repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1943... · web view...
Post on 26-Feb-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI PENGARUH KONSENTRASI KOH DAN LAMA EKSTRAKSITERHADAP KARAKTERISTIK KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT
(Eucheuma cottonii)
Oleh
ST. FATIMAH MUSTAMING 611 08 003
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012
STUDI PENGARUH KONSENTRASI KOH DAN LAMA EKSTRAKSI
TERHADAP KARAKTERISTIK KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT
(Eucheuma cottonii)
Oleh
ST. FATIMAH MUSTAMIN
G 611 08 003
SKRIPSISebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada
Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : STUDI PENGARUH KONSENTRASI KOH DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii)
NAMA : ST. FATIMAH MUSTAMIN
STAMBUK : G 611 08 003
PROGRAM STUDI : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN : TEKNOLOGI PERTANIAN
Disetujui,
1. Tim Pembimbing
Februadi Bastian, STP., M.Si Prof. Dr. Ir. Hj. Meta MahendradattaPembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana
Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.ScNIP. 19570923 198312 2 001 NIP. 19430717 196903 2 001
Tanggal Lulus : 2012
St. Fatimah Mustamin (G61108003) Studi Pengaruh Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi terhadap Karakteristik Karagenan dari Rumput Laut (eucheuma cottonii). Dibawah bimbingan Februadi Bastian dan Meta Mahendradatta.
ABSTRACT
Eucheuma cottonii is one of the carrageenan-producing red algae species it is often found in the waters of Indonesia. Carrageenan production is currently produced mostly semirefine carrageenan (SCR) which in chips form or powder. It is not yet as refined carrageenan. The objective of this research was to produce refined carrageenan by alkali extraction process. The extraction process used KOH with the concentration of 5%, 10%, and 15%. The extraction time was 15 and 18 hours.
The results showed that treatment of 10% KOH treatment 18 hours (a2b2) produced yield of 30.05%, moisture content of 11.98%, ash content of 31.29%, viscosity of 16cp, and fiber content of 3.30%. The treatment of KOH gave a significent difference of all parameters, on the other hard, the extraction time did not affect the characteristic of the carrageenan.
Key words : Carrageenan, Eucheuma cottonii, seaweed
St. Fatimah Mustamin (G61108003) Studi Pengaruh Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi terhadap Karakteristik Karagenan dari Rumput Laut (eucheuma cottonii). Dibawah bimbingan Februadi Bastian dan Meta Mahendradatta.
RINGKASAN
Eucheuma cottonii merupakan salah satu spesies ganggang merah penghasil karagenan yang banyak dijumpai di perairan Indonesia. Produksi karagenan saat ini kebanyakan menghasilkan semirefine carrageenan(SCR) yang terbentuk chips atau serbuk belum mendapatkan refine carrageenan. Oleh karena itu pada penelitian ini berupaya untuk menghasilkan refine carragenan yang dilakukan melalui proses ekstraksi alkali. Proses ekstraksi karagenan menggunakan pelarut KOH dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan lama ekstraksi 15, 18 jam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perlakuan KOH 10% 18 jam (A2B2) menghasilkan rendemen 30,05%, kadar air 11,98%, kadar abu 31,29%, viskositas 16cp, kadar serat 3.30%. Hasil analis akhir memperlihatkan erlakuan KOH berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, rendemen, viskositas, dan kadar serat sedangkan perlakuan waktu ekstraksi tidak mempengaruhi proses ekstraksi terhadap karakteristik karagenan yang dihasilkan.
Kata Kunci : Karagenan, Eucheuma cottoni, Rumput Laut
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Sang Maha Kuasa Pencipta
Semesta Alam, hanya kepadaNya penulis selalu memohon berkah dan
perlindungan. Sembah sujud sebagai ungkapan rasa syukur atas segala
Rahmat dan Hidayah serta nikmat kesehatan yang diberikanNya sehingga
penulis mampu menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan
walaupun berbagai hambatan dan tantangan penulis hadapi, akan tetapi
penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa semua ini adalah ridho
Allah SWT. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar kesarjanaan pada jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin Makassar.
Penyusun karya tulis ini saya persembahkan kepada kedua Orang
tua Ayahanda Drs. H. Mustamin, MM dan Ibunda Hj. Nelly, SKM,
saudara saya Muhammad Irfan Mustamin, SH dan keluarga yang
senantiasa memberikan bantuan serta mencurahkan cinta dan kasih
sayangnya. Penyusun karya tulis ini, juga tidak terlepas dari bantuan yang
telah diberikan oleh banyak pihak, baik bantuan materi maupun non
materi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Februadi Bastian, STP., M.Si dan Prof. Dr. Ir. Hj. Meta Mahendradatta
atas selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi
2. Selaku penguji Ir. Nandi K. Sukendar, M.App.Sc dan
Dr. Ir. Jumriah Langkong, MP yang ikhlas meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan, masukan dan petunjuk dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Teknologi Pertanian yang telah membekali
ilmu pengetahuan serta mendidik penulis.
4. Kepada Kakanda Suhartono Arifin, STP yang selalu memberikan
semangat dan motifasi sampai skripsi ini tersusun sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi di Universitas Hasanuddin.
5. Sahabat seperjuangan “Tekpert08”, dan sahabat tersayang
Nusyahbania STP, Dian Ayu Utami STP, Nilarisa Meganita,
Andi Suciati, Mifraitmaannah. Teman seperjuangan penelitian Rachmi
Hatta STP, Meilty Christy Ishak STP, Eni F STP, Reskiaty W.A STP,
Ahmad Igfar. Kepada kanda Yazid STP,
6. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
tetapi disadari bahwa kesalahan merupakan motivasi dan langkah
untuk menuju keberhasilan, oleh karena itu saran dan kritik
membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Selain itu penulis
juga berharap semoga skripsi ini dapat digunakan bagi yang
memerlukannya.
WassalamMakassar, Juli 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP PENULIS
St. Fatimah Mustamin lahir di Ujung
Pandang pada Tanggal 29 Desember 1990.
Penulis merupakan anak kedua dari pasangan
H. Mustamin dan Hj. Nelly dan memiliki dua
orang saudara yaitu Muh. Irfan Mustamin dan
Muh. Ikramullah Mustamin.
Pendidikan formal yang pernah dijalani
adalah :
1. TK Departemen Agama (DEPAG) . Jeneponto. Tahun 1995-1996
2. Sekolah Dasar Negeri 48 Bontosunggu Kota. Jeneponto. Tahun 1996-2002.
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Makassar. Tahun 2002-2005.
4. Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Binamu. Jeneponto. Tahun 2005-2008.
5. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
Makassar, tahun 2008-2012
Selama menjadi mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas
Hasanuddin, penulis aktif sebagai dalam organisasi Himpunan Mahasiswa
Teknologi Pertanian (Himatepa UH).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI………………………………………………………………...ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................xiii
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang.......................................................................1
b. Rumusan Masalah.................................................................4
c. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian..........................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Rumput Laut ..........................................................................5
II.2 Eucheuma Cottonii.................................................................9
II.3 Karagenan .............................................................................11
II.3.1 Kelarutan .....................................................................16
II.3.2 Viskositas .....................................................................18
II.3.3 Kekuatan Gel ……………………...................................19
II.3.4 Pembentukan Gel ........................................................20
II.4 Ekstraksi Karagenan..............................................................22
III. METODE PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat ...............................................................28
III.2 Alat dan Bahan......................................................................28
III.3 Prosedur Penelitian...............................................................28
III.3.1 Ekstraksi Karagenan....................................................28
III.4 Parameter Pengamatan........................................................30
III.4.1 Metode Analisa Pengamatan ......................................30
III.4.1.1 Kadar Air........................................................30
III.4.1.2 Kadar Abu......................................................30
III.4.1.3 Viskositas.......................................................31
III.4.1.4 Rendemen......................................................32
III.4.1.5 Kadar Serat ...................................................32
III.5 Rancangan Percobaan.........................................................32
III.6 Pengolahan Data .................................................................33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Rendemen............................................................................35
IV.2 Kadar Air...............................................................................38
IV.3 Kadar Abu ............................................................................40
IV.4 Viskositas .............................................................................42
IV.5 Kadar Serat ..........................................................................44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan............................................................................47
V.2 Saran.....................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................48
LAMPIRAN.........................................................................................52
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media pelarut....... 17
2. Stabilitas karagenan dalam berbagai media pelarut.............. 19
3. Standar mutu karagenan........................................................ 22
4. Unit-unit monomer karagenan................................................ 24
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Rumput Laut........................................................................... 10
2. Struktur molekul kappa karagenan......................................... 12
3. Struktur molekul Iota Karagenan............................................ 13
4. Struktur molekul lamda Karagenan........................................ 15
5. Ekstraksi karagenan rumput laut (Eucheuma cottonii) …... 34
6. Pengaruh penambahan KOH dan waktu ekstraksi terhadap rendemen karagenan murni (refined carragenan) yang dihasilkan..................................................
36
7. Pengaruh penambahan KOH terhadap rendemen karagenan yang dihasilkan ...................................................
36
8. Pengaruh penamban KOH dan waktu ekstraksi terhadap kadar air karagenan murni (refined carragenan) yang dihasilkan
39
9. Pengaruh penamban KOH dan waktu ekstraksi terhadap kadar abu karagenan murni (refined carragenan) yang dihasilkan
41
10. Pengaruh penambahan KOH terhadap kadar abu karagenan yang dihasilkan ...................................................
41
11. Pengaruh penamban KOH dan waktu ekstraksi terhadap viskositas karagenan murni (refined carragenan) yang dihasilkan ……………………………………………………..
43
12. Pengaruh penamban KOH dan waktu ekstraksi terhadap kadar serat karagenan murni (refined carragenan) yang dihasilkan
45
13. Pengaruh penambahan KOH terhadap kadar serat karagenan yang dihasilkan ...................................................
45
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Perhitungan Analisa Rendemen1.1 Rekapitulasi hasil analisa rendemen karagenan ……..1.2 Tabel hasil analisa sidik ragam pengaruh berbagai
perlakuan terhadap hasil analisa rendemen pada karagenan murni (refined carragenan) ………………...
