bab iii hasil penelitian dan analisis...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak...

37
60 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Sejarah Holding Company BUMN di Indonesia. Holding Company merupakan suatu istilah yang sering didengar dalam proses restrukturisasi perusahaan. Dalam Black’s Law Dictionary sendiri Holding Company memiliki pengertian “a company that ussualy confines its activities to owning stock in, and supervising management of other companies. A holding company ussualy owns a controlling interest in the companies whose stock it holds. Holding Company sendiri memiliki konsep dasar yaitu pembentukan badan hukum baru sebagai relasi kendali asimetris yang membawahi kedua BUMN dengan mempertahankan eksistensi kedua BUMN atau lebih. 98 Di Indonesia holding company lebih sering dikenal sebagai bentuk “group”. Bentuk concern atau group ini dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama adalah dengan sengaja didirikan PT baru dan yang kedua adalah dengan jalan mengambil alih saham dari PT yang sudah ada dan sudah berjalan yaitu dewasa ini lebih dikenal dengan sebutan sebagai “akuisisi”. 99 Penerapan sistem holding company sering diterapkan pada sektor swasta diantaranya adalah PT. Astra International, PT. Japfa, Salim Group, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, praktek holding company juga merambah badan usaha yang dimiliki oleh negara. Berbagai Perseroan mulai menerapkan sistem holding ditandai dengan PT. Semen Gresik yang kini berubah menjadi PT. Semen Indonesia pertama kali menerapkannya. Konsep holdingisasi pada sektor semen sendiri sebetulnya sudah digagas pada saat kepemimpinan Mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng. Melalui Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 5- 326/MK.016/1995, konsep holding pertama kali diberlakukan dalam perusahaan dengan status BUMN. Dalam Surat Menteri Keuangan tersebut pemerintah 98 Toto Pranoto, Restrukturisasi BUMN Menjadi Holding Company, Jurnal, Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 3. 99 Rudhi Prasetya, Op.Cit, Hllm. 64.

Upload: others

Post on 06-Apr-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

60

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Hasil Penelitian

1. Sejarah Holding Company BUMN di Indonesia.

Holding Company merupakan suatu istilah yang sering didengar dalam proses

restrukturisasi perusahaan. Dalam Black’s Law Dictionary sendiri Holding

Company memiliki pengertian “a company that ussualy confines its activities to

owning stock in, and supervising management of other companies. A holding

company ussualy owns a controlling interest in the companies whose stock it

holds”. Holding Company sendiri memiliki konsep dasar yaitu pembentukan

badan hukum baru sebagai relasi kendali asimetris yang membawahi kedua

BUMN dengan mempertahankan eksistensi kedua BUMN atau lebih.98

Di Indonesia holding company lebih sering dikenal sebagai bentuk “group”.

Bentuk concern atau group ini dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama adalah

dengan sengaja didirikan PT baru dan yang kedua adalah dengan jalan mengambil

alih saham dari PT yang sudah ada dan sudah berjalan yaitu dewasa ini lebih

dikenal dengan sebutan sebagai “akuisisi”.99 Penerapan sistem holding company

sering diterapkan pada sektor swasta diantaranya adalah PT. Astra International,

PT. Japfa, Salim Group, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, praktek holding

company juga merambah badan usaha yang dimiliki oleh negara. Berbagai

Perseroan mulai menerapkan sistem holding ditandai dengan PT. Semen Gresik

yang kini berubah menjadi PT. Semen Indonesia pertama kali menerapkannya.

Konsep holdingisasi pada sektor semen sendiri sebetulnya sudah digagas pada

saat kepemimpinan Mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, Tanri

Abeng. Melalui Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 5-

326/MK.016/1995, konsep holding pertama kali diberlakukan dalam perusahaan

dengan status BUMN. Dalam Surat Menteri Keuangan tersebut pemerintah

98 Toto Pranoto, Restrukturisasi BUMN Menjadi Holding Company, Jurnal, Universitas Indonesia,

Jakarta, Hlm. 3. 99 Rudhi Prasetya, Op.Cit, Hllm. 64.

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

61

mengkonsolidasi ketiga perusahaan semen tersebut, dan memilih PT. Semen

Gresik menjadi induk perusahaan (holding company), kemudian PT. Semen

Gresik mengakusisi PT. Semen Padang dan PT. Semen Tan Long sebagai

subsidiary atau anak perusahaan.100

Selanjutnya, yang melakukan proses holdingisasi pada BUMN adalah BUMN

yang bergerak di bidang pupuk. PT Pupuk Indonesia (Persero) yang saat itu

menjadi induk perusahaan yang ditandai dengan Peraturan Pemerintah No. 28

Tahun 1997 yang menunjuk PT. Pupuk Sriwidjadja (Persero) sebagai induk

perusahaan (holding company). PT. Pupuk Indonesia (Persero) membawahi anak

perusahaan diantaranya PT Petrokimia Gresik (PKG), PT. Pupuk Kujang (PKC),

PT. Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT Rekayasa Industri (rekind), hingga PT.

Pupuk Iskandar Muda. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan:

Pasal 2 ayat (2) Nilai penambahan modal Negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar Rp. 1.829.290.000.000,- (satu triliun

delapan ratus dua puluh sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta rupiah)

dengan perincian sebagai berikut:101

a. Saham perusahaan (Perseroan) PT. Pupuk Kalimantan senilai

Rp.936.232.000.000,00 (sembilan ratus tiga puluh enam miliar dua ratus

tiga puluh dua juta rupiah).

b. Saham perusahaan (Persero) PT. Petrokimia Gresik senilai Rp.

396.420.000.000,00 (tiga ratus sembilan puluh enam miliar empat ratus

dua puluh juta rupiah).

c. Saham perusahaan (Persero) PT. Pupuk Kujang senilai Rp.

228.210.000.000,00 (dua ratus dua puluh delapan miliar dua ratus sepuluh

juta rupiah).

d. Saham perusahaan (Persero) PT. Pupuk Iskandar Muda senilai Rp.

266.428.000.000,00 (dua ratus enam puluh enam miliar empat ratus dua

puluh delapan juta rupiah).

100 Dwi Soetjipto, Op. Cit, Hlm. 22 101 Pasal 2 ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor. 28 Tahun 1997 tentang Penambahan

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pupuk Sriwidjadja.

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

62

Atas pengalih sahaman modal negara tersebut menjadikan PT. Pupuk Sriwidjadja

pemilik saham mayoritas pada keempat perusahaan yang sekaligus menjadikan

PT. Pupuk Sriwidjadja sebagai induk perusahaan (holding company). Dalam hal

ini PT. Pupuk Sriwidjadja bertindak sebagai operator holding yakni induk

perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan

usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi oleh

induk perusahaan tersebut. Namun, dalam perjalanannya dilakukan proses

pemisahan (spin off) dengan mendirikan anak perusahaan bernama PT. Pupuk

Sriwidjadja Palembang serta pengalihan tugas dan kepemilikan aset perusahaan

Perseroan PT. Pupuk Sriwidjadja (Persero) kepada PT. Pupuk Sriwidjadja

Palembang. Dengan adanya keberadaan PT. Pupuk Sriwidjadja Palembang

mengakibatkan perubahan bentuk holding yang awalnya berbentuk operating

holding menjadi investmen holding.

Dalam perjalanan proses holding BUMN, akhirnya pemerintah mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan

Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan

Terbatas sebagai payung hukum unutuk pembentukan holding BUMN. Dengan

adanya Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 2005 ini proses pembentukan

BUMN dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 19. Tahun 2003 tentang

BUMN. Pasal 2 ayat (2) huruf d, Pasal 3 ayat 1, Pasal 5 huruf c, dan Pasal 7

dikaitkan dengan penjelasan Pasal 4 Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang

BUMN. Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut, saham negara pada suatu BUMN yang

dijadikan penyertaan modal, dikategorikan sebagai “aset-aset negara lainnya”

sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah

Nomor. 44 Tahun 2005.

Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 2005 juga menjelaskan bahwa dalam hal

aset-aset negara lainnya tersebut dimasukkan dalam APBN, maka prosesnya

dilakukan melalui mekanisme APBN yaitu “pencatatan aset dimaksud dalam

APBN sebagai penerimaan dan sekaligus dikeluarkan sebagai Penyertaan Modal

Negara (PMN)”. Dalam konteks pengalihan saham untuk pembentukan holding

selama ini, Pemerintah tidak lagi melalui mekanisme APBN (mencatat sebagai

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

63

penerimaan dan dikeluarkan sebagai PMN), karena pada saat awal negara

melakukan penyertaan modal yang kemudian berubah menjadi saham yang

dialihkan, sudah melalui APBN sehingga statusnya menjadi Kekayaan Negara

Dipisahkan. Dalam penjelasan Pasal 4 Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang

BUMN, dijelaskan bahwa Kekayaan Negara Dipisahkan dari APBN untuk

dijadikan penyertaan modal yang selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya

tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya

tunduk pada prinsip-prinsip perusahaan.

Setelah proses pembentukan holding di sektor pupuk, pemerintah melanjutkan

kegiatan pembentukan holding di sektor lainnya yaitu pembentukan holding di

sektor perkebunan. Pembentukan holding perkebunan sendiri berdasarkan

ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2014 tentang Penambahan

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia kedalam Modal Saham Perusahaan

Perseroan PT. Perkebunan Nusantara III sebesar 90% yang berasal dari

pengalihan saham milik negara Republik Indonesia pada PT Perkebunan

Nusantara I, II, IV sampai dengan XIV.

Dengan adanya penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham

PT Perkebunan Nusantara III (Persero), mengakibatkan:102

Pertama, PT Perkebunan Nusantara, I, II dan IV sampai dengan XIV berubah

menjadi Perseroan Terbatas yang tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang No.

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kedua, PT Perkebunan Nusantara III

menjadi pemegang saham PT. Perkebunan Nusantara I, II, dan IV sampai dengan

XIV. Ketiga, Kepemilikan saham milik negara Republik Indonesia pada PT

Perkebunan Nusantara I, II, dan IV sampai dengan XIV masing-masing menjadi

10%.

102 Pasal 3, Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2014 tentang Penambahan Penyertaan

Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara III.

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

64

2. Perkembangan Pembentukan Holding Company BUMN di Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 ada tiga bentuk aksi

korporasi yang dapat menimbulkan kepemikan saham yaitu penggabungan

(merger), pengambilalihan (akuisisi), dan pemisahan (spin off). Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 memberikan definsi penggabungan (merger) sebagai:103

Perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk

menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan

aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum

kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan

hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.Akibat

hukum dari proses penggabungan ini maka, aktiva dan pasiva dari Perseroan yang

menggabungkan diri diserahkan sepenuhnya pada Perseroan yang menerima

penggabungan.

Sedangkan pengambil alihan (akuisisi), perbuatan hukum yang dilakukan oleh

badan hukum atau perseorangan untuk mengambilalih saham Perseroan yang

mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Pengambilalihan

saham ini mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.

Dalam proses pengambil alihan (akuisisi) terdapat dua macam yaitu akuisisi

yuridis dan akuisisi ekonomis. Akuisisi yuridis adalah pengambilalihan

perusahaan melalui pengambilalihan saham dari perusahaan yang bersangkutan,

sedang dimaksud dengan akuisisi ekonomis adalah pengambilalihan aset dari

perusahaan, yang diambil alih hanya semata-mata asetnya, umpamanya mesin-

mesin, tanah, bangunan pabrik, alat peralatannya, termasuk hak intelektualnya

seperti merek dan patennya.104

Selanjutnya adalah, pemisahan (spin off) yang juga merupakan salah satu cara

untuk medapatkan kepemilikan saham atas suatu Perseroan. Pemisahan sendiri

adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha

yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum

103 Pasal 1 butir 9, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 104 Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas (Teori dan Praktik), Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Hlm. 141.

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

65

kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan

beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.

Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah

mengatur mengenai kebolehan orang perorangan atau badan hukum memiliki

saham pada perusahaan lain yaitu dengan cara penggabungan (merger),

pengambil alihan (akuisisi), dan pemisahan (spin off). Selain aturan tersebut

terdapat larangan kepemilikan cross holding sebagaimana ditetapkan dalam Pasal

36 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007. Namun demikian, seiring dengan

perkembangan holding company aturan-aturan tersebut tidak lagi dapat

mengakomodir dan memberikan batasan yang jelas.

Perkembangan holding yang cepat dalam BUMN, membuat Pemerintah

membentuk Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 perubahan terhadap

Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 2005. Dibentuknya Peraturan Pemerintah

ini merupakan upaya untuk memperjelas dan mempertegas dasar hukum

pembentukan holding BUMN.

Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 sering disebut sebagai

“PP Holding”. Holding yang dibentuk setelah Peraturan Pemerintah Nomor. 72

Tahun 2016 ini adalah holding tambang, migas. Di sektor tambang, Pemerintah

membentuk holding di sektor tambang melalui Peraturan Pemerintah Nomor. 47

Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia

ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Indonesia Asahan

Aluminium.

Pasal 2 ayat (1) penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 sebanyak:105

a. 15.619.999.999 (lima belas miliar enam ratus sembilan belas juta sembilan

ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh

105 Pasal 2 ayat 1, Peraturan Pemerintah Nomor. 47 Tahun 2017 tentang Penambahan

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Indonesia Asahan Aluminium.

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

66

sembilan) saham serie B pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Aneka

Tambang Tbk;

b. 4.841.053.951(empat miliar delapan ratus empat puluh satu juta lima

puluh tiga sembilan ratus lima puluh satu) saham serie B pada Perusahaan

Perseroan (Persero) PT. Timah Tbk;

c. 1.498.087.499 (satu miliar empat ratus sembilan puluh delapan juta

delapan puluh tujuh empat ratus sembilan puluh sembilan) saham serie B

pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bukit Asam Tbk;

d. 21.300 (dua puluh satu tiga ratus) saham pada PT. Freeport Indonesia.

Dapat disederhanakan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 47 Tahun 2017

kepemilikan saham negara dalam PT. Bukit Asam, PT. Timah, PT. Aneka

Tambang dan PT. Freeport dialihkan kepada PT. Inalum. Sehingga PT. Inalum

menjadi pemegang saham mayoritas dalam keempat PT tersebut. Akibat

hukumnya, keempat perusahaan yang dialihkan sahamnya tunduk pada ketentuan

Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akan tetapi,

sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 negara tetap

memiliki kontrol terhadap keempat PT tersebut karena memiliki saham serie A.

Pembentukan holding selanjutnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah

pembentukan holding di sektor migas. Pemerintah membentuk holding migas

melalui Peraturan Pemerintah Nomor. 6 Tahun 2018 tentang Penambahan

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham

Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina. Dalam Pasal 2 ayat (1)

Penambahan penyertaan modal negara sebagimana dimaksud dalam Pasal 1

sebanyak 13.809.038.755 (tiga belas miliar delapan ratus sembilan juta tiga puluh

delapan tujuh ratus lima puluh lima) saham serie B pada Perusahaan Perseroan

(Persero) PT. Perusahaan Gas Negara Tbk yang telah ditempatkan dan disetor

penuh oleh negara.106

106 Pasal 2 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor. 6 Tahun 2018 tentang Penambahan

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina.

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

67

Atas hal tersebut kepemilikan saham negara pada PT. Perusahaan Gas Negara

dialihkan pada PT. Pertamina, yang menjadikan PT. Perusahaan Gas Negara

tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 40. Tahun 2007. Selain itu seperti

holding tambang yang terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun

2016 tetap memiliki saham serie A pada PT. Perusahaan Gas Negara sehingga

negara tetap memiliki kontrol terhadap PT. Perusahaan Gas Negara.

3. Masalah-Masalah Hukum yang timbul dalam Holding Company

BUMN di Indonesia.

Pembetukan Holding Company saat ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah

Nomor. 72 Tahun 2016 sebagai payung hukum. Akan tetapi beberapa kalangan

menilai bahwa lahirnya Peraturan Pemerintah ini akan menimbulkan berbagai

masalah hukum. Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara

dan Perseroan Terbatas memiliki permasalahan dari aspek formal, yang

dimaksudkan disini adalah Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tidak

cukup dijadikan sebagai payung hukum pembentukan holding. Alasannya, BUMN

diatur dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19. Tahun 2003 tentang BUMN

maka jika pemerintah ingin membentuk holding di perusahaan dengan status

BUMN. Pemerintah wajib mengeluarkan aturan yang setara dengan Undang-

Undang.

