dinamika kelompok tani hutan rakyat: studi … · web viewtask conflict will mediate the effects of...
TRANSCRIPT
DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT: Studi Kasus di desa Kertayasa,
Boja dan Sukorejo, ( The dynamics of community Forest Farmer Group: Cases Study
in villages of Kertayasa, Boja, and Sukorejo )
1. Latar Belakang
Pembangunan hutan rakyat dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama petani pemilik hutan rakyat, serta menjaga kelestarian hutan yang
mengarah pada subtainability, sehingga kegiatan tersebut diharapkan dapat memberi
tambahan pendapatan sekaligus lahan-lahan yang tidak atau belum termanfaatkan dapat
lebih ditingkatkan manfaat dan produktifitasnya melalui tanaman kayu-kayuan.
Berdasarkan tujuan tersebut, pembangunan hutan rakyat tidak dapat dilaksanakan secara
perorangan (spasial), tetapi harus secara bersama-sama.
Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dilakukan secara terprogam, dan untuk
mendukungnya diperlukan penggalangan petani agar dapat melaksanakan program
tersebut, dan dibentuk suatu lembaga kemasyarakatan seperti kelompok tani hutan rakyat
yang memiliki pengertian sebagai perkumpulan orang-orang (petani) yang tinggal di
sekitar hutan.
Kelompok tani yang telah terbentuk diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk
berkelompok dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani dengan atau
tanpa adanya intervensi dari luar sehingga pendapatannya dapat meningkat, dan akhirnya
kesejahteraan akan turut meningkat pula, sehingga akan timbul kedinamisan dari
kelompok tersebut.
2. Apa yang Diteliti
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
Tingkat kedinamikaan sosial kelompok tani
Faktor-faktor dinamika kelompok tani yang masih memerlukan perhatian dan
pembinaan lebih lanjut
Peranan anggota kelompok tani dalam pengembangan hutan rakyat
1
3. Menggunakan metode apa (METODOLOGI)
A. Kerangka Analisis
Pembentukan kelompok tani hutan rakyat umumnya merupakan bantuan dari proyek
sehingga dengan adanya stimulus tersebut memudahkan untuk mempersatukan anggota
kelompok dalam mencapai tujuan bersama yaitu pembangunan hutan rakyat yang mampu
meningkatkan kesejahteraaan anggotanya.
B. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi, yaitu desa Kertayasa kabupaten Ciamis, desa
Boja kabupaten Cilacap, dan desa Sukorejo kabupaten wonosobo.
C. Jenis dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder
dikumpulkan dan diperoleh dari laporan-laporan instansi terkait yang berhubungan
dengan dengan aspek yang diteliti. Sedangkan data primer langsung diperoleh dari hasil
wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.
Seperti yang dikemukakan Djoni dkk (2000), tingkat kedinamisan kelompok tani
berdasarkan pendekatan sosiologis tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
4. Diujikan bagaimana
Dengan menggunakan data primer dan data sekunder, data primer langsung diperoleh
dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Analisis dilakukan terhadap
petani yang tergabung dalam kelompok tani. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
dikumpulkan dan diperoleh dari laporan-laporan instasi terkait yang berhubungan dengan
aspek yang diteliti.
5. Hasilnya apa
Kelompok tani hutan di desa Boja memiliki tingkat kedinamisan yang rendah,
dinamika kelompok tani hutan desa Kertayasa skornya paling tinggi dibandingkan
dengan kelompok tani hutan lainnya untuk jumlah nilai secara keseluruhan. Sedangkan
untuk kelompok tani hutan di desa Sukorejo memiliki nilai faktor-faktor dinamika diatas
nilai minimum dan dapat diartikan bahwa anggota kelompok tani telah merasakan
manfaat terbentuknya kelompok tani tersebut.
2
6. Prestasi
Desa Sukorejo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Mojotengah
kabupaten Wonosobo dan telah maju dalam pengembangan hutan rakyatnya, terbukti
pada tahun 1983 telah berhasil meraih juara I lomba penghijauan tingkat propinsi
Jawa Tengah dan juara II tingkat nasional. Dengan di raihnya predikat juara lomba
penghijauan menyebabkan adanya perubahan status kelas kelompok menjadi
Kelompok Tani Teladan dan mendapat bantuan proyek P2WK (Proyek
Pengembangan Wilayah Khusus) dalam bentuk tanaman kopi dan direspon dengan
baik oleh anggota sehingga tanaman kopi ini pun berhasil dan produksinya cukup
berlimpah.
