working capital and assets
DESCRIPTION
manajemen keuanganTRANSCRIPT
Working capital and Assets
MODAL KERJA DAN ASET & PENGUKURANNYA
(Working Capital And Assets & Their Measurement)Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teori AkuntansiTahun Akademik 2013/2014
Oleh:Dena Malsa (10090110010)Nurhalimah (10090110026)Tiara Mardiana (10090110028)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2013
MODAL KERJA DAN ASET & PENGUKURANNYA
(Working Capital and Assets & Their Measurement)
I. Modal Kerja (Working Capital)
1.1 Pengertian Modal Kerja
Dalam pengertian secara ekonomi, working capital(modal
kerja) dapat diartikan sebagai ukuran dari efisiensi suatu
perusahaan dan kesehatan financial jangka
pendeknya. Apabila dirumuskan, working capital suatu
perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut ini:
Working capital = current assets – current
liabilities
Working capital yang bernilai positif mencerminkan bahwa
perusahaan mampu untuk melunasi hutang jangka
pendeknya. Sedangkan working capital yang bernilai
negatif menandakan bahwa perusahaan tidak mampu untuk
membayar hutang jangka pendeknya dengan harta lancarnya
yang terdiri dari cash, piutang (account receivables), dan
persediaan (inventory).
Þ Menurut Weston dan Brigham (1981, p.266) Modal
Kerja adalah :
“Working Capital is a firm’s investments in short – term assets –
cash, short-term securities, account receivable, and
inventories. Gross Working Capital is the firm’s total current
assets. Net working capital is current Assets minus current
liabilities. Working Capital Management, which encompases all
aspects of the administration of both current assets and current
Liabilities”.
Yang berarti bahwa: Modal kerja adalah investasi perusahaan
dalam aktiva jangka pendek seperti kas,sekuritas (surat – surat
berharga), piutang dagang dan persediaan. Jadi modal kerja ini
disebut modal kerja bruto( gross working capital ). Sedang
modal kerja bersih ( net working capital ) adalah aktiva lancar
dikurangi hutang lancar. Manajemen modal kerja didefinisikan
secara luas mencakup semua aspek pengelolaan baik aktiva
lancar maupun huntang lancar.
Þ Menurut Wasis (1991, p.63) Modal kerja
adalah Modal Kerja adalah dana yang ditanamkan dalam
aktiva lancar, oleh karena itu dapat berupa kas, piutang, surat –
surat berharga, persediaan dan lain-lain. Modal kerja bruto
adalah keseluruhan dari aktiva / harta lancar yang terdapat
dalam sisi debet neraca. Modal kerja neto adalah keseluruhan
harta lancar dikurangi utang lancar. Dengan perkataan lain
modal kerja neto adalah selisih antara aktiva lancar dikurangi
dengan hutang lancar.
Þ Modal kerja menurut Droms (1991:131). Droms
menyatakan bahwa: “The term working capital generally refers
to a firm’s investment in current asset over current liabilities.
Net working capital refers to the excess of current assets over
current liabilities and can be thought of as the circulating
capital of a business firm. Effective control of this circulating
capital is one of the most important Junctions of financial
management.”
1.2 Konsep-konsep Working Capital
Terdapat beberapa definisi modal kerja yang lazim
dipergunakan, yaitu:
a. Qualitative Concept (Konsep Kualitatif). Modal kerja
adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang lancar.
Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (Net Working Capital).
Modal kerja bersih merupakan sebagian dari aktiva lancar yang
benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasionla
perusahaan tanpa mengganggu likuiditas perusahaan.
Kelebihan ini merupakan jumlah aktiva lancar yang berasal dari
utang jangka panjang dan modal sendiri. Definisi bersifat
kualitatif karena menunjukkan kemungkinan tersediannya
aktiva lancar yang lebih besar daripada utang jangka pendek
dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka
pendek serta menjamin kelangsungan usaha dimasa
mendatang.
b. Quantitative Concept (Konsep Kuantitatif). Modal
kerja adalah jumlah aktiva lancar. Jumlah ini merupakan modal
kerja bruto (gross working Capital). Modal Kerja bruto
merupakan seluruh dana yang tertanam dalam bentuk unsur
aktiva lancar, yang berputar kembali dala jangka waktu kurang
dari satu tahun. Definisi ini bersifat kuantitatif karena
menunjukkan jumlah dana yang digunakan untuk maksud-
maksud operasi jangka pendek. Waktu tersedianya modal kerja
akan tergantung pada macam dan tingkat likuiditas dan unsur-
unsur aktiva lancar misalnya kas, surat-surat berharga, piutang
, dan persediaan.
c. Functional Concept (Konsep Fungsional). Modal kerja
adalah jumlah dana yang digunakan selama periode akuntansi
yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan jangka
pendek (Current income) yang sesuai dengan maksud utama
didirikannya perusahaan tersebut. Definisi ini berdasarkan
konsep fungsional yaitu fungsi dana tersebut dalam
menghasilkan pendapatan.
1.3 Pentingnya Moda Kerja yang cukup
Modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti harus
mampu membiayai pengeluaran atau operasi perusahaan
sehari-hari, karena dengan modal kerja yang cukup akan
menguntungkan bagi perusahaan. Adapun kegunaan Modal
kerja adalah ( S. Munawir, 1992 :116)
a. Melindungi perusahaan dari krisis Modal kerja karena
turunnya nilai dari aktiva lancar.
b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban
tepat waktu.
c. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah
yang cukup untuk melayani para konsumennya.
d. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat
kredit yang lebih menguntnungkan kepada para pelanggannya.
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi
dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk
memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan.
Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup
agar memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara
ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan, misalnya
dapat menutup kerugian dan mengatasi keadaan krisis atau
darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan perusahaan.
Manfaat lain dari tersedianya modal kerja yang cukup
adalah sebagai berikut:
a. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya
nilai aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak
membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya
merosot.
b. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-
kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.
c. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang
dengan tunai sehingga dapat mendapatkan keuntungan berupa
potongan harga.
d. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat
mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti
kebakaran, pencurian, dan sebagainya.
e. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang
cukup guna melayani permintaan konsumennya.
f. Memungkinkan perusahaan dapat memberikan syarat kredit
yang menguntungkan kepada pelanggan.
g. Memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih
efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan
baku, jasa, dan suplai yang dibutuhkan.
h. Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam periode
resesi atau depresi.
1.4 Jenis-jenis Modal Kerja
Jenis-jenis modal kerja menurut W.B. Taylor dalam
Bambang Riyanto (1994 :60) digolongkan dalam :
a) Modal Kerja Permanen (Permanent Warking
Capital).
Yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk
menjalankan fungsinya. Modal kerja permanen merupakan
modal kerja minimum yang dibutuhkan perusahaan untuk
memutar usahanya.
Modal kerja permanen dapat dibedakan dalam :
1) Modal Kerja primer (Primary Working Capital)
Yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada
perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.
2) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)
Yaitu modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan
luas produksi yang normal.
b) Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)
Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan keadaan atau kebutuhan pada saat-saat tertentu.
Modal kerja ini dibedakan antara :
1) Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital)
Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan
karena fluktuasi musim.
2) Modal kerja Siklis (Cyclical Working Capital)
Yaitu Modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan
karena fluktuasi kunjungtur.
3) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital)
Yaitu Modal kerja yang berubah-ubah karena adanya darurat
yang tidak diketahui sebelumnya.
