askep peritonitis

42
LEARNING TASK ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN KLIEN DENGAN PERITONITIS OLEH : SGD VII NI PT INDRA SUWARI DEWI (0902105013) NI MADE JUNIARI (0902105014) NI MADE SINTHA PRATIWI (0902105027) NI MADE YUNITA SARI (0902105028) IB PUTU SURYA WEDATAMA (0902105046) NI LUH KUSMA DEWI (0902105053) I GEDE BAYU WIRANTIKA (0902105063) AYU PRAMISWARI (0902105067) MADE DENY WIDIADA (0902105080) NI WAYAN MIRA RIANTY (0902105083) NI PT DIAN SEPTIANA ANDRIANI (0902105086) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: dian-septiana-andriani

Post on 02-Jul-2015

3.322 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Peritonitis

LEARNING TASK

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN KLIEN DENGAN PERITONITIS

OLEH : SGD VII

NI PT INDRA SUWARI DEWI (0902105013)

NI MADE JUNIARI (0902105014)

NI MADE SINTHA PRATIWI (0902105027)

NI MADE YUNITA SARI (0902105028)

IB PUTU SURYA WEDATAMA (0902105046)

NI LUH KUSMA DEWI (0902105053)

I GEDE BAYU WIRANTIKA (0902105063)

AYU PRAMISWARI (0902105067)

MADE DENY WIDIADA (0902105080)

NI WAYAN MIRA RIANTY (0902105083)

NI PT DIAN SEPTIANA ANDRIANI (0902105086)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2011

Page 2: Askep Peritonitis

KONSEP DASAR PENYAKIT

PERITONITIS

1. ENGERTIAN

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen

dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk

akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri

lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput

rongga perut (peritoneum)lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut

sebelah dalam.

2. ETIOLOGI

Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat

penyakit hati yang kronik. SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) terjadi bukan

karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat

penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga

peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh

limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah

terjadi bakteremia.

Peritonitis juga biasanya disebabkan oleh :

1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan

peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.

Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak

berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum

cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.

2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual

3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis

kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)

4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites)

dan mengalami infeksi

5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu,

ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri

Page 3: Askep Peritonitis

ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk

menyambungkan bagian usus.

6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.

Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam

perut.

7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk

bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa

infeksi.

Penyebab lainnya menurut KMB :

a. Sumber internal

Peritonitis disebabkan oleh penyakit Gastrointestinal yang menyebar dalam

rongga peritoneum, penyakit organ reproduksi internal wanita, adanya

appendiksitis dan ulkus perforasi rongga abdomen

b. Penyebab eksternal,

Bisa disebabkan karena cedera fisik dari luar, trauma akibat luka tusukan dan

luka tembak, serta adanya inflamasi dari bakteri.

3. EPIDEMIOLOGI

Meskipun jarang ditemui bentuk infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden terjadi

peritonitis tersier yang membutuhkan IVU akibat infeksi abdomen berat tergolong

tinggi di USA, yakni 50-74%. Lebih dari 95% pasien peritonitis didahului dengan

asite, dan lebih dari stengah pasien mengalami gejala klinis yang sangat mirip asites.

Sindrom dari peritonitis bakterial spontan umumnya terjadi pada peritonitis akut pada

pasien dengan dasar sirosis. Sirosis mempengaruhi 3,6 dari 1000 orang dewasa di

Amerika Serikat dan bertanggungjawab terhadap 26000 kematian per tahun.

Perdarahan variseal akut dan peritonitis bakterial spontan merupakan beberapa

komplikasi dari sirosis yang mengancam jiwa. Kondisi yang berkaitan yang

menyebabkan abnormalitas yang signifikan mencakup ascites dan enselofati hepatik.

Sekitar 50% pasien dengan sirosis yang menimbulkan ascites meninggal dalam 2

tahun setelah diagnosis.

Page 4: Askep Peritonitis

4. PATOFISIOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga

membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum

atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik

berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas

fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen)

dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi

eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan

cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.

Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh

yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk

menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat

banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha

mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-kompartemen

yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal

dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat

penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah

bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga

memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis

dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya

dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis

akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi

peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif

tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic

health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat

ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh

hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple

organ failure (MOF).