3
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Kecamatan Majenang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Cilacap. Majenang
Diniyati D, Suyarno, Anas Badrunasar, Tjejep Sutisna 2003. Kajian Sosial
Ekonomi Hutan Rakyat di Desa Boja Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. P(74-
95). Prosiding Seminar Sehari. Prospek Pengembangan Hutan Rakyat di Era Otonomi
Daerah. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon Ciamis. Cilacap.
Djoni dan Jaenal Abidin. 2000. Dinamika Kelompok di Kalangan Kelompok Tani
Pondok Pesantren (PONTREN) Pelaksana Usahatani Model Wanatani di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Pengembangan Model Wanatani di DAS Citanduy.
Laporan Kajian Kelembagaan, Sosiologis, Ekonomi dan Biofisik. Kerjasama
Universitas Siliwangi Dengan Balai RLKT DAS Cimanuk-Citanduy Ditjen RLPS-
DEPHUTBUN RI. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan.
Soekanto Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Tim Bina Swadaya. 2001. Pengalaman Mendampingi Petani Hutan. Kasus
Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta
4
PENINGKATAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN MELALUI
PEMBERDAYAAN WANITA NELAYAN
1. Latar Belakang
Masyarakat nelayan di kawasan pesisir merupakan kelompok masyarakat yang paling
tertinggal dalam berbagai sentuhan pembangunan selama ini. Khususnya pada kelompok
nelayan tradisional yang dicirikan oleh teknologi produksi yang rendah, sehingga
kemampuan akses terhadap produksi (finishing ground) relatif rendah, akibatnya hasil
produksi yang diperoleh juga rendah pula. Implikasi dari itu semua, tingkat pendapatan
kelompok nelayan ini sangat rendah.
Pada kelompok nelayan tradisional, peranan istri nelayan di tuntut semakin lebih
besar dalam mencari alternatif pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhan ekonomi
rumah tangga. Studi ini bertujuan menganalisis peranan wanita nelayan terhadap
ketahanan ekonomi rumah tangga serta alternatif kegiatan ekonomi wanita nelayan guna
membantu ekonomi keluarga.
2. Apa yang Diteliti
a. Profil sosial ekonomi rumah tangga wanita nelayan tradisional
b. Pola kegiatan istri nelayan
c. Pendapatan rumah tangga nelayan
d. Curahan atau alokasi waktu kerja wanita nelayan
3. Menggunakan metode apa (METODOLOGI)
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada akhir tahun 2004 sampai awal 2005 dan dilakukan pada
beberapa wilayah pesisir terpilih di Sumatera Barat, dimana terkonsentrasi pemukinan
nelayan tradisional, antara lain: Padang, Pariaman, dan Pesisir Selatan.
B. Sumber dan Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
- Data primer, diperoleh dari istri (wanita nelayan), melalui wawancara langsung.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan serta wawancara
yang mendalam terhadap informasi kunci (key informan).
5
- Data sekunder, dari berbagai bahan publikasi, seperti: Susenas, Dinas atau
instansi terkait serta hasil penelitian lainnya.
C. Data Analisis
Analisis data dilakukan dengan dua macam, yaitu: (1) Share wanita nelayan dalam
pendapatan rumah tangga, (2) Deskriptif analisis tentang peluang berusaha di Pesisir.
4. Hasilnya Apa
Berdasarkan hasil studi menunjukkan, bahwa rata-rata wanita yang bekerja adalah
sebesar 37,5 angka ini tidak berbeda jauh dari hasil studi pada tahun 1996 (Zein, 2000).