1.3 Data rekapitulasi pengaruh konsentrasi KOH terhadap rendemen …………………………………………………
1.4 Uji Lanjut Duncan pengaruh konsentrasi KOH terhadap rendemen...................................................................................................................................................
52
52
53
53
2. Perhitungan Analisa Kadar Air2.1 Rekapitulasi hasil analisa kadar air karagenan ………2.2 Tabel hasil analisa sidik ragam pengaruh berbagai
perlakuan terhadap hasil analisa kadar air pada karagenan murni (refined carragenan)………………....
54
54
3. Perhitungan Analisa Kadar Abua. Rekapitulasi hasil analisa kadar abu karagenan ……..b. Tabel hasil analisa sidik ragam pengaruh berbagai
perlakuan terhadap hasil analisa kadar abu pada karagenan murni (refined carragenan) ………………
c. Data rekapitulasi pengaruh konsentrasi KOH terhadap kadar abu ………………………………………
d. Uji Lanjut Duncan pengaruh konsentrasi KOH terhadap kadar abu ……………………………………...
55
55
56
56
4. Perhitungan Analisa Kadar Serat4.1Rekapitulasi hasil analisa kadar serat karagenan …….4.2Tabel hasil analisa sidik ragam pengaruh berbagai
perlakuan terhadap hasil analisa kadar serat pada karagenan murni (refined carragenan) …………………
4.3Data rekapitulasi pengaruh konsentrasi KOH terhadap kadar serat ………………………………………………...
4.4Uji Lanjut Duncan pengaruh konsentrasi KOH terhadap kadar serat ……………………………………..
57
57
58
58
5. Perhitungan Analisa Viskositas5.1 Rekapitulasi hasil analisa viskositas karagenan …… 59
6. Rumput Laut (Eucheuma cottonii) …………………………. 59
7. Perlakuan Alkali (Pencampuran NaOH, akuades) ................ 60
8. Gambar Proses Penghancuran ............................................. 60
9. Gambar Proses Ekstraksi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan alkali KOH + akuades …………………………
61
10. Gambar Proses Filtrasi (penyaringan) Menggunakan Kain Saring …………………………………………........................... 61
11. Gambar Proses Penambahan Alkohol 95% hingga berbentuk serat...................................................................... 62
12. Gambar Hasil Endapan.......................................................... 62
13. Tepung Karagenan Setelah Pengeringan.............................. 63
I. PENDAHULUAN
6.1 Latar Belakang
Rumput laut tergolong jenis tanaman yang sederhana atau tingkat
rendah, karena tanaman ini tidak mempunyai akar, batang, maupun daun
sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut
tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir,
batu, dan benda keras lainnya. Rumput laut juga dapat melekat pada
tumbuhan lain secara epitik.
Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu Rhodophyceae
(ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), dan Chlorophyceae
(ganggang hijau), Cyanophyceae (ganggang hijau - biru). Rumput laut
yang sering dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah
karena mengandung agar-agar, karagenan, porpiran, maupun furcelaran
(Idriani, 1999).
Rumput laut memiliki kandungan karbohidrat 39-55% (gula atau
vegetable-gum), protein 17,2-27,13%, sedikit lemak 0,08%, dan abu
1,5% yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan
kalium. Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti
vitamin A, B1, B2, B6, B12, dan C ; betakaroten ; serta mineral, seperti
kalium, kalium fosfor, natrium, zat besi, dan yodium. Beberapa jenis
rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan mineral penting,
seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan dengan sayuran dan buah-
buahan serta mengandung protein yang cukup tinggi, zat-zat tersebut
sangat baik untuk dikonsumsi sehari-hari karena mempunyai fungsi dan
peran penting untuk menjaga dan mengatur metabolisme tubuh manusia.
Kandungan utama yang fungsional rumput laut yang dipakai yaitu agar,
karagenan, dan alginat.
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut penghasil
karagenan, jenis karagenan yang dihasilkan yaitu kappa karagenan yang
mengandung lebih dari 34% 3,6 anhidro-D-galaktosa dan 25% ester
sulfat. Karagenan dibagi menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya
yaitu kappa, iota, dan lambda karagenan. Ketiganya berbeda dalam sifat
gel dan reaksinya terhadap protein. Kappa karagenan menghasilkan gel
yang kuat, sedangkan iota membentuk gel yang halus dan mudah
dibentuk, dan lambda tidak dapat membentuk gel.
Karagenan yaitu senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa
polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis
karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan
Gigartina sp. Polisakrida tersebut tersusun dari sejumlah unit galaktosa
dengan ikatan α (1,3) D-galaktosa dan β (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa
secara bergantian, baik mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat.
Karagenan merupakan komponen fungsional utama dari rumput laut
karagenan, alginat dan agar. Karagenan dimanfaatkan sebagai bahan
penstabil, pengemulsi, pembentukan gel, penetral, serta banyak
digunakan pada industri pangan, contohnya yaitu pada pemanfaatan
indusri makanan yang menghasilkan produk coklat, bakso, sosis, dll.
Pembuatan karagenan ini menggunakan metode ekstraksi
dimana dilakukan pemisahan komponen solute (cair) dan
campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga
pemisah. Proses ekstraksi menggunakan larutan alkali untuk melepaskan
karagenan dari unit intraseluler dan juga untuk memisahkan lemak dan
protein. Setelah itu dilakukan penambahan alkohol yang berfungsi untuk
mengendapkan karagenan.
Saat ini produksi karaginan kebanyakan menghasilkan semirefine
carrageenan (SRC) belum mendapatkan refine carrageenan oleh karena
itu pada penelitian ini berupaya untuk menghasilkan refine karagenan
dengan menggunakan metode alkohol. Pada proses ekstraksi karagenan
dengan metode alkohol digunakan larutan alkali yaitu KOH untuk
memisahkan karaginan dari rumput laut. KOH merupakan salah satu basa
kuat dan bersifat alkali sehingga dapat membantu ekstraksi polisakarida
dari rumput laut dan berfungsi untuk mengkatalisis hilangnya
gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk
3,6-anhidrogalaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan
reaktifitas produk terhadap protein.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk
menetukan berapa persen penambahan KOH lama waktu ekstraksi yang
diperlukan untuk menghasilkan rendemen karagenan yang tinggi serta
memiliki karakteristik yang baik.
6.2 Rumusan Masalah
Produksi karagenan saat ini kebanyakan menghasilkan semirefine
carrageenanan(SCR) yang terbentuk chips atau serbuk. Oleh karena itu,
pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi karagenan menggunakan
metode alkohol yang diawali oleh ekstraksi karagenan dari rumput laut
dengan menggunakan perlakuan alkali KOH, kemudian dilanjutkan
dengan penyaringan untuk memisahkan karagenan dengan selulosanya
kemudian dilanjutkan dengan pengendapan menggunakan alkohol untuk
mendapatkan karagenan murni. Pada penelitian ini akan diketahui berapa
persen penambahan KOH dan berapa lama waktu yang diperoleh selama
proses ekstraksi berlangsung untuk menghasilkan rendemen karagenan
yang tinggi dan karakteristik yang baik.
6.3 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa persen
penambahan KOH dan berapa lama waktu yang diperlukan selama
proses ekstraksi serta untuk mengetahui berapa rendemen yang
dihasilkan dan bagaimana karakteristik karagenan yang dihasilkan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi pada
pengoptimalan rumput laut menjadi produk turunannya untuk
menghasilkan karagenan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Rumput Laut
Perairan indonesia memiliki potensi rumput laut yang sangat besar,
baik dari segi keanekaragaman hayati maupun potensi produksinya.
Potensi rumput laut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan rakyat, dimana rumput laut sudah lama digunakan sebagai
makanan dan obat terutama oleh masyarakat pesisir di negara-negara
Asia-Pasifik. Akan tetapi belum semua potensi rumput laut yang ada
dimanfaatkan secara maksimal. Daerah-daerah penghasil utama rumput
laut di Indonesia adalah laut Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Maluku, NTB, NTT, Jawa Barat, D.I Yogyakarta, Jawa
Timur, Bengkulu dan Lampung (Munaf 2000). Produksi rumput laut
kering di Indonesia sekitar 50.000 ton senilai US$ 25 juta per tahun
(Anonim 2005).
Pembeli terbanyak rumput laut Indonesia adalah Singapura dan
Hongkong. Setelah diolah kemudian negara-negara tersebut mengekspor
ke Amerika Serikat, Perancis dan Denmark. Harga pasaran dunia untuk
produk dari Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan karena kualitas
rumput laut yang diolah masih belum sesuai dengan standar mutu
Internasional. Kandungan air rumput laut Indonesia masih tinggi,
dan masih tercampur dengan benda pengotor seperti pasir, karang, dan
ranting kecil (Angka dan Suhartono 2000). Nilai jual rumput laut akan
lebih tinggi jika diekspor tidak dalam bentuk bahan mentah rumput laut
kering tetapi dalam bentuk hasil olahan, contohnya karagenan.
Penelitian yang dilakukan oleh Van Bosse (1913-1928) melaporkan
bahwa sekitar 555 jenis spesies rumput laut tumbuh di perairan Indonesia
(Basmal 2000). Rumput laut yang telah dimanfaatkan sebagai bahan
makanan ada 61 jenis dan 21 jenis diantaranya dapat dimanfaatkan
sebagai obat tradisional (Anggadiredja 1992). Rumput laut yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi dan dijadikan sebagai bahan komoditi
ekspor yaitu Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, Sargassum dan Hypnea
(LIPI 2000). Salah satu bentuk hasil olahan rumput laut yang paling
potensial dan bernilai ekonomis tinggi yaitu polisakarida alga, dan salah
satunya adalah karagenan (Satari 1996).
Rumput laut merupakan bagian dari tanaman laut biasanya dikenal
dengan sebutan seaweed nama umum untuk berbagai jenis alga yang
tumbuh di laut. Jenis rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari
jenis ganggang merah karena mengandung agar-agar, karagenan. Secara
taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta.