Page 5: Askep Peritonitis

5. KLASIFIKASI

Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi menjadi :

a. Penyebab primer (peritonitis spontan)

Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh penyakit hati. Cairan menumpuk di

perut, menciptakan lingkungan yang utama untuk pertumbuhan bakteri.

Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

Spesifik : misalnya Tuberculosis

Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,

keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal

kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b. Penyebab sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral)

Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan oleh

perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi

bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung penyebab

asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan

bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

c. Penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).

Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah

mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan

berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses

atau flegmon, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering ada

pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pada pasien yang

imunokompromais.

Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif

(umum) dan abses abdomen (lokal).

Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Aseptik/steril peritonitis

Granulomatous peritonitis

Hiperlipidemik peritonitis

Talkum peritonitis

6. MANIFESTASI KLINIS

Page 6: Askep Peritonitis

Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen

(akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya

(peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum

parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi

lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus, nyeri

abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam tinggi,

kulit dingin, pucat, regiditas, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,

takikardi, dehidrasi, hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya

memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut

akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar

untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga memang tegang karena

iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat apendisitis yang

biasanya di bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan nyeri akibat abses

yang terlokalisasi dengan baik. Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina

bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun

pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.

Anoreksia dan nausea sering muncul dan dapat mendahului perkembangan nyeri

abdomen. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti

obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal.

Pada pemeriksan fisik, pasien dengan peritonitis sering tampak tidak sehat dan pada

keadaan berbahaya. Demam dengan temperatur melebihi 38°C dapat ditemukan, tapi

pasien dengan sepsis berat dapat ditemukan dalam keadaan hipotermia. Takikardi

muncul akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan

vomit, demam serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal. Dengan dehidrasi yang

progresif, pasien akan menjadi hipotensi, yang menunjukan penurunan output urin

dan dengan peritonitis berat.

Pada pemeriksaan abdomen, pada dasarnyasemua pasien menunjukan

adanya tenderness pada palpasi, (pada saat pemeriksaan pasien

dengan suspect peritonitis sebaiknya pasien sebaiknya berbaring dengan posisi lutut

lebih tinggi agar pasien dapat lebih relaksasi pada dinding abdomennya). Pada banyak

pasien (baik pada peritonitis dan nyeri abdomen difus yang berat)

titik tenderness maksimal atau ataureferred rebound tenderness terletak pada tempat

proses patologis.

Page 7: Askep Peritonitis

Pada banyak pasien menunjukan adanya peningkatan rigiditas dinding abdomen.

Peningkatan tonus otot dinding abdomen dapat secara volunter akibat respon atau

antisipasi pada pemeriksaan abdomen atau secara involunter karena iritasi peritoneal.

Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari banyak gerak dan memfleksikan

pinggulnya untuk mengurangi tekanan dinding abdomen. Abdomen terkadang

distensi, dengan suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar.

Pemeriksaan rektal kerap mengakibatkan nyeri abdomen. Massa peradangan lunak

yang terletak pada anterion kanan mungkin mengindikasikan appendisitis dan

anterio fullness dan fluktuasi dapat mengindikasikan sebuah abses cul de sac.

Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual dan vaginal dapat mengarahkan

pada differential diagnosis penyakit inflamasi pelvis (seperti endometritis, salfingo-

oovoritis, abses tuba ovarii). Tapi temuannya kerap sulit untuk diinterpretasikan

sebagai peritonitis berat.

Pada saat mengevaluasi pasien dengan dugaan infeksi peritoneal, melakukan

pemeriksaan fisik yang lengkap adalah hal yang sangat penting. Prosesus thoracic

dengan iritasi diafragma (seperti empiema), proses ekstraperitoneal (seperti

pyelonephritis, cystitis, retensi urin akut), dan proses dinding abdomen (seperti

infeksi, hematoma recti) dapat terlihat seperti tanda-tanda maupun gejala peritonitis.