1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah modal
kerja
Menurut Hampton (1989:180) perusahaan membutuhkan
modal kerja ditentukan oleh 4 faktor :
o Volume Penjualan
Perusahaan membutuhkan modal kerja untuk mendukung
kegiatan operasional pada saat terjadi peningkatan penjualan.
o Faktor Musim dan Siklus
Fluktuasi dalam penjualan yang disebabkan oleh faktor musim
dan siklus akan mempengaruhi kebutuhan akan modal kerja.
o Perubahan dalam Teknologi
Jika terjadi pengembangan teknologi maka akan berhubungan
dengan proses produksi dan akan membawa dampak
terhadap kebutuhan akan modal kerja
o Kebijakan Perusahaan
Kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan juga akan
membawa dampak terhadap kebutuhan modal kerja.
1.6 Penentuan Kebutuhan Modal Kerja
Besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan dipengaruhi
oleh dua faktor :
1) Periode perputaran/terikatnya Modal kerja Periode
perputaran modal kerja adalah merupakan keseluruhan atau
jumlah periode-periode yang meliputi jangka waktu kredit beli,
lama penyimpanan bahan, lamanya proses produksi, lama
penyimpanan barang, dan jangka waktu penerimaan piutang.Rata-rata Pengeluaran kas
per periode
Periode Perputaran
Modal kerja
Kebutuhan Modal kerja
2) Rata-rata pengeluaran kas per periode, yaitu rata-rata pengeluaran kas yang dibutuhkan untuk melaksanakan operasi perusahaan. bila periode perputaran modal kerja dinyatakan dalam bulan, maka rata-rata pengeluaran kas dihitung untuk jangka waktu satu bulan.
= x
Contoh:PT. Winaya memproduksi produk X sebanyak 20 unit per hari. Dalam satu bulan perusahaan bekerja selama 25 hari. Untuk memproduksi setiap unit produk X diperlukan:- Raw material: A seharga $2 dan B seharga $1- Direct Labor Cost $0,75- FOH Cost $0,25Setiap bulan perusahaan mengeluarkan biaya marketing dan administrasi, masing-masing sebesar $600 dan $400. Untuk mengantisipasi pengeluaran tak terduga, perusahaan menetapkan adanya persediaan kas sebesar $200.Pembayaran bahan baku dilakukan 7 hari setelah barang diterima. Proses produksi membutuhkan waktu 3 hari, dan berdasarkan pengalaman penjualan terjadi lima hari setelah produksi selesai. Pada umumnya penjualan dilakukan secara kredit, dengan pembayaran 10 hari setelah tanggal penjualan.Maka modal kerja yang dibutuhkan perusahaan setiap bulannya adalah = 25 hari x {25 hari((20 unit x $4)+ $600 + $400 + $200)}=$800.000
1.7 Profitabilitas dan Resiko
Profitabilitas dan Resiko selalu berbanding lurus.
Profitabilitas dapat ditingkatkan dengan berinvestasi pada
aktiva yang lebih menguntungkan. Bagi kebanyakan
perusahaan (manufaktur), aktiva tetap lebih menguntungkan
daripada aktiva lancar.
Dalam konteks modal kerja, Resiko adalah
kemungkinan suatu perusahaan berada dalam
keadaanTechnically Insolvent, yang diukur dengan jumlah Nett
Working Capital. Semakin besar NWC, semakin kecil resiko.
Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam trade-
offprofitabilitas dan resiko adalah:
Perusahaan bergerak dalam bidang manufaktur atau
perusahaan yang pendapatannya bersumber dari aktiva tetap.
Biaya modal jangka pendek lebih murah dibandingkan biaya
modal jangka panjang.
Peningkatan profitabilitas dan resiko dapat dipicu oleh adanya:
Penambahan Aktiva Tetap dengan dana bersumber dari Aktiva
Lancar atau Utang Lancar.
Pengurangan Utang Jangka Panjang dengan dana bersumber
dari Aktiva Lancar atau Utang Lancar.
Pengurangan Aktiva Tetap untuk menambah Aktiva Lancar
atau mengurangi Utang Lancar.
Peningkatan Utang Jangka Panjang untuk menambah Aktiva
Lancar atau Mengurangi Utang Lancar.
1.8 Penentuan Komposisi Pembiayaan Modal Kerja
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam
penentuan komposisi pembiayaan modal kerja, yaitu:
Pendekatan Agresif, berpendapat: kebutuhan modal kerja
variabel harus dibiayai dengan pinjaman jangka pendek,
sedangkan kebutuhan jangka panjang harus dibiayai dengan
pinjaman atau modal jangka panjang.
Pendekatan Konservatif, berpendapat: seluruh kebutuhan
modal perusahaan harus dibiayai dengan modal jangka
panjang, sedangkan modal jangka pendek hanya untuk
kebutuhan yang bersidat darurat.
Pendekatan Optimal, berpendapat: jumlah modal optimal akan
tergantung kepada besarnya kebutuhan dana permanen yang
ideal. Kebutuhan dana permanen ideal terletak diantara jumlah
terendah dan tertinggi.
1.9 Analisa Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Analisa sumber dan penggunaan modal kerja
merupakan alat analisa untuk mengetahui bagaimana
perusahaan menggunakan atau memenuhi kebutuhan modal
kerja:Sumber-sumber Modal Kerja:
1. Penambahan modal pemilik
2. Adanya laba operasi3. Penambahan utang
jangka panjang4. Pengurangan aktiva
tetap
Penggunaan Modal Kerja:
1. pengurangan modal2. Adanya kerugian3. Berkurangnya Utang
Jangka Panjang4. Bertambahnya Aktiva
Tetap
5. penyusutan
Untuk menyusun Laporan Sumber dan Penggunaan
Modal Kerja, diperlukan Laporan Laba Rugi, Laporan Laba
Ditahan, dan Neraca. Adapun langkah-langkah penyusunan
Laporan Sumber dan Penggunaan Modal Kerja adalah:
1. Menyusun Laporan Perubahan Modal Kerja, yang
menggambarkan perubahan dari masing-masing unsur modal
kerja (Current Account) antara dua titik waktu.
2. Mengelompokkan perubahan-perubahan dari unsur-
unsurNon Current Account (Aktiva Tetap, Utang Jangka
Panjang, dan Modal) antara dua titik waktu tersebut dan unsur-
unsur dalam Laporan Laba Ditahan ke dalam kelompok Sumber
(Resources) atau Penggunaan (Uses).
3. Menyusun Laporan Sumber dan Penggunaan Modal Kerja.Working Capital Resources &
Uses StatementWorking Capital Resources:Net ProfitDepreciationIncrease of CapitalWorking Capital Uses:DevidenIncrease of Fixed AssetDecrease of Long Term LiabilitiesIncrease/ (Decrease Working Capital)
II. Ruang Lingkup Aset Lancar
Aset lancar (Inggris: current asset)
dalam akuntansi adalah jenis aset yang dapat digunakan dalam
jangka waktu dekat, biasanya satu tahun. Contoh aset lancar
antara lain adalah kas, piutang, investasi jangka
pendek, persediaan, dan beban dibayar di muka. Pada
suatu neraca, aset biasanya dikelompokkan menjadi aset
lancar dan aset tidak lancar.
Perbandingan antara aset lancar dan kewajiban
lancar disebut sebagairasio lancar. Nilai ini sering digunakan
sebagai tolok ukur likuiditas suatu perusahaan, yaitu
kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban
jangka pendeknya.