Secara aspek substansi atau materiil, isi dari Peraturan Pemerintah Nomor. 72

Tahun 2016 dinilai menabrak Undang-Undang yang ada diatasnya. Aturan

tersebut dinilai memiliki substansi yang bertentangan dengan UU Nomor. 19

Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, dan UU Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perhatian

serius adalah dalam Peraturan Pemerintah ini mengesampingkan peran DPR RI

dalam melakukan fungsi anggaran dan pengawasan.

Sebagai contoh dalam Pasal 2A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun

2016 merujuk atau merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal sebelumnya,

yaitu Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah yakni sumber penyertaan modal

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

68

negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kekayaan negara berupa:107

a. Dana segar;

b. Barang milik negara;

c. Piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas;

d. Saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas, dan/atau;

e. Aset negara lainnya

Dari kutipan isi Pasal/ayat di atas, dapat dijelaskan bahwa ketentuan pada Pasal 2

ayat (2) huruf d “saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas”

merupakan rincian dari sumber penyertaan modal negara yang berasal dari APBN

yang diantaranya adalah saham milik negara pada BUMN atau Perseroan

Terbatas;

Jadi jelas bahwa menurut Pasal 2 ayat (2) “saham milik negara pada BUMN atau

Perseroan Terbatas” merupakan bagian dari anggaran pendapatan dan belanja

negara. Namun, dalam Pasal 2A ayat (1) di Peraturan Pemerintah yang sama

diatur tanpa mekanisme APBN. Jadi dengan sendirinya ketentuan dalam Pasal 2A

ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 bertentang dengan Pasal 2

ayat (2) di Peraturan Pemerintah yang sama.

Selain itu Pasal 2A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 juga

dianggap mengkerdilkan fungsi DPR RI. Dimana dalam Pasal 2A ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa penyertaan

modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada

BUMN atau Perseroan Terbatas kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain,

dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme APBN, maka dengan

sendirinya proses penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara

berupa saham milik negara pada BUMN tidak melalui proses pembahasan dan

persetujuan DPR RI sebagai lembaga representasi rakyat dan dianggap telah

menghilangkan peran dan fungsi DPR RI.

107 Pasal 2 ayat 2, Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan

dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas.

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

69

Pasal 2A sendiri juga dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor. 19

Tahun 2003 dimana dalam Pasal 2A ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor. 72

Tahun 2016 disebutkan bahwa “anak perusahaan BUMN sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal sebagai berikut:108

a. Mendapatkan penugasan Pemerintah atau melaksanakan pelayanan umum,

dan/atau;

b. Mendapatkan kebijakan khusus negara dan/atau pemerintah, termasuk

dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu

sebagaimana diberlakukan bagi BUMN.

Padahal dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang

BUMN pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk

menyelenggarakan fungsi dan kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan

maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Artinya, yang hanya dapat diberikan

penugasan khusus oleh pemerintah hanyalah BUMN sendiri.

Pasal 2A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 sendiri dianggap

juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara. Dimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016

disebutkan bahwa Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan negara

berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas kepada BUMN

atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui

mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. Padahal dalam Pasal 24 ayat

(2) Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 menyebutkan pemberian

pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.

Dari seluruh Pasal yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun

2016. Pasal 2A lah yang paling banyak mengandung masalah hukum. Maka dari

itu, pemerintah perlu mensikapi hal ini secara hati-hati.

108 Pasal 2 ayat (7), Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Penyertaan dan

Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

70

B. Analisis.

1. Sistem Pengaturan Holding Company di Indonesia.

Kemakmuran rakyat harus menjadi keharusan dalam setiap penguasaan dan

pengusahaan sumber daya alam dan hal itu dituangkan dalam Undang-Undang

Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi, bahwa “bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat”. Kemakmuran rakyat dalam konteks penguasaan sumber

daya alam harus mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh rakyat

Indonesia yang merupakan bagian terpenting dari penguasaan sumber daya

alam.109 Dalam Pasal 33 ayat 2 secara jelas menerangkan bahwa cabang-cabang

produksi yang penting menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan

kekayaan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari sini,

nampak jelas bahwa Indonesia merupakan negara kesejahteraan (welfare state).

Manfaat ekonomi diupayakan untuk sejalan pula dengan aspek sosial dan

lingkungan melalui upaya konservasi sumber daya alam. Prinsip keadilan antar

generasi meletakkan tiga kewajiban mendasar bagi generasi sekarang dalam

konservasi sumber daya alam, yaitu: (1) conservation of option, menjaga agar

generasi mendatang dapat memilih kuantitas keanekaragaman sumber daya alam,

(2), conservation of quality, menjaga kualitas lingkungan agar lestari, dan (3)

conservation of access, menjamin generasi mendatang minimal memiliki akses

yang sama dengan generasi sekarang atas titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan

Yang Maha Esa.

Kemakmuran rakyat dalam dimensi filsafat dilihat dalam perspektif pemikiran

Jeremy Bentham dalam filsafat utilitarinisme. Pengusahaan sumber daya alam

intergenerasi maupun antargenerasi, dapat dilihat melalui pemikiran Jeremy

Bentham dengan teori utilitarinisme. Pemikiran tentang utilitarisme ini lazim

digunakan dalam menganalisis kemanfaatan melalui kacamata filsafat.

109 Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, Jakarta:Sinar Grafika,

Cetakan Pertama, 2014, hlm.39

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

71

Utilitarisme disebut pula teleologis, sebab menurut teori ini kualitas etis suatu

perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan.110

Prinsip utilitarinisme dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam sangat

relevan digunakan sebagai landasan. Prinsip utilitarisme sangat mengedepankan

suatu kemanfaatan dari suatu pengaturan (hukum) akan berkorelasi dengan tujuan

bangsa Indonesia dalam aspek pengelolaan sumber daya alam sebagaimana

tertuang dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang menjadikan sumber daya alam digunakan untuk sebesar-esar

kemakmuran rakyat.

Prinsip “the greatest happines of the greatest number” merupakan pokok

pemikiran yang sangat relevan dengan kondisi Pemerintah Indonesia yang

membuka pintu pengusahaan pada sumber daya alam. Kembali pada Pasal 33 ayat

(3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 frasa

“dikuasai oleh negara” dan “sebesar-besar kemakmuran rakyat” merupakan frasa

doktrinal yang penting dalam pengusahaan (kegiatan usaha) kekayaan alam

Indonesia. Atas dasar pasal inilah kekayaan alam Indonesia harus dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk kebesaran rakyat Indonesia. Pada ayat (4) dan (5)

secara implisit menekankan pada pelaksanaan demokrasi ekonomi dan reformasi

pengelolaan BUMN serta peran dan partisipasi swasta.111

Sebagai usaha dalam merealisasikan Pasal 33 ayat (3) Pemerintah Indonesia

membentuk badan usaha dimana bertujuan untuk mengelola sumber daya alam

yang memiliki potensi strategis untuk dikelola dan menyejahterakan rakyat.

Badan Usaha inilah yang sering dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Atas dasar tersebut Pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor. 19

Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagai payung hukum atau dasar

hukum BUMN. Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara

yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian

besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang

berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

110 Ibid, hlm. 40. 111 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit, Hlm. 3.

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

72

Khusus untuk BUMN, pembinaan usaha diarahkan guna mewujudkan visi yang

telah dirumuskan. Paling tidak ada 3 visi yang saling terkait, yakni visi founding

fathers yang ada dalam UUD NKRI 1945, visi dari lembaga/badan pengelola

BUMN, dan visi masing-masing perusahaan BUMN. Kesemuanya ini ini hanya

dapat diterjemahkan dalam ukuran yang jelas untuk dijadikan pedoman dalam

pembinaan. 112

Lebih lanjut, Pasal 2 secara ayat (1) secara jelas menyatakan bahwa maksud dan

tujuan pendirian BUMN adalah:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya;

b. Mengejar keuntungan;

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat

hidup orang banyak;

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan

oleh sektor swasta dan koperasi;

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Memasuki tahun 1990, kinerja BUMN secara bisnis “dipertanyakan”. Kontribusi

BUMN dari dividen terhadap total penerimaan bukan pajak pada tahun anggaran

1990/1991 adalah Rp. 1.096 triliun terhadap Rp. 7,801 triliun menjadi Rp. 1,477

triliun terhadap Rp. 7,801 triliun. Artinya, jika pada 1990/1991 kontribusi dividen

BUMN terhadap penerimaan bukan pajak adalah 46%, pada 1995/1996

kontribusinya merosot menjadi 18,9% saja.113 Perolehan negara dari pajak

penghasilan BUMN terhadap total penerimaan pajak pada 1990/1991 adalah Rp.