Apabila diperhatikan berdasarkan alokasi waktu kerja yang dicurahkan bagi kelompok
wanita nelayan yang bekerja tersebut, maka selama 5 jam per hari (20%) dari waktunya
dicurahkan untuk kegiatan reproduktif (kegiatan memasak, membersihkan rumah,
mencuci pakaian dan mengurus anak dan 6 jam wanita nelayan bekerja dengan yang
tidak bekerja, maka curahan waktu kerja untuk kegiatan reproduktif ini lebih banyak pada
wanita nelayan yang tidak mempunyai kegiatan ekonomi lainnya.
Konflik dalam pemberdayaan wanita nelayan
1. Masalah paradigma gender yang keliru
Selama ini orang memanndang bahwa wanita adalah makhluk yang lemah,
sehingga hanya diberikan posisi pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan fisik.
1. Rendahnya kualitas SDM
Pada umumnya kualitas SDM memang relatif rendah di pedesaan pantai, dengan
demikian porsi pekerjaan yang sesuai mencari porsi pekerjaan kasar.
2. Kepedulian stakeholders
Stakeholders masih rendah kepeduliannya terhadap wanita nelayan, sehingga
kesempatan pekerjaan sangat rendah.
3. Kurangnya akses modal
Dipedesaan pantai terhadaap akses modal sangat rendah, sehingga upaya
pengembangan usaha yang relatif lambat.
4. Kurangnya kebersamaan
Hal utama yang menjadi kendala dalam pengembangan usaha wanita nelayan
adalah kurangnya kebersamaan dan mereka cenderung bekerja sehari-hari.
6
5. Ketergantungan terhadap pihak luar
Kegiatan usaha wanita nelayan sangat tergantung dengan pihak luar seperti,
ketersediaan bahan baku, organisasi pemasaran, sumber keuangan, tenaga.dll
6. Kurangnya pemasaran
Produk-produk hasil karya wanita nelayan di pedesaan pantai sangat sulit di
pasarkan.
7. Tergantung dari hasil tangkapan ikan (suami)
Biasanya produk yang dihasilkan wanita nelayan sangat tergantung kepada hasil
kegiatan suami sebagai nelayan.
Proses pemberdayaan wanita nelayan
1. Pembentukan Kelompok
Guna meningkatkan usaha nelayan di pedesaan pantai, perlu adanya kelompok
yang kokoh, melalui pembinaan dan penguatan kelompok.
2. Perencanaan program
Program haruslah yang rasional dan dapat dilaksanakan oleh seluruh anggota
kelompok.
3. Pelaksanaan program
Dengan program yang baik, maka seluruh anggota kelompok pun harus mampu
melaksanakan seluruh program dengan konsisten.
4. Agar usaha masyarakat / wanita dapat berjalan dengan sukses, maka peranan
pendamping adalah sangat penting artinya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah. 1982. Peranan Wanita Nelayan dalam Meningkatkan Pendapatan
Keluarga Nelayan Muncar, Banyuwangi – Jawa Timur. Dalam Prosiding Workshop
Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia. Cisarua, 2-4 November 1982. Pusat Penelitian da
Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Indonesia (p:151-157).
Jordan. R.E dan neihof A. 1982. Patondu Revisted: A case of Modemization in
Fishery, Review of Indonesia an Malayan Affairs (RIMA). Vol 16 (2), 1982 (p:83-108)
7
Norr, J.L dan K.F Norr, 1991. Womens Satutus in Peasant-level Fishing, society
and Natural Resources, vo.5, p:149-163
Yater, L.R, 1983 The Fishermen’s Family: Economic Roles of Women and
Children. Dalam Small Scale Fisheries of San Miguel Bay: Philippines: Social aspect of
production an marketing (ed.Bailey). ICLARM Technical reports No.9 Manila
Philippines
Zein, A. 2000. The Influence of technological Change on Income and Social
Struktur in Artisanal Fisheries in Padang, Indonesia. Universitas Bung Hatta Press.
Padang. Indonesia
Zein, A. 2005. The Role of Fisher-women on Food Security at the Traditional
Fishermen Household of West Sumatra, Indonesia. Makalah pada International Seminar
tentang Food Security di Hanoi – Vietnam, 1-7 Mei 2005.
