trema orientalis linn. blume) berdasaran tingkat...
TRANSCRIPT
-
53© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://doi.org/10.20886/jpth.2016.4.2. 53-65
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
(The Physical, Physiological Quality and Biochemical Content of Trema (Trema orientalis Linn.Blume) Based on Maturity Level)
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar/and Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman HutanJl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia
e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 8 Juni 2016; Naskah direvisi: 14 Juni 2016; Naskah diterima: 1 Desember 2016
ABSTRACT
Trema orientalis L Blume . is a multipurpose plant for all parts of the tree can be used. In order to support the successful development of this plant, seed quality is required, in which one of the requirements for determining quality seed is the seed should come from physiologically fruit mature. The research objective was to determine the quality of the physical, physiological quality, and a biochemical content (fat, carbohydrate and protein) of trema seed based on of fruit maturity. Trema seed used in this research comes from Badung regency, Bali Province. Trema fruit grouped into three color level (green, brown, black). The research design used is CRD (completely randomized design) with a treatment rate of fruit color. Parameters were observed ie. fruit and seed size, the weight of the fruit and seeds, fruit and seed moisture content, content of biochemistry (protein, fat, carbohydrates), germination and speed germination. The results showed: 1 The level of maturity of the fruit ( )significantly affects the physical quality (size of fruit and seeds, fruit weight and seed, the water content of fruits and seeds), physiological (germination, speed of germination), and the content of biochemistry (fats, carbohydrates, protein) trema seed, 2 Quality of physical and physiological seed that comes from the fruit of ( )the black better than the green and chocolate fruit, 3 the content of fats, carbohydrates and protein of trema ( )seed differ for each level of maturity (green, brown, black), 4 Fruit Trema reaching physiological maturity is ( )the fruit of the black with criteria that is : long fruit 3,87 ± 0,05 mm and width 3,41 ± 0,02 mm; long seed 2,10 ± 0,05 mm and width 1,81 ± 0.06 mm; 1000 grain weight of fruit 25.6883 grams; 1000 grain weight of seed 3.8288 g; moisture content of fruit 54,74%; moisture content of seed 12,03%; percentage germination 78%; speed of germination 3,05% / Etmal; content of carbohydrate 20,10%; content of protein 2,84% and content of fat 0,65%.
Keywords: biochemical, maturity, physical, physiological, Trema (Trema orientalis Linn. Blume),
ABSTRAK
Trema (Trema orientalis Linn. Blume) merupakan tanaman serba guna karena semua bagian pohon dapat digunakan. Dalam pengembangan tanaman ini, diperlukan benih bermutu, dimana salah satu syarat untuk menentukan benih bermutu adalah benih harus berasal dari buah yang sudah masak fisiologis. Tujuan penelitian adalah mengetahui mutu fisik, mutu fisiologis, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat dan protein) benih trema berdasarkan tingkat kemasakan buah. Benih trema yang digunakan berasal dari Badung, Bali. Buah trema dikelompokkan menjadi 3 warna (hijau, coklat, hitam). Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan parameter yang diamati : ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih, kandungan biokimia (protein, lemak, karbohidrat), daya berkecambah, dan kecepatan berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Tingkat kemasakan buah berpengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah, kecepatan berkecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih trema, (2) Mutu fisik dan fisiologis benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam lebih baik dibandingkan dengan buah berwarna hijau dan coklat, (3) Kandungan lemak, karbohidrat dan protein benih trema berbeda dari masing-masing tingkat kemasakan (hijau, coklat, hitam), (4) Buah trema yang sudah mencapai masak fisiologis adalah buah berwarna
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar
-
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
54
I. PENDAHULUAN
Trema (Trema orientalis Linn. Blume)
termasuk kedalam famili Ulmaceae merupakan
tanaman serba guna karena semua bagian pohon
dapat digunakan. Kayunya mengandung kalor
4576 cal/g (Rostiwati et al., 2006). Selain itu
kayu trema dapat digunakan sebagai kayu
perkakas, bahan bangunan rangka atap, industri
kertas, kayu lapis, korek api dan arang kayu.
Daun dan batangnya dapat dijadikan obat
herbal, dan kulit batangnya untuk bahan
pewarna (Prosea, 1997).
Mengingat potensi yang dimiliki, trema
merupakan jenis yang bagus untuk dikembang-
kan. Dalam rangka menunjang keberhasilan
pengembangan tanaman ini, diperlukan benih
yang bermutu, dimana salah satu syarat untuk
menentukan benih bermutu adalah benih harus
berasal dari buah yang masak fisiologis. Apabila
benih-benih yang diperoleh tersebut telah
masak secara fisiologis maka dapat menghasil-
kan mutu benih yang baik dan nantinya dapat
menghasilkan anakan dan tanaman yang baik.
Sebaliknya benih-benih yang belum mencapai
masak fisiologis umumnya memiliki mutu yang
rendah, mudah terserang jamur dan jarang
menghasilkan anakan yang baik. Tingkat
kemasakan benih trema berdasarkan warna
buah belum diketahui, sehingga diperlukan
penelitian untuk menentukan masak fisiologis
buah trema.
Dalam penentuan tingkat kemasakan
berdasarkan warna buah, maka sifat pewarnaan
dari buah muda sampai buah masak dari jenis
yang ditangani harus dikenal. Pada umumnya
perubahan warna buah terjadi dari warna hijau
pada buah yang belum masak ke kuning gelap
atau coklat gelap dan bersamaan dengan ini
terjadi pengerasan daging buah (Willan,
1985).
Warna buah merupakan petunjuk efektif
mendapatkan benih berviabilitas tinggi. Secara
visual, benih yang telah masak ditunjukkan
dengan perubahan warna kulit buah (Yuniarti et
al., 2011).
Benih-benih yang sudah masak secara
fisiologis dapat menghasilkan mutu benih yang
baik dan nantinya dapat menghasilkan anakan
dan tanaman yang baik. Sebaliknya benih- benih
yang belum mencapai masak fisiologis
umumnya memiliki mutu yang rendah, mudah
terserang jamur dan jarang menghasilkan
anakan yang baik. Menurut Sudrajat dan
Nurhasybi (2007), beberapa cara untuk
menentukan indikasi kemasakan buah yang
praktis di lapangan antara lain dengan melihat
perubahan warna kulit buah, bau, kelunakan
buah, berat jenis, dan jatuhnya buah secara
hitam, dengan kriteria yaitu : panjang buah 3,87 ± 0,05 mm dan lebar 3,41 ± 0,02 mm; panjang benih 2,10 ± 0,05 mm dan lebar 1,81 ± 0,06 mm; berat 1000 butir buah 25,6883 gr; berat 1000 butir benih 3,8288 gr; kadar air buah 54,74%; kadar air benih 12,03%; daya berkecambah 78%; kecepatan berkecambah 3,05%/Etmal; kandungan karbohidrat 20,10%; kandungan protein 2,84%; kandungan lemak 0,65%.
Kata kunci: biokima, fisik, fisiologis, kemasakan, Trema (Trema orientalis Linn. Blume)
-
55
alami. Untuk mengetahui saat masak fisiologis
yang tepat dibutuhkan informasi tentang tingkat
kemasakan buah yang akurat, yaitu berdasarkan
mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah
dan benih, kadar air buah dan benih), mutu
fisiologis (daya berkecambah, kecepatan
berkecambah), dan kandungan biokimia
(lemak, karbohidrat, protein).
Beberapa contoh buah jenis tanaman yang
sudah mencapai masak fisiologis yaitu : (1)
Buah damar (Agathis loranthifolia) yang sudah
masak fisiologis yaitu buah berwarna hijau tua
dan sering disertai bintik-bintik berwarna hitam,
mempunyai rata-rata panjang buah lebih besar
dari 9,10 cm, diameter buah lebih besar dari 8,40
cm, berat buah lebih besar dari 500,0 gr dan
mempunyai kadar air lebih besar dari 35%
(Suyanto, et al., 1990) dan (2) Buah Khaya
anthoteca yang sudah masak fisiologis yaitu
ukuran buahnya rata-rata berdiameter lebih dari
4,5 cm, mempunyai rata-rata kadar air 76,88%
dan daya berkecambah 93,4% (Bramasto dan
Nurhayati, 1997).
Tingkat warna buah berkaitan erat dengan
proses pemasakan buah atau benihnya.
Pemasakan benih sendiri selain diawali dengan
perkembangan dan pendewasaan struktur
tumbuh benih serta penghimpunan cadangan
makanan, juga diikuti dengan proses pemben-
tukan senyawa biokimia yang diperlukan untuk
pertumbuhan. Oleh karena itu dianggap bahwa
benih masak mempunyai mutu benih yang
tinggi (Sadjad, 1980), karena struktur tumbuhnya
lengkap atau sempurna serta mempunyai
cadangan makanan yang cukup. Masak fisiologis
buah biasanya ditandai dengan perubahan warna
pada kulit buah. Selama proses pemasakan,
terjadi perubahan warna buah dari warna hijau
menjadi kuning. Selain perubahan fisik, juga
diikuti oleh perubahan fisiologis dan kandungan
biokimia selama proses pemasakan buah dan
benih. Kandungan biokimia yang terkandung
dalam benih, misalnya lemak, karbohidrat, dan
protein akan mengalami perubahan selama
proses pema-sakan atau berdasarkan tingkat
kemasakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui mutu fisik (ukuran buah dan benih,
berat buah dan benih, kadar air buah dan benih),
fisiologis (daya berkecambah, kecepatan ber-
kecambah), dan kandungan biokimia (lemak,
karbohidrat, protein) berdasarkan tingkat
kemasakan.
II. BAHAN DAN METODE
Tahapan prosedur kerja untuk metodologi
adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu
Pebruari sampai dengan April 2015.
Pengujian mutu benih dilaksanakan di
laboratorium dan rumah kaca Balai
Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman
Hutan di Bogor. Pengujian analisis
kandungan biokimia (karbohidrat, protein,
lemak) dilakukan di Laboratorium Seameo-
Biotrop di Bogor.
2. Benih trema yang digunakan dalam peneliti-
an ini diperoleh dari areal lahan milik masya-
rakat di Kabupaten Badung, Propinsi Bali.
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar
-
56
3. Buah diunduh dengan cara memanjat pohon
atau perontokan sebagian dahan dengan
menggunakan galah berkait. Umur pohon
yang diunduh yaitu 8 tahun. Jumlah buah
yang dibutuhkan adalah sebanyak 3 kg buah.
