trema orientalis linn. blume) berdasaran tingkat...

83
53 © 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://doi.org/10.20886/jpth.2016.4.2. 53-65 MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA (Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH (The Physical, Physiological Quality and Biochemical Content of Trema (Trema orientalis Linn. Blume) Based on Maturity Level) Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar /and Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia e-mail: [email protected] Naskah masuk: 8 Juni 2016; Naskah direvisi: 14 Juni 2016; Naskah diterima: 1 Desember 2016 ABSTRACT Trema orientalis L Blume . is a multipurpose plant for all parts of the tree can be used. In order to support the successful development of this plant, seed quality is required, in which one of the requirements for determining quality seed is the seed should come from physiologically fruit mature. The research objective was to determine the quality of the physical, physiological quality, and a biochemical content (fat, carbohydrate and protein) of trema seed based on of fruit maturity. Trema seed used in this research comes from Badung regency, Bali Province. Trema fruit grouped into three color level (green, brown, black). The research design used is CRD (completely randomized design) with a treatment rate of fruit color. Parameters were observed ie. fruit and seed size, the weight of the fruit and seeds, fruit and seed moisture content, content of biochemistry (protein, fat, carbohydrates), germination and speed germination. The results showed: 1 The level of maturity of the fruit () significantly affects the physical quality (size of fruit and seeds, fruit weight and seed, the water content of fruits and seeds), physiological (germination, speed of germination), and the content of biochemistry (fats, carbohydrates, protein) trema seed, 2 Quality of physical and physiological seed that comes from the fruit of () the black better than the green and chocolate fruit, 3 the content of fats, carbohydrates and protein of trema () seed differ for each level of maturity (green, brown, black), 4 Fruit Trema reaching physiological maturity is () the fruit of the black with criteria that is : long fruit 3,87 ± 0,05 mm and width 3,41 ± 0,02 mm; long seed 2,10 ± 0,05 mm and width 1,81 ± 0.06 mm; 1000 grain weight of fruit 25.6883 grams; 1000 grain weight of seed 3.8288 g; moisture content of fruit 54,74%; moisture content of seed 12,03%; percentage germination 78%; speed of germination 3,05% / Etmal; content of carbohydrate 20,10%; content of protein 2,84% and content of fat 0,65%. Keywords: biochemical, maturity, physical, physiological, Trema (Trema orientalis Linn. Blume), ABSTRAK Trema (Trema orientalis Linn. Blume) merupakan tanaman serba guna karena semua bagian pohon dapat digunakan. Dalam pengembangan tanaman ini, diperlukan benih bermutu, dimana salah satu syarat untuk menentukan benih bermutu adalah benih harus berasal dari buah yang sudah masak fisiologis. Tujuan penelitian adalah mengetahui mutu fisik, mutu fisiologis, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat dan protein) benih trema berdasarkan tingkat kemasakan buah. Benih trema yang digunakan berasal dari Badung, Bali. Buah trema dikelompokkan menjadi 3 warna (hijau, coklat, hitam). Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan parameter yang diamati : ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih, kandungan biokimia (protein, lemak, karbohidrat), daya berkecambah, dan kecepatan berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Tingkat kemasakan buah berpengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah, kecepatan berkecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih trema, (2) Mutu fisik dan fisiologis benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam lebih baik dibandingkan dengan buah berwarna hijau dan coklat, (3) Kandungan lemak, karbohidrat dan protein benih trema berbeda dari masing-masing tingkat kemasakan (hijau, coklat, hitam), (4) Buah trema yang sudah mencapai masak fisiologis adalah buah berwarna MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 53© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://doi.org/10.20886/jpth.2016.4.2. 53-65

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    (The Physical, Physiological Quality and Biochemical Content of Trema (Trema orientalis Linn.Blume) Based on Maturity Level)

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar/and Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman HutanJl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia

    e-mail: [email protected]

    Naskah masuk: 8 Juni 2016; Naskah direvisi: 14 Juni 2016; Naskah diterima: 1 Desember 2016

    ABSTRACT

    Trema orientalis L Blume . is a multipurpose plant for all parts of the tree can be used. In order to support the successful development of this plant, seed quality is required, in which one of the requirements for determining quality seed is the seed should come from physiologically fruit mature. The research objective was to determine the quality of the physical, physiological quality, and a biochemical content (fat, carbohydrate and protein) of trema seed based on of fruit maturity. Trema seed used in this research comes from Badung regency, Bali Province. Trema fruit grouped into three color level (green, brown, black). The research design used is CRD (completely randomized design) with a treatment rate of fruit color. Parameters were observed ie. fruit and seed size, the weight of the fruit and seeds, fruit and seed moisture content, content of biochemistry (protein, fat, carbohydrates), germination and speed germination. The results showed: 1 The level of maturity of the fruit ( )significantly affects the physical quality (size of fruit and seeds, fruit weight and seed, the water content of fruits and seeds), physiological (germination, speed of germination), and the content of biochemistry (fats, carbohydrates, protein) trema seed, 2 Quality of physical and physiological seed that comes from the fruit of ( )the black better than the green and chocolate fruit, 3 the content of fats, carbohydrates and protein of trema ( )seed differ for each level of maturity (green, brown, black), 4 Fruit Trema reaching physiological maturity is ( )the fruit of the black with criteria that is : long fruit 3,87 ± 0,05 mm and width 3,41 ± 0,02 mm; long seed 2,10 ± 0,05 mm and width 1,81 ± 0.06 mm; 1000 grain weight of fruit 25.6883 grams; 1000 grain weight of seed 3.8288 g; moisture content of fruit 54,74%; moisture content of seed 12,03%; percentage germination 78%; speed of germination 3,05% / Etmal; content of carbohydrate 20,10%; content of protein 2,84% and content of fat 0,65%.

    Keywords: biochemical, maturity, physical, physiological, Trema (Trema orientalis Linn. Blume),

    ABSTRAK

    Trema (Trema orientalis Linn. Blume) merupakan tanaman serba guna karena semua bagian pohon dapat digunakan. Dalam pengembangan tanaman ini, diperlukan benih bermutu, dimana salah satu syarat untuk menentukan benih bermutu adalah benih harus berasal dari buah yang sudah masak fisiologis. Tujuan penelitian adalah mengetahui mutu fisik, mutu fisiologis, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat dan protein) benih trema berdasarkan tingkat kemasakan buah. Benih trema yang digunakan berasal dari Badung, Bali. Buah trema dikelompokkan menjadi 3 warna (hijau, coklat, hitam). Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan parameter yang diamati : ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih, kandungan biokimia (protein, lemak, karbohidrat), daya berkecambah, dan kecepatan berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Tingkat kemasakan buah berpengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah, kecepatan berkecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih trema, (2) Mutu fisik dan fisiologis benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam lebih baik dibandingkan dengan buah berwarna hijau dan coklat, (3) Kandungan lemak, karbohidrat dan protein benih trema berbeda dari masing-masing tingkat kemasakan (hijau, coklat, hitam), (4) Buah trema yang sudah mencapai masak fisiologis adalah buah berwarna

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

  • Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

    54

    I. PENDAHULUAN

    Trema (Trema orientalis Linn. Blume)

    termasuk kedalam famili Ulmaceae merupakan

    tanaman serba guna karena semua bagian pohon

    dapat digunakan. Kayunya mengandung kalor

    4576 cal/g (Rostiwati et al., 2006). Selain itu

    kayu trema dapat digunakan sebagai kayu

    perkakas, bahan bangunan rangka atap, industri

    kertas, kayu lapis, korek api dan arang kayu.

    Daun dan batangnya dapat dijadikan obat

    herbal, dan kulit batangnya untuk bahan

    pewarna (Prosea, 1997).

    Mengingat potensi yang dimiliki, trema

    merupakan jenis yang bagus untuk dikembang-

    kan. Dalam rangka menunjang keberhasilan

    pengembangan tanaman ini, diperlukan benih

    yang bermutu, dimana salah satu syarat untuk

    menentukan benih bermutu adalah benih harus

    berasal dari buah yang masak fisiologis. Apabila

    benih-benih yang diperoleh tersebut telah

    masak secara fisiologis maka dapat menghasil-

    kan mutu benih yang baik dan nantinya dapat

    menghasilkan anakan dan tanaman yang baik.

    Sebaliknya benih-benih yang belum mencapai

    masak fisiologis umumnya memiliki mutu yang

    rendah, mudah terserang jamur dan jarang

    menghasilkan anakan yang baik. Tingkat

    kemasakan benih trema berdasarkan warna

    buah belum diketahui, sehingga diperlukan

    penelitian untuk menentukan masak fisiologis

    buah trema.

    Dalam penentuan tingkat kemasakan

    berdasarkan warna buah, maka sifat pewarnaan

    dari buah muda sampai buah masak dari jenis

    yang ditangani harus dikenal. Pada umumnya

    perubahan warna buah terjadi dari warna hijau

    pada buah yang belum masak ke kuning gelap

    atau coklat gelap dan bersamaan dengan ini

    terjadi pengerasan daging buah (Willan,

    1985).

    Warna buah merupakan petunjuk efektif

    mendapatkan benih berviabilitas tinggi. Secara

    visual, benih yang telah masak ditunjukkan

    dengan perubahan warna kulit buah (Yuniarti et

    al., 2011).

    Benih-benih yang sudah masak secara

    fisiologis dapat menghasilkan mutu benih yang

    baik dan nantinya dapat menghasilkan anakan

    dan tanaman yang baik. Sebaliknya benih- benih

    yang belum mencapai masak fisiologis

    umumnya memiliki mutu yang rendah, mudah

    terserang jamur dan jarang menghasilkan

    anakan yang baik. Menurut Sudrajat dan

    Nurhasybi (2007), beberapa cara untuk

    menentukan indikasi kemasakan buah yang

    praktis di lapangan antara lain dengan melihat

    perubahan warna kulit buah, bau, kelunakan

    buah, berat jenis, dan jatuhnya buah secara

    hitam, dengan kriteria yaitu : panjang buah 3,87 ± 0,05 mm dan lebar 3,41 ± 0,02 mm; panjang benih 2,10 ± 0,05 mm dan lebar 1,81 ± 0,06 mm; berat 1000 butir buah 25,6883 gr; berat 1000 butir benih 3,8288 gr; kadar air buah 54,74%; kadar air benih 12,03%; daya berkecambah 78%; kecepatan berkecambah 3,05%/Etmal; kandungan karbohidrat 20,10%; kandungan protein 2,84%; kandungan lemak 0,65%.

    Kata kunci: biokima, fisik, fisiologis, kemasakan, Trema (Trema orientalis Linn. Blume)

  • 55

    alami. Untuk mengetahui saat masak fisiologis

    yang tepat dibutuhkan informasi tentang tingkat

    kemasakan buah yang akurat, yaitu berdasarkan

    mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah

    dan benih, kadar air buah dan benih), mutu

    fisiologis (daya berkecambah, kecepatan

    berkecambah), dan kandungan biokimia

    (lemak, karbohidrat, protein).

    Beberapa contoh buah jenis tanaman yang

    sudah mencapai masak fisiologis yaitu : (1)

    Buah damar (Agathis loranthifolia) yang sudah

    masak fisiologis yaitu buah berwarna hijau tua

    dan sering disertai bintik-bintik berwarna hitam,

    mempunyai rata-rata panjang buah lebih besar

    dari 9,10 cm, diameter buah lebih besar dari 8,40

    cm, berat buah lebih besar dari 500,0 gr dan

    mempunyai kadar air lebih besar dari 35%

    (Suyanto, et al., 1990) dan (2) Buah Khaya

    anthoteca yang sudah masak fisiologis yaitu

    ukuran buahnya rata-rata berdiameter lebih dari

    4,5 cm, mempunyai rata-rata kadar air 76,88%

    dan daya berkecambah 93,4% (Bramasto dan

    Nurhayati, 1997).