Aset lancar terdiri dari banyak komponen. Menurut
Abdullah Shabab (2001:52) yang termasuk ke dalam kelompok
aktiva lancar adalah: Kas; Surat Berharga; Wesel Tagih; Piutang
Dagang; Persediaan Barang; Beban dibayar dimuka. Pada
perusahaan umumnya, komponen aset lancar biasanya
adalah:
1. Kas atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai
operasi perusahaan. Uang tunai yang dimiliki perusahaan tetapi
sudah ditentukan penggunaannya (misalnya uang kas yang
disisihkan untuk tujuan pelunasan hutang obligasi, untuk
pemelian aktiva tetap atau tujuan-tujuan lain) tidak dapat
dimasukkan dalam pos kas.
2. Investasi Jangka Pendek (suart-surat berharga ataumarketable
securities). Yaitu investasi yang sifatnya sementara (jangka
pendek) dengan maksud untuk memanfaatkan uang ang yang
sementara belum dibutuhkan dalam operasi.
3. Piutang Wesel, adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain
yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur
dalam suatu undang-undang.
4. Piutang Dagang, adalah tagihan kepada pihak lain (kepada
kreditor atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan
barang secara kredit.
5. Persediaan, adalah semua barang-barang yang
diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih digudang
atau belum terjual.
6. dan Beban Dibayar Dimuka.
Aset lancar menjadi syarat bagi beberapa
kegiatanmanajemen yang berkenaan dengan pemeliharaan
tingkat likuiditasperusahaan, misalnya Manajemen
Kas, Manajemen Piutang, danManajemen Persediaan.
Ada tiga indikasi umum bagi manajemen mengenai
efisiensi dan profitabilitas dalam penggunaan aset atau aktiva
lancar.
1. Perputaran harta lancar, yaitu angka yang diperoleh dari
jumlahharga pokok penjualan dan biaya operasi (keduanya
dipetik darilaporan laba rugi) dibagi angka rata-rata aset lancar
pada permulaan operasi (dipetik dari neraca tahun lalu) dan
aset lancar pada akhir operasi (dipetik dari neraca terakhir).
Angka ini dinyatakan dalam kali.
2. Rasio laba dibanding perputaran harta lancar. Ini
mengukur besarnya laba dalam sekian kali perputaran dalam
satu masa operasi. Dinyatakan dalam persen.
3. Tingkat laba per perputaran. Angka persentase yang
diperoleh dari angka rasio laba dibanding perputaran harta
lancar dibagiperputaran harta lancar. Nilai no.2 dibagi nilai no.
1 di atas.
Dalam industri tertentu ada nilai pedoman untuk indikasi
mengenai keunggulan dalam dalam hal-hal itu, yang biasanya
digunakan dalam analisis rasio.
Pengklasifikasian suatu aset sebagai aset lancar atau
tidak lancar dalam PSAK No. 1 (revisi 2009) diatur dalam
paragraf 63 yang menjelaskan bawa entitas mengklasifikasikan
aset sebagai aset lancar, jika:
(a) entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau
bermaksud untuk menjual atau menggunakannya dalam siklus
operasi normal;
(b) entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan;
(c) entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka
waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau
(d) kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK
No.2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas), kecuali aset tersebut
dibatasi pertukaran taau penggunaannya untuk menyelesaikan
liabilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode
pelaporan.
Entitas mengklasifikasikan aset yang tidak termasuk kategori
tersebut sebagai aset tidak lancar.
2.1 Kas dan Setara Kas
Kas adalah uang tunai yang paling likuid sehingga pos ini
biasanya ditempatkan pada urutan teratas dari aset. Yang
termasuk dalam kas adalah seluruh alat pembayaran yang
dapat digunakan dengan segera seperti uang kertas, uang
logam, dan saldo rekening giro di bank.
Menurut PSAK No 2, setara kas adalah investasi yang
sifatnya likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat
dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi
risiko perubahan nilai yang signifikan. Pada umumnya, hanya
investasi dengan jatuh tempo asli tiga bulan atau kurang yang
memenhi syarat sebagai setara kas. Deposito yang jatuh
temponya kurang atau sama dengan tiga bulan dan tidak
diperpanjang terus-menerus (rollover) dapat dikategorikan
sebagai setara kas. Bank adalah saldo rekening giro yang dapat
digunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan usaha.
Yang tidak termasuk dalam pengertian kas, baik menurut
akuntansi maupun perpajakan adalah:
1. Deposito yang jatuh temponya lebih dari tiga bulan
atau rollover
Saldo rekening berupa deposito yang jatuh temponya lebih dari
tiga bulan atau rollover tidak termasuk dalam pengertian kas
karena tidak dapat digunakan sewaktu-waktu.
2. Prangko dan Materai
Biasanya perusahaan mempunyai persediaan prangko dan
materai yang dapat dipakai sewaktu-waktu. Persediaan ini tidak
termasuk dalam pengertian kas, sekalipun persediaan ini sering
disimpan oleh kasir perusahaan. Apabila jumlahnya cukup
besar, persediaan ini dapat digolongkan ke dalam persediaan
perlengkapan alat-alat kantor (supplies)
3. Kas bon atau uang muka
Kas bon merupakan bukti penerimaan uang muka dari pegawai
tidak dapat digolongkan ke dalam kas. Kertas-kertas tersebut
tidak dapat digunakan sewaktu-waktu, sehingga tidak dapat
dianggap uang tunai.
4. Cek mundur dan cek kosong
Cek mundur tidak dapat diuangkan sampai jatuh temponya
sehingga tidak memenuhi syarat sebagai kas. Cek mundur
yang diterima untuk melunasi piutang belum mengurangi saldo
piutang. Apabila dapat diuangkan karena tidak cukup
dananyadi bank, cek tersebut disebut kosong. Cek kosong
sama sekali tidak memiliki harga, sehingga tidak dapat
dianggap sebagai aset perusahaan.
Untuk keperluan penyusunan neraca komersial dan neraca
fiskal, kas dan bank dilaporkan sebesar nilai nominal.
Perlakuan terhadap kas dan bank dalam perpajakan dan
akuntansi pada umumnya tidak jauh berbeda. Ketentuan
perpajakan tidak mengatur secara rinci mengenai teknik dan
metode pembukuan kas dan bank. Oleh karena itu, praktik
akuntansi komersial yang mengatur tentang teknik dan metode
pembukuan kas dan bank dapat diikuti sepenuhnya.
Untuk tujuan pengendalian kas dan bank, perusahaan
pada umumnya, melakukan pemisahan dana antar kas kecil
(petty cash) dan kas besar(cash on hand). Kas kecil umumnya
dipakai untuk pengeluaran harian perusahaan yang sifatnya
rutin dan tidak besar jumlahnya. Kas besar umumnya dipakai
oleh perusahaan untuk pengeluaran tertentu dan disimpan oleh
perusahaan di dalam brankas. Dalam kas kecil dikenal dua
sistem, yaitu :
1. Imprest fund system (sistem dana tetap dengan pencatatan
transaksi dan mutasi dana kas kecil dilakukan pada saat
penggantian dana).
2. Fluctuating fund system (sistem dana berfluktuasi dengan
pencatatan transaksi dan mutasi dana setiap saat).