8
KELOMPOK KECIL
Sebuah studi baru menemukan bahwa kelompok tiga sampai lima orang
berperforma lebih baik dibandingkan individu ketika memecahkan masalah yang
kompleks. Penelitian yang diterbitkan dalam edisi April Journal of Personality and
Social Psychology, menunjukkan bahwa kelompok tiga orang yang mampu memecahkan
masalah yang sulit bahkan lebih baik dari individu-individu terbaik bekerja sendirian.
Peneliti peserta 760 mahasiswa dari University of Illinois di Urbana-Champaign
surat-untuk memecahkan masalah-nomor kode, bekerja baik secara individu atau sebagai
bagian dari kelompok. Penelitian mencatat bahwa ada sejumlah kecil mengejutkan
penelitian tentang pengaruh ukuran kelompok pada pemecahan masalah. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa kelompok berperforma lebih baik daripada individu
pada masalah kesulitan rata-rata. Studi saat ini dinilai kinerja dengan membandingkan
jumlah percobaan yang diperlukan untuk memecahkan masalah serta jumlah kesalahan
yang dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ukuran tiga,, empat dan lima
dilakukan lebih baik daripada individu untuk memecahkan masalah.
Dalam rilis April 23, 2006 tekan APA, pemimpin peneliti Patrick Laughlin
disebabkan peningkatan kinerja kelompok untuk, Penelitian juga "kemampuan orang
untuk bekerja sama untuk menghasilkan dan mengadopsi respon yang benar, menolak
tanggapan yang keliru, dan memproses informasi secara efektif." berasal keberhasilan
kelompok-kelompok kecil di surat-untuk tugas-angka untuk "anggota kelompok
gabungan kemampuan mereka dan sumber daya untuk melakukan lebih baik daripada
yang terbaik dari jumlah yang setara individu pada tugas kelompok yang sangat
intellective saling melengkapi."
Sementara peneliti memiliki hipotesis bahwa kelompok dua akan mengungguli
jumlah yang setara individu, hasil penelitian ini benar-benar menunjukkan bahwa
kelompok dua orang yang dilakukan pada tingkat yang sama sebagai individu yang
bekerja sendirian. Selain itu, sementara kelompok tiga,, empat dan lima orang dilakukan
secara signifikan lebih baik daripada jumlah yang setara dengan kelompok "terbaik
individu" dan dua orang, tiga kelompok tidak berbeda satu sama lain dalam hal kinerja.”
9
Hasil studi ini karena itu menyarankan, "Tiga anggota kelompok yang diperlukan dan
cukup untuk kelompok untuk melakukan lebih baik daripada yang terbaik dari jumlah
setara individu independen."
Penelitian ini memiliki sejumlah implikasi di bidang akademik, ilmu
pengetahuan, kedokteran, dan bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tiga
lebih efisien dan lebih akurat dalam memecahkan masalah-masalah sulit yang sedang
memerlukan penggunaan logika, verbal, dan pemahaman kualitatif. Para penulis dari
penelitian ini menyarankan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah
tiga orang kelompok lebih efektif dalam memecahkan jenis persoalan lain, dan apakah
efektif pemecahan masalah dalam suatu kelompok kemudian transfer ke pemecahan
masalah individual.
References: Referensi:
Laughlin, P., Hatch, E., Silver, J., & Boh, L. (2006) Grup Lakukan Better Than Individu
Terbaik pada Surat-ke Bilangan Masalah-: Pengaruh Ukuran Group, Jurnal Psikologi
Kepribadian dan Sosial, Vol. 90, No. 4. 90, No 4.
"Grup Lakukan Better Than Individu Terbaik di Mengatasi Masalah Kompleks," APA
Siaran Pers.
Keahlian dalam pemecahan masalah kelompok: Pengakuan, kombinasi sosial, dan
kinerja:. Group Dinamika Teori, Riset, dan Praktek, 4, 277-290.
Bray, RM, Kerr, NL, & Atkin, RS (1978). Bray, RM, Kerr, NL, & Atkin, RS (1978).
Pengaruh ukuran kelompok, masalah kesulitan, dan seks pada kinerja kelompok dan
reaksi anggota.. Journal of Personality and Psycholog Sosial, 36 y, 1224-1240
Hill, GW (1982). Hill, GW (1982). Kinerja individu versus kelompok: Apakah N _ 1
kepala lebih baik dari satu 517-539? Psychological Bulletin, 91,.
