wrap up neuro 2

92
BLOK SARAF DAN PERILAKU SKENARIO 2 KELUMPUHAN WAJAH Wrap up KELOMPOK B-14 Ketua :1102010176 Muhammad Ardly Sekretaris :1102010158 Maulidya Sari Anggota :1102010175 Muhammad Afdhal 1102010185 Muhammad Rachdian 1102010186 Muhammad Rahmandika 1102010236 Resha Chaerunisa Ramadhan 1102009269 Siti Noor Fadhila 1102010274 Syahirah Shahab 1102010284 Vinna Fazrihardani Adlis

Upload: resha-chaerunisa

Post on 28-Nov-2015

83 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Neuro 2

BLOK SARAF DAN PERILAKU

SKENARIO 2 KELUMPUHAN WAJAH

Wrap up

KELOMPOK B-14

Ketua :1102010176 Muhammad Ardly

Sekretaris :1102010158 Maulidya Sari

Anggota :1102010175 Muhammad Afdhal

1102010185 Muhammad Rachdian

1102010186 Muhammad Rahmandika

1102010236 Resha Chaerunisa Ramadhan

1102009269 Siti Noor Fadhila

1102010274 Syahirah Shahab

1102010284 Vinna Fazrihardani Adlis

1102010302 Yuni Adriani

FK - UNIVERSITAS YARSI

2012/2013

Page 2: Wrap Up Neuro 2

Skenario:

Kelumpuhan wajah

Perempuan berusia 50 tahun saat sedang di pusat perbelanjaan tiba-tiba berbicara cadel dan setelah diperhatikan suaminya wajah pasien terlihat tidak simetris. Pasien juga mengeluh anggota gerak sisi kiri lebih lemah disbanding kanan. Suami langsung membawa istrinya ke IGD RS terdekat. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan wajah tidak simetris. Sulkus nasolabialis kiri tampak mendatar, namun kerutan dahi simetris. Pada saat menjulurkan lidah, mencong ke kiri tanpa adanya atrofi papil dan fasikulasi. Terdapat hipertensi sinistra. Dokter mengatakan pasien mengalami stroke. Sebagai seorang suami, ia berkewajiban untuk menyantuni dan merawat istrinya dengan baik sesuai dengan ajaran Islam.

Page 3: Wrap Up Neuro 2

1. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi Nervus Cranialis

Komponen fungsional sebuah N.cranialis hanya terdiri dari 7 komponen saja:a. Serabut aferen somatik umumb. Serabut aferen visceralis umumc. Serabut aferen somatik khususd. Serabut aferen visceralis khususe. Serabut eferen somatikf. Serabut eferen visceralis umumg. Serabut eferen visceralis khusus

N.olfaktorius (N.I)

Page 4: Wrap Up Neuro 2

Sensori Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bauSistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik. Terdiri dari 1 serabut saraf: serabut saraf aferen somatik khusus (penciuman).

N. opticus (N.II)

Page 5: Wrap Up Neuro 2

Sensori Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual. Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-

Page 6: Wrap Up Neuro 2

serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya. Terdiri dari 1 serabut saraf: serabut saraf aferen somatik khusus (penglihatan).

N. okulomotor (N.III)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris. Terdiri dari 2 serabut saraf: serabut saraf eferen somatik (motorik sadar untuk semua otot bola mata kecuali M.obliqus superior dan rectus lateralis) & serabut eferen visceral umum (motorik tak sadar untuk M.constrictor pupillae dan M.cilliaris)

N. Troklearis (N. IV)

Pons

Page 7: Wrap Up Neuro 2

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil. Terdiri dari 1 serabut saraf: serabut saraf eferen somatik (motorik sadar untuk M.obliqus superior).

N.trigeminus (N.V)

Page 8: Wrap Up Neuro 2

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.

N. ABDUSENS (N. VI)

Page 9: Wrap Up Neuro 2

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

N. FACIALIS (N. VII)

Page 10: Wrap Up Neuro 2

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna. Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah

N. VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Page 11: Wrap Up Neuro 2

Gbr. Lokasi nuklei vestibularis

Page 12: Wrap Up Neuro 2

Gbr. N.cochlearis & nukleus cochlearisSaraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut- serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut- serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

N. GLOSOFARINGEUS (N. IX)

Page 13: Wrap Up Neuro 2

Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

N. VAGUS (N. X)

Page 14: Wrap Up Neuro 2

Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

N. ASESORIUS (N. XI)

Page 15: Wrap Up Neuro 2

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

N. HYPOGLOSUS (N. XII)

Page 16: Wrap Up Neuro 2

A

B

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

Anatomi Capsula Interna

Letak : Merupakan serabut saraf berbentuk pita lebar substantia alba yang memisahkan nucleus lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus. Mengandung serabut saraf penghubung bolak balik antara cortex cerebri dengan thalamus dan medulla spinalisBentuk : Pada penampang lintang membentuk huruf V dimana titik sudutnya disebut genu.

Page 17: Wrap Up Neuro 2

Menghadap ke medial dna kaki-kakinya disebut crus anterior dan crus posterior.

Crus anterior capsula interna

Letak : Antara nucleus caudatus dan nucleus lenticularis. Didalamnya terdapat:- Serabut corticopetal/serabut afferen: mengandung serabut radiatio anterior

thalamus- Serabut corticofugal/serabut eferen: mengandung tractus frontopotin yang datang

dari cortex lobus frontalis menuju nuclei ponti

Crus posterior capsula internaLetak : Antara thalamus dengan nucleus lenticularis, di dalamnya terdapat:

- Pars lenticulothalmicuso Tractus corticobulbariso Tractus corticospinaliso Tractus corticorubralis

- Pars retrolenticularis- Pars sublenticularis

o Tractus termporopontino Tractus geniculocalcarinao Radiatio auditorius

Vaskularisasi otak Otak merupakan organ terpenting dalam tubuh, yang membutuhkan suplai darah yang

memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme. Otak juga membutuhkan banyak oksigen. Menurut penelitian kebutuhan vital jaringan otak akan oksigen dicerminkan dengan melakukan percobaan dengan menggunakan kucing. Para peneliti menemukan lesi permanen yang berat didalam kortek kucing setelah sirkulasi darah otaknya di hentikan selama 3 menit. Diperkirakan bahwa metabolisme otak menggunakan kira-kira 18% oksigen dari total konsumsi oksigen oleh tubuh (Chusid, 1993).

Pengaliran darah keotak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu oleh sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteria vertebralis. Keempat arteria ini terletak didalam ruang subarakhnoid dan cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk membentuk circulus willisi. Arteri carotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior, arteri communicans anterior, arteri cerebri posterior dan arteri comminicans posterior dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus ini (Snell, 2007).

Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat kegiatam metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak sedikitnya dendrit dan sinaps di daerah tersebut (Sidharta, 1995). Menurut Chusid (1993), pokok anastomose pembuluh darah arteri yang penting didalam jaringan otak adalah circulus willisi. Darah mencapai circulus willisi interna dan arteri vertebralis. Sebagian anastomose terjadi diantara cabang-cabang arteriole di circulus willisi pada substantia alba subscortex. Arteria carotis interna berakhir pada arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media. Di dekat akhir arteri carotis interna dari pembuluh arteri comunicans posterior yang bersatu kearah caudal dengan arteri cerebri posterior. Arteri cerebri anterior saling berhubungan melalui arteri comunicans anterior. Arteri basilaris dibentuk dari persambungan antara arteri-arteri vertebralis.

Pemberian darah ke certex terutama melalui cabang-cabang kortikal dari arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dan arteri cerebri posterior, yang mencapai cortex di dalam piamater.

Page 18: Wrap Up Neuro 2

Faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, diantaranya adalah:(1) keadaan arteri, dapat menyempit karena tersumbat oleh thrombus dan embolus, (2) keadaan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen,(3) keadaan jantung, bila ada kelainan dapat mengakibatkan iskemia di otak

(Lumbantobing, 2004)

2. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan N.Cranialis

Cara Pemeriksaan Nervus Cranialis1) Nervus I : olfaktoriusTujuannya adalah untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.Cara pemeriksaan:Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.Adapun kelainan yang bisa didapatkan dapat berupa:a) Anosmia adalah hilangnya daya penghiduanb) Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajamc) Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu pekad) Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnyaminyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.e) Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau yangmemuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.f) Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.