2.3 Invetasi Temporer (Investasi Jangka Pendek)
Pengertian Investasi Jangka Pendek
Kelebihan uang kas dalam suatu perusahaan tidak akan
menimbulkan pendapatan. Oleh karena itu kelebihan kas
sebaiknya diinvestasikan selama masa tidak terpakainya kas
tersebut. Karena jangka waktu tidak dipakainya kas itu relatif
pendek, maka investasinya juga dilakukan dalam jangka
pendek. Investasi jangka pendek bisa dilakukan dalam bentuk
deposito, sertifikat bank atau surat-surat berharga yaitu saham
dan obligasi. Di dalam neraca investasi jangka pendek
termasuk dalam kelompok aktiva lancar. Surat-surat berharga
yang dibeli untuk tujuan investasi jangka pendek harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Surat-surat berharga itu harus dapat segera dijual kembali
dengan harga yang berlaku pada tanggal penjualannya. Surat-
surat berharga yang memenuhi syarat ini adalah surat-surat
berharga yang terdaftar dalam bursa saham.
2. Penjualannya kembali oleh pimpinan perusahaan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan uang.
Surat-surat berharga yang memenuhi syarat-syarat di
atas mungkin dimiliki dalam waktu yang sangat singkat atau
mungkin juga agak lama. Tetapi karena surat-surat berharga
tersebut merupakan sumber uang yang segera maka di dalam
neraca dikelompokkan dalam aktiva lancar. Apabila syarat-
syarat di atas tidak dapat dipenuhi, maka surat berharga yang
dimiliki akan dikelompokkan sebagai investasi jangka panjang.
Pengukuran dan Pencatatan Investasi Lancar
Investasi lancar harus diukur berdasarkan biaya atau nilai
realisasi bersih
atau nilai yang lebih rendah antara biaya dan nilai realisasi
bersih. Biaya investasi harus meliputi semua biaya pembelian
dan biaya lain yang timbul sampai investasi tersebut diperoleh.
Biaya pembelian investasi antara lain harga pembelian dan
biaya komisi pialang.
Metode akuntansi yang dipergunakan untuk investasi
bergantung pada
klasifikasi apakah investasi tersebut merupakan investasi
lancar atau merupakan investasi jangka panjang. Investasi
lancar adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
dimaksudkan untuk dimiliki selama 1 tahun atau kurang, dan
investasi lainnya selain investasi lancar akan digolongkan
sebagai investasi jangka panjang. Pencatatan yang
berhubungan dengan investasi saham meliputi pencatatan
pada saat perolehan, pada saat menerima pendapatan dan
pada saat pelepasan.
1. Perolehan Investasi Saham
Surat berharga yang dibeli sebagai investasi jangka
pendek akan didebit pada akun surat berharga dengan nilai
sebesar biaya perolehannya. Biaya perolehan adalah harga beli
ditambah semua biaya pembelian misalnya biaya komisi,
provisi, materai.
2. Perolehan Pendapatan dari Investasi Saham
Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari investasi
dalam surat berharga akan dicatat sebagai pendapatan lain-lain
atau pendapatan di luar operasi.
3. Pelepasan Investasi
Sesuai dengan tujuan investasinya, investasi jangka
pendek inidipegang dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun,
untuk dijual kembali atau dilepas. Pelepasan investasi jangka
pendek bisa menimbulkan keuntungan atau kerugian.
Keuntungan atau kerugian akan dicatat sebagai pendapatan
lain-lain atau
kerugian lain-lain.
Penilaian Investasi Saham (Pelaporan pada Nilai
Terendah
antara Biaya dan Nilai Pasar)
Karena prinsip konservatif dalam akuntansi, maka
investasi lancar dalam
saham harus dilaporkan pada nilai terendah antara biaya
(harga perolehan) dengan nilai pasar. Metode pelaporan ini
disingkat dengan nama LCM (lower of cost or market). LCM
didasarkan pada pandangan bahwa kerugian dan bukannya
keuntungan yang seharusnya dilaporkan sebelum penjualan
aktiva terjadi. LCM akan diterapkan pada seluruh portofolio
investasi lancar dan metode ini akan melaporkan jumlah yang
lebih rendah antara biaya (harga perolehan) dengan nilai pasar
total investasi lancar.
Misalkan PT. Jaya Sakti melakukan investasi lancarnya
pada saham dari
tiga perusahaan dengan harga perolehan dan nilai pasar
sebagai berikut:
Portofolio Investasi Lancar
PT. Jaya Sakti
Saham Harga Nilai Pasar
Perolehan
PT. Sumarecan Agung Rp. 18.000.000,- Rp. 18.250.000,-
PT. Indospring Rp. 1.202.800,- Rp. 1.200.000,-
PT. Bank BNI Rp. 13.000.000,- Rp. 12.000.000,-
Rp. 32.202.800,- Rp. 31.450.000,-
Karena total nilai pasar dari portofolio investasi
(Rp. 31.450.000,-) lebih rendah dibandingkan dengan biaya
Tanggal Keterangan Reff. Debit Kredit
20 September Kas Rp3.500.000,-
Surat Berharga – Saham PT. Matahari Rp3.250.000,-
Keuntungan Penjualan Surat Berharga Rp. 250.000,-
PT. Andalan menjual investasi saham PT. Matahari dengan
harga jual Rp. 17.500 per lembar, maka pencatatan yang
dilakukan
adalah:
perolehannya (Rp. 32.202.800,-), maka neraca investasi akan
melaporkan investasi lancar pada harga pasarnya, yaitu Rp.
31.450.000,-. Jurnal berikut ini akan dibuat untuk mencatat
penurunan nilai surat berharga pada tanggal pelaporan
keuangan:
Untuk mencatat penurunan nilai investasi lancar atau kerugian
yang belum terealisir atas investasi lancar akan dilaporkan
dalam laporan labarugi pada beban dan pendapatan lain-lain.
Akun penyisihan akan dilaporkan sebagai akun kontra (contra
account) terhadap investasi lancar di neraca sebagai berikut:
Aset Lancar
Kas Rp. XXX
Surat Berharga - pada harga perolehan Rp. 32.302.800,-
Dikurangi : penyisihan untuk mengurangi
investasi lancar agar sesuai
dengan nilai pasar Rp. 752.800,-
Investasi lancar pada harga pasar Rp. 31.450.000,-
Piutang dagang, netto Rp. XXX
Alternatif lain yang sering dipergunakan adalah
memperlihatkan nilai
LCM pada neraca, dan melaporkan nilai yang lebih tinggi dalam
catatan
atas laporan keuangan, seperti terlihat dibawah ini:
Aset Lancar
Kas Rp. XXX
Surat Berharga - pada harga pasar Rp. 31.450.000,-
Piutang dagang, netto Rp. XXX
Tanggal Keterangan Reff. Debit Kredit
31 Desember Kerugian karena penurunan nilai Surat
Berharga Rp752.000,-
Penyisihan untuk penurunan nilai
Surat Berharga Rp752.000,-
Catatan: Investasi lancar dilaporkan pada nilai terendah antara
biaya perolehan dan nilai pasar. Pada tanggal 31 Desember
19XX besarnya biaya perolehan adalah Rp. 32.202.800,-.
Jika biaya perolehan investasi lancar lebih rendah
dibandingkan dengan nilai pasarnya, maka investor akan
melaporkan nilai investasi lancar pada biaya perolehan dan
mengungkapkan nilai pasar dalam catatan atas laporan
keuangan.
Investasi Lancar Obligasi
Prinsip pengukuran, pengakuan dan penilaian untuk
investasi lancar dalam obligasi sama dengan untuk investasi
saham. Dalam hal obligasi maka pada waktu penjualannya
timbul masalah bunga berjalan.