Buah yang sudah terkumpul kemudian
dikelompokan menjadi 3 kelompok tingkat
warna buah (hijau, coklat, hitam).
4. Dari masing-masing warna buah diukur
ukuran buah dan benih (panjang dan lebar
benih) sebanyak masing-masing warna buah
400 butir buah (4 ulangan @100 butir buah)
untuk ukuran buah dan 400 butir benih (4
ulangan @100 butir benih) untuk ukuran
benih.
5. Pengujian berat 1000 butir buah dari
masing-masing warna buah memerlukan
jumlah buah sebanyak 800 butir buah dan
untuk pengujian berat 1000 butir benih
memerlukan benih sebanyak 800 butir
benih. Cara pengujian berat 1000 butir buah
dan benih menggunakan standar dari ISTA
(2006).
6. Pengujian kadar air buah memerlukan
jumlah buah sebanyak 40 gram buah (4
ulangan @ 10 gram buah) dan untuk
pengujian kadar air benih memerlukan
jumlah benih sebanyak 20 gram benih (4
ulangan @ 5 gram benih). Cara pengujian
kadar air buah dan benih menggunakan
standar dari ISTA (2006).
7. Pengujian daya berkecambah dan kecepatan
berkecambah dari masing-masing warna
buah memerlukan benih sebanyak 400 butir
benih (4 ulangan @ 100 butir benih). Cara
pengujian daya berkecambah dan kecepatan
berkecambah menggunakan standar dari
ISTA (2006).
8. Pengujian untuk analisis kandungan protein
menggunakan metode Kjeldhal. Untuk
analisis kandungan lemak menggunakan
metode Soxhlet. Sedangkan analisis kan-
dungan karbohidrat menggunakan metode
Luff Schoorl. Jumlah benih yang diperlukan
untuk menguji analisis kandungan protein,
lemak, dan karbohidrat yaitu sebanyak 100
gram dari masing-masing warna buah.
9. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu
RAL (Rancangan Acak Lengkap) terhadap
parameter: ukuran buah dan benih, berat
buah dan benih, kadar air buah, kadar air
benih, kandungan biokimia (protein, lemak,
karbohidrat), daya berkecambah, dan
kecepatan berkecambah.
10. Data dianalisis dengan analisa sidik ragam
(Anova). Apabila berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Rata-rata ukuran buah dan benih (panjang
dan lebar) serta berat 1000 butir buah dan benih
disajikan pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa ukuran buah
dan benih (panjang dan lebar) yang berasal dari
buah berwarna hitam memiliki ukuran yang
lebih besar dibandingkan dengan buah yang
berwarna hijau dan coklat. Demikian halnya
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
57
dengan berat 1000 butir buah dan benih pada
buah yang berwarna hitam memiliki berat yang
lebih besar dibandingkan dengan buah berwarna
hijau dan coklat.
Hasil ringkasan analisis sidik ragam
pengaruh tingkat warna buah terhadap nilai
kadar air buah, kadar air benih, daya
berkecambah, kecepatan berkecambah,
kandungan karbohidrat, lemak, dan protein
benih trema disajikan pada Tabel 2.
Tabel (Table) 1. Rata-rata ukuran buah (panjang dan lebar), ukuran benih (pan-jang dan lebar), berat 1000 butir buah, dan berat 1000 butir benih trema berdasarkan warna buah (Average fruit size (length and width), seed size (length and width), the1000 grain weight of fruit, and the weight of 1000 grains of seed Trema is based on fruit color)
Tabel (Table) 2. Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh warna buah terhadap kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, kandungan kar- bohidrat, lemak dan protein benih trema (Summary of analysis of variance of the influence of fruit color to fruit moisture content, seed moisture content, germination per- centage, speed of germination, carbohydrate, fat and protein content of trema seed)
Parameter(Parameter)
Warna buah (Fruit color) Hijau
(Green) Coklat(Brown)
Hitam(Black)
Panjang buah (Lengthof fruit) (mm)
3,74 ±0,02
3,75 ±0,03
3,87 ±0,04
Lebar buah (Width offruit) (mm)
3,37 ±0,02
3,39 ±0,02
3,41 ±0,02
Panjang benih Lengthof seed) (mm)
1,97 ±0,05
2,00 ±0,03
2,10 ±0,05
Lebar benih (Width ofseed) (mm)
1,75 ±0,05
1,77 ±0,04
1,81 ±0,06
Berat 1000 butir buah(gram) (The1000grain weight of fruit)
15,578 25,158 25,69
Berat 1000 butirbenih (gram) (Theweight of 1000grains of seed)
3,50 3,66 3,83
Kadar air buah (%)(Moisture contentof fruit)
67,58 ±2,77
60,00 ±9,18
54,74 ±8,39
Kadar ir benih (%)(Moisture contentof seed)
14,12 ±0,31
13,22 ±0,16
12,03 ±0,09
No. Parameter(Parameter)
F Hitung(FCalculation)
F Tabel(5%)
(F Table)
1. Kadar air buah(Fruit moisturecontent)
5,31 *
2. Kadar air benih(Seed moisturecontent)
100,05 *
3. Dayaberkecambah(Germinationpercentage)
24,23 *
4. Kecepatanberkecambah(Speed ofgermination)
29,31 *
5. Kandungankarbohidrat(Carbohydratecontent)
42147,00 *
6. Kandunganlemak (Fatcontent)
50,25 *
7. Kandunganprotein(Protein content)
22,75 *
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
Keterangan (Notes): * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95% (* = Significant at 95% confi- dence level)
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar
-
58
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan tingkat warna buah
berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air buah,
kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan
berkecambah, kandungan karbohidrat, lemak,
dan protein benih trema. Untuk mengetahui
lebih lanjut perlakuan yang menimbulkan
perbedaan yang nyata, dilakukan uji beda
Duncan (Gambar 1 dan Gambar 2).
A. Pembahasan
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa ukuran
buah dan ukuran benih pada buah yang
berwarna hijau mempunyai ukuran yang paling
kecil dibandingkan dengan buah yang berwarna
coklat dan hitam. Buah berwarna hitam
mempunyai ukuran paling besar. Dilihat dari
berat 1000 butir buah dan benih, menunjukkan
bahwa buah berwarna hitam mempunyai berat
yang paling tinggi dibandingkan dengan buah
berwarna coklat dan hijau. Hal ini sesuai dengan
Pendapat Bewley dan Black (1985), yang
menyatakan secara umum benih mengalami
peningkatan bobot kering sampai benih
mencapai masak fisiologis. Menurut Suyanto,
et al. (1999) dalam hal karakteristik ukuran
buah, baik mengenai panjang, diameter serta
berat buah , tampak bahwa semakin jenis damar
tinggi tingkat kemasakannya, maka ukuran buah
semakin besar.
Pada Tabel 2 diketahui bahwa tingkat
kemasakan buah yang dicerminkan oleh
perubahan warna kulit buah berpengaruh
terhadap kadar air buah, kadar air benih, daya
berkecambah, kecepatan berkecambah, dan
kandungan biokimia (karbohidrat, lemak, dan
protein) benih trema. Menurut Yuniarti (2006)
warna buah dapat dijadikan sebagai indeks
kemasakan buah jenis saga pohon. Benih yang
berasal dari buah/polong berwarna coklat yang
sudah merekah memiliki viabilitas yang lebih
baik apabila dibandingkan dengan benih-benih
yang berasal dari buah/polong yang berwarna
hijau dan coklat yang belum merekah.
Pada semua tingkat kemasakan berdasar-
kan warna buah tersebut, benih dapat
berkecambah karena pada berbagai tingkat
kemasakan benih tersebut embrio dan cadangan
makanannya telah terbentuk. Terjadinya
perbedaan daya berkecambah antara warna buah
/ tingkat kemasakan benih tersebut menurut
Sutopo (2010) adalah karena cadangan makanan
yang terdapat pada benih yang belum masak
masih belum cukup tersedia bagi pertumbuhan
embrio, selengkap yang tersedia pada benih
yang masak. Jadi tingkat warna buah berkaitan
erat dengan proses pemasakan buah atau
benihnya.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
59
Gambar (Figure) 1. Rata-rata kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih trema berdasarkan warna buah (Uji Duncan) (Average of germination percentage and speed of germination of trema seed based on fruit color (Duncan Test))
Keterangan :(Notes) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar
Hijau/Green Coklat/Brown
Warna buah/Fruit color
Ka
da
r a
ir b
en
ih/S
ee
d m
atu
re c
on
ten
t (%
)
Hitam/Black
15
14
13
12
13
12
12
11
11
14,12a
13,22b
12,03b
Hijau/Green Coklat/Brown
Warna buah/Fruit color
Ka
da
r a
ir b
ua
h/F
ruit
mo
istu
re c
on
ten
t (%
)
Hitam/Black
80
70
60
50
40
30
20
10
0
67,58a
60,00b54,74a
Hijau/Green Coklat/Brown
Warna buah/Fruit color
Da
ya
be
rke
ca
mb
ah
/G
erm
ina
tio
n p
erc
en
tag
e (
%)
Hitam/Black
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
47b
57b
78a
Hijau/Green Coklat/Brown
Warna buah/Fruit color
Ke
ce
pa
ta
n b
erke
ca
mb
ah
/S
pe
ed
ge
rm
ina
tio
n(%
)/E
tm
al)
Hitam/Black
4
3
3
2
2
1
1
0
1,80b2,02b
3,05a
-
60
Pemasakan benih sendiri selain diawali
dengan perkembangan dan pendewasaan
struktur tumbuh benih serta penghimpunan
cadangan makanan, juga diikuti dengan proses
pembentukan senyawa biokimia yang diperlu-
kan untuk pertumbuhan (Sutopo, 2010). Oleh
karena itu dianggap bahwa benih masak
mempunyai mutu benih yang tinggi, karena
struktur tumbuhnya lengkap atau sempurna
serta mempunyai cadangan makanan yang
cukup. Selama proses pemasakan, terjadi
perubahan warna buah dari warna hijau menjadi
coklat.
Dari Gambar 1 terlihat terjadi adanya
penurunan nilai kadar air buah dan benih dari
buah berwarna hijau, ke coklat sampai hitam.
