chapter ii albumin

Upload: yayah-agung-fadilah

Post on 01-Jun-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    1/25

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Albumin

    Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh

    manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal adalah

    3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dengan berat

    molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul albumin

    terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang

    mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips sehingga dengan bentuk

    molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan larut

    sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju

    degradasi, dan distribusi antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular.

    Cadangan total albumin 3,5-5,0 g/kg BB atau 250-300 g pada orang dewasa

    sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah ini 42% berada di kompartemen plasma

    dan sisanya di dalam kompartemen ektravaskular (Evans, 2002). Albumin

    manusia (human albumin) dibuat dari plasma manusia yang diendapkan

    dengan alkohol. Albumin secara luas digunakan untuk penggantian volume dan

    mengobati hipoalbuminemia (Uhing, 2004: Boldt, 2010).

    2.2 Fungsi Albumin

    Berdasarkan fungsi dan fisiologis, secara umum albumin di dalam tubuh

    mempertahankan tekanan onkotik plasma, peranan albumin terhadap tekanan

    onkotik plasma rnencapai 80% yaitu 25 mmHg. Albumin mempunyai

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    2/25

    konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan protein plasma lainnya, dengan

     berat molekul 66,4 kDa lebih rendah dari globulin serum yaitu 147 kDa, tetapi

    rnasih mempunyai tekanan osmotik yang bermakna. Efek osmotik ini

    memberikan 60% tekanan onkotik albumin. Sisanya 40% berperan dalam

    usaha untuk mempertahankan intravaskular dan partikel terlarut yang

     bermuatan positif (Nicholson dan Wolmaran, 2000; Dubois dan Vincent,

    2002).

    Secara detil fungsi dan peran albumin dalam tubuh adalah seperti yang

    akan dipaparkan berikut:

    a. 

    Albumin sebagai pengikat dan pengangkut

    Albumin akan mengikat secara lemah dan reversibel partikel yang

     bermuatan negatif dan positif, dan berfungsi sebagai pembawa dan pengangkut

    molekul metabolit dan obat. Meskipun banyak teori tentang pentingnya

    albumin sebagai pengangkut dan pengikat protein, namun masih sedikit

    mengenai perubahan yang terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia

    (Nicholson dan Wolmaran, 2000; Khafaji dan Web, 2003; Vincent, 2003).

     b. Efek antikoagulan albumin

    Albumin mempunyai efek terhadap pembekuan darah. Kerjanya seperti

    heparin, karena mempunyai persamaan struktur molekul. Heparin bermuatan

    negatif pada gugus sulfat yang berikatan antitrombin III yang bermuatan

     positif, yang menimbulkan efek antikoagulan. Albumin serum juga bermuatan

    negatif (Nicholson dan Wolmaran, 2000).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    3/25

    c.  Albumin sebagai pendapar

    Albumin berperan sebagai buffer dengan adanya muatan sisa dan

    molekul albumin dan jumlahnya relatif banyak dalam plasma. Pada keadaan

     pH normal albumin bermuatan negatif dan berperan dalam pembentukan

    gugus anion yang dapat mempengaruhi status asam basa. Penurunan kadar

    albumin akan menyebabkan alkalosis metabolik, karena penurunan albumin

    1 g/dl akan meningkatkan kadar bikarbonat 3,4 mmol/L dan produksi basa

    >3,7 mmol/L serta penurunan anion 3 mmol/L (Nicholson dan Wolmaran,

    2000).

    d. 

    Efek antioksidan albumin

    Albumin dalam serum bertindak memblok suatu keadaan neurotoxic

    oxidant stress yang diinduksi oleh hidrogen peroksida atau copper, asam

    askorbat yang apabila teroksidasi akan menghasilkan radikal bebas (Gum dan

    Swanson, 2004).

    e.  Selain yang disebut di atas albumin juga berperan mempertahankan

    integritas mikrovaskuler sehingga mencegah masuknya kuman-kuman usus ke

    dalam pembuluh darah, sehingga terhindar dari peritonitis bakterialis spontan

    (Nicholson dan Wolmaran, 2000).