Sering kali hasil dan temuan pemeriksaan klinis sama sekali tidak reliable pada pasien

dengan immunosupresi yang berarti (seperti pasien diabetes berat, pengguna steroid,

status post-transplantasi, HIV), pada pasien dengan perubahan status mental (seperti

cedera kepala, ensepalopati toksik, shock sepsis, agen analgesik), pada pasien

paraplegi dan apda pasien usia lanjut. Dengan infeksi peritoneal dalam yang

terlokalisasi, demam dengan atau tanpa peningkatan hitung WBC mungkin satu-

satunya tanda yang ditemukan. Kebanyakan pasien dengan TP menunjukan hanya

gejala vagal dan mungkin afebril..

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi :

Adanya acites

Klien tampak pucat

Klien tampak lemah

Klien tampak meringis kesakitan

Page 8: Askep Peritonitis

Membran mukosa kering

Klien tampak sesak

Klien tampak kurus

b. Palpasi

Akral dingin

CRT > 3 detik

Takikardi

c. Perkusi

Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma

d. Auskultasi

Bising usus menurun sampai hilang

2. Pemeriksaan diagnostik

Tes darah - untuk melihat apakah ada bakteri yang ada dalam darah Anda

Sampel cairan dari perut - identifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi

CT scan - mengidentifikasi fluida di perut, atau organ yang terinfeksi

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang

meningkat dan asidosis metabolik.

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih

dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan

kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan

granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil

pembiakan didapat.

Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus

besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan

dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan

foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :

1. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi

anteroposterior ( AP ).

2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar

horizontal proyeksi AP.

Page 9: Askep Peritonitis

3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,

proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup

seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran

35 x 43 cm.

Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus)

obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis

antara lain:

1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya

penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal

daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring

bone appearance),

2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.

Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level

pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang – panjang

kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya

udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air

fluid level dan step ladder appearance.

Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial,

air fluid level, dan herring bone appearance.

Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:

1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang –

kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau

intestinum crassum.

2. Air fluid level

3. Herring bone appearance

Bedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid

level ada yang pendek –pendek (usus halus) dan panjang – panjang (kolon) karena

diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila

berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.2

Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos

abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).

Page 10: Askep Peritonitis

Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan

foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus

peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi

adalah :

1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line

menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.

2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan

sabit (semilunair shadow).

3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling

tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis

dengan dinding abdomen.

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum

abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas

subdiafragma atau intra peritoneal.

8. KOMPLIKASI

1. Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana

komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :

(chushieri)

a. Komplikasi dini

- Septikemia dan syok septic

- Syok hipovolemik

- Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan

multi system

- Abses residual intraperitoneal

- Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut

- Adhesi

- Obstruksi intestinal rekuren

2. Komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan

abses. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,

kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak

Page 11: Askep Peritonitis

adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi

eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama.

Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia

akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status

narkose penderita pascaoperasi.

9. DIAGNOSIS BANDING

1. Apendiksitis: gejala awal apendiksitis adalah adanya nyeri pada area

epigastrium yang bisa menjadi diagnose banding apabila peritonisis terjadi

pada area epigastrium.

2. Pankreatitis

3. Gastroenteritis

4. Kolesistisis

10. PENATALAKSANAAN

Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi

saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan

elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau

penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan

tindakan – tindakan menghilangkan nyeri

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan

medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah

besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan

menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.

Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi

untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam

menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam

rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan

menyebabkan distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker

akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan

napas dan bantuan ventilasi diperlukan.

Bedah dan Lain Prosedur

Orang dengan peritonitis sering memerlukan pembedahan untuk menghilangkan

jaringan yang terinfeksi dan memperbaiki organ yang rusak. Pembedahan yang dapat

Page 12: Askep Peritonitis

dilakukan adalah eksplorasi darurat, terutama bila disertai appendisitis, ulkus

peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas

(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat

biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam

antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infuse.

Nutrisi dan Suplemen Diet

Peritonitis adalah darurat medis dan harus ditangani oleh seorang dokter medis.

Jangan mencoba untuk mengobati peritonitis dengan herbal atau suplemen. Namun,

rencana perawatan yang komprehensif untuk memulihkan dari peritonitis dapat

mencakup berbagai terapi komplementer dan alternatif. Selalu mengkoordinasi dngan

tim medis lainya seperti dokter, ahli gizi dan yang lainnya dalam pemberian diet

ataupun suplemen.

