai Ciliwung-Cisadane. Sehubungan dengan itu, barangkali situ-situ baru dibangun dengan membendung aliran sungai kecil di lembah dan membangun tanggul sekeliling rawa atau cekungan. Seorang insinyur teknik sipil menulis laporan tentang tata air di wilayah Batavia di mana terdapat keterangan mengenai dibangunnya bendungan untuk pengairan dan dibentuk Situ Pitara pada tanhun 1855. Jika membanding peta-peta yang dibuat pada 1900-1911 dengan peta-peta yang dibuat pada sekitar tahun 1930, maka dapat diketahui beberapa situ baru dibangun dengan membendung lembah dan cekungan. Di antaranya terdapat Situ Tonjong, Stu Cihuni dan Situ Rawa Binong.

Setelah Kemerdekaan Indonesia mulailah pembangunan waduk untuk mengendali banjir daerah perkotaan di Jakarta. Waduk dalam bahasa Jawa itu sebenarnya sama dengan situ yang digunakan untuk pengairan. Namun demikian, di wilayah Jabodetabek kata waduk biasanya diberikan kepada danau yang dibangun dalam rangka pengendalian pembuangan air hujan dan banjir yang menerapkan sistem Polder sebagai penataan air di kota. Pembangunan waduk tersebut dikaitkan dengan pembangunan perumahan yang menampung penduduk bertambah semakin banyak pada waktu itu. Pada sekitar tahun 1951 sudah dibangun Waduk Grogol. Selanjutnya pada tahun 1960-an telah dibuat rencana penataan air oleh tim Komando Proyek Banjir di Jakarta. Beberapa waduk seperti Waduk Pluit, Waduk Melati, Waduk Setiabudi, Waduk Tebet dan Waduk Pulo Mas direncanakan dalam perencanaan tersebut. Sedangkan di daerah sekitar kota juga terlihat perubahan tata guna tanah yang dinamis dan pesat mulai dari tahun 1970-an. Menurut statistik dinas pemerintah luas lahan sawah merupakan sekitar 2300 ㎢ pada tahun 1930 dan 1976. Tetapi angka ini semakin menurun menjadi sekitar 1970 ㎢ pada tahun 1990 dan selanjutnya menjadi kurang-lebih 1470 ㎢ pada tahun 2000. Selain itu, luas perkebunan karet di Jabdetabek juga berubah dari kira-kira 700 ㎢ menjadi 300 ㎢ menurut perkiraan dari statistik. Perubahan tata guna tanah sedemikian rupa mengakibatkan berubahnya lingkuan situ-situ di wilayahnya. Di kebanayakan situ kualitas air memburuk dan fungsi seperti pengairan, perikanan dan kebudayaan air bagi masyarakat sekelilingnya tidak bermanfaat secukupnya. Terdapat juga situ-situ yang menyusut dan mendangkal, bahkan ada yang ditimbun dan hilang. Walaupun begitu, fungsi menampung air untuk persediaan air tanah serta meredam banjir semakin diperhatikan secara umum.

Hasil Penelitian Penggunaan Tanah Utama Daerah Sekeliling Situ Nama Situ dan Waduk Sejarah

Dahulu Sekarang Pluit dibuat pada tahun 1960-an oleh pemerintah tambak ikan perumahan dan pemukiman

Hutan Kota Srengseng dibuat oleh propinsi DKI Jakarta pembuangan sampah taman umum

Gintung sudah ada pada abad 19 kebun pemukiman dan perumahan

Babakan sudah ada pada abad 19 kebun dan sawah pemukiman

Kelapa Dua Wetan sudah ada pada abad 19 kebun dan sawah pemukiman

Rawa Dongkal sudah ada pada abad 19 kebun karet dan sawah perumahan

Binong rawa dibendung oleh penduduk pada sekitar 1920 kebun dan sawah perumahan

Tonjong sawah dibendung pada sekitar tahun 1910 kebun karet dan sawah perumahan dan empang

Cihuni sawah dibendung pada sekitar 1910 kebun karet dan sawah perumahan

Rawa Pondok rawa dibendung sebelum tahun 1903 sawah sawah dan pabrik

Situ yang ditemukan dalam peta sekitar 1930

Rencana Kopro Banjir 1960-an

13

Page 14: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake

CATATAN

Page 15: “Tirta Budaya Situ” A New Concept of Multifunction Urban Lake