analisis penggunaan dan kesesuaian lahan …

12
8 ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN BERDASARKAN POTENSI BAHAYA LETUSAN GUNUNG MERAPI LAND USE AND LAND SUITABILITY ANALISYS BASED ON ERUPTION HAZARD POTENTIAL OF MOUNT MERAPI Hasmana Soewandita dan Nana Sudiana Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan Wilayah dan Mitigasi Bencana, BPPT Email : [email protected] Diterima (received) : 03-09-2014, Direvisi (reviewed) : 06-09-2014 Disetujui (accepted) : 14-10-2014 Abstrak Gunung Merapi merupakan gunung yang tergolong aktif dan frekwensi erupsi tergolong sering terjadi. Dampak yang ditimbulkan akibat letusan Gunung Merapi tergolong dasyat dan berdampak terhadap kerugian harta benda, infrastruktur hingga korban jiwa. Kawasan rawan bencana Merapi meliputi hingga kawasan yang berpenghuni dan kawasan budidaya (tegalan dan kebun campuran). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan arahan penggunaan dan kesesuaian lahan dikaitkan dengan kawasan rawan bencana. Metoda yang digunakan adalah diskriptif analitik dengan berdasarkan hasil survey lapang dan analisis peta (penggunaan lahan dan kawasan rawan bencana). Hasil analisis menunjukkan bahwa kawasan budidaya yang masih diokupasi oleh masyarakat diarahkan untuk penggunaan lahan tanaman keras dengan kombinasi tanaman pangan. Tanaman yang mudah suksesi diarahkan pada tanaman yang mempunyai bonggol akar, dikarenakan tanaman ini akan cepat tumbuh setelah terjadi dampak letusan Merapi. Begitu juga tanaman keras yang mempunyai daya trubus (tumbuh) kembali seperti tanaman hortikultura (Alpukat, Lengkeng, Mahoni), sedangkan tanaman sengon meskipun cepat tumbuh akan tetapi mudah terbakar. Kata kunci : erupsi, tataguna laha, kesesuaian lahan Abstract Mount Merapi is a mountain that is classified as active and relatively frequent eruption frequency. The impact caused by the eruption of Mount Merapi classified terrible and the impact on the loss of property, infrastructure to fatalities. Merapi disaster-prone areas covering up areas inhabited and cultivated areas. The purpose of this activity is to provide direction and suitability of land use is associated with a disaster prone area. The method is based on the analytic descriptive field survey and analysis of maps (land use and disaster-prone areas). The analysis showed that the cultivated area is still occupied by the public is directed to land penmggunaan perennials with a combination of food crops. Plants are easy succession directed at plants that have root weevil, because these plants will quickly grow after the impact of the eruption of Merapi. Likewise perennials that have a Poster (grow) back as horticultural crops (Avocado, Lengkeng, Mahony), while the fast-growing plants sengon though but flammable Key word : eruption, land use, land suitability 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di wilayah Propinsi DIY (Sleman) dan Propinsi Jawa Tengah (Klaten, Magelang dan Boyolali) tergolong salah satu gunung yang teraktif di Indonesia. Selain sebagai gunung yang tergolong aktif, Gunung Merapi di bagian lerengnya bermukim ribuan manusia dan bentang lahannya di bagian lereng juga merupakan urat nadi kehidupan bagi masyarakat yang berada di wilayah tersebut terutama untuk kawasan budidaya pertanian. Bentang lahannya selain dimanfaatkan untuk usaha budidaya pertanian JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita) Desember 2014/Vol. 16/No 3

Upload: others

Post on 12-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

8

ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN BERDASARKAN POTENSI BAHAYA LETUSAN GUNUNG MERAPI

LAND USE AND LAND SUITABILITY ANALISYS BASED ON

ERUPTION HAZARD POTENTIAL OF MOUNT MERAPI

Hasmana Soewandita dan Nana Sudiana Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan Wilayah dan Mitigasi Bencana, BPPT

Email : [email protected]

Diterima (received) : 03-09-2014, Direvisi (reviewed) : 06-09-2014 Disetujui (accepted) : 14-10-2014 Abstrak Gunung Merapi merupakan gunung yang tergolong aktif dan frekwensi erupsi tergolong sering terjadi. Dampak yang ditimbulkan akibat letusan Gunung Merapi tergolong dasyat dan berdampak terhadap kerugian harta benda, infrastruktur hingga korban jiwa. Kawasan rawan bencana Merapi meliputi hingga kawasan yang berpenghuni dan kawasan budidaya (tegalan dan kebun campuran). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan arahan penggunaan dan kesesuaian lahan dikaitkan dengan kawasan rawan bencana. Metoda yang digunakan adalah diskriptif analitik dengan berdasarkan hasil survey lapang dan analisis peta (penggunaan lahan dan kawasan rawan bencana). Hasil analisis menunjukkan bahwa kawasan budidaya yang masih diokupasi oleh masyarakat diarahkan untuk penggunaan lahan tanaman keras dengan kombinasi tanaman pangan. Tanaman yang mudah suksesi diarahkan pada tanaman yang mempunyai bonggol akar, dikarenakan tanaman ini akan cepat tumbuh setelah terjadi dampak letusan Merapi. Begitu juga tanaman keras yang mempunyai daya trubus (tumbuh) kembali seperti tanaman hortikultura (Alpukat, Lengkeng, Mahoni), sedangkan tanaman sengon meskipun cepat tumbuh akan tetapi mudah terbakar. Kata kunci : erupsi, tataguna laha, kesesuaian lahan Abstract Mount Merapi is a mountain that is classified as active and relatively frequent eruption frequency. The impact caused by the eruption of Mount Merapi classified terrible and the impact on the loss of property, infrastructure to fatalities. Merapi disaster-prone areas covering up areas inhabited and cultivated areas. The purpose of this activity is to provide direction and suitability of land use is associated with a disaster prone area. The method is based on the analytic descriptive field survey and analysis of maps (land use and disaster-prone areas). The analysis showed that the cultivated area is still occupied by the public is directed to land penmggunaan perennials with a combination of food crops. Plants are easy succession directed at plants that have root weevil, because these plants will quickly grow after the impact of the eruption of Merapi. Likewise perennials that have a Poster (grow) back as horticultural crops (Avocado, Lengkeng, Mahony), while the fast-growing plants sengon though but flammable Key word : eruption, land use, land suitability

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gunung Merapi yang berada di wilayah

Propinsi DIY (Sleman) dan Propinsi Jawa Tengah (Klaten, Magelang dan Boyolali) tergolong salah satu gunung yang teraktif di Indonesia. Selain

sebagai gunung yang tergolong aktif, Gunung Merapi di bagian lerengnya bermukim ribuan manusia dan bentang lahannya di bagian lereng juga merupakan urat nadi kehidupan bagi masyarakat yang berada di wilayah tersebut terutama untuk kawasan budidaya pertanian. Bentang lahannya selain dimanfaatkan untuk usaha budidaya pertanian

juga merupakan kawasan lindung di sekitar puncaknya.

Dampak letusan Gunung Merapi sangat dasyat terhadap kerusakan lingkungan vegetasi, tanaman budidaya, lahan, mata air dan permukiman. Namun dibalik bencana tersebut sebenarnya letusan Merapi memulihkan kembali dagradasi lahan akibat budidaya pertanian. Meskipun pada masa awal menimbulkan bencana, resilien kesuburan tanah pertanian akan terbentuk kembali. Material piroklastik yang berupa abu vulkanis merupakan bahan yang sangat subur apabila disebarkan pada lahan pertanian. Dalam jangka waktu yang lama dan berulang-ulang, kesuburan tanah disekitar lereng Merapi akan terjadi lagi.