    2.3 Farmakologi

    2.3.1 Sintesis albumin

    Sintesis albumin hanya terjadi di hepar. Pada orang sehat kecepatan

    sintesis albumin adalah 194 mg/kg/hari (12-25 gram/hari). Pada keadaan

    normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi albumin (Evans, 2002).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    4/25

    2.3.2 Distribusi albumin

    Konsentrasi albumin tertinggi terdapat di dalam sel hati, yaitu berkisar

    antara 200-500 mcg/g jaringan hati. Adanya albumin di dalam plasma

    (kompartemen intravaskuler) ditransfer melalui salah satu dari dua cara yaitu:

    a.  langsung dari dinding sel hati ke dalam sinusoid.

     b. melalui ruang antar sel hati dan dinding sinusoid kemudian ke saluran limfe

    hati yaitu duktus torasikus dan akhirnya ke dalam kompartemen

    intravaskuler. Hanya albumin dalam plasma (intravaskuler) yang

    mempertahankan volume plasma dan mencegah edema, sedangkan albumin

    ekstravaskuler tidak berperan.

    Albumin merupakan 50% dari protein plasma dan yang memelihara

    tekanan onkotik plasma adalah sebesar 66-75%. Sebagian fungsi albumin dapat

    digantikan oleh globulin yang meningkat.

    2.3.3 Degradasi albumin

    Degradasi albumin total pada orang dewasa dengan berat 70 kg adalah

    sekitar 14 gram/hari atau 5% dan pertukaran protein seluruh tubuh per hari,

    albumin dipecah di otot dan kulit sebesar 40-60%, di hati 15%, ginjal sekitar

    10%, dan 10% sisanya merembes ke dalam saluran cerna melalui dinding

    lambung. Produk degradasi akhir berupa asam amino bebas. Pada orang sehat

    kehilangan albumin adalah melalui urin dan biasanya minimal tidak melebihi

    dari 10-20 mg/hari karena hampir semua yang melewati membran glomerolus

    akan diserap kembali (Evans, 2002).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    5/25

    2.3.4 Ekskresi albumin

    Pemberian preparat albumin tidak diekskresi oleh ginjal. Pada keadaan

    sehat ekskresi albumin melalui ginjal relatif tidak penting. Penyakit ginjal

    dapat mempengaruhi degradasi dan sintesis. Pada sindrom nefrotik, albumin

     plasma dipertahankan dengan menurunkan degradasi apabila kehilangan

    albumin 100 mg/kg BB/hari, tetapi bila kecepatan hilangnya albumin

    meningkat, sintesis albumin akan meningkat lebih dan 400 mg/kg BB/hari.

    2.4 Ekivalensi Plasma

    Albumin mempunyai ekivalensi dengan darah sebagai berikut: 

    a. 

    Dua puluh lima gram albumin ekivalen osmotik dengan lebih kurang 2 unit

    (500 ml) plasma beku segar ( fresh frozen plasma).

     b. Seratus ml albumin 25% sama dengan yang dikandung protein plasma dan

    500 ml plasma atau 2 unit darah lengkap (whole blood ).

    2.5 Indikasi Penggunaan Albumin

    Albumin dalam aspek klinis digunakan dalam beberapa hal yaitu:

    a.  Hipovolemia

    Hipovolemia dicirikan oleh defisiensi volume intravaskular akibat

    kekurangan cairan eksternal atau redistribusi internal dan cairan ekstraselular.

    Jika terjadi hipovolemia dan disertai hipoalbuminemia dengan hidrasi yang

    memadai atau edema, lebih baik digunakan albumin 25% daripada albumin

    5%. Jika hidrasi berlebihan, harus digunakan albumin 5% atau albumin 25%

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    6/25

    dilarutkan dengan kristaloid. Walaupun kristaloid atau koloid dapat digunakan

    untuk pengobatan emergency syok hipovolemik , human albumin memiliki

    waktu paruh intravaskular yang panjang.

     b. Hipoalbuminemia

    Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk telah

    memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada pasien

    dengan hipoalbuminemia. Human albumin telah diindikasikan untuk terapi

    hipoalbuminemia di Amerika Serikat dan negara lainnya. Tetapi masih terdapat

    kontroversi, meskipun hipoalbuminemia secara langsung menyebabkan hasil

    akhir pengobatan yang buruk (Khafaji dan Web, 2003). Hipoalbuminemia

     bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena hipoalbuminemia tidak

     berhubungan langsung dengan plasma dan volume cairan lainnya, tetapi

    disebabkan kelebihan dan defisit cairan di intravaskular yang disebabkan

    dilusi, penyakit dan faktor distribusi (Allison dan Lobo, 2000).