2.4 Piutang
Istilah piutang (receivables) dapat diterapkan bagi
semua klaim terhadap pihak lain atas uang, barang, dan jasa.
Untuk tujuan akuntansi, piutang adalah klaim yang diharapkan
akan diselesaikan melalui penerimaan kas. Piutang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Piutang usaha. Piutang usaha (trade receivables) yang
diperkuat dengan janji tertulis untuk membayar diklasifikasikan
sebagaipiutang wesel atau wesel tagih (notes
receivable); sedangkan piutang usaha sebagai “piutang
terbuka” (“open accounts”) tanpa jaminan dan persyaratan
kredit biasanya merupakan perjanjian informal antara penjual
dan pembeli yang didukung oleh dokumen bisnis, seperti faktur
penjualan, pesanan penjualan, dan kontrak penjualan disebut
piutang dagang atau piutang usaha (accounts receivable).
2. Piutang non-usaha. Piutang non-usaha (non-trade
receivables) meliputi semua jenis piutang lainnya yang timbul
dari transaksi di luar kegiatan bisnis normal entitas, seperti: (a)
penjualan efek atau properti; (b) deposit atau simpanan untuk
menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran atas beban,
(c) klaim untuk pengurangan harga dan pengembalian pajak,
(d) uang muka kepada pegawai; dan (d) piutang dividen dan
bunga.
Klasifikasi piutang juga dapat dilihat dari sifat lancar
atau jangka pendek (current) dan tak lancar atau jangka
panjang (non-current). Klasifikasi yang paling sering digunakan
dalam praktik adalah piutang usaha, wesel tagih, dan piutang
lain-lain.
Akuntansi Untuk Piutang Tak Tertagih
Secara teoretis, semua piutang dinilai dalam jumlah yang
mewakili nilai kini (present value) dari estimasi penerimaan kas
di masa depan. Dalam praktik, piutang dinilai dan dilaporkan
sebagai nilai realisasi bersih (cash/net realizable value), yaitu
kas yang diharapkan, bukan pada nilai kini yang didiskontokan.
Hal ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat sebagai
jumlah bersih dari estimasi piutang tak tertagih atau nilai
tercatat piutang (carrying value) dicatat setelah dikurangi
dengan kerugian penurunan nilai (impairment loss) melalui
penggunaan akun penyisihan piutang. Tujuannya adalah untuk
melaporkan piutang sejumlah klaim dari pelanggan yang benar-
benar diestimasi diterima secara tunai.
1) Metode pengakuan kerugian piutang tak tertagih
Kadang-kadang, beberapa piutang nyata-nyata tidak
dapat ditagih. Atas hal ini terdapat dua metode untuk
mengakui kerugian dari akun piutang usaha yang tak tertagih
atau penyisihan kerugian penurunan nilai piutang, yaitu:
(a) metode penghapusan langsung (direct write-off
method) dan (b) metode penyisihan (allowances method).
a) Metode penghapusan langsung. Metode ini merupakan
metode yang sangat sederhana, dan lebih didasarkan pada
satu kenyataan daripada estimasi. Pencatatan piutang tak
tertagih dilakukan pada saat piutang tersebut diketahui secara
pasti tidak tertagih, dengan mendebet akun beban, seperti
beban piutang ragu-ragu (doubtful account expenses), beban
piutang sangsi (bad debt expenses), atau beban piutang tak
tertagih (uncollectible account expenses) serta mengkredit
akun piutang usaha (accounts receivable).
b) Metode penyisihan. Berdasarkan metode ini, estimasi
piutang tak tertagih ditentukan setiap akhir periode akuntansi,
dengan mendebet beban piutang tak tertagih dan disajikan
sebagai beban penjualan atau beban umum dan administrasi,
serta mengkredit penyisihan piutang tak tertagih dan disajikan
sebagai pengurang (akun penilai atau akun kompensasi –
valuation account or offset account) dari akun piutang usaha,
dan oleh karena itu melaporkan jumlah realisasi bersih piutang
tersebut.
2) Perlakuan akuntansi atas penghapusan piutang tak tertagih
dan penerimaan kembali piutang yang telah dihapusbukukan
(dengan metode penyisihan):
a) Pencatatan atas penghapusan piutang usaha karena tidak
dapat ditagih (debitur bangkrut, kematian, tidak terlacaknya
debitur, dan kegagalan memaksa penagihan secara legal):
[Dengan kata lain, jika piutang tak tertagih, piutang tersebut
dihapuskan melalui akun penyisihan]
Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Piutang Usaha
Rp. xxxx
Rp.
xxxx
b) Kadang-kadang sebuah piutang yang telah dihapus sebagai
tak tertagih tanpa diduga dapat ditagih: [Pemulihan kemudian
dari jumlah yang sebelumnya telah dihapuskan sebelumnya
dikreditkan terhadap akun penyisihan]
Piutang Usaha
Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Kas
Piutang Usaha
Rp. xxxx
Rp. xxxx
Rp.
xxxx
Rp.
xxxx
Catatan: Penerimaan kemudian (subsequent recoveries)
atas piutang yang diberikan yang telah dihapusbukukan
(written-off) sebelumnya, jika pada periode berjalan,
dikreditkan dengan menyesuaikan pada akun penyisihan,
sedangkan jika setelah tanggal laporan posisi keuangan,
dikreditkan sebagai pendapatan lainnya.
3) Menentukan besarnya estimasi piutang tak tertagih
Untuk menentukan besarnya estimasi piutang tak tertagih
terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan laporan laba
rugi komprehensif atau pendekatan persentase penjualan
(comprehensive income statement approach or percentage-of-
sales approach) dan pendekatan laporan posisi keuangan atau
pendekatan persentase piutang (financial position approach or
percentage-of-receivables approach).
a) Pendekatan laporan laba rugi komprehensif (persentase
penjualan)
Berdasarkan pendekatan ini, penentuan estimasi piutang
tak tertagih didasarkan pada saldo penjualan kredit.
Pendekatan ini dikatakan sebagai pendekatan laba rugi
komprehensif, karena lebih ditekankan pada penentuan
estimasi kerugian piutang daripada jumlah estimasi piutang tak
tertagih. Pendekatan ini juga menekankan juga pada konsep
penandingan, karena estimasi kerugian piutang ditentukan
dengan dasar hubungan langsung dengan penjualan.
Contoh: Asumsikan 2 persen penjualan kredit dianggap
meragukan penagihannya dan total penjualan kredit adalah
Rp400.000.000, maka beban piutang tak tertagih adalah
Rp8.000.000 (2% x Rp100.000.000), dan dijurnal sebagai
berikut:
Beban Piutang Tak Tertagih
Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Rp.
8.000.000 Rp.
8.000.00
0
Perhatikan bahwa saldo yang ada dalam akun penyisihan
yang merupakan saldo dari beban periode sebelumnya pada
beban piutang tak tertagih diabaikan, karena pendekatan ini
difokuskan pada penentuan jumlah beban piutang tak tertagih,
bukan pada jumlah estimasi penyisihan piutang tak tertagih.