    Tingkat warna buah berkaitan erat dengan

    proses pemasakan buah atau benihnya.

    Pemasakan benih sendiri selain diawali dengan

    perkembangan dan pendewasaan struktur

    tumbuh benih serta penghimpunan cadangan

    makanan, juga diikuti dengan proses pemben-

    tukan senyawa biokimia yang diperlukan untuk

    pertumbuhan. Oleh karena itu dianggap bahwa

    benih masak mempunyai mutu benih yang

    tinggi (Sadjad, 1980), karena struktur tumbuhnya

    lengkap atau sempurna serta mempunyai

    cadangan makanan yang cukup. Masak fisiologis

    buah biasanya ditandai dengan perubahan warna

    pada kulit buah. Selama proses pemasakan,

    terjadi perubahan warna buah dari warna hijau

    menjadi kuning. Selain perubahan fisik, juga

    diikuti oleh perubahan fisiologis dan kandungan

    biokimia selama proses pemasakan buah dan

    benih. Kandungan biokimia yang terkandung

    dalam benih, misalnya lemak, karbohidrat, dan

    protein akan mengalami perubahan selama

    proses pema-sakan atau berdasarkan tingkat

    kemasakan.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

    mengetahui mutu fisik (ukuran buah dan benih,

    berat buah dan benih, kadar air buah dan benih),

    fisiologis (daya berkecambah, kecepatan ber-

    kecambah), dan kandungan biokimia (lemak,

    karbohidrat, protein) berdasarkan tingkat

    kemasakan.

    II. BAHAN DAN METODE

    Tahapan prosedur kerja untuk metodologi

    adalah sebagai berikut :

    1. Penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu

    Pebruari sampai dengan April 2015.

    Pengujian mutu benih dilaksanakan di

    laboratorium dan rumah kaca Balai

    Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman

    Hutan di Bogor. Pengujian analisis

    kandungan biokimia (karbohidrat, protein,

    lemak) dilakukan di Laboratorium Seameo-

    Biotrop di Bogor.

    2. Benih trema yang digunakan dalam peneliti-

    an ini diperoleh dari areal lahan milik masya-

    rakat di Kabupaten Badung, Propinsi Bali.

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

  • 56

    3. Buah diunduh dengan cara memanjat pohon

    atau perontokan sebagian dahan dengan

    menggunakan galah berkait. Umur pohon

    yang diunduh yaitu 8 tahun. Jumlah buah

    yang dibutuhkan adalah sebanyak 3 kg buah.

    Buah yang sudah terkumpul kemudian

    dikelompokan menjadi 3 kelompok tingkat

    warna buah (hijau, coklat, hitam).

    4. Dari masing-masing warna buah diukur

    ukuran buah dan benih (panjang dan lebar

    benih) sebanyak masing-masing warna buah

    400 butir buah (4 ulangan @100 butir buah)

    untuk ukuran buah dan 400 butir benih (4

    ulangan @100 butir benih) untuk ukuran

    benih.

    5. Pengujian berat 1000 butir buah dari

    masing-masing warna buah memerlukan

    jumlah buah sebanyak 800 butir buah dan

    untuk pengujian berat 1000 butir benih

    memerlukan benih sebanyak 800 butir

    benih. Cara pengujian berat 1000 butir buah

    dan benih menggunakan standar dari ISTA

    (2006).

    6. Pengujian kadar air buah memerlukan

    jumlah buah sebanyak 40 gram buah (4

    ulangan @ 10 gram buah) dan untuk

    pengujian kadar air benih memerlukan

    jumlah benih sebanyak 20 gram benih (4

    ulangan @ 5 gram benih). Cara pengujian

    kadar air buah dan benih menggunakan

    standar dari ISTA (2006).

    7. Pengujian daya berkecambah dan kecepatan

    berkecambah dari masing-masing warna

    buah memerlukan benih sebanyak 400 butir

    benih (4 ulangan @ 100 butir benih). Cara

    pengujian daya berkecambah dan kecepatan

    berkecambah menggunakan standar dari

    ISTA (2006).

    8. Pengujian untuk analisis kandungan protein

    menggunakan metode Kjeldhal. Untuk

    analisis kandungan lemak menggunakan

    metode Soxhlet. Sedangkan analisis kan-

    dungan karbohidrat menggunakan metode

    Luff Schoorl. Jumlah benih yang diperlukan

    untuk menguji analisis kandungan protein,

    lemak, dan karbohidrat yaitu sebanyak 100

    gram dari masing-masing warna buah.

    9. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu

    RAL (Rancangan Acak Lengkap) terhadap

    parameter: ukuran buah dan benih, berat

    buah dan benih, kadar air buah, kadar air

    benih, kandungan biokimia (protein, lemak,

    karbohidrat), daya berkecambah, dan

    kecepatan berkecambah.

    10. Data dianalisis dengan analisa sidik ragam

    (Anova). Apabila berpengaruh nyata

    dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil

    (BNT).

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil

    Rata-rata ukuran buah dan benih (panjang

    dan lebar) serta berat 1000 butir buah dan benih

    disajikan pada Tabel 1.

    Dari Tabel 1 diketahui bahwa ukuran buah

    dan benih (panjang dan lebar) yang berasal dari

    buah berwarna hitam memiliki ukuran yang

    lebih besar dibandingkan dengan buah yang

    berwarna hijau dan coklat. Demikian halnya

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 57

    dengan berat 1000 butir buah dan benih pada

    buah yang berwarna hitam memiliki berat yang

    lebih besar dibandingkan dengan buah berwarna

    hijau dan coklat.

    Hasil ringkasan analisis sidik ragam

    pengaruh tingkat warna buah terhadap nilai

    kadar air buah, kadar air benih, daya

    berkecambah, kecepatan berkecambah,

    kandungan karbohidrat, lemak, dan protein

    benih trema disajikan pada Tabel 2.

    Tabel (Table) 1. Rata-rata ukuran buah (panjang dan lebar), ukuran benih (pan-jang dan lebar), berat 1000 butir buah, dan berat 1000 butir benih trema berdasarkan warna buah (Average fruit size (length and width), seed size (length and width), the1000 grain weight of fruit, and the weight of 1000 grains of seed Trema is based on fruit color)

    Tabel (Table) 2. Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh warna buah terhadap kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, kandungan kar- bohidrat, lemak dan protein benih trema (Summary of analysis of variance of the influence of fruit color to fruit moisture content, seed moisture content, germination per- centage, speed of germination, carbohydrate, fat and protein content of trema seed)

    Parameter(Parameter)

    Warna buah (Fruit color) Hijau

    (Green) Coklat(Brown)

    Hitam(Black)

    Panjang buah (Lengthof fruit) (mm)

    3,74 ±0,02

    3,75 ±0,03

    3,87 ±0,04

    Lebar buah (Width offruit) (mm)

    3,37 ±0,02

    3,39 ±0,02

    3,41 ±0,02

    Panjang benih Lengthof seed) (mm)

    1,97 ±0,05

    2,00 ±0,03

    2,10 ±0,05

    Lebar benih (Width ofseed) (mm)

    1,75 ±0,05

    1,77 ±0,04

    1,81 ±0,06

    Berat 1000 butir buah(gram) (The1000grain weight of fruit)

    15,578 25,158 25,69

    Berat 1000 butirbenih (gram) (Theweight of 1000grains of seed)

    3,50 3,66 3,83

    Kadar air buah (%)(Moisture contentof fruit)

    67,58 ±2,77

    60,00 ±9,18

    54,74 ±8,39

    Kadar ir benih (%)(Moisture contentof seed)

    14,12 ±0,31

    13,22 ±0,16

    12,03 ±0,09

    No. Parameter(Parameter)

    F Hitung(FCalculation)

    F Tabel(5%)

    (F Table)

    1. Kadar air buah(Fruit moisturecontent)

    5,31 *

    2. Kadar air benih(Seed moisturecontent)

    100,05 *

    3. Dayaberkecambah(Germinationpercentage)

    24,23 *

    4. Kecepatanberkecambah(Speed ofgermination)

    29,31 *

    5. Kandungankarbohidrat(Carbohydratecontent)

    42147,00 *

    6. Kandunganlemak (Fatcontent)

    50,25 *

    7. Kandunganprotein(Protein content)

    22,75 *

    5,14

    5,14

    5,14

    5,14

    5,14

    5,14

    5,14

    Keterangan (Notes): * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95% (* = Significant at 95% confi- dence level)

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

  • 58

    Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan

    bahwa perlakuan tingkat warna buah

    berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air buah,

    kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan

    berkecambah, kandungan karbohidrat, lemak,

    dan protein benih trema. Untuk mengetahui

    lebih lanjut perlakuan yang menimbulkan

    perbedaan yang nyata, dilakukan uji beda

    Duncan (Gambar 1 dan Gambar 2).

    A. Pembahasan

    Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa ukuran

    buah dan ukuran benih pada buah yang

    berwarna hijau mempunyai ukuran yang paling

    kecil dibandingkan dengan buah yang berwarna

    coklat dan hitam. Buah berwarna hitam

    mempunyai ukuran paling besar. Dilihat dari

    berat 1000 butir buah dan benih, menunjukkan

    bahwa buah berwarna hitam mempunyai berat

    yang paling tinggi dibandingkan dengan buah

    berwarna coklat dan hijau. Hal ini sesuai dengan

    Pendapat Bewley dan Black (1985), yang

    menyatakan secara umum benih mengalami

    peningkatan bobot kering sampai benih

    mencapai masak fisiologis. Menurut Suyanto,

    et al. (1999) dalam hal karakteristik ukuran

    buah, baik mengenai panjang, diameter serta

    berat buah , tampak bahwa semakin jenis damar

    tinggi tingkat kemasakannya, maka ukuran buah

    semakin besar.

    Pada Tabel 2 diketahui bahwa tingkat

    kemasakan buah yang dicerminkan oleh

    perubahan warna kulit buah berpengaruh

    terhadap kadar air buah, kadar air benih, daya

    berkecambah, kecepatan berkecambah, dan

    kandungan biokimia (karbohidrat, lemak, dan

    protein) benih trema. Menurut Yuniarti (2006)

    warna buah dapat dijadikan sebagai indeks

    kemasakan buah jenis saga pohon. Benih yang

    berasal dari buah/polong berwarna coklat yang

    sudah merekah memiliki viabilitas yang lebih

    baik apabila dibandingkan dengan benih-benih

    yang berasal dari buah/polong yang berwarna

    hijau dan coklat yang belum merekah.

    Pada semua tingkat kemasakan berdasar-

    kan warna buah tersebut, benih dapat

    berkecambah karena pada berbagai tingkat

    kemasakan benih tersebut embrio dan cadangan

    makanannya telah terbentuk. Terjadinya

    perbedaan daya berkecambah antara warna buah

    / tingkat kemasakan benih tersebut menurut

    Sutopo (2010) adalah karena cadangan makanan

    yang terdapat pada benih yang belum masak

    masih belum cukup tersedia bagi pertumbuhan

    embrio, selengkap yang tersedia pada benih

    yang masak. Jadi tingkat warna buah berkaitan

    erat dengan proses pemasakan buah atau

    benihnya.