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi
4 kelas (Othmer 1968) yaitu sebagai berikut :
1. Ganggang merah/red seaweed (Rhodophyceae), mendapatkan warna
merahnya dari Rhodophyta. Jenis ini tumbuh di bagian laut yang
paling dalam yaitu pada kedalaman 879 kaki. Warna merah pada
rumput laut ini adalah unsur vital yang menunjang kelangsungan
hidupnya dan mempunyai peranan yang serupa dengan klorofil yaitu
menyerap cahaya biru dan ungu matahari yang menembus air laut.
2. Ganggang cokelat/brown seaweed (Phaeophyceae), yaitu warna
coklat pada brown seaweed ini di peroleh dari Phaeophyta. Jenis
rumput laut ini biasanya di jumpai di daerah sub tropis dan kutub.
3. Ganggang hijau/Green seaweed (Cyanophyceae), banyak di jumpai di
lautan yang dangkal dan biasanya dalam bentuk lembaran. Ulva atau
selada laut adalah jenis rumput laut dari jenis green seaweed yang
paling umum. Berbentuk seperti pita dengan kepanjangan yang bisa
mencapai 3 atau 4 feet dan merupakan sumber makanan untuk
hewan-hewan laut seperti kerang, kura-kura dan ikan.
Ketiga kelompok ini yang tumbuh di laut perkirakan ada sekitar
9000 jenis yang masing adalah sekitar 6000 jenis Rhodophyceae,
2000 jenis Phaeophyceae dan 1000 jenis Cholophyceae. Alga lainnya
yang berukuran kecil dan hanya terlihat dengan bantuan alat pembesar
seperti mikroskop tidak termasuk ke dalam kelompok rumput laut tetapi
merupakan kelompok tersendiri yang disebut plankton. Kelompok ini
selain kecil ukurannya juga gerakannya sangat dipengaruhi pergerakan air
sehingga keberadaannya sebagian besar bergantung kepada kondisi fisik
perairan selain faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
pertumbuhannya.
Rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable-
gum), protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan
senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu, rumput laut juga
mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12, dan C;
bekaroten ; serta mineral, seperti kalium, kalium fosfor, natrium, zat besi,
dan yodium. Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak
vitamin dan mineral penting, seperti kalsium dan zat besi bila
dibandingkan dengan sayuran dan buah-buahan. Beberapa jenis rumput
laut juga mengandung protein yang cukup tinggi, zat-zat tersebut sangat
baik untuk dikonsumsi sehari-hari karena mempunyai fungsi dan peran
penting untuk menjaga dan mengatur metabolisme tubuh manusia.
Rumput laut yang tumbuh diperairan Cina dimanfaatkan sebagai
obat dalam bentuk herbal medicine. Di Indonesia, meskipun tidak tercatat
dalam literatur obat tradisional, ternyata masyarakat di wilayah pesisir
sudah sejak lama dimanfaatkan beberapa jenis rumput laut untuk tujuan
pengobatan. Pada umumnya, air rebusan (decoction) rumput laut
digunakan untuk pengobatan dalam maupun luar. Cara pemanfaatan lain
yaitu dengan digerus terlebih dahulu, kemudian digunakan untuk obat luar
dalam bentuk bubur (Anggadiredja, 1996).
Rumput laut di bidang pengobatan tradisional digunakan untuk
pengobatan berbagai jenis penyakit. Sebagai antipiretik, digunakan jenis
Sargassum siliquosum, Ulva lactuca, Enteromorpha compressa, dan
Enteromorpha prolifera. Sebagai obat cacingan (anthelmintik dan
vermifuges), digunakan Caloglosa sp, Grateloupia filicina, Codium sp.
Untuk pengobatan bronkhitis, asma, dan, batuk digunakan jenis-jenis
Porphyra atropurpurae, Eucheuma gelatinae, Euceuma muricatum,
Enteromorpha compressa, dan Enteromorpha prolifera. Untuk pengobatan
hemorroids, digunakan air rebusan (decoction) Gelidium amansii,
Gelidium latifolium, Gracilaria verucosa, Gracilaria eucheumoides,
Eucheuma gelatine, dan Euchema muricatum. Untuk mengatasi bisul,
pendarahan idung (mimisan), dan pemeliharaan kulit, digunakan gerusan
dari jenis Ulva lactuca, Enteromorpha (Anggadiredja, 1996).
Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput
laut yang merupakan hidrokoloid seperti agar, karagenan, dan alginat juga
banyak diperlukan dalam berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan
sebagai bahan penstabil, pengemulsi, pembentuk gel, pengental,
pensuspensi, pembentuk busa, dan pembentuk film. Karagenan
dimanfaatkan oleh industri farmasi, kosmetik, makanan dan minuman
seperti, saus, keju, kecap, susu cokelat, sirop (Anggadiredja, 1996).
II.2 Eucheuma cottonii
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) penghasil karagenan, jenis karagenan yang dihasilkan
dari rumput laut Eucheuma cottonii adalah kappa karagenan. Eucheuma
cottonii memiliki ciri-ciri fisik seperti thallus silindris, permukaan licin,
cartilogineus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna
hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi
hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses
adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan
berbagai kualitas pencahayaan (Aslan, 1998).
Jenis Eucheuma cottonii mempunyai penampakan thallus bervariasi
mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus
runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari
thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama
keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Rumput laut
Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesa.
Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin dapat hidup pada
lapisan fotik, yaitu pada kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu
mencapainya (Jana-Anggadiredjo, 2006). Gambar rumput laut Eucheuma
cottoni dapat dlihat sebagai berikut :
Gambar 1. Rumput Laut Eucheuma Cottonii
Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik didaerah pantai
terumbu karena tempat ini mempunyai persyaratan untuk pertumbuhan,
yaitu faktor kedalaman suhu, cahaya, substrat dan gerakan air. Habitat
khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap,
variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati karena
tempat ini (Atmadja 1996).
Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia
perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karagenan. Kadar
karagenan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73%
tergantung pada jenis dan lokasi tumbuhnya. Jenis asal mulanya didapat
dari perairan Sabah (Malaysia) dan kepulauan Suhu (Filipina).
Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut (Aslan 1998) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieraceae
Genus : Eucheuma cottonii
II.3 Karagenan
Karagenan yaitu getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi
rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water)
atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glikcksman 1983). Karagenan
merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida
linear yang diperoleh dari alga. Polisakrida tersebut tersusun dari
sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α (1,3) D-galaktosa dan
β (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik mengandung ester
sulfat atau tanpa sulfat.
Doty (1987), membedakan karagenan berdasarkan kandungan
sulfatnya menjadi dua fraksi yaitu kappa karagenan yang mengandung
sulfat kurang dari 28 % dan iota karagenan jika lebih dari 30 %. Winarno
(1996) menyatakan bahwa kappa karagenan dihasilkan dari rumput laut
jenis Eucheuma cottonii, iota karagenan dihasilkan dari Eucheuma
spinosum, sedangkan lambda karaginan dari Chondrus crispus,
selanjutmya membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit
penyusunnya yaitu kappa, iota dan lambda karagenan yaitu :
Gambar 2. Struktur moleku kappa karagenan (Tojo dan Prado 2003).
Kappa-karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan
β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Kappa-karagenan juga mengandung
D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester.
Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari kappa-
karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan
terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan
3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul
meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1996)
Kappa karagenan jika dimasukkan ke dalam air dingin akan
membesar membentuk sebaran kasar yang memerlukan pemanasan
sampai 700C untuk melarutkannya. Suhu pembentukan gel dan kualitas
gel dipengaruhi oleh konsentrasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti
K+, NH4+, Ca++, Sr++ dan Ba++. Secara umum karagenan membentuk gel
yang keras pada suhu antara 450C dan 650C dan meleleh kembali jika
suhu dinaikkan sampai 10-200C dari suhu yang telah ditetapkan tadi. Gel
yang lebih lemah terbentuk jika terdapat ion NH4+, Ca++, Sr++ dan Ba++.
Kappa karagenan mempunyai tipe gel yang rigid atau mudah pecah
dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya aliran cairan pada
permukaan gel. Aliran ini berasal dari pengerutan gel sebagai akibatnya
meningkatnya gumpalan pada daerah penghubung. Sineresis tergantung
pada konsentrasi kation-kation yang ada dan harus dicegah dalam jumlah
yang berlebih (Anonim 1977). Gel yang terbentuk dari kappa karagenan
berwarna agak gelap dan mempunyai tekstur mudah retak (Fardiaz 1989).
Gambar 3. Struktur kimia iota karagenan (Tojo dan Prado 2003)
Iota karagenan diisolasi dari Eucheuma spinosum mengandung kira-kira
30% 3,6 anhidro-D-galaktosa dan 32% ester sulfat. Iota mempunyai gel
yang bersifat elastis, bebas sineresis (Anonim 1977). Gel yang terbentuk
berwarna lebih jernih dibandingkan jenis kappa karagenan dan
mempunyai tekstur empuk dan elastis (Fardiaz 1989). Molekul iota
karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu
D-galaktosa dan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhidro-
D-galaktosa.
Iota karagenan mempunyai sifat larut dalam air dingin dan larutan
garam natrium. Di dalam larutan garam kation lain seperti K+ dan Ca2+
tidak dapat larut dan hanya menunjukkan pengembangan, yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan konsentrasi kation,
densitas karagenan, suhu, pH, adanya ion penghambat dan yang lainnya.
Larutan iota karagenan stabil pada lingkungan elektrolit kuat seperti NaCl
20-25% (Angka dan Suhartono 2000).
Adapun sifat fisik yang dimiliki karagenan tipe iota ini adalah:
1. larutan memperlihatkan karakteristik thiksotropik
2. larut dalam air panas, Natrium karagenan iota larut dalam air dingin dan
air panas.
3. penambahan ion kalsium akan menyebabkan pembentukan gel tahan
lama, elastik, dan meningkatkan temperatur pembentukan gel dan
pelelehan.
4. gel bersifat elastik, membentuk heliks dengan ion Kalsium.