Ketika sembuh dari penyakit yang serius, penting untuk mengikuti kebiasaan gizi

yang baik:

Makan makanan yang tinggi dalam B-vitamin dan kalsium, seperti almond, kacang,

biji-bijian (jika tidak alergi), sayuran hijau gelap (seperti bayam dan kale), dan

sayuran laut.

Makan antioksidan makanan, termasuk buah-buahan (seperti blueberry, ceri, dan

tomat) dan sayuran (seperti squash dan paprika).

Hindari makanan olahan, seperti roti putih, pasta, dan terutama gula.

Makan daging merah dan daging tanpa lemak sedikit lebih, air dingin ikan, tahu

(kedelai, jika ada alergi), atau kacang-kacangan untuk protein.

Minuman 6-8 gelas air disaring sehari-hari.

Gunakan minyak sehat dalam makanan, seperti minyak zaitun atau minyak sayur.

Hindari kafein dan stimulan lainnya, alkohol, dan tembakau.

Tanyakan kepada dokter Anda tentang mengambil multivitamin sehari-hari,

mengandung antioksidan vitamin A, C, E, vitamin B-kompleks, dan mineral seperti

magnesium, kalsium, seng, dan selenium.

Suplemen probiotik (Lactobacillus acidophilus berisi antara spesies lain), 5 - 10

billion CFUs (koloni membentuk unit) per hari, untuk kesehatan pencernaan dan

kekebalan tubuh. Probiotik dapat sangat membantu ketika minum antibiotik, karena

probiotik dapat membantu mengembalikan keseimbangan "baik" bakteri di usus.

Page 13: Askep Peritonitis

Herbal

Tumbuhan pada umumnya cara yang aman untuk memperkuat dan nada sistem tubuh.

Seperti dengan terapi apapun, Anda harus bekerja sama dengan penyedia layanan

kesehatan Anda untuk mendapatkan masalah Anda didiagnosis sebelum melakukan

perawatan apapun. Anda dapat menggunakan tumbuhan sebagai ekstrak kering

(kapsul, serbuk, teh), glycerites (ekstrak gliserin), atau tincture (ekstrak alkohol).

Kecuali dinyatakan sebaliknya, Anda harus membuat teh dengan 1 sdt. herb per cup

of hot water. ramuan per cangkir air panas. Curam ditutupi 5 - 10 menit untuk daun

atau bunga, dan 10 - 20 menit untuk akar. Minum 2-4 cangkir per hari. Anda dapat

menggunakan tincture sendiri atau dalam kombinasi seperti yang tercantum.

Tumbuh-tumbuhan dapat digunakan sebagai terapi mendukung ketika Anda sembuh

dari peritonitis, tetapi jangan menggunakan herbal untuk mengobati peritonitis

sendirian. Tanyakan kepada dokter Anda sebelum mengambil apapun dari tumbuh-

tumbuhan yang tercantum di bawah.

Teh hijau (Camellia sinensis) ekstrak standar, 250-500 mg setiap hari, untuk antioksidan,

anti-inflamasi, dan efek kesehatan jantung. Gunakan produk bebas kafein. Anda juga

dapat mempersiapkan teh dari daun herbal ini.

Cakar's Cat (Uncaria tomentosa) ekstrak standar, 20 mg tiga kali sehari, untuk

mengurangi peradangan. Cat kuku juga memiliki efek antibakteri dan antijamur.

Daun Zaitun (Olea europaea) ekstrak standar, 250-500 mg one atau tiga kali sehari, untuk

efek antibakteri dan antijamur. Anda juga dapat mempersiapkan teh dari daun herbal ini.

Milk thistle (Silybum marianum) ekstrak biji standar, 80-160 mg dua sampai tiga kali

sehari, untuk kesehatan hati.

11. PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis tergantung pada jenis kondisi. Sebagai contoh, prospek

orang-orang dengan peritonitis sekunder cenderung menjadi buruk, terutama di

kalangan orang tua, orang dengan sistem kekebalan rendah, dan mereka yang

memiliki gejala selama lebih dari 48 jam sebelum pengobatan. Prospek jangka

panjang bagi orang dengan peritonitis primer karena penyakit hati juga cenderung

menjadi buruk. Namun, prognosis untuk peritonitis primer pada anak-anak secara

umum sangat baik setelah perawatan dengan antibiotik.