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 59

    Gambar (Figure) 1. Rata-rata kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih trema berdasarkan warna buah (Uji Duncan) (Average of germination percentage and speed of germination of trema seed based on fruit color (Duncan Test))

    Keterangan :(Notes) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

    Hijau/Green Coklat/Brown

    Warna buah/Fruit color

    Ka

    da

    r a

    ir b

    en

    ih/S

    ee

    d m

    atu

    re c

    on

    ten

    t (%

    )

    Hitam/Black

    15

    14

    13

    12

    13

    12

    12

    11

    11

    14,12a

    13,22b

    12,03b

    Hijau/Green Coklat/Brown

    Warna buah/Fruit color

    Ka

    da

    r a

    ir b

    ua

    h/F

    ruit

    mo

    istu

    re c

    on

    ten

    t (%

    )

    Hitam/Black

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    20

    10

    0

    67,58a

    60,00b54,74a

    Hijau/Green Coklat/Brown

    Warna buah/Fruit color

    Da

    ya

    be

    rke

    ca

    mb

    ah

    /G

    erm

    ina

    tio

    n p

    erc

    en

    tag

    e (

    %)

    Hitam/Black

    90

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    20

    10

    0

    47b

    57b

    78a

    Hijau/Green Coklat/Brown

    Warna buah/Fruit color

    Ke

    ce

    pa

    ta

    n b

    erke

    ca

    mb

    ah

    /S

    pe

    ed

    ge

    rm

    ina

    tio

    n(%

    )/E

    tm

    al)

    Hitam/Black

    4

    3

    3

    2

    2

    1

    1

    0

    1,80b2,02b

    3,05a

  • 60

    Pemasakan benih sendiri selain diawali

    dengan perkembangan dan pendewasaan

    struktur tumbuh benih serta penghimpunan

    cadangan makanan, juga diikuti dengan proses

    pembentukan senyawa biokimia yang diperlu-

    kan untuk pertumbuhan (Sutopo, 2010). Oleh

    karena itu dianggap bahwa benih masak

    mempunyai mutu benih yang tinggi, karena

    struktur tumbuhnya lengkap atau sempurna

    serta mempunyai cadangan makanan yang

    cukup. Selama proses pemasakan, terjadi

    perubahan warna buah dari warna hijau menjadi

    coklat.

    Dari Gambar 1 terlihat terjadi adanya

    penurunan nilai kadar air buah dan benih dari

    buah berwarna hijau, ke coklat sampai hitam.

    Hal ini berarti buah yang masih belum masak

    fisiologis (warna hijau) mempunyai kadar air

    buah dan kadar air benih paling tinggi kemudian

    nilainya menurun pada warna buah coklat

    hingga titik nilai terendah pada buah berwarna

    hitam. Ada beberapa fase untuk mencapai suatu

    tingkat kemasakan benih, yaitu fase pem-

    buahan, fase penimbunan zat makanan dan fase

    pemasakan. Fase pertumbuhan dimulai sesudah

    terjadi proses penyerbukan, yang ditandai

    dengan pembentukan-pembentukan jaringan

    dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat

    makanan ditandai dengan kenaikan berat kering

    benih, dan turunnya kadar air. Pada fase

    pemasakan, kadar air benih akan mencapai

    keseimbangan dengan kelembaban udara di

    luar; dan setelah mencapai tingkat masak benih;

    berat kering benih tidak akan banyak mengalami

    perubahan (Sutopo, 2010).

    Dilihat dari nilai daya berkecambah dan

    kecepatan berkecambah (Gambar 1), terjadi

    sebaliknya yaitu adanya peningkatan nilai dari

    buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam. Hal

    ini menunjukkan bahwa buah trema yang sudah

    mencapai masak fisiologis didapatkan pada

    benih yang berasal dari buah yang berwarna

    hitam. Daya berkecambah yang dihasilkan

    berbeda dari masing-masing tingkat kemasakan

    (warna buah). Hal ini sesuai dengan pendapat

    Kamil (1982) yang menyatakan bahwa benih

    dapat berkecambah jauh sebelum kemasakan

    fisiologis tercapai. Hal ini juga terjadi pada

    benih trema.

    Perbedaan itu antara lain disebabkan karena

    cadangan makanan yang terdapat pada benih

    yang belum masak masih belum cukup tersedia

    bagi pertumbuhan embrio, lain halnya pada

    benih yang telah masak. Menurut Sutopo

    (2010), adanya perbedaan daya berkecambah

    antar warna buah/tingkat kemasakan benih

    tersebut karena cadangan makanan yang

    terdapat pada benih yang belum masak masih

    belum cukup tersedia bagi pertumbuhan embrio

    dan semakin lengkap tersedia pada benih yang

    masak. Kondisi ini menggambarkan hubungan

    yang erat antara proses pemasakan buah dengan

    benihnya. Schmidt (2000) menyebutkan bahwa

    kualitas benih ditentukan viabilitas dan vigor

    benih, hal ini berkaitan erat dengan tingkat

    kemasakan fisiologis benih, sehingga benih

    yang di panen pada saat masak fisiologis akan

    menghasilkan viabilitas dan vigor benih yang

    lebih tinggi.

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 61

    Menurut Yuniarti (2006), benih kenari yang

    berasal dari buah yang sudah mencapai masak

    fisiologis akan menghasilkan nilai daya ber-

    kecambah paling besar dibandingkan buah yang

    belum masak. Selain daya berkecambah, tingkat

    kemasakan buah juga dilihat dari nilai kadar air

    benihnya. Buah yang masak fisiologis mem-

    punyai nilai kadar air benih yang lebih rendah

    dibandingkan buah yang belum masak.

    Pada Gambar 2 terlihat adanya perbedaan

    kandungan karbohidrat, protein dan lemak dari

    perubahan buah berwarna hijau, ke coklat

    sampai hitam. Dilihat dari kadar karbohidrat dan

    protein menunjukkan adanya peningkatan dari

    buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam.

    Sedangkan dari kandungan lemak adalah

    sebaliknya yaitu terjadinya penurunan dari

    buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam.

    Seiring dengan meningkatnya kandungan

    karbohidrat dan protein dari benih trema juga

    terjadi peningkatan daya berkecambahnya.

    Pada buah yang sudah mencapai masak

    fisiologis (buah warna hitam) memiliki kan-

    dungan karbohidrat dan protein yang lebih

    banyak dibandingkan dengan buah yang belum

    masak (buah warna hijau dan coklat). Hal ini

    disebabkan karena cadangan makanan dan

    energi yang terbentuk pada buah yang sudah

    masak adalah sudah semakin lengkap dan sudah

    memenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan

    embrio. Sedangkan kandungan lemak yang

    dimiliki oleh buah yang sudah masak adalah

    lebih sedikit dibandingkan dengan buah yang

    belum masak. Hal ini bisa disebabkan karena

    pada awal proses pemasakan buah (warna hijau)

    metabolit awal yang terbentuk adalah lemak.

    Jadi hal ini yang menyebabkan kandungan

    lemak pada buah warna hijau paling tinggi.

    Kemudian seiring dengan proses pemasakan

    buah tahap selanjutnya terjadi penurunan

    kandungan lemak pada buah berwarna coklat

    sampai buah berwarna hitam yang memiliki

    kandungan lemak paling sedikit.

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

  • 62

    Gambar (Figure) 2. Rata-rata kandungan lemak, protein, dan karbohidrat benih trema berdasarkan warna buah (Uji Duncan) (Average of fat, protein, and carbohydrate content of trema seed based on fruit color (Duncan Test))

    Keterangan :(Notes) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

    Hijau/Green

    Warna buah/Fruit color

    Ka

    nd

    un

    gan

    ka

    rbo

    hid

    rat/

    Ca

    rbo

    hyd

    rate

    co

    nte

    nt

    (%)

    Coklat/Brown Hitam/Black

    15,36 c

    25

    20

    15

    10

    5

    0

    17,64 b

    20,10 a

    Hijau/Green

    Warna buah/Fruit color

    Ka

    nd

    un

    ga

    n l

    em

    ak

    /Fa

    t c

    on

    te

    nt (

    %)

    Coklat/Brown Hitam/Black

    0,81a0.9

    0.8

    0.7

    0.6

    0,5

    0.4

    0.3

    0.2

    0.1

    0.0

    0,70b0,65c

    Hijau/Green

    Warna buah/Fruit color

    Ka

    nd

    un

    ga

    n p

    ro

    te

    in/P

    ro

    te

    in c

    on

    te

    nt (

    %)

    Coklat/Brown Hitam/Black

    2,73c

    2.90

    2.85

    2.80

    2.75

    2.70

    2.65

    2.60

    2,79b

    2,84a

  • 63

    Karbohidrat berfungsi sebagai cadangan

    makanan dan energi dibutuhkan untuk

    pertumbuhan dinding sel baru (Bewley dan

    Black, 1985). Protein di dalam biji sebagian

    besar terdapat di dalam embrio dan kotiledon

    terutama dalam bentuk asam amino. Di dalam

    proses perkecambahan protein juga berfungsi

    untuk pembentukan protoplasma sel untuk

    permulaan pertumbuhan (Kamil, 1979).

    Disamping sebagai cadangan makanan protein

    juga merupakan bagian utama di dalam struktur

    enzim-enzim yang berperan dalam proses

    perkecambahan (Bewley dan Black, 1994).

    Lemak di dalam benih sebagian besar terdapat

    pada embrio dan kotiledon dan pada saat proses

    perkecambahan digunakan sebagai cadangan

    makanan dan energi sebelum proses fotosintesa

    dimulai (Kamil, 1979 ). Benih yang berasal dari

    buah berwarna hitam mempunyai kandungan

    lemak paling rendah dibandingkan dengan

    warna hijau dan coklat. Seiring dengan me-

    nurunnya kandungan lemak diikuti dengan me-

    ningkatnya nilai daya berkecambah. Semakin

    tinggi kandungan lemak pada benih akan

    menyebabkan nilai daya berkecambah menu-

    run. Benih dengan kandungan lemak tinggi akan

    kehilangan viabilitas dan kemampuan ber-

    kecambah (Balesevic-Tubic ., 2007).et al

    Meningkatnya kandungan lemak bisa

    menyebabkan adanya jamur ( et alWorang .,

    2008 Kandungan asam lemak yang tinggi di ).

    dalam benih juga merupakan indikasi terjadinya

    proses respirasi yang tinggi yang menyebabkan

    benih kehilangan energi untuk perkecambahan

    (Liu ., 2006).et al

    Jadi tingkat warna buah berkaitan erat

    dengan proses pemasakan buah atau benihnya.

    Pemasakan benih sendiri selain diawali dengan

    perkembangan dan pendewasaan struktur

    tumbuh benih serta penghimpunan cadangan

    makanan, juga diikuti dengan proses pem-

    bentukan senyawa biokimia yang diperlukan

    untuk pertumbuhan. Oleh karena itu dianggap

    bahwa benih masak mempunyai mutu benih

    yang tinggi (Sadjad, 1980), karena struktur

    tumbuhnya lengkap atau sempurna serta

    mempunyai cadangan makanan yang cukup.

    Selama proses pemasakan, terjadi perubahan

    warna buah dari warna hijau menjadi coklat.

    Berdasarkan hasil tersebut di atas maka dapat

    dikatakan bahwa warna buah dapat dijadikan

    sebagai indeks kemasakan buah.

    Masak fisiologis buah biasanya ditandai

    dengan perubahan warna pada kulit buah,

    penurunan kadar air buah dan pada saat ini

    pengangkutan bahan makanan ke dalam buah

    terhenti sehingga ukuran buah mencapai

    maksimum, viabilitas dan vigor maksimum

    sehingga kualitas benih tertinggi diperoleh

    pada saat masak fisiologis (Sutopo, 2010).