Tindale, RS, & Kameda, T. (2000). Tindale, RS, & Kameda, T. (2000). "Social
sharedness" sebagai tema pemersatu untuk pemrosesan informasi dalam kelompok..
Group Proses dan antargolongan Hubungan, 3, 123-140
10
Keanekaragaman, Konflik, dan Kinerja Pada Kelompok Kerja
Sebuah studi lapangan dari 92 kelompok kerja menjelajahi pengaruh tiga jenis
keanekaragaman kelompok kerja (keragaman kategori sosial, keragaman nilai, dan
keragaman informasi) dan 2 moderator (tipe tugas dan tugas mandiri) pada hasil
kelompok kerja.
Keanekaragaman dan konflik
Tiga kategori keanekaragaman dibahas dalam penelitian terakhir pada kelompok:
keragaman informasi, keragaman kategori sosial, dan keragaman nilai. Contohnya, dua
orang dari ras yang berbeda (Keanekaragaman kategori sosial) mungkin (meskipun tidak
harus) mempunyai pengalaman pendidikan budaya (keragaman informasi) dan akibatnya
mendukung nilai yang berbeda (keanekaragaman nilai). Setiap berbagai jenis dari
keanekaragaman menyiratkan tantangan yang berbeda dan kesempatan bagi kelompok
kerja, dan akibatnya, harus dapat mempengaruhi hasil kelompok kerja yang berbeda.
keragaman lnformational. keragaman lnformational mengacu basis pengetahuan
yang berbeda dan perspektif yang membawa anggota kelompok. Perbedaan-perbedaan
tersebut berdiri sebagai fungsi dari perbedaan anggota kelompok seperti pendidikan,
pengalaman, dan keahlian. Perbedaan dalam latar belakang pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman pekerjaan yang mungkin meningkat bermacam-macam perspektif dan opini
yang ada dalam kelompok kerja (Stasser, 1992).
Hipotesis la (Hla):
Perbedaan informasional akan meningkatkan konflik tugas dalam kelompok kerja.
Kelompok kerja mempunyai alasan sering gagal menyadari kemampuan potensial dari
keanekaragaman informasi dan konflik tugas. Pertama, Organisasi yang sering menjawab
kecenderungan kelompok-kelompok untuk membentuk berdasarkan pada jaringan sosial
bersama (misalnya, kesamaan, kedekatan, keakraban) dengan membuat-tim lintas
fungsional, atau tim dengan anggota pelatihan fungsional yang berbeda, untuk
meningkatkan keragaman informasi tersedia pada kelompok (Northcraft., 1995). Alasan
kedua sering gagal menyadari /manfaat dari keragaman informasi yang membuat sebuah
kelompok informasi yang juga mencegah kelompok dari mewujudkan manfaat dari
keragaman informasinya. Perselisihan dalam kelompok kerja bisa menjadi pertentangan
11
tentang isi tugas ( konflik tugas), tetapi mereka juga bisa menjadi perselisihan tentang
bagaimana melakukan tugas atau cara untuk mendelegasikan sumber daya, yang
mencerminkan proses konflik (Jehn, 1997). Sebagai contoh, seorang anggota kelompok
dengan latar belakang teknik mungkin ingin diproses berbeda (dalam hal bagaimana
mengidentifikasi potensi program aksi dan memilih di antara mereka) dari anggota
kelompok dengan sebuah latar belakang marketing atau akuntansi.
Hypothesis 1.b (Hlb):
Keragaman informasi akan meningkatkan proses konflik dalam kelompok kerja.
keragaman kategori sosial. kategori keragaman sosial merujuk pada perbedaan
eksplisit antara anggota kelompok dalam keanggotaan kategori sosial, seperti seperti ras,
gender, dan etnis (Jackson, 1992; Pelled, 1996a). Keanggotaan kategori sosial secara
eksplisit menetapkan karakteristik terutama yang menonjol dasar dimana individu dapat
mengkategorikan diri sendiri dan orang lain. Permusuhan dalam kelompok ini muncul ke
permukaan sebagai hubungan anatara konflik-konflik anggota 'pribadi dengan memilih
kelompok kerja atau perselisihan dalam interaksi interpersonal biasanya sekitar isu-isu
yang bukan pekerjaan seperti gosip, kegiatan sosial, atau agama. (Jehn, 1995, 1997).