2) Nervus II : Optikusa) Pemeriksaan ketajaman penglihatanTujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengukur ketajaman penglihatan ( visus) dan menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf. Persiapan: Ruangan harus mempunyai penerangan yang baik. Yakinkan terlebih dahulu bahwa tidak ada katarak, jaringan parut di kornea atau nebula, iritis, uveitis, glaucoma atau korpus alienum. Awas jangan melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan pada mata buatan!. Tanyakan apakah pasien buta huruf atau tidak. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus) harus dilakukan pada masing-masing mata secara bergiliran. Pemeriksaan visus ini merupakan pemeriksaan kasar yang tidak bertujuan untuk menentukan lensa kacamata untuk koreksi kelainan refraksi.Pemeriksaan:• membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam di dinding, membaca huruf di buku atau koran.• melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, kartu snellen ialah huruf huruf yang disusun makin kebawah makin kecil , barisan paling bawah mempunyai huruf huruf paling kecil yang oleh mata normal dapat dibaca dari jarak 6 meter. Contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada jarak 2 meter Untuk

Page 19: Wrap Up Neuro 2

gerakan tangan harus tampak pada jarak 300 meter. Jika kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka visusnya ialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat pergerakan tangan pada jarak 3 meter. Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap dan terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum dapat melihat maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol. Bila hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan maka mata kiri harus ditutup dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya. Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan ketajaman penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oftalmologik ( bukan saraf ) misalnya kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi maka dengan menggunakan kertas yang berlubang kecil dapat memberikan kesan adanya faktor refraksi dalam penurunan visus, bila dengan melihat melalui lubang kecil huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin gangguan refraksi.

b) Pemeriksaan pengenalan warnaTes untuk pengenalan warna dapat dilakukan dengan menggunakan tes ishihara dan stiling atau dengan potongan benang wol berbagai warna. Pasien disuruh membaca angka berwarna yang tercantum di kartu stiling atau ishihara, atau mengambil wol berwarna sesuai dengan perintah.

c) Pemeriksaan medan (lapangan) penglihatanMedan penglihatan merupakan batas penglihatan perifer. Medan tersebut adalah ruang dimana sesuatu masih dapat dilihat oleh mata yang pandangannya ditatapkan secara menetap pada satu titik. Kalau kita menatapkan pandangan salah satu mata pada suatu benda, maka gambarannya dapat diserap oleh macula dengan jelas dan tajam. Penglihatan yang diserap oleh macula disebut penglihatan sentral. Namun demikian, secara serentak bagian retina diluar daerah macula dapat menyerap juga gambran tersebut, meskipun kurang tajam dan kurang berwarna. Penglihatan dengan perantaraan retina diluar macula dikenal sebagai penglihatan perifer. Persiapan: Untuk setiap tes yang akan dipakai diperlukan kooperasi pasien. Pasien diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tes yang akan diambil. Pertama pasien harus dilatih untuk menatapkan pandangannya pada suatu titik dan memberitahukan terlihatnya kapas putih atau ujung pensil yang memasuki kawasan medan penglihatannya. Hal ini bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien bahwa ia tidak usah mencari dengan menggerakan bolamatanya bila si pemeriksa menanyakan sudah lihat belum. Ia menunggu saat terlihatnya sesuatu yang dipertunjukkan dengan pandangannya tetap menatap pada titik fiksasi itu. Tes medan penglihatan ini dilakukan secara monokuler. Dalam klinik dikenal 3 metode tes medan penglihatan, yaitu:• Metode KonfrontasiDalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasiendan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari–jari pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah ia pun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan ( visual field ) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.• Tes dengan kampimeter dan perimeter

Page 20: Wrap Up Neuro 2

Kampimeter adalah papan tulis hitam dimana tergambar bundaran dengan garis garis radial berikut dengan bintik buta. Sedangkan perimeter adalah alat diagnostic yang berbentuk lengkungan seperti gambar dibawah ini: Dengan perimeter didapat hasil yang lebih akurat oleh karena lengkungan perimeter sesuai dengan lengkungan retina. Perimeter dilengkapi dengan tempat untuk meletakkan dagu, sehingga pasien dapat menjalani tes dengan posisi kepala yang tepat tanpa meletihkan diri. Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar disebuah kartu.

d) Pemeriksaan fundusDilakukan dengan menggunakan oftalmoskop. Funduskopi dilakukan dengan tujuan menentukan adanya miopi, hipermetropi, atau emetropi; pengamatan retina; dan pengamatan papil nervi optisi. Persiapan: Perhatikan posisi atau sikap pasien dan pemeriksa serta kondisi opthalmoskop. Pasien dapat periksa dengan posisi duduk atau berbaring. Periksa terlebih dahulu lampu dan bateraiopthalmoscop baik dan lensa yang ditempatkan diantara lubang pengintai dan lubang  penyorot adalah berdioptri nol bila pasien emetrop (normal). Sebelum dilakukan pemeriksaan funduskopi kamar periksa digelapkan terlebih dahulu.Pemeriksaan: Pemeriksa memegang optalmoskop dengan tangan dominan. Tangan yang lainnya diletakkan diatas dahi pasien dengan tujuan sebagai fiksasi terhadap kepala pasien. Kemudian si pemeriksa menyandarkan dahinya dorsum manis pada tangan yang memegang dahi pasien, sehingga mata pasien dan mata pemeriksa berhadapan satu sama lain. Selanjutnya si pemeriksa menempatkan tepi atas teropong optalmoskop dengan lubang pengintai di atas alis. Setelah lampu oftalmoskop dinyalakan, pemeriksa mengarahkan sinar lampu itu ke pupil pasien. Selama funduskopi dilakukan, pasien diminta untuk mengarahkan pandangan matanya jauh kedepan. Bila pandangan itu diarahkan kesinar lampu, sinar lampu akan dipantulkan oleh fovea sentralis ke lubang teropong dan fundus mata sukar terlihat.

3) Nervus III (okulomotor)a) PtosisPada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.b) Gerakan bola mata.Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas,dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.c) PupilPemeriksaan pupil meliputi bentuk dan ukuran pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri ( pupil sebesar diameter 1mm, perbedaan masih dianggap normal ), refleks pupil. Pemeriksaan ini meliputi:

- Refleks cahaya langsung (bersama N. II)- Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)- Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi).

Page 21: Wrap Up Neuro 2

  4) Nervus IV (Troklearis)Pemeriksaan meliputi :a) Gerak mata ke lateral bawahb) Strabismus konvergenc) Diplopia

5) Nervus V (Trigeminus)a) Pemerksaan motorik• pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter dan m.temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .• pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong ke sisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris. Bila terdapat parese disebelah kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan ke samping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah

b) Pemeriksaan sensorikDengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah. Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah diatas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.

c) Pemeriksaan Refleks• Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer refleks” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex meninggi.• Refleks supraorbital. Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang lain ).6) Nervus VI (Abdusens)Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.

Page 22: Wrap Up Neuro 2

7) Nervus VII (Fasialis)a) Pemeriksaan fungsi motorik.Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.Kemudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara lain:– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.– Mengangkat alis– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.– Moncongkan bibir atau menyengir. – Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.

b) Pemeriksaan fungsi sensorik.• Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah , kemudianpada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam, garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.• Bahannya adalah: Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.• Sekresi air mata.• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10–15 mm ( lama 5 menit )   8) Nervus VIII (Vestibulococlearis)

Tes pendengaran (N. Kokhlearis):a) Tes Bisik

Tes ini merupakan tes yang sederhana tapi cukup informative. Untuk ini diperlukan ruangan sepanjang 6 meter dan bersifat kedap suara. Orang coba duduk menyamping sehingga yang akan diperiksa menghadap ke mulut pemeriksa. Tutuplah telinga yang tidak diperiksa dan kalau perlu mata juga ditutup agar gerakan bibir tidak terlihat. Pemeriksa mengucapkan kata-kata secara berbisik dengan intensitas bisiskan sejauh 30 cm dari telinga dan orang coba harus mengulangi dengan benar. Bila dapat didengar dari jarak: 6 meter berarti normal, 5 meter dalam batas normal, 4 meter berarti tuli ringan, 2- 3 meter berarti tuli sedang, dan 1 meter berarti tuli berat. Selain itu, tes pendengaran dapat dilakukan dengan membisikkan kata-kata yang frekuensinya tinggi misalnya karcis, kikis, dan sebagainya.

b) Tes Arloji: orang coba diminta mendengarkan detik arloji yang mula-mula telinga kanan kemudian telinga kiri.

c) Tes Garpu talaTes RinneGarpu tala digetarkan kemudian pangkalnya ditempatkan pada tulang mastoid orang coba.Orang coba diminta untuk memberitahukan jika bunyi garpu tala tidak terdengar lagi. Lalu garpu tala dipindahkan sehingga ujungnya yang bergetar berada kira-kira 3 cm di depan liang telinga. Jika suara masih terdengar maka disebut rinne positif, sedang bila tidak dapat didengar lagi disebut rinne negative.Tes WeberGarpu tala digetarkan dan ditempatkan di vertex orang coba. Bila suara terdengar lebih keras pada salah satu telinga, misalnya kanan maka ini disebut lateralisasi ke kanan.