    Proses masak fisiologis pada buah dan biji

    biasanya terjadi secara bersamaan, sehingga

    waktu masaknya buah biasanya bersamaan

    dengan waktu masaknya biji. Tahap masak

    fisiologis pada buah terdiri proses fisiologis,

    biokimia dan dehidrasi (penurunan kadar air

    benih). Pada proses fisiologis dan biokimia

    terjadi peningkatan pembentukan cadangan

    makanan dan hormon pengatur tumbuh

    ( ).Schmidt, 2000

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

  • Pemasakan benih selain diawali dengan

    perkembangan dan pendewasaan struktur

    tumbuh benih serta perhimpunan cadangan

    makanan, juga diikuti dengan proses

    pembentukan senyawa biokimia yang

    diperlukan untuk pertumbuhan. Kandungan

    senyawa-senyawa yang terdapat di dalam benih

    terutama karbohidrat, protein dan lemak

    berpengaruh terhadap daya berkecambah benih

    (Kamil, 1979, Bewley dan Black, 1985).

    IV. KESIMPULAN

    Tingkat kemasakan buah trema ber-

    pengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran

    buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air

    buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah,

    kecepatan berkecambah), dan kandungan

    biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih

    trema. Mutu fisik dan fisiologis benih yang

    berasal dari buah yang berwarna hitam lebih

    baik dibandingkan dengan buah berwarna hijau

    dan coklat. Kandungan lemak, karbohidrat dan

    protein benih trema berbeda dari masing-

    masing tingkat kemasakan (hijau, coklat,

    hitam). Buah trema yang sudah mencapai masak

    fisiologis yaitu buah berwarna hitam.

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak I Nyoman Sutrisna di Dusun Banjar

    Tinggan, Desa Pelagan, Kecamatan Petang,

    Kabupaten Badung, Propinsi Bali yang telah

    memberikan materi benih untuk kegiatan

    penelitian.

    2. Ateng Rahmat Hidayat, S.Hut yang telah

    banyak membantu dalam pelaksanaan

    pengujian benih di laboratorium dan rumah

    kaca Balai Penelitian dan Pengembangan

    Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan di

    Bogor.

    3. Laboratorium Seameo-Biotrop di Bogor

    yang telah membantu dalam analisis

    pengujian kandungan lemak, karbohidrat

    dan protein benih trema.

    DAFTAR PUSTAKA

    Balesevic-Tubic, S, Tatic, M, Miladinovic, J, Pucarevic, M .(2007). Changes of faty acids content and vigour of sunflower seed during natural aging. Helia 30(47), 61-67.

    Bewley, J.D and M. Black. (1985). Physiology and Biochemistry of seed. Vol.I. New York: Springer Verlag.

    Bewley, J.D and M. Black. (1994). Physiology and seed development and germination. New York: Plenum Press.

    Bramasto, Y. dan Nurhayati, K. (1996). Pengaruh tingkat masak fisiologis dan cara ekstraksi terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih Khaya anthoteca (Laporan Uji Coba no. 72): Balai Teknologi Perbenihan Bogor.

    Kamil, J.(1979). Teknologi Benih Jilid I. Padang: Angkasa Raya.

    Kamil, J.(1982). Teknologi Benih I. Bandung: Penerbit Angkasa.

    Liu M-S,Chang C-Y, Lin T-P.(2006). Comparison of phospholipids and their fatty acids in recalcitrant and orthodox seeds. Seed Science and Technology, 34: 443-452.

    Prosea. (1997). Auxiliary plant no II. Editor : I.F. Hanum dan L.J.G. Van Der Maesen. Backhuys Publisher-Leiden, Netherlands. p: 252-255.

    Rostiwati, T, Y. Heryati, S. Bustomi. (2006). Review hasil litbang kayu energi dan turunannya. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Tanaman.

    64

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • Sadjad, S. (1980). Panduan pembinaan mutu benih tanaman kehutanan Indonesia. Kerjasama Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Dept. Kehutanan dengan Institut Pertanian Bogor.

    Schmidt, L.( 2000). Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial – Indonesia Forest Seed Project. PT. Gramedia. Jakarta.

    Schmidt, L. (2000). Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis (Terjemahan). Kerjasama Direktorat Jenderal RLPS dan IFSP. PT. Gramedia. Jakarta. 530 hal. (terjemahan).

    Sudjindro. (1994). Indikasi kemunduran viabilitas oleh dampak guncangan pada benih kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB.

    Sutopo, L. (2010). Teknologi Benih. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

    Sudrajat, D.J. & Nurhasybi. (2007). Produksi dan pengujian mutu benih tanaman hutan. Prosi-ding Seminar “Teknologi Perbenihan Untuk Peningkatan Produktifitas Hutan Tanaman Rakyat di Sumatera Barat. 7 November 2007. Solok.

    Suyanto, H., Kusmintarjo & Kartiko, H.D.P. (1999). Penentuan karakteristik masak fisiologis buah damar (Agathis loranthifolia Salisb). Laporan Uji Coba No. 72. Balai Teknologi Perbenihan Bogor.

    Willan, R.L. (1985). A guide to forest seed handling.FAO for Paper. Rome.

    Worang, R.L., O.S. Dharmaputra, R. Syarief & Miftahudin. (2008). The quality of physic nut (Jatropha curcas L.) seeds packed in plastic material during storage. Biotropia, vol. 15 no. 1, 2008: 25-36.

    Yuniarti, N. (2006). Kriteria masak fisiologis buah dan berat 1000 butir benih kenari (Canarium sp.). Prosiding Seminar Benih Untuk Rakyat: Menghasilkan dan Menggunakan Benih Bermutu Secara Mandiri. 4 Desember 2006. Bogor.

    Yuniarti, N., E. Suita, M. Zanzibar, & Nurhasybi. (2011). Teknik penanganan benih tanaman hutan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Peneli- tian “Teknologi Perbenihan Untuk Meningkat- kan Produktivitas Hutan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah.” 20 Juli 2011. Semarang.

    65

    MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH

    Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar

  • 67© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://doi.org/10.20886/jpth.2016.4.2. 67-79

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI, FENOLOGI, DAN Toona sinensis SERANGGA PENGUNJUNG

    (Surian (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Flowers: Morphology,Phenology, and Insects Visitors)

    Agus Astho Pramono , Endah R. Palupi , Iskandar Z. Siregar , dan/ Cecep Kusmana1 2 3 3and 1) Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Jl. Pakuan Ciheuleut PO. BOX 105, Telp/Fax:

    0251-8327768, Bogor, Indonesia2)

    Fakultas Agronomi Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Jl. Meranti, Babakan, Dramaga, (0251) 8629353 Bogor, Indonesia

    3) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB, Dramaga, Babakan,

    Dramaga Telp.(0251) 8621677, Bogor, Indonesiae-mail: [email protected]

    Naskah masuk: 8 Desember 2016; Naskah direvisi: 9 Desember 2016; Naskah diterima: 14 Desember 2016

    ABSTRACT

    Efforts to improve the productivity of a seed source require a deep understanding of reproductive characteristics and environmental factors that affect the seed production. This study aimed to investigate the characteristics of reproduction which include 1) the characteristics of flower morphology and phenology, and 2) the identification of flower visitors of surian. Studies conducted in the smallholder forest in Sumedang, West Java. Surian flowers were compound flower that arranged in panicles shape. When a flower blooms, petals do not open fully, formed like a tube. Male flowers are smaller than female flowers and never bloom, and the male flowers fall first. Branching patterns of surian flower panicle is thyrses, and flowers bloom not simultaneously. The development of flower from buds to bloom takes approximately 12 days, the flowers bloom 1-3 days, development of fruit until ripe takes 5-5.5 months. It is found 12 species of insects visiting flowers, 11 species are considered very small. Insects those are found in large quantities were Thrips and three species of Nitidulidae.

    Keywords: flower, fruit, inflorescence, insect flower visitors, seed

    ABSTRAK

    Upaya untuk meningkatkan produktifitas suatu sumber benih memerlukan suatu pemahaman yang mendalam tentang ciri reproduksi dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap hasil benih. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui ciri morfologi bunga dan fenologinya, dan 2) mengenali serangga pengunjung bunga surian. Kajian dilakukan di hutan rakyat di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Bunga surian merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam malai berbentuk panikel. Ketika bunga mekar mahkota bunga tidak terbuka sepenuhnya, membentuk mirip tabung. Bunga jantan berukuran lebih kecil dari bunga betina dan tidak pernah mekar, dan bunga jantan rontok lebih dahulu. Malai bunga surian memiliki pola percabangan thyrses, dan bunga mekar tidak serentak. Perkembangan bunga dari tunas yang berwarna hijau hingga bunga mekar memerlukan waktu sekitar 12 hari, bunga mekar bertahan 2 atau 3 hari, Perkembangan buah hingga buah masak dan terbuka memerlukan waktu 5 - 5.5 bulan. Terdapat 12 jenis serangga yang mengunjungi bunga surian, 11 jenis berukuran sangat kecil. Serangga yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah thrips dan 3 jenis serangga famili Nitidulidae.

    Kata kunci: benih, bunga, bunga majemuk, penyerbuk, serangga pengunjung bunga

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG

    Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana

  • Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

    68

    I. PENDAHULUAN

    Benih yang berkualitas dengan pasokan

    yang mencukupi merupakan salah satu syarat

    penting dalam pembangunan hutan. Hal ini

    perlu didukung oleh keberadaan sumber benih

    yang dikelola secara benar. Suatu pengelolaan

    yang mampu menghasilkan benih dengan

    kualitas genetik dan kuantitas yang tinggi

    memerlukan pemahaman yang mendalam

    tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

    benih. Pemahaman ini perlu diawali dengan

    mengenali ciri pembungaan dan penyerbukan

    dari jenis tanaman yang dikembangkan.

    Bunga tanaman Angiospermae mempunyai

    sistem yang kompleks dan terpadu dengan

    bunga berfungsi untuk memastikan dan

    memaksimalkan reproduksi (Chouteau et al.,

    2006). Oleh karena itu, memahami ciri bunga

    merupakan suatu langkah penting dalam upaya

    memahami reproduksi suatu jenis tanaman.

    Potensi hasil benih tanaman sangat dipengaruhi

    oleh ciri biologi bunga yang berkaitan erat

    dengan tipe perkawinan dan kelamin. Bawa et

    al. (1989) menyatakan bahwa sekitar 60-65%

    pohon di hutan hujan dataran rendah telah

    ditemukan bersifat hermafrodit, 11-14%-nya

    adalah monocious dan 23-26% dioecious.

    Keluarga memiliki bunga yang Toona

    secara morfologi bertipe biseksual, dengan

    benang sari ( ) atau putik ( ) stamen pistil

    berkembang baik yang secara fungsional

    sebagai bunga jantan atau betina (Gouvea , et al.

    2008). Surian ( ) termasuk Toona Sinensis

    tanaman berumah satu ( ). Tanaman monoecious

    ini memiliki karakteristik bunga berumah satu

    sehingga bunganya berkembang secara dicho-

    gamy, polygamy atau anomali (Edmonds &

    Staniforth, 1998). Musim berbunga dan berbuah

    surian berbeda antar pohon, sehingga pohon

    surian yang sedang berbunga dan berbuah

    hampir selalu dapat ditemukan sepanjang tahun

    pada tegakan yang memiliki populasi banyak

    (Pramono, 2013).