    Hipoalbuminemia dapat terjadi akibat produksi albumin yang tidak

    adekuat (malnutrisi, luka bakar, infeksi dan pada bedah mayor), katabolisme

    yang berlebihan (luka bakar, bedah mayor, dan pankreatitis), kehilangan

    albumin dari tubuh, hemoragik, eksresi ginjal yang berlebihan, redistribusi

    dalam tubuh (bedah mayor dan kondisi inflamasi).

    Pemberian albumin akibat kehilangan protein yang berlebihan hanya

    memberi efek sementara dan jika tidak diberikan akan memperparah penyakit.

    Pada kebanyakan kasus, peningkatan penggantian asam amino dan atau protein

    akan memperbaiki kadar normal plasma albumin secara efektif dibandingkan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    7/25

    larutan albumin. Beberapa kasus hipoalbuminemia yang disertai dengan

    cedera, infeksi atau pankreatitis tidak dapat memperbaiki kadar albumin

     plasma secara cepat dan suplemen nutrisi gagal untuk memperbaiki kadar

    serum albumin. Pada keadaan ini albumin mungkin digunakan untuk terapi

    tambahan.

    c.  Luka bakar

    Albumin diberikan pada jam ke 24 pasca trauma untuk membantu

     penarikan cairan dan ekstravaskuler ke intravaskuler.

    d. 

     Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) 

    Karakteristik ARDS adalah keadaan hipoproteinemia yang disebabkan

    oleh edema pulmonari, jika terjadi overload pulmonari disertai

    hipoalbuminemia, larutan albumin 25% akan memberikan efek terapetik jika

    dikombinasi dengan diuretik.

    e.  Nefrosis

    Albumin mungkin berguna untuk membantu pengobatan edema pada

     pasien nefrosis yang menerima steroid dan atau diuretik.

    f. Operasi By Pass Kardiopulmoner

    g. Untuk mengikat dan mengeluarkan bilirubin toksik pada neonatus dengan

     penyakit hemolitik.

    2.6 Luka Bakar

    Luka bakar adalah suatu bentuk cedera traumatik yang disebabkan oleh

     panas, listrik, kimiawi atau agen radioaktif. Sekitar 80% luka bakar terjadi di

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    8/25

    rumah, dan lingkungan kerja lainnya. Nyala api adalah penyebab utama luka

     bakar.

    Pada keadaan normal, sel-sel tubuh dapat menahan temperatur sampai

    45oC tanpa kerusakan yang bermakna. Antara 44oC dan 51oC, kecepatan

    kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur,

    kecepatan dan waktu penyinaran yang terbatas dapat ditoleransi di atas 51oC,

    dalam hal ini protein terdenaturasi dan laju kerusakan sangat hebat. Temperatur

    di atas 70o

     

    C menyebabkan kerusakan seluler yang sangat cepat dan hebat,

    kerusakan ini yang merupakan cedera luka bakar (Nettina, 2001).

    2.7 Epidemilogi Luka Bakar

    Jumlah penderita luka bakar di seluruh dunia terus mengalami

     peningkatan. Di Amerika Serikat 500.000 orang dirawat di Unit Gawat

    Darurat, sementara 74.000 pasien perlu perawatan inap di rumah sakit akibat

    luka bakar. Lebih dari 20.000 pasien mengalami luka bakar yang sangat hebat

    sehingga memerlukan perawatan pada pusat perawatan khusus luka bakar, dua

     belas ribu korban luka bakar meninggal akibat luka-lukanya. Di Indonesia, luka

     bakar merupakan kasus terbanyak yang terjadi saat ini, yang disebabkan oleh

    nyala api ataupun bahan kimia (Anonim2

    Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa terjadi pada orang dewasa

    muda yaitu umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda.

    Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Sekitar 85% luka bakar

    terjadi di rumah. Pada umur 3-14 tahun, penyebab paling sering adalah dari

    , 2011).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    9/25

    nyala api yang membakar baju. Dari umur 15 sampai 60 tahun, luka bakar

     paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri, setelah umur ini luka bakar

     biasanya terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok karena membakar

    tempat tidur atau berhubungan juga dengan gangguan mental (Sabiston, 1995).

    2.8 Etiologi Luka Bakar

    Pusat-pusat perawatan yang berdekatan dengan perumahan penduduk

    atau berdekatan dengan daerah industri cenderung lebih sering menerima

    korban luka akibat terbakar. Sementara pusat-pusat di tengah kota lebih banyak

    merawat cedera melepuh. Cedera akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau

    tidak disengaja berkontak dengan arus tegangan tinggi. Kasus luka bakar akibat

    rokok tampaknya dilaporkan lebih sedikit.

    Lebih dari 80% luka bakar pada anak balita merupakan cedera lepuh.

    Luka ini dapat terjadi bila balita yang tidak terurus dengan baik yang dengan

    mudah dapat tersiram air panas, selain itu kulit balita lebih tipis dan kulit anak

    yang lebih besar dan orang dewasa, sehingga lebih rentan terhadap cedera

    (Shires, et al., 2002).

    2.9 Patofisiologi Luka Bakar

    Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dan suatu sumber panas

    tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik.

    Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi

    sel, kulit dan saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    10/25

    Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan

    lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus

    direncanakan menurut luas dan kedalaman luka bakar, perawatannya dilakukan

    melalui tiga fase.

    a. Fase resusitasi/darurat

    Fase pada keadaan ini mulai dari cedera pertama sampai selesainya

    resusitasi cairan. Maksud fase ini diprioritaskan sebagai:

    i. 

    Pertolongan pertama

    ii. 

    Pencegahan syok

    iii. 

    Pencegahan gangguan pemafasan

    iv. 

    Deteksi dan penanganan cedera yang menyertai

    v. Penilaian luka dan perawatan pendahuluan.

     b. Fase akut

    Pada fase ini durasi dimulai sejak diuresis hingga hampir selesai

     penutupan luka. Prioritas fase ini adalah:

    i. Perawatan dan penutupan luka

    ii. Pencegahan atau penanganan komplikasi, termasuk infeksi.

    iii. Pemberian dukungan nutrisi.

    c.  Fase rehabilitasi

    Durasi fase ini dimulai sejak terjadi penutupan luka besar hingga

    kembali kepada tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal (Bare

    dan Smeltzer, 2001).

    Prioritas fase ini adalah:

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    11/25

    i. Pencegahan parut dan kontraktur

    ii. Rehabilitasi fisik

    iii. Rekontruksi fungsional dan kosmetik

    iv. Konseling psikologi (Bare dan Smeltzer, 2001).

    2.10 Pembagian Luka Bakar

    2.10.1 Luka bakar listrik

    Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber

    tenaga bervoltase tinggi seperti kejadian pada petugas listrik yang bekerja

     berdekatan dengan sumber listrik tinggi. Anggota gerak merupakan tempat

    kontak yang paling sering terjadi tangan dan lengan yang lebih sering cedera

    daripada tungkai dan kaki. Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui

     jaringan akan mengubahnya menjadi tenaga panas, cedera ini menimbulkan

    luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga

    semua jaringan pada jalur arus listrik tersebut. Luka bakar ini menyebabkan

    kerusakan vaskular atau saraf pada jarak tertentu dan daerah luka bakar kulit.

    Anggota gerak dengan luka bakar listrik mudah terkena komplikasi sindroma

    kompartemen karena adanya luka otot yang dalam atau vaskular. Pada luka

     bakar listrik yang luas diperlukan penggantian cairan yang cukup banyak untuk

    menghindari komplikasi. 