Page 23: Wrap Up Neuro 2

Tes SchawabachGarpu tala digetarkan dan ditempatkan pada tulang mastoid orang coba. Orang coba diminta memberitahukan bila tidak mendengar bunyi lagi dan dengan segera garpu tala dipindahkan ke tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa juga tidak mendengar suara maka prosedur pemeriksaan dibalik. Garpu tala mula-mula diletakkan pada tulang mastoid pemeriksa dan setelah tak terdengar dipindahkan pada orang coba. Bila orang coba juga tidak mendengar berarti telinga orang coba normal

Tes keseimbangan (N. Vestibularis):a) Reaksi Kompensasi

Orang coba duduk tegap pada kursi barani kemudian diputar dengan kecepatan 10x/ detik. Perhatikan reaksi orang coba bila kursi diputar dari arah kana ke kiri akan terlihat kompensasiberupa ekstensi kaki kiri dan fleksi kaki kanan disertai gerakan bola mata.

b) Tes tunjukOrang coba duduk pada kursi barani sedang pemeriksa berdiri di depannya. Orang coba meluruskan tangan kanannya sedangkan pemeriksa mengulurkan jari telunjuknya, sehingga dapat disentuh oleh jari orang coba. Orang coba mengangkat lengan kanannya dan kemudian dengan cepat menurunkannya kembali sehingga menyentuh jari telunjuk pemeriksa. Mata orang coba ditutp dengan sapu tangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik. Perhatikan arah gerakan kepala dan badan orang coba kemudian putaran kursi dihentikan dan penutup mata dibuka. Orang coba diminta untuk menegakkan kepalanya kembali dan lakukan tes tunjuk seperti di atas.

c) NistagmusOrang coba duduk di kursi barani dengan kedua tangannya diletakkan pada sandaran kursi dan kedua kaki pada tempat dengan sebaik-baiknya. Mata orang coba ditutup dengan saputangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik. Kemudian hentikan putaran sambil membuka penutup mata dan mintalah orang coba melihat pada suatu benda yang agak jauh di depannya. Perhatikan gerakan bola matanya.

d) Tes jatuhOrang coba duduk di atas kursi barani dengan kedua mata tertutup dan badan membungkuk sampai 120o, putarlah kursi ke kanan dengan putaran 10x dalam 20 detik. Segera putaran dihentikan dan orang coba diminta berdiri tegak. Perhatikan ke arah mana orang tersebutakan jatuh.

e) Tes tongkatOrang coba memegang tongkat yang difiksir pada lantai sambil menundukkan kepala dan mengelilingi tongkat tersebut. Kemudian orang coba diminta berjalan dan perhatikan bagaimana reaksinya.

9) Nervus IX (Glosofaringeus) dan Nervus X (Fagus)Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria (khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “aaaa” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral. Perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi

Page 24: Wrap Up Neuro 2

dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinyaposterior lidah (N. IX).

10) Nervus XI (Aksesorius)Nervus ini mempersarafi otot sternomastoid dan trapezius. Pengecilan salah satu atau kedua otot sternomastoid biasanya terlihat jelas. Kekuatan otot dapat dinilai dengan meminta pasien menoleh melawan tahanan. Sternomastoid kiri menyebabkan kepala menoleh kearah kiri dan sebaliknya. Aksi kombinasi sternomastoid menyebabkan fleksi leher. Trapezius dinilai dengan meminta pasien mengangkat bahu melawan tahanan. Cara pemeriksaannya antara lain :

a) Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.

b) Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiridan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m.Sternocleidomastoideus.

11) Nervus XII (Hipoglosus)a) Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat

diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.b) Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena

tonusdisini menurun.c) Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.d) Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidahe) Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan

dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

Page 25: Wrap Up Neuro 2

3. Memahami dan menjelaskan sistem motorik

3.1 Fisiologi Jalan Raya Kesadaran (Motorik dan Sensorik)

Motorik

Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :

A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis

Page 26: Wrap Up Neuro 2

Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.

Pusat jaras Motorik Neuron Motorik Atas

Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal). Meliputi :

o Ganglia basalis à tractus corticostriatao Di-encephalonà tractus cortico-diencephalono Batang otakà cortico bulbaris

Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata à masuk crus posterior capsula interna à mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.

Asal Neuron Orde pertama :

Page 27: Wrap Up Neuro 2

o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis

o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis

o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis

Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal)à tractus corticospinalis.Letak columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :

o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea

o Neuron orde ketiga à axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar

B. Traktus EkstrapyramidalDatang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis

1. Tractus reticulospinalis

Page 28: Wrap Up Neuro 2

Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata (neuron orde pertama).

Jalan : Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus

reticulospinlis pontinus Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke

medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalisTujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)Fungsi :mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi

kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis

Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.

Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron

orde kedua dan ketigaFungsi :

1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap

Page 29: Wrap Up Neuro 2

2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis

Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi coliculus superior.

Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)

Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis

Page 30: Wrap Up Neuro 2

Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum

Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot

fleksorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis

Page 31: Wrap Up Neuro 2

Asal: nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber

Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)Fungsi: mempengaruhi kontraksi otot skeletàberkaitan dengan fungsi keseimbangan

tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otaka. Tractus Corticothalamus

Asal : area brodmann 10, 11, 12Tujuan : nucleus medialis thalami

Asal : area brodmann 9 dan 11Tujuan : nuclei septi thalami

Asal : area brodmann 9Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami

Asal : area brodmann 6Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami

Asal : area brodmann 4Tujuan : nuclei lateralis thalami

b. Tractus corticohypothalamicusAsal : cortec hypocampi

Page 32: Wrap Up Neuro 2

Tujuan : hypothalamusc. Tractus corticosubthalamicus

Asal : area brodman 6Tujuan : subthalamus

d. Tractus CorticonigraAsal : area brodmann 4, 6 dan 8Tujuan : substantia nigra

e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius

(medulla oblongata)

Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.

Pengamatan.o Gaya berjalan dan tingkah laku.o Simetri tubuh dan ektremitas.o Kelumpuhan badan dan anggota gerak.

Gerakan Volunter.Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:

o Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.o Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.o Mengepal dan membuka jari-jari tangan.o Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.o Fleksi dan ekstensi artikulus genu.o Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.o Gerakan jari- jari kaki.

Palpasi otot.o Pengukuran besar otot.o Nyeri tekan.o Kontrakturo Konsistensi ( kekenyalan )

Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :o Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.o Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).o Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).

Kontraktur otot.o Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :o Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.o Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.

Perkusi otot.o Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan

berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.o Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat

pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ).o Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena

kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

Page 33: Wrap Up Neuro 2

Tonus otot.o Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian

ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.

o Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).o Hipotoni : tahanan berkurang.o Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada

kelumpuhan UMN.o Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

Kekuatan otot.Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

o Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.

o Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

Cara menilai kekuatan otot (dengan menggunakan angka dari 0-5):

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total. 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang

harus digerakkan oleh otot tersebut. 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi). 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang

diberikan. 5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Anggota gerak atas.

• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)

• Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).

• Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).

• Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).

• Pemeriksaan abduksi ibu jari.

• Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).

• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).

• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).

• Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).

• Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).

• Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).

Page 34: Wrap Up Neuro 2

• Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).

• Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).

Anggota gerak bawah.

• Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).

• Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).

• Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” (L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).

• Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).

• Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis).