Hal ini berarti buah yang masih belum masak
fisiologis (warna hijau) mempunyai kadar air
buah dan kadar air benih paling tinggi kemudian
nilainya menurun pada warna buah coklat
hingga titik nilai terendah pada buah berwarna
hitam. Ada beberapa fase untuk mencapai suatu
tingkat kemasakan benih, yaitu fase pem-
buahan, fase penimbunan zat makanan dan fase
pemasakan. Fase pertumbuhan dimulai sesudah
terjadi proses penyerbukan, yang ditandai
dengan pembentukan-pembentukan jaringan
dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat
makanan ditandai dengan kenaikan berat kering
benih, dan turunnya kadar air. Pada fase
pemasakan, kadar air benih akan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara di
luar; dan setelah mencapai tingkat masak benih;
berat kering benih tidak akan banyak mengalami
perubahan (Sutopo, 2010).
Dilihat dari nilai daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah (Gambar 1), terjadi
sebaliknya yaitu adanya peningkatan nilai dari
buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam. Hal
ini menunjukkan bahwa buah trema yang sudah
mencapai masak fisiologis didapatkan pada
benih yang berasal dari buah yang berwarna
hitam. Daya berkecambah yang dihasilkan
berbeda dari masing-masing tingkat kemasakan
(warna buah). Hal ini sesuai dengan pendapat
Kamil (1982) yang menyatakan bahwa benih
dapat berkecambah jauh sebelum kemasakan
fisiologis tercapai. Hal ini juga terjadi pada
benih trema.
Perbedaan itu antara lain disebabkan karena
cadangan makanan yang terdapat pada benih
yang belum masak masih belum cukup tersedia
bagi pertumbuhan embrio, lain halnya pada
benih yang telah masak. Menurut Sutopo
(2010), adanya perbedaan daya berkecambah
antar warna buah/tingkat kemasakan benih
tersebut karena cadangan makanan yang
terdapat pada benih yang belum masak masih
belum cukup tersedia bagi pertumbuhan embrio
dan semakin lengkap tersedia pada benih yang
masak. Kondisi ini menggambarkan hubungan
yang erat antara proses pemasakan buah dengan
benihnya. Schmidt (2000) menyebutkan bahwa
kualitas benih ditentukan viabilitas dan vigor
benih, hal ini berkaitan erat dengan tingkat
kemasakan fisiologis benih, sehingga benih
yang di panen pada saat masak fisiologis akan
menghasilkan viabilitas dan vigor benih yang
lebih tinggi.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
61
Menurut Yuniarti (2006), benih kenari yang
berasal dari buah yang sudah mencapai masak
fisiologis akan menghasilkan nilai daya ber-
kecambah paling besar dibandingkan buah yang
belum masak. Selain daya berkecambah, tingkat
kemasakan buah juga dilihat dari nilai kadar air
benihnya. Buah yang masak fisiologis mem-
punyai nilai kadar air benih yang lebih rendah
dibandingkan buah yang belum masak.
Pada Gambar 2 terlihat adanya perbedaan
kandungan karbohidrat, protein dan lemak dari
perubahan buah berwarna hijau, ke coklat
sampai hitam. Dilihat dari kadar karbohidrat dan
protein menunjukkan adanya peningkatan dari
buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam.
Sedangkan dari kandungan lemak adalah
sebaliknya yaitu terjadinya penurunan dari
buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam.
Seiring dengan meningkatnya kandungan
karbohidrat dan protein dari benih trema juga
terjadi peningkatan daya berkecambahnya.
Pada buah yang sudah mencapai masak
fisiologis (buah warna hitam) memiliki kan-
dungan karbohidrat dan protein yang lebih
banyak dibandingkan dengan buah yang belum
masak (buah warna hijau dan coklat). Hal ini
disebabkan karena cadangan makanan dan
energi yang terbentuk pada buah yang sudah
masak adalah sudah semakin lengkap dan sudah
memenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan
embrio. Sedangkan kandungan lemak yang
dimiliki oleh buah yang sudah masak adalah
lebih sedikit dibandingkan dengan buah yang
belum masak. Hal ini bisa disebabkan karena
pada awal proses pemasakan buah (warna hijau)
metabolit awal yang terbentuk adalah lemak.
Jadi hal ini yang menyebabkan kandungan
lemak pada buah warna hijau paling tinggi.
Kemudian seiring dengan proses pemasakan
buah tahap selanjutnya terjadi penurunan
kandungan lemak pada buah berwarna coklat
sampai buah berwarna hitam yang memiliki
kandungan lemak paling sedikit.
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar
-
62
Gambar (Figure) 2. Rata-rata kandungan lemak, protein, dan karbohidrat benih trema berdasarkan warna buah (Uji Duncan) (Average of fat, protein, and carbohydrate content of trema seed based on fruit color (Duncan Test))
Keterangan :(Notes) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
Hijau/Green
Warna buah/Fruit color
Ka
nd
un
gan
ka
rbo
hid
rat/
Ca
rbo
hyd
rate
co
nte
nt
(%)
Coklat/Brown Hitam/Black
15,36 c
25
20
15
10
5
0
17,64 b
20,10 a
Hijau/Green
Warna buah/Fruit color
Ka
nd
un
ga
n l
em
ak
/Fa
t c
on
te
nt (
%)
Coklat/Brown Hitam/Black
0,81a0.9
0.8
0.7
0.6
0,5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0,70b0,65c
Hijau/Green
Warna buah/Fruit color
Ka
nd
un
ga
n p
ro
te
in/P
ro
te
in c
on
te
nt (
%)
Coklat/Brown Hitam/Black
2,73c
2.90
2.85
2.80
2.75
2.70
2.65
2.60
2,79b
2,84a
-
63
Karbohidrat berfungsi sebagai cadangan
makanan dan energi dibutuhkan untuk
pertumbuhan dinding sel baru (Bewley dan
Black, 1985). Protein di dalam biji sebagian
besar terdapat di dalam embrio dan kotiledon
terutama dalam bentuk asam amino. Di dalam
proses perkecambahan protein juga berfungsi
untuk pembentukan protoplasma sel untuk
permulaan pertumbuhan (Kamil, 1979).
Disamping sebagai cadangan makanan protein
juga merupakan bagian utama di dalam struktur
enzim-enzim yang berperan dalam proses
perkecambahan (Bewley dan Black, 1994).
Lemak di dalam benih sebagian besar terdapat
pada embrio dan kotiledon dan pada saat proses
perkecambahan digunakan sebagai cadangan
makanan dan energi sebelum proses fotosintesa
dimulai (Kamil, 1979 ). Benih yang berasal dari
buah berwarna hitam mempunyai kandungan
lemak paling rendah dibandingkan dengan
warna hijau dan coklat. Seiring dengan me-
nurunnya kandungan lemak diikuti dengan me-
ningkatnya nilai daya berkecambah. Semakin
tinggi kandungan lemak pada benih akan
menyebabkan nilai daya berkecambah menu-
run. Benih dengan kandungan lemak tinggi akan
kehilangan viabilitas dan kemampuan ber-
kecambah (Balesevic-Tubic ., 2007).et al
Meningkatnya kandungan lemak bisa
menyebabkan adanya jamur ( et alWorang .,
2008 Kandungan asam lemak yang tinggi di ).
dalam benih juga merupakan indikasi terjadinya
proses respirasi yang tinggi yang menyebabkan
benih kehilangan energi untuk perkecambahan
(Liu ., 2006).et al
Jadi tingkat warna buah berkaitan erat
dengan proses pemasakan buah atau benihnya.
Pemasakan benih sendiri selain diawali dengan
perkembangan dan pendewasaan struktur
tumbuh benih serta penghimpunan cadangan
makanan, juga diikuti dengan proses pem-
bentukan senyawa biokimia yang diperlukan
untuk pertumbuhan. Oleh karena itu dianggap
bahwa benih masak mempunyai mutu benih
yang tinggi (Sadjad, 1980), karena struktur
tumbuhnya lengkap atau sempurna serta
mempunyai cadangan makanan yang cukup.
Selama proses pemasakan, terjadi perubahan
warna buah dari warna hijau menjadi coklat.
Berdasarkan hasil tersebut di atas maka dapat
dikatakan bahwa warna buah dapat dijadikan
sebagai indeks kemasakan buah.
Masak fisiologis buah biasanya ditandai
dengan perubahan warna pada kulit buah,
penurunan kadar air buah dan pada saat ini
pengangkutan bahan makanan ke dalam buah
terhenti sehingga ukuran buah mencapai
maksimum, viabilitas dan vigor maksimum
sehingga kualitas benih tertinggi diperoleh
pada saat masak fisiologis (Sutopo, 2010).
Proses masak fisiologis pada buah dan biji
biasanya terjadi secara bersamaan, sehingga
waktu masaknya buah biasanya bersamaan
dengan waktu masaknya biji. Tahap masak
fisiologis pada buah terdiri proses fisiologis,
biokimia dan dehidrasi (penurunan kadar air
benih). Pada proses fisiologis dan biokimia
terjadi peningkatan pembentukan cadangan
makanan dan hormon pengatur tumbuh
( ).Schmidt, 2000
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar
-
Pemasakan benih selain diawali dengan
perkembangan dan pendewasaan struktur
tumbuh benih serta perhimpunan cadangan
makanan, juga diikuti dengan proses
pembentukan senyawa biokimia yang
diperlukan untuk pertumbuhan. Kandungan
senyawa-senyawa yang terdapat di dalam benih
terutama karbohidrat, protein dan lemak
berpengaruh terhadap daya berkecambah benih
(Kamil, 1979, Bewley dan Black, 1985).
IV. KESIMPULAN
Tingkat kemasakan buah trema ber-
pengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran
buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air
buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah,
kecepatan berkecambah), dan kandungan
biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih
trema. Mutu fisik dan fisiologis benih yang
berasal dari buah yang berwarna hitam lebih
baik dibandingkan dengan buah berwarna hijau
dan coklat. Kandungan lemak, karbohidrat dan
protein benih trema berbeda dari masing-
masing tingkat kemasakan (hijau, coklat,
hitam). Buah trema yang sudah mencapai masak
fisiologis yaitu buah berwarna hitam.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak I Nyoman Sutrisna di Dusun Banjar
Tinggan, Desa Pelagan, Kecamatan Petang,
Kabupaten Badung, Propinsi Bali yang telah
memberikan materi benih untuk kegiatan
penelitian.
2. Ateng Rahmat Hidayat, S.Hut yang telah
banyak membantu dalam pelaksanaan
pengujian benih di laboratorium dan rumah
kaca Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan di
Bogor.
3. Laboratorium Seameo-Biotrop di Bogor
yang telah membantu dalam analisis
pengujian kandungan lemak, karbohidrat
dan protein benih trema.