Dalam Journal of Volcanology and Geothermal Research yang mengupas khusus soal Merapi (2000) melaporkan, selama masa kolonial Belanda, tercatat setidaknya terjadi enam letusan besar Merapi, yaitu pada 1587, 1672, 1768, 1822, dan 1872. Dimana letusan yang terjadi pada 1822 termasuk yang terbesar dengan jangkauan awan panas mencapai kawasan sejauh puluhan kilometer, merata di Kali Blongkeng, Senowo, Apu, Trising, Gendol, dan Woro, termasuk wilayah yang sekarang menjadi Lapangan Golf Cangkringan. Letusan disebabkan hancurnya kubah lava dan memunculkan awan panas sejauh puluhan kilometer juga pernah terjadi pada 1930. Letusan ini sempat mengubur 13 desa, merenggut jiwa 1.369 orang dan 2.100 ternak.

Dalam sepuluh tahun terakhir, Merapi telah meletus dua kali yaitu pada tahun 2006 dan pada tahun 2010. Letusan Gunung Merapi tanggal 8 Juni 2008 dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat yang aman. Semburan awan panas sejauh 5 km mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman. Erupsi pada tahun 2010, letusannya menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.dan menelan korban 43 orang.

Erupsi Merapi pada tahun 2010 memberikan dampak yang luar biasa terhadap aset yang dimiliki masyarakat meliputi hilangnya rumah, kerugian harta benda, korban jiwa, kerusakan lahan dan hilangnya sumberdaya alam yang menghancurkan sebagian besar desa desa yang berada disekitar alur Kali Gendol. Berdasarkan catatan, lebih dari 300 KK kehilangan tempat tinggal dan 382 jiwa meninggal akibat diterjang awan panas dan lebih dari 70.000 jiwa mengungsi ke tempat yang aman (Bappenas).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bappenas telah menghitung kerusakan

dan kerugian akibat letusan Gunung Merapi tanggal 26 Oktober sampai 5 November tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp 4,23 triliun. Kerusakan dan kerugian terjadi di empat kabupaten yaitu Kabupaten Magelang, Sleman, Boyolali dan Klaten. Kerusakan dan kerugian terjadi pada berbagai sektor yaitu perumahan, sosial (pendidikan dan kesehatan), ekonomi (pertanian, perkebunan/hortikultura, industri, perdagangan dan pariwisata), prasarana dan lingkungan.

Kerugian pertanian selain dari tanaman dan potensi panen, dampak erupsi Merapi berimplikasi pada kerusakan lahan. Lahan produksi pertanian terkena material erupsi seperti pasir, abu vulkan dan awan panas. Kerusakan lahan akibat meterial tersebut memungkinkan masih bisa direhabilitasi, akan tetapi akibat material yang ukurannya jauh lebih besar (baik dari ukuran partikel ataupun volumenya) akan lebih sulit dilakukan upaya rehabilitasi. Kawasan budidaya ini merupakan kawasan yang mempunyai nilai ekonomi dan mempunyai peranan penting bagi dukungkan kehidupan pendduduk sekitar lereng Merapi. Dalam rangka untuk mengurangi risiko akibat bahaya letusan gunung berapi, tidak serta merta berdasarkan pembangunan perangkat alat peringatan dini, akan tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah perencanaan tataguna lahan pada kawasan yang terindikasi pada potensi area kawasan terdampak (Becker et. al., 2010). Perencanaan penggunaan lahan pada daerah yang berisiko tinggi, memungkinkan bisa menghindarkan dari kerugian ekonomi yang tinggi. Dengan demikian dikaitkan dengan ancaman bahaya letusan Gunung Merapi perlu adanya analisis dan kajian pola penggunaan lahan dan kesesuaian lahan serta arahan rekomendasi komoditas dan pola budidaya pada kawasan rawan bencana tersebut. 1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan

analisis penggunaan dan kesesuaian lahan dikaitkan dengan potensi bahaya meletusnya Gunung Merapi seperti jatuhan material piroklastik, awan panas, lahar dingin dan abu vulkanis.

2 METODOLOGI

2.1 Lokasi Studi

Lokasi studi dilakukan di Lereng Merapi di wilayah Kabupaten Klaten, khusunya di Kecamatan Karangnongko, Kecamatan Manisrenggo dan Kecamatan Kemalang. Sedangkan waktu studi dilakukan pada bulan Juli 2011.

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 2: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

9

juga merupakan kawasan lindung di sekitar puncaknya.

Dampak letusan Gunung Merapi sangat dasyat terhadap kerusakan lingkungan vegetasi, tanaman budidaya, lahan, mata air dan permukiman. Namun dibalik bencana tersebut sebenarnya letusan Merapi memulihkan kembali dagradasi lahan akibat budidaya pertanian. Meskipun pada masa awal menimbulkan bencana, resilien kesuburan tanah pertanian akan terbentuk kembali. Material piroklastik yang berupa abu vulkanis merupakan bahan yang sangat subur apabila disebarkan pada lahan pertanian. Dalam jangka waktu yang lama dan berulang-ulang, kesuburan tanah disekitar lereng Merapi akan terjadi lagi.

Dalam Journal of Volcanology and Geothermal Research yang mengupas khusus soal Merapi (2000) melaporkan, selama masa kolonial Belanda, tercatat setidaknya terjadi enam letusan besar Merapi, yaitu pada 1587, 1672, 1768, 1822, dan 1872. Dimana letusan yang terjadi pada 1822 termasuk yang terbesar dengan jangkauan awan panas mencapai kawasan sejauh puluhan kilometer, merata di Kali Blongkeng, Senowo, Apu, Trising, Gendol, dan Woro, termasuk wilayah yang sekarang menjadi Lapangan Golf Cangkringan. Letusan disebabkan hancurnya kubah lava dan memunculkan awan panas sejauh puluhan kilometer juga pernah terjadi pada 1930. Letusan ini sempat mengubur 13 desa, merenggut jiwa 1.369 orang dan 2.100 ternak.

Dalam sepuluh tahun terakhir, Merapi telah meletus dua kali yaitu pada tahun 2006 dan pada tahun 2010. Letusan Gunung Merapi tanggal 8 Juni 2008 dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat yang aman. Semburan awan panas sejauh 5 km mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman. Erupsi pada tahun 2010, letusannya menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.dan menelan korban 43 orang.

Erupsi Merapi pada tahun 2010 memberikan dampak yang luar biasa terhadap aset yang dimiliki masyarakat meliputi hilangnya rumah, kerugian harta benda, korban jiwa, kerusakan lahan dan hilangnya sumberdaya alam yang menghancurkan sebagian besar desa desa yang berada disekitar alur Kali Gendol. Berdasarkan catatan, lebih dari 300 KK kehilangan tempat tinggal dan 382 jiwa meninggal akibat diterjang awan panas dan lebih dari 70.000 jiwa mengungsi ke tempat yang aman (Bappenas).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bappenas telah menghitung kerusakan

dan kerugian akibat letusan Gunung Merapi tanggal 26 Oktober sampai 5 November tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp 4,23 triliun. Kerusakan dan kerugian terjadi di empat kabupaten yaitu Kabupaten Magelang, Sleman, Boyolali dan Klaten. Kerusakan dan kerugian terjadi pada berbagai sektor yaitu perumahan, sosial (pendidikan dan kesehatan), ekonomi (pertanian, perkebunan/hortikultura, industri, perdagangan dan pariwisata), prasarana dan lingkungan.