    Aroma bunga surian yang kuat memberikan

    petunjuk bahwa penyerbuknya adalah serangga

    (Edmonds & Staniforth, 1998). Dengan

    demikian mengenali serangga pengunjung

    bunga surian sangat diperlukan guna memahami

    ciri penyerbuk dan faktor-faktor lingkungan

    yang berpeluang mendukung atau menghambat

    perannya sebagai vektor penyerbukan. Efekti-

    fitas serangga pengunjung untuk menjadi

    serangga penyerbuk ( ) tergantung pollinator

    pada daya mengangkut serbuk sari (pollen

    load) dan kemampuan meletakkan serbuk sari

    pada kepala putik yang reseptif (Johnson &

    Steiner, 2000; Lau & Galloway, 2004). Jenis

    penyerbuk yang berbeda yang memiliki ciri

    berbeda, memerlukan lingkungan hidup yang

    berbeda. Tanaman yang penyerbukanya dibantu

    oleh hewan, untuk meningkatkan peluang

    terjadinya penyerbukan, memiliki bunga

    dengan bentuk tertentu sebagai penyesuaian

    terhadap penyerbuknya, dan menghasilkan

    imbalan yang dapat menarik penyerbuk.

    Perbedaan ciri-ciri bunga antar jenis dapat

  • 69

    mempengaruhi tindakan penyerbuk sehingga

    berakibat pada perbedaan tingkat keberhasilan

    reproduksinya (Navarro ., 2007).et al

    Penelitian ini bertujuan untuk (1)

    mengetahui ciri morfologi bunga dan

    fenologinya dan 2) mengidentifikasi serangga

    pengunjung bunga surian.

    II. BAHAN DAN METODE

    A. Lokasi dan waktu penelitian

    Kajian dilakukan di hutan rakyat di

    Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.

    Kabupaten Sumedang terletak antara 6 44' – o

    70 83' LS dan 107 21' – 108 21' BT. Wilayah di o o o

    Kabupaten Sumedang memiliki tipe hujan yang

    menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson

    termasuk pada iklim agak basah dan sedang

    yaitu tipe C dan D. Penelitian ini dilakukan di

    Desa Padasari Kecamatan Cimalaka dan Desa

    Sukajadi Kecamatan Wado.

    Kecamatan Wado memiliki curah hujan

    5.182 mm th , yang paling tinggi dibanding -1

    kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten

    Sumedang, sedangkan curah hujan di

    Kecamatan Cimalaka yang sebesar 1.870 mm th-

    1 (BPS Kabupaten Sumedang 2013). Sebagian

    besar (59.81%) area di Kecamatan Wado

    memiliki jenis tanah Latosol, sisanya 19.62%

    merupakan tanah Andosol, dan 20.57% jenis

    tanah Mediteran. Di Kecamtan Cimalaka

    sebagian besar lahan (55.35%) memiliki jenis

    tanah Regosol, 10.73% berjenis tanah Aluvial,

    dan 33.91% berjenis tanah Latosol.

    Di Kecamatan Wado penelitian dilakukan

    di Desa Sukajadi. Lokasi penelitian berada di

    108°06'02"-108°07'54"BT, dan 6°58'30" -

    7°00'44"LS, pada ketinggian 660-860 m dpl

    dengan topografi bergelombang dan miring. Di

    Kecamatan Cimalaka, penelitian dilakukan di

    Desa Padasari. Lokasi berada di 107°55'35"-

    107°56'26"BT dan 6°45'36"-6°46'37"LS pada

    ketinggian 685-700 m dpl, berada pada area

    yang datar. Lokasi penelitian di Sukajadi berada

    pada lahan hutan rakyat yang dikelilingi oleh

    perladangan lahan kering, sedangkan lokasi

    penelitian di Desa Padasari berada pada hutan

    rakyat yang secara umum dikelilingi oleh hutan

    pinus, sawah, dan pemukiman penduduk.

    B. Ciri Bunga dan Fenologinya

    Dalam pene l i t i an in i , d i lakukan

    pengamatan organ-organ reproduktif, dan

    struktur karangan bunga (malai). Pengamatan

    ukuran dan struktur bunga meliputi pengamatan

    ukuran dan jumlah kelopak ( ), mahkota sepal

    ( ), benang sari dan putik. Selain itu juga petal

    dipelajari struktur karangan bunga, serta letak

    bunga jantan dan betina di dalam malai. Jumlah

    total bunga surian pada setiap malai dihitung

    pada 99 malai dari 27 pohon contoh,

    pengamatan dilakukan dari 3 atau 4 malai dari

    setiap pohon contoh. Bunga pada 9 cabang

    contoh dari malai contoh diamati fenologinya,

    diawali dengan 90 butir tunas bunga berwarna

    hijau dan 83 bunga kecil berwarna putih.

    Pengamatan dilakukan 2 hari sekali hingga

    terbentuk buah kecil. Pengamatan fenologi dari

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG

    Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana

  • 70

    buah kecil sampai menjadi buah masak

    dilakukan pada 30 pohon contoh.

    Pengamatan dilakukan mulai dari Agustus

    2011 sampai dengan Mei 2013. Karena musim

    buah tidak serentak antar pohon (Pramono

    2013), maka pengambilan contoh dan

    pengamatan tidak dapat dilakukan secara

    serentak. Pengambilan contoh dilakukan pada

    bulan Agustus dan November 2011, kemudian

    sebulan sekali dari Maret sampai Juni tahun

    2012. Pengambilan contoh juga dilakukan pada

    bulan November 2012 dan Mei 2013.

    Pengamatan jumlah bunga, jumlah benih,

    ukuran buah dan identifikasi serangga

    dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan

    Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman

    Hutan di Bogor. Contoh bunga dianalisis secara

    deskriptif.

    C. Serangga Pengunjung Bunga

    Pengamatan serangga pengunjung bunga

    dilakukan pada contoh karangan bunga yang

    diambil dari 3 pohon di Desa Padasari, dan 4

    pohon di Desa Sukajadi Kecamatan Cimalaka

    Kabupaten Sumedang. Pada setiap pohon

    diambil 2 atau 3 malai, tergantung ketersediaan

    malai yang dapat digunakan untuk contoh.

    Serangga pengunjung bunga dikumpulkan

    dengan cara membungkus karangan bunga yang

    masih berada di pohon dengan plastik yang

    berukuran besar secara perlahan-lahan agar

    serangga yang ada pada bunga tidak terusik.

    Setelah semua bunga masuk ke dalam plastik,

    tangkai bunga dipotong dan plastik ditutup.

    Kemudian jenis- jenis serangga yang

    terperangkap di dalam plastik diambil,

    dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol. Di

    laboratorium, semua jenis serangga yang

    tertangkap dikenali menggunakan buku An

    Introduction to the Study of Insect et al. (Borror

    1 9 9 2 ) d a n w e b s i t e B u g G u i d e . N e t

    (http://bugguide.net/node/view/ 15740).

    D. Analisis Data

    Analisis data dilakukan secara deskriptif.

    D a t a t e n t a n g k a r a k t e r i s t i k b u n g a ,

    perkembangan bunga dan serangga pengunjung

    bunga ditampilkan dan dibahasa secara

    kualitatif berdasarka penampakan visual yang

    meliputi ukuran (mm), waktu (hari), warna, dan

    bentuk (foto atau ilustrasi).

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil

    1. Struktur Bunga dan Karangan Bunga

    Bunga surian merupakan bunga majemuk

    yang tersusun dalam malai berbentuk panikel

    (Gambar 1a). Sebagian besar bunga surian yang

    ditemui di Desa Sukajadi dan Padasari berwarna

    putih, pada individu-individu tertentu

    ditemukan bunga berwarna putih kemerahan

    pada ujung mahkota bunga. Surian memiliki

    bunga yang secara morfologis biseksual karena

    pada setiap bunga terdapat organ kelamin jantan

    maupun betina, tetapi secara fungsional

    berkelamin tunggal, dengan benang sari

    berkembang baik pada bunga jantan dan putik

    berkembang baik pada bunga betina. Bunga

    jantan dan betina berada pada satu malai

    (Gambar 1b, 1c, 1d). Bunga jantan dan betina

    memiliki organ lengkap.

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 71

    Gambar (Figure) 1. Bunga surian: a) malai bunga surian, b) letak bunga jantan dan betina, c) bunga jantan, d) bunga betina. (Surian flowers: a) flower panicle, b) the arrangement of male and female flowers, c) male flowers, d) female flowers).

    Ketika bunga mekar mahkota bunga tidak

    terbuka sepenuhnya, membentuk seperti

    tabung. Kepala putik pada bunga betina yang

    mekar seringkali lebih tinggi dari mahkota

    bunga atau sedikit menonjol keluar dari

    mahkota bunga. Bunga memiliki 5 mahkota

    bunga yang bersambungan, 5 mahkota bunga

    memiliki bentuk dan ukuran sama, 5 tangkai sari

    dan 1 tangkai putik. Panjang mahkota bunga

    adalah 3.6-4.5 mm, lebarnya 1.8-2.3 mm,

    panjang tangkai putik ( ) 3.2-4.1 mm, lebar stylus

    kepala putik ( ) 1.0-1.3 mm, panjang stigma

    tangkai sari ( ) 2.5-3.5 mm, lebar kepala filament

    sari ( ) 0.8-0.9 mm. Bunga jantan anther

    berukuran lebih kecil dari bunga betina. Tidak

    ditemukan bunga jantan yang mahkotanya

    mekar sepenuhnya, mahkota bunga jantan

    hanya sedikit terbuka di ujungnya, bunga jantan

    rontok lebih dahulu. Panjang mahkota bunga

    jantan 2.4-2.8 mm, lebar 1.3-1.8 mm, panjang

    tangkai putik 1.65-1.8 mm. Kepala putik pada

    bunga jantan memiliki lebar 0.8-1.0 mm dan

    tidak tampak dari luar, tangkai sari bunga jantan

    berukuran 9.0-1.2 mm, kepala sari memiliki

    lebar 0.72-0.75 mm.

    2. Pola percabangan malai bunga

    Panjang malai bunga surian bisa mencapai

    1 m. Malai bunga surian memiliki pola

    percabangan , bercabang-cabang secara thyrses

    bertingkat, sehingga pada malai surian dapat

    ditemui cabang tingkat pertama (primer), kedua

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG

    Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana

  • 72

    (sekunder), ketiga (tersier), sampai keempat

    (quarterner) (Gambar 2). Panjang cabang primer

    pertama yang paling dekat dengan pangkal

    malai dapat mencapai 70 cm. Setiap cabang

    malai biasanya berujung dengan 3 bunga

    ( ). Bunga jantan dan betina pada malai cyme

    tidak ter secara acak. Pada setiap 1 sebar cyme

    bunga betina berada di tengah, dan diapit oleh

    dua bunga jantan yang berada di lateral. Bunga

    di dalam satu malai mekarnya tidak serentak.

    Bunga yang berada pada ujung cabang

    cenderung mekar terlambat, sehingga ketika

    berada di pohon bunga yang berada di bagian

    atas (pangkal cabang) lebih dahulu mekar

    daripada bunga yang berada di bagian bawah

    (ujung cabang).

    Gambar (Figure) 2. Sketsa susunan malai bunga surian: 1) tangkai utama, 2) cabang primer, 3) cabang sekunder, 4) cabang tersier. (The Sketch of flower panicles arrangement: 1) the main stalk, 2) primary branches, 3) secondary branches, 4) tertiary branches).