DAFTAR PUSTAKA
Balesevic-Tubic, S, Tatic, M, Miladinovic, J, Pucarevic, M .(2007). Changes of faty acids content and vigour of sunflower seed during natural aging. Helia 30(47), 61-67.
Bewley, J.D and M. Black. (1985). Physiology and Biochemistry of seed. Vol.I. New York: Springer Verlag.
Bewley, J.D and M. Black. (1994). Physiology and seed development and germination. New York: Plenum Press.
Bramasto, Y. dan Nurhayati, K. (1996). Pengaruh tingkat masak fisiologis dan cara ekstraksi terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih Khaya anthoteca (Laporan Uji Coba no. 72): Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
Kamil, J.(1979). Teknologi Benih Jilid I. Padang: Angkasa Raya.
Kamil, J.(1982). Teknologi Benih I. Bandung: Penerbit Angkasa.
Liu M-S,Chang C-Y, Lin T-P.(2006). Comparison of phospholipids and their fatty acids in recalcitrant and orthodox seeds. Seed Science and Technology, 34: 443-452.
Prosea. (1997). Auxiliary plant no II. Editor : I.F. Hanum dan L.J.G. Van Der Maesen. Backhuys Publisher-Leiden, Netherlands. p: 252-255.
Rostiwati, T, Y. Heryati, S. Bustomi. (2006). Review hasil litbang kayu energi dan turunannya. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Tanaman.
64
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-65p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
Sadjad, S. (1980). Panduan pembinaan mutu benih tanaman kehutanan Indonesia. Kerjasama Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Dept. Kehutanan dengan Institut Pertanian Bogor.
Schmidt, L.( 2000). Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial – Indonesia Forest Seed Project. PT. Gramedia. Jakarta.
Schmidt, L. (2000). Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis (Terjemahan). Kerjasama Direktorat Jenderal RLPS dan IFSP. PT. Gramedia. Jakarta. 530 hal. (terjemahan).
Sudjindro. (1994). Indikasi kemunduran viabilitas oleh dampak guncangan pada benih kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB.
Sutopo, L. (2010). Teknologi Benih. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudrajat, D.J. & Nurhasybi. (2007). Produksi dan pengujian mutu benih tanaman hutan. Prosi-ding Seminar “Teknologi Perbenihan Untuk Peningkatan Produktifitas Hutan Tanaman Rakyat di Sumatera Barat. 7 November 2007. Solok.
Suyanto, H., Kusmintarjo & Kartiko, H.D.P. (1999). Penentuan karakteristik masak fisiologis buah damar (Agathis loranthifolia Salisb). Laporan Uji Coba No. 72. Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
Willan, R.L. (1985). A guide to forest seed handling.FAO for Paper. Rome.
Worang, R.L., O.S. Dharmaputra, R. Syarief & Miftahudin. (2008). The quality of physic nut (Jatropha curcas L.) seeds packed in plastic material during storage. Biotropia, vol. 15 no. 1, 2008: 25-36.
Yuniarti, N. (2006). Kriteria masak fisiologis buah dan berat 1000 butir benih kenari (Canarium sp.). Prosiding Seminar Benih Untuk Rakyat: Menghasilkan dan Menggunakan Benih Bermutu Secara Mandiri. 4 Desember 2006. Bogor.
Yuniarti, N., E. Suita, M. Zanzibar, & Nurhasybi. (2011). Teknik penanganan benih tanaman hutan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Peneli- tian “Teknologi Perbenihan Untuk Meningkat- kan Produktivitas Hutan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah.” 20 Juli 2011. Semarang.
65
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalisLinn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan Nurmawati Siregar
-
67© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://doi.org/10.20886/jpth.2016.4.2. 67-79
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI, FENOLOGI, DAN Toona sinensis SERANGGA PENGUNJUNG
(Surian (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Flowers: Morphology,Phenology, and Insects Visitors)
Agus Astho Pramono , Endah R. Palupi , Iskandar Z. Siregar , dan/ Cecep Kusmana1 2 3 3and 1) Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Jl. Pakuan Ciheuleut PO. BOX 105, Telp/Fax:
0251-8327768, Bogor, Indonesia2)
Fakultas Agronomi Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Jl. Meranti, Babakan, Dramaga, (0251) 8629353 Bogor, Indonesia
3) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB, Dramaga, Babakan,
Dramaga Telp.(0251) 8621677, Bogor, Indonesiae-mail: [email protected]
Naskah masuk: 8 Desember 2016; Naskah direvisi: 9 Desember 2016; Naskah diterima: 14 Desember 2016
ABSTRACT
Efforts to improve the productivity of a seed source require a deep understanding of reproductive characteristics and environmental factors that affect the seed production. This study aimed to investigate the characteristics of reproduction which include 1) the characteristics of flower morphology and phenology, and 2) the identification of flower visitors of surian. Studies conducted in the smallholder forest in Sumedang, West Java. Surian flowers were compound flower that arranged in panicles shape. When a flower blooms, petals do not open fully, formed like a tube. Male flowers are smaller than female flowers and never bloom, and the male flowers fall first. Branching patterns of surian flower panicle is thyrses, and flowers bloom not simultaneously. The development of flower from buds to bloom takes approximately 12 days, the flowers bloom 1-3 days, development of fruit until ripe takes 5-5.5 months. It is found 12 species of insects visiting flowers, 11 species are considered very small. Insects those are found in large quantities were Thrips and three species of Nitidulidae.
Keywords: flower, fruit, inflorescence, insect flower visitors, seed
ABSTRAK
Upaya untuk meningkatkan produktifitas suatu sumber benih memerlukan suatu pemahaman yang mendalam tentang ciri reproduksi dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap hasil benih. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui ciri morfologi bunga dan fenologinya, dan 2) mengenali serangga pengunjung bunga surian. Kajian dilakukan di hutan rakyat di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Bunga surian merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam malai berbentuk panikel. Ketika bunga mekar mahkota bunga tidak terbuka sepenuhnya, membentuk mirip tabung. Bunga jantan berukuran lebih kecil dari bunga betina dan tidak pernah mekar, dan bunga jantan rontok lebih dahulu. Malai bunga surian memiliki pola percabangan thyrses, dan bunga mekar tidak serentak. Perkembangan bunga dari tunas yang berwarna hijau hingga bunga mekar memerlukan waktu sekitar 12 hari, bunga mekar bertahan 2 atau 3 hari, Perkembangan buah hingga buah masak dan terbuka memerlukan waktu 5 - 5.5 bulan. Terdapat 12 jenis serangga yang mengunjungi bunga surian, 11 jenis berukuran sangat kecil. Serangga yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah thrips dan 3 jenis serangga famili Nitidulidae.
Kata kunci: benih, bunga, bunga majemuk, penyerbuk, serangga pengunjung bunga
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana
-
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
68
I. PENDAHULUAN
Benih yang berkualitas dengan pasokan
yang mencukupi merupakan salah satu syarat
penting dalam pembangunan hutan. Hal ini
perlu didukung oleh keberadaan sumber benih
yang dikelola secara benar. Suatu pengelolaan
yang mampu menghasilkan benih dengan
kualitas genetik dan kuantitas yang tinggi
memerlukan pemahaman yang mendalam
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
benih. Pemahaman ini perlu diawali dengan
mengenali ciri pembungaan dan penyerbukan
dari jenis tanaman yang dikembangkan.
Bunga tanaman Angiospermae mempunyai
sistem yang kompleks dan terpadu dengan
bunga berfungsi untuk memastikan dan
memaksimalkan reproduksi (Chouteau et al.,
2006). Oleh karena itu, memahami ciri bunga
merupakan suatu langkah penting dalam upaya
memahami reproduksi suatu jenis tanaman.
Potensi hasil benih tanaman sangat dipengaruhi
oleh ciri biologi bunga yang berkaitan erat
dengan tipe perkawinan dan kelamin. Bawa et
al. (1989) menyatakan bahwa sekitar 60-65%
pohon di hutan hujan dataran rendah telah
ditemukan bersifat hermafrodit, 11-14%-nya
adalah monocious dan 23-26% dioecious.
Keluarga memiliki bunga yang Toona
secara morfologi bertipe biseksual, dengan
benang sari ( ) atau putik ( ) stamen pistil
berkembang baik yang secara fungsional
sebagai bunga jantan atau betina (Gouvea , et al.
2008). Surian ( ) termasuk Toona Sinensis
tanaman berumah satu ( ). Tanaman monoecious
ini memiliki karakteristik bunga berumah satu
sehingga bunganya berkembang secara dicho-
gamy, polygamy atau anomali (Edmonds &
Staniforth, 1998). Musim berbunga dan berbuah
surian berbeda antar pohon, sehingga pohon
surian yang sedang berbunga dan berbuah
hampir selalu dapat ditemukan sepanjang tahun
pada tegakan yang memiliki populasi banyak
(Pramono, 2013).
Aroma bunga surian yang kuat memberikan
petunjuk bahwa penyerbuknya adalah serangga
(Edmonds & Staniforth, 1998). Dengan
demikian mengenali serangga pengunjung
bunga surian sangat diperlukan guna memahami
ciri penyerbuk dan faktor-faktor lingkungan
yang berpeluang mendukung atau menghambat
perannya sebagai vektor penyerbukan. Efekti-
fitas serangga pengunjung untuk menjadi
serangga penyerbuk ( ) tergantung pollinator
pada daya mengangkut serbuk sari (pollen
load) dan kemampuan meletakkan serbuk sari
pada kepala putik yang reseptif (Johnson &
Steiner, 2000; Lau & Galloway, 2004). Jenis
penyerbuk yang berbeda yang memiliki ciri
berbeda, memerlukan lingkungan hidup yang
berbeda. Tanaman yang penyerbukanya dibantu
oleh hewan, untuk meningkatkan peluang
terjadinya penyerbukan, memiliki bunga
dengan bentuk tertentu sebagai penyesuaian
terhadap penyerbuknya, dan menghasilkan
imbalan yang dapat menarik penyerbuk.
Perbedaan ciri-ciri bunga antar jenis dapat
-
69
mempengaruhi tindakan penyerbuk sehingga
berakibat pada perbedaan tingkat keberhasilan
reproduksinya (Navarro ., 2007).et al
Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mengetahui ciri morfologi bunga dan
fenologinya dan 2) mengidentifikasi serangga
pengunjung bunga surian.