Gerakan involunter.o Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu

dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.

o Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum ( nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.

o Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunter.

o Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.

o Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus.

o Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.

o Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit.

o Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi.

o Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.

Page 35: Wrap Up Neuro 2

Fungsi koordinasi

Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan – lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “Cerebellar sign “.

Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”

o Test telunjuk hidung.o Test jari – jari tangan.o Test tumit – lutut.o Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.o Test fenomena rebound.o Test mempertahankan sikap.o Test nistagmus.o Test disgrafia.o Test romberg.

o Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi

lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang – goyang ). Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala

jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “ Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai

dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.

Gait dan Station.

Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan, ayunan tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.

Jalan diatas tumit. Jalan diatas jari kaki. Tandem walking. Jalan lurus lalu putar. Jalan mundur. Hopping. Berdiri dengan satu kaki.

Macam macam Gait: Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi. Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik

paraparese. Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis. Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n.

Peroneus. Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk

kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.

Page 36: Wrap Up Neuro 2

Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.

a. Kelainan Klinis Neurologi Yang Timbul Akibat Gangguan Fungsi Motorik

Gerakan involunterGerakan yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem ekstrapiramidal. Bercirikan terjadinya diluar kehendak, tidak bertujuan, tidak terkoordinasi dan tidak dapat dikendalikan. Karena itu gerakan involuntar digolongkan sebagai gerakan abnormal, bisa sebagai gejala ataupun sebagai suatu diagnosis penyakit/ sindrom sendiri. Adapun tiga jenis gerakan involunter meliputi:1. Gangguan gerakan hiperkinetik (hiperkinesia)

1.1 Tremor, dan mioklonus1.2 Khorea, atetosis, balismus dan distonia1.3 Gangguan gerakan karena obat- obatan

2. Gangguan gerakan hipokinetik (hipokinesia)2.1 sindrom parkinson2.2 paralisis supranuklear progresif2.3 gangguan serebelum dan hubungan spinoserebral

secara klinik, marsden (1992) membagi penyakit- penyakit dengan gangguan gerakan sebagai berikut :

1. hipokinesia/akinesia disertai rigiditas misalnya penyakit parkinson, penyakit wilson

2. diskinesia (gerakan involuntar abnormal dan berlebihan)

Jenis- jenis gerakan involuntar

- Tics

gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereoptik, kompulsif dan tak berirama dapat merupakan bagian dari kepribadian normal.

- Tremor

Suatu gerakan osilasi ritmik agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan biasanya dalam satu bidang tertentu.

- Miokionus

Kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak, megakibatkan gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan.

- Khorea sydenham

Disebabkan oleh gangguan imunologik sehubungan dengan infeksi streptokokus atau demam reumatik.

- Atetosis dobel

Disebabkan oleh anoxsia pada waktu lahir.

Page 37: Wrap Up Neuro 2

- Hemibalismus

Disebabkan oleh berbagai macam proses patologis antara lain gangguan vaskular, infeksi, trauma, dan tumor.

- Distonia

Sering ditemukan pada berbagai penyakit, baik yang uum dan sistemik maupun yang terbatas pada sistem saraf dan dapat membantu mebgidentifikasi penyakit yang mendasarinya.

SensorikReseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.

Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo. Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,

lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :

MekanoreseptorKelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).

ThermoreseptorReseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).

NociseptorReseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).

ChemoreseptorReseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.

PhotoreseptorReseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.

Untuk bisa mencapai pusat sadar pada gyrus postcentralis (area Broadmann 3,2,1), maka semua informasi sensorik harus melewati sedikitnya 3 neuron:

a. Neuron orde pertama

Page 38: Wrap Up Neuro 2

Letak: ganglion radix posterior s.ganglion spinale (ganglion adalah sel saraf yang ada di luar susunan saraf pusat, sedang yang ada di dalam susunan saraf pusat disebut nucleus atau neuron) dimana dendrit dari sel saraf tersebut datang dari reseptor, dan axonnya masuk medulla spinalis untuk bersinapsis pada neuron orde kedua.

b. Neuron orde keduaLetak: pada cornu posterior medulla spinalis. Axonnya dapat menyilang garis tengah atau langsung berjalan dalam collumna lateralis pada sisi yang sama, lalu naik ke atas untuk bersinapsis pada neuron orde ketiga.

c. Neuron orde ketigaLetak: pada thalamus, dimana axonnya menuju pusat sensorik sadar pada gyrus postcentralis.

Gbr. Jalan raya sensorik (perhatikan ketiga orde neuron)

1) Jalan raya sensasi sakit dan suhu (nama jalan: Traktus spinothalamicus)

Page 39: Wrap Up Neuro 2

Gbr. Jalan raya sakit dan suhuAxon dari neuron orde pertama (ganglion spinale) masuk ke ujung cornu posterior à membentuk tractus posterolateral (Lissaueri) à bersinapsis dengan neuron orde kedua à axonnya naik keatas pada sisi kontralateral sebagai tractus spinothalamicus lateralis à pada medulla oblongata, dia bergabung dengan tractus spinothalmicus anterius & tractus spinotectalis à menjadi lemniscus spinalis à naik ke atas di belakang pons dan berjalan pada tegmentum à bersinapsis dengan neuron orde ketiga, yaitu bagian dari nucleus lateralis thalamus à penilaian sensasi sakit dan suhu timbul à axon orde ketiga masuk crus posterior capsula interna dan cornu radiata à gyrus postcentralis à area asosisasi di cortex lobus parietalisàsadar akan sensasi tersebut

2) Jalan raya sensasi sentuhan ringan dan tekanan (nama jalan: traktus spinothalamicus anterius)

Page 40: Wrap Up Neuro 2

Gbr. Jalan raya sentuhan ringan dan tekananAxon dari neuron orde pertama (ganglion spinale) masuk ke ujung cornu posterior à membentuk tractus posterolateral (Lissaueri) à bersinapsis dengan neuron orde kedua à axonnya naik keatas pada sisi kontralateral sebagai tractus spinothalamicus anteriorà pada medulla oblongata, dia bergabung dengan tractus spinothalmicus anterius & tractus spinotectalis à menjadi lemniscus spinalis à bersama dengan lemniscus medialis, akan bersinaps pada neuron orde ketiga pada nuclei lateralis thalamus à sensasi kasar dan sentuhan diinterpretasi à axon orde ketiga masuk crus posterior capsula interna dan cornu radiata à gyrus postcentralis àsensasi sentuhan dan tekanan disadari

3) Jalan raya pembedaan sensasi diskriminasi sentuhan, gerakan otot sadar/sendi (nama jalan: fasciculus gracilis dan fasciculus cuneatus)

Page 41: Wrap Up Neuro 2

Gbr. Jalan raya pembedaan sensasi diskriminasi sentuhan, gerakan otot sadar/sendiAxon dari ganglion spinale masuk cornu posterior dan bercabang 2:- Cabang turun:

bersinapsis dengan neuron cornu posterius & anterius à hubungan intersegmental (berfungsi dalam reflex intersegmental)

- Cabang naik:Bersinapsis dengan neuron orde kedua pada cornu posterius & anterius à sebagian besar serabut saraf yang naik, berjalan dalam columna posterius sebagai fasciculus gracilis (sepanjang segmen medulla spinalis lumbalis & 6 segmen bawah thoracal) dan fasciculus cuneatus (lateral dari fasciculus gracilis, mengandung serabut saraf dari 6 segmen atas thoracal & semua segmen cervical)

Pada medulla oblongata, axon berjalan ipsilateral (tidak menyilang garis tengah) à bersinapsis dengan neuron orde kedua (neuron gracilis & neuron cuneatus) à membentuk fibra arcuata interna à menyilang garis tengah à membentuk decussatio sensorik àke cerebellum dan pons àberjalan ke atas sebagai lemniscus medialis à berakhir pada neuron orde ketiga (nuclei lateralis thalamus) à axon orde ketiga masuk crus posterior capsula interna dan cornu radiata à gyrus postcentralis à pembedaan sensasi sentuhan dan getaran dari otot disadari

4) Jalan raya sensasi otot sadar & sendi ke cerebellum

Page 42: Wrap Up Neuro 2

Gbr. Jalan raya sensasi otot sadar & sendi ke cerebellum

4.1 Tractus spinocerebellaris posterius

Axon dari ganglion spinale masuk ke columna posterius à bersinapsis dengan neuron orde kedua (nucleus dorsalis / Clarki) pada segmen medula spinalis lumbal III atau IV à ke bagian posterolateral substansia alba pada sisi yang sama dan naik ke atas menjadi traktus spinocerebellaris posterius à medulla oblongata à masuk ke peduculus cerebellaris inferiorà cortex cerebellum