1,438 triliun terhadap Rp. 20,52 triliun. Artinya, pada 1990/1991 kontribusinya

adalah 41,2%, dan lima tahun kemudian merosot menjadi 9,8% saja.

Bahkan Tanri Abeng, pernah mengukur hasil yang seharusnya diperoleh negara

dari mdoal investasi, katakan dengan rata-rata pengembalian (ROE) sebesar 20%

112 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit, Hlm. 2. 113 Ibid, Hlm. 14.

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

73

seperti halnya terjadi pada badan-badan usaha yang efisien, secara keseluruhan

BUMN justru membuat value destruction lebih dari Rp. 12,5 triliun per tahun.114

Sementara itu, per 31 Desember 1997, beberapa BUMN terlibat di banyak sektor

perekeonomian nasional, dengan total aset sebesar Rp. 461,6 triliun. Di antara 160

BUMN di bawah pengawasan kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, 74

perusahaan atau 42,6% termasuk dalam kategori baik dan baik sekali. Sementara

sisanya sebesar 53,8% berada pada kondisi kurang baik dan tidak baik, dengan

kondisi rata-rata tidak efisien. Indikasi lainnya adalah rendahnya tingkat Return

Of Investment (ROI) dan Return Of Equity (ROE). Rata-rata ROI dan ROE relatif

rendah 3,5% dan 9,6%. Keduanya jauh dibawah tingkat pengeluaran modal yang

normalnya 14% atau bahkan 60% pada kondisi yang semakin tertekan.115

Kinerja

Keuangan

1997

(a)

1998

(b)

b/a

(%)

Rp (miliar) % Rp (miliar) %

Pendapatan 52.647,0 100 81.649,8 100 155,2

Laba Usaha 8.532,0 16,2 17.668,6 21,6 207,1

Lb.Sbl.Pjk 9.072,9 17,0 17.614 21,5 194,1

Tabel 1.1 Kinerja Keuangan BUMN

Inefisiensi dalam tubuh BUMN sendiri terjadi atas berbagai faktor. Pertama,

bukan semata-mata kesalahan para profesional pengelolanya, namun karena

struktur organisasi dan keberadaannya yang tidak menguntungkan. Dengan berada

di bawah departemen teknis, otomatis terjadi kecenderungan dari para

pengelolanya untuk menjaga hubungan “ekstra baik” dengan pimpinan

departemen teknisnya daripada konsumennya. Ini tidak aneh karena pada akhirnya

penentuan siapa yang berhak menduduki posisi puncak dalam BUMN tidak lebih

banyak ditentukan oleh prestasi bisnis atau customernya, melainkan lebih kepada

departemen yang membawahinya.

114 Ibid, Hlm. 15. 115 Ibid, Hlm. 16.

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

74

Kedua, ada kecenderungan BUMN dijadikan cash-cow bagi pejabat tinggi

pemerintah dan para kroninya. Baik dengan mekanisme pemberian fasilitas

khusus, monopoli pemasaran, monopoli pasokan, bahkan sampai pada

kemungkinan adanya penyimpangan ketika BUMN tersebut dinyatakan merugi

dan kerugian itu dipulihkan sebagai penyertaan modal pemerintah.

Ketiga, lingkungan dalam organisasi BUMN sendiri memang tidak

memungkinkan bagi tumbuhnya semangat bersaing dan terus-menerus

mengembangkan kemampuan, baik secara perseorangan maupun kelembagaan.

Pertama, karena struktur organisasinya menjadi birokratis. Kedua, karena adanya

monopoli yang diberikan pemerintah dalam berbagai bentuk.116

Atas berbagai kondisi masalah yang terdapat dalam BUMN, berdasarkan

ketentuan Pasal 72 ayat (1) menyebutkan bahwa restrukturisasi dilakukan dengan

maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien,

transparan, dan profesional.117 Selanjutnya, dalam Pasal 72 ayat (2) disebutkan

bahwa restrukturisasi sendiri memiliki tujuan:

a. Meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;

b. Memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;

c. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga kompetitif kepada

konsumen; dan

d. Memudahkan pelaksanaan privatisasi;

Upaya restrukurisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam tubuh

BUMN haruslah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Sesuai

dengan ketentuan Pasal 4 ayat (6) yang menyebutkan bahwa ketentuan lebih

lanjut mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam

rangka pendirian atau penyertaan ke dalam BUMN dan/atau Perseroan Terbatas

yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

116 Ibid, Hlm. 17. 117 Pasal 72 ayat (1), Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara.

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

75

Seperti yang sudah dijelaskan dalam melakukan upaya untuk merestrukturisasi

Pemerintah mengambil berbagai pola atau bentuk diantaranya adalah merger,

akuisisi, spin-off, likuidasi, dan holding company. Penulisan ini difokuskan pada

rekstrukturisasi dengan pola holding company. Maka pemerintah, membentuk

Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor. 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan Dan

Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan

Terbatas. Peraturan Pemerintah ini lazim dikenal dengan “PP Holding”.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016 terdapat Pasal yang diubah dan

ditambahkan terkait penyertaan modal negara dalam proses restrukturisasi yaitu:

a. Ketentuan angka 8 Pasal 1 diubah menjadi:

Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan pengadministrasian penyertaan

negara dalam BUMN dan Perseroan Terbatas.

b. Pada ketentuan ayat (2) dan ayat (3) terdapat perubahan di mana sumber

penyertaan modal negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja

Negara di mana bukan berasal dari proyek-proyek yang dibiayai oleh

APBN tapi berasal dari saham milik negara pada BUMN atau Perseroan

Terbatas.

c. Diantara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 2A

yaitu:118

Pasal 2A

1. Penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa

saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau

Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa

melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

2. Dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan

penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga sebagian besar

118 Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan

Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

76

saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak

perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham

dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.

3. Kekayaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang

dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN atau Perseroan

Terbatas, bertransformasi menjadi saham/modal negara pada BUMN

atau Perseroan Terbatas tersebut.

4. Kekayaan negara yang bertransformasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), menjadi kekayaan BUMN atau Perseroan Terbatas.

5. Kepemilikan atas saham/modal negara pada BUMN atau Perseroan

Terbatas dicatat sebagai investasi jangka panjang sesuai dengan

presentase kepemilikan Pemerintah pada BUMN atau Perseroan

Terbatas.

6. Anak perusahaan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

kepemilikan sebagian besar saham tetap dimiliki oleh BUMN lain

tersebut.

7. Anak perusahaan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal sebagai berikut:

a. Mendapatkan penugasan Pemerintah atau melaksanakan pelayanan

umum; dan/atau

b. Mendapatkan kebijakan khusus negara/atau Pemerintah, termasuk

dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu

sebagaimana diberlakukan bagi BUMN.

Secara aspek hukum penulis berpendapat, ada dua substansi yang menjadi fokus

utama dari Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016. Pertama, yaitu

memperjelas dan mempertegas proses pembentukan holding BUMN.

Mempertegas dan memperjelas bahwa penyertaan modal ke BUMN atau

Perseroan Terbatas (yang sudah ada saham milik negara) dapat dilakukan dengan

mengalihkan saham pada BUMN lain. Selama ini “saham” sebagai salah satu

sumber penyertaan modal dikategorikan dalam “aset negara lainnya”. Ketentuan

ini bukan merupakan hal baru karena hanya memperjelas dan mempertegas dasar

hukum pembentukan holding yang selama ini menjadi pegangan Pemerintah.

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

77

Pengalihan saham menjadi kewenangan pemerintah tanpa melalui mekanisme

APBN, karena pada saat pertama menjadi saham, sudah melalui APBN, sehingga

statusnya menjadi “kekayaan negara dipisahkan”. Dalam Penjelasan Pasal 4

Undang-Undang Nomor 19. Tahun 2003 tentang BUMN disebutkan bahwa

kekayaan negara dipisahkan tidak lagi mengikuti mekanisme APBN. Disamping

itu, pengalihan saham tidak menyebabkan jumlah saham negara berkurang secara

absolute dalam catatan neraca Pemerintah Pusat. Ketentuan ini bukan merupakan

hal baru karena hanya memperjelas dan mempertegas dasar hukum pembentukan

holding yang selama ini menjadi pengangan Pemerintah.