    Perawatan luka bakar listrik yang tepat mengikuti prinsip perawatan

    umum luka bakar atau luka yang besar, apabila pasien mengalami kematian

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    12/25

     jaringan dan saraf maka pasien membutuhkan amputasi anggota gerak

    (Sabiston, 1995).

    2.10.2 Luka bakar karena panas

    Luka bakar karena panas bisa disebabkan oleh nyala api ataupun uap

     panas serta air panas, yang menyebabkan cedera lepuh. Cedera lepuh ini

    membuat keterlambatan pertumbuhan kulit (Anonim2

    2.10.3 Luka bakar bahan kimia

    , 2011).

    Luka bakar karena bahan kimia berbeda dengan luka bakar yang

    diakibatkan panas yaitu pada derajat lukanya karena berhubungan langsung

    dengan lamanya kontak sumber panas oleh sebab itu dokter dapat langsung

    merubah kedalaman luka dengan perawatan yang cermat, untuk luka bakar

    karena bahan kimia sangat dibutuhkan larutan irigasi untuk

     penatalaksanaannya. Luka bakar bahan kimia bisa disebabkan oleh larutan

    fenol, asam hidrofluorida dan fosfor (Sabiston, 1995).

    2.11 Penentuan Derajat Luka Bakar

    2.11.1 Luka bakar derajat pertama

    Ciri-ciri luka bakar derajat pertama adalah berwarna merah muda

    sampai merah, edema ringan, dan hilang dengan cepat. Selain itu nyeri dapat

     berlangsung 48 jam dan reda dengan pendinginan (Gambar 2.1). 

    Dasar pengobatan luka bakar derajat pertama adalah:

    a.  epidermis mengelupas dalam 5 hari.

     b.  kulit gatal dan berwarna merah muda selama sekitar 1 minggu.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    13/25

    c.   jaringan parut tidak terjadi.

    d.   penyembuhan secara spontan dalam 10 hari sampai 2 minggu tanpa

    infeksi.

    2.11.2  Luka bakar derajat dua/luka bakar ketebalan parsial 

    Luka bakar ketebalan parsial adalah luka yang sembuh dalam waktu

    lebih dari 3 minggu, penyembuhan yang lama ini sering kali menimbulkan

     pembentukan jaringan parut. Luka bakar ini dibagi menjadi 2 sub tipe, yaitu:

    a. 

    Superfisial

    i. 

    Berwarna merah muda atau merah, pembentukan vesikel, berair dan

    terjadi edema.

    ii. 

    Lapisan kulit superfisial rusak, luka nyeri dan lembab.

     b.  Dermal bagian dalam

    i. Bercorak merah dan putih, area edema yang kemerahan memutih jika

    ditekan.

    ii. Dapat menjadi kekuningan, lunak dan elastik, sensitif atau tidak sensitif

    terhadap sentuhan udara dingin.

    Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat dua menurut Nettina (2001)

    adalah:

    a.  memerlukan beberapa minggu untuk sembuh.

     b.   jaringan parut dapat terjadi.

    2.11.3 Luka bakar derajat tiga/ketebalan penuh

    Luka bakar ketebalan penuh atau luka bakar derajat tiga biasanya dapat

    dengan mudah dikenali, luka bakar ini biasanya disebabkan oleh paparan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    14/25

    terhadap zat kimia pekat, atau listrik dengan tegangan tinggi dan kontak yang

    lama dengan benda yang panas atau jilatan api (Shires, et al., 2002).

    Ciri – ciri luka bakar derajat tiga adalah:

    a.  kerusakan epidermis, dennis, lemak, otot, dan tulang.

     b.  area kemerahan tidak dapat memutih jika ditekan.

    c.  luka tidak nyeri, tidak elastis, wama bervariasi dari putih hingga

    kecoklat.

    d. 

    luka ditandai dengan kering dan mati rasa dan bersifat kaku.

    Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat tiga menurut Nettina (2001)

    adalah:

    a. 

    luka harus dibersihkan dengan debridement. Jaringan granulasi

    terbentuk pada epitalium yang paling dekat dan tepi luka atau tandur

     penopang.

     b.   penanduran diperlukan untuk area yang lebih besar dari 3 sampai 5 cm.