Dengan menggunakan metode persentase penjualan, beban
piutang tak tertagih dihitung kemudian jumlah penyisihan
piutang tak tertagih untuk periode tersebut ditetapkan.
b) Pendekatan laporan posisi keuangan (persentase piutang)
Berdasarkan pendekatan ini, penentuan jumlah estimasi
piutang tak tertagih didasarkan pada jumlah saldo piutang
usaha yang belum tertagih. Metode ini menekankan hubungan
antara saldo piutang usaha dan saldo penyisihan piutang tak
tertagih. Perhatikan bahwa metode ini menyesuaikan saldo
yang telah ada ke saldo yang diinginkan berdasarkan
persentase piutang usaha yang belum dibayar. Dengan
menggunakan metode persentase piutang, saldo akun
penyisihan dihitung kemudian jumlah beban piutang tak
tertagih untuk periode tersebut ditetapkan. Terdapat dua dasar
yang digunakan untuk menentukan jumlah piutang tak tertagih,
yaitu (1) persentase tertentu dari saldo piutang usaha, dan (2)
analisis umur piutang (aging receivables).
Persentase tertentu dari saldo piutang usaha
Sebagai contoh, jika jumlah piutang usaha adalah
Rp50.000.000 dan diestimasi bahwa 3% dari piutang tersebut
akan menjadi tak tertagih, akun penyisihan akan bersaldo
sebesar Rp1.500.000 (3% x Rp50.000.000), dengan asumsi
akun penyisihan periode sebelumnya Rpnihil. Apabila akun
penyisihan piutang tak tertagih telah memiliki saldo
kredit sebesar Rp600.000 dari periode sebelumnya, maka
penyesuaian yang akan dilakukan adalah Rp900.000
(Rp1.500.000 saldo yang diperhitungkan – Rp600.000 saldo
saat ini), dan dijurnal sebagai berikut:
Beban Piutang Tak Tertagih
Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Rp.
900.000 Rp.
900.000
Setelah jurnal di-posting, saldo akun penyisihan akan
menjadi Rp1.500.000 (3% x Rp50.000.000). Apabila dalam
contoh tersebut, akun penyisihan memiliki saldo debit sebesar
Rp200.000 (akibat penghapusan piutang tak tertagih lebih
besar dari estimasi sebelumnya), maka jurnal penyesuaiannya
akan berjumlah Rp1.700.000 untuk membawa akun penyisihan
ke saldo kredit yang diinginkan, yaitu sebesar Rp1.500.000
atau 3% dari jumlah piutang.
Analisis umur piutang
Berdasarkan metode ini, setiap piutang akan dianalisis
untuk menetapkan yang belum jatuh tempo dan yang telah
jatuh tempo. Piutang yang telah jatuh tempo diklasifikasikan
berdasarkan lama lewatnya setelah jatuh tempo. Piutang-
piutang yang telah jatuh tempo dievaluasi untuk
memperkirakan tingkat kolektibilitasnya masing-masing,
sebagai dasar untuk mengembangkan perkiraan umum.
Prosedur alternatifnya adalah mengembangkan serangkaian
persentase kerugian dan mengaplikasikannya ke berbagai
klasifikasi piutang. Sama dengan metode di atas yang
berdasarkan pada persentase jumlah piutang yang belum
dibayar, beban piutang tak tertagih didebet dan penyisihan
piutang tak tertagih dikredit sebesar jumlah yang diperlukan
untuk membawa akun penyisihan ke saldo yang diinginkan.
2.5 Persediaan
Definisi Persediaan
“Persediaan adalah suatu jenis aktiva atau barang yang
dimiliki oleh suatu perusahaan atau badan usaha (saat)
tertentu, yang akan dijual kembali atau akan dikonsumsi
(dipakai) dalam operasi normal perusahaan. (F.X. Sudarsono ;
1996,106).”
“Persediaan adalah pos harta yang ditahan untuk dijual
dalam kegiatan usaha yang biasa atau barang yang dikonsumsi
dalam produksi barang yang akan dijual. (Kieso dan Weygandt ;
1995,491).”
Sedangkan menurut “Radiks Purba (1995,159) dilihat dari
segi neraca, persediaan adalah barang atau bahan yang masih
tersedia pada tanggal neraca, yang dapat segera dijual atau
digunakan (dikonsumsi) atau diolah dahulu (manufaktur)
kemudian dijual.”
Pengertian persediaan untuk jenis barang tertentu bagi
perusahaan yang satu tidak sama dengan perusahaan yang
lain, misalnya aktiva berupa : mobil, mesin-mesin pabrik
merupakan aktiva tetap bagi perusahaan manufaktur namun
bagi perusahaan perdagangan mobil dan mesin-mesin pabrik
aktiva jenis tersebut merupakan persediaan.
Persediaan barang diklasifikasikan sesuai dengan jenis
usaha perusahaan tersebut. Dalam perusahaan perdagangan
persediaan barang merupakan aktiva dalam bentuk siap dijual
kembali dan yang paling aktif dalam operasi usahanya.
Sedangkan dalam perusahaan pabrikasi atau manufaktur,
persediaan barang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi.
Terdapatnya klasifikasi persediaan yang berbeda antara
perusahaan perdagangan dengan perusahaan manufaktur
adalah karena fungsi dua perusahaan itu memang berbeda.
Fungsi perusahaan perdagangan adalah menjual barang yang
diperolehnya dalam bentuk sudah jadi. Dengan kata lain, tidak
ada proses pengolahan seandainya terjadi pengolahan maka
pengolahan tersebut terbatas pada pembungkusan atau
pemberian kemasan agar barang lebih menarik selera
konsumen. Sedangkan fungsi perusahaan manufaktur adalah
mengolah bahan mentah menjadi produk selesai.
Terdapat macam-macam persediaan barang:
1. Barang yang tersedia untuk dijual (barang
dagang/barang jadi)
2. Barang yang masih dalam proses produksi untuk
diselesaikan, kemudian dijual (barang dalam
proses/pengolahan)
3. Barang yang akan digunakan untuk produksi barang
barang jadi yang akan dijual (bahan baku dan bahan
pembantu) dalam kegiatan normal perusahaan.
Sifat-sifat persediaan diantaranya; biasanya merupakan aktiva
lancar dengan perputaran < 1 tahun, merupakan jumlah yang
besar dan memiliki pengaruh besar terhadap perubahan neraca
dan laporan laba rugi. Memperhatikan sifat persediaan maka
pada akhir periode akuntansi selalu dilakukan pemeriksaan
persedian dengan tujuan mencocokkan pencatatan dengan
jumlah barang digudang, kegiatan ini kita kenal dengan
istilah STOCK OPNAME.
Sistem Pencatatan Persediaan
Sistem pencatatan persediaan yang lazim digunakan ada dua
macam yaitu:
1. Sistem fisik (physical inventory system)
2. Sistem Perpetual (perpetual inventory system)
Sistem Fisik (Physical Inventory System)
Sistem persediaan fisik atau periodik adalah sistem
dimana harga pokok penjualan dihitung secara periodik dengan
mengandalkan semata-mata pada perhitungan fisik tanpa
menyelenggarakan catatan hari ke hari atas unit yang terjual
atau yang ada ditangan. Sistem fisik digunakan untuk
menentukan jumlah kuantitas persediaan barang dan dilakukan
pada akhir periode akuntansi. Cara perhitungan harga pokok
penjualan dilakukan seperti berikut ini:
Persediaan barang dagang pada awal
periode Rp. xxx
Pembelian Rp. xxx
Biaya angkut pembelian Rp. xxx
Rp. xxx
Retur & pot. Pembelian ( Rp. xxx )
Pembelian
bersih Rp. xxx
Barang tersedia untuk
dijual Rp. xxx
Persediaan akhir
periode ( Rp. xxx )
Harga pokok
penjualan Rp. xxx
Ciri-ciri sistem fisik atau periodik adalah sebagai berikut :
Pemasukan dan pengeluaran persediaan tidak dicatat dan
tidak diperhitungkan dalam suatu catatan tertentu.