Kedua, mengatur kontrol negara kepada BUMN menjadi anak perusahaan holding

BUMN. Pengaturan mengenai kontrol negara atas BUMN yang menjadi anak

perusahaan holding BUMN dimana negara tetap memiliki saham dengan hak

istimewa saham serie A dwiwarna dengan hak untuk menyetujui antara

lain:pengangakatan anggota direkasi dan anggota komisaris, perubahan anggaran

dasar, perubahan struktur kepemilikan saham, penggabungan, peleburan,

pemisahan, pembubaran, serta pengambil alihan perusahaan oleh perusahaan lain.

Kontrol juga dilakukan dalam mempertegas bahwa BUMN induk harus tetap

memiliki saham mayoritas di anaknya yang eks BUMN.

Dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 dianggap dapat

menjual kepemilikan saham kepada pihak swasta. Akan tetapi, penulis melihat

bahwa konsep penjualan dan pengalihan saham adalah dua hal yang berbeda.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa penjualan adalah proses, cara,

atau perbuatan menjual.119 Sementara pengalihan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah proses, cara, perbuatan mengalihkan; pemindahan; penggantian;

penukaran; pengubahan. Maka, berdasarkan pengertian tersebut jika ada yang

berpendapat bahwa Peraturan Pemerintah tersebut dijadikan sebagai alat legalisasi

pemerintah untuk menjual aset negara kepada swasta.

119 pengalihan/peng·a·lih·an/ n proses, cara, perbuatan mengalihkan; pemindahan;

penggantian; penukaran; pengubahan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

78

Penulis melihat bahwa jika terjadi penjualan saham, maka ketentuan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 ini tidak bisa dijadikan sebagai

payung hukum untuk menjual aset negara dalam hal ini BUMN ke pihak swasta.

Apabila pemerintah ingin menjual aset negara dalam hal ini privatisasi maka dasar

hukum yang digunakan adalah Pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Nomor. 17

tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu Pemerintah Pusat dapat melakukan

penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat persetujuan

DPR120, Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang

BUMN yang menyatakan terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi

kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri

Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat.121 Selanjutnya yang mengatur tentang

ketentuan privatisasi adalah Peraturan Pemerintah Nomor. 33 Tahun 2005 yang

menyebutkan bahwa untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang

privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk

sebuah Komite Privatisasi sebagai wadah koordinasi.122 Dalam aturan tersebut

dinyatakan jelas bahwa ketika pemerintah ingin melakukan suatu proses

privatisasi atau penjualan saham kepada pihak swasta haruslah melibatkan Komite

Privatisasi dan Persetujuan DPR RI.

Hal ini merupakan ketentuan baru untuk menjaga eksistensi atau kontrol

pemerintah terhadap BUMN yang menjadi anak perusahaan holding BUMN yang

selama ini belum diatur. Penegasan bahwa BUMN menjadi anak perusahaan

holding BUMN, tetap diperlakukan sama dengan BUMN antara lain:

mendapatkan kebijakan khusus negara dan/atau pemerintah, termasuk dalam

pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagimana

diberlakukan bagi BUMN antara lain terkait dengan proses dan betuk perizinan,

hak untuk memperoleh HPL, kegiatan perluasan lahan dan/atau keikutsertaan

dalam kegiatan-kegiatan kenegaraan atau pemerintah yang melibatkan BUMN.

120 Pasal 24 ayat (5), Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 121 Pasal 82 ayat (2), Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 122 Pasal 10 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi

Perusahaan Perseroan (Persero).

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

79

Secara aspek ekonomis penulis melihat pembentukan holding merupakan sesuatu

yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas kinerja perusahaan dan

menciptakan nilai tambah dalam perusahaan. Sebagai contoh dalam holding di

sektor semen, Pada tahun 1974 hanya ada tiga perusahaan semen di pasar

Indonesia yaitu Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tan Long. Namun

pada, tahun berikutnya, kapasitas produksi tersebut turun karena ketiga pabrik

tersebut kalah bersaing dengan pabrik semen swasta. Hal ini dilatarbelakangi

karena pemerintah pada saat itu pemerintah tidak memiliki modal untuk

menambah pabrik. Maka, atas problem tersebut pemerintah menginbrengkan atau

mengalihkan saham kepemilikan pada PT. Semen Padang dan PT. Semen Tan

Long pada PT. Semen Gresik dan menunjuk PT. Semen Gresik yang sekarang

berubah nama menjadi PT. Semen Indonesia sebagai induk perusahaan.

Gambar 1.1. Produksi Semen Indonesia.

Dalam gambar 1.4 terlihat peningkatan produksi pada sektor semen setelah

terjadinya proses holding company dalam PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

80

PT. Semen Padang (Persero) Tbk, dan PT. Semen Tan Long (Persero) Tbk.

Penulis melihat jika proses holding diterapkan dengan tepat maka akan mengatasi

inefisiensi kinerja dalam perusahaan dan menciptakan nilai tambah. Akan tetapi,

jika konsep holding itu sendiri gagal, maka pembentukan holding akan menambah

birokrasi dan memperpanjang rantai keputusan dan juga biaya.

Penulis melihat, dengan penerapan konsep holding pada sektor semen yang

tergolong berhasil. Hal ini dikarenakan makin meningkatnya kapasitas produksi

maka penulis melihat konsep holding yang akan diterapkan ke dalam sektor

tambang, perbankan, migas, infrastruktur, perumahan akan berhasil akan tetapi

dengan syarat pemerintah berhitung secara matang terkait konsep holding pada

setiap sektor. Pembentukan holding sendiri hanya akan bermanfaat jika

peningkatan efisiensi dan biaya adanya sinergi akibat economic of scale. Jika

tidak ada penurunan biaya, peningkatan pendapatan, maka pembentukan holding

dapat dikatakan gagal.

Sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 pengaturan aspek

hukum mengenai holding company masih minim dan dianggap sumir. Dengan

adanya Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 ini membuat holding

company memiliki payung hukum. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016

ini juga disebut sebagai “PP holding” karena PP ini sendiri merupakan perubahan

atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan

dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan

Terbatas dinilai tidak cukup mengatur tentang inisiasi pembentukan holding

sektoral di Indonesia.

Saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas pada hakikatnya

merupakan kekayaan negara yang sudah dipisahkan dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara, sehingga pengalihan saham dimaksudkan untuk dijadikan

penyertaan BUMN atau Perseroan Terbatas tidak dilakukan melalui mekanis

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.123 Untuk menjaga tidak lepasnya anak

123 Penjelasan Pasal 2A ayat 1, Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

81

perusahaan tersebut dalam hal dugaan privatisasi oleh negara terhadap BUMN

pada Pasal 6 disebutkan bahwa kepemilikan sebagian besar saham tetap dimiliki

oleh BUMN yang dijadikan holding.124

Kepemilikan mayoritas yang dimaksudkan adalah bahwa BUMN Induk tetap

memiliki lebih dari 50% saham pada perusahaan anak eks BUMN. Hal ini

berguna agar negara tetap dapat melakukan kontrol melalui BUMN Induk serta

terkait pula dengan perlakuan anak perusahaan disamakan dengan BUMN.

Perlakuan khusus ini yaitu adalah proses dan bentuk perizinan, hak untuk

memperoleh HPL, kegiatan perluasan lahan dan/atau keikutsertaan dalam kegiata-

kegiatan kenegaraan yang melibatkan BUMN. Negara memiliki saham dengan

hak istimewa pada anak perusahaan dari BUMN Induk sebagaimaa yang

dimaksud dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar antara lain ialah

hak untuk menyetujui:125

a. Pengangkatan anggota direksi dan anggota komisaris;

b. Perubahan anggaran dasar;

c. Perubahan struktur kepemilikan saham;

d. Penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambil

alihan perusahaan oleh perusahaan lain.

Kegiatan restrukturisasi holding sendiri dimaksudkan untuk memperbaiki struktur

permodalan seperti pengurangan presentase kepemilikan saham oleh negara

sebagai akibat pengeluaran saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara

(dilusi), pergeseran atau pengalihan saham milik negara pada BUMN atau

Perseroan Terbatas kepada BUMN sebagai penyertaan modal negara anta lain

dalam rangka pembentukan perusahaan induk BUMN (holding). Perbedaan

pembentukan holding pada BUMN dan BUMS adalah payung hukum, jika dalam

proses pembentukan holding BUMS hanya berdasarkan keputusan RUPS maka,

124 Penjelasan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang tentang Tata Cara

Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

82

pembentukan holding dalam BUMN haruslah menggunakan payung hukum yaitu

Peraturan Pemerintah.