12. HEALTH EDUCATION (HE)

Page 14: Askep Peritonitis

HE yang diberikan pada pasien dengan peritonitis dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Pre operasi

Pasien yang akan di operasi akan merasa cemas mengenai operasinya. Gejala cemas

sebelum operasi dari pasien tidak berbeda dengan yang diderita oleh pasien lain yang

tidak operasi. Gejala fisik terdiri dari peningkatan denyut nadi, frekuensi nafas,

telapak tangan yang basah, dan gelisah. Persiapan pasien sebelum tindakan operasi

antara lain : persiapan fisik, pemeriksaan penunjang, persiapan psikologis,

administrasi dan persetujuan pasien. Adapun HE yang harus diberikan sebelum

operasi adalah :

Menjelaskan tentang prosedur operasi yang dijalankan termasuk jadwal

operasi dan penandatangan persetujuan operasi. Hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi kecemasan pasien.

Mempersiapkan fisik klien dengan puasa dan istirahat yang cukup

b. Post operasi

HE yang diberikan pada saat post op adalah :

Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.

Hal ini dapat membantu proses penyembuhan luka insisi operasi.

Pencegahan infeksi.

Misalnya dengan memberitahukan agar tidak sembarangan membuka atau

mengganti perban secara mandiri karena dapat meningkatkan resiko infeksi.

Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan

napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

Mempertahankan konsep diri.

Pasien dengan luka post op pada perutnya terutama remaja cenderung akan

malu sehingga mengalami gangguan citra tubuh karena adanya perubahan

sehubungan dengan pembedahan. Perawat dapat memberikan support

psikologis. Perawat dapat juga memberikan HE kepada keluarga untuk

memberikan klien support misalnya keluarga dapat mengajak klien berdiskusi

tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien

setelah operasi. Ini akan meningkatkan harga diri klien.

Page 15: Askep Peritonitis

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN PERITONITIS

1. PENGKAJIAN

Page 16: Askep Peritonitis

Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh

informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana

asuhan keperawatan klien.

a. Keadaan Umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif

atau GCS dan respon verbal klien.

b. Tanda-tanda Vital

Meliputi pemeriksaan:

Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan

nadi, dan kondisi patologis.

Pulse rate

Respiratory rate

Suhu

c. Riwayat penyakit sebelumnya

Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita apendiksitis yang menjadi

factor predisposisi peritonitis.

d. Pola Fungsi Keperawatan

a. Aktivitas istirahat

Gejala : Kelemahan

Tanda : Kesulitan ambulasi

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardi, berkeringat, pucat hipotensi (Tanda syok), edema jaringan

c. Eliminasi

Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus, Diare (kadang-kadang)

Tanda : Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam; penurunan haluaran urin,

warna gelap; Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul,

bising usus kasar (obstruksi); kekakuan abdomen, nyeri tekan.

Hiperresonan/timpani (ileus); hilang suara pekak di atas hati (udara bebas

dalam abdomen).

d. Makanan dan cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah, haus.

Page 17: Askep Peritonitis

Tanda : Muntah proyektil, membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor

kulit buruk.

e. Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu,

terus menerus oleh gerakan.

Tanda : Distensi, kaku nyeri tekan. Otot tegang (abdomen), lutut fleksi,

perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.

f. Pernapasan

Tanda : Pernapasan dangkal, takipnea.

g. Keamanan

Merasa cemas dan tampak gelisah.

Data Subjektif:

Klien mengeluh nyeri pada perut

Klien mengeluh lemah

Klien mengeluh mual dan muntah

Klien mengeluh sesak napas

Klien merasa cemas dengan kondisinya.