Kerugian pertanian selain dari tanaman dan potensi panen, dampak erupsi Merapi berimplikasi pada kerusakan lahan. Lahan produksi pertanian terkena material erupsi seperti pasir, abu vulkan dan awan panas. Kerusakan lahan akibat meterial tersebut memungkinkan masih bisa direhabilitasi, akan tetapi akibat material yang ukurannya jauh lebih besar (baik dari ukuran partikel ataupun volumenya) akan lebih sulit dilakukan upaya rehabilitasi. Kawasan budidaya ini merupakan kawasan yang mempunyai nilai ekonomi dan mempunyai peranan penting bagi dukungkan kehidupan pendduduk sekitar lereng Merapi. Dalam rangka untuk mengurangi risiko akibat bahaya letusan gunung berapi, tidak serta merta berdasarkan pembangunan perangkat alat peringatan dini, akan tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah perencanaan tataguna lahan pada kawasan yang terindikasi pada potensi area kawasan terdampak (Becker et. al., 2010). Perencanaan penggunaan lahan pada daerah yang berisiko tinggi, memungkinkan bisa menghindarkan dari kerugian ekonomi yang tinggi. Dengan demikian dikaitkan dengan ancaman bahaya letusan Gunung Merapi perlu adanya analisis dan kajian pola penggunaan lahan dan kesesuaian lahan serta arahan rekomendasi komoditas dan pola budidaya pada kawasan rawan bencana tersebut. 1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan

analisis penggunaan dan kesesuaian lahan dikaitkan dengan potensi bahaya meletusnya Gunung Merapi seperti jatuhan material piroklastik, awan panas, lahar dingin dan abu vulkanis.

2 METODOLOGI

2.1 Lokasi Studi

Lokasi studi dilakukan di Lereng Merapi di wilayah Kabupaten Klaten, khusunya di Kecamatan Karangnongko, Kecamatan Manisrenggo dan Kecamatan Kemalang. Sedangkan waktu studi dilakukan pada bulan Juli 2011.

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 3: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

10

2.2 Metoda Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metoda yang digunakan untuk pengumpulan data primer yaitu dengan survei lapang meliputi data penggunaan lahan eksisting, kondisi kerusakan tutupan lahan, dan pengamatan material bahan erupsi yang terpapar diatas lahan. Pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara penduduk setempat. Pengecekan lahan juga dilakukan terhadap kondisi kerusakan vegetasi dan material letusan, serta indikasi daya resilien tanaman tanaman baik yang pioneer ataupun bekas vegetasi yang bisa tumbuh kembali. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan seperti peta peta (potensi paparan bahaya letusan Gunung Merapi) dan peta penggunaan lahan. 2.3 Metoda Analisis Data

Data data hasil survey lapang yang meliputi

data biofisik lahan pada wilayah terpapar letusan dilakukan analisis baik meliputi kondisi penggunaan lahannya, kerusakannya tanah dan vegetasinya dan arahan kedepan pola penggunaan lahannya dikaitkan dengan potensi ancaman. Mengingat letusan yang sudah terjadi beberapa lama, tanaman tanaman suksesi juga menjadi catatan penting dalam membuat arahan rekomendasinya.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Penggunaan dan Kesesuaian Lahan Berbasis Potensi Bahaya Bencana

Kesesuaian lahan merupakan kecocokan sebuah komoditas pertanian sebagai syarat tumbuh dikaitkan dengan tingkat kualitas lahan baik secara fisik, kimia maupun kondisi agroekologi. Dalam kaitannya dengan potensi bahaya Gunung Merapi, seperti diketahui kawasan lereng Merapi banyak lahan yang dimanfaatkan untuk lahan budidaya pertanian (tanaman keras, tanaman semusim atau pencampuran dari kedua jenis tanaman dan sawah tadah hujan), sehingga perlu dilakukan arahan pengelolaan lahan dalam kerangka untuk mitigasi bencana.

Potensi bahaya Gunung Merapi meliputi jatuhan material piroklastik, awan panas, lahar dingin dan abu vulkanis. Potensi bahaya bencana Gunung Merapi tersebut berimplikasi terhadap ancaman kerusakan kawasan pemukiman dan kawasan budidaya. Kawasan budidaya merupakan lahan yang mempunyai potensi ekonomi dan merupakan bagian dari mata pencaharian penduduk di kawasan lereng Merapi khususnya bagi penduduk di Kecamatan Karangnongko, Kemalang dan Manisrenggo. Berdasarkan analisis peta tutupan

lahan (Gambar 1), telah dilakukan identifikasi dan klasifikasi kondisi penggunaan lahan yang terkenan potensi bahaya atau kawasan rawan bencana di ketiga kecamatan tersebut (Gambar 2). Hasil identifikasi penggunaan lahan di kawasan zona potensi bahaya Gunung Merapi di tiga kecamatan di Kabupaten Klaten disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 1. Tata Guna Lahan di Wilayah Studi (Kec. Karangnongko, Kec. Manis-renggo dan Kec. Kemalang) Sumber : Bappeda Kab. Klaten

Di Kecamatan Karangnongko, kawasan

budidaya yang terkena potensi dampak bahaya Gunung Merapi adalah lahan dengan tipe penggunaan lahan sawah dan kebun campuran dan masuk dalam katagori zona bahaya rendah. Ancaman bahaya abu vulkanis dengan zona bahaya rendah terdampak pada jenis penggunaan lahan sawah dan kebun campuran yang masing-masing luasnya berturut-turut adalah 818,6 Ha dan 1.005,28 Ha. Bahaya lahar dingin juga menjadi ancaman di kawasan budidaya pada tipe penggunaan lahan sawah dan hanya berpotensi pada luasan sekitar 3.23 Ha. Upaya pengelolaan lahan dengan arahan kesesuaian lahan terhadap ancaman bahaya perlu dilakukan pada kawasan tersebut meskipun mempunyai tingkat ancaman bahaya yang tergolong rendah. Pada zona bahaya rendah, ancaman bahaya abu vulkanis disamping berdampak negatif pada saat kejadian bencana, akan tetapi pada masa selanjutnya dampak abu vulkanis akan berimplikasi yang positif terhadap kondisi kesuburan tanah pertanian/kawasan budidaya.

Di Kecamatan Kemalang, ancaman bahaya Gunung Merapi menempati areal yang lebih luas dan menjadi ancaman di kawasan budidaya dengan berbagai tipe penggunaan lahan. Seluruh jenis atau tipe ancaman bahaya terdampak pada berbagai tipe penggunaan lahan. Ancaman bahaya jatuhan material piroklastik dengan zona bahaya rendah,

sedang hingga tinggi terdampak pada jenis penggunaan lahan tanaman semusim, kebun campuran dan tanaman keras. Pada zona bahaya tinggi dari jenis ancaman jatuhan material piroklastik terdampak pada jenis penggunaan lahan tanaman semusim seluas 169.44 Ha Sedangkan jenis ancaman bahaya ini dengan katagori zona bahaya rendah terpapar paling luas pada jenis penggunaan lahan kebun campuran yaitu seluas 1.397,64 Ha.

Gambar 2. Kawasan Rawan Bencana Merapi di

wilayah studi (Kec. Karangnongko, Kec. Manisrenggo dan Kec. Kemalang). Sumber : BPPT dan Bappeda Kab. Klaten, 2011.

Ancaman bahaya awan panas dengan zona

bahaya rendah meliputi areal seluas 2.788,49 Ha. Ancaman bahaya ini terpapar pada tipe jenis penggunaan lahan dari mulai sawah, tanaman semusim, kebun campuran hingga tanaman keras dan paling luas menjadi ancaman pada tipe penggunaan lahan sawah dan kebun campuran dengan berturut-turut mempunyai luasan sekitar 1.397,04 Ha dan 1.160,18 Ha. Meskipun luas terdampaknya lebih kecil ancaman bahaya pada zona sedang dan tinggi juga perlu mendapat perhatian yang sangat penting berkaitan dengan upaya mitigasinya. Perubahan penggunaan lahan dari tanaman semusim dengan pola tanaman campuran atau menjadi kawasan konservasi bisa menjadi solusi arahan kesesuaian komoditas pada zona bahaya tinggi, sedangkan pada zona bahaya sedang pola pertanaman semusim bisa direkomendasikan dengan pola mixed farming atau agroforestry. Pemilihan komoditas akan dibahas pada sub bab berikutnya.