5. gel bening
6. stabil dalam keadaan dingin
7. tidak dapat larut dalam sebagian besar pelarut organik
8. diperkirakan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-AG
9. penggunaan konsentrasi 0.02-2.0%
Gambar 4. Struktur kimia lambda karagenan (Tojo dan Prado 2003)
Karagenan tipe lambda berbeda dengan kappa dan iota kargenan,
karena mengandung residu disulfat-D-galaktose, sedangkan kappa dan
iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996).
Struktur kimia lambda karagenan dapat dilihat pada gambar 4.
Adapun sifat fisik yang dimiliki karagenan tipe lambda ini adalah:
1. aliran bebas, larutan pseudo-plastik non-gel dalam air
2. larut sebagian dalam air dingin, dan larut dengan baik dalam air
panas.
3. tidak terbentuk gel, rantai polimer terdistribusi acak
4. kekentalan bervariasi dari kekenatalan rendah hingga tinggi
5. penambahan kation memberikan efek yang kecil terhadap viskositas.
6. sesuai untuk pelarut yang dapat bercampur dengan air
7. tidak dapat larut dalam sebagian besar pelarut organic
8. stabil dalam berbagai variasi temperatur, termasuk temperatur
pembekuan
9. larut dalam larutan garam 5%, baik dingin maupun panas
10. diperkirakan mengandung 35% ester sulfat dan sedikit atau bahkan
tidak mengandung 30% 3,6-AG sama sekali
11. penggunaan konsentrasi 0.1-1.0%
Berdasarkan pada stereotipe struktur molekul dan posisi ion
sulfatnya, iotakaraginan, kappa-karagenan, dan lambda karagenan yang
dibedakan oleh jumlah dan posisi ester sulfat dan kandungan 3,6 anhidro-
D-galaktosa. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap
protein . Kappa karagenan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan
iota-karagenan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk
(Anggadiredja, 1996).
Sifat dasar karagenan terdiri dari tiga tipe karagenan yaitu kappa,
iota dan lambda karaginan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam
aplikasi pangan adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan meliputi
kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH.
II.3.1 Kelarutan
Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan
dan zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan
bersifat hidrofilik sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih
hidrofobik. Lambda karagenan mudah larut pada semua kondisi karena
tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang
tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus
2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik.
Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki
gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (cPKelco ApS 2004).
Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk
garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah
larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan
kappa karagenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air
dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan,
sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Lambda
karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya
(cPKelco ApS 2004). Daya kelarutan karagenan pada berbagai media
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media pelarutSifat-sifat Kappa Iota Lambda
Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula Larutan garam Larutan organik
Larut suhu>60oCLarut Na Larut Kental Larut (panas)Tidak larut Tidak larut
Larut suhu>60oCLarut Na+
Larut Kental Susah larut Tidak larut Tidak larut
Larut Larut garam Larut Lebih kental Larut (panas) Larut (panas) Tidak larut
Sumber : cPKelco ApS (2004) Gliksman (1983)
II.3.2 Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan.
Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
konsentrasi karagenan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan
adanya molekul-molekul lain (Towle 1973; FAO 1990). Jika konsentrasi
karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara
logaritmik. Viskositas akan menurun secara progresif dengan adanya
peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75oC. nilai viskositas
karagenan berkisar antara 5 – 800 cP (FAO 1990).
Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat
karagenan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-
muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat,
mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya,
polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-molekul air yang terimobilisasi,
sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat kental (Guiseley et al.
1980). Moirano (1977) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan
sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi
gelnya semakin meningkat.
Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan
menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan
ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus
sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan
viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karagenan akan menurun
seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang
kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan (Towle 1973).
II.3.3 Stabilitas pH
Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada
pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih
umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses
produksi karaginan (Anonim 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika
karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai
dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya
jika pHnya diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2003).
Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel
pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat
digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan
terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan
viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis
dipercepat oleh panas pada pH rendah (Moirano 1977). Stabilitas
karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarutStabilitas Kappa Iota Lamda
pH netral dan alkali
pH asam
Stabil
Terhidrolisis jikadipanaskan. Stabildalam bentuk gel
Stabil
Terhidrolisisdalam. Stabildalam bentuk
gel
Stabil
Terhidrolisis
Sumber: Glicksman (1983)
II.3.4 Pembentukan Gel
Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena
penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga
terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini
menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk
struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu
jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai
sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.
Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang
mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh
jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses
pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel
akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil
(acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur
double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan
polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin
bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung
jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1969).
Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus
terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini
disebut sineresis (Fardiaz 1989).
Manfaat karagenan sangat penting perannya sebagai stabilizer
(penstabil), thickener (bahan pengental), pensuspensi, pembentuk gel,
pengemulsi dan lain-lain. Menurut Sadhori (1989), manfaat karagenan
dalam bidang industri adalah sebagai berikut :
a. Bidang makanan
Industri makanan sebagai pengental pensuspensi, penstabil dan
pengemulsi, seperti pada produk-produk chocolate milk, ice cream,
keju, jelly, produk susu, makanan untuk diet, saus, mentega, sayur,
produk daging, ikan kaleng.
b. Bidang kosmetik
Industri kosmetika digunakan untuk pembuatan sabun, krim, pasta
gigi, lotion, shampo dan pewarna rambut.
c. Bidang kosmetika
Industri farmasi digunakan untuk peluntur, bahan suspensi,
pengemulsi, penstabil, tablet, salep, kapsul, plester, dan sebagainya.
d. Sebagai bahan adhesive dalam industri kertas dan industri tekstil,
pengalengan makanan, industri fotografi, inseksida, pastisida.
Sebagai bahan pengisi dalam industri tekstil.
Di Indonesia sampai saat ini belum ada standard mutu karagenan.
Standard mutu karagenan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food
Agriculture Organization (FAO) dan Food Chemicals Codex (FCC)
European Economic Community (EEC). Spesifikasi mutu karagenan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar mutu karagenan
Parameter Karagenan komersial
Karaginan standar
FAO
Karaginan standar
FAO
Karaginan standar
FAOKadar air (%) 14,24±0,25 Maks 12 Maks 12 Maks 12Kadar abu (%) 18,60±0,22 15 – 40 18 – 40 15 – 40Kekuatan gel (dyne/cm2)
685,5024±13,43 - - -
Titik leleh (oC) 50,21±1,05 - - -Titik gel (oC) 34,10±1,86 - - -
Sumber : A/S Kobenhavas Pektifabrik (1978).
II.4 Ekstraksi Karagenan
Karagenan merupakan ekstrak rumput laut yang diperoleh dari hasil
ekstraksi rumput laut (alga merah) dengan menggunakan air panas atau
larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karagenan
terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matrix intraseluler dan
merupakan bagian penyusun terbesar dari berat kering rumput laut.
Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas
ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa
3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karagenan adalah suatu bentuk
polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa atau berkisar
antara 100-800 ribu Da. Karagenan tersusun dari perulangan unit-unit
galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6-AG). Keduanya, baik yang
berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik
α –1,3 dan β-1,4 secara bergantian (Winarno, 1996).
Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida
rhodophyceae. Untuk dapat diklasifikasikan sebagai karagenan,
polisakarida tersebut harus mengandung 20 % sulfat berdasarkan berat
kering membedakan karagenan berdasarkan kandungan sulfatnya, yaitu
kappa karagenan yang mengandung sulfat kurang dari 28 % dan
iota karagenan jika lebih dari 30 %. Sementara membagi karagenan
menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan
lambda karagenan. Kappa-karagenan dihasilkan dari rumput laut jenis
Kappaphycus alvarezii, iota-karagenan dihasilkan dari Eucheuma
spinosum, sedangkan lambda-karagenan dari Chondrus crispus,
Kappa-karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan
β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Kappa-karagenan juga mengandung
D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester.
Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari kappa-
karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan
terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan
3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul
meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1996).
Iota-karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap
residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan
3,6-anhidro-D-galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan
oleh proses pemberian alkali seperti kappa-karagenan. Iota-karagenan
sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan
kurangnya keseragaman molekul dan ini dapat dihilangkan dengan
pemberian pelarut alkali. Lambda-karagenan berbeda dengan kappa- dan
iota- karagenan, karena memiliki residu disulpat α (1-4) D-galaktosa,
sedangkan kappa dan iota karagenan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester
(Winarno, 1996).
Monomer-monomer dalam setiap fraksi karagenan dihubungkan oleh
jembatan oksigen melalui ikatan β-1,4 glikosidik. Monomer-monomer yang
telah berikatan tersebut digabungkan bersama monomer-monomer yang
lain melalui ikatan α-1,3 glokisidik yang membentuk polimer. Ikatan
1,3 glikosidik dijumpai pada bagian monomer yang tidak mengandung
sulfat yaitu monomer D-galaktosa-4-sulfat dan D-galaktosa-2-sulfat. Ion
sulfat tidak pernah ada pada atom C3, ikatan 1,4 glikosidik terdapat pada
bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-
monomer 2,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa
serta pada D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman, 1983). Unit-unit monomer
karagenan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Unit-unit monomer karagenan Fraksi
KaragenanMonomer
Kappa D-galaktosa 4-sufat 3,6 anhidro-D-galaktosaIota D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa
2-sulfatLambda D-galaktosa 2-sulfat D-galaktosa 2,6-disulfat
Sumber: Towle (1973)
Ekstraksi karagenan dari rumput laut Eucheuma cottonii pada
prinsipnya dimulai dengan sistem ekstraksi dengan suatu basa yang
kemudian dilanjutkan dengan penyaringan, pengendapan dan
penggilingan hingga menjadi suatu tepung. Untuk memperoleh tepung
karagenan dengan kekuatan gel yang tinggi, rumput laut yang digunakan
sebaiknya rumput laut yang telah diberi perlakuan alkali panas.