2. Pembentukan Holding Company pada BUMN dengan Studi Kasus

Holding BUMN pada sektor Infrastruktur.

Pembentukan Holding Infrastruktur oleh Pemerintah merupakan bagian dari

Rightsizing policy. Rightsizing merupakan salah satu cara untuk mendapatkan

jumlah dan skala BUMN yang lebih ideal dengan mengadakan

regrouping/konsolidasi BUMN secara sektoral untuk mematahkan kembali jumlah

masing-masing BUMN sektoral tersebut.126

Jika induk Perseroan disebut dengan holding, maka proses pembentukan holding

dapat dilakukan dengan tiga prosedur yaitu:127

a. Prosedur terprogram, perusahaan holding telah direncanakan sejak awal

bisnis.

b. Prosedur residu,perusahaan besar dengan berbagai unit bisnis, dipecah

sesuai sektor usahanya, dibuat entitas baru yang mandiri. Sisanya residu

masih dalam perusahaan asal, dijadikan holding.

c. Prosedur penuh, ini dilakukan kepada sekumpulan perusahaan dengan

kepemilikan yang sama, tidak terkonsentrasi dalam suatu perusahaan

induk prosedur penuh paling sesuai untuk BUMN saat ini.

Dalam prosedur penuh, perusahaan yang menjadi holding dibentuk dengan cara:

a. Memilih salah satu dari kumpulan perusahaan tadi untuk dijadikan

holding. Holding ini seperti biasa disebut holding operasional, karena

BUMN ini selalu membawahi BUMN lainnya, juga masih terbebani

dengan operasi bisnisnya sendiri. Biasanya BUMN ini yang dipilih sebagai

holding adalah perusahaan yang paling sehat, atau kepemilikannya 100%

dikuasai oleh pemerintah.

b. Membentuk satu perusahaan baru untuk dijadikan holding. Biasa disebut

holding finansial, karena pendapatan utamanya berasal dari dividen anak

126 Dwi Soetjipto, Op.Cit, Hlm. 22. 127 Munir Fuady, Op.Cit, Hlm. 84

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

83

perusahaan. Holding ini akan mengatur strategi investasi, kordinasi dan

sinergi diantara anak-anak perusahaannya. Karena setiap entitas juga harus

berbisnis, maka bisnis entitas baru ini (yang menjadi holding), adalah

bisnis jasa yang menunjang penguatan anak perusahaan, seperti advisor

bagi perusahaan, pelatihan dan lainnya.

c. Mengakusisi perusahaan lain yang bisnisnya memiliki keterkaitan, untuk

dijadikan holding. Proses ini lebih rumit untuk BUMN, mengingat

pemangku kepentingan di BUMN sangat luas. Banyak aspek yang harus

dilalui untuk melakukan aksi korporasi.

Pemerintah saat ini sedang gencar untuk membentuk holding, seperti yang

diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo bahwa holding ini bertujuan untuk

menciptakan BUMN yang kuat, lincah, dan mampu bersaing dengan perusahaan-

perusahaan luar. Holding sendiri akan dibentuk secara sektoral yaitu

dikelompokkan dan dipilih induk perusahaan sesuai dengan jenis dan kegiatan

usahanya yang sama. Holding itu akan terdiri dari sektor minyak dan gas,

pertambangan, perbankan, perumahan, infrastruktur, dll.

Gambar 1.2. Roadmap Holding Company pada Sektor Infrastruktur.

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

84

Gambar 1.1 adalah struktur holding dalam infrastruktur, dimana nantinya

pemerintah berencana akan menunjuk PT. Hutama Karya sebagai induk

perusahaan. Dipilihnya PT Hutama Karya sebagai induk perusahaan bukan tanpa

alasan, hal ini disebabkan PT Hutama Karya memiliki kinerja yang baik dan

keuangan yang sehat serta kepemilikan negara 100% dalam saham PT Hutama

Karya.

Group holding infrastruktur ini sendiri akan dianggotai oleh PT. Waskita Karya

(Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT

Indra Karya (Persero) Tbk, PT Yodya Karya (Persero) Tbk.128 Untuk proses

pembentukan holding nantinya, PT Hutama Karya akan mengakuisi saham PT

Waskita Karya sebesar 65%, PT Wijaya Karya sebesar 70%, PT Jasa Marga

sebesar 70% dan saham PT Indra Karya dan PT Yodya Karya masing-masing

sebesar 100%.

No Pemegang Saham Presentase (%)

1 Negara Republik Indonesia/ GOI 70.00

2 BPJS Ketenagakerjaan –JHT 2.87

3 BNYM SA/NV AS Cust Of Employees Provident Fund-2039844119 2.85

4 PT TASPEN (PERSERO) – THT 0.56

5 BBH BOSTON S/A VANGRD EMG MKTS STK INFD 0.53

6 BPJS KETENAGAKERJAAN – JKK 0.41

7 GIC S/A GOVERNMENT OF SINGAPORE 0.37

8 RD PREMIER ETF INDO STATE- OWNED COMPANI 0.36

9 JPMCB NA RE-VANGUARD TOTAL INTERNATIONAL 0.35

10 PT AIA FINL - UL EQUITY 0

Gambar 1.2 Struktur Kepemilikan Saham Pada PT. Jasa Marga (Persero)

Tbk.

Gambar 1.2 merupakan struktur kepemilikan saham dalam PT. Jasa Marga

(Persero) Tbk. Dapat dilihat bahwa negara, menguasai 70% persen saham yang

terdapat dalam PT. Jasa Marga. Saham sebesar 70% inilah yang akan

diinbrengkan atau dialihkan kepemilikannya terhadap PT. Hutama Karya

128 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3514136/kapan-holding-bumn-konstruksi-

dan-perumahan-dibentuk. Diakses pada tanggal 20-05-2018, pukul 17:02.

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

85

sehingga saham 70% tadi akan menjadi milik PT. Hutama Karya dan PT. Hutama

Karya akan menjadi pemegang saham mayoritas dalam PT. Jasa Marga.

Gambar 1.2 Struktur Kepemilikan Saham Pada PT. Waskita Karya

(Persero) Tbk.

Gambar 1.3. Struktur Kepemilikan Saham Pada PT.Waskita Karya

(Persero) Tbk.

Gambar 1.3 adalah struktur kepemilikan saham dalam PT. Waskita Karya. Dalam

tabel terlihat bahwa Pemerintah Republik Indonesia memegang saham sebesar

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

86

hampir 70% atau lebih tepatnya 66,04%. Dengan pembentukan holding ini,

kepemilikan saham negara sebesar 66,04% akan diinbrengkan atau dialihkan

berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 terhadap PT.

Hutama Karya yang menjadikan PT. Hutama Karya pemilik saham mayoritas

terhadap PT. Waskita Karya.

Owners Percentage of Ownership

Government of the Republic Indonesia 65%

Public 35%

Gambar 1.4 merupakan Struktur Kepemilikan Saham Dalam PT. Wijaya

Karya.

Sementara itu dalam 3 perusahaannya yaitu PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT.

Yodya Karya (Persero) Tbk, dan PT Indra Karya (Persero) Tbk. Negara dalam hal

ini Pemerintah Republik Indonesia masing-masing memiliki saham sebesar 65

persen, 100 persen penuh, dan 100 persen penuh. Maka dengan proses

pembentukan holding infrastruktur. Kepemilikan saham tersebut akan

diinbrengkan kepada PT. Hutama Karya sebagai induk perusahaan, sehingga PT.

Hutama Karya akan menjadi pemegang saham mayoritas dalam struktur

kepemilikan saham masing-masing perusahaan.

Atas proses pembentukan holding berdasarkan akusisi tersebut. Penulis

berpendapat bahwa, pengambilalihan sendiri dilakukan dengan cara pengambil

alihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan

melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.129 Pasal 125 ayat

2 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

menjelaskan bahwa pengambil alihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau

perorangan. Dan dalam hal ini PT. Hutama Karya selaku badan hukum

mengambil alih kepemilikan saham dari Perseroan yang menjadi anggota holding

yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Wijaya

Karya (Persero) Tbk, PT Yodya Karya (Persero) Tbk, PT Indra Karya (Persero)

Tbk.