    Gambar anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar dapat

    dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    15/25

    Terkait dengan pertimbangan pengobatan luka derajat tiga, sewaktu

     pasien diperiksa dalam kamar gawat darurat, dilakukan penilaian persentase

    luka pada seluruh daerah permukaan tubuh. Pemeriksaan awal pada luka bakar

    akan menentukan jumlah cairan yang diberikan untuk resusitasi. Penentuan

    daerah luka dapat dilakukan dengan Hukum Sembilan (Tabel 2.1) dalam rumus

    ini tiap daerah anatomi ditentukan persentase luas pada seluruh permukaan

    tubuh yang merupakan perkalian Sembilan (Schwartz, 2000). Persentase luka

     bakar pada seluruh luas permukaan tubuh dapat juga dilihat pada Gambar 2.2.

    Tabel 2.1 Hukum sembilan untuk menghitung persentase tubuh yang terbakar

    (% LPTT)

    Anak Dewasa

    Kepala/leher 18 9

    Lengan 9 9

    Tubuh anterior 18 18

    Tubuh posterior 18 18

    Tungkai (pangkal paha sampai jari kaki) 14 18

    LPTT= Luas Permukaan Tubuh Total (Shires, et al., 2002).

    Gambar 2.2 Persentase luka bakar pada seluruh luas permukaan tubuh

    (Shires, et al., 2002).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    16/25

    2.12 Pemeriksaan Luka Bakar

    Pemeriksaan luka bakar melingkupi dua hal:

    2.12.1 Pemeriksaan fisik

    Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan kalau melakukan

    evaluasi harus aman dan tangkas. Penyebab ketidakstabilan yang paling dini

    timbul pada pasien luka bakar adalah cedera inhalasi berat sehingga jalan napas

    atas mendekati letal. Pengamatan pertama harus cepat yaitu harus dapat

    mengenali semua kesulitan-kesulitan tersebut. Pemeriksaan lain penting yang

    harus dilakukan adalah pemeriksaan abdomen yang cermat sebelum pasien

    mendapatkan analgesik dan sedatif.

    2.12.2  Pemeriksaan laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium dimulai dan perhitungan darah lengkap,

    elektrolit dan profil biokimia harus dilakukan setelah pasien tiba di fasilitas

     perawatan. Konsentrasi gas darah dan karboksi hemoglobin juga perlu segera

    diukur. Pemberian oksigen dapat mengatur keparahan keracunan karbon

    monoksida yang dialami penderita.

    Sebaiknya dilakukan rontgen dada karena tekanan yang terlalu yang kuat

     pada dada, pasien luka bakar harus menjalani pemeriksaan radiografi dan

    seluruh vetebra dan tulang belakang.

    2.13 Komplikasi

    2.13.1 Syok Hipovolemik

    Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

    Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    17/25

    meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi

    anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan

     bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya

    volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan

    kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang

    masuk ke bula pada luka bakar derajat II dan pengeluran cairan dari kropeng

     pada luka bakar derajat III.

    Bila luas luka bakar 20% terjadi syok hipovolemik dengan gejala

    yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,

    tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi

     perlahan-lahan dan maksimal pada delapan jam (Nugroho, 2012).

    2.13.2 Udem Laring

    Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka,

    dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, uap panas yang

    terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan

     jalan napas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas,

    takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga. 

    Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

    mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini

    ditandai dengan meningkatnya diuresis (Nugroho, 2012).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    18/25

    2.13.3 Keracunan Gas CO

    Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon

    monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak

    mampu lagi mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas,

     bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma.

    Bila >60% hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal

    (Nugroho, 2012).

    2.13.4 SIRS ( systemic inflammatory respone syndrome)

    Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mata, yang

    merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah

    infeksi. Infeksi ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak

    terjangkau oleh pembuluh darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman

     penyebab infeksi berasal dari kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman

    dari saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.

    Infeksi nosokomial ini biasanya berbahaya karena banyak yang sudah resisten

    terhadap antibiotik. 

    Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan

    mediator-mediator, yang kemudian diikuti oleh: 

    a.  Gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium,

    gangguan sirkulasi dan redistribusi aliran.

     b.  Perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli,

    dan maldigesti aliran.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    19/25

    c.  Gangguan oksigenasi jaringn. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan

    menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya

    kadar limfokin dan sitokin dalam darah (Nugroho, 2012).