Hipotesis 2 (H2):
Keragaman kategori sosial akan meningkatkan hubungan konflik di kelompok kerja.
Nilai keanekaragaman. Nilai keragaman terjadi ketika anggota dari kelompok
kerja berbeda dalam hal apa yang mereka pikir dari kelompok yang nyata dalam tugas
kelompok kerja, tujuan, target, atau misi seharusnya. Sebagai contoh, anggota kelompok
yang nilai efektivitas (misalnya, kualitas) cenderung memiliki perselisihan tentang tugas
dan alokasi sumber daya dengan anggota kelompok yang nilai efisiensi (misalnya, unit
diproduksi).
Hipotesis 3 (H3):
Nilai keanekaragaman akan meningkatkan konflik pekerjaan, proses konflik, dan
hubungan konflik dalam kelompok kerja.
Keanekaragaman dan Kinerja
Penelitian menangani faktor penentu kinerja kelompok dalam organisasi yang
menunjukkan keberhasilan yang sering bergantung pada kemampuan kelompok kerja
12
untuk mencakup, pengalaman, dan mengatur (dari pada menghindari) perselisihan yang
timbul (Tjosvold, 1991 ; Gruenfeld et al., 1996. ) Schwenk dan Valacich (1 994)
menemukan bahwa mengevaluasi dan mengkritik konflik yang menggunakan tentang
keputusan tugas yang dihasilkan lebih baik dalam kelompok kerja dari pada anggota
yang menghindari konflik atau mengurangi perselisihan mereka. Dampak negatif dari
keragaman nilai dan kategori sosial (yaitu, meningkatkan hubungan konflik), kesamaan
cenderung paling efektif dalam bidang nilai dan keragaman kategori sosial. Akibatnya,
keragaman yang rendah nilai dan rendah keragaman kategori sosial menciptakan kondisi
untuk sebuah kelompok kerja untuk mengambil keuntungan dari keragaman
informasinya, yang dapat dicerminkan dalam kinerja kelompok kerja.
Hipotesis 4 (H4):
Pengaruh keanekaragaman informasi pada pekerjaan kinerja kelompok akan
dipandu oleh keanekaragaman nilai dan sosial kategori keragaman dalam kelompok;
keanekaragaman informasi lebih cenderung meningkat kinerja workgroup ketika nilai
keragaman dan keragaman sosial kategori dalam kelompok rendah daripada ketika
mereka Tinggi.
Kinerja tidak hanya hasil yang menarik bagi organisasi kelompok kerja. Para
pekerja juga mempertaruhkan moral dan komitmen, yang memiliki implikasi jangka
panjang untuk kinerja kelompok yang baik untuk biaya yang berkaitan dengan
ketidakhadiran dan keterlambatan kerja.
Hipotesis 5 (H5):
Nilai tinggi keragaman dan keragaman kategori sosial akan menurunkan moral pekerja.
Moderator dari Efek Keanekaragaman
Ketika suatu tugas kompleks dan tidak mengerti dengan baik, bagaimanapun juga,
membahas dan berdebat bersaing secara perspektif dan pendekatan sangat penting bagi
anggota kelompok untuk mengidentifikasi strategi-strategi tugas yang sesuai dan untuk
meningkatkan ketelitian dalam 'penilaian situasi anggota (misalnya, Fiol, 1994; Amason
dan Schweiger, 1994; Putnam, 1994; Jehn, 1995). Seperti tugas kompleks semacam itu
memerlukan pemecahan masalah, memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi, dan
memiliki beberapa prosedur yang mengatur ketika tugas rutin memiliki tingkat rendah
13
variabilitas, yang berulang (Hall, 19721) umumnya sangat akrab dan dilakukan dengan
cara yang sama setiap kali (Thompson, 1967).