Ancaman bahaya abu vulkanis terpapar pada semua zona, zona bahaya rendah, sedang hingga tinggi. Zona bahaya rendah dan sedang terdapat pada kawasan budidaya dengan tipe penggunaan lahan : tanaman keras, kebun campuran dan tanaman

semusim dengan total luasan 3.457, 41 Ha. Sedangkan pada zona tinggi terdapat jenis penggunaan lahan tanaman semusim dengan luasan 407.65 Ha. Dampak abu vulkanis pada zona bahaya tinggi bisa menyebabkan kawasan budidaya tersebut terkubur abu vulkanis hingga ketebalan lebih dari 20 cm. Dalam jangka waktu beberapa saat pasca letusan kawasan ini berpotensi terjadi efek semenisasi karena pengaruh ketebalan abu vulkanis tersebut. Untuk bisa dilakukan usaha budidaya kembali perlu dilakukan pengolahan tanah dengan kekuatan ekstra (mekanis) dan penambahan bahan organik. Dikaitkan dengan zona bahaya dan kesesuaian lahan, pada zona ini sebaiknya merupakan kawasan dengan penggunaan lahan tanaman keras/hutan atau kombinasi tanaman semusim, tanaman perkebunan (kopi) dan tanaman keras.

Bahaya lahar dingin di Kecamatan Kemalang menjadi ancaman di kawasan lahan dengan tipe penggunaan lahan kebun campuran dan masuk dalam zona bahaya rendah hingga sedang. Zona bahaya rendah mencapai kawasan lahan seluas 224,72 Ha sedangkan pada zona sedang menempati areal lahan seluas 89,65 Ha. Zona bahaya lahar dingin mengancam kawasan sekitar aliran sungai, sehinggi sekitar bantaran sungai ini arahan kesesuaian komoditasnya adalah tanaman yang mempunyai kuatan manahan lebih, tanaman yang tumbuhnya menggerombol dan sifatnya masif bisa direkomendasikan.

Di Kecamatan Manisrenggo, jenis bahaya letusan Gunung Merapi yang mengancam adalah awan panas, abu vulkanis dan lahar dingin. Bahaya awan panas mengancam kawasan lahan dengan zona rendah hingga sedang pada tipe penggunaan lahan sawah. Ancaman bahaya awan panas pada penggunaan lahan sawah tentunya mempunyai risiko yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tipe penggunaan pada tanaman keras atau kebun campuran. Daya rusak awan panas terhadap jenis tanaman pangan akan lebih besar dibandingkan dengan pada tanaman keras. Pada zona bahaya sedang, penggunaan lahan sawah diarahkan pada perubahan jenis penggunaan lahan dengan kesesuaian komoditas campuran antara tanaman keras dan tanaman semusim. Analisis detil kesesuaian komoditas dibahas pada bab selanjutnya. Bahaya abu vulkanis mengancam kawasan lahan budidaya dan masuk pada zona bahaya rendah hingga sedang. Ancaman bahaya ini terpapar pada zona bahaya rendah seluas 1.403,66 Ha dan zona bahaya sedang seluas 433,97 Ha. Ancaman bahaya abu vulkanis ini mengancam kawasan yang tergolong cukup luas. Akan tetapi dibalik ancaman bahaya ini, dalam jangka waktu yang lama pasca letusan, bahaya abu vulkanis justru berimplikasi pada peningkatan kesuburan lahan. Berdasarkan

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 4: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

11

sedang hingga tinggi terdampak pada jenis penggunaan lahan tanaman semusim, kebun campuran dan tanaman keras. Pada zona bahaya tinggi dari jenis ancaman jatuhan material piroklastik terdampak pada jenis penggunaan lahan tanaman semusim seluas 169.44 Ha Sedangkan jenis ancaman bahaya ini dengan katagori zona bahaya rendah terpapar paling luas pada jenis penggunaan lahan kebun campuran yaitu seluas 1.397,64 Ha.

Gambar 2. Kawasan Rawan Bencana Merapi di

wilayah studi (Kec. Karangnongko, Kec. Manisrenggo dan Kec. Kemalang). Sumber : BPPT dan Bappeda Kab. Klaten, 2011.

Ancaman bahaya awan panas dengan zona

bahaya rendah meliputi areal seluas 2.788,49 Ha. Ancaman bahaya ini terpapar pada tipe jenis penggunaan lahan dari mulai sawah, tanaman semusim, kebun campuran hingga tanaman keras dan paling luas menjadi ancaman pada tipe penggunaan lahan sawah dan kebun campuran dengan berturut-turut mempunyai luasan sekitar 1.397,04 Ha dan 1.160,18 Ha. Meskipun luas terdampaknya lebih kecil ancaman bahaya pada zona sedang dan tinggi juga perlu mendapat perhatian yang sangat penting berkaitan dengan upaya mitigasinya. Perubahan penggunaan lahan dari tanaman semusim dengan pola tanaman campuran atau menjadi kawasan konservasi bisa menjadi solusi arahan kesesuaian komoditas pada zona bahaya tinggi, sedangkan pada zona bahaya sedang pola pertanaman semusim bisa direkomendasikan dengan pola mixed farming atau agroforestry. Pemilihan komoditas akan dibahas pada sub bab berikutnya.

Ancaman bahaya abu vulkanis terpapar pada semua zona, zona bahaya rendah, sedang hingga tinggi. Zona bahaya rendah dan sedang terdapat pada kawasan budidaya dengan tipe penggunaan lahan : tanaman keras, kebun campuran dan tanaman

semusim dengan total luasan 3.457, 41 Ha. Sedangkan pada zona tinggi terdapat jenis penggunaan lahan tanaman semusim dengan luasan 407.65 Ha. Dampak abu vulkanis pada zona bahaya tinggi bisa menyebabkan kawasan budidaya tersebut terkubur abu vulkanis hingga ketebalan lebih dari 20 cm. Dalam jangka waktu beberapa saat pasca letusan kawasan ini berpotensi terjadi efek semenisasi karena pengaruh ketebalan abu vulkanis tersebut. Untuk bisa dilakukan usaha budidaya kembali perlu dilakukan pengolahan tanah dengan kekuatan ekstra (mekanis) dan penambahan bahan organik. Dikaitkan dengan zona bahaya dan kesesuaian lahan, pada zona ini sebaiknya merupakan kawasan dengan penggunaan lahan tanaman keras/hutan atau kombinasi tanaman semusim, tanaman perkebunan (kopi) dan tanaman keras.

Bahaya lahar dingin di Kecamatan Kemalang menjadi ancaman di kawasan lahan dengan tipe penggunaan lahan kebun campuran dan masuk dalam zona bahaya rendah hingga sedang. Zona bahaya rendah mencapai kawasan lahan seluas 224,72 Ha sedangkan pada zona sedang menempati areal lahan seluas 89,65 Ha. Zona bahaya lahar dingin mengancam kawasan sekitar aliran sungai, sehinggi sekitar bantaran sungai ini arahan kesesuaian komoditasnya adalah tanaman yang mempunyai kuatan manahan lebih, tanaman yang tumbuhnya menggerombol dan sifatnya masif bisa direkomendasikan.

Di Kecamatan Manisrenggo, jenis bahaya letusan Gunung Merapi yang mengancam adalah awan panas, abu vulkanis dan lahar dingin. Bahaya awan panas mengancam kawasan lahan dengan zona rendah hingga sedang pada tipe penggunaan lahan sawah. Ancaman bahaya awan panas pada penggunaan lahan sawah tentunya mempunyai risiko yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tipe penggunaan pada tanaman keras atau kebun campuran. Daya rusak awan panas terhadap jenis tanaman pangan akan lebih besar dibandingkan dengan pada tanaman keras. Pada zona bahaya sedang, penggunaan lahan sawah diarahkan pada perubahan jenis penggunaan lahan dengan kesesuaian komoditas campuran antara tanaman keras dan tanaman semusim. Analisis detil kesesuaian komoditas dibahas pada bab selanjutnya. Bahaya abu vulkanis mengancam kawasan lahan budidaya dan masuk pada zona bahaya rendah hingga sedang. Ancaman bahaya ini terpapar pada zona bahaya rendah seluas 1.403,66 Ha dan zona bahaya sedang seluas 433,97 Ha. Ancaman bahaya abu vulkanis ini mengancam kawasan yang tergolong cukup luas. Akan tetapi dibalik ancaman bahaya ini, dalam jangka waktu yang lama pasca letusan, bahaya abu vulkanis justru berimplikasi pada peningkatan kesuburan lahan. Berdasarkan

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 5: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

12

hasil analisis bahaya abu vulkanis, ketebalan abu vulkanis yang menutupi kawasan zona bahaya sedang bisa mencapai 10 cm. Dengan ketebalan ini, penanganan abu vulkanis beberapa saat setelah terjadi letusan dapat dan masih mudah ditangani baik segi aspek pengolahan maupun perbaikan kesuburan tanah.