II. BAHAN DAN METODE
A. Lokasi dan waktu penelitian
Kajian dilakukan di hutan rakyat di
Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Sumedang terletak antara 6 44' – o
70 83' LS dan 107 21' – 108 21' BT. Wilayah di o o o
Kabupaten Sumedang memiliki tipe hujan yang
menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson
termasuk pada iklim agak basah dan sedang
yaitu tipe C dan D. Penelitian ini dilakukan di
Desa Padasari Kecamatan Cimalaka dan Desa
Sukajadi Kecamatan Wado.
Kecamatan Wado memiliki curah hujan
5.182 mm th , yang paling tinggi dibanding -1
kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten
Sumedang, sedangkan curah hujan di
Kecamatan Cimalaka yang sebesar 1.870 mm th-
1 (BPS Kabupaten Sumedang 2013). Sebagian
besar (59.81%) area di Kecamatan Wado
memiliki jenis tanah Latosol, sisanya 19.62%
merupakan tanah Andosol, dan 20.57% jenis
tanah Mediteran. Di Kecamtan Cimalaka
sebagian besar lahan (55.35%) memiliki jenis
tanah Regosol, 10.73% berjenis tanah Aluvial,
dan 33.91% berjenis tanah Latosol.
Di Kecamatan Wado penelitian dilakukan
di Desa Sukajadi. Lokasi penelitian berada di
108°06'02"-108°07'54"BT, dan 6°58'30" -
7°00'44"LS, pada ketinggian 660-860 m dpl
dengan topografi bergelombang dan miring. Di
Kecamatan Cimalaka, penelitian dilakukan di
Desa Padasari. Lokasi berada di 107°55'35"-
107°56'26"BT dan 6°45'36"-6°46'37"LS pada
ketinggian 685-700 m dpl, berada pada area
yang datar. Lokasi penelitian di Sukajadi berada
pada lahan hutan rakyat yang dikelilingi oleh
perladangan lahan kering, sedangkan lokasi
penelitian di Desa Padasari berada pada hutan
rakyat yang secara umum dikelilingi oleh hutan
pinus, sawah, dan pemukiman penduduk.
B. Ciri Bunga dan Fenologinya
Dalam pene l i t i an in i , d i lakukan
pengamatan organ-organ reproduktif, dan
struktur karangan bunga (malai). Pengamatan
ukuran dan struktur bunga meliputi pengamatan
ukuran dan jumlah kelopak ( ), mahkota sepal
( ), benang sari dan putik. Selain itu juga petal
dipelajari struktur karangan bunga, serta letak
bunga jantan dan betina di dalam malai. Jumlah
total bunga surian pada setiap malai dihitung
pada 99 malai dari 27 pohon contoh,
pengamatan dilakukan dari 3 atau 4 malai dari
setiap pohon contoh. Bunga pada 9 cabang
contoh dari malai contoh diamati fenologinya,
diawali dengan 90 butir tunas bunga berwarna
hijau dan 83 bunga kecil berwarna putih.
Pengamatan dilakukan 2 hari sekali hingga
terbentuk buah kecil. Pengamatan fenologi dari
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana
-
70
buah kecil sampai menjadi buah masak
dilakukan pada 30 pohon contoh.
Pengamatan dilakukan mulai dari Agustus
2011 sampai dengan Mei 2013. Karena musim
buah tidak serentak antar pohon (Pramono
2013), maka pengambilan contoh dan
pengamatan tidak dapat dilakukan secara
serentak. Pengambilan contoh dilakukan pada
bulan Agustus dan November 2011, kemudian
sebulan sekali dari Maret sampai Juni tahun
2012. Pengambilan contoh juga dilakukan pada
bulan November 2012 dan Mei 2013.
Pengamatan jumlah bunga, jumlah benih,
ukuran buah dan identifikasi serangga
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman
Hutan di Bogor. Contoh bunga dianalisis secara
deskriptif.
C. Serangga Pengunjung Bunga
Pengamatan serangga pengunjung bunga
dilakukan pada contoh karangan bunga yang
diambil dari 3 pohon di Desa Padasari, dan 4
pohon di Desa Sukajadi Kecamatan Cimalaka
Kabupaten Sumedang. Pada setiap pohon
diambil 2 atau 3 malai, tergantung ketersediaan
malai yang dapat digunakan untuk contoh.
Serangga pengunjung bunga dikumpulkan
dengan cara membungkus karangan bunga yang
masih berada di pohon dengan plastik yang
berukuran besar secara perlahan-lahan agar
serangga yang ada pada bunga tidak terusik.
Setelah semua bunga masuk ke dalam plastik,
tangkai bunga dipotong dan plastik ditutup.
Kemudian jenis- jenis serangga yang
terperangkap di dalam plastik diambil,
dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol. Di
laboratorium, semua jenis serangga yang
tertangkap dikenali menggunakan buku An
Introduction to the Study of Insect et al. (Borror
1 9 9 2 ) d a n w e b s i t e B u g G u i d e . N e t
(http://bugguide.net/node/view/ 15740).
D. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif.
D a t a t e n t a n g k a r a k t e r i s t i k b u n g a ,
perkembangan bunga dan serangga pengunjung
bunga ditampilkan dan dibahasa secara
kualitatif berdasarka penampakan visual yang
meliputi ukuran (mm), waktu (hari), warna, dan
bentuk (foto atau ilustrasi).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Struktur Bunga dan Karangan Bunga
Bunga surian merupakan bunga majemuk
yang tersusun dalam malai berbentuk panikel
(Gambar 1a). Sebagian besar bunga surian yang
ditemui di Desa Sukajadi dan Padasari berwarna
putih, pada individu-individu tertentu
ditemukan bunga berwarna putih kemerahan
pada ujung mahkota bunga. Surian memiliki
bunga yang secara morfologis biseksual karena
pada setiap bunga terdapat organ kelamin jantan
maupun betina, tetapi secara fungsional
berkelamin tunggal, dengan benang sari
berkembang baik pada bunga jantan dan putik
berkembang baik pada bunga betina. Bunga
jantan dan betina berada pada satu malai
(Gambar 1b, 1c, 1d). Bunga jantan dan betina
memiliki organ lengkap.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
71
Gambar (Figure) 1. Bunga surian: a) malai bunga surian, b) letak bunga jantan dan betina, c) bunga jantan, d) bunga betina. (Surian flowers: a) flower panicle, b) the arrangement of male and female flowers, c) male flowers, d) female flowers).
Ketika bunga mekar mahkota bunga tidak
terbuka sepenuhnya, membentuk seperti
tabung. Kepala putik pada bunga betina yang
mekar seringkali lebih tinggi dari mahkota
bunga atau sedikit menonjol keluar dari
mahkota bunga. Bunga memiliki 5 mahkota
bunga yang bersambungan, 5 mahkota bunga
memiliki bentuk dan ukuran sama, 5 tangkai sari
dan 1 tangkai putik. Panjang mahkota bunga
adalah 3.6-4.5 mm, lebarnya 1.8-2.3 mm,
panjang tangkai putik ( ) 3.2-4.1 mm, lebar stylus
kepala putik ( ) 1.0-1.3 mm, panjang stigma
tangkai sari ( ) 2.5-3.5 mm, lebar kepala filament
sari ( ) 0.8-0.9 mm. Bunga jantan anther
berukuran lebih kecil dari bunga betina. Tidak
ditemukan bunga jantan yang mahkotanya
mekar sepenuhnya, mahkota bunga jantan
hanya sedikit terbuka di ujungnya, bunga jantan
rontok lebih dahulu. Panjang mahkota bunga
jantan 2.4-2.8 mm, lebar 1.3-1.8 mm, panjang
tangkai putik 1.65-1.8 mm. Kepala putik pada
bunga jantan memiliki lebar 0.8-1.0 mm dan
tidak tampak dari luar, tangkai sari bunga jantan
berukuran 9.0-1.2 mm, kepala sari memiliki
lebar 0.72-0.75 mm.
2. Pola percabangan malai bunga
Panjang malai bunga surian bisa mencapai
1 m. Malai bunga surian memiliki pola
percabangan , bercabang-cabang secara thyrses
bertingkat, sehingga pada malai surian dapat
ditemui cabang tingkat pertama (primer), kedua
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana
-
72
(sekunder), ketiga (tersier), sampai keempat
(quarterner) (Gambar 2). Panjang cabang primer
pertama yang paling dekat dengan pangkal
malai dapat mencapai 70 cm. Setiap cabang
malai biasanya berujung dengan 3 bunga
( ). Bunga jantan dan betina pada malai cyme
tidak ter secara acak. Pada setiap 1 sebar cyme
bunga betina berada di tengah, dan diapit oleh
dua bunga jantan yang berada di lateral. Bunga
di dalam satu malai mekarnya tidak serentak.
Bunga yang berada pada ujung cabang
cenderung mekar terlambat, sehingga ketika
berada di pohon bunga yang berada di bagian
atas (pangkal cabang) lebih dahulu mekar
daripada bunga yang berada di bagian bawah
(ujung cabang).
Gambar (Figure) 2. Sketsa susunan malai bunga surian: 1) tangkai utama, 2) cabang primer, 3) cabang sekunder, 4) cabang tersier. (The Sketch of flower panicles arrangement: 1) the main stalk, 2) primary branches, 3) secondary branches, 4) tertiary branches).
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
73
3. Fenologi bunga dan buah
Perkembangan bunga dari tunas yang
berwarna hijau hingga bunga mekar
memerlukan waktu sekitar 12 hari etelah . S
mekar bunga bertahan 2 atau 3 hari, kemudian
mahkota bunga layu, gugur dan buah kecil
t e r b e n t u k w a k t u 1 m i n g g u . d a l a m
Perkembangan buah hingga buah masak dan
terbuka memerlukan waktu 5 sampai 5.5 bulan
(Gambar ). 3
Gambar (Figure) 3. Tahap perkembangan bunga betina dan buah surian (Development stages of female flowers and fruit surian).
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana
-
74
4. Serangga Pengunjung Bunga
Dari hasil pengamatan ditemukan 12 jenis
serangga pengunjung bunga surian (Gambar ). 4
Serangga yang tertangkap terdiri dari 6 jenis (5
famili) dari ordo Coleoptera, 1 jenis dari ordo
Hemiptera, 1 jenis dari ordo Thysanoptera, dan
3 jenis dari ordo Diptera. Sebagian besar
serangga pengunjung bunga surian yang
tertangkap berukuran sangat kecil. Sepuluh
jenis serangga berukuran lebih kecil dari ukuran
bunga surian yaitu kurang dari 0.9 mm sampai
3.6 mm, dan satu jenis berukuran lebih besar
dari bunga yaitu famili Bibionidae yang
berukuran 11.0 mm.