Pembelian barang dicatat dengan mendebit rekening
pembelian bukan persediaan barang.
Perhitungan persediaan akhir sekaligus digunakan untuk
perhitungan harga pokok penjualan dengan menggunakan
jurnal penyesuaian.
Sistem ini cukup sederhana dan mudah diterapkan, tetapi
kurang baik untuk pengawasan persediaan, karena kekurangan
persediaan yang hilang tidak dapat dideteksi dan manajemen
tidak memiliki alat untuk mengetahui jumlah persediaan setiap
saat.
Sistem Perpetual (Perpetual Inventory System)
Sistem persediaan perpetual adalah suatu sistem yang
menyelenggarakan pencatatan terus-menerus yang menelusuri
persediaan dan harga pokok penjualan atas dasar harian.
Perkiraan persediaan didukung dalam kartu-kartu pembantu
persediaan (kartu persediaan). Kartu persediaan digunakan
untuk mencatat transaksi setiap jenis persediaan, memuat
nama barang, tempat penyimpanan barang, kode barang dan
kolom-kolom yang dipakai untuk mencatat transaksi adalah
tanggal, pembelian (pemasukan), penjualan (pengeluaran) dan
sisa atau saldo persediaan.
Ciri-ciri pengelolaan persediaan dengan sistem perpetual
adalah sebagai berikut :
Setiap terjadi pembelian barang dicatat dengan mendebit
rekening persediaan barang.
Setiap terjadi pengeluaran barang (penjualan) dicatat
mengkredit persediaan sejumlah harga pokok penjualan.
Setiap saat dapat diketahui jumlah kuantitas sisa atau saldo
persediaan.
Sistem perpetual memudahkan dalam penyusunan neraca
dan laporan perhitungan laba rugi karena penentuan
persediaan akhir tidak perlu lagi menghitung fisiknya tetapi
perhitungan fisiknya tetap dilakukan untuk tujuan pengawasan
terhadap persediaan barang. Perbedaan pencatatan transaksi
persediaan barang pada metode fisik dan perpetual secara rinci
pada tabel berikut:
Perbedaan Fisik dan Perpetual
TRANSAKSI METODE FISIK METODE PERPETUAL
Pembelian Pembelian
Utang
Dagang/Kas
Persediaan
barang
Utang dagang/Kas
Pembayaran
Biaya Angkut
Pembelian
Beban Angkut
Pembelian
Kas
Persediaan barang
dagang
Kas
Penjualan Kas/Piutang
Dagang
Penjualan
Kas/Piutang Dagang
Penjualan
(Menurut harga Jual)
Harga Pokok Penjualan
Persediaan barang
dagang
(Menurut harga pokok)
Utang
Dagang/Kas
Retur
Pembelian & PH
Utang dagang/Kas
Persediaan barang
dag
Retur Penjualan &
Potongan Harga
Retur Penjualan
& PH
Kas/Piutang
Dagang
Retur Penjualan & PH
Kas/Piutang
(Menurut Harga jual)
Persediaan barang
dagang
HPP
(Menurut Harga
Pokok/perolehan)
Pembayaran
utang dalam
periode/masa
potongan
Utang Dagang
Potongan
Pembelian
Kas
Utang Dagang
Persediaan barang
dagang
Kas
Penerimaan
piutang dalam
periode / masa
potongan
Kas
Potongan
Penjualan
Piutang
Dagang
Kas
Potongan Penjualan
Piutang Dagang
Pembayaran
biaya angkut
penjualan
Beban angkut
penjualan
Kas
Beban angkut penjualan
Kas
Perhitungan HPP Seperti yang HPP akan dihitung
dijelaskan di
atas
berdasarkan kartu
persediaan barang
Penyesuaian
Persediaan akhir
Iktisar L/R
Persediaan
barang dag
Persediaan
barang dag
Ikhtisar L/R
Tidak perlu penyesuaian
kecuali jika terdapat
koreksi yang perlu
disesuaiakan
Metode Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Untuk menetapkan nilai harga pokok penjualan, dapat
dilakukan dalam system pencatatan secara periodic (fisik)
maupun permanent (perpetual)
a. Menurut system periodic terdapat beberapa
cara,seperti berikut ini:
1. Metode Identifikasi Khusus (Specific identification
method)
Metode harga pokok yang didasarkan atas metode identifikasi
khusus adalah suatu metode penilaian harga yang didasarkan
atas nilai perolehan dari barang yang sesungguhnya.
Penggunaan metode ini biasanya dipakai untuk barang yang
tidak banyak unitnya (kuantitasnya) dan harganya pun cukup
mahal.
2. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out)
Metode First In First Out (FIFO) adalah metode penilaian
persediaan yang menganggap barang yang pertama kali masuk
diasumsikan keluar pertama kali pula. Pada umumnya
perusahaan menggunakan metode ini, sebab metode ini
perhitungannya sangat sederhana baik sistem fisik maupun
sistem perpetual akan menghasilkan penilaian persediaan yang
sama.
Cara menghitung persediaan akhir adalah sebagai berikut :
Persediaan awal xxx
Pembelian xxx +
Tersedia untuk dijual xxx
Penjualan xxx –
Persediaan akhir xxx
Metode FIFO yang didasarkan atas sistem fisik, nilai
persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada
dikalikan harga pokok perunit barang yang terakhir kali masuk,
bila saldo fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir
masuk maka sisanya diambilkan dari harga pokok perunit yang
masuk sebelumnya. Sedangkan pada sistem perpetual
pencatatan persediaan dilakukan secara terus menerus dalam
kartu persediaan. Pada sistem ini apabila ada transaksi
penjualan maka akan dijurnal dua kali, pertama mencatat
harga pokok penjualan dan yang kedua mencatat harga pokok
barang yang dijual, seperti berikut ini :
Kas/ Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx
HPP xxx
Persediaan barang xxx
3. Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out)
Metode Last In First Out (LIFO) adalah metode penilaian
persediaan yang terakhir masuk diasumsikan akan keluar atau
dijual pertama kali. Metode ini memiliki konsep yang cukup
sederhana namun sulit dilaksanakan. Pengaruh penggunaan
metode LIFO terhadap penentuan laba bersih usaha, jika harga
cenderung naik maka laba perusahaan terlalu kecil atau
sebaliknya.
Metode LIFO secara sistem fisik ditentukan dengan cara saldo
fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit barang yang
masuk pada awal periode bila saldo fisik ternyata lebih besar
dari barang yang masuk pada awal periode maka diambilkan
dari harga pokok perunit yang masuk berikutnya. Sedangkan
dengan sistem perpetual, setiap kali ada transaksi baik
pembelian maupun penjualan dicatat dalam kartu persediaan.
4. Metode rata-rata
a. Rata-rata sederhana
Dalam metode ini harga per unit persediaan dihitung dengan
cara: jumlah harga per unit setiap kali pembelian dibagi dengan
jumlah atau frekwensi pembeliaannya.