Data Objektif:

Klien tampak meringis

Takikardia

Terdapat nyeri tekan dan kaku abdomen

Takipnea

Klien tampak gelisah

Terjadi distensi abdominal

e. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi :

Adanya acites

Klien tampak pucat

Klien tampak lemah

Klien tampak meringis kesakitan

Membran mukosa kering

Klien tampak sesak

Klien tampak kurus

Page 18: Askep Peritonitis

b. Palpasi

Akral dingin

CRT > 3 detik

Takikardi

c. Perkusi

Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.

d. Auskultasi

Bising usus menurun sampai hilang.

f. Pemeriksaan Diagnostik

Tes darah

Sampel cairan dari perut

CT scan

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan X-Ray

Gambaran Radiologis

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

PRE OP

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yang menginflamasi

peritoneum ditandai dengan klien mengeluh nyeri, pasien mengatakan mengalami

nyeri yang menyebar pada seluruh abdomen, nyeri bertambah berat ketika klien

bergerak (seperti berjalan, batuk, atau mengejan) klien tampak meringis kesakitan,

klien tampak gelisah dan tidak nyaman (posisi melindungi bagian nyeri),

takikardia, RR klien meningkat.

2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada peritoneum ditandai

dengan suhu tubuh klien meningkat dari atas rentang normal (>37,5oC), kulit

pasien teraba hangat, takikardi (>100 x/menit), WBC meningkat (> 7000/mm3).

3. Kekurangan volume cairan intravaskuler dan intraseluler berhubungan dengan

kehilngan cairan secara aktif akibat peningkatan permebealitas kapiler dan

membrane sehingga mengalami kebocoran ditandai dengan pasien mengatakan

jarang untuk kencing dan pengeluaran kencing menurun atau sedikit, mmembran

mukosa klien terlihat kering, tekanan darah klien turun (, 120/80 mmHg).

Page 19: Askep Peritonitis

4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kompensasi oleh ginjal

akibat penurunan volume cairan tubuh sehingga terjadi dehidrasi.

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung akibat

suplai darah balik kejantung menurun ditandai dengan pasien mengalami dispnea,

takikardia, perubahan EKG pada pasien.

6. PK Infeksi

7. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi akibat dari penekanan

pada rongga thorak oleh diafragma sehingga lapang pernapasan menurun ditandai

dengan klien mengeluh sesak, RR klien meningkat (>20 x/menit) dan pasien

terlihat takipnea.

8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri pada abdomen ditandai

dengan konjungtiva klien terlihat pucat, klien mengatakan tidak bisa tidur karena

nyeri.

9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan

dan suplai oksigen didalam tubuh akibat penurunan lapang pernapasan ditandai

dengan pasien terlihat lemah, tekanan darah menurun (< 120/80mmHg) dan

dipsnea.

10. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunagn dengan

ketidakmampuan untuk absorpsi nutrisi ditandai dengan peristaltik usus menurun,

mual muntah, klien tampak kurus, klien mengalami penurunan berat badan > 20

% dari berat badan ideal.

11. Konstipasi berhubungan dengan penundaan /mengabaikan dorongan defekasi

akibat nyeri yang meningkat saat mengejan ditandai dengan defekasi kurang dari

3x seminggu, klien mengatakan defekasi lama dan sulit, bising usus klien

menurun.

12. Disfungsi motilitas Gastrointestinal berhubungan dengan malnutrisi ditandai

dengan perubahan bising usus (hipoaktif) , nyeri abdomen, distensi abdomen,

mual, muntah

13. Nausea (mual) berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdominal ditandai

dengan pasien mengeluh mengalami keengganan terhadap makanan, mual

14. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan hipotensi ditandai dengan

penurunan volume urine, berkurangnya keinginan untuk berkemih

15. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan penyakit

gastrointestinal (peritonitis)

Page 20: Askep Peritonitis

16. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penumpukan cairan di peritoneum

ditandai dengan asites, oliguria

17. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan pasien

mengatakan cemas dengan keadaannya , pasien tampak gelisah, wajah tegang,

nyeri abdomen

18. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan

klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya , klien menunjukkan

prilaku berlebihan

POST OP

1. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op)

ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis,

peningkatan tekanan darah

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembedahan

4. Resiko disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan

abdomen.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN (berdasarkan prioritas)

PRE OP

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi akibat dari penekanan

pada rongga thorak oleh diafragma sehingga lapang pernapasan menurun ditandai

dengan klien mengeluh sesak, RR klien meningkat (>20 x/menit) dan pasien

terlihat takipnea.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yang menginflamasi

peritoneum ditandai dengan klien mengeluh nyeri, pasien mengatakan mengalami

nyeri yang menyebar pada seluruh abdomen, nyeri bertambah berat ketika klien

bergerak (seperti berjalan, batuk, atau mengejan) klien tampak meringis kesakitan,

klien tampak gelisah dan tidak nyaman (posisi melindungi bagian nyeri),

takikardia, RR klien meningkat.