Rasyid (2010), menjelaskan bahwa perbedaan penggunaan basa
berpengaruh pada kekentalan dan kekuatan gel karaginan. Jika diinginkan
suatu produk yang kental dengan kekuatan gel rendah maka digunakan
garam natrium, untuk gel yang elastis digunakan garam kalsium
sedangkan garam kalium menghasilkan gel yang keras. Untuk kappa
karaginan lebih sensitif terhadap ion-ion kalium sedangkan iota karaginan
lebih sensitif dengan ion-ion kalsium .
Towle (1973) menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua
fungsi yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan
berfungsi untuk mengkatalisis hilangnya gugus-6-sulfat dari unit
monomernya dengan membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga
mengakibatkan kenaikan kekuatan gelnya. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian Sheng Yao et al. (1986) ekstraksi yang dilakukan dengan NaOH
2 % mempunyai gel 3 – 5 kali lebih kuat jika dibanding dengan air.
Disamping itu alkali berfungsi untuk mencegah terjadinya hidrolisis
karagenan (Guiseley et a.l, 1980). KOH dipilih karena efek kation terhadap
kappa karagenan yang menghasilkan gel lebih kuat dibandingkan dengan
alkali lain seperti NaOH dan Ca(OH)2.
Ekstraksi karaginan dilakukan dengan metode pengepresan sebagai
berikut: rumput laut kering dicuci dengan air sampai bersih kemudian
rumput laut diekstraksi dengan menggunakan panci double unit dengan
volume pelarut sebanyak 25 kali berat rumput laut kering. Ekstraksi
dilakukan menggunakan perlakuan bahan pengekstrak yaitu Soda Abu
dan NaOH dengan konsentrasi masing-masing 0,5% (b/v). Suhu selama
ekstraksi berkisar antara 90-95oC dan lama waktu ekstraksi 3 jam. Rumput
laut kemudian disaring dengan menggunakan kain penyaring. Filtrat yang
diperoleh kemudian dipanaskan kembali dengan menggunakan bahan
penjendal KOH 3% dan KCl 3%, serta bahan pengendap organik Isopropil
alkohol yang akan menarik air dari filtrat karaginan sehingga akan
diperoleh serat karaginan. Filtrat dibiarkan semalam sehingga menjendal
kemudian diiris dengan menggunakan alat pemotong agar-agar sehingga
diperoleh gel karaginan yang berupa lembaran dengan ketebalan + 0,8
cm. Lembaran karaginan kemudian dibungkus dengan menggunakan kain
blacu, selanjutnya dipress. Pengepresan dilakukan di dalam kotak kayu
dan diberi beban berupa batu yang ditambahkan secara bertahap.
Pengepresan dilakukan selama semalam, sehingga air keluar dan
diperoleh lembaran tipis. Setelah pengepresan selesai karaginan dijemur
beserta kainnya sehingga diperoleh karaginan kertas. Karaginan kertas
kemudian ditepungkan sehingga diperoleh karaginan tepung.
Pengendapan karagenan hasil ekstraksi yang telah mengalami
filtrasi dapat dilakukan dengan alkohol (Glicksman, 1983). Alkohol yang
dapat digunakan yaitu methanol, etanol dan isopropil alkohol. Kebanyakan
karagenan yang dipakai dalam pangan isolasi dengan pengendapan
selektif oleh isopropil alkohol karena hasilnya lebih murni dan
pekat/kental. Hanya satu kekurangan Isopropil alkohol yaitu lebih mahal
dibanding methanol dan etanol.
Karaginan dapat dipisahkan menjadi dua komponen utama dengan
menggunakan ion Natrium yaitu fraksi tidak larut yang disebut kappa
karagenan dan fraksi larut yaitu lambda karagenan serta fraksi intermediat
yaitu iota karagenan (Soegiarto et al. 1978). Fraksi tidak larut disusun oleh
kappa karagenan yang mempunyai sifat menjedal, yang dapat dipisahkan
dengan terjadinya presipitasi dengan logam alkali tanah. Serat yang tidak
dapat larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat yang dapat
larut dalam air adalah pektin, gum, mucilage, glikan dan alga
Menurut Kasim (2004) kadar serat makanan dari rumput laut
Eucheuma cottonii mencapai 65,07% yang terdiri dari 39,47% serat
makanan yang tak larut air dan 25,7% serat makanan yang larut air
sehingga karaginan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan makanan
yang menyehatkan. Hal ini didasarkan pada banyak penelitian bahwa
makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula
darah.
III. METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober - Februari 2012
di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, Jurusan teknologi Pertanian, Fakultas pertanian
Universitas Hasanuddin, Makassar.
III.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu erlenmeyer, gelas
piala, magnetic stirer, sendok, batang pengaduk, timbangan analitik, kain
saring, kertas pH, hotplate, termometer, batang penyangga, sentrifug,
baskom kecil.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut
jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh dari daerah Bantaeng.
Bahan-bahan kimia yang digunakan selama proses ekstraksi karaginan
adalah KOH, isopropanol, NaOH dan akuades.
III.3 Prosedur Penelitian
III.3.1 Ekstraksi Karagenan
1. Persiapan
Rumput laut kering yang digunakan adalah Eucheuma cottonii berasal
dari daerah Bantaeng.
2. Perlakuan Alkali
Rumput laut dimasak dalam larutan alkali (penambahan NaOH 2%
hingga mencapai pH 8-9) dengan perbandingan aquades 1:20 pada
temperatur 85-90oC selama 2 jam. .
3. Penghancuran/agitasi
Rumput laut dihancurkan setelah mengalami perlakuan alkali seperti
bubur dengan proses pengadukan atau agitasi.
4. Ekstraksi
Rumput laut dimasak dalam kondisi alkali KOH (5%, 10%, 15%)
pH 9-10 dengan perbandingan aquades 1:3 pada temperatur
pemanasan 90oC selama 15 dan 18 jam . selama proses ekstraksi,
larutan diaduk menggunakan magnetik stirer untuk membantu proses
pengadukan.
5. Penyaringan/filtrasi
Bubur disaring dengan cepat dalam keadaan panas menggunakan kain
saring sampai filtrat dalam bentuk sol (cairan kental) terpisah dari
residu/ampas padat.
6. Penambahan alkohol
Ditambahkan Isopropanol 95% berlahan-lahan (sedikit-demi sedikit)
pada filtrat, pada suhu 60-70oC sambil diaduk sampai terbentuk
endapan karaginan yang akan terpisah dengan cairannya.
7. Pengeringan/penepungan
Serat karaginan didinginkan dalam alat pengering pada suhu 60-70oC
selama 12 jam.
III.4 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah rendemen
karaginan yang dihasilkan, sifat kimia karaginan yang meliputi kadar air,
kadar abu, serta sifat fisik karaginan (kadar serat dan viskositas.)
III.4.1 Metode analisa pengamatan
III.4.1.1 Kadar Air (Sudarmadji dkk, 1997)
Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh
sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan porselin yang akan digunakan,
dikeringkan terlebih dahulu kira-kira 1 jam pada suhu 105oC, lalu
didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga
beratnya tetap (A). contoh ditimbang kira-kira 2 g (B) dalam cawan
tersebut, dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 5 jam
atau beratnya tetap. Cawan yang berisi contoh didinginkan di dalam
desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya tetap (C).
Kadar air dihitung dengan rumus :
Kadar air (%) = (A+B )−C
Cx100%
III.4.1.2 Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997)
Penentuan kadar abu didasarkan menimbang sisa mineral sebagai
hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550oC. Cawan porselin
dikeringkan di dalam oven selama satu jam pada suhu 105oC, lalu
didinginkan selama 30 menit didalam desikator dan timbang hingga
didapatkan berat tetap (A). Ditimbang contoh sebanyak 2 g (B), dimasukkan
ke dalam cawan porselin dan dipijarkan diatas nyala api pembakar bunsen
hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan kedalam tanur listrik
dengan suhu 650oC selama 12 jam. Selanjutnya cawan didinginkan selama
30 menit pada desikator, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat
tetap (C). Kadar abu dihitung menggunakan rumus :
Kadar abu (%) = (A+B )−C
Cx100%
III.4.1.3 Viskositas (AOAC, 1995)
Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise=100 cP). Makin
tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang
bersangkutan. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5% dipanaskan
dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu
mencapai 75oC. Viskositas diukur dengan Viscometer Brookfield.
Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75oC kemudian
dipasang ke alat ukur viscometer brookfield. Posisi spindel dalam larutan
panas diatur sampai tepat, viskometer dihidupkan dan suhu larutan
diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75oC dan nilai viskositas diketahui
dengan pembacaan viskometer pada skala 1 sampai 100. Pembacaan
dilakukan setelah satu menit putaran penuh 2 kali untuk spindel no 1.
III.4.1.4 Rendemen (AOAC, 1995)
Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung
berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat
rumput laut kering yang digunakan.
Rendemen (%) = Berat karaginan keringBerat rumput laut kering
x100%
III.4.1.5 Kadar Serat (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 300
ml kemudian ditambahkan 50 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan Hot
Plate selama 30 menit pada suhu 1000 C. Setelah itu sampel ditambahkan
NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis selama 30 menit.
Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah
dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci
berturut-turut dengan air panas. Kertas saring dikeringkan dalam oven
suhu 1050 C selama tiga jam, pengeringan dilanjutkan sampai bobot tetap.
Kemudian dihitung dengan rumus:
Serat kasar = bobot kertas saring dan serat – bobot kertas saring x 100%bobot sampel awal
III.5 Rancangan Percobaan
Penelitian ini akan mengkaji perbandingan hasil KOH dan
waktu ekstraksi. Rancangan percobaan yang dilakukan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor yaitu konsentrasi KOH
(faktor A) dan waktu ekstraksi (faktor B) :
Konsentrasi KOH (faktor A) terdiri dari 3 taraf yaitu :
A1 = 5 %
A2 = 10 %
A3 = 15 %
Waktu eksraksi (faktor B) terdiri dari 2 taraf yaitu :
B1 = 6 jam
B2 = 9 jam
B3 = 12 jam
Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.
III.6 Pengolahan Data
Data diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik
Ragam Uji F, untuk mengetahui perbedaan pengaruh faktor yang
dicobakan, maka dilakukan uji Jarak Berganda menurut Duncan.