4.2 Tractus spinocerebellaris anteriusAxon ganglion spinale masuk medulla spinalis à bersinapsis dengan neuron orde kedua (nucleus Clarki) à bagian terbesar dari axon orde kedua jalan menyilang garis tengah dan naik ke atas pada sisi kontralateral, bagian kecilnya jalan pada sisi yang sama à ke medulla oblongata dan pons à masuk cerebellum melalui pedunculus cerebelli superior àcortex cerebelli

4.3 Tractus cuneocerebellarisBerpusat pada nucleus cuneatus, masuk pedunculus cerebelli inferioràcortex cerebelli pada sisi yang sama sebagai fibra arcuata externa posterius

5) Jalan raya naik lain

Page 43: Wrap Up Neuro 2

5.1 Tractus spinotectalis

Gbr. Tractus spinotectalisAxon ganglion spinale masuk cornu posterior à bersinapsis dengan neuron orde kedua yang letaknya tak jelas diketahui pada cornu posterior à menyilang garis tengah à naik ke atas pada anterolateral substansia alba sebagai tractus spinotectalis à pada medulla oblongata, dia bergabung dengan tractus spinothalmicus anterius & tractus spinotectalis à menjadi lemniscus spinalis à bersinapsis di colliculus superior

5.2 Tractus spinoreticularis

Page 44: Wrap Up Neuro 2

Axon ganglion spinale masuk cornu posterior à bersinapsis dengan neuron orde kedua yang letaknya tak jelas diketahui pada cornu posterior à axon naik ke atas pada sisi lateral sisi yang sama à bercampur dengan tractus spinothalamicus à bersinapsis dengan neuron orde ketiga (formatio reticulare di medula oblongata, pons, dan mesencephalon)

5.3 Tractus spinoolivarius

Page 45: Wrap Up Neuro 2

Axon ganglion spinale masuk cornu posterior à bersinapsis dengan neuron orde kedua yang letaknya tak jelas diketahui pada cornu posterior à axon jalan menyilang garis tengah dan naik antara cornu anterius&lateral substansia alba sebagai tractus spinoolivarius à bersinaps dengan neuron orde ketiga (nuclei olivarius inferius) à axon menyilang garis tengah à masuk cerebellum melalui pedunculus cerebelli inferius

4. Memahami dan menjelaskan gangguan kesadaran

Definisi Kesadaran merupakan keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen

dan eferen.Gangguan kesadaran, yaitu keadaan dimana tidak terdapat aksi dan reaksi, walaupun dirangsang secara kasar.

Etiologi

A. Menurut kausa :

1. Kelainan otak

--trauma : komosio, kontusio, laserasio,hematoma epidural, hematoma subdural.

Page 46: Wrap Up Neuro 2

--gangguan sirkulasi :

-- radang : ensefalitis, meningitis.

-- neoplasma : ensefalitis, meningitis.

-- epilepsi : primer, metastatik.

2. Kelainan sistemik

-- gangguan metabolisme dan elektrolit :

hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, uremia, gangguan hepar, hipokalsemia,hiponatremia.

-- hipoksia : penyakit paru berat, kegagalan jantung berat,anemia berat

--toksik : keracunan CO, logam berat, obat, alkohol

B. Menurut mekanisme gangguan serta letak lesi :

-- gangguan kesadaran pada lesi supratentorial.

-- gangguan kesadaran pada lesi infratentorial.

-- gangguan difus (gangguan metabolik).

Klasifikasi dan manifestasi klinis

Tingkat kesadaran : Kompos mentis: sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan.

Pada kompos mentis ini aksi dan reaksi bersifat adekuat yang tepat dan sesuai. Apatis: keadaan pasien yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap

lingkungan. Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur

bangun yang terganggu. Pasien tampak gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-meronta.

Somnolen (letargi, obtundasi, hipersomnia): mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi ransangan tapi saat ransangan dihentikan, pasien tertidur lagi. Pada somnolen jumlah jam tidur meningkat dan reaksi psikologis lambat.

Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan ransangan kuat tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberijawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor reflek kornea dan pupil baik, BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic difus.

Semi koma : penurunan kesadaran yang tidak member respon terhadap ransangan verbal dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tapi reflek kornea dan pupil masih baik.

Koma: penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon terhadap nyeri.

Derajat kesadaran yang paling rendah yaitu koma. Koma terbagi dalam :

Page 47: Wrap Up Neuro 2

Koma supratentorial diensephalik : merupakan semua proses supratentorial yang mengakibatkan destruksi dan kompresi pada substansia retikularis diensefalon yang menimbulkan koma.Koma supratentorial diensephalik dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :- Proses desak ruang yang meninggikan tekanan dalam ruang intracranial

supratentorial secara akut.- Lesi yang menimbulkan sindrom ulkus.- Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal

terhadap batang otak. Koma infratentorial diensefalik, disini terdapat 2 macam proses patologik yang

menimbulkan koma :- Proses patologik dalam batang otak yang merusak substansia retikularis.-Proses diluar batang otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia

retikularis.Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis

mesensefalon mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi baik. Hal ini terjadi akibat perdarahan.Dimana perdarahan di batang otak sering merusak tegmentum pontis dari pada mesensefalon.

Koma bihemisferik difus : terjadi karena metabolism neural kedua belah hemsferium terganggu secara difus. Gejala yang ditimbulkannya yaitu dapat berupa hemiparesis, hemihiperestesia, kejang epileptic, afasia, disatria, dan ataksia, serta gangguan kualitas kesadaran.

Derajat kesadaran lainnya yaitu tidur.Tidur merupakan suatu derajat kesadaran yang berada dibawah keadaan awas-waspada dan merupakan fisiologik yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian tertentu dari substansia retikularis.Tidur secara patologis yaitu keadaan tidur dan berbagai mecam keadaan yang menunjukkan daya bereaksi dibawah derajat awas-waspada, diantaranya letargi, mutismus akinetik, stupor, dan koma.Gangguan tidur terdiri atas hipersomnia dan insomnia.Selain dari gangguan tidur diatas, ada juga gangguan tidur fungsional, yaitu diantaranya :

- Somnambulisme, yaitu berjalan dalam keadaan tidur.- Sleep automatism, yaitu berjalan sambil melakukan suatu perbuatan yang

bertujuan dalam keadaan tidur. Misalnya membereskan koper seperti orang yang ingin bepergian tapi dalam keadaan tidur.

- Kekau, yaitu berbicara dalam keadaan tidur yang biasanya terkait dengan mimpi.- Kejang nokturnus atau mioklonus nokturnus, yaitu saat tidur, ia terbangun

kembali karena anggota geraknya berkejang sejenak.- Paralisis nokturnus, yaitu perasaan lumpuh seluruh tubuh yang dialami sebagai

kenyataan dan menghilang serentak saat mata dapat dibuka.

Patofisiologi gangguan kesadaran

Lesi Supratentorial

Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses terse-but

Page 48: Wrap Up Neuro 2

maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang di akibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang otak.gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai dengan gejala gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma meseisefalon bahkan sindroma ponto meduler dan deserebrasi.Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus singuli di kolong falks

serebri,herniasi transtentoril dan herniasi unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii.

Lesi infratentorialPada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik

Diagnosis penurunan kesadaranDiagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:- AnamnesisDalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut didapat,

biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu berada bersama penderita. Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit, riwayat trauma, riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat kelainan kejiwaan. Dari anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam mendiagnosis penderita dengan kesadaran menurun1.

- Pemeriksaan fisik umumDalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:Tanda vitalPemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan tentang

sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.Bau nafasPemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang disebabkan penyakit

hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal atau fruity smell yang disebabkan karena ketoasidosis.

Pemeriksaan kulitPada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati dan

stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.

KepalaPerhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.LeherPerhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,

kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka). Toraks/ abdomen dan ekstremitasPerhatikan ada tidaknya fraktur.- Pemeriksaan fisik neurologisPemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik2.