3. PK Infeksi.

POST OP

Page 21: Askep Peritonitis

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op)

ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis,

peningkatan tekanan darah.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembedahan.

4. INTERVENSI

PRE OP:

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi akibat dari

penekanan pada rongga thorak oleh diafragma sehingga lapang pernapasan

menurun ditandai dengan klien mengeluh sesak, RR klien meningkat (>20

x/menit) dan pasien terlihat takipnea.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan pasien

dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif dengan kriteria hasil :

a. Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal (16-20 x/menit).

b. Pasien tidak sesak lagi.

Intervensi:

Mandiri

a. Observasi RR, suhu, dan suara nafas pasien.

Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja

nafas. Pernafasan dangkal. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan

atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.

b. Berikan posisi flower/semi flower.

Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara

segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

c. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti krekels,

mengi dan gesekan pleural.

Rasional :Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder

terhadap pendarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronchi

dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.

d. Obsevasi pola batuk dan karakter secret.

Page 22: Askep Peritonitis

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputum

berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

Kolaborasi

a. Lakukan fisioterapi dada kerjakan sesuai jadwal.

Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dalam dan meningkatkan drainase

secret dari segmen paru ke dalam bronkus, dimana dapat lebih mempercepat

pembuangan dengan batuk/penghisapan.

b. Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi

Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

c. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti bronchodilator.

Rasional : Untuk mencegah kondisi lebih buruk pada gagal nafas.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yang menginflamasi

peritoneum ditandai dengan klien mengeluh nyeri, pasien mengatakan

mengalami nyeri yang menyebar pada seluruh abdomen, nyeri bertambah

berat ketika klien bergerak (seperti berjalan, batuk, atau mengejan) klien

tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah dan tidak nyaman (posisi

melindungi bagian nyeri), takikardia, RR klien meningkat.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan nyeri

pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:

a. Nyeri klien berkurang

b. Klien tidak tampak gelisah

c. Wajah klien tidak tampak meringis

d. Klien dapat beristirahat dengan nyaman

e. TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)

Intervensi:

Mandiri

a. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu

dengan memperhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, dan waktu.

Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda

perkembangan komplikasi.

b. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitas ( skala 0 -10 ).

Page 23: Askep Peritonitis

Rasional: membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan ketidakefektifan /

dapat mengatakan adanya / terjadinya komplikasi. 

c. Berikan posisi yang nyaman ( Trendelburg ).

Rasional: Dengan memberikan posisi tersebut dapat mengurangi ketegangan

abdomen sehingga nyeri berkurang.

d. Monitor tanda-tanda vital.

Rasional: respon autoimun meliputi: tekanan darah, nadi, respirasi rate dan

suhu yang menjadi tanda keluhan nyeri.

e. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.

Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan indikasi.

Rasional: menghilangkan reflek spasme / kontraksi usus halus dan membantu

dalam manajemen nyeri.

3. PK Infeksi

Tujuan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x24 jam) diharapkan perawat

dapat meminimalkan komplikasi infeksi (sepsis) yang terjadi dengan criteria hasil:

Tanda-tanda sepsis tidak ada

Intervensi

Mandiri

a. Pantau tanda dan gejala infeksi

Rasional : mengetahui perkembangan dari infeksi dan membantu untuk

intervensi selanjutnya

b. Ajari tentang cara pencegahan penularan infeksi

Rasional : dengan mengetahui cara pencegahan diharapkan dapat

meminimalkan komplikasi infeksi

c. Pantau keadaan luka, lakukan perawatan luka secara teratur

Rasional : luka dalam keadaan bersih dapat meminilkan kompliksi

d. Monitor pemberian antibiotic dan kaji efek sampingnya.

Rasional : dengan memonitor pemberian antibiotok dapat mencegah

komplikasi lebih lanjut.

e. Lakukan teknik steril.

Page 24: Askep Peritonitis

Rasional : dengan melakukan teknik steril dapat mencegah terjadinya

infeksi silang.

f. Lakukan penkes tentang pencegahan dan penularan.