Bahaya lahar dingin di Kecamatan Manisrenggo masih menjadi ancaman pada kawasan budidaya pada tipe penggunaan lahan tanaman pangan (sawah). Ancaman pada tipe penggunaan lahan ini masuk dalam zona bahaya rendah, sedang dan tinggi. Ancaman bahaya ini terutama terdapat pada kawasan sekitar dam sabo yang sekitarnya(kiri dan kanan) terdapat tanggul penanggulangan lahar. Disekitar tanggul tersebut terdapat lahan sawah yang sangat subur, sehingga upaya mitigasinya adalah disamping secara struktural (teknis) juga dengan konsep zona penyangga/buffer yaitu aplikasi dengan tanaman yang berumpun (bioengineering) selebar 10 hingga 20 m. Kawasan bahaya pada zona ini tergolong cukup luas seluruhnya sekitar.

3.2 Arahan Penggunaan dan Kesesuaian Lahan Berdasarkan Potensi Bahaya Bencana

Arahan penggunaan dan kesesuaian lahan berdasarkan potensi bahaya bencana disusun berdasarkan hasil analisis yang menghubungkan zona kawasan potensi bahaya bencana letusan Gunung Merapi yang meliputi Zona Bahaya Material Piroklastik, Zona Bahaya Awan Panas, Zona Bahaya Abu Vulkan, dan Zona Bahaya Lahar Dingin dengan tipe penggunaan lahan yang ada saat ini. Analisis ini menghasilkan alternatif arahan penggunaan dan kesesuaian lahan, pertama arahan penggunaan dan kesesuaian ideal berdasarkan pendekatan murni potensi bahaya dan kedua beradasarkan pendekatan kondisi social ekonomi masyarakat terkait penggunaan dan pemanfaatan lahan.

Berdasarkan hasil analisis di setiap potensi bahaya dan berbagai tipe penggunaan lahan, secara umum arahan penggunaan dan kesesuaian lahan berdasarkan murni potensi bahaya bencana adalah:

Pada zona bahaya bencana tingkat tinggi yaitu

yang memiliki daya rusak sangat kuat, maka arahan penggunaan dan kesesuaian lahan adalah untuk pengembangan tanaman keras berupa ekosistem hutan baik hutan alam (heterogen), maupun hutan tanaman homogen. Jenis-jenis tanaman yang diintroduksikan harus memiliki sifat batang pohon yang kuat, tahan terhadap kebakaran dan mudah tumbuh kembali, memiliki nilai ekonomi dan ekologi yang tinggi seperti Jati (Tectona grandis), Sungkai

(Peronema canescens), Ekaliptus (Eucalyptus urophylla), Puspa (Schima walichii), Pinus (Pinus merkusii, P. caribea), Gamal (Gmelina arborea), Kayu Putih (Melaleuca leucadendron), Kalindra (Calliandra calothyrsus), Alpukat (Persea Americana), Klengkeng (Dimocarpus longan), Bambo Apus (Bambusa vulgaris), Pisang (Musa paradisiaca). Gambaran kondisi beberapa tanaman tersebut dapat tumbuh kembali secara alami pasca erupsi Merapi dapat dilihat pada gambar di Lampiran.

Pada zona bahaya bencana tingkat sedang, arahan penggunaan dan kesesuaian lahan adalah untuk pengembangan tanaman campuran antara tanaman keras dengan tanaman musiman atau pertanian. Sistem ini dikenal dengan nama Agroforestri, dimana tanaman kerasnya terdiri tanaman hutan/kayu seperti sengon (Paraserianthes falcataria), Mahoni (Swietenia mahagoni), Kelapa (Cocos nucifera), Sungkai (Peronema canescens). Sedangkan tanaman musimannya terdiri dari tanaman perkebunan, hortikultura atau tanaman pangan lainnya seperti kopi, pisang, kapulaga, salak, pisang, jagung, dan rumput pakan ternak.

Pada zona bahaya bencana tingkat rendah, arahan penggunaan dan kesesuaian lahan adalah untuk pengembangan tanaman musiman dalam bentuk perladangan ataupun sawah. Namun pada potensi bahaya bencana awan panas daerah ini dianjurkan dikombinasikan dengan penanaman tanaman keras khususnya di batas areal yang berfungsi sebagai area buffer (penyangga) dan sekat bakar.

Pada zona bahaya bencana tingkat aman, tidak ada pembatasan penggunaan lahan, pengembangannya disesuaikan saja dengan karakteristik fisik dan kimia lahan tersebut.

Adapun arahan umum penggunaan dan

kesesuaian lahan berdasarkan potensi bahaya bencana dan kondisi social ekonomi masyarakat setempat pada setiap zona tersebut adalah:

Pada zona bahaya bencana tingkat tinggi, areal

tanaman musiman yang sudah ada saat ini tetap dipertahankan dikekola oleh masyarakat, namun sistem budidayanya ini tetap dipertahankan dikekola oleh masyarakat, namun sistem budidayanya dimodifikasi menjadi sistem tanaman campuran antara tanaman musiman dengan tanaman keras (agroforestri), hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi tingakt risiko bencana dan konservasi sumberdaya lahan.

Pada zona bahaya bencana tingkat sedang, areal tanaman musiman yang sudah ada saat ini dipertahankan, namun demikian akan lebih baik bila mengembangkan sistem tanaman campuran seperti pada nomor 1.

Pada zona bahaya tingkat rendah, areal tanaman musiman atau sawah tetepa dipertahankan, namun demikian pada batas-batas areal atau petak sawah ditanami dengan tanaman musiman atau tanaman keras yang difungsikan sebagai bufferzone terhadap ancaman bahaya bencana yang terjadi.

Pada zona bahaya bencana tingkat aman semua arahan penggunaan dan keseuaian lahan dapat dilaksanakan sesuai dengan arahan berdasarkan karakteristik fisik dan kimia tanah.

Secara khusus alternatif arahan penggunaan

dan kesesuian lahan yang didasarkan pada potensi bahaya bencana dan social ekonomi masyarakat setempat diuraikan di bawah ini: 3.2.1 Zona Bahaya Material Piroklastik

Bentuk bahaya material piroklastik yang terkait dengan penggunaan dan kesesuaian lahan adalah tingkat ukuran material batuan yang terlontar pada saat terjadi erupsi Merapi, dimana secara fisik material tersebut akan merusak tanaman. Makin tinggi tingkatannya maka makin tinggi pula daya rusaknya terhadap ekosistem tanaman.