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 73

    3. Fenologi bunga dan buah

    Perkembangan bunga dari tunas yang

    berwarna hijau hingga bunga mekar

    memerlukan waktu sekitar 12 hari etelah . S

    mekar bunga bertahan 2 atau 3 hari, kemudian

    mahkota bunga layu, gugur dan buah kecil

    t e r b e n t u k w a k t u 1 m i n g g u . d a l a m

    Perkembangan buah hingga buah masak dan

    terbuka memerlukan waktu 5 sampai 5.5 bulan

    (Gambar ). 3

    Gambar (Figure) 3. Tahap perkembangan bunga betina dan buah surian (Development stages of female flowers and fruit surian).

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG

    Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana

  • 74

    4. Serangga Pengunjung Bunga

    Dari hasil pengamatan ditemukan 12 jenis

    serangga pengunjung bunga surian (Gambar ). 4

    Serangga yang tertangkap terdiri dari 6 jenis (5

    famili) dari ordo Coleoptera, 1 jenis dari ordo

    Hemiptera, 1 jenis dari ordo Thysanoptera, dan

    3 jenis dari ordo Diptera. Sebagian besar

    serangga pengunjung bunga surian yang

    tertangkap berukuran sangat kecil. Sepuluh

    jenis serangga berukuran lebih kecil dari ukuran

    bunga surian yaitu kurang dari 0.9 mm sampai

    3.6 mm, dan satu jenis berukuran lebih besar

    dari bunga yaitu famili Bibionidae yang

    berukuran 11.0 mm.

    Pada penelitian ini tidak dilakukan

    penghitungan jumlah individu dari setiap

    spesies yang ditemui, namun berdasarkan

    pengamatan kasar serangga yang ditemukan

    dalam jumlah banyak adalah thrips dari famili

    Thripidae dan jenis dari famili sp 3, Nitidulidae

    yang rata-rata berukuran kurang dari 2 mm

    (Tabel 1). Jenis thrips yang berada pada bunga

    surian dijumpai pada fase larva yang berwarna

    kekuning-kuningan pucat hampir tembus

    pandang tanpa sayap dengan kepala kecil, dan

    fase dewasa yang berwarna gelap dan memiliki

    sayap. Beberapa jenis sebagai famili dikenali

    Nitidulidae yang memiliki ciri antena 11 ruas, 3

    ruas bergada yang bertipe kepala ( ) kapitat

    (Borror 1992). et al.,

    Serangga pengunjung bunga surian pada

    umumnya berada di dalam bunga sehingga tidak

    tampak melalui pengamatan dari luar. Serangga

    hanya tampak dari luar ketika berpindah dari

    bunga satu ke bunga lainnya.

    No Ordo

    (Order) Famili

    (Family) Nama Inggris

    (English name) Ukuran (mm)

    (Size)

    1 Coleoptera Nitidulidae - 2. Coleoptera Nitidulidae Pollen beetles 3. Coleoptera Nitidulidae Sap-feeding beetles 4 Coleoptera Pealacridae Shining flower beetle 5 Coleoptera Curculionidae Snout and bark beetles 6 Coleoptera Staphylinidae Rove beetles 7 Coleoptera Anthicidae Antlike flower beetles 8 Hemiptera Miridae Plant bugs 9 Thysanoptera Thripidae Thrips

    10 Diptera Bibionidae - 11 Diptera - - 12 Diptera - Flies

    2.51.81.91.91.81,52.33.61.9

    11.0 2.50.9

    Tabel . jenis-jenis serangga yang tertangkap sebagai pengunjung bunga (Table) 1 Ukuran dari surian (Sizes of insects species trapped as flower visitors of surian).

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 75

    Gambar (Figure) 4. Serangga pengunjung bunga Surian. Ordo Coleoptera, famili Nitidulidae spesies 1 (1), famili Nitidulidae, spesies 2 (2), famili Nitidulidae, spesies 3 (3), famili Phalacridae (4), famili Curculionidae (5), famili Staphylinoidae (6), famili Anthicidae (7) ordo Hemiptera famili Miridae (8), ordo Thysanoptera famili Pheleothripidae (9), ordo Diptera famili Bibionidae (10), ordo Diptera (11), dan ordo Diptera (12). (Insect flower visitors of surian. Order Coleoptera, family Nitidulidae species 1 (1),the family Nitidulidae, species 2 (2), the family Nitidulidae, species 3 (3), the family Phalacridae (4), the family Curculionidae (5), the family Staphylinoidae (6),the family Anthicidae (7) the order Hemiptera, family Miridae (8), the order Thysanoptera ,family Pheleothripidae (9), the order Diptera, family Bibionidae (10), the order Diptera (11), and the order Diptera (12))

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG

    Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana

  • 76

    B. Pembahasan

    Selama pengamatan bunga jantan selalu ,

    ditemukan dalam keadaan tertutup tidak

    ditemukan bunga jantan yang mekar al ini . H

    member bahwa penyerbuk efektif dari i petunjuk

    bunga surian adalah serangga yang ukurannya

    lebih kecil dari bunga jantan karena untuk

    mengangkut serbuk sari ( ) serangga harus pollen

    menyentuh kepala sari dengan cara masuk ke

    dalam rongga bunga jantan. Bunga betina ketika

    mekar tidak terbuka lebar namun menyerupai

    tabung dengan ujung sedikit terbuka. Kepala

    putik sering tampak sedikit menonjol melebihi

    mahkota bunga. Dengan demikian penyerbuk

    yang telah membawa serbuk sari tidak harus

    masuk ke dalam bunga betina untuk membantu

    penyerbukan.

    Bunga surian mekar hanya bertahan sekitar

    2-3 hari. Hal ini menunjukkan bahwa peluang

    bunga untuk dapat terserbuki relatif singkat,

    sehingga ketika bunga mekar pada musim hujan

    maka intensitas hujan dan jumlah hari hujan

    yang mempengaruhi pergerakan penyerbuk

    diduga akan berpengaruh terhadap keberhasilan

    reproduksi surian, sebagaimana yang terjadi

    pada bunga kopi (Klein et al., 2003).

    Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

    serangga pengunjung bunga yang paling banyak

    ditemukan berdasarkan Lewis (1973) dan

    Borror et al. (1992) adalah jenis thrips. Secara

    umum, thrips termasuk serangga bersayap

    terkecil, memiliki ukuran sekitar 0.5-14 mm

    (Lewis, 1973). Jenis thrips yang dijumpai pada

    bunga surian yang berukuran sekitar 1.9 mm.

    Di dalam bunga surian, thrips ditemukan dalam

    bentuk larva maupun dewasa. Hal ini sesuai

    dengan hasil pengamatan Lewis (1973) yang

    menyatakan bahwa thrips tinggal di dalam

    bunga untuk mencari makan, kawin, meletakkan

    telur, dan membesarkan larva.

    Makanan thrips di dalam bunga adalah

    nektar (Moog et al., 2002), atau serbuk sari

    (Hulshof & Vänninen, 2001). Beberapa

    penelitian mengungkapkan bahwa thrips

    merupakan serangga yang berperan sebagai

    penyerbuk pada berbagai jenis tanaman (Lewis,

    1973). Trips merupakan penyerbuk Manilkara

    zapota (Reddi, 1989), Xylopia aromatica

    (Jurgens et al., 2000), Macaranga hullettii

    (Moog et al., 2002), Shorea xanthophylla

    (Kettle et al., 2011), Ocotea porosa (Danieli-

    Silva & Varassin, 2013), juga merupakan

    penyerbuk untuk 13 tanaman hutan dataran

    rendah di New Zealand (Norton, 1984). Norton

    (1984) dan Moog et al. (2002) menyatakan

    bahwa thrips adalah vektor penyerbukan yang

    efektif. Garcia-Fayos and Goldarazena (2008)

    membuktikan bahwa karangan bunga

    Arctostaphyllos uvaursi yang hanya dikunjungi

    thrips dapat menghasilkan buah hampir 1/3-nya,

    sedangkan Moog et al. (2002) menemukan

    adanya serbuk sari yang menempel pada tubuh

    thrip. Terry (2001) mengungkapkan bahwa

    setiap individu thrips rata-rata dapat meng-

    angkut 20 butir serbuk sari Macrozamia

    macdonnellii, atau 42 butir serbuk sari

    Macrozamia communis. (Terry, 2001). Kettle et

    al. (2011) menyatakan bahwa thrips berperan

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • penting sebagai penyerbuk pada bunga yang

    berukuran kecil (2-4 mm), dan peranannya

    berkurang pada bunga yang berukuran lebih

    besar. Peran thrips dalam penyerbukan bunga

    surian perlu dikaji lebih lanjut, terutama terkait

    dengan efektivitasnya dalam membantu

    terjadinya penyerbukan silang.

    Walaupun thrips berukuran kecil sehingga

    individu thrips hanya dapat mengangkut sedikit

    serbuk sari, namun thrips ditemukan dalam

    jumlah sangat banyak pada karangan bunga

    surian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

    Moog et al. (2002), Lewis (1973) dan Kettle

    (2011) bahwa karena ukuran thrips yang kecil

    maka perannya sebagai penyerbuk Macaranga

    hullettii diimbangi dengan jumah individunya

    yang sangat banyak.

    Jenis thrips yang dikenal sebagai

    penyerbuk efektif pada tanaman yang memiliki

    bunga berukuran kecil, pada bunga surian

    ditemukan dalam jumlah banyak sehingga

    serangga ini berpotensi sebagai penyerbuk bagi

    surian, namun penelitian ini belum dapat

    mengungkap peran serangga ini sebagai

    penyerbuk yang efektif bagi surian. Untuk

    memastikan peran thrips sebagai penyerbuk

    surian diperlukan penelitian lebih lanjut.

    Dalam penelitian ini ditemukan beberapa

    kumbang (beetles, ordo Coleoptera) yang

    mengunjungi bunga surian. Beberapa laporan

    menyatakan bahwa jenis-jenis serangga yang

    termasuk dalam kelompok kumbang berperan

    sebagai penyerbuk. Serangga-serangga ini

    mengangkut dan menyebarkan serbuk sari

    ketika mengunjungi bunga untuk memakan

    serbuk sari (Obute, 2010). Jenis kumbang yang

    banyak ditemukan di bunga surian adalah famili

    Nitidulidae. Beberapa penelitian menunjukkan

    bahwa jenis-jenis dari famili Nitidulidae

    berperan sebagai penyerbuk (Crowson, 1988;

    Corlett, 2004, Proches & Johnson 2009). Salah

    satu fase dalam siklus hidup serangga

    Nitidulidae berada di dalam tanah sehingga

    kondisi ekologis sekitar permukaan tanah

    berperan penting terhadap populasi serangga ini

    (Cline, 2005, Meikle & Diaz, 2012, Ellis et al.,

    2004).

    Jenis kumbang yang ditemukan namun

    jarang adalah famili Curculionidae dan

    Staphylinidae. Famili Staphylinidae antara lain

    merupakan penyerbuk pada tanaman

    Anonaceae (Jurgens et al., 2000) dan Stangeria

    eriopus (Proches & Johnson, 2009). Jenis lain

    yang juga ditemukan dalam jumlah sedikit

    adalah famili Miride (ordo Hemiptera), 2 jenis

    dari ordo Diptera yaitu 1 jenis dari famili

    Bibionidae (ordo Diptera) yang berukurun

    relatif besar, dan 1 jenis tawon (wasp) yang

    berukuran kecil, serta 1 jenis lalat kecil dari ordo

    Hymenoptera. Jenis dari famili Miridae

    merupakan serangga yang dijumpai sebagai

    pengunjung bunga untuk mencari nektar

    (Collevatti et al., 1998, Jesse et al., 2006).