Rasional : dengan memberikan penkes, pasien maupun keluarga

mendapat pengetahuan dasar bagaimana cara memproteksi

diri.

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

Rasional: mencegah infeksi lanjut

b. Kolaborasi pemberian antiinflamasi sesuai indikasi

Rasional: mencegah inflamasi lebih lanjut

POST OP:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post

op) ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak

meringis, peningkatan tekanan darah.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan nyeri

pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:

a) Nyeri klien berkurang

b) Klien tidak tampak gelisah

c) Wajah klien tidak tampak meringis

d) Klien dapat beristirahat dengan nyaman

e) TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)

Intervensi:

Mandiri

1. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu

dengan memperhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, dan waktu.

Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda

perkembangan komplikasi.

2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri.

Rasional: Memudahkan dalam melakukan intervensi, karena kultur atau

budaya klien dapat mempengaruhi persepsi tentang nyeri.

3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.

Page 25: Askep Peritonitis

Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.

4. Kontrol dan kurangi kebisingan

Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.

5. Instruksikan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.

Rasional: memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan

otot dan meningkatkan proses penyembuhan

Kolaborasi:

1. Kaji riwayat adanya alergi obat

Rasional: Mengetahui apakah ada alergi terhadap obat analgesik.

2. Pastikan pasien menerima analgesic.

Rasional: Memastikan klien menerima obat pereda rasa nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

Tujuan:

Setelah diberikan askep selama (…x24 jam) tidak terjadi infeksi dengan kriteria

hasil:

Keadaan temperatur normal

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor)

Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-5:

tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)

Memantau faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang

Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan

Intervensi:

Mandiri

1. Pantau suhu dengan teliti dan tanda-tanda infeksi lainnya

Rasional: mendeteksi kemungkinan infeksi

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan diakukan.

Instrusikan pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi.

Rasional: meminimalkan pajanan pada organisme infektif

3. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive

Rasional: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi

4. Tempatkan pasien dalam ruangan khusus

Rasional: meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi

Kolaborasi:

Page 26: Askep Peritonitis

Kolaborasi dalam pemberian antibiotic

Rasional: mencegah terjadinya infeksi

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi

pembedahan.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (… x 24 jam) diharapkan tidak

terjadi perdarahan berlebih dengan criteria hasil :

Tidak ada tanda-tanda perdarahan.

TTV dalam batas normal.

Intervensi:

1. Kaji TTV pasien secara berkala.

Rasional : TTV menjadi acuan banyaknya darah yang hilang.

2. Monitor tanda-tanda perdarahan.

Rasional : tanda-tanda perdarahan dapat berupa takikardi, hipotensi,

hipertermia, sesak.

3. Monitor hasil lab (hemoglobin dan hematokrit)

Rasional : untuk menentukan intervensi pemberian tranfusi darah.

4. Menginstruksikan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung

vitamin K.

Rasional : vitamin K berfungsi dalam proses pembekuan darah.

5. EVALUASIPRE OP:1. Pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil :

Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal (16-20 x/menit).

Pasien tidak sesak lagi.

2. Nyeri pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:

Nyeri klien berkurang

Klien tidak tampak gelisah

Wajah klien tidak tampak meringis

Klien dapat beristirahat dengan nyaman

TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)

3. Komplikasi infeksi dapat diminilalisikan dengan kriteria hasil:

Page 27: Askep Peritonitis

Tidak ada atau berkurangnya tanda-tanda infeksi seperti kalor

dubor,dolor,tumor,dan fungsiolesa

Tanda-tanda sepsis tidak ada

POST OP:

1. Nyeri pasien hilang/terkontrol dengan kriteria hasil:

Nyeri klien berkurang

Klien tidak tampak gelisah

Wajah klien tidak tampak meringis

Klien dapat beristirahat dengan nyaman

TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)

2. Infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:

Keadaan temperatur normal

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor)

Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-5:

tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)

Memantau faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang

Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan

3. Perdarahan tidak terjadi dengan criteria hasil :

Tidak ada tanda-tanda perdarahan.

TTV dalam batas normal.

DAFTAR PUSTAKA

Heather, Herdman. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarata : EGC

Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan

Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.

Page 28: Askep Peritonitis

Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :

Jakarta.

Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.

Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.