Pada penelitian ini tidak dilakukan
penghitungan jumlah individu dari setiap
spesies yang ditemui, namun berdasarkan
pengamatan kasar serangga yang ditemukan
dalam jumlah banyak adalah thrips dari famili
Thripidae dan jenis dari famili sp 3, Nitidulidae
yang rata-rata berukuran kurang dari 2 mm
(Tabel 1). Jenis thrips yang berada pada bunga
surian dijumpai pada fase larva yang berwarna
kekuning-kuningan pucat hampir tembus
pandang tanpa sayap dengan kepala kecil, dan
fase dewasa yang berwarna gelap dan memiliki
sayap. Beberapa jenis sebagai famili dikenali
Nitidulidae yang memiliki ciri antena 11 ruas, 3
ruas bergada yang bertipe kepala ( ) kapitat
(Borror 1992). et al.,
Serangga pengunjung bunga surian pada
umumnya berada di dalam bunga sehingga tidak
tampak melalui pengamatan dari luar. Serangga
hanya tampak dari luar ketika berpindah dari
bunga satu ke bunga lainnya.
No Ordo
(Order) Famili
(Family) Nama Inggris
(English name) Ukuran (mm)
(Size)
1 Coleoptera Nitidulidae - 2. Coleoptera Nitidulidae Pollen beetles 3. Coleoptera Nitidulidae Sap-feeding beetles 4 Coleoptera Pealacridae Shining flower beetle 5 Coleoptera Curculionidae Snout and bark beetles 6 Coleoptera Staphylinidae Rove beetles 7 Coleoptera Anthicidae Antlike flower beetles 8 Hemiptera Miridae Plant bugs 9 Thysanoptera Thripidae Thrips
10 Diptera Bibionidae - 11 Diptera - - 12 Diptera - Flies
2.51.81.91.91.81,52.33.61.9
11.0 2.50.9
Tabel . jenis-jenis serangga yang tertangkap sebagai pengunjung bunga (Table) 1 Ukuran dari surian (Sizes of insects species trapped as flower visitors of surian).
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
75
Gambar (Figure) 4. Serangga pengunjung bunga Surian. Ordo Coleoptera, famili Nitidulidae spesies 1 (1), famili Nitidulidae, spesies 2 (2), famili Nitidulidae, spesies 3 (3), famili Phalacridae (4), famili Curculionidae (5), famili Staphylinoidae (6), famili Anthicidae (7) ordo Hemiptera famili Miridae (8), ordo Thysanoptera famili Pheleothripidae (9), ordo Diptera famili Bibionidae (10), ordo Diptera (11), dan ordo Diptera (12). (Insect flower visitors of surian. Order Coleoptera, family Nitidulidae species 1 (1),the family Nitidulidae, species 2 (2), the family Nitidulidae, species 3 (3), the family Phalacridae (4), the family Curculionidae (5), the family Staphylinoidae (6),the family Anthicidae (7) the order Hemiptera, family Miridae (8), the order Thysanoptera ,family Pheleothripidae (9), the order Diptera, family Bibionidae (10), the order Diptera (11), and the order Diptera (12))
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana
-
76
B. Pembahasan
Selama pengamatan bunga jantan selalu ,
ditemukan dalam keadaan tertutup tidak
ditemukan bunga jantan yang mekar al ini . H
member bahwa penyerbuk efektif dari i petunjuk
bunga surian adalah serangga yang ukurannya
lebih kecil dari bunga jantan karena untuk
mengangkut serbuk sari ( ) serangga harus pollen
menyentuh kepala sari dengan cara masuk ke
dalam rongga bunga jantan. Bunga betina ketika
mekar tidak terbuka lebar namun menyerupai
tabung dengan ujung sedikit terbuka. Kepala
putik sering tampak sedikit menonjol melebihi
mahkota bunga. Dengan demikian penyerbuk
yang telah membawa serbuk sari tidak harus
masuk ke dalam bunga betina untuk membantu
penyerbukan.
Bunga surian mekar hanya bertahan sekitar
2-3 hari. Hal ini menunjukkan bahwa peluang
bunga untuk dapat terserbuki relatif singkat,
sehingga ketika bunga mekar pada musim hujan
maka intensitas hujan dan jumlah hari hujan
yang mempengaruhi pergerakan penyerbuk
diduga akan berpengaruh terhadap keberhasilan
reproduksi surian, sebagaimana yang terjadi
pada bunga kopi (Klein et al., 2003).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
serangga pengunjung bunga yang paling banyak
ditemukan berdasarkan Lewis (1973) dan
Borror et al. (1992) adalah jenis thrips. Secara
umum, thrips termasuk serangga bersayap
terkecil, memiliki ukuran sekitar 0.5-14 mm
(Lewis, 1973). Jenis thrips yang dijumpai pada
bunga surian yang berukuran sekitar 1.9 mm.
Di dalam bunga surian, thrips ditemukan dalam
bentuk larva maupun dewasa. Hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan Lewis (1973) yang
menyatakan bahwa thrips tinggal di dalam
bunga untuk mencari makan, kawin, meletakkan
telur, dan membesarkan larva.
Makanan thrips di dalam bunga adalah
nektar (Moog et al., 2002), atau serbuk sari
(Hulshof & Vänninen, 2001). Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa thrips
merupakan serangga yang berperan sebagai
penyerbuk pada berbagai jenis tanaman (Lewis,
1973). Trips merupakan penyerbuk Manilkara
zapota (Reddi, 1989), Xylopia aromatica
(Jurgens et al., 2000), Macaranga hullettii
(Moog et al., 2002), Shorea xanthophylla
(Kettle et al., 2011), Ocotea porosa (Danieli-
Silva & Varassin, 2013), juga merupakan
penyerbuk untuk 13 tanaman hutan dataran
rendah di New Zealand (Norton, 1984). Norton
(1984) dan Moog et al. (2002) menyatakan
bahwa thrips adalah vektor penyerbukan yang
efektif. Garcia-Fayos and Goldarazena (2008)
membuktikan bahwa karangan bunga
Arctostaphyllos uvaursi yang hanya dikunjungi
thrips dapat menghasilkan buah hampir 1/3-nya,
sedangkan Moog et al. (2002) menemukan
adanya serbuk sari yang menempel pada tubuh
thrip. Terry (2001) mengungkapkan bahwa
setiap individu thrips rata-rata dapat meng-
angkut 20 butir serbuk sari Macrozamia
macdonnellii, atau 42 butir serbuk sari
Macrozamia communis. (Terry, 2001). Kettle et
al. (2011) menyatakan bahwa thrips berperan
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
penting sebagai penyerbuk pada bunga yang
berukuran kecil (2-4 mm), dan peranannya
berkurang pada bunga yang berukuran lebih
besar. Peran thrips dalam penyerbukan bunga
surian perlu dikaji lebih lanjut, terutama terkait
dengan efektivitasnya dalam membantu
terjadinya penyerbukan silang.
Walaupun thrips berukuran kecil sehingga
individu thrips hanya dapat mengangkut sedikit
serbuk sari, namun thrips ditemukan dalam
jumlah sangat banyak pada karangan bunga
surian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Moog et al. (2002), Lewis (1973) dan Kettle
(2011) bahwa karena ukuran thrips yang kecil
maka perannya sebagai penyerbuk Macaranga
hullettii diimbangi dengan jumah individunya
yang sangat banyak.
Jenis thrips yang dikenal sebagai
penyerbuk efektif pada tanaman yang memiliki
bunga berukuran kecil, pada bunga surian
ditemukan dalam jumlah banyak sehingga
serangga ini berpotensi sebagai penyerbuk bagi
surian, namun penelitian ini belum dapat
mengungkap peran serangga ini sebagai
penyerbuk yang efektif bagi surian. Untuk
memastikan peran thrips sebagai penyerbuk
surian diperlukan penelitian lebih lanjut.
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa
kumbang (beetles, ordo Coleoptera) yang
mengunjungi bunga surian. Beberapa laporan
menyatakan bahwa jenis-jenis serangga yang
termasuk dalam kelompok kumbang berperan
sebagai penyerbuk. Serangga-serangga ini
mengangkut dan menyebarkan serbuk sari
ketika mengunjungi bunga untuk memakan
serbuk sari (Obute, 2010). Jenis kumbang yang
banyak ditemukan di bunga surian adalah famili
Nitidulidae. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa jenis-jenis dari famili Nitidulidae
berperan sebagai penyerbuk (Crowson, 1988;
Corlett, 2004, Proches & Johnson 2009). Salah
satu fase dalam siklus hidup serangga
Nitidulidae berada di dalam tanah sehingga
kondisi ekologis sekitar permukaan tanah
berperan penting terhadap populasi serangga ini
(Cline, 2005, Meikle & Diaz, 2012, Ellis et al.,
2004).
Jenis kumbang yang ditemukan namun
jarang adalah famili Curculionidae dan
Staphylinidae. Famili Staphylinidae antara lain
merupakan penyerbuk pada tanaman
Anonaceae (Jurgens et al., 2000) dan Stangeria
eriopus (Proches & Johnson, 2009). Jenis lain
yang juga ditemukan dalam jumlah sedikit
adalah famili Miride (ordo Hemiptera), 2 jenis
dari ordo Diptera yaitu 1 jenis dari famili
Bibionidae (ordo Diptera) yang berukurun
relatif besar, dan 1 jenis tawon (wasp) yang
berukuran kecil, serta 1 jenis lalat kecil dari ordo
Hymenoptera. Jenis dari famili Miridae
merupakan serangga yang dijumpai sebagai
pengunjung bunga untuk mencari nektar
(Collevatti et al., 1998, Jesse et al., 2006).
Surian yang memiliki bunga kecil
menghasilkan bunga dalam jumlah banyak. Hal
ini mendukung pernyataan Kettle et al. (2011)
bahwa di hutan tropis tanaman yang memiliki
bunga yang berukuran kecil menghasilkan
77
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana
-
bunga dalam jumlah banyak sebagai cara
menarik penyerbuk. Menurut Kettle et al.
(2011) akibat dari tanaman yang memiliki
bunga berukuran kecil adalah penyerbuknya
berukuran kecil, dan tingkat keberhasilan
penyerbukannya lebih rendah dari pada
tanaman berbunga besar. Serangga penyerbuk
yang berukuran kecil, misalnya thrips memiliki
jarak terbang yang dekat. Thrips bisa terbang
dalam jarak yang jauh jika terbantu oleh angin.