Biaya perunit = Total harga perunit
pembelian
Frekuensi pembelian
Nilai persediaan akhir = Persediaan akhir x biaya perunit
Harga pokok penjualan = unit yang dikeluarkan x biaya
perunit
b. Rata-rata tertimbang
Dalam metode ini harga per unit persediaan dihitung dengan
cara: jumlah total nilai pembelian dibagi dengan total unit yang
dibeli.
Biaya perunit = Jumlah harga perunit x
banyaknya unit
Nilai persediaan akhir = persediaan akhir x biaya
perunit
Harga pokok penjualan = unit yang dikeluarkan x biaya
perunit
b. Menurut system Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual,
penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan
akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk
mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini
digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan.
Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian
sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya
tinggi. Menurut sistem ini terdapat tiga metode yang
digunakan, yaitu: Metode FIFO; Metode LIFO; Metode Rata-Rata
Bergerak.
Metode Penilaian Persediaan
Selain metode penentuan harga pokok persediaan seperti yang
telah dibahas, juga terdapat metode penilaian persediaan yang
bisa ditetapkan yaitu:
1. Metode Harga Terendah diantara Harga Pokok dan Harga
Pasar (Lower of cost or market)
2. Metode Taksiran terdiri dari :
a. Metode Laba Kotor
b. Metode Harga Eceran
1. Metode Harga Terendah diantara Harga Pokok dan
Harga Pasar (Lower of cost or market)
Metode ini sering disebut dengan metode COMWIL ( Cost
or Market price Whichever Is Lower).
Seperti halnya dengan penilaian terhadap surat-surat berharga,
dalam penilaian harga pokok persediaan ini bisa ditentukan
atas dasar jenis persediaan, kelompok persediaan atau jumlah
keseluruhan persediaan.
Metode ini merupakan penyimpangan dari prinsip harga pokok
yang biasanya digunakan sebagai dasar penentuan harga
pokok persediaan.
2. Metode Taksiran :
Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan
penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk
diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis
persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap
bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam
rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan
asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas
persediaan yang terbakar tidak mungkin menghitung secara
fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak
bahkan habis.
Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari
persediaan. Terdapat dua metode yang sering digunakan
yaitu metode laba kotor dan metode harga eceran.
a. Metode Taksiran Laba Kotor
Ada beberapa alasan mengapa perusahaan menggunakan
metode taksiran laba kotor didalam menentukan besarnya
harga pokok persediaannya.
Alasan-alasan tersebut adalah :
Perusahaan menghendaki penyusunan laporan keuangan
jangka pendek, dimana untuk melakukan penghitungan jumlah
phisik persediaan yang ada di gudang akan memakan waktu
yang relatif lama.
Dalam hal terjadi kebakaran, pencurian atau becana alam
yang mengakibatkan kerusakan atau musnahnya sebagian
persediaan yang ada di gudang,sehingga bisa di tentukan
besarnya harga pokok persediaan, baik yang tersisa atauun
yang terbakar.
Harga Pokok Persediaan ditentukan berdasarkan
prosentase laba kotor penjualan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Prosentase laba kotor biasanya dihitung berdasar
atas data laba kotor periode-periode sebelumnya.
Dalam metode ini diperlukan data-data mengenai hasil
penjualan, persediaan awal, pembelian, biaya angkut
pembelian, retur pembelian dan potongan pembelian serta
prosentase laba kotor.
b. Metode Taksiran Harga
Eceran
Dalam metode ini menggunakan prosentase dari harga
pokok barang yang dijual dengan harga jual barang yang
tersedia untuk dijual. Dengan demikian disamping data
mengenai harga pokok persediaan awal dan harga pokok
barang yang dibeli, metode ini memerlukan data tentang harga
jual dari persediaan awal dan barang yang dibeli.
2.6 Biaya Dibayar Dimuka (Prepaid)
Biaya dibayar di muka (Prepaid Expence), yaitu jumlah
biaya yang dibayar lebih dahulu untuk keperluan tertentu, yang
faedahnya dapat diterima dalam periode pembukuan yang
bersangkutan. Contoh : Biaya Dibayar Di Muka.
a) Asuransi Dibayar di Muka, adalah premi asuransi yang
dibayar terlebih dahulu (di muka) untuk jangka waktu tertentu.
Bagian premi yang telah dijalani (expired) dicatat
sebagai Biaya Asuransi (Insurance Expence),
sedangkan yang belum dijalani(unexpired) dicatat dalam
Neraca sebagai hak, yaitu harta perusahaan, dicatat
sebagai Asuransi Dibayar di Muka(Prepared Insurence).
b) Sewa Dibayar di Muka, adalah sewa yang dibayar
terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu.
Bagian yang sudah dijalani / terpakai dicatat sebagai Biaya
Sewa (Rent Expence), sedangkan yang belum
dijalani dicatat di Neraca, sebagai Sewa Dibayar di
Muka (Prepaid Rent).
Biaya dibayar dimuka maksudnya perkiraan ini
diletakan sebagai aktiva lancar karena dianggap sebagai harta
perusahaan yang diserahkan pada pihak lain dan dapat diambil
seketika. Contohnya, perusahaan membayar sewa kantor untuk
3 tahun, pada saat neraca disusun sewa baru berjalan 5 bulan,
maka biaya sewa 2,5 tahun adalah biaya dibayar dimuka. Biaya
dibayar dimuka adalah bagian dari asset perusahaan dalam
kelompok aktiva lancar, yang merupakan klaim kepada pihak
tertentu yang pelunasannya dalam bentuk selain kas, karena
itu tidak dikelompokan kedalam kelompok
piutang. Transaksinya debet biaya dibayar dimuka selalu
menyebabkan pengurangan terhadap asset perusahaan dalam
bentuk kas. Perbedaannya dengan piutang adalah : Kalau
piutang diharapkan pembayarannya dalam bentuk kas
sedangkan biaya dibayar dimuka diharapkan perusahaan
memperoleh selain kas, misalnya barang atau jasa yang
diperlukan perusahaan. Biaya dibayar dimuka timbul akibat
pembelian barang, jasa atau aktiva lain yang belum diterima
atau belum sepenuhnya diterima oleh perusahaan.
Bila kas yang digunakan berasal dari pihak lain yang
menyebabkan timbulnya utang, misalnya utang pada bank
maka transaksi tersebut seharusnya dicatat dalam dua buah
transaksi yaitu transaksi penerimaan kas dan transaksi
pengeluaran kas. Pada jurnal umum transaksi tersebut dapat
saja dicatat dalam satu transaksi, namun merupakan
kekeliruan karena transaksi yang nyata menggunakan uang
tetapi tidak dicatat dalam aliran kas perusahaan.
KESIMPULAN
Working capital (modal kerja) dapat diartikan sebagai
ukuran dari efisiensi suatu perusahaan dan kesehatan financial
jangka pendeknya. Apabila dirumuskan, working capital suatu
perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut ini:
Working capital = current assets – current
liabilities
Working capital yang bernilai positif mencerminkan bahwa
perusahaan mampu untuk melunasi hutang jangka
pendeknya. Sedangkan working capital yang bernilai
negatif menandakan bahwa perusahaan tidak mampu untuk
membayar hutang jangka pendeknya dengan harta lancarnya
yang terdiri dari cash, piutang (account receivables), dan
persediaan (inventory).
Aset lancar (Inggris: current asset)
dalam akuntansi adalah jenis aset yang dapat digunakan dalam
jangka waktu dekat, biasanya satu tahun. Contoh aset lancar
antara lain adalah kas, piutang, investasi jangka
pendek, persediaan, dan beban dibayar di muka.