Hipotesis 6 (H6):
keanekaragaman Informational lebih mungkin untuk meningkatkan kinerja
kelompok kerja ketika tugas-tugas yang kompleks daripada yang rutin.
Sebelum penelitian juga menunjukkan bahwa tugas yang saling ketergantungan
dapat mempengaruhi keanekaragaman efek dalam kelompok kerja. Tugas yang saling
tergantung adalah sejauh mana anggota kelompok mengandalkan untuk menyelesaikan
pekerjaan satu dengan yang lainnya (Van de Ven, Delbecq, dan Koenig, 1976). Pengaruh
keanekaragaman nilai dan keragaman kategori sosial akan diperburuk bila tugas saling
bergantung:
Hipotesis 7 (H7):
Pengaruh yang tidak berlebihan dari keragaman nilai dan keanekaragaman
kategori sosial pada hubungan antara keragaman informasi dan kinerja kelompok kerja
akan lebih kuat ketika tugas saling terikat dibandingkan tugas yang bebas.
Hipotesis 8 (H8):
Keanekaragaman nilai dan keragaman kategori sosial akan lebih cenderung
menurunkan moral ketika tugas saling terikat daripada independen.
Mediator Efek Keanekaragaman
Hubungan dan proses konflik yang negatif dikaitkan dengan kinerja dan moral,
sedangkan konflik tugas telah terbukti memiliki dampak positif pada kinerja (Jehn, 1995,
1997; Amason, 1996). Oleh karena itu, kami mengusulkan hipotesis berikut:
Hipotesis 9a (H9a):
konflik tugas akan menengahi efek dari keanekaragaman informasi terhadap kinerja
kelompok kerja.
Hipotesis 9b (H9b):
Proses konflik akan dimediasi dari efek keanekaragaman informasi terhadap kinerja
kelompok kerja.
Hipotesis 9c (H9c):
Proses konflik akan memediasi efek nilai keanekaragaman terhadap moral pekerja.
Hipotesis 9d (H9d):
14
Hubungan konflik akan memediasi efek keragaman nilai dan keragaman kategori sosial
terhadap moral pekerja.
Hipotesis diuji dalam studi bidang organisasi Kelompok.
METODE
Situs dan Sampel Penelitian
Sampel terdiri dari 545 karyawan di satu dari tiga perusahaan teratas di industri
barang-barang rumah tangga bergerak. Sampel (sebagaimana dilaporkan dalam Jehn,
1995) diambil dari antar kantor pusat nasional untuk perusahaan ini, yang menampung
semua fungsi wilayah nasional: divisi meliputi pemasaran dan penjualan, accounting ,
sistem informasi, domestik dan operasi internasional, dll. Sebuah unit pekerjaan
didefinisikan dalam organisasi sebagai sebuah kelompok di mana semua personil
melaporkan langsung kepada pengawas yang sama dan berinteraksi untuk menyelesaikan
tugas-tugas unit.
Survei
Survei ini terdiri dari 85-laporan diri, gaya pertanyaan Likert, memerintahkan
secara acak. Kami menggunakan catatan pribadi untuk memverifikasi informasi
demografi yang dikumpulkan oleh survei dan, di waktu yang sama, mengumpulkan data
arsip, seperti kinerja Appraisal dan laporan pengeluaran dari departemen. Enam puluh
pengawas, manajer, dan wakil presiden yang diterima dan kembali paket bahan untuk
mengevaluasi unit kerja mreka (s). Informasi dikumpulkan dalam paket ini termasuk
bagian dari organisasi, kelompok dan individu peringkat efektivitas, dan laporan
pengeluaran departemen .
Tindakan Keanekaragaman
Persepsi terhadap nilai perbedaan di antara anggota kelompok diukur dengan
enam poin pada skala Likert-5 berlabuh dengan 1 = "Sangat tidak setuju" dan 5 =
"Sangat setuju." Anggota diminta jika nilai dari seluruh anggota kelompok adalah
serupa, jika unit kerja secara keseluruhan mempunyai nilai kerja sama, jika unit kerja
secara keseluruhan memiliki tujuan yang sama, apakah anggota telah memegang
keyakinan kuat tentang apa yang penting dalam unit kerja, apakah anggota memiliki
tujuan yang sama, dan jika-semua anggota setuju pada apa yang penting bagi kelompok.
koefisien alpha untuk skala ini adalah 0,85.