Gambar 05. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut Eucheuma cottonii
Rumput Laut Kering
Perlakuan Alkali
Rumput laut dimasak dalam larutan Alkali pH 8-9 T : 85-90oC selama 2 jam
Persiapan bahan rumput laut(Eucheuma cottonii 25 g)
Pengeringan/Penepungan
Penghancuran/agitasii
EkstraksiRumput laut dimasak dalam
kondisi alkali/basa pH 9-10 dan T: 90C selama (15,18 jam)
Penambahan Alkohol , hingga berbentuk serat pada suhu (60-
70oC)
Filtrasi(dalam keadaan panas)
Alkali NaOH 2%
Aquades 1:20 (20 ml : 1g RL)
Aquades 1:3 (3ml : 1gr RL)
KOH(5%, 10%, 15%)
Isopropanol 95%
Analisa Pengamatan
- Kadar Air - Viskositas- Kadar Abu - Kadar Serat- Rendemen
Tepung Karaginan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh
terhadap berat bahan baku yang digunakan. Perhitungan rendemen
dilakakukan berdasarkan berat kering bahan. Rendemen tepung
menyatakan nilai efisiensi dari proses pengolahan sehingga dapat
diketahui jumlah tepung yang dihasilkan dari bahan dasar awalnya.
Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase
karagenan yang dihasilkan dari rumput laut kering yang digunakan
berdasarkan konsentrasi KOH dan lama ekstraksi (Chapman dan
Chapman 1980).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tertinggi
pada karagenan yang dihasilkan diperoleh dari perlakuan konsentrasi
KOH 10% dan lama ekstraksi 18 jam (A2B2 ) dengan nilai kadar
air sebesar 30,05%, Sedangkan rendemen terendah diperoleh
perlakuan konsentrasi KOH 5% dan lama 15 jam (A1B1) sebesar
16,10%. Berdasarkan data tersebut maka rendemen yang dihasilkan
pada karagenan sesuai dengan standar 27,72-35,53% (Paranginangin
dan Yunizial, 1999).
Hasil analisa sidik ragam faktor konsentrasi KOH terhadap rendemen
menunjukkan hasil yang berpengaruh sangat nyata. Sedangkan perlakuan
faktor waktu ekstraksi dan interaksi antara faktor penambahan KOH
dan
faktor waktu ekstraksi menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap
rendemen yang diperoleh.
KOH 5% 15 jam
KOH 5% 18 jam
KOH 10% 15 jam
KOH 10% 18 jam
KOH 15% 15 jam
KOH 15% 18 jam
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
16.1018.85
26.6030.05
18.1016.60
Penambahan Konsentrasi KOH dan Waktu Ekstraksi
Rend
emen
(%)
Gambar 6. Pengaruh Penambahan KOH dan Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen Karagenan Murni (Refined Carragenan) yang dihasilkan
5% 10% 15%0
5
10
15
20
25
30
17.475
28.325
17.35
Jumlah Penambahan KOH
PERS
ENTA
SE (%
)
Gambar 7. Pengaruh Penambahan KOH Terhadap Rendemen Karaginan yang dihasilkan.
Dari hasil pengujian uji lanjut Duncan terhadap rendemen karagenan,
faktor penambahan KOH menunjukkan bahwa penambahan 5% KOH dan
15% tidak berbeda nyata dan penambahan KOH 10% menunjukkan
berbeda nyata dengan penambahan 5% dan 15%. Hasil dapat dilihat pada
Gambar 7.
Penambahan 5-10% KOH menyebabkan terjadinya peningkatan
jumlah rendemen karagenan yang dihasilkan, karena perlakuan
penambahan alkali menyebabkan kemampuan untuk mengekstrak
semakin tinggi, di mana perlakuan alkali membantu ektraksi polisakarida
menjadi sempurna dan mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa
selama proses ekstraksi berlangsung. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Glicksman (1983) bahwa kappa karagenan mempunyai jenis yang sensitif
terhadap ion kalium dan ion kalsium. Namun pada penambahan
15% dapat menurunkan rendemen yang dihasilkan dimana dalam proses
ekstraksi optimalisasi kesetimbangan harus diperhatikan antara pelarut
dan bahan yang akan diekstrak. Konsentrasi lebih dari 10% solven
(pelarut) terlalu tinggi sehingga menyebabkan kesetimbangan pelarut dan
bahan yang akan diekstrak tidak seimbang, sehingga menyebabkan
proses ekstraksi tidak optimal, hal ini menyebabkan penggunaan KOH
15% tidak menghasilkan rendemen yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan (Dian dan Intan 2009) bahwa dalam proses pembuatan
karagenan menggunakan metode ekstraksi dimana dilakukan pemisahan
komponen solute (cair) dan campurannya menggunakan sejumlah massa
solven sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi ini terdiri dari tiga
langkah besar yaitu proses pencampuran, proses pembuatan fasa
setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang. Solven merupakan
faktor terpenting dalam proses ekstraksi, sehingga pemilihan solven
merupakan faktor penting.
IV.2 Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik
yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur dari bahan pangan (Winarno, 1997).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air tertinggi pada
karagenan yang dihasilkan diperoleh dari perlakuan KOH 10% dan lama
ekstraksi 18 jam (A2B2) dengan nilai kadar air sebesar 11,98% Sedangkan
kadar air terendah terdapat pada konsentrasi 15% dan lama
ekstraksi 15 jam (A3B1) sebesar 8,97%. Berdasarkan data tersebut maka
kadar air yang diperoleh sudah memenuhi syarat tepung karaginan yang
dikeluarkan oleh FAO yaitu sebesar 12%.
Hasil analisa sidik ragam pada karagenan menunjukkan hasil
masing-masing perlakuan pada konsentrasi KOH dan Waktu Ekstraksi
yang diberikan tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% dan 1% terhadap
nilai kadar air karagenan.
Pengaruh penambahan KOH terhadap kadar air karagenan
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi KOH maka kadar air
karagenan semakin tinggi. Penambahan KOH hingga 10% menghasilkan
kadar air yang tinggi, namun pada konsentrasi KOH 15% kadar airnya
lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena rendemen yang dihasilkan pada
KOH 15% juga sedikit, dan jika dibandingkan dengan kadar abu,
penambahan KOH 15% menunjukkan hasil bahwa kadar abunya lebih
tinggi. Artinya rendemen karagenan pada konsentrasi 15% lebih sedikit
sehingga air yang terikat juga lebih sedikit.
KOH 5% 15 jam
KOH 5% 18 jam
KOH 10% 15 jam
KOH 10% 18 jam
KOH 15% 15 jam
KOH 15% 18 jam
0.002.004.006.008.00
10.0012.0014.00
11.30 10.69 10.1711.98
8.9710.34
Penambahan Konsentrasi KOH dan Waktu Ekstraksi
KADA
R AI
R (%
)
Gambar 8. Pengaruh Penambahan KOH dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Air Karagenan Murni (Refined Carragenan) yang dihasilkan.
Pengaruh lama ekstraksi karagenan menunjukkan bahwa semakin
lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena sifat karagenan yang mengikat air. Dalam hal
ini semakin lama ekstraksi berlangsung semakin banyak air yang terikat
pada karagenan.
IV.3 Kadar Abu
Abu merupakan bahan tersisa hasil pembakaran yang merupakan
zat-zat anorganik berupa mineral. Hal tersebut terjadi karena proses
pembakaran pada pengukuran kadar abu menyebabkan zat-zat organik
pada bahan akan terbakar dan menyisakan abu. Rumput laut merupakan
bahan yang kaya akan mineral seperti Na, K, Ca, dan Mg. Pengukuran
kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang
terdapat dalam tepung karagenan hasil ekstraksi KOH dari rumput laut
Eucheuma cottonii.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi pada
karaginan yang dihasilkan diperoleh dari perlakuan KOH 15% dan
lama ekstraksi 18 jam (A3B2) dengan nilai kadar abu sebesar
39,34% Sedangkan kadar abu terendah terdapat pada konsentrasi
5% dan lama ekstraksi 15 jam (A1B1) sebesar 17,93%. Berdasarkan data
tersebut maka kadar abu yang dihasilkan pada karagenan sesuai dengan
standar mutu karagenan (FAO) 18-40%.
Hasil analisa sidik ragam faktor konsentrasi KOH terhadap kadar abu
menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata. Sedangkan perlakuan faktor
waktu ekstraksi dan interaksi antara faktor penambahan KOH dan faktor
waktu ekstraksi menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
abu yang diperoleh.
Dari hasil pengujian uji lanjut Duncan terhadap kadar abu karagenan,
faktor penambahan KOH menunjukkan penambahan 5% KOH dan
10% tidak berbeda nyata dan penambahan KOH 15% menunjukkan
berbeda nyata dengan penambahan 5% dan 10%. Hasil dapat dilihat pada
Gambar 10.
KOH 5% 15 jam
KOH 5% 18 jam
KOH 10% 15 jam
KOH 10% 18 jam
KOH 15% 15 jam
KOH 15% 18 jam
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.00
17.9322.03 23.82
31.2935.42
39.34
Penambahan Konsentrasi KOH Pelarut dan Waktu Ekstraksi
KADA
R AB
U (%
)
Gambar 9. Pengaruh Penambahan KOH dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu Karagenan Murni (Refined Carragenan) yang dihasilkan.
5% 10% 15%0.00
5.0010.00
15.0020.00
25.0030.00
35.0040.00
19.98
27.55
37.38
Jumlah Penambahan KOH
Gambar 10. Pengaruh Penambahan KOH Terhadap Kadar Abu Karagenan yang dihasilkan
Hasil penelitian (gambar 10) menunjukkan bahwa penambahan KOH
mempengaruhi persentase kadar abu pada karagenan yang dihasilkan.
Semakin tinggi konsentrasi KOH yang ditambahkan semakin tinggi kadar
abu yang dihasilkan. Dalam hal ini Kalium (K) melekat pada rumput laut
selama ekstraksi berlangsung. Dimana banyaknya kalium dan mineral
lainnya yang melekat pada rumput laut selama ekstraksi mengakibatkan
meningkatnya kadar abu pada karagenan yang dihasilkan.
Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan
tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar
abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam
air terutama Ca yang menempel pada bahan rumput laut (Sudarmadji
1984). Kandungan mineral total dalam bahan pangan dapat diperkirakan
sebagai kandungan abu yang merupakan residu an-organik yang tersisa
setelah bahan-bahan organik terbakar habis, semakin banyak kandungan
mineralnya maka kadar abu menjadi tinggi begitu juga sebaliknya apabila
kandungan mineral sedikit maka kadar abu bahan juga sedikit.
III.4 Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karagenan yang cukup
penting. Pengujian viskositas dilakukan untuk megetahui tingkat
kekentalan karagenan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu
tertentu. Viskositas karagenan biasanya diukur pada suhu 75oC dengan
konsentrasi 1,5%(FAO 1990).
Viskositas pada karagenan yang dihasilkan menunjukkan nilai rata-
rata yang sama pada setiap perlakuan. Penambahan KOH dan waktu
ekstraksi tidak mempengaruhi viskositas karaginan yang dihasilkan.
Viskositas pada karaginan dipengaruhi oleh adanya garam-garam yang
terlarut dalam karaginan akan menurunkan muatan bersih sepanjang
rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya
tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik
polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun.
Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan
suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan
degradasi karagenan (Towle 1973).
KOH 5% 15 jam
KOH 5% 18 jam
KOH 10% 15 jam
KOH 10% 18 jam
KOH 15% 15 jam
KOH 15% 18 jam
0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00
8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00
Penambahan Konsentrasi KOH dan Waktu Ekstraksi
VISK
OSI
TAS
Gambar 11. Pengaruh Penambahan KOH dan Waktu Ekstraksi Terhadap Viskositas Karagenan Murni (Refined Carragenan) yang dihasilkan.
III.5 Kadar Serat
Serat yang terdapat pada karaginan merupakan jenis serat yang
larut dalam air. Almatsier (2009) menyatakan bahwa ada 2 macam
golongan serat yaitu yang tidak dapat larut dalam air dan yang dapat larut
air. Serat yang tidak dapat larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Serat yang dapat larut dalam air adalah pektin, gum, mucilage,
glikan dan alga. Serat pada karagenan mempunyai kemampuan
membentuk gel yang berpengaruh terhadap daya ikat air dan rendemen.
Hal ini sesuai dengan pendapat Wirjatmadi et al (2002) bahwa serat yang
larut dalam air cenderung bercampur dengan air membentuk jaringan gel
(seperti agar) atau jaringan yang peka .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi pada
karagenan yang dihasilkan terdapat pada konsentrasi KOH 5% dan
lama ekstraksi 15 jam (A1B1) dengan nilai kadar serat sebesar
6,92% Sedangkan kadar serat terendah terdapat pada konsentrasi KOH
15% dan lama ekstraksi 18 jam (A3B2) sebesar 2,01%.
Hasil analisa sidik ragam faktor konsentrasi KOH terhadap kadar
serat menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata. Sedangkan perlakuan
faktor waktu ekstraksi dan interaksi antara faktor penambahan KOH dan
faktor waktu ekstraksi menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar serat yang diperoleh.
KOH 5% 15 jam
KOH 5% 18 jam
KOH 10% 15 jam
KOH 10% 18 jam
KOH 15% 15 jam
KOH 15% 18 jam
0.001.002.003.004.005.006.007.008.00
6.92
4.42 4.303.30
2.28 2.01
Penambahan Konsentrasi KOH dan Waktu Ekstraksi
KADA
R SE
RAT
(%)
Gambar 12. Pengaruh Penambahan KOH dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Serat Karagenan Murni (Refined Carragenan) yang dihasilkan.
Dari hasil pengujian uji lanjut Duncan terhadap kadar serat
karagenan, faktor penambahan KOH menunjukkan penambahan 5% KOH
dan 15% berbeda nyata dan penambahan KOH 10% menunjukkan tidak
berbeda nyata dengan penambahan 5% dan 15%. Hasil dapat dilihat pada
gambar 13.
5% 10% 15%0.001.002.003.004.005.006.00 5.67
3.80
2.14
Jumlah Penambahan KOH
PERS
ENTA
SE (%
)
Gambar 13. Pengaruh Penambahan KOH Terhadap Kadar Serat Karaginan yang dihasilkan
Hasil penelitian (gambar 13) menunjukkan bahwa penambahan KOH
mempengaruhi persentase kadar serat pada karagenan yang dihasilkan.
Semakin tinggi konsentrasi KOH yang ditambahkan semakin rendah kadar
serat yang dihasilkan. Peningkatan konsentrasi KOH dapat meningkatkan
pemisahan karagenan dengan serat kasar rumput laut. Serat yang
terdapat pada karagenan merupakan jenis serat yang larut dalam air.
Almatsier (2009) menyatakan bahwa ada 2 macam golongan serat yaitu
yang dapat larut dalam air dan yang dapat larut air. Serat yang tidak
dapat larut air adalah selulosa,hemiselulosa, dan lignin. Serat yang dapat
larut dalam air adalah pektin, gum, mucilage, glikan dan alga.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah didapatkan dari penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Perlakuan KOH berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu,
rendemen, viskositas, dan kadar serat sedangkan perlakuan waktu
ekstraksi tidak mempengarui proses ekstraksi terhadap karakteristik
karagenan yang dihasilkan
2. Perlakuan terbaik yang dihasilkan terhadap ekstraksi karaginan
Eucheuma cottoni dari penambahan KOH dan waktu ekstraksi
yaitu perlakuan KOH 10% 18 jam (A2B2) menghasilkan rendemen
30,05%, kadar air 11,98%, kadar abu 31,29%, viskositas 8cp, kadar
serat 3.30%.
V.1 Saran
Disarankan mengenai penggunaan alkohol jenis lain dalam proses
pengendapan karagenan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1977. Carragenan. USA: Marine Colloids Division, FMC. Corporation. 1-35P.Dalam Pengaruh Pencampuran Kappa dan Iota Karagenan Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Karagenan Campuran. Institut Petanian. Bogor.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aslan, L.M. 1998. Seri Budidaya Rumpu Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Atmadja, WS., Kadi A Sulistijo, Rahmaniar. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah (Rhodophyta). Dalam Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Anggadiredja, J.T., 1992. Etnobotany and Etnopharmacology Study of Indonesian Marine Marco Algae. Study Report BPP Technology. Jakarta.
Anggadiredja, J.T., 1996. Kusmiyati, Sri Istini, dan H. Purwoto. Potensi dan Manfaat Rumput Laut Indonesia dalam Bidang Farmasi, Prosiding Seminar Nasional Rumput Laut, APBIRI. Jakarta.
Anggadiredjo, J.T., 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.
AOAC., 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Washington.
Angka, S. L., Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian. Bogor.
Basmal, J., 2000. Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen. Pusat Riset Pengolahan Produk dan sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Chapman, V.J., dan D.J. Chapman. 1980. Seawed and Their Uses. Third edition Capman and Hall. Metheun Co. Ltd. London. P. 194-271.
Dian, dan Intan Dewi., 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurnal Teknik Kimia Universias Diponegoro. Semarang.
Doty, MS., Santos, GA., 1987. The Production and Uses of Eucheuma Dalam : Studies of Seven Commercial Seaweeds Resources. Ed. By : M.S. Doty, J.F. Caddy and B. Santelices. FAO Fish. Tech. Paper No. 281 Rome.
Eko Pebrianata, 2005. Dalam Skripsi Pengaruh dan Pencampuran Kappa dan Iota Karagenan Terhadap Kekuatan Gel dan Viskositas Karagenan Campuran. Bogor. http://www.cPKelco.com . Diakses tanggal 3 April 2012.
Eko Pebrianata, 2005. Dalam Skripsi Pengaruh dan Pencampuran Kappa dan Iota Karagenan Terhadap Kekuatan Gel dan Viskositas Karagenan Campuran. Bogor. http://www.beritasore.com/ekuin4.06.05.05.html. Diakses tanggal 2 Januari 2012..
Fardiaz, D., 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
FAO, 1990. Training Manual on Glacilaria Culture and seawed Processing in China. Rome.
Glicksman, 1983. Seaweed extracts. Di dalam Glicksman M (ed). Food Hydrocolloids Vol II. CRC Press, Boca Raton, Florida.
Guiseley, KB., Stanley NF, Whitchouse PA. 1980. Carrageenan. Di dalam Whistler RL (ed). Handbook of Water Soluble Gums and Resins. New york : McGraw Hill Book Co.
Indriyani, H. dan E. Sumiarsih. 1999. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.
Imeson, A. P., 2000. Carrageenan di dalam Handbook of Hydrocolloids. G. O. Badan riset Kelautan dan Perikanan. 2003. Proyek riset Kelautan dan Perikanan.Departemen Kelautan dan Perikanan : Jakarta
Kasim, S. R., 2004. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi dan Lamanya Waktu Pemberian Rumput Laut Eucheuma Cottoni Terhadap Kadar Lipid Serum Darah Tikus. (Skripsi Fakultas Perikanan) Universitas Brawijaya. Malang.
LIPI., 2000. Rumput Laut. http://www.warintek.net/rumputlaut.htm.
Moirano, AL., 1977. Sulfated Seaweed Polysacharides dalam Food Colloids. The AVI Publishing Company. Westport, Connecticut.
Munaf, DR., 2000. Rumput Laut. http//www.ristek.go.id. 16 Februari 2003.
Othmer, 1968. “Seaweed Colloids”, Encyclopedia of Chemical Technology, No 17: 763-784.
Paranginangin, R., dan Yunizial, 1999. Teknologi Ekstraksi Pikokoloid dari Rumput Laut. Prosiding Pra Kipnas VII Forum Komunikasi I Ikatan Fikologi Indonesia, 8 September, Puspitek, Serpong, Jakarta.