Page 49: Wrap Up Neuro 2

Umum- Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma- Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral- Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas seizure)

atau tetani (spontan, spasmus otot lama). Level kesadaranDitentukan secara kualitatif dan kuantitatif.- Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)- Kuantitatif (menggunakan GCS)

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCSdisajikan dalam simbol E?V?M?. Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 - 15 = CKR (cidera kepala ringan) GCS : 9 - 13 = CKS (cidera kepala sedang) GCS : 3 - 8 = CKB (cidera kepala berat)

PupilDiperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya- Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik. Pupil

reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-), dicurigai suatu koma metabolik- Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.- Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat kolinergik.- Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.- Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi global, keracunan

barbiturat. Funduskopi Refleks okulosefalik (dolls eye manuevre) Refleks okulo vestibuler Refleks kornea Refleks muntah Respons motorik

Page 50: Wrap Up Neuro 2

Refleks fisiologik dan patologik- Pemeriksaan penunjang2

Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah, juga untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa.

Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton, faal hati, faal ginjal dan elektrolit.

Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung. Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG, foto toraks dan

foto kepala.

Diagnosis BandingDiagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasi saraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.Pola pernafasanMengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis gangguan.

1. Respirasi cheyne stokePernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi apnoe. Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan batang otak masih baik 2. Respirasi hiperventilasi neurogen sentralPernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan pons). Ambang respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah, pH meningkat dan ada hipoksia ringan. Respirasi apneustikTerdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1-11/2 per menit kemudian diikuti oleh pernafasan kluster.3. Respirasi klusterDitandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya terjadi pada kerusakan pons varolii.4. Respirasi ataksik (irregular)Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya. Kerusakan terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.

Pergerakan spontan

Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat. Pergerakan abnormal seperti twitching, mioklonus, tremor merupakan petunjuk gangguan toksik/ metabolik. Apabila tampak pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai bawah rotasi keluar menunjukkan defisit fokal motorik).Komponen brain stem dari ARAS masih baik bila tampak mengunyah, berkedip dan menguap spontan dan dapat membantu lokalisasi penyebab koma.Pemeriksaan saraf kranialJika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak asimetrik dicurigai lesi struktural. Umumnya pasien koma dengan reflek brain stem normal maka menunjukkan kegagalan kortikal difus dengan penyebab metabolik. Obat-obatan seperti barbiturat, diphenylhydantion, diazepam, antidepresan trisiklik dan intoksikasi etanol dapat menekan refleks okular tetapi

Page 51: Wrap Up Neuro 2

refleks pupil tetap baik. Impending herniasi ditandai oleh pola pernafasan tidak teratur, pupil miosis dan refleks pupil menurun.Repons motorik terhadap stimuliDefisit fokal motorik biasanya menunjukkan kerusakan struktur, sedangkan dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada kelainan metabolik toksik atau kerusakan struktural. Gerakan-gerakan abnormal seperti tremor dan mioklonus sering terjadi pada gangguan metabolik toksik.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan harus dilakuakan dengan cepat dan tepat , terapi bertujuan untuk

mempertahankan homeostasis otak agar fungsi dan kehiduapan neuron terjaminTerapi gangguan kesadaran:

1. Resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi:a. Memperbaiki jalan nafas berupa pembersihan jalan nafas, shiffing position,

artificial airwayb. Pernafasan buatan:

- Dari mulut ke mulut- Balon ke masker- Mesin pernafasan otomatis

c. Peredaran darah-kompresi jantung dari luar dengan tanganKompresi jantung dari luar dengan alat

d. Obat-obatanObat-obatan yang digunakan secara intravena: Epinefrin , Bikarbonas , Dexametason, Glukonas kalsikus

e. Resusitasi otakf. Pemeriksaan Elaektro KardioGram: untuk mendiagnosis apakah terhentinya

peredaran darah karena asistol , fibrilasi, ventrikel atau kolaps kardiovaskularg. Obat anti konvulsan bila kejangh. Intensif care

Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan.Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu umum dan khusus.Umum

Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang meningkat.

Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.

Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.

Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan elektrokardiogram (EKG).

Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).

Page 52: Wrap Up Neuro 2

Khusus Pada herniasi Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg. Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit

kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan

4-6 mg setiap 6 jam. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural hematom,

konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi. Pengobatan khusus tanpa herniasi Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti. Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan pungsi lumbal

(LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid.

Komplikasi- Disregulasi- Disfungsi otak- Kegagalan fungsi tubuh

PrognosisSesuai dengan tingkat penurunan kesadaran , gangguan kesadaran Coma memiliki

tanda-tanda reaksi yang paling rendah atau tidak mengalami reaksi sama sekali , sehingga memiliki prognosis yang lebih buruk daripada penurunan kesadaran lain.

5. Memahami dan menjelaskan Bell’s Palsy

Definisi Bell’s palsyPada penderita Bell’s palsy, terjadi unilateral facial paralysis yaitu kelumpuhan otot wajah yang terjadi hanya pada satu sisi saja.  Kejadian ini dapat terjadi secara dramatis namun bersifat self-limiting, (bisa sembuh dengan sendirinya), dan hanya sementaraEtiologi Bell’s palsy

Penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui, namun insiden penyakit lebih tinggi pada ibu hamil dan orang dengan diabetes. Diduga juga penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus herpes simplex tipe 1 DNA.

Walaupun penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui, namun pada beberapa kasus pasien bell palsy mengalami penyakit sebelumnya, seperti:

a. Otitis media akutb. Perubahan tekanan atmosfir yang tiba-tiba (misalnya saat menyelam atau terbang)c. Terpapar dengan suhu dingin yang ekstrimd. Infeksi lokal dan sistemik (dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur)e. Multiple sclerosisf. Iskemik pada syaraf di dekat foramen stylomastoid

Epidemiologi Bell’s palsyBell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan

Page 53: Wrap Up Neuro 2

tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat

Patofisiologi Bell’s palsyPara ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut

pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental.

Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.

Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.

Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Page 54: Wrap Up Neuro 2

Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.

Manifestasi klinis Bell’s palsyKelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus

Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesiKelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih baik.

b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis)Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi

c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatumGejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis

d. Lesi setinggi ganglion genikulatumGejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi)

e. Lesi di porus akustikus internusGangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.

Page 55: Wrap Up Neuro 2

Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.

Otot-otot wajah satu sisi lumpuh sehingga wajah menjadi miring/mencong, kelopak mata tidak dapat menutup sehingga bola mata akan berair terus-menerus, sebaliknya akan kering di malam hari (jika tidur). Kesulitan berbicara dapat terjadi akibat mulut/bibir yang tertarik ke satu sisi. Kadang-kadang kemampuan mengecap/merasa juga terganggu dan suara-suara terdengar lebih keras di satu sisi yang terkena.

Kelemahan pada otot-otot ekspresi wajah dan ptosis. Wajah seperti terjatuh dan tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna dan dapat menyebabkan keruaakan pada conjunctiva dan cornea.

1. Pada paralisis partial, wajah sebelah bawah umumnya lebih sering terkena. 2. Pada kasus yang parah, seringkali terdapat hilangnya kemampuan

pengecapan pada lidah bagian depan dan intoleransi terhadap suara nada tinggi atau volume suara tinggi. Dapat menyebabkan dysarthria ringan dan kesulitan saat makan.

Sistem yang paling sering digunakan untuk menggambarkan derajat paralysis adalah skala House-Brackmann, dimana 1 adalah kekuatan normal 6 adalah paralisis total.

Adalah penting untuk mengetahui apakah lesinya terdapat pada upper motor neurone (UMN) atau pada lower motor neurone (LMN) untuk membantu mengetahui kelainan penyebabnya.

Pada suatu lesi LMN pasien tidak dapat mengerutkan dahinya – jalur komun ikasi akhir ke otot-otot mengelami kerusakan. Lesinya bisa terjadi pada pons, atau di luar batang otak (fossa posterior, canalis osseosa, telinga tengah ataupun diluar tulang tengkorak).

Pada lesi UMN, otot-otot wajah sebelah atas sebagian tidak terganggu karena jalur alternatif di batang otak sehingga pasien dapat mengerutkan dahinya (kecuali lesinya bilateral) sehingga kerutan-kerutan wajah yang terlihat pada lower motor neurone palsies tidak terlalu mencolok. Tampaknya terdapat jalur yang berbeda antara pergerakan volunter adn emosional.