Berdasarkan potensi bahaya bencana, adaptasi penggunaan dan kesesuaian lahan adalah bahaya tinggi sesuai untuk tanaman keras, bahaya sedang sesuai untuk tanaman campuran, bahaya rendah sesuai untuk tanaman campuran dan musiman, areal aman sesuai untuk semua penggunaan lahan khususnya untuk tanaman musiman dan sawah. Sedangkan berdasarkan pertimbangan potensi bahaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat penekanan arahan terutama pada areal tanaman musiman yang terletak pada zona potensi bahaya tinggi yaitu di Kecamatan Kemalang seluas 169,44 ha dan potensi sedang seluas 237,61ha, sistem budidaya diarahkan dirubah menjadi tanaman campuran antara tanaman musiman dengan tanaman musiman. Secara rinci arahan penggunaan dan kesesuian lahan pada zona bahaya material piroklastik disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Arahan Pengunaan dan Kesesuian Lahan pada Zona Bahaya Material Piroklastik

Tingkat Potensi Bahaya

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Ekohazard

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Sosial Ekonomi Masyarakat

Tinggi Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembang-kan harus memiliki persyaratan kayu kuat, tahan terhadap kebakaran, dan bernilai ekologis dan ekonomis, Jenis : agathis, pinus, puspa, rasamala.

Arahan tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasi- kan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri dan masyarakat sebagai pengelola agar tidak bermukim di daerah ini.

Sedang Kebun Campuran, Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembang-kan merupakan pohon hutan dengan kualitas sedang hingga keras, tahan terhadap keba-karan, bernilai ekologis dan ekonomis. Jenis a.l: sengon, sungkai, mahoni, pinus.

Areal tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri.

Rendah Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Areal tanaman musiman yang ada, dapat di pertahan-kan, namun demikian akan lebih baik juga dikembang-kan kombinasi dengan tanaman keras/ kebun campuran.

Aman Sawah, Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Pengembangan jenis dan sistem pola tanam disesuiakan dengan kesesuian berdasarkan tingkat topografi dan kesuburan lahan

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 6: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

13

Pada zona bahaya bencana tingkat sedang, areal tanaman musiman yang sudah ada saat ini dipertahankan, namun demikian akan lebih baik bila mengembangkan sistem tanaman campuran seperti pada nomor 1.

Pada zona bahaya tingkat rendah, areal tanaman musiman atau sawah tetepa dipertahankan, namun demikian pada batas-batas areal atau petak sawah ditanami dengan tanaman musiman atau tanaman keras yang difungsikan sebagai bufferzone terhadap ancaman bahaya bencana yang terjadi.

Pada zona bahaya bencana tingkat aman semua arahan penggunaan dan keseuaian lahan dapat dilaksanakan sesuai dengan arahan berdasarkan karakteristik fisik dan kimia tanah.

Secara khusus alternatif arahan penggunaan

dan kesesuian lahan yang didasarkan pada potensi bahaya bencana dan social ekonomi masyarakat setempat diuraikan di bawah ini: 3.2.1 Zona Bahaya Material Piroklastik

Bentuk bahaya material piroklastik yang terkait dengan penggunaan dan kesesuaian lahan adalah tingkat ukuran material batuan yang terlontar pada saat terjadi erupsi Merapi, dimana secara fisik material tersebut akan merusak tanaman. Makin tinggi tingkatannya maka makin tinggi pula daya rusaknya terhadap ekosistem tanaman.

Berdasarkan potensi bahaya bencana, adaptasi penggunaan dan kesesuaian lahan adalah bahaya tinggi sesuai untuk tanaman keras, bahaya sedang sesuai untuk tanaman campuran, bahaya rendah sesuai untuk tanaman campuran dan musiman, areal aman sesuai untuk semua penggunaan lahan khususnya untuk tanaman musiman dan sawah. Sedangkan berdasarkan pertimbangan potensi bahaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat penekanan arahan terutama pada areal tanaman musiman yang terletak pada zona potensi bahaya tinggi yaitu di Kecamatan Kemalang seluas 169,44 ha dan potensi sedang seluas 237,61ha, sistem budidaya diarahkan dirubah menjadi tanaman campuran antara tanaman musiman dengan tanaman musiman. Secara rinci arahan penggunaan dan kesesuian lahan pada zona bahaya material piroklastik disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Arahan Pengunaan dan Kesesuian Lahan pada Zona Bahaya Material Piroklastik

Tingkat Potensi Bahaya

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Ekohazard

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Sosial Ekonomi Masyarakat

Tinggi Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembang-kan harus memiliki persyaratan kayu kuat, tahan terhadap kebakaran, dan bernilai ekologis dan ekonomis, Jenis : agathis, pinus, puspa, rasamala.

Arahan tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasi- kan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri dan masyarakat sebagai pengelola agar tidak bermukim di daerah ini.

Sedang Kebun Campuran, Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembang-kan merupakan pohon hutan dengan kualitas sedang hingga keras, tahan terhadap keba-karan, bernilai ekologis dan ekonomis. Jenis a.l: sengon, sungkai, mahoni, pinus.

Areal tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri.

Rendah Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Areal tanaman musiman yang ada, dapat di pertahan-kan, namun demikian akan lebih baik juga dikembang-kan kombinasi dengan tanaman keras/ kebun campuran.

Aman Sawah, Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Pengembangan jenis dan sistem pola tanam disesuiakan dengan kesesuian berdasarkan tingkat topografi dan kesuburan lahan

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 7: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

14

3.2.2 Zona Bahaya Awan Panas Bentuk bahaya awan panas yang terkait dengan

penggunaan dan kesesuaian lahan adalah udara panas yang bergerak dari puncak kawah Merapi menuju lereng/lembah pada saat terjadi erupsi Merapi, dimana udara panas tersebut akan membakar semua material yang dilewatinya termasuk tanaman. Makin tinggi tingkatannya maka makin tinggi pula daya rusaknya terhadap ekosistem tanaman.

Berdasarkan potensi bahaya bencana, adaptasi penggunaan dan kesesuaian lahan adalah bahaya tinggi sesuai untuk tanaman keras, bahaya sedang sesuai untuk tanaman keras dan campuran, bahaya rendah sesuai untuk tanaman campuran dan musiman, areal aman sesuai untuk semua penggunaan lahan khususnya untuk tanaman musiman dan sawah. Sedangkan berdasarkan pertimbangan potensi bahaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat penekanan arahan terutama pada areal tanaman musiman yang terletak pada zona potensi bahaya tinggi yaitu di Kecamatan Kemalang seluas 142,03 ha dan potensi bahaya sedang seluas 143,31ha dan di Kecamatan Manisrenggo pada potensi bahaya sedang terdapat sawah seluas 44 ha. Karena awan panas sifatnya sangat berbahaya maka sistem budidaya tanaman musiman dan sawah diarahkan dirubah menjadi tanaman keras atau tanaman campuran antara tanaman keras dengan tanaman musiman. Sedangkan pada zona bahaya rendah tanaman musiman tetap dipertahankan seperti biasa, namun demikian lebih baik juga apabila dikombinasikan dengan tanaman perkebunan atau tanaman keras/hutan. Secara rinci arahan penggunaan dan kesesuian lahan pada zona bahaya awan panas disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Arahan Pengunaan dan Kesesuian

Lahan Pada Zona Bahaya Awan Panas Tingkat Potensi Bahaya

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Ekohazard

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Sosial Ekonomi Masyarakat

Tinggi Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembangkan harus memiliki persyaratan kayu kuat, tahan terhadap kebakaran, dan bernilai ekologis dan ekonomis,

Karena bahaya awan panas memiliki bahaya yang sangat tinggi dibandingkan dengan bahaya lainnya, maka pada zona ini maka areal tanaman musiman yang ada

Jenis : agathis, pinus, puspa, rasamala.

diarahkan untuk pengembangan tanaman keras atau tahunan berupa pohon hutan.

Sedang Kebun Campuran, Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembangkan merupakan pohon hutan dengan kualitas sedang hingga keras, tahan terhadap kebakaran, bernilai ekologis dan ekonomis. Jenis a.l: sengon, sungkai, mahoni, pinus.

Areal tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri, namun masyarakat sebagai pengelola disarankan agar tidak bermukim di daerah ini.

Rendah Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Areal tanaman musiman yang ada, dapat di pertahan-kan, namun demikian akan lebih baik juga dikembang-kan kombinasi dengan tanaman keras/ kebun campuran.