    Surian yang memiliki bunga kecil

    menghasilkan bunga dalam jumlah banyak. Hal

    ini mendukung pernyataan Kettle et al. (2011)

    bahwa di hutan tropis tanaman yang memiliki

    bunga yang berukuran kecil menghasilkan

    77

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG

    Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana

  • bunga dalam jumlah banyak sebagai cara

    menarik penyerbuk. Menurut Kettle et al.

    (2011) akibat dari tanaman yang memiliki

    bunga berukuran kecil adalah penyerbuknya

    berukuran kecil, dan tingkat keberhasilan

    penyerbukannya lebih rendah dari pada

    tanaman berbunga besar. Serangga penyerbuk

    yang berukuran kecil, misalnya thrips memiliki

    jarak terbang yang dekat. Thrips bisa terbang

    dalam jarak yang jauh jika terbantu oleh angin.

    Dengan demikian, surian yang memiliki

    serangga penyerbuk yang berukuran kecil

    membutuhkan jarak tanam antar pohon yang

    dekat untuk meningkatkan hasil buah

    (Danieli-Silva and Varassin 2013). Selain itu

    berkaitan dengan ukuran serangga yang kecil

    maka pola penggunaan lahan dalam sumber

    benih surian diduga berpengaruh terhadap

    efektifitas penyerbukan sebagaimana penelitian

    Benjamin et al. (2014) yang menyatakan bahwa

    ukuran penyerbuk berpengaruh terhadap

    tanggapan penyerbuk tertahap perbedaan

    penggunaan lahan. Selain itu, karena pada salah

    satu tahapan rantai hidupnya, Thrips dan

    serangga Nitidulidae hidup di dalam tanah

    (Cline, 2005; Meikle & Diaz, 2012; Ellis et al.,

    2004), kondisi ekologis sekitar permukaan

    tanah, yang dipengaruhi oleh pola penggunaan

    lahan, berperan penting terhadap populasi

    serangga ini.

    IV. KESIMPULAN

    Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan

    bunga jantan surian berukuran lebih kecil dan

    berbentuk mirip tabung tertutup, dan tidak

    ditemukan bunga jantan yang mahkotanya

    terbuka. Bunga betina ketika mekar tidak

    terbuka sepenuhnya, dengan kepala putik

    sedikit menonjol melebihi mahkota bunga.

    Malai bunga surian memiliki pola percabangan

    thyrses . , bercabang-cabang secara bertingkat

    Bunga di dalam malai mekar tidak serentak.

    Bunga yang berada pada bagian atas (pangkal

    cabang) lebih dahulu mekar daripada bunga

    yang berada di bagian bawah (ujung cabang).

    Terdapat 12 jenis serangga yang mengunjungi

    bunga surian, 11 jenis berukuran sangat kecil

    yaitu panjang dari ujung perut hingga kepala

    kurang dari 3.6 mm, dan dijumpai 1 jenis

    serangga yang berukuran 11.0 mm. Thrips dan 3

    jenis serangga famili Nitidulidae ditemukan

    dalam jumlah banyak di dalam bunga surian.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Ucapan terima kasih disampaikan kepada

    Bapak Bambang dan Bapak Yana Sudaryana

    (karyawan Unit Pelaksana Teknis Daerah

    (UPTD) Kehutanan di Wado), Bapak Entis

    (Ketua Kelompok Tani di Desa Padasari) serta

    Bapak Hasan Royani (teknisi di Balai Penelitian

    dan Pengembangan Teknologi Perbenihan

    Tanaman Hutan) atas bantuan teknis selama

    pengamatan di lapangan. Terima kasih juga

    disampaikan kepada Bapak Herman Suherman

    dan teknisi di Laboratorium Balai Penelitian dan

    Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman

    Hutan untuk bantuannya selama pengamatan di

    Laboratorium.

    78

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • DAFTAR PUSTAKA

    Bawa, K.S., Asthon, P.S., Primack, R.B., Terbocrgh, J., Nor, S.M., Ng, F.S.P., Hadley, M. (1989). Reproductive Ecology of Tropical Forest Plant. Research Insights and Management Implica-tions. Special Issue-21 Biology International. The International Union of Biologocal Sciences.

    Benjamin F.E.; Reilly J.R. and Winfree R. (2014). Pollinator body size mediates the scale at which land use drivers crop pollination services. Journal of Applied Ecology. 51: 440-449.

    Borror, D.J., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga. Partosoe-djono S, penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Intoduction to the Sudy of Insect.

    BPS Kabupaten Sumedang. (2013). Kabupaten Sumedang dalam Angka Tahun 2012. Sume-dang. Badan Pusat Statistik Sumedang.

    Chouteau, M., Barabe, E., Gibernau, M. (2006). A comparative study of inflorescence characters and pollen-ovule ratios among the genera Philodendron and Anthurium (Araceae). Int. J. Plant Sci. 167(4):817-829).

    Cline, A.R. (2005). Revision of Pocadius erichson (Coleoptera: Nitidulidae). Dissertation. The Department of Entomology. Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College.

    Corlett, C.T. (2004). Flower visitors and pollination in the Oriental (Indomalayan) Region. Biol. Rev. 79: 497-532.

    Collevatti, R.G., Campos, L.A.O., Da Silva, A.F. (1998). Pollination ecology of the tropical weed Triumfetta semitriloba Jacq. (Tiliaceae), in the South-Eastern Brazil Rev. Brasil. Biol. 58(3): 383-392.

    Crowson, R.A. (1988). Meligethinae as Possible Pollinators (Coleoptera: Nitidulidae). Entomol. Gener. 14(1): 06 1-062.

    Danieli-Silva, A., Varassin, I.G. (2013). Breeding system and thrips (Thysanoptera) pollination in the endangered tree Ocotea porosa (Laura-ceae): implications for conservation. Plant Species Biology 28: 31-40psbi_354 31..40.

    Edmonds, J.M., Staniforth, M. (1998). 348. Toona sinensis (Meliaceae). Curtis' Botanical Magazine. 15(3):186-193.

    Ellis Jr, J.D., Hepburn, R., Luckman, B., Elzen, P.J. (2004). Effects of Soil Type, Moisture, and Density on Pupation Success of Aethina tumida (Coleoptera: Nitidulidae). Environmental Entomology. 33(4):794-798.

    Garcia-Fayos, P.G., Goldarazena, A. (2008). The role of thrips in pollination of Arctostaphyllos uva-ursi. Int. J. Plant Sci. 169(6):776-781.

    Gouvea, C.D.F., Dornelas, M.C., Rodriguez , A.P.M. (2008). Floral Development in the Tribe Cedreleae (Meliaceae, Sub-family Swietenioi-deae): Cedrela and Toona. Annals of Botany. 101: 39–48.

    Hulshof, J., Vänninen, I. (2001).Western flower thrips feeding on pollen, and its implications for control. Di dalam: Marullo R, Mound L, editor.Thrips and Tospoviruses: Proceedings of the 7th International Symposium on Thysa-

    ndnoptera. Reggio Calabria, Italy, from the 2 to th

    the 7 of July 200. Canberra: Australian National Insect Collection CSIRO. hlm 173-179.

    Jesse, L.C., Moloney, K.A., Obrycki, K.K. (2006). Insect pollinators of the invasive plant, Rosa multiflora (Rosaceae), in Iowa, USA. Weed Biology and Management. 6: 235-240.

    Johnson, S.D., and Steiner, K.E. (2000). Generalization versus specialization in plant pollination systems. Tree. 15(4):140-143.

    Jurgens, A., Webber, A.C., Gottsberger, G. (2000). Floral scent compounds of Amazonian Annonaceae species pollinated by small beetles and thrips. Phytochemistry. 55: 551-558.

    Kettle, C.J., Maycock, C.R., Ghazoul, J., Hollingsworth, P.M., Khoo, E. (2011) Ecological implications of a flower size/ number trade-off in tropical forest trees. PLoS ONE 6(2): e16111. doi:10.1371/journal.pone. 0016111. [20 Desember 2013].

    Klein, A.M.; Dewenter, I.S.; and Tscharntke, T. (2003) Bee ollination nd Fruit et f p a s o Coffea arabica C. canephora and (Rubiaceae). American Journal of Botany 90(1): 153–157.

    Kuiper S , Sklar J. (2013) , . , Practicing Statistics: Guided Investigations For The Second Course. Boston. Pearson.

    Lewis T. (1973) , Thrips Their Biology, Ecology and Economic Importance. London. Academic Press.

    79

    BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG

    Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana

  • Meikle W G , Diaz R. (2012) Factors affecting , . . ,pupation success of the small hive beetle, Aethina tumida Journal of Insect Science . 1 2 : 1 1 8 . A v a i l a b l e o n l i n e : http://www.insectscience.org/12.118.

    Moog U , Fiala B , Federle W , Maschwitz U. , . , . , . , (2002) Thrips ollination f he ioecious Ant p o t dPlant (Euphorbiaceae) In Macaranga hullettii Southeast Asia. . American Journal of Botany89(1): 50 59.-

    Navarro L , Ayensa G , Guitian P. (2007) , . , . ,Adaptation of floral traits and mating system to pollinator unpredictibility: the case of Disterigma stereophyllum (Ericaceae) in southwestern Colombia. . 266: Pl. Syst. Evol165 174.-

    Norton S A. (1984)Thrips pollination in the lowland , .forest of New Zealand. New Zealand Journal of 7: 157-164.Ecology

    Obute G C. (2010) Pollination: A threatened vital , .biodiversity service to humans and the environment. International Journal of Biodiversity and Conservation. 2(1): 001-013.

    Pallant J. (2005) , SPSS Survival Manual. A Step By Step Guide To Data Analysis Using SPSS For Windows (Version 12). NSW Australia. Allen & Unwin.

    Pramono A A. (2013) Fenologi Surian (, . Toona sinensis) di Beberapa Lokasi Hutan Rakyat di Jawa Barat. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013, tanggal 21 Mei 2013 di Malang. Ciamis. Kerjasama Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, World Agroforestry Centre (ICRAF), dan Masyarakat Agroforestri Indonesia. p 723-729.

    Proches S , Johnson S D. (2009) Beetle , . , .pollination of the fruit-scented cones of the South African cycad . Stangeria eriopusAmerican Journal of Botany. 96(9): 1722–1730.

    Reddi, (1989) Thrips-Pollination in E.U.B. Sapodilla ( ). Proc. Indian. Manilkara zapotanatn. Proceedings of the National Academy of Sciences B55 : 407-410.. 5&6

    Terry I L. (2001) Thrips: the primeval pollinators? , .Di dalam: Marullo R, Mound L, editor.Thrips and Tospoviruses: Proceedings of the 7th International Symposium on Thysanoptera. Reggio Calabria, Italy, from the 2 to the 7 of

    nd th

    July 200. Canberra : Australian National Insect Collection CSIRO. hlm 157-162.

    80

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 81© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://doi.org/10.20886/jpth.2016.4.2. 81-93

    PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN Dyer. DI PERSEMAIANShorea assamica

    (Effect of Shade and NPK Fertilizer on the Growth of Shorea assamica Dyer in the Nursery)

    Arif Irawan dan/ Jafred E. Halawane and Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado

    Jl. Tugu Adipura Raya Kel. Kima Atas Kec. Mapanget Telp : (0431) 3666683, Kota Manado, Indonesia e-mail: [email protected]

    Naskah masuk: 21 November 2016; Naskah direvisi: 29 November 2016.; Naskah diterima: 14 Desember 2016

    ABSTRACT

    Shorea assamica Dyer is one of endangered species in the North Sulawesi. The species has high economic value, however information about technique of silviculture and its conservation are very limited. The research aims to determine the effect of shade and the use of NPK (15:15:15) fertilizer on growth rate of S.assamica in the nursery. The design was applied in this reserach according to randomized complete design with split plot design. The main plot was shade level and the sub plot was NPK fertilizer level. The treatments were covering four levels of NPK fertilizer (0; 0.25; 0.50 and 0.75 g/seedling) and three levels of shade (light, medium, and heavy). The results showed that the best combination of treatments for height and diameter growth, seedling dry weight, and seedling quality index of S. assamica on 6 months age was NPK fertilizer dosage of 0.5 g/seedling in moderate shade.