Rasyid, A. 2010. Ekstrak Natrium Alginat dari Alga Coklat. Pusat Penelitian Oseanografi.
Satari, R., 1996. Potensi Pemanfaatan Rumput Laut. Dalam Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Sadhori, N.S., 1989. Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka. Jakarta
Sheng, Yao., Wanging S.L., L.Zhien and Yanxia Z., 1986. Preparation and Properties of Carrageenan From some Species of Eucheuma in Hainan Island Cina. Jurnal Fish China.
Shoegiarto, A. et al., 1978. Rumput Laut (algae): manfaat, potensi dan usaha budidayanya. Lembaga Oseanologi Nasional, Jakarta.
Sudarmadji, S., Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa. Bandung
Sudarmadji. S, H., Bambang dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.
Towle, A.G., 1973. Carrageenan. In : R.L Whistler (Ed). Industrial Gum : Polysacharides and Their Derivates. Academic Press. London.
Tojo, E., Prado, J., 2003. Chemical composition of carrageenan blends determined by IR spectroscopy combined with a PLS multivariate calibration method. Carbohydrate Research.
Van, Bosse., 1913. A.W., List Des Alques du Siboga I: Myxophyceae, Chlorophyceae, Phaeophyceae avec le concours de M., 59a, 1186, Th. Reinhold, Siboga-Expeditie Monographic.
Winarno, FG., 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Wirjatmadi, B. M., Adrianti dan S. Purwati., 2002. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal Penelitian Medika Eksakta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Analisa Rendemen
Lampiran 1.1 Rekapitulasi Hasil Analisa Rendemen Karagenan
Perlakuan Rendemen (%) Total Rata-rataKOH Waktu Ekstraksi UL1 UL2
a1 b1 20.2 12 32.20 16.10
b2 20.9 16.8 37.70 18.85
a2 b1 26.7 26.5 53.20 26.60
b2 30.1 30 60.10 30.05
a3 b1 18.2 18 36.20 18.10
b2 16.5 16.7 33.20 16.60
Total 132.60 120.00 252.60 126.30
Rata-rata 22.10 20.00 42.10 21.05
Lampiran 1.2 Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Hasil Analisa Rendemen pada Karagenan Murni (Refined Carragenan).
Sumber Keragaman JK DB KT F hit. Sig.KOH 317.585 2 158.792 22.636 .002
Waktu Ekstraksi 7.363 1 7.363 1.050 .345
Interaksi 14.352 2 7.176 1.023 .415
Galat 42.090 6 7.015
Total 381.390 11
Keterangan :Sig > 0.05 = Tidak berpengaruh nyata (tn)0.01<Sig<0.05 = Berpengaruh Nyata (*)
Sig<0.01 = Berpengaruh Sangat Nyata (**)
Lampiran 1.3 Data Rekapitulasi Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap Rendemen
KOH
Konsentrasi KOH UL1 UL2 Rata-rata
KOH 5% 20.55 14.4 17.475
KOH 10% 28.4 28.25 28.325
KOH 15% 17.35 17.35 17.35
Waktu Ekstraksi
Waktu Ekstraksi UL1 UL2 Rata-rata
15 jam 21.7 18.83333 20.26667
18 jam 22.5 21.16667 21.83333
Lampiran 1.4 Uji Lanjut Duncan Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap Rendemen
Konsentrasi KOH NKelompok
1 215% 4 17.3500
5% 4 17.4750
10% 4 28.3250
Sig. .949 1.000Ket : Berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%
Lampiran 2. Perhitungan Analisa Kadar Air
Lampiran 2.1 Rekapitulasi Hasil Analisa Kadar Air Karagenan
Perlakuan Kadar Air (%)Total Rata-rata
KOH Waktu Ekstraksi UL1 UL2
a1 b1 9.19 13.40 22.60 11.30
b2 9.67 11.71 21.38 10.69
a2 b1 9.54 10.80 20.35 10.17
b2 10.38 13.58 23.96 11.98
a3 b1 9.03 8.92 17.94 8.97
b2 11.54 9.15 20.69 10.34
Total 59.36 67.56 126.92 63.46
Rata-rata 9.89 11.26 21.15 10.58
Lampiran 2.2 Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Hasil Analisa Kadar Air pada Karagenan Murni (Refined Carragenan).
Sumber Keragaman JK DB KT F hit. Sig.
KOH 5.046 2 2.523 .768 .505
Waktu Ekstraksi 2.210 1 2.210 .673 .444
Interaksi 3.309 2 1.654 .503 .628
Galat 19.719 6 3.286
Total 30.284 11
Ket. Tidak Berpengaruh Nyata pada taraf 5% dan 1%
Keterangan :Sig > 0.05 = Tidak Berpengaruh Nyata (tn)0.01<Sig<0.05 = Berpengaruh Nyata (*)
Sig<0.01 = Berpengaruh Sangat Nyata (**)
Lampiran 3. Perhitungan Analisa Kadar Abu
Lampiran 3.1 Rekapitulasi Hasil Analisa Kadar Abu Karagenan
Perlakuan Kadar Abu (%)Total Rata-rata
KOH Waktu Ekstraksi UL1 UL2
a1 b1 10.67 25.18 35.85 17.93
b2 21.93 22.13 44.06 22.03
a2 b1 26.98 20.66 47.64 23.82
b2 29.62 32.95 62.57 31.29
a3 b1 26.41 44.43 70.84 35.42
b2 35.85 42.83 78.68 39.34
Total 151.46 188.18 339.64 169.82
Rata-rata 25.24 31.36 56.61 28.30
Lampiran 3.2 Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Hasil Analisa Kadar Abu pada Karagenan Murni (Refined Carragenan).
Sumber Keragaman JK DB KT F hit. Sig.
KOH 609.077 2 304.538 5.755 .040
Waktu Ekstraksi 79.980 1 79.980 1.511 .265
Interaksi 7.964 2 3.982 .075 .928
Error 317.526 6 52.921
Total 1014.546 11
Keterangan :Sig > 0.05 = Tidak berpengaruh nyata (tn)0.01<Sig<0.05 = Berpengaruh Nyata (*)
Sig<0.01 = Berpengaruh Sangat Nyata (**)
Lampiran 3.3 Data Rekapitulasi Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap Kadar Abu
KOHKonsentrasi KOH UL1 UL2 Rata-rata
KOH 5% 16.30 23.66 19.98
KOH 10% 28.30 26.81 27.55
KOH 15% 31.13 43.63 37.38
Waktu EkstraksiWaktu Ekstraksi UL1 UL2 Rata-rata
15 jam 21.35 30.09 25.72
18 jam 29.13 32.64 30.89
Lampiran 3.4 Uji Lanjut Duncan Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap Kadar Abu
Konsentrasi KOH N Kelompok
1 2
5% 4 19.9775
10% 4 27.5525 27.5525
15% 4 37.3800
Sig. .191 .105
Ket : Berpengaruh Nyata pada taraf 5%.
Lampiran 4. Perhitungan Analisa Kadar Serat
Lampiran 4.1 Rekapitulasi Hasil Analisa Kadar Serat Karagenan
Perlakuan Kadar Serat (%)Total Rata-rata
KOH Waktu ekstraksi UL1 UL2
a1 b1 8.51 5.33 13.84 6.92
b2 4.78 4.06 8.84 4.42
a2 b1 4.25 4.34 8.59 4.30
b2 2.23 4.37 6.60 3.30
a3 b1 3.55 1.01 4.56 2.28
b2 2.29 1.72 4.01 2.01
Total 25.61 20.83 46.44 23.22
Rata-rata 4.27 3.47 7.74 3.87
Lampiran 4.2 Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Hasil Analisa Kadar Serat pada Karagenan Murni (Refined Carragenan).
Sumber Keragaman JK DB KT F hit. Sig.
KOH 24.918 2 12.459 6.797 .029
Waktu Ekstraksi 4.738 1 4.738 2.585 .159
Interaksi 2.578 2 1.289 .703 .532
Galat 10.997 6 1.833
Total 43.231 11Keterangan :Sig > 0.05 = Tidak berpengaruh nyata (tn)0.01<Sig<0.05 = Berpengaruh Nyata (*)Sig<0.01 = Berpengaruh Sangat Nyata (**)
Lampiran 4.3 Data Rekapitulasi Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap Kadar Serat
KOH
Konsentrasi KOH UL1 UL2 Rata-rata
KOH 5% 6.65 4.70 5.67
KOH 10% 3.24 4.36 3.80
KOH 15% 2.92 1.37 2.14
Waktu Ekstraksi
Waktu Ekstraksi UL1 UL2 Rata-rata
15 jam 5.44 3.56 4.50
18 jam 3.10 3.38 3.24
Lampiran 4.4 Uji Lanjut Duncan Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap Kadar Serat
Konsentrasi KOH NKelompok
1 215% 4 2.1425
10% 4 3.7975 3.7975
5% 4 5.6700
Sig. .135 .098Ket : Berpengaruh Nyata 5%.
Lampiran 5. Perhitungan Analisa Viskositas
Lampiran 5.1 Rekapitulasi Hasil Analisa Viskositas Karagenan (%)
Perlakuan Viskositas Total Rata-rataKOH waktu ekstraksi 1 2
a1 b1 8 8 16.00 8.00
b2 8 8 16.00 8.00
a2 b1 8 8 16.00 8.00
b2 8 8 16.00 8.00
a3 b1 8 8 16.00 8.00
b2 8 8 16.00 8.00
Total 48.00 48.00 96.00 48.00
Rata-rata 8.00 8.00 16.00 8.00
Lampiran 6. Rumput laut (Eucheuma cottonii)
Lampiran 7. Perlakuan alkali (pencampuran NaOH, dan akuades )
Lampiran 8. Gambar proses penghancuran
Lampiran 9. Gambar proses ekstraksi Rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Alkali KOH + aquades
Lampiran 10. Gambar proses filtrasi (penyaringan) menggunakan kain saring
Lampiran 11. Gambar proses penambahan alkohol 95% hingga berbentuk serat
Lampiran 12. Gambar hasil endapan
Lampiran 13. Tepung Karagenan setelah pengeringan
top related