    2.13.5 MOF ( Multi Organ Failure)

    Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan

    gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan

     perubahan metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses perubahan

    metabolisme anaerob yang diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam

    laktat menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi,

    sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan

     berakhir dengan nekrosis.

    Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan-

     jaringan organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, gunjal, yang

    selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme

     pertahanan tubuh, terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh

    (homeostasis), maka organ yang dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan

    adanya penurunan atau disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.

    Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan

     berjalannya proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi

    kelebihan pemberian cairan (overload ) sementara sirkulasi dan perifer tidak

    atau belum berjalan normal, atau pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam

     jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru yang

    menyebabkan kegagalan fungsi paru sebagai alat pernapasan, khususnya

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    20/25

     pertukaran oksigen dengan karbondioksida, kadar oksigen dalam darah sangat

    rendah, dan jaringan hipoksik mengalami degenerasi yang bersifat ireversible.

    Sel-sel otak adalah organ yang paling sensitif; bila dalam wakru 4 menit terjadi

    kondisi hipoksik, maka sel-sel otak mengalami kerusakan dan kematian; yang

    menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral (Nugroho, 2012).

    2.13.6 Kontraktur

    Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka,

    terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar  yang terbentuk dari sisa kulit

    yang sehat di sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur

    yang terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan

    terbatasnya pergerakan.

    Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4

    dimana proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler

    dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi karena kehilangan

    lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan

     parut yang tidak elastik ini akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh

    kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung

    kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan  ensheathed flexor tendons,

     juga permukaan volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan

    sehingga akan membatasi range of motion (Nugroho, 2012).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    21/25

    2.14 Perawatan Luka Bakar

    2.14.1 Penggantian cairan

    Penggantian cairan atau resusitasi cairan dimaksudkan untuk

    mengurangi penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar

    dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode

    48 jam. Cairan yang dapat digunakan seperti kristaloid yaitu larutan natrium

    klorida fisiologik atau larutan Ringer Laktat. Sejumlah penelitian menunjukkan

     bahwa pada luka bakar yang luas terdapat kegagalan pompa natrium-kalium

    (suatu mekanisme fisiologik yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan

    cairan-elektrolit ditingkat seluler). Jadi pasien dengan luka bakar yang sangat

    luas membutuhkan lebih banyak cairan per persen luas bakar dibandingkan

    dengan pasien yang luka bakarnya lebih kecil. Pasien dengan luka bakar listrik,

    cedera panas akan memerlukan tambahan cairan. 

    2.14.2 Debridemen

    Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar, tindakan ini

    Memiliki dua tujuan untuk:

    a.  menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda

    asing sehingga pasien terhindar dari kemungkinan infeksi bakteri.

     b.  menghilangkan jaringan yang sudah mati.

    Debridemen dibagi 3 nama:

    a.  Debridemen alami

    Pada debridemen alami, jaringan mati akan memisahkan diris secara

    spontan dan jaringan viabel yang ada di bawahnya. Namun pada pemakaian

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    22/25

     preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan eskar

    alami ini.

     b.  Debridemen mekanis

    Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting bedah untuk

    memisahkan dan mengangkat eskar. Biasanya debridemen mekanis dikerjakan

    setiap hari pada saat penggantian balutan serta pembersihan luka. Debridemen

    dengan cara ini dilaksanakan sampai tempat yang terasa sakit dan

    mengeluarkan darah.

    c. 

    Debridemen bedah

    Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan melibatkan

     pengelupasan lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai

     jaringan yang masih viabel dan berdarah. Tindakan ini dapat dimulai beberapa

    hari pasca luka bakar atau segera setelah kondisi hemodinamika pasien stabil

    dan edemanya berkurang (Bare dan Smeltzer, 2001).

    2.14.3 Penggantian Balutan

    Pembalutan luka bakar dilakukan untuk menutupi luka sementara,

    melindungi jaringan granulasi, mengurangi nyeri dan membantu menentukan

    ketika luka yang tergranulasi akan menerima autograph (Nettina, 2001).