Aman Permukiman, Sawah, Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Pengembangan jenis dan sistem pola tanam disesuiakan dengan kesesuian berdasarkan tingkat topografi dan kesuburan lahan

3.2.3 Zona Bahaya Abu Vulkan

Bentuk bahaya abu vulkan yang terkait dengan

penggunaan dan kesesuaian lahan adalah menumpuknya material abu pada lahan pada saat terjadi erupsi Merapi, dimana abu tersebut menutupi lahan dan tanaman. Makin tinggi tingkatannya maka makin tinggi pula daya rusaknya terhadap ekosistem tanaman.

Berdasarkan potensi bahaya bencana, adaptasi penggunaan dan kesesuaian lahan adalah bahaya tinggi sesuai untuk tanaman keras, bahaya sedang sesuai untuk tanaman campuran, bahaya rendah sesuai untuk tanaman musiman dan sawah, areal aman sesuai untuk semua penggunaan lahan

khususnya untuk tanaman musiman dan sawah. Sedangkan berdasarkan pertimbangan potensi bahaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat penekanan arahan terutama pada areal tanaman musiman yang terletak pada zona potensi bahaya tinggi yaitu di Kecamatan Kemalang seluas 407,05 ha dan di Kecamatan Manisrenggo pada potensi bahaya sedang terdapat sawah seluas 433,97 ha. Areal tanaman musiman diarahkan dirubah dengan sistem tanaman campuran, sedangkan sawah ditambahkan tanaman kebun atau tanaman keras pada bagian batas petak sawah. Secara rinci arahan penggunaan dan kesesuian lahan pada zona bahaya abu vulkan disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Arahan Pengunaan dan Kesesuian Lahan Pada Zona Bahaya Abu Vulkan

Tingkat Potensi Bahaya

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Ekohazard

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Sosial Ekonomi Masyarakat

Tinggi Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembangkan harus memiliki persyaratan kayu kuat, tahan terhadap kebakaran, dan bernilai ekologis dan ekonomis, Jenis : agathis, pinus, puspa, rasamala.

Arahan tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri, dengan jenis tanaman musiman berupa umbi-umbian.

Sedang Kebun Campuran, Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembang-kan merupakan pohon hutan dengan kualitas sedang hingga keras, tahan terhadap kebakaran, bernilai ekologis dan ekonomis. Jenis a.l: sengon, sungkai, mahoni, pinus.

Areal tanaman musiman dan sawah yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri, seperti tanaman sengon, gamal.

Rendah Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Areal tanaman musiman yang ada, dapat di pertahankan,

namun demikian akan lebih baik juga dikembangkan kombinasi dengan tanaman keras/kebun campuran.

Aman Permukiman, Sawah, Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Pengembangan jenis dan sistem pola tanam disesuiakan dengan kesesuian berdasarkan tingkat topografi dan kesuburan lahan

3.2.4 Zona Bahaya Lahar Dingin

Bentuk bahaya lahar dingin yang terkait dengan penggunaan dan kesesuaian lahan adalah mengalirnya material lahar dingin pada badan sungai dan lahan bantaran disekitarnya pada saat terjadinya hujan pasca erupsi Merapi, dimana lahar dingin tersebut menutupi badan sungai, lahan dan semua tanaman di atasnya. Makin tinggi tingkatannya maka makin tinggi pula daya rusaknya terhadap ekosistem tanaman.

Berdasarkan potensi bahaya bencana, adaptasi penggunaan dan kesesuaian lahan adalah bahaya tinggi sesuai untuk tanaman keras, bahaya sedang sesuai untuk tanaman campuran, bahaya rendah sesuai untuk tanaman musiman dan sawah, areal aman sesuai untuk semua penggunaan lahan khususnya untuk tanaman musiman dan sawah. Sedangkan berdasarkan pertimbangan potensi bahaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat penekanan arahan terutama pada areal sawah yang terletak pada zona potensi bahaya tinggi yaitu di di Kecamatan Manisrenggo seluas 61,32 ha, dan pada zona bahaya sedang sawah seluas 103,49 ha. Areal sawah tersebut diarahkan untuk tetap dipertahankan, namun untuk mengantisipasi bahaya yang akan terjadi perlu dibuat zona penyangga berupa sabuk hijau dari tanaman campuran di antara badan sungai dengan sawah tersebut. Secara rinci arahan penggunaan dan kesesuian lahan pada zona bahaya abu vulkan disajikan pada tabel di bawah ini.

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 8: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

15

khususnya untuk tanaman musiman dan sawah. Sedangkan berdasarkan pertimbangan potensi bahaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat penekanan arahan terutama pada areal tanaman musiman yang terletak pada zona potensi bahaya tinggi yaitu di Kecamatan Kemalang seluas 407,05 ha dan di Kecamatan Manisrenggo pada potensi bahaya sedang terdapat sawah seluas 433,97 ha. Areal tanaman musiman diarahkan dirubah dengan sistem tanaman campuran, sedangkan sawah ditambahkan tanaman kebun atau tanaman keras pada bagian batas petak sawah. Secara rinci arahan penggunaan dan kesesuian lahan pada zona bahaya abu vulkan disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Arahan Pengunaan dan Kesesuian Lahan Pada Zona Bahaya Abu Vulkan

Tingkat Potensi Bahaya

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Ekohazard

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Sosial Ekonomi Masyarakat

Tinggi Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembangkan harus memiliki persyaratan kayu kuat, tahan terhadap kebakaran, dan bernilai ekologis dan ekonomis, Jenis : agathis, pinus, puspa, rasamala.

Arahan tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri, dengan jenis tanaman musiman berupa umbi-umbian.

Sedang Kebun Campuran, Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembang-kan merupakan pohon hutan dengan kualitas sedang hingga keras, tahan terhadap kebakaran, bernilai ekologis dan ekonomis. Jenis a.l: sengon, sungkai, mahoni, pinus.

Areal tanaman musiman dan sawah yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri, seperti tanaman sengon, gamal.

Rendah Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Areal tanaman musiman yang ada, dapat di pertahankan,

namun demikian akan lebih baik juga dikembangkan kombinasi dengan tanaman keras/kebun campuran.

Aman Permukiman, Sawah, Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Pengembangan jenis dan sistem pola tanam disesuiakan dengan kesesuian berdasarkan tingkat topografi dan kesuburan lahan

3.2.4 Zona Bahaya Lahar Dingin

Bentuk bahaya lahar dingin yang terkait dengan penggunaan dan kesesuaian lahan adalah mengalirnya material lahar dingin pada badan sungai dan lahan bantaran disekitarnya pada saat terjadinya hujan pasca erupsi Merapi, dimana lahar dingin tersebut menutupi badan sungai, lahan dan semua tanaman di atasnya. Makin tinggi tingkatannya maka makin tinggi pula daya rusaknya terhadap ekosistem tanaman.

Berdasarkan potensi bahaya bencana, adaptasi penggunaan dan kesesuaian lahan adalah bahaya tinggi sesuai untuk tanaman keras, bahaya sedang sesuai untuk tanaman campuran, bahaya rendah sesuai untuk tanaman musiman dan sawah, areal aman sesuai untuk semua penggunaan lahan khususnya untuk tanaman musiman dan sawah. Sedangkan berdasarkan pertimbangan potensi bahaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat penekanan arahan terutama pada areal sawah yang terletak pada zona potensi bahaya tinggi yaitu di di Kecamatan Manisrenggo seluas 61,32 ha, dan pada zona bahaya sedang sawah seluas 103,49 ha. Areal sawah tersebut diarahkan untuk tetap dipertahankan, namun untuk mengantisipasi bahaya yang akan terjadi perlu dibuat zona penyangga berupa sabuk hijau dari tanaman campuran di antara badan sungai dengan sawah tersebut. Secara rinci arahan penggunaan dan kesesuian lahan pada zona bahaya abu vulkan disajikan pada tabel di bawah ini.