Dengan demikian, surian yang memiliki
serangga penyerbuk yang berukuran kecil
membutuhkan jarak tanam antar pohon yang
dekat untuk meningkatkan hasil buah
(Danieli-Silva and Varassin 2013). Selain itu
berkaitan dengan ukuran serangga yang kecil
maka pola penggunaan lahan dalam sumber
benih surian diduga berpengaruh terhadap
efektifitas penyerbukan sebagaimana penelitian
Benjamin et al. (2014) yang menyatakan bahwa
ukuran penyerbuk berpengaruh terhadap
tanggapan penyerbuk tertahap perbedaan
penggunaan lahan. Selain itu, karena pada salah
satu tahapan rantai hidupnya, Thrips dan
serangga Nitidulidae hidup di dalam tanah
(Cline, 2005; Meikle & Diaz, 2012; Ellis et al.,
2004), kondisi ekologis sekitar permukaan
tanah, yang dipengaruhi oleh pola penggunaan
lahan, berperan penting terhadap populasi
serangga ini.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bunga jantan surian berukuran lebih kecil dan
berbentuk mirip tabung tertutup, dan tidak
ditemukan bunga jantan yang mahkotanya
terbuka. Bunga betina ketika mekar tidak
terbuka sepenuhnya, dengan kepala putik
sedikit menonjol melebihi mahkota bunga.
Malai bunga surian memiliki pola percabangan
thyrses . , bercabang-cabang secara bertingkat
Bunga di dalam malai mekar tidak serentak.
Bunga yang berada pada bagian atas (pangkal
cabang) lebih dahulu mekar daripada bunga
yang berada di bagian bawah (ujung cabang).
Terdapat 12 jenis serangga yang mengunjungi
bunga surian, 11 jenis berukuran sangat kecil
yaitu panjang dari ujung perut hingga kepala
kurang dari 3.6 mm, dan dijumpai 1 jenis
serangga yang berukuran 11.0 mm. Thrips dan 3
jenis serangga famili Nitidulidae ditemukan
dalam jumlah banyak di dalam bunga surian.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Bapak Bambang dan Bapak Yana Sudaryana
(karyawan Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Kehutanan di Wado), Bapak Entis
(Ketua Kelompok Tani di Desa Padasari) serta
Bapak Hasan Royani (teknisi di Balai Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan) atas bantuan teknis selama
pengamatan di lapangan. Terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak Herman Suherman
dan teknisi di Laboratorium Balai Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman
Hutan untuk bantuannya selama pengamatan di
Laboratorium.
78
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, K.S., Asthon, P.S., Primack, R.B., Terbocrgh, J., Nor, S.M., Ng, F.S.P., Hadley, M. (1989). Reproductive Ecology of Tropical Forest Plant. Research Insights and Management Implica-tions. Special Issue-21 Biology International. The International Union of Biologocal Sciences.
Benjamin F.E.; Reilly J.R. and Winfree R. (2014). Pollinator body size mediates the scale at which land use drivers crop pollination services. Journal of Applied Ecology. 51: 440-449.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga. Partosoe-djono S, penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Intoduction to the Sudy of Insect.
BPS Kabupaten Sumedang. (2013). Kabupaten Sumedang dalam Angka Tahun 2012. Sume-dang. Badan Pusat Statistik Sumedang.
Chouteau, M., Barabe, E., Gibernau, M. (2006). A comparative study of inflorescence characters and pollen-ovule ratios among the genera Philodendron and Anthurium (Araceae). Int. J. Plant Sci. 167(4):817-829).
Cline, A.R. (2005). Revision of Pocadius erichson (Coleoptera: Nitidulidae). Dissertation. The Department of Entomology. Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College.
Corlett, C.T. (2004). Flower visitors and pollination in the Oriental (Indomalayan) Region. Biol. Rev. 79: 497-532.
Collevatti, R.G., Campos, L.A.O., Da Silva, A.F. (1998). Pollination ecology of the tropical weed Triumfetta semitriloba Jacq. (Tiliaceae), in the South-Eastern Brazil Rev. Brasil. Biol. 58(3): 383-392.
Crowson, R.A. (1988). Meligethinae as Possible Pollinators (Coleoptera: Nitidulidae). Entomol. Gener. 14(1): 06 1-062.
Danieli-Silva, A., Varassin, I.G. (2013). Breeding system and thrips (Thysanoptera) pollination in the endangered tree Ocotea porosa (Laura-ceae): implications for conservation. Plant Species Biology 28: 31-40psbi_354 31..40.
Edmonds, J.M., Staniforth, M. (1998). 348. Toona sinensis (Meliaceae). Curtis' Botanical Magazine. 15(3):186-193.
Ellis Jr, J.D., Hepburn, R., Luckman, B., Elzen, P.J. (2004). Effects of Soil Type, Moisture, and Density on Pupation Success of Aethina tumida (Coleoptera: Nitidulidae). Environmental Entomology. 33(4):794-798.
Garcia-Fayos, P.G., Goldarazena, A. (2008). The role of thrips in pollination of Arctostaphyllos uva-ursi. Int. J. Plant Sci. 169(6):776-781.
Gouvea, C.D.F., Dornelas, M.C., Rodriguez , A.P.M. (2008). Floral Development in the Tribe Cedreleae (Meliaceae, Sub-family Swietenioi-deae): Cedrela and Toona. Annals of Botany. 101: 39–48.
Hulshof, J., Vänninen, I. (2001).Western flower thrips feeding on pollen, and its implications for control. Di dalam: Marullo R, Mound L, editor.Thrips and Tospoviruses: Proceedings of the 7th International Symposium on Thysa-
ndnoptera. Reggio Calabria, Italy, from the 2 to th
the 7 of July 200. Canberra: Australian National Insect Collection CSIRO. hlm 173-179.
Jesse, L.C., Moloney, K.A., Obrycki, K.K. (2006). Insect pollinators of the invasive plant, Rosa multiflora (Rosaceae), in Iowa, USA. Weed Biology and Management. 6: 235-240.
Johnson, S.D., and Steiner, K.E. (2000). Generalization versus specialization in plant pollination systems. Tree. 15(4):140-143.
Jurgens, A., Webber, A.C., Gottsberger, G. (2000). Floral scent compounds of Amazonian Annonaceae species pollinated by small beetles and thrips. Phytochemistry. 55: 551-558.
Kettle, C.J., Maycock, C.R., Ghazoul, J., Hollingsworth, P.M., Khoo, E. (2011) Ecological implications of a flower size/ number trade-off in tropical forest trees. PLoS ONE 6(2): e16111. doi:10.1371/journal.pone. 0016111. [20 Desember 2013].
Klein, A.M.; Dewenter, I.S.; and Tscharntke, T. (2003) Bee ollination nd Fruit et f p a s o Coffea arabica C. canephora and (Rubiaceae). American Journal of Botany 90(1): 153–157.
Kuiper S , Sklar J. (2013) , . , Practicing Statistics: Guided Investigations For The Second Course. Boston. Pearson.
Lewis T. (1973) , Thrips Their Biology, Ecology and Economic Importance. London. Academic Press.
79
BUNGA SURIAN ( (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI,Toona sinensis FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, Cecep Kusmana
-
Meikle W G , Diaz R. (2012) Factors affecting , . . ,pupation success of the small hive beetle, Aethina tumida Journal of Insect Science . 1 2 : 1 1 8 . A v a i l a b l e o n l i n e : http://www.insectscience.org/12.118.
Moog U , Fiala B , Federle W , Maschwitz U. , . , . , . , (2002) Thrips ollination f he ioecious Ant p o t dPlant (Euphorbiaceae) In Macaranga hullettii Southeast Asia. . American Journal of Botany89(1): 50 59.-
Navarro L , Ayensa G , Guitian P. (2007) , . , . ,Adaptation of floral traits and mating system to pollinator unpredictibility: the case of Disterigma stereophyllum (Ericaceae) in southwestern Colombia. . 266: Pl. Syst. Evol165 174.-
Norton S A. (1984)Thrips pollination in the lowland , .forest of New Zealand. New Zealand Journal of 7: 157-164.Ecology
Obute G C. (2010) Pollination: A threatened vital , .biodiversity service to humans and the environment. International Journal of Biodiversity and Conservation. 2(1): 001-013.
Pallant J. (2005) , SPSS Survival Manual. A Step By Step Guide To Data Analysis Using SPSS For Windows (Version 12). NSW Australia. Allen & Unwin.
Pramono A A. (2013) Fenologi Surian (, . Toona sinensis) di Beberapa Lokasi Hutan Rakyat di Jawa Barat. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013, tanggal 21 Mei 2013 di Malang. Ciamis. Kerjasama Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, World Agroforestry Centre (ICRAF), dan Masyarakat Agroforestri Indonesia. p 723-729.
Proches S , Johnson S D. (2009) Beetle , . , .pollination of the fruit-scented cones of the South African cycad . Stangeria eriopusAmerican Journal of Botany. 96(9): 1722–1730.
Reddi, (1989) Thrips-Pollination in E.U.B. Sapodilla ( ). Proc. Indian. Manilkara zapotanatn. Proceedings of the National Academy of Sciences B55 : 407-410.. 5&6
Terry I L. (2001) Thrips: the primeval pollinators? , .Di dalam: Marullo R, Mound L, editor.Thrips and Tospoviruses: Proceedings of the 7th International Symposium on Thysanoptera. Reggio Calabria, Italy, from the 2 to the 7 of
nd th
July 200. Canberra : Australian National Insect Collection CSIRO. hlm 157-162.
80
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 67-80p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
81© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://doi.org/10.20886/jpth.2016.4.2. 81-93
PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN Dyer. DI PERSEMAIANShorea assamica
(Effect of Shade and NPK Fertilizer on the Growth of Shorea assamica Dyer in the Nursery)
Arif Irawan dan/ Jafred E. Halawane and Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
Jl. Tugu Adipura Raya Kel. Kima Atas Kec. Mapanget Telp : (0431) 3666683, Kota Manado, Indonesia e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 21 November 2016; Naskah direvisi: 29 November 2016.; Naskah diterima: 14 Desember 2016
ABSTRACT
Shorea assamica Dyer is one of endangered species in the North Sulawesi. The species has high economic value, however information about technique of silviculture and its conservation are very limited. The research aims to determine the effect of shade and the use of NPK (15:15:15) fertilizer on growth rate of S.assamica in the nursery. The design was applied in this reserach according to randomized complete design with split plot design. The main plot was shade level and the sub plot was NPK fertilizer level. The treatments were covering four levels of NPK fertilizer (0; 0.25; 0.50 and 0.75 g/seedling) and three levels of shade (light, medium, and heavy). The results showed that the best combination of treatments for height and diameter growth, seedling dry weight, and seedling quality index of S. assamica on 6 months age was NPK fertilizer dosage of 0.5 g/seedling in moderate shade.