129 Pasal 125 ayat 1, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

87

Maka, akibat hukum dalam proses pengambil alihan selanjutnya diatur dalam

Pasal 125 ayat 3 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 yang menyebutkan

bahwa pengambil alihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambil

alihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan

tersebut. Apabila Pasal ini dikaitkan dengan holding infrastruktur maka, PT

Hutama Karya selaku badan hukum yang mengakusisi kelima PT yang sudah

disebutkan diatas menjadi induk perusahaan yang mempunyai kontrol terhadap

kelima perusahaan yang sudah diakuisisi tersebut.

Jika ditinjau lebih lanjut dengan pengaturan aspek hukum Peraturan Pemerintah

Nomor. 72 Tahun 2016. Maka, dalam Pasal 2A ayat 2 menyebutkan bahwa dalam

hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal negara pada

BUMN lain sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka

BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib

memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.130

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah yang sama, maka negara masih tetap

memiliki kontrol terhadap kelima anak eks BUMN yang sahamnya dialihkan ke

PT. Hutama Karya. Hal ini dikarenakan negara masih memiliki saham serie A dan

yang dialihkan adalah saham serie B.

Di dalam Pasal 2A ayat 2 tersebut ada frasa “negara wajib memiliki saham

dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar”. Frasa yang dimaksud

hak istimewa kemudian diatur dalam penjelasan Pasal 2A ayat 2 yaitu yang

dimaksud dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar antara lain

untuk menyetujui:131

a. Pengangkatan anggota direksi dan anggota komisaris;

b. Perubahan anggaran dasar;

c. Perubahan struktur kepemilikan saham;

130 Pasal 2A ayat 2, Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan

dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. 131 Penjelasan Pasal 2A ayat 2, Peraturan Pemerintah Nomor. 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas.

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

88

d. Penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambil

alihan perusahaan oleh perusahaan lain.

Maka, dalam hal ini PT Hutama Karya sebagai pihak yang mengakuisisi saham

BUMN lain yakni kelima Perseroan tersebut berhak untuk menentukan susunan

atau komposisi direksi, komisaris, melakukan perubahan anggaran dasar dan

penggabungan, peleburan, pemisahan atas kelima Perseroan tersebut.

Tujuan utama dibentuknya holding infrastruktur pertama, adalah untuk melakukan

percepatan pembangunan jalan tol. Dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun

2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dari 255 proyek

strategis yang tertera dalam balam beleid itu, 47 proyek merupakan jalan tol dan

ditargetkan dapat terbangun sepanjang 1.000 km pada tahun 2019 atau rata-rata

harus sepanjang 200 km pertahun. Kedua, memastikan bisnis model yang

sustainable dan self-financed dan ketiga menjadi regional champion.132

Melihat analisa diatas sesuai dengan penjabaran holding company pada bab

sebelumnya penulis melihat bahwa, model holding company yang diterapkan

dalam komposisi ini adalah dengan menunjuk salah satu Perseroan yang memiliki

kinerja baik selain itu kepemilikan penuh negara pada Perseroan ini menjadikan

landasan kuat pemerintah untuk menunjuk PT Hutama Karya sebagai induk

perusahaan.

Langkah selanjutnya PT. Hutama Karya melakukan akuisisi terhadap lima

perusahaan yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk,

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Yodya Karya (Persero) Tbk, PT. Indra Karya

(Persero) Tbk. Langkah akuisisi yang dilakukan oleh PT. Hutama Karya

menjadikan PT Hutama Karya memegang komposisi lebih dari 51% saham dalam

setiap Perseroan. Atas hal tersebut, memudahkan PT Hutama Karya untuk

mengendalikan kelima anak perusahaan tersebut.

Jika ditinjau dari jenisnya maka, penerapan holding yang dipimpin oleh PT

Hutama Karya adalah operating holding company, dimana induk perusahaan

132 Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Progres Roadmap BUMN Dalam Rangka Penciptaan

Nilai Tambah dan Kemandirian Keuangan yang Bekelanjutan, 2015, hlm. 17

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

89

dalam hal ini PT Hutama Karya menjalankan kegiatan usahanya dan

mengendalikan kelima anak perusahaan tersebut agar dapat saling bersinergi.

Operating holding company sendiri dibagi ke dalam berbagai model grup usaha

yaitu, grup usaha horizontal, grup usaha, kombinasi, dan grup usaha vertikal.

Melihat group yang terdapat dalam holding infrastruktur, grup usaha ini

merupakan grup usaha vertikal dimana jenis usaha masing-masing perusahaan

masih tergolong serupa, hanya produk yang dihasilkan saja berbeda, sebagai

contoh PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya dan PT Hutama Karya bergerak di

bidang Construction sementara PT Indra Karya dan PT Yodya Karya bergerak di

sektor Consulting Engineers sementara PT Jasa Marga bergerak di bidang Toll

Operation.

Ditinjau dari segi keterlibatan equity atau melihat sampai sejauh mana holding

company terlibat dalam saham ada berbagai macam diantaranya holding company

afiliasi, holding company non kompetitif, holding company kombinasi dan

holding company subsidiary. Jika, melihat struktur kepemilikan saham PT

Hutama Karya dalam setiap Perseroan maka dapat dikategorikan bahwa ini

merupakan salah satu holding company susidiary, holding subsidiary sendiri

adalah holding dimana suatu Perseroan memegang 51% saham perusahaan

anaknya dalam hal ini kelima perusahaan tersebut.

3. Dampak Pembentukan Holding Company pada BUMN di

Indonesia.

Banyak aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pembentukan holding

company. Karena pada dasarnya masing-masing Perseroan baik sebagai anak

perusahaan maupun sebagi holding company merupakan suatu “legal entity”

tersendiri maka tanggung jawab mereka ditentukan oleh masing-masing kesatuan

hukumnya. Sebagai badan usaha yang berbentuk Perseroan terbatas sendiri-

sendiri, maka masing-masing terlepas satu dengan yang lainnya dalam hal

tanggung jawab terhadap pihak ketiga sebatas harta yang dimiliki oleh Perseroan

yang bersangkutan sebagai badan hukum.

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

90

Karena masing-masing anak perusahaan maupun dengan holding company

terpisah badan hukumnya, maka jika ada tuntutan hukum terhadap anak

perusahaan, tuntutan itu tidak dapat ditujukan kepada anak perusahaan yang lain

atau terhadap holding company nya. Demikian pula sebaliknya. Berbagai

permasalahan akan timbul dalam pembentukan holding diantaranya adalah.133

Pertama, mengenai perlindungan kepentingan karyawan. Perlindungan

kepentingan karyawan. Perlindungan ini menyangkut misalnya hak-hak karyawan

dalam hal terjadinya kepailitan atas suatu anak perusahaan dan akan terjadi

pemutusan hubungan kerja. Untuk hal-hal seperti itu perlu ada kejelasan

(disclosure) agar semuanya menjadi jelas dan transparan misalnya kemungkinan

karyawan yang bersangkuran “ditampung anak perusahaan lain atau holding nya.

Kedua, adalah menyangkut perlindungan pihak kreditur. Karena masing –masing

perusahaan dalam suatu holding company merupakan badan hukum yang terpisah

pihak kreditur dapat mengantisipasi dengan mengatur secara tegas dalam kontrak

mengenai perluasan tanggung jawab terhadap pihak lain. Misalnya ditegaskan

dalam kontrak bahwa anak perusahaan lain dalam group yang sama atau bahkan

pengurusnya menjadi corporate guarantor atau personal guarantor yang akan

ikut bertanggung jawab jika terjadi wanprestasi. 134

Masalah lain yang kiranya perlu diatur lebih lanjut, dalam peraturan perundang-

undangan untuk melindungi kreditur adalah dalam hal suatu holding company

yang menerapkan sistem sentralisasi secara ketat. Jika ini terjadi, akan adil jika

holding company juga dapat diminta tanggung atas perbuatan atas anak

perusahaannya yang merugikan pihak lain. Hal seperti ini di Jerman misalnya

disebut sebagai tanggung jawab untuk seluruhnya dan tanggung jawab bersama

(joint and several). Demikian pula kalau misalnya anak perusahaan”terpaksa”

melakukan suatu perbuatan karena “dorongan” holding nya atau perusahaan

holding memperoleh “manfaat secara langsung” dari perbuatan tersebut. Tentu

dalam hal ini tidak adil jika anak perusahaan tersebut bertanggung jawab sendiri.

133 Ahmad Yani dan Gunawan Widjadja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas,

Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2000, Hlm. 156. 134 Ibid, Hlm. 156.