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 9: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

16

Tabel 5. Arahan Pengunaan dan Kesesuian Lahan Pada Zona Bahaya Abu Vulkan

Tingkat Potensi Bahaya

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Ekohazard

Arahan Penggunaan

Lahan dengan Pertimbangan

Sosial Ekonomi Masyarakat

Tinggi Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembangkan harus memiliki persyaratan kayu kuat, tahan terhadap kebakaran, dan bernilai ekologis dan ekonomis, Jenis : agathis, pinus, puspa, rasamala.

Arahan tanaman musiman yang ada diarahkan untuk dikombinasikan dengan tanaman keras berupa pohon hutan dalam sistem agroforestri, dengan jenis tanaman musiman berupa umbi-umbian. Sedangkan lahan sawah diarahkan tetap dipertahankan dengan tambahan zona penyangga berupa sabuk hijau tanaman campuran.

Sedang Kebun Campuran, Tanaman Keras Jenis tanaman yang dikembangkan merupakan pohon hutan dengan kualitas sedang hingga keras, tahan terhadap kebakaran, bernilai ekologis dan ekonomis. Jenis a.l: sengon, sungkai, mahoni, pinus.

Areal tanaman musiman atau sawah yang ada diarahkan untuk dipertahankan dengan tambahan zona penyangga berupa sabuk hijau tanaman campuran..

Rendah Tanaman Musiman, Kebun Campuran, Tanaman Keras

Areal tanaman musiman dan sawah yang ada, dapat di pertahankan, namun demikian akan lebih baik juga dikembangkan kombinasi dengan tanaman keras/kebun campuran.

Aman Permukiman, Sawah, Ladang,

Pengembangan jenis dan sistem

Kebun Campuran, Tanaman Keras

pola tanam disesuiakan dengan kesesuaian berdasarkan tingkat topografi dan kesuburan lahan

1. 4 KESIMPULAN

Arahan penggunaan lahan pada zona bahaya

letusan Gunung Merapi disesuaikan dengan potensi terpaparnya jenis bahaya bencana letusan.

Pola Agroforestry merupakan pola yang paling tepat untuk daerah yang terpapar awan panas maupun jatuhan piroklastik.

Pada kawasan KRB I, kawasan lindung atau hutan konservasi tetap menjadi pilihan utama.

DAFTAR PUSTAKA

________, 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan

Untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan penelitian dan Pengembangan Pertania,. Departemen Pertanian.

________, 2010. Rencana Aksi Nasional

Pengurangan Risiko Bencana 2010 – 2012. Bappenas – BNPB.

Agus F., Farida, Meine van Noordwijk., 2004,

Hydrological Impacts of Forest, Agroforestry and Upland Cropping as a Basis for Rewarding Environmental Services Providers in Indonesi, Proceedings of a workshop in Padang/Singkarak, West Sumatra, Indonesia, 25-28 February 2004. World Agroforestry Centre. Bogor.

Becker, J.S. Saunders, W.S.A., & Van Dissen, R.J.

(2005). Planning for the Development of Land on or Close to Active Faults: a Study of The Adoption and Use of The Active Fault Guidelines. Lower Hutt. Institute of Geological & Nuclear Sciences science report 2005/16. Institute of Geological & Nuclear Sciences Limited.

Becker, J.S., Saunders, W.S.A., Leonard, G.S.,

Robertson, C.M., & Johnston, D.M. 2008.. Issues and opportunities for land use planning for volcanic hazards. Planning Quarterly. September 2008, 12-33

Becker, J. et.al. 2010. A Synthesis of Challenges and Opportunities for Reducing Volcanic Risk Through Land Use Planning in New Zealand. The Australasian Journal of Disaster and Trauma Studies. ISSN: 1174-4707. Volume : 2010-1

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil

Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.

Notohadiprawiro, T., 1991. Kemampuan dan

Kesesuian Lahan: Pengertian dan Penetapannya. Makalah dalam Lokakarya Neracaa Sumberdaya Alam Nasional. DRN Kelompok II. 7-9 Januari 1991. Bogor

Ritung, S., Wahyunto, Agus F., Hidayat H., 2007.

Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=di

gital/11405.

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 10: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

17

Becker, J. et.al. 2010. A Synthesis of Challenges and Opportunities for Reducing Volcanic Risk Through Land Use Planning in New Zealand. The Australasian Journal of Disaster and Trauma Studies. ISSN: 1174-4707. Volume : 2010-1

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil

Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.

Notohadiprawiro, T., 1991. Kemampuan dan

Kesesuian Lahan: Pengertian dan Penetapannya. Makalah dalam Lokakarya Neracaa Sumberdaya Alam Nasional. DRN Kelompok II. 7-9 Januari 1991. Bogor

Ritung, S., Wahyunto, Agus F., Hidayat H., 2007.

Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=di

gital/11405.

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 11: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

18

Lampiran : 1

(a) Terubusan Tanaman Lengkeng (b) Terubusan Tanaman Alpukat

(c) Terubusan Pohon Mahoni (d) Terubusan Pohon Kaliandra

(e) Terubusan Tanaman Pisang (f) Terubusan Tanaman Jati

Gambar 3. Terubusan beberapa jenis tanaman keras dan perdu pasca erupsi Gunung Merapi

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3

Page 12: ANALISIS PENGGUNAAN DAN KESESUAIAN LAHAN …

19

1

Lam

pira

n 1

.

Anal

isis

kere

ntan

an p

ada

kom

pone

n pe

nggu

naan

laha

n kh

usus

nya

pada

kaw

asan

bud

iday

a te

rhad

ap p

oten

si ba

haya

letu

san

gunu

ng M

erap

i di

Kabu

pate

n Kl

aten

.

No

Keca

matan

Ko

de

Peng

guna

an

Laha

n Ri

siko J

atuha

n Piro

klasti

k (Ha

) Ri

siko A

wan P

anas

(Ha)

Risik

o Abu

Vulka

nis (H

a) Ris

iko La

har D

ingin

(Ha)

Amn

R S

T Am

n R

S T

Amn

R S

T Am

an

Rend

ah

Seda

ng

Tingg

i

1 Ka

rangn

ongk

o

SW

Sawa

h -

- -

- -

- -

- -

818,0

6 -

- -

3,23

TS

Tana

man

Semu

sim

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- -

KC

Kebu

n Ca

mpura

n -

- -

- -

- -

- -

1.005

,28

- -

- -

- -

TK

Tana

man

Keras

-

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- Ka

rangn

ongk

o – To

tal

1.8

23,34

3,23

2 Ke

malan

g

SW

Sawa

h -

- -

- -

1.397

,64

- -

- -

-

-

-

TS

Tana

man

Semu

sim

- -

237,6

1 16

9,44

- 12

1,28

143,3

1 14

2,03

- -

- 40

7,05

-

-

KC

Kebu

n Ca

mpura

n -

1.397

,64

- -

- 1.1

60,18

77

,98

- -

1.346

,88

1.404

,32

- -

224,7

2 89

,65

-

TK

Tana

man

Keras

-

13,51

69

2,79

- -

109,3

9 59

6,92

- -

- 70

6,30

- -

Kema

lang –

Total

1.411

,15

930,4

0 16

9,44

2.7

88,49

81

8,21

142,0

3

1.346

,88

2.110

,63

407,0

5 -

224,7

2 89

,65

3 Ma

nisren

ggo

SW

Sawa

h -

- -

- -

87,82

44

,00

- -

1.171

,85

433,9

7

12

7,06

103,4

9 61

,32

TS

Tana

man

Semu

sim

- -

- -

- -

- -

-

- -

-

-

KC

Kebu

n Ca

mpura

n -

- -

- -

- -

- -

231,8

1 -

- -

61,26

92

,49

-

TK

Tana

man

Keras

-

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- Ma

nisren

ggo –

Total

87,82

44

,00

1.403

,66

433,9

7

18

8,32

195,9

8 61

,32

JSTI : Analisis Penggunaan Dan...(Hasmana Soewandita)

Desember 2014/Vol. 16/No 3