    Keywords: NPK fertilizer dosage, S. assamica, seedling, shade

    ABSTRAK

    Shorea assamica Dyer adalah salah satu jenis tanaman yang sudah terancam punah keberadaannya di Sulawesi Utara. Meskipun tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi, namun informasi teknik budidaya dan upaya pelestariannya masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dosis pupuk NPK (15:15:15) dan naungan terhadap pertumbuhan semai di persemaian. Rancangan S.assamicapenelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun dengan pola petak terbagi, dengan tingkat naungan sebagai petak utama dan dosis pupuk NPK sebagai anak petak. Perlakuan yang diterapkan adalah tiga taraf tingkat naungan (ringan, sedang, dan berat) dan empat taraf dosis pupuk (0; 0,25; 0,50 dan 0,75 gr/semai). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan terbaik yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai, berat kering semai, serta indeks kualitas semai (IKS) S.assamica pada umur 6 bulan adalah perlakuan dosis pupuk NPK 0,5 gr/semai pada naungan sedang.

    Kata kunci: dosis pupuk NPK, naungan, semaiS. assamica,

    PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN Shorea assamica Dyer. DI PERSEMAIAN

    Arif Irawandan Jafred E. Halawane

  • 82

    I. PENDAHULUAN

    Meranti ( spp ) adalah salah satu Shorea .

    jenis pohon komersial yang menjadi andalan

    bahan baku kayu pertukangan di Indonesia. Dari

    sekitar 100 jenis meranti yang dikenal di

    Indonesia, meranti putih (Shorea assamica

    Dyer) merupakan jenis kayu meranti yang dapat

    ditemukan di daerah Sulawesi (Pitopang et al.,

    2008). Jenis kayu meranti putih banyak

    dimanfaatkan sebagai bahan vinir, kayu lapis,

    papan partikel, lantai, bangunan, perkapalan,

    dan mebel (Martawijaya et al., 2005). Selain

    dari kayunya, resin (damar tenang) S. assamica

    juga banyak dikumpulkan dan diperdagangkan

    pada skala komersial di daerah Sulawesi Utara.

    Keberadaan tegakan semakin S. assamica

    sulit dijumpai pada hutan alam di Sulawesi

    Utara. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi

    IUPHHK PT. Huma Sulut Lestari pada tahun

    2013, diketahui bahwa habitat S. assamica

    semakin terdesak hingga radius 30-40 km dari

    logpond. Kondisi tersebut sangat jauh berbeda

    jika dibandingkan dengan keberadaan tegakan

    S. assamica pada periode tahun 80-90an,

    dimana tegakan sudah dapat S. assamica

    ditemukan pada radius 5-15 km dari . logpond

    Ashton (2011) melaporkan bahwa jenis

    S. assamica merupakan salah satu dari famili

    dipterocarpaceae yang termasuk dalam daftar

    merah IUCN. Kegiatan eksploitasi pohon yang

    lebih cepat dari pada laju pertumbuhannya

    diikuti dengan kerusakan hutan yang terus

    meningkat dari tahun ke tahun, merupakan

    faktor pemicu semakin langkanya keberadaan

    jenis ini di hutan alam. Budidaya dan konservasi

    dari jenis belum banyak dilakukan, S. assamica

    hal ini dikarenakan belum dikuasainya teknik

    silvikultur yang tepat.

    Salah satu upaya yang dapat dilakukan

    untuk melestarikan dan meningkatkan potensi

    kayu S. assamica adalah dengan mendorong

    pembangunan hutan tanaman. Dalam

    menunjang upaya ini maka ketersediaan semai

    dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang

    baik merupakan faktor utama yang harus

    diperhatikan. Namun adanya fenomena

    ketidakteraturan musim berbuah dan rendahnya

    viabilitas benih dari jenis dapat S. assamica

    berimplikasi terhadap kegiatan produksi semai

    dalam jumlah yang besar. Pemanfaatan materi

    cabutan asal anakan permudaan alam

    merupakan salah satu solusi yang dapat

    dilakukan dalam upaya perbanyakan jenis

    . Anakan jenis pada S. assamica S. assamica

    permudaan alam dapat ditemukan melimpah di

    bawah pohon induknya. Penggunaan materi

    cabutan anakan alam dalam upaya perbanyakan,

    selain memiliki kelebihan juga memiliki

    kelemahan antara lain pertumbuhan semai

    relatif lebih lambat dibandingkan dengan semai

    yang berasal dari perkecambahan benih

    (Herdiana et al., 2008). Untuk itu diperlukan

    perlakuan khusus terhadap semai cabutan

    meranti putih agar dapat menghasilkan semai

    yang berkualitas dan memiliki pertumbuhan

    relatif lebih cepat.

    Proses fisiologis tanaman dipengaruhi oleh

    faktor lingkungan seperti media tanam, sinar

    Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 81-93p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565

  • 83

    matahari dan cuaca. Selain ketiga hal tersebut,

    media semai juga sangat mempengaruhi

    pertumbuhan tanaman dari segi ketersediaan

    hara dan air, keremahan media yang

    mempengaruhi ketersediaan oksigen serta

    pergerakan dan penetrasi akar (Wasis &

    Megawati, 2013). Perlakuan terhadap tanaman

    yang dapat di lakukan dalam rangka

    menghasilkan semai dengan klasifikasi yang

    baik dan dalam waktu yang lebih singkat adalah

    dengan memberikan perlakuan pemupukan dan

    manipulasi naungan (pengaturan intensitas

    cahaya). Penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui pengaruh naungan dan penggunaan

    dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan semai

    S. assamica di persemaian.

    II. BAHAN DAN METODE

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian

    Balai Penelit ian Kehutanan Manado,

    Kecamatan Mapanget Kota Manado. Area

    persemaian berada pada ketinggian 70 mdpl,

    dengan suhu 29 -34 Celcius, dan tingkat 0 0

    kelembapan 40-70%. Lokasi persemaian berada

    pada titik koordinat 1 33'44,49” LU dan 0

    124 54'19,62” BT. Penelitian dilaksanakan 0

    selam 6 (enam) bulan pada bulan Juli 2014

    sampai dengan Januari 2015.

    B. Bahan dan Alat Penelitian

    Bahan dan alat yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah semai S. assamica asal

    cabutan , , pupuk NPK (15-15-15), alam top soil

    timbangan digital, , paranet, , polybag lux meter

    mistar, kaliper dan alat tulis menulis. Media

    semai yang digunakan adalah dengan top soil

    hasil analisis kadar air, pH dan kandungan unsur

    hara sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

    A. Metode Penelitian

    Semai S. assamica asal cabutan alam

    diambil dari kawasan hutan di Kabupaten

    Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi

    Utara. Semai yang telah berumur 2 (dua) bulan

    di persemaian, diseleksi dengan ukuran yang

    seragam dan selanjutnya dipindahkan sesuai

    dengan perlakuan yang terapkan.

    Perlakuan yang diterapkan dalam

    penelitian ini adalah tingkat naungan dan dosis

    pupuk NPK. Rancangan percobaan yang

    digunakan adalah rancangan acak lengkap yang

    Tabel (Table) 1. Hasil analisis media semai yang digunakan (Result of seedling media analysis)

    Sumber ( ): Laboratorium Tanah Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lainnya (Source Coconut Research Institute and Palma Other for Soil Laboratory)

    Parameter (Parameter) Nilai (Value) Kategori (Category)

    % KA pH H2O pH KCl %N Ppm P % C Organik

    8,056,785,360,48

    2,47,01

    - Netral (Netral)

    - Sedang (Medium)

    Sangat rendah (Very low) Sangat tinggi (Very high)

    PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN Shorea assamica Dyer. DI PERSEMAIAN

    Arif Irawandan Jafred E. Halawane

  • 84

    disusun dengan pola petak terbagi (split plot

    design). Tingkatan naungan yang merupakan

    petak utama (main plot) terdiri dari N1 =

    naungan ringan (±47.200 lux); N2 = naungan

    sedang (±29.300 lux) dan N3 = naungan berat

    (±8.901 lux). Sedangkan dosis pupuk NPK

    sebagai anak petak (sub plot) terdiri dari P0 =

    0,00 gr/semai; P1 = 0,25 gr/ semai; P2 = 0,50

    gr/semai dan P3 = 0,75 gr/ semai. Masing-

    masing unit percobaan diulang sebanyak 3 (tiga)

    kali dan jumlah satuan pengamatan pada

    masing-masing ulangan adalah 16 semai,

    sehingga jumlah semai yang digunakan

    sebanyak 576 semai.

    Pupuk NPK yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah dalam bentuk padat

    (butiran). Pupuk ditimbang dan diletakkan

    dalam plastik kecil sesuai perlakuan dosis yang

    digunakan dan dibenamkan dalam polibag di

    sekitar semai sesuai dosis yang diujikan.

    Perlakuan pupuk diaplikasikan pada awal

    penyapihan.

    Karakter yang diamati dalam penelitian ini

    meliputi persen hidup, tinggi, diameter, berat

    kering dan indeks kualitas semai (IKS).

    Pengamatan pertumbuhan semai dilakukan

    pada awal perlakuan (bulan ke-0), bulan ke-2,

    bulan ke-4 dan bulan ke-6. Data pengamatan

    diolah dengan analisis ragam dan apabila

    terdapat perbedaan yang nyata diantara

    perlakuan yang diterapkan, akan dilanjutkan

    dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT).

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil perhitungan diketahui

    bahwa persen hidup semai dari perlakuaan yang

    diuji menunjukkan nilai rata-rata persen hidup

    semai yang tinggi, yaitu sebesar 98,60%. Hasil

    analisis ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa

    perlakuan yang diterapkan (naungan dan pupuk

    NPK) tidak berpengaruh nyata terhadap persen

    hidup semai S. assamica. Hal ini menunjukkan

    bahwa semai cabutan S. assamica mudah untuk

    dibudidayakan dengan media semai yang

    mempunyai kadar air, pH dan kandungan unsur

    hara sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

    Tabel (Table) 2. Analisis ragam persen hidup semai S. assamica (Analysis of variance for survival rate ofS. assamica seedlings)

    Sumber Variasi(Source of variance)

    Derajat bebas

    (Degree of

    freedom)

    Jumlah kuadrat

    (Sum of square)

    Kuadrat tengah

    (Means square)

    F-hitung(F-value)

    Petak utama (Main plot) Naungan (Shade) Galat (Error) Anak petak (Sub plot)Pupuk (Fertilizer) Naungan*Pupuk (Fertilizer*shade)

    2,17tn

    1,12tn0,22tn

    Galat (Error)

    2 6

    3 6

    18

    28,2139,06

    60,7623,87

    325,52

    14,116,51

    20,25

    3,9818,08

    Keterangan ( ): * = Berbeda nyata pada taraf uji 0,05 ( )Remarks Significantly at 5% level test* ** = Berbeda nyata pada taraf uji 0,01 ( )Significantl