15
Seperti biasa dalam pengobatan variabel kategori, kita menggunakan indeks
berbasis entropi (Teachman, 1980; Ancona dan Caldwell, 1992) untuk membentuk
jumlah total informasi dan keragaman kategori sosial dalam kelompok kerja:
Jika karakteristik demografi tidak ditunjukkan dalam tim, nilai yang diberikan
adalah nol. Ditambah, indeks keanekaragaman merupakan jumlah dari produk dari
karakteristik proporsi masing-masing yang membuat unit kerja dan tercatat alami dari
proporsinya. Semakin tinggi keragaman indeks, semakin besar distribusi karakteristik
dalam unit kerja.
Hasil
H1a : Keragaman informasi secara positif berkaitan dengan konflik tugas dalam
keompok kerja.
H1b : memprediksi keragaman informasi dapat meningkatkan proses konflik, bukan
mendukung.
Keragaman informasi dan nilai dijelaskan 13,9 persen dari variasi konflik tugas.
H2 : Keragaman kategori sosial dan keragaman nilai ditunjukkan 21.9 persent dari
variasi dalam hubungan konflik dengan kelompok.
H3 : keragaman nilai secara positif dan signifikan berkaitan dengan semua tiga tipe
konflik. Keanekaragaman nilai sendiri menjelaskan 10.3 persen dari proses konflik
dengan kelompok kerja.
H4 : keragaman nilai dimoderasi dari efek keragaman infoirmasi dalam kinerja
sebenarnya dan efisiensi; keragaman informasi pada tingkat rendah akan lebih
berpengaruh ketika keragaman nilai mencapai tingkat tinggi.
H5 : Keragaman informasi secara positif berkaitan dengan efisiensi keragaman kategori
sosial yang rendah. Hubungan hipotesis menjelaskan diantara 6.6 persen (efisiensi
kelompok kerja) dan 37.8 persen (komitmen dari kelompok kerja) dari kinerja kelompok
dan moral para pekerja.
H6 : Interaksi dari keragaman informasi dan tipe tugas. Secara signifikan untuk
mengukur tiga dari kelompok kerja yaitu menyadari kinerja, actual, dan efisiensi;
keragaman informasi lebih meningkatkan kinerja ketika tugas selesai.
16
H7 : mengurangi efek dari keragaman nilai dan keragaman kategori sosial dalam
hubungannya diantara keragaman informasi dan kinerja kelompok kerja yang lebih kuat
ketika tugas yang saling terikat meningkat.
H8 : memprediksi bahwa keragaman nilai dan keragaman kategori sosial ketika tugasnya
saling terkait meningkat.
H9a : memprediksi bahwa konflik tugas dapat dimediasi efek dari keragaman informasi
dalam kinerja kelompok kerja.
H9b : Hasil tidak dikonfirmasi. Bahwa proses konflik akan dimediasi dari efek
keragaman informasi kedalam kinerja kelompok kerja.
H9c : Hasil di konfirmasikan. Proses konflik akan memediasi dari efek keragaman nilai
untuk moral pekerja.
H9d : Hubungan konflik dapat memediasi efek dari keragaman nilai dan keragaman
kategori sosial untuk moral pekerja.
REFERENCES
Amabile, Teresa M. 1994 "The atmosphere of pure work: Creativity in research and
development." In William R. Shadish and Steve Fuller et al. al. (eds.), The Social
Psychology of Science: 31 6-328. New York: Guilford Press.
Amason, Allen C. 1996 "Distinguishing the effects of functional and dysfunctional
conflict on strategic decision making: Resolving a paradox for top management teams."
Academy of Management Journal, 39: 123-1 48. and Harry J. Sapienza 1997 "The effects
of top management team size and interaction norms on cognitive and affective conflict."
Journal of Management, 23: 495-516.
Amason, Allen C., and David M. Schweiger 1994 "Resolving the paradox of conflict,
strategic decision making and organizational performance." International Journal of
Conflict management, 5: 239-253.
17
18
19