CVA's biasnya melemahkan pergerakan volunter seringkali tidak menganggu pergerakan involunter (cth. Tersenyum spontan). Yang jauh lebih jarang kehilangan

Page 56: Wrap Up Neuro 2

selektif dari pergerakan emosional yang dikenal dengan paralisa mimik dan biasanya dikarenakan oelh lesi pada frontal atau thalamus.

Diagnosis Bell’s palsy

Diagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN. A. Pemeriksaan Fisis Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas normal.

B. Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal.C. Pemeriksaan Radiologi Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Berll’s palsy maka pemeriksaan radiologi tidak dip[erlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bell’s palsy umumnya akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan pencitraan mungkin akan membantu. MRI mungkin dapat menunjukkan adanya tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien ada riwayat trauma CT Scan harus dilakukan.

Diagnosis bandingKondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid ataupun telinga tengah, Guillen Barre syndrome

PenatalaksanaanMelindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa, memijat otot-otot yang lemah dan mencegah kendornya otot-otot di bagian bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum Belum ada bukti yang mendukung bahwa tindakan pembedahan efektif terhadap nervus fasialis, bahkan kemungkinan besar dapat membahayakan. Pemberian kortikosteroid (prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bell’s palsy. Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga

Page 57: Wrap Up Neuro 2

diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.

KomplikasiKira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga tampak seperti air mata buaya (crocodile tears).

PrognosisPrognosis pasien dengan bell’s pa;sy memiliki 3 kelompok, yaitu kelompok 1) 85% pasien memiliki kesembuhan sempurna. 2) 10 % pasien memiliki kesembuhan yang tidak sempurna dimana masih terdapat kelumpuhan pada wajah, 3) pasien dengan perawatan khusus dimana tidak ada kesembuhan setelah fisioterapi diduga adanya tumor atau kasus lain penyebab bell palsy.Peningkatan factor resiko buruknya prognosis dari penyakit ini terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan dengan cepat setelah mendapatkan bell spasy, kehamilan dengan paralisis wajah.

6. Memahami dan menjelaskan stroke

DefinisiStroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi

otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).

Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembantasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak.

3.2 Klasifikasi dan EtiologiDikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).

1)Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: Stroke iskemik Transient Ischemic Attack (TIA) Trombosis serebri Emboli serebri Stroke hemoragik Perdarahan intraserebral Perdarahan subarakhnoid

2)Berdasarkan stadium:o Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

o RIND

Page 58: Wrap Up Neuro 2

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu, 72 jam.

o Stroke in evolutionGejala neurologik yang makin lama makin berat

o Completed strokeGejala klinis sudah menetap

3)Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah): Tipe karotis Tipe vertebrobasiler

3.3 Etiologi StrokeStroke Iskhemik

Gambar 8. Stroke Iskhemik Emboli atherosklerosis pada arteri otak (pembentukan plak/deposisi lemak pada

pembuluh darah) hiperkoagulabilitas darah, peningkatan kadar platelet, thrombosis

Stroke HemoragikStroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekankan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :

Aneurisma , yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.

Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti

payudara, kulit, dan tiroid. Cerebral amyloid angiopathy , yang membentuk protein amiloid dalam dinding

arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin). Overdosis narkoba, seperti kokain.

3.4 Epidemiologi Stroke

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok

Page 59: Wrap Up Neuro 2

usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009). Di Indonesia, menurut SKRT th 1995, stroke termasuk penyebab kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan jantung iskemik. Di dunia, menurut SEAMIC Health Statistic 2000, penyakit serebrovaskuler seperti jantung koroner dan stroke berada di urutan kedua penyebab kematian tertinggi di dunia. Secara umum, 85% kejadian stroke adalah stroke oklusif, 15 % adalah stroke hemoragik

Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006).

1) Non modifiable risk factors :a) Usiab) Jenis kelamin c) Berat badan lahir rendah d) Ras/etnis e) genetik

2) Modifiable risk factorsa) Well-documented and modifiable risk factors

i) Hipertensi ii) Paparan asap rokok iii) Diabetes iv) Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu v) Dislipidemia vi) Stenosis arteri karotisvii) Sickle cell diseaseviii) Terapi hormonal pasca menopauseix) Diet yang buruk x) Inaktivitas fisikxi) Obesitas

b) Less well-documented and modifiable risk factors i) Sindroma metabolikii) Penyalahgunaan alkohol iii) Penggunaan kontrasepsi oral iv) Sleep-disordered breathing v) Nyeri kepala migren vi) Hiperhomosisteinemiavii) Peningkatan lipoprotein (a)viii) Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase ix) Hypercoagulability x) Inflamasi xi) Infeksi

3.5 Klasifikasi StrokeStroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Page 60: Wrap Up Neuro 2

1. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. 3. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh

karena adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak. 2. Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid

(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

3.6 Patofisiologi Stroke

Patofisiologi

Stroke IskemikIskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darahb. Pengurangan O2c. Kegagalan energid. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ionb. Spreading depression

Tahap 3 : InflamasiTahap 4 : Apoptosis

Page 61: Wrap Up Neuro 2

Proses

patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

Stroke Hemoragik

3.7 Gejala klinikBerdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

Page 62: Wrap Up Neuro 2

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik

2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

Pasien bisa datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien dapat dalam keadaan koma dalam sehingga penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke.

Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi otak, yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan pada gejala, kecuali pada hemoragik sering ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama saat bekerja.

(IPD jilid 3)

Tanda utama stroke atau Cerebrovaskular Accident (CVA) adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif atau menetap. Aktivitas kejang biasanya bukan merupakan gambaran stroke.

Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, bingung mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi dan nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas.

(patofisiologi, jilid 2)

3.8 Diagnosis

o AnamnesisPokok manifestasi stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia, afasia, disartria dan hamianopia. Semantik memduduki tempat penting dalam anamnesa. Dalam anamnesa kita harus dapat mengerti maksud kata-kata yang diucapkan pasien dalam menggambarkan gejala yang dideritanya

o Pemeriksaan fisikPertama pemeriksaan ketangkasan gerak. Pada penderita stroke pasti terjadi gangguan ketangkasan gerak. Namun, kita perlu membedakan dengan gangguan

Page 63: Wrap Up Neuro 2

ketangkasan akibat lesi pada serebelum. Pada penderita stoke gangguan ketangkasan gerak akan disertai gangguan upper motoneuron yang berupa :

- Tonus otot pada sisi yang lumpuh meninggi.- Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh.- Refleks patologik positif (misal refleks Babinski, Chaddocck dan Oppenheim

pada sisi yang lumpuh.Jika lesi pada serebelum maka gangguan ketangkasan tidak disertai gangguan upper motoneuron. Kedua diagnosa klinis stroke. Pada penderita stroke, terjadi kerusakan pada beberapa atau salah satu arteri yang ada di otak. Kerusakan salah satu arteri akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda sebagaimana yang telah dijelaskan ada patofisiologi strokeo pemeriksaan laboratorium o CT SCAN atau MRI

- CT SCANCT telah merevolusi diagnosis dan penanganan stroke. Pemeriksaan CT membantu kita membedakan stroke iskemik dari stroke hemoragik. Dengan CT kita dapat menentukan lokalisasi infark, pendarahan, dan menyingkirkan penyebab lain seperti tumor, hematoma subdural yang dapat menyerupai gejala infark atau pendarahan di otak. Pemeriksaan CT dengan kontras dapat menditeksi malformasi vaskuler dan aneurisma. Gambaran dari potongan CT scan kepala memperlihatkan dengan jelas kelainan- kelainan organ kepala dan ekstensinya. Beberapa garis penting yang diketahui adalah:

Orbitomeatal line (OM line) Anthropological base line(German plane) Reid base line (infraorbito meatal line) Supraorbitomeatal line(SM line)

Potongan lain yang dipergunakan adalah coronal section yang sejajar dengan submentovertex line. Pemberian zat kontras untuk melihat adanya enchancement dipergunakan untuk menilai pembuluh darah, meningen, parenkim, otak.CT scanner yg ada dipakai 2 tipe: Head CT scan& Whole body CT scanGambaran CT scan pada kelainan intracranial:Densitas lesi dibagi atas pada window level normal

High density ( hiperdens ), bila densitas lesi lebih tinggi dari pada jaringan sekitarnya

Isodensity ( Isodens ), bila densitas lesi sama dengan jaringan sekitar Low density ( hipodens ) memperlihatkan gambaran CT scan dengan

nilai absorbs rendah seperti pada infarkKelainan yang ditemukan pada CT scan kepala terbagi atas :

Tumor otak Kelainan cerebrovaskular

Terbagi atas : Hemoragi intraserebral oleh hipertensi

Terjadi akibat pecahnya mikroaneurisme arteri - arteri kecil.Pada CT scan tampak area hiperdens homogen .Pemeriksaan CT scan dilakukan 2 minggu sejak onset serangan tampak gambaran enchancement berbentuk cincin di daerah perifer hematom menetap selama satu bulan.