    Menurut Nettina (2001), jenis balutan terbagi dua:

    a.  Balutan biologis

    Balutan biologis digunakan untuk menutup luas permukaan tubuh.

    Biasanya balutan ini berupa robekan tebal graf yang ditanam baik dan jaringan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    23/25

    kulit manusia maupun dan donor mamalia lain seperti babi, amnion manusia

     juga dapat digunakan.

     b.  Balutan biosintetis

    Balutan biosintetis digunakan ketika autograph permanen tidak bisa

    didapat.

    2.14.4 Penggunaan antibiotik

    Pengguanaan terapi antibiotika pada luka bakar ada dua metode yaitu

    terapi antibiotika topikal dan terapi intravena. Terapi antibiotika secara topikal

    tidak mensterilkan luka bakar tetapi hanya mengurangi jumlah bakteri agar

    keseluruhan populasi mikroba dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan

    tubuh pasien, terapi antibiotika topikal akan meningkatkan upaya untuk

    mengubah luka yang terbuka dan tertutup serta kotor menjadi luka yang

    tertutup dan bersih, contoh antibiotika preparat topikal yaitu: gentamisin sulfat.

    Terapi antibiotika intravena dapat diberikan profilaksis untuk pencegahan

    infeksi gram positif pada luka bakar (Nettina, 2001).

    2.14.5 Mengurangi nyeri pada luka bakar

     Nyeri terasa hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka

     bakar derajat tiga karena pada derajat dua ujung-ujung sarafnya tidak rusak,

    ujung-ujung saraf yang terkena sangat sensitif terhadap aliran udara yang

    dingin sehingga diperlukan kasa penutup steril yang bisa membantu

    mengurangi rasa nyeri tersebut. Namun demikian pasien dengan luka bakar

    derajat tiga tetap merasakan nyeri yang dalam dan nyeri disekitar luka bakar.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    24/25

    Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan, maka preparat nyeri analgetik

    harus diberikan sebelum nyeri terasa hebat terjadi (Bare dan Smeltzer, 2001).

    2.15 Faktor Kesembuhan Luka Bakar

    Oleh karena banyaknya variabel luka bakar termasuk cedera penyerta,

     penyakit kronik, lamanya waktu pasca luka bakar sebelum dirawat di rumah

    sakit, dan kejadian-kejadian di sekitar luka bakar, maka mortalitas memiliki

    nilai yang kecil dan sering kali menyesatkan (Schwartz, 2002). Gambaran

    faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan kemungkinan akibatnya bagi

    seseorang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

    Area permukaan Kedalaman cedera Umur

    Tubuh yang

    Terkena (%)

    Gambar 2.3 Skema faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan harapan

    hidup (Morison, 2004).

    Faktor–faktor pasien

    yang lebih luas.

    Waktu untuk memperoleh

    akses ke pertolongan spesialis

    guna mendapatkan

     pemeriksaan dan

     penatalaksanaan (bagi semua

     pasien luka bakar kecuali yang

    lukanya sangat kecil.

    Ketepatan

     pertolongan pertama

    yang dilakukan

    segera

    Sifat luka bakarPenyakit yang

    melemahkan yang terjadi

     bersamaan

    Malnutrisi yang sudah ada

    sebelumnya

    Letak cedera

    Faktor psikososial

    Faktor yang

    menentukan keparahan

    luka bakar dan harapan

    hidup

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/9/2019 Chapter II Albumin

    25/25

     

    2.16 Permasalahan Pasca Luka Bakar

    Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan

     parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat

    mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan

    cacat estetis yang jelek sekali terutama bila parut tersebut berupa keloid.

    Kekakuan sendi memerlukan program fisipterapi yang intensif dan kontraktur

    memerlukan tindakan bedah.

    Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan ahli ilmu jiwa untuk

    mengembalikan rasa percaya diri penderita, dan diperlukan pertolongan ahli

     bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah atau tangan. Bila luka

     bakar merusak jalan nafas akibat inhalasi, dapat terjadi atelektasis, neumonia

    atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma (Nugroho, 2012).