Keywords: NPK fertilizer dosage, S. assamica, seedling, shade
ABSTRAK
Shorea assamica Dyer adalah salah satu jenis tanaman yang sudah terancam punah keberadaannya di Sulawesi Utara. Meskipun tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi, namun informasi teknik budidaya dan upaya pelestariannya masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dosis pupuk NPK (15:15:15) dan naungan terhadap pertumbuhan semai di persemaian. Rancangan S.assamicapenelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun dengan pola petak terbagi, dengan tingkat naungan sebagai petak utama dan dosis pupuk NPK sebagai anak petak. Perlakuan yang diterapkan adalah tiga taraf tingkat naungan (ringan, sedang, dan berat) dan empat taraf dosis pupuk (0; 0,25; 0,50 dan 0,75 gr/semai). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan terbaik yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai, berat kering semai, serta indeks kualitas semai (IKS) S.assamica pada umur 6 bulan adalah perlakuan dosis pupuk NPK 0,5 gr/semai pada naungan sedang.
Kata kunci: dosis pupuk NPK, naungan, semaiS. assamica,
PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN Shorea assamica Dyer. DI PERSEMAIAN
Arif Irawandan Jafred E. Halawane
-
82
I. PENDAHULUAN
Meranti ( spp ) adalah salah satu Shorea .
jenis pohon komersial yang menjadi andalan
bahan baku kayu pertukangan di Indonesia. Dari
sekitar 100 jenis meranti yang dikenal di
Indonesia, meranti putih (Shorea assamica
Dyer) merupakan jenis kayu meranti yang dapat
ditemukan di daerah Sulawesi (Pitopang et al.,
2008). Jenis kayu meranti putih banyak
dimanfaatkan sebagai bahan vinir, kayu lapis,
papan partikel, lantai, bangunan, perkapalan,
dan mebel (Martawijaya et al., 2005). Selain
dari kayunya, resin (damar tenang) S. assamica
juga banyak dikumpulkan dan diperdagangkan
pada skala komersial di daerah Sulawesi Utara.
Keberadaan tegakan semakin S. assamica
sulit dijumpai pada hutan alam di Sulawesi
Utara. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi
IUPHHK PT. Huma Sulut Lestari pada tahun
2013, diketahui bahwa habitat S. assamica
semakin terdesak hingga radius 30-40 km dari
logpond. Kondisi tersebut sangat jauh berbeda
jika dibandingkan dengan keberadaan tegakan
S. assamica pada periode tahun 80-90an,
dimana tegakan sudah dapat S. assamica
ditemukan pada radius 5-15 km dari . logpond
Ashton (2011) melaporkan bahwa jenis
S. assamica merupakan salah satu dari famili
dipterocarpaceae yang termasuk dalam daftar
merah IUCN. Kegiatan eksploitasi pohon yang
lebih cepat dari pada laju pertumbuhannya
diikuti dengan kerusakan hutan yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, merupakan
faktor pemicu semakin langkanya keberadaan
jenis ini di hutan alam. Budidaya dan konservasi
dari jenis belum banyak dilakukan, S. assamica
hal ini dikarenakan belum dikuasainya teknik
silvikultur yang tepat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk melestarikan dan meningkatkan potensi
kayu S. assamica adalah dengan mendorong
pembangunan hutan tanaman. Dalam
menunjang upaya ini maka ketersediaan semai
dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang
baik merupakan faktor utama yang harus
diperhatikan. Namun adanya fenomena
ketidakteraturan musim berbuah dan rendahnya
viabilitas benih dari jenis dapat S. assamica
berimplikasi terhadap kegiatan produksi semai
dalam jumlah yang besar. Pemanfaatan materi
cabutan asal anakan permudaan alam
merupakan salah satu solusi yang dapat
dilakukan dalam upaya perbanyakan jenis
. Anakan jenis pada S. assamica S. assamica
permudaan alam dapat ditemukan melimpah di
bawah pohon induknya. Penggunaan materi
cabutan anakan alam dalam upaya perbanyakan,
selain memiliki kelebihan juga memiliki
kelemahan antara lain pertumbuhan semai
relatif lebih lambat dibandingkan dengan semai
yang berasal dari perkecambahan benih
(Herdiana et al., 2008). Untuk itu diperlukan
perlakuan khusus terhadap semai cabutan
meranti putih agar dapat menghasilkan semai
yang berkualitas dan memiliki pertumbuhan
relatif lebih cepat.
Proses fisiologis tanaman dipengaruhi oleh
faktor lingkungan seperti media tanam, sinar
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 81-93p-ISSN : 2354-8568e-ISSN : 2527-6565
-
83
matahari dan cuaca. Selain ketiga hal tersebut,
media semai juga sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dari segi ketersediaan
hara dan air, keremahan media yang
mempengaruhi ketersediaan oksigen serta
pergerakan dan penetrasi akar (Wasis &
Megawati, 2013). Perlakuan terhadap tanaman
yang dapat di lakukan dalam rangka
menghasilkan semai dengan klasifikasi yang
baik dan dalam waktu yang lebih singkat adalah
dengan memberikan perlakuan pemupukan dan
manipulasi naungan (pengaturan intensitas
cahaya). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh naungan dan penggunaan
dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan semai
S. assamica di persemaian.
II. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian
Balai Penelit ian Kehutanan Manado,
Kecamatan Mapanget Kota Manado. Area
persemaian berada pada ketinggian 70 mdpl,
dengan suhu 29 -34 Celcius, dan tingkat 0 0
kelembapan 40-70%. Lokasi persemaian berada
pada titik koordinat 1 33'44,49” LU dan 0
124 54'19,62” BT. Penelitian dilaksanakan 0
selam 6 (enam) bulan pada bulan Juli 2014
sampai dengan Januari 2015.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah semai S. assamica asal
cabutan , , pupuk NPK (15-15-15), alam top soil
timbangan digital, , paranet, , polybag lux meter
mistar, kaliper dan alat tulis menulis. Media
semai yang digunakan adalah dengan top soil
hasil analisis kadar air, pH dan kandungan unsur
hara sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
A. Metode Penelitian
Semai S. assamica asal cabutan alam
diambil dari kawasan hutan di Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi
Utara. Semai yang telah berumur 2 (dua) bulan
di persemaian, diseleksi dengan ukuran yang
seragam dan selanjutnya dipindahkan sesuai
dengan perlakuan yang terapkan.
Perlakuan yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah tingkat naungan dan dosis
pupuk NPK. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan acak lengkap yang
Tabel (Table) 1. Hasil analisis media semai yang digunakan (Result of seedling media analysis)
Sumber ( ): Laboratorium Tanah Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lainnya (Source Coconut Research Institute and Palma Other for Soil Laboratory)
Parameter (Parameter) Nilai (Value) Kategori (Category)
% KA pH H2O pH KCl %N Ppm P % C Organik
8,056,785,360,48
2,47,01
- Netral (Netral)
- Sedang (Medium)
Sangat rendah (Very low) Sangat tinggi (Very high)
PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN Shorea assamica Dyer. DI PERSEMAIAN
Arif Irawandan Jafred E. Halawane
-
84
disusun dengan pola petak terbagi (split plot
design). Tingkatan naungan yang merupakan
petak utama (main plot) terdiri dari N1 =
naungan ringan (±47.200 lux); N2 = naungan
sedang (±29.300 lux) dan N3 = naungan berat
(±8.901 lux). Sedangkan dosis pupuk NPK
sebagai anak petak (sub plot) terdiri dari P0 =
0,00 gr/semai; P1 = 0,25 gr/ semai; P2 = 0,50
gr/semai dan P3 = 0,75 gr/ semai. Masing-
masing unit percobaan diulang sebanyak 3 (tiga)
kali dan jumlah satuan pengamatan pada
masing-masing ulangan adalah 16 semai,
sehingga jumlah semai yang digunakan
sebanyak 576 semai.
Pupuk NPK yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dalam bentuk padat
(butiran). Pupuk ditimbang dan diletakkan
dalam plastik kecil sesuai perlakuan dosis yang
digunakan dan dibenamkan dalam polibag di
sekitar semai sesuai dosis yang diujikan.
Perlakuan pupuk diaplikasikan pada awal
penyapihan.
Karakter yang diamati dalam penelitian ini
meliputi persen hidup, tinggi, diameter, berat
kering dan indeks kualitas semai (IKS).
Pengamatan pertumbuhan semai dilakukan
pada awal perlakuan (bulan ke-0), bulan ke-2,
bulan ke-4 dan bulan ke-6. Data pengamatan
diolah dengan analisis ragam dan apabila
terdapat perbedaan yang nyata diantara
perlakuan yang diterapkan, akan dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui
bahwa persen hidup semai dari perlakuaan yang
diuji menunjukkan nilai rata-rata persen hidup
semai yang tinggi, yaitu sebesar 98,60%. Hasil
analisis ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa
perlakuan yang diterapkan (naungan dan pupuk
NPK) tidak berpengaruh nyata terhadap persen
hidup semai S. assamica. Hal ini menunjukkan
bahwa semai cabutan S. assamica mudah untuk
dibudidayakan dengan media semai yang
mempunyai kadar air, pH dan kandungan unsur
hara sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Tabel (Table) 2. Analisis ragam persen hidup semai S. assamica (Analysis of variance for survival rate ofS. assamica seedlings)
Sumber Variasi(Source of variance)
Derajat bebas
(Degree of
freedom)
Jumlah kuadrat
(Sum of square)
Kuadrat tengah
(Means square)
F-hitung(F-value)
Petak utama (Main plot) Naungan (Shade) Galat (Error) Anak petak (Sub plot)Pupuk (Fertilizer) Naungan*Pupuk (Fertilizer*shade)
2,17tn
1,12tn0,22tn
Galat (Error)
2 6
3 6
18
28,2139,06
60,7623,87
325,52
14,116,51
20,25
3,9818,08
Keterangan ( ): * = Berbeda nyata pada taraf uji 0,05 ( )Remarks Significantly at 5% level test* ** = Berbeda nyata pada taraf uji 0,01 ( )Significantl