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

91

Ketiga adalah, dalam hal induk perusahaan gagal menempatkan modal saham

terhadap anak perusahaan sementara anak perusahaan yang bersangkutan terlibat

dalam kegiatan besar dan beresiko tinggi. Dalam hal seperti ini juga wajar kalau

induk perusahaan tersebut dimintakan tanggung jawabnya. Demikian pula dalam

hal terjadi kepailitan atas anak perusahaan.135 Patut diduga penyebabnya adalah

kesalahan manajemen induk perusahaan juga berpengaruh terhadap anak

perusahaannya. Jadi tidak adil kalau hanya anak perusahaan yang bertanggung

jawab sendiri.

Keempat, perlu adanya perlindungan kepentingan saham minoritas yang tentu

posisinya lemah dari kesewenangan pemegang saham mayoritas. Misalnya ada

upaya transfer keuntungan dari anak perusahaan ke anak perusahaan lain yang

merugikan pemegang saham minoritas.136

Pembentukan holding company sendiri harus disikap dengan penuh hati-hati. Hal

ini bukan tanpa sebab, berbagai masalah dapat muncul akibat dari pembentukan

holding ini mulai dari faktor internal hingga faktor eksternal. Melihat dari

kacamata internal BUMN sendiri akan ada berbagai faktor yang akan

menimbulkan masalah hukum. Berkaitan dengan status pegawai BUMN. Kondisi

seperti ini bisa saja terjadi ketika pola merger yang dilakukan melahirkan satu

badan hukum BUMN baru sementara badan hukum yang lama menjadi hilang.

Selain itu adalah dengan perusahaan itu sendiri khususnya mengenai status

tertentu ketika badan hukum tertentu “hilang” pasca dilakukan merger. Potensi

ketiga adalah berkaitan dengan rezim perizinan. Hal ini juga mesti diperhatikan

lantaran aspek perizinan cukup krusial bagi kelangsungan perusahaan terutama

BUMN. Pokok permasalahannya adalah apakah izin-izin yang telah dikantongi

sebelum dilakukan merger tetap berlaku pasca dilakukan merger.

Dari kacamata eksternal, Pembentukan Holding Company yaitu menggabungkan

beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam satu induk usaha

sesungguhnya melanggar hukum. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha,

holding pada BUMN pada dasarnya melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun

135 Ibid. 136 Ibid.

Page 33: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

92

1999 tentang Persaingan Usaha. KPPU berpendapat bahwa pembentukan ini

sebetulnya bisa dibuktikan karena pada prinsipnya ini adalah rule of reason.

Prinsip rule of reason sendiri dapat diidentifikasikan sebagai “yang dapat

mengakibatkan”. Kata-kata tersebut menyiratkan, bahwa apakah suatu tindakan

dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan

dapat dibuktikan.

Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 Undang-Undang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ada hal yang tidak diperbolehkan

yaitu adalah:137

a. Perjanjian yang dilarang yang berupa;

1. Penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa (perjanjian

oligopoli)

2. Penetapan harga atau mutu suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar

oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama,

penetapan harga secara diskriminatif terhadap barang dan atau jasa yang

sama untuk pembeli yang berbeda, penetapan harga di bawah harga pasar

dan larangan menjual kembali barang atau jasa yang dibeli dengan harga

yang lebih rendah daripada harga yang lebih rendah daripada harga yang

telah diperjanjikan (perjanjian penetapan harga).

3. Pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau

jasa (perjanjian pembagian wilayah).

4. Penghalangan untuk melakukan usaha yang baik untuk tujuan pasar dalam

negeri maupun luar negeri. Penolakan penjualan setiap barang dan jasa

(perjanjian pemboikotan).

5. Pengaturan produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa untuk

mempengaruhi harga (perjanjian kartel).

6. Pembentukan gabungan perusahaan atau Perseroan yang lebih besar

dengan tetap menjaga atau mempertahankan kelangsungan hidup masing-

masing perusahaan atau Perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk

137 Abdul R.Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan,

Jakarta:Prena Media, 2005, Hlm. 207-208.

Page 34: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

93

mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa

(perjanjian trust).

7. Penguasaan pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat

mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan

(perjanjian oligopoli).

8. Penguasaan produksi sejumlah produk yang termasuk ke dalam rangkaian

produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian

produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam

suatu rangkaian langsung maupun tidak langsung (perjanjian integrasi

vertikal).

9. Persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya

memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut

kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu; persyaratan bahwa

pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali

barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat

tertentu; persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa

tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lainnya dari

pemasok; penentuan harga atau potongan harga tertentu denganpersyaratan

harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pemasok atau tidak

akan membeli barang dan atau jasa yang sejenis dari pesaing pemasok

(perjanjian tertutup).

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat (perjanjian dengan pihak luar negeri).

b. Kegiatan yang dilarang.

Kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat juga dilarang Undang-Undang Larangan

Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat yang meliputi:138

138 Ibid.

Page 35: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

94

1. Penguasaan atas produksi dan pemasran barang atau jasa kegiatan

(monopoli).

2. Penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan

jasa dalam pasar bersangkutan (kegiatan monopsoni).

3. Penolakan atau penghalangan pengusaha tertentu untuk melakukan

kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; penghalangan

konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya tidak melakukan

hubungan usaha dengan pengusaha pesaing; pembatasan peredaran

atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; praktik

monopoli terhadap pengusaha tertentu; jual rugi atau penetapan harga

yang sangat rendah utuk menyingkirkan atau mematikan usaha

pesaingnya di pasar yang bersangkutan; dan kecurangan dalam

menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian

dari komponen harga barang dan atau jasa (kegiatan penguasaan

pasar).

4. Persengkokolan dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan

pemenang tender dan atau mendapatkan informasi kegiatan usaha

pesaingnya diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan dan atau

menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku

usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang

ditawarkan atau dipasok di pasar yang bersangkutan menjadi

berkurang, baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang

dipersyaratkan (kegiatan persengkokolan).

c. Posisi Dominan

Posisi Dominan dapat pula mengakibatkan terjadinya praktik monopoli

dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Karena itu, posisi dominan

sebagaimana diatur dalam ketentan Pasal 25 sampai 29 Undang-Undang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga

dilarang.

Page 36: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

95

Dalam ketentuan Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga dilarang ditentukan

bahwa pelaku usaha memiliki potensi dominan apabila;139

1. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%

atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.

2. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usuaha menguasai

75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.

Sementara itu, posisi dominan bisa timbul melalui hal-hal berikut ini:

1. Jabatan rangkap pada lebih dari satu perusahaan dalam pasar

bersangkutan yang sama atau memiliki keterkaitan yang erat dalam

bidang dan jenis usaha atau sevara bersama-sama menguasai pangsa

pasar produk tertentu (Pasal 26).

2. Pemilikan saham mayoritas pada perusahaan sejenis dengan bidang

usaha yang sama dan pasar yang sama (Pasal 27).

3. Pemilikan saham mayoritas pada perusahaan sejenis bidang usaha

yang sama dan pasar yang sama (Pasal 27).

4. Penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan (Pasal 28 dan Pasal

29).

Dalam beberapa kesempatan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

menilai, pembentukan holding company atau penggabungan yang tengah digodok

Kementerian BUMN berpotensi mencederai persaingan usaha. Tresna Soemardi,

Anggota Komisioner KPPU menyatakan bahwa “holding itu pasti sangan

berpotensi, karena kan menjadi besar, kalau sudah besar berarti berpotensi”.

Lanjutnya, “Karena, kan holding itu menjadi besar, kemudian menaikkan harga

lantaran sudah menguasai hingga 90 persen dan bisa menetapkan harga, kok

setelah holding harga makin mahal, itu bisa kena” tandasnya.140

Atas ketentuan yang sudah terdapat dalam Undang-Undang Larang Praktik

Monopoli dan Tidak Sehat. Maka, pemerintah perlu berhati-hati dalam melakukan

139 Ibid, Hlm. 209. 140 https://economy.okezone.com/read/2016/08/22/320/1470178/kppu-akan-awasi-proses-

holding-bumn. Diakses pada 25-02-2018, pukul. 00:03.

Page 37: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak usaha. Kegiatan usaha perusahaan biasanya menentukan jenis usaha yang harus dipenuhi

96

tindakan holding pada BUMN. Karena beberapa kajian sudah memberikan

pendapat bahwa langkah pemerintah dalam membentuk holding ini justru akan

menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat dan mematikan sektor swasta.