Page 64: Wrap Up Neuro 2

Pada stadium kronis hematom menjadi hipodens yang berbatas tegas karena hematomnya telah diserap.

Infark serebriDisebabkan oleh oklusi pembuluh darah serebral , hingga terbentuk nekrosis iskemik jaringan otak, penyebabnya terbagi atas trombosis dan emboli. Pada stadium awal sampai 6 jam sesudah onset tak tampak kelainan pada CT scan. Baru tampak terlihat sesudah 4 hari , area hipodens

Aneurisma Malformasi arteriovenosus

Trauma kepala Anomaly Penyakit infeksi Atrofi serebral atau penyakit – penyakit degenerative

- MRIMRI Mempunyai banyak keunggulan dibandingkan CT dalam mengevaluasi stroke. Ia lebih sensitive mediteksi infark, terutama di batang otak dan serebelum. Pada tiap pasien dengan stroke atau TIA seharusnya dilakukan pemeriksaan CT atau MRI. Mri mempunyai keunggulan bagi pasien dengan iskemia vertebrobasiler atau infark yang kecil yang letaknya dalam.

Gambar 9. CT Scan Acute Stroke

Page 65: Wrap Up Neuro 2

Gambar 10. MRI Acute Stroke Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus

stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut.

Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.

Anamnesis - Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian

mengisyaratkan stroke emblus- Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya- Riwayat TIA- Faktor resiko, terutama hipertensi, fibriliasi atrium, diabetes, merokok dan

pemakaian alkohol- Pemakaian obat, terutama kokain- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.

Evaluasi klinis awalPasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap yang berfokus pada sistem berikut :

1. Sistem pembuluh perifer. Lakukan auskultasi pada arteri karotis untuk mencari adanya bising dan periksa tekanan darah di kedua lengan untuk diperbandingkan

2. Jantung. Perlu dilakukan pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai dengan auskultasi jangtung dan EKG. Murmur dan disritmia merupakan hal yang harus dicari, karena pasien dengan fibrilasi atrium, infark miokard atau penyakit katup jantung dapat mengalami embolusobstruktif

3. Retina. Periksa ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan retina, kelainan diabetes

4. Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda-tanda embolus perifer

5. Pemeriksaan neurologik. Sifat intactness diperlukan untuk mengetahui letak dan luas suatu stroke.

Teknik pencitraanKemajuan dalam teknologi CT dan MRI telah sangat meningkatkan derajat

keakuratan diagnosis stroke iskemik akut. Apabila dilakukan kombinasi pemeriksaan CT perfusi dan angiografi CT dalam 24 jam setelah awitan stroke, maka terjadi peningkatan derajat akurasi dalam penentuan lokalisasi secara dini, lokalisasi vaskular dan diagnosis etiologi.

Page 66: Wrap Up Neuro 2

3.9 PenatalaksanaanSTADIUM AKUTPada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

Stroke Iskemik

Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) di- atasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekananμ darah sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan

Page 67: Wrap Up Neuro 2

umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

Stroke Hemoragik

Terapi umumPasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khususNeuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

STADIUM SUBAKUTTindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.

Page 68: Wrap Up Neuro 2

Terapi fase subakut:- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,- Penatalaksanaan komplikasi,- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,

terapi kognitif, dan terapi okupasi, - Prevensi sekunder- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Penanganan Oedem OtakKematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya oedem otak. Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai berikut:a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.c. Pemberian osmoterapi yaitu:

1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.

2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10% intravena 10ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)

3. Furosemide 1 mg/kg BB intravenad. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2= 29-

35 mmHge. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral

dengan pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena

disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi

3.10 Komplikasi Komplikasi stroke dibagi 3:a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)

1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi,dan akhirnya menimbulkan kematian.

2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awalb. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)

1. Pneumonia : akibat immobilisasi lama2. Infark miokard3. Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali pada saat

penderita mulai mobilisasi4. Stroke rekuren : dapat terjadi setiap saat

c. Komplikasi jangka panjangStroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer

Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu :a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi

Page 69: Wrap Up Neuro 2

b. Penurunan darah serebralc. Embolisme serebral

3.11 PrognosisSetelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat.

Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut : 1/3 bisa pulih kembali 1/3 mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang 1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita

terus-menerus di kasur

Hanya 10-15% penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita stroke menjadi stres akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke.

7. Memahami dan menjelaskan kewajiban suami-isteri dalam berumahtangga menurut Islam

Adapun kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:1.  Kewajiban materiil atau disebut al-Huquq al-Maddiyah2.  Kewajiban immateriil atau disebut  al-Huquq gairu al-Maddiyah

Yang termasuk kewajiban materiil:1.  Kewajiban materiil yang hanya sekali ditunaikan oleh suami untuk isterinya yaitu mahar.2.  Kewajiban materiil yang bersifat continue sepanjang ikatan perkawinan masih berjalan. Kewajiban materiil yang bersifat continue ini dapat diklasifikasikan kepada dua kategori:

A.  NAFAKAHSuami wajib memberi nafakah kepada isterinya yang meliputi: 1. Pangan, yaitu kebutuhan makanan, minuman, lauk pauk sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dengan segala rangkaiannya2. Pakaian,  yaitu segala yag diperlukan untuk menutup dan memelihara tubuh isteri dari panas, dingin, dan menjaga harga diri menurut yang pantas.3. Pengobatan, yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara kesehatan jasmani isteri dan pengobatan di waktu sakit, melahirkan dsb.

B.SUKNASuami diwajibkan menyediakan dan menyelenggarakan rumah tempat tinggal bersama isterinya menurut yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya, lengkap dengan peralatan yang diperlukan. Rincian kewajiban sukna ini meliputi:1. Papan, yaitu rumah tempat berteduh dan bertempat tinggal, baik milik sendiri, menyewa atau dengan cara lain. Suami wajib menyediakan tempat tinggal untuk isteri

Page 70: Wrap Up Neuro 2

dan anak-anaknya dan isteri pada dasarnya wajib mengikuti domisill suami atau bertempat tinggal sesuai hasil permusyawaratan suami isteri2. Peralatan, yaitu segala peralatan yang diperlukan untuk rumah tangga, meiiputi peralatan ruang tamu, peralatan ruang tidur, peralatan dapur, dsb.3. Pelayanan, yaitu menyediakan tenaga atau pembantu untuk melayani kebutuhan isteri apabila suami mampu dan isteri termasuk orang yang pantas memiliki pelayan dengan melihat kebiasaan keluarganya atau isteri karena kondisinya memerlukan pelayan. Tetapi apabila suami tidak mampu maka ia tidak wajib menyediakannya.

Kewajiban nafakah termasuk tamlik, artinya apa yang diberikan oleh suami kepada isterinya menjadi milik bagi isteri dan suami tidak boleh meminta kembali apabila terjadi perceraian. Adapun kewajiban sukna termasuk imta’ artinya untuk diambil kesenangan dan manfaatnya, tidak diberikan menjadi milik isteri.

Page 71: Wrap Up Neuro 2

Daftar pustaka

Misbach, Jusuf. 1999. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Balai Penerbit FKUI: Jakarta

Uddin, Jurnalis. 2009. Anatomi Susunan Saraf Manusia. Universitas Yarsi: Jakarta

Putz & Pabst. 2005. Sobotta Atlas Anatomi Manusia jilid 1-2. Edisi 21. EGC Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta

Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta

Lumbantobing, SM. 2011. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Kewajiban Suami Terhadap Isteri, diunduh 12 Desember 2012 dari: http://www.makalahkuliah.com/2012/06/kewajiban-suami-terhadap-isteri.html